BAGIAN SATU
"Hidup adalah mimpi untuk orang bijak, sebuah permainan untuk orang tolol, sebuah
komedi untuk orang kaya dan tragedi untuk yang miskin". - Sholom Aleichem
` Ayah ditusuk dan di bunuh oleh karyawan yang di berhentikan secara sepihak
oleh beliau beberapa waktu sebelumnya. Aku tidak tahu siapa yang harus disalahkan
pada kejadian ini, perusahaan Ayah terancam akan gulung tikar, mau tidak mau
Ayah harus memberhentikan sebagian besar dari karyawannya dengan pesangon
dibawah standard. Sedangkan karyawan yang membunuh Ayah – kita sebut si
pelaku, memiliki masalah pribadinya sendiri.
“Apakah Bandit bisa menjadi salah satu dari jenis langka itu, Yah?”
“Tentu saja bisa. Karena anakku, Bandit adalah anak paling spesial yang pernah ada.”
“Benarkah itu, Ayah? Bandit adalah anak yang spesial. Sama seperti cacing?”
“Tidak, nak. Kamu berbeda dengan cacing.”
“Loh!!... Tadi Ayah bilang Bandit adalah anak yang spesial.”
“Tidak tahu alasannya apaYah?” Aku semakin antusias, mataku membulat. Itu
merupakan kali pertama Ayah memberitahu arti dibalik nama yang Aku punya.
“Bandit, hanya Bandit tanpa tambahan apapun merupakan nama yang Ayah berikan
kepada kamu, tahukah kamu bahwa tidak semua bandit itu adalah orang yang jahat. Terkadang
ada jenis khusus seperti Robin Hood yang mengambil harta kotor pejabat korup dan
menjadikannya lebih baik dengan cara dibagikan kepada orang yang membutuhkan. Ayah
berharap kamu bisa menjadi jenis khusus itu. Tapi tetap saja, orang yang memutuskan kamu
akan menjadi bandit yang baik atau jahat adalah dirimu sendiri” Aku terpaku pada ucapan Ayah.
“Jangan khawatir Yah, Aku pasti akan menjadi Bandit baik seperti Robin Hood.”
Dengan senyum mengembang Ayah berkata “Itu baru semangat dari anak Ayah.”
***
Itu merupakan hasrat pertama yang Aku miliki, ‘Aku ingin menjadi Bandit si penolong’
tetapi spertinya takdir ingin bercanda denganku. Tidak lama setelahnya, lebih tepatnya seminggu
kemudian Ayah ditusuk dan di bunuh oleh karyawan yang di berhentikan secara sepihak oleh
beliau beberapa waktu sebelumnya. Aku tidak tahu siapa yang harus disalahkan pada kejadian
ini, perusahaan Ayah terancam akan gulung tikar, mau tidak mau Ayah harus memberhentikan
sebagian besar dari karyawannya dengan pesangon dibawah standard. Sedangkan karyawan yang
membunuh Ayah – kita sebut si pelaku, memiliki masalah pribadinya sendiri.
Si pelaku mengatakan bahwa setelah dia di berhentikan, anak dan istrinya yang
sebelumnya memang memiliki daya tahan tubuh yang rendah tiba - tiba terserang demam tinggi
yang tidak normal. Dengan sisa pesangon yang telah berkurang banyak, si pelaku terpaksa
meminjam uang dari bank. Bahkan setelah memiliki uang, penyakit istri dan anaknya tidak
kunjung membaik. Dikarenakan teknologi yang masih terbatas, para tenaga medis tidak sanggup
untuk menyembuhkan penyakit yang diderita kedua-nya hingga akhirnya mereka berdua
menghembuskan nafas terakhirnya tiga bulan setelah di rawat inap oleh pihak rumah sakit. Si
pelaku yang telah mencapai batas kewarasan-nya memutuskan untuk menyalahkan Ayah atas
semua yang menimpa dirinya.
Saat jenazah Ayah sampai di rumah duka, Aku tidak bisa atau lebih tepatnya tidak boleh
melihat wajah Ayah untuk terakhir kalinya. Om Johan hanya bilang bahwa Ayah sedang dalam
perjalanan yang teramat jauh jadi tidak mungkin untuk kembali ke rumah dalam waktu dekat,
‘Ayah pasti akan kembali kan?’ Aku tidak tahu alasan pastinya Mama menangis selama dua hari
di dalam kamarnya. Pada hari ketiga Budhe Clara datang ke rumah, Beliau dikenal dengan
sifatnya yang keras dan membenci orang yang tidak kompeten. Beliau datang menghampiri Aku
yang sedang menonton kartun di TV, Budhe dengan kasar mencabut kabel TV, Aku kaget dan
spontan menatap wajah Beliau. Mata Budhe berkaca-kaca, pipinya merah padam, tangan
kanannya terangkat tinggi, yang kuingat setelahnya hanyalah wajah bagian kiriku terasa perih
dan air mata jatuh membasahi pipiku. Pandanganku kabur, telingaku berdengung, tapi yang
paling sakit adalah hatiku saat di bentak oleh Budhe.
“DASAR ANAK BODOH!! Bagaimana Kau masih bisa santai menonton TV dikala
Ibumu belum makan minum selama TIGA HARI?!! Apa Kau tidak puas ditinggal mati oleh
Bapakmu?!!! Lihat dirimu, KOTOR!!! Kutebak Kau tidak mandi sekalipun selama Ibumu
tersiksa di dalam kamar, Kau pasti menikmati makanan sisa dari acara pemakaman Ayahmu.
KENAPA!!? Bukankah setidaknya kau harus menghibur Ibumu dikala Dia sedang berada pada
posisi paling buruk di hidupnya? Apa kau tidak merasa sedih setelah Ayah mu mati dibunuh
secara mengenaskan? Astaga, kurasa Aku memang sudah gila karena emosi kepada anak kecil.
Menangislah sesukamu, akan kubawa Ibumu pergi ke rumah sakit. Nanti Aku akan mengirim
orang untuk membelikan mu makanan. Bagaimanapun juga Kau tetaplah anak dari adikku.”
Setelah beberapa waktu, ambulance datang. Para petugas berpakaian putih turun, menurunkan
kereta dorong dari again belakang mobil. Mereka bergegas pergi ke kamar Mama, Ma
Setelahnya Aku baru mengetahui bahwa Mama memiliki gangguan mental dan tubuh
yang lemah sejak kecil, saat ini hanya Ayah yang telah meninggal dan Budhe Clara yang
merupakan kakak kandung dari Mama yang peduli terhadap keadaan Mama. Perasaanku kala itu
bercampur aduk, sebenarnya Aku tidak terlalu paham tentang apa yang diucapkan oleh Budhe
saat membentakku. Tetapi hanya anak nakal yang akan dimarahi oleh orang dewasa. Aku hanya
terduduk diam di depan TV,sesekali sesenggukan sembari memegangi wajah bagian kiriku.
Dalam kesunyian Aku terpikir ‘Apa Aku adalah anak nakal? Ayah bilang anak nakal akan
dibenci oleh semua orang. Apa karena Aku adalah anak nakal, yang menjadi alasan Ayah pergi?
Apa karena Aku adalah anak nakal, yang menjadi alasan Budhe marah padaku? Apa karena
Aku adalah anak nakal, yang menjadi alasan Mama sakit? Mungkin Aku harus pergi.’
Bersambung.
Si penulis: WONG_BIASA
Beberapa waktu berlalu lagi, Aku mendengar suara kompor dinyalakan “Ibu sudah
pulang?” Dengan tenaga yang tersisa Aku paksakan melangkahkan kakiku, punggung ku terasa
sakit karena sudah cukup lama Aku tidak berdiri
Lantai dan udaranya kotor penuh dengan debu, Aku tidak bisa membayangkan betapa
sakitnya tubuh Mama yang berada di sana selama tiga hari tanpa air dan makanan. “Mungkin ini
adalah balasan karena telah menjadi anak yang nakal, sepertinya Aku memang pantas dimakan
oleh para cacing karena tubuh anak nakal sepertiku adalah tubuh yang busuk. Setidaknya jika
Aku dikubur di dalam tanah dan menjadi makanan cacing, Aku bisa menyatu dengan alam
seperti Rasia.” Pada hari pertama, Aku masih bisa bertahan dengan susah payah. Pada saat
pertengahan hari kedua, Aku sudah merasakan lapar yang berbeda dari biasanya, tubuhku terasa
panas, dadaku sesak karena menghirup debu terlalu banyak, wajahku masih terasa perih pada
bagian sekitar pipi, dan tenggorokanku kering kerontang. “Sepertinya mati kehausan lebih
menyakitkan daripada mati kelaparan, Aku ingin mati tanpa rasa sakit.”