Anda di halaman 1dari 21

STUDI KASUS: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN

POST KATETERISASI JANTUNG DENGAN INTERVENSI INOVASI PEMBERIAN


COLD PACK DAN AMBULASI DINI DI RUANG ELANG PUTRI
RSUP DR. KARIADI SEMARANG

ANNISA TRI UTAMI

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN


PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN – POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan data tabulasi dasar di rumah sakit, penyakit jantung
merupakan penyebab kematian ketiga setelah stroke dan cedera intrakranial dengan
jumlah kematian 2.484 (2,67%) (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit &
Penyehatan Lingkungan Republik Indonesia [PP & PL RI], 2009). Berdasarkan data
World Health Report (2004), penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian
paling besar (7,208 juta) diantara penyakit jantung lainnya (16,733 juta).
Deteksi plak aterosklerosis dengan angiografi koroner merupakan gold standard
pada penyakit jantung koroner (Grossman, 2000 dalam Sari.dkk, 2017). Kateterisasi
jantung memiliki tingkat ketepatan paling tinggi (96%−99%) untuk mendeteksi
adanya kelainan pada jantung terutama penyakit jantung koroner (Lindsay & Pinnow,
2000 sebagaimana dikutip Osborn et al., 2010).
Akses ke organ jantung dalam tindakan kateterisasi jantung menggunakan suatu
kateter yang dimasukkan melalui arteri. Berbagai komplikasi dapat terjadi akibat
kateterisasi jantung. Menurut National Heart Lung and Blood Institute dalam Manik
(2015), komplikasi tersebut meliputi perdarahan, infeksi dan nyeri, kerusakan pembuluh
darah serta reaksi alergi terhadap zat kontras yang digunakan.
Tujuan utama intervensi post tindakan kateterisasi adalah mempertahankan
hemostasis pada area tusukan dan pengkajian komplikasi vaskular (Hamel, 2009).
Setelah kateter dilepaskan, secara tradisional hemostasis dicapai melalui kompresi/
penekanan manual. Tujuan dari kompresi manual adalah untuk menghentikan
perdarahan dari arteri femoral dengan cara menekan arteri dan memungkinkan
pembentukan bekuan (clot). Kompresi aktual pada arteri dapat dilakukan secara manual
ataupun dengan alat kompresi mekanik. Awal penggunaan bantal pasir sebagai alat
kompresi mekanik tidak diketahui secara pasti. Dalam hasil penelitian Christensen,
dkk., tahun 1998 dinyatakan bahwa aplikasi bantal pasir sudah tidak efektif dan tidak
penting karena tidak ada peningkatan komplikasi vaskular pada klien yang tidak
diaplikasikan bantal pasir. Studi lain oleh King pada tahun 2008 yang bertujuan
membandingkan kompresi bantal pasir dengan aplikasi cold-pack setelah kateterisasi
jantung menunjukkan hasil perbedaan yang signifikan bahwa vasokonstriksi yang
dihasilkan oleh aplikasi cold-pack lebih efektif dalam menurunkan komplikasi
hematoma daripada bantal pasir.
Telaah artikel mengenai penggunaan cold-pack dan ambulasi dini di Indonesia
masih sangat terbatas, sehingga penulis tertarik untuk melakukan telaah artikel mengenai
inovasi intervensi pemberian cold pack dan ambulasi dini pada klien post kateterisasi
jantung di Ruang Elang Putri RSUP Dr. Kariadi Semarang.

B. Tujuan
1. Umum
Memperkenalkan inovasi terapi pemberian cold-pack dan ambulasi dini pada klien post
kateterisasi jantung

2. Khusus
a. Menganalisa keefektifan cold-pack dan ambulasi dini pada klien post kateterisasi
jantung
b. Membandingkan efektifitas cold-pack dan ambulasi dini dengan bantal pasir
berdasarkan literatur terkini.

C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak
pihak terkait berikut ini:
1. Bagi masyarakat
Diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan kenyamanan serta kepuasan
pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
2. Bagi perawat atau rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan penyegaran SOP mengenai tatalaksana post
kateterisasi jantung
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai salah satu bacan ilmiah sumber literatur yang berguna
untuk menambah pengetahuan dan wawasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Teori
A. Kateterisasi Jantung
1) Pengertian
Kateterisasi jantung merupakan tindakan untuk memasukkan kateter
melalui femoral (Judkins) atau brachialis (Sones) menuju ke aorta assendens
dan arteri koronaria yang dituju dengan bantuan fluoroskopi. Pada saat ini
kateter femoral lebih banyak digunakan kateter ukuran 6 atau bahkan 5
French. Setelah diposisikan dalam ostium arteri koroner, media kontras
dimasukkan untuk mengopasifikasi arteri koroner sehingga gambar arteri
koroner dapat diperoleh dengan manuver kamera radiografi disekitar pasien
untuk mendapatkan gambar dari sudut yang berbeda (Gray et al, 2002;
Underhil et al, 2005)

2) Indikasi
Adapun indikasi dilakukan tindakan kateterisasi jantung pada pasien menurut
Gray et al, 2002 adalah sebagai berikut:
a) Memiliki gejala penyakit arteri koroner meskipun telah mendapat terapi
medis yang adekuat
b) Penentuan prognosis pada pasien dengan penyakit arteri koroner
c) Nyeri dada stabil dengan perubahan iskemik bermakna pada tes latihan
d) Pasien dengan nyeri dada tanpa etiologi yang jelas
e) Sindrom koroner tidak stabil (terutama dengan peningkatan Troponin T atau
I).
f) Pasca infark miokard non gelombang Q
g) Pasca infark miokard gelombang Q pada pasien risiko tinggi (ditentukan
dengan tes latihan atau pemindaian perfusi miokard).
h) Pasien dengan aritmia berlanjut atau berulang
i) Gejala berulang pasca coronary artery bypass Graft (CABG) atau
percutaneus coronary intervention (PCI)
j) Pasien yang menjalani pembedahan katup jantung
k) Pasien gagal jantung dengan etiologi yang tidak jelas
l) Menentukan penyebab nyeri dada pada kardiomiopati hipertropi

c) Perawatan Post Kateterisasi Jantung


a) Pasien dipantau setelah prosedur selesai sampai dipindahkan ke ruang
perawatan.
b) Pemantauan tanda-tanda vital dan lokasi akses vaskular selama
pemulihan.
c) Pasien pasca prosedur diagnostik dapat dipulangkan setelah menjalani
pemantauan minimal 2 – 6 jam dan dapat dilanjutkan perawatan sesuai
indikasi.
d) Pasien pasca prosedur intervensi dapat dipulangkan setelah menjalani
pemantauan minimal 6 – 12 jam dan dapat dilanjutkan perawatan sesuai
indikasi.
e) Metode yang dilakukan untuk menghindari adanya perdarahan yaitu
kompresi manual, kompresi mekanikal, jahitan vaskular perkutaneus, dan
staples atau klips, vascular plugs, dan topical hemostatic pads.
f) Hemostasis dengan kompresi manual pada akses radial biasanya dengan
alat kompresi wristband. Sheath dikeluarkan segera setelah tindakan tanpa
memandang status antikoagulasi.
g) Jika pencabutan sheath memerlukan kompresi manual maupun mekanikal
yang membutuhkan waktu lama, maka manajemen nyeri baru diperlukan.
h) Hipertensi postprosedural harus ditatalaksana secara agresif, pasien dapat
diberikan dosis sesuai dengan medikasi rawat jalan maupun diberikan
secara antihipertensi IV. Hydralazine, labetalol, nicardipine, atau
metoprolol,infus nitrogliserin dengan target tekanan darah 140/80mmHg
Tabel 2.1 Protokol Tindakan Homeostatis Pasca Kateterisasi

Kateterisasi jantung dibagi menjadi angiografi koroner dan Percutanneus


Coronary Intervention (PCI). Pemeriksaan diagnostik secara invasif yang dapat
dilakukan adalah kateterisasi jantung. Kateterisasi jantung adalah prosedur yang
dilakukan dengan menggunakan zat kontras dan sinar-x untuk mengevaluasi
pembuluh darah koroner. Tindakan untuk mengevaluasi arteri koroner ini disebut
juga angiografi koroner. Kateterisasi jantung juga dilakukan sebelum dilakukan
percutaneus coronary intervention (PCI) untuk mengevaluasi adanya stenosis
pembuluh darah koroner dan setelah prosedur, PCI berfungsi untuk mengetahui
keberhasilan tindakan. Kateterisasi jantung merupakan prosedur diagnostik
invasif yang digunakan untuk mengevaluasi derajat aterosklerosis dan
penatalaksanaannya. Tindakan ini juga digunakan untuk mempelajari adanya
kecurigaan anomali kongenital arteri koronaria (Smeltzer & Bare, 2008).
Koroner angiografi dilakukan dengan memasukkan kecil tabung plastik (kateter) ke
dalam arteri dan vena ke jantung untuk mendapatkan gambar rontgen dari arteri
dan jantung koroner, serta untuk mengukur hemodinamik di jantung (Kern et al.,
2015). Ketika blok koroner diidentifikasi, kawat kecil dengan ujung floppy
menembus sumbatan dan kemudian balon dikembangkan dan jika perlu stent
dipasang ke reaskularisasi miokard (Rifki, 2013 dalam Ginanjar, 2018).
Prinsip perawatan luka setelah jantung kateterisasi setelah pencabutan
selubung femoralis adalah dengan menutup akses penusukan kateter, imobilisasi
dan tekanan (Kern et al., 2015). Tujuan dari penekanan mekanis dengan bantalan
pasir ini untuk menghentikan perdarahan dan hematoma dari arteri femoralis
dengan menekan arteri dan memungkinkan pembentukan gumpalan (Manik, 2015
dalam Ginanjar, 2018).

Tabel 2.2 Alur Pasien

B. Teknik Compression Menggunakan Bantal Pasir


Tindakan mandiri keperawatan untuk mencegah komplikasi pembuluh darah
dengan melakukan penekanan secara mekanik menggunakan bantal pasir.

Menurut Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan bantal pasir


2,3 kg selama 2, 4 dan 6 jam mengakibatkan tidak ada perdarahan pada semua
kelompok (n =90) (Sinaga et al., 2012). Pada penelitian lain menggunakan bantal pasir
selama 6 jam memiliki 2 (2,2%) responden berdarah (Junait & Rifqi, 2014).

Penekanan mekanikal dengan menggunakan bantal pasir dengan berat


tertentu membantu pencapaian hemostasis melalui pemberian tekanan pada arteri.
Berat bantal pasir yang digunakan dalam beberapa penelitian bervariasi mulai dari
2,3 kg sampai dengan 4,5 kg (Manik, 2015).

Terdapatnya penambahan ukuran hematoma pada kelompok kontrol ini


disebabkan oleh penekanan dengan menggunakan bantal pasir seberat 2,5 Kg
selama 6 jam. Penekanan dalam periode yang lama (lebih dari 2 jam) berisiko
merusak jaringan atau menekan saraf (Shoulders-odom, 2008).

C. Teknik Vasokontriksi Menggunakan Coldl-Pack dan Mobilisasi Dini

Kompres dingin dapat menurunkan aliran darah dan permeabilitas


kapiler di sekitar tempat penusukan. Selain itu kompres dingin juga dapat
menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah. Mekanisme kerja tersebut
dapat mengontrol perdarahan dan memfasilitasi koagualasi dengan cara
meningkatkan viskositas darah. Kondisi tersebut mengakibatkan perdarahan,
hematoma, dan ekimosis lebih sedikit terjadi atau bahkan tidak terjadi saat dilakukan
kompres dingin pada jaringan (Çürük, Taş cı, Elmalı, & Oghuzan, 2017; King,
Philpott, & Leary, 2008). Penurunan suhu pada jaringan kulit akan menyebabkan
peningkatan vasokonstriksi pembuluh darah (King, Philpott, & Leary, 2008 dalam
Ginanjar, 2018).

Cold pack menggunakan suhu yang dingin dalam menangani injuri.


Perubahan pada suhu memiliki pengaruh pada permukaan jaringan tubuh seperti
pengurangan nyeri, relaksasi otot, perubahan pembuluh darah, dan pengaruh pada
jaringan konektif. Pada suhu yang dingin, sensasi nyeri dihambat melalui pengurangan
kecepatan impuls yang dikonduksikan oleh serabut-serabut saraf.

Berat cold-pack 365gram, intervensi dilakukan selama 20 menit (King, 2008).

Penggunaan cold-pack tidak dianjurkan lebih dari 20 menit karena berisiko


terjadinya numbness dan kerusakan jaringan (Wnorowski, 2010 dalam Manik, 2015).

Ambulasi dilakukan satu jam setelah kateterisasi, yang diharapkan bahwa


tidak ada akumulasi berkepanjangan gumpalan trombosit yang dapat menyebabkan
trombosis (Sadikin, 2001). Trombosit berlebihan. Akumulasi dapat menyebabkan
penurunan darah mengalir ke jaringan atau mengarah ke bentuk embolus (Smeltzer et
al., 2008).
BAB III

METODE PENULISAN

A. Rancangan Solusi Yang Ditawarkan

Problem : Post Tindakan Kateterisasi Jantung

Intervention: Cold-pack dan ambulasi dini

Compare: Bantal pasir dan imobilisasi selama 6 jam

Outcome : perdarahan dan hematoma

Time : cold pack dalam 20 menit, mobilisasi dini saat 2 jam

B. Target dan Luaran

Target yang akan mendapatkan perlakuan intervensi pada studi kasus ini yaitu
pasien post kateterisasi jantung dengan intervensi pemberian cold-pack dan mobilisasi
dini. Luaran dari studi kasus ini yaitu untuk mengukur hematoa dan perdarahan ..

C. Prosedur Pelaksanaan

1. Tahap Awal

Menemukan masalah

Mencari jurnal dan literatur bereputasi lainnya.

2. Tahap Pelaksanaan

Menganalisa jurnal

Melakukan telaah jurnal

Mempersiapkan untuk seminar


BAB IV
LAPORAN KASUS

Klien Ny. S datang dengan keluhan ingin melaksanakan kateterisasai jantung.


Kronologisnya, klien memiliki riwayat nyeri dada, kualitas tertusuk tusuk dan panas,
menurun bila istirahat, dengan kuantitas sering, region pada dada tembus kebelakang, ulu
hati dan menyebar seluruh tubuh, skala 7 menurut klien, nyeri berat, waktu kejadian nyeri
menetap saat itu. Klien periksa ke RS Panti Wiloso, kemudian dirujuk ke RSDK untuk
menjalani kateterisasi. Klien didiagnosa Angina Pektoris Stabil ccs II.
Pada kondisi Angina pektoris manifestasi klinis yang nampak adalah adanya nyeri dada
yang menyebar keseluruh tubuh.
Pengkajian ini dilakukan di Ruang Elang tanggal 5 September 2019. Keluhan utama
yaitu ingin melaksanakan kateterisasi jantung. GCS E4M6V5 Composmentis. RR
20x/menit. Pada pengakjian ansietas HARS, didapatkan data klien mengalami kecemasan
sedang terkait tindakan yang akan dijalani.
Pada post tindakan PCA klien memiliki luka penusukan pada arteri femoralis, yang
mana menyebabkan resiko perdarahan. Sehingga sesuai SOP RSUP Dr Kariadi diberikan
penekanan menggunakan bantal pasir dan imobilisasi selama 6 jam. Kondisi ini
menyebabkan klien mengeluh kaki kebas, rasa yang sangat tidak nyaman, dan kaku.
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lahan Pratik

RSUP Dr. Kariadi Semarang merupakan Rumah Sakit terbesar sekaligus berfungsi
sebagai Rumah Sakit rujukan bagi wilayah Jawa Tengah. Saat ini RSUP Dr. Kariadi
adalah Rumah Sakit kelas A Pendidikan dan berfungsi sebagai Rumah sakit Pendidikan
bagi dokter, dokter spesialis,dan sub spesialis dari FK UNDIP,dan Institusi Pendidikan
lain serta tenaga kesehatan lainnya. Tugas pokok RSUP Dr. Kariadi adalah
menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi,
terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan serta
melaksankan upaya rujukan dan upaya lain sesuai dengan kebutuhan. RSUP Dr. Kariadi
sebagai Rumah Sakit vertikal Kelas A Pendidikan.
B. Hasil

Peneliti Metode Responden Intervensi Waktu Alat Ukur Hasil


Ginanjar, Metode 30 Responden Cold Pack dan - Lembar observasi Ambulasi dini dan cold pack sama efektifny dengan
Hadisaputro, eksperimental Early pemasangan sand bag, namun untuk hematoma ambulasi
Mardiyono, (randomized Mobilisatiion Cool-pack dini dan cold pack lebih efektif
Sudirman. control group
design)
Boztosun, Clinical Trial 1650 Early - Lembar Observasi Mobilisasi awal pada pasien tertentu yang menjalani
MD Mobilisation kateterisasi jantung diagnostik melalui femoralarteri
melalui kateter 6-Fr aman dan terkait dengan tingkat
komplikasi perdarahan
King randomized 50 Cold-pack and Cold-pack (365 gram) Cold-pack lebih efektif daripada kompresi dan dapat
controlled Sand bag suhu -4 hingga 4 C diterima pasien.
trial
Bantal pasir (2,5kg )
Manik randomized 40 Cold-pack dan - Cold pack selama 20 menit tidak terdapat perbedaan secara statistik pada kejadian
posttest-only bantal pasir komplikasi vaskuler lokal dan neuropati femoral
control Bantal pasir 2,5 kg selama dengan penggunaan penekanan mekanik bantal pasir
group design 1 jam seberat 2,5 kg durasi 1 jam maupun dengan penggunaan
cold-pack durasi 20 menit diatas area akses kateter
arteri femoral setelah femoral sheaths dicabut.
Penggunaan cold-pack dengan durasi yang lebih
singkat yaitu 20 menit dapat menjadi pilihan yang
lebih baik untuk memberikan rasa nyaman dan tetap
aman untuk klien.
Sari, dkk after-only 20 Cold pack - Cold pack selama 20 menit Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat
non- perbedaan bermakna ukuran hematoma setelah
equivalent Bantal pasir Bantal pasir selama 6jam penekanan manual, penekanan mekanik dan setiap jam
control group 2,5 kg dalam waktu 24 jam pada pasien pasca kateterisasi
jantung yang menggunakan bantal pasir maupun cold
pack (ρ > 0,05). Penggunaan penekanan mekanik
cold pack dapat mengurangi risiko hematoma
sebagaimana bantal pasir, sehingga cold pack dapat
digunakan sebagai pilihan alat tekan mekanik pada
pasien pasca kateterisasi jantung.
B. PEMBAHASAN

Penekanan menggunakan bantal pasir dalam periode yang lama (lebih dari 2
jam) berisiko merusak jaringan atau menekan saraf (Shoulders-odom, 2008). Waktu
yang diperlukan untuk pencapaian hemostasis pada pembuluh darah yang rusak
adalah 20 menit sampai 1 jam. Bekuan mulai terbentuk dalam waktu 15 − 30 detik
sampai 1 − 2 menit. Zat-zat aktivator dari dinding pembuluh darah yang rusak dan dari
trombosit, dan juga protein-protein darah yang melekat pada dinding pembuluh darah
yang rusak akan mengawali proses pembekuan darah. Dalam waktu 3 − 6 menit setelah
pembuluh pecah, bila luka pada pembuluh tidak terlalu besar, maka seluruh bagian
pembuluh yang terluka atau ujung pembuluh yang terbuka akan diisi oleh bekuan
darah. Setelah 20 menit sampai satu jam, bekuan akan mengalami retraksi yang
akan menutup tempat luka (Guyton & Hall, 1997).

Menurut teori yang ada, penggunaan teknik kompresi bantal pasir menggunakan
bantal pasir dengan berat 2,3 kg-4,5 kg. Namun dari penelitian yang pernah dilakukan,
pada umumnya efektif menggunakan bantal pasir dengan beban 2,5 kg selama 1 jam.

Kondisi SOP di Ruang Elang dalam mencegah komplikasi perdarahan post


kateterisasi jantung adalah teknik kompresi menggunakan bantal pasir dengan berat 0,2 kg
dan imobilisasi selama 6 jam. Pada Ny. S post PCA mengatakan selama pemberian
intervensi kompresi tersebut kaki terasa kebas, kesemutan, tidak nyaman, dan kesulitan
utuk menggerakkan kakinya. Klien juga mengeluhkan cemas. Dari hal diatas, terjadi
perbedaan antara artikel dan kondisi dilapangan, mulai dari ketidaksesuaian berat bantal
pasir.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh (Yilmaz et al., 2007) pada pasien yang
menjalani prosedur invasif jantung dengan mengevaluasi penggunaan bantal pasir
dan perubahan posisi pasien terhadap kejadian komplikasi vaskular dan back pain
menunjukkan bahwa bantal pasir tidak efektif dalam menurunkan kejadian komplikasi
vaskular dimana tidak terdapat perbedaan signifikan kejadian komplikasi vaskular pada
kelompok yang menggunakan bantal pasir dengan kelompok yang tidak
menggunakan bantal pasir. Penelitian lain yang dilakukan oleh Christensen et al.,
(1998) dan Juran et al., (1999) menunjukkan bahwa bantal pasir tidak efektif dalam
menurunkan kejadian komplikasi vaskular dan perdarahan (Christensen et al., 1998
dan Juran et al., 1999).
Penggunaan cold-pack sebagai penekan mekanik membantu pencapaian
homeostasis melalui mekanisme vasokonstriksi yang bermanfaat menurunkan
perdarahan lebih cepat yaitu sekitar 20 menit dan mengurangi pembengkakan dalam
jaringan yang mengalami injuri sehingga menurunkan risiko kejadian komplikasi
vaskuler lokal dan neuropati femoral. Penggunaan cold-pack tidak dianjurkan lebih
dari 20 menit karena berisiko terjadinya numbness dan kerusakan jaringan
(Wnorowski, 2010).

Selain itu, beberapa literatur yang ada menyatakan bahwa es dapat meredakan
nyeri secara efektif. Es telah digunakan di dalam maupun di luar rumah sakit dalam
kontrol nyeri yang terkait dengan bedah dan trauma. Penerapannya sebagai
penghilang rasa sakit diterima secara luas, meskipun mekanisme es mencapai penghilang
rasa sakit tidak jelas. Beberapa penjelasan penggunaan es sebagai analgesia memang
ada, tetapi tidak pasti dan tidak terbatas pada: penurunan transmisi rasa sakit melalui
saraf, penurunan peradangan dan peningkatan ambang nyeri, dan sensasi dingin
mengalahkan sensasi rasa sakit (Kristiyan, 2009).

Aplikasi kompres dingin untuk pengobatan nyeri akut dan kronis dianggap sebagai
intervensi keperawatan non-farmakologis (Wentwoth et al., 2013). Tujuan akhir dari
terapi non farmakologi adalah membuat pasien mejadi nyaman, penurunan rasa takut,
mengurangi stress dan nyeri (Wente, 2013). Aplikasi ice bag merupakan suatu tindakan
keperawatan yang sederhana, mudah, murah, dan non-invasif yang harus dilakukan
karena pengaruhnya besar terhadap kenyamanan pasien (Bastami, Armand, &
Masoud, 2015).

Dengan ambulasi awal 1 jam, yang diharapkan bahwa tidak ada akumulasi
berkepanjangan gumpalan trombosit yang dapat menyebabkan trombosis (Sadikin, 2001).
Akumulasi trombosit berlebihan dapat menyebabkan penurunan darah mengalir ke
jaringan atau mengarah ke bentuk embolus (Smeltzer et al., 2008).

Studi oleh King, dkk., tahun 2008 yang membandingkan kompresi bantal pasir
dengan aplikasi cold-pack menunjukkan perbedaan dalam menurunkan komplikasi
hematoma daripada bantal pasir. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan cold-
pack tidak terdapat insiden komplikasi vaskuler lokal dan neuropati femoral sehingga
bisa dijadikan alternatif untuk penekan mekanik pasca kateterisasi jantung selain
bantal pasir, karena selain harganya tidak terlalu mahal juga durasinya yang lebih
singkat yaitu hanya 20 menit tentunya lebih dirasakan nyaman oleh pasien.

Dalam studi Boztosun, (2007) cold-pack dengan ambulasi dini dan bantal pasir
dengan imobilisasi selama 6 jam juga sama efektifnya mencegah pendarahan. Namun,
kompres dingin dengan ambulasi dini lebih efektif dalam mencegah hematoma. 635 pasien
yang menjalani kateterisasi jantungdengan kateter 6-Fr dan dengan ambulasi dini tidak
terkait dengan peningkatankomplikasi perdarahan.

Dari beberapa penelitian lain mengatakan tidak ada perbedaan pemberian cold-pack
dan bantal pasir dalam mencegah komplikasi. Namun kenyamanan dan keamanan klien
merupakan salah satu tujuan dari manajemen keperawatan pasca kateterisasi jantung.
Sehingga akan lebih disarankan untuk menggunakan cold-pack.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penekanan dan imobilisasi menggunakan bantal pasir selama 6 jam menyebabkan
keluhan kenyamanan pada pasien. Cold-pack lebih disarankan sebagai inovasi tindakan
penatalaksanaan post kateterisasi jantung.

B. Saran
1) Bagi rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan penyegaran SOP terkait penatalaksanaan post
kateterisasi jantung.
2) Bagi peneliti
Peneliti dapat mengembangkan metode pemberian terapi musik dengan durasi
waktu pemberian yang lebih lama dan sampel lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Christensen, B. V., Manion, R. V., Iacarella, C. L., Meyer, S. M., Cartland, J. L., Bruhn-
Ding, B. J., & Wilson, R. F. (1998). Vascular complications after angiography with and
without the use of sandbags. Nursing research, 47(1), 51-53..
Direktorat Jenderal PP & PL RI. (2009). Profil Pengendalian Penyakit & Penyehatan
Lingkungan Tahun 2008.
Ginanjar. 2018. Effectiveness Of Cold Pack With Early Ambulation In Preventing
Complications Of Haemorrhage And Haematoma In Patients Post Cardiac
Catheterization. Belitung Nursing Journals. (4(1);83-88.
Gray, H. H., Dawkins, K. D., Simpson, I. A.,& Morgan, J. M. (2002). Kardiologi, Edisi 4.
Jakarta: Erlangga medicalseries.
Hamel, W. J. (2009). Femoral artery closure after cardiac catheterization. Critical Care Nurse,
29(1), 39-46.
Junait, J., & Rifqi, S. (2014). Perbandingan Efektifitas antara Bantal Pasir dan
Arfeband sebagai Penekanan Luka Paska Angiografi Koroner.
Kern, M. J., Sorajja, P., & Lim, M. J. (2015). Cardiac catheterization handbook: Elsevier
Health Sciences.
King, N. A., Philpott, S. J., & Leary, A. (2008). A randomized controlled trial assessing the
use of compression versus vasoconstriction in the treatment of femoral hematoma
occurring after percutaneous coronary intervention. Heart & Lung: The Journal of
Acute and Critical Care, 37(3), 205-210.
Manik, M. J. (2012). Perbedaan Penekanan Mekanik Bantal Pasir Durasi 1 jam dengan
Cold-Pack Durasi 20 menit terhadap Insiden Komplikasi Vaskuler Lokal dan
Neuropati Femoral Pasca Kateterisasi Jantung. Padjadjaran University.
Osborn, K. S., Wraa, C. E., & Watson, A. B. (2010). Medical-surgical nursing preparation
for practice volume 1 (p. 1129). United States of America: Pearson.
Sadikin, M. (2001). Biokimia darah. Jakarta: Widya Medika.
Sari. 2017. Perbandingan Hematoma Pasca Kateterisasi Jantung Berdasarkan Penekanan
Bantal Pasier dan Cold Pack. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 3(2): 100-114
Shoulders-odom, B. (2008). Management of Patients After Percutaneous Coronary
Interventions. Critical Care Nurse, 28(5), 26-40.
Sinaga.2012. Penekanan Bantal Pasie Efektif Untuk Klien Pasca Kateterisasi Jantung dengan
Komplikasi: Randomized Control Trial. Jurnal Keperawatan Indonesia. 15(3);171-178.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2008). Textbook medical-surgical nursing Brunner-
Suddarth, 8th Ed.Philadelphia: Mosby Company.
Underhill, Woods, Froelicher, & Halpenny.(2005). Cardiac nursing, 5th Ed. Lippincott
William & Walkins.

Anda mungkin juga menyukai