Anda di halaman 1dari 54

c

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA BOUNDARY INTERFACE DENGAN


PERGERAKAN TUBUH PADA PRAKTIK BERJALAN LANSIA

The Relationship between Boundary Interface and body movement in elderly


walking practice

SKRIPSI

SALMAHIRA LAZUARDI
1706973552

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
DEPOK
JUNI 2021
UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA BOUNDARY INTERFACE DENGAN


PERGERAKAN TUBUH PADA PRAKTIK BERJALAN LANSIA

The relationship between Boundary Interface and body movement in elderly


walking practice

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

SALMAHIRA LAZUARDI
1706973552

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
DEPOK
JULI 2021
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

<scan> Comment [LM1]: Ini maksudnya


kalau pas diupload, bentuknya beru
scannan gitu.. jadi ada ttd basahnya

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan


semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Salmahira Lazuardi


NPM : 1706973552
Tanda Tangan :

Tanggal : Juli 2021


HALAMAN PENGESAHAN

<scan>

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Salmahira Lazuardi
NPM : 1706973552
Program Studi : Arsitektur, Program Sarjana
Judul Skripsi : Hubungan Antara Boundary Interface dengan pergerakan
tubuh pada praktik berjalan lansia

telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memeroleh gelar Sarjana pada Program Studi
Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing Skripsi 1 : ........ ( )


NIP........

Pembimbing Skripsi 2 : ........ ( )


NIP........

Penguji 1 : ........ ( )
NIP........

Penguji 2 : ........ ( )
NIP........

Depok, ... Juli 2021


Disahkan oleh

iv
Ketua Program Sarjana
Fakultas Teknik Universitas Indonesia

.................................
NIP .............. Comment [LM2]: Ini gak ada di
format yg dishare Andin

v
UCAPAN TERIMA KASIH

vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Salmahira Lazuardi
NPM : 1706973552
Program Studi : Arsitektur, Program Sarjana
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya berjudul

Hubungan antara Boundary Interface dengan pergerakan tubuh pada praktik


berjalan lansia

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya


Dibuat di : Depok
Pada tanggal : Tanggal, Juli 2021
Yang menyatakan,

vii
Salmahira Lazuardi

viii
ABSTRAK

Nama : Salmahira Lazuardi


Program Studi : Arsitektur, Program Sarjana
Judul : Hubungan antara Boundary Interface dengan pergerakan tubuh
pada praktik berjalan lansia
Pembimbing : Kristanti Dewi Paramitha

SProses penuaan pada manusia menyebabkan terjadinya beberapa kemunduran


fungsi anggota tubuh yang akan terjadi pada setiap manusia

Kata kunci: <kata kunci 1>, <kata kunci 2>, dst.

ix
Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name : Salmahira Lazuardi


Study Program : Arsitektur, Program Sarjana
Title : The relationship between Boundary Interface and body
movement in elderly walking practice
<write abstract here, justify>

Keywords: <kata kunci 1>, <kata kunci 2>, dst.

x
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................................... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR


UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ................................................................... vii

ABSTRAK ...................................................................................................................... ix

ABSTRACT .....................................................................................................................x

DAFTAR ISI .................................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................xv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................1

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Pertanyaan Penelitian

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

1.5 Batasan Permasalahan

1.6 Metodologi Penelitian

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN ...........................................................................7

BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................................21

3.3.1 Variabel Terikat: .. ......................................................................................... 26

3.3.1 Variabel Bebas: ... .......................................................................................... 28

3.3.2 Langkah Penentuan Stimuli yang Digunakan (kalau ada) ... Error! Bookmark
not defined.

BAB 4 HASIL PENELITIAN.......................................................................................37


xi
Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN.................... Error! Bookmark not defined.

5.2.1 H1... .................................................................Error! Bookmark not defined.

5.2.2 H2... .................................................................Error! Bookmark not defined.

5.3.1 Saran Metodologis...........................................Error! Bookmark not defined.

5.3.2 Saran Praktis ....................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................37

LAMPIRAN ...................................................................................................................39

xii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan ................................... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.2 Hasil Analisis ANOVA ................................... Error! Bookmark not defined.

xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Tahapan Eksperimen ................................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.2 Contoh Stimulus A ...................................... Error! Bookmark not defined.

xiv
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Uji Reliabilitas Alat Ukur ...........................................................................39

Lampiran 2: Pengecekan Manipulasi Stimulus ...............................................................39

Lampiran 3: Uji Normalitas .............................................................................................39

xv
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya, perkembangan dan pertumbuhan manusia memiliki beberapa tahapan.


Pada akhirnya tahapan ini ditutup dengan proses penuaan yang terjadi secara alami. Beberapa
perkembangan dan pertumbuhan ini memiliki pengaruh dan efek tersendiri pada kondisi
tubuh manusia pada saat itu. Aspek perubahan yang terjadi ini pada akhirnya akan di adaptasi
oleh manusia tersebut untuk mencapai kenyamanan pada tubuh. Jenis perkembangan dan
pertumbuhan yang diterima pada tubuh memiliki kaitannya dengan rentang kehidupan
manusia (Life Span Development), rentang ini sudah terhitung ketika manusia sudah dimulai
dari usia kandungan, menuju bayi, balita, Anak-anak, Remaja, dewasa, dan lanjut usia. Setiap
fase ini memiliki bentuk jenis proses adaptasi yang berbeda, sehingga memberi kebutuhan
yang berbeda pula pada tubuh. Dapat dikatakan, perlunya pemenuhan kebutuhan yang khusus
pada setiap fase rentang kehidupan manusia agar pemenuhan kebutuhan ini berjalan dengan
tepat sasaran dan efektif.
Pada fase Rentang Kehidupan manusia terakhir ditutup dengan fase lanjut usia.
Pada fase ini, akan terjadi serangkaian proses penuaan yang membutuhkan perbedaan
kebutuhan yang khusus. Pada kondisi tubuh, proses penuaan ditandai dengan beberapa
kemunduran pada fungsi anggota fisik tubuh.

Kemampuan berjalan pada lansia dipengaruhi oleh proses penuaan pada


kondisi tubuh yaitu keterbatasan fisik. Namun, keterbatasan fisik ini tidaklah
menjadi pemicu utama bagi lansia untuk memiliki dampak kesehatan yang
merugikan. Penurunan kondisi fisik ini hanya membentuk perbedaan kualitas
pergerakan tubuh yang hadir seiring bertambahnya umur. Pergerakan tubuh
ketika berjalan pada lanjut usia memiliki proses yang berbeda antar individu
dikarenakan hal ini melibatkan keterampilan motorik individu yang biasa
terlatih. Kemampuan berjalan sehari-hari adalah langkah paling sederhana yang
melibatkan pergerakan dan perpindahan tubuh dari satu titik ke titik lainnya.
Pengukuran kualitas pergerakan dapat dilihat dari jenis mekanisme dalam

1
Universitas Indonesia
melakukan kegiatan pada aktivitas fisik sehari-hari dengan menggunakan
kegiatan berjalan.

Bentuk kebutuhan ini sebagai langkah untuk

1. Kebutuhan atas perkembangan dan pertumbuhan


2. Lanjut usia sebagai bentuk pertumbuhan diri yang memerlukan adaptasi
3. Dampak yang terjadi selama proses perkembangan lanjut usia
4. Mengapa lanjut usia perlu menjadi perhatian (kebutuhan khusus)

1.2 Rumusan Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan yang menjadi latar penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana praktik Berjalan pada keseharian lansia merespon pada kebutuhan


ruang
2. Elemen pada ruang apa yang mempengaruhi gerak lansia untuk mencapai tujuan
arah geraknya?

3. Elemen apa yang perlu dikembangkan agar praktik pergerakan tubuh lansia
ketika berjalan dapat memiliki kualitas lebih baik (mempromosikan efektifitas &
kesehatan?)

1.3 Tujuan Penelitian

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Proses terjadinya kemampuan bergerak ketika berjalan pada lansia dan


Signifikansinya dengan kegiatan okupansi ruang.
2. Memahami kualitas gerak lansia (pergerakan tubuh ketika berjalan) melalui
keterkaitan dengan boundary interface yang hadir di ruang sekitar lansia.

3. Mengetahui kebutuhan atas boundary interface yang mempengaruhi proses


berjalan lansia pada berbagai jenis skenario berjalan dalam ruang
publik/domestik.
2
Universitas Indonesia
1.4 Manfaat Penelitian

Skripsi ini memiliki posisi peran dalam mendokumentasi dan mengolah data
mengenai aktor lansia dalam menunjukkan kemampuan bergerak ketika berjalan.
Dengan mempertimbangkan kondisi ruang dan pergerakan tubuh. Penulis berusaha
untuk mengaitkan rumusan pergerakan pada anggota tubuh dengan respon gerak yang
diberikan/diadaptasi oleh aktor ketika ditempatkan pada situasi ruangan yang berbeda-
beda. Sehingga, penting bagi tulisan ini untuk dapat mengidentifikasi setiap pergerakan
sebagai tindakan adaptasi ruang. Di waktu yang selanjutnya, skripsi ini bermanfaat
untuk memberi kontribusi mengenai temuan yang mempromosikan pemenuhan
kebutuhan gerak tubuh lansia melalui pertimbangan kondisi eksternal (ruang) sekitar
lansia dan respon pergerakan pada kondisi internal (tubuh) lansia. Keterkaitan kondisi
keduanya (tubuh & ruang) dapat memberi dampak pada kualitas berjalan lansia yang
merdeka atas hambatan.

3
Universitas Indonesia
4

1.5 Batasan Permasalahan

Melalui referensi film sebagai data penelitian utama, memberi keterbatasan


mengenai pertimbangan skenario berjalan yang dapat dipengaruhi oleh latar belakang
dan cerita pada film. Sehingga untuk mengantisipasi ini, hanya beberapa adegan yang
diambil dan telah dikurasi sebagai data yang dianggap memberikan fokusan utama
mengenai praktik gerak ketika berjalan lansia yang hadir pada situasi ruang-ruang yang
berbeda. Tiga adegan yang dipilih ini juga menampilkan kebutuhan pada kondisi tubuh
lansia yang berbeda (ada adegan yang menggunakan 1 tongkat, ada yang 2) ini juga
memberi keterbatasan mengenai penyamarataan variabel kondisi tubuh dengan situasi
ruang yang hadir. Namun, ketiganya menunjukkan adegan aktor hadir dengan jenis
respon pada ruang yang berbeda, ini juga menjadi basis kekayaan informasi pada data.

1.6 Metodologi Penelitian

Pada proses penulisan skripsi ini, menggunakan pengolahan referensi dari studi
literatur, buku, jurnal dan signifikansinya pada studi kasus. Studi pada beberapa
literatur, buku dan jurnal, sebagai dasar untuk menemukan korelasi antara teori - teori.
Diawali menggali teori yang dianggap penting mengenai pemaknaan tubuh pada
pergerakan, hal ini ada pada Body movement, Body Center, Body balance dan Body
contact. Karena aktor yang ditetapkan lansia, perlu ada studi literatur mengenai
pemahaman atas pemaknaan pada proses penuaan dan kebiasaan gerak lansia. Lalu
dilanjutkan oleh signifikansinya kondisi eksternal tubuh yaitu bagaimana situasi ruang
memberikan respon pada ruang gerak dan cara aktor meng okupansi ruang. Teori ini
memiliki keterkaitan melalui konsep Hodological space. Hodological space yang
diobservasi melalui rangkaian pemaknaan boundaries yang hadir pada ruang.

Studi Kasus diawali untuk mengidentifikasi anggota tubuh yang terlibat ketika
aktor sedang bergerak melalui berjalan. Keterlibatan ini di analisis berdasarkan bentuk
respon sebab-akibat. Penulis mendokumentasi pergerakan dengan variabel waktu dan
elemen grid untuk dapat memetakan perubahan yang diberikan pada setiap langkah
pergerakan. Melalui membuat rekonstruksi denah dan visualisasi ruang, analisis
dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan mengklasifikasi elemen ruang sebagai syarat
pada boundary interface. Sehingga, pemaparan dan representasi ditunjukkan dengan

Universitas Indonesia
5

metode tracing menggunakan grid dan membuat matriks atas setiap perubahan yang
dicatat dalam skala waktu dan okupansi ruang pada denah dan modelling ruang.

1.7 Sistematika Penulisan

1. BAB 1: PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas mengenai latar belakang mengenai bagaimana


fenomena yang ingin diangkat hadir dan mengapa hal ini memiliki kepentingan
untuk dibahas dan diberi perhatian. Penjelasan dilalui dengan mengurutkan
kedalam beberapa poin diawali oleh Latar Belakang, Rumusan Permasalahan,
Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, Batasan Permasalahan, Metodologi
Penelitian, Sistematika Penulisan, dan ditutup dengan Kerangka Penulisan.
Sehingga isu pada fenomena yang diangkat dapat diejawantahkan dengan
organisasi yang baik

2. BAB 2: LANDASAN TEORI

Pada bab ini, penulis menjelaskan kajian teori yang diangkat sebagai
basis/panduan dalam mengidentifikasi fenomena arsitektur. Keterkaitan teori
diawali pada kondisi tubuh (Body movement, Body Center, Body balance dan
Body contact.) pada aktor yang sedang dalam proses penuaan dan kemampuan
berjalan yang ditunjukkan. Dan dikorelasikan dengan kondisi ruang sekitar dan
ketersediaan ruang gerak (Hodological space)...

3. BAB 3: STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Bab ini menunjukkan mengenai proses pengamatan pada kasus


pergerakan lansia pada sehari hari melalui referensi film sebagai data penelitian
utama. Sehingga data yang dipaparkan adalah bentuk observasi dan tahapan
analisis atas data yang diterima dan signifikansinya pada temuan oleh tujuan
skripsi.

4. BAB 4: KESIMPULAN DAN SARAN

Universitas Indonesia
6

Pada bab ini menunjukkan bagaimana korelasi antara rumusan


permasalahan dan tujuan penelitian dijawab dalam temuan pada analisis studi
kasus. Penulis mencantumkan gambar atau diagram yang dirasa dapat
memvisualisasikan temuan agar poin poin kontribusi pemikiran yang
disampaikan dapat dijawab dan dikembangkan lebih jauh pada skripsi ini.

1.8 Kerangka Penulisan

Universitas Indonesia
7

BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pergerakan tubuh ketika berjalan pada lanjut usia

Berdasarkan WHO, Lanjut usia merupakan golongan seseorang yang


memiliki usia mencapai 60 tahun keatas. Proses penuaan mewakili perubahan
biologis secara universal yang terjadi seiring bertambahnya usia, hal ini
didukung oleh pernyataan (Kuntjoro, 2002, h.1) ‘Proses menua adalah proses
alami yang biasanya disertai dengan penurunan kondisi fisik, psikologi, dan
sosial’. Sehingga, terdapat perubahan secara implisit pada kondisi tubuh lansia
ketika dalam proses menua salah satunya dalam keterbatasan fisik. Sementara
itu, WHO (2018) menjelaskan mengenai proses penuaan pada skala biologis ‘At
the biological level, ageing results from the impact of the accumulation of a
wide variety of molecular and cellular damage over time. This leads to a
gradual decrease in physical and mental capacity, a growing risk of disease,
and ultimately, death.’ penuaan dihasilkan dari dampak akumulasi berbagai
kerusakan sel dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan penurunan bertahap
dalam kapasitas fisik dan mental, peningkatan risiko penyakit, dan akhirnya,
kematian.
Karena keterbatasan kondisi tubuh, seringkali terdapat keterkaitan
mengenai proses menua dan implikasinya terhadap kesehatan. Namun, pada
proses ilmiahnya proses penuaan ini hanya merepresentasikan perubahan
biologis yang terjadi, dimana tidak terpengaruh oleh penyakit dan pengaruh
lingkungan (WHO, 2018). Maka, dapat dikatakan tidak semua proses penuaan
dan usia lansia akan selalu menimbulkan dampak klinis yang merugikan.
Penurunan kondisi fisik dikarenakan keterbatasan fisik lansia dapat
mempengaruhi bentuk kualitas pergerakan tubuh yang hadir. Kualitas
pergerakan ini hadir dalam bentuk perubahan frekuensi kegiatan / aktivitasnya.
Hal ini dapat terukur dari kemunduran dan perubahan kapasitas daya tahan,
kekuatan, kecepatan, dan fleksibilitas pergerakan anggota gerak tubuh lansia.
Brawley (1997) menyebutkan perubahan ini dapat kita kenali mudah dalam

Universitas Indonesia
8

sehari-hari dikarenakan kemunduran fungsi anggota gerak tubuh menyebabkan


kemampuan mobilitas dan keseimbangan tubuh berkurang. Sehingga, terdapat
keterkaitan mengenai proses penuaan pada lansia dengan kualitas pergerakan
anggota tubuh pada faktor implikasi kesehatan.
Pergerakan anggota tubuh dalam pemenuhan aktivitas fisik merupakan
sifat dasar manusia dalam menjalankan kebutuhannya sehari hari. Proses
pergerakan postur tubuh ditandai dengan perpindahan posisi anggota tubuh
dengan anggota tubuh lainnya. Peran aktivitas fisik pada lansia menunjukkan
aktifnya pergerakan tubuh yang dapat menstimulasi gerak otot. Pergerakan
tubuh yang melibatkan otot memiliki keterkaitan definisi dengan gerak motorik.
Dapat dikatakan bahwa lansia pada dasarnya memiliki kendali penuh untuk
meningkatkan skill yang melibatkan pergerakan anggota tubuh. ‘A movement
skill is an organized and well-coordinated sequence of voluntary body, head,
and/or limb movements directed towards a desired outcome. Movements of
different body parts must be coordinated to produce a movement skill. Inputs
from sensory and cognitive processes are important in determining what an
individual chooses to do and how the movements are organized and adjusted.’
(Claudia Voelcker-Rehage, 2008). Pergerakan oleh beberapa anggota tubuh
adalah bentuk terlatihnya keterampilan seorang lansia dalam mengkoordinasikan
perpindahan.
Proses perpindahan dan pergerakan tubuh pada praktiknya dapat dilatih
melalui kegiatan paling sederhana, yaitu ketika lansia berjalan. Fenomena
berjalan ini memiliki kaitannya dengan praktik pengalaman ruang sehari hari.
Bagi De Certeau (1980) Berjalan berarti kekurangan tempat. Yaitu adalah salah
satu proses manusia agar berpindah dan mencari yang tempat. Perpindahan
(movement) itu sendiri merupakan pengalaman yang dapat dipecah menjadi
deportasi kecil yang tak terhitung jumlahnya (perpindahan dan jalan kaki).
‘Walking, which alternately follows a path and has followers, creates a mobile
organicity in the environment, a sequence of phatic topoi.’. Ketika lansia
memiliki kemampuan berpindah secara aktif dengan kegiatan berjalan, maka
akan menghadapi serangkaian langkah untuk memenuhi aktivitas fisik. Sehingga

Universitas Indonesia
9

melalui aktivitas fisik, dapat berpotensi untuk melihat keterhubungan mengenai


cara lansia meng okupansi ruang.
Ketika sedang Berjalan, berarti manusia telah melibatkan aspek
kesadaran diri dan aktivitas fisik yang memunculkan gerakan. Seluruh anggota
gerak memiliki keterlibatan dalam bagaimana otot merespons perintah tubuh.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Blundell (2015) ‘Walking involves both: the
physical activity requires muscles, balance and rhythms of movement that are
largely automatic, but we must know, too, where we are going and manage to
find our way, in which all our senses are engaged, not only sight, hearing and
smell, but the haptic sense of how we are moving, how our muscles respond to
our commands.’ Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan otomatis untuk
mengatur keseimbangan, otot dan ritme dari pergerakan melalui aktivitas fisik.
Proses ketika berpindah dan berjalan juga melibatkan kepekaan indera yang
terintegrasi satu sama lain sehingga melatih sensorik tubuh.
Kemampuan berjalan pada lansia dipengaruhi oleh proses penuaan pada
kondisi tubuh yaitu keterbatasan fisik. Namun, keterbatasan fisik ini tidaklah
menjadi pemicu utama bagi lansia untuk memiliki dampak kesehatan yang
merugikan. Penurunan kondisi fisik ini hanya membentuk perbedaan kualitas
pergerakan tubuh yang hadir seiring bertambahnya umur. Pergerakan tubuh
ketika berjalan pada lanjut usia memiliki proses yang berbeda antar individu
dikarenakan hal ini melibatkan keterampilan motorik individu yang biasa
terlatih. Kemampuan berjalan sehari-hari adalah langkah paling sederhana yang
melibatkan pergerakan dan perpindahan tubuh dari satu titik ke titik lainnya.
Pengukuran kualitas pergerakan dapat dilihat dari jenis mekanisme dalam
melakukan kegiatan pada aktivitas fisik sehari-hari dengan menggunakan
kegiatan berjalan.
Menurut Claudia Voelcker-Rehage (2008) perlunya memahami kondisi
eksternal lansia yaitu lingkungan, jenis keseharian dan karakteristik lansia untuk
dapat mendeterminasi kualitas dan kemampuan pergerakan tubuh dengan situasi
yang spesifik, karena setiap individu lansia memiliki tingkat merespon situasi
yang berbeda. ‘Environmental conditions, task requirements, and persons’
characteristics impose spatial and temporal constraints that must be sensed and

Universitas Indonesia
10

evaluated to determine what needs to be done. Individuals may respond to a


movement situation in different ways, depending on their experience and on
their sensory, perceptual, and cognitive functioning.’ Pemahaman kondisi setiap
individu lansia adalah bentuk pengenalan tentang bagaimana pengalaman
sensori, persepsi, dan fungsi kognitif ditunjukkan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Lawson (1970) dan Atchely (1972) karena lingkungan berperan
penting dalam memberi dampak yang positif bagi kualitas hidup lansia.
Sehingga, efek positif yang dimaksud ini juga berkaitan dengan kehadiran
kualitas kemampuan pergerakan tubuh yang baik, seperti kesempatan untuk
melatih skill bergerak dan berjalan melalui aktivitas fisik yang aktif dengan
intervensi dan pemeliharaan ruang gerak yang mendukung.
Penurunan kondisi fisik dalam proses penuaan pada lansia
mempengaruhi pergerakan tubuh seperti perubahan kapasitas daya tahan,
kekuatan, kecepatan, dan fleksibilitas anggota gerak tubuh. Namun, bukan
berarti ini menjadi kesempatan bagi lansia untuk mendapat kualitas gerak aktif
dan kesehatan minim. Oleh karena itu, dengan memperhatikan pergerakan
anggota tubuh dan kegiatan berjalan, penting untuk memahami dan mengukur
bentuk kegiatan motorik yang dilakukan individu lansia sebagai media dalam
menstimulasi perkembangan kemampuan (skill) pergerakan tubuh dalam
pemenuhan aktivitas fisik.

2.1.1 Body Centered , Body Balance & Body Contact sebagai proses awal
terjadinya walking movement

Kondisi tubuh internal lansia ketika bergerak dan berjalan memiliki medan Body
Center, Body Balance dan Body Contact tersendiri. Kepentingan ketiga komponen
ini sebagai bentuk tahap respon aktifnya tubuh ketika sudah melakukan pergerakan
melalui pengalaman yang diterima tubuh secara sensorik. Mengacu pada Blundell
(2015), Proses berpindah (Move) dalam bodily experience sudah dimulai ketika
tubuh dalam memposisikan sebagai center dalam dimensi ruang dan waktu. ‘Inputs
from sensory and cognitive processes are important in determining what an
individual chooses to do and how the movements are organized and adjusted ….

Universitas Indonesia
11

Pada arti harfiahnya, pengertian kontak adalah bentuk hubungan satu dengan
yang lainnya. Jika dikaitkan dengan lansia, kebutuhan untuk melakukan kontak
pada konsep Body contact merupakan bentuk lansia merespon dan berinteraksi
pada konteks lingkungan sekitarnya. Penggunaan indera merupakan bentuk Body
contact secara naluri yang ada pada manusia. Mengacu pada pernyataan Juhani
Pallasmaa ‘Our contact with the world takes place at the boundary line of the self
through specialised parts of our enveloping membrane.’ Bentuk Body Contact
manusia pada dunia terjadi melalui bagian-bagian khusus dari membran yang ada
di tubuh manusia yaitu indera. Bagi Pallasmaa (1996) kepekaan dan kesadaran
melalui tubuh diawali oleh indera peraba yang ada pada kulit manusia, atau lapisan
terluar tubuh. Kulit adalah indra yang tertua dan paling sensitif dari seluruh organ
kita. Kulit dianggap sebagai media komunikasi yang pertama membantu manusia
merespon sekitarnya. Disebutkan oleh Yi Fu Tuan - Space and place (1977).
Indera dasar terbentuknya Body contact melalui sensitivitas kulit. Sensasi yang
diterima Kulit dapat berkontribusi pada persepsi spasial dimana manusia tersebut
hadir. Walaupun terjadi dengan cara yang tidak pasti maupun terbatas. Kontak
melalui kepekaan indera pada sentuhan memiliki kontribusi dalam mencatat dan
merekam sensasi yang hadir ketika manusia telah melakukan kontak. Sensasi yang
diterima cukup relatif, tergantung pada jenis kontak yang sedang manusia terima.
Dapat dipahami bahwa proses mekanisme body contact dan signifikansi dalam
arsitektur berperan melalui persepsi sensori atas kontak tubuh dengan indera yang
memberikan posisi mediasinya secara kehadiran ‘ruang’, rasa jarak, obstacles, dan
tension yang berbeda melalui serangkaian program, fungsi, dan atmosfer. Bentuk
Body contact memiliki tingkatan yang berbeda bergantung pada keterlibatan indera
tubuh. Pengalaman spasial yang hadir melalui body-contact hadir ketika indera
yang terlibat ini aktif dan merespon sensasi yang diterima dari dunia luar. Jika
dikaitkan pada lansia, kepekaan terhadap lingkungan merupakan contoh terjadinya
bentuk aktif interaksi body-contact. Ketidaksesuaian sensor kontak yang diterima
tubuh dengan respon pada lingkungan sekitar pada lansia karena keterbatasan fisik,
merupakan bentuk proses mekanisme body-contact yang sudah memiliki
penurunan kualitas. Intensitas besar kecilnya body-contact yang dilakukan lansia
juga dapat mengungkapkan skala interaksi yang diberikan selama proses

Universitas Indonesia
12

pengembangan kemampuan (skill) pergerakan tubuh dalam pemenuhan aktivitas


fisik sehari-hari.
Body Balance atau keseimbangan tubuh, merupakan bentuk kontrol tubuh dalam
mencapai keseimbangan selama proses berjalan oleh lansia. Tingkat keseimbangan
yang diberikan atas satu individu lansia tidak sama dengan individu lainnya.
Seorang lansia dapat dikatakan memiliki keseimbangan dinamis jika dilihat dari
proses berjalan (walking task) dari satu titik ke titik lainnya dengan tanpa
gangguan. Keseimbangan tubuh pada dasarnya dapat dikembangkan dan dilatih
dengan melibatkan kontrol ‘standing-task’ atau perpindahan dan gerak tubuh
dengan melakukan serangkaian postur berdiri. Praktek keseimbangan tubuh pada
lansia memiliki kemungkinan terjadinya konflik karena proses penuaan dan
keterbatasan fisik, sehingga bentuk keseimbangan tubuh lansia memiliki karakter
yang lebih khusus dibanding usia lainnya.
Phillip Vannini and April Vannini, (2018) menyebutkan, rintangan yang
diterima tubuh manusia ketika bergerak juga sebagai tindakan body balance
bekerja dengan mekanisme yang melibatkan banyaknya jenis postur dan
keterlibatan anggota tubuh selain kaki ‘Our bodies become deregulated and begin
to navigate multiple and often conflict possibilities of movement by placing feet on
and between rocks and roots in order to stay upright and balance while keep
moving forward. How we move our body, our feet, how we use hands and tools
such as walking poles quickly becomes an unscripted performance of improvised
techniques of movement.’ Jika dikaitkan dengan lansia, tindakan body balance
terjadi dengan melihat intensitas rintangan yang diterima ketika mereka bergerak,
seperti kompleksitas bentuk postur dan jenis pergerakan yang hadir pada aktivitas
fisik dalam sehari-hari.
Blundell (2015) menyebutkan dari pemaknaan movement (pergerakan), bahwa
ketika manusia bergerak berarti ia telah berhasil memusatkan tubuh sebagai
kendali penuh dan navigasi utama untuk menentukan arah gerak. Bentuk dampak
dari body centered adalah hadirnya konsep dan persepsi atas preposisi ruang
seperti pemaknaan depan-belakang, jauh-dekat, atas-bawah, dst. Body Centered
pada lansia dikaitkan sebagai bentuk kontrol individu dengan memusatkan tubuh
untuk memberikan performa keseimbangan yang baik. Berdasarkan riset……..

Universitas Indonesia
13

Melihat bahwa keterampilan kontrol Body centered lansia memiliki signifikansi


pada kecepatan berjalan dan panjang langkah (jarak antar kaki) melalui tungkai
dan pinggul sebagai pusat kendali yang berkuasa untuk menentukan produksi
kekuatan sendi selama berjalan. Disebutkan juga bahwa Older adults (dewasa tua)
menghasilkan akselerasi pergerakan ke depan yang cenderung lebih sedikit
walking-task pada tungkai (seluruh kaki dari pangkal ke bawah) dibanding usia
dewasa muda.
Sehingga, melalui Body Centered, Body Balance & Body Contact dalam
walking movement memberi pemahaman bahwa signifikansi kualitas gerak tubuh
lansia dipengaruhi oleh kemampuan bentuk kontrol tubuh yang berbeda pada
setiap individu dalam memusatkan, menyeimbangkan dan melakukan kontak, hal
ini penting untuk mengukur respon tubuh (kegiatan motorik) yang di implikasikan
pada praktik pemenuhan kebutuhan oleh aktivitas fisik sehari hari. Beberapa
tahapan dalam proses input yang diterima internal tubuh melalui sensori,
menunjukkan pengukuran aktifnya gerakan tubuh juga melalui rangsangan sensor
dalam body contact, body balance dan body center.

2.1.2 Walking ability pada keseharian lansia

Proses Berjalan dalam lansia merupakan tugas kompleks dikarenakan perubahan


kondisi tubuh yang terjadi dalam berjalan seiring bertambahnya usia kemungkinan
merupakan hasil dari beberapa perubahan kecil dalam beberapa sistem yang
berbeda lebih dari hasil dari satu peristiwa gangguan / kecelakaan seperti stroke
atau patah tulang pinggul (Ferrucci L, Baninelli S, Benvenuti E, et al. ). Sehingga,
setiap individu lansia memiliki kualitas kemampuan berjalan yang berbeda.
Determinasi kualitas kemampuan berjalan dalam aktivitas fisik ini dapat dilihat
dari beberapa aspek, seperti durasi waktu ketika berjalan, besaran langkahan kaki
dan jangkauan tubuh, postur tubuh yang muncul ketika bergerak, keterlibatan
anggota tubuh lain selain kaki.
Bagi lansia yang masih mampu untuk berdiri dan berjalan, kegiatan
kesehariannya menjadi tolak ukur tentang bagaimana aktivitasnya di okupansi
dalam ruang tinggal. Selain itu, besarnya intensitas waktu berjalan pada setiap
aktivitas lansia belum tentu menunjukkan bahwa lansia tersebut memiliki kualitas

Universitas Indonesia
14

pergerakan tubuh dengan performa terbaik. Maka, dapat dikatakan perlu adanya
analisis mengenai bagaimana karakteristik kondisi lingkungan dimana tubuh lansia
tersebut hadir. Seperti, intensitas dan jenis aktivitas keseharian, keterlibatan ruang
(jarak, jangkauan dan langkah), serta peran dan tanggung jawab yang masih
dilakukan pada lansia. Hal ini sebagai langkah untuk melihat bagaimana
signifikansi antara kondisi tubuh dan karakter lingkungan di tempat lansia tinggal
dalam memberikan kualitas pergerakan tubuh yang berbeda-beda.

2.1.3 Body movement of motor system in walking eldery

Proses penuaan pada lansia salah satunya menyebabkan penurunan kondisi fisik
tubuh sehingga berpotensi untuk menghambat kapasitas pergerakan beberapa organ
anggota tubuh, hal ini ditandai dengan kemunduran fungsi anggota gerak. Di sisi
lain, anggota gerak tubuh merupakan alat dasar untuk menunjukkan serta
mengidentifikasi kemampuan lansia dalam proses bergerak dan berpindah tempat.
Performa dan kualitas pergerakan tubuh ketika berjalan, memiliki signifikansi
mengenai medan pergerakan dengan tingkatan keterampilan sistem motorik pada
subjek lansia. Peran saraf motorik dalam indera memberikan koordinasi pada
mekanisme anggota tubuh lainnya. Seperti contoh, ….
Sehingga, melalui sistem berbasis motor, performa pergerakan tubuh dapat
terukur secara jelas mengenai konsep berjalan yang mempromosikan kesehatan
untuk sendi diidentifikasi dapat Intervensi

2.2 Hubungan praktik pergerakan tubuh lansia dengan aspek tangible ketika
proses okupansi ruang

2.2.1 Pentingnya/ pengaruh aspek kuantitatif/tangible selama proses


okupansi ruang

Kegiatan okupansi ruang merupakan kegiatan yang menunjukkan


bagaimana proses manusia menempati dan beradaptasi dengan ruang.
Sehingga, selama proses okupansi ruang bekerja, didalamnya hadir
serangkaian alur pergerakan tubuh dalam ruang dan kondisi ruang yang
mempengaruhi gerak tubuh. Hal ini membuat hubungan ruang dan tubuh
memiliki peran besar yang dapat mempengaruhi satu sama lain. Untuk

Universitas Indonesia
15

memahami sejauh apa pengaruh ini bekerja, perlu adanya penjelasan


mengenai bentuk pengukuran yang diamati selama proses okupansi
ruang bekerja.

Terdapat istilah mengenai Hodological space yang mengacu


mengenai pemaknaan ruang berdasarkan dari ketersediaan ruang gerak,
hal ini sesuai dengan pernyataan Kurt Lewin, dimana menurutnya
Hodological space adalah konsep yang menunjukkan ruang sebagai
space of Possible movement / atau ruang yang memberikan banyak
kemungkinan pergerakan. What movement barriers afford you (Gibson,
1973). Dalam karya Eftimios G. Mitropoulos (1974), menyebutkan
mengenai pemaknaan Hodological Space dianggap sebagai konsep yang
dapat mengungkapkan kebiasaan manusia dalam memilih langkah ketika
berjalan, seperti jalur terpendek, ternyaman, dan jalur yang paling
menghabiskan energi, hal ini pada dasarnya dipengaruhi oleh intensi
subjek tersebut, seperti kondisi kecepatan, arah yang dipilih, dan
seterusnya. Keragaman jenis aspek yang mendukung kebiasaan manusia
ketika berjalan menciptakan hadirnya variasi jalur ketika sedang proses
okupansi ruang.

Hodological space is based on the body orientation to the


physical world (Franck & Lepori, 2000: 31). Secara esensi Hodological
space merupakan praktik fisik yang mengukur ruang melalui orientasi
tubuh yang diberikan manusia.

Movement occur on horizontal plane that represents the front-


back-leftright, and along vertical axis representing the up-above
(Bollnow, 201

a. Yang diukur itu movement path, sebutin body center, body Body Center, Body
contact & Body Balance dlm movement, melalui hodological space, itu semua bisa
diukur dan diliat signifikansinya dlm proses okupansi ruang

Universitas Indonesia
16

b. Kenapa teori hodological space ini signifikan sama kegiatan berjalan lansia?
Buat apa? Buat mengukur aspek apa aja yang bisa diliat sehingga bisa paham kualitas
berjalan lansia ini merupakan kegiatan ‘khusus’ yang perlu di improve dr sisi integrasi
arsitekturnya
c. Pengaruh

Rhythm (proportion in space and time) of walking,

2.2.2 Pergerakan tubuh pada praktik jalan lansia dan kebiasaan dalam
proses okupansi ruang

Pergerakan aktif tubuh melalui pemaknaan Body Centered, Body Balance &
Body Contact dalam walking movement pada lansia selama proses okupansi ruang
memiliki keterkaitan atas pentingnya kemampuan kontrol tubuh agar dapat
memusatkan, menyeimbangkan dan melakukan kontak ketika berjalan dan
menjangkau ruang. Ketiganya memberi dampak mengenai postur tubuh yang
ditampilkan dan bagaimana kehadirannya dapat menempati struktur dan axis
secara fisik pada ruang. Dampak proses penuaan pada lansia tidak dapat
disamaratakan. Meskipun tanda utama dan nyata pada proses penuaan ada pada
penurunan kondisi fisik ini, namun bukan berarti kualitas pergerakan setiap lansia
mudah untuk diklasifikasikan. Pergerakan tubuh pada lanjut usia memiliki proses
yang khusus dikarenakan beberapa lansia memiliki tingkat keterampilan motorik
yang berbeda-beda (signifikansi berjalan dengan kualitas postur tubuh). Maka, bagi
lansia, bentuk pada postur tubuh menempati posisi yang cukup perlu ditelusuri
dikarenakan proses penuaan yang ada pada tubuh mereka sangat berdampak pada
performa fisik tubuhnya. Kemunduran fungsi anggota gerak tubuh pada praktik
berjalan memiliki kemungkinan terjadinya konflik karena proses keterbatasan fisik,
sehingga dapat dikatakan hal ini memicu adanya perbedaan tindakan mengenai
kebiasaan bergerak selama berjalan lansia dengan fase/rentang usia lainnya.
'Posture is reducible primarily to patterns of relative angular disposition of the
various portions of the skeleton'. That 'movement may be regarded as ordered
successions of progressively different postures'. (L.T. Troland, 1929). Melalui
postur tubuh dapat membantu untuk memetakan bagaimana pergerakan yang
diberikan sebagai bentuk pengukuran yang berurutan sebagai progres untuk

Universitas Indonesia
17

mencapai kesuksesan menuju arah tujuan gerakan. Berdasarkan riset……..


menunjukkan kontrol Body centered lansia memiliki hubungan pada kecepatan
berjalan dan panjang langkah (jarak antar kaki) melalui tungkai dan pinggul
sebagai pusat kendali yang berkuasa untuk menentukan produksi kekuatan sendi
selama berjalan. Sehingga perlu adanya teknik penelusuran bagaimana pusat
kendali (tungkai dan pinggul) memiliki dampak koordinasi yang relevan pada
anggota tubuh lainnya, bentuk penelusuran ini sebagai cara untuk mengukur
bagaimana kualitas okupansi lansia dengan lebih dalam. Dalam Eftimios G.
Mitropoulos (1974) menyebutkan ‘A walk then becomes a series of fourth positions
(one foot being in front and the other behind - there are five positions) with
alternating feet, the arms being in opposition'. Baginya, berjalan merupakan
serangkaian posisi

Melalui diagram ini menunjukkan setiap langkahan kaki dapat dituangkan ke


dalam 5 baris bagian pada seluruh anggota tubuh, seperti keterlibatan pergerakan di
area kepala, pundak, pinggul, lutut hingga lantai. Kelima level ini merupakan
bentuk analisis secara medan vertikal dengan metode yang dapat menunjukkan
bahwa kegiatan berjalan kemudian akan direkam secara rinci dengan membagi 5
level postur tubuh, sehingga dapat menjelaskan gerakan dalam satu rangkaian
vertikal tubuh. Pemahaman melalui vertikal ini berpotensi untuk dapat
mengungkapkan struktur dan axis tubuh lansia secara fisik ketika proses okupansi
ruang secara vertikal. Okupansi ruang secara baris vertikal juga memiliki potensi

Universitas Indonesia
18

untuk mengukur jejak bentuk Body Contact lansia pada elemen ruang yang
diberikan selama kegiatan berjalan terjadi dan bagaimana korelasi visibilitas tubuh
dan dimensi asli dapat terjangkau oleh lansia
Sementara, kebutuhan untuk penelusuran pemahaman horizontal pada body
dapat diukur secara kuantitatif hal ini dapat menggali pemahaman yang lebih
dalam tentang jalur hodologis dan kaitannya dengan jaringan dan jangkauan ruang
yang terdiri dari berbagai macam batasan (boundaries), seperti objek sekitar dalam
berbagai jenis bentuk yang dirasa sebagai bentuk rintangan yang dihadapi ketika
berjalan. Studi mengenai penelusuran ini telah dikembangkan melalui i-Dwell
International Conference on Dwelling Form (2015) ‘Tracing the relations of body
movement and space which exist as the hodological path, the study reveals not
only the physical path of the occupants in their houses, but also how the path takes
its role as a part of everyday living.’ Metode tracing sebagai penelusuran
mengenai hubungan antara pergerakan tubuh dengan ruang yang menjadikan jalur
hodological terjadi pada sehari-hari.
Kegiatan keseharian lansia dapat menjadi data dasar tentang bagaimana aktivitas
fisik sehari-hari di okupansi dalam sebuah ruang. Intensitas seperti waktu, dan
jarak saja belum tentu dapat mengungkapkan performa Body Contact dan Body
center secara keseluruhan. Karakter ruang dan keterlibatan lingkungan dimana
lansia tersebut hadir perlu ditelusuri bersamaan dengan gerak tubuh lansia.
Karena lansia dapat dikatakan menunjukkan keistimewaan yang perlu dipahami
lebih lanjut mengenai dampak proses penuaan. Dampak proses penuaan pada
lansia itu ga rata dan sama semua Penurunan kondisi fisik ini hanya membentuk
perbedaan kualitas pergerakan tubuh yang hadir seiring bertambahnya umur.
Pergerakan tubuh ketika berjalan pada lanjut usia memiliki proses yang berbeda
antar individu dikarenakan hal ini melibatkan keterampilan motorik individu yang
biasa terlatih.
Kegiatan kesehariannya menjadi tolak ukur tentang bagaimana aktivitasnya di
okupansi dalam ruang tinggal. Selain itu, besarnya intensitas waktu berjalan pada
setiap aktivitas lansia belum tentu menunjukkan bahwa lansia tersebut memiliki
kualitas pergerakan tubuh dengan performa terbaik. Maka, dapat dikatakan perlu
adanya analisis mengenai bagaimana karakteristik kondisi lingkungan dimana

Universitas Indonesia
19

tubuh lansia tersebut hadir. Seperti, intensitas dan jenis aktivitas keseharian,
keterlibatan ruang (jarak, jangkauan dan langkah), serta peran dan tanggung jawab
yang masih dilakukan pada lansia.

Klasifikasiin kalo intensitas kecepatan ini memberikan pemahaman mengenai


kehadiran Faktor Static and nonstatic trs behavior berjalan bisa identify Rhythm
(Pause and go)

2.2.3 Boundaries sebagai aspek kuantitatif yang memiliki peran dalam


okupansi ruang lansia

physical entities and the occupants’ movement habit, and how they
could contribute to active body movement and health. (idwell) Boundaries
dalam okupansi ruang

4 variable boundaries berdasarkan stuff/objek? Aspek Eksternal


internal?, visibilitas & differences,

Dari ketiga adegan ini, kemudian diklasifikasikan tentang bagaimana


boundary (batasan) interface yang ditemukan ketika berjalan sehari-hari ini
mempengaruhi kemampuan berjalan lansia menjadi 4 aspek , yaitu:
1. Visibility and differences
2. Faktor Static and nonstatic
3. Dimension & enclosure
4. Rhythm (Pause and go)

Universitas Indonesia
20

2.3 Kesimpulan Tinjauan Kepustakaan

Proses penuaan pada lansia menyebabkan munculnya keterbatasan fisik karena


penurunan fungsi fisik. Hal ini mempengaruhi pergerakan tubuh seperti perubahan
kapasitas daya tahan, kekuatan, kecepatan, dan fleksibilitas anggota gerak tubuh.
Namun, bukan berarti ini menjadi kesempatan bagi lansia untuk mendapat kualitas
gerak aktif dan kesehatan minim. Body Centered, Body Balance & Body Contact
dalam walking movement adalah bentuk kontrol tubuh bagi lansia yang masih aktif
bergerak dan berjalan. Hal ini berbeda pada setiap individu dalam memusatkan,
menyeimbangkan dan melakukan kontak, sehingga penting untuk mengukur
respon tubuh (kegiatan motorik) diimplikasikan pada praktik pemenuhan
kebutuhan oleh aktivitas fisik sehari hari.
Melalui praktik pergerakan anggota tubuh dan kegiatan berjalan lansia, dapat
mengukur bentuk kegiatan motorik yang dilakukan setiap individu sebagai media
dalam menstimulasi perkembangan kemampuan (skill) pergerakan tubuh dalam
pemenuhan aktivitas fisik. Tolak ukur tentang bagaimana aktivitas ini di okupansi
dalam ruang tinggal juga membutuhkan adanya analisis mengenai bagaimana
karakteristik kondisi lingkungan dimana tubuh lansia tersebut hadir.
Tambahin kesimpulan ttg boundary vertical horizontal

Universitas Indonesia
21

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

3.2 Pergerakan Tubuh pada praktik berjalan lansia melalui Film The Irishman
(2019)

Praktik Berjalan pada keseharian lansia merupakan penerapan yang


cukup kompleks dikarenakan kemampuan berjalan yang tidak lagi sama seperti usia
lainnya. Bagi lansia yang masih aktif dapat berjalan, gerakan tubuh ketika berjalan
menjadi cara mereka untuk tetap memenuhi kebutuhan sehari-hari melalui aktivitas
fisik. Proses penuaan pada lansia menyebabkan munculnya keterbatasan fisik karena
penurunan fungsinya. Hal ini mempengaruhi pergerakan tubuh seperti perubahan
kapasitas daya tahan, kekuatan, kecepatan, dan fleksibilitas anggota gerak tubuh.
Namun, bukan berarti ini menjadi kesempatan bagi lansia untuk mendapat kualitas
gerak aktif dan kesehatan minim. Dilihat dari ketersediaan ruang gerak, kemampuan
berjalan pada lansia cukup spesial karena usia mengakibatkan lansia memiliki cara
okupansi ruang yang khusus dan juga sebagai medan utama dalam mengatur target
pergerakan tubuh yang melibatkan gerak otot dan postur tubuh.

Universitas Indonesia
22

Ketidaksesuaian antara keterbatasan fisik untuk bergerak bebas bagi lansia


dengan kesempatan untuk melakukan gerak tubuh sehari hari perlu mendapat perhatian
khusus. ……..

Berdasarkan hasil pengamatan yang diambil dari cara lansia bergerak dalam
beberapa scenes film, terdapat beberapa rintangan tersendiri yang dimiliki lansia ketika
sedang berjalan. Beberapa rintangan ini menjadi hambatan/kendala bagi lansia untuk
dapat memusatkan dan menyeimbangkan tubuhnya secara langsung. Menggunakan film
berjudul The Irishman (2019) menggambarkan pada akhir adegan bagaimana kehidupan
lansia yang hidup sendiri. Frank Sheeran adalah aktor utama yang diceritakan
menggunakan sudut pandang pertama, dikarenakan semasa hidupnya ketika muda
membuatnya terpaksa harus hidup sendiri dan jauh dari keluarga dekatnya. Dengan
range umur 70-83 tahun, Frank memiliki penyakit sendi pada kaki yang dideritanya, hal
ini membuat beberapa adegan yang menunjukkan cara khusus dalam ia meng okupansi
ruang. Pada dasarnya ia membutuhkan tongkat / alat tumpuan yang membantunya
menyeimbangkan tubuh ketika bergerak, namun terdapat variasi jenis tongkat / alat
yang membantunya berjalan, dimulai dari 1 tangkai tongkat yang dikendalikan oleh
tangan kanan, lalu ada 2 tongkat pada kedua tangannya, serta pada akhir film
menunjukkan ia akhirnya menggunakan kursi roda.

Terdapat 3 adegan utama yang kemudian dijadikan bahan dasar untuk dijadikan
studi kasus. Ketiga adegan ini merupakan potongan klip yang masing masing memiliki
kisaran panjang adegan selama 30-50 detik. 1 adegan (Scene A) menggambarkan aktor
(lansia) menggunakan tongkat kesulitan bergerak dalam ruang tinggalnya yang
memiliki tingkat pencahayaan kurang (visibilitas terhadap langkah jalan), dimana ia
berusaha berjalan dalam koridor dari kamar mandi menuju ruang berikutnya (dimensi
terbatas) namun kemudian ia terjatuh. Adegan berikutnya (Scene B) menunjukkan
aktor sedang berada di ruang publik (mengantre bank), sehingga ia bertemu dengan
masyarakat umum dengan variasi umur yang bukan sebaya nya. Pada adegan ini
dimulai dengan ia mengantre pada jalur yang sama dengan masyarakat lainnya, namun
pada akhir adegan ia memutuskan untuk berpindah tujuan arah geraknya. Lalu, adegan
setelahnya (Scene C) menggambarkan seorang aktor (lansia) di rumahnya sedang
bergerak untuk mencapai satu ruang dari ruang sebelumnya melalui tikungan, pada

Universitas Indonesia
23

proses pergerakan, ia menggunakan dinding ruang sebagai sandarannya sebelum lanjut


menuju ruang berikutnya. Dari ketiga contoh kasus dalam adegan film ini
menggambarkan situasi lingkungan bagi lansia dapat dipahami sebagai ‘boundary
interface’ atau batasan antarmuka dalam konteks spasial yang menyebabkan terjadinya
ada jarak dalam kemampuan dan kontrol bergerak lansia dengan lingkungan sekitar,
khususnya dalam keahlian memusatkan dan menyeimbangkan tubuh.

Dari ketiga adegan ini, kemudian diklasifikasikan tentang bagaimana boundary


(batasan) interface yang ditemukan ketika berjalan sehari-hari ini mempengaruhi
kemampuan berjalan lansia menjadi 4 aspek , yaitu:
1. Visibility and differences
2. Faktor Static and nonstatic
3. Dimension & enclosure
4. Rhythm (Pause and go)
Melalui tahapan identifikasi faktor sekitar pada setiap adegan dan
mengklasifikasikan dengan 4 aspek boundary interface, diperlukan proses untuk
mengorganisasikan data agar memudahkan pemahaman faktor yang di analisis, karena
ketiga adegan memiliki peran masing-masing yang dianggap menunjukkan aspek
boundary interface.

Sehingga secara keseluruhan, terdapat 2 penjelasan diagram untuk aspek


‘Dimension & Closure’ dan ‘Rhythm (Pause & Go)’ sedangkan ‘Visibility &
differences’ dan ‘Static & unstatic’ dijelaskan masing masing oleh satu diagram.

A. Scene A

Universitas Indonesia
24

Penjelasan ada apa aja di adegn ini dan variabelnya apa

B. Scene B

Universitas Indonesia
25

Adegan 1: The irishman (2019)


Waktu adegan:
Pemeran: Frank sheeran (Robert De Niro)
Pada adegan B, merupakan adegan yang menunjukkan bagaimana
aktor dihadapkan pada situasi yang publik yaitu bertemu dengan
masyarakat/manusia yang memiliki kebutuhan dan cara okupansi ruang yang
berbeda. Pada proses aktor bergerak menunjukkan bahwa ia memiliki pola
tersendiri dari aspek okupansi ruang melalui langkahan kaki dengan waktu
yang ditunjukkan. Pada diagram analisis awal, perbedaan warna
menunjukkan waktu yang dibutuhkan ketika lansia bergerak (range 2-4
detik) sedang masyarakat lainnya konstan bergerak secara bebas kurang dari
1 detik pada setiap perpindahannya. Perpindahan ini juga dipengaruhi oleh
arah gerak yang dituju setiap elemen (static, unstatic & aktor) sehingga dapat
dipahami mengenai jalur yang digunakan.

C. Scene C

Universitas Indonesia
26

Adegan C menunjukkan pergerakan tubuh lansia ketika meng okupansi


ruang di rumahnya. Pada adegan ini, aktor menggunakan 1 tongkat berjalan
yang dikendalikan oleh tangan kanan. Adegan ini juga menunjukkan bagaimana
mencapai dari satu ruang ke ruang lainnya dengan tanpa perbedaan dalam
visibilitas/before after begituhh,, (gakayak scene A deh pkknya). Pada adegan C
ini juga lansia memiliki agenda/walking task pada kegiatan berjalannya, seperti
berusaha untuk mengumpulkan barang dari 3 titik dan dimensi jangkauan yang
berbeda. Analisis diagram awal menunjukkan beberapa tahapan aktor ketika
bergerak dan kaitannya dengan waktu yang dihabiskan. Dan visualisasi
mengenai kondisi ruangan sekitar aktor.
Benerin lg bahasanya

3.3 Boundaries interface

3.3.1 Dimension & closure

A. A1

Universitas Indonesia
27

Adegan 1: The irishman (2019)


Waktu adegan:
Pemeran: Frank sheeran (Robert De Niro)
Proses dimana frank tinggal sendiri dirumahnya, pada adegan malam
hari, berusaha untuk bergerak untuk berpindah dari kamar mandi menuju kamar
menggunakan 1 tongkat berjalan, namun karena ia sendiri, ia harus mematikan
lampu kamar mandi sebelum bisa berpindah tempat. Namun pada akhir adegan
ia memiliki kesulitan untuk bergerak sehingga membuatnya terjatuh. Dari
adegan ini, terbentuklah analisis yang bersifat skematik untuk menjawab aspek
dimension & closure. Dimulai dengan tracing lamanya waktu pergerakan aktor
hingga ke posisi terjatuh. Sehingga terdapat informasi mengenai intensitas
lamanya pergerakan dan faktor yang terlibat ketika bergerak (closure). Pada
diagram ini menunjukkan besaran okupansi aktor bergerak dipengaruhi oleh
objek closure di kirinya (kanan menggunakan tongkat). Dan lamanya waktu
untuk meng okupansi per grid.

B. C1

Universitas Indonesia
28

Untuk menggali aspek dimensi dan closure metode yang digunakan sama
seperti diagram A1, denah digunakan untuk melihat pergerakan subjek dengan
variabel waktu. Lalu grid digunakan untuk melihat besaran pergerakan tubuh
dan objek yang menjadi enclosure. Besaran setiap kotak grid dapat
mengkomunikasikan skala perbandingan pergerakan aktor dan enclosure. Hasil
abstraksi memberi gambaran bahwa intensitas pergerakan dan cakupan ruang
lansia membutuhkan enclosure sebagai media untuk memenuhi kebutuhan
berjalan dalam agenda berjalan (walking task). Sama seperti diagram A1,
Diagram ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan mengenai besaran
okupansi aktor yang dipengaruhi oleh objek closure di kirinya (krn tangan kanan
menggunakan tongkat) dan lamanya waktu untuk meng okupansi per grid.
Namun skenario pada diagram C1 menunjukkan boundaries (enclosure) bukan
hanya sebagai media untuk keseimbangan tubuh, namun untuk momen dimana
lansia memudahkan rotasi tubuhnya (menyandarkan pada dinding) menuju
ruangan berikutnya tanpa perlu melangkah jangkauan rotasi yang besar.

3.3.1 Visibility & Differences

A. A2

Universitas Indonesia
29

Adegan 1: The irishman (2019)


Waktu adegan:
Pemeran: Frank sheeran (Robert De Niro)
Memahami visibility & differences melalui perbedaan yang diterima
(before-after) sebelum dan setelah aktor mematikan lampu pada ruangan
sebelumnya. Sebelum dimatikan lampu, terdapat 3 titik lampu yang datang dari
bidang, dimensi dan level yang berbeda, sehingga masing-masing memiliki arah
dan intensitas yang berbeda. Setelah dimatikan, hanya terdapat 2 titik lampu
yang berasal dari level ketinggian lampu yang hampir mirip, namun tetap
berasal dari bidang yang berbeda. Tahapan analisis yang dilakukan adalah
dengan membuat diagram skematik yang memudahkan keterbacaan antara aspek
visibilitas sebelum dan sesudah lampu dimatikan (differences). Grid berguna
untuk menentukan skala besaran cahaya dengan jangkauan tubuh ketika
bergerak, seperti arah pandangan dan gerak tangan ketika berusaha
menyeimbangkan tubuh. Kuning menunjukkan arah pandangan aktor, merah
menunjukkan anggota tubuh yang bersinggungan dengan closure/boundaries
sekitar, sedangkan warna oranye menunjukkan arah cahaya yang aktif pada saat

Universitas Indonesia
30

sebelum dan setelah. Layer informasi ini ditunjukkan agar pemahaman


mengenai .

3.3.3 Static & Unstatic Factors

A. B1

Dari analisis sebelumnya, kemudian ditambahkan penggunaan grid untuk


mengukur besaran aspek dengan penggambaran yang skematik. Dimulai dengan
memisahkan aspek statis dan unstatic pada objek/boundary yang ada di sekitar
aktor. Objek statis terletak pada benda benda yang tidak memiliki nilai
pergerakan dan perpindahan. Sementara aspek unstatic ada pada manusia di
sekitar aktor yang memberi nilai pergerakan dan perpindahan yang berbeda.
Perbedaan layer informasi ini membuat setiap pewarnaan yang hadir dapat
memberi informasi yang berbeda pula. Seperti misal pada gambar 2, adalah
informasi yang menunjukkan pijakan ruang yang di okupansi oleh aspek unstatic
dan aktor, sedangkan gambar 3 adalah informasi yang menunjukkan jangkauan
pijakan dalam ruang (tidak dipijak lebih dari 1x). Perbedaan kedua informasi ini
memberi gambaran bahwa jejak aktor (lansia) menunjukkan ia tidak terlalu
membutuhkan ruang gerak yang banyak, namun ia membutuhkan ruang utk

Universitas Indonesia
31

rotasi tubuh, sehingga ia dapat berpijak lebih dr 1x pd pijakan yang sama.


Kesimpulan yang ditemukan bahwa jejak lansia menunjukkan ia tidak terlalu
membutuhkan ruang gerak yang banyak, namun ia membutuhkan ruang utk
rotasi tubuh, sehingga ia dapat berpijak lebih dr 1x pd pijakan yang sama

3.3.4 Rhythm (Pause and Go)

A. B2

Pada Analisis B2 yaitu mengenai ritme aktor (pause and go). Narasi
mengenai pause and go berdasarkan pada adegan dimana aktor memutuskan
untuk berpindah tujuan arah gerak sehingga pause berdasarkan pada kondisi
ketika ia memproses pergerakan badannya untuk berpindah arah, sedang go
adalah momen dimana tubuhnya telah merespon pergerakan tersebut. Diagram
B2 berusaha untuk menjelaskan mengenai jalur dan jejak pada ritme yang
ditinggalkan oleh aktor ketika melakukan adegan pause and go, dan
perbandingannya terhadap pergerakan oleh objek unstatic (manusia lainnya).
Pada gambar ini menunjukkan keterkaitan aktor dengan kebutuhan ruang gerak
yang memiliki tingkat rotasi yang cukup besar, tidak seperti unstatic. Hal ini

Universitas Indonesia
32

dikarenakan aktor memiliki jejak pijakan pada lantai yang sama lebih dari 1x.
Ini sebagai respon bagi lansia dalam menyikapi pause (jeda) and go.

B. C2

Tambahin penulisan

Universitas Indonesia
33

3.4 Diskusi dan Kesimpulan Studi Kasus

Ada keterkaitan mengenai Boundary interface (.........) dengan pergerakan


tubuh pada proses berjalan lansia dengan kondisi ruangan. Hal ini terbukti melalui
rangkaian analisis melalui grid pada studi kasus pada film The Irishman. Bagaimana
jenis boundary ini memepengaruhi walking habit/task...

1. Visibility & differences:

Perbedaan yang terjadi oleh dipengaruhi oleh besaran cahaya yang hadir.
Pada diagram (...) menunjukkan bahwa terdapat 2 perbedaan intensitas cahaya
dengan kebutuhan upper dan lower body. Adegan 1, 2&4 adalah
menunjukkan ketika cahaya datang dari 3 titik dengan arah jatuhnya cahaya
yang berbeda-beda, namun pada saat itu jangkauan visibilitas hanya pada upper
body, sedangkan pada adegan 3&4 ketika cahaya berubah hanya datang dari 2
titik membuat lansia tersebut kesulitan menemukan jangkauan pandangan
(visibilitas) terhadap langkah kaki yang jelas. Sehingga, kebutuhan atas upper
body dan lower body pada visibility & differences ada pada Pencahayaan yang
rata, sehingga dapat memberikan jangkauan pandang yang stabil, tidak hanya
cenderung ke upper/lower aja. Ini adalah bentuk keterkaitan untuk
memaksimalkan kontak berjalan

Universitas Indonesia
34

2. Dimension and enclosure

Dimension and enclosure memberikan kesimpulan mengenai rasio


okupansi dan enclosure pada ruang lansia dan keterkaitannya dengan
pemenuhan kebutuhan atas body center & body balance. Pada diagram (...)
menunjukkan bahwa terdapat rangkaian / layer of walking task (.........teorinya
apa) bagi lansia ketika melakukan pergerakan tubuh sambil berjalan. Perbedaan
layer ditunjukkan oleh bagaimana bagi lansia utk mencapai titik 1-4 memiliki
sirkulasi berdasarkan enclosure di sekitar, seperti 1a, 2a, 3a, dan 4a. Layer yang
berbeda ini (sebagai radar) untuk kebutuhan enclosure lansia sebagai bentuk
pemenuhan kebutuhan untuk body center & balance. Dimensi atas enclosure ini
bervariasi, tergantung pada jenis walking tasknya.

Universitas Indonesia
35

3. Static & Unstatic, & Rhythm (pause and go)

Terdapat keterkaitan mengenai aspek Static & Unstatic, & Rhythm


(pause and go) pada kecepatan dan preferensi arah gerak Lansia ketika berjalan.
Pada diagram (...), menunjukkan bagi unstatic boundaries, membutuhkan
kurang dari 1 detik utk dapat mengokupansi kurang lebih 1 grid, sedangkan bagi
lansia membutuhkan lebih dari 4 detik utk dapat mengokupansi kurang dr 1 grid.

Universitas Indonesia
36

Dan juga menunjukkan bahwa bagi unstatic boundaries, memiliki arah gerak
yang fleksibel dan tidak bergantung pada static boundariesnya. Sedangkan bagi
lansia, kecepatan & preferensi arah gerak dipengaruh oleh ritme dan static
boundaries (objek) sekitar yang membantunya untuk memiliki ruang rotasi yang
besar. Kebutuhan ini menjadi dasar perlunya jalur bagi lansia yang memberikan
akses untuk dapat bergerak dengan kecepatan minim dan ruang rotasi besar
melalui kehadiran enclosure di salah satu sisinya, hal ini dikarenakan kebutuhan
bagi lansia untuk dapat menyeimbangkan tubuh dengan ruang rotasi yang
memadai.
(besaran ruang akan banyak digunakan utk rotasi utk gerakan tubuh dlm
menjangkau satu ruang ke ruang lain, bukan okupansi ruang seluas mungkin.)

Universitas Indonesia
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

37
Universitas Indonesia
38

aaa

Universitas Indonesia
39

LAMPIRAN

Lampiran 1: Uji Reliabilitas Alat Ukur


Lampiran 2: Pengecekan Manipulasi Stimulus
Lampiran 3: Uji Normalitas

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai