https://fisipol.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/1056/2020/03/Buku-Aplikasi-Teori-
Perencanaan-dikompresi-2.pdf
merupakan teori yang mengedepankan pengambilan keputusan berdasarkan pemikiran dan
pertimbangan yang logis (rasional). Pengambil keputusan akan berada pada suatu dilema, dimana ia
akan dihadapkan pada berbagai pilihan alternatif yang berbeda-beda. Masing-masing alternatif itu
memiliki kelebihan dan kekurangan yang proporsinya pun berbeda-beda. Pengambil keputusan
harus sebijak mungkin dan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan. Keputusan yang dibuat
harus bisa diterima oleh banyak pihak dan sebisa mungkin tidak ada pihak yang dirugikan.
Pengambilan keputusan sendiri harus didasarkan pada tujuan yang hendak dicapai, nilai yang
mendasarinya, dan target yang sudah disepakati sebelumnya. Anderson (1979) menjelaskan
langkah-langkah dalam pengambilan keputusan yang rasional sebagai berikut:
a. Pengambil keputusan dihadapkan pada sutau masalah yang berbeda dengan masalah lainnya,
sehingga dapat dibandingakan dengan masalah lain tersebut.
b. Diperjelasnya tujuan, nilai, dan target yang disusun berurutan berdasarkan prioritas.
c. Melihat alternatif-alternatif untuk menyelesaikan masalah.
d. Melihat konsekuensi biaya dan manfaat dari setiap alternatif.
e. Setiap alternatif beserta konsekuensinya, diperbandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya.
f. Membandingkan setiap alternatif beserta konsekuensinya.
g. Alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan harus dapat memaksimalkan tercapainya tujuan,
nilai, dan target yang sudah ditentukan sebelumnya.
Hal yang mendasari perencanaan tersebut pada dasarnya menekankan pada kemampuan akal
pikiran dalam memecahkan problem-problem yang berkembang dan terjadi dalam masyarakat.
Problema yang ada dipecahkan melalui pendekatan ilmiah dalam analisisnya sehingga
permasalahan-permasalahan dapat dicarikan solusinya secara cermat serta tidak menimbulkan
permasalahan baru di kemudian hari. Model perencanaan berdasarkan ”Rasionalitas” memiliki
tahapan yakni:
1. Pengumpulan dan Pengolahan Data Analisis Perencanaan,
2. Perumusan Tujuan & Sasaran,
3. Perencanaan,
4. Pengembangan Alternatif Rencana,
5. Evaluasi & Seleksi Alternatif Rencana,
6. Penyusunan Dokumen Rencana,
7. Penyusunan Program dan Rencana,
8. Monitoring & Tindakan/Kegiatan,
9. Evaluasi,
10. Feed Beck.
Kelebihan perencanaan model ini bersifat “keahlian”. Karena itu, seorang perencana dituntut
memahami perencanaan baik dari sisi teknis maupun filosofis. Pada umumnya, perencanaan model
ini dilakukan bersifat perorangan, namun tidak menutup kemungkinan bersifat kolektif atau
kelompok dengan asumsi kepentingan individu menyesuaikan kepentingan kelompok. Karakter
dasar perencanaan bersifat komprehensif (menyeluruh), yakni mempertimbangkan aspek ekonomi,
sosial, budaya dan lingkungan, sehingga semua masalah ingin coba diselesaikan.
Kelemahan dalam perencanaan model ini biasanya kurang dapat memperhitungkan sumber daya
yang tersedia, karena berasumsi bahwa sumber daya dapat dicari dan diusahakan. Pembuat
keputusan dipegang para ahli/perencana, sedangkan masyarakat hanya diberikan sedikit peran,
biasanya hanya dalam bentuk publik hearing yang sifatnya serimonial. Dalam hal ini, perencana
menganggap paling tahu atas segala permasalahan. Di samping itu, perencanaan bersifat
reduksionisme, determenistik dan obyektif sehingga bersifat sektoral.
Contoh model perencanaan rasional komprehensip adalah dalam Penyusunan Dokumen Tata Ruang
Wilayah. Penyusunan dokumen tata ruang ini ditujukan untuk menata ruang sesuai dengan fungsi,
manfaat dan potensi yang dimiliki akibat mobilisasi dan perkembangan penduduk yang semakin
meningkat sementara kondisi ruang terbatas serta keinginan kuat untuk membangun secara
berkelanjutan. Dalam dokumen perencanaan tata ruang kota maupun wilayah akan menyajikan
ruang sebagai satuan wilayah pengembangan (SWP) yang terinci mulai dari satuan wilayah
pengembangan pertanian, satuan wilayah pengembangan perdagangan, satuan wilayah
pengembangan perkantoran, satuan wilayah pengembangan industri dan seterusnya. Proses
penyusunan dokumen tata ruang sendiri memerlukan kajian yang mendalam oleh para ahli tata
ruang serta melalui sosialisasi yang melibatkan seluruh ”stakeholder” berulang-ulang dari mulai
bentuk konsep/draft sampai bentuk final. Sehingga keabsahan dari dokumen tersebut sangat teruji.
Namun dalam implementasinya sering dokumen tata ruang tersebut dilanggar dan diabaikan karena
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Faktor penyebab utamanya adalah karena biasanya dokumen tata ruang yang telah disusun kurang
dipublikasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak mengetahuinya, di sisi lain biasanya
dokumen perencanaan tata ruang tersebut hanya dimiliki oleh pengusaha-pengusaha yang
merupakan kroni dari penguasa. Hal lainnya adalah komitmen penguasa dalam mematuhi dokumen
tata ruang tersebut lemah apabila menyangkut dengan kepentingan-kepentingan pragmatis,
misalkan kemauan investor untuk menanamkan usaha di wilayah pengembangan yang seharusnya
tidak dibolehkan untuk mendirikan industri. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang yang disahkan pada tanggal 27 April 2007, yang mengatur secara jelas
bagaimana kewenangan pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam menata daerahnya
diharapkan masalah pelanggaran tata ruang tidak terjadi.