Anda di halaman 1dari 33

BIG PROJECT

PENGANGKAT KURSI RODA HIDROLIK

ALAT BANTU DISABILITAS PENGGUNA KURSI RODA

Oleh:

Mohammad Alimu Almadani (20522358)

M. Farhan Harahap (20522354)

Hario Seno (20522353)

Alfan Haikal F. (20522324)

Asisten Pembimbing:

Resalfa Amelza (E-142)

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Transportasi darat merupakan sektor yang sangat penting dalam menunjang
kelancaran bidang perekonomian, pendidikan, urusan pemerintahan dan kepentingan
umum lainnya khususnya di Indonesia. Salah satu bentuk transportasi darat di
Indonesia yang paling banyak digunakan adalah transportasi umum. Di dalam
Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
disebutkan bahwa transportasi atau angkutan adalah perpindahan orang dan/atau
barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu
lintas jalan. Sedangkan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu kesatuan sistem
yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan,
prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan,
serta pengelolaannya.
Salah satunya yaitu halte bus. Halte bus adalah fasilitas bagi masyarakat yang
sangat berpengaruh besar terhadap penggunaan sarana transportasi umum sebuah
kota. Sebagai salah satu fasilitas publik, eksistensi sarana pendukung seperti halte
seharusnya dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna sesuai standar aturan
pengadaannya. Apalagi kegunaan halte sangat penting bagi orang yang memiliki
kecacatan tubuh atau disabilitas karena mereka bisa mencapai tujuannya
menggunakan bus tanpa menggunakan banyak tenaga.
Di dalam implementasinya, tidak banyak perencana dan pengelola pusat-pusat
pelayanan umum dikota-kota besar, baik pemerintah maupun swasta, yang
menyadari, betapa pentingnya menyediakan prasarana dan sarana aksesibilitas
standar bagi para penyandang cacat fisik ini apalagi di kota-kota kecil (Ida Deliyarti
Agustina, 2018), sarana umum yang ada dalam kasus ini adalah halte didesain hanya
untuk orang normal tanpa memperhatikan kepentingan fasilitas bagi penyandang
disabilitas. Rancangan halte masih banyak yang belum memberikan ruang gerak
yang baik dan nyaman bagi penyandang disabilitas. Hal ini tidak sesuai dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 mengenai hak-hak
penyandang disabilitas, yang berarti disini kaum penyandang disabilitas kehilangan
haknya dalam mendapatkan pelayanan yang setara dan bahkan untuk dikatakan
baik. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dimana para penyandang
disabilitas juga merupakan warga Negara Republik Indonesia yang berarti dijamin
untuk memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan warga
negara lainnya.
Hal tersebut menjelaskan bahwa para penyandang disabilitas tak kalah penting
perannya dalam masyarakat sehingga pemenuhan kebutuhan mereka akan fasilitas
publik juga harus dipenuhi terutama dalam hal ini halte yang mana merupakan
fasilitas transportasi umum. Sehingga dari uraian diatas kami penulis mempunyai
sebuah ide untuk merancang halte bagi penyandang disabilitas yang menjadi
concern dalam penelitian kali ini.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang yaitu :
1. Bagaimana tingkat kepuasan halte bagi penyandang disabilitas
2. Apa saja masalah yang berkaitan dengan aksesibilitas halte terhadap penyandang
disabilitas?
3. Bagaimana rancangan desain halte yang sesuai untuk para penyandang
disabilitas?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui tingkat kepuasan halte bagi penyandang disabilitas
2. Mengidentifikasi elemen masalah yang harus dibenahi agar halte usable bagi
para penyandang disabilitas.
3. Membuat rancangan desain halte yang sesuai untuk para penyandang disabilitas.

1.4. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Memberikan kenyamanan fasilitas bagi penyandang disabilitas.
2. Dapat menambah wawasan penegtahuan bagi para pembaca.
3. Diharapkan dapat menjadi acuan penyelesaian masalah aksebilitas halte bus
terhadap penyandang disabilitas.
BAB II
KAJIAN LITERATUR
2.1 Kajian Deduktif
2.1 1 Definisi Disabilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penyandang diartikan dengan
orang yang menyandang (menderita) sesuatu (Moeliono, 1989).
Sedankan disabilitas, menurut KBBI, diartikan sebagai keadaan (seperti
sakit atau cedera) yang merusak atau membatasi kemampuan mental dan
fisik seseorang. Namun disabilitas juga merupakan kata serapan bahasa
Inggris, disability, yang berarti ketidakmampuan seseorang untuk
melakukan berbagai hal dengan cara yang biasa.

Diketahui melalui sumber lain yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2011


tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang
disabilitas ialah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam interaksi
sosialnya menemui hambatan untuk berpartisipasi penuh dan efektif
berdasarkan kesamaan hak. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 4
Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dalam pokok pokok konvensi
poin 1 (pertama) memberikan pemahaman bahwa disabilitas ditujukan
kepada orang yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental yang dapat
menganggu atau menghambat dirinya untuk melakukan kegiatan
selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat fisik; penyandang cacat
mental; penyandang cacat fisik dan mental.

2.1 2 Perngertian Tunadaksa


Penyandang tunadaksa adalah seseorang yang mempunyai
kelainan tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot, dan persendian
baik dalam struktur atau fungsinya yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan
secara layak (Hikmawati, 2011).
2.1 3 Usabilitas

Menurut istilah, Usability berasal dari kata usable yang berarti dapat
digunakan dengn baik. Sedangkan menurut bahasa, berdsarkan ISO
9241- 11: 2018, Ergonomic of human-system interaction (2018),
usability dapat diartikan tingkatan sejauh mna produk yang digunakan
oleh pengguna tertentu dapat mencapai suatu tujuan dengan efektivitas,
efisiensi, dan kepuasan dalam konteks tertentu dari penggunaan.

Tujuan dari usability testing menurut Nielsen (1994) adalah:

1. Memberikan informasi yang jelas dan singkat pada user


2. Memberikan pilihan yang tepat kepada user melalui cara yang mudah
dimengerti
3. Mengurangi keambiguan dari akibat suatu aksi
4. Menempatkan hal penting dengan penempatan yang tepat pada situs

Nielsen (1994) mendefinisikan usability diukur berdsarkan komponen:

1. Learnability, berkaitan dengan seberapa mudah suatu aplikasi atau


website digunakan. Kemudahan tersebut diukur dari pemakaian
fungsi-fungsi dan fitur yang tersedia
2. Efficiency, berkaitan dengan kecepatan dalam pengerjaan “tugas”
dalam website atau aplikasi perangkat lunak tertentu.
3. Memorability, bekaitan dengan kemampuan pengguna
mempertahankan pengetahuannya setelah jangka waktu tertentu.
Kemmpuan tersebut diarahkan oleh tata letak desain interface yang
relatif tetap.
4. Errors, berkaitan dengan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh yang
dilakukan oleh pengguna selama berinteraksi dengan website atau
aplikasi tertentu.
5. Satisfaction, berkaitan dengan kepuasan pengguna setelah
menggunakan website atau aplikasi. Pengukuran terhadap kepuasan
juga meliputi aspek manfaat yang didapat dari pengguna selama
menggunakan perangkat tertentu.
2.1 1 Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar
para pekerja yang berpengaruh dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan,
kebersihan, ataupun musik (Nawawi, 2001).
1. Pencahayaan
Pencahayaan adalah rangsangan untuk vision. Berdasarkan hal itu,
kekurangan pencahayaan atau pencahayaan yang terlalu kuat, secara
partikel, pencahaayaan yang terlalu menyilaukan menyebabkan
penglihatan menjadi kurang jelas yang dapat menyebabkan
kelelahan, sakit kepala, pusing dan penambahan resiko kecelakaan
(Nakagawara, 1990). Pencahayaan dapat diukur dengan luxmeter
dengan satuan lux.
2. Getaran
Getaran dapat didefinisikan dalam beberapa arti, seperti: osilasi
mekanik, gerakan partikel di sekitar equilibrium (salah satu bagian
otak) yang memberikan efek pada kesehatan, kenyamanan, dan
performans dari seseorang. Getaran dipengaruhi oleh frekuensi dan
intensitas getaran itu sendiri. Frekuensi diukur dengan hertz (Hz) dan
intensitas getaran dapat diukur dengan berbagai cara misalnya: tinggi
amplitudo, akselerasi, kecepatan dan tinggi penempatan getaran
(Pulat, 1992). Salah satu alatyang dapat digunakan untuk mengukur
besar getaran yang terjadi pada suatulingkungan kerja adalah
vibrometer.
3. Suhu
Suhu merupakan besaran fisika yang merupakan ukuran panas atau
dinginya suatu kondisi. Menurut Sutalaksana (1979). Dari suatu
penyelidikan pula dapat diperoleh bahwa produktivitas kerja manusia
akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada suhu 24°C sampai
27°.
4. Bunyi
Bunyi adalah tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau
gelombang longitudinal yang merambat melalui medium yang berupa
zat cair, padat dan gas. Berdasarkan SK Kementrian Lingkungan
Hidup No.Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996 kebisingan merupakan
bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat
dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan Kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Subjek Penelitian


Subjek penelitian menurut Nanang Martono (2010: 112) adalah pihak-
pihak yang menjadi sampel dalam suatu penelitian. Karakteristik subjek,
penjelasan tentang populasi, jenis sampel, dan teknik sampling dari acak
maupun non acak termasuk dalam subjek penelitian. Dalam sebuah penelitian,
subjek penelitian memiliki fungsi yang sangat penting karena memuat data
variable yang akan diamati.
Pada penelitian ini, subjek penelitian yang digunakan adalah penyandang
tunadaksa yang menggunakan halte bus. Pengguna tunadaksa yang ditujukan
pada penelitian ini dikhususkan kepada pengguna kursi roda. Tidak hanya
tunadaksa saja, beberapa orang dengan penyakit tertentu yang mengharuskan
mereka untuk menggunakan kursi roda juga dapat menjadi responden dalam
penelitian ini. Peneliti menggunakan responden tunadaksa atau pengguna kursi
roda karena peneliti akan merubah desain atau memodifikasi desain halte yang
sudah ada menjadi ramah bagi tunadaksa atau pengguna kursi roda. Desain yang
akan dimodifikasi yaitu penambahan hidrolik pada halte, pengguna kursi roda
hanya perlu berada diatas hidrolik dan hidrolik akan naik dengan sendirinya
karena menggunakan sensor sehingga hidrolik akan menyala dan mengangkat
pengguna kursi roda.

3.2 Objek Penelitian


Objek penelitian menurut Sugiyono (2017:41) adalah sasaran ilmiah untuk
mendapatkan data untuk memenuhi tujuan dan kegunaan tertentu dari suatu hal
objektif, valid, dan nyata dari suatu objek tertentu. Objek pada penelitian ini
adalah perancangan halte yang dapat meningkatkan kenyamanan pengguna.
3.3 Alur Penelitian

Gambar 1. 1 Diagram Alir Penelitian


Berikut ini adalah rincian dari alur penelitian di atas.
1. Start
Pada proses start memilih dan menentukan ide
2. Identifikasi masalah
Menentukan dan membuat latar belakang dari ide yang sudah ditentukan.
3. Tujuan
Menetukan tujuan atau arah dari penelitian untuk selanjutnya dilakukan sebuah
penelitian.
4. Kajian
Mencari sumber literatur yang kemudian dikaji sehingga dapat membantu
menyelesaikan masalah dan menjadi acuan dalam penelitian.
5. Pengumpulan Data
Mengumpulkan data sesuai dengan metode yang digunakan. Pada penelitian ini
menggunakan metode Usabilitas dan Lingkungan Kerja Fisik.
6. Pengolahan data
Mengolah dan menentukan hasil dari data yang diolah menggunakan metode
usabilitas dan lingkungan kerja fisik sehingga menghasilkan sebuah hitungan
yang kongkrit.
7. Kesimpulan & Saran
Menentukan hasil dari sebuah penelitian dan menjadikan sebuah saran yang
lebih baik kedepannya untuk para peneliti dan pembaca.
8. Selesai
Berisi tentang daftar pustaka dan lampiran.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data


Berikut merupakan data yang telah dikumpulkam berdasarkan metode-metode
yang digunakan:
4.1.1 Uji Usabilitas
Berikut ini merupakan tabel rekap SUS Kuesioner untuk menentukan
kepuasan pengguna terhadap halte yang digunakan:

Tabel 1. 1 Rekap Atribut SUS Kuesioner Halte

No Skala
Pertanyaan
. 1 2 3 4 5
1. Saya akan sering/mengunjungi halte. 2 3 4 1 1
2. Saya menilai halte ini terlalu kompleks. 3 2 3 1 2
3. Saya menilai halte ini mudah digunakan. 1 4 3 3 -
Saya membutuhkan bantuan untuk
4. 3 2 3 2 1
menggunakan halte ini.
Saya menilai fungsi yang disediakan pada
5. halte ini dirancang dan disiapkan dengan 1 6 1 2 1
baik.
Saya menilai terlalu banyak inkonsisten pada
6. 1 1 5 3 1
halte ini.
Saya merasa kebanyakan orang akan mudah
7. 1 1 5 2 2
menggunakan halte ini dengan cepat.
8. Saya menilai halte ini sangat rumit dijelajahi. 1 4 4 2 -
Saya merasa sangat percaya diri saat
9. 1 5 1 3 1
menggunakan halte ini.
Saya perlu banyak belajar banyak hal
10. sebelum saya dapat menggunakan halte ini 1 3 2 4 1
dengan baik.
4.1.2 Lingkungan Kerja Fisik
a. Kebisingan di Halte
Berikut ini merupakan data hasil pengamatan tentang kebisingan di halte
yang dilakukan selama 600 detik menggunakan aplikasi pengukur
kebisingan dan menghasilkan 120 data.

Tabel 1. 2 Data Kebisingan

66,1 66,5 67,2 65,4 68,8 70,6 69,1 73,2 67,7 67,4
69,3 65,4 70 64,3 71,2 64,2 72,1 69,9 77,6 65,2
62,3 79,1 65,5 67,8 72,6 67,8 70 80 64,6 71
66,4 68,5 66,1 68,6 63,2 64,5 66,2 69,2 68 68,7
55,2 76 77,8 56,9 73,3 77,2 69,8 57,7 67,2 65,1
68,4 75,2 69,3 70 68,7 67,1 68,8 70,3 69,9 71,1
73,2 69,2 71,5 70 59 72,1 76,3 74,9 73,3 71,7
74,9 74 71,3 74,5 70,9 71,2 73 76,5 76,4 70,5
68,8 73,6 70,5 68,3 60,6 61 59,2 55 60,2 64,5
75 67 60,9 61,9 65,3 66,7 64,5 65,5 63,1 65,8
65,7 67,8 64,5 59,7 67,8 66 67,1 62,4 65 61,1
64,5 65 68,2 72,5 61,8 63,5 63,2 64,5 66,2 69,2

b. Intensitas Cahaya di Halte


Luas ruangan halte berukuran 3 meter x 12 meter sehingga memiliki luas
36 meter persegi. Dalam pengukuran intensitas cahaya menggunakan
Lux Meter pada halte menggunakan titik potong garis panjang dan lebar
setiap 3 meter seperti pada gambar berikut.

Gambar 1. 2 Gambaran Ukuran Ruangan Halte


Data yang didapatkan pada halte sesuai dengan intensitas cahaya pada
setiap petak 3x3 meter menggunakan aplikasi Lux Meter yaitu:
Gambar 1. 3 Gambaran Ukuran dan Intensitas Cahaya Halte

4.2 Pengolahan Data


Berikut ini merupakan hasil perhitungan dari metode-metode yang digunakan:
4.2.1 Uji Usabilitas

Tabel 1. 3 Skor Hasil Kuesioner SUS Halte

No. Responden Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10


1. Responden 1 4 5 3 5 5 5 5 4 4 4
2. Responden 2 3 4 4 3 4 4 5 4 5 5
3. Responden 3 1 2 3 1 3 3 3 2 2 3
4. Responden 4 3 3 4 4 4 3 4 2 4 4
5. Responden 5 5 3 4 3 2 4 4 3 4 3
6. Responden 6 3 5 3 2 2 3 3 3 3 4
7. Responden 7 3 2 2 4 2 4 3 3 2 4
8. Responden 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
9. Responden 9 2 1 2 3 2 3 3 2 2 1
10 Responden10 2 1 2 1 2 2 2 3 2 2
11. Responden11 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2

Tabel 1. 4 Skor Perhitungan Halte

No Nilai x
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Jumlah
. 2,5
1 4 5 3 5 5 5 5 4 4 4 18 45
2 3 4 4 3 4 4 5 4 5 5 21 52.5
3 1 2 3 1 3 3 3 2 2 3 21 52.5
4 3 3 4 4 4 3 4 2 4 4 23 57.5
5 5 3 4 3 2 4 4 3 4 3 23 57.5
6 3 5 3 2 2 3 3 3 3 4 17 42.5
7 3 2 2 4 2 4 3 3 2 4 15 37.5
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 19 47.5
9 2 1 2 3 2 3 3 2 2 1 21 52.5
10 2 1 2 1 2 2 2 3 2 2 21 52.5
11 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 19 47.5
Rata-rata 49.545

4.2.2 Lingkungan Kerja Fisik


a. Kebisingan di Halte

Tabel 1. 5 Tabel Data Kebisingan

66,1 66,5 67,2 65,4 68,8 70,6 69,1 73,2 67,7 67,4
69,3 65,4 70 64,3 71,2 64,2 72,1 69,9 77,6 65,2
62,3 79,1 65,5 67,8 72,6 67,8 70 80 64,6 71
66,4 68,5 66,1 68,6 63,2 64,5 66,2 69,2 68 68,7
55,2 76 77,8 56,9 73,3 77,2 69,8 57,7 67,2 65,1
68,4 75,2 69,3 70 68,7 67,1 68,8 70,3 69,9 71,1
73,2 69,2 71,5 70 59 72,1 76,3 74,9 73,3 71,7
74,9 74 71,3 74,5 70,9 71,2 73 76,5 76,4 70,5
68,8 73,6 70,5 68,3 60,6 61 59,2 55 60,2 64,5
75 67 60,9 61,9 65,3 66,7 64,5 65,5 63,1 65,8
65,7 67,8 64,5 59,7 67,8 66 67,1 62,4 65 61,1
64,5 65 68,2 72,5 61,8 63,5 63,2 64,5 66,2 69,2

 Range: 80−55=25
 Jumlah kelas: 1+3.3 log n=1+3.3 log 120=7.86~ 8
25
 Interval kelas: =3.18
7.86
 Distribusi frekuensi:

Tabel 1. 6 Tabel Distribusi Frekuensi

No. Interval Bising Nilai Tengah Frekuensi


1 55 – 58.18 56.59 4
2 58.19 – 61.36 59.775 8
3 61.37 – 64.55 62.96 15
4 64.56 – 67.74 66.15 27
5 67.75 – 70.93 69.34 33
6 70.94 – 74.12 72.53 19
7 74.13 – 77.31 75.72 10
8 77.32 – 80.5 78.91 4

 Menghitung LTM5:

LTM 5=10 × log


( n × (∑ Tn .10 )))=¿
( 1 0.1 ln

((( ))
4 × 100.1 ×56.59 +8 ×10 0.1 ×59.775 +15 × 100.1 ×62.96
1
¿ 10 log 0.1 × 66.15 0.1×69.34 0.1× 72.53
120 + 27 ×10 +33 ×10
0.1×75.72
+19 ×10
0.1 ×78.91
+10 ×10 + 4 ×10

¿ 70.847 dBA

b. Intensitas Cahaya di Halte

Gambar 1. 4 Gambaran Ukuran dan Intensitas Cahaya Halte


122+ 111+ 269+3959+2049+6593
x= =2243.83 lux
6
Luas halte sebesar 36m2 yaitu termasuk diantara 10m2 sampai 100m2
sehingga ditentukan titik potong garis horizontal panjang dan lebar
ruangan adalah pada jarak setiap 3 meter.
4.3 Analisis Data
4.3.1 Uji Usabilitas
Pada uji usablitas ini ditujukan untuk mengetahui tingkat kepuasan dari
pengguna yaitu disabulitas dalam menggunakan halte ini. Berdasarkan uji
usabilitas, telah didapatkan hasil penilaian oleh responden yang sudah
menjawab sejumlah 10 pertanyaan dan dicantumkan dalam tabel SUS pada
perhitungan sebelumnya. Hasil SUS yang diperolah terkait kepuasan halte
yaitu mendapatkan nilai rerata sebesar 49.545.
Berdasarkan hasil SUS yang didapatkan, halte ini mendapatkan penilaian
yang masih rendah atau kurang baik bagi disabilitas. Dengan skor SUS
49,545 dan dikategorikan ke dalam Acceptable maka halte ini masih dalam
kategori Not Acceptable dengan persenti antara 2-14 dan termasuk dalam
nilai F. Dalam kategori Adjective termasuk dalam Poor dan dalam NPS
termasuk dalam Detractor.

4.3.2 Lingkungan Kerja Fisik


a. Kebisingan di Halte
Pada perhitungan kebisingan di halte didapatkan tingkat kebisingan yaitu
dari hasil menghitung LTM5 bernilai 70.847 dBA. Range data
kebisingan yang didapatkan yaitu sebesar 25 dengan nilai terbesar adalah
80 dan nilai terkecil adalah 55. Jumlah kelas yang didapat adalah 8 dan
interval kelas 3.18.
Menurut Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 manusia tidak boleh terpapar
kebisingan lebih dari 140 dBA walaupun sesaat dan batas minimal
tingkat kebisingannya adalah 80 dBA yaitu dengan lama paparan perhari
selama 24 jam. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kebisingan pada halte
yaitu 70,957 dBA tergolong aman karena berada dibawah batas minimal
dari aturan tingkat kebisingan Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 yaitu
pada 80 dBA selama 24 jam perhari.
b. Intensitas Cahaya di Halte
Rata-rata yang didapatkan dari 4 petak diatas adalah 2243,83 lux. Pada
setiap titik memiliki intensitas cahaya yang berbeda seperti pada titik
6593 lux yang disebabkan karena terdapat pintu sebagai tempat
penumpang keluar dari bus sehingga cahaya masuk dari pintu tersebut.
Pada titik dengan intensitas cahaya 2049 lux karena terdapat dinding
kaca yang sedikit gelap sehingga cahaya yang masuk akan sedikit
tereduksi. Pada titik dengan intensitas cahaya sebesar 3959 lux
disebabkan karena sebagai pintu masuk penumpang menuju ke bus
sehingga cahaya lebih banyak masuk ke pintu tersebut. Pada titik 122
lux, 111 lux, dan 269 lux disebabkan karena tempat ini merupakan sisi
dari halte yang tidak terkena cahaya matahari. Kondisi pada saat
penelitian, halte dalam kondisi siang hari yang terik dengan keadaan
lampu mati, sehingga pencahayaan hanya dari cahaya matahari yang
masuk dari kaca dan pintu keluar masuk penumpang.
Mengingat pada standar keputusan Menteri Kesehatan RI No.
261/MENKES/SK/II/1998 tentang persyaratan Kesehatan lingkungan
kerja, yaitu pada pekerjaan kasar dan tidak terus menerus tingkat
pencahayaan minimumnya adalah 100 Lux dan rata-rata yang didapatkan
pada saat pengukuran di halte yaitu 2243,83 lux sehingga aktivitas yang
dilakukan di halte merasa nyaman dan tidak ada gangguan karena gelap
tetapi perlu sedikit penyesuaian.
4.4 Rancangan Desain Halte
Rancangan desain halte yang sesuai dengan penyandang disabilitas berupa alat
bantu pengguna kursi roda “Pengangkat Kursi Roda Hidrolik”.

Gambar 1. 5 Dimensi Kursi Roda secara Umum

Berdasarkan dimensi kursi roda secara umum, maka desain “Pengangkat Kursi
Roda Hidrolik” disesuaikan dengan dimensi kursi roda tersebut. Berikut ini
adalah rincian dimensi “Pengangkat Kursi Roda Hidrolik”.

Tabel 1. 7 Dimensi Kursi Roda secara Umum

Keterangan Dimensi
Lebar alat 95 cm
Panjang alat 130 cm
Tinggi alat 75 cm
Tinggi hidrolik 50 cm

Pada dimensi lebar, panjang, dan tinggi alat sudah disesuaikan dengan
dimensi kursi roda secara umum dan diberikan kelonggaran pada setiap sisinya
untuk memberikan ruang bebas bergerak bagi pengguna kursi roda. Pada tinggi
hidrolik, disesuaikan dengan tinggi lantai dasar halte yaitu dengan tinggi 50 cm.

Sistem kerja alat ini adalah pengguna kursi roda perlu memposisikan kursi roda
berada diatas alat ini pada tempat yang sudah disediakan, kemudian hidrolik
pada alat ini akan mengangkat pengguna dengan otomatis yaitu jika terdeteksi
ada kursi roda yang sudah tepat pada posisi yang disediakan, maka hidrolik
akan terangkat. Sistem otomatis pada alat ini menggunakan sensor optik. Sensor
ini menggunakan cahaya infra merah yang melintang sepanjang alat ini. Jadi
saat cahaya infra merah terhalang oleh benda, maka alat ini akan mengangkat
dengan sendirinya. Begitu juga ketika benda itu meninggalkan alat ini maka
cahaya infra merah akan terhubung kembali dan alat ini akan turun dengan
sendirinya. Cahaya infra merah juga terletak pada atas lantai halte yang
digunakan untuk saat turun menggunakan alat ini. Jadi pengguna kursi roda
melewati sensor optic yang ada di lantai halte kemudian alat ini akan naik
dengan sendirinya dan saat pengguna kursi roda meninggalkan lantai halte
maka alat ini akan turun secara otomatis.

Gambar 1. 6 Pengangkat Kursi Roda Hidrolik


Gambar 1. 7 Pengangkat Kursi Roda Hidrolik

Pada pengguna halte yang bukan pengguna kursi roda sudah disediakan tempat
yang berbeda, yaitu pada sisi depan halte sudah disediakan tangga dan alat ini
terletak pada bagian belakang halte.

Gambar 1. 8 Tempat yang Disediakan Bagi Pengguna Halte Umum


Dimensi halte tidak sesuai dengan dimensi “Pengangkat Kursi Roda Hidrolik”
sehingga pelu adanya penyesuaian pada dimensi halte sebelumnya. Penyesuaian
yang dilakukan adalah menambah lebar pintu keluar dan masuk halte menjadi
95 cm. Hal ini dilakukan karena kursi roda sulit masuk pada pintu sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengamatan, pintu halte sebelumnya hanya memiliki lebar
sebesar 85 cm dengan tinggi 210 cm.
Dalam penentuan tinggi pintu perlu perhitungan dan beberapa kemungkinan
yang terjadi yaitu seperti menambahkan saat menggunakan topi dan sepatu
(Nurminto, 2004). 210 cm ini didapatkan dari dimensi antropometri tinggi
badan tegak saat berdiri dengan persenti 95 dengan ukuran topi dan sepatu.
Persentil 95 ini digunakan agar semua orang dapat menggunakan pintu ini.

Gambar 1. 9 Halte Sebelum Desain Ulang untuk Pengguna Kursi Roda


Gambar 1. 10 Halte Setelah Desain Ulang untuk Pengguna Kursi Roda
Penyesuaian pada intensitas cahaya pada halte yaitu memberikan kaca film
yang lebih gelap dan menyalakan lampu agar pembagian intensitas cahaya
merata ke semua tempat yang ada di halte. Adapun rekomendasi penematan
lampu agar cahaya terbagi dengan rata yaitu dengan meletakkan 4 lampu pada
bagian tengah halte dan diletakkan setiap 3 meter antara 1 lampu dengan lampu
lainnya.

Gambar 1. 11 Ilustrasi Penempatan Lampu


Dengan adanya lapisan kaca film, cahaya yang masuk tidak akan terlalu terang
sehingga pengguna halte tidak merasa silau dan tetap nyaman saat berada di
halte. Kaca film yang sebaiknya digunakan pade halte ini sebaiknya dengan tipe
20% sehingga cahaya dari luar masih bisa masuk dan tidak membuat silau
pandangan orang didalamnya.

Gambar 1. 12 Desain Halte Dalam dengan Kaca Film Lebih Gelap

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Tingkat kepuasan penyandang disabilitas terhadap halte tergolong kurang
puas. Hal ini didasari dari hasil SUS kuesioner yang mendapatkan hasil
yang kurang baik yaitu mendapatkan skor rata-rata sebesar 49.545 dari 10
pertanyaan. Penyandang disabilitas belum merasakan kemudahan dan
kepuasan terhadap halte yang sudah ada.
2. Dari penelitian yang sudah dilakukan ada beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi yaitu pada masalah usabilitas dan lingkungan kerja fisik. Pada
elemen kerja fisik, ada beberapa elemen masalah yaitu pada tingkat
kebisingan dan intensitas cahaya di halte. Untuk rata-rata tingkat kebisingan
didapatkan 70,847 dBA. Kemudian untuk intensitas cahaya di halte
didapatkan nilai rata-rata 224,83 lux dengan rincian 6593 lux, 2049 lux,
3959 lux, 122 lux, 111 lux, dan 269 lux. Untuk membuat nilai menjadi tidak
berselisih terlalu jauh diperlukan penyesuaian pada halte.
3. Rancangan desain halte yang akan disesuaikan bagi penyandang disabilitas
khusunya pengguna kursi roda yaitu memodifikasi halte yang sudah ada
dengan menambahkan alat pengangkat kursi roda bersistem hidrolik yang
alat itu akan mengangkat penyandang disabilitas yang berada diatasnya
(tempat yang disediakan) khusunya pengguna kursi roda dan membawa naik
ke halte sehingga pengguna kursi roda tidak perlu mengeluarkan banyak
usaha untuk menggunakan halte.
Untuk mendukung lingkungan kerja yang nyaman maka juga perlu
penyesuaian pada lingkungan kerja fisik yaitu pada tingkat kebisingan dan
intensitas cahaya. Penyesuaian pada tingkat kebisingan yaitu memberikan
pintu otomatis pada halte karena pada kenyataanya pintu untuk keluar
masuk penumpang dari Trans Jogja tidak pernah ditutup setelah penumpang
keluar atau masuk dari bis sehingga menyebabkan kebisingan yang kurang
nyaman. Dengan adanya pemberian pintu otomatis ini, maka didalam halte
akan selalu terasa kedap suara atau minim suara yang bising, karena suara
dari luar halte tidak masuk dan terhalang oleh pintu.
Penyesuaian pada intensitas cahaya yaitu memberikan kaca film yang lebih
gelap dan menyalakan lampu agar pembagian intensitas cahaya merata ke
semua tempat yang ada di halte. Cahaya yang masuk tidak akan terlalu
terang karena terhalang oleh kaca film sehingga pengguna halte tidak
merasa silau dan tetap nyaman saat berada di halte. Pada beberapa bagian
yang gelap dapat diberikan lampu atau menyalakan lampu yang ada karena
pada saat penelitian halte ini tidak menyalakan lampu.
DAFTAR PUSTAKA

Nurmianto, E. (2004). Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya edisi kedua. Surabaya:


Guna Widya.
Nurmalita R., Lestari Ayu I., Nurzikiresa R., Rachmatri Yunnia A. (2019). Rancangan
Sistem Kerja dan Ergonomi “Automatic Box dan Penerapan Antropometri Serta
Evaluasi Usabilitas Untuk Penyandang Tunanetra di SLB Damayanti Sleman”.
Universitas Islam Indonesia.
Dewi Rusmiari N. P. (2016). Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas di Halte dan
Bus Trans Jogja di Kota Yogyakarta. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Yupardhi Hendrawan T., Waisnawa Jayadi Made I. (2015). Studi Aksesibilitas Publik
Halte Trans Sarbagita Terhadap Penyandang Disabilitas. Institut Seni Rupa dan
Desain. Institut Seni Indonesia Denpasar.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai