Anda di halaman 1dari 9

Hegemoni Militer Terhadap Islam

(Pada Masa Orde Baru)

Hamisesa Putra
hamisesaputralp@gmail.com
Prodi Perbankan Syariah, Institut Agama Islam Negeri Salatiga

Abstrak
Berakhirnya Orde Lama dan dimulainya Masa Orde Baru tentunya memberikan banyak
perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Pembangunan ekonomi di Masa Orde Baru
yang dibantu oleh Militer Indonesia yaitu ABRI membuat kekacauan politik terhadap umat
islam. Kekecewaan umat islam terhadap militer Indonesia menyebabkan terjadinya
ketegangan di negeri ini. Para pemimpin politik islam menaruh harapan besar untuk
berkontribusi dalam politik negara karena mereka merasa telah berperan dalam penjatuhan
pemerintahan Presiden Soekarno dan penghancuran PKI. Peran dominan oleh ABRI dalam
pengawasan pembangunan ekonomi, menjaga integritas, dan menjaga ideologi tunggal
Pancasila memanglah baik. Akan tetapi membuat umat Islam merasa dibatasi dalam
beraspirasi politik. Lamanya periode Orde Baru di Indonesia bukan berarti menjadi acuan
bahwa negara baik-baik saja, karena ternyata banyak terjadi konflik dalam negeri terutama
dengan masyarakat yang beragama mayoritas di Indonesia yaitu umat islam.
Key words : Orde Baru, Militer, Umat Islam

1. Pendahuluan (PKI). Peristiwa pemberontakan PKI yang


berusaha mengganti dasar negara RI
Kehidupan politik di Indonesia
memiliki arti tersendiri dalam sejarah
mengalami pasang surut setelah lahirnya
dinamika partai politik di Indonesia.
proklamasi kemerdekaan RI, terlebih lagi
Demonstrasi besar-besaran di seluruh
setelah NKRI benar-benar terbentuk dan
daerah mecetuskan dikeluarkannya Surat
lepas dari campur tangan belanda. Wajah
Perintah 11 Maret 1966 yang memberikan
baru dunia politik Indonesia lahir ketika
wewenang kepada Letjend Soeharto untuk
aspirasi dan partisipasi rakyat dalam
mengatasi keadaan yang serba tidak
berpolitik mencapai puncaknya pada tahun
menentu dan sulit terkendali.
1955 dengan diadakannya pemilu yang
Dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret
pertama. Maklumat Pemerintah RI tanggal
1966 inilah yang menjadi tonggak lahirnya
3 November 1945 tentang anjuran
zaman Orde baru. Dengan bergantinya
mendirikan partai politik mengimplikasi
pucuk pimpinan, maka dimulailah masa
masyarakat untuk membentuk partai
Orde baru dan meninggalkan masa Orde
politik dan mengeluarkan hak politiknya
lama. Mungkin masa Orba adalah masa
bersama-sama pada pemilu tersebut. Lalu
terlama dimana berkuasa hingga tahun
hasil pemilu tersebut melahirkan empat
1998 dan dianggap sebagai zaman
partai besar yaitu Partai Nasional
pemerintahan yang stabil. Akan tetapi
Indonesia (PNI), Masyumi, Nadhlatul
tetap saja terjadi banyak penyimpangan di
Ulama (NU), Partai Komunis Indonesia
negara kita ini, entah itu bidang politik
ataupun militer. Untuk menghindari secara langsung. Ditambah lagi adanya
penyimpangan tentunya diperlukan kasus wabah penyakit yang sampai
pengetatan keamanan. ABRI merupakan sekarang masih menyulitkan masyarakat
kekuatan untuk mempertahankan untuk berkegiatan secara leluasa.
kepemimpinan Soeharto, ia menempatkan
personil-personil ABRI terutama Agkatan Disisi lain penelitian ini
Darat pada posisi-posisi strategis dalam menggunakan Teknik analisis data isi yang
bidang politik melalui doktrin dwifungsi ditemukan oleh Harold D. Lasswell.
ABRI. Banyak kontroversi yang terjadi Teknik analisis data isi dapat digunakan
akibat dwifungsi ABRI tersebut karena pada penelitian yang datanya diambil dari
mengakibatkan berkurangnya jatah warga seluruh media massa seperti televisi, radio,
sipil di bidang pemerintahan yang internet, majalah, tabloid, buku dan film.
disebabkan banyaknya anggota ABRI yang Dan penelitian ini menggunakan internet
mendominasi pemerintahan. Hal ini juga dan buku sebagai sumber data utama.
menjadikan tidak transparannya sistem Penelitian analisis isi berusaha melihat
pemerintahan di Indonesia pada saat itu. konsistensi makna dalam sebuah teks.
ABRI yang turut memegang kekuasaan Konsistensi ini dapat dijabarkan dalam
negara membuat demokrasi terkikis. pola-pola terstruktur yang dapat membawa
Namun dalam kekuasaan yang dipegang peneliti kepada pemahaman tentang sistem
militer ini kerap terjadi pelanggaran HAM nilai dibalik teks itu.
sehingga terjadi kerusuhan. Militer yang
memegang senjata dianggap terlalu keras
saat mencampuri urusan sipil negara. 3. Hasil dan Pembahasan

Awal Mula Ketegangan Umat Islam


2. Metode Penelitian dengan Militer
Awal mula persinggungan
Penelitian ini menggunakan
umat Islam dengan militer adalah
metode Studi pustaka. Menurut Mestika
Zed (2003), Studi pustaka atau adanya “kecelakaan sejarah” yang
kepustakaan dapat diartikan sebagai merupakan konsekuensi dari
serangkaian kegiatan yang berkenaan perbedaan strategi dalam melawan
dengan metode pengumpulan data pustaka, kekuatan penjajah Belanda,yang
membaca, dan mencatat serta mengolah kemudian menjurus ke arah konflik
bahan penelitian. Cara kerja metode terbuka dan berkepanjangan antara
tersebut yaitu dengan cara mempelajari ABRI/TNI (pemerintah) dengan
referensi-referensi buku, artikel, dan beberapa tokoh perjuangan dari
browsing internet, serta literature review umat Islam yang kemudian
yang berhubungan dengan analisis sistem. berakibat pemberian cap “anti
Pengumpulan data dengan memanfaatkan kebangsaan” kepada umat Islam
daftar pustaka ini adalah agar dapat lebih yang dikesankan sangat tipis
mendukung objek suatu penelitian dengan
wawasan kebangsaannya, dan
melakukan perbandingan teori-teori yang
berujung pada tindakan
sudah ada dengan praktek yang ada di
pemberontakan disebagian
lokasi sumber data. Metode ini dinilai
lebih efektif karena adanya kendala kelompok umat Islam yang
sumberdaya untuk melakukan penelitian mendapat label separatis oleh
militer. Karena pada saat Orla, artian yang mengancam eksistensi rezim
Soekarno masih terus berjuang yang
untuk menjadikan Pancasila diwujudkan dalam bentuk komando Jihad,
sebagai ideologi tunggal dan keberadaan simbol-simbol Islam dan
menyingkirkan simbol-simbol kelompok Islam radikal. Hal ini sama
Islam.Soeharto menganggap perlu dengan kebijakan Belanda yang mengebiri
penjinakan terhadap kekuatan politik Islam sambil mempromosikan
politik Islam, Islam Kultural. Belanda menganggap
yaitu dengan cara peminggiran politik Islam sebagai kekuatan antikolonialisme.
Islam yang menimbulkan sikap sinis dan Karena itu Orba dengan rezim militernya
akhirnya Negara berhasil menundukan membuat kebijakan yang mempromosikan
Islam secara politik, ideologi dan Islam sebagai agama, membatasi pada
intelektual. Hal itu dikarenakan tempat ibadah saja dan menjauhkan dari
pemerintahan rezim militer ORBA belajar Negara. Dan dalam hal ini Islam
dari pengalaman ORLA, bahwa kekuatan diposisikan sama dengan PKI, bahkan
politik Islam mampu membuat lebih berbahaya.
ketidakstabilan politik dan pemerintahan, Sejak saat itu, keadaan umat Islam menjadi
(ex): Demonstrasi, perombakan kabinet, menjadi kekuatan yang selalu dipinggirkan
stabilitas hankam dan ekonomi yang secara politik dan kemesraan yang pernah
menghambat laju pembangunan. terjalin dengan militer menjadi retak yang
Akibatnya selama puluhan tahun sejak dalam sejarahnya dengan bantuan umat
kemerdekaan di proklamasikan, Islam ABRI/militer mampu menumpas
penindasan, peminggiran, diskriminasi dan PKI.
ketidakadilan sosial menjadi fenomena
sehari-hari yang tidak asing lagi. Bukan Militer pada tahun 1970
soal penindasan fisik akibat sampai awal 1980-an selalu
totalitarianisme orde baru tapi juga soal menciptakan musuh-musuhnya
penindasan kultural, simbol-simbol yang sendiri, dengan beragam istilah
sesungguhnya belum pernah hilang dari untuk kemudian dihancurkan.
kesadaran politik kolonial.Kebijakan Orba Istilah umum yang sering
pada umat Islam hanya pada ranah ibadah dimunculkan adalah ekstrim kiri
ritual karena sejak masa rezim militer untuk menunjuk orang-orang yang
Orba, Pancasila sering dihadapkan dengan terkait dengan Komunisme, dan
komunisme dan Islam. Bagi agenda politik ekstrim kanan untuk menuduh
Orba adalah depolitisasi (pembatasan kelompok Islam radikal (Islam
ruang gerak) Islam, proyek ini didasarkan Politik). Tidaklah mengherankan
pada asumsi Islam yang kuat secara politik jika pada masa Orba militer sangat
akan menjadi hambatan bagi modernisasi menghegemoni kehidupan
dan pembangunan. Hal ini yang berbangsa dan bernegara. Atas
menjadikan Orba bersikap memingggirkan nama stabilitas dan pembangunan
politik Islam ketika Islam memasuki ranah militer melakukan penetrasi ke
doktrin ideology politik yang tercermin masalah-masalah kemasyarakatan,
dalam “militansi Gerakan, islam dijadikan persolan politik, ekonomi,
ideologi manifest (nyata/wujud) dalam kebudayaan, pendidikan,
organisasi, dll. Tak jarang militer sangat melukai hati dan perasaan
melakukan tindakan refresifitas umat Islam. Militer (khususnya
terhadap para aktivis yang TNI-AD) sebagai penopang utama
melakukan penolakan atas nama rezim Orde Baru sangat mencurigai
kebijakan Orba.Rezim militer yang dan mengkhawatirkan jika umat
tercermin dalam Orba Soeharto Islam Indonesia akan menjadikan
lebih dekat pada kekuatan politik Islam sebagai dasar negara dan
dan militer Abangan dan non- membentuk negara Islam
muslim yang mengakibatkan Indonesia. Di atas kanvas yang
kekuatan politik Islam besar, inilah periode yang diisi oleh
terpinggirkan, dominasi elit militer militer yang membangun
yang dipimpin dari kalangan dominasinya dalam politik
abangan dan non-muslim yang Indonesia dan dengan dukungan
diwakili oleh Ali Moertopo, kekuasaan Barat, mengintegrasikan
Soedomo, L.B. Moerdani mereka kembali negara ini dengan sistem
adalah orang-orang terdekat kapitalis global. Kepemimpinan
Soeharto dan memiliki peran yang militer yang dominan memandang
sangat dominan dan strategis dalam bahwa partai-partai politik hanya
pemerintahan Orba dan secara berhasil memecah–belah Indonesia
langsung mempengaruhi sikap menurut garis-garis agama dan
militer terhadap umat Islam. hal ini ideologi, yang mengancam
yang menjadikan umat Islam persatuan nasional dan pada
menjadi radikal seperti tragedi akhirnya menimbulkan kehancuran
Tanjung Priok, Lampung, Aceh dll. politik dan ekonomi.
Hal ini karena tingkat sikap
represif militer terhadap umat Orde Baru yang
Islam yang dirasakan sudah dikomandani oleh Soeharto
melewati ambang batas. mempercayakan kepada Ali
Murtopo untuk menciptakan
Partai Politik Islam Tahun 1970-an kendaraan politik yang mampu
memenangi pemilihan. Dan Ali
Pada masa awal lahirnya Murtopo menjadikan Golkar yang
Orde Baru, umat Islam menaruh lahir pada tahun 1964 sebagai
harapan besar untuk dapat kendaraan politik Orde Baru yang
berpartisipasi dan berperan dalam pada pemilu pertama Orde Baru
mengatur dan menjalankan roda sangat sukses dan meraih suara
pemerintahan negara dengan terbanyak.Setelah kekalahan partai-
berjuang melalui partai politik partai politik pada pemilu pertama
mereka. Akan tetapi harapan tahun 1971 berimplikasi terhadap
tersebut menjadi sirna dan hilang masa depan sistem politik dengan
setelah pemerintahan Orde Baru multi partai seperti pada masa Orde
yang di topang oleh militer (TNI- Lama. Diperlemah oleh kinerjanya
Angkatan Darat), pada tahun 1971 yang buruk, posisi tawar partai-
menetapkan suatu kebijakan yang partai sangat berkurang. Ali
Murtopo tidak menyia-nyiakan yang semestinya memiliki
waktu untuk memprakarsai suatu kebebasan untuk mengekpresikan
reorganisasi sistem politik secara orientasi politik mereka secara
besar-besaran, dengan memaksa langsung telah hilang dan mati dari
sembilan partai politik oposisi hiruk pikuk panggung politik
untuk melebur menjadi dua partai nasional.
yang disponsori oleh pemerintah
dengan nama yang sama sekalipun Hubungan Orde Baru dengan
tidak menjelaskan apa-apa, yaitu ABRI/TNI
PPP (Partai
Persatuan Pembangunan) dan PDI (Partai Pada awal berdirinya rezim
Demokrasi Indonesia). Militer setelah Orde Baru, TNI telah memainkan
sukses memaksa difusi partai-partai peran yang sangat dominan,
politik, untuk selanjutnya semakin bahkan rezim ini menurut sebagian
mendepolitisasi masyarakat, dengan pengamat politik Barat sebagai
ketentuan baru diciptakan, yaitu untuk rezim diktator militer. Perwira-
mencegah keberadaan partai-partai politik perwira tinggi militer khususnya
di tingkat yang lebih rendah di tingkat AD (Angkatan Darat) telah
kabupaten. Organisasi-organisasi massa menjabat posisi kunci di kabinet
yang berafiliasi ke partai juga dilarang dan dan pada level atas birokrasi, dan
para anggaotanya diserap ke dalam badan- telah dialokasikan 20% untuk kursi
badan korporatis yang didukung oleh jabatan di DPR. Golkar pada masa
negara, yang pada gilirannya digabung ke Orde Baru diposisikan sebagai
dalam Golkar. partai pemerintah, oleh karena itu
Golkar memiliki dua sokoguru
Dari gerakan Orde Baru yang kuat, yaitu Angkatan
didukung oleh militer ini, Bersenjata (kelompok pendukung
kelompok muslim merupakan utama) mempunyai misi untuk
target khusus dan utama untuk menjamin kemenangan Golkar.
menyeragamkan perpolitikan Alasannya adalah, bahwa hanyalah
melalui penyederhanaan melalui kemenangan Golkar
keberadaan partai-partai politik. Ini stabilitas politik dan Pancasila bisa
mencerminkan bahwa kaum militer dipertahankan. Sedangkan
pada waktu itu yang kebanyakan kekuatan kedua adalah birokrasi.
abangan dan mitra-mitranya yang Semua pegawai negeri sipil adalah
sekuler atau beragama Kristen anggota organisasi yang disebut
sama-sama takut akan Korpri (Korp pegawai republik
kemungkinan munculnya partai Indonesia) dengan garis hirarkisnya
partai Islam sebagai kekuatan turun sampai ke tingkat desa untuk
politik penting. Setelah menjamin kemenangan Golkar.
penyederhanaan partai-partai poltik
dan dengan dihapuskannya sistem Orde Baru yang ditulang
multi partai setelah pemilu pertama punggungi oleh militer amatlah
Orde Baru, maka politik Islam traumatis dengan disintegrasi
nasional dan stabilitas politik yang keterkaitan yang erat dengan
dapat menghambat rencana sejarah perkembangan bangsa serta
pemerintah untuk menjalankan arah evolusi negara. Hal ini
pembangunan ekonomi. Lebih jauh dilakukan dengan
lagi Orde Baru melakukan mengkombinasikan prinsip hak
penekanan dan pembatasan secara sejarah (birthright principle) dan
luas partisipasi politik rakyat secara prinsip kompetensi (competence
langsung. Kooptasi negara terhadap principle). Berangkat dari dua
berbagai kekuatan masyarakat, prinsip dasar inilah ABRI/TNI
serta berbagai regulasi ekonomi menciptakan peran sosial dan
dan politik pada masa Orde Baru politiknya. Prinsip hak sejarah
juga dilakukan melalui intimidasi menurut ABRI/TNI didasarkan
dan kebijakan politik represif pada suatu interpretasi sejarah
kelompok militer, yang berlindung bahwa militer berperan besar dalam
dibalik jargon stabilitas dan keamanan sejarah pembentukan bangsa dan
nasional. Menurut Richard Tante, pada juga telah melakukan pengorbanan
masa Orde Baru juga aktualisasi politik yang tidak terhingga untuk
masyarakat telah ditekan di bawah bayang- membentuk dan mempertahankan
bayang kekuasaan militer yang sangat negara.
besar, terutama melalui praktek intelijen.
Dalam kerangka ini, Tante kemudian Misi Politik Militer ABRI Pada Masa
menyebutkan Orde Baru sebagai Orde Baru
pemerintahan yang menjalankan model
“negara militer rente”. Politik militer Orde Baru
merupakan suatu fase kontinuitas
Karakteristik Politik Militer ABRI/TNI dari peran politik militer pada masa
Orde Lama. Seperti pada masa
Karaktristik militer Orde Lama, militer pada masa
Indonesia pada masa Orde Baru Orde Baru terus berusaha
adalah militer politik dan bukan memantapkan dan mengokokohkan
militer profesional. Militer politik posisi dan peran politiknya dalam
merupakan antitesa dari teori kehidupan berbangsa dan
Huntington. Persepsi tentara bernegara. Militer Pada masa Orde
mengenai dirinya sebagai kekuatan Baru menghendaki adanya
politik berasal dari perbedaan yang ketertiban dan kondisi yang stabil
kabur tentang fungsi militer dan dan baik dari segi politik, ideologi
fungsi politik dalam masa perang maupun masyarakat. Militer pada
kemerdekaan melawan Belanda. masa ini memposisikan dirinya
sebagai penjaga integritas bangsa
Sebagai tentara politik, dan negara, pengaman jalannya
ABRI memiliki karakter inti yang pembangunan, melindungi
dipopulerkan oleh Finer dan keamanan dan ketertiban negara,
Janowitz, yaitu: militer secara penjaga ideologi tunggal Pancasila,
sistematis mengembangkan dan sebagai dinamisator dari pada
pembangunan. Pada masa awal komunisme, dan pada masa
Orde Baru, tindakan politik yang selanjutnya untuk menyukseskan
dimainkan oleh kelompok militer pembangunan nasional.
adalah untuk mengembangkan
kepentingan bersama yang Strategi ABRI dalam Rangka
melampaui kepentingan golongan Depolitisasi Politik Islam
militer dan menentang kepentingan
kelas yang diwakili oleh golongan Penjinakan aktivisme dan
komunis. Hal ini dikarenakan idealisme politik Islam oleh
ABRI/TNI-AD tujuan utamanya kalangan militer didasarkan pada
adalah stabilitas nasional dan pandangan kelompok militer
pembangunan ekonomi nasional. terhadap aktivitas dan cita-cita
Landasan politik militer ABRI umat Islam pada masa Orde Lama
khususnya TNI-AD mendapat yang ingin mendirikan “negara
legitimasinya setelah lahirnya Islam” dan menjadikan “Islam
konsep “Dwifungsi ABRI” pada sebagai dasar negara”. Kecurigaan
masa Orde Baru dan pada masa kelompok militer terhadap politik
Orde Lama dikenal dengan Islam ditandai dengan
“konsep jalan tengah” ABRI yang ketidaksediaan kelompok militer
diperkenalkan oleh Nasution pada terhadap rehabilitasi partai
1958, yang intinya pemberian Masyumi pada masa awal Orde
kesempatan kepada ABRI, sebagai Baru. Dalam hal ini, beberapa kali
salah satu kekuatan politik bangsa, kontak senjata antara mereka
untuk berperan serta di dengan unsur-unsur politik Islam
dalam pemerintahan atas dasar “Asas pada masa lalu sangat memainkan
Negara Kekeluargaan”. Konsep Nasution peran seperti dicatat oleh Harold
juga dicetuskan sebagai upaya untuk Crouch, hal ini terutama sangat
mencegah militer melakukan kudeta terasa dikalangan “perwira-perwira
terhadap pemerintah sipil.93 Karena jika yang pernah terlibat dalam
sekali kudeta dilakukan, maka kudeta pertempuran bersenjata melawan
berikutnya secara simultan akan datang Darul Islam dan pemberontakan-
silih berganti. pemberontakan regional lainnya
yang dilakukan oleh umat Islam.”
Pada masa awal Orde Baru Demikian pula, mereka yang “ikut
dari konsep dwifungsi ABRI serta dalam upaya pemerintah pusat
tersebut lahirlah suatu perwujudan untuk menumpas PRRI benar-
yang nyata dari orientasi politik benar merasa tidak senang dengan
militer ABRI, yaitu dengan “pengkhianatan” Masyumi yang
penugasan prajurit ABRI dalam bersimpati, atau sedikitnya tidak
lembaga-lembaga, instansi, badan, menyalahkan pemberontakan yang
atau organisasi diluar jajaran mengorbankan 2.500 nyawa tentara
ABRI. Penugasan ini dalam rangka itu.”
untuk mengamankan bangsa
Indonesia dari pengaruh
Dari pengalaman kelompok telah merumuskan beberapa
militer dalam memadamkan strategi politik. Strategi politik
pemberontakan umat Islam yang TNI/ABRI dilakukan melalui
terjadi pada tahun 1950 dan 1960- beberapa kebijakan yang
an, mengakibatkan militer ditetapkan oleh institusinya
berpandangan bahwa politik Islam maupun perwira tinggi militer.
sebagai ancaman terhadap stabilitas Diantara kebijakan-kebijakan yang
dan keamanan negara. Dengan ditetapkan oleh militer, yaitu;
kekhawatiran Orde Baru terhadap
stabilitas dan keamanan negara pertama, pada Desember 1966, kelompok
yang dapat menghambat dan militer menyatakan bahwa mereka akan
menghalangi cita-cita yang telah mengambil tindakan-tindakan tegas
dikonsepkannya, maka Orde Baru terhadap siapa saja, dari kelompok mana
yang ditopang oleh institusi militer saja, dan dari aliran apa aja, yang ingin
telah melakukan depolitisasi menyimpang dari Pancasila dan UUD
terhadap kelompok politik Islam 1945 seperti yang pernah dilakukan
yang bersifat ideologis dan melalui pemberontakan Partai Komunis
fundamentalis. Depolitisasi politik Indonesia di Madiun, Gestapu, Darul
Islam merupakan sebuah usaha dan Islam/Tentara Islam Indonesia (sebuah
strategi politik yang dijalankan gerakan Islam fanatik yang paling kuat
oleh ABRI khususnya Angkatan pada 1950-an dan memperoleh
Darat sebagai unsur utama dukungannya di Jawa Barat yang berupaya
kekuatan Orde Baru untuk mendirikan negara Islam dengan kekuatan
menyingkirkan aktivis politik Islam senjata) dan Masyumi”.
yang berusaha untuk
menghidupkan dan Kedua, ABRI/TNI menggunakan langkah-
memformulasikan kembali ideologi langkah Koersif dan kooptatif untuk
Islam sebagai sebuah ideologi mempengaruhi hasil pemilu pertama tahun
politik mereka. Sebagaimana 1971, dimana ABRI/TNI menjadi tulang
dikatakan oleh Don Emerson, punggung Golkar.
mereka berusaha melakukan
domestikasi atas politik Islam; Ketiga, Amir Machmud yang kala itu
menempatkannya pada posisi sebagai menteri dalam negeri
“minoritas” dan “out sider” dimana mengeluarkan peraturan menteri (Permen
situasi ini pernah dikeluhkan oleh 12/1969)” yang dimasudkan untuk
Natsir dengan pernyataan,” mereka memurnikan wakil-wakil Golkar di badan-
telah memperlakukan kami sebagai badan legislatif tingkat provinsi dan lokal”,
kucing kurap”. Dalam rangka peraturan ini menyebutkan bahwa “seluruh
kelompok militer untuk anggota kelompok-kelompok fungsional
melenyapkan dan menyingkirkan yang ditugaskan di badan-badan
peran dan aktivitas kelompok pemerintahan di tingkat provinsi dan lokal
politik Islam yang ideologis dan harus diganti jika mereka bergabung ke
formalistik, maka kelompok militer dalam partai-partai politik (PNI, NU,
yang disebut dengan TNI/ABRI Parmusi, PSII, Perti, dan lain sebaginya).
Selain itu juga, ia juga mengeluarkan pembangunan ekonomi, menyebabkan
sebuah peraturan pemerintah (PP 6/1970) politik tidak kondusif apalagi
yang mempunyai konsekuensi luas dalam menyebabkan konflik dengan umat islam.
pemilihan umum, yang menegaskan bahwa Keputusan Soeharto terhadap militer yaitu
“kelompok-kelompok tertentu dikalangan dwifungsi ABRI mengakibatkan
pegawai negeri sipil tidak diperbolehkan menyempitnya kesempatan politik islam
menjadi anggota partai-partai politik: untuk berkontribusi pada politik negara.
Dalam pembungkaman inilah, umat islam
anggota ABRI, semua pegawai negeri sipil
sebagai umat mayoritas penduduk negeri
yang bekerja pada Departeman pertahanan,
ini merasakan bahwa ketidakbebasan
hakim dan penuntut umum, pejabat-
tersebut telah merugikan mereka dalam
pejabat khusus seperti Gubernur BI, dan mengekspresikan kebebasan politik
para pemegang jabatan penting lain yang mereka. Dengan ditopang oleh ideologi
ditetapkan oleh presiden.” pembangunan dan terciptanya stabilitas,
pemerintah Orde Baru menampilkan
Keempat, pemerintah melakukan dirinya sebagai sebuah rezim politik kuat
restrukturisasi sistem kepartaian pada yang represif. Represif telah diposisikan
januari 1973, yaitu pemerintah sebagai unsur penting dalam memelihara
mengharuskan kesembilan partai yang ada pembangunan ekonomi. Hegemoni militer
bergabung kedalam dua partai politik baru. terhadap islam ini terjadi karena pada masa
itu pemerintah takut jika politik islam
Kelima, penerapan konsep massa mendominasi pemerintahan, apalagi
mengambang di mana aktivitas-aktivitas sampai merubah ideologi negara kita ini
menjadi ideologi islam. Hingga pada
partai di tingkat desa dan kecamatan
akhirnya militer Indonesia yaitu ABRI
hampir sepenuhnya dihapuskan.
memberikan beberapa kebijakan untuk
membatasi pergerakan politik islam yang
Keenam, yaitu dalam pidato tahunanya di sebenarnya dinilai tidak adil bagi umat
depan DPR, 16 Agustus 1982, presiden islam.
Soeharto menegaskan bahwa dasar
ideologi mereka satu-satunya adalah
Pancasila.
Ketujuh, yaitu pemberlakuan UU
keormasan yang dikeluarkan pada tahun
1985, yang mewajibkan semua organisasi
sosial-keagamaan dan mahasiswa untuk
menerima pancasila sebagai asas tunggal.

Kesimpulan
Pemerintah Orde Baru dibawah pimpinan
Soeharto yang berkuasa sejak
dikeluarkannya “supersemar”, berbeda
dengan Orde Lama yang dipimpin oleh
Soekarno. Masa Orde Baru lebih tertarik
dengan pembangunan ekonomi. Namun
ternyata karena fokusnya untuk

Anda mungkin juga menyukai