Anda di halaman 1dari 4

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN BANTAENG
Jl. A. Mannappiang Kel. Lembang, Kec. Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Kode Pos 92411
Telp (0413) 21253 Fax (0413) 21034
Email dprd_bantaeng_sulsel@yahoo.com Website www.dprdbantaeng.go.id

KAJIAN BAPEMPERDA DPRD KABUPATEN BANTAENG ATAS RANPERDA INISIATIF


PENYELENGGARAAN GERAKAN LITERASI DI KABUPATEN BANTAENG

I. Urgensi Ranperda Penyelenggaraan Gerakan Literasi di Kabupaten Bantaeng.

Bahwa berdasarkan tugas dan wewenang Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD
Kabupaten Bantaeng diantaranya adalah Menyusun rencana program pembentukan Perda
yang memuat daftar urut Raperda berdasarkan skala prioritas pembentukan Raperda disertai
alasan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD, sehingga Bapemperda DPRD
Kabupaten Bantaeng dengan menginisiasi ranperda Penyelenggaraan Literasi dalam
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantaeng Nomor : 08/KPTS-
DPRD/III/2022, tanggal 09 Maret 2022, tentang Penetapan Program Pembentukan Peraturan
Daerah (PROPEMPERDA) Kabupaten Bantaeng Tahun Anggaran 2022, selanjutnya Urgensi
Ranperda Penyelenggaraan Gerakan Literasi di Kabupaten Bantaeng dicetuskan dan
diinisiasi Bapemperda DPRD Kabupaten Bantaeng dengan menindaklanjuti aspirasi para
tokoh masyarakat Kabupaten Bantaeng dalam berbagai momentum publik antara lain :
1. Bupati Bantaeng Dr.H Ilhamsyah Azikin, MSi pada Launching Buku dan Pencanangan Desa
Literasi di Bonto Jai, bahwa Gerakan Literasi mampu menciptakan ruang untuk masyarakat hidup
produktif dengan menulis. mendokumentasikan, dan menceritakan dalam sebuah buku, Kegiatan
literasi mestilah berkesinambungan, dan memberikan kemanfaatan bukan hanya untuk hari ini
tetapi jauh ke depan di masa yang akan dating, Urgensi program pembangunan dapat dilihat dari
3 kacamata perspektif: 1) Program yang sesuai kebutuhan tapi tidak populis 2) Program yang
populis tapi tidak sesuai kebutuhan dan 3) Program yang populis dan sesuai kebutuhan,
Ranperda Literasi adalah inisiatif yang sangat bermanfaat buat masyarakat kini dan masa depan.
Sesuatu yang penting dan mendasar karena di dalamnya ada olah pikir, olah rasa dan olah
gerak, sehingga Pemerintah berkomitmen kuat untuk mewujudkannya, Kita juga butuh platform
digital untuk buku-buku yang diterbitkan oleh orang Bantaeng agar lebih mudah diakses oleh
generasi dan Literasi bukan hanya tentang banyaknya buku yang diterbitkan, tapi bagaimana
setiap orang bergerak untuk membaca. Kita butuh adanya energi penggerak.
2. Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Bantaeng Drs Hasanuddin menyatakan bahwa erakan
literasi Bantaeng sudah cukup lama bergeliat dan digerakkan bukan hanya oleh pemerintah tapi
juga oleh para pegiat literasi dan komunitas-komunitas baca yang tersebar hingga ke pelosok.
Kehadiran Perda Literasi akan makin memperkuat gerakan tersebut, Kegiatan Diskusi adalah
bentuk keterbukaan dalam menjaring aspirasi masyarakat sehingga Perda literasi bersumber dari
masyarakat dan untuk masyarakat juga., Persoalan di masyarakat atas maraknya penggunaan HP
yang tidak terkontrol khususnya bagi anak-anak. Bagaimana ruang-ruang bebas wifi yang dibuat
oleh pemerintah desa dapat dibuatkan strategi pengelolaannya agar lebih memberi kemanfaatan
yang lebih besar dibanding dampak negatifnya, Kita juga berharap bahwa gerakan literasi bukan
hanya pada persoalan baca tulis saja, tapi juga mampu meningkatkan daya kreatif warga agar
semakin produktif.
3. Anggota Bapemperda DPRD Kabupaten Bantaeng Abd Rahman, SE, menyatakan bahwa
Ranperda Literasi adalah inisatif DPRD berdasarkan kebutuhan masyarakat. Diperjuangkan untuk
mendukung program Bupati dalam peningkatan SDM. Literasi adalah kunci pembangunan SDM
dan Melalui Ranperda Literasi, kita punya payung hukum, dan akan lebih mudah dalam
menentukan strategi dukungan termasuk penganggaran.
4. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bantaeng, Drs Muhammad Haris, M.Si
menyatakan bahwa menempatkan kegiatan literasi sudah menjadi bagian penting dan tak
terpisahkan dari aktivitas persekolahan. dan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan punya Gerakan
yang disebut BANTAENG CARADDE. Bagaimana literasi membantu lahirnya kemampuan berpikir
kritis, cerdas dan berinovasi. Bisa meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk
kesejahteraannya, serta membantu menumbuhan nilai-nilai budi pekerti dan karakter anak
bangsa, selanjutnya Ada inovasi “Satu Guru Satu Inovasi” sebuah solusi atas lemahnya
kemampuan literasi guru terutama dalam melakukan review pembelajaran dan menemukan
terobosan baru dalam proses belajar mengajar yang menarik dan menyenangkan, Kemudian Hal
yang perlu mendapat perhatian adalah literasi Perpustakaan. Bagaimana membuat perpustakaan
memiliki bahan bacaan yang variatif, kondisi perpustakaan yang menarik dan menjadi tempat
membaca dan beraktivitas yang menyenangkan. Serta adanya PENGGERAK yang mampu
meningkatkan motivasi dan semangat baca dan belajar murid dan stakeholder sekolah, dan
diperlukan ada optimalisasi pemanfaatan dana CSR untuk gerakan literasi, seperti pengadaan
bahan bacaan, penelitian, maupun pelatihan-pelatihan yang memperkuat kapasitas literasi.
5. Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Bantaeng, Dr. Akil Reza, MM
menyatakan bahwa Literasi dalam sudut pandang Perpustakaan adalah sebagai upaya
peningkatan minat baca dan menulis untuk menghasilkan produk barang dan jasa, Fokus
pelayanan pada peningkatan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM), yaitu: 1)
Pemerataan Layanan Perpustakaan. 2) Kecukupan koleksi buku. 3) Kecukupan tenaga
kepustakaan. 4). Kecukupan tingkat kunjungan. 5) Capaian Standar Nasional Perpustakaan. 6).
Keterlibatan Masyarakat. 7). Capaian jumlah Anggota Perpustakaan, kemudian Literasi juga
bermakna gerakan membangun generasi yang berbudaya, Ada image perpustakaan adalah
tempat pembuangan (dianggap suatu yang wajar), karena dari sisi SDM memang belum
mumpuni-masih di bawah rata-rata, bahkan termasuk kelengkapan sarana prasarana bila
dibandingkan dengan daerah lain, contohnya kabupaten maros yang memiliki gedung
perpustakaan yang lengkap sarananya, apalagi soal minimnya dukungan anggaran operasional,
Kewajaran anggapan itu juga mungkin disebabkan oleh Dinas Perpustakaan bukan pemberi
kontribusi PAD bagi daerah, serta tidak adanya terobosan baru atau kreativitas dan inovasi yang
bisa membanggakan daerah, Perlu ada perubahan mindset itu agar citra Dinas Perpustakaan bisa
lebih baik dan dianggap penting ke depannya sebagai pencipta generasi cerdas, Selama ini Dinas
sudah berupaya melakukan pembinaan di perpustakaan desa dalam rangka peningkatan minat
baca warga, Pada tahun 2021, perpustakaan desa/kel Campaga masuk 6 besar di tingkat Provinsi
SulSel. Pada tahun 2020, perpustakaan Desa Bonto Jai menjadi terbaik 3, Masalah yang terjadi di
perpustakaan desa, seringnya berganti pengelola akibat bergantinya pula kepemimpinan. Perlu
ada aturan batas waktu kepengurusan pengelolaan perpustakaan. Masalah lainnya, sudah tidak
adanya lagi intensif bagi pengelolaan perputakaan dari Dinas, jadi diharapkan kontribusi dari Desa
melalui alokasi dana desa, Usulan adanya penguatan citra Dinas Perpustakaan melalui
kepemimpinan yang kuat didukung SDM staf yang berkualitas yang memiliki minat dalam literasi.
Peningkatan jumlah anggaran, dan perbaikan sarana dan prasarana, Tantangan menjadikan
perpustakaan berbasis inklusi social yang mana dapat menjadi ruang belajar dan berkegiatan
masyarakat.
6. Aktivis Gerakan Literasi Sekolah Kamaruddin.S.Pd menyatakan bahwa Gerakan literasi mestilah
memegang prinsip: 1). Berkelanjutan sebagai suatu gerakan, literasi harus dilaksanakan secara
terus-menerus dan berkesinambungan, tidak bergantung pada pergantian pemerintahan. Literasi
harus menjadi program prioritas pemerintah yang selalu dikampanyekan kepada seluruh lapisan
masyarakat, pemimpin, tokoh masyarakat, tokoh agama, cendekia, remaja, orang tua, dan warga
masyarakat sehingga budaya literasi terbentuk di lingkungan sekolah, keluarga, dan
masyarakat.2) Terintegrasi bahwa pelaksanaan literasi harus terintegrasi dengan program yang
dilaksanakan oleh Kemendikbud dan kementerian dan/atau lembaga lain, termasuk non
pemerintah. Dengan demikian, literasi menjadi bagian yang saling menguatkan dengan program
lain, dan 3). Melibatkan semua kepentingan bahwa sebagai suatu gerakan, literasi harus
memberikan kesempatan dan peluang untuk keterlibatan semua pemangku kepentingan, baik
secara individual maupun kelembagaan. Literasi harus menjadi milik bersama, menyenangkan,
dan mudah dilaksanakan, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat, sesuai
dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing.
7. Pegiat Literasi Masyarakat-Komunitas Ikbal Haming menyatakan bahwa Defenisi literasi dalam
KBBI: 1) Kemampuan baca tulis. 2). Pengetahuan atau keterampilan dalam bidang tertentu.dan 3)
Kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.
Pemerintah desa hanya memaknai literasi dari defenisi pertama. Membaca dan menulis. Akhirnya,
timbullah kesan bahwa literasi bukanlah sesuatu yang urgen. Padahal masih ada level literasi
yang lebih tinggi, yaitu kemampuan mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.
Ada dua tiang penyangga literasi masyarakat: struktural oleh pemdes, dan kultural oleh rumah
baca/pegiat literasi. Selanjutnya tantangan yang di hadapi dalam gerakan literasi masyarakat:
1) Perpustakaan desa yang tidak representative, jauh dari standar.
- Keberadaan perpustakaan desa seolah hanyalah formalitas belaka, penggugur kewajiban.
Setelah perpustakaan desa dibentuk, tidak ada tindak lanjut guna menghidupkan
perpustakaan itu. Koleksi buku yang tidak variatif, kondisi perpustakaan yang tidak
memadai/ terkesan mistis lama tidak disentuh, dan pengelolaan perpustakaan yang buruk.
- Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan para kepala desa terkait literasi,
kedua karena sebagian kepala desa kita terjebak pada ideologi pembangunanisme. Di
mana sebagian besar dana desa diarahkan pada pembangunan aspek fisik yang masih
dipertanyakan urgensinya.
- Padahal, dalam peraturan Permendes, dikatakan bahwa dana desa bisa digunakan untuk
membangun perpustakaan desa, tanpa batasan-batasan anggaran. Jika perlu dan
memang harus, dimasukkan secara jelas dan rinci bahwa dana desa sekian persen
digunakan untuk membeli buku.
- Harus diketahui data Perpusnas menunjukkan adanya kesenjangan antara literasi di desa
dan di kota. Di kota rasio buku itu 1:5000, sedang di desa rasionya mencapai 1:15.000.
2) Koleksi buku rumah baca yang terbatas
- Rumah baca biasanya berdiri di atas pondasi semangat membara para pegiat literasi.
Dengan bermodal koleksi buku pribadi para pegiat ini mendirikan rumah baca. Namanya
koleksi pribadi pasti bukunya tidaklah sebanyak ini. Apatah lagi, pengoleksian buku
dilakukan semasa masih menjadi mahasiswa. Setelahnya, dana makin menipis sedang
kebutuhan menjadi berlipat-lipat. Akhirnya membeli buku menjadi prioritas kesekian. Minat
baca meningkat, sedang koleksi buku menjadi stagnansi.
- Di sisi yang sama. Koleksi rumah baca seringkali hanya mengakomodasi kebutuhan
kalangan orang dewasa. buku anak-anak sangat jarang kita temukan di rumah baca,
mengingat hal pertama di atas. buku dikumpulkan semasa masih jadi mahasiswa. Dan
tidak mungkin buku yang dibeli adalah buku-buku anak-anak kan?
3) Relasi rumah baca dan pemerintah desa.
- Bagi pemerintah desa, keberadaan “kerumunan” selain di kantor desa adalah sebentuk
upaya “makar”. Sehingga ada kesan bahwa rumah baca berdiri tujuannya bukanlah untuk
pencerahan, melainkan ikhtiar membangun kekuatan politik tandingan. Akhirnya tidak
sedikit kepala desa yang kontrak dengan rumah baca akibat asumsinya yang terlalu
prematur dan liar.
4) Penggerak literasi/titik literasi di tiap-tiap desa/kecamatan.
- Keberadaan titik-titik literasi/penggerak memungkinkan adanya desentralisasi. Makin
banyak titik-titik literasi, makin sering pula masyarakat bersentuhan dengan kerja-kerja
keliterasian. Mengutip perkataan Bung Hatta dalam pengantarnya pada buku Menulis
Desa Membangun Indonesia, "Bukan obor di Jakarta yang akan menerangi Indonesia, tapi
cahaya dari lilin-lilin yang ada di desa."
8. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bantaeng Agusliadi sekaligus Penggiat
Pustaka Keluarga menyatakan bahwa Dalam gerakan literasi keluarga. Kemajuan suatu bangsa
ada institusi terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga, awal segalanya, tempat individu dibina. Di
sinilah—meminjam istilah Jalaluddin Rakhmat—rekayasa sosial itu dilakukan. Anggaplah
perpustakaan saya ada di ruang tamu, setiap hari anak saya melihat dan memegang buku. Meski
mungkin belum membaca, tapi dalam teori iklan dijelaskan bahwa karena ia selalu melihat buku,
maka akan terpatri dalam kepalanya dan kelak akan tergoda untuk membuka dan membaca buku.
Hingga kemudian akan menjadi literate. Idelanya memang sejak dini, kita mesti membangun
perpustakaan pribadi masing-masing di rumah. Mewujudkannya bukan soal pendapatan. Saya
sudah 18 tahun konsisten membeli buku, dulu uang saya tidak banyak tetap membeli buku,
karena sudah dilakukan sejak dini, itu pun menjadi kebiasaan, dari kebiasaan menjadi karakter,
lalu karakter kemudian menjadi nasib. Harus diakui bangsa ini masih sangat tertinggal sangat
jauh, karena kita mengalami cultural lag. Seringkali kecanggihan konsep tidak sampai karena
literasi terganggu. Literasi keluarga harus dibawa ke perspektif gerakan. Gerakan literasi keluarga.
9. Sekretaris Badan Kesbangpol Kabupaten Bantaeng, Ir Anwar Hamido, M.,Si menyatakan bahwa
Konteks pribadi (refleksi): tidak ada kata yang tidak mungkin menerbitkan perda ini. Rujuan
pertama, agama, kedua negara. Olehnya negara harus bertanggung jawab terhadap literasi
warganya. dan sebagai kesbang: bisa masuk dalam Pendidikan karakter, kedua menggali budaya
berbasis kearifan lokal, pendidikan politik. Tiga ruang ini dapat masuk ketika yang lain tertutup.
Saya pernah mengusulkan perpindahan perpustakaan, Ketika menjadi tempat berkumpul.
10. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bantaeng, Hamzar Hamna menyatakan
bahwa sebagai penyelenggara pemilu, berdasar pengalaman, ada kesan makin tinggi tingkat
literasi masyarakatnya, makin rendah konflik akibat politik. Jadi, literasi memengaruhi besar
tidaknya gesekan akibat kontestasi politik, selanjutnya sepakat bahwa segala sesuatu yang baik
mestilah berkesinambungan, dibuat suatu gerakan. Di rumah buku mesti dipajang sebagai
langkah awal melahirkan generasi literasi, kemudian di lingkup yang lebih luas, di sekolah perlu
perda yang mengikat mulai TK—SMP akan pentingnya membaca. Harus ada waktu dalam
sepekan hari membaca. Membaca yang benar-benar membaca, bukan hanya sekadar lepas dari
kewajiban semata. Perpustakaan juga mesti dan wajib memperbaiki diri dengan menyediakan
fasilitas yang memadai. Karena hadirnya Perda memang sifatnya untuk "memaksa".Semua
elemen sekolah mesti melakukan gerakan bersama. dan dimasyarakat, dapat diatur dalam Perda
monitoring perpustakaan untuk desa dan kelurahan. Setiap pemerintah musti menyediakan satu
sudut baca dengan anggaran yang jelas pula. Kalau perlu, pemerintah desa yang tidak baik dalam
mengelola perpustakaan desa, dana desanya tidak boleh dicairkan. Nah, kelanjutan dari perda ini
ialah sosialisasikan untuk ke pemerintah desa agar terjadi kesalahpahaman.
11. Pegiat Literasi Komunitas, Ahmad Rusaidi menyatakan bahwa bersyukur bahwa Perda ini
diinisiasi oleh masyarakat, bukan dari pemerintah. Bisa diperdakan bahwa masyarakat yang ingin
membuat komunitas tidak diberikan beban pembuatan payung hukumnya (akta notaris, dan lain-
lain), komunitas dimudahkan dengan payung hukum itu, dapat bergerak lebih bebas ketika
mengajukan proposal Selanjutnya di masyarakat kita selain ada perpustakaan desa, ada namanya
taman bacaan masyarakat yang dibentuk “pemerintah”, sekarang di mana taman bacaan itu?
Selain daripada komunitas-komunitas bentukan penggiat literasi. Dengan ada perda ini,
harapannya ada sinergi antara taman baca pemerintah dengan taman baca komunitas.
12. Tenaga Ahli DPRD Kabupaten Bantaeng, Nurdin Halim, S.Ag menyatakan bahwa bacalah supaya
Anda menguasai dunia, menulislah agar anda dikenal dunia. dari sekian kali melakukan FGD,
perda literasi ini, permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat ini, seperti soal adanya
persepsi dikonotasikan bom waktu sebagai ancaman. Makin literate masyarakatnya, makin
mengancam pula status quo pemerintah desa. Selanjutnya, di Perda ini mesti ada formulasi
kalimat alokasi dana kewajiban desa untuk melakukan pembentukan dan pengelolaan literasi.
Juga dipertajam di Perbub. Nah, guna menjaga keberlanjutan perlu ada Standar Operasional yang
juga mengatur masa bakti pengelola perpustakaan. Supaya ketika pemerintah desa berganti, tidak
seenaknya menggeser pustakawan. Ini juga semoga bisa berkesinambungan, caranya bisa
dialokasikan insentifnya dari pengelola perpustakaan, diberikan juga insentif ke komunitas yang
berhasil bekerja agar kompetitif.
13. Aktivis Pemerhati Perempuan Ibu Desa Kasmawati, menyatakan terkait bagaimana meningkatkan
literasi desa, dari dulu sudah ada perpustakaan di desa dan kelurahan, namun tidak terawat. Ini
diakibatkan, pengelolanya yang tidak memiliki kapasitas baik. Para pengelola perlu memiliki
kemampuan manajemen perpustakaan yang baik, agar bisa mengelola perpustakaan menjadi
lebih menarik untuk dikunjungi. Di desa, agar dilakukan bersama, dalam satu hari ada dalam
sepekan ada geliat literasi. Semisal di pendidikan, di sekolah agar masing-masing sekolah
menginstruksikan (memberi tugas) satu pekan ke desa membaca tentang apa saja. Hal ini
dilakukan agar anak-anak bisa melakukan kunjungan ke perpustakaan. Perlu juga di setiap sudut
baca, ada wifi, ada aturan difungsikan dengan baik.

II. Penyusunan Ranperda dan Naskah Akademik Ranperda Penyelenggaraan Gerakan Literasi di
Kabupaten Bantaeng.

Bahwa berdasarkan aspirasi para tokoh masyarakat sebagaimana tersebut diatas, maka kami selaku
Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Kabupaten Bantaeng menarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pemerintah Kabupaten Bantaeng sebagai bagian dari representasi pemerintah pusat,
menerjemahkan Gerakan Literasi Nasional tersebut dalam kerangka membuat peraturan daerah
berupa Penyelenggaraan Gerakan Literasi di Bantaeng. Langkah penerjemahan kebijakan
pemerintah pusat sesungguhnya masih dalam bingkai strategi nasional, dari Gerakan Literasi
Nasional ke Gerakan Literasi Daerah;
2. Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Gerakan Literasi di Bantaeng, sebagai
salah satu inisatif dan masuk dalam Propemperda DPRD Tahun 2022, menjadi salah satu
instrumen hukum yang strategis untuk mewujudkan kecerdasan bangsa, khususnya di Bantaeng
melalui penyelenggaraan gerakan literasi di Bantaeng;
3. Ranperda disusun dalam usaha menjamin pelaksanaan kewajiban bersama sebagai warga bangsa
melalui peningkatkan kesadaran tanggungjawab dan komitmen pada gerakan literasi demi
mewujudkan kecerdasan bangsa yang akan bermuara pada kualitas kehidupan berbangsa yang
lebih baik, seperti yang telah dicita-citakan.
Bahwa berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, maka Badan Badan Pembentukan Peraturan Daerah
DPRD Kabupaten Bantaeng merekomendasikan ke Pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng untuk
menindaklanjuti dengan menetapkan tim penyusun Ranperda dan Naskah Akademik Ranperda
Penyelenggaraan Gerakan Literasi di Kabupaten Bantaeng.

Bantaeng, 18 Juli 2022

KETUA BAPEMPERDA
DPRD KAB. BANTAENG

Drs. HASANUDDIN

Anda mungkin juga menyukai