Anda di halaman 1dari 7

NAMA KELOMPOK 4

Ayu Selvia
Inieke Dwi Rachmi
Mia Meiliana
M. Habib Al Khairi
Najma Awaliyah
Ruth Shanaya Manurung

KONSEP GENDER
Istilah gender sudah digunakan secara luas masyarakat di berbagai forum, baik yang
bersifat akademis maupun non-akademis ataupun dalam dikursus pembuatan kebijakan
(law making process). Meskipun demikian, tidak selamanya istilah tersebut
dipergunakan dengan tepat, bahkan terkadang mencerminkan ketidak jelasan pengertian
konsep gender itu sendiri. Kekeliruan ini memiliki implikasi yang tidak kecil,
khususnya apabila terjadi dalam proses pembuatan kebijakan. Kekeliruan ini bukan
tidak mungkin menyebabkan kebijakan yang dihasilkan tidak tepat sasaran dan tidak
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu kejelasan konsep gender penting
sebagai langkah awal memahami pengaruh utama gender.
Konsep gender tidak merujuk kepada jenis kelamin tertentu (laki-laki atau perempuan).
Berbeda dengan jenis kelamin, gender merupakan konsep yang dipergunakan untuk
menggambarkan peran dan relasi sosial laki-laki dan perempuan. Gender merumuskan
peran apa yang seharusnya melekat pada laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.
Konsep inilah yang kemudian membentuk identitas gender atas laki-laki dan perempuan
yang diperkenalkan, dipertahankan, dan disosialisasikan melalui perangkat-perangkat
sosial dan norma hukum yang tertulis maupun tidak tertulis dalam masyarakat. Berbeda
dengan jenis kelamin (seks) yang ditentukan oleh aspek-aspek fisiologis, gender
merupakan pengertian yang dibentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan, adat istiadat,
dan perilaku sosial masyarakat. Oleh karena itu, pengertian gender tidak bersifat
universal, melainkan tergantung pada konteks sosial yang melingkupinya. Sebagai
contoh, masyarakat berbasis patrilineal seperti di Jawa sangat mungkin merumuskan
gender secara berbeda dengan masyarakat yang sistem sosialnya berbasis matrilineal.
Sedangkan pengertian jenis kelamin (seks) adalah mengacu kepada ciri ?ciri biologis,
misalnya ciri-ciri yang berkaitan dengan fungsi reproduksi; tidak bisa dipertukarkan,
karena sifatnya yang kodrati didapat bersamaan dengan kelahiran.

MENGAPA GENDER DIPERMASALAHKAN?


Pertanyaan yang penting disini adalah: mengapa perbedaan biologis atau seks
melahirkan perbedaan gender ? perbedaan gender ini lama kelamaan melahirkan peran
gender, dan peran gender ini selanjutnya mendorong timbulnya ketidak adilan gender.
Jadi ketidakadilan gender inilah yang saat ini sesungguhnya yang sedang di gugat.
Ternyata dalam sejarah perkembangan hubungan antara lelaki dan perempuan,
keyakinan gender dan perbedaan gender telah menciptakan suatu hubungan yang tidak
adil, menindas serta mendominasi antara kedua jenis kelamin tersebut. Jadi apa
sesungguhnya yang di permasalahkan? Yang di permasalahkan dan digugat adalah,
ternyata perbedaan gender tersebut membawa akibat pada deskriminasi dan
ketidakadilan gender.
APA ITU DISKRIMINASI GENDER?
Diskriminasi gender pada dasarnya adalah setiap perbedaan, penyingkiran atau
pembahasan atau sebaliknya yakni pilih kasih yang dilakukan seseorang karena alasan
gender, sehingga mengakibatkan penolakan pengakuan dan kebahagiaan serta
penolakan keterlibatan, dan pelanggaran astas pengakuan hak asasi dan persamaan
antara lelaki dan perempuan, serta hak dasarnya dalam bidang politik, ekonomi, sosial
serta budaya.
Jenis jenis diskriminasi
1. Diskriminasi secara langsung, terjadi seseorang di perlakukan dengan berbeda
secara terbuka dan langsung, dalam bentuk diskriminasi akibat prilaku dan
sikap, atau akibat dari suatu aturan.
2. Diskriminasi secara tidak langsung, terjadi jika suatu peraturan atau kebijakan
sama tetapi berakibat hanya pada kelompok atau jenis kelamin tertentu yang di
senangai.
3. Diskriminasi sistemik, terjadi sebagai hasil ketidakadilan yang berakar dalam
sejarah, adat, norma, atau struktur masyarakat yang mewariskan keadaan
diskriminasi.

APA ITU KETIDAKADILAN GENDER?


Ketidakadilan gender adalah berbagai diskriminasi yang bersumber pada keyakinan
gender. Karena memang didunia ini banyak ketidakadilan atau diskrimi nasi yang
dasarnya macam macam, seperti karena perbedaan warna kulit, karena kekayaan atau
perbedaan kelas. Orang banyak di diskriminasi karena suku bangsa, dan bahkan di
banyak tempat karena keyakinan agamanya.

APA SAJA BENTUK KETIDAKADILAN GENDER ITU?


1. Sosialisasi keyakinan gender
2. Subordinasi
3. Marginalisasi
4. Stereotip atau label negatif
5. Beban ganda(burden)
6. Kekerasan (violence)
KESETARAAN GENDER
Kesetaraan gender adalah seperti frase (istilah) “suci” yang sering diucapkan oleh para
aktivis sosial, kaum faminis, politikus, bahan hamper oleh para pejabat negara.
Kesetaraan gender dapat juga diartikan adanya kesamaan kondisi laki laki maupun
perempuan dalam memperoleh keesempatan hak haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpatisipasi dalam kegiatan politik, hukum, sosial budaya, pendidikan,
dan pertahanan & keamanan nasional (HANKKAMNAS) serta kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai
dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki laki sehingga dengan
demikian antara perempuan dan laki laki memiliki akses, kesempatan berpatisipasi, dan
control atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan.

PERNIKAHAN DINI
Pernikahan usia dini merupakan ikatan yang masih tergolong dalam usia muda
puberitas. Pernikahan dini bearti bahwa pasangan yang melakukan pernikahan belum
memenuhi standar dan batas usia untuk masuk kedalam kehidupan berumah tangga.
FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN DINI
1. Faktor ekonomi
Niasanya terjadi ketika sang wanita berasal dari keluarga kurang mampu secara
ekonomi. Sehingga orang tunya memilih untuk menikahkan anak mereka
dengan pria yang mapan agar kehidupan anaknya lebih baik.
2. Faktor pendidikan
Kurang sosialisasi terhadap orang tua atau masyarakat yang berda didaerah
seperti pedesaan dan anak yang tidak memiliki akses untuk menempuh
pendidikan 12 tahun sehingga diirnya tidak masalah jika dinikahkan diusia dini
dan beranggapn bahwa hal tersebut adalah hal wajar.
3. Faktor orang tua
Tidak sedikit orang tua yang memilih menikahkan anak mereka karena merasa
khawatir anaknya akan melakukan perbuatan zina selama pacaran yang akan
menimbulkan aib bagi keluargnya.
4. Faktor media massa dan internet
Dijaman sekarang, sangat mudah bagi semua untuk mengakses informasi dari
internet dimana jika seorang remaja tidak berhati-hati, dirinya dapat terjatuh
dalam pergaulan bebas yang mulai dari rasa penasaran setelah itu melihat atau
membaca informasi yang diperoleh dari media sosia.
5. Faktor hami diluar nikah
Faktor hami diluar nikah ini timbul sebagai salah satu akibat dari media massa
dan internet. Dimana dengan mudahnya akses internet, anak- anak mengetahui
apa yang belum seharunsnya mereka ketahui. Karena dapat menimbulkan
nampak negatif yang mereka ketahui melalui internet yakni penididikan seks,
informasi tentang seks.

DAMPAK PERNIKAHAN DINI


1. Dampak bagi anak perempuan
Anak perempuan akan mengalami sejumlah hal dari pernikahan di usia dini. Pertama,
tercurinya hak seorang anak. Hak-hak itu antara lain hak pendidikan, hak untuk hidup
bebas dari kekerasan dan pelecehan, hak kesehatan, hak dilindungi dari eksploitasi, dan
hak tidak dipisahkan dari orangtua. Berkaitan dengan hilangnya hak kesehatan, seorang
anak yang menikah di usia dini memiliki risiko kematian saat melahirkan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita yang sudah cukup umur. Risiko ini bisa mencapai
lima kali lipatnya. Selanjutnya, seorang anak perempuan yang menikah akan mengalami
sejumlah persoalan psikologis seperti cemas, depresi, bahkan keinginan untuk bunuh
diri. Di usia yang masih muda, anak-anak ini belum memiliki status dan kekuasaan di
dalam masyarakat. Mereka masih terkungkung untuk mengontrol diri sendiri. Terakhir,
pengetahuan seksualitas yang masih rendah meningkatkan risiko terkena penyakit
infeksi menular seperti HIV.
2. Dampak bagi anak-anak hasil pernikahan dini
Beberapa risiko juga mengancam anak-anak yang nantinya lahir dari hubungan kedua
orangtuanya yang menikah di bawah umur. Belum matangnya usia sang ibu,
mendatangkan konsekuensi tertentu pada si calon anak. Misalnya, angka risiko
kematian bayi lebih besar, bayi lahir dalam keadaan prematur, kurang gizi, dan anak
berisiko terkena hambatan pertumbuhan atau stunting.
3. Dampak di masyarakat
Sementara, dampak pernikahan dini juga akan terjadi di masyarakat, di antaranya
langgengnya garis kemiskinan. Hal itu terjadi karena pernikahan dini biasanya tidak
dibarengi dengan tingginya tingkat pendidikan dan kemampuan finansial. Hal itu juga
akan berpengaruh besar terhadap cara didik orangtua yang belum matang secara usia
kepada anak-anaknya. Pada akhirnya, berbuntut siklus kemiskinan yang berkelanjutan.

SOLUSI YANG DIBERIKAN UNTUK PENANGGULANGAN PERNIKAHAN


DINI

1. Pendidikan Perempuan
Pendidikan memainkan peran penting dalam menjaga anak perempuan aman dari
pernikahan anak. Faktanya, semakin lama seorang perempuan bersekolah, semakin kecil
kemungkinan dia menikah sebelum usia 18 tahun dan memiliki anak selama masa
remajanya. Selain itu, pendidikan memastikan anak perempuan memperoleh
keterampilan dan pengetahuan untuk mencari pekerjaan dan sarana untuk menghidupi
keluarga mereka. Hal ini dapat membantu memutus lingkaran kemiskinan dan
mencegah pernikahan anak yang terjadi sebagai akibat dari kemiskinan ekstrim dan/atau
keuntungan finansial

2.  Pemberdayaan Perempuan

Setiap perempuan memiliki hak untuk memutuskan masa depannya sendiri, tetapi tidak
setiap perempuan mengetahui hal ini, itulah mengapa memberdayakan anak perempuan
sangat penting untuk mengakhiri pernikahan anak.

Ketika anak perempuan percaya diri dengan kemampuan mereka, dipersenjatai dengan
pengetahuan tentang hak-hak mereka dan didukung oleh kelompok sebaya dari anak
perempuan yang diberdayakan, mereka dapat berdiri dan mengatakan “Tidak” terhadap
ketidakadilan seperti pernikahan anak. Pemberdayaan perempuan mampu membentuk
kembali perspektif dan menantang norma-norma konvensional tentang apa artinya
menjadi seorang perempuan.

3.Perbanyak Lapangan Kerja

Memberikan keluarga dengan peluang mata pencaharian seperti pinjaman keuangan


mikro adalah cara yang efektif untuk mencegah pernikahan anak yang terjadi sebagai
akibat dari kebutuhan keuangan.Ketika keluarga memiliki peluang ekonomi yang
meningkat, mereka cenderung tidak menganggap anak perempuan mereka sebagai
beban ekonomi. Ini terutama benar jika seorang perempuan di sekolah memperoleh
keterampilan berharga yang akan membantu menghasilkan pendapatan di masa depan.

ANALISIS SOSIAL DAN ISU DENGAN MENGAITKAN DENGAN TEORI DAN


KONSEP GENDER

Konsep yang digunakan dalam memandang kasus ini adalah kesetaraan gender dan hak-
hak perempuan yang dikemukakan oleh Martha C. Nussbaum (1999), yang berpendapat
bahwa kesetaraan gender dan hak-hak yang dimiliki oleh perempuan merupakan hal
yang terus membentuk pertanyaan-pertanyaan terkait dengan etika dan moral dan
tentang cara bagaimana perempuan seharusnya diperlakukan. Akan tetapi, dalam
tradisi-tradisi tertentu yang justru mengabadikan ketidaksetaraan bagi perempuan.
Seperti dalam konteks kasus ini di mana anak perempuan dinikahkan di usia yang masih
sangat muda, sehingga justru perkawinan itu pada akhirnya telah menghambat
kemajuan perempuan tersebut dan hal itu merupakan sebuah diskriminasi gender.
Martha Nussbaum memberikan sebuah pendekatan untuk keseteraan gender yaitu
Capability Approach atau Pendekatan berdasarkan kepada kemampuan. Pendekatan
yang dibangun oleh Martha Nussbaum merupakan prespektif yang menganggap bahwa
kemampuan universal dapat digunakan untuk mengangkat derajat perempuan ke tempat
yang sama dengan laki-laki di dunia. Tentunya pendekatan ini membuka jalan bagi
perempuan untuk menjalani kehidupan yang tidak lagi dipengaruhi oleh tradisi yang
memungkinkan ketidakadilan bagi para perempuan tersebut.

Perkawinan merupakan tahapan kehidupan yang perlu diambil dengan pertimbangan


yang sangat matang, baik secara usia maupun psikologis, apalagi kelak mereka para
perempuan ini menjadi seorang ibu, yang mana ketika seorang ibu sudah memiliki
kematangan dapat memberikan mereka kualitas tersendiri dalam mengasuh dan
mendidik anaknya. Memang kematangan psikologis tidak selalu selaras dengan
bertambah usia biologis, namun apabila dalam usia muda, kemungkinan besar
kematangan psikologisnya pun masih berada di lingkup usia biologisnya atau bahkan
lebih rendah dari usia biologisnya tersebut. Karena dalam prosesnya apalagi kelak
mereka akan menjadi seorang ibu, gejala hamil, melahirkan, menyusui, merawat dan
mengasuh anak bukanlah kondisi yang selalu nyaman. Seringkali dihinggapi rasa tidak
nyaman, sakit, tidak enak, pengorbanan fisik seperti kekurangan waktu tidur, sampai
pengorbanan mental di mana harus mengutamakan kebutuhan bayi kecil di atas
kepentingan diri sendiri, maka di sinilah dituntut kematangan secara psikologis. Bagi
perempuanperempuan muda yang hidup di zaman ini. Perkawinan usia di usia muda
untuk generasigenerasi yang lalu mungkin tidak sekrusial saat ini, zaman lalu
perkawinan usia dini dianggap wajar dan memang sering dilakukan. Namun dewasa ini,
perkawinan usia dini sudah dianggap kuno dan tidak sesuai dengan zaman sekarang,
karena di dalam perkawinan usia dini ini selalu ada gender perempuan yang
terdiskriminasi hak-haknya.

Wilayah pedesaan sebagai faktor yang paling dominan bagi masyarakat untuk
menikahkan anak-anaknya di usia dini. Sebab, lingkunganlah yang membiasakan
perkawinan usia dini, sehingga menjadi budaya yang secara terus menerus dilakukan
dan menganggap perkawinan usia dini sebagi titik awal untuk terlepas dari beban moril
dan ekonomi keluarganya. Untuk membuat nilai tersendiri agar terhindar dari
pembicaraan masyarakat yang biasa disebut perawan tua. Menurut masyarakat setempat
jika tidak menikahkan anak-anaknya terlepas dari umur 18 tahun akan menimbulkan
insiden tersendiri bagi keluarganya dan anaknya.Anggapan ini menjadi suatu momok
menakutkan bagi kebanyakan keluarga tradisional masyarakat. Citra dan pandangan
masyarakat menjadi suatu jalan hidup yang harus dijalankan maupun dihindari.
Pergaulan hiduplah dan interkasi tersebut menjadikan perkawinan dini menjadi
legitimasi yang bersifat lumrah dari masyarkat. Keterpaksaan dalam mejalankan realitas
perkawinan dini akibat dari stigma yang berkembang dan akan berkembang di
masyarkat. Oleh karena itu, perkawinan hanya diihat sebagai kebutuhan biologis semata
tidak melihat dari aspek dampak secara sosial. Akhirnya yang terjadi kemudian, banyak
mayarakat Indoesia yang melakukan perkawinan dini dan tidak siap dengan kehidupan
pasca menikah, akibatnya perceraian di usia muda banyak terjadi. Hal tersebut
disebabkan karena ketidak matangan secar mental. Namun, dalam realitas yang terjadi
saat ini perkawinan usia dini sudah menjadi hubungan perkawinan yang menjadi nomor
satu di Indonesia, antara manusia saat ini. Pembentukan secara sosial ini atas dasar dari
kehidupan di lingkungan masyarakat yang mengkukuhkan bahwa perkawinan usia dini
hal yang layak bagi anak-anaknya, karena orang tua memberikan dorongan untuk
melakukan perkawinan dini. Hal ini seperti layaknya perkawinan yang sewajarnya
dilakukan walapun secara medis usia dini sangat belum matang dalam reproduksi. Akan
tetapi, hal tersebut tidak semata-mata difikirkan karena menurut masyarakat jika
keduanya saling mendukung dan siap menikah usia dini tentunya tetap dijalankan. Hal
itu terjadi karena minimnya pengetahuan masyarakat terhadap perkawinan dini yang
menjadi dasar untuk terbentuknya perkawinan dibawah umur.

Anda mungkin juga menyukai