Anda di halaman 1dari 2

Sayyid Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa Zangi Dausat al-Jailani atau yang

lebih dikenal dengan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah seorang ulama yang berhasil memadukan
antara syariat dan sufisme secara praktis-aplikatif. Karena itu, ia mendapat julukan quthubul auliya' serta
ghautsul a'dzam, orang suci terbesar dalam islam. Sebagai seorang waliyullah, Syaikh abdul Qadir Al-
Jailani diberikan berbagai kelebihan berupa karomah oleh Allah SWT. Salah satu karomah beliau
sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani adalah tentang kejujuran
beliau yang membuat seorang kepala perampok bertaubat. Diceritakan ketika Syaikh Abdul Qodir masih
berusia remaja, beliau meminta izin kepada ibunda nya untuk pergi menuntuk ilmu ke kota Baghdad
(Iraq). Pada waktu itu kota Baghdad terkenal sebagai pusat keilmuan dimana banyak sekali ulama besar
dari berbagai disiplin ilmu yang mengajar disana. Akhirnya sang bunda merestui kepergian Abdul Qodir
muda untuk menuntut ilmu. Sebelum Abdul Qodir muda pergi, sang bunda memberikan perbekalan
berupa uang sejumlah 40 dinar. Nominal uang yang cukup banyak pada waktu itu. Uang tersebut
disimpan disebuah kantong yang ada di bawah ketiak baju Abdul Qodir muda. Sang bunda pun berpesan
kepada Abdul Qodir muda : “Wahai anakku berlaku dan berkata jujurlah dimana pun engkau berada”.
Kemudian dengan berat hati, Abdul Qodir muda pun pergi meninggalkan ibunda tercinta untuk menuntut
ilmu di negeri yang cukup jauh. Abdul Qodir pun berangkat bersama rombongan kafilah yang biasa
melakukan perjalanan ke kota Baghdad untuk berdagang. Di tengah perjalanan rombongan Abdul Qodir
muda dicegat oleh kawanan perampok yang biasa “membegal” para kafilah yang melewati rute tersebut.
Kawanan perampok pun merampas barang bawaan para kafilah disertai dengan ancaman. Satu persatu
mereka ditanya perihal apa yang mereka bawa tanpa terkecuali termasuk Abdul Qodir muda. salah
seorang perampok bertanya kepada Abdul Qodir sembari menghunuskan pedang : “Hai anak muda, apa
yang kau bawa?”. “Aku membawa uang 40 dinar yang aku simpan di kantong di bawah ketiakku”, jawab
Abdul Qodir dengan santun. Melihat Abdul Qodir muda yang berpakaian lusuh dan hanya membawa
sejumlah pakaian untuk menuntut ilmu, sang perampok tidak percaya dengan apa yang dikatakan Abdul
Qodir. Tidak mungkin seorang anak muda dengan penampilan lusuh seperti itu membawa uang dengan
jumlah besar. Akhirnya Abdul Qodir dipersilahkan melanjutkan perjalanan. Ketika akan melanjutkan
perjalanan, perampok yang lain masih penasaran dengan ucapan Abdul Qodir dan dia pun menyampaikan
pertanyaan yang sama hingga 3 kali perihal apa yang Abdul Qodir bawa. Jawaban Abdul Qodir muda pun
masih tetap sama : “Aku membawa uang 40 dinar yang aku simpan di kantong di bawah ketiakku”.
Akhirnya Abdul Qodir pun dibawa kepada pimpinan perampok untuk “diintogerasi” lebih lanjut.
Pimpinan perampok pun bertanya kepada Abdul dengan pertanyaan yang sama : “Apakah benar kau
membawa uang 40 dinar?”. “Ya benar tuan. Aku membawa uang 40 dinar yang aku simpan di kantong di
bawah ketiakku”. Kemudian sang pimpinan perampok memerikasa baju Abdul Qodir dan benar saja
disana ada uang sejumlah 40 dinar tidak kurang tidak lebih persisi seperti apa yang dikatakan. Pimpinan
perampok pun penasaran dengan kejujuran Abdul Qodir : “Sudah puluhan tahun aku merampok di
wilayah ini dan setiap kafilah yang aku tanya mereka selalu berdusta dan menyembunyikan apa yang
mereka bawa. Kenapa engkau berkata jujur perihal apa yang kau bawa?”. “Wahai tuan, aku berkata jujur
karena aku tidak ingin mengkhianati nasehat ibuku. Sebelum berangkat, ibuku memerintahkan kepada ku
untuk berkata jujur kepada siapa pun”, jawab Abdul Qodir. Mendengar penjelasan Abdul Qodir, sang
pimpinan perampok pun bergetar hati dan jiwanya dan dia pun menangis. Pedang yang ada di tangan
kanan nya terjatuh. Tiba-tiba dia bersimpuh teringat dengan dosa-dosa yang dia lakukan. Bagaimana bisa
seorang anak muda yang usia nya baru seumur jagung begitu patuh kepada orang tunya. Sementara dia
yang sudah paruh baya saja, jangankan perintah orang tuanya, perintah tuhan yang menciptakannya pun
tidak pernah dia hiraukan dan selalu dia abaikan dengan selalu berbuat maksiat. Akhirnya sang pimpinan
perampok beserta seluruh anak buahnya bertaubat dan menjadi murid Syaikh Abdul Qodir dan menurut
bagian riwayat mereka pun menjadi waliyullah.
Didalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Mas`ud, Rasulullah SAW bersabda : “`Alaikum bish-
shidqi fa inna shidqo yahdi ilal birri wa innal birro yahdi ilal jannah”. “Hendaklah kalian berlaku jujur
karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa kepada surganya Allah
SWT”. Jujur merupakan sebuah kata yang mudah diucapkan namun tidak mudah untuk direalisasikan
karena harus dibiasakan dari sejak dini. Seorang anak yang sejak kecil ditanamkan sifat jujur oleh kedua
orang tuanya maka anak tersebut akan tumbuh menjadi pribadi yang teguh memegang prinsip kejujuran.
Maka menjadi penting bagi setiap orang tua untuk mendidik setiap anaknya menjadi pribadi yang pintar
dan jujur. Kepintaran tanpa dilandasi dengan kejujuran akan melahirkan generasi yang malah membawa
madhorot atau dampak buruk bagi lingkungannya. Tentu kita tidak ingin generasi penerus bangsa ini
menggunakan kepintarannya hanya untuk memperkaya dirinya dan merugikan orang lain. Namun dengan
kejujuran niscaya kehadirannya akan memberikan maslahat dan kebaikan bukan hanya untuk dirinya
namun untuk orang-orang di sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai