Anda di halaman 1dari 4

MAKNA KOMUNIKASI NONVERBAL DALAM PROSES

RITUAL PADA KESENIAN DEBUS DI KEBUDAYAAN


BANTEN
Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Ganjil

Mata kuliah : Komunikasi Antar Budaya (IK055)


Pengampu : Stara Asrita, S.I.Kom., M.A

DI SUSUN OLEH :

Nama Mahasiswa: Hugo Ronan Ghozali


NIM: 20.96.1739
Kelas: 20-IK-01.

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS EKONOMI DAN SOSIAL

Universitas Amikom Yogyakarta


2020
A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak kultur dan budaya yang berbeda.
Dalam beberapa budaya terdapat adanya ritual yang sering dilakukan yang sampai saat ini
masih digunakan atau dilestarikan agar lebih berkembang dan kebudayaan tersebut tidak
mati sampai disitu saja. Seperti halnya debus Banten yang mempunyai ritual tertentu
sebelum, pada saat, dan sesudah (pemulihan) aksi kesenian debus ini. Pada prakteknya
setiap kebudayaan memakai media tradisional untuk lebih memperkenalkan atau
menunjukan bahwa budaya itu adalah ciri khas budayanya, sama halnya dengan debus
Banten dimana ritualnya mereka menggunakan media tradisional.
Kegiatan ritual adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sekelompok orang
sebagai bentuk persembahan apa yang mereka sudah dapatkan atau permintaan agar
mendapatkan keselamatan, kelancaran, dimudahkan dalam segala hal dan lain sebagainya.
Akan tetapi dalam prakteknya ritual sering digunakan dalam hal pemujaan kepada
penguasa gelap yang kemudian disalah artikan meskipun demikian itulah bentuk
komunikasi mereka yang mereka bangun agar mereka bisa berkomunikasi.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai seperangkat aturan, nilai, tradisi, dan kreativitas
yang dibagikan dan diterima oleh sebuah komunitas. Kebudayaan mencakup berbagai
aspek dari kehidupan seperti seni, arsitektur, musik, tari, sastra, bahasa, sosial, politik,
agama dan filsafat. Kebudayaan merupakan bagian integral dari keberlangsungan hidup
manusia dan menjadi sumber identitas serta pembeda dari satu komunitas dengan
komunitas lainnya.
Debus merupakan warisan kebudayaan khas Banten yang dijadikan sebagai identitas
pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa beserta digunakan sebagai media
penyebaran agama Islam di pulau jawa, khususnya di kota Banten. Debus
merupakan seni tradisional yang sangat berkembang dengan baik, karena selain
dipergunakan untuk berdakwah juga dipergunakan untuk menentang kekuasaan
penjajah Belanda.
Kesenian debus yang merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari, yang didasari
atas ucapan dan do’a yang dipanjatkan kepada tuhan Yang Maha Esa agar pemain yang
melakukan atraksi yang di luar nalar manusia dapat berjalan dengan lancar dan selalu
diberikan pertolongan, perlindungan serta keselamatan. Nilai-nilai budaya yang
terdapat pada debus ini sangat penting untuk diwariskan kepada penerusnya agar tidak
mengalami kepunahan dan menjadi ciri khas kebudayaan di Banten.
Nilai kesenian memiliki peranan penting dalam mempengaruhi perilaku manusia
juga sebagai sistem nilai yang memiliki keterkaitan saling menguatkan dan tidak
dapat dipisahkan, yang bersumber dari agama maupun dari budaya dan tradisi
humanistik. Nilai yang menjadikan manusia terdorong untuk melakukan tindakan agar
harapan itu terwujud di dalam kehidupannya.
B. ISI DAN PEMBAHASAN
Pada proses ritual kesenian debus Banten ini terdapat adanya komunikasi ritual,
dimana komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi dengan Allah SWT. Jika dilihat
ulang baik dari segi proses ritualnya, terlihat jelas bahwa ritual ini perpaduan antara suatu
kebudayaan dengan ajaran agama keduanya mempunyai peran penting dalam kehidupan
suatu masyarakat. segi positif dari ritual ini tidak lain sebagai bahan ajakan kepada
seseorang untuk selalu meminta pertolongan kepada sang pencipta (Allah SWT).
Disamping itu aksi yang mempertontonkan aksi kekebalan ini didalamnnya terdapat suatu
cerita dimana pada masa penyebaran agama Islam, pada masa penjajahan, pada saat
mereka melawanya dengan ilmu kekebalan ini.
Dengan ekspresi wajah yang ditunjukan oleh para pemain debus kepada masyarakat
atau kepada warga sekitar memiliki tiga makna tersendiri yaitu yang pertama tidak boleh
menyombongkan diri, kedua harus menunjukan sifat ramah tamah kepada masyarakat,
dan yang ketiga untuk menarik masyarakat khususnya non islam.
Waktu yang tepat untuk melaksanakan pagelaran debus disini tidak dibatasi, disini
pagelaran debus bisa diadakan setiap waktu tidak tergantung pada penanggalan-
penanggalan tertentu. Biasanya untuk mengadakan pagelaran debus diadakan oleh yang
mempunyai hajat tertentu dan waktunya pun ditentukan oleh saiful hajat. Biasanya warga
atau masyarakat yang mempunyai hajat memberi waktu biasanya minimal hingga dua
puluh lima menit hingga tiga hari berturut-turut.
Ruang dan tempat dalam setiap budaya punya cari khas dalam mengkonseptualiasikan
ruang, di dalam pagelaran seni debus Banten di gunakan ruangan khusus yang jelas
ditentukan. Sehubung dengan jaman moderenisasi saat ini panggung mudah ditemui dan
dapat disewa kapanpun dan dimanapun. Debus disini biasanya dan kebanyakannya
mengadakan pagelaran di atas panggung bertujuan untuk masyarakat yang melihat terlihat
jelas atraksi yang sedang dimainkan oleh para pemain debus Banten. Pagelaran debus
biasanya mengisi acara-acara seperti hajatan, acara adat, syukuran, pesta rakyat, dan lain
sebagainya.
Pada Gerakan dalam kesenian debus banten memiliki empat gerakan dimana gerakan
pertama merupakan gerakan pencak silat dan yang kedua gerakan tunggal dan yang
ketiga gerakan rampak sekar atau gerakan berlawanan dan yang terakhir diakhiri oleh
atraksi debus.
Dalam busana berwarna hitam yang memiliki arti dalam bahasa sunda bahwa hitam
itu hideung, tetapi dalam Debus bahwa hideung itu adalah suatu kebiasaan dan mengerti.
Selain itu makna yang terkandung dalam kata hideung adalah kita jangan sampai tersesat
pada jalan kegelapan. Selain busana yang berwarna hitam dalam TTKKDH busana yang
berwarna putih pun memiliki arti makna yang berbeda dimana putih memberi makna hati
yang bersih, ikhlas, dan terhindar dari sifat yang keji, saling menuduh dan tidak saling
menyikut satu sama lain.
Sentuhan dalam kesenian debus dalam hal sentuhan itu sudah biasa, dan yang paling
utama dalam kesenian debus Banten adalah untuk tidak menyombongkan diri. Dalam hal
sentuhan kita tahu bahwa golok itu tajam, tetapi bila kita tidak memegangnya atau
menyentuhkan kita tidak akan tahu bahwa golok itu tajam. Dan orang lebih menilai
bahwa debus itu seram dan menakutkan tanpa kita coba kita tidak akan bisa menilai apa
arti sesungguhnya dibalik sentuhan kesenian debus itu apa. Jadi semua sentuhan
mengandung arti dan filosofi.
C. KESIMPULAN
Dari makna komunikasi nonverbal yang disampaikan dalam kesenian debus Banten
yaitu dengan adanya pagelaran debus Banten bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi
antara pemain debus dengan masyarakat sekitar baik masyarakat lokal maupun
masyarakat luar. Karena masyarakat khususnya pribumi Banten menilai bahwa
mempererat tali siraturahim dapat memanjangkan umur kita sehingga dapat terjalinnya
persaudaraan antara adat, suku, bahkan agama. Dan yang kedua selain untuk mempererat
tali silaturahim, kita mengetahui bahwa bangsa Indonesia ini memiliki berbagai seni dan
budaya yang beragam. Salah satunya adalah kesenian Debus yang asli dari provinsi
Banten. Untuk itu kita sebagai warga Negara asli dan warga Banten kita harus
bertanggung jawab untuk melestarikannya jangan sampai kesenian ini punah apalagi
direbut oleh Negara tetangga karena budaya merupakan warisan dari leluhur kita.

DAFTAR PUSTAKA
Fahdiah, S. (2019). Sastra dan Budaya Lokal:(Konstruksi Identitas Masyarakat
Banten Dalam Seni Pertunjukan Debus). Uwais Inspirasi Indonesia.
Elvandari, E. (2020). Sistem Pewarisan Sebagai Upayah Pelestarian Seni Tradisi.
Jurnal Seni Drama Tari Dan Musik, 3(1), 93–104.
https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index
Sulaiman. (2016). Sekilas Mengenal Debus. Surabaya: Jepe Press Media Utama.
Adetunji, R.R & Sze, K.P. 2012. Understanding Nonverbal Communication across
Cultures: A Symbolic Interactionism Approach, I-come,1:1-8.

Anda mungkin juga menyukai