Lembaga keuangan sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian
uang dan pendanaan terorisme, karena tersedia banyak pilihan transaksi bagi pelaku pencucian
uang dan pendanaan terorisme dalam upaya melancarka n tindak kejahatannya. Melalui berbagai
pilihan transaksi tersebut, seperti transaksi pengiriman uang, lembaga keuangan menjadi pintu
masuk harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana atau merupakan pendanaan kegiatan
terorisme ke dalam sistem keuangan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pelaku kejahatan. Misalnya untuk pelaku pencucian uang, harta kekayaan tersebut dapat ditarik
kembali sebagai harta kekayaan yang seolah-olah sah dan tidak lagi dapat dilacak asal usulnya.
Sedangkan untuk pelaku pendanaan terorisme, harta kekayaan tersebut dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan terorisme.
Seiring dengan perkembangan produk, model bisnis dan teknologi informasi yang semakin
kompleks, seluruh Penyedia Jasa Keuangan di bawah pengawasan Bank Indonesia wajib
menerapkan Program APU dan PPT secara optimal dan efektif. Penerapan program APU dan
PPT tidak saja penting untuk pemberantasan pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme, melainkan juga untuk mendukung penerapan prinsip kehati-hatian yang dapat
melindungi Penyelenggara maupun pengguna jasa dari berbagai risiko yang mungkin timbul.
Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 menjamin keseimbangan antara inovasi dengan
integritas sistem pembayaran, melalui penerapan Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan
Terorisme, serta Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal sebagaimana Visi
4 Blueprint SPI 2025 yakni “SPI 2025 menjamin keseimbangan antara inovasi dengan
consumers protection, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat melalui
penerapan KYC & AML-CFT, kewajiban keterbukaan data/informasi / bisnis publik, dan
penerapan regtech dan suptech dalam kewajiban pelaporan, regulasi, dan pengawasan". Publikasi
Blueprint SPI 2025 dapat diunduh di sini.
Framework APU PPT dibangun untuk mendukung pencapaian Visi SPI 2025 serta mencegah
aktivitas pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah
massal yang menimbulkan berbagai risiko, antara lain:
Adapun capaian akhir dari Implementasi APU PPT pada SPI adalah sebagai berikut:
1. Integritas sistem keuangan Indonesia mendukung stabilitas perekonomian;
1. tugas dan tanggung jawab Direksi dan pengawasan aktif Dewan Komisaris;
2. kebijakan dan prosedur tertulis;
3. proses manajemen risiko;
4. manajemen sumber daya manusia; dan
5. sistem pengendalian internal.
Dalam menyusun PBI APU PPT, BI mengadopsi berbagai ketentuan, antara lain:
1. FATF 40 Recommendations;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (UU TPPU);
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pendanaan Terorisme (UU TPPT).
Bank Indonesia juga menerbitkan pedoman teknis turunan dari PBI APU PPT, antara lain:
Dalam rangka mengoptimalkan upaya mitigasi TPPU, TPPT, dan PPSPM, Bank Indonesia telah
menyusun Kajian Tipologi Kasus TPPU, TPPT, dan PPSPM bagi PJP Lembaga Selain Bank dan
KUPVA Bukan Bank. Kajian ini diharapkan dapat meningkatkan awareness dan menjadi
panduan bagi PJP Lembaga Selain Bank, KUPVA Bukan Bank, Aparat Penegak Hukum (APH),
dan otoritas terkait untuk mengidentifikasi tipologi yang dilakukan oleh pelaku dalam rangka
mitigasi praktik pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata
pemusnah massal.
Kajian Tipologi Kasus TPPU, TPPT, dan PPSPM pada PJP Lembaga Selain Bank dan KUPVA
Bukan Bank Tahun 2021 dapat diunduh di sini.
1. Pengawasan offsite dan onsite berbasis risiko dengan risk ranking tools pengawasan serta
kertas kerja Risk Based Approach (RBA);
2. Penyelenggara menggunakan RBA APU PPT untuk melakukan asesmen risiko dan
operasional.
Pedoman Penerapan APU PPT Berbasis Risiko (RBA) bagi Penyelenggara Transfer Dana dan
KUPVA Bukan Bank dapat diunduh di sini
Pedoman Penerapan APU PPT Berbasis Risiko (RBA) bagi Penyelenggara Uang Elektronik,
Penyelenggara Dompet Elektronik, serta Penyelenggara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
dapat diunduh di sini.
Pedoman Prinsip Mengenal Pengguna Jasa (Customer Due Diligence) bagi PJSP Selain
Bank and KUPVA Bukan Bank
Tata cara dan mekanisme penerapan Customer Due Diligence (CDD) secara umum telah diatur
dalam PBI APU PPT. Untuk memudahkan Penyelenggara dalam memenuhi dan melaksanakan
CDD sebagaimana diamanatkan dalam PBI APU PPT, Bank Indonesia menerbitkan Pedoman
Prinsip Mengenal Pengguna Jasa (CDD) bagi PJSP Selain Bank dan KUPVA Bukan Bank.
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian penting dalam pedoman CDD dimaksud adalah
sebagai berikut:
1. Pedoman CDD merupakan acuan yang harus diperhatikan oleh Penyelenggara dalam
menerapkan proses CDD bagi calon pengguna jasa, pengguna jasa, serta beneficial
owner, baik secara konvensional maupun CDD secara elektronik (e-CDD).
2. Penerapan e-CDD sama dengan penerapan CDD konvensional, yaitu CDD Sederhana,
CDD Standar, dan Enhanced Due Diligence (EDD), dengan melakukan 4 tahapan, yaitu
Identifikasi, Verifikasi, Pemantauan secara berkesinambungan (on going due diligence),
serta memahami maksud dan tujuan hubungan usaha.
3. Bagi Penyelenggara yang menerapkan e-CDD, secara prinsip harus tetap memenuhi
aturan mengenai penerapan CDD yang telah diatur di PBI APU PPT, termasuk
menerapkan e-CDD terhadap Beneficial Owner.
4. Dalam hal Penyelenggara melakukan salah satu proses e-CDD, maka pelaksanaan proses
tersebut dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan proses e-CDD yang dicantumkan
dalam Pedoman ini.
Pedoman Prinsip Mengenal Pengguna Jasa (CDD) bagi PJSP Selain Bank dan KUPVA Bukan
Bank dapat diunduh di sini.
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT)
1. Transaksi keuangan dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan
digunakan untuk melakukan tindak pidana terorisme; atau
2. Transaksi yang melibatkan Setiap Orang yang berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan
Organisasi Teroris (DTTOT).
1. Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Luar Negeri
Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan tentang Pencantuman Identitas Orang dan Korporasi dalam Daftar Terduga
Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) dan Pemblokiran secara Serta Merta Atas Dana
Milik Orang atau Korporasi yang Tercantum dalam DTTOT;
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
Bukan Bank.
Sesuai dengan Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) No. 6, Bank Indonesia
meneruskan informasi DTTOT dari POLRI kepada penyelenggara dan ditindaklanjuti dengan
kewajiban pemblokiran secara serta merta terhadap seluruh dana yang dimiliki atau dikuasai,
baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh orang atau Korporasi berdasarkan DTTOT.
Pedoman pelaksanaan pemblokiran secara serta merta atas dana milik orang atau korporasi yang
identitasnya tercantum dalam DTTOT dapat diunduh di sini.
Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan
Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Proliferasi senjata pemusnah massal adalah penyebaran
senjata nuklir, biologi, dan kimia, baik dengan harta kekayaan yang merupakan hasil dari suatu
tindak pidana ataupun dari harta kekayaan yang diperoleh secara sah.
Ketentuan Hukum terkait Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal
1. Peraturan Bersama Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan
Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Pencantuman Identitas Orang dan
Korporasi dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal dan
Pemblokiran secara Serta Merta Atas Dana Milik Orang atau Korporasi yang Tercantum
dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal;
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
Bukan Bank.
Sesuai dengan Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) No. 7, Bank Indonesia
meneruskan informasi proliferasi senjata pemusnah massal dari PPATK kepada penyelenggara
dan ditindaklanjuti dengan kewajiban pemblokiran secara serta merta terhadap seluruh dana yang
dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh orang atau Korporasi
berdasarkan Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.
BI terus memperluas kerja sama APU PPT dengan otoritas terkait, baik nasional maupun
internasional dalam rangka memperkuat implementasi APU PPT.
1. Kerjasama Nasional
2. Kerjasama Internasional
Bank Indonesia secara aktif menjalin kerja sama dengan Bank Negara Malaysia (BNM),
Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Bank of Thailand (BoT), Brunei Darussalam Central
Bank (BDCB), Central Bank of United Arab Emirates (CBUAE), Monetary Authority of
Singapore (MAS), serta lembaga internasional lainnya. BI terus berupaya memperluas
kerja sama APU PPT dengan otoritas luar negeri lainnya.
Profil APG
Mutual Evaluation
Bank Indonesia mendukung upaya Pemerintah untuk menjadi Anggota Penuh (Full Membership)
FATF. Untuk itu, Bank Indonesia menyiapkan 3 strategi, yaitu: