KONSEP
POSTPERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI)
A. Definisi
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) adalah pelaksanaan
sumbatan arteri koronaria. Prosedur intervensi dengan menggunakan
kateter untuk melebarkan atau membuka pembuluh darah koroner yang
menyempit dengan balon atau stent. Proses penyempitan pembuluh darah
koroner ini dapat disebabkan oleh proses aterosklerosis atau thrombosis
(Haryanto, 2018).
PCI (Percutaneous Coronary Intervention) merupakan suatu
teknik untuk menghilangkan dan melebarkan pembuluh darah koroner
yang menyempit. Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan
dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali,
sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari, namun pemasangan
PCI pada pasien yang menderita penyakit jantung dapat mempengaruhi
aktivitas fisik pasien hingga kualitas hidupnya (Quality of Life) (Waksman
2019) .
PCI merupakan intervensi non bedah untuk membuka
kembali arteri coroner. Tindakan ini dilakukan dengan cara
memasukkan balon atau stent melalui kateter yang dimasukkan ke
dalam lumen pembuluh darah. Tujuan dilakukannya tindakan ini
adalah untuk meningkatkan aliran darah ke coroner, memperbaiki
iskemia miokard dan mengatasi manifestasi klinis dai CAD. (Nijjer et
al., 2015).
Gambar 1.1 Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
B. Tujuan PCI
Tujuan dilakukan tindakan PCI adalah untuk digunakan
membebaskan pembuluh darah yang mengalami penyempitan atau
sumbatan trombus. Prosedur ini juga dapat mengembalikan aliran darah ke
jantung setelah terjadi serangan jantung. Pada beberapa sirkumtasi,
prosedur ini dapat menurunkan risiko terjadi serangan jantung pada masa
yang akan dating. Prosedur ini juga dapat digunakan pada klien dengan
infark miokard akut untuk membantu reperfusi miokardium, trombolisis
(pembubaran gumpalan darah oleh enzim seperti streptokinase), atau jika
trombolisis telah gagal (Gibson, 2018).
C. Indikasi Dilakukan PCI
1. Acute ST-elevation myocardial infarction (STEMI) adalah sindrom
Koroner akut dengan deviasi ST segmen elevasi > 1 mm di ekstrimitas
dan > 2 mm di precordial, lead yang bersebelahan serta peninggkatan
CKMB lebih dari25µ/l , Troponin T positif > 0,03
2. Non–ST-elevation acute coronary syndrome (NSTE-ACS) adalah
sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen depresi > 0,5mm,
dapat disertai dengan gelombang T inverse dan peningkatan CKMB >
25 µ/l Troponin T positif > 0,03
3. Unstable angina adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST
segmen depresi > 0,5mm, dapat disertai dengan gelombang T inverse
dan Enzim jantung (Bio-marker) normal
4. Stable angina
5. Anginal equivalent (eg, dyspnea, arrhythmia, or dizziness or syncope)
6. High risk stress test findings
PCI lebih dianjurkan pada pasien STEMI dengan kontraindikasi
fibrinolitik, risiko tinggi perdarahan, usia lebih dari 75 tahun, risiko tinggi,
dan syok kardiogenik (Rifqi, 2012).
Jika dalam keadaan dimana tidak ditemukan ST-elevasi, maka
primary PCI dapat dilakukan dalam keadaan iskemia yang berlanjut
dengan salah satu kriteria (Fu, Z. L. 2017):
a. Hemodinamik tidak stabil atau syok kardiogenik
b. Nyeri dada yang berulang atau tidak hilang dengan obat-obatan
c. Aritmia yang mengancam nyawa
d. Komplikasi mekanik dari infark miokard
e. Gagal jantung akut
f. Perubahan dinamik EKG dengan terjadi ST-elevasi intermiten
Jika pasien datang terlambat, onset lebih dari 12 jam, maka
primary PCI dapat dilakukan bila:
a. Masih ada nyeri dada
b. Instabilitas hemodinamik
c. Aritmia yang mengancam nyawa
D. Kontra Indikasi
Kontraindikasi dari prosedur PCI meliputi tidak toleran klien terhadap
terapi antiplatelet dalam jangka panjang atau adanya kondisi komorbid
yang signifikan yang sangat membatasi umur klien (hal ini merupakan
kontraindikasi relatif). Pendekatan Tim Jantung (melibatkan spesialis
jantung dan ahli bedah jantung) harus digunakan pada klien diabetes dan
penyakit arteri koroner multivessel dan pada klien dengan penyakit mayor
kiri berat dan skor Syntax tinggi (Stouffer, 2016).
1. CHF yang tidak terkontrol, BP tinggi, aritmia
2. Gangguan elekrolit
3. Infeksi ( demam )
4. Gagal ginjal
5. Perdarahan saluran cerna akut/anemia
6. Stroke baru (< 1 bulan)
7. Intoksikasi obat-obatan (seperti : Kontras )
8. Pasien yang tidak kooperatif
9. Usia kehamilan kurang dari 3 bulan
E. Komplikasi PCI
Komplikasi tindakan PCI dibagi menjadi komplikasi mayor dan minor.
1. Komplikasi mayor yang sering muncul antara lain
perdarahan/hematom area insersi, miocard infarct, emergency
CABG, penurunan cardiac output, tamponade jantung, perdarahan
berat di inguinalis.
2. Komplikasi minor meliputi side branch occlusion, arytmia
ventrikel/ atrium, bradikardi, hipotensi, thrombus arterial, emboli
coroner, perdarahan fungsi ginjal akibat penggunaan zat kontras,
emboli sistemik, fistula arterivenosus (Enc, dikutip dalam
Widyastuti, 2012).
Haryanto (2018) juga menyatakan risiko minor tindakan PCI antara
lain memar pada pergelangan tangan atau pangkal paha akibat penusukan,
reaksi alergi terhadap kontras, dan gangguan fungsi ginjal akibat zat
kontras yang berlebihan. Sementara komplikasi yang lebih serius seperti
stroke, gangguan irama yang fatal seperti VT/VF, Infrak Miokard, Diseksi
Aorta, dan kematian pada tindakan PCI biasanya kecil (< 1%). Biasanya
komplikasi lebih sering terjadi pada pasien dengan kondisi penyakit yang
berat, usia tua > 75 tahun, adanya penyakit penyerta seperti ginjal dan
kencing manis, penderita wanita, pompa jantung yang menurun, serta
penyempitan yang banyak dan berat.
G. Prosedur PCI
Waktu dan pemberian terapi reperfusi yang tepat sangat penting.
Idealnya waktu yang dibutuhkan dari pasien masuk ruang gawat darurat
sampai mulainya tindakan PCI adalah 90 menit (Sungkar, 2017). Seperti
tindakan kateterisasi, prosedur PTCA (Percutaneous Transluminal
Coronary Angioplasty) juga hanya menggunakan pembiusan/anastesi lokal
di kulit.
Gambar 1.2 Pemasangan Stent pada arteri coroner
PCI
Elektif PCI >12 jam,tdk pada saat serangan Primary PCI <12 jam, pada saat serangan
Resiko PCI
Post PCI
Nyeri
1. Pengkajian Keperawatan
a. Biodata Pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, nomor telepon, status
pernikahan, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga
dekat yang bisa dihubungi, status, alamat, nomor telepon, pendidikan,
dan pekerjaan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang dialami sekarang seperti
apakah ada nyeri, nyeri skala berapa, intensitas nyerinya, penyebab
terjadinya nyeri. Apakah terdapat sesak nafas, mual muntah, keringat
dingin dan lemah.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat
opname dengan trauma, operasi, transfusi darah, alergi dan kebiasaan
spesifik klein lainnya. Selain itu, dikaji pula apakah sebelumnya pasien
pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan hiperlipidemia.
Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien pada masa lalu
yang masih relevan.Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul
d. Riwayat keluarga
Kaji penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung pada
keturunannya.
e. Status kardiovaskular
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan
vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP),
bentuk gelombang pada tekanan darah invasive, curah jantung dan
cardiac index, serta drainase rongga dada.
f. Status respirasi
Meliputi ukuran dan tanggal pemasangan ETT, masalah yang
timbul selama intubasi, gerakan dada, suara nafas, setting ventilator
(frekuensi, volume tidal, konsentrasi oksigen, mode, PEEP), kecepatan
nafas, tekanan ventilator, saturasi oksigen, serta analisa gas darah.
g. Status neurologi
Meliputi tingkat kesadaran, orientasi,pemberian sedasi, ukuran
refleks pupil terhadap cahaya, gerakan reflex (reflex muntah, patella,
tendon), memori, nervus cranial, serta gerakan ekstremitas.
h. Status fungsi ginjal
Meliputi haluaran urine, warna urine, osmolalitas urine, distensi
kandung kemih, serta kebutuhan cairan.
i. Status gastrointestinal
Meliputi bising usus, frekuensi bising usus, palpasi abdomen, nyeri
pada saat palpasi, mual, muntah, frekuensi BAB, konsistensi dan warna
feses,
j. Status musculoskeletal
Meliputi kondisi kulit, gerakan ekstremitas, lokasi luka, kekuatan
dan tonus otot.
k. Nyeri
Meliputi lokasi, onset, paliatif, kualitas, medikasi, serta efek nyeri
terhadap aktivitas.
l. Pemeriksaan Diagnostik (tidak jelas)
a) EKG
Normal pada saat istirahat tetapi bisa depresi pada segmen ST,
gelombang T inverted menunjukkan iskemia, gelombang Q
menunjukkan nekrosis.
b) Echocardiogram
Untuk mengkaji fraksi ejeksi (normalnya > 55 % ), gerakan
segmen dinding, volume sistolik dan diastolik ventrikel, regurgitasi
katup mitral karena disfungsi otot papiler dan untuk mendeteksi
adanya thrombus mural, vegetasi katup, atau cairan pericardial.
c) Lab apanya juga diidentifikasi
Perubahan enzim jantung, isoenzim, troponin T dan troponin I
CK-MB isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat
antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam
48-72 jam.
LDH meningkat dalam 14-24 jam, memuncak dalam 48-72 jam dan
kembali normal dalam 7-14 hari
Troponin-T, merupakan pertanda baru untuk infark miokard akut,
mulai meningkat 3-12 jam, puncak selama 12 jam – 2 hari, kembali
normal 5 – 14 hari. Troponin-I mulai meningkat 3 - 12 jam,
puncak selama 24 jam, kembali normal 5 – 10 hari.
Peningkatan lipid serum meliputi : Kolesterol >200 mg/dl.
Trigliserida >200 mg/dl, LDL >160mg/dl, HDL <35 (faktor resiko
CAD)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik
2) Resiko Perdarahan d.d efek agen farmakologis
3) Resiko Infeksi d.d Peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan
4) Intoleransi aktivitas yang behubungan dengan Kelemahan
5) Ansietas b.d kurang terpapar informasi
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI)
1. Nyeri akut yang berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agen pencedera fisik keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka tingkat nyeri menurun, dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun 3. Idenfitikasi respon nyeri non verbal
3. Sikap protektif menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
4. Gelisah menurun memperingan nyeri
5. Kesulitan tidur menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Frekuensi nadi membaik 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1.Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2.Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4.Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
5.Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
2. Resiko Perdarahan d.d efek Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Perdarahan (I.02067)
keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
agen farmakologis maka resiko perdarahan menurun. 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
Dengan kriteria hasil : 2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan
1. Membran mukosa lembab setelah kehilangan darah
meningkat 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
2. Kelembaban kulit 4. Monitor koagulasi (mis: prothrombin time (PT),
meningkat partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen,
3. Hemoptisis menurun degradasi fibrin dan/atau platelet)
4. Hematemesis menurun Terapeutik
5. Hematuria menurun 1. Pertahankan bed rest selama perdarahan
6. Hemoglobin 2. Batasi tindakan invasive, jika perlu
membaikHematokrit 3. Gunakan kasur pencegah decubitus
membaik 4. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
4. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
6. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
3. Resiko infeksi d.d Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan luka : I.14564
Peningkatan paparan keperawatan selama 3x24 jam, Observasi :
organisme patogen diharapkan pasien dapat memenuhi 1) Monitor karakteristik luka
lingkungan kriteria hasil: 2) Monitor tanda-tanda infeksi
Tingkat infeksi : L.14137 Terapeutik :
1) kebersihan badan meningkat (5) 1) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2) nafsu makan meningkat (5) 2) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik,
3) nyeri menurun (5) sesuai kebutuhan
4) kultur area luka membaik (5) 3) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
Kontrol resiko : L.14128 4) Pasang balutan sesuai jenis luka
1) kemampuan mencari informasi 5) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
tentang faktor resiko Edukasi :
meningkat (5) 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) kemampuan mengidentifikasi 2) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
faktor resiko meningkat (5) protein
3) kemampuan melakukan strategi 3) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
kontrol resiko meningkat Kolaborasi :
(5) 1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
4) kemampuan menghindari faktor
resiko meningkat (5) Pemantauan tanda vital : I. 02060
Observasi
1) Monitor tekanan darah
2) Monitor nadi
3) Monitor suhu tubuh
Terapeutik
1) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan,jika perlu
4. Intoleransi aktivitas yang Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi (I.05178)
behubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
Kelemahan D.0056 maka toleransi aktivitas meningkat, 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
1. Keluhan Lelah menurun 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Frekuensi nadi membaik 3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(mis: cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
Fu, Z. L., & Yao, H. C. (2017). Percutaneus coronary intervention for acute
myocardial infarction following blunt chest trauma. International Journal
Of Cardiology, 168(3), 2983-2984
Nijjer, S. S., Petraco, R., van de Hoef, T. P., Sen, S., van Lavieren, M. A., Foale,
R. A., Meuwissen, M., Broyd, C., Echavarria-Pinto, M., & Al-
Lamee, R. (2015). Change in coronary blood flow after
percutaneous coronary intervention in relation to baseline lesion
physiology: results of the JUSTIFY-PCI study. Circulation: Cardiovascular
Interventions, 8(6), e001715
Waksman R, Di Mario C, Torguson R, Ali ZA, Singh V, Skinner WH, Artis AK,
Cate TT, Powers E, Kim C, Regar E, Wong SC, Lewis S, Wykrzykowska J,
Dube S, Kazziha S. (2019). Identification of patients and plaques vulnerable
to future coronary events with near-infrared spectroscopy intravascular
ultrasound imaging: a prospective, cohort study. Lancet.Nov
02;394(10209):1629-1637
I.WOC PCI
Pemeriksaan diagnostik
EKG (ST depresi, ST Pemeriksaan Lab (CKMB, Angiografi (One, two, three Myocardium perfusion
elevasi, T inverted) Troponin T dan I, lipid vissel disease and Significant imaging (MPI)
serum, AGD) >50% LM)
Belum pernah
menjalani PTCA/PCI Heparin Punctur Penggunaan Luka Punctur
antiplatelet
Kurang pengetahuan
terhadap tindakan yang Risiko trauma
Terputusnya
akan dilakukan penusukan
kontinuitas jaringan
Koping
Ansietas
individu tidak Risiko perdarahan Pelepasan Kerusakan
efektif mediator kimia jaringan
Nyeri Pajanan
Akut terhadap
Risiko Infeksi mikrooganisme