Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata sedang dikembangkan dengan giat di Indonesia. Pariwisata adalah

industri yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik buruknya lingkungan

dan sangat peka dengan kerusakan lingkungan, misalnya pencemaran oleh limbah

domestik yang berbau dan tampak kotor, sampah yang bertumpuk dan kerusakan

pemandangan yang disebabkan oleh ulah dari manusia itu sendiri.

Pada umumnya, masyarakat di Bali memiliki kesadaran bahwa pariwisata

memberikan kontribusi ekonomi yang besar bagi pembangunan daerah. Menurut

Erawan (1994:17) dan Bendesa (2008:5), pariwisata memberikan pengaruh nyata

terhadap pertumbuhan ekonomi Bali. Namun, masa depan Bali mulai dipertanyakan

apabila kondisi lingkungan hidup semakin rusak. Menurut Picard (2006:276),

pencemaran lingkungan menjadi ancaman besar bagi masa depan Bali. Gangguan

kebersihan dapat menyebabkan dampak terhadap perkembangan pariwisata akibat kesan

negatif wisatawan terhadap pemandangan Bali yang dikotori oleh sampah.

Bagi Pulau Bali yang dikenal sebagai destinasi wisata dunia, fenomena pencemaran

lingkungan hidup merupakan sebuah ironi. Sebagai kawasan yang menjadi pusat

pertumbuhan ekonomi Bali yang menjadi lokasi hotel, restoran, dan beragam fasilitas

perdagangan dan bisnis yang berkelas dunia, seharusnya kawasan tersebut

menampilkan kualitas daerah yang sesuai dengan citra daerah tujuan

wisata internasional. Namun, fakta-fakta yang menunjukkan peningkatan pencemaran

1
lingkungan hidup di kawasan yang telah berkembang menjadi segitiga emas

pertumbuhan ekonomi Bali tersebut sangat memprihatinkan. Apalagi, masyarakat Bali

sebagai pendukung budaya setempat dikenal luas memiliki konsep nilai yang

mengedepankan keharmonisan dengan alam, sangat menghargai keindahan, dan nilai-

nilai spiritual seharusnya memberikan kontribusi yang besar pada pembentukan citra

kawasan yang baik.

Naradha (2004:224), menuliskan penyebab pencemaran lingkungan hidup

di Bali, yaitu perilaku masyarakat yang tidak ramah lingkungan. Hal itu didapatkan

dalam survei terhadap 406 pemilik telepon di Bali yang dilakukan oleh Bali Post, yang

menyatakan sebanyak 322 responden (80%) menyebutkan kerusakan tersebut akibat

pemerintah kurang tegas menegakkan aturan yang ada.

Pantai dan segala daya tariknya, menjadi motor penggerak bagi wisata alam,

khususnya yang berbasis pada potensi wisata pantai, (Fandeli, 1997). Pemanfaatan

pantai sebagai tempat pembangunan pariwisata tentu berakibat pada makin beratnya

beban yang harus didukung oleh lingkungan. Sebagai akibatnya kualitas lingkungan

pantai menjadi menurun seperti semakin sempitnya garis pantai, tidak tertatanya

lingkungan akibat banyaknya komponen buatan yang tumbuh disekitarnya. Semakin

sedikitnya sumber daya yang dapat dimanfaatkan seperti biota dan terumbu karang, hal

ini diakibatkan oleh munculnya berbagai limbah pada ekosistem pantai.

Berdasarkan survey International Network for Partnership and Sustainable

Development (INSPD) pada tahun 2007, disebutkan bahwa perilaku masyarakat di

Kawasan Bali Selatan yang membuang sampah secara sembarangan dinyatakan sebagai

penyebab terbanyak (37%) terjadinya pencemaran lingkungan hidup. Selain itu, sebab

2
lainnya adalah masyarakat yang tidak mempunyai septik tank (25 %) dan masyarakat

yang tidak peduli terhadap lingkungan (18%). Ketiga pernyataan tersebut memiliki

kesamaan karena menunjukkan perilaku masyarakat yang tidak ramah lingkungan,

sehingga merupakan satu kesatuan (80%).

Ada lebih dari 13 pantai di Bali yang dikenal sebagai tujuan wisata, salah satunya

adalah Pantai Kuta. Pantai Kuta adalah sebuah tempat pariwisata yang terletak di

kecamatan Kuta, Badung, Bali, Indonesia. Daerah ini merupakan sebuah tujuan

wisatawan baik domestik maupun mancanegara, dan telah menjadi objek wisata Pulau

Bali sejak awal tahun 1970. Selain keindahan pantai, wisata Pantai Kuta juga

menawarkan berbagai jenis hiburan seperti bar, restoran, pertokoan, hotel dan toko-toko

kelontong, serta pedagang kaki lima di sepanjang pantai. Setiap tahun, pengunjung

Pantai Kuta kerap mengeluhkan masalah kebersihan dan tumpukan sampah, terutama

saat musim liburan. Permasalahan ini memperoleh perhatian utama dari berbagai

organisasi masyarakat dan industri-industri pariwisata yang berada di wilayah Pantai

Kuta.

Laut sama dengan ekosistem lainnya memiliki daya homeostatis yaitu kemampuan

untuk mempertahankan keseimbangan dan merupakan ekosisitem perairan yang

memiliki daya dukung (carrying capacity) untuk memurnikan diri (self purification)

dari segala gangguan yang masuk ke dalam badan-badan perairan tersebut. Pada

kenyataanya, perairan pesisir merupakan penampungan (storage system) akhir segala

jenis limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia (Dahuri, 2001). Laut menerima

bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian, limbah rumah tangga, sampah

dan bahan buangan dari kapal, tumpahan minyak lepas pantai dan masih banyak lagi

bahan yang terbuang ke laut (Darmono, 2001). Jika beban yang diterima oleh perairan

3
telah melampaui daya dukungnya maka kualitas air akan turun. Lingkungan perairan

tidak sesuai lagi dengan batas baku mutu yang ditetapkan, perairan tersebut telah

tercemar baik secara fisik, kimia maupun mikrobilogi. Hal ini di samping sangat

berpengaruh terhadap komunitas yang ada di dalamnya, juga sangat berpengaruh

terhadap masyarakat yang memanfaatkan perairan pantai.

Berdasarkan hasil penelitian Bapedal Kabupaten Badung bekerjasama dengan PPLH

Unud (2004), kondisi perairan Pantai Kuta bila dilihat dari segi peruntukannya

kondisinya sudah kurang baik. Sebagai air untuk pariwisata dan rekreasi, ada beberapa

parameter fisik, kimia dan mikrobiologi telah melampaui ambang batas yang ditetapkan

baik di musim hujan, maupun musim kemarau. Perairan Pantai Kuta juga sering

mendapat kiriman sampah setiap musim barat. Perlu diupayakan pencegahannya

seminimal mungkin sehingga perairan pantai menjadi aman untuk mandi, renang, dan

menyelam. 

Tanpa lingkungan yang baik tidak mungkin pariwisata berkembang. Oleh karena itu

pengembangan pariwisata haruslah memperhatikan terjaganya mutu lingkungan, sebab

dalam industri pariwisata lingkungan itulah sebenarnya di jual. Seperti halnya dengan

industri lain, pariwisata menjadi tidak laku jika mutunya tidak lagi memadai. Oleh

karena itu dalam pengembangan pariwisata, asas pengelolaan lingkungan untuk

melestarikan kemampuan lingkungan guna mendukung pembangunan berkelanjutan

bukanlah merupakan hal yang abstrak, melainkan benar-benar konkrit dan sering

mempunyai efek jangka pendek (Soemarwoto, 2001).

4
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana profil Pantai Kuta?

1.2.2 Bagaimana kondisi pencemaran di Pantai Kuta?

1.2.3 Apa penyebab pencemaran di Pantai Kuta?

1.2.4 Upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi pencemaran di Pantai

Kuta?

1.2.5 Peraturan-peraturan apa saja yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka

menanggulangi pencemaran di Pantai Kuta?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui profil Pantai Kuta.

1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana kondisi pencemaran di Pantai Kuta.

1.3.3 Untuk mengetahui apa penyebab pencemaran di Pantai Kuta.

1.3.4 Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi

pencemaran di Pantai Kuta.

1.3.5 Untuk mengetahui peraturan-peraturan apa saja yang dibuat oleh pemerintah

dalam rangka menanggulangi pencemaran di Pantai Kuta.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pariwisata

Berdasarkan UU RI Nomor 9 tahun 1990 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 ayat

1, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk

pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang

tersebut.

Menurut Soekadijo (1997) pengertian pariwisata adalah segala kegiatan dalam

masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan. Definisi lain dikemukakan oleh

Pakar pariwisata dari Swiss yaitu Hunziker dan Krapt menyatakan bahwa : Pariwisata

adalah keseluruhan fenomena (gejala) dan hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan

dan persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya, dengan maksud bukan untuk

tinggal menetap di tempat yang disinggahinya dan tidak berkaitan dengan pekerjaan

yang menghasilkan upah.

2.2 Pembangunan Pariwisata

Pembangunan berarti selalu perobahan, membangun adalah merobah sesuatu

untuk mencapai taraf yang lebih baik. Apabila dalam proses pembangunan itu terjadi

dampak yang kurang baik terhadap lingkungan, maka haruslah dilakukan upaya untuk

6
meniadakan atau mengurangi dampak negatif tersebut, sehingga keadaan lingkungan

menjadi serasi dan seimbang lagi (Koesnadi Hardjasoemantri, 1999: 90).

Pengembangan pariwisata harus mengacu dan memperhatikan ketentuan Pasal

12, Pasal 13 dan Pasal 14 Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai berikut:

 Pasal 12

1. Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan Rencana Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)

2. Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun,

pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya

tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan: a. keberlanjutan proses dan

fungsi lingkungan hidup; b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan

c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.

3. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) ditetapkan oleh:

a. Menteri untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional

dan pulau/kepulauan;

b. Gubernur untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

lingkungan hidup provinsi dan ekoregion lintas kabupaten/kota; atau

c. Bupati/walikota untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah kabupaten/kota.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan daya dukung dan daya

tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam

peraturan pemerintah.

7
 Pasal 13

1. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan

dalam rangka pelestarian fungsi lingkun gan hidup.

2. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. pencegahan;

b. penanggulangan; dan

c. pemulihan

3. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran,

dan tanggung jawab masing-masing.

 Pasal 14: Instrumen pencegahan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup

terdiri atas: KLHS; tata ruang; baku mutu lingkungan hidup; kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup; amdal; UKL-UPL; perizinan; instrumen ekonomi lingkungan

hidup; peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; anggaran berbasis

lingkungan hidup; analisis risiko lingkungan hidup; audit lingkungan hidup; dan

instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/ atau perkembangan ilmu pengetahuan.

2.3 Lingkungan Hidup

Lingkungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta

(Neolaka;2008;25) adalah berasal dari kata lingkung yaitu sekeliling, sekitar.

Lingkungan adalah bulatan yang melingkupi atau melingkari, sekalian yang terlingkung

disuatu daerah sekitarnya. Menurut ensiklopedia Umum (1977) lingkungan adalah alam

8
sekitar termasuk orang-orangnya dalam hidup pergaulan yang mempengaruhi manusia

sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan dan kebudayaannya. Dalam Ensiklopedia

Indonesia(1983) lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar suatu organisme

meliputi :

1. Lingkungan mati (abiotik) yaitu lingkungan diluar suatu organisme yang terdiri atas

benda atau faktor alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia, suhu, cahaya,

gravitasi, atmosfir dan lainnya.

2. Lingkungan hidup (biotik) yaitu lingkungan diluar suatu organisme yang terdiri atas

organisme hidup seperti tumbuhan, hewan dan manusia.

Menurut Undang – Undang RI No. 4 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan

pokok Pengelolaan lingkungan hidup dan Undang-Undang RI No 23 tahun 1997 tentang

Pengolahan Lingkungan Hidup, dikatakan bahwa Lingkungan Hidup adalah kesatuan

ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan

perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

manusia serta mahluk hidup lainnya.

Pada penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan

sistem yang meliputi lingkungan alam, lingkungan buatan dan lingkungan sosial yang

mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk

hidup lainnya. Oleh sebab itu keberadaan lingkungan hidup harus turut dipertimbangkan

dalam setiap pengelolaan suatu kegiatan manusia termasuk pengelolaan sampah

pemukiman, karena lingkungan hidup manusia adalah sistem dimana berada

perwujudan atau tempat dimana terdapat kepentingan manusia di dalamnya

(Soerjadi;1988). Lingkungan Hidup menurut Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005

9
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan

dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.

Pengelolaan lingkungan hidup menurut Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun

2005 adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan yang meliputi

kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,

penagwasan dan pengendalian lingkungan hidup.

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan,

pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup (Pasal 1 ayat

(2) UU No. 23 Tahun 1997). Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 3 UU Pengelolaan

Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997, bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang

diselenggerakan dengan asas tanggung jawab, asas keberlanjutan dan asas manfaat

bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan

hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan

masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan Yang maha

Esa. Dan yang menjadi sasaran pengelolaan lingkungan hidup ini adalah (Pasal 4

UUPLH No. 23 Tahun 1997) :

1. Tercapainya keselarasan dan keseimbangan antara manuisa dengan lingkungan

hidupnya.

2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki

sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup.

3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan

4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.

10
5. Terkendalinya pemanfaatan sumer daya secara bijaksana.

6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha

dan/atau kegiatan diluar wilayah Negara yang menyeabkan pencemaran dan/atau

perusak lingkungan hidup. (dalam Neolaka,2008;113)

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah

merancang tujuan dari pengelolaan lingkungan hidup yaitu : (tahun 2004-2009)

1. Mewujudkan perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup dengan :

a. Penurunan beban pencemaran lingkungan meliputi air, udara, atmosfir, laut

dan tanah.

b. Penurunan laju kerusakan lingkungan hidup yang meliputi sumber daya air,

hutan dan lahan, keanekaragaman hayati, energi dan atmosfir, serta

ekosistem pesisir laut.

c. Terintegrasinya dan diterapkannya pertimbangan pelestarian fungsi

lingkungan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta

pengawasan pemanfaatan ruang dan lingkungan.

2. Meningkatnya kepatuhan para pelaku pembangunan untuk menjaga kualitas

fungsi lingkungan hidup.

3. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik dibidang pengelolaan lingkungan

hidup. Dengan terwujudnya pengarusutamaan prinsip tata pemerintahan dalam

pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dipusat dan daerah

( Zoer`aini,2009;25)

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup atau untuk

mendapatkan mutu lingkungan yang baik, dilakukan upaya memperbesar manfaat

11
lingkungan dan memperkecil resiko lingkungan, agar pengaruh yang merugikan dapat

dijauhkan sehingga kawasan lingkungan hidup dapat terpelihara.

Sujatmoko (1983) mengatakan bahwa Indonesia menghadapi 2 macam masalah

mengenai lingkungan hidup, yaitu pertama kemelaratan dan kepadatan penduduk.

Masalah yang kedua adalah pengrusakan dan pengotoran lingkungan hidup yang

diakibatkan oleh proses pembangunan. Pembangunan erat kaitanya dengan lingkungan

hidup, dimana pembangunan itu membutuhkan sumber daya alam dan sumber daya

manusia. Menurut Hardjasumantri (2002) bahwa pembangunan dapar berjalan, tanpa

menganggu lingkungan hidup. Untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup tidak dapat

dilakukan sendiri oleh pemerintah, dibutuhkan swadaya masyarakat banyak untuk

meningkatkan daya guna dan hasil guna sistem pengelolaan sumber daya alam dan

lingkungan hidup.

2.4 Dampak Pembangunan Pariwisata

Usaha pengelolaan pariwisata mempunyai pengaruh yang tidak dapat dihindari

sebagai akibat datangnya wisatawan ke suatu wilayah tertentu yang mempunyai kondisi

berbeda dari tempat asal wisata tersebut.

Menurut John M. Bryden (1973) menyebutkan suatu penyelenggaraan kegiatan

pariwisata dan objek wisata dapat memberikan setidaknya adanya enam butir dampak

positif, yaitu:

 Penyumbangan devisa Negara

 Menyebarkan pembangunan

12
 Menciptakan lapangan kerja

 Memacu pertumbuhan ekonomi melalui multiplier effect

 Wawasan masyarakat tentang bangsa-bangsa di dunia semakin luas

 Mendorong semakin meningkatnya pendidikan dan keterampilan penduduk

Abdurrachmat dan E. Maryani menjelaskan dampak-dampak negatif yang

timbul dari pariwisata yaitu:

 Semakin ketatnya persaingan harga antar sector

 Harga lahan yang semakin tinggi

 Mendorong timbulnya inflasi

 Bahaya terhadap ketergantungan yang tinggi dari Negara terhadap pariwisata

 Meningkatnya kecenderungan impor

 Menciptakan biaya-biaya yang banyak

 Perubahan system nilai dalam moral, etika, kepercayaan, dan tata pergaulan

dalam masyarakat, misalnya mengikis kehidupan bergotong royong, sopan

santun, dan lain-lain.

 Memudahkan kegiatan mata-mata dan penyebaran obat terlarang

 Dapat meningkatkan pencemaran lingkungan seperti sampah, vandalism,

rusaknya habitat flora dan fauna tertentu, polusi air, udara, tanah, dsb

2.5 Pencemaran Lingkungan

Dalam Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun

2009 dijelaskan polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam

13
lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses

alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan

lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan

peruntukannya. Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan.

Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian

terhadap makhluk hidup.

Sifat polutan antara lain:

1. Merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat lingkungan tidak

merusak lagi, dan

2. Merusak dalam jangka waktu lama seperti Pb tidak merusak bila konsentrasinya

rendah. Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, dapat terakumulasi dalam

tubuh sampai tingkat yang merusak.

Beberapa macam pencemaran yaitu:

1. Pencemaran tanah

Factor-faktor yang mengakibatkan terjadinya pencemaran tanah antara lain

pembuangan bahan sintesis yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, seperti

plastic, kaleng, kaca, sehingga menyebabkan oksigen tidak bisa meresap ke tanah.

Ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia

dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang

masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat

beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan

atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.

14
2. Pencemaran air

Bahan polutan yang dapat menyebabkan polusi air antara lain limbah pabrik,

detergen, pestisida, minyak, dan bahan organis yang berupa sisa-sisa organism yang

mengalami pembusukan.

3. Pencemaran udara

Pencemaran udara dapat bersumber dari manusia atau dapat berasal dari alam.

Pencemaran oleh alam misalnya letusan gunung berapi yang mengeluarkan debu, gas

CO, SO2, dan H2S. partikel-partikel zat padat yang mencemari udara di antara nya

berupa debu, jelaga, dan partikel logam. Partikel logam yang paling banyak

menyebabkan pencemaran adalah Pb yang berasal dari pembakaran bensin yang

mengandung TEL (tetraethyl timbel).

4. Pencemaran suara

Polusi suara disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, kapal terbang,

deru mesin pabrik, atau tape recorder yang berbunyi keras sehingga mengganggu

pendengaran.

2.5.1 Limbah

Pengertian limbah secara umum adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan

manusia baik berupa padat, cair ataupun gas yang dipandang sudah tidak memiliki nilai

ekonomis sehingga cenderung untuk dibuang. Limbah juga merupakan suatu bahan

yang tidak berarti dan tidak berharga limbah bisa berarti sesuatu yang tidak berguna dan

dibuang oleh kebanyakan orang, mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak

berguna dan jika dibiarkan terlalu lama maka akan menyebabkan penyakit atau

15
merugikan. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik

dari proses industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai

sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki

lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis atau bersifat merugikan.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia limbah memiliki beberapa pengertian

yakni : (1) limbah adalah sisa proses produksi, (2) limbah adalah bahan yang tidak

mempunyai nilai/tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam

pembuatan/pemakaian, (3) limbah adalah barang cacat atau rusak dalam proses

produksi. Menurut UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah

didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan atau kegiatan.

Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, limbah dapat berdampak negatif

terhadap lingkungan, terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan

penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah

tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Karakteristik limbah yaitu: berukuran

mikro, dinamis, berdampak luas (penyebarannya), dan berdampak jangka panjang (antar

generasi). Sedangkan faktor yang mempengaruhi kualitas limbah yaitu : volume limbah,

kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah.

Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4

bagian, yaitu:

1. Limbah cair atau air limbah adalah air yang tidak terpakai lagi, yang merupakan hasil

dari berbagai kegiatan manusia sehari-hari;

2. Limbah padat, adalah benda-benda yang keberadaannya melebihi jumlah normal dan

tidak berfungsi sebagaimana mestinya (merugikan);

16
3. Limbah gas dan partikel, adalah gas dan partikel yang jumlah atau keberadaannya

bersifat merugikan; dan

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Pengelompokan Limbah Berdasarkan Bentuk atau Wujudnya dapat dibagi

menjadi empat diantaranya yaitu: limbah cair, limbah padat, limbah gas dan limbah

suara. Artikel ini akan menjelaskan secara rinci masing-masing jenis limbah ini.

1. Limbah cair

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan

kualitas air dan pengendalian pencemaran air menjelaskan pengertian dari limbah yaitu

sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Pengertian limbah cair

lainnya adalah sisa hasil buangan proses produksi atau aktivitas domestik yang berupa

cairan. Limbah cair dapat berupa air beserta bahan-bahan buangan lain yang tercampur

(tersuspensi) maupun terlarut dalam air. Limbah cair dapat diklasifikasikan dalam

empat kelompok diantaranya yaitu:

 Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan

dari perumahan (rumah tangga), bangunan, perdagangan dan perkantoran.

Contohnya yaitu: air sabun, air detergen sisa cucian, dan air tinja.

 Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan

industri. Contohnya yaitu: sisa pewarnaan kain/bahan dari industri tekstil, air

dari industri pengolahan makanan, sisa cucian daging, buah, atau sayur.

 Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang berasal

dari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui

17
rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari permukan. Air limbah dapat

merembes ke dalam saluran pembuangan melalui pipa yang pecah, rusak, atau

bocor sedangkan luapan dapat melalui bagian saluran yang membuka atau yang

terhubung kepermukaan. Contohnya yaitu: air buangan dari talang atap,

pendingin ruangan (AC), bangunan perdagangan dan industri, serta pertanian

atau perkebunan.

 Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di

atas permukaan tanah. Aliran air hujan dipermukaan tanah dapat melewati dan

membawa partikel-partikel buangan padat atau cair sehingga dapat disebut

limbah cair.

Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air

dalam sistem prosesnya. Selain itu, ada juga bahan baku mengandung air sehingga

dalam proses pengolahannya air harus dibuang. Air terikut dalam proses pengolahan

kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu bahan sebelum

diproses lanjut. Air ditambah bahan kimia tertentu kemudian diproses dan setelah itu

dibuang. Semua jenis perlakuan ini mengakibatkan buangan air.

Limbah cair yang tidak ditangani atau diolah dengan baik dapat menimbulkan

dampak yang besar bagi pencemaran lingkungan serta dapat menjadi sumber penyakit

bagi masyarakat. Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu

penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar,

seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya

mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Selain

18
itu, limbah cair domestik biasanya tidak terlalu diperhatikan dengan baik padahal kalau

dibiarkan terus menerus dalam jangka waktu lama dapat menjadi masalah bagi

lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sebagai contoh, limbah air deterjen sisa cucian

apabila dibiarkan dalam jangka panjang akan menjadi sumber pencemaran lingkungan

dan menjadi sumber penyakit bagi masyarakat. Mengingat penting dan besarnya

dampak yang ditimbulkan oleh limbah cair bagi lingkungan, sehingga penting bagi

sektor industri maupun domestik untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan

limbah cair.

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian

lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri

yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat.

Teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi

masyarakat yang bersangkutan. Pengolahan limbah cair dapat dikelompokkan menjadi

tiga yaitu: pengolahan secara biologi, pengolahan secara fisika, dan pengolahan secara

kimia.

2. Limbah padat

Limbah padat adalah sisa hasil kegiatan industri ataupun aktivitas domestik yang

berbentuk padat. Contoh dari limbah padat diantaranya yaitu: kertas, plastik, serbuk

besi, serbuk kayu, kain, dll. Limbah padat dapat diklasifikasikan menjadi enam

kelompok sebagai berikut:

19
 Sampah organik mudah busuk (garbage), yaitu limbah padat semi basah, berupa

bahan-bahan organik yang mudah membusuk atau terurai mikroorganisme.

Contohnya yaitu: sisa makanan, sisa dapur, sampah sayuran, kulit buah-buahan.

 Sampah anorganik dan organik tak membusuk (rubbish), yaitu limbah padat

anorganik atau organik cukup kering yang sulit terurai oleh mikroorganisme,

sehingga sulit membusuk. Contohnya yaitu: selulosa, kertas, plastik, kaca,

logam.

 Sampah abu (ashes), yaitu limbah padat yang berupa abu, biasanya hasil

pembakaran. Sampah ini mudah terbawa angin karena ringan dan tidak mudah

membusuk.

 Sampah bangkai binatang (dead animal), yaitu semua limbah yang berupa

bangkai binatang, seperti tikus, ikan dan binatang ternak yang mati.

 Sampah sapuan (street sweeping), yaitu limbah padat hasil sapuan jalanan yang

berisi berbagai sampah yang tersebar di jalanan, sperti dedaunan, kertas dan

plastik.

 Sampah industri (industrial waste), yaitu semua limbah padat yang bersal

daribuangan industri. Komposisi sampah ini tergantung dari jenis industrinya.

Penanganan limbah padat bisa dibedakan dari kegunaan atau fungsi limbah

padat itu sendiri. Limbah padat ada yang dapat didaur ulang atau dimanfaatkan lagi

serta mempunyai nilai ekonomis seperti plastik, tekstil, potongan logam, namun ada

juga yang tidak bisa dimanfaatkan lagi. Limbah padat yang tidak dapat dimanfaatkan

lagi biasanya dibuang, dibakar, atau ditimbun begitu saja. Beberapa industri tertentu

20
limbah padat yang dihasilkan terkadang menimbulkan masalah baru yang berhubungan

dengan tempat atau areal luas yang dibutuhkan untuk menampung limbah tersebut.

3. Limbah gas

Limbah gas adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media. Secara

alami udara mengandung unsur-unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dll.

Penambahan gas ke udara yang melampaui kandungan udara alami akan menurunkan

kualitas udara. Limbah gas yang dihasilkan berlebihan dapat mencemari udara serta

dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan

menjadi dua bagian yaitu partikel dan gas. Partikel adalah butiran halus dan masih

mungkin terlihat dengan mata telanjang seperti uap air, debu, asap, kabut dan fume.

Sedangkan pencemaran berbentuk gas hanya dapat dirasakan melalui penciuman (untuk

gas tertentu) ataupun akibat langsung.

Limbah gas yang dibuang keudara biasanya mengandung partikel-partikel bahan

padatan atau cairan yang berukuran sangat kecil dan ringan sehingga tersuspensi dengan

gas-gas tersebut. Bahan padatan dan cairan tersebut disebut sebagai materi partikulat.

Seperti limbah gas yang dihasilkan oleh suatu pabrik dapat mengeluarkan gas yang

berupa asap, partikel serta debu. Apabila ini tidak ditangkap dengan menggunakan alat,

maka dengan dibantu oleh angin akan memberikan jangkauan pencemaran yang lebih

luas. Jenis dan karakteristik setiap jenis limbah akan tergantung dari sumber limbah.

No. Jenis Keterangan

1. Karbon monoksida (CO) Gas tidak berwarna, tidak berbau

2. Karbon dioksida (CO2) Gas tidak berwarna, tidak berbau

21
3. Nitrogen oksida (NOx) Gas berwarna dan berbau

4. Sulfur oksida (SOx) Gas tidak berwarna dan berbau tajam

5. Asam klorida (HCl) Berupa uap

6. Amonia (NH3) Gas tidak berwarna, berbau

7. Metan (CH4) Gas berbau

8. Hidrogen fluorida (HF) Gas tidak berwarna

9. Nitrogen sulfida (NS) Gas berbau

10. Klorin (Cl2) Gas berbau

Tabel 2.3.1 Sepuluh macam limbah gas yang umum ada di udara

4. Limbah suara

Yaitu limbah yang berupa gelombang bunyi yang merambat di udara. Limbah

suara dapat dihasilkan dari mesin kendaraan, mesin-mesin pabrik, peralatan

elektronikdan sumber-sumber yang lainnya.

Menurut A. K. Haghi, 2011 menyatakan bahwa berdasarkan Sumber yang

menghasilkan limbah dapat dibedakan menjadi lima yaitu:

1. Limbah rumah tangga, biasa disebut juga limbah domestik.

2. Limbah industry merupakan limbah yang berasal dari industri pabrik.

3. Limbah pertanian merupakan limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan

pertanian, contohnya sisa daun-daunan, ranting, jerami, kayu dan lain-lain.

4. Limbah konstruksi didefinisikan sebagai material yang sudah tidak digunakan

lagi dan yang dihasilkan dari proses konstruksi, perbaikan atau perubahan. Jenis

material limbah konstruksi yang dihasilkan dalam setiap proyek konstruksi

22
antara lain proyek pembangunan maupun proyek pembongkaran (contruction

and domolition). Yang termasuk limbah construction antara lain pembangunan

perubahan bentuk (remodeling), perbaikan (baik itu rumah atau bangunan

komersial). Sedangkan limba demolition antara lain Limbah yang berasal dari

perobohan atau penghancuran bangunan.

5. Limbah radioaktif, limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan tenaga

nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik menggunakan reaktor

nuklir, maupun pemanfaatan tenaga nuklir untuk keperluan industri dan rumah

sakit. Bahan atau peralatan terkena atau menjadi radioaktif dapat disebabkan

karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi

pengion.

Limbah digolongkan menjadi dua berdasarkan polimer penyusun mudah dan

tidak terdegradasinya antara lain:

1. Limbah yang dapat mengalami perubahan secara alami (degradable waste =

mudah terurai), yaitu limbah yang dapat mengalami dekomposisi oleh bakteri

dan jamur, seperti daun-daun, sisa makanan, kotoran, dan lain-lain.

2. Limbah yang tidak atau sangat lambat mengalami perubahan secara alami

(nondegradable waste = tidak mudah terurai), misanya besi, plastik, kaca,

kaleng, dan lain-lain. Pemanfaatan limbah dapat ditempuh melalui dua cara,

yaitu dalam proses daur ulang menjadi produk tertentu yang bermanfaat dan

tanpa daur ulang. Sampah yang dapat dimanfaatkan langsung tanpa daur ulang

contohnya adalah pemanfaatan ban-ban bekas yang dijadikan perabot (meja,

23
kuri, dan pot), serbuk gergaji sebagai media penanaman jamur, botol dan kaleng

yang dapat digunakan untuk pot.

Jenis limbah ada 5 berdasarkan sifatnya yaitu:

1. Limbah korosif adalah limbah yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan

dapat membuat logam berkarat

2. Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun berbahaya bagi manusia

dan lingkungan. Limbah ini mengakibatkan kematian jika masuk ke dalam laut.

3. Limbah reaktif adalah limbah yang memiliki sifat mudah bereaksi dengan

oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi dan

dapat menyebabkan kebakaran.

4. Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui proses kimia dapat

menghasilkan gas dengan suhu tekanan tinggi serta dapat merusak lingkungan.

5. Limbah mudah terbakar adalah limbah yang mengandung bahan yang

menghasilkan gesekan atau percikan api jika berdekatan dengan api.

Limbah yang dihasilkan dari proses atau kegiatan industri antara lain:

1. Limbah padat: sisa sparepart, tong bekas, kain bekas, besi, dll

2. Limbah cair: bahan kimia, hasil pelarut, air bekas produksi, oli bekas, dll

3. Limbah gas: gas buangan kendaraan bermotor, gas buangan boiler, gas hasil

pembakaran dll

Limbah yang dihasilkan dari proses atau kegiatan rumah tangga (domestik) antara lain:

24
1. Limbah padat: sisa makanan, tinja manusia dll

2. Limbah cair: urine manusia, air bekas cucian, air bekas mandi dll

3. Limbah gas: asap dapur, asap hasil pembakaran sampah, dll

Semakin banyak limbah yang dihasilkan akan dapat menyebabkan dampak

terhadap lingkungan. Limbah yang dihasilkan bisa berdampak positif dan negatif

terhadap lingkungan. Perlu dilakukan pengolahan limbah untuk mengurangi dampaknya

terhadap lingkungan. Beberapa factor yang mempengaruhi kualitas limbah antara lain

volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk

mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah.

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan dampak negative dari kegiatan

pariwisata pada lingkungan alami, lingkungan terbangun, dan lingkungan budaya.

25
Tabel 2.3.2 Dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan alami

26
Tabel 2.3.3 Dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan terbangun

27
Komponen Fenomena Dampak Kegiatan Pariwisata yang Menimbulkan
Lingkungan Negatif Dampak Negatif
Adopsi nilai-nilai dan  Interaksi intensif dengan penduduk
kepercayaan yang tidak setempat
Nilai dan sesuai  Gaya hidup hedonis
Kepercayaan
Tidak mengindahkan  Tidak menghormati adat setempat
nilai-nilai adat  Tidak memahami adat setempat
 Promosi tak resmi negatif
Pelacuran
 Wisatawan yang suka malacur
Moral  Adopsi kebiasaan minum
wisatawan yang buruk
Mabuk
 Mudahnya memperoleh minuman
beralkohol
 Mengacaubalaukan modernisasi
“Kebarat-baratan” dengan perilaku orang Barat
 Gaya hidup Barat yang menarik
Perilaku
 Perilaku orang asing yang menarik
Mengabaikan perilaku
Indonesia  Perilaku wisatawan yang “bebas
berbuat apa saja”
 Komersialisasi seni
Kerusakan bentuk seni
 Bentuk seni adat asli tidak menarik
adat
bagi wisatawan
 Tindakan buruk wisatawan
Seni dan Kerajinan
Kerusakan dan  Benda budaya tidak dilindungi dengan
hilangnya benda baik
budaya  Akses tak terkendali ke benda budaya
 Tidak adanya perawatan
 Wisatawan menarik penjahat
 Narkotika dan obat bius lainnya
Hukum dan Meningkatnya  Wisatawan sebagai kurir gang/
Keterlibatan pelanggaran hokum kelompok penjahat
 Tidak memahami sistem legal
Indonesia
 Fakta sejarah tidak cermat
Salah menafsirkan
Sejarah  Fakta sejarah diabaikan
sejarah nasional
 Fakta sejarah dibelokkan

Tabel 2.3.4 Dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan budaya

28
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profil Pantai Kuta

Pantai Kuta adalah sebuah tempat pariwisata yang terletak di kecamatan Kuta,

sebelah selatan Kota Denpasar, Bali, Indonesia. Daerah ini merupakan sebuah tujuan

wisata turis mancanegara dan telah menjadi objek wisata andalan Pulau Bali sejak awal

tahun 1970-an. Pantai Kuta sering pula disebut sebagai pantai matahari terbenam

(sunset beach) sebagai lawan dari pantai Sanur. Selain itu, Lapangan Udara I Gusti

Ngurah Rai terletak tidak jauh dari Kuta.

Pantai Kuta berada ± 10 km dari Kota Denpasar dan berjarak ± 2 km dari

Bandar Udara Ngurah Rai. Untuk dapat sampai ke Pantai Kuta dapat melalui darat

beraspal dengan lebar ± 6 meter. Jalan utama menuju pantai menjadi satu dengan jalan

raya, hal tersebut yang menyebabkan areal parkir disediakan dengan cara berjajar di

sepanjang pantai.

Pantai Kuta sebagai pusat pengembangan kawasan pariwisata didukung dengan

aksesibilitas fisik, yaitu Bandara Ngurah Rai sebagai akses utama wisatawan untuk

melakukan kegiatan wisata ke Pantai Kuta dan daerah tujuan wisata lain di Pulau Bali.

Untuk menuju Pantai Kuta akses fisik kendaraan yang dapat digunakan, yaitu kendaraan

beroda dua dan kendaraan beroda empat dengan jarak tempuh sepuluh menit dari

Bandara Ngurah Rai.

Aksesibilitas nonfisik Pantai Kuta berupa akses informasi mengenai objek dan

daya tarik, sarana prasarana, dan keterangan-keterangan kawasan ini yang dapat

29
diperoleh di berbagai tempat, antara lain Kantor Kelurahan Kuta atau Kecamatan Kuta,

Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, Tourism Information Centre (TIC). Di samping

itu, juga informasi melalui internet yang dapat diakses pada situs-situs perorangan yang

dapat dicari dengan menggunakan mesin pencari (search engine) seperti google dan

yahoo.

Gambar 3.1.1 Peta Pulau Bali

Perkembangan kawasan Kuta sebagai kawasan wisata dijabarkan sebagai berikut:

1. Pada tahun 1960, kawasan ini merupakan tempat persinggahan bagi wisman yang

akan melaksanakan perjalanan ke Eropa.

2. Pada tahun 1970, kawasan ini berkembang sebagai koloni hippies, yaitu wisatawan

backpackers yang datang dari seluruh belahan dunia dengan membawa gaya hidup

bebas.

3. Pada tahun 1980, kawasan ini berkembang menjadi kawasan khusus untuk

wisatawan Australia yang berselancar serta sarana akomodasi dari hotel berbintang

sampai dengan hotel melati mulai berkembang di kawasan ini.

30
4. Pada tahun 1990, kawasan ini mengalami booming wisatawan dilihat berdasarkan

jumlah ribuan kamar yang selalu penuh dan penduduk mulai mengubah bagian

depan rumahnya menjadi art shop yang menjual bikini dan baju berlengan buntung

dengan harga murah.

5. Pada tahun 2000, kawasan ini mengalami musibah pengeboman di Sari Club dan

Paddy’s yang dilakukan oleh kelompok Amrozi pada 12 Oktober 2002 yang

mengakibatkan kurang lebih 200 orang meninggal dunia. Kemudian, pada 1

Oktober 2005 kembali terjadi penge boman kedua kafe di Jimbaran,yakni kafe

Nyoman dan kafe Menega.

3.2 Kondisi Pencemaran di Pantai Kuta

Pencemaran air laut di kawasan pantai Kuta semakin mengkhawatirkan.

Sejumlah kandungan zat kimia seperti nitrat dan phospat ternyata telah melampaui nilai

ambang batas maksimum baku mutu air laut. Padahal, bila masuk ke tubuh manusia zat-

zat itu bisa berbahaya karena dalam jangka panjang atau terakumulasi bisa memicu

penyakit. 

Hasil penelitian dan pengukuran yang dilakukan Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan (Bapeldal) Badung pada tahun 2007 menunjukkan bahwa kadar tiga unsur

yakni nitrat (no3-N), posphat (P), dan phenol sudah melebihi batas maksimum yang

diperbolehkan. Menurut Kepala Bapeldalda Badung, Dr I Gede Putra Suteja, pihaknya

melakukan pemeriksaan pada November 2007 lalu dengan mengambil sampel dari air

laut Kuta, serta tukad yang bermuara di sepanjang Pantai Kuta, yakni Tukad Mati dan

Tukad Tebah. 

31
Hasilnya, dari 19 parameter pengujian, ada tiga unsur kimia yang melebihi batas

maksimum. Kadar zat nitrat kini sudah mencapai 1,06075 miligram/perliter (mg/l) dari

batas maksimal yang diperbolehkan adalah 0,008 mg/l. Berikutnya unsur phospat yang

seharusnya di bawah 0,015 mg/l, namun kini sudah mencapai angka 3,170 mg/l.

Sementara, phenol,yang seharusnya hanya 0,002 mg/l malah mencapai angka 0,9687.

Suteja menjelaskan, unsur nitrat adalah senyawa yang berasal sampah-sampah organik

dan biasanya selalu ditemukan di air bawah tanah maupun air permukaan. 

Jika tubuh manusia mengalami kelebihan nitrat maka bisa mengakibatkan

methemoglobinemia simptomatik. Untuk phospat, Suteja menjelaskan bahwa unsur ini

kebanyakan berasal dari berbagai bahan yang berhubungan dengan aktivitas pertanian.

Pantai Kuta dan sekitarnya selalu penuh dengan sampah setiap akhir tahun sejak

tahun 2012 hingga saat ini. Sampah-sampah itu pada umumnya adalah sampah kiriman

akibat fenomena angin musim barat yang bertiup dari wilayah barat ke timur. Selama

angin musim barat berembus, Pantai Kuta dan sekitarnya akan selalu menjadi tempat

menumpuknya sampah kiriman dari laut dan muara sungai-sungai terdekat. Mengingat

lokasinya berada di teluk, Pantai Kuta dan sekitarnya menjadi titik berkumpulnya

sampah kiriman dari berbagai daerah di Pulau Bali.

Sampah yang ada di daratan, khususnya yang berada disekitar DAS Selat Bali

akan tetap berada di posisinya ataupun terperangkap dalam daerah-daerah tergenang di

sekitar aliran sungai.  Sampah  tersebut akan menjadi sampah di perairan Selat Bali

pada saat terjadinya hujan besar.  Pada saat musim hujan (musim barat), pola arus di

Selat Bali bergerak dari barat menuju timur dengan  membawa massa air dan sampah

yang menyertainya. Sebagian sampah akan didamparkan di bibir pantai di sepanjang

32
Selat Bali dan sebagian lainnya bergerak mengikuti arus. Pergerakan arus menuju timur

akan berputar saat sampai ke cekungan Pantai Kuta hingga Tanjung  Benoa.  Kondisi ini

berdampak pada massa air dan sampah yang terbawa berbalik dan berkumpul di sekitar

pantai terutama di sekitar Pantai Kuta.  Hasil pemodelan pada periode musim barat

2011, hampir tidak didapatkan sampah yang berasal dari Pulau Jawa. Namun demikian

dengan melihat karakteristik pantai dan pola perubahan musim, sampah kiriman di

sebagian besar pantai di Selat Bali berlangsung secara estafet.  Sampah pantai yang

tidak dibersihkan akan terhanyut kembali dan menjadi sumber sampah bagi pantai di

daerah lain.

Beberapa kondisi pencemaran sampah kiriman di Pantai Kuta dan sekitarnya

sebagai berikut:

1. Fenomena alam kiriman sampah ke Pantai Kuta mulai bulan Desember 2014 dan

terus berlangsung hingga bulan April 2015;

2. Total sampah sampai akhir Januari 2014  sebanyak ± 1700 ton, dengan rata-rata

timbulan sampah ± 30 ton/hari;

3. Pantai yang terkena dampak sampah kiriman sepanjang ± 16 km berada di 13

pantai yaitu Pantai Canggu, Seseh, Pererenan, Batu Belig, Petitenget, Seminyak,

Legian, Kuta, Jerman, Kelan, Kedonganan, Jimbaran dan Dreamland;

4. Sampah didominasi batang kayu dan bambu yang berukuran besar dan panjang

serta sampah plastik rumah tangga.

Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran air laut di Pantai Kuta Tahun

2006, tingkat pencemaran masing-masing lokasi pengambilan sampel tergolong

tercemar sedang, yang berkisar antara 6,46 s/d 6,77 seperti tampak pada Tabel berikut:

33
Tabel 3.2.1 Indeks pencemaran air laut di Pantai Kuta Tahun 2006

3.3 Penyebab Pencemaran di Pantai Kuta

Menurut PPLH Unud dan Bapedal Kab. Badung (2004), parameter pencemar

yang telah melebihi ambang batas baku mutu di perairan laut Pantai Kuta pada musim

hujan terus meningkat dari tahun 2001 hingga 2004. Berikut adalah jenis limbah dan

sumber limbah yang mencemari Pantai Kuta:

1. Limbah Cair

Bahan kimia terbanyak yang digunakan oleh hotel dan restoran, pemukiman

serta industri yaitu sabun, diterjen dan sampo. Perdagangan dan jasa paling banyak

menggunakan bahan kimia berupa cat, plitur dan tiner, nelayan paling dominan

menjawab tidak menggunakan bahan kimia.

2. Limbah padat

Komposisi sampah hotel dan restoran sebagai berikut. Sampah organik 50% non

organik 41,41% dan limbah lainnya (B3) 8,59%. Sampah pemukiman organik 50%, non

organik 41,28% dan lainnya 8,72%, perdagangan dan jasa limbah non organik 96% dan

34
limbah lainnya 4%. Sampah industri sebagai berikut organik 2,13%, non organik

95,74% dan lainnya 2,13%, nelayan organik 22,22% dan non organik 77,78%.

3. Limbah Gas

Limbah gas adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media. Contoh

limbah gas yang mencemari kawasan Pantai Kuta adalah asap rokok dan asap

kendaraan.

4. Limbah Suara

Berupa gelombang bunyi yang merambat di udara. Contoh limbah suara di

Pantai Kuta adalah mesin kendaraan dan music yang menggunakan speaker saat ada

event-event tertentu.

3.4 Penanggulangan Kebersihan di Pantai Kuta

Sampah kiriman ke Pantai Kuta dan sekitarnya merupakan fenomena alam yang

pasti datang setiap tahunnya, untuk itu diperlukan penanganan yang proaktif. Hal ini

harus dipikirkan tidak hanya oleh pemerintah kabupaten, tetapi juga oleh propinsi dan

pusat. Semua pihak harus turut berpartisipasi termasuk pihak swasta yakni pengelola

akomodasi pariwisata di Kuta. Langkah preventif atau pencegahan juga perlu dilakukan,

misalnya dengan tidak membuang sampah ke sungai dan menjaga kebersihan sungai di

masing-masing kabupaten. Hal ini semakin menegaskan bahwa persoalan lingkungan

tidak hanya dibatasi oleh batas-batas administrasi.

Upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Badung diantaranya:

35
 Pengambilan sampah dilakukan setiap harinya dengan menggunakan 4 wheel

loader dan truk sampah dengan melibatkan sekitar 1000 personil yang terdiri

dari pemda, masyarakat dan kalangan perhotelan;

 Usaha pembersihan oleh pihak DKP Badung biasanya dilakukan pada waktu

sore sekitar jam 4.

 Sejak tahun 2013, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Badung telah

menyiapkan standar operasional dalam mengatasi sampah, yakni membentuk

Unit Reaksi Cepat yang bekerja sama dengan desa adat Kuta.

Berikut adalah usaha pengelolaan sampah yang dilakukan oleh para stakeholder:

Sumber Limbah Pengelolaan Limbah

STP

Bak sampah
Hotel dan Restoran
Ruangan: sampah basah berAC, Sampah

kering

Bak sampah
Pemukiman
Septic tank

STP
Perdagangan dan
Septic tank
Jasa
Bak sampah

Septic tank
Industri
Bak sampah

Septic tank
Nelayan
Bak sampah

36
Tabel 3.4.1 Usaha pengelolaan sampah yang dilakukan oleh para stakeholder

Sesuai dengan hasil observasi yang kami lakukan, kami dapat melihat bahwa

lingkungan pantai kuta di lengkapi dengan fasilitas – fasilitas kebersihan seperti tempat

sampah yang tersebar di area pantai. Hal ini di lakukan untuk mengantisipasi sampah

yang ditimbulkan oleh para wisatawan khususnya wisatawan lokal yang dimana masih

dari mereka kurang mengerti hygiene dan sanitasi. Pada umumnya sampah yang

dihasilkan oleh para pengunjung berupa sampah non-organik, seperti plastik makanan.

Sedangkan untuk limbah biologis dari para wisatawan, pemerintah sudah menyediakan

toilet – toilet di pantai kuta yang bejarak 100 meter dari satu toilet ke toilet lainnya.

3.5 Peraturan-Peraturan yang Dibuat oleh Pemerintah dalam Rangka

Mengatasi Pencemaran di Pantai Kuta

Kebijakan-kebijakan yang telah dibuat pemerintah daerah dalam upaya

menanggulangi pencemaran lingkungan, antara lain sebagai berikut:

1. Perda Prov. Bali No. 6 Th 2009 tentang RPJPD Prov. Bali Th 2005-2025

Dalam RPJPD, pemerintah daerah Bali tidak menempatkan isu lingkungan

dalam arah pembangunan daerahnya. Namun, dalam perda ini terdapat kajian mengenai

sarana dan prasarana untuk mendukung  pembangunan bidang pariwisata dan

tantangannya sebagai berikut:

a. Sarana dan Prasarana Pengelolaan Limbah

37
Penanganan air limbah dilakukan secara komunal dan sistem perpipaan. Sistem

Pengelolaan Air Limbah (SPAL) 20.210 unit dengan jumlah Instalasi Pengelolaan

Limbah Terpadu (IPLT) sebanyak 7 unit tersebar di 9 (sembilan) Kabupaten/Kota.

Pengelolaan air limbah dengan sistem perpipaan melalui Denpasar Sewerage

Development Project (DSDP) dengan wilayah pelayanan meliputi Denpasar, Sanur dan

Kuta serta penanganan air limbah secara regional lainnya adalah IPAL Regional Ubud.

b. Tantangan

 Tantangan penanganan air limbah 20 tahun kedepan adalah sistem penanganan

secara terpusat pada kawasan tertentu dengan jumlah penduduk padat serta

kegiatan ekonomi tinggi melalui sistem perpipaan. Tantangan lainnya adalah

kesadaran masyarakat terhadap penanganan limbah masih rendah.

 Tantangan pengelolaan persampahan 20 tahun kedepan di Provinsi Bali adalah

meningkatnya volume sampah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.

Penanganan sampah dengan TPA yang representatif yang tidak berdampak

terhadap pencemaran lingkungan, dilakukan secara parsial dan harus

terlaksananya 3R (reduce, reuse, recycle) dengan baik dan masih sedikit

masyarakat yang melakukan pengelolaan sampah mandiri.

 Tantangan pengelolaan sumberdaya alam 20 tahun kedepan adalah pemanfaatan

yang belum berbasis pada pembangunan berkelanjutan yang mampu

memberikan manfaat bagi pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat Bali.

Tantangan dalam hal pencemaran media lingkungan adalah meningkatnya

akumulasi cemaran pada media air, tanah, dan udara karena masih rendahnya

38
kesadaran dan peran masyarakat, lemahnya pengawasan serta penegakan hukum

lingkungan terhadap pelaku pencemaran lingkungan.

2.   Perda No.4 Th 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Hidup

Bab I Pasal 2, disebutkan bahwa pengendalian pencemaran dan perusakan

lingkungan hidup berasaskan pelestarian fungsi lingkungan hidup dengan menjunjung

tinggi peranserta masyarakat dan nilai-nilai Tri Hita Karana, dan bertujuan untuk

mencegah dan menanggulangi pencemaran, kerusakan, serta memulihkan kualitas

lingkungan hidup.

Bab III tentang Wewenang dan Tanggungjawab pada Pasal 8, disebutkan bahwa

Gubernur berwenang melakukan koordinasi dalam pengendalian pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup terhadap Bupati/Walikota terkait. Pada Bab VII tentang

Pengawasan disebutkan bahwa tugas pengawasan juga menjadi amanah Gubernur

mencakup pemantauan penataan persyaratan perizinan dan pemeriksaan contoh limbah

dan spesimen secara berkala dan insidental baik di lapangan maupun di laboratorium.

Biaya-biaya pemeriksaan laboratorium terhadap contoh limbah dibebankan kepada :

 Penanggungjawab Usaha sebagai kewajiban untuk pemeriksanaan secara berkala

sesuai dokumen lingkungan hidup;

 Anggaran pendapatan dan belanja Daerah atau sumber-sumber dana lain yang

sah untuk pemeriksanaan yang dilakukan oleh Instansi

39
Bab IV tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup

Pasal 12, disebutkan bahwa Setiap Penanggungjawab Usaha dilarang membuang limbah

ke media lingkungan hidup tanpa izin dari Gubernur, dan izin sebagaimana dimaksud

harus memuat persyaratan untuk melakukan upaya pengendalian pencematan dan

perusakan lingkungan hidup. Selanjutnya pada pasal 13 disebutkan bahwa Setiap

Penanggung jawab Usaha yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan

limbah sesuai dengan peraturan perundnag – undangan yang berlaku. Pasal 14

kemudian menjelaskan bahwa setiap Penanggung jawab Usaha yang kegiatannya

mengandung potensi limbah yang mencemari dan merusak lingkungan harus

menyediakan dana lingkungan, dan besaran dana lingkungan diatur dengan Peraturan

Gubernur setelah mendapat Rekomendasi DPRD.

Bab V pasal 15 menentukan bahwa Setiap Penanggungjawab Usaha yang

menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sebagai akibat

pembuangan limbah wajib (a). memiliki sistem tanggap darurat; (b). memberikan

informasi tentang sistem tanggap darurat kepada pemberi izin dan masyarakat luas; dan

(c). melakukan upaya penanggulangan.

Bab VI pasal 17 menyebutkan bahwa Penangungjwab jawab Usaha wajib

menanggung biaya penanggulangan dana/atau pemulihan pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup.

Bab X tentang Ketentuan Pidana disebutkan bahwa setiap orang yang melanggar

ketentuan pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal, 15, pasal 17, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.

40
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud adalah

pelanggaran.

41
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

1. Pada tahun 2007 sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan Badung (Bapeldal) terhadap kualitas air

laut Pantai Kuta, terdapat tiga unsur kimia yang melebihi batas maksimum

yaitu kadar zat nitrat, unsur phospat, dan phenol.

2. Untuk limbah cair, bahan kimia terbanyak yang digunakan oleh hotel dan

restoran, pemukiman serta industri yaitu sabun, diterjen dan sampo.

Perdagangan dan jasa paling banyak menggunakan bahan kimia berupa cat,

plitur dan tiner, nelayan paling dominan menjawab tidak menggunakan bahan

kimia.

3. Untuk limbah padat, komposisi sampah yang tertinggi baik yang dihasilkan

oleh hotel dan restoran maupun pemukiman di areal Kuta 50% merupakan

sampah organik. Sedangkan untuk usaha perdagangan dan jasa limbah non

organiknya mencapai 96% .

4. Limbah gas yang mencemari kawasan Pantai Kuta adalah asap rokok dan asap

kendaraan.

5. Limbah suara di Pantai Kuta adalah mesin kendaraan dan musik yang

menggunakan speaker saat ada event-event tertentu.

6. Pengelolaan dalam masalah pencemaran di Pantai Kuta adalah pengambilan

sampah dilakukan setiap harinya dengan menggunakan 4 wheel loader dan truk

sampah dengan melibatkan sekitar 1000 personil yang terdiri dari pemda,

42
masyarakat dan kalangan perhotelan; dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Kabupaten Badung telah menyiapkan standar operasional dalam mengatasi

sampah, yakni membentuk Unit Reaksi Cepat yang bekerja sama dengan desa

adat Kuta.

7. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rengka mengatasi

pencemaran Pantai Kuta antra lain : Perda Prov. Bali No. 6 Th 2009 tentang

RPJPD Prov. Bali Th 2005-2025 dan Perda No.4 Th 2005 tentang

Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup dan Perda No.4

Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Hidup.

4.2. Saran

1. Setiap pelaku usaha jasa hotel dan penginapan ataupun restoran seharusnya

bersikap proaktif mengajukan izin usaha dan tentunya sudah lolos uji kelayakan.

Dengan terlampauinya tahap ini, maka dapat dijamin bahwa kerusakan

lingkungan akibat pencemaran oleh pelaku jasa hotel tidak akan terjadi. Hal ini

bukan hanya tugas hotel atau pelaku usaha besar karena dalam Perda no. 4

Tahun 2005 tidak ditetapkan mengenai kasta-kasta usaha. Maka, tugas proaktif

tersebut adalah tugas semua pelaku usaha. Dengan mendaftarkan unit usahanya,

maka hal ini juga akan membantu tugas pemerintah dalam mengawasi dan

menciptakan kemudahan dalam pembangunan berkelanjutan.

2. Pemerintah sebagai pengawas dan pengendali pembangunan harus bersikap

bijak dan tanggap terhadap permasalahan tersebut. Sehingga hak-hak

masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dapat terwujud. Dengan

43
adanya alat yang bijak tersebut yakni Perda no. 4 Tahun 2005, maka pemerintah

harusnya bisa menindak dengan tegas pihak-pihak yang melakukan pelanggaran

tersebut.

3. Pemerintah harus selalu tegas mengawasi tingkat pencemaran mulai dari hulu

sampai hilir. Pihak hotel dan restoran juga terbuka, baik untuk diberi sosialisasi

penanganan limbah maupun dikenai sanksi, jika terbukti mencemari lingkungan.

4. Pemda dan masyarakat di Kelurahan Kuta sebaiknya melakukan upaya

pengelolaan limbah secara terpadu, melakukan koordinasi antar daerah,

peningkatan pengawasan dan pemantauan secara rutin, penataan pembangunan

sesuai RDTR, tindakan tegas berupa sanksi dan denda bagi pelanggar yang

merusak lingkungan sehingga parairan laut dapat digunakan sesuai

peruntukannya dan berkelanjutan.

5. Perlu upaya peningkatan kesadaran masyarakat melalui sosialisasi/penyuluhan,

pendidikan dasar, kursus, seminar dan pelatihan keterampilan. Karena seperti

pencemaran yang terjadi akibat sampah kiriman yang terjadi di Pantai Kuta,

haruslah semua pihak bertanggung jawab dalam mengelola sampah dan

limbahnya karena dampaknya juga dirasakan oleh daerah lainnya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Agus Purnomo, I Wayan. 2010. Enam Pantai di Kabupaten Bali Tercemar. Diakses dari
www.nasional.tempo.co pada tanggal 15 September 2015.
Alkhair, Aisyah. Pencemaran Air. Volume 2. Diakses dari
www.aisyahalhair.files.wordpress.com pada tanggal 15 September 2015.
Binus. 2013. Lingkungan. Diakses dari www.binus.ac.id pada tanggal 15 September
2015.
Elyazar, Nita, M.S. Mahendra, dan I Nyoman Wardi. 2007. Dampak Aktivitas
Masyarakat Terhadap Tingkat Pencemaran Air Laut Di Pantai Kuta Kabupaten
Badung Serta Upaya Pelestarian Lingkungan, volume 2 no 1. Diakses dari
www.myscience.com pada tanggal 15 September 2015.
Gede Dharma Putra, Ketut. 2010. Upaya Mengatasi Pencemaran Lingkungan yang
Berasal dari Sampah. Diakses dari www.kgdharmaputra.blogspot.co.id pada
tanggal 15 September 2015.
Hayati, Cucu. 2012. Kajian Kebijakan Pengendalian Pencemaran Dan Perusakan
Lingkungan Hidup Terhadap Permasalahan Pencemaran Akibat Kegiatan
Pariwisata Di Provinsi Bali. Diakses dari www.duniaaya.wordpress.com pada
tanggal 15 September 2015.
H. Prawiro, Ruslan.1988. Ekologi Lingkungan Pencemaran. Semarang: Satya Wacana.

Mulyanto, HR. 2007. ILMU LINGKUNGAN. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Munir, Rozy, dkk. 1987. Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam
Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Ryadi, Slamet. 1984. Pencemaran Air. Surabaya: Usana Offset Printing.
Setiawan, Budi. 2014. Pengelompokkan Limbah Berdasarkan Bentuk atau wujudnya.
Diakses dari www.ilmulingkungan.com pada tanggal 15 September 2015.
Suparta, I Komang. 2013. Pantai Kuta ”diserbu” Sampah. Diakses dari
www.antaranews.com pada tanggal 15 September 2015.
Tagel Sidarta, Wayan. 2002. Dampak Perkembangan Pariwisata Terhadap Kondisi
Lingkungan, Sosial, dan Ekonom Masyarakat. Diakses dari www.core.ac.uk pada
tanggal 15 September 2015

Widyastuti, Reni. Pengembangan Pariwisata yang Berorientasi pada Pelestarian


Lingkungan Hidup. Diakses dari www.jurnal.pasca.uns.ac.id pada tanggal 15
September 2015

45
Yunanto, Agung. 2015. Pembelajaran dalam  Pengelolaan Pesisir dari Kejadian Sampah
Kiriman di Pantai Kuta. Diakses dari www.surajis.wordpress.com pada tanggal 15
September 2015

46
LAMPIRAN

Lampiran 1: foto kumpulan sampah dari pedagang di areal Pantai Kuta

47
Lampiran 2: foto tong sampah di areal Pantai Kuta

48
Lampiran 3: foto toilet dan shower di areal Pantai Kuta

49
Lampiran 4: foto areal Pantai Kuta

50
Lampiran 5: foto kondisi Pantai Kuta saat terjadi pencemaran akibat kiriman sampah

51

Anda mungkin juga menyukai