Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
I. Latar Belakang
Dasar hukum penyelenggaraan rekam medis atau biasa juga disebut dasar
hukum rekam medis di Indonesia secara hierarki bersumber kepada undang-undang
dasar 1945, undang-undang baik yang non kesehatan maupun undang-undang tentang
kesehatan, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri atau instruksi
menteri atau keputusan menteri non kesehatan maupun keputusan menteri kesehatan,
dan peraturan lain yang ada di bawahnya sesuai dengan kebijakan daerah setempat.
Dasar hukum penyelenggaraan rekam medis atau dasar hukum rekam medis di
sini mencakup berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan rekam medis,
yaitu tentang pengelolaan rekam medis, tentang tenaga kesehatan, dan tentang
tunjangan fungsional perekam medis.
Ayat 5: Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang
berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi
Elektronik.
Ayat 1: Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.
Ayat 2: Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi
setelah selesai menerima pelayanan kesehatan.
b. bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing
bangsa bagi pembangunan nasional;
Ayat 6: Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Pasal 1: Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang
diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan
pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
Pasal 3: Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a. tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara tahun 1963 No. 79).
b. mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
Pasal 4: Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran
yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana, Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif
berdasarkan pasal 11 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 5: Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka
yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan dapat mengambil
tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.
Pasal 6: Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat mendengar Dewan
Pelindung Susila Kedokteran dan/atau badan-badan lain bilamana perlu.
Pasal 7: Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran".
Pasal 8: Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar setiap orang
dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di
Jakarta
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2
Pasal 1
Pasal 2
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam
Jabatan Fungsional Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata
Laboratorium Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian,
Administrator Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis,
Bidan, Perawat, Radiografer, Perekam Medis, dan Teknisi Elektromedis, diberikan
tunjangan Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata Laboratorium
Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian, Administrator
Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis, Bidan,
Perawat, Radiografer, Perekam Medis, dan Teknisi Elektromedis setiap bulan.
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Presiden ini,
diatur oleh Menteri Keuangan dan/atau Kepala Badan Kepegawaian Negara, baik
secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri menurut bidang tugasnya
masing-masing.
Pasal 7
Pasal 8
Dalam permenkes no 269 tahun 2008 ini, terdapat lebih lengkap terkait
penyelenggaraan rekam medis, yaitu mulai dari definisi, isi minimal rekam medis
pada macam-macam sarana pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Sk menteri kesehatan
ini merupakan terjemahan dari peraturan tentang penyelenggaraan pelayanan rekam
medis.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
PELAKSANAAN REGISTRASI
Pasal 2
Pasal 3
1. Ijazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikeluarkan oleh perguruan
tinggi bidang kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikeluarkan
oleh MTKI.
Pasal 4
1. Sertifikat kompetensi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setiap
5 (lima) tahun.
2. Untuk pertama kali sertifikat kompetensi diberikan selama jangka waktu 5 (lima)
tahun terhitung sejak tanggal kelahiran tenaga kesehatan yang bersangkutan.
3. Sertifikat kompetensi dipergunakan sebagai dasar untuk memperoleh STR.
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kompetensi bagi peserta didik pada perguruan
tinggi bidang kesehatan diatur oleh Menteri dan Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional.
Pasal 8
Pasal 9
1. MTKI setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1),
selain mempersiapkan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (2) juga mempersiapkan STR.
2. STR diberikan MTKI kepada peserta didik yang dinyatakan lulus bersamaan
dengan pemberian sertifikat kompetensi.
3. STR dikeluarkan oleh MTKI dan berlaku secara nasional.
4. (4) Masa berlaku STR sepanjang masa berlakunya sertifikat kompetensi.
5. (5) Format STR sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.
Pasal 10
Pasal 11
Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing atau Tenaga Kesehatan Warga Negara
Indonesia Lulusan Luar Negeri untuk dapat melakukan pekerjaan/praktik di Indonesia
harus memenuhi ketentuan mengenai sertifikat kompetensi dan STR.
Pasal 12
Pasal 13
BAB III
MTKI
Umum
Pasal 14
Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dari tenaga Kesehatan dibentuk MTKI.
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
MTKI dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, mempunyai
fungsi:
a. uji kompetensi bagi tenaga kesehatan;
b. pemberian STR; dan
c. pembinaan penyelenggaraan praktik atau pekerjaan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan.
Pasal 19
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, MTKI mempunyai
wewenang:
a. menyusun materi uji kompetensi;
b. mengelola bank soal uji kompetensi;
c. menetapkan penguji/asesor;
d. menyusun pedoman uji kompetensi;
e. melakukan koordinasi pelaksanaan uji kompetensi;
f. menerbitkan dan mencabut sertifikat kompetensi;
g. melakukan sosialisasi mengenai uji kompetensi;
h. melaksanakan pemberian dan pencabutan STR;
i. melakukan pencatatan terhadap sertifikat kompetensi dan STR;
j. melakukan kaji banding mutu tenaga kesehatan;
k. melakukan sosialisasi mengenai STR;
l. melakukan pembinaan bersama terhadap pelaksanaan pekerjaan atau praktik
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan;
m. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka uji
kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga kesehatan; dan
n. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan tindakan
administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan praktik atau
pekerjaannya sesuai ketentuan.
Pasal 20
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi dan wewenang MTKI diatur dengan
Pedoman yang dikeluarkan oleh MTKI.
17. Keputusan Bersama MenKes Dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor
048/MENKES/SKB/I/2003, Nomor 02 Tahun 2003 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan 2Jabatan Fungsional Perekam Medis Dan Angka Kreditnya
18. KepMenPan RI Nomor 135/KEP/M.PAN/12/2002 Tentang Jabatan Fungsional
Perekam Medis Dan Angka Kreditnya
Pengaturan mengenai rekam medis dapat kita jumpai dalam Pasal 46 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”) yang
mengatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
wajib membuat rekam medis. Arti rekam medis itu sendiri menurut penjelasan Pasal 46 ayat
(1) UU Praktik Kedokteran adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien
Hak pasien atas isi rekam medis ini juga ditegaskan dalam Pasal 52 UU Praktik
Kedokteran:
“Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.”
Rumah sakit juga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan rekam medis
sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit (“UU Rumah Sakit).
Masih berkaitan dengan hak pasien, sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Hak
Pasien Atas Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, pasien adalah konsumen. Oleh karena itu,
hak-hak pasien sebagai konsumen juga dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”).
Adapun mengenai isi rekam medis diatur lebih khusus dalam Pasal 12 ayat (2) dan
ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis (“Permenkes 269/2008”). Pasal ini mengatakan bahwa isi rekam medis
merupakan milik pasien yang dibuat dalam bentuk ringkasan rekam medis.
Lebih lanjut, dalam Pasal 12 ayat (4) Permenkes 269/2008 dijelaskan bahwa
ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang
yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang
berhak untuk itu.
Dari bunyi pasal Pasal 12 ayat (4) Permenkes 269/2008 dapat diketahui bahwa yang
berhak mendapatkan ringkasan rekam medis adalah:
a. Pasien
b. Keluarga pasien
c. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga pasien
d. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga pasien
Permenkes 269/2008 ini tidak mengatur siapa saja yang dimaksud dengan keluarga di
sini. Aturan tersebut tidak mengatakan siapa anggota keluarga yang bisa mendapatkan
ringkasan rekam medis atau yang dapat memberikan persetujuan tertulis kepada orang
lain untuk mendapatkan ringkasan medis tersebut.
Akan tetapi, untuk mengetahui anggota keluarga yang dimaksud kita dapat mengacu
pada UU Praktik Kedokteran dalam pasal yang mengatur tentang persetujuan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 45 ayat (1) UU
Praktik Kedokteran yang berbunyi:
“Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.”
Menurut penjelasan Pasal 45 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, pada prinsipnya yang
berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang
bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah
pengampuan (under curatele), persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat
diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak
kandung atau saudara-saudara kandung.