Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENGERTIAN
Pelayanan Tuberculosis adalah memberi asuhan keperawatan kepada pasien
tuberculosis atau disingkat TB dengan tujuan agar dapat meningkatkan mutu pelayanan
secara optimal pada pasien TB sehingga diupayakan kesembuhan dan pemulihan pasien
melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan serta memenuhi etika
profesi.
Dengan adanya Pelayanan yang terstandar di diharapkan dapat membantu
Rumah Sakit Khusus Mata Ramata dalam menyukseskan program Milennial
Development Goal’s 2015 (MDG’s 2015) dengan ikut serta dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian pasien TB.
Pelayanan pasien TB yang dilakukan di Rumah Sakit Khusus Mata Ramata
dilakukan oleh Unit DOTS yang dibentuk oleh Rumah Sakit Khusus Mata Ramata. Unit
DOTS terdiri dari minimal 1 Dokter Umum / Dokter Spesialis, 1 Perawat dan 1 Petugas
Laboratorium. 1 petugas farmasi, 1 petugas Radiologi Di Rumah Sakit Khusus Mata
Ramata, yang bertugas melakukan pendataan pasien suspek TB,dan pasien BTA psoitif,
mengambil sample dahak dan mengirimnya ke laboratorium rujukan, merujuk untuk
pengobatan lebih lanjut , memberikan penyuluhan cara pemeriksaan dahak (BTA)
kepada pasien serta membuat laporan pasien TB untuk dikirim ke Dinas Kesehatan.
Laboratorium di Rumah Sakit Khusus Mata Ramata belum mampu melakukan
pemeriksaan TCM (Tes Cepat Mulokuler) untuk menegakan diagnosa TBC dan RS
Mata Ramata belum mampu untuk memberikan pengobatan langsung ke pada pasien
TB Sesuai dengan Kesepakatan Dinkes baik kabupaten maupun Provinsi. Dan untuk
komfirmasi pengobatan dilakukan pemeriksaan BTA sputum di mana Lab Rumah Sakit
Khusus Mata Ramata belum mampu melaksanakanya, sehingga pasien suspek TB
hanya diambil sample sputum oleh petugas laboratorium / petugas Unit DOTS dan
dikirim ke laboratorium Rumah Sakit RSUP Sanglah . Untuk pasien dengan BTA
positif dan membutuhkan OAT, maka petugas Unit DOTS akan merujuk pasien tersebut
ke Puskesmas wilayah setempat atau Puskesmas Terdekat untuk memberikan obat OAT
sesuai program, dengan membawa rujukan formulir TB dan Rumah Sakit Khusus Mata
Ramata juga mengkomfirmasi via wa akan merujuk pasien ke puskesman sesuai
wilayah untuk mendapatkan obat OAT sesuai program.

1
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Ruang lingkup kegiatan pencatatan dan pelaporan pasien TB meliputi:
1. Promosi kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar
dan komprehensif mengenai pencegahan penularan, pengobatan, pola hidup
bersih dan sehat sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku sasaran yaitu
pasien dan keluarga, pengunjung dan staff rumah sakit.
2. Surveilans tuberculosis, merupakan kegiatan memperoleh data epidemologi
yang diperlukan dalam system informasi program penanggulangan tuberculosis,
seperti pencatatan dan pelaporan tuberculosis resisten obat.
3. Pengendalian factor risiko tuberculosis, ditujukan untuk mencegah, mengurangi
penularan dan kejadian penyakit tuberculosis yang pelaksanaanya sesuai dengan
pedoman pengendalian pencegahan infeksi tuberculosis di rumah sakit.
4. Penemuan dan penanganan kasus tuberculosis dilakukan melalui pasien yang
datang ke rumah sakit, setelah pemeriksaan, penegakan diagnosis, penetapan
klasifikasi, dan tipe pasien tuberculosis. Sedangkan untuk penanganan kasus
dilakukan sesuai tata laksana pada pedoman nasional pelayanan kedokteran
tuberculosis dan standar lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSM RAMATA
No.

TENTANG
PANDUAN PELAYANAN PASIEN TUBERKULOSIS

DIREKTUR RS MATA RAMATA

Menimbang : a. bahwa untuk memperlancar pelayanan TB yang berkualitas di rumah sakit


sehingga dibutuhkan buku panduan sebagai dasar dan acuan pelayanan TB
di Rumah Sakit Mata Ramata;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
perlu menetapkan Keputusan Direktur tentang Pemberlakuan Panduan
Pelayanan Pada Rumah Sakit Mata Ramata ;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/2008 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011
tentang Keselamatan Pasien;
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang
Penanggulangan Tuberculosis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2016 tentang
Penanggulangan Tuberculosis;
7. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 884/Menkes/VII/2007 tentang
Ekspansi TB dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit dan Balai Kesehatan /
Pengobatan Penyakit Paru;

3
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
MEMUTUSKAN

Menetapkan :
Kesatu : SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSM RAMATA TENTANG
PANDUAN PELAYANAN PASIEN TUBERKULOSIS
Kedua : Panduan Pelayanan Pasien TB sebagaimana dimaksud pada diktum KESATU,
yaitu; Panduan Pelayanan TB ( disusun oleh : Rumah Sakit Umum Permata
Hati, Tahun 2018, Edisi Pertama);
Ketiga : Panduan sebagaimana yang disebutkan pada diktum KEDUA agar dijadikan
panduan dan acuan dalam pelayanan TB pada Rumah Sakit Mata Ramata ;

Keempat : Sejak ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat


kekeliruan dalam Surat Keputusan ini, maka akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Denpasar
pada tanggal 2022
Direktur,

(dr. I Gede Eka Bayu Putra)

4
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
BAB IV
TATA LAKSANA

Untuk menjaga kelancaran proses pelayanan kesehatan khususnya pelayanan


terhadap pasien TB di Rumah Sakit Mata Ramata Denpasar, diperlukan suatu alur
pelayanan yang meliputi pasien rawat jalan dan rawat inap agar pelayanan dapat
berjalan lancar. Alur pelayanan pasien TB rawat jalan dan rawat inap dapat dilihat pada
skema berikut :
Skema 1. Skema alur pelayanan pasien TB rawat jalan dan rawat inap

Laboratorium

Pasien umum Poli Spesialis Radiologi

UGD

Unit DOTS
Rawat Inap

UPK lain
PKRS

Rekam Medis

Penjelasan dari skema di atas adalah sebagai berikut:


1. Pasien Suspek TB atau pasien TB dapat datang ke Poliklinik Spesialis / UGD
atau langsung ke Poliklinik Spesialis (Penyakit Dalam, Mata)
2. Suspek TB dikirim untuk melakukan pemeriksaan penunjang (Laboratorium,
PA, radiologi). Khusus untuk pemeriksaan TCM (Tes Cepat Mulokuler) di

5
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
Rujuk ke Lab RSUP Sanglah dan untuk konfirmasi pengobatan dapat di lakukan
pemeriksaan BTA Sputum di RSUP Sanglah
3. Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersangkutan. Diagnosis
dan klasifikasi pasien TB dilakukan oleh dokter poliklinik atau Unit DOTS
pengirim
4. Untuk pasien Rawat Jalan, setelah diagnosa TB ditegakkan dan pasien
disarankan untuk diberikan OAT, maka pasien akan dikirim ke Unit DOTS
untuk dilakukan pencatatan sesuai program. Untuk pengobatan lebih lanjut
Rumah Sakit Ramata akan merujuk pasien tersebut ke Puskesmas sesuai wilayah
tempat tinggal pasien atau Puskesmas Terdekat dan memberikan Formulir TB
kepada pasien. Petugas Unit DOTS lalu menghubungi Petugas Unit DOTS dari
Puskesmas terkait untuk memberitahukan akan merujuk pasien yang
membutuhkan OAT untuk memastikan bahwa pasien akan mendapatkan OAT
tersebut.
5. Untuk pasien Rawat Inap, petugas rawat inap menghubungi unit DOTS setiap
ada pasien suspek TB yang di rawat inap agar dapat dilakukan pencatatan
suspek. Bila dari pemeriksaan susp di temukan positif TB maka pasien akan di
Rujuk ke RSUP Sanglah oleh Karena Rumah Sakit Mata Ramata belum
mempunyai ruangan khusus rawat inap sesui setandar PPI,TB
6. Rujukan / pindah dari / ke UPK lain berkoordinasi dengan Unit DOTS.
Penatalaksanaan TB di Rumah Sakit Mata Ramata sementara meliputi promosi
kesehatan, skrining, pengendalian), pemeriksaan BTA sputum, penegakan
diagnosa. Penempatan pasien TB (pasien susp TB ditempatkan di kamar
tersendiri dan untuk pelayanan rawat jalan pasien suspek didahulukan agar
pasien yg lain tidak terpapar lebih lama, Apabila ruang isolasi tidak tersedia,
pasien diupayakan ditempatkan di kamar tersendiri dengan jendela atau ventilasi
yang baik.

6
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
1. PROMOSI KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN TB
Promosi kesehatan adalah berbagai upaya yang dilakukan terhadap masyarakat
sehingga mereka mau dan mampu meningkatkan dan memelihara kesehatan mereka
sendiri. Dalam promosi kesehatan dalam penanggulangan TB diarahkan untuk
meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan
penularan, pengobatan, pola hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga terjadi
perubahan sikap dan perilaku sasaran program TB terkait hal tersebut serta
menghilangkan stigma dan diskriminasi masyarakat serta petugas kesehatan
terhadap pasien TB.
Promosi kesehatan dalam Penanggulangan TB di Rumah Sakit Khusu Mata Ramata
diselenggarakan dengan strategi sebagai berikut:
a. Pemberdayaan masyarakat yaitu dengan memberikan informasi tentang TB
secara terus menerus dan berkesinambungan untuk menciptakan kesadaran,
kemauan dan kemampuan pasien TB, keluarga dan kelompok masyarakat.
Metode yang dilakukan adalah melalui Komunikasi Efektif baik berupa
penyuluhan, konseling, seminar ataupun memanfaatkan media komunikasi
seperti lembar balik, leaflet, poster ataupun media lainnya.
b. Advokasi adalah upaya untuk memeperoleh komitmen dan dukungan dari
pemangku kebijakan yang dilakukan secara persuasive dengan menggunakan
informasi yang akurat dan tepat. Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan
dengan prinsip kemitraan melalui forum kerjasama.
c. Kemitraan merupakan kerjasama antara program penanggulangan TB dengan
institusi pemerintah terkait, penyedia layanan / faskes terkait dan organisasi
kemasyarakatan lainnya.

2. SURVEILANS TUBERKULOSIS
Pemantauan penyakit menular dan tidak menular yang dilakukan setiap bulan
melalui Surveilans Terpadu Penyakit (STP). Pemantauan ini berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) Nomor
1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemilogi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu. Surveilans
Terpadu Penyakit (STP) dapat didefinisikan sebagai kegiatan surveilans

7
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
epidemiologi yang berfokus pada pengumpulan data bulanan terkait dua jenis
penyakit, yaitu penyakit menular (PM) dan juga Penyakit Tidak Menular (PTM).
Data yang dikumpulkan dalam surveilans ini bersifat terpadu dan rutin. Kata terpadu
berarti bahwa data berbagai jenis penyakit (Penyakit Menular dan Penyakit Tidak
Menular) direkap menjadi satu dalam sebuah pelaporan sedangkan maksud dari kata
rutin adalah bahwa data Surveilans Terpadu Penyakit (STP) diambil berdasarkan
data mingguan yang dicatat secara rutin (Kemenkes 2003). Berdasarkan definisi
Surveilans Terpadu Penyakit (STP) pada penjelasan di atas dan berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479 Tahun 2003, Surveilans Terpadu
Penyakit (STP) dilaksanakan dengan menggunakan metode surveilans epidemiologi
rutin terpadu. Surveilans epidemiologi rutin terpadu merupakan kegiatan surveilans
epidemiologi yang memantau beberapa masalah kesehatan, faktor risiko kesehatan,
dan beberapa kejadian penyakit secara rutin (Kemenkes 2003). Secara umum,
Surveilans Terpadu Penyakit (STP) dilakukan untuk mengetahui informasi
epidemiologi mengenai Penyakit Menular (PM) dan Penyakit Tidak Menular (PTM)
sekaligus. Informasi yang terdapat pada data Surveilans Terpadu Penyakit (STP)
dapat bermanfaat bagi penentu kebijakan (Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Rumah
Sakit, Kepala Puskesmas) untuk melihat jumlah kasus penyakit tertentu dan dapat
memudahkan pihak penentu kebijakan kesehatan dalam mengamati tren penyakit
tanpa harus mengumpulkan seluruh pemegang program dalam satu waktu. Tidak
hanya itu, data hasil Surveilans Terpadu Penyakit (STP) juga bermanfaat bagi pusat
penelitian dan bagi instansi yang bergerak di bidang kesehatan seperti Dinas
Kesehatan.

3. PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO TB


Kuman penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis (M. tbc). Seorang pasien
TB paru pada saat dia berbicara, batuk dan bersin dapat mengeluarkan percikan
dahak yang mengandung M. tbc, akibatnya orang-orang disekeliling pasien TB
dapat terpapar dengan cara menghirup percikan dahak. Infeksi dapat terjadi apabila
seseorang yang rentan menghirup percik renik yang mengandung kuman TB melalui
mulut / hidung, saluran pernafasan atas, bronkus hingga ke alveoli.

8
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
a. Faktor Risiko Terjadinya TB
1) Kuman penyebab TB
2) Pasien TB dengan BTA (Basil Tahan Asam) positif lebih besar risiko
menimbulkan penularan dibandingkan dengan BTA negative
3) Makin tinggi jumlah kuman dalam percik dahak, makin besar risiko terjadi
penularan
4) Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar risiko
terjadi penularan
b. Factor individu yang bersangkutan
1) Faktor usia dan jenis kelamin:
a) Kelompok paling rentan tertular TB adalah kelompok usia dewasa
muda/usia produktif
b) Menurut survey prevalensi TB, laki-laki lebih banyak terkena TB
dibandingkan wanita
2) Daya tahan tubuh yang menurun oleh sebab apapun (lansia, ibu hamil, ko-
infeksi HIV, penderita DM, malnutrisi, immunosuppressive).
3) Perilaku:
a) Batuk dan etika membuang dahak yang sembarangan
b) Merokok
c) Sikap dan perilaku pasien TB tentang penularan, bahaya dan cara
pengobatan
d) Status Sosial ekonomi terutama dari kelompok sosioekonomi lemah.
c. Factor lingkungan
1) Lingkungan perumahan padat dan kumuh memudahkan penularan TB
2) Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya
matahari.
4. Upaya pengendalian Faktor Risiko TB
1. Pengendalian Kuman penyebab TB
a. Mempertahankan cakupan pengobatan dan keberhasilan pengobatan tetap
tinggi
b. Melakukan tatalaksana penyakit penyerta/komorbid TB yang
memepermudah terjangkitnya TB (HIV, DM, dsb)

9
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
2. Pengendalian factor risiko individu
a. Membudayakan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), makan
makanan bergizi dan tidak merokok
b. Membudayakan Etika Berbatuk dan cara membuang dahak bagi penderita
TB
c. Meningkatkan daya tahan tubuh melalui perbaikan kualitas nutrisi bagi
populasi terdampak TB
d. Pencegahan bagi populasi rentan:
1) Vaksinasi BCG bagi bayi baru lahir
2) Profilaksis INH pada anak di bawah 5 tahun (balita)
3) Profilaksis INH pada ODHA selama 6 bulan dan diulang tiap 3 tahun
4) Profilaksis INH pada pasien dengan indikasi klinis lainnya seperti
silikosis
3. Pengendalian faktor lingkungan
a. Mengupayakan lingkungan sehat
b. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungannya sesuai persyaratan baku rumah sehat
4. Pengendalian intervensi daerah berisiko penularan
a. Pengendalian kelompok khusus dan masyarakat umum yang berisiko
tinggi penularan TB seperti lapas, masyarakat pelabuhan, institusi
berasrama dan lain lain.
b. Penemuan aktif dan massif di masyarakat misalnya daerah terpencil,
belum ada program dan padat penduduk
5. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yaitu melakukan pencegahan
penularan TB pada semua orang yang terlibat dalam pemberian pelayanan
pada pasien TB. Upaya tersebut terdiri dari 4 pilar sbb:
a. Pengendalian secara manajerial
1) Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB
2) Membuat SPO mengenai Alur Pasien untuk semua pasien batuk, alur
pelaporan dan surveilans
3) Membuat perencanaan program PPI TB secara komprehensif

10
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
4) Memastikan desain dan persyaratan bangunan serta pemeliharaannya
sesuai PPI TB
5) Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB yaitu
tenaga, anggaran, sarana dan prasarana yang dibutuhkan
6) Monitoring dan evaluasi
7) Melakukan kajian di unit terkait penularan TB
b. Pengendalian secara administratif adalah upaya untuk mencegah /
mengurangi pajanan kuman M. tbc kepada petugas kesehatan, pasien,
pengunjung dan lingkungan sekitarnya dengan menyediakan,
menyebarluaskan dan memantau pelaksanaan prosedur baku serta alur
pelayanan. Upaya tsb mencakup:
1) Strategi TEMPO (Temukan pasien segera, Pisahkan secara aman,
Obati secara tepat)
2) Menempatkan semua terduga dan pasien TB di ruang tunggu yang
mempunyai ventilasi baik dan terpisah dari pasien umum.
3) Penyuluhan pasien mengenai Etika Batuk yaitu pasien yang batuk
diahruskan memalingkan kepala dan menutup mulut / hidung dengan
tissue / ditutup dengan pangkal lengan. Sesudah batuk, tangan
dibersihkan dengan handrubs dan tissue dibuang di tempat sampah
berkantong kuning / infeksius.
4) Penyediaan handrubs, tissue, masker bedah, tempat pembuangan
tissue dan masker bedah serta pembuangan dahak yang benar
5) Pemasangan poster, spanduk dan bahan untuk KIE
6) Skrining bagi petugas yang merawat pasien TB
c. Pengendalian lingkungan fasyankes adalah upaya peningkatan dan
pengaturan aliran udara/ventilasi dengan teknologi sederhana untuk
mencegah penyebaran kuman dan mengurangi kadar percikan dahak di
udara. Upaya penanggualangan dilakukan dengan menyalurkan percikan
dahak ke arah tertentu / directional airflow dan atau ditambah dengan
radiasi ultraviolet sebagai germisida. System ventilasi ada 3 jenis yaitu :
a) Ventilasi Alamiah
b) Ventilasi Mekanik

11
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
c) Ventilasi Campuran
Pemilihan jenis ventilasi tergantung jenis fasilitas dan keadaan
setempat. Pertimbangan pemilihan ventilasi yaitu berdasarkan struktur
bangunan, iklim-cuaca, pengaturan bangunan, budaya, dana dan
kualitas udra luar ruangan serta perlu dilakukan monitoring dan
pemeliharaan secra berkala.
Rekomendasi WHO saat ini untuk ruangan dengan risiko tinggi penularan
melalui udara adalah minimal 12 ACH yang berarti 80 liter/detik/pasien untuk
volume 24m3. Untuk ventilasi alamiah, perlu dipastikan angka Ventilation
Rate per jam minimal yang tercapai yaitu:
1. 160 liter/detik/pasien untuk ruangan yang memerlukan kewaspadaan
airborne (dengan ventilasi terendah 80 liter/detik/pasien)
2. 60 liter/detik/pasien untuk ruangan perawatan umum dan poliklinik rawat
jalan
3. 2.5 liter/detik untuk jalan / selasar/ koridoe yang hanya dilalui sementara
oleh pasien.
Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin angka ventilasi yang
direkomendasikan maka dianjurkan menggunakan ventilasi mekanik atau
campuran saja. Kipas angin di langit-langit (ceiling fan) tidak
direkomendasikan, sedangkan standing fan ataupun kipas angin meja
direkomendasikan karena dapat diatur untuk mengalirkan udara ke arah
tertentu. Pemasangan exhaust fan yaitu kipas yang dapat langsung menyedot
udara keluar dapat meningkatkan ventilasi yang sudah ada di ruangan, tetapi
kipas tersebut harus dibersihkan secara berkala.

12
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
Gambar 1. Tata letak Furniture Ruang Periksa Pasien

Arah angin
droplet

Kipas angin Dokter Meja Pasien jendela

Optimalisasi ventilasi dapat dicapai dengan memasang jendela yang dapat dibuka
dengan maksimal dan menempatkan jendela pada sisi tembok ruangan yang berhadapan
sehingga terjadi aliran udara silang. Yang direkomendasikan adalah ventilasi campuran
yaitu:
1. usahakan agar udara luar segar dapat masuk ke semua ruangan
2. ventilasi alami diusahakan semaksimal mungkin
3. penambahan dan penempatan kipas angin untuk meningkatkan laju
pertukaran udara harus memperhatikan arah aliran udara yang dihasilkan
4. mengoptimalkan aliran udara
5. menyalakan kipas angin selama masih ada orang-orang di suatu ruangan.
d. Pemanfaatan APD (Alat Pelindung Diri) pada petugas kesehatan di fasyankes
sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak
dapat dihilangkan dengan upaya administrative dan lingkungan saja. APD
pernafasan disebut dengan Respirator partikulat atau disebut Respirator. Respirator
Partikulat untuk di Fasyankes adalah berupa masker N95 atau FFP2 (healthcare
particular respirator), berupa masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk
melindungi seseorang dari partikel berukuran < 5 mikron yang dibawa melalui
udara.

4. PENEMUAN KASUS TB
Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui
serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga/suspek TB,

13
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperlukan, menentukan diagnosis,
menentukan klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB
a. Penemuan Suspek TB bisa dilakukan secara aktif maupun pasif. Semua pasien
yang berobat di Rumah Sakit Mata Ramata ditanyakan melalui anamnesa
apakah ada keluhan batuk berdahak selama kurang lebih 2 minggu. Bila ada,
maka dilakukan pencatatan suspek dan dilanjutkan dengan kegiatan berikutnya
yaitu melakukan pemeriksaan yang diperlukan. Bila suspek tersebut dilanjutkan
dengan pemeriksaan dahak/sputum BTA maka dilakukan pencatatan pada Form
TB06.
b. Diagnosis TB
Standar Diagnosis TB:
1) Standar 1: setiap orang dengan batuk produktif selama 2 minggu atau lebih
yang tidak jelas penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberculosis
2) Standar 2: semua pasien yang diduga menderita TB Paru harus menjalani
pemeriksaan dahak mikroskopis minimal 2 x yang diperiksa di laboratorium
yang kualitasnya terjamin dan minimal ada 1 spesimen yang berasal dari
dahak pagi hari.
3) Standar 3: pada semua pasien terduga TB ekstra paru, specimen dari bagian
tubuh yang sakit seharusnya diambil untuk pemeriksaan mikroskopik,
biakan dan histopatologi
4) Standar 4; semua orang dengan temuan Foto Thorax diduga TB seharusnya
menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi
5) Standar 5: diagnosis TB paru sediaan apus dahak negative harus didasarkan
kriteria berikut: minimal 2x pemeriksaan dahak mikroskopik negative
(termasuk 1 x dahak pagi hari); Foto Thorax sesuai TB; tidak ada respon
terhadap antibiotic spectrum luas (hindari fluorokuinolon karena aktif
terhadap M. tbc complex sehingga terjadi perbaikan sesaat pada pasien TB).
Pasien sakit berat atau diduga terinfeksi HIV, evaluasi diagnostic harus
segera dan jika ada bukti klinis mendukung TB, pengobatan TB harus
segera dimulai.
6) Standar 6: semua anak yang diduga TB intratoraks (paru, pleura dan KGB
mediastinum atau hilus), konfirmasi bakteriologis harus dilakukan dengan

14
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
pemeriksaan dahak untuk pemeriksaan mikroskopis dan biakan. Jika hasil
bakteriologis negative, diagnosis TB didasarkan pada kelainan Foto Thorax
sesuai TB, riwayat terpajan kasus TB yang menular, uji tuberculin positif /
interferon gamma release assay dan klinis yang mendukung TB. Untuk
anak yang diduga TB ekstraparu, specimen dari bagian tubuh yang sakit
seharusnya diambil untuk pemeriksaan mikroskopik, biakan dan
histopatologi.

Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, anamnesa, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Keluhan dan hasil anamnesa meliputi:
Keluhan yang disampaikan pasien serta wawancara rinci berdasar keluhan pasien.
Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi:
a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari 1 bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering sekali
bukan merupakan gejala TB yang khas sehingga gejala batuk tidak harus
selama 2 minggu atau lebih.
b. Gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB seperti
Bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru dan lain lain. Prevalensi
TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka tiap orang yang datang ke
Fasyankes dengan gejala tersebut diatas dianggap sebagai seorang terduga
pasien TB/suspek TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
c. Selain gejala dan keluhan, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang
dengan factor risiko seperti:
1) Kontak erat dengan pasien TB
2) Tinggal di pemukiman padat penduduk
3) Wilayah kumuh
4) Daerah pengungsian

15
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
5) Orang yang bekerja dengan bahan kimia yang berisiko menimbulkan
paparan infeksi paru
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Bakteriologi
1) Pemeriksaan Dahak Mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
potensi penularan dan menilai keberhasilan pengobatan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak Pagi-
sewaktu (P-S) dengan menggunakan pot dahak seteril.
a) P (Pagi) : bangun pagi sebelum makan dahak di tampung dengan
menggunakan pot dahak seteril
b) S (Sewaktu) : dahak ditampung sewaktu pasien mau berangkat ke
Rumah Sakit (laboratorium) kemudian Dahak di kirim ke laboratorium
Rumah Sakit Sanglah untuk di cek TCM Dengan menggunakan formulir
TB06
2) Pemeriksaan TCM (Test Cepat Molekuler) TB, dilakukan dengan metode
Xpert MTB / RIF. TCM adalah sarana penegakan diagnosis TB tapi tidak
dapat dipakai untuk evaluasi hasil pengobatan.
3) Pemeriksaan Biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-
Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk
identifikasi M. tbc.
Laboratorium Rumah Sakit Mata Ramata sudah mampu melakukan
pemeriksaan dahak/sputum memiliki peralatan untuk pemeriksaan sputum,
ruangan pemeriksaan sputum memadai dan petugas laboratorium sudah terlatih.
Untuk pemeriksaan TCM (Tes Cepat Molekuler) TB, di lakukan dengam metode
Xpert MTB/RIF. Rumah Sakit Mata Ramata masih merujuk ke Laboratorium
RSUP Sanglah.
Pengiriman sampel sputum dilakukan dengan cara menampung dahak
pasien pada pot dahak seteril lalu dimasukkan ke dalam container tertutup dan
dikirim ke laboratorium RSUP Sanglah disertai Form TB05.
1. Pemeriksaan penunjang lain:

16
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
a. Pemeriksaan Foto Thorax
b. Pemeriksaan histopatologis pada kasus yang dicurigai TB ekstra paru
c. Pemeriksaan uji kepekaan obat dilaksanakan di laboratorium yang lulus uji
pemantapan mutu dan bersertifikat nasional maupun internasional.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan resistensi M. tbc terhadap OAT

17
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
Alur Diagnosis TB dan TB Resisten Obat pada Orang Dewasa
Skema 2. Alur Diagnosis TB dan TB Resisten Obat pada Orang Dewasa

18
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
Keterangan alur:
Prinsip penegakan Diagnosis TB:
1. Diagnosis TB Paru Dewasa ditegakkan dengan pemeriksaan bakteriologis yaitu
pemeriksaan mikroskopis / sputum BTA, TCM TB dan biakan
2. Pemeriksaan sputum BTA dapat sekaligus memantau hasil pengobatan
sedangkan TCM TB hanya untuk penegakan diagnosis
3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB berdasarkan Foto Thoraks saja karena tidak
selalu memberi gambaran spesifik pada TB paru sehingga bisa terjadi over
ataupun underdiagnosis.
Alur untuk Faskes yang tidak mempunyai Alat TCM TB:
1. Penegakan diagnosis tetap menggunakan mikroskop. Bila mempunyai akses ke
pemeriksaan TCM, bisa dilakukan rujukan
2. Diperlukan dua contoh uji dahak dengan kualitas yang bagus yaitu yang berasal
dari dahak Sewaktu-Sewaktu atau Sewaktu-Pagi
3. Pasien BTA (+) adalah jika salah 1 atau kedua contoh uji dahak menunjukkan
BTA (+)
4. BTA (-) adalah jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA (-). Bila hasil
BTA (-) tetapi penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis
menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (minimal Foto Thorax)
yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter
5. Jika pemeriksaan BTA hasilnya negative (BTA (-)) maka dirujuk untuk dilakukan
TCM
6. Bila tidak mempunyai akses rujukan untuk TCM maka diberikan terapi antibiotika
spectrum luas (Non OATdan Non Kuinolon) terlebih dahulu selama 1-2 minggu,
jika tidak ada perbaikan klinis maka perlu dikasi factor risiko TB
7. Pasien dengan factor risiko TB tinggi maka pasien dapat didiagnosis sebagai TB
klinis. Factor risiko TB yang dimaksud antara lain:
a. Terbukti ada kontak dengan pasien TB
b. Ada penyakit komorbid: HIV, DM
c. Tinggal di wilayah berisiko TB: Lapas, penampungan pengungsi, daerah
kumuh dll.

19
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
Diagnosis TB Ekstra paru:
1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondylitis TB dsb
2. Diagnosis pasti pada TB Ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksan klinis,
bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari organ yang
terkena
3. Pemeriksaan Sputum BTA/mikroskopis wajib dilakukan untuk memastikan
kemungkinan TB paru
4. Pemeriksaan TCM dilakukan dengan contoh uji cairan LCS atau CSF (Cerebro
Spinal Fluid) pada kecurigaan TB Meningitis, contoh uji KGB melalui pemeriksaan
BAJAH (Fine Needle Aspirate Biopsy / FNA) pada kecurigan TB Kelenjar dll.

Diagnosis TB Resisten Obat:


Diagnosis TB Resisten Obat (TB- RO) diawali dengan penemuan terduga TB-RO:
1. Terduga TB-RO adalah pasien yang berisiko tinggi resisten terhadap OAT yaitu
pasien dengan gejala sbb:
a) Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2
b) Pasien TB pengobatan Kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan
pengobatan.
c) Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta
menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal 1 bulan’
d) Pasien TB gagal pengobatan Kategori 1
e) Pasien TB pengobatan Kategori 1 yang tidak konversi setelah 2 bulan
pengobatan
f) Pasien TB kasus kambuh (relaps) dengan pengobatan OAT Kategori 1 dan 2
g) Pasien TB yang kembali setelah loss to follow up / lalai berobat / default

20
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
h) Terduga TB yang riwayat kontak erat dengan pasien TB-RO termasuk warga
binaan di Lapas, asrama padat hunian, barak, buruh pabrik
i) Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara klinis dan bakteriologis
terhadap OAT (bila penegakan awal diagnosis TB tidak menggunakan TCM)
j) Kasus TB baru dengan hasil TCM adalah TB RR maka pemeriksaan TCM TB
dilakukan sekali lagi untuk memastikan diagnosis

1. Pasien dengan risiko rendah TB-RO


Diagnosis TB pada Anak:
2. Tanda dan gejala klinis
- Batuk ≥ 2 minggu
- Demam ≥ 2 minggu
- BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya
- Lesu / malaise ≥ 2 minggu
- Gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi adekuat
2. Alur Diagnosis TB pada Anak
Skema 3. Alur Diagnosis TB pada Anak

21
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
Keterangan:
*) dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum BTA
**) kontak TB Paru Dewasa dan Kontak TB Paru Anak terkonfirmasi bakteriologis
***) evaluasi respon pengobatan. Jika tidak merespon baik dengan pengobatan
adekuat, evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau rujuk

Tabel 1. Sistem Skoring TB Anak


PARAMETER 0 1 2 3 SKOR
Kontak TB Tidak - Laporan BTA (+/_)
jelas keluarga,
BTA (-) /
BTA tidak
jelas / tidak
tahu
Uji Tuberculin Negative - - Positif (≥ 10 mm
(Mantoux) atau ≥ 5 mm pada
immunocompromiz
ed)
Berat badan / - BB/TB < Klinis gizi -
keadaan gizi 90% atau buruk atau
BB/U < BB/TB <
80% 70% atau
BB/U < 60
%
Demam yang tidak - ≥ 2 - -
diketahui minggu
penyebabnya
Batuk kronik - ≥ 3 - -
minggu
Pembesaran - ≥ 1 cm, > - -
22
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
kelenjar limfe colli, 1 KGB,
aksila, inguinal tidak nyeri
Pembengkakan - Ada - -
tulang, sendi pembengk
panggul, lutut, akan
Foto Thorax Normal / Gambaran - -
kelainan sugestif
tidak TB
jelas
Skor Total

Penjelasan:
1. Pemeriksaan bakteriologis (sputum BTA ataupun TCM TB) tetap sebagai
pemeriksaan utama untuk konfirmasi diagnosis TB pada anak. Pemeriksaan sputum
dilakukan 2x dan dikatakan positif jika 1 contoh uji hasilnya positif
2. Observasi persistensi gejala selama 2 minggu untuk anak yang menunjukkan gejala
klinis tapi tidak ada cukup bukti adanya TB. Jika gejala menetap selama 2 minggu,
rujuk anak untuk pemeriksaan lebih lengkap. Bila rujukan tidak memungkinkan,
dapat dilakukan penilaian klinis untuk mengakkan diagnosis TB
3. Kontak dengan TB Paru Dewasa yaitu kontak serumah, kontak erat di lingkungan
anak seperti sekolah, pengasuh, empat bermain dsb
4. Pada anak pada evaluasi bulan ke 2 tidak menunjukkan perbaikan klinis dari gejala
awal, diperiksa kemungkinan penyebab lain seperti kesalahan diagnosis, penyakit
komorbid, gizi buruk, TB-RO ataupun kepatuhan berobat pasoen.

a. Diagnosis TB pada pasien dengan Ko-Morbid


Setiap pasien dengan HIV positif (ODHA) dan pasien dengan DM pada prinsipnya
harus dievaluasi untuk TB meskipun tidak ada gejala. Penegakan diagnosis TB pada
ODHA dan DM sama dengan diagnosisTB tanpa komorbid.

b. Diagnosis TB pada ODHA


23
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
Gejala klinis pada ODHA sering kali tidak spesifik. Gejala klinis yang sering
ditemukan adalah demam dan penurunan berat badan yang signifikan (sekitar 10%
atau lebih) dan gejala ekstra paru sesuai organ yang terkena misal TB pleura, TB
pericarditis, TB milier, TB meningitis.
c. Definisi HIV pada pasien TB:
1. kolaborasi TB-HIV bertujuan untuk menurunkan beban HIV pada pasien TB.
2. Tes dan konseling HIV bagi pasien TB dapat dilakukan dengan 2 pendekatan
yaitu: Provider initiated HIV testing and counseling (PITC / Tes HIV Atas
Inisiasi Petugas Kesehatan dan Konseling / TIPK) dan Voluntary Counseling
and Testing (VCT)
3. Merujuk pada Permenkes no 21 tahun 2013 tentang penanggulangan HIV dan
AIDS, semua pasien TB dianjurkan untuk tes HIV melalui pendekatan TIPK
sebagai bagian dari standar pelayanan oleh petugas TB atau dirujuk ke layanan
HIV
4. Tujuan utama TIPK adalah agar petugas medis dapat membuat keputusan klinis
(pemberian terapi ARV) dan atau menentukan pelayanan medis secara khusus
yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang.
d. Definisi Kasus dan Klasifikasi Pasien TB
Pasien dibagi berdasarkan klasifikasi penyakitnya bertujuan untuk:
1. Pencatatan dan pelaporan pasien yang tepat
2. Penetapan paduan pengobatan yang tepat
3. Standarisasi proses pengumpulan data untuk penanggulangan TB
4. Evaluasi proporsi kasus sesuai lokasi penyakit, hasil pemeriksaan batreiologis
dan riwayat pengobatan.
5. Analisis kohort hasil pengobatan
6. Pemantauan kemajuan dan evaluasi efektivitas program TB secara tepat.

A. Definisi kasus TB

24
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
1. Pasien TB terkonfirmasi bakteriologis
Adalah pasien TB terbukti positif pada pemeriksaan contoh uji biologinya
(sputum dan jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis langsung, TCM TB
atau biakan. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M. tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M. tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi bakteriologis, baik dengan BTA, biakan
maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis
2. Pasien TB terdiagnosis secara klinis
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria bakteriologis tetapi didiagnosa
sebagai pasien TB aktif oleh dokter dan diputuskan diberikan obat TB.
Termasuk kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negative dengan hasil Foto Toraks mendukung TB
b. Pasien TB paru BTA negative dengan tak ada perbaikan klinis setelah
pemberian antibiotika non OAT dan mempunyai factor risiko TB
c. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris
dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis
d. TB anak yang terdiagnosis dengan Sistem Skoring
Bila pasien TB terdiagnosis klinis kemudian menjadi terkonfirmasi
bakteriologis positif, harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB
terkonfirmasi bakteriologis

B. Klasifikasi pasien TB
1. Klasifikasi berdasar lokasi anatomis dari penyakit
a. TB paru: TB yang berlokasi pada parenkim / jaringan paru, termasuk ke
dalamnya TB milier. bila pasien menderita TB paru dan sekaligus TB
ekstraparu, diklasifikasikan sebagai TB paru.
b. TB ekstra paru: TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan
tulang. Limfadenitis TB rongga dada ( hilus dan atau mediastinum ) atau

25
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
efusi pleura tanpa gambaran ronsen mendukung TB paru, dinyatakan sebagai
TB ekstraparu. Diagnosis TB ekstraparu diupayakan secara bakteriologis
dengan ditemukannya kuman M. tb. Bila beberapa organ terkena,
diklasifikasikan sesuai organ terberat yang terkena.
2. Klasifikasi berdasar riwayat pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru TB: pasien belum pernah mendapat pengobatan TB atau sudah
menelan OAT < 1 bulan (< 28 dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB: pasien pernah menelan OAT ≥ 1 bulan (≥28
dosis). Pasien ini lalu diklasifikasikan berdasar Hasil Pengobatan TB
terakhir yaitu:
1) Pasien Kambuh pasien TB pernah dinyatakan sembuh / pengobatan
lengkap dan saat ini terdiagnosa TB berdasar pemeriksaan bakteriologis
atau klinis, baik karena kambuh ataupun reinfeksi.
2) Pasien TB diobati kembali setelah gagal: pasien pernah diobati dan
dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir
3) Pasien diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up): pasien
pernah diobati dan dinyatakan putus berobat
4) Pasien TB pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya
tidak diketahui.
5) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui: pasien TB
yang tidak termasuk dalam kelompok 1 dan 2.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Adalah klasifikasi berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji M. tb terhadap
OAT berupa:
1) Mono Resistan (TB MR): M. tb resisten hanya kepada 1 jenis OAT lini
pertama saja
2) Poli Resistan (TB PR): M. tb resisten kepada lebih dari 1 jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid dan Rifampisin secara bersamaan
3) Multi Drug Resisten (TB MDR): M. tb resisten kepada Isoniazid dan
Rifampisin secara bersamaan dengan atau tanpa diikuti resisten OAT lini
pertama lainnya

26
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
4) Extensive Drug Resisten (TB XDR): TB MDR yang sekaligus juga M. tb
resisten terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, KApreomisin,
Amikasin).
5) Resisten Rifampisin (TB RR): M. tb resisten terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (TCM) atau fenotip (konvensional).
4. Kalsifikasi berdasar status HIV
a. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah pasien TB
dengan:
1) Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapat ART
2) Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
b. Pasien TB dengan HIV negative adalah pasien TB dengan:
1) Hasil tes HIV negative sebelumnya atau
2) Hasil tes HIV negative pada saat diagnosis TB
c. Pasien dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB tanpa ada bukti
pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.

5. PENANGANAN KASUS TB
Pelayanan pasien TB di Rumah Sakit Khusus Mata Ramata meliputi, skrining,
penemuan kasus, Edukasi promosi, pelaporan dan pencatatan pasien TB sesuai Program
serta membangun jejaring dengan fasilitas kesehatan lainnya. Ketika pasien sudah
ditegakkan diagnose sebagai pasien TB dan membutuhkan OAT dengan persetujuan
pasien maka pasien akan dirujuk ke puskesmas sesuai wilayah tempat tinggal pasien.
Petugas unit DOTS akan berkoordinasi dengan petugas unit DOTS dari puskesmas yang
bersangkutan bahwa akan merujuk pasien untuk mendapatkan OAT. Petugas unit DOTS
akan memberikan form TB09 kepada pasien untuk diberikan kepada petugas puskesmas
yang bersangkutan.

27
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
6. PEMBERIAN KEKEBALAN TERHADAP TB
Untuk sementara Rumah Sakit Khusus Mata Ramata belum bisa melaksanakan
Pemberian kekebalan terhadap TB yg bertujuan untuk mencegah kesakitan (sakit yang
berat) dengan cara vaksinasi dan pengobatan pencegahan (profilaksis). Karena Rumah
Sakit Mata Ramata belum memiliki fasilitas yang memadai, untuk pemberian obat
kekebalan terhadap TB.

28
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
BAB V
DOKUMENTASI

Dokumentasi untuk pelaksanaan program TB DOTS berupa:


1. Kartu pengobatan pasien TB (TB01)
2. Kartu identitas pasien TB (TB02)
3. Register TB sarana pelayanan kesehatan (TB 03)
4. Register Laboratorium TB untuk Laboratorium Faskes Mikroskopis dan Tes cepat
(TB04)
5. Formulir Permohonan Pemeriksaan Bakteriologis TB (TB05)
6. Daftar Terduga TB (TB06)
7. Formulir Rujukan / Pindah Pasien TB (TB09)
8. Formulir Skoring TB Anak
9. SPO Pelayanan TB Rawat Jalan
10. SPO Pelayanan TB Rawat Inap
11. SPO Penegakan Diagnosis TB
12. SPO Pengambilan Dahak
13. SPO Rujukan Untuk Pengobatan TB

29
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com
BAB VI
PENUTUP
Seperti yang telah diuraikan bahwa penyakit Tuberculosis (TB) merupakan
penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat baik itu di
dunia terutama pada negara berkembang dan khususnya di Indonesia, dan salah satu
penyebab kematian. Dengan adanya pandemic HIV/AIDS di dunia menambah
permasalahan TB, koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara
signifikan. Dan pada saat yang sama muncul adanya resistensi ganda kuman TB
terhadap obat anti TB (Multi Drug Resistance=MDR) semakin menjadi masalah akibat
kasus yang tidak disembuhkan. Sehingga perlu adanya upaya dalam menanggulangi
kasus TB sehingga dapat mencegah penularan yang semakin meluas
Dengan adanya Panduan ini di harapkan dapat meningkatkan pelayanan di
Khususnya pelayanan TB di Rumah Sakit Khusus Mata Ramata.

30
Rumah Sakit Mata Ramata
Jl. Gatot Subroto Barat No. 429 Denpasar Bali 80117
T: (0361) 9069009 WA: 081139600036
Mail: info@rsmramata.com www.rsmramata.com

Anda mungkin juga menyukai