Anda di halaman 1dari 12

aksesibilitas

penyandang disabilitas
Firsta Yufi Amarta Putri 195120300111047
Naura Thabina Nastiti 195120300111048
Yossi Aditya Pratama 195120307111037
Julia Handari Nur Adni 195120307111044
Apa itu aksesibilitas ?
basic; fenomena
Tidak dapat kita pungkiri, bahwa dalam kehidupan bermasyarakat
di Indonesia masih banyak hambatan bagi penyandang disabilitas,
baik dari lingkungan keluarga mau pun lingkungan masyarakat.
Adanya hambatan-hambatan tersebut dapat menutup akses serta
kapabilitas bagi para penyandang disabilitas.

Secara garis besar terdapat 2 jenis aksesibilitas, yaitu:


Aksesibilitas fisik: mencakup aksesibilitas menuju fasilitas umum
seperti gedung, transportasi, dan sebagainya
Aksesibilitas non-fisik: mencakup aksesibilitas teknologi dan
informasi
basic; fenomena
Beberapa contoh fenomena atau permasalahan aksesibilitas
yaitu:
Implementasi jalur ramah disabilitas atau guiding block
di trotoar bagi penyandang tunanetra
Adanya kendala penerimaan calon mahasiswa disabilitas
pada beberapa perguruan tinggi
Permasalahan lain yang dialami: fasilitas yang kurang
memadai, kurangnya lapangan pekerjaan, dsb.
LANDASAN TEORI

Menurut Maftuhin (2017) dalam Propiona (2021), terdapat beberapa


aspek mengenai pembangunan inklusif yang berkaitan akan pemenuhan
hak penyandang disabilitas, yaitu; 1) aspek kesejahteraan, 2) aspek
layanan publik, 3) aspek partisipasi pembangunan, serta 4) aspek akses
terhadap pekerjaan.
Dari sekian studi yang membahas mengenai inclusive city, dapat
disimpulkan bahwa kajia mengenai inclusive city tidak terikat secara
khusus dengan isu-isu yang berkaitan dengan difabel, konsep inclusive city
di Indonesia sendiri selalu terikat dengan pemenuhan hak penyandang
difabel, sebagaimana konsep pendidikan inklusif juga lebih terikat dengan
hak penyandang difabel, bukan mengenai inklusivitas ras, etnis atau pun
agama (Maftuhin, 2017).
UNDANG-UNDANG
PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK
Amanat Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 13 Tahun 2013 sebagaimana pasal
59 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa setiap bangunan gedung, kecuali rumah
tinggal tunggal dan rumah deret sederhana, harus menyediakan fasilitas dan
aksesbilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang disabilitas
dan lanjut usia untuk masuk dan keluar dari bangunan gedung serta beraktivitas
dalam bangunan gedung secara mudah, aman, nyaman, dan mandiri.
Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi toilet,
tempat parkir, telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ramp,
tangga, dan lift bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia.
Hak aksesibilitas bagi penyandang disabilitas meliputi hak mendapatkan akses
dan memanfaatkan fasilitas publik serta mendapatkan akomodasi yang layak
sebagai bentuk aksesibilitas bagi individu (UU No. 8/2016).
UNDANG-UNDANG
PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK
Setiap pengadaan sarana dan prasarana umum yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau masyarakat, wajib menyediakan aksesibilitas. Penyediaan
aksesibilitas salah satunya akses dalam bentuk fisik. Salah satu bentuk aksesibilitas
dalam bentuk fisik adalah aksesibilitas pada jalan umum (PP RI, No. 43/1998)
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang bertujuan
untuk memberikan kejelasan dan pengaturan mengenai pelayanan publik bagi
seluruh warga negara termasuk penyandang difabel. Undang-Undang ini secara
tegas menyatakan bahwa pelayanan publik memiliki beberapa asas yang
memberikan kemudahan berupa akses kepada difabel.
Pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/ atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
praktek & pelaksanaan
serta
pihak yang terlibat
Dalam CRPD pasal 9 ayat 1 dijelaskan bahwa pemangku kebijakan harus menjamin akses bagi
penyandang disabilitas, atas dasar kesamaan dan kesetaraaan dengan masyarakat lainnya.
Beberapa yang harus dijamin tersebut adalah lingkungan fisik, transportasi, fasilitas kesehatan
dan pendidikan informasi dan komunikasi, serta akses terhadap fasilitas dan jasa pelayanan lain
yang terbuka atau tersedia untuk publik, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Kewajiban tersebut diatur pada beberapa pasal dalam UU Penyandang Disabilitas,
detailnya sebagai berikut
a. Akses pada infrastruktur meliputi bangunan gedung, jalan, permukiman, dan pertamanan dan
permakaman:
Pasal 97
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin infrastruktur yang mudah diakses oleh
Penyandang Disabilitas.
2) Infrastruktur yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a) Bangunan gedung;
b) Jalan;
c) Permukiman; dan
d) Pertamanan dan permakaman.
b. Akses pada bangunan rumah tinggal tunggal yang dihuni oleh penyandang disabilitas:
Pasal 100
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi penyediaan fasilitas yang mudah diakses
pada bangunan rumahtinggal tunggal yang dihuni oleh Penyandang Disabilitas.
c. Penyediaan fasilitas pejalan kaki:
Pasal 101 ayat 1
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan fasilitas Untuk pejalan kaki yang mudah
diakses oleh Penyandang Disabilitas.
d.Penyediaan fasilitas penyeberangan pejalan kaki:
Pasal 102 ayat (1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan tempat penyeberangan pejalan kaki yang
mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas. Penyediaan akses pada transportasi publik:
Pasal 105 ayat 1dan 2
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan Pelayanan Publik yang mudah diakses
oleh Penyandang Disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Pelayanan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pelayanan jasa transportasi
Publik.
pihak yang terlibat

Sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah


disebutkan sebelumnya, maka pihak-pihak
yang terlibat dalam mewujudkan aksesibilitas
bagi penyandang disabilitas yaitu;
Pemerintah
Masyarakat
resource
Propiona, J. K. (2021). Implementasi Aksesibilitas
Fasilitas Publik Bagi Penyandang Disabilitas.
Jurnal Analisa Sosiologi, 10.

Maftuhin, A. (2017). Mendefinisikan kota inklusif:


Asal-usul, teori dan indikator. Jurnal Tata Loka,
19(2), 93-103.

C untuk konfeti
O untuk gelembung
X untuk menutup

Anda mungkin juga menyukai