Pemikiran-Pemikiran Filsafat
Oleh:
ZULFAINI
227321020
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat sebagai cara pandang dan pola pikir manusia telah masuk dalam berbagai
aspek kehidupan. Karena filsafat yang dikenal sebagai jalan hidup (way of life)
memberikan sumbangsih dalam berbagai aliran pikiran, paham, ideologi, disiplin ilmu,
hingga pada nilai-nilai keagamaan. Bahkan filsafat disebut dengan induk dari ilmu
ilmu. Hal ini kemudian ditandai pula dengan adanya pembagian wilayah kajian filsafat
secara umum maupun khusus. Dari segi umum cakupannya meliputi epistemologi,
osmologi,bahkan sains. Adapun dari segi khusus meliputi metafisika, jiwa,etika, sejarah,
dan politik.
Menarik untuk dikaji dalam aliran filsafat khusus yaitu etika. Etika sebagai wujud
tindak tanduk perilaku seseorang berbeda dengan filsafat yang lebih merhatikan pemikiran
ketimbang tindakan. Etika menyelidiki norma moral yang lekat pada seseorang maupun
cerminan pribadinya. Karena etika adalah suatu yang luhur dalam diri manusia. Etika
menunjukkan kepribadian seseorang sebagai sesuatu yang melekat baik secara spontanitas
maupun verbal
Adalah aneh jika suatu perbuatan dilakukan tanpa dorongan dari berbagai arah.
Sungguh pun demikian ada pula konsep etika yang mendasarkan pada kewajiban. Salah
satu konsep etika tersebut adalah Etika Kant (Kantian Etics). Etika Kant mendasarkan pada
kewajiban tanpa syarat yang berorientasi pada immortalitas diri berupa kebahagiaan.
Immortalitas berupa kebahagiaan hakiki akan dapat digapai manusia melalui etika yang
baik tanpa mengharap imbalan (prestise). Immortalitas menjadi pencapaian tertinggi yang
dirasakan oleh manusia sebagai hasil dari etikanya. Kebahagiaan tidak menutup diri untuk
diraih oleh siapapun. Sehingga kita mengenal etika otonom dan etika heteronom.
Dalam perspektif umum ilmu politik dan pemerintahan, kita semua seringkali
Mendengar adagium: “tidak ada negara tanpa pemerintahan”. dimana negara bisa dikatakan
sebagai sebuah negara yang berdaulat, mendapatkan pengakuan internasional, dan bisa
berkinerja dengan baik, apabila di dalamnya terdapat, salah satunya, pemerintahan, yang
tinggi, sehingga kinerja pemerintah akan meningkat, kualitas pemerintahan akan menjadi
bermoral dan berwibawa. Aparat pemerintahan, yang umum dikenal dengan pegawai negeri
harus memiliki kepribadian, moralitas,kebiasaan, watak dan karakter yang baik, jujur,
konsisten, dan adil. Aparatur pemerintah yang demikian dapat terwujud salah satunya
dengan menanamkan nilai-nilai etika pemerintahan ke dalam hati sanubari pada setiap
Etika pemerintahan berkaitan dengan kebiasaan, watak, moral dan mental para
penyelenggara pemerintahan yang tercermin dalam sikap, perilaku, dan tindakan sehari-
hari, dalam melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat. Pelayanan masyarakat yang
berstandar prima, berorientasi pada ‘customer satisfaction,’ dan tanpa diskriminasi, tanpa
pilih kasih, dan tanpa pandang bulu, dapat terwujud pabila nilai-nilai etika
Rusia] meninggal 12 Februari 1804, Koigsberg), filsuf Jerman yang karyanya komprehensif
dan sistematis dalam epistemologi (teori pengetahuan), etika, dan estetika sangat
idealisme.
Metode yang benar dalam filsafat, menurut Kant, bukanlah berspekulasi tentang sifat dunia
di sekitar kita tetapi melakukan kritik terhadap kemampuan mental kita, menyelidiki apa
yang dapat kita ketahui, mendefinisikan batasan pengetahuan, dan menentukan bagaimana
proses mental. Yang dengannya kita memahami dunia memengaruhi apa yang kita ketahui.
pada pemikiran ini kant mengatakan sejauh mana peran yang dimainkan oleh
kemampuan mental kita dalam hal yang kita lakukan. Kerna mental kita dalam
diri, realitas yang ada terlepas dari pikiran kita ) dan fenomena ( penampilan .
Disini Kant mengatakan ber etika atau tidaknya seseorang tergantung dari
konsekueensi dan motif yang dihasilkan oleh seseorang tersebut. Dia lebih memilih
deotologi dari pada konsekuensi. Kalau kita bertolak dari pemikiran Kant dalam
pola yaitu :
Pola peragaan .
Pada pola peragaan ini, nilai etik yang di pegang seseorang menjadi nilai
intrinsik( nilai yang menyatuh dalam jiwanya). Perbuatan etisnya tidak lagi
Dalam praktek di pemerintahan pola ini tidak dapat di pakai secara murni
( seutuhnya), karna Aparatur berada dalam bingkai aturan dan norma yang
Pola pelakonan
Pola ini terjadi karna proses penurutan, peniruan, penganutan, penaatan suatu
skenario ( tradisi, perintah), dari atas atau dari luar pelaku yang bersangkutan. Pada
pola pelakonaan ini, aplikasi etika oleh aparatur pemerintah di pengaruhi oleh
kekuatan dari luar dirinya( heteronom). Karna didalam pemerintahan ada hierarki
Disini kant perpendapat bahwa akal adalah sumber sumber moralitas. Di sini kita
harus bias menjelaskan yang baik itu baik dan yang buruk itu buruk, karna kebahagian
adalah kebaikan dan yang buruk menghasilkan ketidak bahagian. Kadang- kadang kita
merendahkan diri kita sendiri karena kita tidak bertindak secara rasional sehingga kita tidak
bermoral. Oleh sebab itu sebagai aparatur pemerintahan harus berani bertindak sesuai
dengan hati nurani dan nilai –nilai moral yang ada pada dirinya dan juga harus sesuai
Bertens, 2007:256), pola peragaan merupakan aplikasi etika otonom (kehendak bebas dari
dikendalikan dari luar). Kedua pola ini sekalipun secara teoritik mudah dibedakan namun
Mungkin pada saat seseorang belum menjadi aparatur pemerintah, aplikasi etika yang
umum (selain etika pemerintahan) dilakukan melalui pola peragaan. Tetapi etelah mereka
Pola peragaan dan pola pelakonan dapat saling melengkapi/menguatkan satu sama
lainnya. Pendirian yang kuat dari aparatur pemerintah dalam mengaplikasikan etika dapat
menunjang pembentukan iklim etis di instansi/unit kerjanya. Apalagi jika ditunjang oleh
Kondisi demikian dapat memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi bawahannya untuk
Sangat beruntung bagi bawahan yang memiliki atasan yang berkesadaran etis tinggi
yang atasannya mengabaikan etika sehingga bisa jadi perintah/petunjuknya tidak etis. Oleh
karena itu, apabila perintah dan petunjuk dari atasan tidak sesuai dengan etika
pemerintahan dan bertentangan hati nuranai maka tidak perlu di taati. Dan di perlukan
keberanian dan keiklasan menerima resiko dan segala konsekuensinya dari tindakan
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Supianto, dadang. Etika Pemerintahan di Indonesia. Alfa Beta 2016 , Bandung.
Ependi Rahmat. Kewajiban dalam Pemikiran Immanuel Kant dan Relevansinya dengan
Akhlak Islam, Jurnal Al-Aqidah: Jurnal Ilmu Aqidah Filsafat, Volume 12, Edisi 2, Desember
2020.