Anda di halaman 1dari 18

Bab 4

PARAGRAF

A. PENGERTIAN
Membaca sebuah buku atau teks panjang akan melelahkan apabila tidak ada penghentian
secara wajar dan formal lebih lama daripada penghentian akhir kalimat. Oleh karena itu,
karangan terbagi-bagi dalam beberapa paragraf.
Pertama, perlu disebutkan bahwa paragraf sesunguhnya merupakan sebuah karangan
mini. Dikatakan sebagai karangan mini karena sesungguhnya segala sesuatu yang lazim
terdapat di dalam karangan atau tulisan, sesuai dengan prinsip dan tata kerja karang-
mengarang dan tulis-menulis pula, terdapat pula dalam sebuah paragraf. Secara sederhana,
paragraf dapat diartikan sebagai rangkaian kalimat yang disusun untuk menjelaskan sebuah
ide pokok.32
Secara visual paragraf atau alinea ditandai oleh dua hal: (1) baris pertama ditulis atau
diketik menjorok ke dalam sebanyak lima ketukan dari marjin kiri; (2) selalu diawali baris
baru.33 Paragraf merupakan bagian bab dalam suatu karangan, biasanya mengandung satu ide
pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru.34 Paragraf merupakan bagian karangan
tulis yang membentuk satu kesatuan pikiran atau ide atau gagasan yang disebut paratone.
Paratone dan paragraf sesungguhnya merujuk pada hal sama, yakni kesatuan pengungkapan

32
Syamsuddin A.R., Kompetisi Berbahasa Indonesia dan Sastra Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2005), hlm.12.
33
Kunjana Rahardi, Penyuntingan Bahasa Indonesia, untuk Karang-mengarang (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009),
hlm.158.
34
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008).
66 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi

pikiran atau ide atau gagasan. Kealphaan pemahaman paragraf dan paratone menyebabkan
penulisan dan pelisanan tidak beraturan dan bahkan bisa jadi berantakan.
Setiap paragraf dan paratone dikendalikan oleh satu ide pokok. Ide pokok harus
dikemas dalam sebuah kalimat, yakni kalimat topik atau kalimat utama. Dari kalimat topik
atau kalimat utama itulah kalimat-kalimat penjelas dituliskan atau dilisankan terperinci.
Perincian dapat panjang atau terurai, tetapi dapat pula pendek atau singkat, tergantung dari
ketajaman intuisi lingual penulis atau penutur akan ketuntasan ide pokok yang dijelaskan
atau dijabarkan.
Paragraf merupakan bagian karangan atau tulisan yang membentuk satu kesatuan pikiran
atau ide atau gagasan. Setiap paragraf dikendalikan oleh satu ide pokok. Ide pokok paragraf
harus dikemas dalam sebuah kalimat, yang disebut kalimat utama. Dari kalimat utama paragraf
itulah kalimat-kalimat penjelas, baik yang sifatnya mayor maupun minor, dituliskan secara
tuntas, lengkap, terperinci.35
Paragraf adalah satuan bahasa tulis yang terdiri dari beberapa kalimat. Satu hal lagi
yang harus dicatat di dalam sebuah paragraf, yakni bahwa paragraf itu harus merupakan satu
kesatuan yang padu dan utuh. Jadi, pertautan yang terjadi antara kalimat satu dan kalimat yang
lainnya itu mengandaikan terjadinya kepanduan dan kesatuan unsur-unsur yang membangun
paragraf itu. Dengan pemahaman seperti di atas dapat ditegaskan bahwa sesungguhnya sebuah
paragraf harus mengemban ide pokok atau ide utama.
Margaret J. Miller mengatakan bahwa “Sebagaimana halnya suatu kalimat harus memiliki
kesatuan pikiran (unity of thought), begitu juga paragraf harus mempunyai kesatuan topik
(unity of topic). Kalimat-kalimat dalam paragraf harus menyusul satu sama lain dengan urutan
yang logis. Gagasan dalam setiap kalimat harus timbul secara wajar dari pikiran yang telah
diisyaratkan oleh kalimat-kalimat yang muncul sebelumnya.
Selanjutnya Miller mengatakan, “Paragraf itu harus mempunyai kesatuan perlakuan
dan kesatuan suasana. Gaya atau ‘style’ penulisan yang diterapkan mulai dari awal paragraf
hingga akhir paragraf, hendaknya tetap sama. Keseluruhan kalimat dalam paragraf harus
dikendalikan oleh salah satu ide pokok yang dikemas dalam kalimat efektif. Kalimat yang
berisi ide pokok paragraf itulah yang disebut topic sentence.”
Frank Chaplen (dalam Rosihan Anwar, 2004) mengatakan bahwa paragraf yang baik
ialah paragraf yang memungkinkan pembaca memahami kesatuan informasi yang terkandung
di dalamnya.

B. UNSUR-UNSUR PARAGRAF
Paragraf memiliki hierarki dan unsur-unsur lahiriah dan nonlahiriah. Unsur lahiriah
paragraf berupa kalimat, frasa, kata, dan lain-lain; sedangkan unsur nonlahiriah paragraf
berupa makna atau maksud penulis yang dikandung di dalam keseluruhan jiwa paragraf itu.

35
H. Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi (Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, 2004).
Bab 4 Paragraf 67

Secara lahiriah, lazimnya paragraf tersusun dari: (1) kalimat topik atau kalimat utama; (2)
kalimat pengembang atau kalimat penjelas; (3) kalimat penegas; (4) kalimat transisi. Unsur-
unsur lahiriah paragraf haruslah padu; unsur-unsur nonlahiriah paragraf juga harus satu.
Kepaduan lahiriah paragraf disebut koherensi; kesatuan nonlahiriah paragraf disebut kohesi.
Salah satu unsur penting dalam sebuah paragraf adalah unsur kalimat penjelas (support
sentences). Dapat dikatakan sebagai kalimat penjelas karena tugas dari kalimat itu memang
menjelaskan dan menjabarkan lebih lanjut ide pokok dan kalimat utama yng terdapat dalam
paragraf tersebut. Adapun kalimat penjelas terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Kalimat Penjelas Mayor


Kalimat penjelas mayor (major support sentences) adalah kalimat penjelas yang utama.
Kalimat penjelas yang utama itu bertugas menjelaskan secara langsung ide pokok dan kalimat
utama yang terdapat di dalam paragraf itu. Jadi, hubungan antara kalimat utama dan kalimat
penjelas utama di dalam sebuah paragraf itu bersifat langsung.

2. Kalimat Penjelas Minor


Dapat dikatakan kalimat penjelas minor karena kalimat penjelas itu tidak secara langsung
menjelaskan ide pokok dan kalimat utama paragraf. Akan tetapi, kalimat penjelas minor
demikian itu menjelaskan kalimat penjelas mayor tertentu secara langsung. Jadi, sebuah
kalimat penjelas minor telah menjelaskan secara langsung kalimat penjelas utama yang lainnya.

C. STRUKTUR PARAGRAF
Paragraf non-naratif atau paragraf yang sering digunakan dalam karya ilmiah dapat
disusun dengan kemungkinan-kemungkinan struktur sebagai berikut: (1) struktur 1,2,4,3;
(2) struktur 1,2,3; (3) struktur 1,2; (4) struktur 2,1; (5) struktur 2,4,1; (6) struktur 1,4,2,3; (7)
struktur 2,3,4,1. Kalimat topik atau kalimat utama paragraf hanya dimungkinkan muncul di
depan sendiri, atau sebaliknya di bagian belakang sendiri. Kalimat topik atau kalimat utama
yang ditempatkan di depan, paragraf ini disebut dengan paragraf deduktif. Sementara itu,
jika ditempatkan di bagian paling belakang paragrafnya disebut paragraf induktif.
Kerangka paragraf deduktif dapat digambarkan seperti berikut: Kalimat topik/ide topik
berada di awal paragraf, selanjutnya diikuti dengan kalimat penjelas/ide penjelas pertama; (a)
kalimat tambahan/ide tambahan 1, (b) kalimat tambahan/ide tambahan 2, (c) dan seterusnya
jika ada, lalu diikuti dengan kalimat penjelas/ide penjelas kedua; (a) kalimat tambahan/ide
tambahan 1, (b) kalimat tambahan/ide tambahan 2, (c) dan seterusnya jika ada.
Sebaliknya, pada kerangka paragraf induktif dapat digambarkan sebagai berikut: kalimat
penjelas/ide penjelas pertama; (a) kalimat tambahan/ide tambahan 1, (b) kalimat tambahan/
ide tambahan 2, (c) dan seterusnya jika ada, kalimat penjelas/ide penjelas kedua; (a) kalimat
68 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi

tambahan/ide tambahan 1, (b) kalimat tambahan/ide tambahan 2, (c) dan seterusnya jika
ada, kalimat topik/ide topik berada di akhir paragraf.36
Dalam referensi lain, ada juga jenis paragraf abduktif. Yaitu jenis paragraf yang kalimat
topik atau kalimat utamanya diletakkan baik di bagian awal, maupun di bagian akhir paragraf.
Kalimat topik yang letaknya di akhir paragraf hanya berfungsi sebagai pengulang, atau penegas
dari kalimat topik yang terdapat di awal paragraf.

D. TEKNIK PEMAPARAN PARAGRAF


1. Paragraf Deskriptif
Paragraf jenis ini disebut juga paragraf lukisan, yakni melukiskan atau menggambarkan
apa saja yang dilihat di depan mata penulisnya. Paragraf deskriptif bersifat loyal terhadap
tata ruang atau tata letak objek yang dituliskan itu. Penyajiannya dapat berurutan dari atas
ke bawah atau sebaliknya, dari depan ke belakang atau sebaliknya, dari pagi ke petang atau
sebaliknya, dari siang ke malam atau sebaliknya. Pelukisan untuk paragraf deskriptif ini
berkaitan dengan segala sesuatu yang ditangkap atau diserap oleh pancaindra.
Paragraf deskriptif adalah sebuah paragraf yang bertujuan menggambarkan sejelas-
jelasnya suatu objek. Penulis seolah-olah berada di tempat itu sehingga ia dapat melihat dan
mendengar sendiri segala hal yang ada di tempat itu. Oleh karena itu, paragraf deskriptif dapat
dikatakan lebih menekankan pada dimensi ruang.37
Ciri-ciri dari paragraf deskriptif ialah:
a. Menggambarkan atau melukiskan suatu benda, tempat, atau suasana tertentu.
b. Penggambaran dilakukan dengan melibatkan panca indra (pendengaran, penglihatan,
penciuman, pengecapan, dan perabaan).
c. Bertujuan agar pembaca seolah-olah melihat atau merasakan sendiri objek yang
dideskripsikan.
d. Menjelaskan ciri-ciri objek seperti warna, ukuran, bentuk, dan keadaan suatu objek
secara terperinci.

2. Paragraf Ekspositoris
Paragraf jenis ini disebut juga paragraf paparan. Tujuannya adalah untuk menampilkan
atau memaparkan sosok objek tertentu yang hendak dituliskan. Penyajiannya tertuju pada
satu unsur dari objek itu saja, dan teknik pengembangannya dapat menggunakan analisis
kronologis maupun analisis keruangan.
Ciri-ciri paragraf ekspositoris:
a. Memaparkan definisi dan memaparkan langkah-langkah, metode atau melaksanakan
suatu tindakan.

36
P. Tukan, Mahir Berbahasa Indonesia ( Jakarta: Yudhistira, 2006), hlm.65.
37
Syamsuddin A.R., Kompetisi Berbahasa Indonesia dan Sastra Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2005), hlm. 29.
Bab 4 Paragraf 69

b. Gaya penulisannya bersifat informatif.


c. Menginformasikan/menceritakan sesuatu yang tidak bisa dicapai oleh panca indra.
d. Paragraf eksposisi umumnya menjawab pertanyaan apa, siapa, dimana, kapan, mengapa
dan bagaimana.

3. Paragraf Argumentatif
Paragraf jenis ini sering disebut juga paragraf persuasif. Tujuannya adalah untuk
membujuk dan meyakinkan pembaca tentang arti penting dari objek tertentu yang dijelaskan
dalam paragraf itu. Paragraf ini banyak digunakan untuk kepentingan propaganda, demonstrasi,
promosi, negosiasi, dan lain sebagainya.
Ciri-ciri paragraf argumentatif, yaitu:
a. Menjelaskan suatu pendapat agar pembaca yakin.
b. Memerlukan fakta untuk membuktikan pendapatnya biasanya beruapa gambar/grafik,
dan lain-lain.
c. Menggali sumber ide dari pengamatan, pengalaman, dan penelitian.
d. Penutup berisi kesimpulan.

4. Paragraf Naratif
Paragraf naratif berkaitan sangat erat dengan penceritaan atau pendongengan dari
sesuatu. Paragraf naratif banyak ditemukan dalam cerita-cerita pendek, pendongengan,
novel, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk menghibur para pembaca, kadangkala, bahkan
membawa para pembaca bertualang bersama, karena demikian terpesona dengan apa yang
dinarasikan itu.
Ciri-ciri paragraf naratif, antara lain:
1. ada kejadian atau peristiwa.
2. ada pelaku.
3. ada waktu dan tempat kejadian.

E. JENIS PARAGRAF
Pemahaman Anda ihwal penulisan paragraf yang telah disampaikan di depan sangat
bermanfaat sebagai bekal untuk beranjak menuju tataran tulisan yang lebih besar. Marilah
kita sekarang memulainya dengan jenis-jenis paragraf di dalam karangan.
Paragraf dalam sebuah karangan biasanya terbagi dalam tiga jenis, yakni paragraf pembuka,
paragraf pengembang, dan paragraf penutup. Karangan atau tulisan minimal dalam bidang
apapun, hampir selalu memiliki konstruksi tiga paragraf demikian ini.

1. Paragraf Pembuka
Paragraf ini merupakan pembuka atau pengantar untuk sampai pada segala pembicaraan
yang akan menyusul kemudian di dalam sebuah karangan. Sebagai pengantar, paragraf
70 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi

pembuka harus benar-benar menarik, kadangkala diawali dengan sebuah sitiran dari pendapat
tokoh tertentu. Hal tersebut dilakukan dengan maksud untuk memikat dan memusatkan
perhatian dari para pembacanya.
Dapat dikatakan bahwa paragraf pembuka tugas pokoknya memang untuk membuka,
mengembangkan dan mengantarkan pembaca agar dapat memasuki paragraf-paragraf
pengembang berikutnya.

2. Paragraf Pengembang
Paragraf pengembang atau paragraf isi sesungguhnya berisi inti atau esensi pokok
beserta seluruh jabarannya dari sebuah karya tulis itu sendiri. Dengan paragraf pengantar,
para pembaca budiman sesungguhnya dibawa dan diarahkan untuk dapat masuk ke dalam
paragraf-paragraf pengembang ini.
Paragraf ini mengembangkan ide pokok pembicaraan yang sudah dirancang. Paragraf
ini mengemukakan inti persoalan yang hendak dikemukakan di dalam sebuah karangan.
Jumlah paragraf pengembang ini tidak ada batasan. Ukuran atau pembatas paragraf ini adalah
ketuntasan pengungkapan pikiran/gagasan karangan secara keseluruhan.

3. Paragraf Penutup
Paragraf penutup ini merupakan kesimpulan pembicaraan yang telah dipaparkan pada
bagian-bagian sebelumnya. Paragraf penutup mungkin hanya sebuah rangkuman, atau
mungkin juga sebuah penegasan ulang dari hal-hal pokok yang dipaparkan pada paragraf-
paragraf sebelumnya.
Paragraf penutup bertugas mengakhiri sebuah tulisan atau karangan. Semua karangan
pasti diakhiri dengan paragraf penutup untuk menjamin bahwa permasalahan yang
dipampangkan pada awal paragraf karangan itu terjawab secara jelas tegas dan tuntas di
dalam paragraf-paragraf pengembangan, dan disimpulkan atau ditegaskan kembali di dalam
paragraf penutup. Kalimat-kalimat reflektif, pertanyaan-pertanyaan retoris sering kali dipakai
untuk mengakhiri paragraf penutup untuk meninggalkan bekas-bekas akhir yang tidak mudah
dilupakan dan menurut pemikiran lanjutan.
Lazimnya, paragraf penutup dari sebuah tulisan terdiri dari satu paragraf saja. Akan
tetapi, sesungguhnya tidak selalu harus demikian. Dalam sebuah karya ilmiah yang panjang
misalnya, bagian kesimpulan dan saran itu merupakan penutup. Bisa jadi bagian itu terdiri
dari sejumlah paragraf. Dalam sebuah makalah ilmiah atau mungkin naskah pidato yang
cukup panjang, bisa jadi diakhiri dengan bagian yang disebut ‘catatan penutup’. Lazimnya
pula, catatan penutup itu terdiri dari sejumlah paragraf.

F. CARA PENGEMBANGAN PARAGRAF


Paragraf harus diuraikan dan dikembangkan oleh para penulis atau pengarang dengan
model pengembangan yang variatif. Berikut ini setiap model pengembangan paragraf itu akan
dipaparkan maksudnya:
Bab 4 Paragraf 71

1. Pola Pengembangan Ruang dan Waktu


Pola ini biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu kejadian/peristiwa atau cara membuat
sesuatu, selangkah demi selangkah digambarkan menurut perturutan ruang dan waktu.

2. Pola Pengembangan Sebab-Akibat


Pola ini biasanya digunakan di dalam karangan-karangan ilmiah untuk mengemukakan alasan
tertentu berikut justifikasinya, menerangkan alasan terjadinya sesuatu, menjelaskan suatu
proses yang berpautan dengan sebab dan akibat dari terjadinya hal-hal tertentu.

3. Pola Pengembangan Susunan Pembanding


Pola pembanding ini digunakan untuk memperbandingkan dua hal atau dua perkara, bahkan
bisa juga lebih, yang di satu sisi memiliki kesamaan sedangkan pada sisi yang lain mengandung
perbedaan.

4. Pola Pengembangan Ibarat


Pola ini digunakan untuk menjelaskan sesuatu hal yang memiliki keserupaan atau kemiripan
dengan hal tertentu. Di dalam jenis paragraf ini orang sering menggunakan bentuk-bentuk
peribaratan, personifikasi, metafora, dan lain-lain.

5. Pola Pengembangan Susunan Daftar


Pola ini lazimnya digunakan dalam karya-karya ilmiah dan keteknikan yang sering kali harus
mengemukakan informasi dalam bentuk-bentuk daftar, tabel, grafik, dan semacamnya.

6. Pola Pengembangan Susunan Contoh


Dalam susunan paragraf ini, kalimat rinciannya lazim menggunakan contoh-contoh tentang
apa yang dimaksudkan dalam kalimat topik atau kalimat utama. Pola susunan contoh juga
banyak sekali ditemukan di dalam tulisan-tulisan ilmiah.

7. Pola Pemgembangan Susunan Bergambar


Gambar atau ilustrasi tertentu dimaksudkan untuk memperjelas apa yang telah atau akan
dituliskan di dalam sebuah paragraf. Pola susunan bergambar juga sangat lazim ditemukan
dalam karya-karya ilmiah.

G. KOHERENSI DAN KOHESI PARAGRAF


Kalimat-kalimat di dalam sebuah paragraf harus berkaitan antara yang satu dan lainnya.
Keberkaitan itu harus mencakup dua macam hal, yakni bentuk maupun isinya. Bilamana
72 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi

keberkaitan dalam hal bentuk dan isi paragraf itu dapat dibangun, maka paragraf semacam
itu dapat disebut sebagai paragraf yang kohesif dan koheren.
Kepaduan dalam bidang isi dan makna, lazimnya dapat dibangun dengan berpegang
teguh pada prinsip bahwa setiap paragraf hanya dapat mengembangkan satu ide pokok.
Ide pokok yang dapat diletakkan dalam posisi yang variatif itu harus dikembangkan dan
dijabarkan secara tuntas melalui kalimat-kalimat mayor, kalimat-kalimat minor, dan kalimat-
kalimat penegasnya.
Adapun kepaduan dalam bidang bentuk, lazimnya dilakukan dalam dua cara. Pertama
dengan memerantikan kata ganti persona, dan kedua dengan memerantikan kata-kata transisi.
Kata ganti persona lazimnya hadir setelah sebelumnya terdapat penunjukan-penunjukan
yang merupakan nomina. Dengan penunjukan pada nomina oleh serta ganti persona itulah
penanda bahwa keberkaitan itu memang benar-benar ada. Selanjutnya, kepaduan paragraf
dapat juga diciptakan dengan pemanfaatan kata-kata transisi seperti ditunjukkan berikut ini:
1. Kata transisi penunjuk hubungan tambahan: lebih lagi, selanjutnya, tambah pula, di
samping itu, lalu, berikutnya, demikian pula, begitu pula, lagi pula.
2. Kata transisi penunjuk hubungan pertentangan: akan tetapi, namun, bagaimana pun,
walaupun, sebaliknya, lain halnya.
3. Kata transisi penunjuk hubungan perbandingan: sama dengan itu, sehubungan dengan
itu, dalam hal yang demikian itu.
4. Kata transisi penunjuk hubungan akibat: oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu,
maka, karenanya.
5. Kata transisi penunjuk hubungan tujuan: untuk itu, untuk maksud itu, untuk tujuan itu,
dengan maksud itu.
6. Kata transisi penunjuk hubungan singkatan: singkatnya, pendeknya, akhirnya, dengan
kata lain, sebagai kesimpulan.
7. Kata transisi penunjuk hubungan tempat dan waktu: sementara itu, segera setelah itu,
berdekatan dengan itu, berdampingan dengan itu.
Bab 5

PERENCANAAN
KARANGAN

A. PENGERTIAN
Perencanaan karangan yaitu semua tahap persiapan penulisan. Kegiatan menulis
bukanlah suatu kegiatan yang kebetulan, melainkan memang telah direncanakan. Dengan
begitu, penulis benar-benar siap mengungkapkan gagasannya melalui tulisan.
“Secara teoretis, perencanaan karangan terdiri atas tiga tahapan, yaitu prapenulisan,
penulisan, dan pascapenulisan (revisi).” Pada tahap prapenulisan, seorang penulis dituntut
untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan dijadikan tulisan. Persiapan ini meliputi
penentuan tema, topik, ataupun judul, tujuan penulisan, masalah yang akan dibahas, teknik
pengumpulan bahan atau teknik penelitian, penentuan buku rujukan penyusunan kerangka
karangan, dan sebagainya. Pada tahap penulisan, penulis dituntut untuk mengembangkan
kerangka yang sudah dibuat tadi. Dengan kalimat, ungkapan, frase, kata-kata, penulis
mengembangkan kerangka tersebut menjadi paragraf subbab, bab, wacana, akhirnya menjadi
karya tulis yang utuh. Pada tahap pascapenulisan, penulis mengurangi segala kekeliruan dan
kekurangan yang mungkin timbul. Pada tahap ini, penulis juga dapat menambah referensi
dan merevisi penulisan yang telah diketik sehingga menjadi tulisan yang sempurna. Tahap
ini biasa disebut dengan tahap revisi.38

38
Desy widiarti, “Perencanaan Karangan”, http://desywidiarti.blogspot.com, diakases pada 20 Nopember 2011
74 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi

B. STRUKTUR KARANGAN
Sebuah kerangka karangan mengandung rencana kerja, memuat ketentuan-ketentuan
pokok bagaimana suatu topik harus diperinci dan dikembangkan. Kerangka karangan
menjamin suatu penyusunan yang logis dan teratur, serta memungkinkan seorang penulis
membedakan gagasan-gagasan utama dari gagasan-gagasan tambahan. Sebuah kerangka
karangan tidak boleh diperlakukan sebagai suatu pedoman yang kaku, tetapi selalu dapat
mengalami perubahan dan perbaikan untuk mencapai suatu bentuk yang semakin lebih
sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk catatan-catatan sederhana, tetapi dapat juga
berbentuk mendetil, dan digarap dengan sangat cermat.39

C. MANFAAT PERENCANAAN KARANGAN


Penyusunan kerangka karangan sangat dianjurkan, karena akan menghindarkan penulis
dari kesalahan-kesalahan yang tak perlu terjadi. Kegunaan kerangka karangan bagi penulis
adalah sebagai berikut:
1. Kerangka karangan dapat membantu penulis menyusun kerangka secara teratur, tidak
membahas atau gagasan sampai dua kali, dan dapat mencegah penulis keluar dari sasaran
yang sudah dirumuskan dalam topik atau judul.
2. Kerangka karangan akan memperlihatkan bagian-bagian pokok karangan, sekaligus
memberi kemungkinan bagi penulisnya untuk memperluas bagian-bagian tersebut.
Hal ini akan membantu penulis menciptakan suasana yang berbeda-beda, sesuai variasi
yang diinginkan.
3. Kerangka karangan akan memperlihatkan kepada penulisnya,bahan atau materi apa
yang dibutuhkan dalam pembahasan yang akan ditulisnya nanti.

Pada umumnya,bentuk kerangka karangan dibedakan atas kerangka kalimat dan kerangka
topik. Kerangka kalimat menggunakan kalimat berita yang lengkap dalam merumuskan tiap
topik, subtopik, maupun sub-sub topik. Sedangkan, di dalam kerangka topik, tiap butir dalam
kerangka tersebut terdiri atas topik yang berupa frase.

D. PENYUSUNAN KERANGKA KARANGAN


Langkah-langkah dalam menyusun kerangka karangan adalah sebagai berikut,
1. Rumuskan tema
2. Mengadakan inventarisasi topik – topik bawahan yang dianggap merupakan perincian
dari tesis atau pengungkapan maksud tadi .
3. Penulis berusaha mengadakan evaluasi semua topik yang telah tercatat pada langkah
kedua di atas.

39
Bab 5 Perencanaan Karangan 75

4. Untuk mendapatkan sebuah kerangka karangan yang sangat terperinci maka langkah
kedua dan ketiga dikerjakan berulang–ulang untuk menyusun topik – topik yang lebih
rendah tingkatannya.

E. TEMA, TOPIK, DAN JUDUL KARANGAN


1. Tema
Tema berasal dari bahasa Yunani “thithenai”, berarti sesuatu yang telah diuraikan atau
sesuatu yang telah ditempatkan. Tema merupakan amanat utama yang disampaikan oleh
penulis melalui karangannya. Dalam karang mengarang, tema adalah pokok pikiran yang
mendasari karangan yang akan disusun. Dalam tulis menulis, tema adalah pokok bahasan
yang akan disusun menjadi tulisan. Tema ini yang akan menentukan arah tulisan atau tujuan
dari penulisan artikel itu. Oleh karena itu karangan harus diawali dengan tema yang baik.
Tema yang baik disyaratkan sebagai berikut.
a. Tema menarik perhatian penulis.
Tema yang menarik perhatian penulis akan memungkinkan penulis berusaha terus-
menerus mencari data untuk memecahakan masalah-masalah yang dihadapi, penulis
akan didorong terus-menerus agar dapat menyelesaikan karya tulis itu sebaik-baiknya.
b. Tema dikenal/diketahui dengan baik.
Maksudnya bahwa sekurang-kurangnya prinsip-prinsip ilmiah diketahui oleh penulis.
Berdasarkan prinsip ilmiah yang diketahuinya, penulis akan berusaha sekuat tenaga
mencari data melalui penelitian, observasi, wawancara, dan sebagainya sehingga
pengetahuannya mengenai masalah itu bertambah dalam. Dalam keadaan demikian,
disertai pengetahuan teknis ilmiah dan teori ilmiah yang dikuasainya sebagai latar
belakang masalah tadi, maka ia sanggup menguraikan tema itu sebaik-baiknya.
c. Bahan-bahannya dapat diperoleh.
Sebuh tema yang baik harus dapat dipikirkan apakah bahannya cukup tersedia di
sekitar kita atau tidak. Bila cukup tersedia, hal ini memungkinkan penulis untuk dapat
memperolehnya kemudian mempelajari dan menguasai sepenuhnya.
d. Tema dibatasi ruang lingkupnya.
Tema yang terlampau umum dan luas yang mungkin belum cukup kemampuannya
untuk menggarapnya akan lebih bijaksana kalau dibatasi ruang lingkupnya.

2. Topik
Pengertian topik adalah berasal dari bahasa Yunani “topoi” yang berarti tempat, dalam
tulis menulis berarti pokok pembicaraan atau sesuatu yang menjadi landasan penulisan suatu
artikel. Agar tidak terlalu luas, topik perlu dibatasi.
76 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi

Cara membatasi sebuah topik dapat dilakukan dengan mempergunakan cara sebagai
berikut:
a. Tetapkanlah topik yang akan digarap dalam kedudukan sentral.
b. Mengajukan pertanyaan, apakah topik yang berada dalam kedudukan sentral itu masih
dapat dirinci lebih lanjut? Bila dapat, tempatkanlah rincian itu sekitar lingkaran topik
pertama tadi.
c. Tetapkanlah dari rincian tadi mana yang akan dipilih.
d. Mengajukan pertanyaan apakah sektor tadi masih dapat dirinci lebih lanjut atau tidak.

3. Judul Karangan
Judul adalah nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku, kepala berita, dan lain-
lain; identitas atau cermin dari jiwa seluruh karya tulis, bersifat menjelaskan diri dan yang
manarik perhatian dan adakalanya menentukan wilayah (lokasi). Dalam artikel judul sering
disebut juga kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan judul adalah lukisan singkat suatu artikel
atau disebut juga miniatur isi bahasan. Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan
menarik. Judul artikel diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan
isi bahasan.

F. POLA SUSUNAN KARANGAN


Pola susunan yang paling utama adalah pola alamiah dan pola logis.

1. Pola Alamiah
Susunan atau pola alamiah adalah suatu urutan unit-unit kerangka karangan sesuai
dengan keadaan yang nyata di alam. Sebab itu susunan alamiah dapat dibagi lagi menjadi
tiga bagian utama, yaitu urutan berdasarkan waktu (urutan kronologis), urutan berdasarkan
ruang (urutan spasial), dan urutan berdasarkan topik yang sudah ada.
a. Urutan waktu
Urutan waktu atau urutan kronologis adalah urutan yang didasarkan pada runtutan
peristiwa atau tahap-tahap kejadian. Tahapan yang paling mudah dalam urutan ini
adalah mengurutkan peristiwa menurut kejadiannya atau berdasarkan kronologinya.
Suatu corak lain dari urutan kronologis yang sering dipergunakan dalam roman, novel,
cerpen, dan dalam bentuk karangan naratif lainnya, adalah suatu variasi yang mulai
dengan suatu titik yang menegangkan, kemudian mengadakan sorot balik sejak awal
mula perkembangan hingga titik yang menegangkan tadi .
Urutan kronologis adalah urutan yang paling umum, tetapi juga merupakan satu-satunya
cara yang kurang menarik dan paling lemah .
b. Urutan ruang
Urutan ruang atau urutan spasial menjadi landasan yang paling penting, bila topik yang
diuraikan mempunyai pertalian yang sangat erat dengan ruang atau tempat . Urutan ini
terutama digunakan dalam tulisan-tulisan yang bersifat deskriptif .
Bab 5 Perencanaan Karangan 77

c. Topik yang ada


Suatu pola peralihan yang dapat dimasukkan dalam pola alamiah adalah urutan
berdasarkan topik yang ada . Suatu barang, hal, atau peristiwa sudah dikenal dengan
bagian-bagian tertentu . Untuk menggambarkan hal tersebut secara lengkap, mau
tidak mau bagian-bagian itu harus dijelaskan berturut-turut dalam karangan itu, tanpa
mempersoalkan bagian mana lebih penting dari lainnya, tanpa memberi tanggapan atas
bagian-bagiannya itu

2. Pola logis
Tanggapan yang sesuai dengan jalan pikiran untuk menemukan landasan bagi setiap
persoalan, mampu di tuang dalam suatu susunan atau urutan logis. Urutan logis sama sekali
tidak ada hubungan dengan suatu ciri yang inheren dalam materinya, tetapi erat dengan
tanggapan penulis. Macam-macam urutan logis yang dikenal :
a. Urutan Klimaks dan Anti Klimaks
Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang berpendirian bahwa posisi tertentu
dari suatu rangkaian merupakan posisi yang paling tinggi kedudukannya atau yang
paling menonjol . Bila posisi yang paling penting itu berada pada akhir rangkaian maka
urutan ini disebut klimaks . Dalam urutan klimaks pengarang menyusun bagian-bagian
dari topik itu dalam suatu urutan yang semakin meningkat kepentingannya, dari yang
paling rendah kepentingannya, bertingkat-tingkat naik hingga mencapai ledakan pada
akhir rangkaian.
Urutan yang merupakan kebalikan dari klimaks adalah anti klimaks. Penulis mulai
suatu yang paling penting dari suatu rangkaian dan berangsur-angsur menuju kepada
suatu topik yang paling rendah kedudukan atau kepentingannya.
b. Urutan kausal
Urutan kausal mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat, dan urutan akibat
ke sebab . Pada pola pertama suatu masalah di anggap sebagai sebab, yang kemudian
di lanjutkan dengan perincian-perincian yang menelusuri akibat-akibat yang mungkin
terjadi. Urutan ini sangat efektif dalam penulisan sejarah atau dalam membicarakan
persoalan-persoalan yang di hadapi umat manusia pada umumnya .
Sebaliknya, bila suatu masalah di anggap sebagai akibat, yang di landaskan dengan
perincian -perincian yang berusaha mencari sebab-sebab yang menimbulkan masalah
tadi, maka urutannya merupakan akibat sebab .
c. Urutan Pemecahan Masalah
Urutan pemecahan masalah di mulai dari suatu masalah tertentu, kemudian bergerak
menuju kesimpulan umum atau pemecahan atas masalah tersebut . Sekurang-kurangnya
uraian yang mempergunakan landasan pemecahan masalah terdiri dari tiga bagian
utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau persoalan tadi, dan akhirnya alternative-
alternative untuk jalan keluar dari masalah yang di hadapi tersebut .
78 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi

Dengan demikian untuk memecahkan masalah tersebut secara tuntas, penulis harus
benar-benar menemukan semua sebab baik yang langsung maupun yang tidak langsung
bertalian dengan masalah tadi . Setiap masalah tersebut tidak bisa hanya terbatas pada
penemuan sebab-sebab, tetapi juga harus menemukan semua akibat baik yang langsung
maupun yang tidak langsung, yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kelak.
f. Urutan Familiaritas
Urutan familiaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang sudah dikenal,
kemudian berangsur-angsur pindah kepada hal-hal yang kurang dikenal atau belum
di kenal. Dalam keadaan-keadaan tertentu cara ini misalnya di terapkan dengan
mempergunakan analogi.
g. Urutan Akseptabilitas
Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas. Bila urutan familiaritas
mempersoalkan apakah suatu barang atau hal sudah dikenal atau tidak oleh pembaca,
maka urutan akseptabilitas mempersoalkan apakah suatu gagasan di terima atau tidak
oleh para pembaca, apakah suatu pendapat disetujui atau tidak oleh para pembaca.

G. MACAM-MACAM KERANGKA KARANGAN


1. Berdasarkan Perincian
Berdasarkan perincian yang di lakukan pada suatu kerangka karangan, maka dapat di bedakan
kerangka karangan sementara (informal) dan kerangka karangan formal.
a. Kerangka Karangan Sementara (informal)
Kerangka karangan sementara atau informal merupakan suatu alat bantu, sebuah
penuntun bagi suatu tulisan yang terarah. Sekaligus ia menjadi dasar untuk penelitian
kembali guna mengadakan perombakan-perombakan yang di anggap perlu. Karena
kerangka karangan ini hanya bersifat sementara, maka tidak perlu di susun secara
terperinci. Tetapi, karena ia juga merupakan sebuah kerangka karangan, maka ia harus
memungkinkan pengarangnya menggarap persoalannya secara dinamis, sehingga
perhatian harus dicurahkan sepenuhnya pada penyusunan kalimat-kalimat, alinea-
alinea atau bagian-bagian tanpa mempersoalkan lagi bagaimana susunan karangannya,
atau bagaimana susunan bagian-bagiannya.

Kerangka karangan informal (sementara) biasanya hanya terdiri dari tesis dan pokok-
pokok utama, paling tinggi dua tingkat perincian. Alasan untuk menggarap sebuah kerangka
karangan semntara dapat berupa topik yang tidak kompleks, atau karena penulis segera
menggarap karangan itu.
Bab 5 Perencanaan Karangan 79

H. KERANGKA KARANGAN FORMAL


Kerangka karangan yang bersifat formal biasanya timbul dari pertimbangan bahwa topik
yang akan digarap bersifat sangat kompleks, atau suatu topik yang sederhana tetapi penulis
tidak bermaksud untuk segera menggarapnya.
Proses perencanaan sebuah kerangka formal mengikuti prosedur yang sama seperti
kerangka informal. Tesisnya di rumuskan dengan cermat dan tepat, kemudian dipecah-pecah
menjadi bagian-bagian bawahan (sub-ordinasi) yang dikembangkan untuk menjelaskan
gagasan sentralnya. Tiap sub-bagian dapat diperinci lebih lanjut menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil. Sejauh diperlukan untuk menguraikan persoalan itu sejelas-jelasnya. Dengan
perincian yang sekian banyak, sebuah kerangka karangan dapat mencapai lima atau tiga
tingkat perincian sudah dapat di sebut kerangka formal.
Supaya tingkatan-tingkatan yang ada jelas kelihatan hubungannya satu sama lain, maka
di pergunakan pula simbol-simbol dan tipografi yang konsisten bagi tingkatan yang sederajat.
Pokok-pokok utama yang merupakan perincian langsung dari tesis di tandai dengan angka-
angka Romawi : I, II, III, IV, dst. Tiap topik utama (Tingkat I) dapat di perinci menjadi topik
tingkat II, yang dalam hal ini di tandai dengan huruf-huruf capital : A, B, C, D, dst. Topik
tingkat II dapat di perinci masing-masingnya menjadi topik tingkat III yang di tandai dengan
angka : 1, 2, 3, 4, 5 dst. Pokok bawahan tingkat IV di tandai dengan : a, b, c, d, dst., pokok
tingkat lima di tandai dengan (1), ( 2 ), ( 3 ), dst. Sedangkan pokok bawahan tingkat VI, kalau
ada, akan di tandai dengan huruf kecil dalam kurung (a), (b), (c ), (d), dst. Tanda-tanda itu
harus di tempatkan sekian macam sehingga mudah di lihat, misalnya seperti bagan di bawah
ini

Tesis :
..............................................................................................................................................................
Pendahuluan ......................................................................................................................................
I. .....................................................................................................................................................
A. ............................................................................................................................................
1. ..................................................................................................................................
a. .........................................................................................................................
(1). ................................................................................................................
(2). ................................................................................................................
b. .........................................................................................................................
(1). ................................................................................................................
(2). ................................................................................................................
80 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi

2. ..................................................................................................................................
a. .........................................................................................................................
(1). ................................................................................................................
(2). ................................................................................................................
b. .........................................................................................................................
B. ............................................................................................................................................
1. ..................................................................................................................................
a. .........................................................................................................................
(1). ................................................................................................................
(2). ................................................................................................................
b. .........................................................................................................................
2. ..................................................................................................................................
a. .........................................................................................................................
b. .........................................................................................................................
(1). ................................................................................................................
(2). ................................................................................................................
c. .........................................................................................................................
II. .....................................................................................................................................................
dst.
I. .....................................................................................................................................................
dst.

I. BERDASARKAN PERUMUSAN TEKSNYA


1. Kerangka Kalimat
Kerangka kalimat mempergunakan kalimat berita yang lengkap untuk merumuskan tiap unit,
baik untuk merumuskan tesis maupun untuk merumuskan unit-unit utama dan unit-unit
bawahannya. Perumusan tesis dapat mempergunakan kalimat majemuk bertingkat, sebaliknya
untuk merumuskan tiap unit hanya boleh mempergunakan kalimat tunggal. Penggunaan
kerangka kalimat mempunyai beberapa manfaat antara lain :
a. Memaksa penulis untuk merumuskan dengan tepat topik yang akan di uraikan.
b. Perumusan topik-topik dalam unit akan tetap jelas, walaupun telah lewat bertahun-
tahun.
c. Kalimat yang dirumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi siapa pun, seperti
bagi pengarangnya sendiri.

2. Kerangka Topik
Kerangka topik dimulai dengan perumusan tesis dalam sebuah kalimat yang lengkap. Sesudah
itu semua pokok, baik pokok-pokok utama maupun pokok-pokok bawahan, di rumuskan
dengan mencantumkan topiknya saja, dengan tidak mempergunakan kalimat yang lengkap.
Bab 5 Perencanaan Karangan 81

Kerangka topik di rumuskan dengan mempergunakan kata atau frasa. Sebab itu kerangka
topik tidak begitu jelas dan cermat seperti kerangka kalimat. Kerangka topik manfaatnya
kurang bila di bandingkan dengan kerangka kalimat, terutama jika tenggang waktu antara
perencanaan kerangka karangan itu dengan penggarapannya cukup lama.
Kerangka topik mengikuti persyaratan yang sama seperti sebuah kerangka kalimat,
misalnya dalam pembagiannya, penggunaan simbol, sub-ordinasinya, dan sebagainya.

J. SYARAT KERANGKA YANG BAIK


1. Tesis atau Pengungkapan Maksud Harus Jelas
Tesis atau pengungkapan maksud merupakan tema dari kerangka karangan yang akan di
garap. Sebab itu perumusan tesis atau pengungkapan maksud harus dirumuskan dengan jelas
dalam struktur kalimat yang baik, jelas menampilkan topik mana yang di jadikan landasan
uraian dan tujuan mana yang akan di capai oleh landasan tadi. Tesis atau pengungkapan
maksud yang akan mengarahkan kerangka karangan itu.

2. Tiap Unit dalam Kerangka Karangan Hanya Mengandung Satu Gagasan


Karena tiap unit dalam kerangka karangan, baik unit atasan maupun unit bawahan, tidak
boleh mengandung lebih dari satu gagasan pokok, maka akibatnya tidak boleh ada unit yang
di rumuskan dalam dua kalimat, atau dalam kalimat majemuk setara, atau kalimat majemuk
bertingkat, atau dalam frasa koordinatif. Bila ada dua atau tiga pokok di masukkan bersama-
sama dalam satu simbol yang sama, maka hubungan strukturnya tidak akan tampak jelas. Bila
terjadi hal yang demikian maka unit itu harus segera di revisi. Bila kedua gagasan itu berada
dalam keadaan setara, maka masing-masingnya harus di tempatkan dalam urutan simbol
yang sama derajatnya. Bila terdapat gagasan-gagasan yang tidak setara, maka ide-ide yang
berbeda tingkatnya itu harus di tempatkan dalam simbol-simbol yang berlainan derajatnya.

3. Pokok-pokok dalam Kerangka Karangan Harus disusun Secara Logis


Kerangka karangan yang di susun secara logis dan teratur mempersoalkan tiga hal, yaitu:
a. apakah tiap unit yang lebih tinggi telah di perinci secara maksimal
b. apakah tiap perincian mempunyai hubungan langsung dengan unit atasan langsungnya
c. apakah urutan perincian itu sudah baik dan teratur

4. Harus Mempergunakan Pasangan Simbol yang Konsisten


Penggunaan pasangan simbol yang konsisten mencakup dua hal yaitu pemakaian angka
dan huruf sebagai penanda tingkatan dan urutan unit-unitnya, tipografi yaitu penempatan
angka dan huruf penanda tingkatan dan teks dari tiap unit kerangka karangan.
Pemakaian angka dan huruf sebagai penanda tingkatan dan urutan unit-unit kerangka
karangan biasanya mengikuti konvensi berikut :
82 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi

(1) Angka Romawi : I, II, III, IV, dsb. Di pakai untuk Tingkatan pertama.
(2) Huruf Kapital : A, B, C, D, dsb. Di pakai untuk Tingkat ke dua.
(3) Angka Arab : 1, 2, 3, 4, dsb. Di pakai untuk menandai Tingkat ke tiga.
(4) Huruf Kecil : a, b, c, d, e, dsb. Di pakai untuk menandai tingkat ke empat.
(5) Angka Arab dalam kurung : (1), (2), (3), (4), dsb. Di pakai untuk menandai tingkat ke
lima.
(6) Huruf kecil dalam kurung : (a), (b), (c), (d), dsb. Di pakai untuk menandai tingkatan ke
enam.

Sebaliknya konvensi yang menyangkut tipografi adalah : semakin penting atau tinggi
sebuah unit, semakin ke kiri tempatnya. Semakin berkurang kepentingan unitnya, semakin ke
kanan tempatnya.
Namun ada satu hal yang tidak boleh di lakukan yaitu merubah nilai simbol-simbol itu
di tengah-tengah kerangka karangan. Pokok-pokok yang memiliki kepentingan atau tingkatan
yang sama harus mempergunakan simbol yang sama, sedangkan pokok-pokok yang berbeda
kepentingannya tidak boleh mempergunakan simbol tadi.

Anda mungkin juga menyukai