Anda di halaman 1dari 17

TUGAS INDIVIDU

ME-REVIEW JURNAL INTERNASIONAL TERKAIT KETIMPANGAN


BIAS DISKRIMINASI GENDER

DI SUSUN
OLEH :

DIAN RIDFANTI
P10121126
Kelas E Kesehatan Masyarakat

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
1. REVIEW JURNAL INTERNASIONAL
Judul : Gender Equality and Inclusive Growth
Jurnal : IMF Working Paper
Volume & Halaman : Vol.21 dan Halaman 1-50
Tahun : 2021
Penulis : Raquel Fernández, Asel Isakova, Francesco Luna, and
Barbara
Tanggal : 25 September 2022
Reviewer : Dian Ridfanti (P101 21 126)
Abstrak : Jurnal yang berjudul “ Gender Equality and Inclusive
Growth” berisi tentang pertimbangkan berbagai dimensi dan
sumber ketidaksetaraan gender, menyajikan kebijakan dan
praktik terbaik untuk mengatasinya. Dengan perempuan
yang menyumbang lima puluh persen dari populasi global,
pertumbuhan inklusif hanya dapat dicapai jika mendorong
kesetaraan gender. Terlepas dari kemajuan baru-baru ini,
kesenjangan gender tetap ada di semua tahap kehidupan,
termasuk sebelum kelahiran, dan berdampak negatif pada
kesehatan, pendidikan, dan hasil ekonomi bagi perempuan.
Peta jalan menuju kesetaraan gender harus bergantung pada
reformasi kerangka hukum, kebijakan untuk
mempromosikan akses yang setara, dan upaya untuk
mengatasi norma-norma sosial yang mengakar. Ini perlu
diatur dalam konteks munculnya tren baru seperti
digitalisasi, perubahan iklim, serta guncangan seperti
pandemi.

Pengantar : Pada bagian pengantar penulis memaparkan untuk


menawarkan kepada pembaca, praktisi, dan pembuat
kebijakan yang tertarik untuk masuk ke analisis kesenjangan
gender dan diskusi kebijakan terkait. Berusaha memberikan
referensi dan alat untuk mendukung pembuat kebijakan
dalam mengembangkan tanggapan efektif yang
mempertimbangkan keadaan spesifik suatu negara, seperti
negaranya. Jurnal ini disusun menjadi tiga bagian utama.
Setelah pengantar singkat ini, Bagian II memberikan
gambaran umum tentang pendorong utama ketidaksetaraan
gender dan menunjukkan bagaimana hal ini terkait dengan
karakteristik titik-temu lainnya, serta pada akhirnya, dengan
pertumbuhan. Bagian III menguraikan berbagai dimensi
ketidaksetaraan gender dan kesenjangan gender yang
diakibatkannya. Bagian IV menyajikan pendekatan
kebijakan di berbagai bidang utama serta contoh spesifik dan
studi kasus singkat tentang model yang efektif. Bagian V
memberikan serangkaian saran untuk penelitian masa depan
tentang ketidaksetaraan gender dan respons kebijakan,
sebelum Bagian VI menyatukan pesan utama makalah dan
kesimpulan keseluruhan.

Pembahasan : Pada bagian pembahasan,penulis membagi sub pokok


bahasan menjadi 5 yaitu :
1) Kerangka Hukum, membahas tentang
penghapusan undang-undang yang diskriminatif.
2) Kampanye Pendidikan, pendidikan anti
diskriminatif: kampanye informasi melawan
stereotip.
3) Pasar tenaga kerja, program pelatihan ulang
terutama setelah melahirkan dan membesarkan
anak.
4) Fiskal, menghapus pajak diskriminatif yang
eksplisit dan mengatasi pajak diskriminatif
implisit melalui kebijakan fiskal yang sesuai atau
respons struktural lainnya.
5) Keuangan, memberikan insentif kepada bank
untuk mempromosikan akses keuangan bagi
wanita.
a. Simpulan : Negara-negara di seluruh dunia telah membuat kemajuan
besar dalam mempersempit kesenjangan gender di banyak
bidang kehidupan. Perubahan penting ini mencerminkan
banyak faktor, termasuk pencapaian di bidang pendidikan
dan peningkatan proporsi perempuan yang bergabung dan
bertahan di pasar tenaga kerja sambil menggabungkan
pekerjaan mereka dengan membesarkan anak.
Terlepas dari kemajuan ini, kesenjangan gender masih tetap
ada. Pemerintah harus meningkatkan upaya mereka dalam
mencapai kesetaraan gender melalui kebijakan seperti
menghapus pembatasan hukum berbasis gender,
memperkenalkan penganggaran yang responsif gender,
merevisi kebijakan pajak dan menciptakan ruang untuk
pengeluaran prioritas, mendukung keluarga, dan membuat
keuangan dapat diakses oleh perempuan. Intervensi publik
dan kampanye yang ditujukan untuk mengubah persepsi
masyarakat (lembaga informal dan norma sosial) dapat
menjadi alat untuk menghilangkan stereotip gender yang
sering menjadi inti dari kesenjangan gender yang terus
berlanjut.
Kelebihan : Kelebihan jurnal ini adalah pemaparannya terstruktur dengan
baik sesuai dengan urutan yang telah di sajikan dan data
yang di cantumkan merupakan data-data terbaru.
Kelemahan : Kelemahan jurnal ini yaitu terletak pada pembahasannya
yang kurang akurat.

REFERENSI :

Fernández, R., Isakova, A. & Luna, F., 2021. Gender Equality and Inclusive Growth.
IMF Working Paper, 21(59), pp. 1-50.
Judul : THE EDUCATION FOR GENDER EQUALITY AND HUMAN
RIGHTS IN INDONESIA: CONTEMPORARY ISSUES AND
CONTROVERSIAL PROBLEMS
Jurnal : The Indonesian Journal of International Clinical Legal Education
Volume & Halaman : Vol.2(1) dan Halaman 73-84
Tahun : 2020
Penulis : Ayu Maulidina Larasati dan Novia Puspa Ayu
Tanggal : 25 September 2022
Reviewer : Dian Ridfanti (P101 21 126 )
Abstrak : Jurnal yang berjudul “ THE EDUCATION FOR GENDER
EQUALITY AND HUMAN RIGHTS IN INDONESIA:
CONTEMPORARY ISSUES AND CONTROVERSIAL
PROBLEMS” berisi tentang isu-isu utama gender dalam
perspektif manusia pendidikan hak dan kesetaraan gender di
Indonesia. Jenis kelamin adalah jenis kelamin perbedaan yang
bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan karena
perbedaan Tuhan alam, tetapi diciptakan oleh laki-laki dan
perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang.
Membedakan peran, fungsi dan tanggung jawab laki-laki dan
perempuan dalam konteks sosial ini pada dasarnya tidak menjadi
masalah, tetapi ika ditelaah lebih dalam bisa menjadi penyebab
munculnya gender diskriminasi, yaitu salah satu jenis kelamin
yang hak dasarnya adalah terabaikan, tertinggal dan mengalami
masalah ketidakadilan.
Pengantar : Pada bagian pengantar penulis memaparkan bahwa Pemerintah
dan swasta memiliki peran yang sangat penting dalam mengurangi
ketimpangan gender di Indonesia. Secara ideal hak asasi manusia
tidak memiliki gender, tetapi nyatanya secara universal
perempuan tidak menikmati dan mempraktikkan hak asasi
kebebasan dasar sepenuhnya atas dasar yang sama seperti laki-
laki.3 Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang
menjelaskan adanya pengakuan terhadap persamaan bagi seluruh
warga negara tanpa kecuali. Prinsip persamaan ini menghapuskan
diskriminasi, karenanya setiap warga negara mempunyai hak yang
sama di hadapan hukum dan pemerintahan tanpa memandang
agama, suku, jenis kelamin, kedudukan dan golongan. Dalam
sektor ekonomi, kerentanan perempuan terhadap eksploitasi
berlaku universal. Secara individu maupun secara massa,
perempuan dieksploitasi oleh perusahaan yang biasanya ditunjang
oleh negara. Lepas landas ekonomi Indonesia yang bergantung
pada industrialisasi tengah berlangsung diatas pundak buruh
perempuan yang hak-haknya paling dasarpun tidak terpenuhi.

Pembahasan : Berdasarkan Indeks Kesenjangan Gender (IKG), Indonesia


menempati posisi ke 105 dari 188 negara. Pada Indeks
Pembangunan Gender (IPG) pada tahun 2015, Indonesia
menempati peringkat ke 113. Berdasarkan data diatas, perempuan
sangat terlihat kesenjangan dan pembangunan gender nya
dibandingkan laki-laki. Banyak faktor yang menyebabkan wanita
mengalami kesenjangan gender, yaitu :
1. Marginalisasi dalam Pekerjaan
2. Kedudukan Perempuan yang Subordinat dalam Sosial dan
Budaya
3. Tingkat Pendidikan Perempuan Rendah
Diskriminasi terhadap perempuan dalam hal kesetaraan gender
sangat bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia, Sebagai
salah satu upaya untuk meminimalisasi terjadinya diskriminasi,
Indonesia telah meratifikasi Konvensi tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)
melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan Konvensi
tentang Hak-Hak Anak (CRC) melalui Keputusan Presiden
Nomor 36 Tahun 1990.

Simpulan : Tulisan ini menyimpulkan dan menegaskan bahwa kesetaraan


gender merupakan pandangan bahwa semua orang harus
b. menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi
berdasarkan identitas gender mereka, dimana Hak-hak perempuan
harusnya sama dengan hak-hak dengan laki-laki, sesuai dengan
yang ada dalam putusan Nomor 89/PUUXII/2014.
Beberapa upaya pemerintah dalam penegakan gender yaitu: (a)
Meratifikasi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan Konvensi tentang Hak-Hak
Anak (CRC) melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
(b) Menetapkan strategi pengarusutamaan gender yang
dikukuhkan dalam bentuk Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun
2000 tentang Pengarusutamaan gender. (c) memperbarui
peraturan perundang-undangan serta menyesuaikan dengan
ratifikasi Konvensi/Kovenan yang telah dilakukan sebelumnya.
(d) memperbaiki tingkat pelayanan publik yang tidak
mengandung diskriminasi terhadap berbagai lapisan masyarakat.
(e) Disahkannya RUU Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh
DPR tanggal 11 Juli 2006 yang menggantikan Undang-Undang
Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, telah
memberikan kontribusi dalam upaya menghapuskan tindakan
diskriminatif terhadap perempuan dan anak dan kaum etnis serta
telah mengakomodasikan berbagai kepentingan yang mendukung
penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk. (f) Dalam
rangka penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, telah
disahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Kelebihan : Kelebihan jurnal ini yaitu bahasa yang digunakan oleh penulis
mudah di pahami maksud dan tujuannya.
Kelemahan : Kelemahan jurnal ini terletak pada gambar data yang di
cantumkan,gambarnya tidak menarik dan tidak terlalu jelas.

REFERENSI : Larasati, A. M. & Ayu, N. P., 2020. THE EDUCATION FOR GENDER.
The Indonesian Journal of International Clinical Legal Education, 2(1),
pp. 73-84.
Judul : Gender discrimination in haute cuisine: A systematic literature and
media analysis
Jurnal : International Journal of Hospitality Management
Volume & Halaman : Vol.89 dan Halaman1-8
Tahun : 2020
Penulis : Jose Albors-Garrigos , Majd Haddaji , Purificacion Garcia-Segovia
Tanggal : 25 Sep. 22
Reviewer: Dian Ridfanti (P101 21 126)
Abstrak : Jurnal yang berjudul “Gender discrimination in haute cuisine: A
systematic literature and media analysis” berisi tentang aktivitas
penting dalam industri perhotelan, dan gastronomi memainkan
peran penting dalam ekonomi pariwisata, mendapat perhatian yang
signifikan dari media setiap hari. Dengan demikian, akses
perempuan ke profesi kuliner dan hambatan mereka untuk maju di
lapangan untuk status koki telah banyak dipelajari dalam literatur
akademik dan diliput oleh media global. Jurnal ini akan
menganalisis dan membandingkan bagaimana akademisi dan
media memiliki urusan dengan isu diskriminasi gender dalam
masakan haute, apakah kesimpulan mereka adalah serupa, dan apa
yang mereka garis besar; itu adalah kontribusi yang relevan dengan
analisis literatur asli tentang gender dan masakan haute.

Pengantar : Pada bagian pengantar penulis menyampaikan bahwa Telah


diterima bahwa gender mendukung perkembangan status sosial
dalam menetapkan hak dan tanggung jawab dan, oleh karena itu,
mendorong struktur sosial yang tidak setara.
Pembahasan : Diskriminasi gender atau rasial mencerminkan kode sosial yang
mentransmisikan kepada orangorang bagaimana mereka
seharusnya memikirkan diri mereka sendiri dan berinteraksi
dengan orang lain. Identifikasi gender dan norma-norma yang
terkait kemudian menjadi faktor yang relevan di lingkungan kerja
Di antara penyebab diskriminasi gender dalam perhotelan, hanya
sedikit yang telah ditunjukkan seperti peran sosial dan domestik
c. yang melekat (Boonabaana, 2014), nilai-nilai pria yang dominan
(Segovia Pérez et al., 2019), dan proyeksi seksual dari praktik kerja
dan pekerjaan ( Morgan dan Pritchard, 2017; 2019).
Dengan demikian, kebutuhan untuk meningkatkan penelitian
tentang diskriminasi gender di berbagai bidang perhotelan telah
disarankan (Morgan dan Pritchard, 2019) dan kemajuan tertentu
dibuat pada akhir 1990-an.
Simpulan : Kesimpulannya, dapat dipertimbangkan bagaimana penelitian ini
berkontribusi untuk menciptakan pelatihan dan lingkungan kerja
yang lebih baik. Apa rekomendasi kebijakan? Dan bidang apa yang
perlu dipelajari lebih lanjut? Berdasarkan temuan penelitian,
kesimpulan kami adalah sebagai berikut :
Sekolah kuliner dan magang memiliki peran penting dalam
meningkatkan budaya dapur. Pendampingan dapat diselenggarakan
selama magang sebagai pendukung utama selama pelatihan dapur.
Kelebihan : Kelebihannya yaitu metode dan analisis data yang dilakukan sudah
tepat.
Kelemahan : Kelemahan terletak pada Sumber daya waktu yang menjadi
menjadi keterbatasan utama dari penelitian ini. Materi yang
melimpah akan membutuhkan sumber daya yang tidak terbatas
dalam hal itu. Penulis mencoba memperluas badan penelitian
literatur akademis dengan memperluas studi ke bidang perhotelan
hotel, tetapi beberapa bahan tidak dapat digunakan dalam beberapa
kasus karena rendahnya kehadiran wanita di sampel dapur.

REFERENSI :

Garrigos, J.,A M. H. ,. P. G.-S., 2020. Gender discrimination in haute cuisine: A


systematic. International Journal of Hospitality Management, Volume 89, pp. 1-8.
Judul : Self-perceived gender expression, discrimination, and mental
health disparities in adulthood
Jurnal : Journal Elsevier SSM Mental Health
Volume & Halaman : Volume 1 dan Halaman 2-11
Tahun : 2021
Penulis : Jennifer Tabler , Rachel M. Schmitz, Jason M. Nagata, Claudia
Geist
Tanggal : 25 Sep. 22
Reviewer : Dian Ridfanti ( P101 21 126)
Abstrak : Jurnal yang berjudul “Self-perceived gender expression,
discrimination, and mental health disparities in adulthood” ini
berisi tentang penerapan kerangka kerja interaksionis simbolis
dan stres minoritas, penulis memeriksa bagaimana ekspresi
gender yang dirasakan sendiri dan diskriminasi sehari-hari
berkontribusi pada kesenjangan gender dalam kesehatan mental
menggunakan sampel 5896 wanita cisgender dan 4433 pria
cisgender dari Gelombang 1 (usia 11-18) dan Gelombang 5
(usia 33–43) dari National Longitudinal Study of Adolescent to
Adult Health (Add Health). Penulis memperkirakan regresi
Poisson untuk menilai jumlah gejala depresi, dan regresi
logistik untuk menilai kemungkinan bunuh diri, sebagai fungsi
dari ekspresi gender yang dirasakan sendiri, pengalaman
diskriminasi, dan korelasi mapan lainnya dari hasil kesehatan
mental yang buruk.
Pengantar : Pada bagian ini penulis memaparkan ekspresi gender, dan
bagaimana hal itu dirasakan dalam interaksi sosial, bisa sangat
berpengaruh dalam membentuk kesejahteraan masyarakat;
ekspresi gender bisa dipahami dan sering dikodekan sebagai
"mengungkapkan" (ekspresi gender yang luas) atau
"menyembunyikan" (ekspresi gender normatif) dari identitas
tambahan yang terpinggirkan, seperti queerness, dan dengan
demikian berpotensi membentuk paparan diskriminasi.
Sebagian besar “kesenjangan gender” dalam literatur kesehatan
mental berfokus pada peningkatan gejala depresi pada wanita
dan peningkatan risiko bunuh diri pria cisgender dan
bergantung pada ukuran biner identitas gender.

Pembahasan : Studi ini meneliti apakah ekspresi gender yang dirasakan


terkait dengan kesehatan mental dan memiliki tiga temuan
utama. Pertama, sementara pria lebih cenderung melaporkan
bunuh diri dibandingkan wanita, wanita tidak melaporkan
tingkat gejala depresi yang lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan pria. Kedua, ekspresi gender yang dirasakan
melemahkan hubungan antara identitas gender dan kesehatan
mental dalam beberapa konteks (H1). Analisis mediasi
menunjukkan bahwa ekspresi gender yang dirasakan sendiri
sebagian memediasi hubungan antara diskriminasi dan
kesehatan mental (H2). Dan ketiga, sementara beberapa
subkelompok minoritas seksual mengalami peningkatan tingkat
gejala depresi dan bunuh diri, banyak proses yang terkait
dengan kesehatan mental (misalnya, pendapatan, pengalaman
diskriminasi, gejala depresi awal kehidupan) serupa antara pria
dan wanita cisgender.
Hasil kami menunjukkan bahwa wanita melaporkan lebih
banyak keragaman dalam ekspresi gender yang dirasakan
sendiri daripada pria, memberikan dukungan pada argumen
bahwa ekspresi gender pria, dan maskulinitas itu sendiri,
kurang fleksibel (Edwards & Hanley, 2021). Hasil yang
diberikan menunjukkan bahwa ketidaksesuaian ekspresi gender
yang dirasakan sendiri lebih tinggi berkorelasi dengan
peningkatan pengalaman diskriminasi, wanita cisgender (yang
ekspresi gender yang dirasakannya lebih cenderung tidak sesuai
gender daripada ekspresi gender pria dalam penelitian ini)
mungkin mengalami stres yang lebih besar. karena
meningkatnya konflik interpersonal atau stigma karena
ketidaksesuaian gender (Wade & Ferree, 2015). Hal ini, pada
d. gilirannya, dapat membentuk cara mereka memandang ekspresi
gender mereka, dan/atau presentasi gender di masa depan.
Berdasarkan kerangka kerja interaksionis simbolik, kita dapat
berhipotesis bahwa pengalaman diskriminasi memberi sinyal
kepada individu bahwa mereka tidak berhasil dalam kinerja
gender mereka, dan dengan demikian membentuk persepsi
mereka sendiri tentang ekspresi gender mereka.

Simpulan : Studi ini merupakan langkah yang diperlukan dalam


menetapkan pentingnya ekspresi gender non-biner untuk
kesehatan mental, dan dapat berfungsi sebagai fondasi yang
dapat dibangun oleh karya feminis interseksional yang kritis.
Penulis menemukan bahwa, untuk pria dan wanita cisgender,
penyimpangan yang dirasakan dari norma-norma feminitas atau
maskulinitas dikaitkan dengan depresi yang lebih buruk.
Kelebihan : Kelebihan jurnal ini adalah pembahasan sesuai dengan judul
dan bahasanya mudah di pahami.
Kelemahan : Kelemahannya yaitu tata cara penulisanan dan pemilihan
fontnya terlalu kecil sehingga pembaca kesulitan ketika akan
membaca jurnal tersebut.

REFERENSI :

Tabler, J., M. Schmitz, R. & Geist, C., 2021. Self-perceived gender expression,
discrimination, and mental health. Journal Elsevier SSM Mental Health, Volume 1, pp.
2-11
Judul : Gender inequality- now available on digital platform’: an
interplay between gender equality and the gig economy in the
European Union
Jurnal : European Labour Law Journal
Volume & Halaman : Volume 12 dan Halaman 37-51
Tahun : 2021
Penulis : Neha Vyas
Tanggal : 25 Sep. 22
Reviewer : Dian Ridfanti (P101 21 126)
Abstrak : Jurnal yang berjudul “ Gender inequality- now available on
digital platform’: an interplay between gender equality and the
gig economy in the European Union” berisi tentang mengatasi
masalah terkait ketenagakerjaan yang dihadapi oleh wanita
pekerja di ekonomi pertunjukan di UE. Ini berputar di sekitar
menganalisis 'saklar' dari tradisional pasar tenaga kerja ke
platform ekonomi. Ini kemudian menjelaskan, dengan
menggambar perbandingan, bahwa Isu ketidaksetaraan gender di
dunia bata dan mortir masih merajalela di dunia platform digital.
Bahkan, muncul tantangan baru yang khusus terkait dengan
ekonomi. Pekerja perempuan sekarang dipengaruhi oleh bias
yang melekat pada algoritme. Apalagi karena penyebaran tegas
'fleksibilitas' yang digunakan sebagai senjata untuk
mengagungkan ekonomi pertunjukan; perempuan bahkan lebih
mungkin untuk didorong ke dalam pekerjaan tidak tetap. Isu
menonjol lainnya dari ketidaksetaraan gender seperti dinamika
interseksionalitas, kesenjangan upah gender, dan kebijakan
perekrutan di platform tradisional dan digital juga diperiksa.
Selanjutnya, kerangka peraturan yang ada yang menangani
masalah ini dibahas dengan kemungkinan melayani
ketidaksetaraan gender isu-isu dalam gig economy melalui
pengembangan kebijakan.
Pengantar : Apakah perempuan adalah bagian masyarakat yang lebih lemah?
Atau itu hanya gagasan yang dirasakan berasal dari pola pikir
patriarki yang mendarah daging di pasar tenaga kerja? Alasan
wanita tidak mampu untuk maju di hari ini dan usia tidak bisa
lagi disalahkan pada kurangnya pendidikan atau pertanyaan
kredibilitas mereka untuk pekerjaan tertentu. Wanita, di seluruh
dunia, berusaha keras untuk menghancurkan hambatan dan
menerima pertempuran yang mereka dapat melawan di front
pribadi mereka. Ini termasuk merangkul beban ganda pekerjaan
dan tanggung jawab perawatan. Tapi ada tantangan tertentu yang
sengaja ditujukan terhadap perempuan dan satu-satunya cara
untuk mengatasinya adalah dengan memperkenalkan
amandemen undang-undang bias gender yang ada,
dikombinasikan dengan implementasi yang efektif,dan dengan
menggunakan ini sebagai alat untuk memperbaiki kondisi
perempuan di tempat kerja.Perempuan terkadang terpaksa
menerima pekerjaan tidak tetap karena mereka harus melakukan
pekerjaan perawatan yang tidak dibayar yang berasal dari
kewajiban keluarga. Pekerjaan tidak tetap yang termasuk paruh
waktu pekerjaan, pekerjaan agen, dll. lebih umum di kalangan
wanita, daripada di antara pria.2 Ada banyak masalah yang
dihadapi oleh pekerja atipikal dibandingkan dengan pekerja
dalam pekerjaan standar, dan karena perempuan lebih mungkin
untuk menerima pekerjaan seperti itu, itu lebih bersifat gender.
Ada kebutuhan untuk mempertimbangkan kembali dan
mengevaluasi kebijakan ketenagakerjaan yang berperspektif
gender, tidak hanya untuk meningkatkan kondisi perempuan
dalam pekerjaan non-standar tetapi juga untuk memfasilitasi
transisi dari pekerjaan tidak tetap ke pekerjaan penuh waktu
dengan membuat kondisi kerja yang sesuai untuk perempuan.

Pembahasan : Terdapat 4 pembahasan yakni :


1) Mempekerjakan wanita dalam ekonomi pertunjukan
Ada bias yang tidak disadari dalam benak pewawancara
ketika harus mempekerjakan karyawan mana pun.Bias
ini dihasilkan melalui berbagai faktor termasuk, namun
tidak terbatas pada, peran yang dirancang secara sosial,
hambatan budaya, bias yang terkait dengan gender, etnis,
dan faktor sosial lainnya yang terbentuk sebelumnya.
Dalam UE, undang-undang kesetaraan mencakup
perlakuan yang sama saat melamar pekerjaantetapi tidak
harus menghilangkan kemungkinan diskriminasi sama
sekali. Masih ada bias institusional ditempat kerja yang
perlu ditangani. Karena bias institusional seperti itu sulit
untuk diidentifikasi,pemeriksaan dan keseimbangan yang
konstan harus dilakukan pada kebijakan perekrutan
setiap organisasi dan implementasinya yang efektif dapat
dipastikan.
2) Ekonomi pertunjukan dan interseksionalitas
Pasar tenaga kerja di UE dianalisis secara satu dimensi
yaitu dengan gender atau usia atau ras sebagai penanda
identitas. Ketika membahas kebijakan perburuhan,
konsep interseksionalitas dibuang, sehingga
mengabaikan kombinasi penanda identitas yang
berdampak.Heterogenitas perempuan mengarah pada
diskriminasi interseksional yang seringkali tidak diakui
dalam kebijakan perburuhan. Strategi Gender 2020-2025
baru-baru ini diluncurkan oleh Eropa KPU menyebutkan
implementasi pengarusutamaan gender menggunakan
interseksionalitas dalam semua tahap desain kebijakan di
semua bidang kebijakan UE, internal dan eksternal.
Untuk mengembangkan dan kebijakan tenaga kerja yang
efektif, penting untuk mengenali penghalang tambahan
yang diciptakan oleh diskriminasi interseksional.
3) Ekonomi pertunjukan, keseimbangan kehidupan kerja,
dan mitos fleksibilitas
Ekonomi platform menawarkan tingkat fleksibilitas yang
substansial bagi perempuan dalam hal pekerjaan mereka
jadwal yang bersangkutan.Fleksibilitas dan otonomi
dianggap sebagai faktor motivasi untuk menyebarkan
relevansi ekonomi platform dan alasan untuk menarik
lebih banyak pekerja untuk terlibat sama. Namun, ini
tidak membahas masalah yang berkaitan dengan
keseimbangan kehidupan kerja dari wanita. Perawatan
yang tidak dibayar dan pekerjaan rumah tangga tetap
menjadi masalah yang belum terselesaikan bagi
perempuan yang bekerja di ekonomi platform.
Kemampuan untuk merawat orang lain masih dianggap
sebagai karakteristik yang melekat pada wanita dan
bukan keterampilan yang perlu diperoleh, dipelajari atau
diterima oleh pria. Ekonomi platform mungkin
merupakan cara yang baik bagi perempuan untuk
berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja tetapi tidak
membahas masalah beban ganda pekerjaan yang
dibebankan kepada mereka. Ini seperti memberi wanita
pilihan untuk memilih untuk tinggal di rumah, sekarang,
dengan tanggung jawab tambahan juga melepaskan
pekerjaan tetap mereka dan menggantinya dengan
pekerjaan manggung, yang sifatnya genting. Tanpa
undang-undang yang tepat tentang hal ini, sulit untuk
menyimpulkan bahwa jadwal kerja seperti itu
menguntungkan atau merugikan bagi wanita dalam
ekonomi pertunjukan.
4) Gig economy dan kesenjangan gaji gender
Kesenjangan upah gender adalah masalah lain yang
belum terselesaikan yang telah ada sejak lama. Itu ILO
memperkenalkan instrumen yang paling konstruktif dan
penting untuk kesetaraan upah melalui ILO Konvensi,
No. 100 tentang Pengupahan yang Sama antara Pria dan
e. Wanita untuk Pekerjaan yang Bernilai Setara(1951),
yang diikuti dengan pengenalan undang-undang upah
yang setara di berbagai yurisdiksi.Ini adalah salah satu
standar perburuhan inti dan telah diratifikasi oleh 17378
Negara Anggota.
Kesimpulan : Meningkatnya partisipasi perempuan dalam pekerjaan
pertunjukan memiliki implikasi penting untuk pekerjaan mereka
kondisi dan kekuatan negosiasi mereka karena dinamika kerja
yang dibayar dan tidak dibayar.Munculnya gig economy adalah
fenomena yang cukup baru, sehingga ada kemungkinan untuk
mengambil langkah-langkah pencegahan.Seiring dengan isu dan
tantangan di dunia brick and mortar, kini muncul tantangan baru
timbul dalam ekonomi platform yang perlu diselesaikan. Isu
gender yang muncul di dunia digital platform belum banyak
dibahas atau diteliti oleh para pembuat kebijakan di UE. Oleh
karena itu, dari sisi regulasi, perlu dilakukan review terhadap
peraturan perundang-undangan yang ada kerangka kerja yang
berkaitan dengan pekerja perempuan untuk memenuhi dan
beradaptasi dengan kekhususan kerja platform,dengan demikian
berjuang untuk pasar tenaga kerja yang inklusif.

Kelebihan : Kelebihan dari jurnal ini adalah pembahasannya cukup luas dan
terperinci.
Kelemahan : Kelemahan terletak pada tata cara penulisannya yang terlalu full
margins seperti tidak di beri ruang antar paragraph.

REFERENSI :

Vyas, N., 2021. Gender inequality- now. European Labour Law Journal, 12(1), pp. 37-51.

Anda mungkin juga menyukai