Anda di halaman 1dari 3

Debus merupakan salah satu kesenian tradisional yang terdapat di Provinsi Banten.

Pada
awalnya, debus berfungsi sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam, kemudian
berkembang digunakan sebagai media untuk memompa semangat rakyat Banten dalam
menghadapi penjajahan Belanda pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Kesenian
debus sampai sekarang berfungsi sebagai sarana hiburan. Saat ini, debus memang menunjuk
pada satu kesenian yang memanifestasikan kekuatan tubuh terhadap sentuhan senjata atau benda
tajam dan pukulan benda keras di Banten.

Kesenian debus dihidupkan dan dikembangkan di padepokan/ sanggar silat. Akan tetapi, tidak
setiap padepokan/ sanggar menggarap kesenian debus. Antara debus dan silat memang tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya. Silat merupakan cikal bakal debus merupakan salah satu
tahapan tertentu dalam aktivitas bersilat. Setiap pemain debus sudah pasti pesilat, namun tidak
setiap pesilat adalah pemain debus.

Atraksi debus Tak kurang dari 40 jenis yang ada di Banten, di antaranya berjalan di atas bara api
yang menyala; memukul bata di kepala dengan kayu; menjilat pisau yang dibakar; menorehkan
pecahan botol ke badan, menusuk pipi dengan jarum; menginjak pecahan kaca; menyiram badan
dengan air keras; menusuk perut dengan paku banten atau almadad; mengupas kulit kelapa
dengan gigi; menyayat badan dengan golok yang tajam; dan menusuk lidah dengan kawat.

Pertunjukan kesenian debus idealnya dilaksanakan di lapangan terbuka agar pemain leluasa
dalam melakukan atraksinya. Sebelum melakukan pertunjukan, guru besar atau syeh melakukan
ritual khusus, yang intinya memohon kepada Tuhan agar dilancarkan dalam melaksanakan
pertunjukan debus. Pada hari pelaksanaan pentas kesenian debus, jalannya pertunjukan dibagi
menjadi beberapa tahapan. Tahapan tersebut secara berurutan:

1) menyiapkan peralatan dan mengecek arena pertunjukan;

2) guru besar memanjatkan doa untuk kelancaran pertunjukan tersebut;

3) memainkan tetabuhan pengiring untuk mengundang penonton agar mendekati arena


pertunjukan;

4) menampilkan atraksi silat untuk mulai menghangatkan suasana, dari sekadar ibing biasa
hingga pandungdung; dan
5) menampilkan atraksi debus, dari yang paling ringan hingga puncaknya yang paling berbahaya.

Dalam menjalankan kegiatan untuk pertama kalinya maka akan ditampilkan berbagai lagu
tradisional yang diselingi dengan beberapa Sholawat Nabi. Setelah itu, maka pertunjukan debus
Banten akan dilanjutkan dengan aktivitas pencak silat antara beberapa orang yang tentunya juga
akan menggunakan properti yang berupa benda tajam.

Untuk membuat suasana semakin mencekam, maka pemain debus Banten akan melakukan
atraksi lanjutan seperti menusukkan peralatan tajam pada perutnya yang dibantu dengan pukulan
keras. Anehnya, kegiatan semacam ini tidak menyebabkan pemainnya terluka.
Tidak hanya itu saja, bahkan kegiatan di dalam debus Banten juga meliputi pemotongan bagian
tubuh seperti lidah yang tentunya membuat sebagian penonton tidak berani untuk melihatnya.
Bahkan, permainan dalam debus Banten tidak berhenti sampai di situ saja, melainkan dilanjutkan
dengan melakukan kegiatan yang lebih parah dan di luar akal sehat manusia.

Hadirnya kesenian debus Banten merupakan hasil dari perpaduan dua unsur yaitu unsur agama
serta seni yang selanjutnya menampilkan berbagai aktraksi yang cukup menegangkan. Dalam
pelaksanaannya debus diiringi dengan permainan alat musik serta dibantu dengan doa yang
dilakukan oleh para pedzikir. Dengan cara demikian ini maka kegiatan debus Banten akan
berlangsung dengan lancar dan tidak menyebabkan korban jiwa meski terkadang juga ada korban
karena faktor keteledoran.

Sebagai sebuah kebudayaan dan kesenian, debus memiliki potensi mengangkat industri


pariwisata di Banten, baik dimata nasional ataupun Internasional. Kesenian debus hanya
ditampilkan dalam acara-acara besar saja seperti acara adat, pernikahan, acara sunatan, perayaan
besar keagamaan, hari kemerdekaan serta tampil saat ada wisatawan yang berkunjung.

Kini praktek pelaku kebudayaan dan penggiat kesenian debus semakin sedikit. Debus di era
globalisasi ini dihadapkan pada perubahan-peruhanan. Perubahan ini terjadi baik di dalam
sistem debus itu sendiri maupun hal yang berada di luar debus. Globalisasi mengakibatkan
debus dihadapkan pada kondisi-kondisi yang telah banyak berubah dibandingkan sebelumnya
yang pada akhirnya menuntut debus untuk bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan
zaman. Upaya yang tampak dari penyesuaian diri tersebut terlihat dari sejumlah gejala yang
menunjukan adanya perubahan di dalam sistem permainannya yang telah mengalami perubahan
materi dari hasil proses modifikasi agar pertunjukan debus tidak monoton dan lebih
menarik serta menghibur. Perubahan yang paling mencolok adalah bahwa debus kini
tidak lagi merupakan suatu representasi dari ajaran tarekat tertentu karena lebih
mementingkan aspek komersialisasi.

Debus sebagai fenomena kesenian dan kebudayaan tradisional kini menjadi suatu ciri
identitas seni dan budaya Banten. Fungsi debus tampil di tengah-tengah masyarakat. Debus
berperan dalam menjaga nilai seni dan budaya tradisional yang ada dan hidup di tengah
masyarakat. Nilai yang terkandung dalam debus yakni nilai nilai patriotisme dan heroisme,
serta nilai-nilai keagamaan seperti peningkatan ketakwaan kepada Tuhan dan ketaatan dalam
pelaksanaan kegiatan religious secara penuh dan utuh, meningkatkan rasa solidaritas yang
tinggi pada masyarakat, debussebagai simbol masyarakat Banten yang merepresentasikan
perjalanan sejarah masyarakat Banten yang sarat dengan perjuangan dan menetapkan
tingkah laku manusia di dalam kehidupannya.

Anda mungkin juga menyukai