Anda di halaman 1dari 111

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN PREEKLAMPSIA DI PUSKESMAS PANUNGGANGAN


KOTA TANGERANG TAHUN 2020

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Terapan
Kebidanan pada Program Studi Ilmu Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Nasional
Jakarta

Oleh :
ERRY DWI PRAMESTI
195401426197

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEBIDANAN
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

merupakan salah satu indikator derajat atau status kesehatan masyarakat di

suatu wilayah. Tingginya angka kematian ibu menjukkan rendahnya

derajat kesehatan di masyarakat, terutama kesehatan ibu. Padahal

kesehatan ibu sangat mempengaruhi kesehatan janinnya, yang akan

tumbuh dan berkembang menjadi sumber daya manusia yang baru.

World Health Organization (WHO) berupaya menurunkan

morbiditas dan mortalitas dengan membentuk suatu paradigma global

yaitu Millenium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada tahun

2015 dan belum mencapai target, sehingga dilanjutkan dengan program

Sustainable Development Goals (SDGs) yang menargetkan AKI dibawah

70 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB dibawah 24 per 1000 kelahiran

hidup pada tahun 2030 (Kemenkes RI, 2015).

Data terbaru angka  kematian ibu berkisar 305 per 100.000

(Supas, 2015). Sementara itu, angka kematian neonatal (AKN) 15 per

1000 KH menurut (SDKI, 2017). Dilaporkan bahwa tahun 2016 dengan

penyebab kematian tertinggi 32 % disebabkan oleh perdarahan, 26%

disebkan hipertensi yang menyebabkan terjadinya kejang, 11 % infeksi,

dan sisanya komplikasi kehamilan lain (Afdhal dkk, 2015).

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu

kehamilan disertai dengan proteinuria. Hipertensi dalam kehamilan


(preeklampsia atau eklampsia) menduduki peringkat kedua sebagai

penyebab langsung kematian setelah perdarahan dan mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Faktor risiko yang sering ditemukan

terjadinya preeklampsia antara lain nulipara, kehamilan ganda, usia kurang

dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, punya keturunan hipertensi, dan

obesitas, riwayat preeklampsia, jumlah gravida, jumlah paritas, riwayat

abortus, usia gestasi. Namun diantara faktor – faktor yang ditemukan

sering kali sukar ditentukan mana yang menjadi sebab dan mana yang

menjadi akibat, disebut juga “the disease of theoris” (Cuningham, 2014).

Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih

beragam di antara praktisi dan rumah sakit. Pemberi layanan kesehatan

sebaiknya memperbaharui ilmu sehingga pelayanan kesehatan dapat

ditingkatkan. Salah satunya adalah ilmu tentang mendiagnosis

preeklampsia yang berkembang cukup pesat, sehingga tidak ada lagi

pengklasifikasian preeklampsia ringan dan preeklampsia berat,

berdasarkan ilmu terbaru yaitu preeklampsia dan preeklampsia berat.

(POGI, 2016)

Di Kota Tangerang kematian ibu hamil terus menurun setiap

tahunnya. Terbukti dari tahun 2017 -2018 angka kematian ibu melahirkan

menurun lebih dari 50%. Tahun 2017 tercatat 19 ibu meninggal karena

komplikasi selama kehamilan maupun persalinan. Tahun 2018 jauh

berkurang menjadi 8 kejadian ibu meninggal yang 2 orang diantaranya

adalah pasien ibu bersalin di Puskesmas Panunggangan yang meninggal

akibat preeklampsia yang menyebabkan eklampsia (Dinkes Kota


Tangerang, 2018).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang pada tahun 2018 ibu hamil yang mengalami preelampsia

sebanyak 82 kasus. Kemudian pada bulan Maret 2020 sebanyak 38 pasien

yang dirujuk ke Rumah Sakit, dengan kasus terbanyak preeklampsia seban

yak 8 orang (21%). Kemudian berdasarkan data e-rekam medis (e-RM) Pu

skesmas Panunggangan tercatat dari bulan Januari – Desember tahun 2019

jumlah kunjungan ibu hamil sebanyak 2.982 orang dengan ibu hamil yang

dirujuk ke rumah sakit sebanyak 414 orang (13,9%). Kasus ibu hamil yang

paling banyak dirujuk yaitu preeklampsia sebanyak 74 orang (17,9%), hipe

rtensi sebanyak 63 orang (15,2%), KPD sebanyak 53 orang (12,8%), BSC

sebanyak 44 orang (10,6%), abortus sebanyak 10 orang (2,4%), HPP seban

yak 5 orang (1,2%) dan komplikasi – komplikasi lain sebanyak 165 orang

(39,8%).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai “Analisis Faktor – Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsia Di Puskesmas

Panunggangan Kota Tangerang Tahun 2020”.

1.2 Rumusan Masalah


Data terbaru angka  kematian ibu berkisar 305 per 100.000

menurut Survei Angka Sensus (Supas) tahun 2015. Sementara itu, angka

kematian neonatal (AKN) 15 per 1000 KH menurut SDKI tahun 2017.

Dilaporkan bahwa tahun 2016 dengan penyebab kematian tertinggi 32 %

disebabkan oleh perdarahan, 26% disebkan hipertensi yang menyebabkan


terjadinya kejang, 11 % infeksi, dan sisanya komplikasi kehamilan lain.

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, yang menjadi

permasalahan adalah “Faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan

kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang

Tahun 2020?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor – faktor risiko terjadinya preeklampsia pada ibu

hamil maupun ibu bersalin di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang

Tahun 2020.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian preeklampsia di Puskesmas

Panunggangan Tahun Kota Tangerang Tahun 2020.

2. Mengetahui hubungan antara status reproduksi (usia, status gravida,

jarak kehamilan, status perkawinan, kehamilan ganda) dengan kejadian

preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang Tahun

2020.

3. Mengetahui hubungan antara status kesehatan (riwayat preeklampsia

dan riwayat penyakit hipertensi) dengan kejadian preeklampsia di

Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang Tahun 2020.

4. Mengatahui hubungan antara perilaku sehat (pemeriksaan antenatal

care, riwayat penggunaan kontrasepsi) dengan kejadian preeklampsia

di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang Tahun 2020.

5. Mengetahui hubungan antara karakteristik ibu hamil (pendidikan dan


status pekerjaan ibu) dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas

Panunggangan Kota Tangerang Tahun 2020.

6. Mengetahui faktor apa yang paling berperan dalam kejadian

preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang Tahun

2020.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Puskesmas
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

masukan bagi pengembanagan upaya kualitas dalam meningkatkan

pelayanan bagi masyarakat di bidang kesehatan ibu hamil dan bersalin

sebagai salah satu usaha untuk mengurangi angka kejadian

preeklampsia/eklampsia.

1.4.2 Bagi Bidan


Diharapkan hasil penelitian ini dpat memberikan informasi ilmiah

mengenai faktor - faktor apa yang berperan dalam kejadian preeklampsia

di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang.

1.4.3 Bagi Pendidikan


Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan dan dapat mengetahui secara langsung pencegahan kematian

ibu karena preeklampsia serta melatih peneliti dalam mengembangkan

berfikir secara objektif sehingga menjadi pengalaman yang berguna bagi

peneliti dalam bidang penulisan dan penulisan ini juga diharapkan dpat

dijadikan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya serta perpustakaan

program studi D-IV Kebidanan Universitas Nasional.


1.4.4 Bagi Masyarakat
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi motivasi untuk

masyarakat dalam mencegah komplikasi preeklampsia selama kehamilan

maupun persalinan, sehingga angka kematian ibu terus menurun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah suatu sindroma spesifik pada kehamilan yang

ditandai dengan adanya disfungsi plasenta akibat vasospasme dan respon

maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan

koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya

hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan

system organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia

sebelumnya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuria

yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with

proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik

preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi

disertai gangguan multisystem lain yang menunjukkan adanya kondisi

berat dari preeklampsia, meskipun pasien tersebut tidak mengalami

proteinuria. Sedangkan untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria

diagnostic karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan

normal (POGI, 2016) .

Plasenta memiliki peranan penting terjadinya preeklampsia karena

preeklampsia hanya terjadi dengan adanya plasenta. Kriteria terbaru tidak

lagi mengkategorikan preeklampsia ringan, dikarenakan setiap

preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat

mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas (POGI, 2016).

Dengan tidak adanya proteinuria, preeklampsia didiagnosa

hipertensi dalam hubungan dengan trombositopenia (trombosit kurang dari

100.000/mikroliter), gangguan fungsi hati (peningkatan kadar darah


transaminase hati dua kali konsentrasi normal), pengembangan baru dari

insufisiensi ginjal (peningkatan serum keratin lebih besar dari 1,1 mg/dL

atau dua kali lipat dari kreatinin serum dengan tidak adanya penyakit

ginjal lainnya), edema paru, nyeri kepala dan gangguan penglihatan

(POGI, 2016).

Penegakkan diagnosis hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140

mmHg atau lebih, tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih atau keduanya.

Diagnosis hipertensi membutuhkan setidaknya dua penentuan minimal 4

jam terpisah, ketika berhadapan dengan hipertensi berat, diagnosis dapat

dikonfirmasi dalam interval yang lebih pendek (bahkan menit) untuk

memfasilitasi terapi antihipertensi tepat waktu (POGI, 2016).

Proteinuria didiagnosis ketika 24 jam ekskresi atau melebihi 300

mg dalam 24 jam atau rasio protein diukur untuk kreatinin dalam urin

tunggal kosong atau melebihi 3,0 mg/dL. Pembacaan dipstick kualitatif +1

menunjukkan proteinuria, tetapi mempunyai banyak hasil positif palsu dan

negatif palsu dan harus digunakan ketika metode kuantitatif tidak adaatau

keputusan yang cepat diperlukan. Eklampsia adalah fase kejang dan salah

satu manifestasi yang lebih parah dari preeklampsia. Hal ini sering

didahului dengan tanda sakit kepala berat dan hiperrefleksia, tetapi itu

dapat terjadi tanpa adanya gejala (Cuningham, 2014).

2.1.2 Kriteria Diagnosis


Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan

antara kuantitas protein urine terhadap luaran preeclampsia, sehingga

kondisi protein urine massif (lebih dari 5 g) telah dieliminasi dari kriteria
pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi

mengkategorikan preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia

merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan

morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.

Preeklampsia mendiagnosis pasien hanya ada dua kriteria yaitu

preeklampsia dan preeklampsia berat, kriteria diagnosis sebagai berikut

(POGI, 2016)

2.1.2.1 Preeklampsia

Preeklampsia dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada

kesempatan setidaknya 4 jam terpisah setelah 20 minggu kehamilan pada

wanita dengan tekanan darah yang sebelumnya normal dan ada minimal

satu dari gejala berikut :

a. Proteinuria : dispstick > +1 atau 300 mg/24 jam

b. Gangguan ginjal : keratin serum > 1,1 mg/dL atau didapatkan

peningkatan kadar kreatinum serum pada kondisi dimana tidak ada

kelainan ginjal lainnya.

c. Edema paru

d. Gangguan liver peningkatan konsentrasi traminase 2 kali normal dan

atau adanya nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen.

e. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

f. Didapatkan gejala neurologis : nyeri kepala, stroke, dan gangguan

penglihatan.

g. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi

uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau


didapatkan adanya Absent or Reserved and Diastolic Velocity

(ARDV).

2.1.2.2 Preeklampsia Berat


Preeklampsia berat dengan tekanan darah ≥ 160/100 mmHg pada

kesempatan setidaknya 4 jam terpisah setelah 20 minggu kehamilan pada

wanita dengan tekanan darah yang sebelumnya normal dan ada minimal

satu dari gejala berikut :

a. Proteinuria : dispstick > +1 atau 300 mg/24 jam

Proteinuria terjadi karena terdapat lesi pada glomerulus. Peningkatan

permeabilitas membrane basal glomerulus terhadap protein. Pada

tubulus proksimal juga mengalami gangguan reabsorbsi protein.

Eksresi ini berhubungan dengan pengeluaran protein dengan BM kecil

karena gangguan ekskresi dan reabsorbsi tubulus tetapi juga protein

dengan BM besar. Proteinuria merupakan tanda pada preeclampsia

karena kehilangan protein pada pasien yang hamil merupakan

penyebab utama hipoproteinemia.

b. Gangguan ginjal : keratin serum > 1.1 mg/dL atau didapatkan

peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada

kelainan ginjal lainnya.

c. Edema paru

d. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi traminase 2 kali normal dan

atau adanya nyeri didaerah epigastrik / region kanan atas abdomen.

e. Trombositopenia : trombosit < 100.000/microliter

f. Didapatkan gejala neurologis : nyeri kepala, stroke dan gangguan

penglihatan.
g. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi

uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau

didapatkan adanya Absent or Reserved and Diastolic Velocity

(ARDV).

2.1.3 Patofisiologis
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui

dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi

dalam kehamilan.

a. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, Rahim dan plasenta mendapat aliran

darah dari cabang – cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua

pembuluh darah tersebut menembus myometrium berupa arteri

arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri

radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri

basalis memberi cabang arteri spiralis (Saifuddin, 2014).

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas terjadi invasi

trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulakan

degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.

Invasi trofoblas yang juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,

sehingga matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri

spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi

lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,

penurunan resisten vascular dan peningkatan aliran darah pada daerah

uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan

perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin


pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling

arteri spiralis”(Saifuddin, 2014).

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel – sel

trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks

sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras

sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami

distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relative mengalami

vasokantraksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”,

sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan perubahan –

perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya

(Saifuddin, 2014).

Diameter rata – rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500

mikron, sedangkan pada preeklampsia rata – rata 200 mikron. Pada

hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10

kali aliran darah ke uteroplasenta(Saifuddin, 2014).

b. Teori Iskemia Plasanta, Radikal Bebas dan Disfungsi Endotel

1) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan / radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada

hipertensi dalam kehamilan terjadi “remodeling arteri spiralis”,

dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang

mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan atau

radikal bebas. Oksiden atau radikal bebas adalah senyawa

penerima electron atau atom / molekul yang mempunyai electron

yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang


dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat

toksis, khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh

darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu

proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk

perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah

mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar

dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut

“toksemia”. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida

lemak. Peroksida lemak selain akan merusak nucleus dan protein

sel endotel. Produksi oksidan atau radikal bebas dalam tubuh

yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi

antioksidan (Saifuddin, 2014).

2) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam

kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa

kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan

antioksidan missal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan

menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksigen peroksida

lemak yang relative tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan /

radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar diseluruh tubuh

dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel.

Membrane sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh

peroksida lemak yang relatif lemak karena letaknya langsung


berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam

lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangant rentan

terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi

peroksida lemak (Saifuddin, 2014).

3) Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak,

maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai

dari membrane sel endotel. Kerusakan membran sel endotel

mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya

seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi

endotel” (Saifuddin, 2014).

c. Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak

adanya konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya

human leukocyte antigen protein G (HLA-G) menolak hasil konsepsi

atau plasenta. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi

trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu,

adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas kedalam

jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk

terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping

untuk mengahadapi sel Natural Killer (Saifuddin, 2014).

Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan

ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta,

menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas


sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur

sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga

merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi

inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaption pada

preeclampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang

mempunyai kecenderungan terjadinya preeklampsia, ternyata

mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah disbanding pada

normotensif (Saifuddin, 2014).

d. Teori Adaptasi Kardiovaskuler

PAda hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan –

bahan vasopressor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka

terhadap rangsangan bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar

vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons

vasokontriksi. Pada kehamilan normal terjadi refrakter pembuluh

darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya

sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini

dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan

hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang

menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian

hari ternyata adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam kehamilan

kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokantriksi dan ternyata

terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan – bahan vasopresor.

Artinya, daya refrekter pembuluh darah terhadaap bahan vasopresor

hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangta peka terhadap bahan


vasopresor (Saifuddin, 2014).

e. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.

Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan

secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Preeklampsia

merupakan penyakit multifaktorial dan poligenik. Dalam suatu ulasan

yang komprehensif, Ward and Lindheimer mengutip risiko insiden

preeklampsia sebesar 20 hingga 40% pada anak dari ibu yang pernah

mengalami preeklampsia, 11 hingga 37% pada saudara perempuan

seorang penderita preeklampsia dan 22 hingga 47% pada kembar.

Pada suatu penelitian yang dilakukan Nilson,dkk pada hampir 1,2 juta

kelahiran di Swedia, mereka melaporkan adanya komponen genetik

untuk hipertensi gestasional sekaligus preeklampsia. Mereka juga

melaporkan angka kejadian bersama sebesar 60% pada kembar

monozigotik perempuan (Cuningham, 2014).

Kecenderungan herediter ini mungkin merupakan akibat

interaksi ratusan gen yang diwariskan baik dari ayah maupun ibu

yang mengendalikan sejumlah besar fungsi metabolik dan enzimatik

di setiap sistem organ. Karena itu, manifestasi klinis pada tiap

perempuan yang mengalami sindrom preeklampsia akan menempati

suatu titik pada spectrum. Berkaitan dengan hal ini, ekspresi fenotipik

akan berbeda meskipun genotype sama, bergantung pada interaksi

dengan faktor lingkungan (Saifuddin, 2014).

f. Teori Stimulus Inflamasi


Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris

tofoblas, sebagai sia – sisa proses apotosis dan nekrotik trofoblas

akibat reaksi stress oksidatif. Bahan – bahan ini sebagai bahan asing

yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada

kehamilan normal, jumlah debris trofoblas juga meningkat. Makin

banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar pada

hamil ganda, maka stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga

jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini

menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh

lebih besar dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal.

Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel dan sel – sel

makrofag / granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi

sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala – gejala preeklampsia

pada ibu (Saifuddin, 2014).

2.1.4 Faktor Risiko Preeklampsia


Wanita hamil cenderung mudah dan mengalami preeklampsia bila

mempunyai faktor risiko preeklampsia. Melalui pendekatan safe

motherhood terdapat peran determinan yang dapat mempengaruhi

terjadinya komplikasi kehamilan seperti preeklampsia / eklampsia yang

menyebabkan angka kematian ibu tinggi disamping perdarahan dan

infeksi persalinan (POGI, 2016).

Determinan tersebut dapat dilihat melalui determinan proksi /

dekat (proximate determinants), determinan antara (intermediate

determinants), dan determinan kontekstual (contextual Determinants)

(PPBKDPR, 2019).
2.1.4.1 Determinan Proksi / Dekat
Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi

preeklampsia berat, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki

risiko tersebut.

2.1.4.2 Determinan Intermediate


Yang berperan dalam determinan intermediate antara lain :

a. Status Reproduksi

1) Faktor usia

Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang

penting. Usia berkaitan dengan peningkatan atau penurunan

fungsi tubuh sehingga mempengaruhi status kesehatan. Usia

reproduksi sehat dikenal bahwa usia yang aman untuk kehamilan

dan persalinan adalah usia 20 – 35 tahun. Penelitian yang

dilakukan oleh Nursal,dkk(2015), preeklampsia lebih sering

didapatkan pada masa awal dan akhir usia reproduktif yaitu usia

remaja atau diatas 35 tahun. Umur berisiko (kurang dari 20 tahun

dan lebih dari 35 tahun) lebih besar mengalami preeklampsia. Ibu

hamil <20 tahun mudah mengalami kenaikan tekanan darah dan

lebih cepat menimbulkan kejang. Sedangkan umur ibu >35 tahun

seiring bertambahnya usia rentan untuk terjadinya peningkatan

tekanan darah.

Pada usia <20 tahun keadaan alat reproduksi belum siap

untuk menerima kehamilan, selain itu diduga karena adanya suatu

mekanisme imunologi disamping endokrin dan genetik hal ini

akan meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan dalam bentuk


preeklampsia atau eklampsia. Usia >35 tahun menurunnya fungsi

organ tubuh salah satunya ginjal, sehingga menyebabkan protein

dalam urin. Ibu hamil dengan usia sangat muda umur <20 tahun,

maupun umur >35 tahun cenderung mengalami preeklampsia. Hal

ini disebabkan oleh adanya perubahan patologis, yaitu terjadi

spasme pembuluh darah arteriol menuju organ penting dalam

tubuh sehingga menimbulkan gangguan metabolisme jaringan,

gangguan peredaran darah menuju retroplasenter, sedang tubuh

ibu belum siap untuk terjadinya kehamilan (Manuaba, 2016).

2) Status Gravida

Gravida adalah wanita yang sedang hamil. Primigravida

adalah wanita yang hamil untuk pertama kali. Angka kejadian

sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan 12% pada kehamilan

primigravida. Menurut beberapa penelitian penulis lain frekuensi

dilaporkan sekitar 3-10%. Lebih banyak dijumpai pada

primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia

muda. Primigravida, kira – kira 85% preeklampsia terjadi pada

kehamilan pertama. Primigravida lebih berisiko untuk mengalami

preeklampsia dari pada multigravida karena preeklampsia

biasanya timbul pada wanita yang pertama kali terpapar virus

korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut mekanisme

imunologik pembentukan blocking antibody yang dilakukan oleh

HLA-G (Human Leukocyte Antigen G) terhadap antigen plasenta

belum terbentuk secara sempurna, sehingga proses implantasi


trofoblas ke jaringan desidua ibu menjadi terganggu. Primigravida

juga rentan mengalami stres dalam menghadapi persalinan yang

akan menstimulasi tubuh untuk mengeluarkan kortisol. Efek

kortisol adalah meningkatkan respon simpatis, sehingga curah

jantung dan tekanan darah juga akan meningkat (Grum,dkk,

2017).

3) Status Perkawinan

Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru meningkatkan

risiko preeklampsia. Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru

dianggap sebagai faktor risiko, walaupun bukan nulipara karena

risiko meningkat pada wanita yang memiliki paparan rendah

terhadap sperma (POGI, 2016).

4) Jarak kehamilan

Selama kehamilan sumber biologis dalam tubuh ibu secara

sistematis terpakai dan untuk kehamilan berikutnya dibutuhkan

waktu 2 – 4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi

sebelumnya. Apabila terjadi kehamilan sebelum 2 tahun,

kesehatan ibu akan mundur secara progesif. Jarak yang aman bagi

wanita untuk melahirkan kembali paling sedikit 2 tahun. Hal ini

agar wanita dapat pulih setelah masa kehamilan dan laktasi. Ibu

yang hamil lagi sebelum 2 tahun sejak kelahiran anak terakhir

seringkali mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan. Pada

ibu dengan jarak kehamilan >5 tahun lapisan otot arteri spiralis

menjadi tetap kaku dan keras. Lumen arteri spiralis tidak


memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi sehingga

terjadi hipoksia dan iskemia plasenta yang mendasari terjadinya

preeklampsia (Saifuddin, 2014).

5) Kehamilan Ganda

Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah

kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan kembar adalah

satu kehamilan dengan dua janin. Kehamilan kembar dapat

memberikan risiko yang lebih tinggi terhadap bayi dan ibu.

Pertumbuhan janin ganda lebih sering mengalami gangguan

dibandingkan janin tunggal seperti kejadian preeklamsia akibat

adanya beban penambahan sirkulasi darah ke janin. Dengan

adanya kehamilan kembar dan hidramnion, menjadi penyebab

meningkatnya resiten intramural pada pembuluh darah

myometrium, yang dapat berkaitan dengan peninggian tegangan

myometrium dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Wanita

dengan kehamilan kembar berisiko tinggi mengalami

preeklampsia hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa

plasenta dan produksi hormon (Cuningham, 2014).

b. Status Kesehatan

1) Riwayat Preeklampsia

Hubungan sistem imun dengan preeklampsia

menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran

penting dalam perkembangan preeklampsia. Keberadaan protein

asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan respon imunologis


lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden preeklampsia-

eklampsia pada ibu baru (pertama kali terpapar jaringan janin)

dan pada ibu hamil dari pasangan yang baru (materi genetik yang

berbeda) (Cuningham, 2014).

Perempuan mempunyai risiko lebih besar mengalami

preeklampsia pada ibu yang pernah mengalami preeklampsia pada

kehamilan dahulu atau yang telah mengidap hipertensi kurang

lebih 4 tahun. Kehamilan pada wanita dengan riwayat

preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian

preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak

perinatal yang buruk. Riwayat preeklampsia memiliki risiko

preeklampsia yang lebih tinggi (Bobak, 2014).

2) Riwayat Komplikasi Kehamilan

Menurut penelitian Diana, dkk (2014), diketahui bahwa

ibu yang mempunyai riwayat komplikasi obstetric berisiko untuk

mengalami komplikasi obstetric ibu 5,41 kali lebih besar daripada

ibu yang tidak mempunyai riwayat komplikasi obstetric

sebelumnya. Ibu yang pernah mengalami komplikasi pada waktu

kehamilan, persalinan dan nifas sebelumnya akan menghadapi

risiko tinggi pada kehamilan dan persalinan berikutnya.

3) Riwayat Hipertensi

Salah satu faktor terjadinya preeklampsia atau eklampsia

adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler

hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian besar


kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal sampai

cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita

penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu

tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan

yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia

atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri

epigastrium, muntah, gangguan visus (Supperimposed

preeklampsia), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan

otak (Cuningham, 2014).

4) Riwayat Diabetes Mellitus

Riwayat penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes

mellitus dapat menyebabkan kesehatan dan pertumbuhan janin

terganggu dan dapat terjadi penyulit selama kehamilan. Apabila

ibu hamil memiliki hipertensi maka resiko terjadinya lahir mati,

retardasi pertumbuhan janin, dan preeklampsi akan menjadi lebih

besar. Sedangkan ibu yang memiliki penyakit Diabetes Mellitus

(DM) akan meningkatkan mortalitas perinatal sebesar 3-5%,

sedangkan kejadian anomali kongenital berisiko lebih tinggi 6-

12% dibandingkan dengan ibu hamil tanpa Diabetes Mellitus

(DM) (POGI, 2016).

5) Penyakit Jantung

Wanita hamil dengan preeklampsia juga berisiko lebih

tinggi mengalami penyakit jantung, gangguan fungsi

kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada wanita


preeklampsia, gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan

meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload

jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara

patologis hipervolemia kehamilan atau secara iatrogic

ditingkatkan oleh larutan kristaloid intravena (Cuningham, 2014).

6) Penyakit Ginjal

Pada kehamilan normal, ginjal bekerja keras untuk

melayani sirkulasi cairan dan darah yang jumlahnya sangat besar.

Pembesaran atau pelebaran ginjal dan pembuluh darah akan

membuat ginjal mampu bekerja ekstra. Pada wanita hamil, ginjal

dipaksa bekerja keras sampai ke titik di mana ginjal tak mampu

lagi memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Wanita hamil

dengan gagal ginjal kronik memiliki ginjal yang semakin

memperburuk status dan fungsinya. Beberapa tanda yang

menunjukkan menurunnya fungsi ginjal antara lain hipertensi

yang semakin tinggi dan terjadi peningkatan jumlah produk

buangan yang sudah disaring oleh ginjal di dalam darah (seperti

potassium, urea, dan keratin). Ibu hamil yang menderita sakit

ginjal dalam jangka waktu lama biasanya juga menderita

tekanan darah tinggi. Ibu hamil dengan riwayat ginjal atau

tekanan darah tinggi memiliki risiko lebih besar mengalami

preeclampsia (Saifuddin, 2014).

7) Status Gizi

Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi


dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh

karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari

berat badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula

jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin

berat pula fungsi pemompaan jantung. Overweight atau obesitas

didefinisikan sebagai keadaan abnormal atau kelebihan akumulasi

lemak/kegemukan yang mungkin dapat mempengaruhi kesehatan.

Body Mass Index (BMI) adalah rumus sederhana yang digunakan

untuk mengklarifisikan overweight dan obesitas. Rumus

menentukan BMI adalah sebagai berikut :

Berat Badan (kg)


BMI =
Tinggi Badan² (m)

Seseorang dikatakan overweight jika BMI ≥ 25 dan

obesitas jika BMI ≥ 30. Obesitas sangat berkaitan erat dengan

berbagai macam komplikasi penyakit terlebih jika diamlami oleh

wanita hamil yang mana akan berdampak buruk baik terhadap ibu

maupun janin yang dikandung. Obesitas sebelum kehamilan dan

Indeks Massa Tubuh saat pertama kali Antenatal Care (ANC)

merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko ini semakin

besar dengan semakin besarnya BMI pada wanita hamil karena

obesitas berhubungan dengan penimbunan lemak yang berisiko

munculnya penyakit degenerative. Obesitas adalah adanya

penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas

dapat memicu terjadinya preeklampsia melalui pelepasan sitokin

– sitokin inflamasi dari sel jaringan lemak, selanjutnya sitokin


menyebabkan inflamasi pada endotel sistemik (Durst,dkk, 2016).

c. Perilaku Sehat
1) Riwayat Kontrasepsi Hormonal

Pemakaian kontrasepsi pada sebelum kehamilan

berpengaruh signifikan terhadap kejadian preeklampsia pada

individu tersebut. Kontrasepsi hormonal sebagian besar

mengandung hormon estrogen dan pregesteron. Hormon dalam

kontrsepsi ini telah diatur sedemikian rupa sehingga mendekati

kadar hormone dalam tubuh akseptor namun bila digunakan

dalam jangka waktu yang lama akan timbul efek samping lain.

Kedua hormon tersebut memiliki kemampuan untuk

mempermudah retensi ion natrium dan sekresi air disertai

kenaikan aktivitas rennin plasma dan pembentukan angiontensin

sehingga dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah

(Cici, 2016).

2) Antenatal Care

Antenatal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama kehamilannya

dan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang

ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan

Antenatal yang diberikan sesuai dengan Standar Asuhan

Kebidanan sangat mempengaruhi kondisi ibu dan janin, baik pada

saat kehamilan, persalinan, maupun masa nifas (0-42 hari) dan

neonatus (0-28 hari). Faktor risiko juga dapat terdeteksi sehingga

penanganan dan rujukan dapat dilakukan sedini mungkin


(Saifuddin, 2014).

3) Penolong Persalinan

Penolong persalinan merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan

dalam proses persalinan. Pemeriksaan kehamilan yang berkualitas

baik, bukan jaminan untuk terjadinya komplikasi pada saat

persalinan, karena masih ada faktor lain yang juga penting yaitu

penolong persalinan. Persalinan akan berlangsung aman dan

lancar bila dilaksanakan oleh tenaga terlatih. Pembagian tenaga

persalinan di Indonesia dibagi menjadi tenaga profesional

meliputi dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dokter umum,

bidan dan perawat (Saifuddin, 2014).

2.1.4.3 Determinan Kontekstual


a. Pendidikan

Teori pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu

kegiatan atau usaha untuk meningkatkan kepribadian, sehingga proses

perubahan perilaku menuju kepada kedewasaan dan penyempurnaan

kehidupan manusia. Semakin banyak pendidikan yang didapat

seseorang, maka kedewasaannya semakin matang, mereka dengan

mudah untuk menerima dan memahami suatu informasi yang positif.

Kaitannya dengan masalah kesehatan, dari buku safe motherhood

menyebutkan bahwa wanita hamil yang mempunyai pendidikan lebih

tinggi cenderung lebih menperhatikan kesehatan dirinya dan

kehamilannya (Notoatmodjo, 2017).

b. Pekerjaan

Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot


dan peredaran darah. Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil,

dimana peredaran darah dalam tubuh dapat terjadi perubahan seiring

dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya tekanan dari

pembesaran rahim. Semakin bertambahnya usia kehamilan akan

berdampak pada konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah

dalam rangka memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan. Oleh

karenanya pekerjaan tetap dilakukan, asalkan tidak terlalu berat dan

melelahkan seperti pegawai kantor, administrasi perusahaan atau

mengajar. Semuanya untuk kelancaran peredaran darah dalam tubuh

sehingga mempunyai harapan akan terhindar dari preeklamsia

(Notoatmodjo, 2017)

2.1.5 Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin.

Komplikasi berikut ini dapat terjadi pada preeklampsia :

2.1.5.1 Komplikasi Maternal


a. Eklampsia

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia,

yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma, eklampsia selalu

didahului preeklampsia. Timbulnya kejang pada perempuan dengan

preeklampsia yang tidak disebabkan oleh penyebab lain dinamakan

eklampsia (Cuningham, 2014).

b. Sindrom Hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count

(HELLP)

Pada preeklampsia sindrom HELLP terjadi karena adanya

peningkatan enzim hati dan penurunan trombosit, peningkatan enzim


kemungkinan disebabkan nekrosis hemoragik periporta di bagian

perifer lobules hepar. Perubahan fungsi dan integritas hepar termasuk

perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar

aspartat amniotransferase serum (Cuningham,2014).

c. Ablasi Retina

Ablasi retina merupakan keadaan lepasnya retina sensoris dari

epitel pigmen retina. Gangguan penglihatan pada wanita dengan

preeklampsia juga dapat disebabkan karena ablasi retina dengan

kerusakan epitel pigmen retina karena adanya peningkatan

permeabilitas dinding pembuluh darah akibat penimbunan cairan yang

terjadi pada proses peradangan (Cuningham, 2014).

Gangguan pada penglihatan karena perubahan pada retina.

Tampak edema retina, spasme setempat atau menyeluruh pada satu

atau beberapa arteri. Jarang terjadi perdarahan atau eksudat atau

spasme. Retinopatia arteriosklerotika pada preeklampsia akan terlihat

bilamana didasari penyakit hipertensi yang menahun. Spasmus arteri

retina yang nyata menunjukkan adanya preeklampsia berat. Pada

preeklampsia pelepasan retina karena edema intraokuler merupakan

indikasi pengakhiran kehamilan segera. Biasanya retina akan melekat

kembali dalam dua hari sampai dua bulan setelah persalinan

(Cuningham, 2014).

d. Gagal Ginjal

Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi

glomerulus meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia,


perfusi ginjal dan glomerulus menurun. Pada sebagian besar wanita

dengan preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun.

Pada sebagian besar wanita dengan preeklampsia penurunan ringan

sampai sedang laju filtrasi glomerulus terjadi akibat berkurangnya

volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat

dibanding kadar normal selama hamil (Cuningham, 2014).

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh karena aliran darah ke

dalam ginjal menurun, sehingga filtrasi glomerulus berkurang.

Kelainan ginjal berhubungan dengan terjadinya proteinuria dan retensi

garam serta air. Pada kehamilan normal penyerapan meningkat sesuai

dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi akibat spasme

arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium menurun yang

menyebabkan retensi garam dan juga terjadi retensi air. Filtrasi

glomerulus pada preeklampsia dapat menurun sampai 50% dari

normal sehingga menyebabkan dieresis turun. Pada keadaan yang

lanjut dapat terjadi oliguria sampai anuria (Cuningham, 2014).

e. Edema Paru

Penderita preeklampsia mempunyai risiko besar terjadinya

edema paru disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel

pada pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya dieresis.

Kerusakan vascular dapat menyebabkan perpindahan protein dan

cairan ke dalam lobus-lobus paru. Kondisi tersebut diperburuk dengan

terapi sulih cairan yang dilakukan selama penangganan preeklampsia

dan pencegahan eklampsia. Selain itu, gangguan jantung akibat


hipertensi dan kerja ekstra jantung untuk memompa darah ke dalam

sirkulasi sistemik yang menyempit dapat menyebabkan kongesti paru

(Cuningham, 2014).

f. Kerusakan Hati

Vasokontriksi menyebabkan hipoksia sel hati. Sel hati

mengalami nekrosis yang diindikasikan oleh adanya enzim hati seperti

transaminase aspartat dalam darah. Kerusakan sel endothelial

pembuluh darah dalam hati menyebabkan nyeri karena hati membesar

dalam kapsul hati. Hal ini dirasakan oleh ibu sebagai nyeri epigastrik

(Cuningham, 2014).

g. Penyakit Kardiovaskuler

Gangguan berat pada fungsi kardiovaskuler normal lazim terjadi pada

preeklampsia atau eklampsia. Gangguan ini berkaitan dengan

peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi, preload

jantung, yang sangat dipengaruhi oleh tidak adanya hipervolemia pada

kehamilan akibat penyakit atau justru meningkat secara iatrogenik

akibat infus larutan kristaloid atau onkotik intravena, dan aktivasi

endotel disertai ekstravasasi cairan intravascular ke dalam ruang

ekstrasel, dan yang penting ke dalam paru-paru (Cuningham, 2014).

h. Gangguan Saraf

Tekanan darah yang meningkatkan pada preeklampsia dan eklampsia

menimbulkan gangguan sirkulasi darah ke otak dan menyebabkan

perdarahan atau edema jaringan otak atau terjadi kekurangan oksigen

(hipoksia otak). Manifestasi klinis dari gangguan sirkulasi, hipoksia


atau perdarahan otak menimbulkan gejala gangguan saraf di antaranya

gejala objektif yaitu kejang (hiperrefleksia) dan koma. Kemungkinan

penyakit yang dapat menimbulkan gejala yang sama adalah epilepsi

dan gangguan otak karena infeksi, tumor otak, dan perdarahan karena

trauma (Cuningham, 2014).

2.1.5.1 Komplikasi Pada Janin


a. Pertumbuhan Janin Terhambat

Ibu hamil dengan preeklampsia dapat menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat karena perubahan patologis pada

plasenta, sehingga janin berisiko terhadap keterbatasan pertumbuhan

(Saifuddin, 2014).

b. Prematuritas

Preeklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin

yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, pada waktu

lahir plasenta terlihat lebih kecil daripada plasenta yang normal untuk

usia kehamilan, premature aging terlihat jelas dengan berbagai daerah

yang sinsitianya pecah, banyak terdapat nekrosis iskemik dan posisi

fibrin intervilosa (Saifuddin, 2014).

c. Fetal Distress

Preeklampsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti

sindroma distress napas. Hal ini dapat terjadi karena vasospasme yang

merupakan akibat kegagalan invasi trofoblas kedalam lapisan otot

pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan

menyebabkan aliran darah dalam plasenta menjadi terhambat dan

menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadikan gawat janin


(Saifuddin, 2014).

2.1.6 Pencegahan Preeklampsia

Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan

yang berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu,

pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan

menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan

diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan

memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan

pemeriksaan untuk menentukan proteinuria (Saifuddin,2014).

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan

tanda - tanda dini preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan

penanganan semestinya. Karena para wanita biasanya tidak

mengemukakan keluhan dan jarang memperhatikan tanda-tanda

preeklampsia yang sudah terjadi, maka deteksi dini keadaan ini

memerlukan pengamatan yang cermat dengan masa - masa interval yang

tepat. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan

adanya faktor-faktor seperti yang telah diuraikan diatas. Walaupun

timbulnya preeklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun

frekuensinya dapat dikurangi dengan pelaksanaan pengawasan yang baik

pada wanita hamil sesuai dengan standar pelayanan antenatal care

(Saifuddin, 2014).

Pencegahan preeklampsia dapat dibagi menjadi pencegahan primer

dan pencegahan sekunder (POGI, 2016).

2.1.6.1 Pencegahan Primer


1. Antenatal Care

Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk

setiap wanita hamil sejak awal kehamilannya. Upaya kesehatan ibu

hamil diwujudkan dalam pemberian antenatal care (ANC) atau

perawatan antenatal (PAN) sekurang- kurangnya 4 kali selama masa

kehamilan, dengan distribusi waktu sebagai berikut (Lockhart, 2014) :

a) Trimester I (usia kehamilan 0-12 minggu): 1 kali

b) Trimester II (usia kehamilan 13-27 minggu): 1 kali

c) Trimester III (usia kehamilan 28-40 minggu): 2 kali

Pelayanan antenatal yang berkualitas (sesuai standar) dapat

mendeteksi gejala dan tanda yang berkembang selama kehamilan. Jika

ibu tidak memeriksakan diri hingga paruh kedua masa kehamilan,

diagnosis hiptertensi kronis akan sulit dibuat karena tekanan darah

biasanya menurun selama trimester kedua dan ketiga pada wanita

dengan hipertensi.

Pelayanan antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal

komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil.

Setiap kehamilan dalam perkembangannya mempunyai risiko

mengalami penyulit atau komplikasi, oleh karena itu pelayanan

antenatal harus dilakukan secara rutin, terpadu, dan sesuai standar

pelayanan antenatal yang berkualitas. Pelayanan antenatal terpadu dan

berkualitas meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Memberikan pelayanan dan konseling kesehatan, termasuk gizi,

agar kehamilan berlangsung sehat.


b. Melakukan deteksi dini masalah, penyakit, dan penyulit /

komplikasi kehamilan.

c. Menyiapkan persalinan yang bersih dan aman.

d. Merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan

rujukan jika terjadi penyulit / komplikasi.

e. Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat

waktu bila diperlukan.

f. Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga

kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan

kesiagaan bila terjadi penyulit/komplikasi (Saifuddin,2014).

Sesuai dengan kebijakan Kementerian Kesehatan, pelayanan

antenatal pada ibu hamil diupayakan agar memenuhi standar kualitas

“10T”, yaitu :

a. Timbang berat badan dan ukur berat badan

Pengukuran ini dilakukan untuk memantau perkembangan

tubuh ibu hamil. Hasil ukur juga dapat dipergunakan sebagai

acuan apabila terjadi sesuatu pada kehamilan, seperti bengkak

kehamilan kembar, hingga kehamilan dengan obesitas.

Penambahan berat badan pada trimester I berkisar 0,5 kg setiap

bulan. Di trimester II-III, kenaikan berat badan bisa mencapai 0,5

kg setiap minggu. Pada akhir kehamilan, pertambahan berat

badan berjumlah sekitar 20-90 kg dari berat badan sebelum hamil.

b. Pemeriksaan Tekanan darah

Selama pemeriksaan antenatal, pengukuran tekanan darah


atau tensi selalu dilakukan secara rutin. Tekanan darah yang

normal berada di angka 110/80 – 140/90 mmHg. Bila lebih dari

140/90 mmHg, gangguan kehamilan seperti preeklampsia dan

eklampsia bisa mengancam kehamilan karena tekanan darah

tinggi (hipertensi).

c. Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri

Tujuan pemeriksaan puncak rahim adalah untuk

menentukan usia kehamilan. Tinggi puncak rahim dalam

sentimeter (cm) akan disesuaikan dengan minggu usia kehamilan.

Pengukuran normal diharapkan sesuai dengan tabel ukuran

fundus uteri sesuai usia kehamilan dan toleransi perbedaan ukuran

ialah 1-2 cm. Namun, jika perbedaan lebih kecil 2 cm dari umur

kehamilan, kemungkinan ada gangguan pada pertumbuhan janin.

d. Skrining Status Imunisasi Tetanus dan Pemberian Imunisasi

Tetanus Toxoid (TT)

Pemberian imunisasi harus didahului dengan skrining

untuk mengetahui dosis dan status imunisasi tetanus toksoid yang

telah diperoleh sebelumnya. Pemberian imunisasi TT cukup

efektif apabila dilakukan minimal 2 kali dengan jarak 4 minggu.

e. Pemberian Tablet Zat Besi

Zat besi yang akan diberikan berjumlah minimal 90 tablet

dan maksimal satu tablet setiap hari selama kehamilan. Hindari

meminum tablet zat besi dengan kopi atau teh agar tidak

mengganggu penyerapan.
f. Tetapkan Status Gizi

Pengukuran ini merupakan satu cara untuk mendeteksi

dini adanya kekurangan gizi saat hamil. Jika kekurangan nutrisi,

penyaluran gizi ke janin akan berkurang dan mengakibatkan

pertumbuhan terhambat juga potensi bayi lahir dengan berat

rendah. Cara pengukuran ini dilakukan dengan pita ukur

mengukur jarak pangkal bahu ke ujung siku, dan lingkar legan

atas (LILA).

g. Tes Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium terdiri dari pemeriksaan darah

rutin, golongan darah, triple eliminasi (HIV, Sipilis dan HBSAg)

dan rapid test untuk malaria.

h. Tatalaksana Kasus

Ibu hamil berhak mendapatkan fasilitas kesehatan yang

memiliki tenaga kesehatan yang kompeten, serta perlengkapan

yang memadai untuk penanganan lebih lanjut di rumah sakit

rujukan. Apabila terjadi sesuatu hal yang dapat membahayakan

kehamilan, Anda akan menerima penawaran untuk segera

mendapatkan tatalaksana kasus.

i. Temu Wicara Persiapan Rujukan

Temu wicara dilakukan setiap kali kunjungan. Biasanya,

bisa berupa konsultasi, persiapan rujukan dan anamnesa yang

meliputi informasi biodata, riwayat menstruasi, kesehatan,

kehamilan, persalinan, nifas, dan lain-lain. Temu wicara atau


konsultasi dapat membantu ibu untuk menentukan pilihan yang

tepat dalam perencanaan, pencegahan komplikasi, dan juga

persalinan. Pelayanan ini juga diperlukan untuk menyepakati

segala rencana kelahiran, rujukan, mendapatkan bimbingan soal

mempersiapkan asuhan bayi, serta anjuran pemakaian KB pasca

melahirkan.

2.1.6.2 Pencegahan Sekunder

1. Istirahat yang cukup

2. Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki luaran pada

wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa proteinuria).

3. Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan komplikasinya

selama kehamilan tidak direkomendasikan.

4. Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan untuk

prevensi preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi.

5. Apirin dosis rendah sebagai prevensi preeklampsia sebaiknya mulai

digunakan sebelum usia kehamilan 20 minggu.

6. Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan terutama

pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah.

7. Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal

1g/hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada wanita

dengan risiko tinggi terjadinya preeclampsia.

8. Pemberian vitamin C dan E tidak direkomendasikan untuk diberikan

dalam pencegahan preeklampsia


2.1 Kerangka Teori
Berikut ini merupakan kerangka teori dari McCarthy dan Maine

(1992). Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian dan kesakitan ibu

berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan komplikasinya dapat

digambarkan sebagai berikut:


Determinan Antara

Status Reproduksi

Usia, Status Gravida, Status P


erkawinan, Jarak Kehamilan,
Determinan Kontekstual Kehamilan Ganda Determinan Proksi

Status Wanita di Keluarga da Kehamilan


n Mayarakat Status Kesehatan

Pendidikan, Pekerjaan, Pengha riwayat preeklampsia, riwayat


silan penyakit hipertensi, Komplikasi

Perdarahan
Status Masyarakat Infeksi

Perilaku Sehat Preeklampsia /


Kesejahteraan, Sumber Da
ya (dokter, klinik, puskes Eklampsia
Penggunaan KB, Pemeriksaan
mas, rumah sakit)
Antenatal, Penolong Persalinan

Akses Ke Pelayanan Kesehat Kematian / Kec


an
acatan
Lokasi Pelayanan Kesehatan
(KB, Pelayanan Antenatal, Pus
kesmas), Jangkauan Pelayanan
Kualitas Pelayanan, Akses Info
rmasi tentang Pelayanan Keseh
atan

Faktor Tak Diketahui / Tak


Terduga

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber Teori Mc Charty dan Maine (1992)
2.3 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara

variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin

diteliti (Notoatmodjo, 2017).

Variabel Independen

Faktor – Faktor Preeklampsia

Status Reproduksi

Usia, Status Gravida, Status Perkawinan, Ja


rak Kehamilan, Kehamilan Ganda

Status Kesehatan

Riwayat Preeklampsia, Penyakit Hipertensi Variabel Dependen

Preeklampsia
Perilaku Sehat

Penggunaan KB, Pemeriksaan Antenatal

Karakteristik Ibu

Status Pekerjaan Ibu

Bagan 2.2 Kerangka Konsep


2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2017), hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus di

uji secara empiris. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

H1 : Terdapat hubungan antara status reproduksi (usia, status gravida,

status perkawinan, jarak kehamilan, kehamilan ganda) dengan

kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota

Tangerang tahun 2020

H0 2 : Terdapat hubungan antara status kesehatan (riwayat preeklampsia,

riwayat penyakit hipertensi) dengan kejadian preeklampsia di

Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang tahun 2020

H0 3 : Terdapat hubungan antara perilaku sehat (penggunaan KB,

pemeriksaan antenatal) dengan kejadian preeklampsia di

Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang tahun 2020

H0 4 : Terdapat hubungan antara karakteristik ibu (pendidikan, status

pekerjaan) dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas

Panunggangan Kota Tangerang tahun 2020


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis dan rancangan yang digunakan dalam penelitian ini case

control study yaitu penelitian epidemiologik analitik observasional yang

mengkaji hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu

dengan faktor risiko tertentu. Desain penelitian case control digunakan

untuk mencari seberapa jauh faktor risiko penyakit. Penelitian dimulai

dengan mengidentifikasi kelompok dengan efek atau penyakit tertentu

(yang disebut sebagai kasus) dan kelompok tanpa efek (yang disebut

sebagai kontrol) pada saat ini, kemudian diidentifikasi faktor risiko pada

waktu yang lalu (Sastroasmoro, 2014).

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian


3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan sampel penelitian atau objek yang

akan diteliti (Notoatmodjo, 2017). Adapun yang menjadi populasi dalam

penelitian ini adalah semua ibu hamil yang ada di Puskesmas

Panunggangan dari bulan Januari 2019 – April 2020.

3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu sehingga dianggap dapat mewakili populasinya. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive

sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu (Badriah, 2014).

Sampel pada penelitian ini adalah ibu hamil di Puskesmas


Panunggangan yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kasus

(ibu yang mengalami preeklampsia selama kehamilan) dan kelompok

kontrol (ibu yang tidak mengalami preeklampsia selama kehamilan).

Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah responden yang

memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi (Notoatmodjo,2017) :

a. Kriteria Inklusi :

1) Kelompok Kasus

a) Ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal care di Puskesmas

Panunggangan maupun di praktik mandiri bidan pada bulan

Januari 2019 – April 2020 dengan preeklampsia dan memiliki

buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

b) Ibu hamil Trimester II dan III yang mengalami preeklampsia

2) Kelompok Kontrol

Ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal care sesuai Standar

Pelayanan Kebidanan (SPK) yaitu minimal 4 kali di Puskesmas

Panunggangan maupun di praktik mandiri bidan pada bulan Januari

2019 – April 2020 tanpa komplikasi terutama preeklampsia dan

memiliki buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

b. Kriteria Eksklusi :

1) Kelompok Kasus dan kelompok kontrol

Ibu yang tidak memiliki buku KIA maupun catatan e-RM tidak

lengkap.

Penelitian ini dilaksanakan di satu tempat. Perbandingan kelompok

kasus dan kelompok kontrol adalah 1:1. Berdasarkan kriteria tersebut,


maka sampel penelitian adalah sebagai berikut :

a. Kelompok kasus adalah ibu yang didiagnosis mengalami

preeklampsia selama kehamilan sebanyak 85 kasus menurut e-RM

pada bulan Januari 2019 – April 2020 yang telah memenuhi kriteria

inklusi dan ekslusi.

b. Kelompok kontrol adalah ibu yang didiagnosis tidak pernah

mengalami komplikasi selama kehamilan sebanyak 85 kasus menurut

e-RM pada bulan Januari 2019 – April 2020 yang telah memenuhi

kriteria inklusi dan ekslusi.

Jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini sebanyak 170

subjek yang diambil dari data e-RM dan register ibu di Puskesmas

Panunggangan Kota Tangerang.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Panunggangan Kota

Tangerang dengan pertimbangan banyaknya ibu hamil yang melakukan

pemeriksaan ke Puskesmas tersebut serta banyaknya kasus preeklampsi

yang ditemukan. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2020 –

Juli 2020.

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang variasinya mempengaruhi

variabel lain. Variabel bebas dapat juga berarti variabel yang pengaruhnya

terhadap variabel lain yang ingin diketahui (Badriah, 2014).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah status reproduksi (usia, s

tatus gravida, status perkawinan, jarak kehamilan, kehamilan ganda), statu


s kesehatan (riwayat preeklampsia, penyakit hipertensi), perilaku sehat (pe

nggunaan kb, pemeriksaan antenatal), karakteristik ibu (pendidikan, status

pekerjaan ibu).

3.4.2 Variabel Terikat


Varibel terikat adalah variabel terikat adalah variabel penelitian yan

g diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain. Bes

arnya efek tersebut diamati dan ada tidaknya, membesar, mengecilnya atau

berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat perubahan pada variabel la

in yang dimaksud. Adapun variabel terikatnya adalah ibu hamil dengan pre

eklampsia.

3.5 Definisi Operasional Penelitian


Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

Definisi Cara Alat Skala U


Variabel Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur kur

Dependen

Preeklampsia Ibu hamil yang Telaah Do e-RM Puskesm 1. Preeklampsia Ordinal


memiliki Tekanan kumen as Panunggang 2. Tidak Preeklam
darah ≥140/90mmHg an, buku KIA psia
dan disertai proteinuria
(di atas +1) dan atau
edema menyeluruh
yang didiagnosis oleh
tenaga kesehatan

Independen

Usia Usia ibu/subjek Telaah Do e-RM Puskesm 1. Usia berisiko Ordinal


penelitian yang kumen as Panunggang (<20 tahun
dihitung sejak lahir an, buku KIA atau >35
sampai usia terakhir tahun)
ibu saat kehamilan ini 2. Usia tidak
dan berisiko (20-35
tercatat dalam e-rekam tahun)
medis

Status Gravida Jumlah kehamilan pada Telaah Do e-RM Puskesm 1. Primigravida Ordinal
wanita yang sedang kumen as Panunggang (wanita yang
hamil dan tercatat an, buku KIA hamil untuk
dalam rekam medis pertama
kalinya)
2. Multigravida
(wanita yang
pernah hamil
dan
melahirkan)
Status Perkawin Jumlah riwayat perkaw Telaah Do e-RM Puskesm 1. 1x Ordinal
an inan pada wanita yang kumen as Panunggang 2. Lebih dari 1x
sedang hamil an, buku KIA

Jarak Kehamila Rentang waktu antara Telaah Do e-RM Puskesm 1. Dekat (<24 bula Ordinal
n kehamilan terakhir kumen as Panunggang n)
dengan kehamilan an, buku KIA 2. Jauh (≥24
sebelumnya bulan)

Kehamilan Gan Kehamilan dengan dua Telaah Do e-RM Puskesm 1. Ya, jika ibu ha Ordinal
da janin atau lebih kumen as Panunggang mil janin dua at
an, buku KIA au lebih
2. Tidak, jika ibu t
idak hamil janin
dua atau lebih

Riwayat Preekla Ibu hamil mempunyai r Telaah Do e-RM Puskesm 1. Ya, jika ibu per Ordinal
mpsia iwayat preeklampsia di kumen as Panunggang nah mengalami
kehamilan sebelumnya an, buku KIA riwayat preekla
mpsia
2. Tidak, jika ibu t
idak pernah me
ngalami riwayat
preeklampsia

Penyakit Ibu hamil mempunyai r Telaah Do e-RM Puskesm 1. Ya, jika ibu ha Ordinal
hipertensi iwayat penyakit hiperte kumen as Panunggang mil mempunyai
nsi an, buku KIA riwayat penyaki
t hipertensi
2. Tidak, jika ibu
hamil tidak me
mpunyai riwaya
t penyakit
hipertensi

Riwayat Ibu / subjek penelitian Telaah Do e-RM Puskesm 1. Ya, jika ibu Ordinal
pemakaian menggunakan kumen as Panunggang memakai
Kontrasepsi kontrasepsi hormonal an, buku KIA kontrasepsi
Hormonal sebelum kehamilan hormonal
terjadi 2. Tidak, jika ibu
tidak memakai
kontrasepsi
hormonal

Frekuensi Suatu tindakan ibu Telaah Do e-RM Puskesm 1. Lengkap, sesuai Ordinal
pemeriksaan hamil ke pelayanan kumen as Panunggang standar
Antenatal kesehatan untuk an, buku KIA pelayanan
memeriksakan kebidanan yaitu
kehamilannya, sesuai minimal 1 kali
standar pelayanan pada Trimester
kebidanan yang telah 1, 1 kali pada
di tetapkan yaitu Trimester 2 dan
minimal frekuensi 4 2 kali pada
kali yaitu 1 kali pada Trimester 3
Trimester 1, 1 kali 2. Tidak lengkap,
pada Trimester 2 dan kurang sesuai
2 kali pada Trimester standar
3 pelayanan
kebidanan yaitu
minimal 1 kali
pada Trimester
1, 1 kali pada
Trimester 2 dan
2 kali pada
Trimester 3

Pendidikan Ibu Jenjang pendidikan Telaah Do e-RM Puskesm 1. SD Ordinal


terakhir ibu yang kumen as Panunggang 2. SMP
pernah diperoleh oleh an, buku KIA 3. SMA
ibu
Status Pekerjaan kegiatan yang Telaah Do e-RM Puskesm 1. Bekerja Ordinal
Ibu dilakukan selain kumen as Panunggang 2. Tidak bekerja
sebagai ibu rumah an, buku KIA
tangga dalam kurun
waktu kehamilan

3.6 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah,

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis

sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2016).

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah format

pengumpulan data yang meliputi nomor responden, nomor rekam medis,


tanggal lahir, usia, tanggal taksiran persalinan, tekanan darah, protein urin,

diagnosis medis (preeklampsia/tidak preeklampsia), status gravida, status

perkawinan, jarak kehamilan, kehamilan ganda, riwayat preeklampsia

sebelumnya, riwayat hipertensi, pemakaian kontrasepsi hormonal, perilaku

pemeriksaan antenatal, pendidikan ibu, status pekerjaan ibu.

3.8 Prosedur Penelitian


Jalannya penelitian merupakan urutan kerja atau langkah-langkah

yang dilakukan selama penelitian dari awal sampai sampai penelitian

berakhir. Prosedur penelitian ini yaitu :

3.8.1 Mempersiapkan materi dan konsep teori yang mendukung

Tahap awal penyusunan proposal penelitian, peneliti menentukan

masalah dan lahan penelitian terlebih dahulu. Pada tahap ini peneliti

melakukan persiapan materi beserta konsep teori yang mendukung

penelitian.

3.8.2 Melakukan studi pendahuluan

Tahap berikutnya, peneliti melakukan studi pendahuluan untuk

melihat permasalahan yang ada di Puskesmas tersebut.

3.8.3 Melakukan konsultasi dengan pembimbing

Setelah mempersiapkan materi dan melakukan studi pendahuluan,

maka peneliti melakukan konsultasi dengan pembimbing mengenai

langkah selanjutnya yang akan dilakukan peneliti.

3.8.4 Mengurus perijinan untuk pengambilan data

Setelah mendapatkan bimbingan mengenai langkah selanjutnya,

peneliti melanjutkan kegiatan dengan mengurus perijinan untuk

pengambilan data yang diperlukan pada saat penelitian. Pada tahap ini
peneliti melakukan pendekatan terhadap institusi terkait, diawali dari

permohonan izin penelitian ke pihak kampus untuk ke Kesatuan bangsa

dan politik (Kesbangpol) Kota Tangerang dan Dinas Kesehatan Kota

Tangerang. Setelah mendapatkan surat balasan, maka langkah selanjutnya

menuju ke Puskesmas untuk menyerahkan surat balasan tersebut agar

mendapatkan izin penelitian. Setelah peneliti mendapatkan izin penelitian

dari Kepala Puskesmas terkait, peneliti melakukan koordinasi dengan

petugas Rekam Medis.

3.8.5 Melakukan pengambilan data yang didahului dengan pemilihan

sampel.

Tahap ini peneliti melakukan pengambilan data dari e-RM di

Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang. Peneliti melihat catatan

kunjungan ibu hamil di KIA maupun PONED Puskesmas Panunggangan

dari tanggal 1 Januari 2019 – 30 April 2020. Peneliti mengumpulkan

nomer rekam medis dan memasukkan ke Ms Excel.

3.8.6 Tahap mengumpulkan data dari sampel

Peneliti melakukan penyaringan sampel yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi kelompok kasus dan kelompok kontrol hingga jumlah

sampel terpenuhi berdasarkan buku register kunjungan ibu hamil dan data

e-rekam medis. Memberikan nomer responden pada rekam medis yang

sudah dimasukkan ke Ms Excel. Kemudian mengisi format pengumpulan

data yang meliputi nomor responden, nomor rekam medis, tanggal lahir,

usia, tanggal taksiran persalinan, tekanan darah, protein urin, diagnosis

medis (preeklampsia/tidak preeklampsia), status gravida, status


perkawinan, jarak kehamilan, kehamilan ganda, riwayat preeklampsia

sebelumnya, riwayat hipertensi, pemakaian kontrasepsi hormonal, perilaku

pemeriksaan antenatal, pendidikan ibu, status pekerjaan ibu. Memindahkan

data dari format pengumpulan data lapangan ke dalam master table.

3.8.7 Tahap Penyelesaian

Setelah data yang dicari terkumpul, data kemudian diolah dan

dianalisis. Kemudian melakukan seminar hasil penelitian.

3.9 Pengolahan Data


Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian dilakukan

pengolahan dengan menggunakan software yaitu dengan langkah-langkah

sebagai berikut (Notoatmodjo,2017):

3.9.1 Editing

Proses editing merupakan proses dimana peneliti melakukan

klarifikasi, keterbacaan, konsistensi dan kelengkapan data yang sudah

terkumpul. Kegiatan yang dilaksanakan adalah memeriksa kembali

kelengkapan data.

3.9.2 Coding (pemberian kode)

Peneliti melakukan pengkodean terhadap beberapa variabel yang

akan diteliti, dengan tujuan untuk mempermudah pada saat melakukan

analisis data dan mempercepat pada saat entry data.

a. Kejadian preeklampsia.

1= Preeklampsia

2= Tidak Preeklampsia

b. Usia
1= Usia berisiko (<20 tahun atau >35 tahun)

2= Usia tidak berisiko (20-35 tahun)

c. Status Gravida

1= Primigravida (wanita yang hamil untuk pertama kalinya)

2= Multigravida (wanita yang pernah hamil dan melahirkan)

d. Status Perkawinan

1= 1x

2= Lebih dari 1x

e. Jarak Kehamilan

1= Dekat (<24 bulan)

2= Jauh (≥24 bulan)

f. Kehamilan Ganda

1= Ya, jika ibu hamil janin dua atau lebih

2= Tidak, jika ibu tidak hamil janin dua atau lebih

g. Riwayat Preeklampsia

1= Ya, ibu pernah mengalami komplikasi kehamilan, persalinan,

nifas sebelumnya

2= Tidak, jika ibu tidak pernah mengalami riwayat preeklampsia

h. Riwayat Penyakit Hipertensi

1= Ya, jika ibu hamil mempunyai riwayat penyakit hipertensi

2= Tidak, jika ibu hamil tidak mempunyai riwayat penyakit

hipertensi

i. Pemakaian Kontrasepsi Hormonal

1= Ya, jika ibu memakai kontrasepsi hormonal


2= Tidak, jika ibu tidak memakai kontrasepsi hormonal

j. Perilaku Pemeriksaan Antenatal

1= Lengkap, sesuai standar pelayanan kebidanan yaitu minimal 1

kali pada Trimester 1, 1 kali pada Trimester 2 dan 2 kali pada

Trimester 3

2= Tidak lengkap, kurang sesuai standar pelayanan kebidanan yaitu

minimal 1 kali pada Trimester 1, 1 kali pada Trimester 2 dan 2

kali pada Trimester 3

k. Pendidikan Ibu

1= SD

2= SMP

3= SMA

l. Status Pekerjaan Ibu

1= Bekerja

2= Tidak bekerja

3.9.3 Scoring

Mensortir dengan memilih/mengelompokkan data menurut jenis

yang dikehendaki (klasifikasi data).

3.9.4 Entri Data (pemasukan data)

Memasukkan/ mengisi kolom-kolom sesuai dengan data

pengelompokan data yang diperoleh.

3.9.5 Tabulating
Mentabulasi data berdasarkan kelompok data yang telah ditentukan

kedalam master tabel.

3.9.6 Cleaning Data

Cleaning atau pembersihan data merupakan kegiatan memeriksa

kembali apakah ada data yang sudah dimasukkan tersebut kemungkinan

ada yang tidak sesuai dengan ketentuan. Kesalahan dapat terjadi pada saat

entri data maupun pada saat coding. Clining data dapat dilakukan dengan

cara melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan menilai

kelogisannya.

3.10 Analisa Data


Analisa data pada penelitian ini menggunakan software SPSS versi 23,

meliputi :

3.10.1 Analisa Univariat

Pada hasil pengolahan data dilakukan analisa, analisa univariat

dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari berbagai karakteristik /

variabel yang diteliti baik pada variabel bebas maupun variabel terikat,

analisa data yang dilakukan dengan memasukkan data dalam tabel sesuai

dengan variabel yang diteliti (Badriah, 2014).

Analisa univariat dalam penelitian ini pada kelompok kasus dan

kontrol meliputi status reproduksi (usia, status gravida, status perkawinan, ja

rak kehamilan, kehamilan ganda), status kesehatan (riwayat preeklampsia, p

enyakit hipertensi), perilaku sehat (penggunaan kb, pemeriksaan antenatal),

karakteristik ibu (pendidikan, status pekerjaan ibu). Hasil disajikan dalam be

ntuk tabel distribusi.

3.10.2 Analisa Bivariat


Analisi bivariat yang dilakukan adalah tabulasi silang antara dua

variable yaitu variable independen meliputi status reproduksi (usia, status gr

avida, status perkawinan, jarak kehamilan, kehamilan ganda), status kesehat

an (riwayat preeklampsia, penyakit hipertensi), perilaku sehat (penggunaan

kb, pemeriksaan antenatal), karakteristik ibu (pendidikan, status pekerjaan i

bu) dan variabel dependen (kejadian preeklampsia).

a. Uji Chi-Square

Uji Chi-Square termasuk kedalam statistik non-parametrik.

Adapun rumus uji Chi Square menurut Hidayat (2015) adalah sebagai

berikut:

( O−E ) ²
X 2 =∑
E

Keterangan :
2
X : Chi-Square

O : Frekuensi yang diamati

E : Frekuensi yang diharapkan

Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara membandingkan

nilai p (p value) dengan nilai α = 0,05 pada taraf kepercayaan 95% dan

derajat kebebasan = 1 dengan kaidah keputusan sebagai berikut :

1) Jika nilai sig p < 0,05 maka hipotesis penelitian diterima, berarti

ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

2) Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak, berarti

tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

b. Uji Odss Ratio

Odss Ratio (OR) digunakan untuk membandingkan pajanan di


antara kelompok kasus terhadap pajanan pada kelompok kontrol. Dalam

menetapkan besarnya risiko terjadinya efek pada kasus, maka

digunakan odd ratio dengan bantuan program computer (Notoatmodjo,

2017) :

Tabel 3.2 Cara Menghitung OR


Faktor Paparan ISPA (+) ISPA (-) Kelompok Risiko
+ A b a/b
- C d c/d
Keterangan:
Odss kelompok risiko positif = a/(a+b) : b/(a+b) sehingga a/b
Odss kelompok risiko negative = c/(c+d) : d/(c+d) sehingga c/d
OR = a/b : c/d atau sama dengan ad/bc

Penarikan kesimpulan dengan odd ratio adalah sebagai berikut :

1) Bila OR > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan

faktor risiko (kausatif).

2) Bila OR = 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan

merupakan faktor risiko.

3) Bila OR < 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan

faktor protektif.

3.11 Etika Penelitian

Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subjek antara

lain menjamin kerahasiaan identitas responden dan kemungkinan terjadinya

ancaman terhadap responden. Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu


mendapatkan adanya rekomendasi dari pihak tempat penelitian dilakukan

dan dipersetujuan dari pihak yang menjadi responden serta pihak lain yang

terkait dengan cara mengajukan permohonan izin kepada Puskesmas

Panunggangan Kota Tangerang tempat penelitian maka penelitian tetap

memperhatikan masalah etika yang meliputi:

3.11.1 Informed Concent (Lembar Persetujuan)

Informed Concent merupakan bentuk persetujuan yang diberikan

oleh responden sebelum penelitan dilakukan. Diberikan lembar informed

concent yang disediakan peneliti untuk responden. tujuannya ialah agar

subjek mengerti tujuan dan manfaat serta dampak. Hal-hal yang dituliskan

dalam informed concent : partisipasi pasien, tujuan tindakan, jenis data yang

dibutuhkan, komitmen, potensial masalah yang mungkin timbul, manfaat,

kerahasiaan, dan lain-lain.

3.11.2 Anonimitty (Tanpa Nama)

Anonimitty penelitian arus memberikan kenyamanan bagi responden

seorang peneliti tidak mencantumkan nama respondennya dilembar

observasi dan banyak menuliskan nomor kode, pada lembar pengumpulan

data.

3.11.3 Conidentiality (Kerahasiaan Hasil)

Penelitian harus menjamin atas semua informasi yang telah

diberikan. Masalah ini adalah etika yang harus diperhatikan.

3.11.4 Nonmaleisience (Tidak Kekerasan)


Tindakan bidan juga harus jauh dari yang merugikan orang lain.

Apabila intervensi dalam peneliti dapat menimbulkan cidera atau stres

tambahan bagi pasien, maka pasien tersebut harus dikeluarkan dari

penelitian untuk mencegah hal-hal yang dapat merugikan responden

tersebut.

3.11.5 Keadilan

Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan serta adil. Dengan

prinsip ini peneliti harus secara jujur, hati-hati, professional, serta

berperikemanusiaan. Hal terpenting dalam prinsip etika ini atas penelitian

yang dilakukan ialah bagaimana beban dan keuntungan penelitian ini

didistribusikan pada kelompok responden penelitian baik sebelum, Selama

dan sesudah penelitian dilakukan (Sastroasmoro, 2014).

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang

tahun 2020. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor risiko
terjadinya preeklampsia pada ibu hamil maupun ibu bersalin berdasarkan status

reproduksi (umur, status gravida, jarak kehamilan, status perkawinan, kehamilan

ganda), antara status kesehatan (riwayat preeklampsia, riwayat penyakit

hipertensi), perilaku sehat (pemeriksaan antenatal care, riwayat penggunaan

kontrasepsi), dan karakteristik ibu hamil (pendidikan dan status pekerjaan ibu).

Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dari eRM pada bulan Januari

2019 sampai April 2020. Setelah data dikumpulkan kemudian diolah dan

dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat.

Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

masing-masing variabel, analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antar

viariabel independen (status reproduksi, status kesehatan, perilaku sehat, dan

karakteristik ibu hamil) dan variabel dependen (preeklampsia) dengan jumlah

sampel sebanyak 170 ibu hamil yang terdiri dari 85 ibu hamil yang didiagnosis

preeklampsia dan 85 ibu hamil yang tidak didiagnosis preeklampsia. Hasil

penelitian dapat dilihat sebagai berikut.

1.1 Hasil Penelitian


1.1.1 Hasil Analisis Univariat
a. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil di Puskesmas

Panunggangan tahun 2020

Tabel 4.1
Definisi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil di Puskesmas Panunggangan Tahun 2020
Kasus Kontrol
Jumlah
Variabel (Preeklampsia) (Tidak Preeklampsia)
n % n % n %
Usia
Berisiko 24 28,2% 6 7,1% 30 17,6%
Tidak Berisiko 61 71,8% 79 92,9% 140 82,4%
Jumlah 85 100% 85 100% 170 100%
Status Gravida
Primigravida 26 30,6% 14 40,0% 40 23,5%
Multigravida 59 69,4% 71 60,0% 130 76,5%
Jumlah 85 100% 85 100% 170 100%
Status Perkawinan
Menikah 1x 68 80% 80 94,1% 148 87,1%
Menikah >1x 17 20% 5 5,9% 22 12,9%
Jumlah 85 100% 85 100% 170 100%
Jarak Kehamilan
Dekat < 24 bulan 10 11,8% 9 10,6% 19 11,2%
Jauh > 24 bulan 75 88,2% 76 89,4% 151 88,8%
Jumlah 85 100% 85 100% 170 100%
Kehamilan Ganda
Janin dua atau lebih 3 3,5% 0 0% 3 1,8%
Janin tunggal 82 96,5% 85 100% 167 98,2%
Jumlah 85 100% 85 100% 170 100%
Riwayat Preeklampsia
Ada riwayat preeklampsia 20 23,5% 8 9,4% 28 16,5%
Tidak ada riwayat preeclampsia 65 76,5% 77 90,6% 142 83,5%
Jumlah 85 100% 85 100% 170 100%
Riwayat Penyakit hipertensi
Ada riwayat penyakit hipertensi 49 57,6% 5 5,9% 54 31,8%
Tidak ada riwayat penyakit hipertensi 36 42,4% 80 94,1% 116 68,2%
Jumlah 85 100% 85 100% 170 100%
Riwayat Kontrasepsi
Menggunakan KB hormonal 63 74,1% 47 55,3% 110 64,7%
Tidak menggunakan KB hormonal 22 25,9% 38 44,7% 60 35,3%
Jumlah 85 100% 85 100% 170 100%
Frekuensi ANC
Lengkap 71 83,5% 77 90,6% 148 87,1%
Tidak Lengkap 14 16,5% 8 9,4% 22 12,9%
Jumlah 85 100% 85 100% 170 100%
Pendidikan Ibu
0 0% 0 0% 0 0%
SD
17 20,0% 7 8,2% 24 14,1%
SMP
68 80,0% 78 91,8% 146 85,9%
SMA
Jumlah 85 100% 85 100% 170 100%
Status Pekerjaan
Bekerja 55 64,7% 31 36,5% 86 56.6%
Tidak bekerja 30 35,3% 54 63,5% 84 49,4%
Jumlah 85 100% 85 100% 170 100%

Adapun penjelasan dari proporsi masing – masing berdasarkan tabel

4.1 adalah sebagai berikut:

Dari tabel diatas memperlihatkan proporsi responden pada


kelompok kasus dan kelompok kontrol yaitu terdapat 170 responden

yang terdiri dari 85 pada kelompok kasus dan 85 pada kelompok

kontrol. Pada kelompok kasus proporsi ibu hamil dengan usia <20

tahun atau >35 tahun pada sebanyak 24 orang (28,2%), sedangkan ibu

hamil usia 20 – 35 tahun sebanyak 61 orang (71,8%). Pada kelompok

kontrol proporsi ibu hamil dengan usia <20 tahun atau >35 tahun

pada sebanyak 6 orang (7,1%), sedangkan ibu hamil usia 20 – 35

tahun sebanyak 79 orang (92,9%).

Proporsi ibu hamil primigravida pada kelompok kasus

sebanyak 26 orang (30,8%), sedangkan ibu hamil multigravida pada

kelompok kasus sebanyak 59 orang (69,4%). Ibu hamil primigravida

pada kelompok kontrol sebanyak 14 orang (23,5%), sedangkan ibu

hamil multigravida pada kelompok kasus sebanyak 71 orang (76,5%).

Pada kelompok kasus proporsi ibu hamil dengan status

perkawinan menikah 1x sebanyak 68 orang (80%), sedangkan ibu

hamil status perkawinan menikah >1x sebanyak 17 orang (20%). Pada

kelompok kontrol proporsi ibu hamil dengan status perkawinan

menikah 1x sebanyak 80 orang (94,1%), sedangkan ibu hamil status

perkawinan menikah >1x sebanyak 5 orang (5,9%).

Pada kelompok kasus proporsi ibu hamil dengan jarak

kehamilan sebelumnya <24 bulan sebanyak 10 orang (11,8%),

sedangkan ibu hamil dengan jarak kehamilan sebelumnya >24 bulan

sebanyak 75 orang (88,2%). Pada kelompok kontrol proporsi ibu

hamil dengan jarak kehamilan sebelumnya <24 bulan sebanyak 9


orang (10,6%), sedangkan ibu hamil dengan jarak kehamilan

sebelumnya >24 bulan sebanyak 76 orang (89,4%).

Pada kelompok kasus proporsi ibu hamil dengan 2 janin atau

lebih sebanyak 3 orang (3,5%), sedangkan ibu hamil dengan janin

tunggal sebanyak 82 orang (96,5%). Pada kelompok kontrol proporsi

ibu hamil dengan 2 janin atau lebih sebanyak 0 orang (0%), sedangkan

ibu hamil dengan janin tunggal sebanyak 100 orang (100%).

Pada kelompok kasus proporsi ibu hamil dengan ada riwayat

preeklampsia sebelumnya sebanyak 20 orang (23,5%), sedangkan ibu

hamil dengan tidak ada riwayat preeklampsia sebelumnya sebanyak

65 orang (76,5%). Pada kelompok kontrol proporsi ibu hamil dengan

ada riwayat preeklampsia sebelumnya sebanyak 8 orang (9,4%),

sedangkan ibu hamil dengan tidak ada riwayat preeklampsia

sebelumnya sebanyak 77 orang (90,6%).

Pada kelompok kasus proporsi ibu hamil dengan ada riwayat

penyakit hipertensi sebanyak 49 orang (57,6%), sedangkan ibu hamil

dengan tidak ada riwayat penyakit hipertensi sebanyak 36 orang

(42,4%). Pada kelompok kontrol proporsi ibu hamil dengan ada

riwayat penyakit hipertensi sebanyak 5 orang (5,9%), sedangkan ibu

hamil dengan tidak ada riwayat penyakit hipertensi sebanyak 80 orang

(94,1%).

Pada kelompok kasus proporsi ibu hamil dengan riwayat

kontrasepsi menggunakan KB hormonal sebanyak 63 orang (74,1%),

sedangkan ibu hamil dengan riwayat kontrasepsi tidak menggunakan


KB hormonal sebanyak 22 orang (25,9%). Pada kelompok kontrol

proporsi ibu hamil dengan riwayat kontrasepsi menggunakan KB

hormonal sebanyak 47 orang (55,3%), sedangkan ibu hamil dengan

riwayat kontrasepsi tidak menggunakan KB hormonal sebanyak 38

orang (44,7%).

Pada kelompok kasus proporsi ibu hamil dengan kunjungan

antenatal care lengkap sebanyak 71 orang (83,5%), sedangkan ibu

hamil dengan kunjungan antenatal care tidak lengkap sebanyak 14

orang (16,5%). Pada kelompok kontrol proporsi ibu hamil dengan

kunjungan antenatal care lengkap sebanyak 77 orang (90,6%),

sedangkan ibu hamil dengan kunjungan antenatal care tidak lengkap

sebanyak 8 orang (9,4%).

Pada kelompok kasus proporsi ibu hamil dengan pendidikan

terakhir SMP sebanyak 17 orang (20,0%), SMA sebanyak 68 orang

(80,0%). Pada kelompok kontrol proporsi ibu hamil dengan

pendidikan terakhir SMP sebanyak 7 orang (8,2%), SMA sebanyak 78

orang (91,8%).

Pada kelompok kasus proporsi ibu hamil bekerja sebanyak 55

orang (64,7%), sedangkan ibu hamil tidak bekerja sebanyak 30 orang

(35,7%). Pada kelompok kontrol proporsi ibu hamil bekerja sebanyak

31 orang (36,5%), sedangkan ibu hamil tidak bekerja sebanyak 54

orang (63,5%).

1.1.2 Hasil Analisis Bivariat


Analisis bivariat menggunakan Chi Square bertujuan untuk

mencari hubungan dua variabel dalam penelitian ini bermakna atau tidak
yaitu faktor risiko sebagai variabel bebas dan preeklampsia sebagai

variabel terikat. Analisis Odd Ratio digunakan untuk menetapkan besarnya

resiko.

1.1.2.1 Hubungan antara usia Ibu dengan Kejadian Preeklampsia


Usia ibu dikategorikan menjadi dua yaitu usia berisiko (<20 tahun

atau >35 tahun) dan usia tidak berisiko (20 tahun – 35 tahun) untuk

melihat hubungannya dengan kejadian preeklampsia.

Tabel 4.2 Hubungan Antara Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Preeklampsia di Puskesmas
Panunggangan Kota Tangerang Tahun 2020
Kejadian Preeklampsia
Total Confidence
Usia Tidak p- OR
Preeklampsia Interval 95%
Ibu Hamil Preeklampsia value

F % F % %
N Lower Upper
Berisiko
24 28,2% 6 7,1% 30 17,6%
Tidak Berisiko 0,000
61 71,8% 71 92,9% 140 82,4% 5,180 1,994 13,461
Total 85 100% 85 100% 170 100%

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 300 orang ibu

hamil dengan usia berisiko (<20 tahun atau >35 tahun) mayoritas

mengalami preeklampsia sebesar 24 orang (28,2%) dan dari 140 orang ibu

hamil dengan usia tidak berisiko (20 tahun – 35 tahun) mayoritas tidak

mengalami preeklampsia sebesar 79 orang (92,9%). Hasil analisis

didapatkan nilai p = 0,000 < 0,05 dengan demikian ada hubungan antara

usia ibu hamil dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 5,180 sehingga

dapat dinyatakan bahwa ibu hamil dengan usia berisiko (<20 tahun atau

>35 tahun) cenderung mengalami preeklampsia 5 kali lebih besar


dibandingkan ibu hamil dengan usia tidak berisiko (20 tahun – 35 tahun).

1.1.2.2 Hubungan Antara Status Gravida Dengan Kejadian Preeklampsia


Status gravida dikategorikan menjadi dua yaitu primigravida dan

multigravida untuk melihat hubungannya dengan kejadian preeklampsia.

Tabel 4.3 Hubungan Status Gravida dengan Kejadian Preeklampsia di Puskesmas Panung
gangan Kota Tangerang Tahun 2020
Kejadian Preeklampsia
Total Confidence
Tidak p- OR
Gravida Preeklampsia Interval 95%
Preeklampsia value

F % F % %
N Lower Upper
Primigravida 26 30,6% 14 16,5% 40 23,5%

Multigravida 59 69,4% 71 83,5% 130 76,5% 0,030


2,235 1,071 4,664
Total 85 100% 85 100% 170 100%

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 40 orang ibu hamil

primigravida mayoritas mengalami preeklampsia sebesar 26 orang (30,6%)

dan dari 130 orang ibu hamil multigravida mayoritas tidak mengalami

preeklampsia sebesar 71 orang (76,5%). Hasil analisis didapatkan nilai p =

0,030 < 0,05 dengan demikian ada hubungan antara status gravida dengan

kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang.

Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,235 sehingga dapat dinyatakan

bahwa ibu hamil primigravida cenderung mengalami preeklampsia 2 kali

lebih besar dibandingkan ibu hamil multigravida.

1.1.2.3 Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Kejadian Preeklampsia


Status perkawinan dikategorikan menjadi dua yaitu ibu hamil

menikah 1x dan ibu hamil menikah lebih dari 1x untuk melihat

hubungannya dengan kejadian preeklampsia.

Tabel 4.4 Hubungan Status Perkawinan dengan Kejadian Preeklampsia di Puskesmas Pan
unggangan Kota Tangerang Tahun 2020
Kejadian Preeklampsia
Total Confidence
Status Tidak p- OR
Preeklampsia Interval 95%
Perkawinan Preeklampsia value

F % F % %
N Lower Upper
Menikah 1x 68 80,0% 80 94,1% 148 87,1%
0,006
Menikah lebih 0,250 0,88 0,713
17 20% 5 5,9% 22 12,9%
dari 1x

Total 85 100% 85 100% 170 100%

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 148 orang ibu

hamil dengan status perkawinan menikah 1x mayoritas tidak mengalami

preeklampsia sebesar 80 orang (94,1%) dan dari 22 orang ibu hamil

dengan status perkawinan menikah lebih dari 1x mayoritas mengalami

preeklampsia sebesar 17 orang (20%). Hasil analisis didapatkan nilai p =

0,006 < 0,05 dengan demikian ada hubungan antara status perkawinan

dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota

Tangerang. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 0,250 sehingga dapat

dinyatakan bahwa ibu hamil dengan status perkawinan menikah 1x

memiliki peluang atau resiko mengalami preeklampsia 2 kali lebih kecil

dibandingkan ibu hamil dengan status perkawinan menikah lebih dari 1x.

Yang artinya jika nilai OR < 1 menunjukkan ada hubungan yang antagonis

atau faktor status perkawinan sebagai pencegah terhadap kejadian

preeklampsia.

1.1.2.4 Hubungan Jarak Kehamilan Sebelumnya Dengan Kejadian


Preeklampsia
Jarak kehamilan sebelumnya dikategorikan menjadi dua yaitu dekat
(<24 bulan) dan jauh (>24 bulan) untuk melihat hubungannya dengan

kejadian preeklampsia.

Tabel 4.5 Hubungan Jarak Kehamilan Sebelumnya dengan Kejadian Preeklampsia di Pusk
esmas Panunggangan Kota Tangerang Tahun 2020
Kejadian Preeklampsia
Total Confidence
Tidak p- OR
Gravida Preeklampsia Interval 95%
Preeklampsia value

F % F % %
N Lower Upper
Dekat (<24 bulan) 10 11,8% 9 11,2% 19 11,2%

Jauh (>24 bulan) 75 88,2% 76 88,2% 151 88,8% 0,808


1,126 0,433 2,927
Total 85 100% 85 100% 170 100%

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 19 orang ibu hamil

dengan jarak kehamilan sebelumnya < 24 bulan mayoritas mengalami

preeklampsia sebesar 10 orang (11,8%) dan dari 151 orang ibu hamil

dengan jarak kehamilan sebelumnya > 24 bulan mayoritas tidak

mengalami preeklampsia sebesar 76 orang (88,2%). Hasil analisis

didapatkan nilai p = 0,808 > 0,05 dengan demikian tidak ada hubungan

antara jarak kehamilan sebelumnya dengan kejadian preeklampsia di

Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang.

1.1.2.5 Hubungan Kehamilan Ganda Dengan Kejadian Preeklampsia


Kehamilan ganda dikategorikan menjadi dua yaitu ibu hamil

dengan jumlah janin dua atau lebih dan ibu hamil dengan jumlah janin

tunggal untuk melihat hubungannya dengan kejadian preeklampsia.

Tabel 4.6 Hubungan Kehamilan Ganda dengan Kejadian Preeklampsia di Puskesmas Panun
ggangan Kota Tangerang Tahun 2020
Kejadian Preeklampsia
Total Confidence
Kehamilan Tidak p- OR
Preeklampsia Interval 95%
Ganda Preeklampsia value

F % F % %
N Lower Upper
Ya (janin 2 atau
3 3,5% 0 0% 3 1,8%
lebih)

Tidak (Janin 0,081


82 96,5% 85 83,0% 167 98,2% 2,037 1,745 2,377
tunggal)

Total 85 100% 85 100% 170 100%

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 3 orang ibu hamil

dengan janin dua atau lebih mayoritas mengalami preeklampsia sebesar 3

orang (3,5%) dan dari 166 orang ibu hamil dengan janin tunggal mayoritas

tidak mengalami preeklampsia sebesar 85 orang (88,2%). Hasil analisis

didapatkan nilai p = 0,081 > 0,05 dengan demikian tidak ada hubungan

antara kehamilan ganda dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas

Panunggangan Kota Tangerang.

1.1.2.6 Hubungan Riwayat Preeklampsia Dengan Kejadian Preeklampsia


Riwayat Preeklampsia dikategorikan menjadi dua yaitu ibu hamil

mempunyai riwayat preeklampsia dan ibu hamil tidak mempunyai riwayat

preeklampsia untuk melihat hubungannya dengan kejadian preeklampsia.

Tabel 4.7 Hubungan Riwayat Preeklampsia dengan Kejadian Preeklampsia di Puskesmas Pa


nunggangan Kota Tangerang Tahun 2020
Kejadian Preeklampsia
Total Confidence
Riwayat Tidak p- OR
Preeklampsia Interval 95%
Preeklampsia Preeklampsia value

F % F % %
N Lower Upper
Ya 20 23,55 8 9,4% 28 16,5% 0,013 2,962 1,224 7,168

Tidak 65 76,5% 77 90,6% 142 83,5%

Total 85 100% 85 100% 170 100%


Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 28 orang ibu hamil

yang mempunyai riwayat preeklampsia mayoritas mengalami

preeklampsia sebesar 20 orang (23,55%) dan dari 142 orang ibu hamil

yang tidak mempunyai riwayat preeklampsia mayoritas tidak mengalami

preeklampsia sebesar 77 orang (90,6%). Hasil analisis didapatkan nilai p =

0,013 < 0,05 dengan demikian ada hubungan antara riwayat preeklampsia

dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota

Tangerang. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,962 sehingga dapat

dinyatakan bahwa ibu hamil dengan riwayat preeklampsia cenderung

mengalami preeklampsia 2 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang

tidak mempunyai riwayat preeklampsia.

1.1.2.7 Hubungan Riwayat Hipertensi Dengan Kejadian Preeklampsia


Riwayat penyakit kronis dikategorikan menjadi dua yaitu ibu hamil

mempunyai riwayat penyakit kronis dan ibu hamil tidak mempunyai

riwayat penyakit kronis untuk melihat hubungannya dengan kejadian

preeklampsia.

Tabel 4.8 Hubungan Riwayat Penyakit Kronis dengan Kejadian Preeklampsia di Puskesmas
Panunggangan Kota Tangerang Tahun 2020
Kejadian Preeklampsia
Riwayat Total Confidence
Tidak p- OR
Penyakit Preeklampsia Interval 95%
Preeklampsia value
Hipertensi
F % F % %
N Lower Upper
Ya 49 57,6% 5 5,9% 54 31,8%

Tidak 36 42,4% 80 94,1% 116 68,2% 0,000


21,778 8,006 59,240
Total 85 100% 85 100% 170 100%
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 54 orang ibu hamil

yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi mayoritas mengalami

preeklampsia sebesar 49 orang (57,6%) dan dari 116 orang ibu hamil yang

tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi mayoritas tidak mengalami

preeklampsia sebesar 80 orang (94,1%). Hasil analisis didapatkan nilai p =

0,000 < 0,05 dengan demikian ada hubungan antara riwayat penyakit

hipertensi dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 21,778 sehingga

dapat dinyatakan bahwa ibu hamil dengan riwayat penyakit hipertensi

cenderung mengalami preeklampsia 21 kali lebih besar dibandingkan ibu

hamil yang tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi.

1.1.2.8 Hubungan Riwayat Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian


Preeklampsia
Riwayat kontrasepsi hormonal dikategorikan menjadi dua yaitu ibu

hamil mempunyai riwayat menggunakan kontrasepsi hormonal dan ibu

hamil tidak mempunyai riwayat menggunakan kontrasepsi hormonal

untuk melihat hubungannya dengan kejadian preeklampsia.

Tabel 4.9 Hubungan Riwayat Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian Preeklampsia di Pus
kesmas Panunggangan Kota Tangerang Tahun 2020
Kejadian Preeklampsia
Riwayat Total Confidence
Tidak p- OR
Kontrasepsi Preeklampsia Interval 95%
Preeklampsia value
Hormonal
F % F % %
N Lower Upper
Ya 63 74,1% 47 55,3% 110 64,7%

Tidak 22 25,9% 38 44,7% 60 35,3% 0,010


2,315 1,212 4,421
Total 85 100% 85 100% 170 100%
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 110 orang ibu

hamil yang mempunyai riwayat menggunakan kontrasepsi hormonal

mayoritas mengalami preeklampsia sebesar 63 orang (74,1%) dan dari 60

orang ibu hamil yang tidak mempunyai riwayat menggunakan kontrasepsi

hormonal mayoritas tidak mengalami preeklampsia sebesar 38 orang

(44,7%). Hasil analisis didapatkan nilai p = 0,010 < 0,05 dengan demikian

ada hubungan antara riwayat menggunakan kontrasepsi hormonal dengan

kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang.

Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,315 sehingga dapat dinyatakan

bahwa ibu hamil dengan riwayat menggunakan kontrasepsi hormonal

cenderung mengalami preeklampsia 2 kali lebih besar dibandingkan ibu

hamil yang tidak mempunyai riwayat menggunakan kontrasepsi hormonal.

1.1.2.9 Hubungan Frekuensi Antenatal Care Dengan Kejadian Preeklampsia


Frekuensi antenatal care dikategorikan menjadi dua yaitu ibu

hamil dengan frekuensi antenatal care lengkap dan ibu hamil dengan

frekuensi antenatal care tidak lengkap untuk melihat hubungannya dengan

kejadian preeklampsia.

Tabel 4.10 Hubungan Frekuensi Antenatal Care dengan Kejadian Preeklampsia di Puskesma
s Panunggangan Kota Tangerang Tahun 2020
Kejadian Preeklampsia
Total Confidence
Tidak p- OR
Frekuensi ANC Preeklampsia Interval 95%
Preeklampsia value

F % F % %
N Lower Upper
Lengkap 71 83,5% 77 90,6% 148 87,1%

Tidak Lengkap 14 16,5% 8 9,4% 22 12,9% 0,170


0,527 0,209 1,331
Total 85 100% 85 100% 170 100%
Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari 148 orang ibu

hamil dengan frekuensi antenatal care lengkap mayoritas mengalami tidak

preeklampsia sebesar 77 orang (90,6%) dan dari 22 orang ibu hamil

dengan frekuensi antenatal care tidak lengkap mayoritas mengalami

preeklampsia sebesar 14 orang (16,5%). Hasil analisis didapatkan nilai p =

0,170 > 0,05 dengan demikian tidak ada hubungan antara frekuensi

antenatal care dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang.

1.1.2.10 Hubungan Pendidikan Ibu Hamil Dengan Kejadian Preeklampsia


Riwayat pendidikan ibu hamil dikategorikan menjadi SD, SMP dan

SMA untuk melihat hubungannya dengan kejadian preeklampsia. Dalam

penelitian ini pendidikan ibu hamil dikategorikan menjadi 2 yaitu SMP

dan SMA.

Tabel 4.11 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Preeklampsia di Puskesmas Panunggang


an Kota Tangerang Tahun 2020
Kejadian Preeklampsia
Total Confidence
Pendidikan Tidak p- OR
Preeklampsia Interval 95%
Terakhir Preeklampsia value

F % F % %
N Lower Upper
SMP 17 20,0% 7 8,2% 24 14,1%

SMA 68 80,0% 78 91,8% 146 85,9% 0,028


2,786 1,090 7,120
Total 85 100% 85 100% 170 100%

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan bahwa dari 24 orang ibu

hamil yang mempunyai pendidikan SMP mayoritas mengalami

preeklampsia sebesar 17 orang (20,0%) dan dari 146 orang ibu hamil yang
mempunyai pendidikan SMA mayoritas tidak mengalami preeklampsia

sebesar 78 orang (91,8%). Hasil analisis didapatkan nilai p = 0,028 < 0,05

dengan demikian ada hubungan antara pendidikan ibu hamil dengan

kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang.

Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,786 sehingga dapat dinyatakan

bahwa ibu hamil dengan pendidikan terakhir SMP cenderung mengalami

preeklampsia 2 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang mempunyai

pendidikan terakhir SMA.

1.1.2.11 Hubungan Status Pekerjaan Ibu Hamil Dengan Kejadian


Preeklampsia
Status pekerjaan ibu hamil dikategorikan menjadi ibu hamil bekerja

dan ibu hamil tidak bekerja untuk melihat hubungannya dengan kejadian

preeklampsia.

Tabel 4.12 Hubungan Status Pekerjaan dengan Kejadian Preeklampsia di Puskesmas Panun
ggangan Kota Tangerang Tahun 2020
Kejadian Preeklampsia
Total Confidence
Tidak p- OR
Status Pekerjaan Preeklampsia Interval 95%
Preeklampsia value

F % F % %
N Lower Upper
Bekerja 55 64,7% 31 36,5% 86 56,6%

Tidak Bekerja 30 35,3% 54 63,5% 84 49,4% 0,000


3,194 1,706 5,977
Total 85 100% 85 100% 170 100%

Berdasarkan tabel 4.12 menunjukkan bahwa dari 86 orang ibu

hamil yang bekerja mayoritas mengalami preeklampsia sebesar 55 orang

(64,7%) dan dari 84 orang ibu hamil yang tidak bekerja mayoritas tidak

mengalami preeklampsia sebesar 54 orang (63,5%). Hasil analisis


didapatkan nilai p = 0,000 < 0,05 dengan demikian ada hubungan antara

status pekerjaan ibu hamil dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas

Panunggangan Kota Tangerang. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar

3,194 sehingga dapat dinyatakan bahwa ibu hamil yang bekerja cenderung

mengalami preeklampsia 3 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang

tidak bekerja.

1.2 Pembahasan Penelitian


1.2.1 Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Preeklampsia
Faktor risiko yang diteliti dalam penelitian ini adalah status

reproduksi ibu yang meliputi usia, status gravida, jarak kehamilan, status

perkawinan, dan kehamilan kehamilan ganda. Status kesehatan ibu yang

meliputi riwayat preeklampsia, riwayat penyakit hipertensi. Karakteristik

ibu yang meliputi pendidikan dan status pekerjaan. Hasil dari penelitian

faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1.2.1.1 Faktor Usia


Dari hasil analisis penelitian didapatkan nilai p = 0,000 < 0,05

dengan demikian ada hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian

preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang. Adapun nilai

Odds Ratio (OR) sebesar 5,180 (95% CI 1,994 – 13,461) sehingga dapat

dinyatakan bahwa ibu hamil dengan usia berisiko (<20 tahun atau >35

tahun) cenderung mengalami preeklampsia 5 kali lebih besar

dibandingkan ibu hamil dengan usia tidak berisiko (20 tahun – 35 tahun).

Hasil ini sejalan dengan penelitian Sri Fujiastuti (2018)

menunjukan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini

memiliki usia yang tidak berisiko yaitu usia 20-35 tahun sebesar 55,0%
pada kelompok kasus dan 76,2% pada kelompok kontrol. Hasil penelitian

ini didukung sesuai dengan hasil penelitian terdahulu Sumarni (2014)

menunjukan bahwa sebagian besar responden berumur 20-35 tahun

sebanyak 57,6%.

Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang sangat penting.

Usia berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga

mempengaruhi status kesehatan. Usia reproduksi sehat dikenal bahwa usia

yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20 – 35 tahun.

Usia ibu yang terlalu muda saat hamil <20 tahun akan memicu resiko

kegawatan perinatal karena ketidaksiapan anatomi, fisiologi, dan status

mental ibu dalam menerima kehamilan. Usia ibu yang terlalu tua saat

hamil >35 tahun mengakibatkan gangguan fungsi organ general karena

proses degenerasi salah satunya organ reproduksi. Proses degenerasi

organ reproduksi karena usia akan berdampak langsung pada kondisi ibu

saat menjalani proses kehamilan dan persalinan yang salah satunya adalah

preeklampsia (Sumarni, 2014).

Asumsi peneliti, mayoritas responden yang mengalami

preeklampsia adalah usia berisiko yaitu <25 tahun atau >35 tahun.

Menurut teori diatas usia reproduksi sehat dikenal bahwa usia yang aman

untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-35 tahun, karena ibu hamil

<20 tahun mudah mengalami kenaikan tekanan darah dan lebih cepat

menimbulkan kejang. Selain itu usia <20 tahun keadaan alat reproduksi

belum siap untuk kehamilan. Rahim belum siap mampu untuk

memberikan perlindungan kehamilan dan secara psikologis mental juga


belum siap dan matang. Sedangkan usia ibu >35 tahun seiring

bertambahnya usia rentan untuk terjadinya peningkatan tekanan darah.

Usia ibu yang terlalu tua saat hamil juga mengakibatkan gangguan fungsi

organ general karena proses degenerasi salah satunya organ reproduksi.

Oleh karena itu, apabila usia ibu saat hamil termasuk usia yang berisiko

maka ibu harus melakukan pemeriksaan antenatal terpadu dan melakukan

konseling kesehatan ke pelayanan kesehatan. Hal tersebut dilakukan untuk

mencegah dan melakukan penanganan yang tepat apabila terjadi

preeklampsia selama kehamilan.

1.2.1.2 Faktor Status Gravida


Dari hasil analisis penelitian didapatkan nilai p = 0,030 < 0,05

dengan demikian ada hubungan antara status gravida dengan kejadian

preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang. Adapun nilai

Odds Ratio (OR) sebesar 2,235 (95%CI 1,071 – 4,664) sehingga dapat

dinyatakan bahwa ibu hamil primigravida cenderung mengalami

preeklampsia 2 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil multigravida.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Denantika dkk (2015)

menunjukkan proporsi ibu primigravida yang menderita preeklampsia 1,52

kali lebih banyak daripada ibu primigravida yang tidak preeklampsia.

Hasil ini juga didukung oleh penelitian Rozikhan (2007) penelitian case

control yang dilakukan menunjukkan hubungan yang signifikan dan

disimpulkan bahwa ibu primigravida mempunyai faktor risiko menderita

preeklampsia 2,2 kali lebih besar dibandingkan multigravida.

Primigravida lebih berisiko untuk mengalami preeklampsia dari


pada multigravida karena preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang

pertama kali terpapar virus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita

tersebut mekanisme imunologik pembentukan blocking antibody yang

dilakukan oleh HLA-G (Human Leukocyte Antigen G) terhadap antigen

plasenta belum terbentuk secara sempurna, sehingga proses implantasi

trofoblas ke jaringan desidua ibu menjadi terganggu. Primigravida juga

rentan mengalami stres dalam menghadapi persalinan yang akan

menstimulasi tubuh untuk mengeluarkan kortisol. Efek kortisol adalah

meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan tekanan darah

juga akan meningkat (Grum,dkk, 2017).

Asumsi peneliti dari hasil penelitian ini diketahui bahwa mayoritas

ibu hamil primigravida mengalami preeklampsia sedangkan ibu hamil

multigravida mayoritas tidak mengalami preeklampsia. Sesuai teori diatas

primigravida merupakan salah satu faktor risiko preeklampsia karena ibu

hamil primigravida pertama kali terpajan virus korion dan adanya

inkompetensi imunologis antara fetoplasenta dan jaringan maternal. Oleh

karena itu, ibu hamil primigravida harus melakukan pemeriksaan antenatal

terpadu dan mendapatkan konseling kesehatan di pelayanan kesehatan. Hal

tersebut dilakukan untuk mencegah dan melakukan penanganan yang tepat

apabila terjadi preeklampsia selama kehamilan.

1.2.1.3 Faktor Status Perkawinan


Dari hasil penelitian didapatkan nilai p = 0,006 < 0,05 dengan

demikian ada hubungan antara status perkawinan dengan kejadian

preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang. Adapun nilai

Odds Ratio (OR) sebesar 0,250 (95%CI 0,088 – 0,713) sehingga dapat
dinyatakan bahwa ibu hamil dengan status perkawinan menikah 1x

memiliki peluang atau resiko mengalami preeklampsia 2 kali lebih kecil

dibandingkan ibu hamil dengan status perkawinan menikah lebih dari 1x.

Yang artinya jika nilai OR < 1 menunjukkan ada hubungan yang antagonis

atau faktor status perkawinan dianggap sebagai pencegah terhadap

kejadian preeklampsia.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Diki (2019) Hasil penelitian

menunjukkan mayoritas responden adalah status perkawinan pertama

sebanyak 87,5%. Dan 12,5% responden adalah perkawinan kedua yang

telah mempunyai anak dari perkawinan sebelumnya. Beberapa studi

epidemiologi telah melaporkan bahwa preeklampsia tampaknya

berhubungan erat dengan paradigma “ayah baru” atau primipaternitas,

yang dipengaruhi oleh sistem imunologi berkaitan dengan interaksi ayah

dan ibu. Sebuah studi melaporkan bahwa baik pada primipara maupun

multipara dengan pasangan baru, yang terjadi konsepsi pada 4 bulan

pertama kohabitasi seksual (hidup bersama secara seksual), akan

menimbulkan risiko berkembangnya hipertensi dalam kehamilan (insiden

40-50%).

Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru meningkatkan

risiko preeklampsia. Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru

dianggap sebagai faktor risiko, walaupun bukan nulipara karena risiko

meningkat pada wanita yang memiliki paparan rendah terhadap sperma

(POGI, 2016).

Asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian status perkawinan


dianggap sebagai pencegah terhadap kejadian preeklampsia. Ibu hamil

multigravida dengan kehamilan pertama oleh pasangan baru mempunyai

resiko yang dapat menurun secara linier atau menjadi sangat rendah jika

ibu terpapar sperma baru lebih dari 1 tahun. Untuk mengantisipasi dan

mencegah kejadian preeklampsia tersebut kita sebagai bidan dapat

melakukan konseling edukasi untuk ibu hamil pertama dengan pasangan

baru agar menunda kehamilan minimal 1 tahun untuk mencegah resiko ibu

menderita preeklampsia kehamilan.

1.2.1.4 Faktor Jarak Kehamilan


Dari hasil penelitian didapatkan hasil analisis didapatkan nilai p =

0,808 > 0,05 dengan demikian tidak ada hubungan antara jarak kehamilan

sebelumnya dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 1,126 (95%CI

0,433 – 2,927).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rozikhan

(2007), menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara jarak kehamilan <

2 tahun dengan kejadian preeklampsia (p value = 0,841, OR = 0,92, 95%

CI:0,4–2,07). Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Sri

Fujiastuti (2018) pada variabel jarak kehamilan, mayoritas memiliki jarak

kehamilan ≥ 24 bulan atau ≥2 tahun yakni 55% pada kelompok kasus dan

51,2% pada kelompok kontrol. Jarak kehamilan memilki nilai p yang

didapat melalui uji statistik adalah 0,698. Nilai tersebut menunjukan tidak

ada hubungan signifikan antara jarak kehamilan dengan kejadiaan


preeklampsia. Nilai OR yang didapat adalah 1,163(0,543-2,490).

Jarak yang aman bagi wanita untuk melahirkan kembali paling

sedikit 2 tahun. Hal ini agar wanita dapat pulih setelah masa kehamilan

dan laktasi. Ibu yang hamil lagi sebelum 2 tahun sejak kelahiran anak

terakhir seringkali mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan. Pada

ibu dengan jarak kehamilan >5 tahun lapisan otot arteri spiralis menjadi

tetap kaku dan keras. Lumen arteri spiralis tidak memungkinkan

mengalami distensi dan vasodilatasi sehingga terjadi hipoksia dan iskemia

plasenta yang mendasari terjadinya preeklampsia (Saifuddin, 2014).

Asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian selama kehamilan

sumber biologis dalam tubuh ibu terpakai secara sistematis dan untuk

kehamilan berikutnya dibutuhkan waktu 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu

kembali seperti kondisi sebelumnya. Apabila terjadi kehamilan sebelum 2

tahun, kesehatan ibu akan mundur secara progresif. Jarak yang aman bagi

wanita untuk melahirkan kembali paling sedikit 2 tahun, agar wanita dapat

pulih setelah masa kehamilan dan laktasi. Ibu yang hamil lagi sebelum 2

tahun sejak kelahiran anak terakhir seringkali mengalami komplikasi

kehamilan dan persalinan. Wanita dengan jarak kelahiran <2 tahun

mempunyai risiko dua kali lebih besar mengalami kematian dibandingkan

jarak kelahiran yang lebih lama.

1.2.1.5 Faktor Kehamilan ganda


Dari hasil penelitian didapatkan hasil analisis didapatkan nilai p =

0,081 > 0,05 dengan demikian tidak ada hubungan antara kehamilan ganda

dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota

Tangerang. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,037 (95%CI 1,745 –
2,377).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yulianti (2018)

mayoritas responden memiliki kehamilan tunggal, dan hanya 1 responden

(3,1 %) dengan kehamilan kembar. Kehamilan multipel berisiko 2,96 kali

terjadinya preeklampsia, 3,17 kali berisiko menderita preeklampsia berat

dan 12,72 kali berisiko menderita preeklampsia dini / sebelum usia

kehamilan 34 minggu. Hasil penelitian ini juga didukung penelitian

Raudhatun (2015) berdasarkan uji stastistik didapatkan p-value = 0,068 >

0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak ada pengaruh faktor risiko

kehamilan ganda terhadap kejadian preeklampsia pada ibu bersalin di

rumah sakit umum Meuxara Banda Aceh tahun 2015.

Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan

dua janin atau lebih. Kehamilan kembar adalah satu kehamilan dengan dua

janin. Kehamilan kembar dapat memberikan risiko yang lebih tinggi

terhadap bayi dan ibu. Pertumbuhan janin ganda lebih sering mengalami

gangguan dibandingkan janin tunggal seperti kejadian preeklamsia akibat

adanya beban penambahan sirkulasi darah ke janin (Cuningham, 2014)

Asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

berbeda dengan teori yang ada dimana wanita dengan kehamilan kembar

berisiko mengalami preeklampsia karena mungkin disebabkan karena

masih rendahnya kehamilan ganda pada ibu. Adanya peningkatan oleh

massa plasenta dan produksi hormon slah satu penyebab timbulnya

preeklampsia pada ibu hamil dengan janin dua atau lebih. Kemudian

sering mengalami gangguan seperti beban penambahan sirkulasi darah ke


janin. Hal inilah yang menjadi faktor terjadinya preeklampsia pada

kehamilan ganda.

1.2.1.6 Faktor Risiko Riwayat Preeklampsia


Dari hasil penelitian didapatkan hasil analisis didapatkan nilai p =

0,013 < 0,05 dengan demikian ada hubungan antara riwayat preeklampsia

dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota

Tangerang. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,962 (95%CI 1,224 –

7,168).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2014) hasil

uji chi-square ternyata ada sel yang nilai harapan kurang dari 5 sehingga

yang dibaca adalah Fisher exact. Nilai exact test diperoleh nilai p = 0,01<

0,05 berdasarkan nilai tersebut maka disimpulkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara riwayat preeklampsia ibu dengan resiko terjadinya

preeklampsia. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Septiasih (2017) di

RSUD Gunung Kidul bahwa seorang ibu hamil yang mempunyai riwayat

preeklampsia mempunyai kecenderungan untuk mengalami preeklampsia

berat (p=0,041).

Hubungan sistem imun dengan preeklampsia menunjukkan bahwa

faktor-faktor imunologi memainkan peran penting dalam perkembangan

preeklampsia. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa

membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh

peningkatan insiden preeklampsia-eklampsia pada ibu baru (pertama kali

terpapar jaringan janin) dan pada ibu hamil dari pasangan yang baru

(materi genetik yang berbeda) (Cuningham, 2014).

Asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian ini ibu hamil yang


mempunyai riwayat preeklampsia sebelumnya cenderung mengalami

preeklampsia dikehamilan berikutnya karena ibu hamil sudah mempunyai

riwayat hipertensi dan pada saat kehamilan selanjutnya keadaan ini akan

memperberat keadaan ibu, sehingga ibu hamil yang memiliki riwayat

preeklampsia sebelumnya harus mewaspadai kemungkinan terjadinya

preeklampsia dikehamilan selanjutnya dengan cara melakukan kunjungan

antenatal care secara terpadu di fasilitas kesehatan.

1.2.1.7 Faktor Riwayat Penyakit Hipertensi


Dari hasil penelitian didapatkan nilai p = 0,000 < 0,05 dengan

demikian ada hubungan antara riwayat penyakit kronis dengan kejadian

preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang. Adapun nilai

Odds Ratio (OR) sebesar 21,778 (95%CI 8,006 – 59,240).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rozikhan (2007)

hasil uji kai kuadrat diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan

antara ibu yang mempunyai riwayat hipertensi dengan terjadinya

preeklampsia berat (p=0,042). Hasil penelitian ini didukung dengan

penelitian Sri Fujiastuti (2018) hasil uji statistik dengan uji chi square

menunjukan bahwa nilai p = 0,000 < α = 0,05 terdapat hubungan yang

signifikan antara penyakit hipertensi dengan kejadian preeklampsia.

Salah satu faktor terjadinya preeklampsia atau eklampsia adalah

adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi

sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan

hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira

sepertiga diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah

kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain (Cuningham, 2014).


Asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian ini adalah angka

kejadian preeklampsia/eklampsia akan meningkat pada hipertensi kronis,

karena pembuluh darah plasenta sudah mengalami gangguan. Faktor

predisposisi terjadinya preeklampsia adalah hipertensi kronik dan riwayat

keluarga dengan preeklampsia/eklampsia. Bila ibu sebelumnya sudah

menderita hipertensi maka keadaan ini akan memperberat keadaan ibu.

Sehingga bagi ibu yang hamil dengan memiliki riwayat hipertensi harus

mewaspadai kemungkinan terjadinya preeklampsia dengan cara

melakukan antenatal care yang optimal. Hal tersebut dilakukan untuk

mencegah terjadinya preeklampsia dan menjaga kesehatan ibu dan janin,

baik pada saat kehamilan, persalinan, maupun masa nifas (0-42 hari) dan

neonatus (0-28 hari).Faktor resiko juga dapat terdeteksi sehingga

penanganan dapat dilakukan dengan cepat dan tepatdan rujukan dapat

dilakukan sedini mungkin.

1.2.1.8 Faktor Riwayat Kontrasepsi Hormonal


Dari hasil penelitian didapatkan nilai p = 0,010 < 0,05 dengan

demikian ada hubungan antara riwayat menggunakan kontrasepsi

hormonal dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,315 (CI95%

1,212 – 4,421).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rizky (2016)

analisis Chi-square menunjukkan kontrasepsi berhubungan dengan

terjadinya preeklampsia ringan pada ibu hamil dengan nilai signifikansi

0,019. Nilai odds ratio adalah 5,636 artinya ibu aseptor KB sebelum hamil

memiliki kecenderungan untuk terkena preeklampsia ringan 5,636 kali


dibandingkan dengan bukan aseptor KB sebelum hamil. Penelitian ini

didukung dengan penelitian Sri Suryani (2018) hasil uji statistik diperoleh

nilai p = 0,045 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan

antara penggunaan KB dengan kejadian hipertensi dalam kehamilan.

Kontrasepsi hormonal (suntik) diperkirakan dapat menyebabkan

peningkatan tekanan darah karena reaksi terhadap estrogen meningkatkan

kadar substrat renin. Substrat renin (protein plasma) adalah suatu globulin

yang disebut bahan renin bahan renin (angiotensinogen) untuk melepaskan

angiotensi I. Angiotensi I memiliki sifat vasokontriktor yang ringan

sehingga dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensi I maka

terbentuklah angiotensi II. Selama angiotensi II dalam darah, maka

mempunyai pengaruh sebagai vasokontriktsi pada arterio dalam darah

yang dapat meningkatkan tahanan perifer sehingga mengakibatkan

terjadinya peningkatan tekanan arteri, dimana tekanan arteri inilah yang

akan mempengaruhi peningkatan tekanan darah pada seseorang.

Asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian pemakaian kontrasepsi

pada sebelum kehamilan berpengaruh signifikan terhadap kejadian

preeklampsia pada kehamilan. Ibu yang ber-KB akan lebih jarang

melahirkan dibandingkan dengan ibu yang tidak ber-KB. Kontrasepsi

hormonal berupa pil KB sebagian besar mengandung hormon estrogen dan

progesteron yang telah diatur sedemikian rupa sehingga mendekati kadar

hormon dalam tubuh akseptor namun bila digunakan dalam jangka waktu

yang lama akan timbul efek samping. Kedua hormon tersebut

mempermudah retensi ion natrium dan sekresi air disertai kenaikan


aktivitas renin plasma dan pembentukan angiontensin sehingga dapat

memicu terjadinya peningkatan tekanan darah. Kepada ibu hamil

disarankan untuk menghindari aktifitas fisik yang berlebihan, menghindari

stress, menjaga status gizi selama kehamilan dengan cara mengkonsumsi

makanan yang bergizi, istirahat yang cukup dan relaksasi selama

kehamilan.

1.2.1.9 Faktor Frekuensi Antenatal Care


Dari hasil penelitian didapatkan nilai p = 0,170 > 0,05 dengan

demikian tidak ada hubungan antara pendidikan ibu hamil dengan kejadian

preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang. Adapun nilai

Odds Ratio (OR) sebesar 0,170 (CI95% 0,209 – 1,331).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Irfana (2019)

berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai sig = 0,07. Dengan

demikian nilai sig (0,07) > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Ha diterima,

sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara kepatuhan ANC

dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil trimester III di UPT

Puskesmas Toroh I Kabupaten Grobogan. Penelitian ini di dukung

penelitian Rozikhan (2007) hasil uji kai kuadrat diperoleh bahwa tidak

ada perbedaan yang bermakna antara ibu yang pernah mengikuti KB

dengan terjadinya preeklampsia berat (p=0,101).

Asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian adalah kepatuhan

ibu hamil preeklamsia dalam pemanfaatan layanan antenatal care adalah

bagaimana praktek ibu hamil preeklamsia dalam mentaati peraturan yang

telah ditetapkan oleh tenaga kesehatan saat melakukan antenatal care.

Perilaku kepatuhan sebagai variabel dependen/terikat dihubungkan dengan


variabel independen/bebas, yaitu terdiri dari karakteristik, pengetahuan,

sikap, persepsi, akseptabilitas dan dukungan (tenaga kesehatan, suami dan

keluarga / orang tua). Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat

menemukan tanda-tanda dini preeklampsia, untuk itu harus dilakukan

penanganan semestinya. Karena preeclampsia biasanya tidak

mengemukakan keluhan dan jarang memperhatikan tanda-tanda

preeklampsia yang sudah terjadi, maka deteksi dini keadaan ini

memerlukan pengamatan yang cermat dengan masa-masa interval yang

tepat.

1.2.1.10 Faktor Pendidikan Ibu


Dari hasil penelitian didapatkan didapatkan nilai p = 0,028 < 0,05

dengan demikian ada hubungan antara pendidikan ibu hamil dengan

kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang.

Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,786 (CI95% 1,090 – 7,120).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Vistra (2018) hasil

penelitian menunjukan untuk ibu berpendidikan dasar (SD-SMP) memiliki

resiko untuk mengalami preeklampsia saat hamil sebesar 4.1 kali dan

memiliki hubungan yang signifikan (p=0.004). Penelitian ini didikung

hasil penelitian Marlina (2019) Hasil analisis statistik dengan uji Odd

Ratio, Berdasarkan hasil Risk Estimate diperoleh nilai p value untuk Odd

Ratio (OR) = 3.215 (95% CI = 1.150 - 8.987). Hal ini menunjukkan bahwa

nilai OR > 1 yang artinya ada hubungan antara pendidikan ibu dengan

kejadian preeklampsia pada ibu hamil. Dimana pendidikan tinggi

berpeluang mengalami preeklampsia sebesar 3.215 kali dibandingkan

dengan pendidikan rendah.


Tingkat pendidikan ibu hamil, bersalin, dan nifas yang rendah akan

mempengaruhi penerimaan informasi tentang pencegahan terjadinya

preeklampsia, maka akan menjadi terbatas dan berdampak menyebabkan

preeklampsia. Semakin tinggi pendidikan maka kemampuan untuk

memperoleh dan menyerap informasi akan semakin baik khususnya

tentang preeklampsia sehingga kejadiaan preeklampsia dapat dicegah dan

diminimalisir (Saifudin, 2014).

Asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian pendidikan merupakan

salah satu faktor risiko preeklampsia, dimana pendidikan rendah tergolong

ke dalam faktor risiko masyarakat yang mengalami preeklampsia. Pada

umumnya orang yang berpendidikan (dalam hal ini orang yang menempuh

pendidikan formal) mempunyai risiko lebih kecil terkena penyakit atau

masalah kesehatan lainnya dibandingkan dengan masyarakat yang awam

dengan kesehatan. Selain itu, dipandang dari segi psikologis, seseorang

yang berpendidikan tinggi diharapkan kematangan pola pikirnya lebih baik

dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah, sehingga mampu

membuat keputusan serta memecahkan permasalahan yang dihadapi,

termasuk menghadapi permasalahan dengan preeklampsia.

1.2.1.11 Faktor Status Pekerjaan Ibu


Dari hasil penelitian didapatkan didapatkan nilai p = 0,000 < 0,05

dengan demikian ada hubungan antara status pekerjaan ibu hamil dengan

kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota Tangerang.

Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 3,194 (95% CI = 1,706 – 5,977).

.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nanien (2012) bahwa

status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang signifikan terhadap


preeklampsia dengan nilai p value = 0,000 diketahui OR = 4,580 yang

berarti bahwa ibu hamil yang bekerja mempunyai risiko 4,580 kali lebih

besar mengalami preeklampsia daripada ibu hamil yang tidak bekerja.

Penelitian ini didukung hasil penelitian Rozikhan (2007) hasil uji kai

kuadrat diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan antara ibu

yang tidak bekerja dengan terjadinya preeklampsia berat (p= 0,022).

Bila dilihat dari nilai OR (95% CI) = 2,01(1,44-3,55) dapat

disimpulkan bahwa ibu hamil yang tidak bekerja mempunyai risiko

2,01 kali untuk terjadi preeklampsia berat dibandingkan dengan

seorang ibu hamil bekerja.

Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot

dan peredaran darah dalam tubuh. Begitu juga bila terjadi pada seorang

ibu hamil, dimabna peredaran darah dalam tubuh dapat terjadi seiring

dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya pembesaran

uterus. Hal ini berpengaruh kepada kerja jantung yang harus

beradaptasi dengan kehamilan. ibu yang bekerja saat hamil kerja

jantyung lebih berat mengakibatkan kenaikan tekanan darah (Hidayat,

2014).

Asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa ibu hamil yang tidak bekerja juga bersesiko mengalami

preeklampsia dalam kehamilan karena sebagai IRT juga mengalami stres,

karena mereka memiliki beberapa masalah rumah tangga yang berebeda-

beda, seperti masalah ekonomi, masalah dengan keluarga, dan kecemasan

akan kehamilan maupun persalinan. Sedangkan pada ibu yang bekerja,


mereka memiliki masalah tuntutan pekerjaan (terutama yang bekerja

sebagai buruh pabrik), hal ini lah yang mungkin menjadi faktor pemicu

terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.

1.3 Keterbatasan Penelitian


Setiap penelitian beresiko mengalami masalah-masalah serta hal-

hal yang sering tidak diharapkan terjadi. Peneliti menyadari banyak

keterbatasan dalam melakukan penelitian ini, meskipun begitu, bukan

berarti penelitian ini tidak valid. Keterbatasan dalam penelitian ini antara

lain:

a. Banyak faktor yang berhubungan dengan preeklampsia, begitu juga

dalam pengambilan sampel yang peneliti lakukan dengan cara

purposive sampling dan tidak dengan cara total sampling, hal ini

berhubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya.

b. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dimana

desain studi yang digunakan adalah “case control” dalam arti,

penelitian ini berusaha melihat kebelakang (retrospektif) yaitu data

digali dari dampak (efeknya) atau akibat yang terjadi. Tidak

diketahuinya efek variabel luar oleh keterbatasan teknis yaitu variabel

secara teknis yang sulit dikendalikan.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan Hasil Penelitian mengenai Faktor-faktor yang

Berhubungan dengan kejadian Preeklampsia Kehamilan di Puskesmas

Panunggangan Kota Tangerang Tahun 2019-2020 diperoleh hasil sebagai

berikut :

5.1.1 Faktor risiko kejadian preeklampsia pada ibu hamil di Puskesmas

Panunggangan tahun 2020 adalah usia, status gravida, status perkawinan,

riwayat preeklampsia sebelumnya, riwayat hipertensi, riwayat kontrasepsi

hormonal, pendidikan, dan pekerjaan --> hilangkan.. karena yg termasuk

faktor resiko adalah apabila menunjukkan hubungan yg signifikan..

5.1.2 Karakteristik ibu hamil di Puskesmas Panunggangan tahun 2020 yang

mengalami preeklampsia adalah usia tidak berisiko (71,8%), multigravida

(69,4%), status perkawinan menikah 1x (80%), jarak kehamilan jauh >24

bulan (88,2%), kehamilan dengan janin tunggal 96,5%, tidak ada riwayat

preeklampsia (76,5%), ada riwayat hipertensi (57,6%), riwayat kontrasepsi

hormonal (74,1%), frekuensi ANC lengkap (71%), pendidikan terakhir

SMA (80,0%), ibu hamil bekerja (64,7%).


5.1.3 Variabel yang berhubungan dengan kejadian preeklampsia :

1. Faktor Usia

Terdapat hubungan yang bermakna antara usia ibu hamil

dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota

Tangerang tahun 2020 dengan hasil analisis penelitian didapatkan

nilai p = 0,000 < 0,05. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 5,180

(95% CI 1,994 – 13,461) .

2. Faktor Status Gravida

Terdapat hubungan yang bermakna antara status gravida

dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota

Tangerang tahun 2020 dengan hasil analisis penelitian didapatkan

nilai p = 0,030 < 0,05. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,235

(95%CI 1,071 – 4,664) .

3. Faktor Status Perkawinan

Terdapat hubungan yang bermakna antara status perkawinan

dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan Kota

Tangerang tahun 2020 dengan hasil analisis penelitian didapatkan

nilai p = 0,006 < 0,05. Adapun nilai Odds Ratio (OR) sebesar 0,250

(95%CI 0,088 – 0,713).

4. Faktor Riwayat Preeklampsia

Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat

preeklampsia dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas

Panunggangan Kota Tangerang tahun 2020 dengan hasil analisis

penelitian didapatkan nilai p = 0,013 < 0,05. Adapun nilai Odds Ratio
(OR) sebesar 2,962 (95%CI 1,224 – 7,168).

5. Faktor Riwayat Penyakit Hipertensi

Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit

hipertensi dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang tahun 2020 dengan hasil analisis penelitian

didapatkan nilai p = 0,000 < 0,05. Adapun nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 21,778 (95%CI 8,006 – 59,240).

6. Faktor Riwayat Kontrasepsi Hormonal

Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat kontrasepsi

hormonal dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang tahun 2020 dengan hasil analisis penelitian

didapatkan nilai p = 0,010 < 0,05. Adapun nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 2,315 (CI95% 1,212 – 4,421).

7. Faktor Pendidikan Terakhir

Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan terakhir

ibu hamil dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang tahun 2020 dengan hasil analisis penelitian

didapatkan nilai p = 0,028 < 0,05. Adapun nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 2,786 (CI95% 1,090 – 7,120).

8. Faktor Status Pekerjaan

Terdapat hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu

hamil dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang tahun 2020 dengan hasil analisis penelitian

didapatkan nilai p = 0,000 < 0,05. Adapun nilai Odds Ratio (OR)
sebesar 3,194 (95% CI 1,706 – 5,977).

5.1.4 Variabel Yang Tidak Berhubungan Dengan Preeklampsia

1. Faktor Jarak Kehamilan

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jarak

kehamilan dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang tahun 2020 dengan hasil analisis penelitian

didapatkan nilai p = 0,808 > 0,05. Adapun nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 1,126 (95%CI 0,433 – 2,927).

2. Faktor Kehamilan Ganda

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jarak

kehamilan dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Panunggangan

Kota Tangerang tahun 2020 dengan hasil analisis penelitian

didapatkan nilai p = 0,808 > 0,05. Adapun nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 1,126 (95%CI 0,433 – 2,927).

3. Faktor Frekuensi ANC

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi

antenatal care dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas

Panunggangan Kota Tangerang tahun 2020 dengan hasil analisis

penelitian didapatkan nilai p = 0,170 > 0,05. Adapun nilai Odds Ratio

(OR) sebesar 0,170 (95%CI 0,209 – 1,331).


DAFTAR PUSTAKA --> tambah pustaka dari jurnal internasional 5 buah

terbaru ..

Afdhal, Muh dkk, 2012, Faktor Risiko Perencanaan Persalinan Terhadap


Kejadian Komplikasi Persalinan di Kabupaten Pinrang Tahun 2012.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Arikunto. S, 2016, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Badriah, L. D, 2015, Metodologi Penelitian Ilmu Kesehatan, Multazam, Bandung,


10

Bobak, Lowdermik dan Jensen. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.


Jakarta: EGC Cuningham FG, Leveno K, Bloom S, Harth J, Rouse D,
Spong C. 2014, Obstetri William Ed.23 Vol 2. Jakarta: EGC

Cici Sumiati dkk, 2016. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Pil Kb Kombinasi


Dengan Hipertensi Pada Akseptor Pil Kb Di Puskesmas Enemawira
Kabupaten Sangihe. Universitas SamRatulangi, Manado, Ed.4(1)

Djamil RM, Tahun P, Denantika O, Serudji J, Revilla G. Hubungan Status


Gravida dan Usia Ibu terhadap Kejadian. 2015;4(1):212–7.

Grum T, Seifu A, Abay M, Angesom T, Tsegay L. Determinants of pre-


eclampsia / Eclampsia among women attending delivery Services in
Selected Public Hospitals of Addis Ababa, Ethiopia : a case control study.
2017;1–7.

Kemenkes R.I.a , 2015, Permenkes Nomor XX Tentang Standar Pelayanan


Kebidanan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Manuaba, Ida Bagus Gede, 2010, Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta. EGC
Notoatmodjo S, 2017, Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto


Maternal, 2016, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan
Tata Laksana Preeklampsia. Jakarta

Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2019, Kajian Singkat Terhadap Isu
Aktual dan Strategis, Angka Kematian Ibu: Faktor Penyebab Dan Upaya
Penanganannya, Ed.14, Jakarta

Raudhatun, 2015 Pengaruh Umur, Kehamilan Ganda dan Gravida pada Kejadian
Preeklampsia di Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh , Journal of
Healthcare Technology and Medicine Vol. 2, Universitas Ubudiyah
Indonesiafile:///C:/Users/Hp/Downloads/244-153-1-SM%20(2).pdf
diunduh tanggal 02 april 2020

Rizky Pradana, 2016, Relationship Parity and Contraception with Mild


Preeclampsia at Puskesmas Jagir, Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Vol 4, (1) https://e-
journal.unair.ac.id/JBE/issue/view/369, diunduh tanggal 02 april 2020

Rozikhan. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat Di Rumah


Sakit Dr. H. Soewondo Kendal, Tesis, Program Magister Epidemiologi
UniversitasDiponegoro,Semaranghttp://eprints.undip.ac.id/18342/1/ROZ
IKHAN.pdf, diunduh tanggal 02 April 2020

Saifuddin A. 2014, Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo.

Sastroasmoro S dan SI, 2014, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:


Sagung Seto; 2014

Septiasih. 2018. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Bersalin Di Rsud
Wonosari Kabupaten Gunungkidul Tahun 2017, Skripsi, Prodi Sarjana
Terapan Kebidanan Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan,YogyakartaHttp://Eprints.Poltekkesjogja.Ac.Id/1462/1/Skripsi
%20septiasih%20full.Pdf, Diunduh Tanggal 02 April 2020

Sri Fujiastiuti, 2016, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Preeklampsia Kehamilandi Wilayah Kerja Puskesmaspamulang Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014 – 2015, Skripsi, Prodi Kesehatan
Masyarakat Uin Syarif Hidayatullah Jakarta,
Http://Repository.Uinjkt.Ac.Id/Dspace/Bitstream/123456789/29646/1/Sri
%20fuji%20astuti-Fkik.Pdf Diunduh Tanggal 02 April 2020

Sri Suryani.dkk, 2016, Riwayat Penggunaan Kontrasepsi Terhadap Kejadian


Hipertensi Dalam Kehamilan, Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas
Malahayati Bandar Lampung, Jurnal Kebidanan 10 (02) 103 – 205

Sumarni, Sri. 2014. Hubungan Gravida Ibu dengan Kejadian Preeklampsia.


Jurnal Kesehatan Wiraraja Medika,
https://www.ejournalwiraraja.com/index.php/FIK/article/view/96, diunduh
tanggal 02 Juli 2020

Yulia Nur, 2018, Hubungan Paritas Dan Pendidikan Ibu Dengan Kejadian
Preeklampsia Di Wilayah Kabupaten Semarang, DIII Kebidanan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo, Jurnal SIKLUS Volume 07
Nomor 02

LAMPIRAN

SURAT IZIN PENELITIAN


ANALISA UNIVARIAT

Preeklampsia
Cumulative Perc
Frequency Percent Valid Percent ent

Valid PREEKLAMPSIA 85 50.0 50.0 50.0

TIDAK PREEKLAMPSIA 85 50.0 50.0 100.0

Total 170 100.0 100.0

Usia
Cumulative Perc
Frequency Percent Valid Percent ent

Valid Usia Berisiko 30 17.6 17.6 17.6

Usia Tidak Berisiko 140 82.4 82.4 100.0

Total 170 100.0 100.0

Status Gravida
Cumulative Perc
Frequency Percent Valid Percent ent

Valid Primigravida 40 23.5 23.5 23.5

Multigravida 130 76.5 76.5 100.0

Total 170 100.0 100.0

Status Perkawinan
Cumulative Perc
Frequency Percent Valid Percent ent

Valid menikah 1x 148 87.1 87.1 87.1

menikah lebih dari 1x 22 12.9 12.9 100.0

Total 170 100.0 100.0

Jarak Kehamilan
Valid Percen Cumulative P
Frequency Percent t ercent
Valid Dekat 19 11.2 11.2 11.2
Jauh 151 88.8 88.8 100.0
Total 170 100.0 100.0

Kehamilan Ganda
Valid Percen Cumulative P
Frequency Percent t ercent
Valid Ya (hamil 2 janin atau l
3 1.8 1.8 1.8
ebih)
Tidak (hamil tunggal) 167 98.2 98.2 100.0
Total 170 100.0 100.0

Riwayat Preeklampsia
Valid Percen Cumulative P
Frequency Percent t ercent
Valid Ya 28 16.5 16.5 16.5
Tidak 142 83.5 83.5 100.0
Total 170 100.0 100.0

Riwayat Hipertensi
Valid Percen Cumulative P
Frequency Percent t ercent
Valid Ya 54 31.8 31.8 31.8
Tidak 116 68.2 68.2 100.0
Total 170 100.0 100.0

Riwayat Kontrasepsi Hormonal


Valid Percen Cumulative P
Frequency Percent t ercent
Valid Ya 110 64.7 64.7 64.7
Tidak 60 35.3 35.3 100.0
Total 170 100.0 100.0

Frekuensi ANC
Valid Percen Cumulative P
Frequency Percent t ercent
Valid Lengkap 148 87.1 87.1 87.1
Tidak Lengka
22 12.9 12.9 100.0
p
Total 170 100.0 100.0

Pendidikan Terakhir
Valid Percen Cumulative P
Frequency Percent t ercent
Valid SMP 24 14.1 14.1 14.1
SMA 146 85.9 85.9 100.0
Total 170 100.0 100.0

Status Pekerjaan
Valid Percen Cumulative P
Frequency Percent t ercent
Valid Bekerja 86 50.6 50.6 50.6
Tidak Bekerj
84 49.4 49.4 100.0
a
Total 170 100.0 100.0

ANALISA BIVARIAT

USIA * PREEKLAMPSIA

Chi-Square Tests
Asymptotic Sign
ificance (2-side Exact Sig. Exact Sig. Point Pr
Value df d) (2-sided) (1-sided) obability
Pearson Chi-Square 13.114a 1 .000 .000 .000
Continuity Correction b
11.698 1 .001
Likelihood Ratio 13.885 1 .000 .000 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.037 c
1 .000 .000 .000 .000
N of Valid Cases 170
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 3.611.

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Usia (Usia B
erisiko / Usia Tidak Berisik 5.180 1.994 13.461
o)
For cohort Preeklampsia = P
1.836 1.416 2.381
REEKLAMPSIA
For cohort Preeklampsia = T
.354 .171 .736
IDAK PREEKLAMPSIA
N of Valid Cases 170

STATUS GRAVIDA * PREEKLAMPSIA


Chi-Square Tests
Asymptotic Sign
ificance (2-side Exact Sig. Exact Sig. Point Pr
Value df d) (2-sided) (1-sided) obability
Pearson Chi-Square 4.708 a
1 .030 .046 .023
Continuity Correction b
3.956 1 .047
Likelihood Ratio 4.765 1 .029 .046 .023
Fisher's Exact Test .046 .023
Linear-by-Linear Association 4.680 c
1 .031 .046 .023 .014
N of Valid Cases 170
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2.163.

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Status Gravid
a (Primigravida / Multigravi 2.235 1.071 4.664
da)
For cohort Preeklampsia = P
1.432 1.066 1.924
REEKLAMPSIA
For cohort Preeklampsia = T
.641 .408 1.006
IDAK PREEKLAMPSIA
N of Valid Cases 170

STATUS PERKAWINAN * PREEKLAMPSIA

Chi-Square Tests
Exact S Exact Si
Asymptotic Signif ig. (2-si g. (1-sid Point Prob
Value Df icance (2-sided) ded) ed) ability

Pearson Chi-Square 7.518 a


1 .006 .011 .005
Continuity Correction b
6.318 1 .012
Likelihood Ratio 7.890 1 .005 .011 .005
Fisher's Exact Test .011 .005
Linear-by-Linear Association 7.474 c
1 .006 .011 .005 .004
N of Valid Cases 170

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -2.734.

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Status Perka
winan (menikah 1x / menika .250 .088 .713
h lebih dari 1x)
For cohort Preeklampsia = P
.595 .447 .792
REEKLAMPSIA
For cohort Preeklampsia = T
2.378 1.085 5.213
IDAK PREEKLAMPSIA
N of Valid Cases 170

JARAK KEHAMILAN * PREEKLAMPSIA

Chi-Square Tests
Asymptotic Sign
ificance (2-side Exact Sig. Exact Sig. Point Pr
Value df d) (2-sided) (1-sided) obability
Pearson Chi-Square .059a 1 .808 1.000 .500
Continuity Correction b
.000 1 1.000
Likelihood Ratio .059 1 .808 1.000 .500
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear Association .059 c
1 .808 1.000 .500 .186
N of Valid Cases 170
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.50.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is .243.
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jarak Keham
1.126 .433 2.927
ilan (Dekat / Jauh)
For cohort Preeklampsia = P
1.060 .672 1.672
REEKLAMPSIA
For cohort Preeklampsia = T
.941 .571 1.551
IDAK PREEKLAMPSIA
N of Valid Cases 170

KEHAMILAN GANDA * PREEKLAMPSIA

Chi-Square Tests
Asymptotic Sign
ificance (2-side Exact Sig. Exact Sig. Point Pr
Value df d) (2-sided) (1-sided) obability
Pearson Chi-Square 3.054 a
1 .081 .246 .123
Continuity Correction b
1.357 1 .244
Likelihood Ratio 4.213 1 .040 .246 .123
Fisher's Exact Test .246 .123
Linear-by-Linear Association 3.036 c
1 .081 .246 .123 .123
N of Valid Cases 170
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 1.742.

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
For cohort Preeklampsia = P
2.037 1.745 2.377
REEKLAMPSIA
N of Valid Cases 170

RIWAYAT PREEKLAMPSIA * PREEKLAMPSIA

Chi-Square Tests
Asymptotic Sign
ificance (2-side Exact Sig. Exact Sig. Point Pr
Value df d) (2-sided) (1-sided) obability
Pearson Chi-Square 6.157 a
1 .013 .022 .011
Continuity Correction b
5.174 1 .023
Likelihood Ratio 6.328 1 .012 .022 .011
Fisher's Exact Test .022 .011
Linear-by-Linear Association 6.121 c
1 .013 .022 .011 .008
N of Valid Cases 170
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2.474.

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat Pree
2.962 1.224 7.168
klampsia (Ya / Tidak)
For cohort Preeklampsia = P
1.560 1.162 2.096
REEKLAMPSIA
For cohort Preeklampsia = T
.527 .288 .965
IDAK PREEKLAMPSIA
N of Valid Cases 170

RIWAYAT PENYAKIT HIPERTENSI * PREEKLAMPSIA

Chi-Square Tests
Asymptotic Sign
ificance (2-side Exact Sig. Exact Sig. Point Pr
Value df d) (2-sided) (1-sided) obability
Pearson Chi-Square 52.542a 1 .000 .000 .000
Continuity Correction b
50.180 1 .000
Likelihood Ratio 58.657 1 .000 .000 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 52.232 c
1 .000 .000 .000 .000
N of Valid Cases 170
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 7.227.
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat Pen
21.778 8.006 59.240
yakit Kronis (Ya / Tidak)
For cohort Preeklampsia = P
2.924 2.200 3.885
REEKLAMPSIA
For cohort Preeklampsia = T
.134 .058 .312
IDAK PREEKLAMPSIA
N of Valid Cases 170

RIWAYAT KONTRASEPSI HORMONAL * PREEKLAMPSIA

Chi-Square Tests
Asymptotic Sign
ificance (2-side Exact Sig. Exact Sig. Point Pr
Value df d) (2-sided) (1-sided) obability
Pearson Chi-Square 6.594a 1 .010 .016 .008
Continuity Correction b
5.795 1 .016
Likelihood Ratio 6.654 1 .010 .016 .008
Fisher's Exact Test .016 .008
Linear-by-Linear Association 6.555 c
1 .010 .016 .008 .005
N of Valid Cases 170
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2.560.

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat Kon
trasepsi Hormonal (Ya / Tid 2.315 1.212 4.421
ak)
For cohort Preeklampsia = P
1.562 1.079 2.261
REEKLAMPSIA
For cohort Preeklampsia = T
.675 .505 .901
IDAK PREEKLAMPSIA
N of Valid Cases 170

FREKUENSI ANC * PREEKLAMPSIA

Chi-Square Tests
Asymptotic Sign
ificance (2-side Exact Sig. Exact Sig. Point Pr
Value df d) (2-sided) (1-sided) obability
Pearson Chi-Square 1.880a 1 .170 .253 .126
Continuity Correction b
1.305 1 .253
Likelihood Ratio 1.901 1 .168 .253 .126
Fisher's Exact Test .253 .126
Linear-by-Linear Association 1.869 c
1 .172 .253 .126 .072
N of Valid Cases 170
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -1.367.

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Frekuensi A
NC (Lengkap / Tidak Lengk .527 .209 1.331
ap)
For cohort Preeklampsia = P
.754 .527 1.078
REEKLAMPSIA
For cohort Preeklampsia = T
1.431 .806 2.540
IDAK PREEKLAMPSIA
N of Valid Cases 170

PENDIDIKAN TERAKHIR * PREEKLAMPSIA

Chi-Square Tests
Asymptotic Sign
ificance (2-side Exact Sig. Exact Sig. Point Pr
Value df d) (2-sided) (1-sided) obability
Pearson Chi-Square 4.852 a
1 .028 .046 .023
Continuity Correction b
3.930 1 .047
Likelihood Ratio 4.982 1 .026 .046 .023
Fisher's Exact Test .046 .023
Linear-by-Linear Association 4.823 c
1 .028 .046 .023 .016
N of Valid Cases 170
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2.196.

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pendidikan T
2.786 1.090 7.120
erakhir (SMP / SMA)
For cohort Preeklampsia = P
1.521 1.115 2.074
REEKLAMPSIA
For cohort Preeklampsia = T
.546 .287 1.037
IDAK PREEKLAMPSIA
N of Valid Cases 170

STATUS PEKERJAAN * PREEKLAMPSIA

Chi-Square Tests
Asymptotic Sign
ificance (2-side Exact Sig. Exact Sig. Point Pr
Value df d) (2-sided) (1-sided) obability
Pearson Chi-Square 13.555a 1 .000 .000 .000
Continuity Correction b
12.449 1 .000
Likelihood Ratio 13.741 1 .000 .000 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.475 c
1 .000 .000 .000 .000
N of Valid Cases 170
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 42.00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 3.671.
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Status Pekerj
aan (Bekerja / Tidak Bekerj 3.194 1.706 5.977
a)
For cohort Preeklampsia = P
1.791 1.290 2.485
REEKLAMPSIA
For cohort Preeklampsia = T
.561 .406 .775
IDAK PREEKLAMPSIA
N of Valid Cases 170

FORMAT PENGUMPULAN
DATA
:
No Sampel No.
:
eRM
: Preeklampsia/ Tidak Preeklampsia
Diagnosis Medis
:
Tanggal Lahir Usia
TaksiranPersalinan :
:

Usia Kehamilan :

Tekanan Darah:

Jarak kehamilan:

Riwayat Obstetri: G….P….Ab….Ah…. Riwayat


Preeklampsia sebelumnya: Ada/Tidak Ada* Riwayat
Kontrasepsi Hormonal: Ada/Tidak Ada* Hipertensi
Kehamilan Ganda : Ya/Tidak
Kronik: Ada/Tidak Ada*
Frekuensi ANC : Lengkap / Tidak Lengkap
Status Pekerjaan : Bekerja / Tidak Bekerja
Diabetes Melitus: Ada/Tidak Ada*
Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA

Anda mungkin juga menyukai