Anda di halaman 1dari 14

A.

Pendahuluan
Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh
penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung
(pembuluh koroner) dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses
seperti penimbunan jaringan ikat, perkapuran, pembekuan darah yang
kesemuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah
tersebut. Hal ini akan mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut
mengalami kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai
akibat yang cukup serius. Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya Penyakit Jantung Koroner antara lain: ECG, Treadmill,
Echokardiografi dan Arteriografi Koroner (yang sering dikenal sebagai
Kateterisasi).
Angiografi koroner adalah pemeriksaan (test) paling akurat (golden
standard) untuk mendiagnosis penyakit jantung koroner. Dokter akan
merekomendasikan tindak lanjut pengobatan yang paling tepat tergantung
hasil angiogram (medikamentosa, balloon angioplasty, atau bedah
jantung/bypass surgery). Sedangkan Angioplasti koroner seperti
Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA)/Balloon
Angioplasty/Stenting adalah teknik yang telah dipergunakan secara luas
untuk membuka lumen arteri koroner yang menyempit atau tersumbat,
sehingga aliran dalam pembuluh darah menjadi lancar kembali.

B. Definisi
a. PTCA (Percutaneus Transluminal Coronary Angiopasty) + Stent
PTCA (Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty) atau
dikenal juga dengan sebutan PCI (Percutaneous Coronary Intervention)
adalah tindakan minimal invasif dengan melakukan pelebaran dari
pembuluh darah koroner yang menyempit dengan balon dan dilanjutkan
dengan pemasangan stent (gorong-gorong) agar pembuluh darah
tersebut tetap terbuka. Sesuai dengan namanya, tindakan dilakukan
dengan hanya insisi kulit (Percutaneous) yang kecil, kemudian
dimasukkan kateter ke dalam pembuluh darah (Transluminal) sampai ke
pembuluh koroner, dan dilakukan tindakan intervensi dengan inflasi
balon dan pemasangan stent (Coronary Angioplasty).  Tindakan ini harus
dilakukan oleh seorang dokter jantung di bidang intervensi
(interventional cardiologist) yaitu dokter jantung yang mempunyai
pelatihan khusus di bidang ini.

Pada umumnya untuk mendapatkan hasil PCI yang baik dan dapat
dinikmati jangka panjang diperlukan pemasangan stent. Stent ini
bermanfaat untuk menyanggah liang koroner agar tidak mudah
menyempit kembali (restenosis) setelah dilebarkan dengan balon. Tanpa
stent sekitar 30-40% pasien mengalami kekambuhan kembali akibat
restenosis. Kata ‘stent’ sendiri berasal dari nama dokter gigi asal Inggris
bernama Charles T. Stent (1807-1885) yang menggunakan alat
penyangga khusus untuk meratakan gigi.
Proses pengiriman dan pemasangan stent jantung ini sebenarnya
sederhana. Stent yang menempel pada balon di ujung kateter diarahkan
ke lokasi penyempitan. Pada saat balon dikembangkan, stent pun ikut
mengembang lalu menempel di dinding dalam pembuluh koroner. Balon
kemudian dikempiskan dan ditarik kembali dengan meninggalkan stent
dalam koroner. Untuk memasang stent pada posisi yang tepat, diperlukan
panduan sinar tembus (fluoroscopy) dengan alat angiografi. Stent terbuat
dari baja antikarat dan tersedia dalam berbagai ukuran. Diameter mulai
dari 2,25mm hingga 4mm. Sedangkan panjangnya dapat mencapai 33mm.
Pemilihan ukuran stent ini ditentukan dokter berdasar diameter koroner
dan panjang penyempitannya.

Pada masa kini terdapat paten lebih dari 100 jenis stent yang
diproduksi berbagai perusahaan, masing-masing dengan desain, ukuran
diameter, panjang, serta karakteristik fisiknya. Model stent mirip spiral
atau seperti sangkar.
Stent (berbentuk cincin) arteri koroner adalah kawat stainless
steel berbentuk tabung yang digunakan untuk membuka pembuluh darah
arteri koroner yang tersumbat di dalam prosedur angioplasti. Stent
tersebut dikecilkan hingga diameter terkecil dimana di dalamnya
terdapat kateter balon. Stent dan balon tersebut akan diarahkan ke area
yang tersumbat. Ketika balon dikembungkan, maka stent juga membesar,
sesuai dengan ukuran dan bentuk serta melekat di dinding dalam
pembuluh darah. Hal ini menjaga arteri tetap terbuka ketika balon
dikecilkan kembali dan dikeluarkan. Stent tersebut menetap di arteri
secara permanen, menjaganya tetap terbuka, meningkatkan aliran darah
ke otot jantung, dan menyembuhkan gejala Penyakit Jantung Koroner
(biasanya nyeri dada). Seiring dengan berjalannya waktu, dinding arteri
akan menyembuh dan bagian dalam dari arteri (endothelium) akan
tumbuh di sekital kawat metal dari stent untuk menjaga arteri tetap
membuka.
Stent arteri koroner merupakan salah satu prosedur angioplasti.
Angioplasti adalah terapi minimal invasif yang dilakukan di rumah sakit
untuk membuka arteri yang tersumbat menggunakan kateter dengan
balon di ujungnya. Selang panjang berbentuk tabung tipis yang dikenal
sebagai kateter dimasukkan melalui inguinal (selangkangan) atau
pergelangan tangan dan kemudian berjalan melalui pembuluh darah
utama menuju tempat penyumbatan. Balon dengan ukuran kecil
diletakkan di ujung dari kateter, balon tersebut kemudian dipompa
sehingga menjadi besar untuk melebarkan arteri dan mengurangi
sumbatan.

C. Prosedur PTCA + Stent


Seperti tindakan kateterisasi, prosedur PTCA juga hanya
menggunakan pembiusan/anastesi lokal di kulit. Akses pembuluh darah bisa
di pergelangan tangan ataupun di pangkal paha. Setelah dipasang
selongsong (sheath) di pembuluh darah di kaki atau tangan, maka kateter
akan dimasukkan sampai pada pembuluh darah koroner jantung. Kateter
yang digunakan mempunyai diameter lumen yang lebih besar dibandingkan
dengan kateter yang digunakan untuk kateterisasi jantung. Dengan lumen
yang lebih besar, maka balon ataupun stent dapat masuk melalui kateter
tersebut. Untuk masuk ke pembuluh darah koroner yang menyempit, harus
dipandu dengan menggunakan guide wire dengan ukuran sangat kecil
(0.014 inch). Setelah guide wire ini melewati daerah penyempitan, baru
dilakukan pengembangan (inflasi) balon pada daerah yang menyempit.
Setelah pembuluh darah tersebut terbuka, biasanya akan dilanjutkan
dengan pemasangan stent (gorong-gorong) dengan tujuan untuk
mempertahankan pembuluh darah tersebut tetap terbuka. Ada 2 jenis stent
yang ada di pasaran yaitu stent tanpa salut obat (bare metal stent) dan stent
dengan salut obat (drug eluting stent). Stent yang telah dipasang ini akan
tertinggal di pembuluh darah koroner, dan lama kelamaan akan bersatu
dengan pembuluh darah koroner tersebut.
Pilihan jenis stent tergantung pada anatomi dari pembuluh darah dan
macam lesi yang harus diterapi. Pada penyempitan arteri iliaka dengan
kondisi pembuluh darah yang lurus maka jenis stent yang dipilih adalah
palmaz stent dan corynthian stent, sedangkan pada pembuluh darah arteri
iliaka yang berkelok - kelok (tortuous/kinking) atau melintang tegak lurus
(Cross-over) dibutuhkan stenting yang lebih fleksibel. Pemilihan balon-
balon dan jenis stent diputuskan berdasarkan gambar hasil pemeriksaan
diagnostik awal (Arteriografi iliaka diagnostik) yang meliputi ; morfologi
pembuluh darah (lurus atau kinking), diameter pembuluh normal,
Prosentase penyempitan, pernah diterapi serupa dan lokasi penyempitan
(pada bifukarsi, arteri iliaka kommunis atao arteri iliaka externa).

Aplikasi Stent
1. Persiapan Pasien
Sebelum tindakan PTCA dan aplikasi stent dilakukan maka dilakukan :
a. Pasien atau keluarga pasien menandatangani surat persetujuan
tindakan (informed consent) setelah terlebih dahulu dilakukan
penjelasan menyangkut prosedur dan resiko yang dapat ditimbulkan.
b. Cukur rambut pubis jika pemeriksaan dilakukan di daerah inguinal
(lipatan paha)
c. Pasien puasa 6-8 jam sebelum pemeriksaan.
d. Jika pasien memiliki tingkat kecemasan yang tinggi maka dapat diberi
obat penenang (sedative)

2. Persiapan Alat
Alat-alat yang digunakan untuk tindakan PCTA dan aplikasi stent
meliputi :

Set Linen :
1. Jas Operasi
2. Doek besar
3. Doek kecil
4. Doek lubang kecil
5. Sarung tabung fluroscopi
6. Perlak
Set Instrumen :
1. Kom betadine
2. Kom sedang untuk cairan
3. Nierbekken
4. Doek klem
5. Tupper tang
6. Kom besar untuk cuci tangan
7. Scalpel no 4
Alat Kesehatan :
 Disposible 20 cc
 Disposible 10 cc
 Disposible 5 cc
 Disposible 2,5 cc
 Bisturi no 11
 Handschoen
 Gaas steril
 Betadine
 Alkohol
 NaCl 0.9%
 Aquades 1 liter
 Heparin
 Infus set
 NTG
 Lidokain 2 %
 Zat kontras
 Manometer line/perfussor
 Three way panjang / manifold
 Seldinger
 Sheath 6 Fr, 7 Fr (sesuai ukuran)
 Guide wire
 Guiding catheter
 Wire halus / wire intervensi
 Y – conector, insertu
 Penghantar wire
 Rotator
 Indeflator
 Stent sesuai ukuran
 Balon sesuai ukuran
Campuran Cairan :
Cairan flas (bilas)
 NaCl 500 cc + heparin 2500 ui (0,5 cc)
2. Campuran tehnik cut down radialis
 Heparin 3 strip
 NTG 2 strip
Dicampurkan kedalam cairan flas 5 cc (spoit 5 cc)
3. Campuran PTCA
 Heparin 2 cc → dicampur cairan flas menjadi 10 cc ( 10000 Unit )
 NTG 1 cc → dicampur cairan flas menjadi 10 cc ( 1000 mikro )
 Zat kontras → perbandingan 1 : 1 (kontras : cairan) untuk isi indeflator
1. Pelaksanaan :
a. Contrast :
Contrast Amnount (ml)
Iopamiro 370 150.00

b. Event Long :
Summary Comment
Procedure: Pasien masuk ruangan untuk
tindakan pemeriksaan PTCA
Procedure: Observasi VS di RR, BP.
mmHg
Procedure: Zeroing Bp Channel
Procedure: Preparasi daerah Radial,
brachialis, dan femoralis
Procedure: Tindakan dimulai dengan
anestesi lokal dengan lidokain 2 % di
femoralis kanan
Procedure: Fungksi FEAR
Procedure: Masuk SHEAT 6 F
Masuk GC (Guiding Catheter JL 6F dan
diarahkan ke ostium LCA, LCA grafi
LCA Grafi pre stenting
Masuk wire intervensi Runtrought
Hypercoat dan diarahkan ke LAD
Dilakukan LCA grafi
Masuk ballon Ryujin 2.0/15 mm dan
dilakukan predilatasi di LAD
Ballon dikeluarkan, masuk Stent Cre8
2.75/12 mm.
Ballon dikeluarkan, masuk Stent Cre8
2.75/12 mm.
Ballon dikeluarkan, masuk Stent Cre8
2.75/12 mm.
Ballon dikeluarkan, masuk Stent Cre8
2.75/12 mm.
Dilakukan implantasi stent Cre8 2.75/12
proximal LAD dan Stent Nobori 2.5/18 mm
di mid LAD

Ballon kateter dikeluarkan,


Dilakukan LCA grafi post stenting /
evaluasi stent

Tindakan selesai, katheter dikeluarkan, luka


tindakan dan sheat ditutup dengan kain kasa
steril dan ditutup dengan plester. Pasien
dirapihkan dan dipindahkan keruang
observasi (RR).
 Sheat dilepas setelah 4 jam tindakan
selesai (post tindakan) atau bila hasil
PT/APTT kembali normal.
 Pasang bantal pasir selama 7-8 jam
setelah sheat diaff dan pasien bedrest
selama bantal pasir masih terpasang.
 Anjurkan pasien untuk tidak menekuk
daerah femoralis kanan selama istirahat.
 Observasi tanda-tanda vital, perdarahan
dan hematoma pada daerah pungksi.

Setelah pasien selesai dilakukan tindakan, pasien dikembalikan ke


ruang RR dengan tujuan untuk mengontrol keadaan pasien, memulihkan
keadaan pasien setelah tindakan angiografi. Seluruh rangkaian
pemeriksaan memerlukan waktu sekitar 30 menit. Bekas pemasukan
kateter akan ditekan agar darah tidak keluar. Klien selanjutnya tidak
diperkenankan menggerakkan kaki atau tangan selama 4 – 6 jam. Pada
tangan atau kaki yang dilakukan pemasukan kateter dianjurkan untuk
tidak ditekukkan atau tertekuk untuk sementara waktu. Bila perdarahan
sudah berhenti, umumnya pasien dapat diperbolehkan pulang. Selanjutnya
dokter klien akan menjelaskan hasil angiografi. Informasi pemeriksaan
tentang jantung dan pembuluh darah koroner akan digunakan untuk
menentukan pengobatan pasien dimasa yang akan datang.

D. Pasca Tindakan
a. Menjelaskan dan meminta pasien untuk memberitahu akan adanya
tanda-tanda/gejala bengkak dan perdarahan pada daerah puncti.
b. Menjelaskan bahwa kaki tempat tusukan tidak boleh ditekuk selama ±
12 jam.
c. Cek tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai 1–2 jam berikutnya
sampai stabil.
d. Cek area tusukan → blooding atau tidak sesudah tusukan dicabut berikan
bantal pasir selama 4–6 jam.
e. Ada pulsasi atau tidak pada daerah distal.
f. Minum banyak 2–3 liter selama 6 – 8 jam I, makan sesuai diet.
 Post Tindakan pada Arteri Radialis
- Pasien bedrest selama 2 – 2,5 jam
- Perhatikan tekanan fiksasi
- Instruksikan pergelangan tangan jangan ditekuk selama ± 2 – 3
jam
- Cek pulse radial
 Post Tindakan pada Arteri Brachialis
- Pasien bedrest selama 3 – 4 jam
- Perhatikan tekanan verban jangan terlalu ketat
- Instruksikan tangan jangan dibengkokkan selama 3 jam
- Cek pulse radialis dan ulnaris
 Post Tindakan pada Percutan Arteri Femoralis
- Pasien bedrest selama 6 – 12 jam
- Letakkan bantal pasir di atas tempat puncti selama 4 – 6 jam
- Instruksikan untuk tidak membengkokkan kaki yang dipuncti
selama 12 jam

E. Resiko
Meskipun pemasangan stent adalah cara yang paling sedikit invasif
untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat, prosedur tersebut masih
tetap membawa beberapa risiko. Risiko tindakan PTCA  biasanya juga kecil
(<1%). Risiko minor seperti memar pada pergelangan tangan atau pangkal
paha akibat penusukan, reaksi alergi terhadap kontrast, dan gangguan
fungsi ginjal akibat zat kontras yang berlebihan. Komplikasi yang lebih
serius seperti stroke, gangguan irama yang fatal seperti VT/VF, infark
miokard, diseksi aorta, dan kematian. Biasanya komplikasi lebih sering
terjadi pada pasien dengan kondisi penyakit yang berat, usia tua > 75 tahun,
adanya penyakit penyerta seperti ginjal dan kencing manis, wanita, pompa
jantung yang menurun, dan penyempitan yang banyak dan berat.
Risiko yang paling umum termasuk:
a. Penyempitan berulang (restenosis)
b. Pembentukan gumpalan darah. Untuk menghindarinya, sangat penting
untuk pasien mengkonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter
(aspirin/clopidogrel (Plavix) dan obat lainnya) untuk mengurangi
kemungkinan pembentukan gumpalan dalam stent tsb.
c. Pendarahan. Pasien mungkin mengalami perdarahan di lokasi di kaki
atau lengan dimana kateter dimasukkan. Biasanya ini hanya
menghasilkan memar, tapi kadang-kadang pendarahan yang serius
dapat terjadi dan mungkin memerlukan transfusi darah atau prosedur
bedah.

Risiko lain yang jarang terjadi mencakup :


a. Serangan jantung
b. Kerusakan arteri koroner
c. Masalah Ginjal
d. Stroke
e. Irama jantung yang abnormal
DAFTAR PUSTAKA

Hudack & Galo. 1996. Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I
Jakarta:EGC.

Ismudiati, Lili, dkk. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta. Penerbit FK-UI

Kaplan, Norman M. 1991. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta:


EGC.

Mansjoer A, et.al. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai