Oleh :
Nama : Yola Adelia
Nisn : 0057239635
Kelas : XII IPA 4
Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis dengan judul “ Pengaruh Sampah Terhadap Lingkungan di Pantai
Kuta” tepat pada waktunya.
Atas tersusunnya karya tulis ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga proses penyusunan karya tulis ini dapat dilaksanakan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Astri Mela Agustin, S.Pd.,M.Pd. selaku kepala SMA Negeri 1 Seputih
Agung
2. Ibu Rini Krisyanti, S.Pd. selaku wali kelas XII IPA 4
3. Ibu Dra. Amida selaku guru pembimbing karya tulis
4. Teman-teman di SMA Negeri 1 Seputih Agung yang telah telah membantu
dalam penyusunan karya tulis.
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu,penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan karya tulis ini. Semoga bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Bagi pulau Bali yang dikenal sebagai destinasi wisata dunia, fenomena pencemaran
lingkungan hidup merupakan sebuah ironi. Sebagai kawasan yang menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi Bali yang menjadi lokasi hotel,restoran,dan beragam fasilitas
perdagangan dan bisnis yang berkelas dunia, seharusnya kawasan tersebut menampilkan
kualitas daerah yang sesuai dengan citra daerah tujuan wisata internasional. Namun ,
fakta-fakta yang menunjukkan peningkatan pencemaran lingkungan hidup di kawasan
yang telah berkembang menjadi segitiga emas pertumbuhan ekonomi Bali tersebut
sangat memprihatinkan. Apalagi, masyarakat Bali sebagai pendukung budaya setempat
dikenal luas memiliki konsep nilai yang mengedepankan keharmonisan dengan alam,
sangat menghargai keindahan, dan nilai –nilai spiritual seharusnya memberikan
kontribusi yang besar pada pembentukan citra kawasan yang baik.
1.4 Tujuan
1.5 Manfaat
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pariwisata
Berdasarkan UU RI Nomor 9 tahun 1990 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1, pariwisata
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan
daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Menurut Soekadijo (1997) pengertian pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat
yang berhubungan dengan wisatawan. Definisi lain dikemukakan oleh Pakar pariwisata dari
Swiss yaitu Hunziker dan Krapt menyatakan bahwa : Pariwisata adalah keseluruhan
fenomena (gejala) dan hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan
manusia di luar tempat tinggalnya, dengan maksud bukan untuk tinggal menetap di tempat
yang disinggahinya dan tidak berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan upah.
Pembangunan berarti selalu perobahan, membangun adalah merobah sesuatu untuk mencapai
taraf yang lebih baik. Apabila dalam proses pembangunan itu terjadi dampak yang kurang
baik terhadap lingkungan, maka haruslah dilakukan upaya untuk meniadakan atau
mengurangi dampak negatif tersebut, sehingga keadaan lingkungan menjadi serasi dan
seimbang lagi (Koesnadi Hardjasoemantri, 1999: 90).
1. Pencemaran tanah
2. Pencemaran air
Bahan polutan yang dapat menyebabkan polusi air antara lain limbah pabrik, detergen,
pestisida, minyak, dan bahan organis yang berupa sisa-sisa organism yang mengalami
pembusukan.
3. Pencemaran udara
Pencemaran udara dapat bersumber dari manusia atau dapat berasal dari alam. Pencemaran
oleh alam misalnya letusan gunung berapi yang mengeluarkan debu, gas CO, SO2, dan H2S.
partikel-partikel zat padat yang mencemari udara di antara nya berupa debu, jelaga, dan
partikel logam. Partikel logam yang paling banyak menyebabkan pencemaran adalah Pb
yang berasal dari pembakaran bensin yang mengandung TEL (tetraethyl timbel).
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB IV
PEMBAHASAN
Pantai Kuta adalah sebuah tempat pariwisata yang terletak di kecamatan Kuta, sebelah
selatan Kota Denpasar, Bali, Indonesia. Daerah ini merupakan sebuah tujuan wisata turis
mancanegara dan telah menjadi objek wisata andalan Pulau Bali sejak awal tahun 1970-an.
Pantai Kuta sering pula disebut sebagai pantai matahari terbenam (sunset beach) sebagai
lawan dari pantai Sanur. Selain itu, Lapangan Udara I Gusti Ngurah Rai terletak tidak jauh
dari Kuta.
Pantai Kuta berada ± 10 km dari Kota Denpasar dan berjarak ± 2 km dari Bandar Udara
Ngurah Rai. Untuk dapat sampai ke Pantai Kuta dapat melalui darat beraspal dengan lebar ±
6 meter. Jalan utama menuju pantai menjadi satu dengan jalan raya, hal tersebut yang
menyebabkan areal parkir disediakan dengan cara berjajar di sepanjang pantai.
Pantai Kuta sebagai pusat pengembangan kawasan pariwisata didukung dengan aksesibilitas
fisik, yaitu Bandara Ngurah Rai sebagai akses utama wisatawan untuk melakukan kegiatan
wisata ke Pantai Kuta dan daerah tujuan wisata lain di Pulau Bali. Untuk menuju Pantai Kuta
akses fisik kendaraan yang dapat digunakan, yaitu kendaraan beroda dua dan kendaraan
beroda empat dengan jarak tempuh sepuluh menit dari Bandara Ngurah Rai.
Aksesibilitas nonfisik Pantai Kuta berupa akses informasi mengenai objek dan daya tarik,
sarana prasarana, dan keterangan-keterangan kawasan ini yang dapat diperoleh di berbagai
tempat, antara lain Kantor Kelurahan Kuta atau Kecamatan Kuta, Dinas Pariwisata
Kabupaten Badung, Tourism Information Centre (TIC). Di samping itu, juga informasi
melalui internet yang dapat diakses pada situs-situs perorangan yang dapat dicari dengan
menggunakan mesin pencari (search engine) seperti google dan yahoo.
Pantai Kuta dan sekitarnya selalu penuh dengan sampah setiap akhir tahun sejak tahun 2012
hingga saat ini. Sampah-sampah itu pada umumnya adalah sampah kiriman akibat fenomena
angin musim barat yang bertiup dari wilayah barat ke timur. Selama angin musim barat
berembus, Pantai Kuta dan sekitarnya akan selalu menjadi tempat menumpuknya sampah
kiriman dari laut dan muara sungai-sungai terdekat. Mengingat lokasinya berada di teluk,
Pantai Kuta dan sekitarnya menjadi titik berkumpulnya sampah kiriman dari berbagai daerah
di Pulau Bali.
Sampah yang ada di daratan, khususnya yang berada disekitar DAS Selat Bali akan tetap
berada di posisinya ataupun terperangkap dalam daerah-daerah tergenang di sekitar aliran
sungai. Sampah tersebut akan menjadi sampah di perairan Selat Bali pada saat terjadinya
hujan besar. Pada saat musim hujan (musim barat), pola arus di Selat Bali bergerak dari barat
menuju timur dengan membawa massa air dan sampah yang menyertainya. Sebagian sampah
akan didamparkan di bibir pantai di sepanjang Selat Bali dan sebagian lainnya bergerak
mengikuti arus. Pergerakan arus menuju timur akan berputar saat sampai ke cekungan Pantai
Kuta hingga Tanjung Benoa. Kondisi ini berdampak pada massa air dan sampah yang
terbawa berbalik dan berkumpul di sekitar pantai terutama di sekitar Pantai Kuta. Hasil
pemodelan pada periode musim barat 2011, hampir tidak didapatkan sampah yang berasal
dari Pulau Jawa. Namun demikian dengan melihat karakteristik pantai dan pola perubahan
musim, sampah kiriman di sebagian besar pantai di Selat Bali berlangsung secara estafet.
Sampah pantai yang tidak dibersihkan akan terhanyut kembali dan menjadi sumber sampah
bagi pantai di daerah lain.
1. Perda Prov. Bali No. 6 Th 2009 tentang RPJPD Prov. Bali Th 2005-2025
Dalam RPJPD, pemerintah daerah Bali tidak menempatkan isu lingkungan dalam arah
pembangunan daerahnya. Namun, dalam perda ini terdapat kajian mengenai sarana dan
prasarana untuk mendukung pembangunan bidang pariwisata dan tantangannya sebagai
berikut:
Penanganan air limbah dilakukan secara komunal dan sistem perpipaan. Sistem Pengelolaan
Air Limbah (SPAL) 20.210 unit dengan jumlah Instalasi Pengelolaan Limbah Terpadu
(IPLT) sebanyak 7 unit tersebar di 9 (sembilan) Kabupaten/Kota.
Pengelolaan air limbah dengan sistem perpipaan melalui Denpasar Sewerage Development
Project (DSDP) dengan wilayah pelayanan meliputi Denpasar, Sanur dan Kuta serta
penanganan air limbah secara regional lainnya adalah IPAL Regional Ubud.
b. Tantangan
Tantangan penanganan air limbah 20 tahun kedepan adalah sistem penanganan secara
terpusat pada kawasan tertentu dengan jumlah penduduk padat serta kegiatan ekonomi
tinggi melalui sistem perpipaan. Tantangan lainnya adalah kesadaran masyarakat
terhadap penanganan limbah masih rendah.
Tantangan pengelolaan persampahan 20 tahun kedepan di Provinsi Bali adalah
meningkatnya volume sampah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.
Penanganan sampah dengan TPA yang representatif yang tidak berdampak terhadap
pencemaran lingkungan, dilakukan secara parsial dan harus terlaksananya 3R (reduce,
reuse, recycle) dengan baik dan masih sedikit masyarakat yang melakukan
pengelolaan sampah mandiri.
Tantangan pengelolaan sumberdaya alam 20 tahun kedepan adalah pemanfaatan yang
belum berbasis pada pembangunan berkelanjutan yang mampu memberikan manfaat
bagi pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat Bali. Tantangan dalam hal pencemaran
media lingkungan adalah meningkatnya akumulasi cemaran pada media air, tanah,
dan udara karena masih rendahnya kesadaran dan peran masyarakat, lemahnya
pengawasan serta penegakan hukum lingkungan terhadap pelaku pencemaran
lingkungan.
Secara umum sampah selain berdampak pada kebersihan pantai dan pesisir juga berdampak
pada:
1). gangguan mobilitas hewan air
2). perpindahan spesies yang tidak diinginkan
3). gangguan pada laju fotosintesis pada tumbuhan air
4). gangguan pada aktivitas nelayan
5). menurunnya keselamatan pelayaran, seperti: lilitan pada kapal yang
memungkinkan tejadinya kecelakaan
6). menurunnya laju perekonomian
7). menurunnya kesehatan manusia dan ekosistemnya seperti timbulnya
penyakit pada penyelam, perenang dan pemanfaat pantai lain.
Hasil penelitian yang dilakukan pada musim sampah kiriman 2011, mengindikasikan
terjadinya pengurangan pendapatan pelaku usaha hingga 71% dan bertambahnya alokasi
pengeluaran biaya kebersihan hingga 73% di Pantai Kuta. Kerugian ini belum termasuk pada
turunnya persepsi wisatawan pada keindahan Pantai Kuta yang tidak ternilai harganya.
Sampah di Pantai Kuta merupakan kejadian tahunan yang hampir terjadi secara periodik.
Kejadian ini sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah intensitas curah hujan,
tiupan angin serta banyaknya sampah yang berada di daerah sumber sampah. Sampah pantai
Kuta tidak hanya berasal dari pantai kuta saja. Model trajektori partikel (model pelacakan
asal partikel) telah dilakukan dalam mengidentifikasi asal sampah Pantai Kuta.
Sampah kiriman merupakan sampah yang berasal dari daratan disebelah barat Pantai Kuta
yang dihanyutkan melalui sungai ke Selat Bali untuk selanjutnya melalui bantuan angin dan
arus didamparkan ke Pantai Kuta. Semakin dekat ke Pantai Kuta semakin besar persentase
sumbangannya, hampir dapat dinyatakan bahwa tidak didapatkan sampah yang berasal dari
pulau Jawa pada musim barat 2011.
Sampah yang ada di daratan, khususnya yang berada disekitar DAS Selat Bali akan tetap
berada di posisinya ataupun terperangkap dalam daerah-daerah tergenang disekitar aliran
sungai. Sampah tersebut akan menjadi sampah di Selat Bali pada saat terjadinya hujan
besar.
Hasil survei menunjukkan mayoritas sampah dipesisir pantai Kuta Bali adalah sampah
plastik dan sumbernya dari daratan, sampah manusia yang dibuang sembarang. Sepanjang
pesisir pantai Kuta Bali membawa beban berat ratusan ton sampah, terutama anorganik.
Didominasi plastik kemasan, botol minuman, dan sampah manusia lainnya.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
1. Pada tahun 2007 sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Badung (Bapeldal) terhadap kualitas air laut
Pantai Kuta, terdapat tiga unsur kimia yang melebihi batas maksimum yaitu kadar
zat nitrat, unsur phospat, dan phenol.
2. Komposisi sampah yang tertinggi baik yang dihasilkan oleh hotel dan restoran
maupun pemukiman di areal Kuta 50% merupakan sampah organik. Sedangkan
untuk usaha perdagangan dan jasa limbah non organiknya mencapai 96% .
3. Pengelolaan dalam masalah pencemaran di Pantai Kuta adalah pengambilan sampah
dilakukan setiap harinya dengan menggunakan 4 wheel loader dan truk sampah
dengan melibatkan sekitar 1000 personil yang terdiri dari pemda, masyarakat dan
kalangan perhotelan; dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Badung
telah menyiapkan standar operasional dalam mengatasi sampah, yakni membentuk
Unit Reaksi Cepat yang bekerja sama dengan desa adat Kuta.
4. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rengka mengatasi
pencemaran Pantai Kuta antra lain : Perda Prov. Bali No. 6 Th 2009 tentang RPJPD
Prov. Bali Th 2005-2025 dan Perda No.4 Th 2005 tentang Pengendalian Pencemaran
dan Perusakan Lingkungan Hidup dan Perda No.4 Tahun 2005 tentang Pengendalian
Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup.
4.2. Saran
1. Setiap pelaku usaha jasa hotel dan penginapan ataupun restoran seharusnya bersikap
proaktif mengajukan izin usaha dan tentunya sudah lolos uji kelayakan. Dengan
terlampauinya tahap ini, maka dapat dijamin bahwa kerusakan lingkungan akibat
pencemaran oleh pelaku jasa hotel tidak akan terjadi. Hal ini bukan hanya tugas hotel
atau pelaku usaha besar karena dalam Perda no. 4 Tahun 2005 tidak ditetapkan
mengenai kasta-kasta usaha. Maka, tugas proaktif tersebut adalah tugas semua pelaku
usaha. Dengan mendaftarkan unit usahanya, maka hal ini juga akan membantu tugas
pemerintah dalam mengawasi dan menciptakan kemudahan dalam pembangunan
berkelanjutan.
2. Pemerintah sebagai pengawas dan pengendali pembangunan harus bersikap bijak dan
tanggap terhadap permasalahan tersebut. Sehingga hak-hak masyarakat atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat dapat terwujud. Dengan adanya alat yang bijak
tersebut yakni Perda no. 4 Tahun 2005, maka pemerintah harusnya bisa menindak
dengan tegas pihak-pihak yang melakukan pelanggaran tersebut.
3. Pemerintah harus selalu tegas mengawasi tingkat pencemaran mulai dari hulu sampai
hilir. Pihak hotel dan restoran juga terbuka, baik untuk diberi sosialisasi penanganan
limbah maupun dikenai sanksi, jika terbukti mencemari lingkungan.
4. Pemda dan masyarakat di Kelurahan Kuta sebaiknya melakukan upaya pengelolaan
limbah secara terpadu, melakukan koordinasi antar daerah, peningkatan pengawasan
dan pemantauan secara rutin, penataan pembangunan sesuai RDTR, tindakan tegas
berupa sanksi dan denda bagi pelanggar yang merusak lingkungan sehingga parairan
laut dapat digunakan sesuai peruntukannya dan berkelanjutan.
5. Perlu upaya peningkatan kesadaran masyarakat melalui sosialisasi/penyuluhan,
pendidikan dasar, kursus, seminar dan pelatihan keterampilan. Karena seperti
pencemaran yang terjadi akibat sampah kiriman yang terjadi di Pantai Kuta, haruslah
semua pihak bertanggung jawab dalam mengelola sampah dan limbahnya karena
dampaknya juga dirasakan oleh daerah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Purnomo, I Wayan. 2010. Enam Pantai di Kabupaten Bali Tercemar. Diakses dari
www.nasional.tempo.co pada tanggal 15 September 2015.
Binus. 2013. Lingkungan. Diakses dari www.binus.ac.id pada tanggal 15 September 2015.
Elyazar, Nita, M.S. Mahendra, dan I Nyoman Wardi. 2007. Dampak Aktivitas Masyarakat
Terhadap Tingkat Pencemaran Air Laut Di Pantai Kuta Kabupaten Badung Serta Upaya
Pelestarian Lingkungan, volume 2 no 1. Diakses dari www.myscience.com pada tanggal
15 September 2015.
Gede Dharma Putra, Ketut. 2010. Upaya Mengatasi Pencemaran Lingkungan yang Berasal
dari Sampah. Diakses dari www.kgdharmaputra.blogspot.co.id pada tanggal 15
September 2015.
Munir, Rozy, dkk. 1987. Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam
Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia. Setiawan, Budi. 2014. Pengelompokkan
Limbah Berdasarkan Bentuk atau wujudnya. Diakses dari www.ilmulingkungan.com
pada tanggal 15 September 2015.
Yunanto, Agung. 2015. Pembelajaran dalam Pengelolaan Pesisir dari Kejadian Sampah
Kiriman di Pantai Kuta. Diakses dari www.surajis.wordpress.com pada tanggal 15
September 2015
https://www.kompasiana.com/nurulnwll/5eecb644d541df01ba2572e6/pengaruh-sampah-di-
pantai-kuta