Anda di halaman 1dari 99

1

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PENGAWASAN DENGAN


PERILAKU TIDAK AMAN PADA PEKERJA BEKISTING
PT BETON KONSTRUKSI WIJAKSANA

PROPOSAL PENELITIAN

M FADLI SHEH AKBAR


20180301144

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2021
ii2

LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal skripsi ini diajukan oleh:


Nama : M Fadli Sheh Akbar
NIM : 20180301144
Fakultas : Ilmu-Ilmu Kesehatan
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Judul : Hubungan Pengetahuan dan Pengawasan dengan perilaku
Tidak Aman pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi
Wijaksana

Proposal skripsi ini telah disetujui dan diperiksa oleh Dosen Pembimbing Skripsi
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat dan diterima
untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat Pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-
Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul

Jakarta, 25 April 2021


Menyetujui,
DosenPembimbing

Eka Cempaka Putri, SKM., M.K.K.K.


iii
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas hidayahNyalah,
penulis dapat menyelesaikan dan menyusun Proposal Penelitian yang berjudul
“Hubungan pengetahuan dan pengawasan dengan perilaku tidak aman pada
pekerja bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana” dapat diselesaikan dengan
sebaik-baiknya dan dalam tepat waktu.

Dalam penulisan dan penyusunan Proposal Penelitian ini penulis tidak lepas
dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Arif Kusuma Among Praja, MBA. Selaku Rektor Universitas Esa
Unggul Jakarta
2. Dr. Aprilita Rina Yanti Eff, M. Biomed, Apt selaku Dekan Fakultas Ilmu –
ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul
3. Ibu Putri Handayani, S.KM, M.KKK selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat
4. Ibu Eka Cempaka Putri, S.K.M, M.K.K.K.selaku Dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan Proposal Penelitian ini
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal Penelitian ini masih
terdapat kekurangan, mengingat penulis dalam taraf belajar sehingga masih
terdapat keterbatasan ilmu dan pengalaman. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
Proposal Penelitian ini

Demikian Proposal Penelitian ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi
penulis khusunya dan bagi para pembaca umumnya

Jakarta, 25 April 2021

M Fadli Sheh Akbar


4
iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTARGAMBAR...............................................................................................vi
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1LatarBelakang.................................................................................................1
1.2PerumusanMasalah..........................................................................................6
1.3PertanyaanPenelitian.......................................................................................7
1.4Tujuan................................................................................................................7
1.5ManfaatPenelitian..............................................................................................8
1.6Ruang Lingkup...................................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................10


2.1.Landasan Teori............................................................................................10
2.2.Kerangka Konsep............................................................................................27
2.3.Penelitian Terkait............................................................................................28

BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................32


3.1 KerangkaKonsep.......................................................................................32
3.2 DefinisiOperasional...................................................................................32
3.3Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................33
3.4JenisPenelitian............................................................................................35
3.5 Populasi dan Sampel.................................................................................35
3.6Pengumpulan Data.....................................................................................38
3.7InstrumenPenelitian....................................................................................40
v5

3.8 Uji Validitas Dan RealiabilitasKuesioner.................................................41


3.9 Uji Normalitas...........................................................................................42
3.10Analisis data....................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................44
LAMPIRAN
vi6

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 KerangkaTeori....................................................................................27


Gambar 2.2 KerangkaKonsep................................................................................32
vii
7

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 PenelitianTerkait...................................................................................31


Tabel 3.1 Definisi Operasional.............................................................................32
Tabel 3.3 Besarproporsi yang digunakan untuk besar sampel penelitian..............36
8
viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1Informed Consent


Lampiran 2 Kuesioner
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan yang kompleks yang
menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja dan pentingnya arti tenaga
kerja dibidang konstruksi karena tanggung jawab Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) pekerja perusahaan bukan hanya pada pimpinan
perusahaan saja tetapi berada pada setiap orang yang terlibat dalam semua
kegiatan perusahaan (Putranto, 2017). Salah satu sektor yang paling
berisiko adalah sektor jasa konstruksi. Menurut Hillebrandt (1985),
Industri jasa konstruksi adalah industri yang mencakup semua pihak yang
terkait dengan proses konstruksi, termasuk tenaga profesi, pelaksana
konstruksi dan juga para pemasok yang bersama-sama memenuhi
kebutuhan pelaku dalam industri. Jasa konstruksi adalah jasa yang
menghasilkan prasarana dan sarana fisik. Jasa tersebut meliputi kegiatan
studi, penyusunan rencana teknis/rancang bangun, pelaksanaan dan
pengawasan serta pemeliharaannya. Prasarana dan sarana fisik merupakan
landasan pertumbuhan sektor-sektor dalam pembangunan nasional,
termasuk di sektor pertambangan,serta jasa konstruksi berperan pula
sebagai penyedia lapangan kerja, maka jasa konstruksi penting dalam
pembangunan nasional. Dampak negatif yang timbul dari proses
pembangunan konstruksi yaitu munculnya angka kecelakaan akibat kerja,
menurut Pratiwi (2018) hal ini di karenakan pekerjaan jasa konstruksi
hampir selalu berada di tempat terbuka, serta memiliki kemudahaan akses
untuk dimasuki orang yang berbeda, dimana kondisi tersebut tidak
mendukung untuk kesehatan dan keselamatan kerja (K3), sehingga
berpotensi untuk terjadi kecelakaan.
Berdasarkan UU No.2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi pasal 52
menyebutkan bahwa penyedia jasa dan sub-penyedia jasa dalam
penyelenggaraan jasa konstruksi harus memenuhi Standar Keamanan,
Keselamatan,Kesehatan,dan Keberlanjutan. Selain itu berdasarkan
2

Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja Dan Menteri Pekerjaan Umum


Nomor : Kep. 174/Men/1986 Nomor: 104/Kpts/1986 menyebutkan bahwa
tenaga kerja dibidang kegiatan konstruksi selaku sumber daya yang
dibutuhkan bagi kelanjutan pembangunan, perlu memperoleh
perlindungan keselamatan kerja, khususnya terhadap ancaman
kecelakaan kerja. Keselamatan kerja sangat erat hubungannya dengan
peningkatan kinerja proyek konstruksi. Untuk itu disusunlah Pedoman
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor : 05/Prt/M/2014 diharapkan dapat dilakukan pengendalian risiko
K3 pada setiap pekerjaan konstruksi bidang Pekerjaan Umum sehingga
membawa iklim keamanan dan ketenangan kerja, sehingga sangat
membantu hubungan tenaga kerja dan pengusaha yang merupakan landasan
kuat bagi terciptanya kelancaran produksi. Fakta menunjukkan bahwa
industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang
mempunyai resiko kecelakaan cukup tinggi. Oleh karena itu, sudah saatnya
para pelaku industri jasa konstruksi secara bersama-sama memikirkan
penerapan sistem manajemen keselamatan kerja konstruksi yang lebih baik
dalam pelaksanaan proyek. Menurut Ervianto (2005) Kontraktor
didefinisikan sebagai orang atau badan yang menerima pekerjaan dan
menyelenggarakan pekerjaan sesuai biaya yang telah ditetapkan berdasarkan
gambar rencana dan peraturan serta syarat – syarat yang ditetapkan.
Subkontraktor merupakan sebuah pihak yang ikut dalam pelaksana proyek
dibawah kendali main kontraktor Setiap Pengurus Kontraktor, Pemimpin
Pelaksanaan Pekerjaan atau Bagian Pekerjaan dalam pelaksanaan
kegiatan konstruksi, wajib memenuhi syarat-syarat Keselamatan dan
Kesehatan Kerja seperti ditetapkan dalam Buku Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum.
Dalam dunia konstruksi dikenal salah satu proses pekerjaan yaitu
bekisting. Menurut Stephens (1985), bekisting adalah cetakan sementara
yang digunakan untuk menahan beban selama beton dituang dan dibentuk
3

sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Dikarenakan berfungsi sebagai


cetakan sementara, bekisting akan dilepas atau dibongkar apabila beton
yang dituang telah mencapai kekuatan yang cukup. Proses pemasangan dan
pembongkaran bekisting memerlukan ketelitian (presisi), ukuran (siku,
lurus, dimensi tepat), serta kebersihan dalam bekisting diperiksa sebelum
penuangan beton. Dalam proses pengerjaan bekisting tentu saja banyak
sumber bahaya baik itu berasal dari lingkungan ataupun tindakan pekerja
sendiri. Seperti bahaya ketinggian, beton yang tiba-tiba runtuh, besi yang
tajam, dan sebagainya. Hal tersebut bisa menyebabkan kecelakaan kerja
seperti terjatuh dari ketinggian, tertimpa runtuhan beton, atau tertusuk besi
yang berakibat pada kerugian bagi perusahaan atau pekerja itu sendiri.
Kecelakaan industri secara umum disebabkan oleh 2 (dua) hal pokok
yaitu tindakan tidak aman (unsafe action) dan kondisi tidak aman (unsafe
condition). Menurut Winarsunu (2008), Human error menjadi sebab 80%
sampai 90% kecelakaan kerja. Faktor manusia memegang peranan
penting di dalam sistem keselamatan kerja dan juga sebaliknya, dalam
menentukan terjadinya kecelakaan kerja. Menurut Li-yua (2008), Untuk
menganalisis kecelakaan, prinsip dasar yang digunakan sebaiknya adalah
pendekatan sistem yang harus ditelaah bila dibandingkan dengan
kesalahan individu dan harus diperiksa untuk mendapatkan pemahaman
penuh mengenai suatu peristiwa. Pandangan baru mengenai human error
menunjukkan bahwa: human error bukanlah penyebab kegagalan, ini
adalah efek atau gejala masalah yang lebih dalam, human error secara
sistematis terhubung ke peralatan kerja yang digunakan, tugas serta
lingkungan kerja, dan human error bukanlah kesimpulan dari investigasi
insiden, hal tersebut merupakan titik awal. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor manusia memegang peranan penting timbulnya
kecelakaan kerja. Hasil penelitian menyatakan bahwa 80%-85% kecelakaan
kerja disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan faktor manusia. Dupont
(2005) mengungkapkan bahwa, 96% injuries (luka) disebabkan oleh unsafe
action, dan 4% disebabkan oleh unsafe condition. National Safety Concil
dalam penelitiannya mendapakan hasil bahwa 87% kecelakaan industri
4

disebabkan oleh unsafe action, dan 78% terlibat bahaya mekanis.


Kerugian akibat kecelakaan kerja adalah merusak harta benda atau
kerugian terhadap proses (Suma’mur, 2015). Menurut Gunawan dan
Waluyo (2015), dampak kecelakaan dapat mengganggu proses
produksi/operasi, merusak harta benda/aset, mencederai manusia, atau
merusak lingkungan. Perusahaan harus merencanakan pengelolaan dan
pengendalian kegiatan-kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat
menimbulkan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Pengendalian kecelakaan
kerja dapat dilaksanakan dengan metode: pengendalian teknik/ rekayasa
yang meliputi eliminasi, substitusi, isolasi, ventilasi dan higiene sanitasi;
pendidikan dan latihan; pembangunan kesadaran motivasi; evaluasi melalui
audit internal, penyelidikan insiden dan etiologi serta penegakan hukum.
Tindakan tidak aman (unsafe action) adalah kegagalan (human
failure) dalam mengikuti persyaratan dan prosedur-prosedur kerja yang
benar sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, seperti tindakan
tanpa kualifikasi dan otoritas, kurang atau tidak menggunakan perlengkapan
perlindungan diri, kegagalan dalam menyelamatkan peralatan, bekerja
dengan kecepatan yang berbahaya, kegagalan pada peringatan, menghindari
atau memindahkan peralatan keselamatan kerja, menggunakan peralatan
yang tidak layak, menggunakan peralatan tertentu untuk tujuan lain yang
menyimpang, bekerja di tempat yang berbahaya tanpa perlindungan dan
peringatan yang tepat, memperbaiki peralatan secara salah, bekerja dengan
kasar, menggunakan pakaian yang tidak aman ketika bekerja, dan
mengambil posisi kerja yang tidak selamat. Winarsunu (2008) menyebutkan
Faktor personal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya tindakan tidak aman (unsafe action). Faktor-faktor personal
tersebut antara lain: tingkat kemampuan, kesadaran, pengalaman, pelatihan,
kepribadian, beban fisik, usia, kelelahan, motivasi, kecanduan alkohol atau
obat-obatanpenyakit, kecerdasan, tekanan kerja dan kepuasan kerja.
Berdasarkan konsep perilaku dari Notoatmodjo (2003) dapat
dijelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi unsafe action adalah faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang
5

bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya pengetahuan,


motivasi, jenis kelamin, sifat fisik, dan sebagainya. Sedangkan Faktor
eksternal yakni lingkungan baik fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan
sebagainya. Sehingga, hasil pengukuran terhadap faktor karakteristik ini
dapat dijadikan sebuah acuan pengambilan keputusan bagi perusahaan
untuk mengurangi terjadinya unsafe action.
Secara global, International Labour Organization (ILO)
diperkirakan bahwa lebih dari 2,3 juta korban jiwa dan 300 juta kecelakaan
kerja menyebabkan cedera terjadi ditempat kerja setiap tahunnya (ILO,
2017). Survei BLS 2019 tentang Cedera & Penyakit Kerja menunjukkan
bahwa cedera terkait pekerjaan Konstruksi sebanyak 195.600 cedera di
tempat kerja dan 3.600 penyakit di tempat kerja (Work Injury Source,
2020). Menurut Kemenaker (2017), kasus kecelakaan kerja tahun 2017
khususnya untuk wilayah Jakarta pada pekerjaan Konstruksi meningkat, dari
507 kasus menjadi 555 kasus atau meningkat sebesar 10%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Andriani (2018) pada pekerja
Di PT Iskaba Pratama Proyek Apartemen Taman Anggrek Residences
Tahun 2018 mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tidak
aman (unsafe action), didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat pendidikan, pengetahuan dan kelelahan dengan perilaku tidak
aman (unsafe action) pada pekerja. Sejalan dengan penelitian Andriani,
tahun 2018, penelitian dari Khosravi (2014) mengenai tinjauan faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku tidak aman dan kecelakaan di lokasi
konstruksi didapatkan hasil yaitu salah satu penyebab utama perilaku tidak
aman pada pekerja adalah tingkat pendidikan dan pengetahuan yang masuk
dalam kelompok society.
Hasil dari penelitian Delfianda (2012) tentang survey faktor tindakan
tidak aman pekerja konstruksi PT Waskita Karya Proyek World Class
University di UI Depok tahun 2011, dari 93 pekerja yang menjadi
responden terdapat sebanyak 41,9% (39 orang) dinyatakan bahwa mereka
bekerja dengan tindakan tidak aman (unsafe action). Suma’mur (2015)
menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari perilaku tidak aman yaitu akibat
langsung diantaranya kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan cedera
6

sampai dengan kematian, sedangkan akibat tidak langsung antara lain


penyakit akibat kerja yang dapat memberikan kerugian diantaranya
kerusakan lingkungan tempat kerja dan kerusakan organ tubuh yang
mengalami penyakit akibat kerja. selain itu jam kerja hilang, kerugian
produksi, kerugian sosial serta citra perusahaan dan kepercayaan konsumen
pun akan menurun .
Berdasarkan teori dan beberapa hasil penelitian, diketahui bahwa
unsafe action dapat menyebabkan kecelakaan kerja banyak dan
menimbulkan banyak kerugian. Dan faktor yang paling banyak
mempengaruhi pekerja melakukan unsafe action adalah kurangnya
pengawasan dan kurangnya pengetahuan pekerja mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja. Oleh karena itu perlu diteliti faktor-faktor
penyebab terjadinya unsafe action sehingga didapatkan upaya pencegahan
yang sesuai dan tepat sasaran sehingga dapat meminimalisir terjadinya
unsafe action maupun kecelakaan kerja.
Menurut Bhakti (2018), Pengetahuan merupakan hal penting dalam
terbentuknya perilaku kerja yang aman. Pengetahuan tentang keselamatan
dan kesehatan kerja dalam pekerjaan konstruksi khususnya bagian bekisting
merupakan salah satu faktor penting untuk terbentuknya perilaku kerja aman
dalam bekerja seperti mengetahui resiko bahaya yang ada dilingkungan
kerja konstruksi seperti bahaya ketinggian, debu, dan lainnya, mengetahui
prosedur kerja yang benar, mengetahui fungsi dan cara penggunaan APD
yang benar serta mengetahui bagaimana pertolongan pertama pada
kecelakaan di tempat kerja. Pengetahuan para pekerja bekisting tentang
keselamatan dan kesehatan kerja bagi keselamatan dan kesehatannya perlu
ditingkatkan agar perilaku-perilaku yang menuju kepada kecelakaan kerja
tidak muncul, tercegah, dan terciptanya budaya keselamatan (safety culture)
di perusahaan, dimana hal ini juga merupakan tujuan utama dalam
pembangunan keselamatan dan kesehatan kerja.
Selain pengetahuan, Handoko (2016) menyebutkan pengawasan juga
merupakan salah satu tugas mutlak diselenggarakan dalam mengendalikan
kegiatan-kegiatan teknis yang dilakukan oleh pekerja. Bila fungsi
7

pengawasan tidak dilaksanakan maka penyebab dasar dari suatu insiden


akan timbul yang dapat mengganggu kegiatan perusahaan. Listyandini
(2019) dalam penelitiannya menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara pengawasan dengan kecelakaan kerja.
PT. Beton Konstruksi Wijaksana merupakan perusahaan Sub
Kontraktor Bekisting terbesar di Indonesia yang didukung tenaga-tenaga
professional yang berpengalaman dibidang bekisting dan dilengkapi dengan
Sistem Manajemen Operasional yang tertata rapih dalam upaya menjamin
kepastian waktu penyelesaian proyek serta mencapai mutu permukaan beton
yang disyaratkan. Pada perusahaan PT Beton Konstruksi Wijaksana terdapat
5 departemen yaitu departemen Quality Assurance, Marketing dan
Operation, Managment Services, dan Procerument. Proses operasi yang ada
pada pekerjaan bekisting antara lain pada Bekisting Kolom dilakukan
Pemasang Peri Girder GT24 dan column wall diperkuat dengan Hook Strap
dan pasang Plywood sehingga menjadi sebuah panel kolom yang utuh, Pada
Bekisting Balok dilakukan Pemasangan Jack base BJ-60 sesuai pada titik
yang telah ditentukan. Kemudian pemasangan Pola Frame 2.0 PFV 90
(vertikal) dan Pasangan Ledder PH 120 (horizontal). Pada Bekisting Pelat
dilakukan Pemasangan Hollow 50x150x3000 dilanjutkan dengan Polyfilm
12 mm. Selain itu contoh aktivitas bekisting di site diantaranya Pemasangan
bekisting meliputi, yang pertama adalah pekerjaan persiapan. Pada
pekerjaan persiapan terdiri dari persiapan dan adimistrasi, marking, minyak
bekisting. Selanjutanya adalah pemasangan besi vertical, besi vertikal
(kolom dan dinding) dipasang terlebih dahulu. Lalu pemasangan
bekisting, pemasangan bekisting dimulai dari pemasangan bekisting
vertikal (kolom dan dinding), Opening dan pemasangan prop unruk
shoring, pengecekan Verticality, dan yang terakhir adalah pemasangan
Bracket dan Hollow. Selanjutnya pemasangan bekisting balok dan slab
dan pemasangan tulangannya. Dilanjutkan dengan pengecoran dan yang
terakhir pembongkaran bekisting. Pemasangan bekisting juga meliputi
metode distribusi bekistng dengan menggunakan alat, contohnya pada
metode konvensional biasanya digunakan tower crane/mini crane, tetapi
8

pada metode kumkang aluminium ini tidak menggunakan alat melainkan


didistribusikan langsung melalui lubang shaf dari lantai bawah ke lantai
selanjutnya.
PT Beton Konstruksi Wijaksana memiliki jumlah kecelakaan ringan
sebanyak 3-8 kecelakaan setiap bulannya sepanjang tahun 2020 diantaranya
terjadi dikarenakan pekerja melakukan perilaku yang tidak aman berupa
human error yaitu menggunakan peralatan yang tidak benar, menggunakan
APD tidak benar, bekerja dengan posisi yang tidak aman dan benar, serta
tidak melakukan komunikasi/koordinasi. Berdasarkan Laporan Accident On
Duty bulan Maret hingga Juni 2020 didapatkan data ada 9 kecelakaan kerja
yang disebabkan oleh perilaku tidak aman karyawan. Diantaranya Saat
berkeliling proyek tidak menggunakan helm safety, tiba-tiba runtuhan sisa
beton jatuh hampir mengenai kepalanya namun berhasil menghindar.
Berdasarkan survei pendahuluan dengan menggunakan kuesioner
pengetahuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yang diambil dari
penelitian (Bhakti, 2018), dengan jumlah sebanyak 10 pertanyaan pilihan
ganda mengenai pengertian K3, tujuan K3, penyebab terjadinya kecelakaan,
contoh perilaku tidak aman, kondisi yang tidak aman, fungsi dari APD, dan
jenis bahaya. Survey tersebut dilakukan pada 20 karyawan di Departemen
Bekisting Subjective pada tanggal 25 Oktober 2020 dengan hasil ditemukan
ada 13 responden yang bisa menjawab benar kurang dari 5 soal atau
dibawah nilai 50. Dan sisanya hanya 7 responden yang yang bisa menjawab
benar lebih dari 5 soal atau diatas nilai 50. Berdasarkan jawaban kuesioner
didapatkan hasil pertanyaan dengan jawaban salah yang paling banyak
adalah nomor 3 dan nomor 7 yaitu mengenai fungsi dari peralatan pelindung
safety body harness. Hal ini tentu saja berakibat fatal karena safety body
harness sangat berperan penting dalam melindungi karyawan saat bekerja di
ketinggian.
Berdasarkan hasil observasi pada bulan september di lapangan yang
dilakukan pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana,
ditemukan terdapat 4 perilaku tidak aman (unsafe action) yang dilakukan
oleh karyawan, diantaranya terdapat 9 orang karyawan tidak menggunakan
9

APD dengan benar seperti tidak menggunakan body harness saat bekerja di
ketinggian dan tidak menggunakan pelindung tangan saat menggunakan
mesin potong, 2 orang karyawan mengangkat beban dengan metode yang
salah dan 6 orang karyawan mengobrol dan bercanda pada saat bekerja di
tempat kerja. Berdasarkan survei pendahuluan pada tanggal 3 Maret 2021
dengan menggunakan kuesioner pengawasan yang diambi l dari penelitian
Firdasari 2020 dengan jumlah sebanyak 10 pertanyaan mengenai peran
pengawas terhadap 29 responden diperoleh sebanyak 13 responden (44,8%)
merasakan pengawasan yang tinggi, dan sebanyak 16 responden (55,2%)
merasakan pengawasan yang rendah. Berdasarkan hasil jawaban kuesioner
didapatkan bahwa ada 5 responden yang menjawab kurang setuju pada
pernyataan pengawas (supervisor) bertindak tegas pada karyawan yang
berperilaku tidak aman saat bekerja. Dan ada 6 responden yang menjawab
bahwa tindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai belum
dilakukan dengan objektif. Hal ini menunjukan bahwa ada beberapa
karyawan yang merasa pengawas/supervisor mereka bertindak tidak objektif
sehingga bisa menimbulkan kesempatan bagi karyawan untuk melakukan
tindakan tidak aman tanpa kena sanksi tegas.
Upaya yang sudah dilakukan perusahaan yaitu dengan mengadakan
safety talk setiap sebelum memulai pekerjaan, sosialisasi dan penyuluhan
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja terhadap seluruh pekerja secara
rutin setiap bulan. Namun hal upaya tersebut belum sepenuhnya berhasil
karena masih ada karyawan yang melakukan tindakan tidak aman saat tidak
dalam pengawasan lansung supervisornya. Berdasarkan uraian latar
belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Hubungan pengetahuan dan pengawasan dengan perilaku tidak aman
pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana”.

1.2 Perumusan Masalah


Perilaku keselamatan pekerja dalam mengendalikan angka
kecelakaan kerja menjadi hal yang sangat penting dan dibutuhkan untuk
meminimalisirkan kejadian kecelakaan kerja di tempat kerja. Akan tetapi,
10

dalam hasil pengamatan observasi pada bulan september di lapangan yang


dilakukan pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana,
ditemukan beberapa perilaku tidak aman (unsafe action) yang dilakukan
oleh karyawan, seperti tidak menggunakan APD dengan benar seperti tidak
menggunakan body harness saat bekerja di ketinggian dan tidak
menggunakan pelindung tangan saat menggunakan mesin potong,
mengangkat beban dengan metode yang salah dan 6 orang karyawan
mengobrol dan bercanda pada saat bekerja di tempat kerja. Dari uraian di
atas penulis tertarikuntuk mengambil judul Hubungan pengetahuan dan
pengawasan dengan perilaku tidak aman pada Pekerja Bekisting PT Beton
Konstruksi Wijaksana.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana hubungan pengetahuan dan pengawasan dengan perilaku tidak
aman pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan para pekerja para Pekerja Bekisting PT
Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020?
3. Bagaimana gambaran pengawasan para Pekerja Bekisting PT Beton
Konstruksi Wijaksana tahun 2020?
4. Bagaimana gambaran perilaku tidak aman (unsafe action) para Pekerja
Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020?
5. Bagaimana hubungan pengetahuandengan perilaku tidak aman pada Pekerja
Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020?
6. Bagaimana hubungan pengawasan dengan perilaku tidak aman pada Pekerja
Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan pengawasan dengan
perilaku tidak aman pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun
2020.
11

1.4.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui gambaran pengetahuan para pekerja para Pekerja Bekisting
PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020.
b. Mengetahui gambaran pengawasan para Pekerja Bekisting PT Beton
Konstruksi Wijaksana tahun 2020
c. Mengetahui gambaran perilaku tidak aman (unsafe action) Pekerja
Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020.
d. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan perilaku tidak aman pada
Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020.
e. Menganalisis hubungan pengawasan dengan perilaku tidak aman pada
Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Perusahaan
Hasil penelitian dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan
bagi perusahaan dalam meningkatkan program K3 serta untuk
meningkatkan produktivitas pekerja.
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi terhadap penelitian
selanjutnya
b. Terbinanya suatu jaringan kerjasama dengan institusi lahan penelitian
dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara
substansi akademik dengan pengetahuan dan ketrampilan sumber daya
manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan
c. Tersusunnya kurikulum program studi kesehatan masyarakat pada
peminatan keselamatan dan kesehatan kerja.
1.5.3 Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan pengaplikasian peneliti tentang K3
serta sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya serta sebagai
pengalaman berharga dalam proses pembelajaran.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


12

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan


pengawasan dengan perilaku tidak aman pada Pekerja Bekisting PT Beton
Konstruksi Wijaksana tahun 2020. Penelitian ini akan dilaksanakan dari
bulan September 2020 sampai dengan September 2021 di PT Beton
Konstruksi Wijaksana. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja
yang ada di Departemen Operasional Bekisting PT Beton Konstruksi
Wijaksana tahun 2020. Jumlah populasi dalam penelitian ini yaitu sebanyak
75 responden.
Sampel yang diteliti adalah sebagian pekerja Departemen
Operasional Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020 yang
terpilih sebagai responden dengan teknik pengambilan sampel yaitu total
sampling sebanyak 46 responden. Penelitian ini dilakukan karena
berdasakan hasil observasi pada bulan september di lapangan yang
dilakukan pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana,
ditemukan beberapa perilaku tidak aman (unsafe action) yang dilakukan
oleh karyawan, seperti tidak menggunakan APD dengan benar seperti
tidak menggunakan body harness saat bekerja di ketinggian dan tidak
menggunakan pelindung tangan saat menggunakan mesin potong,
mengangkat beban dengan metode yang salah mengobrol dan bercanda
pada saat bekerja di tempat kerja. Desain penelitian yang di gunakan
adalah studi cross sectoinal dengan pendekatan kuantitatif.
13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


1. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
05/Prt/M/2014 Tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (Smk3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
menyebutkan:
a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang selanjutnya
disingkat K3 Konstruksi adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui
upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada
pekerjaan konstruksi.
b. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum yang selanjutnya disingkat SMK3
Konstruksi Bidang PU adalah bagian dari sistem manajemen
organisasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam rangka
pengendalian risiko K3 pada setiap pekerjaan konstruksi bidang
Pekerjaan Umum.
c. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan
yang mencakup bangunan gedung, bangunan sipil, instalasi
mekanikal dan elektrikal serta jasa pelaksanaan lainnya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain dalam jangka
waktu tertentu.
d. Ahli K3 Konstruksi adalah tenaga teknis yang mempunyai
kompetensi khusus di bidang K3 Konstruksi dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi SMK3 Konstruksi yang
dibuktikan dengan sertifikat pelatihan dan kompetensi yang
14

diterbitkan oleh lembaga atau instansi yang berwenang sesuai


dengan Undang-Undang.
e. Petugas K3 Konstruksi adalah petugas di dalam organisasi Pengguna
Jasa dan/atau organisasi Penyedia Jasa yang telah
mengikuti pelatihan/bimbingan teknis SMK3 Konstruksi Bidang
PU, dibuktikan dengan surat keterangan mengikuti
pelatihan/bimbingan teknis SMK3 Konstruksi Bidang PU.
f. Potensi bahaya adalah kondisi atau keadaan baik pada orang,
peralatan, mesin, pesawat, instalasi, bahan, cara kerja, sifat kerja,
proses produksi dan lingkungan yang berpotensi menimbulkan
gangguan, kerusakan,kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan,
pencemaran dan penyakit akibat kerja.
g. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja.
h. Risiko K3 Konstruksi adalah ukuran kemungkinan kerugian
terhadap keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia dan
lingkungan yang dapat timbul dari sumber bahaya tertentu yang
terjadi pada pekerjaan konstruksi.
i. Manajemen Risiko adalah proses manajemen terhadap risiko yang
dimulai dari kegiatan mengidentifikasi bahaya, menilai tingkat
risiko dan mengendalikan risiko.
j. Biaya SMK3 Konstruksi Bidang PU adalah biaya yang
diperlukan untuk menerapkan SMK3 dalam setiap pekerjaan
konstruksi yang harus diperhitungkan dan dialokasikan oleh
Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa.
k. Rencana K3 Kontrak yang selanjutnya disingkat RK3K adalah
dokumen lengkap rencana penyelenggaraan SMK3 Konstruksi
Bidang PU dan merupakan satu kesatuan dengan dokumen
kontrak suatu pekerjaan konstruksi, yang dibuat oleh Penyedia Jasa
dan disetujui oleh Pengguna Jasa, untuk selanjutnya dijadikan
sebagai sarana interaksi antara Penyedia Jasa dengan Pengguna
Jasa dalam penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU.
15

l. Monitoring dan Evaluasi K3 Konstruksi yang selanjutnya disingkat


Monev K3 Konstruksi adalah kegiatan pemantauan dan evaluasi
terhadap kinerja Penyelenggaraan K3 Konstruksi yang meliputi
pengumpulan data, analisa, kesimpulan dan rekomendasi
perbaikan penerapan K3 Konstruksi.
m. Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang selanjutnya
disingkat Pokja ULP adalah perangkat dari ULP yang berfungsi
melaksanakan pemilihan Penyedia Barang/Jasa.
n. Menteri adalah Menteri Pekerjaan Umum.

2. Kecelakaan kerja konstruksi


Berdasarkan Pusdiklat Sda Dan Konstruksi Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
2019, memperlihatkan bahwa manusia sebagai penyebab terbesar
kecelakaan. Berikut akan diuraikan penyebab-penyebab terjadinya
kecelakaan:
a. Tindakan karyawan yang tidak aman. Dapat ditinjau dari pemberi
pekerjaan, yaitu bisa Pengawas, Foreman, Superintendent, atau
Manager; dan dari karyawannya sendiri.
Tanggung jawab pemberi pekerjaan
1) Instruksi tidak diberikan
2) Instruksi diberikan tidak lengkap
3) Alat proteksi diri tidak disediakan
4) Pengawas kerja yang bertentangan
5) Tidak dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap mesin,
peralatan, dan pekerjaan
Tindakan atau kelakukan karyawan
1) Tergesa-gesa atau ingin cepat selesai
2) Alat proteksi diri yang tersedia tidak dipakai
3) Bekerja sambil bergurau
4) Tidak mencurahkan perhatian pada pekerjaan
5) Tidak mengindahkan peraturan dan instruksi
16

6) Tidak berpengalaman
7) Posisi badan yang salah
8) Cara kerja yang tidak benar
9) Memakai alat yang tidak tepat dan aman
10) Tindakan teman sekerja

b. Kondisi kerja yang tidak aman


Dapat ditinjau dari peralatan atau mesin yang bekerja secara tidak
aman dan keadaan atau situasi kerja tidak nyaman dan aman.
Peralatan atau benda-benda yang tidak aman, antara lain
1) Mesin atau peralatan tidak dilindungi
2) Peralatan yang sudah rusak
3) Barang-barang yang rusak dan letaknya tidak teratur
Keadaan tidak aman
1) Lampu penerangan tidak cukup
2) Ventilasi tidak cukup
3) Kebersihan tempat kerja
4) Lantai atau tempat kerja licin
5) Ruang tempat kerja terbatas
6) Bagian-bagian mesin berputar tidak dilindungi
c. Diluar kemampuan manusia (Act of God)
Penyebab kecelakaan ini dikategorikan terjadinya karena kehendak
Tuhan atau takdir. Presentase kejadiannya sangat kecil, maksimal
2%, dan terkadang tidak masuk akal, sehingga sulit dijelaskan secara
ilmiah. Penyebab kecelakaan dapat dibagi menjadi dua kategori,
yaitu pendorong atau pembantu terjadinya kecelakaan, dan penyebab
langsung kecelakaan

3. Bekisting
Menurut Stephens (1985), bekisting adalah cetakan sementara yang
digunakan untuk menahan beban selama beton dituang dan dibentuk sesuai
dengan bentuk yang diinginkan. Dikarenakan berfungsi sebagai cetakan
sementara, bekisting akan dilepas atau dibongkar apabila beton yang
17

dituang telah mencapai kekuatan yang cukup. Menurut Heinz Frick,


Moediartianto (1977), menurut fungsinya dapat dibedakan antara bekisting
untuk beton dan beton bertulang yang menampung dan membentuk beton
ditempatnya, dan perancah yang manumpu bekisting dengan beton basah
sampai dengan beton kering dan kuat.
Menurut Trijeti (2011) bahan bekisting dapat dikatakan baik apabila
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain tidak bocor dan tidak
menghisap air dalam campuran beton, harus mempunyai tekstur seperti
yang ingin dihasilkan, kekuatan bekisting harus diperhatikan, dimensi
sesuai dengan perencanaan. Ketelitian (presisi) ukuran (siku, lurus,
dimensi tepat), kebersihan dalam bekisting diperiksa sebelum penuangan
beton, mudah untuk penyetelan dan pembongkaran. Bekisting dibagi
berdasarkan 3 jenis yaitu bekisting tradisional, bekisting setengah sistem
dan bekisting sistem.
a) Bekisting Tradisional (Sederhana)
Bekisting tradisional adalah bekisting yang menggunakan kayu ini
dalam proses pengerjaannya dipasang dan dibongkar pada bagian
struktur yang akan dikerjakan. Pembongkaran bekisting dilakukan
dengan melepas bagian-bagian bekisting satu per satu setelah
beton mencapai kekuatan yang cukup. Jadi bekisting tradisional ini
pada umumnya hanya dipakai untuk satu kali pekerjaan, namun jika
material kayu masih memungkinan untuk dipakai maka dapat
digunakan kembali untuk bekisting pada elemen struktur yang lain.

b) Bekisting Setengah Sistem (Semi Sistem)


Bekisting semi sistem yang terbuat dari plat baja atau besi hollow
mulai direncanakan karena kekurangan yang terdapat pada bekisting
sistem konvensional. Untuk satu unit bekisting semi sistem ini
material yang digunakan jauh lebih awet dan tahan lama dari bekisting
konvensional, sehingga dapat digunakan seterusnya sampai pekerjaan
selesai, jadi jika ditotal sampai selesai pelaksanaan, bekisting semi
sistem ini menjadi jauh lebih murah. Keunggulan bekisting semi
18

sistem adalah tahan lama dan lebih murah. Kekurangan bekisting semi
sistem adalah memerlukan area untuk pabrikasi bekisting.

c) Bekisting Sistem
Bekisting sistem adalah bekisting yang mengalami perkembangan
lebih lanjut kesebuah bekisting universal yang dengan segala
kemungkinanya dapat di gunakan pada berbagai macam bangunan dan
elemen bekisting yang dibuat di pabrik, pelaksanaan bekisting sistem
lebih cepat dibandingkan dengan bekisting konvesional dan semi
sistem karena komponen-komponen sudah ada ukuran. Bekisting
sistem dimaksudkan untuk penggunaan berulang kali. Tipe bekisting
ini dapat digunakan untuk sejumlah pekerjaan. Bekisting sistem dapat
pula disewa dari penyalur alat-alat bekisting.

4. Pengertian Perilaku Tidak Aman


Skinner dalam Notoatmodjo (2014) seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku itu terjadi
melalui proses adanyastimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespon, makateori ini disebut teori S-O-R atau
Stimulus-Organisme-Response. Perilaku manusia adalah aktivitas yang
timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapatdiamati secara
langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2014).
Unsafe action dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu

1. Kesalahan atau kelalaian manusia (human error). Kesalahan yang


berasal dari seseorang yang terlibat langsung ataupun berasal dari
instansi terkait/pihak manajemen.
2. Pelanggaran yang berupa pengabaian petunjuk atau aturan.
(Reason, 2000)
Kesalahan yang merupakan kesalahan manusia (human error), terdapat
empat sebab kesalahan yaitu

1. Skill based error (Slips and Lapses). Kesalahan yang dilakukan


19

berhubungan dengan keahlian yang dimiliki. Kesalahan ini dibagi


menjadi dua :
a. Slips adalah suatu kesalahan tanpa disadari karena tidak sesuai
dengan kebiasaannya. Contoh: menjalankan pekerjaan dan
mengoperasikan peralatan tanpa wewenang dan tidak sesuai
dengan keahlian pekerjaan, posisi yang salah dalam bekerja,
membetulkan mesin dalam keadaan menyala, dan sebagainya.
b. Lapses adalah kesalahan karena lupa melakukan suatu pekerjaan.
Contoh: tidak memberi peringatan bahaya, tidak menggunakan
alat pelindung diri dengan benar, tidak menempatkan alat kerja
sesudah selesai bekerja, tidak mengunci peralatan, dan
sebagainya.
2. Rule based error (mistakes). Kesalahan ini disebabkan karena salah
dalam menggunakan peraturan dan prosedur kerja yang masih
menggunakan peraturan dan prosedur lama. Contoh: pekerja tidak
membaca dan mengenali prosedur yang berlaku sebelum melakukan
pekerjaan, perusahaan tidak dilakukan pengawasan serta identifikasi
bahaya dan risiko serta mengkomunikasikan, tidak dilakukannya
perbaikan alat oleh ahli, dan sebagainya.
3. Knowledge based error (mistakes) Kesalahan yang disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan, lingkungan pekerjaan yang baru, beban kerja
yang berlebihan, dan pengaruh dari kondisi psikologis seperti stres.
Contoh: pekerja melakukan pekerjaan dengan terburu-buru karena
kejar target, menjalankan mesin tidak sesuai kecepatan karena tidak
diberi pengarahan dan sebagainya.
4. Pelanggaran (violation) Kesalahan yang dilakukan dengan sengaja,
seperti melanggar peraturan keselamatan kerja dengan tidak
menggunakan APD, melempar alat saat memberikan kepada rekan,
merokok saat bekerja, bergurau berlebihan saat bekerja,
mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan dan sebagainya.

5. Aspek-Aspek Perilaku Tidak Aman


20

(Lawton, 2018) memberikan pandangan bahwa perilaku tidak aman


dapat terbentuk antara kesalahan dan pelanggaran.
a. Kesalahan (Errors).
Kesalahan mungkin didefinisikan sebagai tindakan terencana yang
gagal untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kesalahan dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu slips dan lapes di satu sisi dan mistakes di
sisi lainnya.
1) Slips dan lapes memiliki kesamaan yaitu keduanya merupakan
kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan. Slips adalah suatu
kesalahan tanpa disadari karena tidak sessuai dengan kebiasaan.
Contohnya: menjalankan pekerjaan dan mengoperasikan peralatan
tanpa wewenang dan tidak sesuai keahlian pekerjaan, posisi yang
salah dalam bekerja, membetulkan mesin dalam keadaan
menyala, dan sebaginya. Lapes adalah kesalahan lupa melakukan
suatu pekerjaan. Contohnya: tidak memberi peringatan bahaya,
tidak menggunakan APD yang benar, tidak menemppatkan alat
kerja sesudah selesai bekerja, tidak mengunci peralatan, dan
sebagainya.
2) Mistakes adalah kegagalan dalam memformulasikan maksud-
maksud yang benar, di mana dapat dihasilkan dari kelemahan atau
kekurangan dalam persepsi, memori, dan kognisi. Mistakes ini
dibagi 2, yaitu: knowledge-based mistakes dan rule-based
mistakes. Knowledge based mistakes dihasilkan dari keterbatasan
sumber daya atau karena pengetahuan yang tidak benar atau tidak
lengkap. Rule based mistakes berhubungan dengan salah persepsi
pada tuntutan-tuntutan situasional, atau ingatan yang salah pada
prosedur-prosedur kerja yang seesuai.
b. Pelanggaran (Violations).
Pelanggaran adalah kesalahan yang terjadi karena seseorang
mengetahui apa yang harus dikerjakan tetapi memutuskan untuk tidak
melakukan seperti apa yang diketahuinya itu. Melakukan pelanggaran
seringkali seseorang percaya bahwa pelanggar peraturan adalah
21

perrbuatan yang sah atau dibolehkan, pada sisi lain pelanggaran sangat
mudah utuk dilakukan. Operator mungkin memutuskan tidak memakai
pakaian pengaman atau manajer memutuskan membiarkan saja
meskipun ada kebocoran.

6. Penyebab Perilaku Tidak Aman


Menurut (Ramli, 2017)perilaku tidak aman merupakan kesalahan
manusia dalam suatu pengambilan sikap dan tindakan.Kesalahan manusia
tersebut antara lain :

a. Kesalahan dikarenakan lupa.


Kesalahan yang dilakukan dikarenakan lupa, akan tetapi sebenarnya
orang tersebut mengetahui, mampu, dan berniat mengerjakan suatu hal
secara benar dan aman dan telah biasa melakukannya. Misalnya
menekan tombol yang salah.
b. Kesalahan dikarenakan tidak tahu.
Kesalahan yang terjadi dikarenakan tidak mengetahui cara
mengerjakan pekerjaan secara benar dan aman atau terjadi
perhitungan yang salah. Kesalahan ini biasanya dikarenakan
kurangnya pelatihan, kesalahan instruksi, informasi yang berubah
tidak diberitahukan.
c. Kesalahan dikarenakan tidak mampu.
Kesalahan yang terjadi dikarenakan orang tersebut tidak mampu
melakukan pekerjaannya. Misalnya, pekerjaan terlalu sulit, beban fisik
dan mental yang terlalu berat akan pekerjaan tersebut, tugas yang
terlalu banyak.
d. Kesalahan yang dikarenakan kurang motivasi.
Kesalahan dikarenakan kurangnya motivasi dapat terjadi dikarenakan,
antara lain:
1) Dorongan pribadi Terburu-buru karena ingin cepat selesai, melalui
jalan pintas, ingin merasa nyaman, malas untuk memakai APD,
menarik perhatian dengan mengambil resiko yang berlebihan.
22

2) Dorongan lingkungan Lingkungan fisik, sistem manajemen,


(contoh : dari pemimpin, dll).
e. Kesalahan dikarenakan aturan
Kesalahan yang dikarenakan pekerja tidak melakukan pekerjaan yang
seharusnya dilakukan/melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan
standar dan prosedur yang telah diterapkan, misalnyapekerja yang
tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi kerja yang telah
dibuat.
7. Akibat yang ditimbulkan dari Tindakan Tidak Aman
Menurut Suma’mur tahun 2015 menjelaskan akibat yang
ditimbulkan dari tindakan tidak aman yaitu:

a. Akibat langsung (direct lost).


Akibat yang dialami pekerja apabila melakukan tindakan tidak aman
secara langsung antara lain kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan
cedera sampai dengan kematian, dan kerugian yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk biaya pengobatan dan perbaikan sarana produksi
yang rusak yang ditimbulkan kecelakaan kerja.
b. Akibat tidak langsung (indirect los)
Akibat yang dialami pekerja apabila melakukan tindakan tidak aman
secara tidak langsung biasanya akan dirasakan dalam kurun waktu
yang relatif lama, antara lain penyakit akibat kerja yang dapat
memberikan kerugian diantaranya kerusakan lingkungan tempat kerja
dan kerusakan organ tubuh yang mengalami penyakit akibat kerja.
selain itu jam kerja hilang, kerugian produksi, kerugian sosial serta
citra perusahaan dan kepercayaan konsumen pun akan menurun.
(Suma’mur, 2015)
8. Indikator Perilaku Tidak Aman
Menurut DNV Modern Safety Management menyatakan yang
termasuk perilaku tidak aman adalah sebagai berikut:
a. Menjalankan peralatan tanpa wewenang
b. Tidak memberi peringatan
c. Tidak mengunci peralatan
23

d. Menjalankan mesin pada kecepatan yang tidak semestinya


e. Membuat alat keselamatan tidak dapat dioperasikan
f. Menggunakan peralatan yang cacat
g. Menggunakan peralatan tidak sebagaimana mestinya
h. Menggunakan peralatan pelindung diri secara tidak benar
i. Pemuatan yan tidak benar
j. Penempatan yang tidak benar
k. Pengangkatan yang tidak benar
l. Membetulkan mesin dalam keadaan masih nyala
m. Bercanda
n. Dipengaruhi rokok, alkohol dan atau obat obatan
o. Tidak mengikuti prosedur
p. Tidak melakukan pengidentifikasian bahaya
q. Tidak melakukan pengecekan/pemantauan
r. Tidak melakukan tindakan ulang/pembetulan
s. Tidak melakukan komunikasi/koordinasi
(DNV Modern Safety Management, 2016)

9. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Menurut Green dalam (Notoatmojo, 2010), perubahan perilaku itu
sendiri dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu:

a. Faktor Predisposisi (Presdisposing factor)


Faktor predisposisi yaitu merupakan faktor personal yang mendasari
terjadinya perilaku seseorang. Faktor tersebut yaitu pengetahuan,
sikap, motivasi, nilai-nilai dan budaya, kepercayaan, persepsi,
pelatihan dan karakteristik pekerja (umur, pendidikan, jenis kelamin
dan masa kerja) yang terdapat dalam diri atau kelompok.
b. Faktor Pendukung/Pemungkin (Enabling factor)
Faktor pemungkin berupa ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas yang mendukung terwujudnya suatu perilaku. Dalam hal ini
seperti peraturan keselamatan dan APD.
c. Faktor Penguat/pendorong (Reinforcing)
Faktor penguat/pendorong yaitu berupa pendapat, dukungan, kritik
24

baik dari keluarga, teman-teman kerja atau lingkugan bahkan juga


dapat berasal dari petugas seperti pengawasan.
10. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Tidak Aman
a. Pengetahuan
Shiddiq (2016) menyebutkan Pengetahuan sangat penting
diberikansebelum individu melakukan suatu Tindakan. Tindakan akan
sesuai dengan pengetahuanapabila individu menerima isyarat yang
cukup kuat untuk memotivasi dia bertindak sesuaidengan
pengetahuannya. Menurut Notoatmojo, pengetahuan merupakan hasil
dari tahu, terjadi setelah orang melakukan proses penginderaan
terhadap objek yang diamatinya, melalui penginderaan, pengetahuan
diperoleh dengan cara membaca, melihat, dan
mendengar.Pengetahuan merupakan salah satu faktor manusia terkait
penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja. Pengetahuan merupakan
landasan seseorang untuk melakukan sebuah tindakan. Selain melalui
pendidikan formal, pengetahuan dapat diperoleh melalui cara coba-
coba, pengalaman sendiri, maupun pengalaman orang lain.
Berdasarkan penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003),
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yaitu:
1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya.
2. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu
kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
3. Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi sebenarnya.
4. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masih ada kaitannya satu sama lain.
25

5. Sintesis (Synthesis) merupakan suatu kemampuan untuk


menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evalaution) berkaitan dengan kemampuan melakukan
penilaian terhadap suatu objek.
Menurut Adenan (1986) dalam buku Widayatun (2010), semakin luas
pengetahuan seseorang maka semakin positif perilaku yang
dilakukannya. Perilaku positif mempengaruhi jumlah informasi yang
dimiliki seseorang sebagai hasil proses penginderaan terhadap objek
tertentu. Selain itu, tingkat perilaku mempengaruhi domain kognitif
seseorang dalam hal mengingat, memahami, dan mengaplikasikan
informasi yang dimiliki. Juga berpengaruh dalam proses analisis,
sintesis, dan evaluasi suatu objek. Menurut Adenan (1986) dalam
buku Widayatun (2010) juga bahwa pengetahuan diperoleh dari
pendidikan formal atau pendidikan informal. Menurut Cahyani
(2014), pengetahuan yang tidak memadai mengenai adanya risiko dan
bahaya dan kecelakaan kerja akan membuat pekerja bersikap tak acuh
seta mungkin ia melakukan tindakan yang tidak aman dan merugikan
keselamatan dirinya.
Pengetahuan yang kurang akan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di lingkungan kerja menyebabkan seseorang sulit untuk
mengetahui potensi bahaya yang ada disekitarnya, sehingga sulit
untuk menentukan tindakan dalam mengendalikan potensi bahaya
tersebut. Oleh sebab itu seseorang akan menjadi kurang waspada
terhadap risiko yang dapat timbul dari perilakunya selama
bekerja(Sangaji, 2018). Semakin rendah pengetahuan seseorang maka
akan semakin tinggi risiko kecelakaan kerja sebaliknya semakin
tinggi pengetahuan seseorang maka akan semakin rendah risiko
terjadinya kecelakaan kerja, selanjutnya pekerja yang memiliki
pengetahuan tinggiakan mampu membedakan dan mengetahui
bahaya disekitarnya serta dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan
prosedur yang ada karena mereka sadar akan risiko yang diterimanya,
sehingga kecelakaan kerja dapat dihindari (Siregar, 2011).
26

Dalam penelitian Muflihatin tahun 2020 pengukuran mengenai


pengetahuan K3 meliputi bahaya, resiko, dan perilaku tidak aman
diantaranya

1. Program kesehatan dan keselamatan kerja (k3) di area produksi


2. Pengertian bahaya, insiden dan risiko
3. Pengertian perilaku tidak aman (Unsafe action)
4. Penyebab dasar timbulnya perilaku tidak aman
5. Jenis bahaya yang ada di area produksi
6. Cara mencegah bahaya agar tidak menimbulkan kecelakaan kerja
pada karyawan di area produksi tersebut
7. Safety Lifting
Hasil penelitian (Tulaeka, 2018) ditemukan adanya hubungan
antara pengetahuan dengan perilaku tidak aman pada pekerja di
Departemen Rolling Mill. Sejalan dengan penelitian tersebut, hasil
penelitian Muflihatin tahun 2020 pada Pekerja Bagian Produksi
Di PT Calpis Indonesia Tahun 2020 ditemukan adanya hubungan
antara pengetahuan dengan perilaku tidak aman.
a. Sikap
Sikap adalah respon yang tidak teramati secara langsung,
yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau
objek(Notoatmojo, 2010). Sikap menurut (Azwar, 2018)adalah
kecenderungan individu untuk memahami, merasakan,
bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan
hasil dari interaksi komponen kognitif. Sikap merupakan faktor
predisposisi terhadap suatu perilaku. Seseorang yang bekerja
pada tempat berbahaya akan terlebih dahulu memahami risiko
yang ada sehingga sikap terhadap bahaya akan berpengaruh
pula terhadap pegambilan keputusan dalam berperilaku atau
bertindak (Widarti, 2015).
Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktikkerja
yang aman bisa menjadi hal yang pentingkarena ternyata lebih
banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja yang ceroboh
27

dibandingkan dengan mesin-mesin atau karena ketidak


pedulian karyawan (Endroyono, 2016). Pembentukan sikap
dapat dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, pengaruh orang
lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan dan media
informasi, oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan
perusahaan guna mengurangi kecelakaan adalah membuat
pemodelan dengan menghadirkan beberapa pekerja yang
berprestasi sebagai model yang patut ditiru oleh pekerja lain.
Adanya pemodelan tersebut diharapkan dapat mempengaruhi
sikap positif pekerja. Selain itu melaksanakan safety talk dan
penyuluhan keselamatan sebagai salah satu media informasi
bagi pekerja(Azwar, 2018).
Sikap pekerja terbentuk dari pemahaman ataupun
pengetahuannya mengenai perilaku tidak aman. Pengetahuan
yang kurang baik, akan membentukpemikiran yang kurang
baik,kemudian pemikiran yang kurang baikakan membentuk
sikap yang kurangbaik juga. Sikap yang kurang baikakan tidak
menerapkan perilaku aman dalam bekerja(Listyandini, 2019).
Selain itu untukmewujudkan sikap menjadi suatuperilaku atau
tindakan maka diperlukan faktor pendukung seperti fasilitas
dan lainnya dalam Notoatmojo (2010).
Hasil penelitian Sangaji (2018) ditemukan adanya
hubungan antara sikap dengan perilaku tidak aman pada
pekerja. Sejalan dengan Hasil penelitian Prasanti (2016).Pada
Karyawan Factory 5 Di Pt.X Serpong-Banten 2016 (Karyawan
bagian produksi divisi 5) didapatkan adanya hubungan antara
sikap dengan perilaku tidak aman pada pekerja
b. Motivasi
Motivasi adalah bagian dari psikologi yang mengharapkan
seseorang untuk melaksanakan tingkah laku atau tindakan
yang diinginkan. Para pekerja harus diberikan motivasi untuk
menggerakkan implementasi K3 secara nyata di lapangan.
28

Perlu disosialisasikan bahwa tanggung jawab K3 bukan hanya


untuk diri sendiri tetapi juga terhadap pekerja lainnya. Pekerja
harus di motivasi untuk menghentikan pekerjaan orang lain
yang berperilaku tidak aman (Konradus, 2016).
Gunawan (2015) menjelaskan bahwa cara untuk
memotivasi pekerja untuk berperilaku aman, yaitu:
1) Memberikan hadiah (reward) bagi perilaku aman melalui
bonus, promosi, tambahan tanggung jawab, skema intensif
tertentu dan penghargaan lain-lain
2) Mendorong keterlibatan dalam kegiatan seperti konsultasi,
penyusunan sistem kerja aman dan lain-lain
3) Menyediakan pelatihan dan membuat lingkungan kerja dengan
kondisi aman Menjelaskan dampak dari perilaku tidak aman
dalam pertemuan-pertemuan K3.
4) Menerapkan disiplin secara konsisten
Motivasi karyawan untuk bekerja merupakan hal yang rumit
karena melibatkan faktor-faktor individual maupun faktor-
faktor organisasi.Salah satu upaya untuk meningkatkan
motivasi karyawan yaitu dengan memberikan perlindungan
pada karyawan selama masa kerja(Tarwaka, 2018).
Perlindungan ini diberikan dengan maksud agar karyawan
merasa aman dan nyaman bekerja di lingkungan kerjanya.
Perlindungan kepada karyawan selama menjalankan pekerjaan
dengan mengikutsertakan karyawan dalam program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja menjadi kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh perusahaan (Wanodya, 2014).Menurut
penelitian Wanodyamotivasi kerja merupakan kondisi yang
mempengaruhi, membangkitkan, mengarahkan dan
memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan
kerja (Wanodya, 2014).
c. Masa Kerja
Menurut Siagian (2015) menyatakan bahwa masa kerja
merupakan keseluruhan pelajaran yang diperoleh oleh
29

seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dilalui dalam


perjalanan hidupnya. Masa kerja adalah jangka waktu atau
lamanya seseorang bekerja padainstansi, kantor, dan
sebagainya. Masa kerja seseorang dapat dikaitkan dengan
pengalamanyang didapatkan di tempat kerja. Semakin lama
seseorang bekerjasemakin banyak pengalaman dan semakin
tinggi pengetahuan dan keterampilannya. Masa kerja seseorang
jika dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat mempengaruhi
kecelakaan kerja, terutama pengalaman dalam hal
menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa
kerja seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan lebih
banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman
Berdasarkan hasil studi ILO yang dikutip oleh
Dirgagunarsa (2015), di Amerika menunjuKkan bahwa
kecelakaan kerja yang terjadi selain karena faktor manusia,
disebabkan juga karena masih baru dan kurang pengalaman.
Pengalaman merupakan keseluruhan yang didapat seseorang
dari peristiwa yang dilaluinya, artinya bahwa pengalaman
seseorang dapat mempengaruhi perilakunya dalam kehidupan
organisasinya. Semakin lamamasa kerja seseorang maka
pengalaman yang diperolehnya semakin banyak yang
memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman.(Geller,
2015) menyebutkan faktor pengalaman pada tugas yang sama
dan lingkungan sudah dikenal dapat mempengaruhi orang
tersebut berperilaku tidak aman dan terus berlaku karena
menyenangkan, nyamandan menghemat waktu dan perilaku ini
cenderung berulang.
Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan
bertambah baiksesuai dengan usia, masa kerja diperusahaan
dan lamanya bekerja di tempat kerjayang bersangkutan.
Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara
mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Dalam
hal ini, pekerja yang berpengalaman dapat lebih menekankan
30

keselamatan dalam melakukan pekerjaannya dikarenakan ia


telah mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan
keselamatannya. Sedangkan pekerja yang belum
berpengalaman atau masih baru belum mengenali seluk beluk
pekerjaan dan keselamatannya(Suma’mur, 2015).
Menurut penelitian Sholihin pada karyawan di Bagian
Produksi Unit IV PT. Semen Tonasa, terdapat hubungan antara
masa kerja dengan perilaku tidak aman. Karyawan baru
memerlukan perhatian lebih,pelatihan, pengawasan, dan
bimbingan dari pada karyawan lama yang memiliki
pengalaman(Shiddiq, 2016).
d. Pengawasan
Siagian (2015) mengatakan Pengawasan merupakan suatu
pekerjaan yang berarti mengarahkan yaitumemberikan tugas,
menyediakan instruksi, pelatihan dan nasihat kepada individu
juga termasuk mendengarkan dan memecahkan masalah yang
berhubungan dengan pekerjaan serta menanggapi keluhan
bawahan. Pengawasan kerja merupakan proses pengamatan
dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa
semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditentukan sebelumnya.
Handoko (2016) berpendapat bahwa terdapat beberapa tipe
pengawasan kerja, diantaranya adalah :
1) Pengawasan Pendahuluan (Freed Forward Control)
Bentuk pengawasan pra kerja ini dirancang untuk
mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan dari
standar atau tujuan dan memungkinkan korelasi dibuat
sebelum tahap tertentu diselesaikan. Pendekatan
pengawasan ini lebih aktif dan agresif, dengan mendeteksi
masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan
sebelum suatu masalah terjadi.
31

2) Pengawasan selama kegiatan berlangsung (Concurrent


Control)
Pengawasan dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung.
Pengawasan ini merupakan suatu proses dimana aspek
tertentu dari suatu prosedur disetujui terlebih dahulu
sebelum kegiatan-kegiatan dilanjutkan atau menjadi
semacam peralatan Double Chek yang lebih menjamin
ketepatan pelaksanaan suatukegiatan.

3) Pengawasan Umpan Balik (Feedback Control)


Bentuk pengawasan ini untuk mengukur hasil-hasil dari
suatu kegiatan yangtelah diselesaikan, sebab-sebab
penyimpangan dari rencana atau standar yangtelah
ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk
kegiatan-kegiatan serupa dimasa yang akan datang.
Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan
setelah kegiatan terjadi.

(Sutrisno, 2017) menjelaskan beberapa hal yang


diidentifikasi saat melakukan pengawasan diantaranya yaitu:
1) Masalah keselamatan kerja (bahaya kebakaran, desain yang
tidak aman, penataan lokasi kerja yang tidak baik).
2) Keadaan peralatan dan mesin yang digunakan tidak layak
atau rusak.
3) Letak peralatan pengaman.
4) Kegiatan pekerja yang tidak aman (cara kerja yang salah,
penggunaan alat yang tidak aman, kesalahan dalam
menggunakan APD).
5) Memastikan kemungkinan masih adanya kondisi bahaya.
6) Memastikan lorong dan jalan yang dilalui aman.
7) Penataan material secara baik dan benar.
8) Memastikan apakah pekerja mengikuti peraturan yang ada.
32

9) Pengawasan dilakukan sesering mungkin sehingga segera


dapat diketahui dan segera diperbaiki saat terdapat kondisi
berbahaya atau tindakan tidak aman.
Menurut Puspasari (2018), pengawasan adalah kegiatan
pemantauan dan pengarahan pada pekerja untuk selalu
berperilaku aman saat bekerja yaitu

1. Memeriksa kelengkapan alat pelindung diri (APD)


karyawan sebelum memulai pekerjaan
2. Mengingatkan untuk bekerja sesuai Standar Prosedur kerja
3. Pengawas (supervisor) bertindak tegas pada karyawan yang
berperilaku tidak aman saat bekerja
4. Penentuan prosedur kerja di perusahaan sudah cukup jelas
dan mudah dipahami
5. Prosedur kerja di perusahaan mampu memudahkan pegawai
dalam memperkecil kesalahan
6. Penetapan anggaran untuk tugas pegawai telah jelas dan
transparan
7. Tindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai
sudah dilakukan dengan objektif
Menurut (Geller, 2015), pengetahuan dari sisi personal
datang dari ilmu kognitif sedangkan pelaksanaan pengawasan
dan safety meeting datang dari faktor eksternal yaitu
pengenalan terhadap cara kerja aman, komunikasi dan
perhatian. Pengawasan bertujuan untuk mengetahui bahaya-
bahaya yang mungkin terjadi selama proses bekerja. Ia
menyebutkan bahwa adanya peran pengawas dalam perilaku
kerja, keduanya berhubungan langsung dengan target individu
yang sedang berlangsung. Ia juga menyatakan bahwa
pengawasan bertujuan untuk mengetahui bahaya-bahaya yang
mungkin terjadi selama proses bekerja.
Pengawas memiliki peran dalam mempengaruhi
pengetahuan, sikap keterampilan, dan kebiasaan akan
33

keselamatan setiap pekerja dalam suatu area tanggung


jawabnya. Pengawas lebih mengetahui secara baik tentang para
pekerjanya, catatan cuti, kebiasaan bekerja, perbuatan dan
keterampilan dalam bekerja. Pengawasan merupakan salah
satu tugas mutlak diselenggarakan dalam mengendalikan
kegiatan-kegiatan teknis yang dilakukan oleh pekerja.Bila
fungsi pengawasan tidak dilaksanakan maka penyebab dasar
dari suatu insiden akan timbul yang dapat mengganggu
kegiatan perusahaan(Handoko, 2016). Menurut penelitian
Listyandini pada Pekerja di Pabrik Pupuk NPK, terdapat
hubungan antara pengawasandengan perilaku tidak aman
(Listyandini, 2019).
e. Peraturan Keselamatan
Peraturan merupakan dokumen tertulis yang
mendokumentasikan standar, norma, dan kebijakan untuk
perilaku yang diharapkan (Geller, 2015). Peraturan
memiliki peran besar dalam menentukan perilaku aman
yang mana dapat diterima dan tidak dapat diterima.
Pelanggaran disisi lain mengacu pada niat untuk
mengabaikan petunjuk atau aturan yang telah ditetapkan
untuk melakukan tugas tertentu.
Notoatmodjo menyebutkan salah satu strategi
perubahan perilaku adalah dengan menggunakan kekuatan
dan kekuasaan misalnya peraturan-peraturan dan
perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota
masyarakat. Cara ini menghasilkan perubahan perilaku yang
cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan
berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi
tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri
(Notoadmodjo, 2017).
Suma’mur menyatakan bahwa suatu perusahaan harus
memiliki aturan yang jelas tentang penerapan keselamatan
34

dan kesehatan kerja dan aturan tersebut harus diketahui oleh


setiap perusahaan(Suma’mur, 2015). Salah satu aturan yang
ada diperusahaan adalah SOP. Menurut Utommi, Standard
Operating Procedure (SOP) adalah ukuran layanan tertentu
yang dipakai sebagai patok oleh petugas dalam
melaksanakan tugasnya. Pengusaha wajib menyediakan
prosedur operasi tertulis yang berisi tentang proses operasi
secara aman, termasuk langkah-langkah untuk tahapan
operasi, batas operasi, pertimbangan Keselamatan dan
sistem keselamatan. Prosedur harus tersedia bagi karyawan
yang memerlukan, di mutkahirkan secara berkala dan juga
mencakup keadaan-keadaaan khusus seperti cara masuk ke
ruang tertutup untuk memperbaiki area tersebut melalui
sistem lockout dan tagout yaitu hanya yang mengunci yang
berwewenang untuk membuka pengaman pada ruang
tertutup tersebut(Utommi, 2017).
f. Ketersediaan APD
Menurut Notoatmojo, perilaku dapat dibentuk oleh 3
faktor, salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling)
yaitu ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan.
Ketersediaan APD dalam hal ini merupakan salah satu
bentuk dari faktor pendukung perilaku, dimana suatu
perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu tindakan jika
terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya perilaku
tersebut(Notoadmodjo, 2017). Ketersediaan Sarana dan
prasaran yang mendukung tindakan pekerja berperilaku
selamat dalam bekerja (Suma’mur, 2015)
Penggunaan APD merupakan alternatif yang paling
terakhir dalam Hierarki pengendalian bahaya. Lebih baik
mendahulukan tempat kerja yang aman, daripada pekerjaan
yang safety karena tempat kerja yang memenuhi standar
keselamatan lebih menjamin terselenggaranya perlindungan
35

bagi tenaga kerja. Pada pengguanaan APD harus


dipertimbangkan berbagai hal, seperti pemilihan dan
penetapan jenis pelindung diri, standarisasi, pelatihan cara
pemakaian dan perawatan APD, efektivitas penggunaan,
pengawasan pemakaian, pemeliharaan dan penyimpanan
(Suma’mur, 2015).
Beberapa pekerja mungkin menolak untuk
menggunakan APD karena APD tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan menambah beban stress pada tubuh.
Stress ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau
kesulitan untuk bekerja. Berdasarkan penelitian
Hendrabuwana terdapat hubungan yang bermakna antara
ketersediaan APD dengan perilaku aman (Hendrabuwana,
2017).
g. Peran Rekan Kerja
Dengan semakin meningkatnya kekompleksitasan akan
tuntutan pencapaian hasil oleh klien dari suatu projek
tentunya hal ini akan melibatkan banyak tenaga ahli
didalamnya sehingga membutuhkan suatu upaya kerja
kolektif (team work) dan komunikasi daripada suatu upaya
yang bersifat individual dalam penyelesaian suatu tugas
ataupun proyek. Seringkali pekerja berperilaku tidak aman
karena rekannya yang lain juga berperilaku demikian.
Geller juga menyebutkan tekanan rekan kerja semakin
meningkat saat semakin banyak orang terlibat dalam
perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku
tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman
(Geller, 2015). Selanjutnya, pada penelitian Karyani
terhadap 113 pekerja di Schlumberger Indonesia tahun 2005
diperoleh bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap
perilaku aman setelah peran pengawas/supervisor adalah
peran dari rekan kerja. Peran rekan kerja yang tinggi
36

menujukan peluang pekerja untuk berperilaku aman sebesar


6,314 kali dibandingkan pekerja yang mempunyai peran
rekan kerja yang rendah (Karyani, 2015).

2.2 Kerangka Teori


Berdasarkan uraian pada landasan teori di atas, maka kerangka
teori dapat dijelaskan bagan kerangka teori di bawah ini.

FaktorPredisposisi/Predisposing Factors
Pengetahuan
Sikap
Motivasi
Faktor Pemungkin/ Enablings Factors
Ketersediaan APD Perilaku Tidak Aman
Peraturan Keselamatan
Faktor Penguat/ Reinforcing Factors
Pengawasan
Rekan Kerja

Gambar 2.1 KerangkaTeori

Sumber : Modifikasi (Notoatmodjo, 2014), Suma’mur (2016), Heinrich (2016),


DNV Modern Safety Management (2016), (Tulaeka, 2018),
(Listyandini, 2019), (Shiddiq, 2016), (Hendrabuwana, 2017),
(Karyani, 2015)

2.3 Penelitian Terkait


Berikut penelitian terkait mengenai faktor yang berhubungan
dengan perilaku tidak aman:
No Nama Judul penelitian Variabel Metode Hasil penelitian
penelitian penelitian penelitian
1 Annisa Faktor-Faktor Pengetahuan Jenis penelitian Berdasarkan 37 hasil
Rahim Yang , persepsi ini adalah penelitian, diketahui
(2017) Berhubungan pelatihan penelitian 53,2% responden
Dengan Perilaku K3, observasional menyataan perilaku tidak
dengan
Tidak Aman kelelahan aman yang kurang baik
menggunakan
(Unsafe Action) dan dan 46,8% responden
pendekatan
Pada Pekerja peraturan cross-sectional menyatakan perilaku tidak
Konstruksi Pt Pp dan study. aman yang baik, faktor-
(Persero) Tbk kebijakan faktor yang tidak
Proyek perusahaan berhubungan dengan
Pembangunan perilaku tidak aman adalah
Menara Bni seluruh variabel dalam
Pejompongan penelitian ini yaitu
Jakarta Tahun pengetahuan, persepsi
2017 pelatihan K3, kelelahan
dan peraturan dan
kebijakan perusahaan
2 Rios Analisis Pengawasan Penelitian ini Hasil penelitian
Husada Penyebab menggunakan didapatkan bahwa perilaku
Putra Perilaku Tidak pendekatan tidak aman yang terjadi di
(2019) Aman Pada kualitatif dengan PT X karena pengawasan
melakukan
Pekerja Sektor yang kurang optimal
wawancara
Konstruksi Di Pt karena keterbatasan waktu
mendalam,
X Tahun 2019 observasi, dan dan kemampuan safety
telaah dokumen. officer yang tidak bisa
mengawasi seluruh pekerja
secara bersamaan, serta
temuan perilaku tidak
aman yang bersifat ringan
hanya diberi teguran tanpa
dilakukan hukuman berupa
pencatatan dan pelaporan.
Kemudian terdapat 3
pekerja yang belum
diberikan pelatihan dan
terdapat 1 pekerja yang
belum mendapat APD
3 Anggit Faktor Faktor Sikap, Jenis penelitian Hasil analisis bivariat
Muchtama Yang pelatihan k3, ini adalah dengan uji Chi-Square
rudin Berhubungan pengawasan penelitian menyatakan terdapat
(2018) Dengan Perilaku observasional hubungan yang signifikan
dengan
Unsafe Action Di antara sikap (PR = 4.903 ;
menggunakan
Proyek Green pendekatan CI = 2.706 - 8.709),
Sedayu cross-sectional pelatihan k3 (PR = 4.304 ;
Apartement Pt study. CI = 2.348-7.887), dan
Totalindo Eka pengawasan (PR = 2.136 ;
Persada CI = 1.473-3.098)
Cengkareng terhadap perilaku kerja
Jakarta Barat tidak aman di PT
Tahun 2018 Totalindo Eka Persada
Proyek Green Sedayu
Apartement Tahun 2018
4 Akbar Hubungan Pengetahuan Jenis penelitian Hasil uji korelasi didapat
Fauzan Pengetahuan ini adalah tidak ada hubungan yang
(2014) Tentang Sifat penelitian signifikan antara
Luka Akibat observasionalden pengetahuan tentang sifat
ganmenggunakan
Kecelakaan Kerja luka dengan perilaku kerja
38

Tabel 2.1 Penelitian Terkait

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian atau kerangka berfikir merupakan
suatu uraian antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, uraian
tersebut sesuai dengan tujuan penelitian maka peneliti membuat kerangka
konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan
Perilaku tidak aman
Pengawasan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional


Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian
ini dengan menggunakan cara ukur, alat ukur dan hasil ukur akan
dijabarkan dalam tabel di bawah ini :
39

Tabel 3.2. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur
Dependen
1. Perilaku tidak Tindakan dilakukan Pengisian Kuesioner 0 = Tidak Ordinal
aman responden/pekerja yang Kuesioner Aman, jika
tidak sesuai dengan skor < 101
prosedur kerja yang 1 = Aman, jika
berlaku seperti Tidak skor ≥ 101
membaca dan
mengenali prosedur
/proses kerja,
Menjalankan peralatan
atau mesin tanpa
perintah dan
wewenang,
Menggunakan APD
tidak secara lengkap
saat berkerja dan
Menggunakan peralatan
tidak sesuai fungsinya
serta.
Independen
1. Pengetahuan Banyaknya informasi Pengisian Kuesioner 0 = Kurang Ordinal
yang dimiliki oleh Kuesioner baik, jika
pekerja/responden skor < 70
mengenai bahaya, resiko,
1 = Baik,
dan perilaku tidak aman
jika skor ≥
diantaranya mengenai
70
Pengertian bahaya,
insiden dan risiko,
Pengertian perilaku
tidak aman (Unsafe
action), Penyebab dasar
timbulnya perilaku
tidak aman , dan Cara
mencegah bahaya agar
tidak menimbulkan
kecelakaan kerja pada
karyawan di area
produksi tersebut.
2. Pengawasan Kegiatan pemantauan dan Pengisian Kuesioner 0 = Rendah, Ordinal
pengarahan pada pekerja Kuesioner jika skor<
untuk selalu berperilaku 40
aman saat bekerja yaitu
1 = Tinggi,
1. Memeriksa jika skor ≥
40

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur
Dependen
kelengkapan alat 40
pelindung diri (APD)
karyawan sebelum
memulai pekerjaan
2. Mengingatkan untuk
bekerja sesuai Standar
Prosedur kerja
3. Pengawas
(supervisor)
bertindak tegas pada
karyawan yang
berperilaku tidak
aman saat bekerja
4. Penentuan prosedur
kerja di perusahaan
sudah cukup jelas dan
mudah dipahami
5. Prosedur kerja di
perusahaan mampu
memudahkan pegawai
dalam memperkecil
kesalahan
6. Penetapan anggaran
untuk tugas pegawai
telah jelas dan
transparan
7. Tindakan atas
pelanggaran yang
dilakukan oleh
pegawai sudah
dilakukan dengan
objektif

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian ini dilakukan di PT. Beton Konstruksi
Wijaksana. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan September
2020 sampai September 2021.

3.4 JenisPenelitian
41

Jenis penelitian ini menggunakan analitik kuantitatif, dimana


peneliti ingin mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat yang dilihat berdasarkan hitungan atau angka. Adapun pendekatan
yang digunakan dalam penelitian dengan cara crosssectional, dimana
seluruh variabel yang diamati, diukur dalam waktu bersamaan ketika
penelitian berlangsung yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dan pengawasan dengan perilaku tidak aman pada Pekerja
Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana.
Jenis data yang dikumpulan dalam penelitian ini berupa data primer
dan sekunder:
1. Data Primer
Data Primer diperoleh berdasarkan hasil kuesioner yang memuat
beberapa pertanyaan yang meliputi perilaku tidak aman, pengetahuan
mengenai K3, dan pengawasan atasan pada responden

2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung.
Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari telaah dokumen PT
Beton Konstruksi Wijaksanamengenai gambaran umum perusahaan,
jumlah pekerja di perusahaan tersebut.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian


3.5.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja yang ada di
Departemen Operasional Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun
2020. Jumlah populasi dalam penelitian ini yaitu sebanyak 75 responden.
3.5.2 Sampel Penelitian
Besar sampel yang digunakan sesuai dengan rumus besar sampel
yang sesuai rancangan penelitian rumus sampel uji dua proporsi, yaitu :
2
(Z 1−∝/2 √ 2 P ( 1−P ) +Z 1−β √ P 1 ( 1−P 1 )+ P 2(1−P 2))
n=
( P 1−P 2)2

Keterangan :
42

N : Besar Sampel
Z1-α/ : Derajat Kemaknaan (95%)= 1,96
Z1-β : Kekuatan Uji pada 1-β= 80% = 0,84
P : Rata-Rata Proporsi pada Populasi = 0,65
P1 : Proporsi perilaku tidak aman dengan pengetahuan kurang baik =
0,88 (Shiddiq, 2016)
P2 : Proporsi perilaku tidak aman dengan pengetahuan baik = 0,42
(Shiddiq, 2016)
Nilai P1 dan P2 diambil dari penelitian Saragih pada tahun 2014 mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan tidak aman pada pekerja
lapangan Pt. Telkom Cabang Sidikalang Kabupaten Dairi tahun 2014
dengan hasil penelitian proporsi perilaku tidak aman dengan pengetahuan
kurang baik sebesar 88%, dan proporsi perilaku tidak aman dengan
pengetahuan baik sebesar 42% serta proporsi perilaku tidak aman dengan
tanpa pengawasan sebesar 100%, dan proporsi perilaku tidak aman dengan
pengawasan sebesar 64% yang digunakan dalam perhitungan jumlah
sampel seperti table di bawah ini:

Tabel 3.3 Besar proporsi yang digunakan untuk besar sampel penelitian
Variabel P1 P2 N Sumber
Pengetahuan 0,88 0,42 30 (Halimah, 2018)
Pengawasan 1 0,64 17 (Prasanti, 2016)

Pengetahuan
2
(Z 1−∝/2 √ 2 P ( 1−P ) +Z 1−β √ P 1 ( 1−P 1 )+ P 2(1−P 2))
n=
( P 1−P 2)2
2
(1,96 √ 2.0,65 ( 1−0,65 ) +0,84 √ 0,88 ( 1−0,88 )+ 0,42(1−0,42))
n=
(0,88−0,42)2
2
(1,96 √1,3 ( 0,35 )+ 0,84 √ 0,88 ( 0,12 )+ 0,42(0,58))
n=
0,21

(1,96.0,67+0,84.0,34)2
n=
0,21
43

(1,31+1,18)2
n=
0,21

6,20
n=
0,21

¿ 29,52=30

Pengawasan
2
(Z 1−∝/2 √ 2 P ( 1−P ) +Z 1−β √ P 1 ( 1−P 1 )+ P 2(1−P 2))
n=
( P 1−P 2)2
2
(1,96 √ 2.0,82 ( 1−0,82 )+ 0,84 √ 1 ( 1−1 ) +0,64 (1−0,64))
n=
(1−0,64)2
2
(1,96 √1,64 ( 0,18 ) +0,84 √ 0+0,64 (0,36))
n=
0,12

(1,96.0,54+0,84.0,48)2
n=
0,12

(1,05+0,40)2
n=
0,12

2,01
n=
0,12

¿ 17,5

Berdasarkan perhitungan sampel diatas diperoleh sampel minimal


untuk penelitian ini adalah 30. Kemudian jumlah sampel dikalikan dua
sehingga menjadi 60. Untuk menghindari dropout atau missing jawaban dari
responden maka perlu ditambahkan 10% dari jumlah sampel sehingga
didapatkan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 66 orang. Namun
berdasarkan jumlah populasi dikurangi dengan jumlah responden pada
survey pendahuluan sebanyak 29 orang maka jumlah sampel dibawah hasil
perhitungan nilai minimal yaitu 46 orang sehingga untuk teknik
pengambilan menggunakan teknik total sampling.

3.5.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


44

Menurut Nursalam (2008), Kriteria inklusi adalah karakteristik


umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang
akan diteliti.

1. Kriteria Inklusi yaitu semua karyawan yang bekerja di bagian produksi di


PT Beton Konstruksi Wijaksana dan bersedia menjadi responden.
2. Kriteria Eksklusi yaitu karyawan yang tidak bersedia menjadi responden,
karyawan yang tidak hadir dalam pengambilan data, dan Karyawan yang
responden saat study pendahuluan.

3.6 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data sebagai berikut:
1. Perilaku tidak aman
Instrumen yang digunakan dalam mengukur perilaku tidak aman
menggunakan kuesioner sebanyak 20 soal. Kuesioner yang digunakan
diambil dari kuesioner Muflihatin (2020). Skala yang digunakan yaitu
skala likert yang terdiri dari 4 jawaban pilihan yang terdiri dari
pernyataan positif maupun pernyataan negatif. Pilihan jawaban
tersebut yaitu Selalu (SL), Sering(SR), Jarang (JR) dan Tidak Pernah
(TP), dengan skor jawabandari item pernyataan perilaku positif:
a. Selalu (SL) jika responden sangat setuju dengan pernyataan dan
diberikan melalui jawaban kuesioner skor empat
b. Sering (SR) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner dan
diberikan melalui jawaban kuesioner skor tiga
c. Jarang (JR) jika responden ragu-ragu dengan pernyataan kuesioner
dan diberikan melalui jawaban kuesione skor dua
d. Tidak pernah (TP) jika responden tidak setuju dengan pernyataan
kuesioner dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor satu
Adapun untuk jawaban dari item pernyataan perilaku negatif yaitu:
a. Selalu (SL) jika responden sangat setuju dengan pernyataan
kuesioner dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor satu
45

b. Sering (SR) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner dan


diberikan melalui jawaban kuesioner skor dua
c. Jarang (JR) jika responeden ragu-ragu dalam pernyataan kuesioner
dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor tiga
d. Tidak pernah (TP) iika responden tidak setuju dengan pernyataan
kuesioner dan diberikan jawaban kuesioner skor empat
Perilaku dikatakan aman jika nilai ≥ mean/median, dan dikatakan
tidak aman jika nilai <mean/median.
1. Pengetahuan
Instrumen yang digunakan dalam mengukur pengetahuan
tentang K3 menggunakan kuesioner sebanyak 10 soal dengan
menggunakan jawaban Ya dan Tidak. Kuesioner yang digunakan
diambil dari kuesioner Muflihatin (2020). Jawaban responden jika
benar diberi skor 1 dan jika salah diberi skor 0.
2. Pengawasan
Instrumen yang digunakan dalam mengukur pengawasan
menggunakan kuesioner sebanyak 10 soal mengenai pendapat
karyawan mengenai kinerja pengawas (Supervisor di lapangan) dalam
menjalankan pengawasan di tempat kerja. Kuesioner yang digunakan
diambil dari kuesioner Puspasari (2018). Skala yang digunakan yaitu
skala likert yang terdiri dari 5 jawaban. Bentuk jawaban dalam skala
ini yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak
Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pengawasan dikatakan
tinggi jika nilai ≥ mean/median, dan dikatakan rendah jika nilai
<mean/median.

3.7 Teknik Pengolahan


Pengelohan data digunakan dengan perangkat lunak dengan
menggunakan program statistik, hasil penelitian diolah dengan tahapan
sebagai berikut:

1. Editing
46

Sebelum data diolah data tersebuit dilakukan pengecekan dan


perbaikan terhadap isian kuesioner sehingga jika ada belum lengkap
bisa dilengkapi.

2. Coding
Coding merupakan kegiatan memberikan kode pada jawaban yang ada
untukmempermudah dalam proses pengelompokan dan pengolahan
data.Pengkodean jawaban adalah memberi angka pada tiap-tiap
jawaban. Berdasarkan variabel dependen perilaku tidak aman diberi
kode 1 jika aman dan 2 jika tidak aman. Variabel independen
pengetahuan diberi kode 1 jika baik dan 2 jika kurang baik, sikap
diberi kode 1 jika positif dan 2 jika negatif, serta pengawasan diberi
kode 1 jika tinggi dan 2 jika rendah.

3. Tabulating (Tabulasi)
Membuat tabulasi termasuk dalam kerja memproses data. Membuat
tabulasi merupakan langkah memasukkan data ke dalam tabel dengan
berbagai kategori atau kriteria, dalam penelitian ini peneliti membuat
tabel induk yang memuat susunan data penelitian berdasarkan
klasifikasi yang sistematik yang berkaitan dengan faktor yang
berhubungan dengan perilaku tidak aman pada pekerja.

4. Entry Data
Entry data dalam penelitian ini dimana peneliti melakukan kegiatan
mengumpulkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel
atau data base computer selanjutnya dimasukkan ke dalam program
SPSS IBM 25, lalu membuat distribusi frekuensi sederhana atau
membuat table kontigensi. Peneliti melakukan pengecekan kembali
data yang sudahdimasukan untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan kode ketidaklengkapan dan sebagainnya.

3.8 Uji Validitas Dan Realibilitas Kuesioner


47

3.8.1 Uji Validitas

Uji validitas akan dilakukan pada 30 Karyawan bagian bekisting selain


karyawan yang ditunjuk sebagai sampel. Variabel yang diuji adalah variabel
independen yaitu variabel pengetahuan dan pengawasan, serta variabel
dependen yaitu perilaku tidak aman.Teknik pelaksanaan pada uji validitas
pada kuesioner dalam format googleformulir,dilakukandengan melihat r
tabel dengan menggunakan df = n-2, maka tingkat kemaknaan 5% didapat
dari angka r tabel, kriteria pengujian adalah bila r dihitung > dari r tabel
maka instrumen atau item-item berkolerasisignitifikan terhadap skor, bila r
hitung < r tabel maka instrumen dan item-item pertanyaan tidak berkorelasi
signitifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).

3.8.2. Reabilitas

Uji ini dilakukan untuk menilai sejauh mana kuesioner dapat dipercaya dan
diandalkan. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban
seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu. Pengukuran yang memiliki realibilitas yang tinggi adalah
pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel. Pengujian
realibilitas digunakan dengan rumus realibilitas α dengan AlphaCronbach,
dengan interpretasi sebagai berikut:

a. Jika nilai α≥ 0.6 artinya variabel reliabel.


b. Jika α≤ 0.6 artinya variabel tidak reliabel
Jadi, semakin α mendekati angka 1 maka realibitas akan semakin tinggi.
Angka kesepatan secara umum dipakai oleh para peneliti adalah 0.6-0.095.

3.9 Uji Normalitas


Untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak yaitu dengan
melihat garis normal pada grafik histogram atau dengan menggunakan Uji
Kolmogorov Smiirmov dalam pengambilan keputusan. Dengan melakukan
Uji Kolmogorov Smiirnov (Uji KS) data dikatakan normal, jika nilai
signifikan (p-value) uji KS > 0,05. Jika nilai signifikan (p-value) Uji KS <
0,05, maka data tidak terdistribusi normal. Uji Normalitas digunakan untuk
48

menentukan penggunaan mean atau median, dimana jika data terdistribusi


nomal menggunakan mean dan jika data tidak terdistribusi normal
menggunakan median.

3.10 Analisa Data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu univariat dan
bivariat dengan penjelasan sebagai berikut:

3.10.1 Analisis Univariat


Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dan hasil
penelitian. Pada umumnya hasil analisis ini menghasilkan distribusi dan
persentase dari tiap variabel. Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:

F
P= x 100%
N

Keterangan:
P = Persentase
F = Frekuensi
N = Jumlah responden
100% = Bilangan tetap
(Notoatmodjo, 2014)

3.10.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat digunakan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkolerasi yaitu antara variabel bebas dan variabel
terikat. Dalam analisis ini menggunakan uji statistik chi-square, dimana
merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji pengaruh antara
2 variabel apabila skala data variabel penelitian berupa skala normal dan
skala ordinal. Dalam penelitian kesehatan, uji signitifikan dilakukan
dengan menggunakan batas kemaknaan (Alpha>0,05) dan 95% confidence
interval.
49

Pada penelitian crosssectional nilai asosiasi yang digunakan adalah


nilai Prevalens Ratio (PR) untuk mengetahui kelompok mana yang
memiliki risiko lebih besar dibandingkan kelompok lain antara masing-
masing variabel independen yang diteliti terhadap variabel dependen. PR
dipakai jika prevalensi kasus besar>10%
Nilai prevelance ratio (PR) = 1 maka tidak ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.
Nilai prevalence ratio (PR) < 1 maka variabel independen merupakan
mengurangi kejadian terhadap variabel dependen.
Nilai prevelance ratio (PR) > 1 maka variabel independen merupakan
faktor risiko terhadap variabel dependen.
50

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Analisis Univariat


4.1.1. Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Bekisting PT Beton
Konstruksi Wijaksana tahun 2020
Berdasarkan hasil penelitian mengenai distribusi frekuensi responden
tentang perilaku tidak aman pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi
Wijaksana tahun 2020, penelitian yang telah dilakukan terhadap 46 Pekerja
Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020, didapatkan gambaran
perilaku tidak aman pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana
yang kemudian dibagi menjadi 2 kategori, yaitu tidak aman dan aman,
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja
Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020
Perilaku N Presentase
Tidak Aman (%)
Tidak Aman 22 47,8%
Aman 24 52,2%
Total 29 100%

Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa sebanyak 22 pekerja


(47,8%) berperilaku tidak aman, dan sebanyak 24 pekerja (52,2%)
berperilaku aman.

4.1.2. Gambaran Pengetahuan Pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi


Wijaksana tahun 2020
Berdasarkan hasil penelitian mengenai distribusi frekuensi responden
tentang pengetahuan pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana
tahun 2020, penelitian yang telah dilakukan terhadap 46 Pekerja Bekisting
PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020, didapatkan gambaran
pengetahuan pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana yang
kemudian dibagi menjadi 2 kategori, yaitu kurang baik dan baik, dapat
51

dilihat pada tabel berikut:


Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pada Pekerja Bekisting PT
Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020
Pengetahuan Frekuensi Presentase
(%)
Kurang baik 16 34,8%
Baik 30 65,2%
Total 29 100%

Berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa sebanyak 16 pekerja


(34,8%) memiliki pengetahuan Kurang baik, dan sebanyak 30 pekerja
(65,2%) memiliki pengetahuan baik.

4.1.3. Gambaran Pengawasan Pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi


Wijaksana tahun 2020
Berdasarkan hasil penelitian mengenai distribusi frekuensi responden
tentang pengawasan pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana
tahun 2020, penelitian yang telah dilakukan terhadap 46 Pekerja Bekisting
PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020, didapatkan gambaran
pengawasan pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana yang
kemudian dibagi menjadi 2 kategori, yaitu rendah dan tinggi, dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengawasan Pada Pekerja Bekisting PT
Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020
Pengawasan Frekuensi Presentase
(%)
Rendah 19 41,3%
Tinggi 27 58,7%
Total 29 100%

Berdasarkan tabel 4.3. dapat diketahui bahwa sebanyak 19 responden


(41,3%) merasakan pengawasan yang rendah, dan sebanyak 27 responden
(58,7%) merasakan pengawasan yang tinggi.
52

4.2. Analisis Bivariat


4.2.1. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Tidak Aman Pada
Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020
Hasil pengujian hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tidak aman
pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020
menggunakan uji chi-square diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.4. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Tidak
Aman Pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun
2020
Pengetahuan Perilaku P PR
Tidak Aman Aman Jumlah
Value (95%)
CI
N % N % N %
Kurang baik 16 100% 0 0% 16 100% 0,000 5
Baik 6 20% 24 80% 30 100%
(2,444-
10,228)

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa, proporsi tertnggi perilaku tidak
aman adalah responden dengan pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak
16 (100%) responden dan proporsi tertinggi perilaku aman adalah
responden dengan pengetahuan baik yaitu sebanyak 24 (80%) responden.
Hasil uji statistik analisa bivariat diperoleh nilai P value 0,000 < 0,05 yang
berarti terdapat hubungan yang bermakna antara Pengetahuan dengan
perilaku tidak aman. Dari uji statistik ini juga diketahui nilai PR
(Prevalence ratio) = 5 dengan 95% CI = (2,444-10,228) pekerja yang
memiliki pengetahuan yang kurang baik akan 5 kali berpotensi untuk
berperilaku tidak aman.

4.2.2. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Tidak Aman Pada


Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020
Hasil pengujian hubungan antara pengawasan dengan perilaku tidak aman
pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020
53

menggunakan uji chi-square diperoleh hasil sebagai berikut:


Tabel 4.5. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Tidak
Aman Pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun
2020
Pengawasan Perilaku P PR
Tidak Aman Aman Jumlah
Value (95%)
CI
N % N % N %
Rendah 19 100% 0 0% 19 100% 0,000 9,000
Tinggi 3 11,1% 24 88,9% 27 100%
(3,097-
26,156)

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa, proporsi tertinggi perilaku tidak
aman adalah responden dengan pengawasan yang rendah yaitu sebanyak
19 (100%) responden. Selanjutnya proporsi tertinggi perilaku aman adalah
responden dengan pengawasan yang tinggi yaitu sebanyak 24 (88,9%)
responden.

Hasil uji statistik analisa bivariat diperoleh nilai P value 0,000 < 0,05 yang
berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pengawasan dengan
perilaku tidak aman. Dari uji statistik ini juga diketahui nilai PR
(Prevalence ratio) = 9 dengan 95% CI = (3,097-26,156) pekerja yang
merasa pengawasan yang dilakukan oleh pengawas rendah 9 kali
berpotensi melakukan tindakan tidak aman.
54

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Hasil Univariat

5.1.1. Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Bekisting PT Beton

Konstruksi Wijaksana tahun 2020

Berdasarkan hasil tabel distribusi frekuensi perilaku tidak aman pada


Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020 didapatkan
proporsi tertinggi yaitu 30 pekerja (65,2%) berperilaku aman. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Bhakti yang berjudul Faktor - Faktor
Yang Berhubungan Dengan Perilaku Kerja Tidak Aman Pada Pekerja
Struktur Proyek Perkantoran Hijau Arkadia Tower G Pt. Total Bangun
Persada Tbk Jakarta Tahun 2018 didapatkan bahwa proporsi tertinggi adalah
responden berperilaku aman yaitu sebanyak 56,7% (Bhakti, 2018).

Menurut DNV Modern Safety Management menyatakan yang


termasuk perilaku tidak aman adalah menjalankan peralatan tanpa
wewenang, tidak memberi peringatan, tidak mengunci peralatan,
menjalankan mesin pada kecepatan yang tidak semestinya, membuat alat
keselamatan tidak dapat dioperasikan, menggunakan peralatan yang cacat,
menggunakan peralatan tidak sebagaimana mestinya, menggunakan
peralatan pelindung diri secara tidak benar, pemuatan yang tidak benar,
penempatan yang tidak benar, pengangkatan yang tidak benar,
membetulkan mesin dalam keadaan masih nyala, bercanda, dipengaruhi
rokok, alkohol dan atau obat obatan, tidak mengikuti prosedur, tidak
melakukan pengidentifikasian bahaya, tidak melakukan
pengecekan/pemantauan, tidak melakukan tindakan ulang/pembetulan, dan
tidak melakukan komunikasi/koordinasi (DNV Modern Safety
Management, 2016).
55

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan proporsi tertinggi adalah


responden yang berperilaku aman. Hal ini dikarenakan perusahaan telah
melakukan beberapa usaha untuk meningkatkan perilaku aman pada pekerja
yaitu dengan mengadakan safety talk setiap hari sebelum bekerja. Selain itu
juga membuat poster bertema K3 dan membuat rambu-rambu K3.

Berdasarkan hasil dari kuesioner perilaku tidak aman yang dilakukan


oleh peneliti diperoleh 3 perilaku tidak aman dengan presentasi tertinggi
yaitu berkerja menggunakan peralatan yang rusak , memperbaiki atau
melakukan perawatan terhadap peralatan kerja (mesin) yang sedang
beroperasi atau dalam keadaan hidup, dan menghilangkan alat pengaman
keselamatan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas HSE didapatkan


informasi bahwa belum pernah dilakukan evaluasi program K3 yang telah
dibuat dan belum ada perencanaan program K3 yang baru seperti jadwal
pelatihan K3, program simulasi kecelakaan kerja, dan lain-lain. Untuk
mengatasi kendala ini, perusahaan sementara masih menggunakan program
K3 yang lama dan menambah budget untuk program K3 tersebut seperti
untuk membuat poster-poster berisi peringatan tentang bahaya dan akibat
dari perilaku tidak aman dan memperbaiki rambu-rambu K3 yang rusak
terutama rambu peringatan tentang perilaku tidak aman. Dari upaya tersebut
diharapkan bisa mengingatkan karyawan tentang bahaya dari perilaku tidak
aman sehingga bisa menekan jumlah perilaku tidak aman oleh karyawan.
Berdasarkan kendala di atas, Perusahaan diharapkan dapat segera
melakukan evaluasi program K3 yang telah dibuat serta membuat
perencanaan program K3 yang baru.
56

5.1.2. Gambaran Pengetahuan Pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi


Wijaksana tahun 2020

Berdasarkan hasil tabel distribusi frekuensipengetahuan pada


Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020 diperoleh
proporsi tertinggi yaitu sebanyak 30 pekerja (65,2%) memiliki
pengetahuan baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wijayanti yang


berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Tidak Aman
(Unsafe Action) Pada Pekerjaan Di Ketinggian Transmission Tower
Proyek Sutt 150 Kv Sunyaragi- Rancaekek Section 2 Di Pt Pln (Persero)
Pusmanpro Unit Pelaksana Manajemen Konstruksi I - Cawang
didapatkan bahwa proporsi tertinggi sebanyak 63,3 % karyawan memiliki
pengetahuan yang baik (Wijayanti, 2020).

Pengetahuan sangat penting diberikan sebelum individu melakukan


suatu tindakan. Tindakan akan sesuai dengan pengetahuan apabila
individu menerima isyarat yang cukup kuat untuk memotivasi dia
bertindak sesuaidengan pengetahuannya (Shiddiq, 2016). Pengetahuan
yang kurang akan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan
kerja menyebabkan seseorang sulit untuk mengetahui potensi bahaya
yang ada disekitarnya, sehingga sulit untuk menentukan tindakan dalam
mengendalikan potensi bahaya tersebut. Oleh sebab itu seseorang akan
menjadi kurang waspadaterhadap risiko yang dapat timbul
dariperilakunya selama bekerja(Sangaji, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi


tertinggi adalah responden yang memilikipengetahuan yang baik. Hal ini
terjadi karena berdasarkan hasil wawancara pada petugas HSE diketahui
bahwa perusahaan sudah pernah memberikan sosialisasi mengenai
pentingnya K3. Selain itu, pihak management K3 juga mengadakan
safety talk setiap hari sebelum bekerja serta memberikan pelatihan
internal mengenai K3 seperti pelatihan bekerja di ketinggian, pelatihan
57

cara mengoperasikan mesin, pelatihan membuat JSA, dan pelatihan


lainnya. Dari upaya tersebut diharapkan akan meningkatkan pengetahuan
karyawan mengenai resiko dan bahaya kerja di konstruksi, karyawan
mengetahui tindakan apa saja yang bisa memicu timbulnya bahaya,
maupun efek yang dapat ditimbulkan oleh bahaya tersebut sehingga
dapat meminimalisir terjadinya tindakan tidak aman sekecil apapun.

Berdasarkan hasil kuesioner, karyawan masih banyak menjawab


salah pada pertanyaan mengenai jenis pekerjaan yang wajib
menggunakan APD tersebut. Pada pertanyaan tersebut sebanyak 31
responden menjawab salah. Dari hasil wawancara pada petugas HSE
menyebutkan perusahaan belum pernah memberikan pelatihan khusus
mengenai fungsi dan cara penggunaan APD kepada seluruh karyawan.
Karena sering terjadi pergantian pekerja terutama pekerja kontrak. Hal
tersebut akan memakan banyak biaya jika harus memberikan pelatihan
tiap ganti karyawan. Namun untuk mengatasi kendala ini, perusahaan
menugaskan kepada petugas HSE dan beberapa karyawan senior untuk
mangajari karyawan baru tentang fungsi dan cara penggunaan APD.
Berdasarkan hal diatas, disarankan kepada pihak perusahaan untuk
memberikan pelatihan khusus mengenai fungsi dan cara penggunaan
APD kepada seluruh karyawan mengingat pentingnya penggunaan APD
dalam pekerjaan bekisting ini.
58

5.1.3. Gambaran Pengawasan Pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi


Wijaksana tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Gambaran


Pengawasan Pada Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun
2020 diperoleh proporsi tertinggi pada karyawan yang merasakan
pengawasan yang tinggi sebanyak 27 responden (58,7%). Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Bhakti yang berjudul Faktor - Faktor Yang
Berhubungan Dengan Perilaku Kerja Tidak Aman Pada Pekerja Struktur
Proyek Perkantoran Hijau Arkadia Tower G Pt. Total Bangun Persada Tbk
Jakarta Tahun 2018 didapatkan bahwa proporsi tertinggi adalah 51,1%
responden menyatakan peran pengawasan yang tinggi (Bhakti, 2018).

Pengawasan kerja merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan


organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang
dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya
(Siagian, 2015). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden yang merasakan pengawasan yang tinggi lebih banyak dibanding
dengan responden yang merasakan pengawasan yang rendah. Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa pengawas pekerjaan dibantu petugas HSE
bagian bekisting di PT Beton Konstruksi Wijaksana secara keseluruhan
telah memastikan apa yang telah dilaksanakan oleh bawahannya sudah
berjalan dengan baik dan sesuai rencana yang sudah ditetapkan sehingga
bisa menekan jumlah perilaku tidak aman yang dilakukan oleh karyawan.

Berdasarkan hasil kuesioner responden dengan jawaban terbanyak


mengenai peran pengawasan yang tinggi yaitu pada pertanyaan mengenai
Pengawas (supervisor) bertindak tegas dan tindakan atas pelanggaran yang
dilakukan oleh pegawai sudah dilakukan dengan objektif. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan petugas HSE yang menyatakan bahwa para
pengawas atau supervisor selalu memperhatikan apa yang dilakukan
karyawan saat bekerja dan memberikan tindakan tegas apabila karyawan
melakukan pelanggaran seperti memberikan sanksi berupa skorsing dan
59

pengurangan nilai karyawan yang akan berpengaruh pada kenaikan gaji dan
bonus pada tahun berikutnya.

Berdasarkan hal diatas, penulis menyimpulkan bahwa perusahaan telah


cukup melakukan upaya dengan melakukan berbagai bentuk pengawasan
dan pemberian sanksi jika ditemukan pelanggaran. Dari hal tersebut
diharapkan bisa menekan perilaku tidak aman yang dilakukan oleh
karyawan.

5.2. Hasil Bivariat

5.2.1. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Tidak Aman Pada


Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan proporsi tertinggi perilaku


tidak aman adalah responden dengan pengetahuan kurang baik yaitu
sebanyak 16 (100%) responden dan proporsi tertinggi perilaku aman
adalah responden dengan pengetahuan baik yaitu sebanyak 24 (80%)
responden. Berdasarkan hasil penelitian Uji analisis menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara Pengetahuan dengan perilaku
tidak aman (P value 0,000). Dari uji statistic diketahui nilai PR
(Prevalence ratio) = 5 dengan 95% CI = (2,444-10,228) pekerja yang
memiliki pengetahuan yang kurang baik akan 5 kali berpotensi untuk
berperilaku tidak aman. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Permata dengan judul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Unsafe Act Pada Pekerja Finishing Di Proyek Graha Gatsu
Pt Total Bangun Persada Tbk Tahun 2018 dimana ada hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku tidak aman pekerja di Pt Total Bangun
Persada Tbk dengannilai p value sebesar 0,043 (<0,050) (Permata, 2018).

Menurut Notoatmojo, pengetahuan merupakan hasil dari tahu,


terjadi setelah orang melakukan proses penginderaan terhadap objek
yang diamatinya, melalui penginderaan, pengetahuan diperoleh dengan
cara membaca, melihat, dan mendengar.Pengetahuan merupakan salah
60

satu faktor manusia terkait penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja.


Pengetahuan merupakan landasan seseorang untuk melakukan sebuah
tindakan. Selain melalui pendidikan formal, pengetahuan dapat diperoleh
melalui cara coba-coba, pengalaman sendiri, maupun pengalaman orang
lain(Notoatmojo, 2010). Semakin rendah pengetahuan seseorang maka
akansemakin tinggi risiko kecelakaan kerja sebaliknyasemakin tinggi
pengetahuan seseorang maka akansemakin rendah risiko terjadinya
kecelakaan kerja,selanjutnya pekerja yang memiliki pengetahuan
tinggiakan mampu membedakan dan mengetahui bahayadisekitarnya
serta dapat melakukan pekerjaan sesuaidengan prosedur yang ada karena
mereka sadar akanrisiko yang diterimanya, sehingga kecelakaan
kerjadapat dihindari (Siregar, 2011).

Berdasarkan hasil kuesioner sebanyak 100% pekerja yang


berperilaku tidak aman memiliki pengetahuan yang kurang baik. Hal ini
bisa terjadi kurangnya pengetahuan karyawan akan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan kerja. Berdasarkan hasil wawancara
dengan petugas HSE didapatkan data bahwa pelatihan K3 internal hanya
diberikan kepada karyawan tetap yang bertugas mengoperasikan
mesin/alat. Sedangkan untuk karyawan kontrak belum pernah
mendapatkan pelatihan K3 baik internal maupun eksternal. Hal ini
dikarenakan jumlah karyawan kontrak lebih banyak dari pada karyawan
tetap. Sehingga akan memakan biaya yang besar jika harus memberikan
pelatihan pada seluruh karyawan kontrak. Hal ini menyebabkan masih
banyak karyawan yang belum memiliki pengetahuan yang dalam
mengenai K3 dan bahaya dari perilaku tidak aman bagi keselamatan
mereka. Namun untuk mengatasi kendala ini, perusahaan sementara
hanya memberikan tugas sebagai assistant seperti membantu mengangkat
dan memindahkan barang-barang seperti semen dan besi kepada
karyawan kontrak. Dan tidak dizinkan untuk mengoperasikan mesin.
61

Berdasarkan hal diatas. Disarankan kepada pihak perusahaan untuk


membantu karyawan memperdalam pengetahuan mengenai K3 dengan
memberikan pelatihan K3 internal kepada seluruh karyawan termasuk
karyawan kontrak.
62

5.2.2. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Tidak Aman Pada


Pekerja Bekisting PT Beton Konstruksi Wijaksana tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian proporsi tertinggi perilaku tidak aman adalah


responden dengan pengawasan yang rendah yaitu sebanyak 19 (100%)
responden. Selanjutnya proporsi tertinggi perilaku aman adalah responden
dengan pengawasan yang tinggi yaitu sebanyak 24 (88,9%) responden.
Hasil uji statistik analisa bivariat diperoleh nilai P value 0,000 < 0,05 yang
berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pengawasandengan
perilaku tidak aman. Dari uji statistik juga diketahui nilai PR (Prevalence
ratio) = 9 dengan 95% CI = (3,097-26,156) pekerja yang merasa
pengawasan yang dilakukan oleh pengawas rendah 9 kali berpotensi
melakukan tindakan tidak aman. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Bhakti yang berjudul Faktor - Faktor Yang
Berhubungan Dengan Perilaku Kerja Tidak Aman Pada Pekerja Struktur
Proyek Perkantoran Hijau Arkadia Tower G Pt. Total Bangun Persada Tbk
Jakarta Tahun 2018 didapatkan ada hubungan yang bermakna antara
pengawasan dengan perilaku tidak aman (P value= 0,006) (Bhakti, 2018).

Menurut Heinrich dalam 10 aksioma keselamatan kerja, salah satunya


menyatakan bahwa pengawas adalah salah satu kunci pencegahan
kecelakaan kerja akibat tindakan tidak aman (Heinrich, 2016). Pengawasan
merupakan suatu pekerjaan yang berarti mengarahkan yaitumemberikan
tugas, menyediakan instruksi, pelatihan dan nasihat kepada individu juga
termasuk mendengarkan dan memecahkan masalah yang berhubungan
denganpekerjaan serta menanggapi keluhan bawahan. Pengawasan kerja
merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih
menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2015).
63

Menurut peneliti, adanya hubungan yang bermakna antara pengawasan


dengan perilaku tidak amandikarenakan pengawas memiliki peran dalam
mempengaruhi pengetahuan, sikap keterampilan, dankebiasaan akan keselamatan
setiap pekerja dalam suatu areatanggung jawabnya. Bila fungsi pengawasan tidak
dilaksanakan makapenyebab dasar dari suatu insiden akan timbul yang
dapatmengganggu kegiatan perusahaan. Hal ini sesuai dengan hasil dilapangan
dimana pengawasan oleh pihak HSE berupa safety patrol belum bisa dilakukan
secara rutin karena jumlah petugas HSE yang belum mencukupi untuk melakukan
tugas tersebut sehingga masih ada karyawan yang melakukan perilaku tidak aman
sehingga fungsi pengawasan menjadi tidak maksimal. Hal ini disebabkan oleh
penekanan biaya oleh karyawan salah satunya dengan menekan jumlah man
power. Untuk mengatasi kendala ini, perusahaan sudah melakukan upaya berupa
menunjuk salah satu karyawan sebagai penanggung jawab untuk mengawasi
pekerjaan rekan kerjanya Berdasarkan hal diatas, disarankan PT Beton Konstruksi
Wijaksana untuk menambah tenaga petugas HSE supaya safety patrol bisa
berjalan optimal.
64

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Gambaran perilaku tidak aman pada Pekerja Bekisting PT Beton


Konstruksi Wijaksana tahun 2020 yaitu sebanyak 22 pekerja (47,8%)
berperilaku tidak aman, dan sebanyak 24 pekerja (52,2%) berperilaku
aman

2. Gambaran pengetahuan pada pekerja bekisting PT Beton Konstruksi


Wijaksana tahun 2020 yaitu sebanyak 16 pekerja (34,8%) memiliki
pengetahuan kurang baik, dan sebanyak 30 pekerja (65,2%) memiliki
pengetahuan baik.

3. Gambaran pengawasan pada pekerja bekisting PT Beton Konstruksi


Wijaksana tahun 2020 yaitu sebanyak 19 responden (41,3%) merasakan
pengawasan yang rendah, dan sebanyak 27 responden (58,7%)
merasakan pengawasan yang tinggi.

4. Ada hubungan yang bermakna antara Pengetahuan Dengan Perilaku


tidak aman. Dari uji statistik ini juga diketahui nilai PR
(Prevalenceratio) = 5 dengan 95% CI = (2,444-10,228) pekerja yang
memiliki pengetahuan yang kurang baik akan 5 lebih berisiko
berperilaku tidak aman dibandingkan pekerja yang memiliki
pengetahuan yang baik.

5. Ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku tidak aman.
Dari uji statistik ini juga diketahui nilai PR (Prevalenceratio) = 13,929
dengan 95% CI = (2,085-93,038) pekerja yang memiliki sikap yang
65

negatifakan 13,929 lebih berisiko berperilaku tidak aman dibandingkan


pekerja yang memiliki sikap yang positif.

6. Ada hubungan yang bermakna antara pengawasan dengan perilaku


tidak aman. Dari uji statistik ini juga diketahui nilai PR
(Prevalenceratio) = 9 dengan 95% CI = (3,097-26,156) pekerja yang
merasa mendapatkan pengawasan yang rendah akan 9 lebih berisiko
berperilaku tidak aman dibandingkan pekerja yang merasa mendapatkan
pengawasan yang tinggi.

6.2 Saran

1. Perusahaan disarankan dapat segera melakukan evaluasi program K3 yang


telah dibuat serta membuat perencanaan program K3 yang baru
2. Perusahaan disarankan untuk memberikan pelatihan khusus mengenai
fungsi dan cara penggunaan APD kepada seluruh karyawan mengingat
pentingnya penggunaan APD dalam pekerjaan bekisting ini.
3. Perusahaan disarankan untuk membantu karyawan memperdalam
pengetahuan mengenai K3 dengan memberikan pelatihan K3 internal
kepada seluruh karyawan termasuk karyawan kontrak.
4. Perusahaan disarankan menambah tenaga petugas HSE supaya
safetypatrol bisa berjalan optimal.
66

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2018). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.


Bhakti, A. P. (2018). Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Kerja
Tidak Aman Pada Pekerja Struktur Proyek Perkantoran Hijau Arkadia
Tower G Pt. Total Bangun Persada Tbk Jakarta Tahun 2018.
Delfianda. (2012). Survey Faktor Tindakan Tidak Aman Pekerja Konstruksi PT
Waskita Karya Proyek World Class University DDi UI.
Dirgagunarsa, D. (2015). Pengantar Psikologi. Mutiara Sumber.
DNV Modern Safety Management. (2016). Loss Control Managment Training
(Revised ed).
Dupont. (2005). Not Walking The Talk : DuPont ’ s Untold Safety Failures.
Endroyono, B. (2016). Keselamatan Kerja untuk Teknik Bangunan. IKIP
Semarang Press.
Geller, E. S. (2015). The Pshychologi Of Safety Handbook. Lewis Publiher.
Gunawan, I. (2015). Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Bumi
Aksara.
Halimah, S. (2018). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Karyawan
di PT. Suzuki Indomobil motor Plant Tambun II Tahun 2018. Skripsi.
Jakarta: FKIK UIN.
Handoko, T. (2016). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE.
Hendrabuwana, L. O. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Bekerja Selamat Bagi Pekerja Di Depatemen Cor PT Pindad Persero
Bandung Tahun 2017. Skripsi. Depok : FKM UI.
ILO. (2017). World Day For Safety and Health at Work.
http://www.ilo.org/global/about-the-ilo/how-the-lo.works/ilo-director-
general/statements-and-speches/WCMS_551573/lang--en/index.htm
Karyani. (2015). Faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku aman (safe
behavior) di Schlumberger Indonesia tahun 2015. Tesis. FKM UI Depok.
Kemenaker. (2017). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Bidang Knstruksi.
In K. Ketenagakerjaan (3rd ed.).
Khosravi, Y. (2014). Factors Influencing Unsafe Behaviors and Accidents on
Construction Sites: A Review. International Journal of Occupational Safety
and Ergonomics.
67

Konradus, D. (2016). Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PT Percetakan Penebar


Swadaya.
Lawton, R. (2018). Individual differences in accident liability: a review and
integrative approach. The Journal of the Human Factors and Ergonomics
Society, Volume 40 No 4.
Listyandini, R. (2019). Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Tidak Aman
Pada Pekerja Di Pabrik Pupuk Npk. Hearty, 7(1).
https://doi.org/10.32832/hearty.v7i1.2299
Notoadmodjo. (2017). Pendidikan dan perilaku kesehatan.
Notoatmodjo, S. (2014). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Notoatmojo, S. (2010). Promosi Kesehatan Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka
Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Salemba Medika.
Prasanti, S. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak
Aman (Unsafe Action) Dalam Bekerja Pada Karyawan Factory 5 Di Pt.X
Serpong-Banten 2016.
Pratiwi, I. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakaan kerja
pada Pekerja Bagian Produksi di PT Siemens Indonesia Cilegon Banten
Tahun 2018. Skripsi S1 Kesehatan Masyarakat. Universitas Esa Unggul.
http://digilib.esaunggul.ac.id/
Putranto, D. (2017). Pranata dan Manajemen Pembangunan di Bidang Arsitektur.
UB Press.
Ramli, S. (2017). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. Dian
Rakyat.
Reason, J. (2000). Human Error : Models and Mangement.
Sangaji, J. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan PerilakuTidak Aman
Pekerja Bagian Lambung Galangan KapalPT X. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Journal)Volume 6, Nomor 5. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro.
Shiddiq, S. (2016). Hubugan Persepsi K3 Karyawan dengan Perilaku Tidak
Aman di Bagian Produksi Unit IV PT. Semen Tonasa.
Siagian. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Suma’mur. (2015). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. PT Toko
Gunung Agung.
Sutrisno. (2017). Manajemen SumberDaya manusia. (Kencana. (ed.)).
Tarwaka. (2018). Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Manajemen dan
Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja. Harapan
Press.
Tulaeka, K. I. (2018). Hubungan Safety Inspection dan Pengetahuan Dengan
68

Unsafe Action di Departemen Rolling Mill. Naskah Publikasi. Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Utommi, S. (2017). Gambaran Tingkat Kepatuhan Pekerja Dalam Mengikuti
Prosedur Operasi pada Pekerja Operator Dump Truck di PT. Kaltim
Primacoal tahun 2017.
Wanodya, C. (2014). Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap
Motivasi Kerja Karyawan. Jurnal Administrasi Bisnis Malang 9(1).
Widarti, I. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecelakaan Kerja
pada Pekerja Maintenance Elektrikal dalam Menerapkan Work Permit di PT.
X Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 3 Nomor 3. Universitas
Diponegoro.
Winarsunu, T. (2008). Psikologi Keselamatan Kerja. ,UMM Press.
Work Injury Source. (2020). Workplace Injury Statistics – 2020 Data for
Workplace Accidents, Injuries, and Deaths.
workinjurysource.com/workplace-injury-statistics-2019/
69

LEMBAR PERSETUJUAN INFORMAN PENELITIAN


(INFORMED CONSENT)

Judul Penelitian : Hubungan Pengetahuan Dan Pengawasan Dengan


Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Bekisting Pt
Beton Konstruksi Wijaksana
Nama Peneliti : M Fadli Sheh Akbar
Nomor Induk Mahasiswa : 20180301144

Saya yang bertandatangan di bawah ini dengan secara sukarela dan


tidak ada unsur paksaan dari siapapun, bersedia berperan serta dalam
penelitian ini. Peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas pengelola dan
menjaga privasi sebagaimana etika di dalam penelitian. Oleh karena itu, saya
telah diminta dan telah menyetujui untuk memberikan informasi-informasi
terkait judul penelitian sebagai pengelola institusi tersebut. Peneliti telah
menjelaskan tentang penelitian ini beserta dengan tujuan penelitian yaitu
untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Dan Pengawasan Dengan Perilaku
Tidak Aman Pada Pekerja Bekisting Pt Beton Konstruksi Wijaksana.
Dengan demikian, saya menyatakan kesediaan saya dan tidak
keberatan memberi informasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan kepada saya, hal ini dilakukan hanya untuk tujuan penelitian yang
berjudul Hubungan Pengetahuan Dan Pengawasan Dengan Perilaku Tidak Aman
Pada Pekerja Bekisting Pt Beton Konstruksi Wijaksana , yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama : ......................................................
Alamat : ......................................................
Dengan ini saya bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

Jakarta, Mei 2021


_______Peneliti ________ Responden

(M Fadli Sheh Akbar) (.........................................)


70

SURVEY PENDAHULUAN

KUESIONER PENGETAHUAN

Petunjuk Pengisian :
1) Isilah pertanyaan berikut pada kolom yang telah disediakan
2) Beri tanda checklist (V) pada jawaban yang sesuai dengan pendapat anda
3) Kejujuran anda sangat saya harapkan.

Identitas Responden DATA DIRI


Nama : ……………………………………………….………………..
Usia : ………… tahun
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
SD / Sederajat Diploma 3 (D3) / Akademik
SLTP / sederajat Perguruan Tinggi (S1/S2/S3)
SMA / SMK / Sederajat
Pengalaman Kerja Konstruksi : < 3 tahun >3 tahun
Mulai bekerja di Proyek PT Total Bangun Persada sejak bulan ……………….
tahun …………

Pilihan Ganda : Pilihlah salah satu jawaban yang tersedia.

1. Jawaban Yang Paling Benar mengenai singkatan dari K3 adalah ...


a. Keselamatan dan Kesiapan Kerja
b. Kesehatan dan Keamanan Kerja
c. Keselamatan dan Kesehatan kerja
d. Keselamatan dan Keamanan Kerja
2. Dibawah ini yang bukan termasuk tujuan K3 adalah…
a. Melindungi tenaga kerja dari bahaya kecelakaan pada saat bekerja
b. Mencegah dan mengurangi kerugian yang diderita oleh semua pihak yang
bekerja.
71

c. Memberi pertolongan dini bagi pekerja bila terjadi kecelakaan


d. Menjamin tenaga kerja dalam meningkatkan produktifitas
3. Dibawah ini yang bukan termasuk unsur penyebab terjadinya kecelakaan
adalah…
a. Unsur manusia
b. Unsur mesin
c. Unsur keberuntungan
d. Unsur lingkungan kerja
4. Keterampilan dan ilmu pengetahuan yang kurang kurang termasuk Penyebab
kecekakaan karena unsur…
a. Lingkungan Kerja
b. Manusia
c. Mesin
d. Peristiwa yang tidak terduga
5. Dibawah ini yang bukan termasuk perilaku tidak aman adalah…
a. Tidak menggunakan APD saat bekerja
b. Bekerja tidak sesuai Standar
c. Merokok saat bekerja
d. Berkonsentrasi saat bekerja
6. Apa yang harus saya lakukan jika melihat kondisi yang tidak aman di
lingkungan kerja…
a. Tetap fokus pada pekerjaan
b. Melaporkan pada petugas safety
c. Menghentikan pekerjaan seharian
d. Bekerja secara berhati-hati
7. Alat Pelindung Diri (APD) digunakan untuk melindungi tubuh dari bahaya.
Sebutkan jenis pekerjaan yang wajib menggunakan APD…
a. Pengecoran dan Bekerja Pada Ketinggian
b. Pemasangan Besi, Bekisting dll.
c. Semua Jenis Pekerjaan
d. Pabrikasi Besi dan Baja
8. Sebutkan fungsi dari peralatan pelindung safety body harness…
72

a. Untuk melindungi mata dari benda asing yang terjatuh


b. Untuk mencegah badan terkena benda jatuh
c. Untuk mencegah tubuh terjatuh dari ketinggian
d. Untuk melindungi kepala saat terjatuh
9. Bising, panas, dan getaran termasuk dalam bahaya…
a. Kimia
d. Psikologi
b. Fisik
c. Biologi
10. Jika terjadi Kecelakaan kerja ringan pada diri sendiri saat sedang bekerja
apa yang harus dilakukan…
a. Biarkan Saja
b. Bercerita Pada Teman
c. Lapor pada petugas safety dan pergi ke ruang P3K
d. Mengobati Luka Sendiri
73

Kuesioner Perilaku

Petunjuk Umum

1. Berilah tanda ceklist (√) pada kotak jawaban ang anda anggap paling sesuai

dengan pilihan sebagaiberikut :

SL = Selalu (dilakukan secara terus menerus dan setiap hari/tiap saat)

SR = Sering (dilakukan secara terus menerus namun tidak setiap hari/tiap saat)

JR = Jarang (dilakukan tidak menentu dan terlihat hampir tidak melakukan)

TP = Tidak Pernah (tidak pernah dilakukan)

2. Bila pada pengisian kuesioner kurang jelas, Anda dapat bertanya pada peneliti

Jawaban
No Pertanyaan
SL SR JR TP
1. Apakah anda selalu mengikuti prosedur kerja

yang telah di tetapkan oleh perusahan?


2. Apakah anda melakukan pekerjaan sesuai dengan

wewenang yang diberikan?


3. Apakah anda selalu berkerja mengoperasikan

peralatan / mesin sesuai dengan wewenang yang

diberikan?
4. Apakah anda bekerja sesuai dengan kecepatan

yang telah ditentukan?


5. Apakah anda pernah bekerja tidak mengikuti

prosedur kerja saat mengoperasikan alat?


6. Dalam melakukan pekerjaan, apakah tubuh dan

anggota tubuh anda selami ini berada dalam posisi

yang tepat untuk melakukan pekerjaan tersebut?


74

Jawaban
No Pertanyaan
SL SR JR TP
7. Dalam mengoperasikan mesin selama ini apakah

anda selalu dalamkeadaan sehat tidak terpengaruh

obat – obatan terlarang atau alkohol?


8. Dalam mengoperasikan mesin selama ini apakah

anda selalu dalam keadaan sehat tidak pernah

dalam keadaan mengantuk?


9. Apakah anda menggunakan APD di area kerja

sesuai standart yang berlaku di perusahaan?


10. Apakah anda pernah menggunakan APD yang

telah rusak saat bekerja?


11. Apakah anda pernah menghilangkan alat

pengaman keselamatan?
12. Apakah anda pernah merusak alat pengaman

keselamatan?
13. Apakah anda pernah tidak menggunakan alat

pengaman saat sedangmengoperasikan alat?


14. Apakah anda pernah menjaga peralatan

keselamatan tetap berfungsi?


15. Apakah anda menggunakan peralatan yang

seharusnya?
16. Apakah anda menggunakan peralatan kerja sesuai

fungsinya?
17. Apakah anda pernah tidak mematikan mesin /

peralatan yang sudahtidak digunakan?


18. Apakah anda pernah merusakan peralatan kerja?
19. Apakah anda pernah menggunakan mesin / peralatan
75

Jawaban
No Pertanyaan
SL SR JR TP
dengan kecepatanyang sesuai prosedur?
20. Apakah anda pernah berkerja menggunakan

peralatan yang rusak?


21. Apakah anda pernah menjaga peralatan kerja anda

agar tetap berfungsidengan baik?


22. Apakah anda berkerja mengoperasikan peralatan

yang memang sesuai wewenang / hak anda?


23. Apakah anda pernah berkerja mengoperasikan alat

atau mesin dengan peralatan safety pada mesin

yang baik?
24. Apakah anda pernah memperbaiki perlatan dalam

keadaan mesinmasih hidup?


25. Apakah anda pernah mengembalikan perkakas

atau perlengkapan kerjapada tempatnya setelah

bekerja?
26. Apakah anda pernah merapikan pelatan kerja yang

anda gunakansetelah memperbaiki mesin / pelatan

kerja lainnya?
27. Apakah anda pernah meletakan peralatan tidak

pada tempatnya?
28. Apakah anda pernah menjaga kerapiah di area

tempat anda kerja?


29. Apakah anda pernah menjaga kebersihan di area

tempat anda kerja?


30. Apakah anda pernah membuat pencemaran

lingkungan di area kerja seperti membuang


76

Jawaban
No Pertanyaan
SL SR JR TP
sampah organik dan non organik di sembarang

tempat?

KUESIONER PENGAWASAN
Berilah tanda checklist() pada jawaban yang sesuai dengan kondisi yang dialami
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dengan jawaban sebagai berikut:
Sangat Setuju (SS)
Setuju (S)
Kurang Setuju (KS)

Tidak Setuju (TS)

Sangat Tidak Setuju (STS)

Jawaban
No Pernyataan
SS S KS TS STS
1. Pihak pengawas (supervisor) tidak memeriksa
kelengkapan alat pelindung diri (APD) sebelum saya
memulai pekerjaan
2. Sebelum saya bekerja, saya selalu diingatkan untuk
bekerja sesuai Standar Prosedur kerja
3. Pihak pengawas dari bagian safety (hse) jarang
melakukan pengawasan pada area produksi
4. Pengawas (supervisor) bertindak tegas pada karyawan
yang berperilaku tidak aman saat bekerja
5. Menurut saya, pengawasan dari (supervisor) pada saat
bekerja masih kurang baik
77

Jawaban
No Pernyataan
SS S KS TS STS
6. Penentuan prosedur kerja di perusahaan sudah cukup
jelas dan mudah dipahami
7. Prosedurkerja di perusahaan mampu memudahkan
pegawai dalam memperkecil kesalahan
8. Penetapan anggaran untuk tugas pegawai telah jelas dan
transparan.
9. Tindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai
sudah dilakukan dengan objektif
10. Pimpinan saya memberikan tindakan tegas apabila saya
melanggar aturan

OUTPUT SPSS

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENGETAHUAN

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

,937 10

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

Program kesehatan dan


keselamatan kerja (k3) di 7,80 6,165 ,705 ,933
bekisting adalah
78

Apa yang dimaksud dengan


7,80 6,165 ,705 ,933
bahaya

Tingkat kemungkinan
terjadinya kecelakaan 7,86 5,538 ,953 ,920
merupakan definisi dari

Apa yang dimaksud dengan


perilaku tidak aman (Unsafe 7,91 5,610 ,796 ,930
action)

Penyebab dasar timbulnya


perilaku tidak aman dibagi 7,86 5,538 ,953 ,920
dua, kecuali

Apa saja bahaya yang ada di


7,80 6,282 ,625 ,937
area bekisting

Bagaimana cara mencegah


bahaya agar tidak
menimbulkan kecelakaan 7,80 6,282 ,625 ,937
kerja pada karyawan di area
produksi tersebut

Bercanda, mengobrol saat


bekerja, tidak memakai APD
secara benar, dan
7,80 6,165 ,705 ,933
mengoperasikan mesin tidak
sesuai prosedur kerja
merupakan contoh

Apa yang anda lakukan saat


mesin tiba-tiba mengalami 7,77 6,299 ,714 ,933
masalah saat bekerja

Saat mengangkat angkut


beban sebaiknya dilakukan 7,77 6,299 ,714 ,933
dengan cara

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENGAWASAN

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
79

,967 10

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

Pihak pengawas (supervisor)


tidak memeriksa
kelengkapan alat pelindung 30,97 13,440 ,972 ,959
diri (APD) sebelum saya
memulai pekerjaan

Sebelum saya bekerja, saya


selalu diingatkan untuk
30,97 13,440 ,972 ,959
bekerja sesuai Standar
Prosedur kerja

Pihak pengawas dari bagian


safety (hse) jarang
30,97 13,440 ,972 ,959
melakukan pengawasan
pada area produksi

Pengawas (supervisor)
bertindak tegas pada
30,97 13,440 ,972 ,959
karyawan yang berperilaku
tidak aman saat bekerja

Menurut saya, pengawasan


dari (supervisor) pada saat 30,97 13,440 ,972 ,959
bekerja masih kurang baik

Penentuan prosedur kerja di


perusahaan sudah cukup 31,09 13,551 ,833 ,964
jelas dan mudah dipahami

Prosedur kerja di
perusahaan mampu
memudahkan pegawai 31,20 14,106 ,639 ,972
dalam memperkecil
kesalahan
80

Penetapan anggaran untuk


tugas pegawai telah jelas 31,09 13,551 ,833 ,964
dan transparan.

Tindakan atas pelanggaran


yang dilakukan oleh pegawai
30,97 13,440 ,972 ,959
sudah dilakukan dengan
objektif

Pimpinan saya memberikan


tindakan tegas apabila saya 33,23 14,711 ,471 ,978
melanggar aturan

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS PERILAKU


Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

,989 30

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

Apakah anda pernah


membaca dan mengenali
99,86 141,185 ,947 ,988
prosedur /proses kerja dalam
melaksanakan pekerjaan?

Apakah anda pernah


menjalankan peralatan atau
99,86 141,185 ,947 ,988
mesin tanpa perintah dan
wewenang?
81

Apakah anda pernah


menggunakan APD (sarung
tangan & masker) tidak 99,86 141,185 ,947 ,988
secara lengkap karena tidak
nyaman saat berkerja?

Apakah anda pernah


menggunakan peralatan 99,86 141,185 ,947 ,988
sesuai fungsinya ?

Apakah anda pernah


memperbaiki atau
melakukan perawatan
99,86 141,185 ,947 ,988
terhadap peralatan kerja
(mesin) yang sedang
beroperasi?

Apakah anda pernah


mengoperasikan mesin tidak
99,86 141,185 ,947 ,988
sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur?

Apakah anda pernah


mengangkat beban dengan 99,97 140,617 ,904 ,988
posisi membungkuk ?

Apakah anda pernah


mengobrol dengan teman
100,09 141,904 ,762 ,989
saat sedang bekerja supaya
tidak bosan?

Apakah anda pernah


memberikan peringatan 99,97 140,617 ,904 ,988
pada saat ada bahaya?

Apakah anda pernah


melakukan pekerjaan
dengan cepat dan terburu-
99,86 141,185 ,947 ,988
buru demi menyelesaikan
pekerjaan dalam waktu
singkat?

Apakah anda pernah


berkerja menggunakan 102,11 145,457 ,462 ,990
peralatan yang rusak?
82

Apakah anda berkerja


mengoperasikan peralatan
yang memang 100,09 141,904 ,762 ,989
sesuaiwewenang / hak
anda?

Apakah anda pernah


berkerja mengoperasikan
alat atau mesin 99,97 140,617 ,904 ,988
denganperalatan safety pada
mesin yang baik?

Apakah anda pernah


memperbaiki peralatan
101,97 142,970 ,696 ,989
dalam keadaan mesin masih
hidup?

Apakah anda pernah


mengembalikan perkakas
102,11 145,457 ,462 ,990
atau perlengkapan kerjapada
tempatnya setelah bekerja?

Apakah anda pernah


merapikan peralatan kerja
yang anda gunakansetelah 100,09 141,904 ,762 ,989
memperbaiki mesin /
peralatan kerja lainnya?

Apakah anda pernah


meletakan peralatan tidak 99,97 140,617 ,904 ,988
pada tempatnya?

Apakah anda pernah


menjaga kerapian di area 99,97 140,617 ,904 ,988
tempat anda kerja?

Apakah anda pernah


menjaga kebersihan di area 100,09 141,904 ,762 ,989
tempat anda kerja?

Apakah anda pernah


membuat pencemaran
lingkungan di area kerja
99,97 140,617 ,904 ,988
seperti membuang sampah
organik dan non organik di
sembarang tempat?
83

Apakah anda pernah


membuat pencemaran
lingkungan di area kerja
99,86 141,185 ,947 ,988
seperti membuang sampah
organik dan non organik di
sembarang tempat?

Apakah anda pernah


membuat pencemaran
lingkungan di area kerja
99,86 141,185 ,947 ,988
seperti membuang sampah
organik dan non organik di
sembarang tempat?

Apakah anda pernah


membuat pencemaran
lingkungan di area kerja
99,86 141,185 ,947 ,988
seperti membuang sampah
organik dan non organik di
sembarang tempat?

Apakah anda pernah


membuat pencemaran
lingkungan di area kerja
99,86 141,185 ,947 ,988
seperti membuang sampah
organik dan non organik di
sembarang tempat?

Apakah anda pernah


membuat pencemaran
lingkungan di area kerja
99,86 141,185 ,947 ,988
seperti membuang sampah
organik dan non organik di
sembarang tempat?

Apakah anda pernah


membuat pencemaran
lingkungan di area kerja
99,86 141,185 ,947 ,988
seperti membuang sampah
organik dan non organik di
sembarang tempat?
84

Apakah anda pernah


membuat pencemaran
lingkungan di area kerja
99,97 140,617 ,904 ,988
seperti membuang sampah
organik dan non organik di
sembarang tempat?

Apakah anda pernah


membuat pencemaran
lingkungan di area kerja
100,09 141,904 ,762 ,989
seperti membuang sampah
organik dan non organik di
sembarang tempat?

Apakah anda pernah


membuat pencemaran
lingkungan di area kerja
99,97 140,617 ,904 ,988
seperti membuang sampah
organik dan non organik di
sembarang tempat?

Apakah anda pernah


membuat pencemaran
lingkungan di area kerja
99,86 141,185 ,947 ,988
seperti membuang sampah
organik dan non organik di
sembarang tempat?

UJI NORMALITAS PENGETAHUAN

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

SKOR_penget ,172 46 ,002 ,934 46 ,012

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error


85

SKOR_penget Mean 6,93 ,198

95% Confidence Interval for Lower Bound 6,54


Mean
Upper Bound 7,33

5% Trimmed Mean 6,98

Median 7,00

Variance 1,796

Std. Deviation 1,340

Minimum 4

Maximum 9

Range 5

Interquartile Range 2

Skewness -,282 ,350

Kurtosis -,476 ,688

UJI NORMALITAS PERILAKU

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

skor_peri ,185 46 ,000 ,903 46 ,001

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

skor_peri Mean 101,46 1,719

95% Confidence Interval for Lower Bound 97,99


Mean
Upper Bound 104,92
86

5% Trimmed Mean 101,46

Median 101,00

Variance 135,943

Std. Deviation 11,659

Minimum 84

Maximum 120

Range 36

Interquartile Range 22

Skewness ,076 ,350

Kurtosis -1,528 ,688

UJI NORMALITAS PENGAWASAN

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

SKOR_pengawas ,254 46 ,000 ,848 46 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

SKOR_pengawas Mean 41,26 ,603

95% Confidence Interval for Lower Bound 40,05


Mean
Upper Bound 42,48

5% Trimmed Mean 41,23

Median 40,00

Variance 16,730
87

Std. Deviation 4,090

Minimum 36

Maximum 47

Range 11

Interquartile Range 8

Skewness ,020 ,350

Kurtosis -1,717 ,688

HASIL UNIVARIAT

kategori_pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang Baik 16 34,8 34,8 34,8

Baik 30 65,2 65,2 100,0

Total 46 100,0 100,0

Kategori_perilaku

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak aman 22 47,8 47,8 47,8

Aman 24 52,2 52,2 100,0

Total 46 100,0 100,0


88

kategori_pengawasan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 19 41,3 41,3 41,3

Tinggi 27 58,7 58,7 100,0

Total 46 100,0 100,0

UJI CHI SQUARE

kategori_pengetahuan * Kategori_perilaku Crosstabulation

Kategori_perilaku

Tidak aman Aman Total

kategori_pengetahuan Kurang Baik Count 16 0 16

Expected Count 7,7 8,3 16,0

% within
100,0% 0,0% 100,0%
kategori_pengetahuan

Baik Count 6 24 30

Expected Count 14,3 15,7 30,0

% within
20,0% 80,0% 100,0%
kategori_pengetahuan

Total Count 22 24 46

Expected Count 22,0 24,0 46,0

% within
47,8% 52,2% 100,0%
kategori_pengetahuan
89

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 26,764a 1 ,000

Continuity Correctionb 23,654 1 ,000

Likelihood Ratio 33,658 1 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear Association 26,182 1 ,000

N of Valid Cases 46

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,65.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

For cohort Kategori_perilaku


5,000 2,444 10,228
= Tidak aman

N of Valid Cases 46

kategori_pengawasan * Kategori_perilaku Crosstabulation

Kategori_perilaku

Tidak aman Aman Total

kategori_pengawasan Rendah Count 19 0 19

Expected Count 9,1 9,9 19,0

% within
100,0% 0,0% 100,0%
kategori_pengawasan

Tinggi Count 3 24 27
90

Expected Count 12,9 14,1 27,0

% within
11,1% 88,9% 100,0%
kategori_pengawasan

Total Count 22 24 46

Expected Count 22,0 24,0 46,0

% within
47,8% 52,2% 100,0%
kategori_pengawasan

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 35,313a 1 ,000

Continuity Correctionb 31,841 1 ,000

Likelihood Ratio 44,846 1 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear Association 34,545 1 ,000

N of Valid Cases 46

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,09.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

For cohort Kategori_perilaku


9,000 3,097 26,156
= Tidak aman

N of Valid Cases 46
91

Anda mungkin juga menyukai