Anda di halaman 1dari 22

DASAR HUKUM

KONSEP DASAR REKAM MEDIS

Dosen Pengampu :

Marta Simanjuntak, SST.MIK., MKM

Disusun Oleh :

Agnes Monica Sinaga 2213462002


Ahmad Fahrozi Harefa 2213462003
Chelsisea Melvan Estiningtyas 2212462006
Lailan Ramadhani 2213462019
Mhd. Fahmi Adhithia 2213462022
Nurbina Fahira Ritonga 2213462025
Putri Anggi Ramadhani 2213462027
Zahrina Maybriani Gunawan 2213462032

PROGRAM STUDI D-III PEREKAM DAN INFORMASI KESEHATAN


UNIVERSITAS IMELDA MEDAN
MEDAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Dasar hukum penyelenggaraan rekam medis atau biasa juga disebut dasar
hukum rekam medis di Indonesia secara hierarki bersumber kepada undang-undang
dasar 1945, undang-undang baik yang non kesehatan maupun undang-undang tentang
kesehatan, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri atau instruksi
menteri atau keputusan menteri non kesehatan maupun keputusan menteri kesehatan,
dan peraturan lain yang ada di bawahnya sesuai dengan kebijakan daerah setempat.

Dasar hukum penyelenggaraan rekam medis atau dasar hukum rekam medis di
sini mencakup berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan rekam medis,
yaitu tentang pengelolaan rekam medis, tentang tenaga kesehatan, dan tentang
tunjangan fungsional perekam medis.

II. Rumusan masalah

1. Apa dasar hukum konsep dasar rekam medis?

III. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui dasar hukum konsep dasar rekam medis


BAB II
TEORI MENGENAI DASAR HUKUM KONSEP DASAR REKAM MEDIS

1. UU RI Nomor : 11 Tahun 2008, Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Bab I : Ketentuan Umum, Pasal : 1

Ayat 4: Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,


diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau
didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau ejenisnya, huruf, tanda, angka,
Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.

Ayat 5: Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang
berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi
Elektronik.

Ayat 6: Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik


oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

2. UU RI Nomor : 44 Tahun 2009, Tentang Rumah Sakit

Bab VIII : Kewajiban dan Hak, Bagian Kesatu : Kewajiban, Pasal 29

Ayat 1: Setiap rumah Sakit mempunyai kewajiban :, butir h : menyelenggarakan


rekam medis;

3. UU RI Nomor : 29 Tahun 2004, Tentang Praktik Kedokteran

Bab VII : Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, Bagian Ketiga : Pemberian


Pelayanan, Paragraf 3 : Rekam Medis, Pasal 46

Ayat 1: Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.

Ayat 2: Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi
setelah selesai menerima pelayanan kesehatan.

4. UU RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


a. bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;

b. bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing
bangsa bagi pembangunan nasional;

c. bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada


masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi
negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti
investasi bagi pembangunan negara;

d. bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan


dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan
merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat;

e. bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak


sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam
masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang tentang
Kesehatan yang baru;

5. UU kesehatan No 36 ini merupakan UU kesehatan pengganti UU RI Nomor 23


Tahun 1992 tentang kesehatan.

Bab I : Ketentuan Umum, Pasal 1

Ayat 6: Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.

Bab V : Sumber Daya Di Bidang Kesehatan, Bagian Kedua : Fasilitas Pelayanan


Kesehatan, Pasal 34

Ayat 2: Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan tenaga


kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi dan izin melakukan pekerjaan profesi.

6. UU RI Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan


UU 43 tahun 2009 tentang Kearsipan mencabut UU 7 tahun 1971 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kearsispan. Karena perlu disesuaikan dengan perkembangan dan
kebutuhan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dipengaruhi oleh
perkembangan tantangan nasional dan global serta perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi

Undang-Undang ini menyebutkan bahwa sistem penyelenggaraan kearsipan nasional


yang komprehensif dan terpadu harus dibangun dengan mengimplementasikan
prinsip, kaidah, norma, standar, prosedur, dan kriteria, pembinaan kearsipan, sistem
pengelolaan arsip, sumber daya pendukung, serta peran serta masyarakat dan
organisasi profesi yang sedemikian rupa, sehingga mampu merespons tuntutan
dinamika gerak maju masyarakat, bangsa, dan negara ke depan.

UU 43 tahun 2009 tentang Kearsipan disusun untuk menjamin ketersediaan arsip


yang autentik dan terpercaya, menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak
keperdataan rakyat, serta mendinamiskan sistem kearsipan, diperlukan
penyelenggaraan kearsipan yang sesuai dengan prinsip, kaidah, dan standar kearsipan
sebagaimana dibutuhkan oleh suatu sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang
andal.

7. Merupakan undang-undang pengganti UU RI Nomor 7 Tahun 1971 tentang


kearsipan.

Bab I : Ketentuan Umum, Pasal 1

Ayat 24: Penyelenggaraan kearsipan adalah keseluruhan kegiatan meliputi kebijakan,


pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem kearsipan nasional
yang didukung oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya
lainnya.

8. PP RI Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran

Pasal 1: Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang
diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan
pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.

Pasal 2: Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang


tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih
tinggi daripada Peraturan Pemerintah ini menentukan lain.

Pasal 3: Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a. tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara tahun 1963 No. 79).
b. mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
Pasal 4: Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran
yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana, Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif
berdasarkan pasal 11 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 5: Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka
yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan dapat mengambil
tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.

Pasal 6: Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat mendengar Dewan
Pelindung Susila Kedokteran dan/atau badan-badan lain bilamana perlu.

Pasal 7: Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran".

Pasal 8: Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar setiap orang
dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di
Jakarta

9. PP RI Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :


1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yanlg mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan;

2. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya


kesehatan;

3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan


kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat 4. Menteri adalah
Menteri yang bertanggung jawab di bidang Kesehatan

BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2

1. Tenaga kesehatan terdiri dari :


a. tenaga medis;
b. tenaga keperawatan;
c. tenaga kefarmasian;
d. tenaga kesehatan masyarakat;
e. tenaga gizi;
f. tenaga keterapian fisik;
g. tenaga keteknisian medis.

2. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.


3. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
4. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
5. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan
dan sanitarian.
6. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
a. (7) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis
wicara.
b. (8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi
gigi, teknisi
c. elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik,
teknisi
d. transfusi dan perekam medis.

10. PP RI Nomor 47 Tahun 2006 Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Dokter,


Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata Laboratorium Kesehatan,
Epidemiologi Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian, Administrator
Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis, Bidan,
Perawat, Radiografer, Perekam Medis, Dan Teknisi Elektromedis.

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan :

1. Tunjangan Jabatan Fungsional Dokter, yang selanjutnya disebut dengan


Tunjangan Dokter adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan
Fungsional Dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Tunjangan Jabatan Fungsional Dokter Gigi, yang selanjutnya disebut dengan
Tunjangan Dokter Gigi adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan
kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam
Jabatan Fungsional Dokter Gigi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Tunjangan Jabatan Fungsional Apoteker, yang selanjutnya disebut dengan
Tunjangan Apoteker adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan
Fungsional Apoteker sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Tunjangan Jabatan Fungsional Asisten Apoteker, yang selanjutnya disebut dengan
Tunjangan Asisten Apoteker adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan
kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam
Jabatan Fungsional Asisten Apoteker sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Tunjangan Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium Kesehatan, yang selanjutnya
disebut dengan Tunjangan Pranata Laboratorium Kesehatan adalah tunjangan
jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan
ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium
Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tunjangan Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan, yang selanjutnya disebut
dengan Tunjangan Epidemiolog Kesehatan adalah tunjangan jabatan fungsional
yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara
penuh dalam Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Tunjangan Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan, yang selanjutnya disebut
dengan Tunjangan Entomolog Kesehatan adalah tunjangan jabatan fungsional
yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara
penuh dalam Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Tunjangan Jabatan Fungsional Sanitarian, yang selanjutnya disebut dengan
Tunjangan Sanitarian adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan
Fungsional Sanitarian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Tunjangan Jabatan Fungsional Administrator Kesehatan, yang selanjutnya disebut
dengan Tunjangan Administrator Kesehatan adalah tunjangan jabatan fungsional
yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara
penuh dalam Jabatan Fungsional Administrator Kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Tunjangan Jabatan Fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat, yang selanjutnya
disebut dengan Tunjangan Penyuluh Kesehatan Masyarakat adalah tunjangan
jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan
ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Kesehatan
Masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Tunjangan Jabatan Fungsional Perawat Gigi, yang selanjutnya disebut dengan
Tunjangan Perawat Gigi adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan
kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam
Jabatan Fungsional Perawat Gigi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
12. Tunjangan Jabatan Fungsional Nutrisionis, yang selanjutnya disebut dengan
Tunjangan Nutrisionis adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan
Fungsional Nutrisionis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
13. Tunjangan Jabatan Fungsional Bidan, yang selanjutnya disebut dengan Tunjangan
Bidan adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri
Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Bidan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
14. Tunjangan Jabatan Fungsional Perawat, yang selanjutnya disebut dengan
Tunjangan Perawat adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan
Fungsional Perawat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
15. Tunjangan Jabatan Fungsional Radiografer, yang selanjutnya disebut dengan
Tunjangan Radiografer adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan
kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh enuh
dalam Jabatan Fungsional Radiografer sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
16. Tunjangan Jabatan Fungsional Perekam Medis, yang selanjutnya disebut dengan
Tunjangan Perekam Medis adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan
kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam
Jabatan Fungsional Perekam Medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
17. Tunjangan Jabatan Fungsional Teknisi Elektromedis, yang selanjutnya disebut
dengan Tunjangan Teknisi Elektromedis adalah tunjangan jabatan fungsional yang
diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara
penuh dalam Jabatan Fungsional Teknisi Elektromedis sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 2

Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam
Jabatan Fungsional Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata
Laboratorium Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian,
Administrator Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis,
Bidan, Perawat, Radiografer, Perekam Medis, dan Teknisi Elektromedis, diberikan
tunjangan Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata Laboratorium
Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian, Administrator
Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis, Bidan,
Perawat, Radiografer, Perekam Medis, dan Teknisi Elektromedis setiap bulan.

Pasal 3

Besarnya tunjangan Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata


Laboratorium Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian,
Administrator Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis,
Bidan, Perawat, Radiografer, Perekam Medis, dan Teknisi Elektromedis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lapiran II,
Lampiran III, Lampiran IV, Lampiran V, Lampiran VI, Lampiran VII, Lampiran VIII,
Lampiran IX, Lampiran X, Lampiran XI, Lampiran XII, Lampiran XIII, Lampiran
XIV, Lampiran XV, Lampiran XVI, dan Lampiran XVII Peraturan Presiden ini.

Pasal 4

1) Tunjangan Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata


Laboratorium Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan,
Sanitarian, Administrator Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat,
Perawat Gigi, Nutrisionis, Bidan, Perawat, Radiografer, Perekam Medis, dan
Teknisi Elektromedis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,diberikan
terhitung mulai tanggal 1 Januari 2006.
2) Sejak mulai tanggal pemberian tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menerima tunjangan jabatan
fungsional berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepadanya
hanya diberikan selisih kekurangan besarnya tunjangan Dokter, Dokter Gigi,
Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata Laboratorium Kesehatan, Epidemiolog
Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian, Administrator Kesehatan,
Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis, Bidan, Perawat,
Radiografer, Perekam Medis, dan Teknisi Elektromedis berdasarkan Peraturan
Presiden ini dengan besarnya tunjangan jabatan fungsional yang telah
diterimanya sampai dengan diberikannya tunjangan Dokter, Dokter Gigi,
Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata Laboratorium Kesehatan, Epidemiolog
Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian, Administrator Kesehatan,
Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis, Bidan, Perawat,
Radiografer, Perekam Medis, dan Teknisi Elektromedis, berdasarkan
Peraturan Presiden ini.

Pasal 5

Pemberian tunjangan Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata


Laboratorium Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian,
Administrator Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis,
Bidan, Perawat, Radiografer, Perekam Medis, dan Teknisi Elektromedis dihentikan
apabila Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diangkat dalam
jabatan struktural atau jabatan fungsional lain atau karena hal lain yang
mengakibatkan pemberian tunjangan dihentikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Presiden ini,
diatur oleh Menteri Keuangan dan/atau Kepala Badan Kepegawaian Negara, baik
secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri menurut bidang tugasnya
masing-masing.

Pasal 7

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, maka :


a. Keputusan Presiden Nomor 100 Tahun 2000 tentang Tunjangan Tenaga
Kesehatan;
b. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional
Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata Laboratorium
Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian,
Administrator Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi,
Nutrisionis, Bidan, Perawat, Radiografer, Perekam Medis, dan Teknisi
Elektromedis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

11. PerMenKes RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis

Dalam permenkes no 269 tahun 2008 ini, terdapat lebih lengkap terkait
penyelenggaraan rekam medis, yaitu mulai dari definisi, isi minimal rekam medis
pada macam-macam sarana pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Sk menteri kesehatan
ini merupakan terjemahan dari peraturan tentang penyelenggaraan pelayanan rekam
medis.

12. PerMenKes RI Nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Registrasi


Tenaga Kesehatan

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
3. Uji kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan,
dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi.
4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi
seseorang tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
5. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki
sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta
diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya.
6. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat
kompetensi.
7. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat MTKI adalah
lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan.
8. Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi yang selanjutnya disingkat MTKP adalah
lembaga yang membantu pelaksanaan tugas MTKI.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
10. Kepala Badan adalah Kepala Badan pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan.

BAB II
PELAKSANAAN REGISTRASI
Pasal 2

1. Setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaannya wajib memiliki


STR.
2. Untuk memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga kesehatan
harus memiliki ijazah dan sertifikat kompetensi.
3. Ijazah dan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
kepada peserta didik setelah dinyatakan lulus ujian program pendidikan dan uji
kompetensi.

Pasal 3

1. Ijazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikeluarkan oleh perguruan
tinggi bidang kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikeluarkan
oleh MTKI.

Pasal 4

1. Sertifikat kompetensi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setiap
5 (lima) tahun.
2. Untuk pertama kali sertifikat kompetensi diberikan selama jangka waktu 5 (lima)
tahun terhitung sejak tanggal kelahiran tenaga kesehatan yang bersangkutan.
3. Sertifikat kompetensi dipergunakan sebagai dasar untuk memperoleh STR.

Pasal 5

1. Sertifikat kompetensi yang telah habis masa berlakunya dapat diperpanjang


melalui partisipasi tenaga kesehatan dalam kegiatan pendidikan dan/atau
pelatihan, serta kegiatan ilmiah lainnya sesuai dengan bidang tugasnya atau
profesinya.
2. Partisipasi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan
sepanjang telah memenuhi persyaratan perolehan Satuan Kredit Profesi.
3. Satuan Kredit Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama 5 (lima) tahun
harus mencapai minimal 25 (dua puluh lima) Satuan Kredit Profesi.
4. Jumlah Satuan Kredit Profesi dari setiap kegiatan pelatihan, temu ilmiah dan
kegiatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap kegiatan
ditentukan oleh Organisasi Profesi.
5. Organisasi Profesi dalam menentukan jumlah Satuan Kredit Profesi berdasarkan:
a. materi dalam kegiatan tersebut;
b. penyaji materi/narasumber;
c. tingkat kegiatan lokal/nasional/internasional;
d. jumlah jam/hari kegiatan; dan
e. peran kepesertaan (peserta/moderator/penyaji).

Pasal 6

1. Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan oleh perguruan tinggi bidang kesehatan


yang telah terakreditasi dari badan yang berwenang, bersamaan dengan
pelaksanaan ujian akhir.
2. Perguruan tinggi bidang kesehatan melaporkan akan dilakukannya uji kompetensi
kepada MTKI melalui MTKP sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sebelum
dilakukan uji kompetensi.
3. MTKI setelah menerima laporan dari perguruan tinggi bidang kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyiapkan soal uji kompetensi, dan
pengawas.

Pasal 7

Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kompetensi bagi peserta didik pada perguruan
tinggi bidang kesehatan diatur oleh Menteri dan Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional.

Pasal 8

1. Setelah uji kompetensi dilakukan, perguruan tinggi bidang kesehatan melaporkan


kepada MTKI melalui MTKP tentang peserta didik yang dinyatakan lulus.
2. MTKI setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempersiapkan sertifikat kompetensi.
3. Sertifikat kompetensi diberikan MTKI kepada peserta didik pada waktu
pengambilan sumpah.
4. Format Sertifikat Kompetensi sebagaimana tercantum dalam Formulir I terlampir.

Pasal 9

1. MTKI setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1),
selain mempersiapkan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (2) juga mempersiapkan STR.
2. STR diberikan MTKI kepada peserta didik yang dinyatakan lulus bersamaan
dengan pemberian sertifikat kompetensi.
3. STR dikeluarkan oleh MTKI dan berlaku secara nasional.
4. (4) Masa berlaku STR sepanjang masa berlakunya sertifikat kompetensi.
5. (5) Format STR sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.

Pasal 10

1. MTKI harus membuat pembukuan terhadap setiap STR yang dikeluarkan.


2. Pembukuan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Menteri melalui Kepala Badan.

Pasal 11

Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing atau Tenaga Kesehatan Warga Negara
Indonesia Lulusan Luar Negeri untuk dapat melakukan pekerjaan/praktik di Indonesia
harus memenuhi ketentuan mengenai sertifikat kompetensi dan STR.

Pasal 12

Sertifikat kompetensi dan STR tidak berlaku apabila:


a. masa berlaku habis;
b. dicabut atas dasar peraturan perundang-undangan;
c. atas permintaan yang bersangkutan; atau
d. yang bersangkutan meninggal dunia.

Pasal 13

1. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kompetensi, sertifikasi, dan


registrasi sebagaimana dimaksud dalam Bab ini diatur dalam Pedoman yang
dikeluarkan oleh MTKI.
2. Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan terlebih dahulu
mendapat masukan dari lembaga yang mempunyai tugas untuk mengembangkan
uji kompetensi pada Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Pengembangan
dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan,
organisasi profesi, dan asosiasi/forum institusi pendidikan tenaga kesehatan.

BAB III
MTKI
Umum
Pasal 14
Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dari tenaga Kesehatan dibentuk MTKI.

Pasal 15

(1) MTKI dibentuk dan diangkat oleh Menteri.


(2) MTKI dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Menteri.

Pasal 16

MTKI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Tugas, Fungsi dan Wewenang

Pasal 17

MTKI mempunyai tugas membantu Menteri dalam penyusunan kebijakan, strategi,


dan penatalaksanaan sertifikasi dan registrasi tenaga kesehatan yang menjalankan
praktik atau pekerjaannya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan.

Pasal 18

MTKI dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, mempunyai
fungsi:
a. uji kompetensi bagi tenaga kesehatan;
b. pemberian STR; dan
c. pembinaan penyelenggaraan praktik atau pekerjaan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan.

Pasal 19

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, MTKI mempunyai
wewenang:
a. menyusun materi uji kompetensi;
b. mengelola bank soal uji kompetensi;
c. menetapkan penguji/asesor;
d. menyusun pedoman uji kompetensi;
e. melakukan koordinasi pelaksanaan uji kompetensi;
f. menerbitkan dan mencabut sertifikat kompetensi;
g. melakukan sosialisasi mengenai uji kompetensi;
h. melaksanakan pemberian dan pencabutan STR;
i. melakukan pencatatan terhadap sertifikat kompetensi dan STR;
j. melakukan kaji banding mutu tenaga kesehatan;
k. melakukan sosialisasi mengenai STR;
l. melakukan pembinaan bersama terhadap pelaksanaan pekerjaan atau praktik
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan;
m. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka uji
kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga kesehatan; dan
n. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan tindakan
administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan praktik atau
pekerjaannya sesuai ketentuan.

Pasal 20

(1) Divisi Profesi mempunyai tugas:


a. menyusun materi uji kompetensi;
b. mengelola bank soal uji kompetensi;
c. menetapkan penguji/asesor;
d. melakukan koordinasi pelaksanaan uji kompetensi;
e. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka uji
kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga kesehatan; dan
f. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan tindakan
administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan praktik atau
pekerjaannya sesuai ketentuan.

(2) Divisi Standarisasi mempunyai tugas:


a. menyusun pedoman uji kompetensi;
b. menerbitkan dan mencabut sertifikat kompetensi;
c. melaksanakan pemberian dan pencabutan STR;
d. melakukan pencatatan terhadap sertifikat kompetensi dan STR;
e. melakukan kaji banding mutu tenaga kesehatan;
f. melakukan sosialisasi mengenai STR;
g. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka uji
kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga kesehatan; dan
h. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan tindakan
administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan praktik atau
pekerjaannya sesuai ketentuan.

(3) Divisi Evaluasi mempunyai tugas:


a. melakukan sosialisasi mengenai uji kompetensi;
b. melakukan pembinaan bersama terhadap pelaksanaan pekerjaan atau praktik
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan;
c. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka uji
kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga kesehatan; dan
d. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan tindakan
administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan praktik atau
pekerjaannya sesuai ketentuan.

(4) Komite Disiplin Tenaga Kesehatan mempunyai tugas:


a. meneliti dan menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian
dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan;
b. memanggil atau meminta keterangan dari tenaga kesehatan yang diadukan,
penerima pelayanan kesehatan yang merasa dirugikan, dan saksi;
c. melakukan pemeriksaan di lapangan atau hal lain yang dianggap perlu;
d. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka uji
kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga kesehatan; dan
e. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan tindakan
administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan praktik atau
pekerjaannya sesuai ketentuan.

Pasal 21

Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi dan wewenang MTKI diatur dengan
Pedoman yang dikeluarkan oleh MTKI.

13. PerMenKes RI Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan


Tindakan Kedokteran. Merupakan pengganti PerMenKes RI Nomor 585 Tahun
1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik

14. KepMenKes RI Nomor 377/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi


Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan

15. KepMenKes RI Nomor 034/Birhup/1972 Tentang Perencanaan Dan


Pemeliharaan Rumah Sakit

16. KepMenKes RI Nomor 134/Menkes/SK/IV/1978 Tentang Susunan Organisasi


Dan Tata Kerja Rumah Sakit

17. Keputusan Bersama MenKes Dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor
048/MENKES/SKB/I/2003, Nomor 02 Tahun 2003 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan 2Jabatan Fungsional Perekam Medis Dan Angka Kreditnya
18. KepMenPan RI Nomor 135/KEP/M.PAN/12/2002 Tentang Jabatan Fungsional
Perekam Medis Dan Angka Kreditnya

19. SK DirJen YanMed RI Nomor 78 Tahun 1991 Tentang Penyelenggaraan Rekam


Medis

20. SK DirJen YanMed RI Nomor HK.00.05.1.4.0074 Tahun 1996 (19 Februari


1996) Tentang Penggunaan ICD 10 Di RS

21. SK MenKes RI Nomor 50/MENKES/SK/I/1998 (13 Januari 1998) Tentang


Pemberlakuan Klasifikasi Statistik Internasional Mengenai Penyakit Revisi
Kesepuluh

22. SE DirJen YanMed RI Nomor HK.00.06.1.5.01160 Tahun 1995 Tentang


Petunjuk Teknis Pengadaan Formulir Rekam Medis Dasar Dan Pemusnahan
Arsip Rekam Medis

23. Instruksi Kapolri Nomor Pol. Inst./E/20/IX/1975 Tentang Tata Cara


Permohonan Dan Pencabutan Visum et Repertum.
BAB III
PEMBAHASAN

Pengaturan mengenai rekam medis dapat kita jumpai dalam Pasal 46 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”) yang
mengatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
wajib membuat rekam medis. Arti rekam medis itu sendiri menurut penjelasan Pasal 46 ayat
(1) UU Praktik Kedokteran adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien

 Lebih lanjut, dalam Pasal 47 UU Praktik Kedokteran diatur bahwa:


(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik
pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.

 Hak pasien atas isi rekam medis ini juga ditegaskan dalam Pasal 52 UU Praktik
Kedokteran:
“Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.”

 Rumah sakit juga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan rekam medis
sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit (“UU Rumah Sakit).
Masih berkaitan dengan hak pasien, sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Hak
Pasien Atas Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, pasien adalah konsumen. Oleh karena itu,
hak-hak pasien sebagai konsumen juga dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”).
 Adapun mengenai isi rekam medis diatur lebih khusus dalam Pasal 12 ayat (2) dan
ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis (“Permenkes 269/2008”). Pasal ini mengatakan bahwa isi rekam medis
merupakan milik pasien yang dibuat dalam bentuk ringkasan rekam medis.

 Lebih lanjut, dalam Pasal 12 ayat (4) Permenkes 269/2008 dijelaskan bahwa
ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang
yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang
berhak untuk itu.

 Dari bunyi pasal Pasal 12 ayat (4) Permenkes 269/2008 dapat diketahui bahwa yang
berhak mendapatkan ringkasan rekam medis adalah:

a. Pasien
b. Keluarga pasien
c. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga pasien
d. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga pasien

 Permenkes 269/2008 ini tidak mengatur siapa saja yang dimaksud dengan keluarga di
sini. Aturan tersebut tidak mengatakan siapa anggota keluarga yang bisa mendapatkan
ringkasan rekam medis atau yang dapat memberikan persetujuan tertulis kepada orang
lain untuk mendapatkan ringkasan medis tersebut.
Akan tetapi, untuk mengetahui anggota keluarga yang dimaksud kita dapat mengacu
pada UU Praktik Kedokteran dalam pasal yang mengatur tentang persetujuan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 45 ayat (1) UU
Praktik Kedokteran yang berbunyi:
“Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.”

 Menurut penjelasan Pasal 45 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, pada prinsipnya yang
berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang
bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah
pengampuan (under curatele), persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat
diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak
kandung atau saudara-saudara kandung.

Apabila kedudukan Anda termasuk dalam kategori keluarga terdekat seperti


disebutkan penjelasan Pasal 45 ayat (1) UU Praktik Kedokteran di atas, maka
ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh Anda.
Jika pihak rumah sakit menolak memberikan ringkasan medis kepada Anda sebagai
keluarga pasien yang berhak, usahakan untuk menyelesaikan masalah tersebut secara
kekeluargaan. Namun, jika pihak rumah sakit tetap menolak memberikan rekam
medis tersebut, maka pasien atau keluarganya dapat menempuh langkah-langkah yang
diatur dalam UU Rumah Sakit, yaitu:
1. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit baik secara perdata maupun pidana (lihat
Pasal 32 huruf q); atau
2. mengeluhkan pelayanan RS yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media
cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (lihat Pasal 32
huruf r). Penginformasian kepada media ini kemudian akan menimbulkan kewenangan bagi
Rumah Sakit untuk mengungkap rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit
(lihat Pasal 44 ayat [3]) .
Selain itu, pasien atau keluarganya juga dapat mengajukan gugatan kepada pelaku usaha,
kepada lembaga yang secara khusus berwenang menyelesaikan sengketa antara konsumen
dan pelaku usaha (lihat Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen).
KESIMPULAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 269
tahun 2008 tentang Rekam Medis Pasal 1, rekam medis adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Tujuan rekam Medis
berdasarkan Hatta(1985) terdiri dari beberapa aspek diantaranya aspek administrasi, legal,
finansial, riset, edukasi dan dokumentasi. Berdasarkan Permenkes no. 749a tahun 1989
menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki 5 Fungsi sebagai berikut, yaitu dasar
pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien, bahan pembuktian dalam perkara hukum,
bahan untuk keperluan penelitian dan Pendidikan, dasar pembayaran biaya pelayanan
Kesehatan, dan bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Isi dari rekam medis terbagi dua yaitu, catatan, yang merupakan uraian tentang
identitaspasien, pemeriksaan pasien, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik
dilakukanoleh dokter dan dokter gigi maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan
kompetensinya danDokumen, yang merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain
foto rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi keilmuannya.
Manfaat rekam medis berdasarkan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008, tentang
Rekam Medis adalah sebagai berikut, yaitu pengobatan, peningkatan kualitas pelayanan,
pendidikan dan penelitian, pembiayaan berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan
bahan untuk menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana Kesehatan, dan
statistik ksehatan rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai