KATA PENGANTAR
Atas Rahmat dan Ridho Allah SWT, upaya keras penulis untuk menghasilkan
sebuah karya tulis yang sederhana ini dapat rampung dalam bentuk sebagaimana yang
ada di hadapan bapak, ibu pembaca. Semoga buku ini bermanfaat untuk kemaslahatan
manusia dan pengembangan ilmu.
Seiring dengan mulai dikembangkannya gerakan ekonomi syariah di seluruh
dunia dan termasuk Indonesia saat ini, maka Para pemerhati pencinta bisnis syariah saat
ini sudah mulai berlomba berusaha menuangkan pikirannya dalam berbagai bentuk karya
tulis, baik dalam bentuk maupun jurnal-jurnal ilmiah. Namun demikian, produk buah
pikiran tersebut hingga sekarang masih dirasakan kurang. Yang ada saat ini masih
didominasi buku-buku yang konvensional. Karenanya, buku ini, ditujukan untuk
menambah atau memperkaya khasanah bacaan yang terkait dengan bisnis syariah.
Walaupun kami sudah berusaha untuk menuangkan pikiran yang terbaik dalam
karya tulis ini, namun kamipun menyadari sepenuhnya bahwa buku kecil ini masih
banyak kekurangan disana sini, seiring dengan perkembangan lingkungan yang ada.
Untuk itulah, penulis mengharapkan masukan dan saran yang konstruktif untuk
menyempurnakan isi buku ini.
Akhirnya kepada semua pembaca dan kaum muslim yang menghendaki dan
merasakan manfaat keberadaan buku ini kami mengucapkan terima kasih, dan mohon
maaf jika ditemukan kekurangan yang ada dalam buku ini.
Wassalam
Penulis
4
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 1
LANDASAN EKONOMI DAN
BISNIS SYARIAH
1.1. Pendahuluan 1
1.2. Islam dan Ekonomi 2
1.3. Filsafat Sistem dalam Penegakan Ekonomi dan Bisnis 6
1.4. Dasar Penegakkan Ekonomi Islam 14
Landasan Filosofis 14
Landasan Etika dan Moral 17
Landasan Ekonomi 21
Landasan Sosial 22
Landasan Budaya 23
1.5. Kesimpulan 25
Rferensi 26
BAB 2
PRINSIP DAN MANFAAT PEMASARAN SYARIAH 29
BAB 3
BAB 4
RECOVERY
4.1. Pendahuluan 122
4.2. Pengertian Recovery 123
4.3. Kegagalan Barang dan Jasa 124
4.4. Perilaku Komplain 125
4.5. Proses Pemulihan Barang/Jasa 132
4.6. Identifikasi Kegagalan 133
4.7. Kesimpulan 137
Referensi 139
7
DAFTAR GAMBAR
Halaman
GAMBAR:
BAB 1
LANDASAN EKONOMI DAN
BISNIS SYARIAH
1.1. Pendahuluan
Bahwa semua sistem kehidupan ditegakkan di atas landasan yang sesuai dengan
paham yang diyakininya. Ekonomi Islam (Syariah) yang merupakan salah satu sub
sistem kehidupan Islam sudah barang tentu harus dibangun di atas landasan nilai-nilai
syariat Islam. Untuk itulah, bab ini disusun dengan maksud memberikan kontribusi
pemikiran bagaimana Ekonomi Islam yang tengah diperjuangkan ini ditegakkan di atas
landasan yang sesuai dengan syariat Islam.
Uraian bab ini diawali dengan mengemukakan konsep Islam dan Ekonomi,
sehingga lebih awal kita dapat memahami bagaimana kaitan antara ekonomi dan ajaran
Islam sebagai suatu ajaran yang paripurna, dari sini kita memahami keberadaan sistem
ekonomi dan sistem-sistem kehidupan lainnya sebagai sub sistem ajaran Islam yang
berpangkal dari aqidah atau keyakinan yang selanjutnya bermuara pada ibadah (syariah
dan mu’amalat) dan akhlak. Uraian tentang falsafah sistem segi tiga adalah uraian
berikutnya yang menambah pemahaman kita tentang eksistensi manusia sebagai pelaku
ekonomi dan alam atau lingkungannya harus tunduk kepada Sang Khalik di puncak segi
tiga. Uraian berikutnya yang lebih spesifik dan mencerminkan judul makalah adalah
diketengahkan tentang landasan penegakkan ekonomi Islam. Akhir makalah ini kami
tutup dengan menarik beberapa kesimpulan yang patut untuk kita renungkan dalam
9
menegakkan dan mengembangkan ekonomi Islam saat ini dan di masa yang akan datang.
Islam merupakan suatu konsep ajaran dan pedoman atau tata aturan dalam
hidup dan kehidupan semua makhluk, baik makhluk manusia, binatang maupun
tumbuhan, alam dan seisinya. Islam adalah ajaran yang konprehensif, yang merangkum
seluruh aspek mulai dari aspek aqidah, syariah, dan akhlak. Sehingga dapat dikatakan
bahwa konsep Islam itu tidak lain adalah konsep aqidah, syariah dan akhlak. Secara
skematis keterkaitan antara Islam dan ekonomi dapat dilihat pada gambar berikut.
1. Kepada Allah
2. Kepada Malaikat
AQIDAH 3. Kepada Kitab-kitab
4. Kepada Nabi dan Rasul
5. Kepada hari kiamat
6. Kepada Takdir
IBADAH:
1.Shadat; 2. Shalat; Mikro:
3.Puasa; 4.Zakat; 5.Haji
ISLAM SYARIAH Produksi
konsumen
KHALIK
Makro:
AKHLAK Pendapatan
Inflasi; Moneter
MANUSIA
MAKHLUK
HEWAN
TUMBUHAN
Kaitannya dengan ekonomi dan bisnis bahwa apapun kekayaan dan keuntungan
yang dicari untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan adalah milik Allah SWT.
Termasuk kesehatan, kekuatan, dan kemampuan yang dimiliki untuk berusaha adalah
milik Allah SWT. Manusia dan makhluk lainnya adalah makhluk ciptaan dan milik-Nya.
Kita harus meyakini secara tunggal bahwa hanya Allah yang maha penyedia dan
pemberi rezeki yang dicari serta keberhasilan dalam aktivitas ekonomi dan bisnis ini.
Dia-lah sandaran satu satunya, tempat bergantung, tempat meminta, tiada yang ada
kecuali Dia yang mengadakannya.
Iman kepada Malaikat. Malaikat adalah makhluk ghaib yang diciptakan Allah
dari nur (cahaya) yang selalu taat dan tidak pernah ingkar kepada Allah. Malaikat
bertugas sebagai menteri atau pembantu Allah SWT untuk mengawasi seluruh aktivitas
makhluk lain, walaupun Allah Kuasa untuk melaksanakannya semua. Semua aktivitas
kehidupan manusia di dunia termasuk ekonomi dan bisnis ada Malaikat yang
mencatatnya. Ada yang mencatat semua aktivitas kebaikan yaitu Raqib dan yang
mencatat semua aktivitas yang terkait deangan keburukan atau larangan yang selalu
berada di sebelah kiri manusia yaitu Atid. Oleh karena itu tidak satupun aktivitas
manusia dalam mencari kebutuhan dan rezeki yang luput dari pantuan para Malaikat
yang telah ditugaskan Allah SWT. Malaikat Mikail harus kita yakini bahwa dialah
Malaikat pembagi rezeki dan menurunkan hujan atas perintah Allah SWT. Jadi kita
yakin bahwa tiada rezeki dan kekayaan yang kita peroleh dari hasil usaha kecuali
sesuatu yang telah dibagikan oleh Malaikat Mikail kepada manusia yang mencarinya.
Karena manusia hanya mencari rezeki yang telah dibagikan oleh Malaikat Mikail atas
izin Allah SWT, maka dalam mencarinya haruslah sesuai dengan tata aturan syariah
yang telah disampaikan oleh Allah SWT melalui Malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad. Jika itu tidak sesuai, maka akan ditanyakan oleh Malaikat Munkar dan
Nakir sesuai dengan dokumen yang dicatat oleh Malaikat Raqib dan Atid. Inilah
hakikatnya bahwa dalam menjalankan aktivitas ekonomi dan bisnis, manusia tidak boleh
lupa ingatan kpada para Malaikat makhluk gaib yang ditugaskan Allah SWT untuk
memantau seluruh aktivitas makhluk manusia.
Kitab-kitab Allah harus diyakini sebagai sumber rujukan tertulis dan tertinggi
yang harus dipatuhi untuk dijalankan dalam semua aktivitas manusia, termasuk aktivitas
11
ekonomi dan bisnis. Satu kitab yang kita yakini sebagai kitab suci adalah Al-Qur’an. Al-
Qur’an telah memuat semua tata aturan kehidupan manusia dunia dan akhirat.
Bagaimana menjalankan aktivitas ekonomi dan bisnis tidak luput diaturnya mulai dari
yang boleh (halal) dilakukan sampai kepada yang tidak boleh (haram) dilakukan dalam
berekonomi dan berbisnis. Oleh karena apa pun yang telah diatur dalam Al-Alqur’an
adalah suatu kewajiban yang tidak boleh dicari-carikan alasan bahwa kalau tidak
dibolehkan, maka tidak akan ada alasan untuk membolehkannya, kalau sudah
diharamkan untuk dilakukan, maka tidak boleh dicarikan alasan untuk
menghalalkannya.
Dalam berekonomi dan berbisnis harus diyakini bahwa Nabi dan Rasul adalah
pesuruh Allah di muka bumi yang dinobatkan sebagai pemberi contoh teladan kepada
semua manusia lainnya. Karena manusia hanya bisa mempercayai contoh-contoh yang
nyata atau dapat dilihat dengan kasat mata, maka Allah SWT dengan Maha Kasihnya
kepada makhluk manusia, mengangkat Nabi dan Rasul sebagai manusia terbaik untuk
memberikan contoh atau teladan yang baik dalam menata kehidupannya dan sekaligus
menyampaikan berbagai aktivitas yang dilarang untuk dilakukan. Oleh karena itu apa
pun yang telah dicontohkan oleh Nabi dan Rasul dalam berekonomi (memenuhi
kebutuhan) dan berbisnis (mencari keuntungan) adalah sesuatu yang baik dan bisa
dilakukan dan sebaliknya sesuatu yang dikatakan haram atau tidak boleh, maka tidak
boleh dilakukan atau dicari-carikan alasan untuk bisa dilakukan.
Unsur aqidah yang kelima adalah yakin akan adanya hari kiamat. Bahwa setiap
makhluk pasti mengalami mati, itulah kiamat, itulah hari akhrir di dunia dan
selanjurtnya ada hari kehidupan baru di akhirat. Jika kita bertanya kepada manusia yang
rasional, bahwa apakah setelah mati nanti di akhirat mau hidup senang di Surga atau
hidup sengsara di Neraka? Maka pasti jawabannya adalah mau hidup senang di Surga.
Sedangkan kita ketahui dalam syariah bahwa kehidupan akhirat nanti adalah gambaran
refleksi dari aktivitas keduniaan kita, apakah sesuai dengan syariah ataukah selalu
menyimpang dari syariah mengikuti hawa nafsuh. Dalam kaitan keyakinan kita kepada
hari kiamat dengan aktivitas ekonomi dan bisnis, maka wajib hukumnya untuk kita
beraktivitas ekonomi dan berbisnis sesuai dengan ketentuan syariah. Mecari materi dan
produk sebagai alat pemuas kebutuhan yang halal dan dengan cara yang halal pula
12
sesuai bukannya dengan prinsip yang penting dapat kekayaan atau rezeki dengan cara
apapun, karena apa pun yang kita lakukan dalam berekonomi dan bisnis pasti akan
dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT di hari kiamat nanti. Memproduksi,
berdagang dan menjual produk haram, berjudi, menjual diri dan memperjual belikan diri
manusia, minuman keras (khamar) sudah pasti akan mendapatkan kehidupan akhirat
yang sengsara. Demikian halnya dengan perilaku bisnis yang tidak jujur, menipu
sesama, merampok, mencuri, korupsi dan suap, baik secara terang-terangan maupun
sembunyi-sembunyi pasti akan mendapat imbalan yang setimpal di hari kiamat dan di
akhirat nanti yaitu kehidupan yang sengsara di Neraka sebagai akibat dari perilaku
ekonomi dan bisnis yang menyimpang dari syariah. Oleh karena itu, dalam berekonomi
dan berbisnis jangan lupa akan keyakinan kepada hari akhir atau hari Kiamat yang pasti
adanya.
Akhirnya, dalam berekonomi dan berbisnis harus yakin bahwa Takdir baik dan
buruk adalah milik Allah SWT. Apapun yang terjadi, berhasil atau gagal, untung atau
rugi semua adalah ketentuan Allah SWT dengan cacatan bahwa manusia harus berusaha
keras sesuai dengan ketentuan syariah. Bukan tidak berusaha hanya sekedar menunggu
nasib yang telah ditakdirkan. Karena takdir bisa saja Allah SWT merubahnya jika
dikendaki-Nya melalui permohonan dan kerja keras hamban-Nya. Oleh karena itu,
manusia yang yakin kepada Takdir dalam berekonomi dan berbisnis adalah manusia
yang bekerja keras menjalankan profesinya sesuai ketentuan syariah lalu berserah diri
kepada Allah SWT sebagai pemberi rezeki untuk menunggu hasil, jika keberhasilan
yang diperoleh, maka kita harus bersyukur dan sebaliknya jika kegagalan yang diperoleh
maka harus bersabar, seraya berusaha keras lagi dengan penuh ketakwaan sambil
menunggu keberhasilan akan datang berikutnya.
Allah SWT bejanji dalam firman-Nya bahwa jika kamu berusaha dibarengi
dengan ketakwaan, maka Aku akan memberikan rezeki itu dari arah yang kamu tidak
sangka-sangka. Manusia hanya berusaha tetapi rezeki adalah urusan Allah SWT.
Walaupun kita manusia tetap dimotivasi untuk bekerja keras dalam menjalankan
aktivitas ekonomi dan bisnis, karena kerja menurut Islam adalah Ibadah. Oleh karena itu
orang yang bekerja terus tak kenal lelah dalam mencari rezeki yang halal dengan cara
yang halal, berarti dia telah menjalankan ibadah terus menerus.
13
Unsur kedua dalam dalam ajaran Islam adalah Syariah, yaitu hukum-hukum
dan tata aturan tertulis yang wajib dipatuhi dalam bentuk ucapan dan tindakan dalam
menjalani hidup dan kehidupan di dunia. Untuk ini dikelompokan dalam dua dimensi,
yaitu dimensi ibadah yang terkait dengan hubungan langsung secara vertikal antara
makhluk manusia dengan Allah SWT (hablum minallah) meliputi ucapan dua kamilah
syahadat, menegakkan shalat lima waktu, berpuasa, berzakat, dan naik haji bagi yang
mampu. Dimensi kedua adalah dimensi muamalah yang terkait dengan hubungan antara
sesama makhluk manusia seperti hubungan bisnis. Kedua dimensi syariah ini merupakan
implementasi dari Aqidah dan memiliki keterkaitan erat yang tidak boleh terlepaskan
dengan aktivitas ekonomi dan bisnis.
Dalam berekonomi dan berbisnis kita wajib melakukan penyaksian atau janji
yang terucapkan kepada Allah SWT dalam bentuk ucapan syahadat, yaitu bahwa tiada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Hal ini tidak terlepas dengan unsur pertama dalam konsep Islam yaitu aqidah yang telah
duraikan sebelumnya. Janji ini harus diucapkan karena kita telah meyakini bahwa tiada
sesuatu pun yang ada dan bisa kita raih kecuali milik-Nya dan atas izin-Nya. Rezeki
adalah miliknya demikian pula dengan ksesehatan dan kekuatan serta kemudahan dalam
berusaha tiada lain karena izin-Nya. Janji kedua yang kita harus ucapkan adalah bahwa
Muhammad adalah utusan-Nya yang memberikan contoh teladan dalam semua aktivitas
kehidupan manusia. Nabi Muhammad telah memberikan contoh bagaimana berbisnis
yang benar, bisnis apa yang bisa dilakukan dan bisnis apa pula yang tidak boleh
dilakukan walaupun dengan bisnis tersebut kita dapat memperoleh keuntungan yang
besar. Kita harus percara, bahwa apa pun yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad
baik dalam tindakan maupun dalam bentuk ucapan kata-katanya adalah hak atau benar
adanya dan wajib dipatuhi dalam menjalankan aktivitas ekonomi dan bisnis.
Kewajiban menegakkan shalat memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan
aktivitas ekonomi da bisnis. Sebagaimana Shalat kita kenal sebagai sarana komunikasi
langsung kita dengan Sang Khalik, maka lewat shalatlah kita bisa memohon apa pun
yang kita inginkan kepada Sang Penguasa Ala mini. Kita sadar pula bahwa shalat lima
waktu sehari semalam itu sudah diatur sedemikian baik oleh Allah SWT melalui
pesuruh-Nya Muhammad SAW, baik dalam gerakan dan bacaan-bacaannya dalam setiap
14
makan dan berpakaian tidak boleh berlebihan. Jika kita berpuasa sunnat Senin dan
Kamis, berarti bisa menghemat konsumsi selama dua hari yang dapat digunakan untuk
menambah tabungan.
Zakat dan bisnis. Zakat adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan dengan
tujuan untuk membersihkan sejumlah kekayaan yang dimiliki. Harta yang bersih akan
semakin berkembang sebagaimana tanaman yang bersih akan tumbuh dengan cepat
dibandingkan dengan tanaman yang kotor dalam arti tidak dibersihkan atau tidak
dikeluarkan zakatnya. Jika harta zakat ini terakumulasi, maka secara ekonomi zakat
akan dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan kaum dhuafa (miskin) dan
menggairahkan ekonominya, sehingga zakat dapat mengentaskan kemiskinan.
Bergairahnya ekonomi kaum dhuafa akan diikuti dengan meningkatnya daya beli
mereka yang dapat mendorong meningkatnya permintaan dan pada akhirnya akan
mendorong peningkatan produksi. Hal ini berarti bahwa dengan ditunaikannya
kewajiban zakat harta yang diperoleh dari hasil aktivitas bisnis, akan berdampak
kembali pada meningkatnya kekayaan yang dikeluarkan zakatnya, melalui
meningkatnya daya beli kaum dhuafa yang tadinya hanya memliki daya beli yang
rendah.
Kewajiban haji dan bisnis. Haji adalah ibadah yang hanya dapat ditunaikan oleh
oleh mereka yang memiliki kemampuan ekonomi. Bagi setiap muslim akan selalu
berusaha untuk melengkapi ibadahnya dengan ibadah haji, karena dia adalah ibadah
wajib bagi yang telah mampu. Karena itu, ibadah haji merupakan motivator atau
pendorong untuk melakukan usaha bisnis lebih keras untuk mendapatkan keuntungan
guna menambah kekayaan yang dimilikinya hingga sampai ke tahan suci Mekkah untuk
menunaikan ibadah haji.
keuntungan atau kebahagian dari aktivitas bisnis tersebut. Dalam berbisnis debagai salah
satu kegiatan bermuamalah, manusia dilarang menumpuk-numpuk kekayaan yang
menyebabkan terhalangnya distribusi kekayaan kepada sebagian orang yang
membutuhkan. Dilarang menghadang pasokan di pinggiran kota yang menyebabkan
orang lan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebutuhan atau barang dengan
harga yang murah.
Dalam hubungan atasan – bawahan, seorang atasan atau pimpinan dalam suatu
perusahaan, haruslah memperlakukan bawahannya sebagai manusia yang punya
martabat dan diperlakukan sebagai mitra kerja, bukan sebagai factor produksi semata.
Hak dan kewajiban harus ditunaikan dengan baik sesuai aturan. Dari aspek pemberian
kompensasi (gaji/upah) tidak boleh ditunda-tunda. Syariah Islam mengajarkan bahwa
berikanlah gaji atau upah mereka sebelum keringatnya kering, artinya berikanlah hak
karyawan itu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Unsur ketiga dari konsep Islam yang menjadi dasar pelaksanaan bisnis syariah
adalah Akhlak. Akhlak adalah tingkah laku atau perilaku seseorang dalam berinteraksi,
baik dengan Allah SWT, sesama manusia, binatang maupun dengan tumbuhan. Akhlak
kepada Allah SWT yang terkait dengan bisnis misalnya dalam hal memohon rezeki
melalui shalat, harus berpakaian bersih dan sopan menutup aurat, memohon tidak perlu
berteriak-teriak. Berakhlak kepada sesama manusia atau mitra bisnis (konsumen –
pemasok – pesaing – pengambil keputusan) dalam berinteraksi haruslah menjalin
komunikasi secara sopan dan berkata jujur. Kepada binatang tidak boleh membunuh
sembarang, dan kepada tumbuhan tidak boleh menebang sembarang, sehingga bisa
menimbulkan malapetaka banjir, longsor dan lain lain. Akhlak yang baik kepada semua
17
unsur tersebut akan menjamin kontinutas bisnis yang dijalankan, karena semuanya
adalah sumber-sumber rezeki yang dicari.
Sebagai salah satu sub system ajaran Islam, maka dalam implementasinya
ekonomi dan bisnis syariah harus saling terkait dengan unsur-unsur pada aspek ajaran
Islam lainnya, baik yang terkait dengan hablumminallah pada aspek aqidah maupun
hablumminannas pada aspek syariat dan akhlak. Pada aspek syariat mu'amalah ekonomi
Islam terkait dengan urusan-urusan keduniaan lainnya, seperti politik, sosial,
pendidikan, kekeluargaan, dan lain sebagainya yang pelaksanaannya harus berpangkal
pada aqidah dan merupakan perwujudan dari ibadah.
Berdasarkan uraikan kita terdahulu tentang Islam dan ekonomi, maka dapat
dikatakan bahwa Islam telah menegakkan sistem ekonomi dan bisnis diatas kebenaran
nyata. Kebenaran nyata yang dimaksud adalah kebenaran yang berhubungan dengan
dasar-dasar tegaknya sistem ekonomi Islam (Qutb, 1987:36), yaitu: Pertama, Allah
adalah Khalik Pencipta alam semesta, bumi dan manusia, Dialah yang menganugrahkan
bumi ini kepada segenap wujud, berkuasa terhadap segala yang wujud, menjadikan
manusia sebagai Khalifah di bumi, diberi-Nya rezeki baik yang terpendam di bumi
maupun yang berada di langit dengan suatu syarat dan perjanjian. Manusia diberi
kewenangan dan kekuasaan sebagai Khalifah untuk memakmurkan bumi sesuai dengan
petunjuk dan hukum-hukum Allah, dalam arti tidak diberikan begitu saja untuk berbuat
sekehendak hatinya sehingga terjadi kacau balau.
Kedua, taa’wun (tolong menolong) dan takaful (kerja sama) antara sesama umat
yang beriman. Dasar ini ditegakkan karena dalam konsep Islam diakui adanya perbedaan
anugrah atau rizki dan kekuatan yang didapat dan dimiliki oleh manusia, sehingga ada
yang kaya dan miskin, ada kuat dan ada yang lemah, karena itu yang kaya harus
menolong yang miskin dan yang kuat harus menolong yang lemah. Dengan demikian
yang miskin akan terangkat kehidupannya dan yang lemah akan menjadi kuat. Akhirnya
roda ekonomi akan berjalan secara seimbang. Implementasi dari bentuk tolong
menolong yang dianjurkan dalam Islam adalah “zakat, infak dan sedekah”. Zakat
sebagai suatu kewajiban dengan kadar harta yang telah ditentukan, sedangkan infak dan
sedekah sebagai suatu amalan sunah yang tidak terbatas jumlah dan ukurannya.
Ekonomi Islam harus dibangun di atas kerjasama yang bersaudara atau persaudaraan
18
bukan atas dasar kekeluargaan, karena asas kekeluargaan yang dibina selama ini hanya
cenderung diartikan mementingkan keluarganya. Ekonomi persaudaran yang kami
maksud bahwa semua umat Islam adalah bersaudara dimanapun berada, walaupun
berbeda adat istiadat, ras dan warna kulit, status dan pekerjaan akan tetap bersaudara,
karena mempunyai keyakinan yang sama, berasal dan bertujuan sama, karenya sudah
sewajarnyalah tolong-menolong dan bekerjasama.
Ketiga, kesederhanaan dan tidak berlebih-lebihan. Islam melarang umatnya
menghamburkan harta, dan penggunaan yang tidak semestinya dalam mendayagunakan
rezeki Allah yang telah dianugrahkan kepadanya. Dengan demikian kemungkinan akan
terdapat kelebihan harta yang nantinya dapat disalurkan lewat kewajiban zakat atau
sedekah-sedekah wajib lainnya. Penghematan yang tidak bakhil dapat menambah ibadah
ZIS.
Keempat, keuntungan bersama (tidak boleh menimbulkan kerugian bagi orang
lain). Islam menganjurkan bahwa dalam mencari rezeki atau memperbanyak kekayaan
diusahakan untuk tidak menyakiti, merugikan, atau menyebabkan terputus dan
terhentinya kelancaran jalannya rezeki orang lain, sehingga peredaran harta dapat
berkembang lebih luas dan tidak hanya berputar pada sekelompok orang tertentu saja,
“…supaya harta itu jangan hanya beredar pada tangan segelintir orang-orang kaya
saja di antara kamu…” (Q.al-Hasyr:7).
Kelima, niat dan usaha yang suci. Setiap kegiatan ekonomi harus diniatkan
untuk mencapai tujuan yang halal, yaitu untuk menumbuhkan harta dengan tidak
menggunakan cara-cara yang menyakitkan hati nurani seseorang, atau merusak
kehidupan dan lingkungan masyarakat.
Adalah suatu pemahaman yang keliru dalam filsafat sistem jika terjadi
penjungkir balikan triangle, dan akhirnya eksploitasi nilai-nilai dasar maupun
instrumental yang selalu membawa manusia kepada pendewaan dirinya sendiri dan
memasuki wilayah ekonomi sekuler, dengan menggeser eksistensi Tuhan sebagai
pencipta seperti pada sistem ekonomi liberal kapitalis, atau dengan menghilangkan
eksistensi Tuhan seperti pada sistem ekonomi marxis sosialistis (Saefuddin, 1984:15).
Konsep falsafah sistem dalam suatu triangle, apabila kita gambarkan akan nampak
seperti pada gambar berikut.
TUHAN
MANUSIA ALAM
20
Berdasar pada filsafat segi tiga ini, selanjutnya Pamungkas mengadopsi dan
menjabarkannya kedalam doktrin-doktrin yang menjadi orientasi dasar Ekonomi Islam.
Ada empat doktrin yang dapat dikemukakan sebagai orientasi dasar Ekonomi Islam,
yaitu: Tuhan Yang Maha Esa itu Pencipta segala makhluk; Langit, Bumi dan seisinya
adalah milik Allah yang tunduk kepadaNya; Iman kepada Hari Pengadilan; dan Amal
Saleh.
Doktrin pertama mengandung arti bahwa manusia adalah ciptaan Allah dan
memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai khalifah dan dalam hal pemilikan harta
benda. Dan alam semesta serta isinya, flora dan fauna dijadikan sebagai sumber
manfaat ekonomis dan keindahan bagi umat manusia.
Doktrin kedua mengandung arti bahwa manusia hanyalah sebagai pemegang
amanah Allah yang hanya mempunyai hak memanfatkan, mengelola dan memelihara
kekayaan alam semesta itu sesuai dengan hukumNya. Mereka yang tidak
memanfaatkan hartanya tidak mempunyai hak kepemilikan. Manusia diwajibkan
mengelola dan memelihara kekayaan alam ini sebaik-baiknya dan dilarang
melakukan kerusakan di muka bumi, karena alam semesta ini milik Allah yang
diperuntukan bagi manusia seluruhnya bukan orang perorangan.
Doktrin Ketiga mengandung arti bahwa setiap orang muslim yang melakukan
kegiatan ekonomi akan mempertimbangkan dan mempertanggung jawabkan semua
perbuatannya di hari kemudian. Karena itu manusia dianjurkan untuk memikirkan
terlebih dahulu semua untung (manfaat) dan rugi (biaya) baik secara ril maupun
secara moral sebelum mengambil keputusan ekonomi. Dalam doktrin ini juga
terkandung asas keseimbangan perilaku antara kepentingan dunia dan akhirat,
antara kepentingan perorangan dan umum, termasuk antara pertumbuhan dan
pemerataan.
Doktrin Keempat mengandung arti bahwa dalam ekonomi Islam terkandung
nilai-nilai instrumental yang meliputi: (a) kewajiban berzakat; (b) pelarangan riba; (c)
usaha bersama; (d) sadaqah dan jaminan sosial; dan (e) peranan negara. Zakat adalah
kewajiban finansial dari harta kekayaan menurut ketentuan Islam. Zakat memainkan
peranan penting dan berarti dalam penyebaran pendapatan dan kekayaan, serta
berpengaruh dalam tingkah laku konsumsi dan investasi. Zakat sekaligus memainkan
21
peranan penting dalam sektor negara, karena dengan zakat negara dibantu
menyelenggarakan tugas-tugas sosial ekonomi negara, terutama dalam memerangi
kemiskinan. Walaupun saat ini instrumen zakat belum terkelola dengan baik secara
nasional; lembaga yang mengurusnya belum berfungsi sebagaimana mestinya. Secara
umum, hal ini lebih disebabkan oleh belum pahamnya masyarakat dan para pengelola
zakat serta juga para ulama tentang arti penting dan manfaat zakat dalam berbagai aspek
kehidupan, khususnya dalam aspek ekonomi (Samdin 2002). Demikian pula peran
pemerintah baru sampai pada tahap pembuatan instrumen Undang-Undang Zakat,
gerakan yang lebih serius belum nampak, apalagi mencontoh gerakan zakat yang
diterapkan oleh Khalifah Abubakar di zaman ke Khalifahannya yang menyatakan perang
terhadap umat yang enggan membayar zakatnya.
Uraian terdahulu tentang Islam dan ekonomi dan falsafah sistem segi tiga
pembaca sudah dapat memahami apa yang menjadi landasan penegakkan atau
pembangunan ekonomi Islam, walaupun dalam uraian ini kami mengungkapkannya
lebih spesifik lagi berdasarkan pandangan filosofis. Dalam persoalan ini kami
mengangkat pandangan Al-Buraey (1986:193) yang mengatakan bahwa “ada suatu
benang merah bersama yang dijalin melalui kegiatan ekonomi dalam Islam”,
sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah serta berbagai
kepustakan Islam. Benang merah yang dimaksud adalah bahwa dalam setiap kegiatan
pembangunan ekonomi Islam harus dibangun di atas landasan-landasan atau struktur:
“filosofis, etika dan moral, ekonomi, dan sosial” dan kami menambahkan satu landasan,
yaitu landasan budaya.
Landasan Filosofis
22
Pertama Tauhid (Keesaan dan Kedaulatan Tuhan). Tauhid adalah landasan bagi
semua aturan dan jabaran agama Islam, termasuk di dalamnya aspek pembangunan
ekonomi. Karena itu kepemilikan harta dalam Islam harus diyakini sebagai suatu
amanah dari Allah, sebab pemilik mutlaknya adalah Allah. Hal ini meletakkan dasar
bagi hubungan Tuhan dengan manusia, serta manusia dengan manusia. Saefuddin
(1984:17) berkomentar bahwa kalau filsafat ekonomi marxisme berasaskan kepada
konsep pertarungan kelas dan kapitalisme kepada asas laissez faire, maka filsafat
ekonomi Islam berasaskan kepada konsep Tauhid. Berdasarkan asas Tauhid tersebut
dijabarkannya dalam tiga asas pokok filsafat ekonomi Islam yang merupakan orientasi
dasar ilmu ekonomi, yaitu:
(1) Meyakini bahwa dunia dengan semua harta dan kekayaan sumber-sumber adalah
milik Allah dan menurut kepada kehendak-Nya. Dalil Al-Qur’annya mengatakan:
“Kepunyaan-Nya apa yang dilangit, segala yang di bumi, semua yang diantara
keduanya dan apa yang di bawah tanah (Q.Al-Baqarah:6). “Bagi Allah kerajaan
langit dan apa yang di dalam semuanya, dan Dia Maha Kuasa atas tiap sesuatu”
(Q.Al-Maaidah:120).
Implikasi dari status pemilikan menurut Islam ialah bahwa hak manusia atas barang
dan jasa itu terbatas. Hal ini berbeda nyata dengan pemilikan mutlak oleh individual
pada sistem kapitalime dan oleh kaum proletar pada sistem maxisme.
(2) Meyakini bahwa Allah itu Esa, Pencipta segala makhluk, dan semua yang diciptakan
tunduk kepada-Nya. Salah satu hasil ciptaan-Nya adalah manusia yang berasal dari
substansi yang sama, dan sama memiliki hak dan kewajiban sebagai khalifah Allah
di bumi, Alam dan semua flora serta fauna ditundukkan oleh Allah sebagai sumber
manfaat ekonomis dan keindahan bagi umat manusia. Sedangkan ketidak-samaan
23
landasan ini.
Keempat landasan filosofis pembangunan ekonomi yang Islami seperti
disebutkan di atas, dalam implementasinya menurut Mulkhan dan Ahmad mempunyai
ciri-ciri, sebagai berikut:
(a) Konsepsi pembangunan yang islami mempunyai ciri yang mencakup aspek-aspek
moral, spiritual dan material. Ketiga aspek ini harus terpadu dan tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Bahkan bukan hanya kemakmuran dan
kebahagian hidup di dunia yang diupayakan, tetapi juga kebahagian akhirat.
(b) Fokus dan inti pembangunan adalah manusia. Karenanya dalam konsep
pembangunan ini terkandung makna membangun manusia beserta lingkungan dan
sosial-budayanya.
© Pembangunan ekonomi menghajatkan adanya berbagai perubahan, baik bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Pembangunan yang Islami berupaya menyeimbangkan
kedua aspek tersebut.
(d) Di antara prinsip-prinsip sosial Islam yang dinamis, ada dua prinsip yang ditekankan,
yaitu (1) pendayagunaan secara maksimal dan proporsional sumber-sumber yang
dianugrahkan Allah, dan (2) pemanfaatan, pemerataan dan peningkatan hubungan
kemanusiaan secara menyeluruh atas kebenaran dan keadilan.
(e) Pembangunan ekonomi adalah aktivitas yang multidimensional dan menekankan
pada keseimbangan atau keadilan dari berbagai faktor. Keadilan dan pemerataan
distribusi penghasilan dan kekayaan tidak berarti harus sama. Karena Islam
mengakui adanya perbedaan dalam hal rizki diantara umat-Nya, sebagaimana yang
difirmankan :
“Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rizki,
tetapi orang-orang yang dilebihkan (rizkinya itu) tidak mau memberikan rizki
mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan)
rizki itu. Maka mereka mengingkari nikmat Allah? (Q. An Nahl:71).
Landasan etika dan moral ekonomi Islam terletak pada sifat yang tidak pernah
mengkompromikan antara yang diperbolehkan (halal) dengan yang dilarang (haram)
(Al-Buraey 1986:194). Pernyataan ini mengandung arti bahwa setiap kegiatan ekonomi
tidak boleh mencampur adukan antara kebaikan dan keburukan, sesuatu yang telah
dianggap baik (halal) menurut syariat akan tetap baik untuk dilakukan dan sebaliknya
sesuatu yang telah dianggap buruk atau dilarang (haram) menurut syariat juga akan tetap
tidak diperbolehkan untuk dilakukan, seperti di dalam Islam dilarang korupsi, maka
kapanpun pekerjaan itu tetap dilarang. Riba dilarang karena hal itu merupakan bentuk
penindasan, yang mana si kaya dengan kekayaan dan kekuasaannya mengambil hak hak
si miskin dan kemudian menindasnya dengan cara mengambil kelebihan atau surplus
yang disebut dengan bunga atau riba.
Landasan etika dan moral dalam perekonomian Islam ini, pada hakekatnya
bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara adil dan seimbang, karena dengan
landasan ini seorang pelaku ekonomi tidak akan saling menindas untuk sekedar
mementingkan diri sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Asy'arie (1997:63)
mengemukakan bahwa moral spiritual menjadi bagian fundamental bagi kegiatan
ekonomi, untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih adil dan seimbang,
melalui tatanan kehidupan politik dan kebudayaan yang berdimensi kemanusiaan.
Asy'arie mengemukakan konsep perekonomian Islam seperti pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2
Konsep Perekonomian Islam
Pembangunan Pembangunan
Sos.Pol. Ekonomi
Bud.
Konsep
Ekonomi Islam
Moralitas Spiritual
Sumber: Asy'arie, Musa (1997:63), Islam: Etos Kerja & Pemberdayaan Ekonomi
Umat.
26
Sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem yang sangat sederhana untuk
peningkatan ekonomi masyarakat dan membolehkan anggotanya melakukan proses
penbangunan ekonomi yang stabil dan seimbang, bebas dari kelemahan sistem kapitalis
dan sosialis. Sistem ekonomi Islam menyediakan peluang-peluang yang sama dan
memberikan hak-hak alami kepada semua, yaitu hak terhadap harta dan bebas
berusaha; dan pada saat yang sama menjamin keseimbangan dalam distribusi
kekayaan; semata-mata untuk tujuan memelihara kestabilan dalam sistem ekonomi.
Hak akan harta milik perseorangan dan kebebasan tidak diberikan tanpa batas seperti
pada sistem ekonomi kapitalis, tetapi diimbangi dengan batasan-batasan moral dan
undang-undang. Secara keseluruhan langkah-langkah tersebut mengakibatkan kekayaan
senantiasa beredar secara terus menerus di kalangan orang banyak dan tidak
terakumulasi hanya pada pihak-pihak tertentu saja. Setiap individu mendapat bagian
yang sewajarnya serta adil dan negara menjadi semakin makmur.
Dengan demikian dalam sistem ekonomi Islam jika ajarannya dipatuhi,
maka tidak akan terdapat individu-individu yang menjadi pengelola/monopoli
kekayaan negara dan sebaliknya semua individu secara paksa diletakkan pada tingkatan
dimana semua pelaku ekonomi mendapatkan kesempatan yang sama dalam
berusaha. Individu dapat mengeluarkan pendapatannya secara efisien, tanpa
mengganggu keseimbangan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Dalam
sistem ekonomi Islam kalau dijalankan dengan baik, maka tidak akan ada kemungkinan
untuk beberapa individu mengambil kesempatan untuk mengumpulkan harta kekayaan
secara berlebihan, sementara mayoritas rakyat dibiarkan susah payah dalam
27
Landasan Ekonomi
Landasan ekonomi dari sistem ekonomi Islam terletak pada kehendak untuk
mewujudkan kesejahteraan ekonomi yang dilandasi oleh kesempatan kerja bagi segenap
29
warga masyarakat yang mampu bekerja. Inti landasan ini adalah bahwa dalam ekonomi
Islam sangat “mendorong adanya kerja sama, dimana modal dan tenaga dikombinasikan
sehingga melahirkan barang-barang atau jasa yang diperlukan oleh ummat manusia”
(Al-Buraey, 1986:197). Cara seperti ini lanjutnya dapat memungkinkan para pemilik
modal untuk menarik keuntungan, di samping menerima imbalan atas kerugian yang
mungkin timbul. Bentuk-bentuk kerja sama dalam ekonomi Islam yang umum dikenal
adalah mudharabah, dan syirkah (Siddiqi 1996, 8; lihat juga Islahi 1997:193-195; Al-
Jazairy 1991: 75-115).
Syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu
dengan sejumlah modal yang telah ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk
bersama-sama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan dan kerugian
dibagi menurut bagian yang ditentukan;
Mudharabah adalah bentuk pengkongsian dimana satu pihak menyediakan
modal dan pihak lain memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan usaha, berdasarkan
kesepakatan bahwa keuntungan dari usaha tersebut akan dibagi menurut bagian yang
telah ditentukan. Dalam sistem mudharabah ini untung dan rugi harus ditanggung
bersama antara pemodal dan pengelola. Disinilah letak keadilan sistem ekonomi Islam
bahwa sipemodal bukan hanya seenaknya tahu menerima keuntungan sementara kalau
ada kerugian harus dibebankan pada pengelola, melainkan senang susahnya harus
dirasakan bersama. Untuk itu kejujuran sipengelola dalam hal ini sangat harus
diutamakan.
Dalam bentuk kerja sama ini yang paling esensial untuk diperhatikan adalah
terpeliharanya dan dilaksanakannya keadilan, inilah basis utama dalam melakukan
aktivitas bisnis dari kedua belah pihak. Karena itu ambisi untuk ingin mengeruk
keuntungan pribadi dengan tidak memperdulikan yang lain atau merugikan pihak lain
sangat dilarang dalam transaksi ekonomi yang berdasarkan syariat Islam.
Landasan Sosial
solidaritas di kalangan ummat Islam. Hal ini akan terwujud secara baik dalam bentuk
keadilan distributif, dengan cara menggunakan piranti (tool) dan metode-metode untuk
mengalokasikan kesejahteraan di antara pribadi-pribadi di dalam masyarakat (Al-
Buraey, 1986:199).
Salah satu piranti utama dalam sistem ekonomi Islam yang berhubungan
landasan sosial adalah zakat, karenanya zakat dijadikan sebagai rukum Islam yang wajib
ditunaikan oleh semua muslim yang sudah memenuhi syaratnya. Dalam aspek ekonomi
zakat memenuhi dua tujuan distributif, yaitu: Pendistribusian kembali (redistribusi)
pendapatan dari kaum yang berlebih kepada yang memerlukan, serta adanya alokasi
antara konsumsi dan investasi.
Kesadaran sosial seperti pengeluaran zakat tersebut kalau dipahami dan
diamalkan akan dapat membangkitkan semangat untuk berusaha dan sebaliknya dapat
menghilangkan ketamakan dan keserakahan. Konsep inilah yang sebenarnya
membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi Kapitalis dan Sosialis,
karena zakat merupakan instrumen ekonomi memiliki manfaat sosial dan ibadah yang
wajib ditunaikan dan tercantum dalam kitab suci yang diturunkan Allah SWT kepada
umatNya, bukan hasil pikiran manusia.
Landasan Budaya
Bahwa setiap manusia akan selalu terpenjara dalam tiga lingkaran konsentris,
yaitu lingkaran sikap pribadinya, sikap-sikap kelasnya, dan lingkaran budayanya. Jika
seseorang bisa membebaskan dari lingkaran sikap pribadinya, maka dia masih akan
dibatasi oleh lingkaran yang kedua yaitu lingkaran sikap dan perilaku kelasnya, dan jika
terbebas dari lingkaran kedua ini, maka masih dibatasi pula oleh lingkaran yang ketiga
yaitu lingkaran budaya. Lingkaran inilah sebenarnya yang sulit dihindari karena manusia
adalah makhluk sosial yang harus saling berhubungan dan berinteraksi dengan manusia
lainnya dalam hidup dan kehidupannya. Manusia adalah makhluk Allah yang berbudaya
dan merupakan salah satu landasan utama dalam segala aktivitas.
Landasan ini kami rasa penting karena implementasi aktivitas ekonomi pada
31
hakekatnya adalah hubungan antara manusia dengan sekelilingnya dan yang utama
menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya. Untuk hidup bersama dan
bekerjasama maka kelompok manusia (yang membentuk masyarakat atau komunitas
tertentu) memerlukan tata hubungan atau aturan-aturan tersendiri yang disepakati
bersama yang disebut kebudayaan yang tentunya dalam konteks ini bernuansa Islam
yang terintegrasi dengan landasan-landasan lain yang telah kami jelaskan.
Kalau Islam sebagai agama mengatur tata kehidupan yang bersifat universal
dunia dan akhirat, maka kebudayaan hanya mengatur tata kehidupan dunia yang
menyangkut hubungan antar manusia dalam beraktivitas. Karena itu kebudayaan bersifat
lokal yang harus dipahami oleh siapa saja yang ingin berinteraksi dengan sesama
manusia lain dari komunitas tertentu, termasuk didalamnya dalam hal aktivitas ekonomi.
Jika tata hubungan ini diabaikan bisa menimbulkan ketersinggungan atau ketidak
puasaan yang berakibat tidak terjadinya kesepakatan aktivitas ekonomi yang akan
dilaksanakan. Misalnya budaya malu dan kejujuran dalam jual beli atau pinjam
meminjam yang dibangun oleh suatu komunitas masyarakat tertentu kemudian dilanggar
oleh pihak lain, maka akan menyulitkan aktivitas ekonomi selanjutnya dengan orang
yang sama pada komunitas bersangkutan.
Masyarakat Indonesia secara umum memiliki ciri identitas kebudayaan yang
menyatu dengan identitas bangsa Indonesia, yaitu “masyarakat yang berjiwa agamis dan
bersemangat gotong royong atau kolektif”, yang hingga saat ini masih terpelihara di
daerah pedesaan. Itulah sebabnya, Pancasila diterima dan didukung sebagai falsafah
berbangsa dan bernegara dari seluruh bangsa Indonesia yang sadar bernegara. Manusia
Indonesia secara umum adalah masunsia yang sepenuhnya menyatu dan dilandasi oleh
nilai-nilai etik dan moral Pancasila dalam segala aktivitasnya, walaupun memiliki
kebudayaan yang bersifat Bhineka Tunggal Ika, karena masyarakat bangsa Indonesia
adalah masyarakat yang majemuk, baik ditinjau dari segi etnis maupun dari segi agama
yang dianut. Suatu kenyataan bahwa kalau ditinjau dari agama yang dianut, maka
masyarakat Indonesia yang beragama Islam lebih dari 85% dari jumlah penduduk dan
merupakan umat Islam yang terbesar di dunia. Islam di Indonesia telah dianut oleh
masyarakatnya sejak 7 abad yang lalu, karena itu tidak mengherankan kalau sudah
menjadi bagian kebudayaan yang ideal di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan.
32
1.5 Rangkuman
Referensi
Al Qur'anul Karim
Afzalurrahman, 1995. Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 1, Edisi Lisensi, Dana Bakti Wakaf,
Yogyakarta.
Al-Assal, Ahmad Muhammad dan Fathi Ahmad Abdul Karim, 1980. Sistem Ekonomi
Islam, Prinsip-Prinsip dan Tujuan-Tujuannya, PT. Bina Ilmu, Surabaya.
Al-Bakri, Solah Abdul Qodir, 1989. Islam Agama Segenap Umat Manusia, Cetakan
Pertama, Litera AntarNusa, Jakarta.
Al-Buny, Jamaluddin Ahmad, 1983. Problematika Harta dan Zakat, Cetakan Kedua,
PT.Bina Ilmu, Surabaya.
34
BAB 2
PRINSIP DAN MANFAAT PEMASARAN
SYARIAH
penciptaan, penawaran, dan perubahan value dari suatu inisiator kepada stakeholders-
nya. Syariah marketing adalah sebuah disiplin bisnis strategis, yang dalam keseluruhan
prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah (bisnis) dalam Islam.
(Syariah marketing is a strategic business dicipline that directs the process of creating,
offering, and exchanging values from one initiator to its stakeholders, and the whole
process should be in accordance with muamalah principles in Islam). Ini berarti bahwa
seluruh proses-baik proses penciptaan, penawaran, maupun proses perubahan nilai
(value)- tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip
muamalah yang Islami.
Ajaran Islam membagi aktivitas marketing (perdagangan) dalam dua dimensi
pokok, yakni dimensi vertikal (Hablum minallah) dan dimensi horizontal (Hablum
minannas). Keduanya mempunyai arti ibadah, yakni ketaatan seseorang hamba kepada
Allah Swt. Kualitas tertinggi dari ketaatan yang bersifat vertikal adalah taqwa,
sementara kualitas tertinggi dari ketaatan yang bersifat horizontal adalah berlaku adil.
Kejujuran merupakan salah satu tangga untuk mencapai tingkat adil yang dimaksud.
Dimensi vertikal dalam ajaran Islam bersifat mahdhah, yakni ibadah yang telah
ditentukan cara pelaksanaannya dan tidak bisa direkayasa, sementara dimensi horizontal
bersifat ghairu mahdhah, menyeluruh dan mujmal, yang meliputi segala aspek
kehidupan (Jusmaliani,7:2008).
Aktivitas perdagangan merupakan salah satu dari aspek kehidupan yang bersifat
horizontal, yang menurut fikih Islam dikelompokkan ke dalam masalah mu’amalah,
yakni masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Perdagangan mendapat penekanan khusus dalam ekonomi Islam karena
keterkaitannya dengan sektor riil. Sistem ekonomi Islam lebih mengutamakan sektor riil
dibandingkan sektor moneter, namun dalam transaksi jual beli kedua sektor tersebut
saling terkait. Kekayaan suatu negara dari perspektif Islam tidak diukur dengan jumlah
uang yang beredar, tetapi dengan produksi barang yang dapat dihasilkan oleh negara
tersebut. Penekanan pada sektor riil ini menyebabkan pertumbuhan bukan merupakan
ukuran perkembangan ekonomi, tetapi lebih menekankan pada aspek pemerataan dan
pengurangan jumlah kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan
sektor riil, yang akan dapat menyerapkan tenaga kerja yang lebih besar, dan melalui
38
pemerataan, kekayaan suatu negara tidak akan terkonsentrasi atau dikuasai oleh
sekelompok orang tertentu, tetapi terdistribusi secara lebih merata pada anggota
masyarakat yang lebih luas. Semakin tinggi tingkat pemerataan dapat diwujudkan,
semakin besar pula masyarakat yang ikut menikmati kekayaan yang dimiliki oleh
negara.
Dalam mencari kekayaan materi melalui perdagangan, tidak semua praktik
perdagangan dan upaya pemasaran yang sekarang tampaknya sudah menjadi kebiasaan
boleh dilakukan, sebab banyak yang tidak dibenarkan oleh Islam. Praktik-praktik yang
tidak dibenarkan oleh Islam antara lain adalah mencari keuntungan dengan cara
mencegat dipinggir kota (tallaqqi rukban) untuk memanfaatkan ketidaktahuan pembeli
tentang harga yang berlaku dikota. Dengan kata lain transaksi dilakukan dalam keadaan
informasi yang tidak sempurna.
Perdagangan yang dilakukan tanpa ada bingkai nilai-nilai ketakwaan kepada sang
Maha Pencipta akan sulit mendatangkan kejujuran, keadilan, dan kebaikan bersama.
Tujuan Allah Swt. Dalam menciptakan manusia berkisar pada pemeliharaan lima dasar
kebutuhan primer manusia, yaitu agama, nyawa, akal, keturunan, dan harta. Oleh karena
itu, segala sesuatu yang mencakup pemeliharaan kelima dasar tersebut adalah mashlahat
(Al-Haritsi, 2006:295, dalam Jusmaliani, 2008).
Pemenuhan terhadap kelima kebutuhan itu berhubungan dengan dua dimensi
dasar dari keberadaan manusia di bumi. Kedua dimensi tersebut adalah berkaitan dengan
dimensi vertikal yaitu tentang hubungan manusia dengan Tuhan (Hablum Minallah), dan
dimensi horisontal yaitu hubungan manusia dengan manusia (Hablum Minannas).
Berkaitan dengan hal tersebut, maka pembahasan dalam bab ini akan lebih difokuskan
pada pembahasan aktivitas perdagangan dalam perspektif dimensi horisontal yang
melihat aktivitas perdagangan dalam kehidupan didunia dan dikaitkan dengan hubungan
antarmanusia (Hablum Minannas). Dimensi horizontal ini di lakukan dalam tatanan
ajaran Islam untuk mencapai tujuan akhir yakni Hablum Minallah (dimensi vertikal).
Apabila dimensi vertikal tidak disertakan dalam semua hubungan horizontal,
maka keculasan, penipuan, pemerasan oleh satu pihak terhadap pihak lain, dan
sebagainya dalam praktik perdagangan merupakan fenomena sosial yang lumrah terjadi.
39
Oleh karena itu diperlukan kepatuhan terhadap aturan Allah Swt, yang disebut
“ketundukan horizontal” yakni Alquran dan sunah Rasul.
Rasulullah Muhammad saw. Pernah mengatakan bahwa sebagian besar rezeki
manusia diperoleh dari aktivitas perdagangan. Hal ini disabdakan beliau dalam hadis
yang diriwayatkan oleh Ibrahim Al-Harabi, “tis’ah al-asyari ar-rizqi minat tijjarah”
artinya berdaganglah kamu, sebab lebih sepuluh bagian penghidupan, sembilan
diantaranya dihasilkan dari berdagang (Jusmaliani, 45-2008).
Dalam ilmu ekonomi, perdagangan secara konvensional diartikan sebagai proses
saling tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak.
Mereka yang terlibat dalam aktivitas perdagangan dapat menentukan keuntungan
maupun kerugian dari kegiatan tukar-menukar secara bebas itu. Disisi lain prinsip dasar
perdagangan menurut Islam (selanjutnya disebut syariah marketing) adalah adanya unsur
kebebasan dalam melakukan transaksi tukar-menukar, tetapi kegiatan tersebut tetap
disertai dengan harapan diperolehnya keridhaan Allah Swt. Dan melarang terjadinya
pemaksaan (QS. An-Nisa (4) : 29).
Prinsip-prinsip perdagangan yang dicontohkan Rasulullah Saw tersebut adalah
prinsip keadilan dan kejujuran. Dalam konsep Islam, perdagangan yang adil dan jujur
adalah perdagangan yang “yang tidak menzalimi dan tidak pula dizalimi” (QS. Al-
Baqarah (2) : 279-280).
governance” dengan dasar transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Bekerja tidak
semata untuk mencari finansial, tetapi juga termotivasi untuk melaksanakan pengabdian
kepada Allah Swt. Mempersembahkan kinerja terbaik bagi perusahaan dan para
pemangku kepentingan (stakeholders) menjadi wujud pengabdian kepadaNya.
Spiritual marketing disebut juga sebagai syariah marketing) tidak berarti
melakukan bisnis hanya sebagai pelaksanaan ritual ibadah, tetapi spiritual marketing
yang dimaksudkan adalah mampu memberikan kebahagiaan kepada setiap orang yang
terlibat dalam berbisnis, baik diri sendiri, pelanggan, pemasok, distributor, pemilik
modal, dan bahkan para pesaing. Bisnis ini sangat mengedepankan sikap dan perilaku
yang simpatik, selalu bersikap bersahabat dengan orang lain, dan orang lain pun dengan
mudah bersahabat dan bermitra dengannya. Rasulullah bersabda, “Semoga Allah
memberikan rahmat-Nya kepada orang yang murah hati (sopan) pada saat dia menjual,
membeli, atau saat dia menuntut haknya” (Hadist).
Spiritual marketing bertujuan untuk mencapai sebuah solusi yang adil dan
transparan bagi semua pihak yang terlibat. Didalamnya tertanam nilai-nilai moral dan
kejujuran. Nilai-nilai ini akan mampu memperbaiki inner-side seseorang, semakin
spritual seseorang, maka iapun akan lebih mampu meperbaiki inner-sidenya, dan ia
pun akan lebih mampu menjalankan bisnisnya dengan lebih tenang dan dicintai oleh
semua pihak. Bagi seorang muslim, spiritual marketing mengandung nilai-nilai ibadah
dan diyakini mendapat ganjaran pahala dari Allah Swt di akhirat kelak.
Spiritual marketing dapat dilaksanakan dengan optimal jika dalam segala
aktivitas sehari-hari menempatkan Tuhan sebagai stakeholder utama (the ultimate
stakeholder) (Hermawan K, dkk, 2006). Akuntabilitas dan responsibilitas diterjemahkan
sebagai pertanggungjawaban di Padang Mahsyar (yaumul hisab) kelak, yang merupakan
pengadilan abadi terhadap sepak terjang manusia (termasuk pelaku bisnis), baik yang
tersurat maupun yang tersirat. Allah Swt. Berfirman, ‘Apakah manusia mengira bahwa
ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? (GS Al-Qiyamah (75 : 36).
Menurut Hermawan K, dkk, (2006) ada 4 kharakteristik syariah marketing yang dapat
jadi panduan bari para pemasar sebagai berikut :
1. Teistis (rabbaniyyah)
2. Etis (akhlaqiyyah)
41
3. Realistis (al-waqi’iyyah)
4. Humanistis (insaniyyah)
Teistis (rabbaniyyah)
Etis (akhlaqiyyah)
42
Realistis (al-waqi’iyyah)
Humanistis (insaniyyah)
segala cara untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Buka menjadi manusia
yang bahagia diatas penderitaan orang lain atau manusia yang hatinya kering dengan
kepedulian sosial.
konsumen tanpa ada pihak yang dirugikan atau dieksploitasi oleh pihak lain.
Hal ini dicontohkan Rasulullah dalam perselisihan antara dua orang
bertetangga mengenai kepemilikan sebuah pohon yang sebagian dahannya
menjulur dan mengotori halaman tetangganya. Tetangga ini memprotes dan
mengadukan ke Rasulullah, maka beliau memerintahkan pemilik pohon
menjual sebagian dahan pohon yang menjorok tersebut dengan menerima
ganti harga kompensasi yang wajar dan adil. Akan tetapi, ternyata pemilik
pohon tidak melakukan tindakan apapun, sehingga Rasulullah
memperbolehkan pemilik tanah menebang pohon tersebut dengan memberikan
kompensasi harga kepada pemilik pohon.
Menurut Ibnu Taimiyyah, contoh tersebut merupakan dalil kuat bahwa Rasulullah
pernah menetapkan harga (regulasi) hanya bila hal itu untuk kepentingan publik atau
umum atas suatu produk.
Berkaitan dengan intervensi negara atas pelanggaran prinsip-prinsip keadilan dan
kejujuran dalam perdagangan, Chapra (2001; 64-65) berpendapat bahwa intervensi harga
tetap harus dilakukan secara hati-hati, harus berdasarkan hasil analisis para ahli yang
memadai. Intervansi diperbolehkan tetapi jangan sampai melampaui batas harga dari
barang-barang serupa dalam keadaan normal.
golongan orang-orang jujur, dan golongan para syuhada”. Hadis tersebut menunjukkan
bahwa setiap transaksi perdagangan diperintahkan untuk lebih mengutamakan kejujuran
dan memegang teguh kepercayaan yang diberikan orang lain. Selain itu, dalam setiap
transaksi perdagangan dituntut harus bersikap sopan dan bertingkah laku baik
sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari : “Rahmat Allah
atas orang-orang yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli serta ketika membuat
keputusan”.
Kunci keberhasilan dan kesuksesan Nabi dalam perdagangan adalah karena
memiliki sifat-sifat terpuji yaitu : jujur (shidiq), menyampaikan (tabligh), dapat
dipercaya (amanah), dan bijaksana (fathanah). Bersikap adil dan bertindak jujur
merupakan prasyarat penting bagi seseorang dalam melakukan perdagangan, disamping
menjaga hubungan baik dan berlaku ramah tamah kepada mitra dagang serta pelanggan.
Pedagang yang tidak jujur meskipun mendapat keuntungan yang besar sesaat, karena
ketidak jujurannya itu menjadikannya tidak dipercaya oleh pelanggan dan mitranya dan
pada akhirnya menyebabkan kemunduran bahkan mematikan usahanya.
Praktek bisnis dan pemasaran telah bergeser dan mengalami transformasi dari level
intelektual (rasional), ke emosional, dan akhirnya ke spiritual. Pada akhirnya konsumen
akan mempertimbangkan keseuaian produk atau jasa terhadap nilai-nilai spiritual yang
diyakininya. Di level intelektual, pemasaran memang menjadi seperti robot dengan
mengandalkan kekuatan logika dan konsep-konsep keilmuan. Di level emosional
pemasaran menjadi seperti manusia yang berperasaan dan empati.
Di level intelektual (rasional), pemasar menyikapi pemasaran secara fungsional-
teknikal dengan menggunakan sejumlah tools pemasaran, seperti segmentasi, targeting,
positioning, marketing mix, branding, dan sebagainya. Kemudian dilevel emosional,
beberapa konsep pemasarannya antara lain experiential marketing dan emotional
branding, dan kemampuan pemasar dalam memahami emosi dan perasaan pelanggan
menjadi penting, disini pelanggan dilihat sebagai manusia seutuhnya, lengkap dengan
emosi, dan perasaannya. Jika dilevel intelektual otak kiri pemasar yang berperan, maka
di level emosional otak kananlah yang lebih dominan.
Pada masa sekarang dan kecenderungan kedepan, pemasaran telah bergeser ke”
Spiritual marketing”. Hal ini timbul dengan belajar dari berbagai krisis baik krisis
47
multidimensi tahun 1998 yang terjadi di kawasan Asia dan lainnya yang merupakan
kelompok negara yang keadaan ekonominya sedang, maupun krisis ekonomi yang
terjadi dinegara-negara maju yang ekonominya kuat seperti Eropa, dan skandal
keuangan di Amerika Serikat dengan tumbangnya perusahaan-perusahaan raksasa,
seperti Enron, WorldCom, atau global Crossing.
Pada level spiritual, pemasaran disikapi sebagai “bisikan nurani” dan panggilan
“jiwa”. Praktek pemasaran dikembalikan kepada fungsinya yang hakiki dan dijalankan
dengan moralitas yang kental. Prinsip-prinsip kejujuran, empati, cinta, dan kepedulian
terhadap sesama menjadi dominan. Spiritual marketing yang dimaksud di sini adalah
dalam melakukan bisnis, kita harus mampu memberikan kebahagian dan manfaat kepada
setiap orang yang terlibat (stakeholder).
Di level intelektual bahasa yang digunakan adalah “bahasa logika” dan di level
emosional digunakan “bahasa rasa”, maka di level spiritual digunakan “bahasa hati
(qalbu)”. Kata hati adalah lentera penerang yang akan menunjukkan ke mana arah yang
akan di tuju. Nurani adalah “senjata pamungkas” anda untuk memenangkan persaingan
(Hermawan K, dkk. 2006).
Hati adalah sumber pokok bagi segala kebaikan dan kebahagiaan seseorang,
bahkan bagi seluruh makhluk yang dapat berbicara, karena hati merupakan
kesempurnaan hidup dan cahayanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “...... Ketahuilah
bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal organ. Kalau organ itu baik, maka akan
baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya.
Organ itu bernama qalbu (hati)” (HR. Al-Bukhari Muslim).
Hati sebagai seorang raja, sang penguasa, sedangkan tubuh seseorang akan
memenuhi segala perintah dan larangan hati. Karena itu, hati yang akan dimintai
pertanggungjawaban tentang tindak-tanduk anggota tubuh. Ketika iblis mengetahui
bahwa hati merupakan kemudi bagi seseorang, maka ia mengarahkan setiap orang lewat
hatinya dengan rasa was-was, syahwat, dan iming-iming yang kosong, sehingga
menyimpang dari jalan yang benar dan mudah diarahkan kepada kesesatan dan dosa.
Kasus runtuhnya sejumlah perusahaan di berbagai negara menunjukkan bahwa
sehebat apapun strategi bisnis anda, secanggih apa pun tools pemasaran yang anda
48
jalankan, semuanya tidak berguna kalau tidak di landasi oleh nilai-nilai spiritual yang
kokoh.
Dalam bahasa syariah, spritual marketing adalah tingkatan “pemasaran langit”
yang merupakan tingkatan tertinggi, orang berbisnis tidah hanya menghitung untung atau
rugi, tetapi sebagai panggilan jiwa yang di dalam prosesnya mengandung nilai-nilai
spiritual dengan prinsip muamalah (bisnis syariah). Hal ini merupakan refleksi dari ikrar
seorang muslim ketika beribadah, “Qul inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati
lillahi rabbil-alamin” (ya Allah, aku berikrar, sesungguhnya shalatku, ibadahku,
hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata).
Betapa indahnya sekiranya kita mengelola bisnis kita dengan hati yang bening.
Menjalani hidup ini dengan segala dinamikanya dengan hati yang bersih. Kita pun akan
memperoleh rezeki dari sumber yang halal, karena segala aktivitas kita dilandasi dengan
niat baik, tanpa berprasangka buruk, tanpa penipuan, tanpa kebohongan. Semuanya
ikhlas semata-mata mencari keridhaan Allah Swt.
Berkaitan dengan hal maka ada sebelas etika pemasar, yang dapat dijadikan dasar
bagi syariah marketer dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasarannya, yaitu :
1. Memiliki kepribadian Spiritual (takwa)
2. Berperilaku benar dan jujur (Shidq)
3. Berlaku adil dalam bisnis (Al-‘Adl)
4. Bersikap melayani dan rendah hati (Khidmah)
5. Menepati janji dan tidak curang
6. Terpercaya (Al-Amanah)
7. Cerdas (Fathana)
8. Komunikatif (Thablig)
9. Tidak suka berburuk sangka (Su’uzh-zhann)
10. Tidak suka menjelek-jelekkan (ghibah)
11. Tidak melakukan sogok (Riswah).
Semua kegiatan bisinis hendaklah selaras dengan moralitas dan nilai utama yang
digariskan oleh Al-Quran. Al-Quran menegaskan bahwa setiap tindakan dan transaksi
hendaknya ditujukan untuk tujuan hidup yang mulia. Umat Islam diperintahkan untuk
mencari kebahagiaan akherat dengan cara menggunakan nikmat yang Allah karuniakan
kepadanya dengan jalan sebaik-baiknya.
Islam menyatakan bahwa berbisnis itu merupakan pekerjaan halal. Namun pada
tataran yang sama Islam juga mengingatkan bahwa semua kegiatan bisnis tidak boleh
menghalangi mereka untuk selalu ingat pada Allah dan melanggar perintahNya. Seorang
Muslim diperintahkan untuk selalu memiliki kesadaran tentang Allah (ingat Allah,
dzikrullah) meskipun ia sedang sibuk mengurusi kekayaan dan anak-anaknya (lihat QS
Al-Munafiqun (63); dan Al-Taghabun (64); 15.
Al-Quran memerintahkan untuk mencari dan mencapai prioritas yang Allah
tentukan di dalam Al-Quran, misalnya :
1. Hendaklah mereka mendahulukan pencarian pahala yang besar dan
abadi di akhirat ketimbang keuntungan kecil dan terbatas yang ada di
dunia
2. Mendahulukan sesuatu yang secara moral bersih daripada sesuatu yang
secara moral kotor, walaupun misalnya mendapatkan keuntungan yang
lebih besar.
3. Mendahulukan pekerjaan yang halal daripada yang haram.
Siddiq artinya benar dan jujur. Sifat ini haruslah tertanam dalam jiwa dan seluruh
perilaku pemasaran, dalam berhubungan dengan pelanggan, dalam bertransaksi dengan
pelanggan, dan dalam membuat perjanjian dengan mitra bisnisnya.ia senantiasa
mengedepankan kebenaran informasi yang diberikan dan jujur dalam menjelaskan
keunggulan produk-produk yang dimiliki. Sekiranya dalam produk yang dipasarkan
terdapat kelemahan atau cacat, maka ia menyampaikan secara jujur kepada calon
pembeli.
50
Kejujuran bisa juga ditampilkan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan, baik
ketepatan waktu, janji, pelayanan, pelaporan, mengakui kelemahan dan kekurangan
(tidak menutup-nutupi) yang kemudian diperbaiki secara terus-menerus, serta
menjauhkan diri dari kebohongan dan menipu (baik kepada diri sendiri, teman sejawat,
perusahaan maupun mitra kerja). Termasuk memberikan iklan-iklan di media tulis dan
elektronik.
Berbisnislah kalian secara adil, demikian kata Allah, “Berusahalah secara adil dan
kamu tidak boleh bertindak dengan tidak adil”. Allah mencintai orang-orang yang
berbuat adil dan membenci orang-orang yang berbuat zalim, bahkan melaknat mereka.
Firman-Nya, “Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim”.
Sikap melayani merupakan sikap utama dari seorang pemasar. Rasulullah pernah
bersabda, “Saidu-qaum khadimuhum”, “pemimpin itu adalah pelayan bagi rakyatnya”.
Pemimpin dalam perusahaan adalah pelayan bagi karyawannya. Dalam bisnis servis
(pelayanan) merupakan faktor paling penting.
Berperilaku baik, sopan santun dalam pergaulan adalah fondasi dasar dan inti dari
kebaikan tingkah laku. Sifat ini sangat dihargai dengan nilai tinggi dan mencakup semua
sisi manusia. Al-Quran mengatakan bahwa Rasulullah adalah manusia yang sangat
pengasih dan murah hati. Allah berfirman, “maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu...”. Bagi seorang pemasar
harus berperilaku : sangat simpatik, bertutur kata yang manis, dan rendah hati, maka
semua orang yang pernah mengenalnya pasti memberikan kesan baik dan senang
bersahabat dengannya.
Terpercaya (Al-Amanah)
Rasulullah bersabda, “Penjual dan pembeli masih mempunyai hak khiyar (hak
untuk memilih) sebelum keduanya berpisah. Jika keduanya berlaku jujur dan terus
terang, maka transaksi keduanya akan mendapat berkah. Jika keduanya berlaku dusta
dan menutup-nutupi, mungkin saja mereka berdua mendapat laba, tetapi jual beli mereka
kehilangan berkah”.
Beliau juga bersabda, “Sumpah palsu dapat melariskan dagangannya, tetapi
menghancurkan mata pencahariannya”.. ketidak jujuran adalah salah satu tanda sifat
52
orang munafik, selain jika bicara dia selalu berdusta; jika berjanji, dia selalu
mengingkari, dan jika dia diberi amanat, dia akan berkhianat”.
Cerdas (Fathanah)
Komunikatif (Tabliq)
Saling menghormati satu sama lain merupakan ajaran nabi Muhammad Saw. Allah
Swt. Berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka.
Sesungguhnya prasangka itu dosa, dalam Firman lain-Nya dikatakan, “sesungguhnya
orang-orang yang senang menyebutkan kejelekan dikalangan orang-orang mukmin,
kelak akan mendapat siksaan yang pedih di dunia dan diakhirat, dan Allah mengetahui
sedang kamu tidak mengetahui”. Akan lebih mulia jika kita lebih menonjolkan
kelebihan-kelebihan saudaranya, rekan sekerjanya, perusahaannya, atau bahkan jika
perlu pesaingnya. Sebuah akhlak yang indah, justru akan menarik simpati pelanggan
maupun mitra bisnis.
Penyakit hati yang lain, selain su’uzh-zhann, adalah Ghibah. Seperti firman Allah,
“Dan jangan sebagian dari kamu mengumpat sebagian yang lain”.
Biasanya kelemahan, kejelekan dan kekurangan ini dijakan senjata untuk
memenangkan pertarungan di pasar. Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan
orang, menodai harga diri, kemuliaan, dan kehormatan orang lain, sedangkan mereka itu
tidak ada dihadapannya. Itu menunjukkan kelicikan, sebab sama saja dengan menusuk
dari belakang (penghancuran karakter).
Ghibah adalah perbuatan sia-sia, dan membuang-buang waktu. Akan lebih baik
baginya menumpahkan seluruh waktunya untuk bekerja secara profesional,
menempatkan semua prospeknya sebagai sahabat yang baik, berbudi pekerti, dan
memiliki akhlaq karimah (akhlak yang mulia). Orang yang memiliki akhlak karimah
pasti disenangi semua orang, dan orang sering mengenangnya karena kebaikan
perilakunya. Disinilah muncul ‘kepercayaan (trust) yang menjadi salah satu kunci sukses
dalam bisnis.
Dalam syariah, menyuap hukumnya haram, dan termasuk makan harta orang lain
dengan batil. Rasulullah dalam hadisnya berkata, “ melaknat penyuap, penerima suap,
54
dan yang menjadi perantaranya” (HR. Ahmad dan Hakim). Meluasnya penyuapan
dimasyarakat akan menyebabkan meluasnya kerusakan dan kealiman. Misalnya :
menetapkan hukum dengan jalan tidak benar, mengakhirkan orang yang seharusnya
didahulukan, serta meluasnya jiwa vested interest di dalam masyarakat yang sudah
kehilangan hati nurani dalam menjalankan hati nuraninya
Praktik-praktik perdagangan yang dilarang pada masa pemerintahan Rasulullah
saw. di madinah adalah berbagai praktik dari perdagangan yang mengandung unsur-
unsur penipuan, riba, judi, ketidakpastian, keragu-raguan, eksploitasi, pengambilan
untung yang berlebihan serta transaksi pasar gelap. Pada masa pemerintahan ini telah
dilakukan pula sejumlah standarisasi pada timbangan dan takaran.
Ada beberapa transaksi perdagangan yang dilarang oleh Rasulullah dalam keadaan
pasar normal yakni :
1. Tallaqqi rukban, yaitu mencegat pedagang yang membawa barang dari
tempat produksi sebelum sampai di pasar dengan tujuan untuk menghindari
ketidaktahuan penjual dari pedesaan akan harga yang berlaku di kota.
Rasulullah memerintahkan supplai barang hendaknya dibawa langsung ke
pasar sehingga penjual dan pembeli dapat mengambil manfaat dari adanya
harga yang alamiah. Mencegah masuknya pedagang ke pasar kota dapat
menimbulkan pasar yang tidak kompetitif.
2. Perdagangan yang menipu. Islam sangat menuntut suatu perdagangan yang
dilakukan secara jujur dan amanah. Rasulullah pernah bersabda : “Barang
siapa yang melakukan penipuan maka ia bukanlah dari golongan kami. (HR.
At-Tirmidzi).
Termasuk dalam kategori penipuan (tidak jujur) dalam perdagangan antara
lain adalah :
a. Gisyah, yaitu menyembunyikan cacat barang yang dijual, mencampurkan
barang-barang jelek ke dalam barang-barang yang berkualitas baik,
sehingga pembeli akan mengalami kesulitan untuk mengetahui secara
tepat kualitas dari suatu barang yang diperdagangkan. Dengan demikian,
penjual akan mendapatkan harga yang tinggi untuk kualitas barang yang
jelek.
55
Kepercayaan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi sebuah komitmen
atau janji. Keyakinan atau kepercayaan adalah faktor penting yang dapat mengatasi
krisis dan kesulitan antara rekan bisnis, selain itu juga merupakan aset penting dalam
58
Kepercayaan adalah suatu keadaan yang terjadi ketika seoang mitra percaya atas
keandalan serta kejujuran mitranya.
Kepecayaan merupakan kunci dari relationship marketing karena mendorong pemasar
untuk :
Bekerja dengan lebih menekankan investasi pada menjaga hubungan
kerjasama yang baik dengan mitra mereka.
Menolak alternative jangka pendek yang menarik dengan lebih menekankan
pada manfaat jangka panjang dengan adanya hubungan yang baik dengan
konsumen.
Melihat kegiatan yang beresiko tinggi dengan lebih bijaksana karena percaya
bahwa mitranya tidak akan bertindak secara opotunis.
Menurut Mayer et al, (1995:15) faktor yang membentuk kepercayaan seseorang
terhadap yang lain ada tiga yaitu kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan
integritas (integrity). Ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kemampuan (Ability)
Kemampuan mengacu pada kompetensi dan karakteristik penjual/organsiasi
dalam mempengaruhi dan mengotorisasi wilayah yang spesifik. Dalam hal
ini, bagaimana penjual mampu menyediakan, melayani, sampai
mengamankan transaksi dari gangguan pihak lain. Artinya bahwa konsumen
memperolah jaminan kepuasan dan keamanan dari penjual dalam melakukan
transaksi. Kim et al. (2003) menyatakan bahwa ability meliputi kompetensi,
pengalaman, pengesahan institusional, dan kemampuan dalam hal ini
diartikan sebagai kredibilitas untuk memenuhi syarat-syarat pertukaran
dalam bentuk kinerja yang diharapkan. Nilai kredebilitas ini sangat
ditentukan oleh dalamnya pengalaman konsumen akan kemampuan merek
dalam memuaskan kebutuhan konsumen. Kompetensi (Competence)
perusahaan dan kompetensi salesperson, yang menjadi keunggulan bersaing
perusahaan dibanding perusahaan saingan : misalnya profesionalisme, desain
barang/jasa, cita rasa dari suatu produk, pelayanan unggul dan keunggulan
teknologi.
2. Integritas (integrity).
63
Aspek konaktif atau niat melakukan adalah kondisi yang mengarah pada
kesiapan bertindak dan pada keinginan mengatasi hambatan untuk mencapai
tindakan tersebut. Artinya, tindakan merupakan hasil pertemuan dua kondisi
tersebut. Dengan kata lain, tindakan mendatang sangat didukung oleh
pengalaman mencapai sesuatu dan penyelesaian hambatan. Hal ini
menunjukkan bagaimana loyalitas itu dapat menjadi kenyataan ; loyalitas
kognitif ----- loyalitas afektif ----- loyalitas konaktif ----- loyalitas tindakan
(loyalitas yang ditopang dengan komitmen dan tindakan).
Sementara itu, Menurut Backman and Crompton 1991, dalam Baloglu (2002)
memberikan penjelasan bahwa loyalitas mencakup dua komponen penting, yaitu
loyalitas sebagai perilaku (behavior) dan loyalitas sebagai sikap (attitude). Kombinasi
kedua komponen itu menghasilkan empat situasi kemungkinan (tipologi) loyalitas,
yakni, true loyalty, latent loyalty, spurious loyalty, dan low loyalty yaitu :
1. Loyalitas yang tinggi atau sebenarnya (High or true loyalty) yaitu pelanggan
yang memiliki sikap menyukai yang kuat dan pembeli ulang yang tinggi.
Mereka merupakan langganan perusahaan atau merek perusahaan dan mereka
kurang terpengaruh oleh penawaran pesaing.
2. Loyalitas tersembunyi (latent loyalty) adalah bentuk loyalitas yang lebih
rendah, meskipun mereka memegang kuat komitmen terhadap perusahaan.
Penyebab dari kurangnya loyalitas ini adalah karena keterbatasan sumberdaya
untuk meningkatkan loyalitas (pembelian) mereka atau karena harga,
aksesibilitas, atau strategi distribusi yang tidak dapat menjangkau mereka
untuk membeli ulang.
3. Loyalitas semu (spurious loyalty) adalah pelanggan yang melakukan
pembelian secara berkala, meskipun mereka secara emosional bukan
pelanggan merek. (mereka mungkin tidak suka kepada merek tapi mereka
tetap membeli produk atau jasa itu). Pelanggan dengan tipe ini dapat terjadi
karena kebiasaan pembelian (habitual buying), karena potongan harga
(financial incentive), kemudahan (convenience), atau karena tidak ada
alternative lain, serta sering dihubungkan dengan situasi pelanggan
individual.
67
Pada tahap ini telah terjadi hubungan yang kuat dan saling menguntungkan
antara perusahaan dengan pelanggan, pada tahap ini pula pelanggan berani
menolak produk/jasa dari perusahaan lain.
Setiap perusahaan menginginkan pelanggannya sebagai pelanggan yang loyal
secara tindakan atau yang benar-benar loyal (true loyalty) ataupun sebagai advocades
dan juga sebagai partners dalam bisnis, karena jika pelanggan sudah menjadi advocates
dan partner maka hubungan (relationship) diantara mereka sudah menjadi hubungan
yang saling menguntungkan. Menjaga Hubungan yang baik dengan pelanggan
merupakan salah satu strategi perusahaan dan jauh lebih efektif dan efisien dibanding
dengan kegitan pemasaran lainnya dalam meningkatkan penjualan. Karena mencari
pelanggan baru lebih mahal lima kali pipat dibandikan dengan mempertahankan
pelanggan yang sudah ada. Untuk itu perusahaan di tuntut lebih memperhatikan
hubungan didalam berbisnis seiring dengan terus berubahnya kondisi bisnis saat ini dan
yang akan datang.
Berdasarkan hal tersebut maka konsumen yang loyal merupakan aset tak ternilai
bagi perusahaan. Beberapa karakteristik dari konsumen yang loyal yang juga
merupakan indikator loyalitas pelanggan adalah :
1) Niat untuk membeli kembali
2) Menunjukkan kekebalan terhadap produk pesaing (retention)
3) Melakukan pembelian ulang secara teratur (repeat purchase)
4) Membeli di luar lini produk/jasa (purchaseacross product lines)
5) Mengajak orang lain (referrals)
6) Merekomendasikan hal-hal yang positif tentang perusahaan kepada pihak
lain yaitu melalui promosi dari mulut ke mulut (WOM).
7) Menolak tawaran dari produk lain/pesaing
Loyalitas merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen
terhadap produk atau jasa yang dibeli, kepuasan atas penggunaan fasilitas maupun
pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Loyalitas merupakan bukti konsumen akan
selalu menjadi pelanggan dan memiliki kekuatan dan sikap positif terhadap perusahaan
itu.
69
Untuk dapat mempertahankan loyalitas pelanggan, ada tiga pilar yang harus
dilakukan yaitu :
1. Memberikan value yang lebih tinggi kepada pelanggan (baik yang bersifat
materiil maupun immateriil)
2. Menjaga kepercayaan melalui brand (merek) dan kualitas.
3. Memelihara, membina dan mengembangkan hubungan baik dengan
pelanggan melalui program “Relationship Marketing”.
Value
71
Value adalah persepsi nilai yang dimiliki oleh pelanggan berdasarkan apa
manfaat (benefit) yang di dapat dan apa yang dikorbankan dalam melakukan transaksi.
Semakin besar perolehan nilai yang didapatkan seseorang dibandingkan dengan
pengorbanan yang dilakukan maka akan semakin besar kepuasan yang didapatnya dan
semakin tinggi “value” yang didapat dari transaksi tersebut.
Dalam proses transaksi manfaat (benefit) yang di peroleh terdiri dari dua bagian
yakni yang bersifat materil ( atribut produk, kualitas produk, ragam pilihan produk,
pelayanan yang ramah, dll) dan immateril (kejujuran penjual, keadilan, kebaikan, dll).
Di sisi lain yang termasuk pengorbanan adalah variabel harga, waktu yang terbuang,
biaya-biaya lainnya). Semakin besar selisih antara benefit dengan pengorbanan maka
akan semakin tinggi nilai dari transaksi itu. Semakin tinggi nilai yang diperoleh maka
semakin tinggi pula kepuasan pelanggan.
Agar dapat memberikan kepuasan yang tinggi (delight), perhatian dan
kebahagiaan kepada pelanggan, maka penjual profesional perlu memahami karakteristik,
kebutuhan dan harapan pelanggannya dan berusaha menyesuaikan diri dengan
kebutuhan dan harapan tersebut.
Penjual yang berhasil harus mampu menciptakan kesan profesional bagi para
pelanggannya. Kesan profesional ini dapat ditimbulkan dengan selalu melakukan
“SIFAT”, yaitu Siddiq, Istiqomah, Fathonal, Amanah, dan tabliq. Semuanya harus
tercermin dalam segala sikap dan perilaku penjual, sehingga siapapun yang berhubungan
dengannya akan merasa nyaman. Kondisi ini dapat langsung dirasakan karena pelanggan
akan menikmati pelayanan yang luar biasa.
Cerminan sikap profesional tersebut dapat dirasakan langsung oleh kelima indera
pelanggan yaitu : Indera Penglihatan. Penjual mampu memberikan penampilan yang
baik, bersih, sopan, sesuai dengan profesinya. Indera Pendengaran. Penjual mampu
menyampaikan nada bicara yang sopan, sistematis, dan ramah. Indera Perasaan. Penjual
mampu menciptakan hubungan yang dekat, jujur, hangat, ceria, dan gembira (humoris).
Indera Penciuman dan Indera Pengecap. Penjual mampu memberikan bukti fisik yang
menyenangkan, seperti keharuman dan kesegaran. Seandainya produk yang dijual dapat
dikonsumsi, penjual memberikan kesempatan pada pelanggan untuk merasakan produk
tersebut dengan memberikan contoh atau tes produk.
72
Brand.
Brand atau merek adalah identitas sebuah produk (barang atau jasa). Tanpa brand,
sebuah produk akan masuk dalam kategori komoditas. Brand merupakan aset
perusahaan yang tidak terlihat. Fungsi brand sebagai alat untuk mengedentifikasi produk
dan sebagai alat untuk memenangkan persaingan. Kebijakan branding yang didukung
oleh kebijakan marketing mix secara persuasif ditujukan untuk memenangkan share of
mind di benak target pasar. Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Value Brand
Loyalitas
Pelanggan
Relationship Marketing
Relationship Marketing
Selain mengetahui tipe konsumen, pemasar juga perlu mengetahui apa kebutuhan
dan keinginan (harapan) dari pelanggannya.
Menurut Al-Syathibi dalam Muflih (66), 2006), kebutuhan manusia untuk
hidup di dunia menurut Islam terdiri dari tiga jenjang yaitu :
1. Dharuriyat (esensial), yang mencakup :
a. Agama (din) meliputi lima rukun Islam yaitu : syahadat, shalat,
puasa, zakat, dan haji. Lima rukun ini yang mendasari identitas
keberagamaan dan ketakwaannya kepada Allah yang harus
dijalankan dengan sempurna.
b. Kehidupan (nafs) meliputi kebutuhan keamanan, nyaman, sehat,
terpenuhinya hak-haknya, dan tentram. Ada dua kunci terbangunnya
nafs yaitu, kesadaran terhadap diri sendiri (internal) dan kesadaran
76
c. Bentuk produk/jasa
Bentuk produk merupakan komponen-komponen fisik dari suatu produk yang
menghasilkan suatu manfaat.
d. Keandalan
Merupakan kemampuan dari suatu perusahaan untuk menghasilkan produk sesuai
dengan apa yang dijanjikan oleh perusahaan.
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pelayanan:
a. Jaminan
Merupakan suatu jaminan yang ditawarkan oleh perusahaan untuk pengembalian
harga pembelian atau mengadakan perbaikan terhadap produk yang rusak setelah
pembelian.
b. Respon dan cara pemecahan masalah
Response to and Remedy of Problems merupakan sikap dari karyawan dalam
menanggapi keluhan serta masalah yang dihadapi oleh pelanggan.
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pembelian:
a. Pengalaman karyawan
Merupakan semua hubungan antara pelanggan dengan karyawan perusahaan
khususnya dalam hal komunikasi yang berhubungan dengan pembelian
b. Kemudahan dan kenyamanan
Convenience of acquisition merupakan segala kemudahan dan kenyamanan yang
diberikan oleh perusahaan terhadap produk yang dihasilkannya.
Selain dari kebutuhan manusia tersebut, terdapat pula harapan yang diinginkan
oleh seorang konsumen atau pelangan. Seperti tercermin pada falsafah bisnis jasa
pelayanan yaitu ”pelanggan membeli manfaat produk ataupun pelayanan atau disebut
nilai (value materil maupun immateril) dari sebuah produk atau jasa, bukan membeli
produk”. Kalau produk sesuai dengan apa yang diharapkan atau pelayanan yang
diberikan baik, ramah, penuh perhatian dan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan pada
saat mereka datang dan melihat, maka dari melihat kemudian mereka mencoba,
meneliti, sampai akhirnya memutuskan untuk membeli.
Harapan-harapan tersebut antara lain adalah :
a. Setiap pelanggan mengharapkan pelayanan yang baik.
b. Pelanggan mempunyai hak akan informasi yang jujur dan benar tentang produk
yang akan dibelinya.
78
c. Pelanggan mengharapkan pelayanan purna jual (after sales service) atau pelayanan
setelah penjualan. Misalnya:
1) ada garansi perawatan
2) Apabila barang rusak/cacat, boleh dikembalikan atau ditukar
d. Pelanggan mengharapkan potongan harga atas barang yang dibelinya.
e. Pelanggan mengharapkan kelayakan harga atas barang yang dibelinya, dll.
Pada dasarnya harapan pelanggan yang paling utama adalah kepuasan. Bagi
pelanggan, apa yang dihasilkan satu perusahaan baginya tidak begitu penting, pelanggan
lebih memikirkan apa yang akan dibelinya dapat memuaskan kebutuhannya.
Kepuasan pelanggan berarti memberikan kepada pelanggan apa kira-kira yang
disukainya. Kita harus memberikan kepada pelanggan apa yang sebenarnya mereka
inginkan (want), kemudian kapan (when) dan bagaimana cara pelanggan
memperolehnya (the way they want it).
Caranya adalah sebagai berikut:
a. Menemukan kebutuhan pokok pelanggan.
b. Mencari tahu apa sebenarnya yang menjadi harapan pelanggan, sehingga
mereka
mau kembali datang kepada kita.
c. Selalu memperhatikan apa yang menjadi harapan pelanggan, lakukan melebihi
apa yang diharapkan pelanggan, sehingga pelanggan merasa senang.
Untuk berada satu langkah di depan pesaing kita, maka kita harus melakukan
ketiga harapan tersebut sehingga pelayanan yang kita berikan tidak hanya memenuhi
harapan pelanggan, tetapi juga akan memberikan kepuasan dan menyenangkan
pelanggan. Akan tetapi, bila kita amati lebih cermat, kepuasan pelanggan banyak
ditentukan oleh kualitas pelayanan para petugas pelayanan di lapangan. Jika pelayanan
tidak sesuai dengan harapan pelanggan, maka pelanggan langsung menilai pelayanan
yang diberikan mengecewakan (jelek). Oleh karena itu, tahapan-tahapan tersebut harus
benar-benar diperhatikan oleh para petugas pelayanan di lapangan.
Suatu hal yang harus diingat oleh siapapun yang bergerak di bidang industri
misalnya perusahaan jasa (pelayanan). Wujud dari pemenuhan kebutuhan akan
pelayanan adalah membentuk ”kepercayaan” pelanggan terhadap perusahaan.
79
Kepercayaan tersebut bisa terbentuk atau tumbuh apabila seluruh jajaran di perusahaan
jasa pelayanan mampu memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan, sehingga kepuasan
pelanggan dapat tercapai.
Dengan demikian yang terpenting bagi para petugas pelayanan adalah
memperhatikan baik-baik kebutuhan dasar pelanggan. Layanan prima bukan hanya
sekedar kumpulan teori dan slogan, akan tetapi lebih ditekankan pada praktek nyata di
lapangan ketika berhubungan langsung dengan pelanggan.
Pada saat berhubungan atau melayani para konsumen atau pelanggan, laksanakan
penerapan 7K yang dibutuhkan pelanggan, yaitu:
1. Keramahan
2. Kenyamanan
3. Kecepatan
4. Kebenaran
5. Kepercayaan
6. Kesepakatan
7. Kepuasan
Pembelian ulang, diskon harga atas layanan yang lebih unggul, (3). Word-of mouth
communication. Dengan demikian, loyalitas pelanggan merupakan salah satu output
dari pemasaran dan menjadi indikator untuk mengukur keberhasilan penerapan
pemasaran hubungan (relationship marketing) (Kennedy et al. 2001; Thorsten et al.,
2002).
Hal ini sejalan dengan keuntungan-keuntungan yang didapat perusahaan yang
disebabkan oleh kemampuan perusahaan meloyalkan pelanggannya.
Keuntungan - keuntungan yang akan diperoleh apabila memiliki konsumen yang
loyal, antara lain :
1) Mengurangi biaya pemasaran, karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih
mahal
2) Mengurangi biaya transaksi seperti biaya negoisasi kontrak, pemrosesan
pesanan dan lain-lain
3) Mengurangi biaya turn over konsumen karena pergantian konsumen yang lebih
sedikit
4) Meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar.
Konsumen sebagai sasaran bidik sebuah produk sebetulnya memiliki potensi yang
besar untuk memasarkan produk perusahaan. Bagaikan virus yang dapat melakukan
penyebaran sangat cepat yang semula hanya diawali oleh satu orang yang memiliki
jaringan luas, dapat memberikan pengaruh terhadap pemasaran sebuah produk.
Rekomendasi yang pelanggan berikan kepada pihak lain merupakan bentuk komunikasi
antarpersonal “dari mulut ke mulut” (Word of Mouth-WOM), yang juga merupakan
salah satu unsur dalam komunikasi pemasaran yaitu bauran promosi.
82
Produk memiliki nilai positif akan memiliki peluang yan sangat besar untuk
direkomendasikan konsumen kepada konsumen yang lainnya dan begitu juga sebaliknya
saat produk yang dilempar kepasaran memiliki nilai negatif, maka akan mendapatkan
publisikasi negatif oleh para konsumen. Bahkan hasil penelitian sebuah lembaga
research menunjukkan untuk hal-hal yang negatif (Negative Word of Mouth, NWOM)
memiliki angka penyebaran yang lebih besar dibandingkan hal-hal yang positif (Positive
Word of Mouth, PWOM). Berdasarkan hasil riset rata-rata konsumen di Indonesia
menceritakan hal yang positif kepada 7 orang, sedangkan hal yang negatif kepada 11
orang. Dengan demikian konsumen memiliki kontribusi terhadap aktifitas pemasaran
dan pencitraan produk entah itu barang ataupun jasa. Contoh yang mudah terlihat dalam
realita adalah bagaimana rumah makan-rumah makan yang sederhana tapi memiliki
keunikan tetap mendapatkan pelanggan padahal mereka tidak pernah beriklan sama
sekali dalam media massa. Ya kekuatan pemasaran lewat mulut para pelanggannya.
Fenomena ini diangkat juga oleh Jurnalis Malcolm Gladwell dalam bukunya “the tipping
83
point”. Yang secara umum menyajikan analisa bagaimana hal-hal yang besar
dipengaruhi oleh hal-hal kecil termasuk aktifitas Word of Mouth dalam pemasaran.
Dalam buku the tipping point, Malcolm Gladwell menyajikan analisa mengenai
bagaimana beberapa golongan orang dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap
masyarakat. Entah itu membentuk opini, menggerakkan massa sampai mempromosikan
suatu produk. Malcolm menyebut golongan tersebut sebagai para Maven (orang bijak),
Connector (penghubung), Salesman (penjual). Masing-masing memberikan kontribusi
yang besar dalam memberikan pengaruh kepada massa.
Tentunya hal ini harus dibarengi dengan penyajian produk yang prima bukan
hanya sekedar lips service. Sehingga pelanggan betul-betul tergerak untuk
mempromosikan dan memberikan kontribusi pemasaran yang significant. Make your
custumers do the talking, promoting and selling.
untuk membangun kesejahteraan dan kebahagiaan umat Islam, baik jasmani maupun
rohani, dengan cara mentransformasikan teknologi, manajemen, dan spiritual tidak saja
kepada pelanggan yang ada tetapi juga kepa para stakeholder lainnya Perspektif yang
amat strategis dan potensil adalah upaya meningkatkan semangat perilaku konsumsi
Islami, dengan menyeimbangkan antara konsumsi materi dan sosial (immateril) sebagai
wujud dari keadilan konsumen untuk mengalirkan (mendistribusikan) harta umat Islam.
Mekanisme ini akan dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi para pencari kerja, dan
membantu menanggulangi kemiskinan di suatu negara.
Perilaku konsumsi Islami yang sumbernya adalah Al Quran dan al_Hadis
memberikan pengajaran sosial ekonomi yang baik khususnya dalam menyambungkan
mata rantai individu sehingga menjadi sebuah bangunan yang kokoh. Untuk dapat
mewujudkan hal ini dibutuhkan kesabaran, keihklasan untuk terus berjuang tanpa henti.
Berbicara soal kehidupan duniawi, Islam tidak pernah menghalangi entrepreneur
untuk mendapatkan rezeki dalam bentuk materi. Pencapaian materi adalah output akhir,
setelah entrepreneur (pebisnis ataupun pemasar) melewati proses yang menitikberatkan
keberkahan, kepercayaan, dan silaturahmi.
Perilaku bisnis dan konsumsi yang mengandung nilai-nilai spiritual seperti :
kepribadian Spiritual (takwa); berperilaku benar dan jujur (Shiddiq); berlaku adil dalam
bisnis (Al-‘Adl); bersikap melayani dan rendah hati (Khidmah); menepati janji dan tidak
curang; terpercaya (Al-Amanah); cerdas (Fathana); Komunikatif (Thablig); tidak suka
berburuk sangka (Su’uzh-zhann); tidak suka menjelek-jelekkan (ghibah); tidak
melakukan sogok (Riswah), inilah yang diharapkan akan menjadi topik dalam setiap
kegiatan komunikasi diantara para pelaku bisnis; antara pelaku (perusahaan) dengan
pelanggan; antara pelanggan dengan pelanggan; dan antara pelanggan dengan orang
disekitarnya. Melalui kegiatan komunikasi nilai-nilai spiritual akan menjadi
rekomendasi untuk mengingatkan, membujuk dan mengajak untuk diikuti oleh
pendengarnya (lawan berkomunikasinya) hingga tersebar dikalangan keluarga; saudara;
teman (bisnis, kantor, arisan, dll); dan masyarakat luas. Betapa mulianya kalau kita
melakukan bisnis yang berdasarkan syariah, selain dapat keuntungan materi yakni
kekayaan tetapi juga memperoleh keuntungan tabungan untuk akhirat melalui
penyebaran nilai-nilai kebajikan di dunia.
87
Referensi
Aaker David A. (1991), Managing Brand Equity; Capitalizing on The Value of Brand
Name, The Free Press, New York.
------------------ (1992); Startegic Marketing Management, New York; John Wiley Sons
Inc.
Akbar, Mohammad M dan Parvez, Noorjahan. 2009. Impact of Service Quality, Trust
and Customer Satisfaction on Customer Loyalty. ABAC Journal Vol. 29 No. 1.
Pp. 24 – 38
Albert Caruara (2002); Service Loyalty : The effects of service quality ang the mediating
role of customer satisfaction, European Journal of Marketing, val. 36 No. 7/8,
p.p 811-828
Alex Chernev ( 1997 ); The Effect of Common Features on Brand Choice : Moderating
Role of Attribute Importance ; Journal of Consumer Research, Vol 23.
Anderson, James C.DC. Jaini And Pradeep K. Chintagunta, (1993), Customer Value
Assesment in Business to Business Markets; A State of Practise Study, Journal
of Business to Business Marketing, Vol 1 US.
Ansoff I. dan Mc Donnell Ej (1990); Implanting Strategic Marketing Management, New
York Prantice Hall.
Assael Henry (1992), Cosumer Behavior and Marketing Action; PWS – KENT
Publishing Company.
Aydin, S., Ozer, G., 2004. The Analysis Of Antecedents Of Customer Loyalty In The
Turkish Mobile Telecommunication Market. European Journal of Marketing,
Vol. 39 No. 7/8, 2005, pp. 910 – 925.
Baloglu, Seyhmus. 2002, Dimensions of Customer Loyalty: Separating Friends From
Well Wisher, International Journal of Research in Marketing Vol. 14(1997) p
473-486
Basu Swastha Dharmesta, T. Hani Handoko (2000) : Manajemen Pemasaran, Analisis
Perilaku Konsumen, Edisi Pertama, Diterbitkan
Bloemer, Ruyter, Retzel, 1998. Linking Perceived Service Quality And Service Loyalty:
a Multi Dimensional Perspective. European Journal of Marketing, Vol. 33 No.
11/12, 1999, pp. 1082-1106.
Caruana, Albert, 2000. The Effects of Service Quality and The Mediating Role of
Customer Satisfaction, European Journal of Marketing, Vol. 36, 7/8; 2002, pp.
811 – 828.
Cecep Darmawan, 2006. Kiat Sukses Manajemen Rasulullah : manajemen Sumber Daya
Insani Berbasis Nilai-nilai Ilahiyah. Penerbit Khazanah Intelektual.
Charles M. Schaninger, JacQues C. Bourgeois, and Charistian W. Buss: “French
English Canadian Subcultural Consumption, Journal of Marketing (Spring
1985, Page 93 – 94).
Che-Ha Norbani dan Hashim Shahrizal. 2007, Brand Equity, Customer Satisfaction &
Loyalty: Malaysian Banking Sector, International Review Of Business Research
Paper, November Vol. 3 No. 5 p 123-133
88
Chennet, P., Dagger, T.S., O’Sullivan, D., 2008. Service Quality, Trust, Commitment
and Service Differentiation in Business Relationships. Journal of Services
Marketing, 24/5 (2010), pp. 336–346
Deepak Sirdesh Mukh, Jagdip Singh, dan Barry Sabol (2002) : Consumer Trust, Value,
and Loyalty in Relational Exchanges, Journal of Marketing, Vol. 66 (January
2002), 15-37.
Dharmmesta, B.S., 1999. Loyalitas Pelanggan : Sebuah Kajian Konseptual Sebagai
Panduan Bagi Peneliti. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 3,
hal. 73-88.
Edvardsson, Bo, Bertil Thomasson, and John Ovretxeit (1994), Quality of Service,
London; McGraw-Hill Book Company.
Ellen C. Garbarino, Julie A. Edell, Cognitive Effort, Affect, and Choice, Journal of
Consumer Research, Vol 24 September 1997.
Gordon,ian., 1998, Relationship Marketing : New Strategy, Technique and technologies
to Win The Costumer You Want and Them Forever,Jhon Willey and Sons
Canada,Ltd.
Gupta Sunil, Zeithaml. 2006, Customer Metrics and Their Impact on Financial
Performance, Marketing Science, Vol. 26, No. 6, p 718-739
Griffin Jill, 2003, Customer Loyalty : Menumbuhkan & Mempertahankan kesetiaan
pelanggan, edisi revisi terbaru
Hallowell Roger. 1996, The Relationship of Customer Satisfaction, Customer Loyalty,
and Profitability: an Empirical Study, International Journal of Service, Vol. 7,
No. 4, p 27-42
Hermawan Kartajaya, Muhammad Syakir Sula, 2006, Syariah Marketing, Penerbit PT.
Mizan Jakarta.
Hurriyati Ratih. 2005, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen Fokus Pada
Konsumen Kartu Kredit Perbankan, Alfabeta, Bandung
Ippho Santosa-Andalus-Khalifah, 2008. Muhammad Sebagai Pedagang. Penerbit PT.
Gramedia, Jakarta.
Jamal, A., Naser, K,, 2002. Customer Satisfaction and Retail Banking: an Assessment Of
Some Of The Key Antecendents Of Customer Satisfaction In Retail Banking.
International Journal of Bank Marketing, 20/4. Pp. 146 -160.
Jusmaliani, 2008, Bisnis Berbasis Syariah, Penerbit Bumu Aksara, Jakarta.
Jonathan Lee, Janghyuk Lee and Lawrence Feick (2001), The impact of swiching costs
on the customer satisfaction-Loyalty link; Mobile phone service in France,
Journal of services marketing, vol, 15 No. 1, pp. 35-48.
Kessler, D.P., Mylod, D., 2011. Does Patient Satisfaction Affect Patient Loyalty ?.
International Journal of Health Care Quality Assurance, Volume: 24 Issue: 4
Kim Moon-Koo, Park Myeong-Cheol, Jeong Dong-Heon. 2004, The Effect Of Customer
Satisfaction and Switching Barrier on Customer Loyalty in Korean Mobile
Telecommunication Services, Telecommunications Policy, Vol. 28, p 145-15
Kotler, Philip (2000), Marketing Management : Millennium Edition, Prentice-Hall
International, Inc. New Jersey.
Kotler, Philip, Swee Hong Ang, Siew Mengleons, and Chin Tiong Tan (1996),
Marketing Management, An Asian Perspective, Singapore, Prentice-Hall.
Lau, G.T., Lee, S.H., 1999. Cunsomer’s Trust in a Brand and The Link to Brand
Loyalty. Journal of Market Focused Management, No. 4, pp. 341 – 370.
89
Lei, M., Mac., L, 2005. Service Quality And Customer Loyalty In A Chinese Context:
Does Frequency Of Usage Matter? Journal ANZMAC 2005 Conference:
Services Marketing, pp. 138 – 146.
Mardalis Ahmad. 2004, Meraih Loyalitas Pelanggan, Jurnal Manajemen dan Bisnis,
Vol. 9, No. 2, p 111-119
Marsha L. Richins (1997) : Measuring emotion in The Consumption Experience, Journal
of Consumer Research, Vol. 24 (September).
McDougall Gordon. H. G, Levesque Terrence. 2000, Customer Satisfaction With
Services : Putting Perceived Value Into The Equation, Journal of Services
Marketing Vol. 14, No. 5, p 392-410
Morgan, R.M., Hunt, S.D., 1994. The Commitment – Trust Theory of Relationship
Marketing. Journal of Marketing , July, Vol. 58, No. 3, pp. 20 – 38.
Mosahab, R., Mahamad, O., Ramayah,T. 2010. Service Quality, Customer Satisfaction
and Loyalty: A Test of Mediation, Journal Business of Research. Vol.3 No. 4.,
October, pp. 72-80.
Mowen, John C. (1995), Consumen Behavior, Fourth Edition, Prentice-Hall
International Edition.
Muhammad Muflih, 2006, Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam.
PT. RajaGrafindo, Jakarta .
Nh. Setiadi Wijaya (2002) : Pertumbuhan Melalui Penciptaan Nilai dalam Layanan
Penjualan, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. No. Vi Edisi Pebruari.
Oliver Furrer, Ben Shaw-Ching Liu and D. Sudharshan (2000), The Relationship
Between Culture and Service Quality Perceptions, Journal of service research
vol. 2 No. 4, May, pp 355-371.
Palilati Alida. 2007, Pengaruh Nilai Pelanggan, Kepuasan Terhadap Loyalitas Nasabah
Tabungan Perbankan di Sulawesi Selatan, Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Vol. 9, No. 1, p 73-81
---------------- 2007, Loyalitas Pelanggan : konsep, strategi dan implementasi, penerbit
Unhalu Press.
Rajagopal,................, 2006, Measuring Customer Value And Market Dynamics For New
Products Of a Firm: An Analytical Construct For Gaining Competitve
Advantage, Global Business And Economics Review, Vol. 8, No. 3/4, p 187-
205
Ribbink, Riel, Liljander, Streukens, 2004. Comfort Your Online Customer: Quality,
Trust and Loyalty On The Internet. Journal of Managing Service Quality,Vol.
14, No. 6 · 2004 · pp. 446-456
Storbacka, K., 2001, Costumer Relationship Management_Creating Competitive Trough
Win-win Relationship Strategi, Singapore.
Woodruff Robert. B. 1997, Customer Value : The Next Source For Competitive
Advantage, Journal Of Academy Of Marketing Science Vol. 25 No. 2 p 139-
153
Wu Wan-Chin. 2007, The Study Of Influence Of Brand Equity, Customer Value,
Customer Satisfaction and Customer Loyalty, Case Study Of “Wretch” The
Social Networking Website In Taiwan, Departement Grad-Communication
Management, Ethesys.lib.mcu.edu.tw
Zeithaml, Valerie. A and Bitner, Mary Jo., 2000, Service Marketing : Integrated
Customer Focus The Firm, USA: McGraw
90
BAB 3
IMPLEMENTASI BISNIS SYARIAH
91
Maksud dan tindakan, tujuan dan pekerjaan merupakan dua kata yang harus
selalu berpasangan dan saling komplementer. Maksud dan tujuan tidak akan tercapai
tanpa ada tindakan dan pekerjaan untuk mencapainya, sebaliknya tindakan dan
pekerjaan tanpa ada maksud dan tujuan yang hendak dicapai akan kehilangan arah.
Demikian halnya dengan persoalan niat dan doa. Niat sebagai gerakan hati untuk
menentukan sesuatu yang diinginkan, sementara doa merupakan permohonan dan
tindakan untuk mencapai sesuatu yang telah diniatkan.
Dalam bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai fenomena niat dan doa dalam
berusaha melalui cerita serta praktek atau tindakan akibat dari pemahaman mereka
(masyarakat muslim Gu-Lakudo). Kemudian dilanjutkan dengan uraian tentang manfaat
dan dampaknya kalau hal itu tidak dilakukan yang dikemas dalam bentuk diskusi teori
dan konsep-konsep Islam, sehingga dapat disusun suatu kesimpulan yang menunjukkan
pentingnya niat dan doa dijadikan sebagai modal.
Telaah Kasus
Niat merupakan pekerjaan hati yang tidak tampak, tetapi dia adalah petunjuk dan
merupakan penggerak dari semua aktivitas yang tampak. Suatu pekerjaan mulia,
nampaknya tidak satupun yang tidak diawali dengan niat, karena tanpa niat, suatu
aktivitas tidak memiliki arah yang jelas. Niat yang dimaksudkan di sini adalah niat yang
1
Isi topik ini adalah uraian kasus-kasus yang dikutip dari Samdin, 2007 dalam salah satu bab Disertasi,
Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang.
92
suci - mulia dan tidak bertentangan dengan agama. Hanya dengan niat yang suci, maka
semua pekerjaan akan mendapat pahala dan berkah dari Allah.
Dikatakan oleh H. Baharuddin bahwa agar semua aktivitas yang dilakukan
mendapatkan pahala dan berkah, maka harus diawali dengan niat terlebih dahulu, agar
selamat dan tercapai apa yang diinginkan dan tentunya harus selalu disertai dengan
berdoa. Intinya agar kita tidak pernah lupa untuk mengingat Allah. Tentang niat ini
diungkapkan informan berikut:
“Dalam melaksanakan aktivitas usaha apa pun harus diniatkan untuk
mencapai kebaikan, seperti untuk memperkuat dan menyempurnakan
ibadah, sehingga memiliki manfaat ganda, yakni keuntungan dunia dan
akhirat. Karenanya, niatnya bukan hanya keuntungan dunia semata” (H.
Baharuddin, 9 Juni 2005).
“Dengan niat suci untuk menuaikan ibadah haji inilah sebenarnya yang
merupakan pendorong semangat kerja keras bagi masyarakat Gu-Lakudo
untuk dapat menjalankan usaha dengan sungguh-sungguh, dan saya kira
seorang muslim yang baik selalu ingin menyempurnakan ibadahnya atau
rukun Islamnya” (H. Mansyur, 2 Juli 2005).
Melihat pentingnya menyempurnakan rukun Islam kelima atau naik haji, maka
dalam prakteknya di masyarakat Gu-Lakudo, ada keluarga yang uangnya belum
cukup untuk naik haji tetapi dicukupkan atau dibantu oleh keluarganya yang penting
haji dulu nanti pulang baru berusaha lagi, sehingga tidak heran kalau setiap tahun
mereka itu puluhan yang naik haji. Kuatnya motivasi tersebut, mencerminkan
kedalaman keyakinan mereka, setelah melihat contoh-contoh keluarga yang setelah
kembali haji usahanya semakin meningkat. Kenyataannya memang demikian bahwa
rata-rata mereka pulang haji itu bukan menderita atau miskin, malah justru
bertambah kekayaan dan hartanya. Dalam hubungan ini seorang tokoh masyarakat
Gu-Lakudo yang bekerja di Pemda Kabupaten Buton, mengungkapkan:
“Yang tadinya mereka yang telah naik haji itu tidak punya apa-apa,
sekarang mereka bisa punya rumah dan kendaraan. Di samping
motivasinya yang kuat, masyarakat Muslim Gu-Lakudo itu juga ada rasa
iri diantara sesama mereka, tetapi bukan iri soal kekayaan atau yang
negatif untuk merusak yang lain, tetapi iri yang positif sebagai motivasi
untuk bekerja keras, karena yang diinginkan adalah songkok haji, sebab
songkok haji merupakan suatu predikat yang sangat terhormat di daerah
ini” (L. Alimuddin, 3 Januari 2005).
Haji yang didambakan adalah haji mabrur, yaitu dicapai dengan hasil keringat
sendiri dari usaha yang halal. Haji yang dilakukan dengan niat yang suci karena Allah
semata. Dalam hubungan ini H. Mansyur mengungkapkan:
“Insya Allah kalau naik haji dengan niat seperti itu, maka kalau pulang
haji usahanya akan cepat berkembang, malah sebentar saja usahanya
akan kembali lagi. Menurutnya, sedangkan hanya dengan usaha kecil-
kecilan saja sudah bisa naik haji, apalagi orang yang banyak modal dan
besar usahanya sudah jelas akan cepat sekali berkembang” (H. Mansyur,
2 Juli 2005).
Karena itu, yang penting dalam menjalankan usaha agar bisa berhasil dan berkah
adalah harus disertai dengan niat suci, sebagaimana ungkapan berikut:
“Bahwa yang lebih penting lagi dalam berusaha (dagang) adalah harus
ada niat yang baik dan disertai dengan doa karena doa itu adalah jantung
ibadah. Naik haji adalah salah satu niat utama kami menjalankan usaha
(H. Suleman, 11 Maret 2006).
96
Berkat niat yang suci untuk menyempurnakan ibadah (haji) dan meningkatkan
ibadah lainnya seperti ZIS dan lainnya, maka di samping motivasi dan semangat kerja
yang meningkat juga menimbulkan perilaku hemat dan rajin menabung, karena diakui
bahwa hanya dengan jalan seperti itu, niat suci tadi bisa cepat tercapai, seperti
diungkapkan berikut.
“Untuk mengejar niat itu harus disisihkan sedikit-sedikit (menabung)
dari hasil keuntungan usaha yang dijalankan dan alhamdulillah kalau kita
sudah niatkan maka akan bisa terlaksana. Rata-rata orang Gu-Lakudo
yang berdagang itu sudah haji” (H. Suleman, 11 Maret 2006).
Tentang niat ini ada beberapa kasus menarik yang relevan. Kasus-kasus tersebut
diangkat dari pengalaman dan ungkapan informan sebagai berikut.
belum haji itu tidak pernah berniat untuk naik haji, karena semua itu tergantung dari niat
(H. Syarifuddin,16 Juni 2005).
Apa yang dapat kita pahami dari telaah fenomena empiris, menunjukkan bahwa
niat merupakan unsur daya dorong yang sangat penting dalam segala kegiatan umat
Islam dan inilah yang dipraktekan oleh masyarakat pedagang Gu-Lakudo dalam
menjalankan usaha dagangnya. Mereka sangat memahami bahwa niat itu adalah suatu
keharusan, karena disyariatkan dalam Islam. Untuk itu, setiap muslim harus beriman
kepada urgensi niat bagi seluruh amal perbuatan agama dan dunianya, sebab seluruh
amal perbuatan akan terhormat dengannya, kuat-lemahnya tergantung padanya, dan
baik-buruknya terkait dengannya (Al-Jazairi, 2003:105).
Dalam dunia bisnis, niat dan atau tujuan itu diarahkan untuk mendapatkan rezeki
berupa kemudahan dan keuntungan usaha, agar usahanya berkembang. Khusus bagi
masyarakat Gu-Lakudo niat atau tujuan menjalankan usaha sebagaimana yang telah
dijelaskan adalah untuk menyempurnakan rukun Islam yaitu menunaikan ibadah haji
bagi yang belum haji, sedangkan bagi mereka yang telah menunaikannya niatnya adalah
untuk meningkatkan ibadah seperti mengeluarkan infak dan sedekah dan amal-amal
jariah lainnya. Inilah dasar motivasi yang menyebabkan mereka bekerja keras dan dari
hasilnya itu dipupuk atau ditabung sedikit demi sedikit, sehingga menjadi akumulasi
modal yang lebih besar. Sebagaimana niat, maka tujuan dalam sebuah usaha juga adalah
berfungsi sebagai pedoman dan tercapai atau tidaknya merupakan salah satu indikator
keberhasilannya.
Keimanan seorang muslim kepada urgensi niat bagi seluruh perbuatan, dan
kewajiban perbaikan niat telah terungkap pada beberapa firman Allah dalam Al-Qur’an2.
Sementara dalam hadits didapati, antara lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Umar bin Khattab bahwa setiap perbuatan hanya sah dengan niat, dan setiap
orang akan mendapatkan imbalan sesuai dengan niatnya dan hadis yang diriwayatkan
oleh Muslim dari Abu Hurairah Allah tidak melihat kepada bentuk fisiknya kalian, dan
harta kalian, namun melihat kepada hati kalian, dan amal perbuatan kalian. Penglihatan
kepada hati berarti penglihatan kepada niat, sebab niat adalah motivasi amal perbuatan
2
Firman Allah: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (QS. Al-Bayyinah:5) dan firman Allah: “Katakanlah,
Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama” (QS. Az-Zumar:11).
100
(Al-Jazairi, 2003:106). Hal ini, telah terbukti dalam kehidupan usaha masyarakat Gu-
Lakudo, bahwa dengan motivasi kerasnya untuk mencapai niatnya yang suci yaitu
menyempurnahkan rukun Islam naik haji ke tanah suci Mekkah, maka rata-rata usahanya
berhasil, sehingga dalam beberapa tahun sudah bisa naik haji, seperti dikatakan informan
berikut:
“Kami menjual ini baru tiga tahun, kami mulai jualan ini dengan modal
Rp.12.000.000 dan alhamdulillah saat ini kami sudah bisa naik haji
berdua. Karena itu saya menyarankan, kalau kita sudah mau dan sudah
bisa mencukupi ongkos naik haji, maka jangan banyak pikir lagi tentang
harta bahwa nanti kita rugi tidak bisa lagi berusaha, itu nanti Allah yang
atur. Karena biar kita punya rumah tingkat tiga kalau belum ada kemauan
atau panggilan Allah tidak bisa juga, makanya niat itu sangat penting.
Mungkin saja orang kaya yang belum haji itu tidak pernah berniat untuk
naik haji, karena semua itu tergantung dari niat” (H. Syarifuddin,16 Juni
2005).
Demikian pula dengan yang diungkapkan oleh H. Umar seperti yang telah
dipaparkan pada kasus terdahulu bahwa dengan niat pertama kali buka usaha untuk mau
naik haji, maka setelah tiga tahun berusaha sudah bisa naik haji berdua bersama istri,
sementara H. Muhammad Saleh mengatakan setelah dekapan tahun berusaha baru bisa
naik haji, karena dikatakannya semua itu tergantung dari rezeki masing-masing orang,
karena ada yang hanya dua tahun saja berusaha sudah bisa naik haji. Persoalan ini,
disamping tergantung dari rezeki juga tidak terlepas dari kerja keras dan kehati-hatian
dalam mengelola usaha, seperti tidak bersikap boros dan selalu rajin menabung. Karena
akan beda orang yang hati-hati tidak dan rajin menabung dengan orang yang boros dan
tidak rajin menabung, walaupun niatnya sama yaitu sama-sama ingin menyempurnahkan
ibadah.
Bagi seorang muslim, hanya diwajibkan berniat untuk kebaikan, karena orang
yang mempunyai niat yang baik akan dibalas dengan pahala orang yang mempunyai
amal saleh, seperti halnya niat-niat suci dari semua masyarakat Gu-Lakudo yang ingin
menyempurnakan dan meningkatkan ibadah. Mereka telah memperoleh imbalan
kesalehan menuaikan ibadah haji dan meningkatkan ibadah lain seperti membayar zakat,
infak dan sedekah sebagai akibat dari kerja kerasnya mengembangkan usaha sehingga
dapat berhasil. Sedangkan orang-orang yang mempunyai niat yang rusak akan dibalas
dengan dosa orang mempunyai amal yang rusak.
101
Pada bagian lain Al-Jazairi (2003) menjelaskan bahwa hanya dengan niat yang
rusak, sesuatu yang mubah berubah menjadi sesuatu yang haram, dan sesuatu yang
diperbolehkan menjadi sesuatu yang dilarang, serta sesuatu yang tidak ada kesulitan
berubah menjadi ada kesulitan di dalamnya. Ini semua menguatkan keyakinan orang
Muslim kepada urgensi niat dan nilainya yang agung. Oleh karena itu, orang Muslim
membangun seluruh amal perbuatannya di atas niat yang saleh, dan berusaha keras
untuk tidak mengerjakan amalan tanpa niat, atau niat yang tidak benar. Sebab niat
adalah intisari amal perbuatan dan pilarnya. Baik tidaknya amal perbuatan tergantung
pada niatnya. Karena itulah, masyarakat Gu-Lakudo tidak pernah mengabaikan niat
dalam segala aktivitas keseharian mengurusi dagangan mereka, sebagaimana yang
senantiasa disarankan oleh orang tua mereka berikut:
“Bahwa keberhasilan dari segala sesuatu yang kita lakukan itu sangat
tergantung dari niat. Dalam berusaha dapat diniatkan, baik jangka
panjang maupun jangka pendek dalam jangka pendek dapat diniatkan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun dalam jangka panjang
misalnya untuk menyempurnakan ibadah seperti naik haji, maka Allah
akan mengabulkan niat kita, yang penting tetap berusaha sesuai
ketentuan agama, tidak memperdagangkan barang-barang yang dilarang
atau menipu orang” (H. Baharuddin, 15 Juni 2005).
Niat merupakan kriteria sahnya ibadah secara umum. Dengan kata lain, semua
bentuk amal kebaikan dapat dikatakan ibadah ammah (umum) bila dilandasi dengan niat
semata-mata karena Allah. Selain itu niat juga diutamakan dalam ibadah mahdah dengan
tujuan untuk membedakan ibadah mahdah yang satu dengan lainnya, misalnya untuk
membedakan shalat fardhu dan shalat sunnah. Niat juga merupakan salah satu sahnya
ibadah mahdah (lihat QS. Al-Bayyinah:5)3.
Islam menganjurkan bahwa semua aktivitas atau usaha yang akan dilaksanakan
harus diawali dengan niat yang baik atau dalam ekonomi konvensional lebih dikenal
tujuan, agar semuanya dapat bernilai ibadah atau dapat menunjang pelaksanaan dan
penyempurnaan ibadah yang diwajibkan oleh Allah, sebab apa pun kebaikan yang
dilakukan manusia merupakan bentuk penghambaan dan penyembahan hamba terhadap
khalik-Nya dan penghambaan itu hanya mendapat penilaian dari Allah kecuali ada
3
Firman Allah: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-
Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”... (QS. Al-Bayyinah:5)
Hadis Nabi: “Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya, dan sesungguhnya apa yang diperoleh oleh seseorang
adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya” (HR. Bukhari dan Muslim).
102
niatnya4. Nurcholish Madjid mengomentari bahwa hadits tentang niat yang berbunyi
segala sesuai tergantung dari niatnya merupakan sebuah hadits yang amat terkenal, dan
konon merupakan hadits yang paling otentik di antara semua hadits (Madjid, 2000:412).
Lebih jauh beliau menjelaskan bahwa nilai dari setiap bentuk kerja itu tergantung
kepada niat-niat yang dipunyai pelakunya. Jika niat atau tujuannya tinggi (seperti tujuan
mencapai ridha Allah) maka ia pun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika
tujuannya rendah (seperti, misalnya, hanya bertujuan memperoleh simpati sesama
manusia belaka), maka setingkat tujuan itu pulalah nilai kerjanya tersebut.
Nabi menegaskan bahwa nilai kerja manusia tergantung kepada komitmen yang
mendasari kerja itu. Tinggi-rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang sesuai dengan
tinggi-rendah nilai komitmen yang dimilikinya. Komitmen atau nilai adalah suatu bentuk
pilihan dan keputusan pribadi yang dikaitkan dengan sistem nilai (value system) yang
dianutnya. Oleh karena itu komitmen atau niat berfungsi sebagai sumber dorongan batin
bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, dan jika ia
mengerjakannya, akan dikerjakannya dengan tingkat kesungguhan yang tinggi.
Tentang komitmen dan kesungguhan yang tinggi ini, dalam praktek di
masyarakat Gu-Lakudo seperti ditunjukkan oleh H. Sabirin, ketika berniat untuk
mengembangkan misi agama di Bau-Bau dengan mendirikan sebuah lembaga
pendidikan pesantren yang dilakukan dengan kerja keras walaupun tanpa dukungan uang
kontan ditambah lagi tidak direstuinya oleh Kepala Kantor Agama Kabupaten saat itu,
namun dengan komitmennya, beliau tetap jalankan dan akhirnya saat ini lembaga
pendidikan tersebut sudah berjalan dengan baik dengan dukungan santri sekitar 200
orang santri, yang terakhir ini bernama “Pondok Pesantren Syekh Abdul Wahid”.
Suatu niat yang suci harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan
komitmen yang tinggi dengan kerja keras dan semata-mata karena ridha Allah bukan
karena tujuan lain untuk dipuji dan membanggakan diri dengan menyebut-nyebut
keberhasilan atau kebaikan yang telah dilakukan (QS. Al-Baqarah:264)5. Perbuatan baik
4
Firman Allah: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku …” (QS. Adz-
Dzariyat:56). Hadits Nabi: “Sesungguhnya amal itu dinilai bila disertai dengan niat. Dan sesungguhnya masing-masing
orang mendapatkan balasan dari perbuatannya sesuai dengan niatnya …” (HR. Bukhari dan Muslim).
5
Peringatan tentang persoalan niat dan komitmen untuk melaksanakannya, pada dasarnya sudah tergambar dalam
firman Allah: “Wahai sekalian orang-orang yang beriman! Janganlah kamu membatalkan sedekah-sedekahmu dengan
umpatan (menyebut-nyebut kebaikan itu) dan sikap menyakitkan hati, seperti orang yang mendermakan hartanya secara
pamrih kepada manusia dan tanpa ia beriman kepada Allah dan Hari Kiamat. Perumpamaan orang itu adalah bagaikan
batu besar yang keras, yang di atasnya ada sedikit debu, kemudian ditimpa oleh hujan lebat dan batu itu
103
seperti sedekah pun akan kehilangan nilai kebaikannya yang intrinsik kerena motivasi
pelakunya yang rendah, yaitu hanya ingin diketahui atau dipuji orang dengan menyebut-
nyebutnya, tidak pada harapan untuk mencari ridha Allah.
Setiap orang seharusnya berniat untuk melakukan sesuatu, karena ada tujuan
yang hendak dicapai dari niat sucinya itu (bukan niat untuk pamer dan menyakiti hati
orang). Karena itu, penetapan tujuan yang jelas merupakan persoalan yang sangat
penting sebelum melakukan suatu pekerjaan, agar apa yang dikerjakan terkonsentrasi
pada suatu arah yang jelas. Dengan demikian akan terjadi suatu efisiensi dan efektivitas
yang tinggi, karena semua energi terpusat pada suatu titik tertentu menuju tujuan yang
telah ditetapkan tadi. Hal seperti inilah yang dilakukan oleh masyarakat Gu-Lakudo,
bahwa dengan dituntun oleh niatnya meningkatkan ibadah, maka apa pun yang
diusahakan itu dikonsentrasikan untuk mencapainya melalui penyisihan berapa pun
pendapatan yang diperoleh harus ada yang ditabung.
Dalam hubungan ini, Munawwir (1986:149) menulis bahwa orang-orang yang
sukses memusatkan perhatiannya semata-mata kepada suatu tujuan, dan inilah yang
membangkitkan tenaga begitu dahsyat. Segala kekuatan dan energi, diarahkan kepada
suatu titik tertentu, sehingga dia merupakan kumpulan dari berbagai kekuatan.
Munawwir mengajak, marilah kita mendalami makna tujuan-tujuan itu. Jika anda
menyerahkan diri kepada hasrat keinginan dan cita-cita anda, jika anda menggandrungi
tujuan anda, maka anda akan mendapatkan kekuatan fisik dan semangat yang diperlukan
untuk mencapai tujuan anda. Di samping itu anda akan mendapatkan sesuatu yang
sangat berharga. Anda akan mendapatkan peralatan “otomatis yang diperlukan untuk
membawa anda maju, langsung menuju ke tujuan anda. Yang paling mengherankan dan
mengagumkan ungkap Munawwir mengenai tujuan yang dihayati ialah membuat anda
langsung menuju ke sasaran anda. Memang betul demikian. Demikian keterangan:
Apabila anda menyerahkan diri kepada tujuan anda, tujuan itu sendiri bekerja di bawah
sadar anda. Bawah sadar anda selalu siap sedia. Tanpa bekerjasama dengan bawah
sadarnya, orang menjadi ragu-ragu, bingung, tak bisa mengambil keputusan. Dan,
setelah tujuan anda terserap di dalam bawah sadar, maka anda akan bereaksi tepat,
secara otomatis. Maka kesadaran anda akan siap untuk berpikir cerah dan terang.
ditinggalkannya tanpa apa-apa. Orang-orang serupa itu tidak akan berbuat sesuatu dengan apa yang telah mereka
lakukan. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang ingkar” (QS. Al-Baqarah:264).
104
Niat dalam konteks ini bukan hanya sekedar diucapkan secara lisan dan meyakini
sebagai rukun amal perbuatan dan syaratnya dengan mengatakan, Allahumma nawaitu
kadza (Ya Allah, aku berniat melakukan amal perbuatan ini), dan tidak pula hanya
sekedar pembicaraan jiwa. Namun, niat adalah kebangkitan hati kepada amal perbuatan
yang baik untuk tujuan mulia yang mendatangkan manfaat, dan sebaliknya menolak
maksiat yang terjadi sekarang, atau mendatang. Niat merupakan pernyataan keinginan
atau tujuan yang hendak dicapai dalam segala aktivitas dan diarahkan kepada amal
perbuatan dalam bentuk kerja keras untuk mencari keridhaan Allah.
Berdasarkan hadis-hadis tersebut, sah atau tidaknya dan diterima atau tidaknya
suatu perbuatan ibadah sangat bergantung pada niat, maka terdapat kaitan erat antara
niat dan perbuatan ibadah. Kedudukan niat sangat menentukan kualitas perbuatan ibadah
dan hasil yang diperolehnya karena niat itu adalah jiwa dari perbuatan, pedoman dan
kemudinya. Menurut Jumhur (mayoritas) ulama, niat itu wajib dalam ibadah. Niat
merupakan syarat sah suatu ibadah. Demikian halnya dalam bermuamalah atau
menjalankan transaksi bisnis yang mengharapkan keridhaan Allah, sangat diharuskan
adanya niat terlebih dahulu.
Kalau niat dikatakan sebagai gerakan hati tentang tujuan yang hendak dicapai
yang dengannya seseorang termotivasi untuk melaksanakannya, maka dapat dipastikan
bahwa tanpa niat baik yang diridhai Tuhan, suatu aktivitas tidak akan punya arah yang
jelas, sehingga motivasi yang ada dengan segala keberhasilannya hanya akan menjadi
demonstrasi belaka yang tidak bernilai ibadah. Hal semacam ini, telah dikatakan oleh
Al-Jazairi (2003:107) bahwa amal perbuatan tanpa disertai akan niat menjatuhkan
pelakunya ke dalam riya dan tercela.
105
Telaah Kasus
Dunia dan seluruh isinya, termasuk rezeki yang dicari kemudian dimakan adalah
semua milik Allah. Apa yang kita peroleh dari hasil usaha yang kita jalankan semua
hanya karena kemurahan Sang Pemilik. Tidak ada seorang pun manusia yang mampu
menciptakan rezekinya sendiri, karena dia juga adalah ciptaan-Nya. Untuk itu, bagi
manusia yang sadar akan hal itu, mengetahui konsistensinya dalam kehidupan ini, tidak
ada tempat dan waktu untuk tidak berdoa, memohon kepada Sang Pemilik, Sang
Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Allah.
Masyarakat Muslim Gu-Lakudo yang menjalankan usaha dagang, memahami
betul hal itu, sehingga semua kegiatan dalam menjalankan usahanya selalu dimulai
dengan doa, tentunya setelah diniatkan lebih dahulu. Beberapa pernyataan tentang hal
tersebut akan dikemukakan sebagai berikut.
“Dalam memulai usaha biasanya kita harus baca doa selamat dulu,
karena doa itu penting dan dianjurkan untuk setiap kegiatan, mohon
dihindarkan dari bahaya, mohon keberkahan dari usaha yang dijalankan.
Kemudian setelah berhasil ada juga sebagian yang bikin acara baca doa
syukuran walaupun tidak semua, tergantung kemauan” (H. Mansyur, 2
Juli 2005).
Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa baca doa dalam memulai usaha
atau akan berbelanja sudah menjadi tradisi di lingkungan masyarakat Muslim Gu-
Lakudo. Diungkapkan pula bahwa:
Adapun yang menyangkut modal uang, tidak akan digunakan sebelum
dibacakan doa terlebih dahulu. Artinya Doa merupakan suatu keharusan
untuk dilakukan sebelum suatu usaha atau kegiatan dagang dijalankan.
Karena diyakini bahwa hanya dengan berdoa itulah Allah akan
memberikan rezeki (H. Abdul Azis, 3 Juli 2005).
Doa dalam pemahaman masyarakat Gu-Lakudo diakui sebagai salah satu unsur
penyebab keberhasilan usaha yang mereka jalankan dan dalam sejarah perkembangan
usaha mereka mengakui berkat doa dari KH.Abdul Syukur dan KH. Asy’ari. Demikian
diungkapkan informan bahwa:
“Beliau-beliau (KH.Abdul Syukur dan KH. Asy’ari) inilah yang
mendoakan untuk kesejahteraan masyarakat kami, dan mengajarkan
bukan hanya ibadah saja tetapi juga masalah bermuamalah, mengajarkan
doa-doa untuk berusaha” (H. La Angge, 2 Juni 2005).
Antara doa dan usaha sama pentingnya dalam kehidupan ini, karena itu harus
jalan bersamaan. Simak ungkapan berikut:
“Bagaimana bisa berhasil kalau hanya berdoa saja tidak berusaha,
sebaliknya kalau hanya berusaha tanpa doa (menjalankan shalat dan
108
zakat) tidak akan berkah. Berkah daripada doa itu sangatlah besar
terhadap datangnya rezeki. Rezeki itu akan datang dari mana saja yang
kadang tidak dapat diduga manusia” (H. La Angge, 4 Juni 2005).
H. La Angge meyakinkan bahwa, lihat saja tokoh saya ini alhamdulillah tidak
pernah sepi, kalau jam-jam 9 pagi itu padat sekali, padahal di toko lain itu biasanya sepi.
Beliau mengakui bahwa keberhasilan itu dicapai karena kerja yang disertai doa dan
ketaatan terhadap perintahnya seperti melaksanakan shalat sebagai sarananya. Demikian
ungkapan beliau.
“Semua saya sadari bahwa berkat rezeki dari ibadah yang di dalamnya
selalu saya sertakan doa. Saya mengamalkan doa-doa dari shalat dhuha
10 kali, kemudian di shalat fajar dengan membaca dzikir: Subhanallah
wabihamdihi adzim astagfirullah 100 kali. Setelah itu kita baca
Allahumma rabba haadzi wajibrika Muhammadin saw 3 kali, setelah itu
saya dzikir lagi 100 kali Subuhanallah wabihamdihi adzim astagfirullah.
Habis shalat dhuha saya baca lagi Ya basith 10 kali kemudian berdoa
yang dianjurkan pada shalat itu, yaitu: Yang tidak halal dibersihkan,
yang jauh didekatkan, yang di dalam bumi dimunculkan. Kalau shalat
lain tidak ada ketentuan, tetapi kita bisa tambah doa itu setiap selesai
shalat. Sebenarnya surat al Waqiah itu sangat baik dibaca, tetapi kadang
kita tidak punya waktu, karena panjang, makanya saya pilih zikir-zikir
pendek saja. Ibu-ibu sangat cocok baca al Waqiah pada subuh hari” (H.
La Angge, tanggal, 4 Juni 2005).
Keberhasilan setiap usaha juga tidak terlepas dari doa istri sebagaimana
diungkapkan bahwa:
“Keberhasilan usaha ini juga berkat doa yang selalu kita minta kepada
Allah, termasuk doanya istri. Beliau kemudian menyarankan agar ibu-ibu
itu harus selalu berdoa meminta, utamanya baca Al Fatihah, dan surat
Waqiah bagi mereka yang menjual” (H. La Angge, 4 Juni 2005).
Karena itu, maka dalam berusaha kita harus banyak berdoa. Dalam hubungan ini,
H. La Angge mengungkapkan bahwa:
“Untuk memperbanyak doa, maka saya praktekan cepat tidur dan cepat
bangun untuk shalat tahajjud, shalat fajar dan insya Allah setiap malam
bisa bangun setengah tiga” (H. La Angge, 4 Juni 2005).
Adapun teks dan materi doa yang digunakan oleh masyarakat Gu-Lakudo yang
menjalankan usaha dagang adalah sesuai dengan yang tercantum dalam Al-Qur’an,
sebagaimana diungkapkan bahwa:
“Saya dan semua masyarakat Gu-Lakudo yang paham agama itu tidak
lagi memakai doa-doa orang dulu, tetapi yang kami pakai adalah apa saja
yang ada dalam Al-Qur’an, karena dalam Al-Qur’an itu sudah lengkap
semua. Saya sarankan kita pakai saja doa dalam Al Qur’an karena tidak
ada lagi yang bisa melawan Tuhan dan yang Maha Memberi” (H. La
Angge, 4 Juni 2005).
Demikian pula kalau usaha mereka sudah berhasil, maka dalam tradisi,
masyarakat Gu-Lakudo, harus baca doa-doa syukur khusus, agar ditambahkan rezeki.
Dalam praktek, biasanya mereka memanggil orang tua untuk dibacakan. Bersyukur atau
berterima kasih kepada Allah dengan keberhasilan yang dicapai biasanya juga dilakukan
dengan sujud syukur.
Dalam keseharian menjalankan usaha, kalau sudah dapat rezeki atau sudah laku
walaupun sedikit, kita langsung baca Alhamdulillah, atau Rabbana aatina fiddunia
hasanah wal fil akhirati hasanah (H. Baharuddin, 9 Juni 2005). Karena, bagaimana pun
kita berusaha atau mencari tetapi kalau tidak pandai mensyukuri nikmat Allah, maka apa
yang kita peroleh tidak akan berkah atau usaha yang dijalankan bisa jadi tidak lancar,
karena tidak pernah bersyukur, padahal semua yang diperoleh adalah atas ridha Allah
(H. Kaharuddin Syukur, 16 Desember 2004).
Masyarakat Gu-Lakudo itu tetap memegang pemahaman bahwa kalau mulai
buka usaha itu harus baca doa dulu dan kalau sudah berhasil ya begitu juga untuk baca
doa syukur. Hal ini diceritakan oleh Hasanuddin Buro (karyawan BRI) yang banyak
mengenal tokoh masyarakat bahwa:
“Satu kali saya pernah telpon ke rumahnya H. Baharuddin, tetapi beliau
tidak ada, anaknya bilang bahwa pak haji masih pergi baca doa. Setalah
beliau datang mengatakan memang saya tadi dipanggil baca doa untuk
orang yang baru mau buka kiosnya. Setelah itu saya tanya bahwa kenapa
tidak langsung baca di kiosnya saja seperti di La Elangi dulu yang saya
tahu hampir setiap selesai shalat Subuh kita makan nasi dan kue dos di
sana. Beliau bilang bahwa baca doa itu di mana saja tergantung dari yang
punya hajat di mana saja, karena kita tetap mintakan kepada Allah, tetapi
110
Apa yang telah diceritakan oleh Hasanuddin Buro, terbukti dalam pengamatan,
ketika mengikuti aktivitas beliau, yaitu:
“Ketika itu, kami bermaksud ke rumah beliau, namun singgah shalat Isya
dulu di masjid Raya Bau-Bau. Setelah shalat selesai dan imam pun telah
baca doa, beliau kemudian shalat sunnah rawatib sementara jamaah lain
sudah pada keluar, saya terus memperhatikan beliau hingga keluar dan
mengikutinya dari belakang dan di halaman masjid saya hampiri dan
menyapanya kalau ada waktunya bapak saya bermaksud ke rumah
sekarang. Tetapi beliau bilang kalau sekarang ini tidak bisa, karena sudah
mau dijemput ke Kelurahan Kadolomoko untuk baca doa hajatan
keluarga dari Gu-Lakudo juga. Beliau bilang saya sudah cepat-cepat mau
ke rumah dulu. Dan memang betul bahwa pas keluar dari pagar masjid
sudah ditunggu jemputan di jalan sehingga beliau tidak jadi pulang ke
rumahnya” (Catatan pengamatan lapangan hari Kamis tanggal 7 Juli
2005 pukul 19.20).
Demikian pula pengamatan saya keesokan harinya Jum’at tanggal 8
Juli 2005, sekitar pukul 08.00 saya ke kiosnya di pasar La Elangi, dan
bermaksud akan ke rumahnya, karena menurut jadwalnya hari Jum’at beliau
tetap ada di Bau-Bau.
Dari berbagai fenomena yang terlihat praktek dan cerita yang diungkapkan para
informan, menunjukkan bahwa begitu pentingnya doa ini di lingkungan masyarakat Gu-
Lakudo, sehingga di samping dilakukan secara peribadi di masing-masing keluarga pada
waktu yang diinginkan, juga sudah dijadikan tradisi tahunan yang masih terpelihara,
yaitu setiap tahun setelah 3-7 hari selesai Idil Fitri mereka adakan doa syukuran dan doa
selamatan. Simak ungkapan informan berikut:
111
Mereka menganggap bahwa baca doa di kampung itu lebih afdhal daripada di
rantau, karena dapat berkumpul bersama keluarga. Jadi dalam praktek, umumnya
mereka berusaha untuk daftar naik haji melalui kampung, tetapi kalau pun mereka
terpaksa mendaftar di daerah rantaunya, namun tetap pulang baca doa selamat di
kampung. Demikian pula kalau mereka kembali dari tanah suci, harus ke kampung dulu
untuk baca doa syukur, nanti setelah itu baru kemudian pulang ke daerah rantaunya.
Tradisi seperti masih tetap terpelihara sampai saat ini, seperti diungkapkan berikut:
“Tradisi yang masih berjalan hingga saat ini adalah doa selamatan dan
pelepasan bagi mereka yang akan naik haji. Ketika itu, selama hingga
tujuh hari setelah lebaran Idil Fitri, mereka yang akan naik haji tidak
boleh ke mana-mana, karena para keluarga dan tetangga akan datang
memberikan doa selamat” (H. Ahmad Hamzah, 19 Januari 2006; H.
Mansyur, 2 Juli 2005).
Sebagai muslim masyarakat Gu-Lakudo sangat menyadari apa pun yang dilakukan
hanyalah menjalankan perintah-Nya, jadi apa pun yang diperoleh adalah berkat
rakhmat yang diputuskan-Nya kepada kita. Karena itu, Allah memerintahkan kepada
hamba-Nya untuk selalu meminta (berdoa) agar diberikan rakhmat dan nikmat-Nya.
Doa bisa dilakukan secara terintegrasi dengan shalat lima waktu dan shalat sunnat.
Khusus yang berhubungan dengan usaha sangat dianjurkan setelah shalat tahajjud
dan shalat dhuha. Ada pula yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan
keinginan yang menghajatinya (H. Mulia Basri, 31 Mei 2006).
beberapa tahun ini belum diberikan uangnya yang jumlahnya masih puluhan juta. Dia
minta pendapat bagaimana caranya agar uangnya bisa kembali. Kami menyarankan
harus didoakan agar yang bersangkutan diingatkan oleh Allah sehingga mau
mengembalikannya. Kami bilang bahwa kalau orang Gu-Lakudo itu dalam memulai
usaha atau ingin pergi belanja, mereka harus baca doa selamat atau minta keberkahan
dan keselamatan serta kemudahan dalam berusaha lebih dahulu, dan hal itu bisa
dilakukan sendiri tetapi umumnya mereka memanggil atau pergi sama orang yang
ditokohkan, kami sebut seperti H. Baharuddin. Mendengar penjelasan kami, sepertinya
dia kaget dan mengatakan begitukah mereka? Kami bilang ya begitu, dia langsung
bilang, kalau bisa saya juga mau pergi minta petunjuk tentang usaha saya ini (Wde, 16
Juni 2005).
merasakan manfaatnya. Sebagai pembaca doa, biasanya tidak selamanya juga cocok
dengan yang meminta atau tidak terkabulkan. Jadi, dalam pengamatannya kalau mereka
datang hanya satu kali berarti mungkin tidak cocok, tetapi bagi yang datang terus berarti
cocok. Sebagai pembaca doa seharusnya berguru agama kepada para ulama, dan selalu
mengikut apa yang dianjurkan oleh Al-Qur’an dan meninggalkan larang-larangannya,
supaya tetap mendapat kepercayaan di mana pun berada.
Kata pak haji, saya sangat bersyukur kepada Yang Maha Kuasa, karena semua
gerakan ini tergantung yang Maha Kuasa bukan kepunyakan kita. Alhamdulillah, kalau
malam dan hari Jum’at di rumah ini selalu banyak orang. Demikian pula kalau saya ke
Boneoge, Nepa-Nepa, dan di Lakudo juga selalu dipercayakan untuk membaca doa, ada-
ada saja Allah memberikan dan semuanya karena kekuasaan Allah. Alhamdulillah apa
yang kita pelajari sama ulama-ulama itu memang Allah sudah buktikan kepada saya,
tentang nilai-nilai agama yang disampaikan oleh KH. Abdul Syukur semasih hidupnya.
Sehubungan dengan profesinya yang dipercayakan masyarakat sebagai tukang
baca doa dan guru ngaji saat ini, maka beliau selalu berusaha mendekatkan diri secara
batin kepada Allah agar permintaannya untuk masyarakat, keluarga dan pribadinya dapat
dikabulkan. Caranya antara lain, yang dapat kami amati secara langsung, yaitu setiap
selesai shalat fardhu kalau tidak ada acara, setelah baca doa, selalu membaca Al-Qur’an
satu Juz, baik di rumah maupun di masjid. Pada saat kami baru ingin ketemu pertama
dengan beliau melalui anaknya Burhanuddin disampaikan nanti sekitar pukul 07.00,
karena bapak itu kalau sudah shalat shubuh kebiasaannya selalu baca Qur’an dulu paling
sedikit satu juz sambil menunggu shalat dhuha. Apa yang dikatakan anak sulungnya
Burhanuddin tadi memang benar, dan kami buktikan kebenaran itu, dimana ketika kami
ke rumahnya pagi itu beliau baru saja selelesai membaca Al-Qur’an. Hal ini kami
buktikan pula ketika kami ingin ketemu di masjid yang tidak kurang dari tiga kali baik
saat dzuhur maupun ashar, beliau masih tetap berada di samping tiang masjid sedang
membaca Al-Qur’an satu juz, dan nanti setelah itu baru kami bisa ketemu. Beliau
praktekan hal seperti ini karena disampaikan pula KH. Abdul Syukur ketika selalu
bersama-sama semasih hidupnya. Kata beliau, sebenarnya saya juga ingin mengikuti
jejaknya pak Kiayi kalau pulang dari masjid itu harus baca Yasin, tetapi kadang baru
114
mau memulai baca, datang lagi yang memberi salam, maka saya harus jawab karena itu
kewajiban, sebab kalau salam tidak dijawab itu berdosa.
pahami, lagi pula tidak membutuhkan pengorbanan materi, tetapi yang namanya kita
manusia yang merupakan obyek garapan setan, maka hal itu selalu kita lupakan, karena
sudah terpedaya hasutan setan tadi. Dzikir atau mengingat Allah dalam setiap saat itu
sangat penting, karena bagaimana kita mengharapkan kasih sayang Allah, kalau kita
sendiri tidak pernah mengingat-Nya atau menyebut nama-Nya. Oleh karena itu kalau
kita mau diingat Allah, maka terlebih dahulu kita mengingat-Nya (H. Baharuddin, 9 Juni
2005).
Untuk itu, kalau dalam berjualan marilah kita selalu ingat Allah, misalnya
dengan mengucapkan bismilllahi tawakkaltu alallahi walaa haula walaa kuata illa
billahil aliyil adzim, wasubhana llahi walhamdulillah wala ilaha illallahu wallahu
akbar, supaya kita tidak kosong mengingat Allah. Jadi sambil menjual, dzikir dan wirid
juga harus jalan, misalnya subuhanallah, alhamdulillah dan lain lain. Atau
mengucapkan shalawat, sebab kalau kita membaca satu kali shalawat, Allah akan
membalas 10 kali. Karena, jangankan kita manusia, Allah dan Malaikat-Nya pun
bersalawat kepada Nabi buktinya Innallaha wamalaa ikatihi yushalluuna alan nabi,
sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada nabi.
Beliau kembali menekankan bahwa yang penting dimana saja kita berada, harus
ingat Allah, misalnya Laailaha illallah, Subhanallah, Allahu Akbar, dll. Insya Allah
bagi masyarakat kami (Gu-Lakudo) yang berdagang atau menjual di pasar La Elangi itu,
walaupun mendapat musibah tetapi tidak lama sudah berkembang lagi hartanya, karena
mereka selalu mengingat Allah walaupun sementara berdagang. Secara nyata hal
tersebut dapat dibuktikan, dimana mereka selalau shalat berjamaah tepat waktu.
Makna dan kehadiran dzikir dalam berusaha sangat penting artinya, di samping
unsur-unsur lainnya seperti niat, doa, jujur, shalat dan zakat. Hal ini diungkapkan
informan berikut:
“Saya setuju kalau doa, niat, jujur dan takwa adalah modal penting yang
harus dimiliki oleh setiap orang dalam menjalankan aktivitas dan
profesinya termasuk profesi dagang, namun harus ditambahkan dengan
kata dzikir atau ingat kepada Sang Pemberi rezeki dan terhadap usaha
yang akan dikerjakan. Setiap orang harus punya ingatan atau dzikir yang
kuat terhadap segala sesuatu yang dikerjakan, utamanya kepada Allah
dan kepada usaha yang dijalankan. Ingat kepada usaha yang dijalankan
berarti tekun atau sungguh-sungguh terhadap profesi atau usaha yang
116
Dikatakan bahwa setiap usaha atau pekerjaan apa saja yang halal harus disertai
doa. Doa dapat dikatakan salah satu modal utama, tetapi bukan berarti sebagian besar
hanya digunakan untuk berdoa dengan memberikan porsi waktu yang kecil untuk
bekerja. Kalau demikian justru sudah menyalahi ajaran agama, karena Allah pun
memerintahkan hambanya untuk bekerja keras dan tidak akan ada rezeki yang akan
jatuh dari langit. Hal ini dapat dipahami dari ungkapan informan berikut.
Seperti di pasar ini, doa yang kita ucapkan adalah agar jualan kita laris.
Kita tidak dianjurkan hanya untuk tinggal diam dan duduk berdoa saja,
sementara kita butuh makan untuk hidup baik, ibadah baik apabila
kehidupan juga baik. Al-Qur’an sendiri telah mengajak kita untuk
memohon kepada Allah agar kehidupan ini baik di dunia dan baik pula di
akhirat. Rabbana aatina fiddunia hasanah wal fil aakhirati hasanah.
Bagaimana bisa hasanah diakhirat kalau di dunia tidak hasanah. Nanti
bisa mencuri, kalau sudah mencuri bagaimana nanti bisa hasanah di
akhirat. Jadi berusaha adalah penting, karena Rasulullah sendiri sudah
berdagang. Bagaimana nanti mau bersedekah kalau tidak berusaha untuk
mencari harta, orang sudah berteriak menyumbang 10 ribu atau 50 ribu,
kalau kita tidak berusaha bagaimana mungkin kita berteriak seperti itu.
Walaupun juga meneriakkan sumbangannya itu kurang bagus, yang lebih
baik adalah diam-diam saja jangan diketahui orang cukup Allah saja
yang tahu (H. Baharuddin, 9 Juni 2005).
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa doa bisa bernilai ekonomi atau berfungsi
sebagai modal jika dia menyertai suatu aktivitas ekonomi, seperti halnya berdagang atau
bentuk usaha lainnya.
Berdasarkan telaah fenomena telah diuraikan bagaimana doa itu dapat dikatakan
sebagai modal dalam praktek kehidupan dagang pada masyarakat Gu-Lakudo.
Selanjutnya pada kesempatan ini akan dilakukan kajian tentang manfaat doa dalam
berbagai aspek kehidupan dunia, khususnya dalam bidang ekonomi. Pada uraian ini,
fenomena yang terjadi akan dikomparasikan dengan teori dan konsep-konsep Islam. Doa
merupakan ibadah yang tidak menuntut syarat dan rukun yang ketat. Banyak firman
Allah maupun sabda Rasulullah yang memerintahkan orang-orang beriman agar selalu
117
berdoa, seperti dalam QS. Al-Mu’min:60 dan 65; al-A’raf:180; dan hadits seperti yang
diriwayatkan at-Tirmidzi6.
Berdasarkan kandungan ayat dan hadits tentang doa tersebut, maka dapat
dipahami bahwa doa itu merupakan perintah Sang Pencipta, karena dia adalah perintah
Allah, maka wajib untuk dilaksanakan. Allah akan senang kalau hamba-Nya selalu
memohon kepada-Nya, karena doa merupakan sarana komunikasi batiniah secara
langsung kepada-Nya. Memahami hal ini, maka masyarakat Gu-Lakudo menjadikan doa
sebagai tradisi, ketika mau membuka usaha, akan berbelanja, dan kita mendapat rezeki.
Seperti yang telah dijelaskan, maka kita kembali bisa menyimak ungkapan informan
berikut.
“Bahwa kalau hari Kamis dan Jumat di sini banyak yang datang untuk
minta tolong dibacakan doa dengan berbagai macam keinginan, apakah
untuk kelancaran usahanya, pergi belanja, masalah keselamatan anak-
anak, atau masalah-masalah keluarga lainnya. Seperti Ibu ini mohon doa
karena anaknya di rantau mengalami kesulitan dalam berusaha” (H.
Baharuddin, 9 Juni 2005, di kediamannya di Bau-Bau).
Seperti yang pernah diungkapan oleh H. Abdul Aziz bahwa dalam pemahaman
masyarakat Gu-Lakudo, telah tertanam anggapan yang boleh dikatakan sudah menjadi
tradisi, yaitu tidaklah cukup modal uang itu kalau tidak didampingi dengan doa terlebih
dahulu. Artinya modal uang yang sudah dimiliki tidak akan dibelanjakan sebelum
dibacakan doa atau dimohonkan petunjuk dan kemudahan serta keselamatan dari Allah.
Simak ungkapan berikut:
“Di masyarakat kami modal doa dijadikan sebagai benteng, memohon
kehadirat-Nya agar diberikan keselamatan, dijauhkan dari musibah dan
dimudahkan rezekinya. Jadi adapun yang menyangkut modal uang, tidak
akan digunakan sebelum dibacakan doa terlebih dahulu. Artinya Doa
merupakan suatu keharusan untuk dilakukan sebelum suatu usaha atau
kegiatan dagang dijalankan. Karena diyakini bahwa hanya dengan berdoa
itulah Allah akan memberikan rezeki” (H. Abdul Azis, 3 Juli 2005).
Dianjurkan agar dalam berdoa, akan sangat baik kalau dilakukan dengan
menyebut nama-nama yang bagus yang dikenal dengan Asmaul Husnah. Begitu
6
QS. al-Mu’min:60: “Tuhanmu berfirman, berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan doamu itu”, dan ayat
65: “Tuhan adalah hidup kekal, tiada Tuhan selain Dia, maka berdoalah kepada-Nya dengan tulus ikhlas”. Al-A’raf:180:
“Allah mempunyai nama-nama yang amat bagus, maka berdoalah kamu kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu”.
Hadits Riwayat at-Tirmizi:: “Maka wajiblah atas kamu berdoa”; Riwayat Hakim: “Maka wajib atas kamu beribadah
kepada Allah dengan berdoa”. Berdoa merupakan ibadah, bahkan dapat merupakan intisari dari ibadah. Riwayat Ahmad
118
pentingnya doa, sehingga Rasulullah sendiri mewajibkan doa tersebut, karena doa
dianggapnya sebagai ibadah, malah pada hadits yang lain dikatakan bahwa doa itu
adalah otak atau jantung dari ibadah. Sebagai otak atau jantung dari semua ibadah, maka
kalau itu tidak dilaksanakan, sudah dapat dikatakan bahwa semua pekerjaan akan jadi
lumpuh, dalam arti tidak mendapat berkah dari Allah. Sementara sesuatu yang tidak
mendapat berkah-Nya, maka sesuatu atau pekerjaan tersebut akan menjadi sia-sia, dalam
arti secara hakekatnya tidak memiliki nilai manfaat, baik terhadap pribadi pelaku
maupun di hadapan Allah.
Dalam hubungan itu, Arifin (1994:296) menjelaskan berdoa berarti bermohon
atau meminta. Bukan bermohon atau meminta kepada manusia, tetapi kepada Tuhan.
Dalam praktek, jika bermohon atau minta kepada sesama manusia, harus dengan cara-
cara tertentu yang baik (etiket) menurut kedudukan si peminta (si pemohon) dan
kedudukan orang tempat kita meminta atau memohon. Pada umumnya cara yang baik,
yang lazim berlaku dalam masyarakat, ialah bahwa si peminta atau si pemohon harus
merendahkan diri dan meninggikan atau memuliakan orang tempat meminta atau
memohon. Begitu pulalah berdoa kepada Tuhan. Bahkan harus lebih dari itu. Si
pemohon harus merendahkan diri serendah-rendahnya, dan memuliakan serta
meninggikan Tuhan setinggi-tinggi dan semulia-mulianya. Kita harus, merendahkan diri
terhadap Allah, dengan serendah-rendahnya, bukan saja ketika kita mengucapkan doa
itu, tetapi setiap waktu, kapan dan di mana saja, sebab Allah itu selalu berada bersama
kita. Allah selalu melihat akan gerak-gerik kita, mengetahui akan lahir dan batin kita7.
Dengan memahami anjuran ini, maka masyarakat Gu-Lakudo, melalui orang yang
dituakan selalu menekankan bahwa dalam segala gerakan atau aktivitas keseharian
jangan sekali-kali melupakan menyebut nama Allah8.
bin Hambal (Imam Hambali) dan Bukhari, bahwa: “Nabi Muhammad bersabda: “Doa adalah ibadah”, demikian yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan at-Tirmizi bahwa: “Doa adalah otak ibadah”.
7
Firman Allah: “Ia (Allah)-lah yang menciptakan semua langit (bintang-bintang dan planet-planet) dan bumi di dalam 6
masa (periode), dan Ia bersemayam di atas Arasy (Singgasana), Ia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa
yang keluar daripadanya, dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke atasnya; dan Ia beserta kamu di mana
saja kamu berada dan Allah melihat apa-apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hadid:4).
8
“Dzikir atau mengingat Allah dalam setiap saat itu sangat penting, karena bagaimana kita mengharapkan kasih
sayang Allah, kalau kita sendiri tidak pernah mengingat-Nya atau menyebut nama-Nya. Oleh karena itu kalau kita mau
diingat Allah, maka terlebih dahulu kita mengingat-Nya. Misalnya kalau berada dalam mobil atau dalam berjualan
ucapkan saja bismilllahi tawakkaltu alallahi walaa haula walaa kuata illa billahil aliyil adzim, wasubhana llahi
walhamdulillah wala ilaha illallahu wallahu akbar. Agar tidak kosong mengingat Allah, maka sambil menjual, ucapkan
subuhanallah, alhamdulillah dan lain lain. Atau mengucapkan shalawat, sebab kalau kita membaca satu kali shalawat,
Allah akan membalas 10 kali. Karena jangankan kita manusia, Allah dan Malaikat-Nya saja bersalawat kepada Nabi
119
Dikatakan pula oleh Arifin (1994:296) bahwa bagaimana pun kita merendahkan
diri serendah-rendahnya (khusyu atau tawaddu) sewaktu berdoa, tetapi kita masih
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang dilarang dan dimurkainya baik itu sebelum
maupun sesudah berdoa, dan juga tidak mengerjakan perintah-Nya, maka tentunya Allah
akan enggan untuk mengabulkannya. Sebenarnya di sinilah letak rahasia kenapa Allah
tidak mengabulkan doa sebahagian besar dari manusia yang berdoa; di sini pulalah letak
rahasia kenapa Allah selalu mengabulkan doa para Rasul dan Nabi-Nabi, para sahabat
dan Tabi’in, para Wali dan orang-orang Shaleh lainnya. Di sini pulalah sebenarnya letak
beratnya berdoa, terutama di zaman modern sekarang ini, yang menganggap remeh doa
sehingga banyak melakukan pelanggaran dari ajaran agama dengan menganggap nanti
juga akan terhapus dengan berdoa kepada Allah. Pada hal bagaimana bisa di kabulkan
sementara syaratnya tidak dipenuhi, yaitu menjauhi segala larangan-Nya dan
mengerjakan semua perintah-Nya.
Sementara itu, Hakim (1986:164) berkata, doa merupakan salah satu ciri umum
kehidupan keagamaan pada tingkat apa pun. Islam menganggap doa sebagai garis batas
yang memisahkan antara iman dan kekufuran. Doa dalam Islam bebas dari segala
macam unsur rendah dan tidak masuk akal serta dimaksudkan sebagai cara penting
untuk membantu membangun sikap seseorang melalui berdzikir (ingat) kepada Allah.
Dalam Al-Qur’an doa disebut dengan istilah dzikir (kegiatan mengingat); tujuan
utamanya bukan untuk memohon keuntungan-keuntungan yang bersifat sementara tetapi
untuk kehidupan yang abadi. Doa merupakan hubungan langsung dengan Allah; di sini
tidak diperlukan perantara atau pun antara, baik ia nabi atau pun (wujud) titisannya. Di
dalam doa, setiap muslim berdoa untuk kepentingan dirinya sendiri maupun kepentingan
orang lain, termasuk Nabi Muhammad sendiri. Oleh karena itu setiap muslim, walaupun
dengan melakukan shalat berjamaah, tetapi sendirian menghadap Allah. Walaupun
demikian dalam posisinya sebagai anggota masyarakat, maka akan semakin kuat dengan
membentuk jamaah itu, dalam arti berdoa bersama-sama (Hakim, 1986:157).
Mengenai adab dan tata cara berdoa, telah dijelaskan dalam Ensiklopedi Islam
bahwa berdoa sebaiknya dilakukan setelah shalat wajib lima waktu dan atau shalat-
buktinya Innallaha wamalaa ikatihi yushalluuna alan nabi, sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada
nabi” (H. Baharuddin, 9 Juni 2005).
120
shalat sunnah, dan pada situasi-situasi tertentu. Ada cara-cara yang perlu dilakukan,
antara lain sebagai berikut: Hendaklah didahului dengan tobat, dianjurkan untuk
menghadap kiblat, membaca ta’awwuz (auzubillah), basmalah (bismillah), hamdalah
(alhamdulillah), selawat atas Nabi Muhammad. Nanti setelah itu baru mulai berdoa atau
memohon kepada Allah sesuai dengan yang diinginkan. Setelah selesai mengucapkan
doa, hendaklah ditutup salawat kepada Nabi Muhammad dan memuji Allah. Hendaklah
doa tersebut diucapkan dengan suara yang rendah disertai dengan keyakinan penuh
bahwa cepat atau lambat doa itu dikabulkan Allah. Berdoa dilakukan dengan khusyu,
diulang-ulang pengucapannya, memilih waktu yang baik, tempat atau keadaan yang
mulia, diungkapkan dengan kata-kata yang jelas tetapi sopan, tidak meminta yang
bukan-bukan (yang mustahil adanya), tidak meminta yang jelek-jelek, dan juga tidak
meminta sesuatu yang dilarang oleh Allah. Tidak berdoa untuk kerugian orang lain dan
tidak pula berdoa untuk memutuskan silaturahmi.
Tata cara berdoa dalam kaitannya dengan pembukaan usaha baru di lingkungan
masyarakat Gu-Lakudo, tidak ada ketentuan, semua tergantung dari orang punya hajat.
Yang sering dilakukan seperti yang diungkapkan informan berikut.
“bahwa kalau baru mau membuka usaha, maka di pagi hari sebelum
usaha dibuka supaya baca-baca doa dulu, apakah panggil orang yang
lebih mengerti ataukah baca sendiri. Caranya, bikin air panas atau apa
saja baru kita duduk meminta doa kepada Yang Kuasa agar usaha kita
lancar. Jadi kalau nanti usaha atau jualan tersebut dibuka pagi-pagi sudah
berkah. Saya tidak tahu di masyarakat lain, tetapi khusus kami di
masyarakat Gu-Lakudo memang harus begitu, mau masuk rumah, mau
buka usaha, harus diawali doa dulu. Sebab dalam ajaran Islam sudah
dikatakan bahwa “Ud uuni astajib lakum”, mintalah kepada-Ku niscaya
akan Aku berikan. Ini yang kami praktekan, karena doa itu sebenarnya
sangat gampang syaratnya hanya saja kadang kita tidak amalkan, yaitu
dibuka dengan shalawat dan ditutup dengan shalawat (H. Baharuddin, 9
Juni 2005, di kediamannya di Bau-Bau).
Sejalan dengan adab berdoa tersebut, suatu doa masih memungkinkan akan
ditolak apabila seseorang berdoa dengan cara-cara yang tidak diajarkan (dicontohkan)
oleh Allah dan Rasul-Nya; berdoa dengan tidak memenuhi adab dan sopan santun
berdoa; selalu memakan atau meminum barang-barang yang haram atau hidupnya
121
diliputi dengan hal-hal atau barang-barang yang haram; mengaku beriman kepada Allah,
tetapi hak-hak-Nya (untuk menyembah-Nya) tidak dipenuhi; membaca Al-Qur’an, tetapi
isinya tidak dihayati; mengaku mencintai Rasulullah, tetapi sunnahnya tidak dijalankan;
mengakui setan sebagai musuh tetapi patuh kepadanya; berdoa untuk melepaskan diri
dari neraka, tetapi senantiasa melakukan perbuatan dosa; selalu berdoa untuk masuk
surga, tetapi tidak beramal dengan amal yang akan membawa ke sana; mengakui
kematian itu pasti, tetapi tidak beramal untuk mempersiapkan diri untuk
menghadapinya; sibuk memperkatakan aib (cela) saudaranya, tetapi tidak mau melihat
aib dirinya sendiri; senantiasa menikmati karunia Tuhannya, tetapi tidak mau bersyukur
kepada-Nya; ikut menguburkan orang meninggal dunia, tetapi tidak mau mengambil
pelajaran dari peristiwa itu. Berdoa untuk mendapatkan rezeki atau keuntungan yang
banyak tetapi tidak mau berusaha keras atau berbisnis dengan baik.
Mengenai pengucapan doa dapat mengambil contoh, antara lain, dari doa yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul serta doa yang disusun oleh para ulama.
Adapun saat-saat yang baik untuk berdoa, antara lain pada malam Kadar, di hari Arafah,
pada bulan Ramadan, pada malam Jumat, hari Jumat, antara dua khotbah dan pada
waktu shalat Jumat, seperdua malam yang kedua, sepertiga malam yang terakhir pada
waktu sahur, pada saat berbuka puasa Ramadan, sesudah berwudhu sesaat setelah adzan
untuk shalat, antara adzan dan iqamah, ketika berbaris (bersama) menuju medan perang,
di dalam pertempuran di medan perang, di akhir setiap salat fardu, dan pada waktu
sedang sujud.
Berdasarkan uraian tentang arti penting dan manfaat doa yang telah dikemukakan
berdasarkan kajian teori, Al-Qur’an dan Hadits, berikut adab dan tata cara serta waktu-
waktu berdoa termasuk materi doanya, kalau dibandingkan dengan fenomena dan
pengalaman empiris yang dipraktekan oleh masyarakat Gu-Lakudo, maka dapat
dikatakan bahwa apa yang mereka praktekan sudah sesuai dengan syariat. Walaupun
harus diakui bahwa yang namanya manusia tidak akan ada yang sempurna seratus
persen. Tetapi paling tidak mereka sudah berusaha untuk menghindari larangan-
larangannya, melaksanakan shalat tepat waktu kemudian berdoa untuk keselamatan dan
kemudahan usahanya, dan agar diberikan rezeki yang halal. Pada waktu baru memulai
buka usaha, mereka awali dulu dengan doa. Demikian pula pada saat mereka akan
122
berangkat berbelanja di Jawa harus baca doa dulu, apakah memanggil orang tua yang
dipercayakan atau melakukannya sendiri. Khusus untuk doa pada saat pertama kali baru
membuka usaha dan doa syukur atas keberhasilan usahanya umumnya mereka
memanggil sepuh untuk membacakannya, karena pada saat itu lazimnya mereka
diberikan petuah-petuah atau nasehat bagaimana berusaha yang baik sesuai syariat Islam
khususnya bagi pemula. Sedangkan bagi yang sudah berhasil sekedar mengingatkan
kembali agar usahanya lebih berkembang lagi. Hal ini sudah jadi tradisi di lingkungan
mereka, karena sudah dianggap sebagai ibadah sebagaimana hadits Nabi yang telah
dikemukakan.
Doa adalah sandaran dan perlindungan hamba kepada Penciptanya, tidak
terkecuali para Nabi dan Rasul, sebagaimana doa yang diucapkan Rasulullah berikut:
“Ya Allah sungguh saya mohon berlindung kepada Engkau dari keadaan lemah, sifat
malas, rasa takut, sifat bakhil dan saya berlindung kepada Engkau dari siksa kubur dan
dari fitnahnya hidup dan mati” (HR. Muslim). Kandungan hadits ini, menunjukkan
bahwa Nabi Muhammad berlindung diri kepada Allah dari tujuh perkara: Dua
diantaranya ialah keadaan lemah dan sifat malas. Yang dimaksud dengan lemah adalah
tidak adanya kemampuan, sedangkan malas adalah tidak adanya nafsu untuk berbuat
baik dan sedikit sekali kemampuannya untuk baik, padahal dia mampu. Kedua-duanya
adalah ibarat penyakit yang menyebabkan orang duduk bertopang dagu, enggan
menunaikan berbagai kewajiban bahkan terbuka baginya pintu-pintu jalan kejahatan.
Padahal bekerja dan bersungguh-sungguh adalah faktor kebahagiaan di saat sekarang
dan di masa yang akan datang, di dunia dan di akhirat, maka demikian pula lemah dan
malas adalah jalan menuju kepada kesengsaraan (Al-Khuli, 1989:357). Allah menyuruh
umat-Nya untuk berdoa dan bekerja keras (QS. At-Taubah:105)9, karena doa tanpa kerja
keras tidak akan mungkin tercapai apa yang diinginkan.
Dalam kandungan ayat tersebut, Allah telah menjanjikan bahwa siapa yang
bekerja keras pasti akan mendapatkan hasilnya. Orang yang berusaha tanpa pamrih di
jalan Allah yang disertai dengan doa kepada-Nya, pasti akan memperoleh keuntungan
dari usahanya tersebut. Inilah yang saat ini tengah dipraktekan di lingkungan masyarakat
Gu-Lakudo, dimana dengan kerja kerasnya yang selalu disertai doa, maka usahanya
123
berkembang begitu pesat mengungguli komunitas lain yang lebih dahulu berhasil di
daerah ini. Tetapi kalau larangan-Nya juga kita lakukan, sebagaimana yang telah
dikemukakan, misalnya saja kita memakan - meminum dan berpakaian dari sumber yang
haram, maka doa itu tidak akan diterima, karena Allah tidak menerima sesuatu kecuali
yang baik10.
Doa sebagai sandaran dan perlindungan, maka orang yang sering berdoa akan
terhindar dari segala mara bahaya, jika semua syarat dan adabnya telah dipatuhi. Karena
itu Ali Ibnu Abi Thalib berkata: Cegalah bergelombangnya berbagai bencana dengan
doa. Kemudian Anas Ibnu Malik pun berkata: Janganlah kalian enggan berdoa, karena
sesungguhnya seorang tidak akan binasa kalau ia sering berdoa (Asymuni, 2005:35).
Dari berbagai kandungan hadits tersebut, seharusnya kita dapat mengambil hikmah,
bahwa kalau Rasulullah saja sebagai hamba-Nya yang mulia dan sudah dijamin masuk
surga oleh Allah sudah berdoa dan memohon perlindungan kepada-Nya, maka kenapa
kita umatnya yang penuh kelemahan ini enggan berdoa? Semoga kita menjadi orang-
orang yang rajin berdoa untuk menuntun semua aktivitas keseharian kita, hingga
mencapai keberhasilan sebagaimana diinginkan.
Mengenai manfaat atau keampuhan doa dalam pengembangan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat Gu-Lakudo telah diceritakan oleh informan bahwa
keberhasilan dan kebangkitan ekonomi masyarakat Gu-Lakudo saat ini berkat doanya
KH. Abdul Syukur dulu ketika pertama kali bermaksud dan berdoa untuk
mengembangkan da’wah dan meningkatkan kesejahtraan ekonomi di daerah ini. Pada
waktu itu masya Allah hasil laut begitu melimpah yang sebelumnya dalam sepanjang
sejarah masyarakat Gu-Lakudo tidak pernah terjadi seperti itu. Masyarakat dianjurkan
memasang bagan dan hasilnya ditampung oleh koperasi yang didirikan masyarakat di
bawah pimpinan KH. Abdul Syukur. Karena melimpahnya hasil, sehingga koperasi
kewalahan menerima hasil dan kehabisan uang untuk membeli hasil bagan masyarakat.
Diyakini oleh masyarakat bahwa ini terjadi karena memang niat dan doa beliau itu
9
Allah berfirman: “Dan katakanlah! Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman akan
melihat hasil amalmu” (QS. At-Taubah:105).
10
Sabda Rasulullah yang bersumber dari Abu Hurairah: “Sesungguhnya Allah itu baik dan Dia tidak mau menerima
kecuali yang baik. Ada seorang yang suka bepergian lama, sehingga rambutnya berantakan dan tubuhnya kecil, tetapi ia
suka mengangkat tangannya ke atas untuk berdoa. Tetapi, mana mungkin doanya akan dikabulkan, kalau makan minum
dan pakaiannya dari sumber yang haram, dan ia pun diberi makanan haram” (HR. Muslim). Rasulullah bersabda pula
kepada Sa’ad: “Perbaikilah sumber makananmu, agar doamu dikabulkan.”
124
Syukur berarti terima kasih kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan
kepada manusia. Syukur dapat dilakukan dengan hati, lisan dan badan. Syukur dengan
hati ialah selalu ingat Allah (zikir), syukur dengan lisan ialah mengucapkan tahmid
(pujian) kepada Allah, dan syukur dengan badan ialah mentaati ajaran Allah, yaitu
11
“Pada sekitar awal tahun 90 an tepatnya saat pertamanya mau dipasarkan kios-kios di pasar La Elangi
oleh pemiliknya tidak ada yang laku, orang-orang tidak mau membeli, sehingga bosnya minta tolong sama
saya untuk memasarkan pertokoannya. Permintaannya itu saya terima, kemudian saya coba mulai
tawarkan sama masyarakat kami (masyarakat Gu-Lakudo), alhamdulillah, hanya sembilan hari saya
pasarkan, semua pertokoan itu habis terjual. Bosnya, heran dan bertanya bagaimana caranya sampai
cepat begitu pak haji, saya jawab, saya juga tidak tahu pak, itu kepunyaan Allah. Untuk memanggil orang
yang mau beli itu, bukan dipanggil secara langsung mari beli toko atau kios atau barang lainnya, tidak
seperti itu, tetapi harus dipanggil dengan bathin melalui doa” (H. Baharuddin, 9 Juni 2005, di kediamannya
di Bau-Bau).
125
12
Firman Allah: “Jika kalian bersyukur, maka Aku (Allah) akan menambah (nikmat) itu kepada kalian. Dan jika kalian
ingkar, maka sesungguhnya siksaan-Ku amat keras (QS. Ibrahim:7).
126
telah komitmen bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, maka tidak ada
jalan lain kecuali harus bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat yang kita peroleh,
termasuk nikmat harta13. Dalam sejumlah hadits pun telah menjelaskan keutamaan
syukur14. Dari hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa doa merupakan salah satu
sarana untuk selalu ingat dan menyatakan tanda syukur kepada Allah yang telah
memberikan nikmat kesehatan dan kekuatan serta rezeki dalam kehidupan ini. Tanda
syukur harus pula ditunjukkan oleh manusia dengan bekerja keras untuk memajukan
kehidupan dirinya, keluarga, umat dan bangsanya. Ini berarti bahwa sikap syukur
mengandung etos kerja yang kuat.
Kalau perbuatan memanjatkan doa adalah suatu perbuatan yang disukai oleh
Yang Maha Kuasa, karena telah dikatakan bahwa berdoalah atau mintalah kepada-Ku
niscaya akan Aku kabulkan, maka kalau kita tidak pernah berdoa atau tidak meminta
kepada Allah, maka mustahil Allah akan memberikan apa yang kita inginkan. Allah
tidak menyukai orang-orang yang tidak pernah berdoa yang menganggap dirinya kaya
atau tidak punya kekurangan, sehingga mengabaikan kemurahan Allah. Sebagai manusia
ciptaan-Nya tidak ada yang sempurnah, melainkan semua punya kekurangan, maka
disinilah Allah menganjurkan untuk senantiasa memohon kepada-Nya, agar apa yang
menjadi kekurangan hamba-Nya dapat terpunhi dalam menjalani kehidupan ini.
Kasus yang dialami oleh Wde, dimana dia mengalami kesulitan dalam
mengembangkan usahanya, merupakan salah satu contoh tidak dibudayakannya berdoa
untuk usahanya, seperti pada saat pertama kali membuka usaha tidak melakukan ritual
doa seperti yang dilakukan oleh masyarakat Gu-Lakudo, demikian pula pada saat akan
pergi belanja di Jawa. Dia tidak punya pemahaman seperti yang dipahami oleh
13
Firman Allah: “Dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada-Nya saja kamu menyembah” (QS. Al-
Baqarah:172). “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku,
dan janganlah mengingkari (nikmatKu)” (QS. Al-Baqarah:152). “Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur” (QS. Ali Imran:144). ”Sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya-lah kamu akan
dikembalikan” (QS. Al Ankabuut:17).
14
Hadits qudsi: Allah berkata kepada Nabi Isa: Hai Isa Aku akan bangkitkan setelahmu satu umat. Bila mereka peroleh
yang mereka sukai mereka memuji Tuhan dan bersyukur. Bila mereka peroleh yang mereka tidak sukai mereka tetap
merasa puas dan sabar (HR: Ahmad, Thabrani, al Hakim, Baihaqi). Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang banyak
bersyukur (HR:Bukhari dan Muslim). Demi Allah hai Mu’adz, sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu. Maka
127
masyarakat Gu-Lakudo bahwa modal uang itu tidak akan dibelanjakan sebelum
dibacakan doa, agar apa yang dibelanjakan atau diusahakannya mendapat berkkah dari
Allah, seperti diberikannya keselamatan dan kemudahan rezeki.
3.3. Kesimpulan
Referensi
Al Qur'anul Karim
Al Hadits
Adityangga, Krishna, 2006. Membumikan Ekonomi Islam, Cetakan Pertama, Pilar
Media, Yogyakarta.
Afzalurrahman, 1997. Muhammad Sebagai Pedagang, Terjemahan oleh Dewi
janganlah engkau lupa setiap kali usai shalat untuk mengucapkan: Ya Allah tolonglah aku untuk mengingat-Mu,
bersyukur dan beribadah kepada-Mu dengan baik (HR:Bukhari dan Muslim).
128
BAB 4
RECOVERY
4.1. Pendahuluan
Dalam bisnis syariah, pemulihan (recovery) terkait dengan ajaran syariah yang
mengatakan bahwa berikanlah sesuatu (barang/jasa) yang terbaik kepada sesamamu
(konsumen). Karena, hanya dengan pemberian yang terbaik, maka sesama kita atau
konsumen akan menjadi puas. Oleh karena itu, jika terjadi kekeliruan dalam
penyampaian barang/jasa, maka tindakan pemulihan (recovery) harus segera dilakukan,
untuk menjaga keberlangsungan usaha.
perlakukan kasar, sifat sombong, tidak memperdulikan pelanggan, tidak sopan dan
karyawan tidak memiliki kompetensi untuk yang sesuai dengan harapan pelanggan, 3.
Masalah yang disebabkan oleh pelanggan, misalnya tidak teliti membaca instruksi atau
petunjuk yang diberikan perusahaan.
1. Kegagalan sistim penyampaian jasa yaitu kegagalan dalam penawaran jasa inti,
misalnya dalam perusahaan penerbangan menghidangkan makanan yang tidak
segar, kekeliruan dalam menangani bagasi penumpang, tidak mengumumkan
perubahan schedule penerbangan dan lain-lain. Kegagalan sistim penyampaian
jasa disebabkan oleh : 1. Ketidaktersediaan jasa, 2. Layanan yang lamban, 3.
Kegagalan jasa inti lainnya, misalnya makanan yang tidak segar, pesawat yang
kotor dan penanganan bagasi yang keliru.
2. Respon karyawan terhadap kebutuhan individu dan permintaan spesial pelanggan
yang tidak memuaskan. Kebutuhan pelanggan ada yang sifatnya implisit dan
eksplisit. Kebutuhan implisit adalah kebutuhan pelanggan yang tidak diminta
secara khusus, namun sepatutnya dipahami oleh penyedia jasa. Misalnya
perubahan jadwal penerbangan, kebutuhan implisit pada penumpang adalah
informasi perubahan jadwal penerbangan diumumkan. Kebutuhan eksplisit
adalah kebutuhan penumpang yang jelas-jelas diminta oleh pelanggan. Misalnya
jika terjadi penundaan pemberangkan pesawat, maka kebutuhan eksplisit
pelanggan adalah kebutuhan penginapan.
3. Tindakan karyawan yang tidak cepat dan tidak diharapkan. Hal ini berkaitan
dengan perilaku karyawan yang tidak diharapkan pelanggan.
Perilaku komplain pelanggan muncul ketika pelanggan tidak puas dengan kinerja
barang/jasa yang telah dibeli. Perilaku pelanggan yang tidak puas dapat dibedakan
menjadi empat kemungkinan yaitu :
yang menyebabkan citra dan reputasi perusahaan yang jelek sehingga dapat
dijadikan sebagai dasar bagi pihak manajemen perusahaan penyedia barang/jasa
untuk memperbaiki kinerjanya. Jika komplain pelanggan dapat ditangani secara
efektif dan memuaskan, pelanggan yang tadinya tidak puas menjadi puas dan
bersedia melakukan pembelian ulang dan mempertahankan hubungan yang
selama ini terbina. Tetapi jika komplain pelanggan tidak mampu ditangani
dengan baik, sangat membayakan kelangsungan hidup perusahaan. Hasil riset
Albrecht & Zemke (1985) mengungkap bahwa 96% pelanggan yang tidak puas
menyampaikan ketidakpuasannya kepada 9 sampai 10 orang lain sehingga dalam
waktu yang relatif pendek perusahaan dapat gulung tikar atau bangkrut.
5. Pelanggan yang tidak puas mengadu melalui media masa (Surat kabar), lembaga
konsumen, pemerintah terkait dan menuntuk perusahaan penyedia barang/jasa
secara hukum. Komplain ini merupakan jenis komplain pelanggan yang
sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Adapun faktor – faktor yang menyebabkan pelanggan yang tidak puas melakukan
komplain atau tidak adalah :
barang/jasa. Stephen & Gwinner (1998) merumuskan model proses perilaku komplain
pelanggan, seperti pada Gambar 4.1 berikut.
Komitmen berkaitan erat dengan motif, intensif, keterlibatan dan dorongan. Hasil
peniaian negatif pelanggan semakin besar apabila komitmen pelanggan kuat. Sebagai
contoh. Jasa pencucian kendaraan roda empat tidak bersih, disisi lain pelanggan
memiliki komiten yang kuat untuk menggunakan kendaraan yang bersih. Keyakinan
umum pelanggan terhadap transaksi pasar mempengaruhi penilaian kognitif. Keyakinan
umum menggambarkan persepsi terhadap realitas dan harapan pelanggan sehingga akan
menimbulkan relevansi atau kesesuaian tujuan. Pengalaman dan pendidikan juga turut
berpengaruh terhadap proses evaluasi kognitif. Misalnya pelanggan yang kurang
berpengalaman dan berpendidikan tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk
menilai sesuatu secara akurat. Pelanggan yang memiliki pengalaman dan berpendidikan
memiliki pengetahuan yang mendalam tentang apa yang dievaluasi, jika hasil
evaluasinya tidak sesuai harapannya menimbulkan stres dan jika hasil evaluasinya sesuai
akan menimbulkan hasil penilaian relevan dengan tujuan.
Durasi juga merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap
proses penilaian kognitif. Durasi berkaitan dengan lamanya kejadian yang merugikan.
Semakin lama waktu durasi yang tidak memuaskan, maka semakin besar stressful yang
dialami pelanggan. Ambiguitas dalam situasi pembelian yang tidak memuaskan terjadi
apabila informasi yang tersedia bagi konsumen tidak memadai, sehingga ambiguitas
cenderung memperkuat penilaian negatif.
Proses penilaian kognitif pelanggan terdiri dari penilaian primer dan evaluasi
sekunder. Penilaian primer merupakan penentuan apakah masalah pelanggan (pasar)
yang dihadapi berbahaya atau tidak berbahaya. Penilaian sekunder berkaitan dengan
perhitungan kemampuan pelanggan dalam menghadapi dan mengelola masalah.
Penilaian primer terdiri dari tiga unsur yaitu :
1. Relevansi tujuan
2. Kesesuaian tujuan.
3. Ego-involvement
yang tidak memuaskan terhadap ego individu, seperti nilai-nilai pribadi dan nilai
moral. Jika nilai-nilai pribadi dan nilai moral pelanggan terganggu akan
menimbulkan perasaan marah, benci dan kesal.
mengindetifikasi tiga tipe strategi penanganan pengalaman yang tidak memuaskan yaitu
: Problem focused, emoion focused dan avoidance coping.
kedalam empat kategori berdasarkan frekuensi dan dampaknya bagi perusahaan seperti
gambar berikut :
Kecil Besar
berdampak besar sehingga penting untuk diselesaikan dengan cepat. Kuadran kiri bawah
mungkin biasa diabaikan karena frekuensinya rendah dan dampaknya kecil.
Mewujudkan Loyalitas
Pelanggan,karyawan
Profit
Pada dasarnya, pelanggan yang komplain akan puas jika pihak perusahaan jasa
mendengarkan dengan baik komplainnya, direspon dengan cepat dan mendapat solusi
pemecahan yang dapat diterima dengan baik. Misalnya komplain pelanggan tentang
kualitas barang/jasa. Pihak perusahaan harus mampu mendengar dengan baik komplain
tersebut, dianalisis, direspon dengan cepat dan memberikan solusi yang adil, misalnya
ganti rugi atau pengembalian uang. Banyak perusahaan gagal memuaskan pelanggan
yang komplain dengan pengembalian uang atau ganti rugi karena pelanggan merasa pada
saat menyampaikan komplainnya diacuh oleh pihak perusahaan dan lambat
penangannya. Disamping itu, pelanggan mengajukan komplain kepada pihak perusahaan
karena mendapat ketidakadilan. Persepsi pelanggan terhadap ketidakadilan dibentuk atas
dasar penilaian pelanggan terhadap tiga aspek pemulihan barang/jasa yaitu 1. Outcome,
2. Procedural features, 3. Interactional treatment (Tax & Brown, 1998 dalam Tjiptono
(2005:468).
Outcome fairness berkaitan dengan hasil yang diterima pelanggan dari komplain.
Procedural fairness berhubungan dengan kebijakan, peraturan dan ketepatan waktu
proses komplain sedangkan interactional treatment fairness berkaitan dengan
perlakukan interpersonal yang didadapatkan selama proses komplain. Atas dasar
pemikiran di atas, maka secara garis besar ada tiga cara untuk mewujudkan pemulihan
143
barang/jasa berdasarkan hasil penilaian pelanggan atas ketiga aspek pemulihan jasa di
atas yaitu :
4.7. Kesimpulan
Pemulihan kualitas barang/jasa merupakan salah satu faktor krusial yang harus
diperhatikan pihak perusahaan/bisnis syariah sebagai penyedia barang/jasa dalam
memulihkan kepuasan pelanggan, meningkatkan kepercayaan pelanggan, meningkatkan
komitmen pelanggan, mempertahankan dan meningkatkan loyalitas pelanggan dan
membangun dan mempertahankan hubungan jangka panjang yang bernilai dengan
pelanggan. Perilaku pelanggan yang tidak puas dikelompokan menjadi: 1. Pelanggan
tidak menyampaikan komplainnya dan tetap melakukan pembelian ulang, 2. Pelanggan
tidak menyampaikan komplain kepada perusahaan tetapi menceritakan
ketidakpuasannya kepada orang lain, 3. Pelanggan berhenti membeli, memutuskan
hubungan dan menceritakan ketidakpuasannya kepada orang lain, 4. Pelanggan
146
Faktor penyebab pelanggan yang tidak puas dan tidak menyampaikan komplain
kepada pihak perusahaan penyedia barang/jasa adalah : 1. Penting tidaknya pelanggan
memandang barang/jasa, harga, waktu dan kelayakan sosial, 2. Pengetahuan dan
pengalaman pelanggan tentang hak dan kewajibannya, 3. Tingkat kesulitan mendapatkan
ganti rugi, 4. Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain. Disisi lain pelanggan
yang tidak puas dan menyampaikan komplain kepada perusahaan sangat membantu
perusahaan dalam melakukan program pemulihan kualitas barang/jasa sesuai harapan
pelanggan.
perusahaan untuk mendapat pemecahan solusi yang baik dan dapat diterima pelanggan,
4. Perusahaan penyedia jasa melatih para pelanggan tentang cara menyampaikan
komplain, 4. Perusahaan penyedia barang/jasa memanfaatkan dukungan tehnologi
seperti customer call dan internet, telephone call centre bebas pulsa dalam menangani
komplain pelanggan, 5. Perusahaan penyedia barang/jasa menyediakan paket hadiah
kepada pelanggan yang menyampaikan komplainnya kepada pihak perusahaan.
Referensi
Astuti Sri Wahyuni, 2001, Dampak Pemasaran Jasa Rumah Sakit Terhadap Nilai,
Kepuasan Dan Loyalitas Pasien : Penelitian Pada Pasien Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Di Tiga Ibukota Propinsi Di Pulau Jawa, Disertasi, Pascasarjana
Universitas Airlangga, Surabaya.
Barnes James G, 2001, Secrets Of Customer Relationship Management, Terjemahan
Andreas Winardi, 2003, Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta.
.Berry Leornard L, 1999, Relationship Marketing of Service – Growing Interest,
Emerging Perspectives, Journal Academy Marketing Sciences, no.4.pp.236 –
245.
Bitner Mary Jo, 1995, Building Service Relaionship : It’s All About Promises, Journal
Of The Academy Of Marketing Science, Vol.23.No.4, pp.246-251.
Gronross. Cristian, 2000, Service Management And Marketing : A. Customer
Relationship Management Approach, 2and ed. Chichester: John Wiley & Sons,
Ltd.
Goodwin, Dennis W, 1992, Life And Health Insurance Marketing, Altalanta, Georgia :
LOMA
Pawitra Teddy, 2005, Redefinisi Pemasaran, Memperbaharui Pemahaman Tentang
Disiplin Pemasaran, Surabaya : Seminar Ilmiah Fakultas Ekonomi Unair.
Kennedy. Mary Susa, Linda K.Ferrell, and Debbie Thorne LeClain, 2001, Consumers
Trust Of Salesperson And Manufacturer : An Empirical Study, Journal Of
Business Research, vo.51. pp.73 – 86.
Lau. Geok Theng and Sook Han Lee, 1999, Consumers Trust In A Brand And The Link
To Brand Loyalty, Journal Of Market Focused Management, no.4. pp.341 – 370.
Macintosh Gerrard and Lawrence S. Lockshin, 1997, Retail elationship And Store
loyalty : A Multi-Level Perspective, International Journal Of Research
Marketing, 14(5), pp.487 – 497).
Moorman Cristiane, Rohid Deshpande, Gerald Zaltman, 1993, Factors Affecting Trust
In Market Research Relationship Marketing, Journal Marketing (July) no.58,
pp.81 – 101.
148
Rust, R.T. A.J. Zahorik and T.L. Keiningham, 1996 : Service Marketing, New York:
Harper Collins College Publishers.
Schurr, Paul H. And Lulie L. Ozanne, 1985, Influence On Exchange Processes : Buyer’s
Preception Of A Seller’s Trustworthiness And Bargaining Toughness, Journal of
Consumer Research, (March) no.11, pp.939 – 953.
Stephens . N and K.P. Gwinner, 1998: Why Don’t Some People Complain? A
Cognitive-Emotive Process Model Of Consumen Complain Behavior: Journal of
Academy of Marketing Science, Vol.26. No.3, pp. 172-189.
Swan John E and Johannah Jones Nolan, 1985, Gaining Customer Trust : A
Conseptual Guide For The Salesperson, Journal Personal Selling Sales Manager
(November) no.5, pp.39 – 48.
Tjiptono, Fandy. 2005, Pemasaran jasa, Malang, Jawa Timur – Indonesia: Penerbit
Baymedia Publishing.
Wong Amy and Sohal Amrick, 2002, An Ecamination Of The Relationship Between
Trust, Commitmen And Relationship Quality, International Journal Of Retail &
Distribution Management, Vol. 20.no.1, pp.34 – 50.
Zethaml, Valarie.A. and May Jo Bitner, 2004, Service Marketing : Integrating Customer
Focus Across The Firm, 3rd ed. Boston : McGraw-Hill/Irwin.