4.2 Pembahasan
4.2.1 Usia Ibu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di VK Santosa Hospital Bandung
Central Tahun 2020 yaitu diperoleh hasil umur ibu dengan kelompok resiko renda
h (20-35 tahun) yaitu sebanyak 19 orang (63,3%).
Menurut Bobak (2017), usia yang rentan mengalami preeklampsia adalah usia
<20 tahun atau >35 tahun. Keadaan alat reproduksi yang belum siap menerima ke
hamilan mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami kecenderungan naiknya t
ekanan darah, sehingga meningkatkan terjadinya preeklampsia. Sedangakan pada
usia > 35 tahun, rentan terjadinya berbagai penyakit dalam bentuk hipertensi dan e
klampsia. Pada usia ibu lebih dari 35 tahun, dalam tubuh telah terjadi perubahan-p
erubahan akibat penuaan organ.
55
hun. Hipertensi (preeklamsia/eklamsia) meningkat diumur muda, sehubungan den
gan belum sempurnanya organ-organ yang ada ditubuh wanita bereproduksi, selai
n faktor psikologis yang cenderung kurang stabil juga meningkatkan kejadian pree
klamsia di umur muda. Pada usia ibu lebih dari 35 tahun, dalam tubuh telah terjadi
perubahan-perubahan akibat penuaan organ.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Radjamuda (2014) dik
atakan terdapat hubungan antara usia ibu dengan kejadian hipertensi (preeklamsia/
eklamsia). dari hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Shabara (2016) responde
n yang berusia ˂20 tahun dan ˃35 tahun lebih besar yang mengalami preeklamsia
sebesar 9%, dibandingkan proporsi responden yang tidak mengalami preeklamsia
sebesar 2%. OR = 4.6 (95% CI = 1.3 – 16.7) dengan P value 0.018 yang menunju
kkan bahwa responden yang berusia ˂20 tahun dan ˃35 tahun memiliki risiko 4.6
kali lebih besar untuk mengalami kejadian preeklamsia dibandingkan dengan resp
onden yang berusia 20-35 tahun.
56
4.2.2 Paritas
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di VK Santosa Hospital Bandung
Central tahun 2020 yaitu diperoleh hasil Karakteristik ibu Bersalin berdasarkan pa
ritas dengan kelompok multigravida sebanyak 18 orang (60,0%).
Menurut Pribadi (2015) paritas yang paling berpotensi untuk terjadinya preek
lamsia yaitu primigravida atau ibu yang pertama kali hamil lebih beresiko untuk te
rjadinya preeklamsia dikarenakan pertama kali terpajan vili korionik atau pertama
kali implantasi plasenta.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shabara (2018) primigra
vida lebih besar pada proporsi yang mengalami preeklamsia sebesar 31%, dibandi
ngkan dengan proporsi responden yang tidak mengalami preeklamsia sebesar 11%.
OR = 3.4 (95% CI = 1.8 – 6.4) dengan P value 0.0001 yang menunjukkan bahwa
responden primigravida memiliki risiko 3.4 kali lebih besar untuk mengalami keja
dian preeklamsia dibandingkan dengan responden multigravida. Dari hasil peneliti
an yang dilakukan Saraswati (2014) menunjukan ada hubungan antara status gravi
da dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil dan nilai OR = 2,173 artinya bah
wa responden primigravida berisiko 2,173 kali mengalami preeklamsia dibanding
kan dengan responden multigravida.
Belum ada teori yang menjelaskan secara pasti mengapa preeklamsia dapat te
rjadi pada multigravida. menurut Hernawati (2017) Diperkirakan 15% kehamilan
akan mengalami keadaan risiko tinggi dan komplikasi obstetri dalam kehamilan y
ang dapat membahayakan ibu dan janinnya. oleh sebab itu, setiap ibu hamil dianju
rkan mengunjungi bidan/dokter sedini mungkin semenjak merasa dirinya hamil. P
57
eran dan fungsi bidan dalam kasus ini sebagai pelaksana salah satunya yaitu mene
tapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan yang diberikan dengan mengkaji
status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien. Diharapkan tugas bida
n tersebut dapat meminimalisir terjadinya kehamilan risiko tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) terdapat hubun
gan antara riwayat hipertensi dengan kejadian preeklamsia dengan nilai p = 0,000
< α = 0,05 artinya ada hubungan riwayat hipertensi dengan kejadian preeklamsia.
hasil penelitian Shabara (2018) juga menunjukkan bahwa responden yang memili
58
ki riwayat hipertensi memiliki risiko 5.0 kali lebih besar untuk mengalami preekla
msia dibandingkan responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
Riwayat Hipertensi berarti ibu sudah memiliki hipertensi sebelumnya atau seb
elum terjadinya kehamilan yang disebut hipertensi kronis. Menurut Husin (2014)
Hipertensi kronis merupakan gangguan pada sistem peredaran darah mengalami p
eningkatan dari keadaan normal yang terjadi sebelum kehamilan mencapai usia 20
minggu (ibu telah mengalami gangguan tersebut sebelum hamil) dan berlanjut hin
gga 6 minggu post partum atau menetap serta memiliki kadar protein urin. Kadar
protein urin tersebut merupakan keadaan normal, akibat volume glomerolus yang
menyebabkan permebilitas ginjal menurun. Sehingga pada saat kehamilan sering
ditemukan ibu memiliki kadar protein urin +1. Peran dan fungsi bidan sebagai pen
gelola yaitu pengembangan pelayanan dasar kesehatan. Pengembangkan pelayana
n dasar kesehatan, terutama pelayanan
59