Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Trauma Abdomen (Tumpul dan Tajam)

SYAFI’UDIN HASAN

(14201.10.18036)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN PROBOLINGGO
TAHUN AKADEMIK
2020-2021

1
A. Pengertian
Trauma adalah luka atau cedera pada jaringan. Trauma atau yang disebut
injury atau wound, dapat juga diartikan sebagai kerusakan atau luka yang
disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal
suatu struktur. (Tassya & Faisol.2020)
Trauma abdomen merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada
populasi umum setelah penyakit kardiovaskular dan kanker (Irma & Fuad,2019).
Trauma abdomen adalah kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh benda tumpul atau tajam. Trauma
abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganannya lebih bersifat kedaruratan
dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. (Tassya & Faisol.2020). Jumlah pasien
trauma abdomen adalah 5367 (3,86%) pada 2011, 6118 (3,45%) pada 2012, 6525
(3,57%) pada 2013, dan 6686 (3,46%) pada 2014.
B. Klasifikasi trauma abdomen
a. Trauma abdomen tumpul
Trauma tumpul adalah jenis cedera perut yang paling umum. Kecelakaan
lalu lintas jalan raya adalah mekanisme yang paling umum dari trauma tumpul.
sebagian besar cedera perut disebabkan oleh trauma benda tumpul yang
diakibatkan oleh kecelakaan mobil berkecepatan tinggi. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian kami di mana kecelakaan lalu lintas jalan lebih dominan
dibandingkan dengan mekanisme trauma tumpul lainnya seperti jatuh dan
penyerangan. Selain itu, dalam penelitian kami, penyebab paling umum kedua
dari trauma tumpul adalah serangan atau pukulan langsung, dan penyebab
ketiga yang paling umum adalah jatuh dari ketinggian. (Abd-El-Aal A. Saleem,
2016)
Anamnesis yang sering ditemui pada pasien trauma tumpul abdomen
berupa nyeri perut, nyeri tekan pada abdomen, perdarahan gastrointestinal,

2
tanda hipovolemik, dan tanda-tanda peritonitis. (Irma & Fuad,2019) organ yang
paling terkena trauma tumpul abdomen adalah hati dan lien. (Elvira dkk, 2017)
b. Trauma abdomen tajam
1. Luka tembus
Di amerika serikat, penyebab utama trauma luka tembus abdomen adalah
kekerasan interpersonal, khususnya di daerah perkotaan. Luka tembus
abdomen terjadi apabila benda seperti pisau, peluru, atau benda lain yang
dapet merobek dinding dan masuk ke rongga abdomen. 96%-98% luka
tembus abdomen akibat peluru/luka tembak mengakibatkan kerusakan
intraabdomen dan pembulu darah yang serius dan membutuhkan tindakan
pembedahan. ( Ika Setyo dkk, 2020)
2. Luka tusuk
Luka tusuk merupakan penyebab tersering trauma intestinal, namun luka
tusuk jarang menembus rongga abdomen. Sehingga angka kematian pada
luka tusuk sangat kecil (1-2%) dan jarang membutuhkan tindakan
pembedahan. Luka tusuk biasanya mengenai hati 40%, usus halus 30%.
(Ika Setyo dkk, 2020)
C. Tanda dan gejala trauma abdomen
Tanda gejala trauma abdomen ialah: Nyeri abdomen, Nyeri tekan abdomen,
jejas pada dinding dada, fraktur pelvis, Focus Assesment Sonography for Trauma,
tekanan darah sistolik <100 mmHg, denyut nadi >100 kali/menit. (Irma &
Fuad,2019). Tanda - tanda dalam taruma abdomen tersebut meliputi Nyeri Tekan,
nyeri spontan, nyeri lepas, defans muskular ( kekuatan otot dan distensi abdomen
tanpa bising usus bila telah terjadi perubahan umum. Pada peritonitis dapat
ditemukan nyeri ketok saat diperluas terkadang perut yang semakin membuncit
hanya akan ditemukan jika terjadi perdarahan hebat dan penderita tidak gemuk.
Bila syok tindak lanjut, pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu
tubuh. Juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda – tanda peritonitis mungkin
belum nampak. Pada fase awal perforasi kecil. Hanya tanda – tanda tidak khas

3
yang muncul, bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen maka
operasi harus dilakukan.

D. Mekanisme trauma abdomen


Ada beberapa mekanisme cedera pada trauma tumpul abdomen yang dapat
menyebabkan cedera organ intraabdomen, yaitu :
1. Benturan langsung terhadap organ intraabdomen diantara dinding abdomen
anterior dan posterior
2. Cedera avulsi yang diakibatkan oleh gaya deselerasi pada kecelakaan dengan
kecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian. Gaya deselerasi dibagi menjadi
deselerasi horizontal dan deselerasi vertikal. Pada mekanisme ini terjadi
peregangan pada struktur-struktur organ yang terfiksir seperti pedikel dan
ligament yang dapat menyebabkan perdarahan atau iskemik
3. Terjadinya closed bowel loop pada disertai dengan peningkatan tekanan
intraluminal yang dapat menyebabkan rupture organ berongga
4. Laserasi organ intraabdomen yang disebabkan oleh fragmen tulang (fraktur
pelvis, fraktur costa)
5. Peningkatan tekanan intraabdomen yang masif dan mendadak dapat
menyebabkan ruptur diafragma bahkan ruptur kardiak
E. Penanganan pertama pada trauma abdomen
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa pada trauma abdomen adalah harus memulai dengan cepat apa yang terjadi
dilokasi kejadian.paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal
dilakukan prosedur ABCDE jika ada indikasi, maka segera lakukan resusitasi dan
stabilitasi secepat mungkin.
1. Airway dan breathing
Jika terjadi obstruksi parsial bisa dilakukan dengan membuka jalan nafas.
Berikan bantuan oksigen sebesar mungkin. Selalu ingat hal ini harus diatasi
terlebih dahulu dan bahwa cidera bisa lebih dari satu area, dan apapun masalah

4
yang ditemukan, ingat untuk selalu memprioritaskan Airway Dan Breathing
terlebih dahulu.

2. Circulation
Kebanyakan trauma abdomen tidak dapat dilakukan tindakan apa –apa pada
fase pra RS, namun terhadap syok yang menyertai perlu penanganan yang
cepat. Seharusnya monitoring output melalui urine dilakukan dengan
pemasangan kateter, akan tetapi sebelum dilakukan pemasangan kateter
waspadai kontra indikasi, yaitu adanyan ruptur uretra yang ditandai dengan
adanya darah pada orifisium uretra eksterna (OUE), hematoma
perineum/skrotum, dan pada pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang
melayang atau tidak teraba.
3. Dissability
Tidak jarang trauma abdomen disertai dengan trauma kapitis. Selalu periksa
tingkat kesadarannya ( GCS ) dan adanya lateralisasi ( lebarnya pupis isokor
atau anisokor dan motorik yang lebih lemah pada sati sisi ).
4. Exposure
Apabila ditemukan usus yang menonjol keluar ( eviserasi), cukup dengan
menutupnya dengan kasa steril yang lembab supaya usus tidak kering . apabila
ada benda yang menancap, jangan dicabut, tetapi lakukan fiksasi benda
tersebut dengan dinding perut.
F. Pemeriksaan penunjang
Ada beberapa skoring dan pemeriksaan untuk menetukan diagnosis trauma
abdomen :
1. Skoring BATSS (Blunt Abdominal Trauma Scoring System)
BATSS terdiri dari 7 evaluasi berupa Nyeri abdomen, Nyeri tekan abdomen,
jejas pada dinding dada, fraktur pelvis, Focus Assesment Sonography for
Trauma, tekanan darah sistolik <100 mmHg, denyut nadi >100 kali/menit. Skor
BATSS kurang dari 8, resiko sedang jumlah skor BATSS 8-12, resiko tinggi
jumlah skor BATSS lebih dari 12. (Irma & Fuad,2019)

5
2. FAST ( Focus Assesment with Sonography in Trauma ) / USG
FAST merupakan alat diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi cairan
intra-abdomen. (FAST) telah digunakan sebagai protokol di berbagai senter
trauma. FAST yang merupakan pemeriksaan non invasif, cepat dengan
pemeriksaan pada 6 lokasi yaitu area (Irma & Fuad,2019) :

1) Pericardium
2) Perihepatic
3) Splenorenal
4) Parakolik gutter kanan dan kiri
5) Rongga pertioneum di daerah
6) Pelvis
Apabila FAST positif, maka :
a. Apabila terdeteksi perdarahan dan status hemodinamik/kardiovaskular
pasien stabil, maka di butuhkan tindakan pembedahan.
b. Apabila terdeteksi perdarahan dan status hemodinamik/kardiovaskular
pasien masih stabil, maka perlu di lakukan CT scan untuk mendeteksi asal
perdarahan.
3. Pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage)
Pemeriksaan DPL dengan cara memasukkan needle ukuran 18 menuju rongga
intraperitoneal yang dimasukkan dibawah umbilikal. Pemeriksaan ini sedikit

6
invasif, cepat namun sudah mulai ditinggalkan. pemeriksaan ini dilakukan
apabila FASH dan CT scan tidak dapat dilakukan. (Irma & Fuad,2019)
G. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada trauma abdomen juga bisa di kaji ( Ika Setyo dkk, 2020) :
a. Inspeksi
Penderita harus di buka pakaiannya untuk melihat adanya jejas di abdomen,
periksa adanya goresan, robekan, luka tembus, benda asing yang menancap,
keluarnya omentum atau usus kecil. Inspeksi secara menyeluruh meliputi penis,
vagina, perianal dan rectal. penderita dapat di balikkan dengan hati-hati (log
roll) untuk memeriksa bagian belakang. Muntahan yang berwarna kopi atau
merah segar mengindikasikan adanya darah.
b. Auskultasi
Mengkaji bising usus ada atau tidaknya serta frekuensinya. Pada trauma
abdomen biasanya terjadi penurunan bising usus.
c. Perkusi
Pada trauma abdomen, apabila terdapat hemoperitonium, perkusi menjadi
redup/pekak/dullness.
d. Palpasi
Perabaan yang tegang pada dinding perut (defense muscular) merupakan tanda
khas iritasi peritoneum. Apabila pasien nyeri atau timbul gerakan abnormal saat
di tekan area pelvis, maka kita curiga adanya fraktur pelvis.
H. Contoh kasus luka tusuk
Pasien anak laki-laki usia 16 tahun datang dengan keluhan utama luka tusuk
pisau pada bagian perut ± 2 jam SMRS (Sebelum Masuk Rumah Sakit) dengan
usus dan omentum keluar melalui perut dari tempat luka tusuk. Pasien mengalami
perkelahian dengan laki-laki yang tidak dikenalnya. Menurut keterangan dari
perawat yang mengantar, pasien ditemukan oleh warga disekitar kejadian tempat
perkelahian dan langsung dibawa ke Rumah Sakit.
Pada pemeriksaan fisik pasien lemah tampak sakit berat, kesadaran compos
mentis, temperatur 36oC, tekanan darah 90/40 mmHg, denyut nadi 130x/menit

7
teraba lemah, frekuensi nafas 24x/menit, dan saturasi oksigen 92% dengan
pemberian Oksigen 10 lpm dengan Non-rebreathing masker.

Penanganan
1. Penilaian awal didasarkan tentang prinsip Advanced Trauma Life Support
(ATLS)
Dalam ATLS terdapat langkah-langkah, sebagai berikut:
a. Airway dan stabilisasi vertebra cervicalis : Tidak terjadi gangguan pada
jalan nafas
b. Breathing dan ventilasi : Frekuensi nafas 24x/menit, saturasi oksigen 92%
dengan pemberian Oksigen 10 lpm Non-rebreathing masker
c. Circulation dan kontrol perdarahan : Pasien kehilangan banyak darah
sehingga harus dilakukan resusitasi cairan
d. Disability : Composmentis
e. Exposure : terdapat luka tusuk di bagian abdomen
2. Tes laboratorium rutin dilakukan pada jam ke- 2, 4, 8, 16, dan 24
Tes laboratorium berupa : (hitung darah lengkap, urea dan elektrolit) dan
urinalisis
3. Pasien diberikan injeksi antibiotic spektrum luas sebagai profilaksis.
4. Pada pemeriksaan fisik lebih lanjut ditemukan konjungtiva anemis, akral
dingin, pada regio abdomen ditemukan luka, tepat digaris tengah, lima
sentimeter di bawah pusat, terdapat luka terbuka ukuran lima sentimeter kali
empat koma lima sentimeter tranversal, bentuk elips, batas tegas, tepi rata,
kedua sudut lancip, kedalaman empat sentimeter, dasar rongga perut, jembatan

8
jaringan tidak ada, warna kemerahan, dengan sebagian usus tampak keluar dari
rongga perut. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik, peritonitis,
dan eviserasi organ adalah indikasi dilakukannya emergency laparotomi
(Ketidakstabilan hemodinamik didiagnosis ketika tekanan darah sistemik gagal
meningkat di atas 90 mmHg meskipun resusitasi cukup) dan di lihat dari hasil
laboratorium pasien ditemukan hemoglobin 9,3 g/dL kemudian menurun
menjadi 3,1 g/dL. Sehingga harus dilakukan emergency laparotomi. Laparotomi
merupakan suatu tindakan bedah yaitu berupa insisi pada dinding perut atau
abdomen.
Tindakan laparotomi dibagi menjadi 3 kelompok dalam hal waktu laparotomi :
a. Emergency Laparotomy : Pasien yang segera dioperasi bersamaan dengan
resusitasi
b. Early Laparotomy : Pasien yang dioperasi dalam 8 jam pertama post trauma
c. Late Laparotomy : Pasien yang dioperasi setelah 8 jam dianggap sebagai
kelompok laparotomi terlambat

9
Daftar pustaka

Tassya Fatimah Taufik, Faisol Darmawan.2020. Trauma Tusuk Abdomen Dengan


Eviserasi Usus Pada Anak Laki-laki Usia 16 Tahun. Majority. Vol 9. No 2
Ika Setyo Rini, Tonu Suharsono, Ikhda Ulya, Sutyanto, Dewi Kartikawati N,
Mukhamad Fathoni.2020.Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD).
Malang: UB Press
Abd-El-Aal A. Saleem, Osama A. Abdul Raheem, Hassan A. Abdallah, Mohamed

Yousef A.2016. Epidemiological evaluation and outcome of pure abdominal


trauma victims who underwent surgical exploratory laparotomy. Al Azhar
Assiut Medical Journal. Vol 14. No 8-24
Irma Liani, Fuad Iqbal Eka Putra.2019. Modalitas Diagnostik Pada Kasus
Kegawatdaruratan Trauma Tumpul Abdomen. Jurnal Gawat Darurat. Vol 1. No
2. Hal 57 – 64
Elvira Bernadetta Ginting, Ronald Sitohang, Salomo Simanjuntak.2017. Gambaran
Trauma Abdomen yang Dirawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada
Tahun 2012-2015. Jurnal Kedokteran Methodist. Vol 10. No 1

10

Anda mungkin juga menyukai