Anda di halaman 1dari 8

SURAT PERNYATAAN

Saya yang membuat surat pernyataan : Anti Plagiarism


Nama : Dicky Denata
NPM : 2106799953

Menyatakan, adalah benar tulisan yang saya sampaikan untuk tugas mata kuliah
hukum perbankan merupakan tulisan saya sendiri, memenuhi persyaratan anti
Plagiarism dan dapat dipertanggung jawabkan apabila terdapat kesamaan tullisan
dengan tulisan orang lain.

Hormat Saya

Dicky Denata
SOAL

1. Mengapa Bank perlu memiliki aturan CDD/EDD dan kapan Bank wajib
menerapkan aturan tersebut terhadap Nasabahnya.
2. Apakah Bank boleh menunda transaksi nasabahnya, dengan alasan apa?
Dan apa yang harus dilakukan ?
3. Apakah Bank boleh memutuskan hubungan hukum atau usaha dengan
nasabahnya? apa dasarnya dan apa yang harus dilakukan Bank.
4. Jelaskan Apa yang dimaksud dengan Anti Pencucian Uang dan
Pencegahaan Pendanaan Terorisme.
5. Bagaimanakah persyaratan dan prosedur pembekuan rekening Nasabah
pada Bank oleh PPATK? apakah Nasabah dapat mengajukan keberatan
terhadap pembekuan tersebut?
JAWABAN

1. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 /POJK.01/2017


Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme Di Sektor Jasa Keuangan Bahwa yang dimaksud
Customer Due Diligence atau yang disingkat CDD adalah kegiatan berupa
identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan oleh PJK untuk
memastikan transaksi sesuai dengan profil, karakteristik, dan atau pola
transaksi calon nasabah, nasabah atau WIC. Suatu Bank perlu melakukan
CDD karena CDD merupakan suatu bentuk dari management resiko dari
Bank ,karena seorang nasabah bukan hanya menghasilkan keuntungan tapi
juga dapat menimbulkan kerugian maka dari itu Bank harus bisa melakukan
identifikasi terhadap nasabah.
Suatu Bank dapat melakukan Customer Due Diligenci (CDD) yaitu pada saat:
 melakukan hubungan usaha dengan calon Nasabah. Apabila rekening
merupakan rekening joint account atau rekening bersama maka CDD
dilakukan terhadap seluruh pemegang rekening joint account tersebut;
 melakukan hubungan usaha dengan Nasabah yang tidak memiliki
rekening di Bank. Dalam hal ini termasuk Nasabah Bank lain dimana
Bank tidak memiliki akses untuk mendapatkan informasi mengenai
Nasabah tersebut (Walk In Customer /WIC). Contoh: A adalah
Nasabah Bank asing “X” cabang Singapura dan ingin melakukan
transaksi di Bank asing “X” cabang Indonesia. A tidak memiliki
rekening di Bank asing “X” cabang Indonesia dan Bank asing “X” tidak
memiliki kemampuan untuk mendapatkan informasi mengenai profil A
yang ada dalam sistem Bank asing “X” cabang Singapura. Pada saat
melakukan transaksi di Bank asing “X” cabang Indonesia, A tergolong
sebagai WIC. Dalam hal Bank asing “X” di Indonesia memiliki
kemampuan untuk mendapatkan informasi mengenai profil A yang ada
dalam sistem Bank asing “X” cabang Singapura, maka A tergolong
sebagai Nasabah
 Bank meragukan kebenaran informasi yang diberikan oleh Nasabah,
penerima kuasa, dan/atau Beneficial Owner; atau
 terdapat transaksi keuangan yang tidak wajar yang terkait dengan
pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme 1.

2. Berdasarkan Berita Negara Republik Indonesia Peraturan Kepala Pusat


Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Republik Indonesia Nomor PER-
03/ 1.02.1/PPATK/03/12 Tenatng Pelaksanaan Penghentian Sementara dan
Penundaan Transaksi di Bidang Perbankan, Pasar Modal dan Asuransi “
Penundaan Transaksi adalah tindakan penyedian jasa keuangan untuk tidak
melaksanakan transaksi atas inisiatif sendiri ataupun atas perintah penyidik,
penuntut umum atau hakim” Penghentian Sementara atau Penundaan
Transaksi sebagaimana dimaksud yaitu meliputi Transaksi. Penarikan atau
penyetoran melalui pemindah bukuan tabungan, giro, deposito, atau produk
simpanan lainnya, Transfer dana antar bank dan atau pencairan atau
pemindahtanganan surat berharga yang meliputi surat pengakuan utang,
wesel, saham, obligasi, sekuritas, kredit atau setiap derivatifnya, atau
kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.
Penundaan Transaksi dilakukan dalam Pengguna Jasa:
a) Melakukan Transaksi yang patut diduga menggunakan harta kekayaan
yang berasal dari hasil tindak.
b) Memiliki rekening untuk menampung harta kekayaan yang berasal dari
tindak pidana.
c) Diketahui dan atau diduga menggunakan document palsu
Yang harus dilakukan dicatat dalam berita acara Penundaan Transaksi dan
Berita acara Penundaan Transaksi dibuat dalam rangkap 2 dan 1 salinan,
Penyedia jasa keuangan memberikan Salinan berita acara Penundaan
Transaksi kepada Pengguna Jasa Serta Penyedia jasa keuangan wajib
melaporkan penundaan transaksi kepada PPATK dengan melampirkan berita
acara Penundaan Transaksi dalam waktu paling lama 24 jam terhitung sejak
waktu penundaan transaksi dilakukan. Dalam hal Penundaan Transaksi telah
dilakukan sampai dengan hari kerja kelima, Penyedia Jasa Keuangan harus

1
Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank
Umum
memutuskan akan melaksanakan Transaksi atau menolak Transaksi
tersebut.2
3. Dalam Pasal 42 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12
/POJK.01/2017 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme Di Sektor Jasa Keuangan, menyatakan
PJK wajib menolak melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah dan
atau melaksanakan transaksi dengan WIC dalam hal calon Nasabah atau
WIC:
a) Tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dapam Pasal 17,
Pasal 20, Pasal 21 Pasal 22, Pasal 23, pASAL 24 dan Pasal 28
b) Diketahui dan atau patut diduga menggunakan document palsu
c) menyampaikan informasi yang diragukan kebenarannya
d) Berbentuk shell bank atau bank umum atau umum Syariah yang
mengizinkan rekeningnya digunakan oleh shell bank
e) Terdapat dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris, dan atau
daftar pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal
Dalam ayat (2) menyatakan PJK wajib menolak transaksi, membatalkan
transaksi dan atau menutup hubungan usaha dengan Nasabah dalam
hal*
a) Kriteria sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat (1)
b) Memiliki sumber dana transaksi yang diketahui bdan atau patut diduga
berasal dari hasil tindak pidana
c) Terdapat dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris, dan atau
daftar pendanaan Proliferasi bersenjata
Yang dapat dilakukan oleh Bank adalah tetap menyelesaiakan proses
identifikasi dan verifikasi terhadap identitas ccalon Nasabah atau WIC dan
Benefical Owner, dalam hal penolakan hubungan usaha dengan calon
Nasabah dan Bank wajib mendokumentasikan Calon Nasabah, Nasabah
atau WIC yang memenuhi kriteria Bank wajib melaporkan Calon
Nasabah, Nasabah atau WIC.
4. Pencegahan Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
adalah serangkaian pengaturann dan proses pelaksanaan upaya

2
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.
pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dan pendanaan
terorisme (TPPU dan TPPT), yang melibatkan seluruh pemangku
kepentingan terkait termasuk masyarakat. Menurut Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 12 /POJK.01/2017 Tentang Penerapan Program
Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Di Sektor
Jasa Keuangan dalam angka 17 Menyatakan bahwa Anti Pencucian Uang
dan Pencegahan Pendanaan Terorisme yang selanjutnya disingkat APU
dan PPT adalah upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.

Program APU dan PPTmerupakan program yang wajib diterapkan bank


dalam melakukan hubungan usaha dengan pengguna jasa Bank
(Nasabah atau Walk In Customer). Program tersebut antara lain
mencakup hal-hal yang diwajibkan dalam 40 + 9 Financial Action Task
Force (FATF) Recommendation dan The Basel Committee on Banking
Supervision sebagai upaya untuk melindungi Bank agar tidak dijadikan
sebagai sarana atau sasaran kejahatan baik yang dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan. ustomer Due
Dilligence (CDD) merupakan salah satu instrumen utama dalam Program
APU dan PPT. CDD tidak saja penting untuk mendukung upaya
pemberantasan pencucian uang dan pendanaan teroris, melainkan juga
dalam rangka penerapan prinsip kehatian-hatian perbankan (prudential
banking). Penerapan CDD membantu melindungi bank dari berbagai
risiko dalam kegiatan usaha bank, seperti risiko operasional, risiko
hukum, dan risiko reputasi serta mencegah industri perbankan digunakan
sebagai sarana atau sasaran tindak pidana, khususnya pencucian uang
dan pendanaan terorisme.

5. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013


Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme dalam Pasal 22 “Pemblokiran dilakukan terhadap Dana yang
secara langsung atau tidak langsung atau yang diketahui atau patut
diduga digunakan atau akan digunakan, baik selluruh maupun Sebagian,
untuk Tindak Pidana Terorisme”
Pemblokiran dapat dilakukan oleh PPATK, penyidik, penuntut umum, atau
hakim dengan meminta atau memerintahkan PJK atau instansi
berwenang untuk melakukan Pemblokiran yang dilakukan oleh PPATK,
penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan penetapan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat untuk meminta atau memerintahkan PJK atau
instansi berwenang untuk melakukan pemblokiran. Permintaan PPATK
atau penyidik, penuntut umum, atau hakim harus dilakukan secara tertulis
dengan menyebutkan secara jelas mengenai:
a) Nama dan jabatan pejabat yang meminta atau memerintahkan
b) Identitas orang atau Korporasi yang dananya akan diblokir
c) Alasan Pemblokiran
d) Tempat Dana Berada
PJK atau intstansi berwenang wajib melaksanakan Pemblokiran segera
setelah surat permintaan atau perintah Pemblokiran diterima dari PPATK,
Penyidik, penuntutan umum atau hakim sesuai dengan ketentuan. PJK
atau instansi berwenang wajib menyerahkan berita acara pelaksanaan
Pemblokiran kepada PPATK, Penyidik, penuntut umum atau hakim, pihak
yang diblokir dalam waktu paling lama 1 hari kerja sejak tanggal
pelaksanaan Pemblokiran, Dana yang diblokir harus tetap berada pada
PJK atau instansi berwenang yang bersangkutan dan Dalam hal jangka
waktu Pemblokiran sebagaimana dimaksud, PJK wajib mengakhiri
Pemblokiran demi hukum.
Keberatan Pemblokiran yang diataur dalam Pasal 25 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Bahwa setiap
orang dapat mengajukan keberatan terhadap pelaksanaan Pemblokiran,
Keberatan terhadap pelaksanaan Pemblokiran disampaikan kepada
PPATK, penyidik, penuntut umum atau hakim pengajuan keberatan
dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari sejak diketahui adanya
pemblokiran keberatan disampaikan secara tertulis dan dilengkapi
dengan alasan yang mendasari keberatan disertai penjelasan mengenai
hubungan atau kaitan pihak yang mengajukan keberatan dengan Dana
yang diblokir. Dalam hal keberatan diterima, harus dilakukan pencabutan
pelaksanaan Pemblokiran oleh PJK atau instansi berwenang yang
melakukan pemblokiran berdasarkan permintaan PPATK atau perintah
dari penyidik, penuntut umum atau hakim dan apabila keberatan ditolak,
pihak yang mengajukan keberatan dapat mengajukan gugatan perdata ke
pengadilan. Dalam hal tidak ada orang atau pihak ke-3 yang mengajukan
keberatan dalam waktu 30 hari sejak tanggal pemblokiran, PPATK atau
penyidik menyerahkan penanganan Dana yang diketahui atau patut
diduga terkait Tindak Pidana Terorisme ke Pengadilan sesangkan apabila
dalam waktu 30 hari sejak diumumkan terdapat pihak yang keberatan,
pengadilan negeri melakukan pemeriksaan guna memutuskan dana
dikembalikan kepada yang berhak atau dirampas untuk negara atau tidak
ada pihak yang keberatan, pengadilan memutuskan Dana dirampas untuk
negara atau dimusnahkan.

Anda mungkin juga menyukai