Anda di halaman 1dari 9

Secara singkat, Prinsip Mengenal Nasabah ini merupakan suatu prinsip yang wajib

dilakukan oleh Bank atau Institusi Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk melakukan
identifikasi (mengenal dan mengetahui identitas/profil nasabah yang bersangkutan), verifikasi
(memantau transaksi dan memelihara profil nasabah), serta melakukan pemantauan terhadap
setiap transaksi yang dilakukan oleh nasabahnya terutama Transaksi Keuangan yang dinilai
Mencurigakan (TKM) dalam jumlah besar dan tidak hanya dilakukan sekali dua kali akan
tetapi dilakukan secara berulang-ulang.
Biasanya, prinsip KYC diterapkan ketika calon nasabah suatu Bank hendak
melakukan pembukaan rekening baru guna untuk memeriksa kesesuaian maupun kecocokan
data antara si nasabah yang bersangkutan secara face to face (bertatap mspouka secara
langsung) dengan profile identitas nasabah yang diterima oleh pihak Bank. Oleh karena itu,
Bank disarankan untuk lebih mempertimbangkan, menyelidiki, serta melakukan pengawasan
lebih lanjut terkait berbagai faktor seperti latar belakang keseharian nasabah seperti apa,
posisi nasabah (apakah nasabah yang bersangkutan termasuk kedalam daftar Politically
Exposed Person atau tidak), negara asal nasabah, serta kegiatan usaha yang dijalankan
nasabah (business activities) sebelum melakukan pembukaan rekening sehingga tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.1 Jika ternyata ditemukan kejanggalan terhadap dokumen yang
diberikan oleh si calon nasabah yang bersangkutan maka Bank atau Institusi Penyedia Jasa
Keuangan (PJK) berhak untuk menolak serta melaporkannya kepada pihak yang berwajib2.
Sebagaimana rekomendasi yang diberikan oleh FATF (Financial Action Task Force
on Money Laundering) yang menyatakan bahwa Prinsip Know Your Customer (KYC)
dianggap sebagai sarana yang paling efektif dan efisien untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan khususnya terkait Tindak Pidana Pencuacian Uang, yang telah dilaksanakan oleh
Kelompok 7 Negara (G-7) dan berkedudukan di Perancis sejak tahun 1989. 3 FATF sendiri
merupakan salah satu Lembaga Organisasi Internasional yang memang dibentuk secara
khusus untuk membasmi praktik spotitindak pidana pencucian uang dalam lingkup
internasional serta melakukan pengelompokan terhadap setiap aktivitas yang berkenaan
dengan tindak pidana pencucian uang. Tidak hanya itu, Lembaga ini juga bertugas untuk
membentuk suatu patokan tolak ukur kebijakan dalam rangka pencegahan praktik tindak
pidana pencucian uang (anti money laundering), seperti dalam hal menganjurkan Bank atau

1
Yunus Husein, Bunga Rampai, hlm.235.
2
Ibid., hlm. 236.
3
Annasa Rizki Kamalina, “Apa itu KYC di Industri Keuangan?”,
https://finansial.bisnis.com/read/20211229/90/1483045/apa-itu-kyc-di-industri-keuangan , diakses pada 29
Desember 2021.
Penyedia Jasa Keuangan untuk menerapkan Prinsip Know Your Customer yaitu dengan cara
melakukan identifikasi, verifikasi, serta pemantauan terhadap setiap transaksi yang
dilaksanakan.4 Akan tetapi, FATF masih menganggap Indonesia sebagai negara teroris
dimana Negara-negara yang menjadi bagian dalam FATF tersebut menolak bekerja sama
dalam memerangi pencucian uang dengan Indonesia.5
Pada awalnya, Prinsip Mengenal Nasabah bermula dari Pasal 2 Undang-Undang No 7
Tahun 1992 tentang Perbankan yang berbunyi demikian, “Perbankan Indonesia dalam
melaksanakan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian.” Prinsip ini kemudian diperkuat didalam Pasal Pasal 1 ayat 2 PBI
No.3/PBI/2001 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 9 ayat 1 dan 2 ayat Peraturan Bank
Indonesia No. 5/21/PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your
Customer Principles) yang pada ayat 1 menyatakan bahwa “Bank wajib memiliki sistem
informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau, dan menyediakan laporan
secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah bank”, serta ayat
2 menyatakan bahwa “Bank wajib melakukan pemantauan atas transaksi yang dilakukan oleh
nasabah bank, termasuk mengidentifikasi Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Pasal 18 ayat 5
yang menyatakan bahwa “Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sekurang-kurangnya memuat
identifikasi Pengguna Jasa, verifikasi Pengguna Jasa, dan pemantauan Transaksi Pengguna
Jasa.” Lalu ada juga Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 23/POJK.01/2019 tentang
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme serta Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis
Teknologi Informasi.
Dengan adanya berbagai aturan hukum yang mengatur mengenai Prinsip KYC
tersebut, maka diharapkan bagi setiap Intitusi Penyedia Jasa Keuangan (dalam hal ini
Perbankan) untuk dapat menerapkan prinsip KYC tersebut sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari serta mencegah terjadinya tindak pidana penipuan, penggelapan, serta pencucian
uang melalui rekening yang mengguqnakan nama anonim (fiktif) 6 serta diharapkan bagi
setiap pelaku Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk semakin dapat memperketat pengawasan
terhadap tingkat kerahasiaan Bank sehingga identitas setiap nasabahnya dapat terjaga dengan
4
Yunus Husein, Vunga Rampai, hlm. 18.
5
Rumondang, A., Sudirman, A., Effendy, F., Simarmata, J., & Agustin, T. (2019). Fintech: Inovasi
Sistem Keuangan di Era Digital. Kita Menulis.

6
Asli RI, “Penerapan E-KYC dengan Sistem Biometrik di Indonesia”,
https://www.asliri.id/2018/09/26/penerapan-e-kyc-dengan-sistem-biometrik-di-indonesia/ , diakses pada 26
September 2018.
aman terkendali dan tidak akan `Dalam hal ini, Bank wajib menjamin keamanan setiap
identitas setiap data nasabahnya terutama yang berkenaan dengan prinsip Kerahasiaan Bank
supaya tidak terjadi kebocoran data yang dapat berpotensi menimbulkan fraud perbankan
terutama yang dapat digunakan sebagai wadah untuk melakukan tindak pidana pencucian
uang (money laundering).
Berkaitan dengan Prinsip KYC, dalam hal ini, Bank sebagai Penyedia Jasa Keuangan
disarankan untuk mempertimbangkan dan menyelidiki lebih lanjut terkait berbagai faktor
seperti latar belakang keseharian nasabah seperti apa, posisi nasabah (apakah nasabah yang
bersangkutan termasuk kedalam daftar Politically Exposed Person atau tidak), negara asal
nasabah, serta kegiatan usaha yang dijalankan nasabah (business activities).7 Lebih lanjut
lagi, dengan diberlakukannya Prinsip KYC tersebut tentu juga akan mempermudah pihak
Bank untuk dapat mendeteksi setiap aktivitas maupun transaksi mencurigakan bernominal
besar yang dilakukan oleh nasabah yang bersangkutan.8
Namun setelah ditelusuri lebih lanjut ternyata masih banyak kekurangan dan
kelemahan dari Penerapan Prinsip KYC tersebut antara lain memakan biaya yang mahal,
prosesnya butuh waktu yang panjang dan tidak efisien (harus datang langsung ketempat, lalu
mengisi formulir dan sebagainya) sehingga membutuhkan waktu yang lama, lalu susahnya
untuk menjangkau seluruh penduduk Indonesia yang berada lebih diatas 200 juta penduduk,
serta Prinsip KYC dianggap masih belum efektif digunakan untuk mencegah upaya tindak
pidana pencucian uang karena dengan bertemu secara langsung (face to face) maka resiko
untuk dilakukannya pemalsuan data sangat besar, sehingga akhirnya Intitusi Penyedia Jasa
Keuangan serta Perusahaan Financial Technology akhirnya berusaha untuk menghasilkan
suatu produk baru yaitu dengan cara penerapan prinsip mengenal nasabah yang dilakukan
secara elektronik (E-KYC). 9
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi komunikasi yang
dibarengi dengan adanya Virus Pandemic Covid-19 yang sedang melanda dan tidak kunjung
mereda di negeri ini, maka Institusi Penyedia Jasa Keuangan perlu meminimalisir adanya
hubungan kontak secara langsung atau tatap muka (face to face) terhadap nasabahnya. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka Institusi Penyedia Jasa Keuangan mulai berinovasi dengan
mengembangkan suatu produk berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi digital yang

7
Yunus Husein, Bunga Rampai, hlm.235.
8
Ibid., hlm.236.
9
PrivyId, “Penerapan E-KYC di Indonesia”, https://blog.lintasarta.net/article/solution/smart-city/e-kyc//cegah-
pencucian-uang-dan-terorisme-dengan-e-kyc diakses pada 14 Mei 2018
dinamakan dengan Electronic-Know Your Customer (e-KYC) atau yang biasa disebut dengan
Prinsip Mengenal Nasabah secara Elektronik.10
Adapun Prinsip Mengenal Nasabah secara elektronik (E-KYC) sangat erat kaitannya
dengan Perusahaan Financial Technology (Fintech). Munculnya teknologi dan platform
digital (Fintech) ini juga telah didorong oleh kemajuan teknologi dan platform digital yang
berkaitan dengan kegiatan perdagangan elektronik (e-commerce) Indonesia. Pada tahun 2016,
total nilai transaksi elektronik telah melampaui 440 triliun rupiah peta rute. Bahkan
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memiliki ekonomi digital.
Tetapkan tujuan untuk nilai e-commerce pada Tahun 2020 mencapai 1.600 - 2.000 triliun
rupiah. Ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 ini disebut telah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang merubah Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Perubahan atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Nomor 11 Tahun 2008
Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut sebagai UU ITE). Sekarang, Financial Technology
diatur lebih khusus didalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi. Dalam pengaturan pinjaman Teknologi
Finansial (Fintech) tersebut, ada tiga pihak yang terlibat. Hal ini didasarkan pada penggunaan
teknologi informasi, penyelenggara dan pemberi informasi yang mana pemberi pinjaman,
serta penerima pinjaman antara penyelenggara dan orang yang akan menerima hadiah.
Hubungan hukum dibentuk dalam bentuk perjanjian pengguna layanan. Pinjam meminjam
uang digunakan dengan menggunakan teknologi computer atau digital. Di antara
penyelenggara juga terdapat hubungan hukum dalam bentuk perjanjian dengan pemberi
pinjaman yaitu Penggunaan teknologi informasi untuk menerapkan layanan peminjaman
uang. Sementara itu, ada perjanjian hibah antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman
(Pinjam-meminjam uang).11
Kegiatan teknologi finansial juga merupakan salah satu bentuk inovasi keuangan.
Sesuai dengan konsep kehati-hatian yaitu stabilitas moneter dan sistem implementasi prinsip
kehati-hatian, salah satunya melaui melalui teknologi keuangan finansial (Fintech). Tidak
seperti kemitraan B2B (Business to Business), teknologi keuangan B2C (Business to
Customer) dan C2C (Customer to Customer) lebih bersifat pribadi. Pada Prinsip E-KYC atau
Prinsip Mengenal Nasabah secara Elektronik, Calon Nasabah ini belum pernah bertemu
sebelumnya. Akibatnya, prinsip KYC tentulah menjadi sangat penting untuk diterapkan. Pada
kenyataannya, OJK mendorong para nasabahnya untuk semakin meningkatkan keamanan dan

10
Ibid.
11
Jan Saputra, Perkembangan Komputer, Karya Ilmiah Mahasiswa, 2011: Business Opportunities-Siti-2E.
tingkat kerahasiaan banknya, khususnya di bidang teknologi keuangan e-KYC (Electronic
Know Your Customer).
Singkatnya, e-KYC merupakan suatu proses verifikasi yang dilakukan secara digital
dan real-time. Dalam proses pelaksanaannya, antara prinsip KYC dengan e-KYC tentu juga
sangat berbeda, dimana dalam proses e-KYC proses verifikasi nasabah tidak lagi dilakukan
secara tatap muka secara langsung (face to face) melainkan dengan menggunakan teknologi
informasi secara digital, yang mana semua kegiatan bisnis Penyelenggara dilakukan tanpa
saling mengenal atau bertemu antara satu dengan lainnya (non-face to face) sehingga proses
identifikasi dan verifikasi dilakukan dengan cara memanfaatkan sarana teknologi informasi
bisa dengan melakukan video-call, mengirimkan foto diri serta menggunakan data
kependudukan yaitu E-KTP yang terhubung dengan sidik jari, retina, hingga tanda tangan
digital.12 Prosedur e-KYC ini dilakukan melalui media teknologi digital, dan tidak dilakukan
secara tatap muka (face to face). Biasanya, klien atau calon nasabah akan diminta untuk
mengunggah dokumen seperti E-KTP dan swa-foto yang dapat digunakan sebagai salah satu
bentuk otentikasi pengguna. Di satu sisi, salah satu sumber mengklaim bahwa di sisi lain,
proses e-KYC ini akan jauh lebih cepat dan efektif penerapannya dibandingkan dengan
prinsip KYC. Jika dilakukan bersama dengan Dukcapil maka sangat erat kaitannya dengan
verifikasi data e-KTP. Akan tetapi, saat ini banyak perusahaan Fintech maupun Institusi
Penyedia Jasa Keuangan yang masih melakukan verifikasi dan validasi data nasabahnya
dengan cara kuno, yaitu dengan pena dan kertas. Masih ada pendekatan yang bergantung
pada manusia, sehingga kesalahan manusia adalah kemungkinan dalam metode itu.13
Untuk mendukung pelaksanaan identifikasi dan verifikasi secara elektronik,
dibutuhkan identitas digital sebagai sebagai sumber data yang andal dan independen.
Pedoman FATF tentang Identitas Digital mengatur bahwa penggunaan CDD dan Enhanced
Due Diligence (EDD) melalui sistem elektronik dimungkinkan, selama sistem elektronik
tersebut mampu mengidentifikasi identitas resmi seseorang serta mampu memvalidasi
identitas resmi orang tersebut. Dalam melakukan verifikasi tanpa melalui tatap muka,
Penyelenggara harus memperhatikan faktor keaslian data, dokumen, dan informasi
(authentication factor). Oleh karena itu, dalam rangka melaksanakan verifikasi non-face to
face, PJK wajib memanfaatkan data kependudukan yang memenuhi 2 (dua) faktor otentikasi
berupa what you have yaitu dokumen identitas yang dimiliki oleh calon nasabah yaitu Kartu

12
Asli RI, “Penerapan E-KYC dengan sistem biometrik”.
13
Situmorang, N., Simangungsong, M., & Debora. (2020). Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan
Terhadap Simhpan Pinjam Online (Fintech). Jurnal Hukum PATIK, 9(3), hal. 147–159.
Tanda Penduduk (KTP) elektronik, dan What you are yaitu data biometric antara lain dalam
bentuk sidik jari milik calon nasabah.14
Pusing bgt tau gasi kaya males bgt masa gue harus jd pemandu pujian di zoom gt kan
gue gademen ya, mager bgt. Kak grace gausa nyuruh2 napasi anjing mati deh lo grace bgst
nyuruh2 gua buat ikutan lagi, lo pikir lo siapa tai bikin emosi gua aja lo grace bgst monyet
lah gara2 lo besok gua pasti gadibolehin cabut bgst tai anjing konci lo babi monyet orangtua
banyak mau bgstttttt yaTuhan cape bgt gua, mana punya emak ky gini lg setan serah dah idup
gua apes bet kayanya anjinggg Kemudian, berkaitan dengan hal Penyelenggara melakukan
penerimaan dan identifikasi calon nasabah atau nasabah secara elektronik, Penyelenggara
harus memastikan bahwa sistem elektronik mampu untuk mengidentifikasi identitas dari
calon nasabah atau nasabah. Permintaan data dan informasi dilakukan dengan cara pengisian
formulir elektronik yang terintegrasi pada sistem aplikasi atau laman yang digunakan oleh
Penyelenggara. Formulir elektronik tersebut harus dilengkapi dengan fasilitas pengunggahan
dokumen bagi nasabah untuk menyampaikan dokumen elektronik atau salinan dokumen
secara elektronik yang dipersyaratkan. Sistem aplikasi atau laman yang digunakan juga harus
memiliki keamanan yang memadai untuk menghindari kebocoran sistem yang memastikan
keamanan dan kerahasiaan data dan informasi. Untuk mendukung pelaksanaan identifikasi
dan verifikasi secara elektronik, khusus terkait dokumen identitas calon nasabah atau nasabah
dibutuhkan identitas digital sebagai sebagai sumber data yang andal dan independent sesuai
dengan Guidance FATF. Di Indonesia, identitas digital (digital identity) yang diakui adalah
Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau disebut juga e-KTP. Dokumen e-KTP merupakan
sistem kependudukan terbaru yang sudah diterapkan oleh pemerintah Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden Nomor
26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis NIK secara nasional.

Namun setelah ditelusuri lebih lanjut ternyata masih banyak kekurangan dan
kelemahan dari Penerapan Prinsip KYC tersebut antara lain memakan biaya yang mahal,
prosesnya butuh waktu yang panjang dan tidak efisien (harus datang langsung ketempat, lalu
mengisi formulir dan sebagainya) sehingga membutuhkan waktu yang lama, lalu susahnya
untuk menjangkau seluruh penduduk Indonesia yang berada lebih diatas 200 juta penduduk,
serta Prinsip KYC dianggap masih belum efektif digunakan untuk mencegah upaya tindak
pidana pencucian uang karena dengan bertemu secara langsung (face to face) maka resiko
untuk dilakukannya pemalsuan data sangat besar, sehingga akhirnya Intitusi Penyedia Jasa
14
Aulia Delvina, Penggunaan Tanda Tangan Elektronik dalam Pengajuan Pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, Jurnal Akuntansi Bisnis Ekonomi, Vol.5, No.1, 2019, hlm. 1306.
Keuangan serta Perusahaan Financial Technology akhirnya berusaha untuk menghasilkan
suatu produk baru yaitu dengan cara penerapan prinsip mengenal nasabah yang dilakukan
secara elektronik (E-KYC). 15
Kemudian prinsip tersebut mulai berkembang secara elektronik sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 23/POJK.01/2019 tentang Penerapan
Program Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang didalamnya mengatur
mengenai Prinsip Mengenal Nasabah secara Elektronik (E-KYC).
Singkatnya, E-KYC merupakan suatu proses verifikasi yang dilakukan secara digital
dan real-time. Dalam proses pelaksanaannya, antara prinsip KYC dengan E-KYC tentu juga
sangat berbeda, dimana dalam proses E-KYC proses verifikasi nasabah tidak lagi dilakukan
secara tatap muka secara langsung (face to face) melainkan dengan menggunakan teknologi
informasi secara digital, yang mana semua kegiatan bisnis Penyelenggara dilakukan tanpa
saling mengenal atau bertemu antara satu dengan lainnya (non-face to face) sehingga proses
identifikasi dan verifikasi dilakukan dengan cara memanfaatkan sarana teknologi informasi
bisa dengan melakukan video-call, mengirimkan foto diri serta menggunakan data
kependudukan yaitu E-KTP yang terhubung dengan sidik jari, retina, hingga tanda tangan
digital.16

Terlepas dari kemajuan dalam perluasan internet selama dekade terakhir, kesenjangan

konektivitas dasar tetap menjadi rintangan utama di Indonesia. Hampir setengah dari populasi

orang dewasa masih belum memiliki akses sementara kesenjangan konektivitas perkotaan-

pedesaan belum menyempit. Pada tahun 2019, 62 persen orang dewasa Indonesia di daerah

perkotaan terhubung ke internet dibandingkan dengan 36 persen di daerah pedesaan,

sementara itu masing-masing 20 persen dan 6 persen pada tahun 2011. Penduduk Indonesia

yang berada di 10 persen teratas dari distribusi pendapatan lima kali lebih banyak. cenderung

terhubung daripada mereka yang berada di 10 persen terbawah.

Dewasa ini, maka Bank Salah satu bentuk dari inovasi tersebut adalah dengan cara
membentuk layanan perbankan secara digital (digital banking), yang mana tujuan dari

15
PrivyId, “Penerapan E-KYC di Indonesia”, https://blog.lintasarta.net/article/solution/smart-city/e-kyc//cegah-
pencucian-uang-dan-terorisme-dengan-e-kyc diakses pada 14 Mei 2018
16
Asli RI, “Penerapan E-KYC dengan sistem biometrik”.
penerapan digital banking adalah untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan bank itu
sendiri. Layanan digital banking merupakan suatu bentuk layanan terobosan terbaru dengan
cara memanfaatkan sarana elektronik dalam melakukan transaksinya. Melalui layanan
tersebut, calon nasabah maupun nasabah akan semakin mudah dalam melakukan pendaftaran,
berkomunikasi dengan pihak penyelenggara Bank, mendapatkan informasi terkait layanan
Bank, dengan mudah melakukan pembukaan dan penutupan rekening, melakukan investasi,
belanja melalui e-commerce (perdagangan elektronik) menggunakan e-wallet (dompet
elektronik), dan lain sebagainya. Penerapan dari layanan Digital Banking ini sendiri dapat
berbentuk m-banking, sms-banking, phone-banking, video-banking, dan berbagai media
lainnya yang menggunakan instrumen elektronik.17 Tidak perlu lagi datang face-to-face ke
kantor fisik secara langsung. Hal ini tentu akan sangat membantu setiap calon nasabah diluar
sana yang belum mempunyai akses ke Bank karena adanya bermacam-macam pertimbangan
mulai dari biaya ongkos yang mahal, waktu yang lama, dan lain sebagainya. Banyak sekali
nasabah yang sudah mulai beralih dari Bank Konvensional. Pun dengan dibentuknya layanan
digital banking ini tidak langsung serta-merta memusnahkan Tindak Pidana Pencucian Uang
sedemikian rupa, namun setidaknya dapat meminimalisir hal tersebut, dikarenakan terdapat
beberapa fitur dari layanan digital banking yang memang dibentuk khusus yang hanya dapat
diakses oleh si pemilik akun seperti penggunaan sidik jari (fingerprint) dan pengenalan wajah
(face id atau face recognition). Sidik jari serta pengenalan wajah antara yang satu dan yang
lainnya didunia ini tidak mungkin akan ada yang sama persis, sehingga dengan adanya
penggunaan fingerprint dan face recognition tersebut maka dapat mengurangi Tindak Pidana
Pencucian Uang yang ada. Fingerprint dalam Layanan Digital Banking juga termasuk
kedalam salah satu penerapan prinsip mengenal nasabah secara elektronik (Electronic-Know
Your Customer).

Gambaran Umum Layanan Digitral Banking:


Pada prinsipnya bank digital (digital banking) merupakan suatu bank yang hadir tanpa
adanya layanan kantor cabang, dan tanpa adanya layanan ATM. Semua transaksi
dilakukan secara online melalui ponsel pintar. Digitalisasi bank memiliki tujuan untuk
mencapai kepuasan nasabah. Kepuasan nasabah merupakan hal yang sangat penting
dalam industri perbankan yang bergerak di bidang produk dan jasa. Tak dapat
dipungkiri, bahwa saat ini begitu banyak Bank yang menawarkan layanan perbankan
digital seperti mobile banking dan internet banking, dimana dengan adanya bank
17
Chyntia Oktavirlina, “Prosedur Penanganan Keluhan Pelanggan pada Layanan Nagari Mobile Banking
PT. Nagari Cabang Batu Sangkar”, (Tugas Akhir Diploma Universitas Andalas, Padang, 2020), hlm. 3.
digital juga turut memperkenalkan dunia terkait dengan konsep bank "virtual" yaitu
bank yang menawarkan layanan perbankan ( termasuk aplikasi pinjaman) yang

sepenuhnya dilakukan daring (online) tanpa harus melalui kantor fisik. Pemerintah
telah mendorong upaya ini karena sejumlah alasan – termasuk dorongan umum
layanan teknologi dan upaya terkait inklusi keuangan.
1.1.2. Syarat Pembentukan Layanan Digital Banking di Indonesia
Pada dasarnya, persyaratan pendirian digital banking hampir sama dengan
persyaratan pendirian Bank Konvensional, akan tetapi ada beberapa hal yang
membedakan diantara keduanya berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
No.12/POJK.03/2021 Tentang Bank Umum. Dalam Pasal 24 dijelaskan bahwa dalam
memulai suatu rencana bisnis digital ada beberapa poin yang harus dibuktikan antara
lain sebagai berikut:18
a. Telah mengadopsi model bisnis yang memanfaatkan teknologi yang inovatif
dan aman dalam melayani nasabahnya;
b. Memiliki kemampuan untuk mengelola bisnis digital banking yang tetap
berpedoman pada prinsip kehati-hatian (prudential principle) dan
berkelanjutan;
c. Menyediakan proses serta memiliki kemampuan untuk mengatur manajemen
risiko dengan baik dan memadai;
d. Telah menetapkan struktur untuk memastikan tata kelola perusahaan yang baik,
yang meliputi direksi yang memiliki kompetensi dibidang teknologi informasi
dan kompetensi lainnya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh OJK dalam
penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak-pihak utama dalam Lembaga
Jasa Keuangan;
e. Berkewajiban untuk menjaga keamanan data setiap nasabahnya;
f. Ikut andil untuk berkontribusi aktif dalam mengembangkan ekosistem
keuangan digital dan/atau inklusi keuangan.

18
Assegaf Hamzah & Partners, “OJK Embraces Digital Bank with New Regulations”,
https://www.ahp.id/ojk-embraces-digital-bank-with-new-regulations, diakses pada 4 November 2021.

Anda mungkin juga menyukai