A. Latar Belakang
Berdasarkan data tabulasi dasar di rumah sakit, penyakit jantung
merupakan penyebab kematian ketiga setelah stroke dan cedera intrakranial dengan
jumlah kematian 2.484 (2,67%) (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit &
Penyehatan Lingkungan Republik Indonesia [PP & PL RI], 2009). Berdasarkan data
World Health Report (2004), penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian
paling besar (7,208 juta) diantara penyakit jantung lainnya (16,733 juta).
Deteksi plak aterosklerosis dengan angiografi koroner merupakan gold standard
pada penyakit jantung koroner (Grossman, 2000 dalam Sari.dkk, 2017). Kateterisasi
jantung memiliki tingkat ketepatan paling tinggi (96%−99%) untuk mendeteksi
adanya kelainan pada jantung terutama penyakit jantung koroner (Lindsay & Pinnow,
2000 sebagaimana dikutip Osborn et al., 2010).
Akses ke organ jantung dalam tindakan kateterisasi jantung menggunakan suatu
kateter yang dimasukkan melalui arteri. Berbagai komplikasi dapat terjadi akibat
kateterisasi jantung. Menurut National Heart Lung and Blood Institute dalam Manik
(2015), komplikasi tersebut meliputi perdarahan, infeksi dan nyeri, kerusakan pembuluh
darah serta reaksi alergi terhadap zat kontras yang digunakan.
Tujuan utama intervensi post tindakan kateterisasi adalah mempertahankan
hemostasis pada area tusukan dan pengkajian komplikasi vaskular (Hamel, 2009).
Setelah kateter dilepaskan, secara tradisional hemostasis dicapai melalui kompresi/
penekanan manual. Tujuan dari kompresi manual adalah untuk menghentikan
perdarahan dari arteri femoral dengan cara menekan arteri dan memungkinkan
pembentukan bekuan (clot). Kompresi aktual pada arteri dapat dilakukan secara manual
ataupun dengan alat kompresi mekanik. Awal penggunaan bantal pasir sebagai alat
kompresi mekanik tidak diketahui secara pasti. Dalam hasil penelitian Christensen,
dkk., tahun 1998 dinyatakan bahwa aplikasi bantal pasir sudah tidak efektif dan tidak
penting karena tidak ada peningkatan komplikasi vaskular pada klien yang tidak
diaplikasikan bantal pasir. Studi lain oleh King pada tahun 2008 yang bertujuan
membandingkan kompresi bantal pasir dengan aplikasi cold-pack setelah kateterisasi
jantung menunjukkan hasil perbedaan yang signifikan bahwa vasokonstriksi yang
dihasilkan oleh aplikasi cold-pack lebih efektif dalam menurunkan komplikasi
hematoma daripada bantal pasir.
Telaah artikel mengenai penggunaan cold-pack dan ambulasi dini di Indonesia
masih sangat terbatas, sehingga penulis tertarik untuk melakukan telaah artikel mengenai
inovasi intervensi pemberian cold pack dan ambulasi dini pada klien post kateterisasi
jantung di Ruang Elang Putri RSUP Dr. Kariadi Semarang.
B. Tujuan
1. Umum
Memperkenalkan inovasi terapi pemberian cold-pack dan ambulasi dini pada klien post
kateterisasi jantung
2. Khusus
a. Menganalisa keefektifan cold-pack dan ambulasi dini pada klien post kateterisasi
jantung
b. Membandingkan efektifitas cold-pack dan ambulasi dini dengan bantal pasir
berdasarkan literatur terkini.
C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak
pihak terkait berikut ini:
1. Bagi masyarakat
Diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan kenyamanan serta kepuasan
pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
2. Bagi perawat atau rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan penyegaran SOP mengenai tatalaksana post
kateterisasi jantung
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai salah satu bacan ilmiah sumber literatur yang berguna
untuk menambah pengetahuan dan wawasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Teori
A. Kateterisasi Jantung
1) Pengertian
Kateterisasi jantung merupakan tindakan untuk memasukkan kateter
melalui femoral (Judkins) atau brachialis (Sones) menuju ke aorta assendens
dan arteri koronaria yang dituju dengan bantuan fluoroskopi. Pada saat ini
kateter femoral lebih banyak digunakan kateter ukuran 6 atau bahkan 5
French. Setelah diposisikan dalam ostium arteri koroner, media kontras
dimasukkan untuk mengopasifikasi arteri koroner sehingga gambar arteri
koroner dapat diperoleh dengan manuver kamera radiografi disekitar pasien
untuk mendapatkan gambar dari sudut yang berbeda (Gray et al, 2002;
Underhil et al, 2005)
2) Indikasi
Adapun indikasi dilakukan tindakan kateterisasi jantung pada pasien menurut
Gray et al, 2002 adalah sebagai berikut:
a) Memiliki gejala penyakit arteri koroner meskipun telah mendapat terapi
medis yang adekuat
b) Penentuan prognosis pada pasien dengan penyakit arteri koroner
c) Nyeri dada stabil dengan perubahan iskemik bermakna pada tes latihan
d) Pasien dengan nyeri dada tanpa etiologi yang jelas
e) Sindrom koroner tidak stabil (terutama dengan peningkatan Troponin T atau
I).
f) Pasca infark miokard non gelombang Q
g) Pasca infark miokard gelombang Q pada pasien risiko tinggi (ditentukan
dengan tes latihan atau pemindaian perfusi miokard).
h) Pasien dengan aritmia berlanjut atau berulang
i) Gejala berulang pasca coronary artery bypass Graft (CABG) atau
percutaneus coronary intervention (PCI)
j) Pasien yang menjalani pembedahan katup jantung
k) Pasien gagal jantung dengan etiologi yang tidak jelas
l) Menentukan penyebab nyeri dada pada kardiomiopati hipertropi
METODE PENULISAN
Target yang akan mendapatkan perlakuan intervensi pada studi kasus ini yaitu
pasien post kateterisasi jantung dengan intervensi pemberian cold-pack dan mobilisasi
dini. Luaran dari studi kasus ini yaitu untuk mengukur hematoa dan perdarahan ..
C. Prosedur Pelaksanaan
1. Tahap Awal
Menemukan masalah
2. Tahap Pelaksanaan
Menganalisa jurnal
RSUP Dr. Kariadi Semarang merupakan Rumah Sakit terbesar sekaligus berfungsi
sebagai Rumah Sakit rujukan bagi wilayah Jawa Tengah. Saat ini RSUP Dr. Kariadi
adalah Rumah Sakit kelas A Pendidikan dan berfungsi sebagai Rumah sakit Pendidikan
bagi dokter, dokter spesialis,dan sub spesialis dari FK UNDIP,dan Institusi Pendidikan
lain serta tenaga kesehatan lainnya. Tugas pokok RSUP Dr. Kariadi adalah
menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi,
terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan serta
melaksankan upaya rujukan dan upaya lain sesuai dengan kebutuhan. RSUP Dr. Kariadi
sebagai Rumah Sakit vertikal Kelas A Pendidikan.
B. Hasil
Penekanan menggunakan bantal pasir dalam periode yang lama (lebih dari 2
jam) berisiko merusak jaringan atau menekan saraf (Shoulders-odom, 2008). Waktu
yang diperlukan untuk pencapaian hemostasis pada pembuluh darah yang rusak
adalah 20 menit sampai 1 jam. Bekuan mulai terbentuk dalam waktu 15 − 30 detik
sampai 1 − 2 menit. Zat-zat aktivator dari dinding pembuluh darah yang rusak dan dari
trombosit, dan juga protein-protein darah yang melekat pada dinding pembuluh darah
yang rusak akan mengawali proses pembekuan darah. Dalam waktu 3 − 6 menit setelah
pembuluh pecah, bila luka pada pembuluh tidak terlalu besar, maka seluruh bagian
pembuluh yang terluka atau ujung pembuluh yang terbuka akan diisi oleh bekuan
darah. Setelah 20 menit sampai satu jam, bekuan akan mengalami retraksi yang
akan menutup tempat luka (Guyton & Hall, 1997).
Menurut teori yang ada, penggunaan teknik kompresi bantal pasir menggunakan
bantal pasir dengan berat 2,3 kg-4,5 kg. Namun dari penelitian yang pernah dilakukan,
pada umumnya efektif menggunakan bantal pasir dengan beban 2,5 kg selama 1 jam.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh (Yilmaz et al., 2007) pada pasien yang
menjalani prosedur invasif jantung dengan mengevaluasi penggunaan bantal pasir
dan perubahan posisi pasien terhadap kejadian komplikasi vaskular dan back pain
menunjukkan bahwa bantal pasir tidak efektif dalam menurunkan kejadian komplikasi
vaskular dimana tidak terdapat perbedaan signifikan kejadian komplikasi vaskular pada
kelompok yang menggunakan bantal pasir dengan kelompok yang tidak
menggunakan bantal pasir. Penelitian lain yang dilakukan oleh Christensen et al.,
(1998) dan Juran et al., (1999) menunjukkan bahwa bantal pasir tidak efektif dalam
menurunkan kejadian komplikasi vaskular dan perdarahan (Christensen et al., 1998
dan Juran et al., 1999).
Penggunaan cold-pack sebagai penekan mekanik membantu pencapaian
homeostasis melalui mekanisme vasokonstriksi yang bermanfaat menurunkan
perdarahan lebih cepat yaitu sekitar 20 menit dan mengurangi pembengkakan dalam
jaringan yang mengalami injuri sehingga menurunkan risiko kejadian komplikasi
vaskuler lokal dan neuropati femoral. Penggunaan cold-pack tidak dianjurkan lebih
dari 20 menit karena berisiko terjadinya numbness dan kerusakan jaringan
(Wnorowski, 2010).
Selain itu, beberapa literatur yang ada menyatakan bahwa es dapat meredakan
nyeri secara efektif. Es telah digunakan di dalam maupun di luar rumah sakit dalam
kontrol nyeri yang terkait dengan bedah dan trauma. Penerapannya sebagai
penghilang rasa sakit diterima secara luas, meskipun mekanisme es mencapai penghilang
rasa sakit tidak jelas. Beberapa penjelasan penggunaan es sebagai analgesia memang
ada, tetapi tidak pasti dan tidak terbatas pada: penurunan transmisi rasa sakit melalui
saraf, penurunan peradangan dan peningkatan ambang nyeri, dan sensasi dingin
mengalahkan sensasi rasa sakit (Kristiyan, 2009).
Aplikasi kompres dingin untuk pengobatan nyeri akut dan kronis dianggap sebagai
intervensi keperawatan non-farmakologis (Wentwoth et al., 2013). Tujuan akhir dari
terapi non farmakologi adalah membuat pasien mejadi nyaman, penurunan rasa takut,
mengurangi stress dan nyeri (Wente, 2013). Aplikasi ice bag merupakan suatu tindakan
keperawatan yang sederhana, mudah, murah, dan non-invasif yang harus dilakukan
karena pengaruhnya besar terhadap kenyamanan pasien (Bastami, Armand, &
Masoud, 2015).
Dengan ambulasi awal 1 jam, yang diharapkan bahwa tidak ada akumulasi
berkepanjangan gumpalan trombosit yang dapat menyebabkan trombosis (Sadikin, 2001).
Akumulasi trombosit berlebihan dapat menyebabkan penurunan darah mengalir ke
jaringan atau mengarah ke bentuk embolus (Smeltzer et al., 2008).
Studi oleh King, dkk., tahun 2008 yang membandingkan kompresi bantal pasir
dengan aplikasi cold-pack menunjukkan perbedaan dalam menurunkan komplikasi
hematoma daripada bantal pasir. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan cold-
pack tidak terdapat insiden komplikasi vaskuler lokal dan neuropati femoral sehingga
bisa dijadikan alternatif untuk penekan mekanik pasca kateterisasi jantung selain
bantal pasir, karena selain harganya tidak terlalu mahal juga durasinya yang lebih
singkat yaitu hanya 20 menit tentunya lebih dirasakan nyaman oleh pasien.
Dalam studi Boztosun, (2007) cold-pack dengan ambulasi dini dan bantal pasir
dengan imobilisasi selama 6 jam juga sama efektifnya mencegah pendarahan. Namun,
kompres dingin dengan ambulasi dini lebih efektif dalam mencegah hematoma. 635 pasien
yang menjalani kateterisasi jantungdengan kateter 6-Fr dan dengan ambulasi dini tidak
terkait dengan peningkatankomplikasi perdarahan.
Dari beberapa penelitian lain mengatakan tidak ada perbedaan pemberian cold-pack
dan bantal pasir dalam mencegah komplikasi. Namun kenyamanan dan keamanan klien
merupakan salah satu tujuan dari manajemen keperawatan pasca kateterisasi jantung.
Sehingga akan lebih disarankan untuk menggunakan cold-pack.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penekanan dan imobilisasi menggunakan bantal pasir selama 6 jam menyebabkan
keluhan kenyamanan pada pasien. Cold-pack lebih disarankan sebagai inovasi tindakan
penatalaksanaan post kateterisasi jantung.
B. Saran
1) Bagi rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan penyegaran SOP terkait penatalaksanaan post
kateterisasi jantung.
2) Bagi peneliti
Peneliti dapat mengembangkan metode pemberian terapi musik dengan durasi
waktu pemberian yang lebih lama dan sampel lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Christensen, B. V., Manion, R. V., Iacarella, C. L., Meyer, S. M., Cartland, J. L., Bruhn-
Ding, B. J., & Wilson, R. F. (1998). Vascular complications after angiography with and
without the use of sandbags. Nursing research, 47(1), 51-53..
Direktorat Jenderal PP & PL RI. (2009). Profil Pengendalian Penyakit & Penyehatan
Lingkungan Tahun 2008.
Ginanjar. 2018. Effectiveness Of Cold Pack With Early Ambulation In Preventing
Complications Of Haemorrhage And Haematoma In Patients Post Cardiac
Catheterization. Belitung Nursing Journals. (4(1);83-88.
Gray, H. H., Dawkins, K. D., Simpson, I. A.,& Morgan, J. M. (2002). Kardiologi, Edisi 4.
Jakarta: Erlangga medicalseries.
Hamel, W. J. (2009). Femoral artery closure after cardiac catheterization. Critical Care Nurse,
29(1), 39-46.
Junait, J., & Rifqi, S. (2014). Perbandingan Efektifitas antara Bantal Pasir dan
Arfeband sebagai Penekanan Luka Paska Angiografi Koroner.
Kern, M. J., Sorajja, P., & Lim, M. J. (2015). Cardiac catheterization handbook: Elsevier
Health Sciences.
King, N. A., Philpott, S. J., & Leary, A. (2008). A randomized controlled trial assessing the
use of compression versus vasoconstriction in the treatment of femoral hematoma
occurring after percutaneous coronary intervention. Heart & Lung: The Journal of
Acute and Critical Care, 37(3), 205-210.
Manik, M. J. (2012). Perbedaan Penekanan Mekanik Bantal Pasir Durasi 1 jam dengan
Cold-Pack Durasi 20 menit terhadap Insiden Komplikasi Vaskuler Lokal dan
Neuropati Femoral Pasca Kateterisasi Jantung. Padjadjaran University.
Osborn, K. S., Wraa, C. E., & Watson, A. B. (2010). Medical-surgical nursing preparation
for practice volume 1 (p. 1129). United States of America: Pearson.
Sadikin, M. (2001). Biokimia darah. Jakarta: Widya Medika.
Sari. 2017. Perbandingan Hematoma Pasca Kateterisasi Jantung Berdasarkan Penekanan
Bantal Pasier dan Cold Pack. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 3(2): 100-114
Shoulders-odom, B. (2008). Management of Patients After Percutaneous Coronary
Interventions. Critical Care Nurse, 28(5), 26-40.
Sinaga.2012. Penekanan Bantal Pasie Efektif Untuk Klien Pasca Kateterisasi Jantung dengan
Komplikasi: Randomized Control Trial. Jurnal Keperawatan Indonesia. 15(3);171-178.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2008). Textbook medical-surgical nursing Brunner-
Suddarth, 8th Ed.Philadelphia: Mosby Company.
Underhill, Woods, Froelicher, & Halpenny.(2005). Cardiac nursing, 5th Ed. Lippincott
William & Walkins.