Anda di halaman 1dari 11

RAGAM BUDAYA DAERAH

(JAWA TENGAH)

Nama : Minkhatu Bunga Mahmudah


Kelas/No Absen : 3 / 27
Sekolah : SD 1 Barongan Kudus
RUMAH ADAT
Setiap daerah di Indonesia memiliki sebuah bangunan berupa rumah yang menjadi simbol
atau ciri khas daerah tersebut disebut dengan rumah adat. Begitu juga dengan daerah Jawa
yang memiliki ragam khas arsiktetkur rumah adat yang tersebar di setiap provinsi yakni
Rumah Adat Joglo. Rumah Adat Joglo ada sembilan jenis yakni Joglo Limasan Lawakan,
Joglo Sinom, Joglo Jompongan, Joglo Pangrawit, Joglo Mangkurat, Joglo Hageng, Joglo
Semar Tinandhu, Joglo Kudus, Joglo Jepara, dan Joglo Pati.

Joglo adalah jenis rumah adat suku Jawa yang terlihat sederhana dan digunakan sebagai
lambang atau penanda status sosial seorang priyayi atau bangsawan Jawa. Rumah ini
mempunyai keunikan atau kekhasan tersendiri dengan adanya tiang-tiang penyangga atau
soko guru, beserta tumpang sari nya. Setiap bagian rumah merepresentasikan fungsi yang
berbeda, yang dibangun di atas lahan yang luas juga. Oleh karena itu, rumah ini hanyalah
dipunyai orang-orang dari kalangan berpunya saja.

Deskripsi Bagian Rumah Adat Jawa


Ruangan pada rumah joglo pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian utama. Bagian pertama
adalah ruangan pertemuan yang disebut pendhopo. Bagian kedua adalah ruang tengah atau
ruang yang dipakai untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit, disebut pringgitan. Bagian
ketiga adalah ruang belakang yang disebut ndalem, dan digunakan sebagai ruang keluarga.
Dalam ruang ini terdapat tiga buah senthong (kamar), yaitu senthong kiri, senthong tengah,
dan senthong kanan.

Rumah Adat Jawa

Pendhopo atau Pendapa

Pendhopo berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Struktur bangunan pada pendhopo
menggunakan umpak sebagai alas soko, empat buah soko guru (tiang utama) sebagai
lambang penentu empat arah mata angin, dan dua belas soko pengarak. Ada pula tumpang
sari yang merupakan susunan terbalik yang disangga oleh soko guru. Pada umumnya,
tumpang sari terdapat pada pendopo bangunan yang disusun bertingkat. Tingkatan-tingkatan
ini dapat pula diartikan sebagai tingkatan untuk menuju suatu titik puncak. Menurut
kepercayaan Jawa, tingkatan-tingkatan ini akan menyatu pada satu titik.
Pringgitan

Pringgitan berfungsi sebagai ruang tamu dan tempat pertunjukan wayang kulit yang
menghubungkan antara bagian pendhopo dan bagian ndalem.

Ndalem

Ndalem berfungsi sebagai pusat atau inti pada rumah joglo. Fungsi utamanya sebagai ruang
keluarga. Pada pola tata ruang, ndalem terdapat perbedaan ketinggian lantai, sehingga
membagi ruang menjadi dua bagian. Hal ini bertujuan agar terdapat ruang sebagai tempat
sirkulasi udara. Pada lantai yang lebih tinggi digunakan sebagai tempat keluar masuk udara,
sedangkan pada bagian yang lebih rendah digunakan sebagai ruang keluarga dan senthong
(kamar).

Rumah adat Joglo saat ini tetap terawat dan dijaga oleh pengelola-pengelola tertentu.
PAKAIAN ADAT

Pakaian Adat Jawa Tengah Wanita

Untuk acara-acara resmi, wanita Jawa menggunakan pakaian adat Jawa Tengah yang
menggunakan peniti renteng, dipadukan dengan kain batik sebagai bawahannya. Rambut
wanita Jawa yang panjang digelung atau dikonde, dan dilengkapi dengan tusuk rambut yang
sesuai macamnya dengan perhiasan lain yang dia kenakan, seperti kalung, gelang, cincin, tak
lupa juga kipas sebagai pelengkap aksesoris yang mereka pakai.

Pada pakaian adat Jawa Tengah bagi wanita, baju kebaya dipakai dengan kain jarik yang
diwiru atau dilipat kecil-kecil dan dililitkan ke kiri dan ke kanan. Jarik lalu ditutup dengan
menggunakan stagen atau kain yang dililit di perut agar jarik tidak mudah lepas. Untuk
menutup stagen, wanita Jawa Tengah memakai selendang berwarna pelangi dari kain tenun
berwarna semarak/cerah. Pakaian mereka biasanya dilengkapi dengan aksesoris seperti
cincin, gelang, kalung, subang (anting) dan tusuk konde yang berwarna dan bertema senada.

Pakaian Pria

Bagi priyayi keraton, baju beskap bermotif bunga merupakan pakaian adat Jawa Tengah yang
harus mereka pakai dalam kesehariannya. Di kepala, mereka memakai blangkon atau biasa
disebut destar, dan bawahan yang kurang lebih bermodel sama seperti pakaian adat bagi
wanita: kain jarik yang pemakaiannya dilapisi stagen agar tidak mudah terlepas. Mereka juga
menggunakan alas kaki yang disebut cemila dana membawa keris yang disematkan pada
stagen mereka di bagian punggung atau belakang di stagen. Pakaian pria Jawa yang seperti
ini disebut sebagai pakaian Jawi Jangkep, atau pakaian adat Jawa lengkap dengan kerisnya.

Sedangkan di kalangan rakyat selain para priyayi, para lelaki menggunakan celana pendek
selutut atau celana kolor yang berwarna hitam dengan baju atasan lengan panjang. Di
samping itu mereka juga mengenakan ikat pinggang yang berukuran besar, ikat di kepala, dan
kain sarung.
TARIAN

 Tari Serimpi

Sang penari sedang memperagakan tari serimpi.

Tari serimpi merupakan tari klasik yang berasal dari Jawa


Tengah.Tari klasik sendiri mempunyai arti sebuah tarian
yang telah mencapai kristalisasi keindahan yang
tinggi dan sudah ada sejak zaman masyarakat feodal
serta lahir dan tumbuh di kalangan istana

Kebudayaan tari yang sudah banyak dipentaskan ini


memiliki gerak gemulai yang menggambarkan kesopanan,
kehalusan budi, serta kelemah lembutan yang ditunjukkan
dari gerakan yang pelan serta anggun dengan diiringi suara
musik gamelan.Tari serimpi Jawa ini dinilai mempunyai kemiripan dengan tari Pakarena dari
Makasar, yakni dilihat dari segi kelembutan gerak para penari.

Sejak dari zaman kuno, tari Serimpi sudah memiliki kedudukan yang istimewa di keraton-
keraton Jawa dan tidak dapat disamakan dengan tari pentas yang lain karena sifatnya yang
sakral. Dulu tari ini hanya boleh dipentaskan oleh orang-orang yang dipilih keraton.Serimpi
memiliki tingkat kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang
kekuasaan raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meskipun sifatnya tidak sesakral tari
Bedhaya.

Dalam pagelaran, tari serimpi tidak selalu memerlukan sesajen seperti pada tari Bedhaya,
melainkan hanya di waktu-waktu tertentu saja.Adapun iringan musik untuk tari Serimpi
adalah mengutamakan paduan suara gabungan, yakni saat menyanyikan lagu tembang-
tembang Jawa.

Serimpi sendiri telah banyak mengalami perkembangan dari masa ke masa, di antaranya
durasi waktu pementasan.Kini salah satu kebudayaan yang berasal dari Jawa Tengah ini
dikembangkan menjadi beberapa varian baru dengan durasi pertunjukan yang semakin
singkat Sebagai contoh Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit dan juga Srimpi
Gondokusumo menjadi 15 menit yang awal penyajiannya berdurasi kurang lebih 60 menit.

Selain waktu pagelaran, tari ini juga mengalami perkembangan dari segi pakaian . Pakaian
penari yang awalnya adalah seperti pakaian yang dikenakan oleh pengantin putri keraton
dengan dodotan dan gelung bokor sebagai hiasan kepala, saat ini kostum penari beralih
menjadi pakaian tanpa lengan, serta gelung rambut yang berhiaskan bunga ceplok, dan hiasan
kepala berupa bulu burung kasuari.

 Tari Bondan
Tari Bondan adalah tari yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. seorang anak wanita dengan
menggendong boneka mainan dan payung terbuka, menari dengan hati-hati di atas kendi yang diinjak
dan tidak boleh pecah. Tarian ini melambangkan seorang ibu yang menjaga anak-anaknya dengan
hati-hati.
Tari ini dibagi menjadi 3, yaitu Bondan Cindogo, Bondan Mardisiwi, dan Bondan Pegunungan/ Tani.
Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi melambangkan seorang ibu yang menjaga anaknya yang baru
lahir dengan hati-hati dan dengan rasa kasih sayang . Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang
ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta
perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo.
Di tahun 1960an, Tari Bondan adalah tari unggulan atau tari wajib bagi perempuan-perempuan cantik
untuk menunjukkan siapa jati dirinya. Hampir semua penari Tari Bondan adalah kembang kampung.
Tari Bondan ini juga paling sulit ditarikan karena sambil menggendong boneka, si penari harus siap-
siap naik di atas kendi yang berputar sambil memutar-mutarkan payung kertasnya. Penari Tari
Bondan biasanya menampilkan Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi memakai kain Wiron, memakai
Jamang, baju kutang, memakai sanggul, menggendong boneka, memanggul payung, dan membawa
kendhi. Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Sedangkan Bondan
Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang,
sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing.

Ciri tarian :yaitu mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping dan
membawa alat pertanian. Bentuk tariannya pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian
bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi
penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo atau Mardisiwi.
SENJATA

Dalam budaya Jawa tradisional keris tidak hanya dianggap sebagai senjata tradisional yang
memiliki keunikan bentuk dan pamor.

Keris dianggap sebagai kelengkapan budaya spiritual. Keris adalah senjata tradisional Jawa
sekaligus perlambang kejantanan seorang pria.

Secara simbolik keris melambangkan kedewasaan, keperkasaan dan kejantanan.

Seorang pria Jawa tradisional harus tangguh dan mampu melindungi diri, keluarga, atau
membela negara.

Pada masa lalu, keris juga dipakai sebagai simbol identitas diri, baik itu untuk diri sendiri,
keluarga, atau klan.

Keris tersebut memiliki ciri khas yang melambangkan kelebihan kepribadian atau karakter
mereka dalam masyarakat luas.

Dahulu kala di zaman kerajaan-kerajaan, tanda mata paling tinggi nilainya adalah keris.

Keris merupakan pemberian paling berharga dari seorang Raja Jawa kepada para perwiranya
atau abdi dalem. Dalam lingkungan kerajaan keris bisa menjadi simbol kepangkatan.

Keris seorang raja berbeda dengan keris perwira atau abdi dalem bawahannya. Tidak hanya
bilah kerisnya saja yang berbeda tapi juga detil-detil perhiasan perangkat pelengkapnya pun
berbeda.

Keris tidak hanya terbuat dari besi baja, besi, dan nikel, tapi juga dicampur dengan batu
meteor dan disertai doa kepada Sang Pencipta.

Keris dipercaya pula memiliki kekuatan magis karena doa yang diberikan seorang empu atau
pembuat keris.
LAGU – LAGU
 Bapak Pucung
Bapak Pucung dudu watu dudu gunung
Sangkane ing sebrang
'ngon-ingone sang Bupati
Bapak Pucung yen m'laku lembehan grana

 Gambang SulingGambang suling,


Kumandhang suarane
Thulat thulit kepenak unine
Uuu…uuu…uuu…uuu…unine mung
Nrenyuhake baa…reng
Lan kentrung ke…tipung suling
Sigrak kendhangane
reff :
kembali ke atas..gambang suling…

 Gek Kepriye
Duh kaya ngene rasane
Anake wong ora duwe
Ngalor ngidul tansah diece
Karo kanca kancane
Pye pye pye pye ya ben rasakna
Pye pye pye pye rasakna dewe
Pye pye pye pye ya ben rasakna
Pye pye pye pye rasakna dewe
Besuk kapan aku bisa
Urip kang luwih mulya
Melu nyunjung drajating bangsa
Indonesia kang mulya
Pye pye pye pye mbuh ra weruh
Pye pye pye pye mbuh ra ngerti
Pye pye pye pye mbuh ra weruh
Pye pye pye pye mbuh ra ngerti

 Gundul Pacul
gundhul-gundhul pacul-cul
gembelengan
nyunggi-nyunggi wakul-kul
kelelengan
wakul ngglimpang segane dadi sak latar
wakul ngglimpang segane dadi sak latar
 Lir Ilir
Lir ilir lir ilir tandure wong sumilir
Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo

 Jamuran
Jamur-an ya ge-ge thok
Ja-mur a-apa-ya gege thok
Jamur gajih mberjijih sak
ara-a-ra sira bage jamur apa?
Jamur apa?
Jamur gagak
Gaok gaok gaok
gaok gaok
Jamur-an ya ge-ge thok
Ja-mur a-apa-ya gege thok
Jamur gajih mberjijih sak
ara-a-ra sira bage jamur apa?
Jamur apa?
Jamur kethek menek
Uwite ra ana kethek
Kethek menek Kethek menek
Kethek menek Kethek menek
Kethek menek Kethek menek
Kethek menek Kethek menek

 Padang Wulan
Yo ‘pra kanca dolanan ing jaba
padhang wulan padhange kaya rina
Rembulane e sing awe-awe
ngelingake aja padha turu sore
Yo ‘pra kanca dolanan ing jaba
rame-rame kene akeh kancane
Langite pancen sumebyar rina
yo padha dolanan sinambi guyonan
ALAT MUSIK

Gamelan

Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang,
dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu
kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari
bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya
kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di
Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini,
dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.

Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia


pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya
dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan
Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an
dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa,
gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh
tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung
Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa.
Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set
gamelan.[butuh rujukan]

Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang
Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng,
kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik,
ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya.
Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.

Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan
menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog, degung (khusus daerah Sunda, atau
Jawa Barat), dan madenda (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang
banyak dipakai di Eropa.

Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar


negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina,
instrumen musik dari Asia
Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari India, bowed string dari daerah Timur
Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa dan Bali
sekarang ini.

Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan
kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter
komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan musik khas yang merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Namun saat ini gamelan masih digunakan pada acara-acara resmi seperti pernikahan,
syukuran, dan lain-lain. tetapi pada saat ini, gamelan hanya digunakan mayoritas masyarakat
Jawa, khususnya Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai