Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KONSEP
POSTPERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI)

A. Definisi
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) adalah pelaksanaan
sumbatan arteri koronaria. Prosedur intervensi dengan menggunakan
kateter untuk melebarkan atau membuka pembuluh darah koroner yang
menyempit dengan balon atau stent. Proses penyempitan pembuluh darah
koroner ini dapat disebabkan oleh proses aterosklerosis atau thrombosis
(Haryanto, 2018).
PCI (Percutaneous Coronary Intervention) merupakan suatu
teknik untuk menghilangkan dan melebarkan pembuluh darah koroner
yang menyempit. Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan
dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali,
sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari, namun pemasangan
PCI pada pasien yang menderita penyakit jantung dapat mempengaruhi
aktivitas fisik pasien hingga kualitas hidupnya (Quality of Life) (Waksman
2019) .
PCI merupakan intervensi non bedah untuk membuka
kembali arteri coroner. Tindakan ini dilakukan dengan cara
memasukkan balon atau stent melalui kateter yang dimasukkan ke
dalam lumen pembuluh darah. Tujuan dilakukannya tindakan ini
adalah untuk meningkatkan aliran darah ke coroner, memperbaiki
iskemia miokard dan mengatasi manifestasi klinis dai CAD. (Nijjer et
al., 2015).
Gambar 1.1 Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
B. Tujuan PCI
Tujuan dilakukan tindakan PCI adalah untuk digunakan
membebaskan pembuluh darah yang mengalami penyempitan atau
sumbatan trombus. Prosedur ini juga dapat mengembalikan aliran darah ke
jantung setelah terjadi serangan jantung. Pada beberapa sirkumtasi,
prosedur ini dapat menurunkan risiko terjadi serangan jantung pada masa
yang akan dating. Prosedur ini juga dapat digunakan pada klien dengan
infark miokard akut untuk membantu reperfusi miokardium, trombolisis
(pembubaran gumpalan darah oleh enzim seperti streptokinase), atau jika
trombolisis telah gagal (Gibson, 2018).
C. Indikasi Dilakukan PCI
1. Acute ST-elevation myocardial infarction (STEMI) adalah sindrom
Koroner akut dengan deviasi ST segmen elevasi > 1 mm di ekstrimitas
dan > 2 mm di precordial, lead yang bersebelahan serta peninggkatan
CKMB lebih dari25µ/l , Troponin T positif > 0,03
2. Non–ST-elevation acute coronary syndrome (NSTE-ACS) adalah
sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen depresi > 0,5mm,
dapat disertai dengan gelombang T inverse dan peningkatan CKMB >
25 µ/l Troponin T positif > 0,03
3. Unstable angina adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST
segmen depresi > 0,5mm, dapat disertai dengan gelombang T inverse
dan Enzim jantung (Bio-marker) normal
4. Stable angina
5. Anginal equivalent (eg, dyspnea, arrhythmia, or dizziness or syncope)
6. High risk stress test findings
PCI lebih dianjurkan pada pasien STEMI dengan kontraindikasi
fibrinolitik, risiko tinggi perdarahan, usia lebih dari 75 tahun, risiko tinggi,
dan syok kardiogenik (Rifqi, 2012).
Jika dalam keadaan dimana tidak ditemukan ST-elevasi, maka
primary PCI dapat dilakukan dalam keadaan iskemia yang berlanjut
dengan salah satu kriteria (Fu, Z. L. 2017):
a. Hemodinamik tidak stabil atau syok kardiogenik
b. Nyeri dada yang berulang atau tidak hilang dengan obat-obatan
c. Aritmia yang mengancam nyawa
d. Komplikasi mekanik dari infark miokard
e. Gagal jantung akut
f. Perubahan dinamik EKG dengan terjadi ST-elevasi intermiten
Jika pasien datang terlambat, onset lebih dari 12 jam, maka
primary PCI dapat dilakukan bila:
a. Masih ada nyeri dada
b. Instabilitas hemodinamik
c. Aritmia yang mengancam nyawa
D. Kontra Indikasi
Kontraindikasi dari prosedur PCI meliputi tidak toleran klien terhadap
terapi antiplatelet dalam jangka panjang atau adanya kondisi komorbid
yang signifikan yang sangat membatasi umur klien (hal ini merupakan
kontraindikasi relatif). Pendekatan Tim Jantung (melibatkan spesialis
jantung dan ahli bedah jantung) harus digunakan pada klien diabetes dan
penyakit arteri koroner multivessel dan pada klien dengan penyakit mayor
kiri berat dan skor Syntax tinggi (Stouffer, 2016).
1. CHF yang tidak terkontrol, BP tinggi, aritmia
2. Gangguan elekrolit
3. Infeksi ( demam )
4. Gagal ginjal
5. Perdarahan saluran cerna akut/anemia
6. Stroke baru (< 1 bulan)
7. Intoksikasi obat-obatan (seperti : Kontras )
8. Pasien yang tidak kooperatif
9. Usia kehamilan kurang dari 3 bulan

E. Komplikasi PCI
Komplikasi tindakan PCI dibagi menjadi komplikasi mayor dan minor.
1. Komplikasi mayor yang sering muncul antara lain
perdarahan/hematom area insersi, miocard infarct, emergency
CABG, penurunan cardiac output, tamponade jantung, perdarahan
berat di inguinalis.
2. Komplikasi minor meliputi side branch occlusion, arytmia
ventrikel/ atrium, bradikardi, hipotensi, thrombus arterial, emboli
coroner, perdarahan fungsi ginjal akibat penggunaan zat kontras,
emboli sistemik, fistula arterivenosus (Enc, dikutip dalam
Widyastuti, 2012).
Haryanto (2018) juga menyatakan risiko minor tindakan PCI antara
lain memar pada pergelangan tangan atau pangkal paha akibat penusukan,
reaksi alergi terhadap kontras, dan gangguan fungsi ginjal akibat zat
kontras yang berlebihan. Sementara komplikasi yang lebih serius seperti
stroke, gangguan irama yang fatal seperti VT/VF, Infrak Miokard, Diseksi
Aorta, dan kematian pada tindakan PCI biasanya kecil (< 1%). Biasanya
komplikasi lebih sering terjadi pada pasien dengan kondisi penyakit yang
berat, usia tua > 75 tahun, adanya penyakit penyerta seperti ginjal dan
kencing manis, penderita wanita, pompa jantung yang menurun, serta
penyempitan yang banyak dan berat.

F. Persiapan Sebelum Tindakan (PCI)


Beberapa persiapan yang perlu dilakukan sebagai berikut (Haryanto,
2018):
1. Melakukan pemeriksaan Laboratorium darah
2. Melakukan pemeriksaan EKG
3. Foto dada (rontgen)
4. Anjurkan pasien puasa selama 4 - 6 jam sebelum tindakan
dilakukan, minum obat seperti biasa
5. Mendapat penjelasan tentang prosedur tindakan
6. Melakukan persetujuan tindakan (informed consent)
7. Dilakukan pemasangan infus pada bagian lengan tangan kanan/kiri

G. Prosedur PCI
Waktu dan pemberian terapi reperfusi yang tepat sangat penting.
Idealnya waktu yang dibutuhkan dari pasien masuk ruang gawat darurat
sampai mulainya tindakan PCI adalah 90 menit (Sungkar, 2017). Seperti
tindakan kateterisasi, prosedur PTCA (Percutaneous Transluminal
Coronary Angioplasty) juga hanya menggunakan pembiusan/anastesi lokal
di kulit.
Gambar 1.2 Pemasangan Stent pada arteri coroner

Akses pembuluh darah bisa di pergelangan tangan ataupun di


pangkal paha. Setelah dipasang selongsong (sheath) di pembuluh darah
kaki atau tangan, maka kateter akan dimasukan sampai pada pembuluh
darah koroner jantung. Kateter yang digunakan mempunyai diameter
lumen yang lebih besar dibandingkan dengan kateter yang digunakan
untuk kateterisasi jantung. Untuk masuk ke pembuluh darah koroner yang
menyempit, harus dipandu dengan menggunakan guide wire dengan
ukuran sangat kecil, yaitu 0,014 inchi. Setelah guide wire ini melewati
daerah penyempitan, baru dilakukan pengembangan (inflasi) balon pada
daerah yang menyempit. Setelah pembuluh darah terbuka, biasanya akan
dilanjutkan dengan pemasangan stent dengan tujuan untuk
mempertahankan pembuluh darah tersebut tetap terbuka. Stent yang telah
terpasang ini akan tertinggal di pembuluh darah koroner dan lama-
kelamaan akan bersatu dengan pembuluh darah koroner tersebut
(Haryanto, 2018).ada dua jenis stent yang ada di pasaran, yaitu stent tanpa
salut obat (bare metal stent atau BMS) dan stent dengan salut obat (drug
eluting stent atau DES) (Haryanto, 2018).
Bare Metal Stent (BMS)

Stent yang pertama diciptakan bertujuan untuk dikombinasikan


dengan terapi angioplasti. Stent ini terbuat dari baja tahan karat (stainless
steel) yang didesain untuk dapat menahan kolaps radial dan memiliki
kemampuan mempertahankan diameter yang diinginkan setelah
angioplasti. Meskipun tidak ditemukan stenosis setelah pemasangan BMS
dalam jangka waktu pendek, setelah ditunggu lama diamati terjadinya
penyempitan lumen disertai trombosis parsial. Stent yang telah dilepaskan
diamati dan didapati bahwa stent sudah dilapisi lapisan fibrin yang
menandakan proses re-endotelialisasi.

Drug Eluting Stent (DES)

Stenosis sering terjadi pada pemasangan BMS yang disebabkan oleh


proses penyembuhan lokal di area stent. Solusi yang logis adalah
menggunakan obat yang dapat menghambat proses penyembuhan hanya di
area yang diperlukan tanpa menimbulkan komplikasi sistemik. DES
memiliki tiga komponen, yaitu :

1. Bahan dasar logam


2. Bagian penyimpanan obat dimana dapat terjadi difusi obat ke
jaringan vaskuler secara terkontrol (coating material, biasanya
matriks polimer)
3. Agen terapetik yang efektif mengurangi pertumbuhan neointimal
yang dicetuskan oleh pemasangan stent.

H. Perawatan Pasien Post PCI


1. Pasien diperbolehkan makan/minum seperti biasa
2. Kaki area tindakan tidak boleh ditekuk selama 12 jam
3. Apabila tindakan di lengan 4 jam setelah tindakan tangan, tidak boleh
ditekuk ataupun menggenggam
4. Bila tidak ada komplikasi atau kelainan lainnya, pada keesokan
harinya bisa diperbolehkan untuk pulang.
Biasanya tindakan ini hanya diperlukan masa perawatan selama 3
hari. Sehingga biasanya pasien sudah diperbolehkan pulang pada hari
ketiga.
Berikut beberapa peran perawat pasca tindakan PCI (Rahman,
2018):
a. Kaji keluhan setelah Tindakan
b. Mengobservasi tanda:tanda adanya perdarahan dan hematoma pada
area penusukan
c. Mengobservasi dan mengukur tanda tanda vital (tekanan darah,
nadi, respirasi, suhu tubuh dan saturasi O2)
d. Pemantauan perubahan EKG 12 lead
e. Mengobservasi hasil laboratorium (peningkatan kreatinin
mengindikasikan gangguan ginjal karena zat kontras, sedangkan
peningkatan CKMB menandakan cedera otot jantung)
f. Mengobservasi efek alergi zat kontras (seperti menggigil,
kemerahan, gatal, pusing, mual, muntah, urine tidak keluar dsb)
g. Mengobservasi gangguan sirkulasi perifer (cek pulsasi arteri
dorsalis pedis, tibialis, radialis)
h. Mengobservasi adanya tanda-tanda hipovolemi
i. Memberikan hidrasi sesuai kebutuhan
j. Memonitor adanya tanda-tanda infeksi Pantau area penusukan
terhadap adanya perdarahan, hematoma, infeksi dan eccymosis
Pemantauan ketat Area penusukan di arteri Femoralis:
a. 4 jam post tindakan PCI sheath boleh dicabut/aff oleh dokter jika
nilai ACT normal (Activating Clohting Time, nilai norma < 100
detik
b. Dengan menggunakan sarung tangan steril dan prosedur steril,
sheath diaff dan dilakukan penekanan selama kurang lebih 10- 15
menit sampaidengan perdarahan berhenti
c. Beritahu kepada klien bahwa prosedur pencabutan sheath akan
dilakukan dan ajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk
mencegah terjadinya reflek vagal
d. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi,
pernapasan,saturasi oksigen), pulsasi arteri perifer, dan keluhan
klien selama aff sheath
e. Bila darah sudah tidak keluar, luka pungsi ditutup dengan kasa
steril dan verban elastis lalu diberi bantal steril
f. 6 jam post aff sheath klien baru diperbolehkan mobilisas
g. Observasi daerah distal ekstremitas dan keadaan umum klien post
aff sheath (tekanan darah, nadi, irama EKG/perubahan gelombang
EKG,saturasi O2, pernapasan, nilai ureum dan kreatinin) dari
adanya komplikasi (Rahman, 2018).

Pemantauan ketat Area puncture di arteri radialis:

a. Pelepasan dilakukan 4-6 jam setelah tindakan PCI


b. Bila klien mengeluh kebas atau baal, kempiskan 2-3 cc udara
dengan spuit khusus TR band sampai keluhan baal berkurang, dan
observasi perdaraha
c. Bila masih terdapat perdarahan kembangkan lagi ballon TR band
dan observasi 1 jam kemudian. Bila tidak terjadi perdarahan
kempiskan ballon dan buka TR band dan tutup dengan kassa steril
diatas luka insisi dan tekan dengan kuat
d. Observasi tanda tanda vital (tekanan darah, denyut nadi,
pernapasan, saturasi oksigen), pulsasi arteri perifer, dan keluhan
klien selama aff sheath)
e. Bila darah sudah tidak keluar, luka pungsi ditutup dengan kasa
steril dan verban elastis lalu diberi bantal steril
f. 6 jam post aff sheath klien baru diperbolehkan mobilisasi
g. Observasi daerah distal ekstremitas dan keadaan umum klien post
aff sheath (tekanan darah, nadi, irama ekg/perubahan gelombang
EKG,saturasi O2, pernapasan, nilai ureum dan kreatinin) dari
adanya komplikasi berupa perdarahan/hematoma, thrombosis,
Fistula arteriovenosus (Rahman, 2018).
I. Phatway

PCI

Elektif PCI >12 jam,tdk pada saat serangan Primary PCI <12 jam, pada saat serangan

Resiko PCI

Post PCI

Pembuluh darah Luka Punctrue Port the entry

Abnormalitas proses Penggunaan anti- Resiko Infeksi


penyembuhan luka platelet

Terputusnya continuitas Resiko Perdarahan


jaringan

Nyeri

Menurut Waksman 2019


Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien PCI

1. Pengkajian Keperawatan
a. Biodata Pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, nomor telepon, status
pernikahan, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga
dekat yang bisa dihubungi, status, alamat, nomor telepon, pendidikan,
dan pekerjaan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang dialami sekarang seperti
apakah ada nyeri, nyeri skala berapa, intensitas nyerinya, penyebab
terjadinya nyeri. Apakah terdapat sesak nafas, mual muntah, keringat
dingin dan lemah.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat
opname dengan trauma, operasi, transfusi darah, alergi dan kebiasaan
spesifik klein lainnya. Selain itu, dikaji pula apakah sebelumnya pasien
pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan hiperlipidemia.
Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien pada masa lalu
yang masih relevan.Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul
d. Riwayat keluarga
Kaji penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung pada
keturunannya.
e. Status kardiovaskular
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan
vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP),
bentuk gelombang pada tekanan darah invasive, curah jantung dan
cardiac index, serta drainase rongga dada.
f. Status respirasi
Meliputi ukuran dan tanggal pemasangan ETT, masalah yang
timbul selama intubasi, gerakan dada, suara nafas, setting ventilator
(frekuensi, volume tidal, konsentrasi oksigen, mode, PEEP), kecepatan
nafas, tekanan ventilator, saturasi oksigen, serta analisa gas darah.
g. Status neurologi
Meliputi tingkat kesadaran, orientasi,pemberian sedasi, ukuran
refleks pupil terhadap cahaya, gerakan reflex (reflex muntah, patella,
tendon), memori, nervus cranial, serta gerakan ekstremitas.
h. Status fungsi ginjal
Meliputi haluaran urine, warna urine, osmolalitas urine, distensi
kandung kemih, serta kebutuhan cairan.
i. Status gastrointestinal
Meliputi bising usus, frekuensi bising usus, palpasi abdomen, nyeri
pada saat palpasi, mual, muntah, frekuensi BAB, konsistensi dan warna
feses,
j. Status musculoskeletal
Meliputi kondisi kulit, gerakan ekstremitas, lokasi luka, kekuatan
dan tonus otot.
k. Nyeri
Meliputi lokasi, onset, paliatif, kualitas, medikasi, serta efek nyeri
terhadap aktivitas.
l. Pemeriksaan Diagnostik (tidak jelas)
a) EKG
Normal pada saat istirahat tetapi bisa depresi pada segmen ST,
gelombang T inverted menunjukkan iskemia, gelombang Q
menunjukkan nekrosis.
b) Echocardiogram
Untuk mengkaji fraksi ejeksi (normalnya > 55 % ), gerakan
segmen dinding, volume sistolik dan diastolik ventrikel, regurgitasi
katup mitral karena disfungsi otot papiler dan untuk mendeteksi
adanya thrombus mural, vegetasi katup, atau cairan pericardial.
c) Lab apanya juga diidentifikasi
 Perubahan enzim jantung, isoenzim, troponin T dan troponin I
 CK-MB isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat
antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam
48-72 jam.
 LDH meningkat dalam 14-24 jam, memuncak dalam 48-72 jam dan
kembali normal dalam 7-14 hari
 Troponin-T, merupakan pertanda baru untuk infark miokard akut,
mulai meningkat 3-12 jam, puncak selama 12 jam – 2 hari, kembali
normal 5 – 14 hari.  Troponin-I mulai meningkat 3 - 12 jam,
puncak selama 24 jam, kembali normal 5 – 10 hari.
 Peningkatan lipid serum meliputi : Kolesterol >200 mg/dl.
Trigliserida >200 mg/dl, LDL >160mg/dl, HDL <35 (faktor resiko
CAD)

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik
2) Resiko Perdarahan d.d efek agen farmakologis
3) Resiko Infeksi d.d Peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan
4) Intoleransi aktivitas yang behubungan dengan Kelemahan
5) Ansietas b.d kurang terpapar informasi
3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI)
1. Nyeri akut yang berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agen pencedera fisik keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka tingkat nyeri menurun, dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun 3. Idenfitikasi respon nyeri non verbal
3. Sikap protektif menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
4. Gelisah menurun memperingan nyeri
5. Kesulitan tidur menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Frekuensi nadi membaik 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1.Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2.Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4.Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
5.Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik (I.08243)


Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis: pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
2. Identifikasi Riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis:
narkotika, non-narkotik, atau NSAID) dengan tingkat
keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus
opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respons pasien
4. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan

Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi

2. Resiko Perdarahan d.d efek Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Perdarahan (I.02067)
keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
agen farmakologis maka resiko perdarahan menurun. 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
Dengan kriteria hasil : 2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan
1. Membran mukosa lembab setelah kehilangan darah
meningkat 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
2. Kelembaban kulit 4. Monitor koagulasi (mis: prothrombin time (PT),
meningkat partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen,
3. Hemoptisis menurun degradasi fibrin dan/atau platelet)
4. Hematemesis menurun Terapeutik
5. Hematuria menurun 1. Pertahankan bed rest selama perdarahan
6. Hemoglobin 2. Batasi tindakan invasive, jika perlu
membaikHematokrit 3. Gunakan kasur pencegah decubitus
membaik 4. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
4. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
6. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

3. Resiko infeksi d.d Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan luka : I.14564
Peningkatan paparan keperawatan selama 3x24 jam, Observasi :
organisme patogen diharapkan pasien dapat memenuhi 1) Monitor karakteristik luka
lingkungan kriteria hasil: 2) Monitor tanda-tanda infeksi
Tingkat infeksi : L.14137 Terapeutik :
1) kebersihan badan meningkat (5) 1) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2) nafsu makan meningkat (5) 2) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik,
3) nyeri menurun (5) sesuai kebutuhan
4) kultur area luka membaik (5) 3) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
Kontrol resiko : L.14128 4) Pasang balutan sesuai jenis luka
1) kemampuan mencari informasi 5) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
tentang faktor resiko Edukasi :
meningkat (5) 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) kemampuan mengidentifikasi 2) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
faktor resiko meningkat (5) protein
3) kemampuan melakukan strategi 3) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
kontrol resiko meningkat Kolaborasi :
(5) 1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
4) kemampuan menghindari faktor
resiko meningkat (5) Pemantauan tanda vital : I. 02060
Observasi
1) Monitor tekanan darah
2) Monitor nadi
3) Monitor suhu tubuh
Terapeutik
1) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan,jika perlu
4. Intoleransi aktivitas yang Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi (I.05178)
behubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
Kelemahan D.0056 maka toleransi aktivitas meningkat, 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
1. Keluhan Lelah menurun 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Frekuensi nadi membaik 3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(mis: cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

Terapi Aktivitas (I.01026)


Observasi
1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
diinginkan
4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam
aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis: bekerja) dan
waktu luang
6. Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas
Terapeutik
1. Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang
dialami
2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi
dan rentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
4. Koordinasikan pemilhan aktivitas sesuai usia
5. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika
sesuai
7. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan
lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas yang
dipilih
8. Fasilitasi aktivitas rutin (mis: ambulasi, mobilisasi,
dan perawatan diri), sesuai kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energi, atau gerak
10. Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas aktivitas dengan komponen
memori implisit dan emosional (mis: kegiatan
keagamaan khusus) untuk pasien demensia, jika
sesuai
14. Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan aktif
15. Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk menurunkan kecemasan (mis:
vocal group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang,
tugas sederhana, permainan sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan
kartu)
16. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
17. Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan
diri
18. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
20. Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual,
dan kognitif dalam menjaga fungsi dan Kesehatan
4. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program aktivitas, jika
sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas,
jika perlu

5. Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Reduksi Ansietas (I.09314)


kurang terpapar informasi keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
D.0080 maka tingkat ansietas menurun, 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis:
dengan kriteria hasil: kondisi, waktu, stresor)
1. Verbalisasi kebingungan 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
2. Perilaku gelisah menurun Terapeutik
3. Perilaku tegang menurun 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
4. Konsentrasi membaik kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama pasien, jika
perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
8. Latih Teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
Terapi relaksasi (I.09326)
Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan kognitif
2. Identifikasi Teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan
Teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan sesudah Latihan
5. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan
berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau Tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis: musik, meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau melatih Teknik
yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih Teknik relaksasi (mis:
napas dalam, peregangan, atau imajinasi terbimbing)
Daftar Pustaka

Fu, Z. L., & Yao, H. C. (2017). Percutaneus coronary intervention for acute
myocardial infarction following blunt chest trauma. International Journal
Of Cardiology, 168(3), 2983-2984

Gibson, R. S. (2018). Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford


University Press.

Haryanto, Budi. (2018). Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Jakarta :


Pusat Jantung Nasional.https://www.pjnhk.go.id/artikel/percutaneous-
coronary-intervention-pci

Nijjer, S. S., Petraco, R., van de Hoef, T. P., Sen, S., van Lavieren, M. A., Foale,
R. A., Meuwissen, M., Broyd, C., Echavarria-Pinto, M., & Al-
Lamee, R. (2015). Change in coronary blood flow after
percutaneous coronary intervention in relation to baseline lesion
physiology: results of the JUSTIFY-PCI study. Circulation: Cardiovascular
Interventions, 8(6), e001715

Stouffer GA (12 Oktober 2016). Percutaneous Coronary Intervention (PCI).


Medscape. https://emedicine.medscape.com/article/161446 - Diakses 6
Januari 2019.

Waksman R, Di Mario C, Torguson R, Ali ZA, Singh V, Skinner WH, Artis AK,
Cate TT, Powers E, Kim C, Regar E, Wong SC, Lewis S, Wykrzykowska J,
Dube S, Kazziha S. (2019). Identification of patients and plaques vulnerable
to future coronary events with near-infrared spectroscopy intravascular
ultrasound imaging: a prospective, cohort study. Lancet.Nov
02;394(10209):1629-1637
I.WOC PCI

Coronary Arteri Disease (CAD)

Pemeriksaan diagnostik

EKG (ST depresi, ST Pemeriksaan Lab (CKMB, Angiografi (One, two, three Myocardium perfusion
elevasi, T inverted) Troponin T dan I, lipid vissel disease and Significant imaging (MPI)
serum, AGD) >50% LM)

Medical therapy Intervensi PTCA/PCI Intervensi CABG

Pre Operatif Intra Operatif Post Operatif

Belum pernah
menjalani PTCA/PCI Heparin Punctur Penggunaan Luka Punctur
antiplatelet

Kurang pengetahuan
terhadap tindakan yang Risiko trauma
Terputusnya
akan dilakukan penusukan
kontinuitas jaringan

Koping
Ansietas
individu tidak Risiko perdarahan Pelepasan Kerusakan
efektif mediator kimia jaringan

Dipersepsi Transmisi Pelepasan Mengirim Merangsang Proteksi/


Merangsang Proteksi/
kan nyeri ke neurotransmitter impuls ke nosiseptor barrier kulit
nosiseptor barrier kulit
oleh thalamus (prostaglandin) serabut
korteks saraf
serebri perifer
aferen

Nyeri Pajanan
Akut terhadap
Risiko Infeksi mikrooganisme

Menurut Waksman 2019

Anda mungkin juga menyukai