Tugas 3
NIM : 101122110127
Prodi : Manajemen
Jawaban
1. Secara etimologis, resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu recensio atau
recensere yang artinya meninjau, menimbang, mengulas, atau menilai. Pada Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa resensi adalah pertimbangan atau
pembicaraan mengenai buku, bisa berarti juga ulasan buku. Dengan demikian,
resensi adalah suatu penilaian atau ulasan terhadap sebuah karya. Karya yang
dinilai dapat berupa buku, karya seni film dan drama.
Suatu jenis tulisan lain yang memunyai titik singgung dengan ringkasan dan ikhtisar
adalah resensi. Resensi adalah tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya
atau buku. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah
sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau
tidak.
Tujuan/Maksud
Tujuan penulisan resensi pada umumnya menginformasikan hal-hal yang termuat
dalam sebuah tulisan secara sekilas kepada pembaca. Resensi akan menjadi
petunjuk bagi pembaca untuk memutuskan apakah tulisan tersebut patut dibaca
lebih mendalam atau tidak.
Unsur-unsur atau Kriteria-kriteria Resensi
Unsur-unsur yang terdapat dalam resensi antara lain:
1) Judul Resensi, Judul semestinya harus mempunyai kesinambungan dengan isi
resensi. Selain itu, judul yang menarik memberikan nilai lebih tersendiri.
2) Identitas/Data Buku, yang meliputi:
• Judul Resensi Buku
• Nama Penulis
• Penerbit
• Tahun Terbit
• Lokasi Terbit
• Jumlah/Tebal Halaman
• Harga Buku
3) Pendahuluan Resensi
4) Sinopsis/Isi Buku
5) Kepengarangan, penilaian yang dapat meliputi keunggulan dan kelemahan
buku
6) Kesimpulan/Penutup
Manfaat-Manfaat Resensi
2. Menurut Rahardi (2009: 179) dalam membuat resensi ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu:
• Bahasa yang digunakan harus jelas, tegas, tajam, akurat
• Pilihan kata yang digunakan harus baik, tepat, dan tidak konotatif Bahasa
Indonesia
• Format dan isi resensi harus disesuaikan dengan kompetensi, minat dan
motivasi pembaca
• Objektif, seimbang, dan proporsional dalam menyampaikan timbangan
terhadap buku atau hasil karya.
Secara ringkas dan pada umumnya dalam meresensi suatu buku dilakukan dengan
cara berikut:
3. Istilah bahasa baku dalam bahasa Indonesia atau standard language dalam
bahasa Inggris dalam dunia ilmu bahasa atau linguistik pertama sekali
diperkenalkan oleh Vilem Mathesius pada 1926. Ia termasuk pencetus Aliran Praha
atau The Prague School. Pada 1930, B. Havranek dan Vilem Mathesius
merumuskan pengertian bahasa baku itu. Mereka berpengertian bahwa bahasa baku
sebagai bentuk bahasa yang telah dikodifikasi, diterima dan difungsikan sebagai
model atau acuan oleh masyarakat secara luas (A Standard language can tentatively
be definite as a codified form of language accepted by and serving as a model for a
large speech community) (Garvin, 1967 dalam Purba, 1996 : 52).
Di dalam Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, Yus Rusyana
berpengertian bahwa bahasa baku atau bahasa standar adalah suatu bahasa yang
dikodifikasikan, diterima, dan dijadikan model oleh masyarakat bahasa yang lebih
luas (1984:104). Di dalam Tatabahasa Rujukan Bahasa Indonesia untuk Tingkat
Pendidikan Menengah, Gorys Keraf berpengertian bahwa bahasa baku adalah
bahasa yang dianggap dan diterima sebagai patokan umum untuk seluruh penutur
bahasa itu (1991 : 8).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jelas bahwa bahasa baku itu adalah bentuk
bahasa yang telah dikodifikasi atau ditetapkan, diterima dan difungsikan sebagai
model oleh masyarakat secara luas. Masalah kodifikasi berkait dengan masalah
ketentuan atau ketetapan norma kebahasaan. Norma-norma kebahasaan itu berupa
pedoman tata bahasa, ejaan, kamus, lafal, dan istilah.
Perbedaan berikutnya adalah dari segi penulisannya. Pada teks akademik, struktur
kalimat yang ditulis cenderung lebih sederhana melalui penggunaan kalimat
simpleks, yakni kalimat yang hanya mengandung satu aksi atau peristiwa saja.
Sedangkan pada teks non-akademik atau fiksi, struktur kalimat yang ditulis
cenderung lebih abstrak dan tidak memiliki nilai kebenaran relatif atau absolut.
Artinya, teks fiksi ditulis berdasarkan pandangan, tafsiran, pemikira dan pemikiran
dari pengarang terhadap peristiwa-peristiwa yang ada atau yang terjadi di
sekelilingnya.
Perbedaan lainnya yaitu pada isi tulisannya. Pada teks akademik isi tulisan lebih
padat akan informasi dan padat akan kata-kata leksikal yang bersifat faktual.
Maksudnya adalah segala informasi yang disajikan atau yang ditulis berdasarkan
pada kenyataan empiris, bukan pada rekaan atau khayalan (Martin, 1985b; Martin,
1992:562-563). Oleh karena itu tulisan non fiksi sering dijadikan sebagai sumber
informasi dan acuan bagi pembacanya. Sedangkan pada teks non-akademik, sajian
isi tulisan lebih bersifat rekaan atau berdasarkan daya imajinasi sang pengarang.
Teks fiksi sengaja diperuntukan untuk dinikmati serta menyasar pada perasaan atau
emosi para pembacanya. membuat sebuah kebenaran yang relatif, menggunakan
bahasa yang santai, terdapat pesan moral, serta tidak memiliki sistematika atau
keterikatan aturan apapun dalam penulisannya.
Bahasa Indonesia baku mempunyai empat fungsi, yaitu pertama, pemersatu; kedua,
penanda kepribadian; ketiga, penambah wibawa; dan keempat, kerangka acuan.
Pertama, bahasa Indonesia baku berfungsi pemersatu. Bahasa Indonesia baku
mempersatukan atau memperhubungkan penutur berbagai dialek bahasa itu.
Bahasa Indonesia baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa
Indonesia baku. Bahasa Indonesia baku mengikat kebhinekaan rumpun dan bahasa
yang ada di Indonesia dengan mangatasi batas-batas kedaerahan. Bahasa Indonesia
baku merupakan wahana atau alat dan pengungkap kebudayaan nasional yang
utama.
Berdasarkan fungsi yang telah disebutkan di atas, tidak ada alasan yang logis untuk
tidak mengatakan bahwasannya bahasa baku bahasa Indonesia tidak penting.
Bahasa baku memberi kita ruang untuk berkomunikasi dengan suku lain di
Indonesia. Selain itu, kekhasan yang dibangun oleh bahasa baku bahasa Indonesia
menjadikan bangsa Indonesia lebih berwibawa karena memiliki bahasa sendiri.
Oleh sebab itulah, bahasa Indonesia baku sangatlah penting. Baik itu untuk kita
pelajari, digunakan dalam penulisan jurnal dan karya ilmiah, ataupun untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ragam bahasa yang digunakan dalam karya tulis ilmiah menunjukkan bahasa yang
sesuai dengan bidangnya, yaitu ragam keilmuan. Oleh karena itu, sudah selayaknya
bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia baku. Ciri bahasa baku sebagaimana
dikemukakan Meoliono (1988) adalah a) mempunyai kemantapan dinamis, artinya
kaidah bahasa itu bersifat tetap dan tidak berubah setiap saat, b) sifat
kecendekiaanya, artinya perwujudan satuan bahasa yang mengungkapkan
penalaran yang teratur dan logis, dan c) adanya proses penyeragaman kaídah bukan
penyamaan ragam bahasa, atau penyeragaman variasi bahasa. Sifat kecendekiaan
juga merupakan ciri bahasa baku. Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku
dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang
yang terpelajar atau cendekia. Di sisi lain, ragam bahasa baku dapat dengan tepat
memberikan gambaran apa yang menjadi maksud dari pembicara atau penulis.
Sedangkan bahasa tidak baku adalah kata yang digunakan tidak sesuai dengan
pedoman atau kaidah bahasa sudah ditentukan. Pada umumnya bahasa tidak baku
sering digunakan saat percakapan sehari-hari atau dalam bahasa tutur. Untuk jenis
kata yang satu ini ternyata bisa muncul karena penggunaan bahasa yang salah dan
terus diulang.