Anda di halaman 1dari 2

Tuanku Imam Bonjol

Nama Lengkap : Tuanku Imam Bondjol


Profesi : Pahlawan Nasional
Agama : Islam
Tempat Lahir : Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat
Warga Negara : Indonesia

Ayah : Khatib Bayanuddin


Ibu : Hamatun

BIOGRAFI
Tuanku Imam Bonjol adalah salah seorang tokoh ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam sebuah
peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri pada tahun 1803-1837. Tuanku Imam Bonjol lahir dengan nama asli
Muhammad Shahab di Bonjol pada tahun 1772. Dia merupakan putra dari pasangan Khatib Bayanuddin yang merupakan seorang
alim ulama dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota dengan istrinya Hamatun. Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat
setempat, Muhammad Shahab atau Tuanku Imam Bonjol memperoleh beberapa gelar, antara lain yaitu Peto Syarif, Malin Basa,
dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan adalah
yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Dia sendiri akhirnya lebih dikenal masyarakat dengan
sebutan Tuanku Imam Bonjol.

Nama Tuanku Imam Bonjol dikenal sebagai pemuka agama Islam dengan pribadi yang santun. Sosok Tuanku Imam Bonjol
hingga kini tidak bisa dilepaskan dari Kaum Paderi. Kaum Paderi merupakan sebutan yang diberikan kepada sekelompok
masyarakat pendukung utama penegakan syiar agama dalam tatanan masyarakat yang zaman dulu populer di tanah Minangkabau
terutama pada masa Perang Padri.

Kelompok ini merupakan penganut agama Islam yang menginginkan pelaksanaan hukum Islam secara menyeluruh di Kerajaan
Pagaruyung. Keterlibatan Tuanku Imam Bonjol sendiri dalam Perang Padri bermula saat dirinya diminta menjadi pemimpin
Kaum Paderi dalam Perang Padri setelah sebelumnya dia ditunjuk oleh Tuanku Nan Renceh sebagai Imam di Bonjol. Tuanku
Imam Bonjol dipercaya untuk menjadi pemimpin sekaligus panglima perang setelah Tuanku Nan Renceh meninggal dunia.

Tuanku Nan Renceh merupakan salah satu anggota Harimau Nan Salapan yang merupakan sebutan untuk pimpinan beberapa
perguruan yang kemudian menjadi pemimpin dari Kaum Padri.

Dengan ditunjuknya sebagai pemimpin, maka kini komando Kaum Paderi ada di tangan Tuanku Imam Bonjol. Sebagai
pemimpin, Tuanku Imam Bonjol harus mewujudkan cita-cita yang diimpikan oleh pemimpin Kaum Paderi sebelumnya walaupun
harus melalui peperangan.

Perang Padri muncul sebagai sarana Kaum Padri (Kaum Ulama) dalam menentang perbuatan-perbuatan yang marak waktu itu di
kalangan masyarakat yang dilindungi oleh para penguasa setempat dalam kawasan Kerajaan Pagaruyung, seperti kesyirikan
(mendatangi kuburan-kuburan keramat), perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat (opium), minuman keras, tembakau
dan umumnya pelonggaran pelaksanaan kewajiban ibadah agama Islam.

Tidak adanya kesepakatan dari Kaum Adat yang telah memeluk Islam untuk meninggalkan kebiasaan tersebut memicu
kemarahan Kaum Padri, sehingga pecahlah peperangan pada tahun 1803.

Hingga tahun 1833, perang ini dapat dikatakan sebagai perang saudara yang melibatkan sesama Minang dan Mandailing. Dalam
peperangan ini, Kaum Padri awalnya dipimpin oleh Harimau Nan Salapan sedangkan Kaum Adat dipimpin oleh Yang Dipertuan
Pagaruyung yakni Sultan Arifin Muningsyah.

Ketika mulai terdesak, Kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda pada tahun 1821 yang justru memperumit keadaan,
sehingga sejak tahun 1833 Kaum Adat berbalik melawan Belanda dan bergabung bersama Kaum Padri. Peperangan ini sendiri
pada akhirnya peperangan ini dapat dimenangkan Belanda dengan susah payah dan dalam waktu yang sangat lama.

Pada bulan Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol diundang Belanda ke Palupuh untuk berunding. Tiba di tempat itu Tuanku Imam
Bonjol langsung ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak,
Minahasa, dekat Manado. Di tempat terakhir itulah Tuanku Imam Bonjol meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864.
Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di tempat pengasingannya tersebut.

Pada masa kepemimpinannya, Tuanku Imam Bonjol mulai menyesali beberapa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Kaum
Padri terhadap saudara-saudaranya, sebagaimana yang terdapat dalam memorinya. Walau di sisi lain, fanatisme tersebut juga
melahirkan sikap kepahlawanan dan cinta tanah air.

Perjuangan yang telah dilakukan oleh Tuanku Imam Bonjol dapat menjadi apresiasi akan kepahlawanannya dalam menentang
penjajahan. Sebagai penghargaan dari pemerintah Indonesia yang mewakili rakyat Indonesia pada umumnya, Tuanku Imam
Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 6 November 1973.

Riset dan Analisa: Fathimatuz Zahroh

PENGHARGAAN
 Pahlawan Nasional Indonesia SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973

Anda mungkin juga menyukai