Anda di halaman 1dari 38

Vektor di Ruang Euclidean

Definisi Vektor
• Kuantitas fisik dapat direpresentasikan dalam dua jenis: skalar dan
vektor

• Skalar: nilai numerik yang menyatakan besaran kuantitas fisik tersebut


Contoh: temperatur 15 C, laju kendaraan 75 km/jam, panjang 2,5 m

• Vektor: kuantitas fisik yang memiliki besar dan arah v= 80 km/jam

Contoh: kecepatan (v) mobil 80 km/jam ke arah timur laut


45
Notasi vektor
• Vektor dilambangkan dengan huruf-huruf kecil (dicetak tebal) atau
memakai tanda panah (jika berupa tulisan tangan)
Contoh, u, v, w, … atau 𝑢, 𝑣⃗, 𝑤, …
a, b, c, …

• Secara geometri, vektor di ruang dwimatra (2D) dinyatakan sebagai


garis berarah
B
u v
w

w = 𝐴𝐵
A

Ruang Vektor
• Ruang tempat vektor didefinisikan
• Disebut juga ruang Euclidean
• R2, R3, Rn

Vektor di R2 Vektor di R3
𝑣
𝑣
v = (v1, v2) atau 𝐯 = 𝑣 v = (v1, v2, v3) atau v = 𝑣
𝑣
Vektor di Rn:
𝑣
𝑣
v = (v1, v2, …, vn) atau v = ⋮
𝑣
(tidak ada gambaran geometri vektor di Rn)

• Semua vektor yang ditulis sebagai v = (v1, v2), v = (v1, v2, v3), atau
v = (v1, v2, …, vn) berawal dari titik asal O.
5 (4, 5)

• Titik asal vektor di R2 adalah (0, 0) v

• Titik asal vektor di R3 adakah (0, 0, 0)


• Titik asal vector di Rn adalah (0, 0, …, 0) 0 4
v = (4, 5)

• Vektor nol adalah vektor yang semua komponennya 0


- Vektor nol dilambangkan dengan 0
- Vektor 0 di R2: 0 = (0, 0)
- Vektor 0 di R3: 0 = (0, 0, 0)
- Vektor 0 di Rn: 0 = (0, 0, …, 0)

• Negatif dari vektor v dilambangkan dengan –v


v

–v
Contoh-contoh vektor:
(i) u = (4, 5)  vektor di R2
(ii) v = (–2, 3, 10)  vektor di R3
(iii) w = (1, –5, 0, 7, 8)  vector di R5
(iv) c = (r, g, b)  warna di dalam model RGB (red-green-blue)

Penjumlahan dua vektor


• Menggunakan kaidah parallelogram atau kaidah segitiga
• Jika v = (v1, v2, …, vn) dan w = (w1, w2, …, wn)
maka v + w = (v1 + w1, v2 + w2, …, vn + wn)

• Contoh 1: Misalkan v = (3, –1 , 4) dan w = (4, 0, 8) maka


v + w = (3 + 4, –1 + 0, 4 + 8) = (7, –1 , 12)

Pengurangan dua vektor


w – v = w + (–v)
• Jika v = (v1, v2, …, vn) dan w = (w1, w2, …, wn)
maka v – w = (v1 – w1, v2 – w2, …, vn – wn)

• Contoh 2: Misalkan v = (3, –1 , 4) dan w = (4, 0, 8) maka


v – w = (3 – 4, –1 – 0, 4 – 8) = (–1, –1 , –4)

Perkalian vektor dengan skalar


kv = vektor yang panjangnya |k| kali Panjang v
• Jika v = (v1, v2, …, vn) maka kv = (kv1, kv2, …, kvn)

• Contoh 3: Misalkan v = (4, 6 , –2) maka


(8, 12, –4)
2v = (8, 12, –4)
½v = (2, 3, –1)
2v
(4, 6 , –2)

v (2, 3, –1)
½v

Vektor yang tidak berawal dari titik asal


Di R2 : Misalkan P1(x1, y1) dan P2(x2, y2), maka

v = 𝑃 𝑃 = 𝑂𝑃 – 𝑂𝑃
= (x2, y2) – (x1, y1)
= (x2 – x1, y2 – y1)

Di R3 : Misalkan P1(x1, y1, z1) dan P2(x2, y2, z2), maka

v = 𝑃 𝑃 = (x2 – x1, y2 – y1, z2 – z1)

Contoh 3: Misalkan P1(2, – 1, 4) dan P2(7, 5, –8), maka


v = 𝑃 𝑃 = (x2 – x1, y2 – y1, z2 – z1) = (7 – 2, 5 – (–1), –8 – 4) = (5, 6, –12)
Norma sebuah vektor
• Panjang (atau magnitude) sebuah vektor v dinamakan norma (norm) v.
• Norma vektor v dilambangkan dengan 𝐯 .
• Norma sebuah vektor dinamakan juga norma Euclidean.

 
• Norma vektor v = (v1, v2) di R2 adalah 𝐯 = 𝑣 + 𝑣

 
• Norma vektor v = (v1, v2, v3) di R3adalah 𝐯 = 𝑣 + 𝑣 +𝑣

 
• Norma vektor v = (v1, v2, …, vn) di Rn adalah 𝐯 = 𝑣 + 𝑣 + … + 𝑣

• Jika P1(x1, y1) dan P2(x2, y2) adalah dua titik di R2 maka jarak (d) kedua titik
tersebut adalah norma vektor 𝑃 𝑃 :

 
d = 𝑃 𝑃 = (𝑥 − 𝑥 ) +(𝑦 − 𝑦 )

• Jika P1(x1, y1, z1) dan P2(x2, y2, z2) adalah dua titik di R3 maka jarak (d) kedua titik
tersebut adalah norma vektor 𝑃 𝑃 :

 
d = 𝑃 𝑃 = (𝑥 − 𝑥 ) +(𝑦 − 𝑦 ) +(𝑧 − 𝑧 )

• Jika u = (u1, u2, …, un) dan v = (v1, v2, …, vn) adalah dua titik di Rn maka jarak (d)
kedua titik tersebut adalah d(u, v):

 
d(u, v) = 𝐮 − 𝐯 = (𝑢 − 𝑣 ) +(𝑢 − 𝑣 ) + … + (𝑢 − 𝑣 )
Contoh 4:
(i) Misalkan v = (6, –2 , 3), maka norma vektor v adalah
     
𝐯 = 6 + (−2) +(3) = 36 + 4 + 9 = 49 = 7

(ii) Jika P1(2, –1 , –5) dan P2(4, –3 , 1) maka jarak kedua titik adalah
 
d = 𝑃 𝑃 = (4 − 2) +(−3 − (−1)) +(1 − −5 )
     
= 4 + 4 + 36 = 44 = 2 11

(iii) Misalkan u = (1, 3, –2, 7) dan v = (0, 7, 2, 2) adalah dua titik di R4


maka jarak antara u dan v adalah:
   
d(u, v) = 𝐮 − 𝐯 = (1 − 0) +(3 − 7) +(−2 − 2) +(7 − 2) = 58

Arah sebuah vektor


• Misalkan v = (v1, v2, v3) adalah vector di R3 maka arah vektor v adalah

z
 cos  =
v 𝐯


 cos  =
𝐯
y

cos  =
x 𝐯
Sifat-sifat aljabar vektor
TEOREMA
Jika u, v dan w adalah komponen vector pada 𝑅 dan jika k dan m
adalah skalar, maka

Kombinasi linier vektor


• Sebuah vektor dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor-
vektor lain.
Contoh: u = 3v + 2w – 5x ; v, w, dan x adalah vektor-vektor di R3

• Secara umum, jika w adalah vektor di Rn, maka w dapat dinyatakan


sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor v1, v2, …., vr jika w dapat
dinyatakan sebagai

w = k1v1 + k2v2 + …. + krvr

yang dalam hal ini k1, k2, …, kr adalah skalar.


Contoh 1: Tentukan semua k1, k2, dan k3 sehingga
k1(1, 2, 3) + k2(2, –3 , 1) + k3(3, 2, –1) = (6, 14, –2)
Penyelesaian:
1 2 3 6
k1 2 + k2 −3 + k3 2 = 14
3 1 −1 −2

Diperoleh sistem persamaan linier (SPL):


k1 + 2k2 + 3k3 = 6
2k1 – 3k2 + 2k3 = 14
3k1 + k2 – k3 = –2

Selesaikan SPL di atas dengan metode eliminasi Gauss, diperoleh:


k1 = 1, k2 = –2, k3 = 3

Vektor satuan
• Vektor satuan (unit vector) adalah vektor dengan panjang = 1

• Dilambangkan dengan u
𝐯
• Jika v adalah vektor di Rn dan v  0 maka 𝐮 = v atau 𝐮 =
𝐯 𝐯
• Vektor u memilik arah yang sama dengan v
• Proses “membagi” sebuah vektor v dengan panjangnya dinamakan
menormalisasi vektor.
(sebenarnya bukan membagi, karena vektor tidak bisa dibagi)
Contoh 2: Misalkan v = (6, –2 , 3), maka norma vektor v adalah
     
𝐯 = 6 + (−2) +(3) = 36 + 4 + 9 = 49 = 7 dan vektor satuannya:

u= (6, –2 , 3) = ( , − , )

Periksa bahwa panjang u adalah satu,

 
𝐮 = (6/7) +(−2/7) +(3/7)

 
= + +

 
= =1

Vektor satuan standard


• Vektor satuan standard di R2 adalah i dan j:
i = (1, 0) dan j = (0, 1)

• Setiap vektor v = (v1, v2) di R2 dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier


v = v1i + v2j

• Vektor satuan standard di R3 adalah i, j, dan k:


i = (1, 0, 0), j = (0, 1, 0), dan k = (0, 0, 1),

• Setiap vektor v = (v1, v2, v3) di R3 dapat dinyatakan sebagai


kombinasi liner v = v1i + v2j + v3k
• Vektor satuan standard di Rn adalah e1, e2, …, en,
e1 = (1, 0, 0, …, 0), e2 = (0, 1, 0, …, 0), …, dan en = (0, 0, 0, …, 1),

• Setiap vektor v = (v1, v2, …, vn) di Rn dapat dinyatakan sebagai


kombinasi linier v = v1e1 + v2e2 + … + vnen

Contoh 3:
(i) v = (8, –4) = 8i – 4j
(ii) v = (6, –2 , 3) = 6i – 2j + 3k
(ii) v = (4, 6 , 10, –1) = 4e1 + 6e2 + 10e3 – e4

Perkalian titik (dot product)


• Jika u dan v adalah vektor tidak nol di R2 atau R3, maka perkalian titik (dot
product), atau disebut juga Euclidean inner product, u dan v adalah

𝐮 𝐯= 𝐮 𝐯 cos 
yang dalam hal ini  adalah sudut yang dibentuk oleh u dan v.
• Jika u = 0 atau v = 0, maka 𝐮 𝐯 = 0
Contoh 4: Misalkan u = (0, 0, 1) dan v = (0, 2, 2), sudut yang dibentuk oleh
u dan v dapat ditentukan dari gambar adalah 45.

Maka dapat dihitung,

𝐮 𝐯 = 𝐮 𝐯 cos 
   
= ( 0 + 0 + 1 )( 0 + 2 + 2 ) cos 45
45
     
= ( 1)( 8) 2
 
=
=2

• Jika u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah dua vektor di R3 maka
dapat dibuktikan (bukti tidak diperlihatkan di sini) bahwa

𝐮 𝐯 = u1v1 + u2v2 + u3v3

• Secara umum, jika u = (u1, u2, …, un) dan v = (v1, v2, …, vn) adalah dua
buah vektor di Rn maka

𝐮 𝐯 = u1v1 + u2v2 + … + unvn


Contoh 5: Tinjau kembali Contoh 4, u = (0, 0, 1) dan v = (0, 2, 2), maka
𝐮 𝐯 = 0 0 + 0 2 + 1 2 =0+0+2 =2
sama dengan hasil pada Contoh 4.

Contoh 6: Misalkan u = (–1, 3, 5, 7) dan v = (–3, –4, 1, 0), maka


𝐮 𝐯 = –1 −3 + 3 −4 + 5 1 + 7 (0)
= 3 – 12 + 5 + 0
= –4

• Dari rumus perkalian titik 𝐮 𝐯 = 𝐮 𝐯 cos  dapat ditulis menjadi


𝐮 𝐯
cos  =
𝐮 𝐯

dan karena 𝐮 𝐯 = u1v1 + u2v2 + … + unvn , maka

u1v1 + u2v2 + … + unvn


cos  =
𝐮 𝐯
Contoh 6: Carilah sudut antara vektor u = (2, –1, 1) dan v = (1, 1, 2).
Penyelesaian:
u1v1 + u2v2 + u3v3
cos  =
𝐮 𝐯
( )( )
=    
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

=   

= =
 = arc cos = 60

Sifat-sifat perkalian dot(titik)


TEOREMA
Jika u, v dan w adalah komponen vector pada 𝑅 dan jika k adalah
skalar, maka
Teorema: Misalkan u dan v adalah vector-vector di R2 atau R3. Kondisi di
bawah ini berlaku
(1)𝐯 𝐯 = 𝐯 2 dan 𝐯 = (𝐯 𝐯)1/2
(2) Jika u dan v adalah vektor tidak-nol dan  adalah sudut antara kedua
vector, maka
•  adalah sudut lancip (0 <  < 90) jika dan hanya jika 𝐮 𝐯 > 0
•  adalah sudut tumpul (90 <  < 180) jika dan hanya jika u 𝐯 < 0
•  = 90 jika dan hanya jika u 𝐯 = 0 (u  v atau ortogonal)

sudut lancip sudut tumpul ortogonal

Contoh 7:
(i) Misalkan u = (6, 3, 3) dan v = (4, 0, –6), maka
𝐮 𝐯 = 6 4 + 3 0 + 3 −6
= 24 + 0 – 18
=6>0
Jadi, u dan v membentuk sudut lancip

(ii) Misalkan u = (4, 1, 6) dan v = (–3, 0, 2), maka


𝐮 𝐯 = 4 −3 + 1 0 + 6 2
= –12 + 0 + 12
=0
Jadi, u dan v saling tegak lurus (ortogonal)
Ketidaksamaan Cauchy-Schwarz
TEOREMA Cauchy-Schwarz Inequality

Perkalian Dot
dan Matriks
Ortogonal dan ortonormal
• Dua buah vektor tak-nol u dan v di Rn dikatakan ortogonal atau saling
tegak lurus jika 𝐮 𝐯 = 0,

• Vektor nol selalu ortogonal dengan setiap vektor di Rn

• Himpunan vektor di Rn disebut himpunan ortogonal jika setiap pasang


vektor di dalam himpunan tersebut ortogonal.

• Himpunan ortogonal vektor-vektor satuan dinamakan himpunan


ortonormal.

Contoh 8:
(a) Himpunan vektor {v1, v2, v3} dengan v1 = (–2, 1, 1), v2 = (1, 0, 2), dan
v3 = (–2, –5, 1) membentuk himpunan orthogonal karena
v1  v2 = −2 1 + 1 0 + 1 2 = −2 + 0 + 2 = 0
v1  v3 = −2 −2 + 1 −5 + 1 1 = −4 − 5 + 1 = 0
v2  v3 = 1 −2 + 0 −5 + 2 1 = −2 + 0 + 2 = 0

(ii) Himpunan vektor {v1, v2, v3} dengan v1 = (–3, 4, –1), v2 = (1, 2, 2), dan
v3 = (4, –3, 0) bukan himpunan orthogonal karena
v1  v2 = −3 1 + 4 2 + −1 2 = −3 + 8 − 2 = 3  0
(cukup ditunjukkan satu saja perkalian titik dua vector yang tidak
menghasilkan nol untuk menyatakan bukan himpunan ortoginal)
Contoh 9: Himpunan vektor satuan {i, j, k} di R3 adalah himpunan
orthogonal sekaligus himpunan ortonormal, karena
i  j = (1, 0, 0)  0, 1, 0 = 1 0 + 0 1 + 0 0 = 0
i  k = (1, 0, 0)  0, 0, 1 = 1 0 + 0 0 + 0 1 = 0
j  k = (0, 1, 0)  0, 0, 1 = 0 0 + 1 0 + 0 1 = 0

Proyeksi Ortogonal
• Jika u dan v adalah dua vektor di Rn dan v  0, maka u dapat
dinyatakan sebagai u = w1 + w2, yang dalam hal ini w1 adalah
proyeksi u pada v dan w2 adalah komponen dari u yang orthogonal
pada v.

v v v v

Bagaimana cara menentukan w1 dan w2?


• Tinjau gambar ini:
w1 = proyeksi u pada v
= perkalian skalar k dengan v
= kv
dan
v w2 = komponen dari u yang orthogonal pada v.
maka
u = w1 + w2 = kv + w2

u  v = (kv + w2)  v
= k 𝐯 + w2  v
𝐮 𝐯
=k 𝐯 (w2  v = 0 sebab w2  v )  𝑘 =
𝐯 𝟐

sehingga
𝐮 𝐯 𝐮 𝐯
w1 = k v = v dan w2 = u – w1 = u – kv = u – v
𝐯 𝟐 𝐯 𝟐

Contoh 10: Misalkan u = (2, –1, 3) dan v = (4, –1, 2), tentukan proyeksi
orthogonal u pada v dan komponen u yang orthogonal dengan v.
Penyelesaian:
u  v = (2)(4) + (–1)(–1) + (3)(2) = 15
 
𝐯 = ( 4 + (−1) +(2) )2 = (4)2 + (–1)2 + (2)2 = 16 + 1 + 2 = 21

maka
𝐮 𝐯
w1 = v= (4, –1, 2) = (20/7, –5/7, 10/7)
𝐯 𝟐

w2 = u – w1 = (2, –1, 3) – (20/7, –5/7, 10/7) = (–6/7, –2/7, 11/7)


Vektor Normal
• Vektor normal (atau normal saja) adalah vector yang tegak lurus
dengan sebuah garis atau sebuah bidang

 (a, b, c)
P(x, y)  (a, b)

n n

P0(x0, y0)  
P(x, y, z) P0(x0, y0, z0,

n = vektor normal = normal

 (a, b, c)
P(x, y)  (a, b)
 n
n
  
P0(x0, y0)
P(x, y, z) P0(x0, y0, z0,

n = (a, b) n = (a, b, c)
𝑃 𝑃 = (x – x0, y – y0) 𝑃 𝑃 = (x – x0, y – y0, z – z0)

n dan 𝑃 𝑃 orthogonal, sehingga n dan 𝑃 𝑃 orthogonal, sehingga


n𝑃 𝑃=0 n𝑃 𝑃=0

a(x – x0) + b(y – y0) = 0 a(x – x0) + b(y – y0) + c(z – z0) = 0
Contoh 11:
(i) Persamaan 7(x – 1) + 2(y + 3) = 0 menyatakan persamaan garis
lurus yang melalui titik (1, –3) dengan normal n = (7, 2).

(ii) (i) Persamaan 2(x – 3) – 5(y – 6) + 7z = 0 menyatakan persamaan


bidang yang melalui titik (3, 6, 0) dengan normal n = (2, –5, 7).

Contoh 12: Carilah persamaan bidang yang melalui titik P(2, 6, 1) dan
tegak lurus dengan n = (1, 4, 2).
Penyelesaian: a(x – x0) + b(y – y0) + c(z – z0) = 0
1(x – 2) + 4(y – 6) + 2(z – 1) = 0
x – 2 + 4y – 24 + 2z – 2 = 0
x + 4y + 2z – 28 = 0

• Bentuk umum persamaan garis adalah ax + by + c = 0 dengan normal


n = (a, b)

• Bentuk umum persamaan bidang adalah ax + by + cz + d = 0 dengan


normal n = (a, b, c)
Contoh 13: Carilah persamaan bidang yang melalui titik (3, 2, 1), (2, 1, –1), dan (–1, 3, 2).
Penyelesaian:
Persamaan bidang: ax + by + cz + d = 0
(3, 2, 1)  3a + 2b + c + d = 0
(2, 1, –1)  2a + b – c + d = 0
(–1, 3, 2)  –a + 3b + 2c + d = 0

SPL:
3a + 2b + c + d = 0
2a + b – c + d = 0
–a + 3b + 2c + d = 0
Selesaikan SPL dengan metode eliminasi Gauss untuk menemukan nilai a, b, c, dan d (solusi
berbentuk parametrik, karena banyak sekali bidang yang melalui ketiga titik tersebut)

Jarak sebuah titik ke garis dan ke bidang


• Di R2, jarak antara titik P0(x0, y0) dengan garis ax + by + c = 0 adalah

𝑑=  

• Di R3, jarak antara titik P0(x0, y0, z0) dengan bidang ax + by + cz + d = 0


adalah
𝑑=  
Contoh 14: Tentukan jarak dari titik (1, –4, –3) ke bidang 2x – 3y + 6z = -1
Penyelesaian:
2x – 3y + 6z = –1  2x – 3y + 6z + 1 = 0 a = 2, b = –3, c = 6, d = 1

( )
𝑑=   =   =
( )

Jarak antara dua bidang paralel

Jarak antara bidang V dan bidang W = jarak dari P0 ke W


Contoh 15: Tentukan jarak antara bidang x + 2y – 2z = 3 dan bidang 2x + 4y –
4z = 7
Penyelesaian:
Bidang x + 2y – 2z – 3 = 0  n = (1, 2, –2)
Bidang 2x + 4y – 4z – 7 = 0  n = (2, 4, –4)

Pilih sebuah titik di bidang x + 2y – 2z – 3 = 0:


ambil y = 0, z = 0, maka x = 3 – 2y + 2z = 3 – 2(0) + 2(0) = 3
diperoleh titik (3, 0, 0)

Hitung jarak dari (3, 0, 0) ke bidang 2x + 4y – 4z – 7 = 0 sbb:


𝑑=   =   =
( )

Perpotongan garis dengan bidang


• Kedudukan sebuah garis dengan bidang dapat memiliki tiga kemungkinan:
1. Garis memotong bidang di sebuah titik
2. Garis sejajar dengan bidang
3. Garis terletak pada bidang

Sumber: MIT Open CourseWare. http://ocw.mit.edu


Contoh 16: Diketahui bidang P dengan persamaan 2x + y – 4z = 4.
(a) Tentukan semua titik potong P dengan garis x = t, y = 2 + 3t, z = t
(b) Tentukan semua titik potong P dengan garis x = 1 + t, y = 4 + 2t, z = t
(c) Tentukan semua titik potong P dengan garis x = t, y = 4 + 2t, z = t
Penyelesaian: Ket: Persamaan garis dalam bentuk parametrik
a) Sulihkan x, y, dan z ke dalam persamaan bidang:
2(t) + (2 + 3t) – 4(t) = 4  t = 2
Gunakan t untuk menemukan (x, y, z) = (2, 8, 2)  berpotongan pada satu titik
b) Sulihkan x, y, dan z ke dalam persamaan bidang:
2(1 + t) + (4 + 2t) – 4(t) = 4  6 = 4  tidak ada nilai t yang memenuhi persamaan ini
 garis sejajar dengan bidang
c) Sulihkan x, y, dan z ke dalam persamaan bidang:
2(t) + (4 + 2t) – 4(t) = 4  4 = 4  semua nilai t memenuhi persamaan ini
 garis terletak pada bidang

Vektor dan persamaan parametrik garis di R2


dan R3
• Misalkan L adalah garis di R2 atau R3 yang
mengandung titik x0 dan paralel dengan vektor
v. Persamaan garis yang melalui x0 dan parallel
dengan v adalah
x = x0 + tv

• Jika x0 = 0, maka persamaan garis yang melalui


titik asal menjadi
x = tv
Contoh 17: Tentukan persamaan vektor dan persamaan parametrik garis yang melalui
titik asal dan parallel dengan vector v = (–2, 3).
Penyelesaian:
(i) Persaman vector: x = tv
Misalkan x = (x, y), maka (x, y) = t(–2, 3).
(ii) Persamaan parametrik garis: x = –2t dan y = 3t

Contoh 18: Tentukan persamaan vektor dan persamaan parametrik garis yang melalui
titik P0(1, 2, –3) dan paralel dengan vector v = (4, –5, 1).
Penyelesaian:
(i) Persaman vector: x = x0 + tv
Misalkan x = (x, y, z), maka (x, y, z) = (1, 2, –3) + t (4, –5, 1)
(ii) Persamaan parametrik garis: x = 1 + 4t, y = 2 – 5t, z = –3 + t

Vektor dan persamaan parametrik bidang di R3


• Misalkan W adalah bidang di R3 yang
mengandung titik x0 dan paralel dengan
vektor v1 dan v2. Persamaan bidang yang
melalui x0 dan parallel dengan v1 dan v2
adalah
x = x0 + t1v1 + t2v2

• Jika x0 = 0, maka persamaan bidang yang


melalui titik asal menjadi
x = t1v1 + t2v2
Contoh 19: Tentukan persamaan garis (dalam notasi vector) dan persamaan parametrik garis
yang melalui titik asal dan parallel dengan vector v = (5, –3, 6, 1).
Penyelesaian:
(i) Persaman garis (dalam notasi vektor): x = tv
Misalkan x = (w, x, y, z), maka (w, x, y, z) = t(5, –3, 6, 1).
(ii) Persamaan parametrik garis: w = 5t, x = –3t, y = 6t, z = t

Contoh 20: Tentukan persamaan bidang (dalam notasi vektor) dan persamaan parametrik
bidang yang melalui titik x0(2, –1, 0, 3) dan paralel dengan vector v1= (1, 5, 2, –4) dan v2 = (0, 7,
–8, 6).
Penyelesaian:
(i) Persaman bidang (dalam notasi vektor): x = x0 + t1v1 + t2v2
Misalkan x = (w, x, y, z), maka (w, x, y, z) = (2, –1, 0, 3) + t1(1, 5, 2, –4) +
t2(0, 7, –8, 6)
(ii) Persamaan parametrik bidang: w = 2 + t1, x = –1 + 5t1 + 7t2 , y = 2t1 – 8t2,
z = 3 – 4t1 + 6t2

Perkalian Silang (cross product)


• Jika u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah dua vektor di R3 maka
perkalian silang (cross product) antara u dan v adalah

𝑢 𝑢 𝑢 𝑢 𝑢 𝑢
𝐮𝐯=( 𝑣 𝑣 , − 𝑣 𝑣 , 𝑣 𝑣 )

𝑢 𝑢 𝑢 𝑢 𝑢 𝑢 𝑢 𝑢 𝑢
Tips: 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣
• Perkalian silang menghasilkan vektor, perkalian titik menghasilkan skalar
Contoh 1: Misalkan u = (0, 1, 7) dan v = (1, 4, 5), maka

0 1 7
1 4 5

1 7 0 7 0 1
𝐮𝐯=( ,− , )
4 5 1 5 1 4

= (5 – 28, –(0 – 7), 0 – 1)

=(–23, 7, –1)

• Jika 𝐮  𝐯 = w maka w  u dan w  v

• Pada Contoh 1 sebelumnya, u = (0, 1, 7) dan v = (1, 4, 5), dan sudah


dihitung:
(0, 1, 7)  (1, 4, 5) = (–23, 7, –1)
𝐮 𝐯 w

w  u = (–23, 7, –1)  (0, 1, 7) = (–23)(0) + (7)(1) + (–1)(7)


=0 +7–7=0 wu

w  v = (–23, 7, –1)  (1, 4, 5) = (–23)(1) + (7)(4) + (–1)(5)


= –23 + 28 – 5 = 0  w  v
Sifat-sifat Perkalian Silang
TEOREMA
Jika u, v dan w adalah komponen vector pada ruang-3 dan k adalah
skalar, maka
Perkalian Silang dan Perkalian Titik
TEOREMA
Jika u, v dan w adalah komponen vector pada ruang-3, maka

• Menurut kesamaan Lagrange (Teorema sebelumnya):

𝐮×𝐯 = 𝐮 𝐯 – (u  v)2
= 𝐮 𝐯 – ( 𝐮 𝐯 cos  )2
= 𝐮 𝐯 –( 𝐮 𝐯 cos2 )
= 𝐮 𝐯 (1 – cos2 )
= 𝐮 𝐯 sin2 

𝐮𝐯 = 𝐮 𝐯 sin   adalah sudut antara u dan v


Perkalian Silang Vektor Satuan Standard
• Vektor satuan standard di R2 adalah i dan j:
i = (1, 0) dan j = (0, 1)

• Setiap vektor v = (v1, v2) di R2 dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier


v = v1i + v2j

• Vektor satuan standard di R3 adalah i, j, dan k:


i = (1, 0, 0), j = (0, 1, 0), dan k = (0, 0, 1),

• Setiap vektor v = (v1, v2, v3) di R3 dapat dinyatakan sebagai


kombinasi liner v = v1i + v2j + v3k

• Perkalian silang i dan j: i = (1, 0, 0) dan j = (0, 1, 0), maka

1 0 0
0 1 0

0 0 1 0 1 0
𝐢𝐣=( ,− , )
1 0 0 0 0 1

= (0, 0, 1) = k

• 𝐢𝐣 =k 𝐣𝐤=i 𝐤𝐢=j


𝐣  𝐢 = −𝐤 𝐤  𝐣 = −𝐢 𝐢  𝐤 = −j
• Misalkan u = (u1, u2, u3) = u1i + u2j + u3k
dan v = (v1, v2, v3) = v1i + v2j + v3k

maka, dengan menggunakan ekspansi kofaktor:


𝐢 𝐣 𝐤 𝑢 𝑢 𝑢 𝑢 𝑢 𝑢
𝐮𝐯= 𝑢 𝑢 𝑢 = 𝑣 𝑣 i− 𝑣 𝑣 j+ 𝑣 𝑣 k
𝑣 𝑣 𝑣

Contoh 2: Lihat kembali Contoh 1,


u = (0, 1, 7) = j + 7k
v = (1, 4, 5) = i + 4j + 5k
maka

𝐢 𝐣 𝐤
1 7 0 7 0 1
𝐮𝐯= 0 1 7 = i− j+ k
4 5 1 5 1 4
1 4 5

= (5 – 28)i – (0 – 7)j + (0 – 1)k

= –23i + 7j – k
Aplikasi Geometri Perkalian Silang
1. Menghitung luas area parallelogram
Parallelogram: area paralel yang dibentuk oleh dua buah vektor

Luas parallelogram = A
A = alas x tinggi
= 𝐮 𝐯 sin 
= 𝐮𝐯 dari kesamaan Lagrange

Jadi, 𝐮  𝐯 menyatakan luas area paraleogram yang ditentukan oleh vektor u dan v

Contoh 3: Tentukan luas segitiga yang ditentukan oleh titik P1(2, 2, 0),
P2(–1, 0, 2), dan P3(0, 4, 3).
Penyelesaian: luas segitiga = ½ luas parallelogram

u = 𝑃 𝑃 = 𝑂𝑃 – 𝑂𝑃 = (–1, 0, 2) – (2, 2, 0)
= (–3, –2, 2)
v = 𝑃 𝑃 = 𝑂𝑃 – 𝑂𝑃 = (0, 4, 3) – (2, 2, 0)
= (–2, 2, 3)
−2 2 −3 2 −3 −2
𝐮𝐯=( ,− , )
2 3 −2 3 −2 2
= (–10, 5, –10)

 
𝐮  𝐯 = (−10) +(5) +(−10) = 225 = 15
 
Luas parallelogram:

Luas segitiga P1P2P3 = ½ (15) = 7.5


2. Menghitung volume parallelepide
Parallelepide: bangun tiga dimensi yang dibentuk oleh tiga buah
vektor di R3.

Parallelepide

Tinjau tiga vektor:


u = (u1, u2, u3)
v = (v1, v2, v3)
w = (w1, w2, w3)

determinan

Nilai mutlak dari determinan, atau 𝐮  𝐯  𝐰 , menyatakan volume 𝑝𝑎𝑟𝑎𝑙𝑙𝑒𝑙𝑒𝑝𝑖𝑝𝑒𝑑


Contoh 4: Tentukan volume paralellepiped yang dibentuk oleh tiga buah
vektor u = 3i – 2j – 5k, v = i + 4j – 4k, dan w = 3j + 2k
Penyelesaian:
3 −2 −5
𝐮  𝐯  𝐰 = 1 4 −4
0 3 2

4 −4 1 −4 1 4
=3 – (−2) + (−5)
3 2 0 2 0 3

= 60 + 4 – 15
= 49

Volume parallelepiped adalah |49| = 49

Tafsiran Geometri Determinan


• Kembali ke determinan
• Misalkan u = (u1, u2) dan v = (v1, v2) adalah vektor-vektor di R2. Nilai
mutlak dari determinan
𝑢 𝑢
𝑣 𝑣
menyatakan luas parallelogram yang dibentuk oleh u dan v.

• Misalkan u = (u1, u2, u3), v = (v1, v2, v3), dan w = (w1, w2, w3), adalah
vektor-vektor di R3. Nilai mutlak dari determinan
𝑢 𝑢 𝑢
𝑣 𝑣 𝑣
𝑤 𝑤 𝑤
menyatakan volume parallelepiped yang dibentuk oleh u, v dan w.
Contoh 5: Tentukan luas paralellogram yang dibentuk oleh dua buah vektor u = 4i + 3j
dan v = 3i – 4j
Penyelesaian:
4 3 4 3
det( )= = –16 – 9 = –25
3 −4 3 −4
Luas parellogram yang dibentuk oleh u dan v adalah |–25| = 25

Contoh 6: Misalkan tiga buah vektor di R3 berikut memiliki titik asal yang sama
u = (1, 1, 2) , v = (1, 1, 5), dan w = (3, 3, 1)
Perlihatkan bahwa ketiga buah vektor tersebut terletak pada satu bidang yang sama.
Penyelesaian:
1 1 2
1 5 1 5 1 1
det( 1 1 5 ) = (1) – (1) + (2)
3 1 3 1 3 3
3 3 1
= (1)(–14) – (1)(–14) + (2)(0) = –14 + 14 + 0 = 0
Karena determinan = 0, berarti volume parallelpiped = 0, dengan kata lain ketiga buah
vektor tersebut terletak pada satu bidang yang sama.

Referensi
• Howard Anton & Chris Rores, Elementary Linear Algebra, 10th Edition

Anda mungkin juga menyukai