Anda di halaman 1dari 9

Bahasa Indonesia

Tugas 3

Pengantar Bahasa Indonesia


Nama : Moch Vito Faturochman

NIM : 101122110127

Prodi : Manajemen

Dosen Pengajar : Tresia Wulandari, S.I.Kom., M.I.Kom

Materi : Resensi & Bahasa Baku dan Non-Baku

Jawaban

1. Secara etimologis, resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu recensio atau
recensere yang artinya meninjau, menimbang, mengulas, atau menilai. Pada Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa resensi adalah pertimbangan atau
pembicaraan mengenai buku, bisa berarti juga ulasan buku. Dengan demikian,
resensi adalah suatu penilaian atau ulasan terhadap sebuah karya. Karya yang
dinilai dapat berupa buku, karya seni film dan drama.

Menurut WJS Poerwadarminta arti resensi secara bahasa adalah sebagai


pertimbangan atau perbincangan tentang sebuah buku yang menilai kelebihan atau
kekurangan buku tersebut. (dalam romli, 2003:75)

Suatu jenis tulisan lain yang memunyai titik singgung dengan ringkasan dan ikhtisar
adalah resensi. Resensi adalah tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya
atau buku. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah
sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau
tidak.

Tujuan/Maksud
Tujuan penulisan resensi pada umumnya menginformasikan hal-hal yang termuat
dalam sebuah tulisan secara sekilas kepada pembaca. Resensi akan menjadi
petunjuk bagi pembaca untuk memutuskan apakah tulisan tersebut patut dibaca
lebih mendalam atau tidak.
Unsur-unsur atau Kriteria-kriteria Resensi
Unsur-unsur yang terdapat dalam resensi antara lain:
1) Judul Resensi, Judul semestinya harus mempunyai kesinambungan dengan isi
resensi. Selain itu, judul yang menarik memberikan nilai lebih tersendiri.
2) Identitas/Data Buku, yang meliputi:
• Judul Resensi Buku
• Nama Penulis
• Penerbit
• Tahun Terbit
• Lokasi Terbit
• Jumlah/Tebal Halaman
• Harga Buku
3) Pendahuluan Resensi
4) Sinopsis/Isi Buku
5) Kepengarangan, penilaian yang dapat meliputi keunggulan dan kelemahan
buku
6) Kesimpulan/Penutup

Manfaat-Manfaat Resensi

Manfaat resensi buku antara lain:

1) Mengetahui kelebihan dan kekurangan buku


2) Memberikan gambaran dan penilaian umum kepada pembaca
3) Menilai kualitas buku dan membandingkannya dengan karya lain
4) Memberikan masukan berupa kritikan dan saran kepada penulis
5) Sebagai sarana promosi buku.

2. Menurut Rahardi (2009: 179) dalam membuat resensi ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu:
• Bahasa yang digunakan harus jelas, tegas, tajam, akurat
• Pilihan kata yang digunakan harus baik, tepat, dan tidak konotatif Bahasa
Indonesia
• Format dan isi resensi harus disesuaikan dengan kompetensi, minat dan
motivasi pembaca
• Objektif, seimbang, dan proporsional dalam menyampaikan timbangan
terhadap buku atau hasil karya.

Meresensi buku merupakan kegiatan ilmiah untuk memberikan tanggapan dan


penilaian terhadap isi buku yang kita baca. Biasanya buku yang diresensi adalah
buku terbitan baru, jadi melalui resensi ini para pembaca dapat menentukan
menarik atau tidaknya buku yang mereka ingin baca. Penulis resensi seringkali
mendapat kesulitan saat meresensi sebuah buku dan juga dikarenakan tidak boleh
sembarang orang untuk meresensi sebuah buku dengan baik dan benar maka
diharapkan langkah-langkah praktis berikut ini dapat memberikan gambaran lebih
jelas untuk dapat meresensi sebuah buku dengan baik dan benar.

1. Melakukan penjajakan atau pengenalan buku yang diresensi, meliputi:


• Tema buku yang diresensi, serta deskripsi buku.
• Siapa penerbit yang menerbitkan buku itu, kapan dan di mana diterbitkan,
tebal (jumlah bab dan halaman), format hingga harga.
• Siapa pengarangnya: nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan
presentasi buku atau karya apa saja yang ditulis sampai alasan mengapa ia
menulis buku itu.
• Penggolongan/bidang kajian buku itu: ekonomi, teknik, politik,
pendidikan, psikologi, sosiologi, filsafat, bahasa, sastra, atau lainnya.
2. Pengembangan Peta Permasalahan Dalam Buku Dengan Tepat Dan Akurat
Peta permasalahan dalam buku itu perlu dipahami dengan tepat dan akurat agar
isi resensi menjadi tulisan yang terstruktur sesuai dengan isi yang ada dalam
buku yang akan diresensi. Hal itu dilakukan dengan terlebih dahulu membaca
buku yang akan diresensi dilakukan secara komprehensif, menyeluruh, cermat,
dan teliti. Hal tersebut baiknya langsung dikembangkan menjadi sebuah
ringkasan atau intisari dari buku resensi, agar apa yang sudah dilakukan di atas
tidak terbuang percuma. Dalam meresensi novel biasanya ringkasan tersebut
berupa sinopsis, yang tentunya dalam sinopsis tidak terlepas dari alur cerita
yang ada dalam novel.
3. Menentukan Sikap Atau Penilaian Buku
Dalam mentukan sikap atau penilaian terhadap buku, maka harus diperhatikan
hal-hal seperti: organisasi atau kerangka penulisan (bagaimana hubungan antar
bagian satu dengan lainnya, bagaimana sistematika penulisan yang ada dalam
buku), isi pernyataan (bagaimana bobot idenya, seberapa kuat analisanya,
bagaimana kelengkapan penyajian datanya, dan bagaimana kreativitas
pemikirannya), bahasa (bagaimana ejaan yang disempurnakan diterapkan,
bagaimana penggunaan kalimat dan ketepatan pilihan kata di dalamnya), aspek
teknis (bagaimana tata letak, bagaimana tata wajah, bagaimana kerapian dan
kebersihan, dan kualitas cetakannya).
4. Merevisi Atau Mengoreksi Resensi
Terakhir, peresensi menulis resensi dan hendaknya mengoreksi atau merevisi
hasil resensi dengan menggunakan dasar-dasar dan kriteria-kriteria yang telah
ditentukan sebelumnya. Sebuah tulisan atau karangan setelah selesai ditulis
harus dikoreksi kembali untuk mengetahui kesalahan-kesalahan dalam
karangan tersebut dan selanjutnya diperbaiki.
Tahapan menulis resensi di atas sangat baik digunakan guna memudahkan
peresensi dalam menulis sehingga resensi menjadi lebih baik dan enak untuk
dibaca. Menulis resensi dapatlah dipandang sebagai usaha membukakan mata
pembaca akan kemenarikan sebuah buku.

Secara ringkas dan pada umumnya dalam meresensi suatu buku dilakukan dengan
cara berikut:

1) Membuat Judul Resensi.


2) Menyusun Data Buku.
3) Membuat Pembukaan Resensi.
4) Menyusun lsi Resensi.
5) Membuat Penutup Resensi.

3. Istilah bahasa baku dalam bahasa Indonesia atau standard language dalam
bahasa Inggris dalam dunia ilmu bahasa atau linguistik pertama sekali
diperkenalkan oleh Vilem Mathesius pada 1926. Ia termasuk pencetus Aliran Praha
atau The Prague School. Pada 1930, B. Havranek dan Vilem Mathesius
merumuskan pengertian bahasa baku itu. Mereka berpengertian bahwa bahasa baku
sebagai bentuk bahasa yang telah dikodifikasi, diterima dan difungsikan sebagai
model atau acuan oleh masyarakat secara luas (A Standard language can tentatively
be definite as a codified form of language accepted by and serving as a model for a
large speech community) (Garvin, 1967 dalam Purba, 1996 : 52).
Di dalam Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, Yus Rusyana
berpengertian bahwa bahasa baku atau bahasa standar adalah suatu bahasa yang
dikodifikasikan, diterima, dan dijadikan model oleh masyarakat bahasa yang lebih
luas (1984:104). Di dalam Tatabahasa Rujukan Bahasa Indonesia untuk Tingkat
Pendidikan Menengah, Gorys Keraf berpengertian bahwa bahasa baku adalah
bahasa yang dianggap dan diterima sebagai patokan umum untuk seluruh penutur
bahasa itu (1991 : 8).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jelas bahwa bahasa baku itu adalah bentuk
bahasa yang telah dikodifikasi atau ditetapkan, diterima dan difungsikan sebagai
model oleh masyarakat secara luas. Masalah kodifikasi berkait dengan masalah
ketentuan atau ketetapan norma kebahasaan. Norma-norma kebahasaan itu berupa
pedoman tata bahasa, ejaan, kamus, lafal, dan istilah.

Perbedaan berikutnya adalah dari segi penulisannya. Pada teks akademik, struktur
kalimat yang ditulis cenderung lebih sederhana melalui penggunaan kalimat
simpleks, yakni kalimat yang hanya mengandung satu aksi atau peristiwa saja.
Sedangkan pada teks non-akademik atau fiksi, struktur kalimat yang ditulis
cenderung lebih abstrak dan tidak memiliki nilai kebenaran relatif atau absolut.
Artinya, teks fiksi ditulis berdasarkan pandangan, tafsiran, pemikira dan pemikiran
dari pengarang terhadap peristiwa-peristiwa yang ada atau yang terjadi di
sekelilingnya.

Perbedaan lainnya yaitu pada isi tulisannya. Pada teks akademik isi tulisan lebih
padat akan informasi dan padat akan kata-kata leksikal yang bersifat faktual.
Maksudnya adalah segala informasi yang disajikan atau yang ditulis berdasarkan
pada kenyataan empiris, bukan pada rekaan atau khayalan (Martin, 1985b; Martin,
1992:562-563). Oleh karena itu tulisan non fiksi sering dijadikan sebagai sumber
informasi dan acuan bagi pembacanya. Sedangkan pada teks non-akademik, sajian
isi tulisan lebih bersifat rekaan atau berdasarkan daya imajinasi sang pengarang.
Teks fiksi sengaja diperuntukan untuk dinikmati serta menyasar pada perasaan atau
emosi para pembacanya. membuat sebuah kebenaran yang relatif, menggunakan
bahasa yang santai, terdapat pesan moral, serta tidak memiliki sistematika atau
keterikatan aturan apapun dalam penulisannya.

Bahasa Indonesia baku mempunyai empat fungsi, yaitu pertama, pemersatu; kedua,
penanda kepribadian; ketiga, penambah wibawa; dan keempat, kerangka acuan.
Pertama, bahasa Indonesia baku berfungsi pemersatu. Bahasa Indonesia baku
mempersatukan atau memperhubungkan penutur berbagai dialek bahasa itu.
Bahasa Indonesia baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa
Indonesia baku. Bahasa Indonesia baku mengikat kebhinekaan rumpun dan bahasa
yang ada di Indonesia dengan mangatasi batas-batas kedaerahan. Bahasa Indonesia
baku merupakan wahana atau alat dan pengungkap kebudayaan nasional yang
utama.

Berdasarkan fungsi yang telah disebutkan di atas, tidak ada alasan yang logis untuk
tidak mengatakan bahwasannya bahasa baku bahasa Indonesia tidak penting.
Bahasa baku memberi kita ruang untuk berkomunikasi dengan suku lain di
Indonesia. Selain itu, kekhasan yang dibangun oleh bahasa baku bahasa Indonesia
menjadikan bangsa Indonesia lebih berwibawa karena memiliki bahasa sendiri.
Oleh sebab itulah, bahasa Indonesia baku sangatlah penting. Baik itu untuk kita
pelajari, digunakan dalam penulisan jurnal dan karya ilmiah, ataupun untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Fungsi bahasa ada beberapa macam, di antaranya adalah sebagai alat


komunikasi. Mahasiswa sebagai penulis karya ilmiah berupaya mengomunikasikan
hasil pikirannya kepada pembaca. Untuk itu diperlukan sarana dalam
melakukannya, yakni bahasa Indonesia ragam tulis, khususnya adalah ragam baku
tulis. Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar
warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan
norma bahasa dalam pengunaannya (Arifin dan Tasai, 2010). Oleh karena itu,
penulisan karya-karya ilmiah, baik berupa buku-buku teks pelajaran, buku-buku
ilmiah maupun karya tulis ilmiah lainnya menggunakan ragam baku tulis sebagai
standar penulisannya.

Ragam bahasa yang digunakan dalam karya tulis ilmiah menunjukkan bahasa yang
sesuai dengan bidangnya, yaitu ragam keilmuan. Oleh karena itu, sudah selayaknya
bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia baku. Ciri bahasa baku sebagaimana
dikemukakan Meoliono (1988) adalah a) mempunyai kemantapan dinamis, artinya
kaidah bahasa itu bersifat tetap dan tidak berubah setiap saat, b) sifat
kecendekiaanya, artinya perwujudan satuan bahasa yang mengungkapkan
penalaran yang teratur dan logis, dan c) adanya proses penyeragaman kaídah bukan
penyamaan ragam bahasa, atau penyeragaman variasi bahasa. Sifat kecendekiaan
juga merupakan ciri bahasa baku. Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku
dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang
yang terpelajar atau cendekia. Di sisi lain, ragam bahasa baku dapat dengan tepat
memberikan gambaran apa yang menjadi maksud dari pembicara atau penulis.

5. Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya,


namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku
tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah
satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang
satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang
digunakannya terhadap bahasa Indonesia. Saat kita mempergunakan bahasa
Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya kapan kita mempunyai
ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapai ragam bahasa
non baku dipakai pada situasi santai dengan keluarga, teman, dan di pasar, tulisan
pribadi, buku harian. Ragam bahasa non baku sama dengan bahasa tutur, yaitu
bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam percakapan.

Bahasa Indonesia baku pada umumnya dipakai di dalam beberapa konteks.


Pertama, dalam komunikasi resmi, yaitu dalam surat-menyurat resmi atau dinas,
pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi,
perundangundangan, penamaan dan peristilahan resmi. Kedua, dalam wacana
teknis, yaitu dalam laporan resmi dan karangan ilmiah berupa makalah, skripsi,
tesis, disertasi, dan laporan hasil penelitian. Ketiga, pembicaraan di depan umum,
yaitu ceramah, kuliah, khotbah. Keempat, pembicaraan dengan orang yang
dihormati, yaitu atasan dengan bawahan di dalam kantor, siswa dan guru di kelas
atau di sekolah, guru dan kepala sekolah di pertemuan-pertemuan resmi, mahasiswa
dan dosen di ruang perkuliahan.

Sedangkan bahasa tidak baku adalah kata yang digunakan tidak sesuai dengan
pedoman atau kaidah bahasa sudah ditentukan. Pada umumnya bahasa tidak baku
sering digunakan saat percakapan sehari-hari atau dalam bahasa tutur. Untuk jenis
kata yang satu ini ternyata bisa muncul karena penggunaan bahasa yang salah dan
terus diulang.

Bahasa non baku juga memiliki beberapa ciri-ciri, antara lain :

• Frasa atau kalimat dipengaruhi oleh bahasa daerah dan asing


• Bahasa yang digunakan percakapan sehari-hari
• Bentuknya mudah berubah-ubah dan dipengaruhi oleh zaman atau waktu
• Memiliki arti sama, walaupun kesan yang ditimbulkan berbeda dengan
bahasa baku.

Anda mungkin juga menyukai