Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

2.1 PENGERTIAN PENYIARAN

Penyiaran atau dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai broadcasting adalah


keseluruhan proses penyampaian siaran yang dimulai dari penyiapan materi
produksi, produksi, penyiapan bahan siaran, kemudian pemancaran agar sampai
kepada penerimaan siaran tersebut oleh audiens di satu tempat. Arti penyiaran
berbeda dengan pemancaran. Pemancaran sendiri berarti proses transmisi siaran,
baik melalui media udara maupun media kabel atau saluran fisik yang lain.
Penyiaran atau broadcasting bersifat tersebar ke semua arah (broad) atau yang
dikenal sebagai omnidirectional. Dari definisi sifat penyiaran ini bisa diketahui bahwa
semua sistem penyiaran yang alat penerima siarannya harus dilengkapi dengan satu
unit decoder, yang kurang sejalan dengan definisi broadcasting. Oleh karena itu,
nama sistemnya harus ditambahkan kata “terbatas”, sehingga menjadi sistem
penyiaran terbatas. Sistem penyiaran terbatas pernah dilakukan oleh stasiun TV
swasta di Jakarta pada tahun 1980-an saat awal siarannya, yaitu menggunakan unit
decoder yang terkontrol oleh stasiun yang bersangkutan, sehingga audiensnya
harus berlangganan. Pasal 1 butir 2, Ketentuan Umum Undang-Undang No. 32/2002
tentang Penyiaran, menyatakan definisi khusus penyiaran sebagai kegiatan
pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran atau media lainnya untuk dapat
diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
penerima siaran. Selanjutnya, dalam konsideran UU No. 32/2002 butir d ditegaskan
bahwa Lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang mempunyai
peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, yang memiliki
kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media
informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial, yang berarti
berperan sebagai media massa yang sejajar dengan media cetak dan media tatap
muka. Sebagai media massa, penyiaran termasuk media elektronik yang terjadwal
secara periodik yang merupakan saluran komunikasi massa jenis media (tak
langsung). Di dalam definisi penyiaran tersebut terdapat beberapa aspek dalam
penyelenggaraan penyiaran, antara lain :

 Komunikasi massa
 Organisasi
 Kelembagaan
 Teknologi
 Operasional
 Regulasi

Dalam menjalankan fungsinya, lembaga penyiaran mempunyai kode etik yang


dipegangi oleh setiap lembaga penyiaran. Digunakannya kode etik ini agar dalam
menjalankan tugasnya tidak menyebabkan timbulnya gejolak di masyarakat atau
bahkan antara masyarakat dan lembaga penyiaran itu sendiri. Untuk itu, di
lingkungan Kawasan Asia-Pasifik telah disusun dan disepakati satu kode etik di
lingkungan anggota ABU3 yang dirumuskan di Konferensi Broadcaster se-Asia IV,
Kuala Lumpur 1962. Kode etik penyiaran dimaksud sebagai berikut :

1. Kita menyadari bahwa siaran radio dan televisi memiliki kekuatan sangat
besar, baik untuk kebaikan maupun kejahatan, dan semua broadcasters
harus menempatkan kesadaran itu sebagai tanggung jawab utama.
2. Prinsip dasar yang harus diterapkan dalam badan penyiaran dan semua
bentuk siaran yaitu :
a. Memastikan penyajian berita secara jujur dan tidak memberikan opini
pribadi (unbiased comment).
b. Mengutamakan peningkatan pendidikan dan kebudayaan.
c. Memperbaiki dan meningkatkan norma-norma (adat istiadat) dan
kesopanan (etika) yang berlaku di dalam siaran.
d. Menyediakan acara yang bervariasi untuk generasi muda yang mampu
menanamkan prinsip bermasyarakat yang baik.
e. Meningkatkan kehidupan bermasyarakat yang harmonis, toleransi
beragama, dan saling pengertian
f. Mengurangi isu-isu kontroversial di masyarakat, dengan sikap netral
atau tidak memihak dan menyalahkan siapapun.
g. Menghargai martabat dan hak asasi manusia.

Di samping lembaga penyiaran mempunyai kode etik penyiaran, pelaksana di


dalamnya yang terlibat dalam penyelenggaraan penyiaran terutama para jurnalis
juga terikat dengan satu pedoman kerja, yaitu kode etik jurnalistik (Pasal 7 UU No.
40/1999 tentang Pers). Rumusan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dituangkan
dalam tujuh butir rekomendasi, yaitu :

1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh


informasi yang benar.
Wartawan harus menggali informasi dari kedua belah pihak yang
bersangkutan (prinsip balance dan cover both side).
2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan
menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
Wartawan juga harus menyebut identitas narasumber dengan jelas, kecuali
untuk keselamatan dan investigasi. Dalam hal ini, wartawan menghargai dan
melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya.
3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak
mencampurkan fakta dan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran
informasi serta tidak melakukan plagiat.
Wartawan tidak boleh memasukkan opini pribadinya dan tidak menghakimi
atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang.
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah,
sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan Susila.
Pemberitaan mengenai konflik di masyarakat harus menghindari laporan yang
dapat diartikan memihak salah satu kelompok dengan cara nama pelaku tidak
kejahatan cukup diberikan inisial selama proses pengadilan, kecuali telah
divonis.
5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak meyalahgunakan profesi.
Wartawan Indonesia harus selalu menjaga kehormatan profesi dengan tidak
menerima imbalan dalam bentuk apapun.
6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan.
Wartawan Indonesia harus menghargai ketentuan embargo berita, yaitu tidak
menyiarkan informasi hingga batas waktu tertentu.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam
pemberitaan dan melayani hak jawab.
Setiap berita yang tidak benar harus diralat atas kesadaran wartawan,
sedangkan pihak yang dirugikan diberi kesempatan untuk menjawab (hak
jawab) atau memperbaiki berita tersebut.

Dalam penyelenggaraan penyiaran terdapat unsur-unsur software dan hardware


yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga visi misi lembaga penyiaran tercapai,
sementara operasionalnya dipandu dengan kode etik penyiaran maupun kode etik
jurnalis. Unsur software atau perangkat lunak meliputi dukungan manajerial
(termasuk finansial), standard operating procedure (SOP), naskah scenario
(shooting script), kode etik penyiaran, kode etik jurnalis, dan para pelaksana
penyiaran (crew), serta semua regulasi tentang penyiaran. Sementara hardware
atau perangkat keras meliputi semua peralatan penyiaran mulai dari mikrofon, audio
mixer, microphone-boom, kamera, tripod, video mixer, peralatan tata cahaya,
peralatan rekam (VTR, VCR, editing machine), ruang studio, serta peralatan
pemancarannya. Untuk para crew sendiri, Sebagian orang menyebutnya brainware.

2.2 LATAR BELAKANG FILOSOFIS LAHIRNYA MEDIA PENYIARAN

Pendirian satu stasiun yang melembaga menjadi satu Lembaga penyiaran didasari
oleh filosofis. Filosofis sendiri berarti berdasarkan filsafat. Filsafat yang berarti
pengetahuan yang didasarkan akal budi, tentang hakikat segala yang ada, serta asal
usul dan hukumnya. Secara singkat, bahwa yang dimaksud filosofis adalah alasan
mendasar, yang dapat dimiliki oleh setiap orang atau kelompok. Alasan yang
mendasari niat mendirikan stasiun penyiaran ternyata tergantung pada situasi kapan
stasiun penyiaran itu didirikan.

Model 1. Stasiun penyiaran itu didirikan yang dimana situasi negara mempunyai
pemerintahan secara stabil (legal secara de facto dan de jure). Pada umumnya,
alasan pendirian stasiun penyiaran adalah rasa ingin mencoba atau eksperimen.
Setelah bereksperimen beberapa waktu, para pendirinya ingin meningkatkan
penyelenggaraan penyiaran secara profesional dan melembaga (memiliki izin).
Dengan status yang sudah profesional ini, secara logis akan diikuti oleh peningkatan
kebutuhan biaya operasional. Untuk penyediaan dana, pendiri mencoba penyiaran
siaran iklan sebagai alternatif. Pada saat itu, alasan pendirian stasiun penyiaran
telah bergeser dari eksperimen ke masalah komersial. Salah satu contoh stasiun
penyiaran Model 1 ini adalah Stasiun KDKA di Pittsburgh, Amerika Serikat, yang
hingga sekarang masih mengudara pada frekuensi 1.020 kHz AM. Kiat-kiat dalam
bisnis penjaringan dengan beberapa stasiun penyiaran sejenis dalam meningkatkan
pemasukan dana dari pemasangan iklan. Ada dua bentuk format berjaringan, yaitu
model relai dan model sindikasi. Model relai dilaksanakan dengan
meneruspancarkan Sebagian program yang tetap maupun tidak tetap dari stasiun
induk (asal) yang menempati slot waktu tertentu. Sementara model sindikasi
dilaksanakan dengan memancarkan Sebagian program stasiun asal pada slot waktu
yang berbeda.

Model 2. Pada situasi yang kedua ini, pendiri stasiun penyiaran itu (pihak yang
terjajah) biasanya berkeinginan menyebarluaskan suara kebebasan,
membangkitkan semangat kebangsaan dengan menyiarkan lagu-lagu kedaerahan,
menebarkan opini atau kritisi kepada penguasa, dan bahasa pengantar yang
digunakan adalah bahasa yang dimengerti oleh pribumi. Jadi, dasar atau alasan
pendirian satu stasiun penyiaran pada kasus kedua ini adalah politik. Hal ini tampak
jelas pada periode pemerintahan Belanda di Indonesia, di mana secara keterwakilan
politik, pribumi telah terakomodasi di Volksraad. Tetapi tetap pribumi mencari
alternatif penyampaian suara politiknya melalui penyiaran, baik yang mendapat izin
maupun ilegal. Salah satu contoh konkret bentuk perjuangan kemerdekaan
Indonesia ialah pengudaraan Teks Proklamasi melalui cara-cara illegal menurut
aturan penguasa Jepang saat itu, sehingga kemerdekaan Indonesia bisa didengar di
seluruh dunia. Dalam perjuangan itu sempat diusahakan pemancar yang mobile
agar tidak bisa terlacak oleh penguasa.

Model 3. Pada saat teknologi sistem penyiaran FM ditemukan, sistem AM telah


mendominasi peralatan penyiaran. Sistem FM ditemukan oleh Edwin H. Armstrong
pada 1933 dan mendapat hak paten dari pemerintah Amerika pada 26 Desember
1933. Sehingga pendirian satu stasiun setelah itu adalah dengan alasan
perkembangan teknologi yang dianggap memberikan peningkatan kualitas teknik
dalam penerimaan siaran. Telah diketahui, bahwa sistem FM mempunyai kualitas
suara yang lebih bening dibandingkan dengan sistem penyiaran AM yang telah
mapan sampai hampir 20 tahuman. Akhirnya, setelah stasiun penyiaran dengan
teknologi baru itu mengudara beberapa lama, maka persoalan kelembagaan dan
persoalan pendanaan menghadang di depan. Sehingga mau tidak mau, format
stasiun tersebut menjadi stasiun komersial.
Model 4. Adalah pada situasi sekarang ini, yaitu situasi yang sudah damai tatanan
internasionalnya, teknologi sudah sangat maju (tidak ada penemuan bar yang
sangat fenomenal di bidang penyiaran), setiap individu dijamin mempunyai
kesempatan sama untuk bersaing, dan lain sebagainya. Sehingga dengan situasi
Model 4 ini, maka tujuan mendasar pendirian satu stasiun penviaran adalah faktor
ekonomi (bisnis/komersian). Bila digambarkan dalam diagram, maka Model 4 ini
sudah merupakan satu kesatuan yang dilukiskan sebagai satu lingkaran. Hal ini
dikarenakan tujuan akhir pendirian stasiun penyiaran dicapai melalui satu tahapan,
tidak seperti Model 1 dan Model 3 yang tahapannya melalui waktu tertentu yang
relatif lama. Dalam Model 4 ini, proses pendirian (belum dibolehkan mengudara),
dilakukan melalui pengajuan proposal yang berisi :

a. Profil perusahaan
b. Izin penggunaan frekuensi (termasuk syarat teknik lainnya)
c. Business plan
d. Rencana mengudara

Proposal tersebut diajukan pemohon ke institusi yang berkaitan, yang umumnya


adalah institusi pemerintah. Di Amerika Serikat, institusi ini adalah FCC (Federal
Communications Commission). Kemudian, proposal tersebut dievaluasi
kelayakannya terutama business plan yang akan menjamin bahwa stasiun penyiaran
tersebut nantinya tetap dapat menjalankan usahanya. Apabila hasil evaluasi
menyatakan layak beroperasi, maka ditentukan periode siaran percobaan, yang
akhirnya mendapat izin beroperasi secara normal.

Anda mungkin juga menyukai