Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL PENELITIAN

DESAIN BANGUNAN FAKULTAS TEKNIK ARSITEKTUR UNSRAT


TERHADAP PENYANDANG DISABILITAS

Oleh :

Xavaldo Gyosheva Pontoh

NIM : 18021102100

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah ....................................................................
1.2 Rumusan masalah .............................................................................
1.3 Tujuan penelitian ..............................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Tujuan Desain Bangunan ..................................................................
2.1.1 Tujuan umum ............................................................................
2.1.2 Tujuan bagi disabilitas ..............................................................
2.2 Difabel ..............................................................................................
2.2.1 Pengertian difabel .....................................................................
2.2.2 Klasifikasi penyandang difabel .................................................
2.2.3 Difabel sesuai pendidikan inklusif ............................................
2.2.4 Fokus kajian evaluasi penyandang difabel ...............................
2.3 Evaluasi Bangunan ...........................................................................
2.3.1 Teori Evaluasi Bangunan ..........................................................
2.3.2 Elemen Evaluasi Bangunan ......................................................
2.3.3 Standar Yang Digunakan Dalam Evaluasi Bangunan ..............

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Variabel Penelitian ..........................................................................
3.2 Letak dan Luas Kawasan Fakultas Teknik Unsrat ...........................
3.3 Teknik pengumpulan data ................................................................
3.3.1 Metode observasi ......................................................................
3.3.2 Metode pengukuran ..................................................................
3.3.3 Dokumentasi .............................................................................
3.4 Analisis data .....................................................................................

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN


4.1 Hasil Analisis ...................................................................................
4.1.1 Ramp ..........................................................................................
4.1.2 Jalur Pemandu ............................................................................
4.1.3 Pintu............................................................................................
4.1.4 Area Parkir .................................................................................
4.1.5 Tangga ........................................................................................
4.1.6 Toilet Umum ..............................................................................

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan .......................................................................................
5.2 Saran .................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejauh ini pembangunan kota belum sepenuhnya merata. Bagi warga kota yang
tergolong minoritas, kaum disabilitas atau difabel, kota belum banyak menyediakan akses
yang semestinya, begitupulah dengan desain pembangunan gedung yang semestinya.
Sampai saat ini, masalah penyandang disabilitas masih menjadi salah satu masalah yang
perlu diperhatikan. Penyandang disabilitas cenderung mengalami hambatan dalam aktifitas
kehidupan nya sehari-hari, dari pandangan masyarakat pun penyandang disabilitas
membutuhkan bantuan dikarenakan kondisi yang dialaminya.

Jika ditelaah sekarang ini, terkait jumlah penyandang disabilitas di Indonesia


tergolong cukup signifikan. Berdasar dari angka yang ditetapkan oleh WHO (World
Health Organization) terdapat 15% Penyandang Disabilitas di Indonesia pada tahun
2012. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat populasi mencapai 36.841,956 dengan
populasi keseluruhan penduduk 245 juta (WHO dalam Tohari 2014).

Di Indonesia sendiri, masalah desain yang berhubungan dengan disabilitas masih


tergolong tinggi dan membutuhkan perhatian yang lebih. Masih banyak bangunan maupun
desain bangunan yang tidak memperhatikan standard kelayakan untuk penyandang
disabilitas, akibatnya mayoritas penyandang disabilitas kesusahan untuk masuk dan
beraktifitas di dalam bangunan.

1.2 Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada di atas, maka dapat diindentifikasi
masalahnya sebagai berikut:

1. Desain bangunan gedung terutama di Indonesia belum memenuhi standar untuk


penyandang disabilitas / difabel.
2. Masih banyak disabilitas yang susah mengakses dan beraktifitas pada bangunan
dan gedung di Indonesia.
3. Banyak perancang gedung tidak memperhatikan pengguna difabel dalam
merancang bangunan.

Menurut latar belakang di atas maka rumusan masalah teridentifikasi sebagai berikut:
1. Apakah bangunan fakultas teknik di Universitas Sam Ratulangi telah menerapkan
desain ramah disabilitas?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui pengaruh desain bangunan terhadap penyandang
disabilitas.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengidentifikasi bangunan khususnya di fakultas teknik Arsitektur
UNSRAT yang telah memenuhi standar untuk disabilitas.
b. Mengetahui rancangan yang ramah dan mendukung pengguna disabilitas.
c. Menganalisis keterkaitan arsitektur dan penyandang disabilitas.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tujuan Desain Bangunan


2.1.1 Tujuan Umum
Dalam mendesain sebuah bangunan alangkah baiknya apabila kita
mempunyai gambaran dan pemahaman akan apa-apa saja yang menjadi tujuan dalam
desain arsitektur pada sebuah bangunan. dengan mengetahui tujuan desain bangunan
diharapkan proses desain yang dihasilkan antara klien dan arsitek dapat
menghasilkan suatu desain yang memiliki konsep yang kuat dan jelas, terhindar dari
bias yang membuat bangunan menjadi kehilangan jati dirinya.
2.1.2 Tujuan Bagi Disabilitas
Desain bangunan sangat berpengaruh terhadap penyandang disabilitas
terutama dalam hal aksesibilitas dan sirkulasi pada tapak maupun dalam bangunan.
Desain yang baik bagi penyandang disabilitas dapat membuat penyandang disabilitas
dapat beraktifitas dengan nyaman dan aman didalam bangunan sebab kemudahan
sirkulasi yang dapat memungkinkan penyandang disabilitas dapat mengeksplor area
bangunan.

2.2 Penyandang difabel

A. Difabel

1. Pengertian Difabel

Difable memiliki arti seseorang yang memiliki kelainan tubuh pada alat gerak
yang meliputi otot, tulang, dan persendian baik dalam struktur dan fungsinya yang
dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk
melakukan kegiatan selayaknya Pusat Bahasa, (2008). Kata difabel tidak muncul
begitu saja, difabel atau kata yang memiliki definisi “different abled people“
merupakan sebuah istilah untuk menamai mereka yang memiliki kebutuhan khusus,
dan menggantikan istilah “cacat” yang sebelumnya banyak digunakan dalam
penyebutan mereka yang berkebutuhan khusus.
Kata cacat yang selama ini umum digunakan tidak layak dilekatkan kepada
manusia, karena kata tersebut seringkali juga digunakan pada benda yang rusak.
Penggunaan istilah difabel dianggap lebih menghormati mereka para penyandang
disabilitas ditengah kehidupan masyarakat yang memandang golongan mereka
hanya sebelah mata. Sehingga kata difabel diyakininya lebih humanis dari pada kata
penyandang cacat. Menurut UU No 4 tahun 1997, Setiap orang yang mempunyai
kelainan fisik, dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan
dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layaknya, yang terdiri dari
penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental.

2. Klasifikasi penyandang difabel


Menurut Ari Pratiwi, dkk (2016), Disabilitas di klasifikasikan menjadi
beberapa pengelompokkan antara lain sebagai berikut :

a. Disabilitas fisik, terdiri dari :


1. Disabilitas tubuh yaitu, anggota tubuh yang tidak lengkap karena bawaan dari
lahir, kecelakaan, maupun akibat penyakit yang menyebabkan terganggunya
mobilitas yang bersangkutan seperti, amputasi pada anggota tubuh tangan,
kaki, paraplegia, kecacatan tulang, dan cereblay palsy.
2. Disabilitas rungu/wicara yaitu kecacatan sebagai akibat hilangnya atau
tergantungnya fungsi pendengaran dan fungsi bicara baik disebabkan oleh
kelahiran, dan kecelakaan maupun penyakit. Disabilitas rungu wicara tediri
dari disabilitas rungu dan wicara, disabilitas rungu, dan disabilitas wicara.
3. Disabilitas netra, yaitu seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang
disebabkan oleh hilang atau berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat
dari kelahiran, kecelakaan, maupun penyakit. Disabilitas netra terdiri dari
buta total, persepsi cahaya, dan memiliki sisa penglihatan (low vision). Buta
total, yaitu tidak dapat melihat sama sekali objek di depannya (hilangnya
fungsi penglihatan). Persepsi cahaya, yaitu seseorang yang mampu
membedakan adanya cahaya atau tidak, tetapi tidak dapat menentukan objek
atau benda di depannya. Memiliki sisa penglihatan (low vision), yaitu
seseorang yang dapat melihat samar-samar benda yang ada di depannya dan
tidak dapat melihat jari-jari tangan yang digerakkan dalam jarak satu meter.
b. Disabilitas mental, terdiri dari :
1. Disabilitas mental retardasi, yaitu seseorang yang perkembangan mentalnya
(IQ) tidak sejalan dengan pertumbuhan usia biologisnya.
2. Eks psikotik, yaitu seseorang yang pernah mengalamigangguan jiwa
3. Disabilitas fisik dan mental, (cacat ganda), yaitu seseorang yang memiliki
kelainan pada fisik dan mentalnya.

3. Klasifikasi penyandang difabel, sesuai pendidikan inklusif

Klasifikasi penyandang disabilitas menurut Peraturan Menteri Pendidikan


Nasional No.70 Tahun 2009, tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, yaitu :
a. Tunanetra, yaitu kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan
dalam indra penglihatannya. Berdasarkan tingkat gangguannya, tunanetra
dibagi dua yaitu buta total (total blind) dan yang masih mempunyai sisa
penglihatan (low vision).
b. Tunarungu, yaitu kondisi fisik yang ditandai dengan penurunan atau
ketidakmampuan seseorang untuk mendengarkan suara.
c. Tunawicara, yaitu ketidakmampuan seseorang untuk berbicara.
d. Tunagrahita, yaitu keterbelakangan mental atau dikenal juga sebagai retardasi
mental.
e. Tunadaksa, yaitu kelainan atau kerusakan pada fisik dan kesehatan.
f. Tunalaras, yaitu individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan
emosi dan kontrol sosial.
g. Berkesulitan belajar.
h. Lamban belajar
i. Autis, yaitu gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan interaksi social

j. Memiliki gangguan motorik.


k. Menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif
lainnya.
l. Tunaganda, yaitu seseorang yang memiliki kelainan pada fisik dan
mentalnya.
m. Memiliki kelainan lainnya.

4. Fokus kajian evaluasi penyandang difabel


Evaluasi bangunan Gedung Arsitektur Unsrat, ini ditinjau dari 2 segi variabel
penyandang disabilitas, yaitu penyandang tunanetra dan penyandang tunadaksa
(pengguna kursi roda dan pengguna kruk). Pengerucutan menjadi 2 variabel ini
bertujuan agar evaluasi bisa lebih mendalam, mengkaji tentang permasalahan yang
dihadapi oleh tunanetra dan tunadaksa, serta solusi pembangunan kedepannya agar
fasilitas layanan lebih ramah terhadap kondisi fisik 2 variabel (tunanerta dan
tunadaksa) tersebut. Berikut merupakan deskripsi dari ke 2 variabel :

a. Penyandang Tunanetra

Menurut Irham Hosni, Penglihatan seseorang memiliki peranan penting


dalam mendapatkan informasi dari lingkungan. Apabila penglihatan
seseorang hilang maka saluran utama didalam memperoleh informasi dari
lingkungan akan hilang. Hal ini berakibat adanya hambatan dalam
memperoleh pengalaman baru yang beraneka ragam. Dengan hilangnya
penglihatan, seorang tunanetra dalam memperoleh informasi
menggantungkan pada indera yang lain dan masih berfungsi. Indera
pendengaran, Peraba, Penciuman, Pengecap. Pengalaman kinestetis yang
dimiliki adalah saluran keinderaan yang cukup penting, akan tetapi indera di
luar penglihatan ini sering tidak dapat mengidentifikasi dan memahami
sesuatu objek di luar jangkauan fisiknya secara mendetail. Dengan kata lain
objek yang berada di luar jangkauannya secara fisik tidak akan berarti bagi
tunanetra.
b. Penyandang Tunadaksa

Menurut Hikmawati (2011), penyandang tunadaksa adalah seseorang


yang mempunyai kelainan tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot,
dan persendian baik struktur atau fungsinya yang dapat menganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan
secara layak/normal. Menurut Karyana dan Widiati (2013), tunadaksa dapat
didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem
otot, tulang, dan persendian yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi,
komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan.

2.3 Evaluasi bangunan

1. Teori evaluasi bangunan

Menurut Priyo dan Wijatmiko (2011), kriteria evaluasi bangunan gedung dari
segi aksesibilitas meliputi keandalan fisik bangunan gedung meliputi pemenuhan
unsur keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Definisi persyaratan
keandalan bangunan gedung :

a. Persyaratan Keselamatan Bangunan Gedung meliputi persyaratan struktur


bangunan gedung, kemampuan bangunan terhadap bahaya kebakaran,
kemampuan bangunan Rusunawa terhadap bahaya petir dan bahaya
kelistrikan.
b. Persyaratan Kesehatan Bangunan Gedung meliputi persyaratan sistem
penghawaan, sistem pencahayaan, sistem air bersih dan sanitasi, dan
penggunaan bahan bangunan.
c. Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung meliputi persyaratan
kenyamanan ruang gerak dalam bangunan gedung, kenyamanan kondisi
udara dalam ruang, kenyamanan pandangan, kenyamanan terhadap tingkat
getaran dan kebisingan.
d. Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung meliputi persyaratan hubungan
ke, dari, dan di dalam bangunan Rusunawa yang meliputi: kemudahan
hubungan horisontal dalam bangunan, kemudahan hubungan vertikal.

2. Elemen evaluasi bangunan

Elemen dalam evaluasi ini merupakan elemen akesibilitas bangunan Gedung


Arsitektur Unsrat. Ada 8 item yang dijadikan kajian dalam evaluasi, item tersebut
terbagi kedalam beberapa kategori, antara lain :
a. Elemen aksesibilitas, merupakan elemen utama yang digunakan oleh difabel
dalam menjangkau fasilitas di dalam Gedung Arsitektur secara mandiri,
terdiri dari (ramp dan tangga darurat).

b. Elemen Pendukung, merupakan elemen pelengkap yang memudahkan


pengguna gedung (difabel), dalam melakukan aktivtas di dalam Gedung
Arsitektur, terdiri dari (guiding block, pintu, jalur akses utama, area parkir,
toilet, sistem peralatan dan perlengkapan kontrol).

3. Standar yang digunakan dalam evaluasi bangunan

Persyaratan teknis dalam kajian evaluasi bangunan ini diambil dari Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat PRT/M/No. 14 tahun 2017,
PRT/M/No. 30 tahun 2006, dan Manual Desain Bangunan Aksesibel (SAPPK ITB).
Berikut ini komparasi dari 3 peraturan yang dijadikan rujukan dan 11 item yang
dijadikan objek dalam evaluasi bangunan Gedung Arsitektur.

a. Ukuran dasar ruang


Esensi : Ukuran dasar ruang 3 dimensi (panjang, lebar, dan tinggi) mengacu
kepada ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang digunakan difabel, dan
ruang yang dibutuhkan. Masing-masing ruang yang ada di dalam bangunan
disesuaikan dengan fungsi kemudian di tetapkan kapasitas maximal penggunaan.
Persyaratan :
1. Ukuran dasar ruang ditetapkan dengan mempertimbangkan fungsi
2. Ukuran dasar minimum dan maksimum yang digunakan dalam pedoman ini
dapat ditambah atau dikurangi sepanjang asas-asas aksesibilitas dapat tercapai.
3. Kebutuhan ruang gerak pengguna bangunan gedung dan pengunjung bangunan
gedung.
4. sirkulasi

Dalam hal kondisi bangunan gedung tidak dapat memenuhi ukuran dasar ruang
yang memadai, maka perencana konstruksi dapat melakukan penyesuaian ukuran
dasar ruang sepanjang prinsip Desain Universal terpenuhi. Sehingga setiap
Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung masih dapat
beraktivitas secara mudah, aman, nyaman, dan mandiri.
Detail penerapan standar :
b. Jalur pemandu/guiding block

Esensi : Jalur yang memandu penyandang cacat untuk berjalan dengan


memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan. Batasan evaluasi
jalur aksesibilitas ini adalah jalur akses menuju Gedung Arsitektur Unsrat,
dan jalur keluar dari bangunan Arsitektur Unsrat.
Persyaratan :
1. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arah jalan.
2. Tekstur ubin peringatan berbentuk (bulat) memberikan peringatan terhadap
adanya perubahan situasi disekitarnya warning.
Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding
blocks) :

a. Didepan jalur lalu lintas kendaraan

b. Didepan pintu masuk dan pintu keluar dari dan menuju tangga atau
fasilitas persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai

c. Pada jalan pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan

d. Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke arah tempat pemberhentian


transportasi umum terdekat (dengan bangunan).

Detail penerapan standar :


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007, Statistika
untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung).

Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas


dan variabel terikat. Variabel bebas (independent variable) atau variabel X
adalah variabel yang dipandang sebagai penyebab munculnya variabel terikat
yang diduga sebagai akibatnya. Sedangkan variabel terikat (dependent variable)
atau variabel Y adalah variabel (akibat) yang dipradugakan, yang bervariasi
mengikuti perubahan dari variabel-variabel bebas. Umumnya merupakan
kondisi yang ingin kita ungkapkan dan jelaskan (Kerlinger, 1992:58-59).

1. Variabel Bebas (Independent) : Desain Bangunan (X)

2. Variabel Tergantung (Dependent ) : Kenyamanan Pengguna


Disabilitas (Y)

3.2 Letak dan Luas Kawasan Fakultas Teknik Arsitektur Unsrat


Lokasi : Jl. Kampus Barat, Bahu, Kec. Malalayang, Kota Manado, Sulawesi Utara.

Luas lahan : 2000 m².

Jumlah lantai : 4 lantai.

Sc : Google Earth

3.3 Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam evaluasi ini adalah
dengan menggunakan beberapa metode seperti berikut ini :
1. Metode observasi
Metode observasi merupakan peninjauan langsung ke lapangan, dengan
melakukan peninjauan terhadap item dalam dan di luar bangunan Gedung.
Tujuan dari dilakukannya observasi langsung dilapangan agar data yang
disajikan tidak dapat dimanipulasi, selain itu pengamatan secara langsung
dilapangan juga agar kita lebih kritis terhadap fasilitas fisik bangunan gedung
yang belum sesuai dengan Standar perencanaan bangunan bagi disabilitas
2. Metode pengukuran
Metode kuantitatif dilakukan dengan pengukuran pada fasilitas fisik
yang ada di dalam bangunan. Dilakukan pengecekan dimensi terhadap
fasilitas yang menjadi kajian evaluasi. Sesuai atau tidaknya dimensi yang ada
pada gambar kerja dengan kondisi di lapangan juga menjadi fokus peninjauan.
Setiap item aksesibilitas dan fasilitas yang ada di dalam gedung di cermati
secara mendetail baik dari segi bentuk, ukuran dasar ruang, penempatan,
sirkulasi dan tata ruang bangunan. Untuk melakukan penilaian elemen ramah
disabilitas di Gedung Fakultas Teknik Arsitektur Unsrat dimana penilaian
tersebut diklasifikasikan kedalam 2 kelompok, yaitu : penyandang tunanetra
dan tunadaksa.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data yang diperoleh
melalui peninjauan langsung ke lapangan dan memotretnya. Pemotretan
dilakukan sebagai salah satu cara pengkomparasian kondisi kenyataan yang
ada di lapangan dengan gambar perencanaan bangunan dokumentasi pada
kajian evaluasi bangunan Fakultas Arsitektur ini lebih kepada melihat secara
langsung aspek fasilitas fisik sarana prasarana yang ada di dalam gedung
kemudian melakukan pemotretan terhadap sarana ramah disabilitas dan
fasilitas fisik Gedung FATEK Arsitektur UNSRAT.

3.4 Analisis Data


Tujuan analisis data adalah mengkomparasikan data hasil survei di
lapangan dengan standar perencanaan bangunan aksesibel, kemudian diolah
sehingga lebih mudah dipahami dan diinterpresentasikan. Untuk
menganalisis data kajian aksesibilitas di Gedung Arsitektur Unsrat ada 3
standar yang digunakan sebagai acuan dalam komparasi evaluasi
sarana/fasilitas:
a. Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/ Tahun 2006).
b. Manual Desain Bangunan Aksesibel (SAPPK ITB).
c. Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/ Tahun 2017).

Sementara untuk pengkalisifikasian penyandang difabel dibagi menjadi


2 kategori dengan rincian sebagai berikut :

1. Tunanetra Difabel dalam penglihatan (buta keseluruhan maupun sebagian).


2. Tunadaksa Difabel fisik dengan alat bantu kruk dan Difabel fisik dengan alat
bantu kursi roda

Kesesuaian antara kondisi fisik bangunan, sarana aksesibilitas di


lapangan dengan standar perencanaan bangunan yang berlaku, digunakan untuk
menentukan sarana/fasilitas fisik yang belum aksesibel terhadap penyandang
disabilitas dalam mengakses Gedung Arsitektur Unsrat sebagai salah satu
fasilitas umum. Segala permasalahan yang berhubungan dengan bangunan
gedung akan dilakukan evaluasi, analisis, dan pembahasan pada BAB IV,
sehingga akan didapatkan evaluasi sarana yang ada di dalam Gedung Arsitektur
Unsrat, dan rancangan fasilitas fisik yang aksesibel sesuai dengan standar
bangunan aksesibel dari Kementrian PUPR.
BAB IV

ANALISIS

4. HASIL ANALISIS
Analisis penilaian elemen ramah disabilitas di Fakultas Teknik Unsrat
menggunakan metode komparasi dengan Peraturan Perundang-undangan yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah. Berikut ini adalah 8 elemen yang menjadi
pembahasan pada kajian “Pengaruh Desain Bangunan terhadap penyandang
disabilitas di Fakultas Teknik Unsrat”.
1. Jalur akses utama menuju bangunan Gedung
2. Tempat parkir gedung
3. Ramp
4. Tangga
5. Toilet
6. Jalur pemandu, guiding block di dalam gedung

Adapun pembahasan pada setiap elemen aksesibilitas adalah sebagai berikut :

• Ramp
Gedung Fakultas Teknik Arsitektur Unsrat belum memiliki ramp
dimana sangat dibutuhkan sebagai aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas terutama penyandang Tunanetra dan Tunadaksa sehingga
Gedung Arsitektur Unsrat meish tergolong belum memenuhi standar
Gedung ramah disabilitas.
Berikut merupakan standar ramp yang harus dibangun di Gedung
Arsitektur Unsrat.

o Kemiringan suatu ramp untuk di dalam bangunan tidak boleh melebihi


rasio tinggi:panjang = 1:12.
o Perhitungan kemiringannya tidak termasuk awalan/atau akhiran ramp
(curb ramb/landing). Sedangkan kemiringan suatu ramp untuk di luar
bangunan adalah 1:15 atau kemeringan standarnya adalah 10 derajat.
o Maksimum panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 1:12 )
tidak boleh melebihi dari 900 cm.
o Lebar minimum dari suatu ramp adalah 95 cm.
o Untuk ramp yang juga digunakan sekaligus untuk pejaln kaki adalah dan
pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara seksama
lebarnya, sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut
o Landing atau muka datar pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus
bebas dan datar, sekurang-kurangnya bisa untuk memutar kursi roda
dengan ukuran minimum 150 cm.
o Permukaan datar dari landing (baik awalan atau akhiran ramp) harus
memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan atau tidak.
o Pembatas rendah pinggir ramp (low curb) dirancang untuk menghalangi
roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp.
o Apabila berbatas langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau
persimpangan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan
umum.
o Ramp harus dilengkapi dengan pencahayaan yang cukup yang akan
membantu pengguna ramp saat malam hari.
o Penerangan khususnya disediakan pada bagian-bagian ramp yang
memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan dibagian-bagian
yang membahayakan.
o Ramp juga harus dilengkapi dengan pegangan (handrail) yang dijamin
kekuatannya dan dengan ketinggian yang sesuai untuk pengguna ramp.
o Material lantai ramp juga harus diperhatikan biasanya menggunakan
agregat yang kasardan juga harus di buta sedikit bantalan pada ramp.

• Jalur Pemandu / guiding block


Jalur Pemandu pada Gedung Fakultas Arsitektur ditunjukan terutama
kepada penyandang tunanetra yang berkunjung sebagai tamu di Gedung
fakultas Arsitektur Unsrat.
Terdapat 3 tinjauan jalur pemandu (guiding block) yang menuju fasilitas
tertentu di dalam Gedung Arsitektur Unsrat.
d. Jalur pemandu yang menunjukkan akses menuju ruang dosen di dalam
gedung.
e. Jalur pemandu yang menunjukkan akses menuju cafetaria di dalam
gedung.
f. Jalur pemandu yang menunjukkan akses menuju toilet di dalam gedung

Jalur pemandu menuju ruang dosen, cafetaria dan toilet ini diharapkan
membatu difabel tunanetra dalam mengakses ketiga ruang tersebut secara
mandiri, dengan bantuan guiding block dan petunjuk menggunakan huruf
braillei. Akan tetapi di dalam Gedung fakultas Teknik Arsitektur Unsrat ini
belum diaplikasikan ubin pemandu di dalam ruangan dan petunjuk arah
ruangan menggunakan huruf braille.

Berikut merupakan standar penerapan jalur pemandu yang harus dibuat di


Gedung Arsitektur Unsrat.

- Pemasangan tinggi rambu rambu sudah sesuai standar minimal 2 m.


- Jalur pemandu harus memiliki bentuk yang berbeda sebagai salah
satu penunjuk arah bagi penyandang tunanetra.
- Ubin peringatan sebagai penanda adanya daerah rawan sehingga
difabel tunanetra dapat lebih berhati-hati.

• Aksesibilitas Pintu
Terdapat 3 jenis pintu di dalam Gedung Arsitektur Unsrat yang menjadi
kajian evaluasi. Pintu ke-1 merupakan pintu utama yang terletak di depan
gedung, pintu ke-2 merupakan pintu ganda yang berada di dalam gedung, dan
pintu ke-3 merupakan pintu tunggal yang terletak di dalam gedung.
Aksesibilitas Pintu ke-1 Sebagai pintu utama. Pintu ini merupakan akses
utama untuk masuk kedalam gedung. hambatan yang dialami penyandang
disabilitas ialah tidak adanya ubin pemandu dari pintu depan ini. Tinggi pintu
akses didepan Gedung Fakultas Arsitektur tidak terlalu tinggi dan elevasinya
hampir sama dengan paving diluar Gedung sehingga hanya membutuhkan
sedikit bidang miring di depan pintu agar pengguna kursi roda dapat masuk
tanpa hambatan.

• Aksesibilitas Area parkir Gedung Arsitektur Unsrat


Area parkir pada gedung Arsitektur Unsrat di tempatkan pada sisi depan
gedung dan belakang gedung. Pada sisi depan gedung memiliki akses langsung
kedalam gedung sementara di bagian belakang gedung tidak memiliki pintu
masuk kedalam gedung.
- Area parkir di depan Gedung Arsitektur
Pada area parkir di depan gedung ini diterapkan tipe parkir
perpendicular parking / parkir lurus dan parkir parallel dibagian jalan
depan gedung.
Kendala yang ditemui di area parkir ini yaitu :
o Tunanetra menemui kendala, dengan tidak adanya ubin pemandu
sehingga bagi tunanetra tempat parkir gedung Unsrat masuk dalam
kategori tidak ramah disabilitas.
o Tunadaksa (pengguna kruk) menemui kendala dengan beberapa ubin
yang terbuka dan lepas di ruang parkir, sehingga bagi tunadaksa
(pengguna kruk) tempat parkir ini masuk dalam kategori kurang
ramah disabilitas.
o Tunadaksa (pengguna kursi roda) menemui kendala dengan beberapa
ubin yang terbuka dan lepas di ruang parkir, sehingga bagi tunadaksa
(pengguna kursi roda) tempat parkir ini masuk dalam kategori kurang
ramah disabilitas.

Saran perencanaan teknis :

1) Pada prinsipnya 2% dari area parkir pada suatu area diperuntukkan


bagi penyandang disabilitas.
2) Dilakukan penambahan lahan parkir khusus penyandang disabilitas,
terutama di depan gedung (jarak terdekat) minimal dengan lebar 350
cm sesuai standar.
3) Dilakukan perbaikan ubin diarea parkiran
4) Dilakukan penambahan ubin pemandu dari tempat parkir menuju
pintu utama gedung Arsitektur.
- Area parkir di belakang Gedung Arsitektur
Pada area parkir di depan gedung ini diterapkan tipe parkir
perpendicular parking / parkir lurus dan parkir parallel dibagian jalan
samping.
Kendala yang ditemui di area parkir ini yaitu :
o Tunanetra menemui kendala, dengan tidak adanya ubin pemandu
sehingga bagi tunanetra tempat parkir gedung Unsrat masuk dalam
kategori tidak ramah disabilitas.
o Tunadaksa (pengguna kruk) menemui kendala dengan akses kedalam
Gedung lebih jauh sehingga bagi tunadaksa (pengguna kruk) tempat
parkir ini masuk dalam kategori kurang ramah disabilitas.
o Tunadaksa (pengguna kursi roda) menemui kendala dengan akses
kedalam Gedung lebih jauh sehingga bagi tunadaksa (pengguna kursi
roda) tempat parkir ini masuk dalam kategori kurang ramah
disabilitas.

Saran perencanaan teknis :

1) Pada prinsipnya 2% dari area parkir pada suatu area diperuntukkan


bagi penyandang disabilitas.
2) Dilakukan penambahan lahan parkir khusus penyandang
disabilitas, terutama di depan gedung (jarak terdekat) minimal
dengan lebar 350 cm sesuai standar.
3) Penambahan akses kedalam Gedung yang lebih dekat.
4) Dilakukan penambahan ubin pemandu dari tempat parkir menuju
pintu utama gedung Arsitektur.

• Aksesibilitas Tangga
Terdapat 3 buah tangga di dalam Gedung Arsitektur, terdapat 1 tangga
utama dibagian tengah Gedung, 2 tangga terletak dibagian samping.
Semua akses pada tangga ini masih belum memenuhi standar ramah
disabilitas. Tunanetra menemui kendala, dengan tidak adanya guiding block
pada tangga tetapi cukup terbantu dengan adanya handrail pada kedua sisi
tangga. Tunadaksa (pengguna kruk) dapat mengakses tangga ini akan tetapi
susah untuk menggunakan nya dan juga tidak terdapat akses ramp ke lantai atas
bangunan sehingga masuk dalam kategori tidak memenuhi standar ramah
disabilitas. Begitupula dengan Tunadaksa (pengguna kursi roda) tidak dapat
mengakses tangga ini.

• Aksesibilitas Toilet Umum


Terdapat 2 peletakan toilet di dalam Gedung Arsitektur Unsrat. Toilet
yang pertama terletak di bagian samping bangunan, dan toilet yang kedua
terletak di area cafetaria.
Standar yang harusnya diterapkan ditoilet untuk penyandang difabel
yaitu antara lain toilet umum harus dilengkapi dengan tampilan rambu-rambu
penunjuk arah, Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian
pengguna kursi roda (45-50 cm), Toilet atau kamar kecil umum harus
dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan
ketinggian yang disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat
yang lain, Bahan dna lapis permukaan pada lantai toilet harus tidak licin, Pintu
harus mudah di buka untuk memudahkan pengguna dalam mengakses ruang
minimal lebar pintu untuk dapat di akses oleh difabel adalah 90 cm dan Kunci-
kunci toilet atau grandel dipilih sedemikian, sehingga bisa dibuka dari luar jika
terjadi kondisi darurat. Sedangkan toilet pada Gedung Arsitektur Unsrat masih
belum menerapkan standar-standar tersebut sehingga masih tergolong belum
memenuhi standar ramah disabilitas.
Saran perancangan yang harus ditetapkan antara lain:
1) Penerapan Standar Ramah Disabilitas
2) Dilakukan penambahan toilet khusus untuk penyandang difabel
3) Melengkapi toilet umum dengan tanda yang bertuliskan huruf
braille.
4) Dilakukan penambahan handrail pada dinding toilet
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari kajian tentang desain ramah difabel pada Gedung Arsitektur Unsrat
sebagai salah satu fasilitas publik (bidang pendidikan) didapatkan kesimpulan:
1. Pada saat ini Gedung Fakultas Arsitektur belum memenuhi standar
ramah disabilitas dikarenakan fasilitas Gedung belum memenuhi
standar-standar ramah disabilitas yang ditentukan.
2. Aksesibilitas digedung terhadap penyandang disabilitas menjadi factor
utama permasalahan digedung dikarenakan penyandang disabilitas
tidak dapat beraktifitas didalam gedung terutama penyandang
Tunadaksa dan Tunanetra.

4.2 Saran
1. Menerapkan standar bangunan disabilitas.
2. Meningkatkan kesadaran publik terhadap isu-isu terhadap disabilitas.
3. Mengikutsertakan penyandang difabel dalam perencanaan pembangunan
fasilitas publik yang aksesibel terhadap semua kalangan.
4. Memberikan penghargaan kepada pengelola bangunan dan lingkungan
yang sudah menerapkan sarana aksesibilitas yang aksesibel bagi difabel.
5. Menyediakan fasilitas publik (pendukung) termasuk sarana aksesibilitas
umum yang dapat diakses oleh semua kalangan.
6. Menerapkan Saran Rancangan pada Bab IV
DAFTAR PUSTAKA

SNI 12-0179-1987 BAGI PENDERITA DISABILITAS DI INDONESIA

Manual Desain Bangunan Aksesibel (SAPPK ITB). Tentang ukuran standar pada
setiap fasilitas khusus sarana aksesibilitas penyandang difabel.

Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: DEPDIKNAS. Tahun 2008.

UU No 4 tahun 1997

Pratiwi, Ari dkk (2016). Buku Panduan Aksesibilitas Layanan,

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.70 Tahun 2009, tentang Pendidikan


Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa

Irham Hosni, Tuna Netra dan Kebutuhan Dasarnya, PLB FIP.

Hikmawati, E., & Rusmiyati, C. (2011). Kebutuhan Pelayanan

aryana, A., & Widiawati, S. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tuna
Daksa. Jakarta: PT Luxima Metro Media.

Priyo Mandiyo dan Wijatmiko Ibnu Herlambang (2011). Evaluasi Keandalan Fisik
Bangunan Gedung (Studi Kasus di Wilayah Kabupaten Sleman). Jurnal ilmiah
semesta teknika.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat PRT/M/No. 14 tahun


2017, PRT/M/No. 30 tahun 2006,

Manual Desain Bangunan Aksesibel (SAPPK ITB).

Sugiyono, 2007, Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung

Anda mungkin juga menyukai