204
GRAHA ILMU
Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283
Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057
E-mail: info@grahailmu.co.id
ISBN:
Cetakan ke I, tahun 2014
BAB .....
KATA PENGANTAR
Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar, BPD Jatim, BPD Jateng,
BPD DIY, BPD Aceh, BPD Sumut, BPD Kaltim, BPD Sumsel, Babel,
BPD Sulselbar, BPD Kalbar, BPD Kalteng, Permata dan BCA dll
Dengan bermunculannya bank Syariah di Indonesia, tidak serta
merta bank-bank syariah yang ada menyalurkan dananya dengan
sistem bagi hasil, akibat dari beberapa faktor yang dianggap sebagai
penyebab terlambatnya pertumbuhan portfolio pembiayaan berbasis
bagi hasil, padahal bagi hasil merupakan ciri khas dari sistem
perbankan syariah. Buku ini di antara salah satu literature yang
mencoba membongkar kelemahan-kelemahan yang mengakibatkan
melambatnya portfolio pembiayaan berbasis bagi hasil. Buku ini juga
mencoba mencari terobosan baru dengan meredesign konsep
pembiayaan dengan akad musyarakah dan mudharabah pada bank
syariah yang notabene merupakan produk pembiayaan berbasis bagi
hasil.
Semoga buku ini bisa menjadi trigger, baik bagi praktisi
maupun akademisi untuk mencari terobosan-terobosan baru dalam
rangka mempercepat laju pertumbuhan pembiayaan berbasis bagi
hasil dengan tetap memperhatikan dari sisi syariahnya. Artinya
produk pembiayaan bagi hasil yang efektif dan efisien, baik bagi
bank maupun bagi nasabah, produk pembiayaan bagi hasil yang
applicable.
Naf’an
BAB .....
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
BAB I SEJARAH BANK SYARIAH 1
1.1 Perbankan di Zaman Nabi dan Sahabat 1
1.2 Praktik Perbankan Zaman Rasulullah SAW dan
Sahabat R.A 2
1.3 Praktik Perbankan di Zaman Kekhalifahan Bani
Umayah dan Abbasiyah 3
1.4 Perbankan Syari’ah Modern 4
BAB II SEJARAH BANK SYARIAH DI INDONESIA 13
2.1 Jalan Panjang Pemikiran Pendirian Bank Syariah
di Indonesia 13
2.2 Berdirinya Bank Syariah Indonesia 16
BAB III DASAR DAN TUJUAN PENDIRIAN BANK SYARIAH 21
3.1 Landasan Bank Syariah 21
3.2 Prinsip-prinsip Bank Islam 23
3.2.1 Menjauhkan Diri dari Kemungkinan
Adanya Unsur Riba 23
x Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah
-oo0oo-
xiv Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah
BAB I
ribawi. Pada 1972 sistem bank tanpa riba diperkenalkan lagi di Mesir
dengan ditandai berdirinya Nasser Social Bank. Berdirinya bank ini
lebih bersifat sosial dari pada komersial.
Kesuksesan Mit Ghamr mengelola bank dengan sistem bagi
hasil, memberi inspirasi bagi umat Islam di seluruh dunia untuk
membentuk bank Islam dengan sistem bagi hasil. Secara kolektif
gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional muncul
dalam konferensi Negara Islam se-dunia di kuala lumpur, Malaysia
pada tanggal 21-27 april 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta.
Salah satu keputusan dalam konferensi ini adalah perlu dibentuk
sebuah bank syariah yang bersih dari sistem riba.
Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal yaitu:
1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan
rugi, jika tidak ia termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak
hukumnya haram.
2. Diusulkan supaya dibentuk suatu bank Islam yang bersih dari
sistem riba dalam waktu secepat mungkin.
3. Sementara menunggu berdirinya bank Islam, bank-bank yang
menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi. Jika benar dalam
keadaan darurat (Warkum Sumitro, 2002).
Pada konferensi kedua, Menteri luar negeri negara-negara
muslim pada bulan Desember 1970 di Karachi, Pakistan telah
diagendakan secara resmi tentang gagasan berdirinya Islamic
Development Bank (IDB). Selanjutnya pada sidang menteri luar
negeri negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Benghazi, Libia
pada Maret 1973 usulan perlunya tentang didirikan bank syariah
diagendakan lagi. Sidang kemudian memutuskan agar OKI
mempunyai bidang khusus yang menangani tentang hal-hal yang
berhubungan dengan ekonomi dan keuangan. Bulan Juli 1973
komite ahli yang mewakili negara Islam penghasil minyak bertemu di
Jeddah, Arab Saudi untuk membicarakan berdirinya pendirian bank
syariah, sekaligus dibahas tentang anggaran dasar dan anggaran
Sej arah Bank Syariah 7
-oo0oo-
12 Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah
BAB II
-oo0oo-
BAB III
segala cara, tapi harus dilakukan melalui gerakan amal shaleh. Bank
Syariah adalah bank yang kegiatan usahanya dilakukan berdasarkan
prinsip syariah. Sedangkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam” (UU No. 21/2008 tentang Perbankan
Syariah).
Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai
lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya
dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW.
Antonio dan Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian,
yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah
Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip
syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu
kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Bank yang
beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang
dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam,
khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.
Dalam keuangan syariah menekankan pentingnya keselarasan
aktivitas keuangan dengan norma dan tuntunan syariah. Aturan
terpenting dalam kegiatan keuangan syariah adalah pelarangan riba
(memperanakkan uang dan mengharapkan hasil tanpa menanggung
risiko). Ahli fiqh menilai ini sangat kental eksistensinya dalam
aktivitas keuangan konvensional.
Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan
masalah riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap
riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam
dewasa ini. Suatu hal yang sangat menggembirakan bahwa
belakangan ini para ekonom Muslim telah mencurahkan perhatian
besar, guna menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga
dalam transaksi perbankan dan membangun model teori ekonomi
yang bebas dan pengujiannya terhadap pertumbuhan ekonomi,
alokasi dan distribusi pendapatan. Oleh karena itu, maka mekanisme
perbankan bebas bunga yang biasa disebut dengan bank syariah
Dasar dan Tuj uan Pendir i an Bank Syar i ah 23
-oo0oo-
34 Pembiayaan Musyar akah dan Mudhar abah
BAB IV
Pertama
“Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
menambah pada harta manusia maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalannya).”(QS. 30: 39).
Kedua
“Dan, disebabkan mereka memakan riba (bunga) padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena
mereka memakan harta orang lain dengan cara yang bathil.
Kami telah menyediakan bagi orang-orang kafir di antara
mereka itu azab yang pedih.”(QS. 4: 161).
Ketiga
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
riba (bunga) dengan berlipat gnda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Peliharalah dirimu dari api neraka yang disediakan untuk
orang-orang yang kafir. Dan, taatilah Allah dan Rasul SAW
supaya kamu diberi rahmat.”(QS. 3: 130-132).
Keempat
“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba (bunga) tidak
dapat berjalan melainkan seperti berdirinya orang-orang yang
kesurupan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu adalah dikarenakan mereka berkata
(berpendapat), ‘sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba’,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan meng-
haramkan riba. Orang-orang yang sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu berhenti (tidak mengambil riba) maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang-orang
Sej ar ah Ri ba - Bunga 39
-oo0oo-
BAB V
DAMPAK BUNGA
TERHADAP
PEREKONOMIAN GLOBAL
Satu syarat penting agar fungsi uang yang ketiga ini dapat
dijalankan dengan baik adalah bahwa nilai uang yang digunakan
harus tetap stabil. Nilai uang dikatakan stabil apabila sejumlah uang
yang dibelanjakan akan tetap memperoleh barang-barang yang sama
banyak dan sama mutunya dari waktu ke waktu. Apabila syarat ini
tidak dipenuhi, fungsi uang sebagai ukuran untuk pembayaran
tertunda, tidak akan dapat dijalankan dengan sempurna.
value jika waktu tersebut ditambah dengan faktor produksi yang lain,
sehingga menjadi kapital dan dapat memperoleh return. Jadi faktor
yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang me-
manfaatkan waktu itu. Semakin efektif (doing the right things), dan
efisien (doing the things right), maka akan semakin tinggi nilai
waktunya.
-oo0oo-
78 Pembiayaan Musyar akah dan Mudhar abah
BAB VI
Total Dana
DA
n
Di mana,
DA = saldo rata-rata harian
N = waktu atau hari
2. Menghitung saldo rata-rata tertimbang (Weight Average) sumber
dana yang telah tersalurkan pada proyek atau usaha-usaha
lainnya.
WA = ∑(total dana x jumlah hari periode dana)
3. Menghitung distribusi pendapatan yang diterima dalam periode
tertentu.
WA
DP TP
TWA
Di mana,
WA = saldo rata-rata tertimbang
TWA = total saldo rata-rata tertimbang
TP = total pendapatan periode tertentu
4. Membandingkan antara jumlah sumber dana dengan total dana
yang telah disalurkan.
92 Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah
-oo0oo-
BAB VII
MUSYARAKAH
DALAM
PERBANKAN SYARIAH
7.4.1 Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad
transaksi syarikah adalah :
”Jikalau saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka mereka
berksekutu dalam sepertiga itu”. (QS. An-Nisa : 12)
”Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berkongsi itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian
lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal
shaleh”. (QS. Ash-Shad : 24)
7.4.2 Hadist
Hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi
syarikah adalah :
”Dari hadist Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Allah swt telah berkata
kepada saya; menyertai dua pihak yang sedang berkongsi
selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lain,
seandainya berkhianat maka saya keluar dari penyertaan
tersebut”. (HR. Abu Daud)
”Rahmat Allah swt tercurahkan atas dua pihak yang sedang
berkongsi selama mereka tidak melakukan pengkhianatan,
manakala berkhianat maka bisnisnya akan tercela dan
keberkatanpun akan sirna dari padanya”. (HR. Abu Daud,
Baihaqi dan Al-Hakim)
98 Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah
c) Syirkah A’maal
Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang
seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan
berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama
dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau
kerja sama dua orang penjahit untuk menerima pembuatan
order seragam sebuah kantor. Al-musyarakah ini kadang-
kadang disebut musyarakah abdan atau sanaa’i.
d) Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih
yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam
bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu
perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai.
Mereka berbagi keuntungan dan kerugian berdasarkan
jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra.
Jenis al-musyarakah ini tidak memerlukan modal karena
pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut.
Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai
musyarakah piutang.
e) Syirkah al-Mudharabah
Atau juga sering disebut dengan istilah Syirkah Qiradh.
Syirkah mudharabah mengharuskan ada dua pihak, yaitu
pihak pemilik modal (shahibul maal) dan pihak pengelola
(mudhorib). Pihak pemodal menyerahkan modalnya dengan
akad wakalah kepada seseorang sebagai pengelola untuk
dikelola dan dikembangkan menjadi sebuah usaha yang
menghasilkan keuntungan (profit).
Keuntungan dari usaha akan dibagi sesuai dengan kesepakatan,
dan manakala terjadi kerugian bukan karena kesalahan manajemen
(kelalaian), maka kerugian ditanggung oleh pihak pemodal. Hal ini
karena hukum akad wakalah menetapkan hukum orang yang
menjadi wakil tidak bisa menanggung kerugian, sebagaimana
diriwayatkan oleh Ali R.A. yang berkata:
Musyarakah dal am Perbankan Syariah 103
a.
Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit
menunjukan pada tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberi kekuasaan
perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan
setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah
dalam proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain
untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah
diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah
dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa
melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginfestasikan dana untuk kepentingan sendiri.
3. Objek akad (modal, kerja, keuntungan, kerugian)
a. Modal
a) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak,
atau yang nilainya sama.
b) Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti
barang barang, property, dan sebagainya. Jika modal
berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan
uang tunai dan disepakati oleh para mitra.
c) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, me-
nyumbangkan, dan menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
d) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak
ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
Musyarakah dal am Perbankan Syariah 107
b. Kerja
a) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar
pelaksanaan musyarakah, tetapi kesamaan porsi kerja
bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh
melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya,
dalam hal ini boleh menuntut bagian keuntungan
tambahan bagi dirinya.
b) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas
nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan
masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan
dalam kontrak.
c. Keuntungan
a) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu
alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
b) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara
proposional.
c) Atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah
yang ditentukan jadwal yang ditetapkan bagi seorang
mitra.
d) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika
keuntungan melebihi jumah tertentu, kelebihan dan
porsentase itu diberikan kepadanya.
e) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan
jelas dalam akad.
d. Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional
menurut saham masing-masing dalam modal.
4. Biaya operasional dan persengketaan
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara pihak, maka pe-
nyelesaiannya dilakukan melalui badan Arbitrase syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
108 Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah
-oo0oo-
BAB VIII
MUDHARABAH
DALAM
PERBANKAN SYARIAH
8.2.1 Al-Qur’an
”dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah SWT (Al-Muzzammil: 20)
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari ayat di atas
adalah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
“apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia Allah SWT… (Al-Jumu’ah 10)
8.2.2 Al-Hadist
“Dari Shalih bin Suhaib RA bahwa Rasulullah Bersabda: tiga
hal yang di dalamnya terdapat kebaikan: jual-beli secara
tangguh, Muqaradhah (Mudaharabah), dan mencampur
Gandum dengan Gandum untuk keperluan rumah bukan
untuk dijual”
8.2.3 Ijma’
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah ber-
konsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara
mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit
hadist yang dikutip Abu Ubaid.
Mudharabah dal am Perbankan Syariah 117
8.7 MANAJEMEN
Bank tidak ikut serta dalam manajemen, tetapi bank menentukan
syarat yang ketat dalam akad. Mudharib menjalankan mudharabah
dan mengatur segala keperluan menyangkut pembelian,
penyimpanan, pemasaran, dan penjualan barang. Mudharib
bertanggung jawab atas segala kerugian atau biaya yang diakibatkan
oleh suatu kesalahan atas spesifikasi karena bank tidak akan
menanggung segala kerugian semacam ini.
-oo0oo-
BAB IX
PROBLEMATIKA
PEMBIAYAAN BAGI HASIL
Orang yang jujur diberi amanah baik berupa harta, hak-hak dan
juga rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau
kekeliruan, jujurnya -dengan izin Allah- akan dapat me-
nyelamatkannya. Sementara pendusta, sebiji sawipun tidak akan
dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan jujurnya itupun tidak
mendatangkan ketenangan dan kepercayaan. Dengan jujur maka
sah-lah perjanjian dan tenanglah hati. Barang siapa jujur dalam
berbicara, menjawab, memerintah (kepada yang ma’ruf),
melarang (dari yang mungkar), membaca, berdzikir, memberi,
mengambil, maka ia di sisi Allah dan sekalian manusia dikatakan
sebagai orang yang jujur, dicintai, dihormati dan dipercaya.
Kesaksiaannya merupakan kebenaran, hukumnya adil,
muamalahnya mendatangkan manfaat, majlisnya memberikan
barakah karena jauh dari riya’ mencari nama. Tidak berharap
dengan perbuatannya melainkan kepada Allah, baik dalam
salatnya, zakatnya, puasanya, hajinya, diamnya, dan
pembicaraannya semuanya hanya untuk Allah semata, tidak
menghendaki dengan kebaikannya tipu daya ataupun khiyanat.
Tidak menuntut balasan ataupun rasa terima kasih kecuali
kepada Allah. Menyampaikan kebenaran walaupun pahit dan
tidak mempedulikan celaan para pencela dalam jujurnya. Dan
tidaklah seseorang bergaul dengannya melainkan merasa aman
dan percaya pada dirinya, terhadap hartanya dan keluarganya.
Maka dia adalah penjaga amanah bagi orang yang masih hidup,
pemegang wasiat bagi orang yang sudah meninggal dan sebagai
pemelihara harta simpanan yang akan ditunaikan kepada orang
yang berhak.
Seorang yang beriman dan jujur, tidak berdusta dan tidak
mengucapkan kecuali kebaikan. Berapa banyak ayat dan hadist
yang menganjurkan untuk jujur dan benar, sebagaimana firman-
firman Allah yang berikut,
132 Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah
harus membayar lebih bagi hasil dari estimasi yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak.
Untuk mengawal kejujuran tersebut, agar tidak menimbulkan
biaya dan effort lebih, maka perlu dicarikan terobosan-terobosan
baru sebagai alternatif. Inti pokok ekonomi Islam adalah al-Qur'an
dan al-Sunnah yang merupakan penentu suatu pembatas kondisi-
kondisi ekonomi Islam (naf’an, 2013). Dari pakem di atas, bukan
berarti ekonomi Islam tertutup bagi pengujian dan pengkritisan.
Sebab metodologi di atas hanya berlaku pada teks-teks suci (wahyu)
dan tidak berlaku pada interpretasi manusia atas teks-teks tersebut.
Interpretasi manusia terhadap teks-teks ini terbuka bagi pengujian
dan pengkritisan. Karena bagian yang dominan dari realitas ekonomi
memerlukan aplikasi akal manusia, sementara intelektual manusia
berada di bawah sedang semua kerangka kerja wahyu berada di atas,
maka permasalahan metodologi sebagian besar menjadi dekat dalam
wilayah di mana akal manusia diberlakukan. Dalam wilayah ini, jika
suatu teori tidak kontradiksi dengan teks wahyu, teori tersebut
terbuka kritisme. Kritisisme berada dalam dua ranah, yaitu rasional
dan empirical. Teori seharusnya benar pada lapangan rasional dan
juga seharusnya dikonfirmasikan melalui bukti-bukti empirik (Khan,
1987).
Al-Qur'an dan al-Sunnah juga merupakan suatu kriteria bagi
pengujian teori-teori yang diajukan oleh manusia (Khan, 1987).
Teori-teori yang diajukan manusia dites dengan menggunakan
kriteria ini dan jika terdapat kontradiksi yang jelas dan tidak dapat
disangkal, maka teori tersebut ditolak secara keras tanpa pengujian
lebih lanjut. Konsep pembiayaan bagi hasil yang digunakan pada
bank syariah adalah musyarakah dan mudharabah. Musyarakah dan
mudharabah berasal dari al-Qur'an dan al-Sunnah, artinya produk ini
seharusnya applicable pada sistem keuangan modern, jika ternyata
produk ini tidak applicable berarti perlu ada interpretasi manusia atas
teks-teks tersebut (al-Qur'an dan al-Sunnah) tentang musyarakah dan
mudharabah, karena al-Qur'an dan al-Sunnah merupakan teks suci
Probl emat ika Pembiayaan Bagi Hasil 149
yang tidak bisa diutak-atik lagi, yang dapat berubah sesuai dengan
perkembangan zaman adalah interpretasi terhadap teks-teks suci
tersebut.
Pada bab X buku ini, akan mengkaji tentang redesign konsep
musyarakah dan mudharabah dalam rangka meminimalisir
ketidakjujuran nasabah dalam rangka melaporkan kinerja keuangan
bisnisnya yang dibiaya oleh bank syariah, sehingga tidak
menimbulkan biaya dan effort lebih bagi bank syariah dan juga tidak
menjadikan ribet bagi nasabah, yang akhirnya akan menjadikan
musyarakah dan mudharabah menjadi produk pembiayaan bagi hasil
yang efektif dan efisien, baik bagi bank maupun bagi nasabah.
Menjadi produk pembiayaan yang se-efektif dan se-efisien produk
murabahah, sehingga menjadi produk pembiayaan yang applicable
dan mudah untuk dipasarkan pada umat secara khusus dan
masyarakat secara umum.
-oo0oo-
150 Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah
BAB X
REDESIGN MUSYARAKAH
DAN MUDHARABAH;
SEBUAH SOLUSI
Plafond = Rp 10.000.000,00
Margin/Keuntungan = Rp 2.000.000,00
Angsuran per bulan = Rp 500.000,00
Kalau begitu, apa bedanya dengan bank konvensional?
1. Transaksinya adalah jual beli, jadi obyeknya sepeda motor
bukan uang dan harus disebutkan di dalam akad. Sementara, di
bank konvensional transaksinya adalah meminjamkan uang,
bukan transaksi jual beli sepeda motor.
2. Harga jual sepeda motor dari bank kepada Bapak A tidak akan
berubah hingga masa angsuran berakhir. Kenapa? karena obyek
transaksi adalah sepeda motor bukan uang. Sementara di bank
konvensional, nilai angsuran akan sangat tergantung fluktuasi
suku bunga di pasar uang. Apabila suku bunga naik, maka
angsuran pun akan naik. Saat ini, ada juga bank konvensional
yang berani angsuran fix, tetapi biasanya hanya terbatas 1 atau 2
tahun, selebihnya tergantung suku bunga pasar.
Jadi, tugas kita sekarang adalah bagaimana produk pembiayaan
berbasis bagi hasil menjadi sedikit mirip dengan murabahah, karena
sudah jelas titik poin keunggulan murabahah adalah fix dan tidak
melanggar syariah.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dan
mengembangkan industri atau bisnis, praktisi telah melakukan
berbagai upaya untuk menciptakan produk-produk baru atau bahkan
– dan ini yang paling banyak—melakukan adaptasi dan ”syariatisasi”
terhadap produk-produk lama (konvensional). Untuk yang terakhir
ini, mengingat fungsinya masih relevan dan diperlukan, nama produk
lama tetap dipertahankan, tentu saja dengan diberi label khusus
untuk membedakannya dari produk konvensional; misalnya diberi
kata ”syariah” atau kini – untuk di lingkungan perbankan syariah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku —diberi
label ”iB”. Sebagai contoh dapat dikemukakan antara lain kartu
kredit syariah, asuransi syariah, obligasi syariah, FX iB, dan – isu
(kabar) yang bergulir di akhir Mei 2009 lalu – Islamic Swap.
156 Pembiayaan Musyar akah dan Mudhar abah
diharamkan menurut dalil itu. Karena itu, kasus itu dikatakan sebagai
pengecualian atas kaidah umum yang berlaku yaitu mengenai
kebebasan melakukan akad dan menjalankan perjanjian yang telah
disepakati.
Demikian pula dengan Ibn al-Qayyim, ia berpendapat bahwa
hukum asal dari akad dan syarat adalah sah, kecuali yang dibatalkan
atau dilarang oleh agama. Karena hukum asalnya adalah boleh, maka
setiap akad dan syarat yang belum dijelaskan keharamannya oleh
Allah tidak bisa dinyatakan sebagai haram. Allah telah menjelaskan
yang haram secara rinci, karenanya setiap akad yang dinyatakan
haram harus jelas keharamannya seperti apa dan bagaimana.
Tidaklah boleh mengharamkan yang telah dihalalkan oleh Allah atau
dimaafkan, begitu pula tidak boleh menghalalkan yang telah
diharamkan oleh-Nya (Hasanudin. 28 Mei 2009).
MMQ
Pengertian MMQ
Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik)
berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya;
Ketentuan Akad
1. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/
Syirkah dan Bai’ (jual-beli).
2. Akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (syarik) wajib
berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan
pihak kedua (syarik) wajib membelinya.
3. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilaksanakan
sesuai kesepakatan.
4. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS
beralih kepada syarik lainnya (nasabah).
Ketentuan Khusus
1. Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik
atau pihak lain.
2. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik
(nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang
disepakati.
3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai
dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan
kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah
keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan
sesuai kesepakatan para syarik.
4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik
(LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah),
harus jelas dan disepakati dalam akad;
5. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama
sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli;
170 Pembiayaan Musyar akah dan Mudhar abah
juta dengan share bank sebesar 70% (70 juta) dan share
nasabah sebesar 30% (30 juta) dan disepakati nisbah 72:28.
Pengajuan pembiayaan BPR Syariah A didasari oleh
pengajuan pembiayaan 10 nasabah per nasabah 10 juta
untuk pembelian bibit kentang dengan akad murabahah
dengan jangka waktu selama 3 tahun.
Perhitungan angsuran antara BPR Syariah A dengan nasabahnya
adalah :
Plafond @ nasabah Rp 10 juta ×10 = Rp 100 juta
Harga @ nasabah selama 3 thn Rp 16 juta × 10 = Rp 160 juta
Angsuran perbulan @ nasabah Rp 444.444,44 × 10
= Rp 4.444.444,44
Perhitungan angsuran antara BPR Syariah A dengan bank syariah Z
adalah :
Plafond Rp 70 juta
Nisbah 28 % Rp 60 juta × 28% = Rp 16,8 juta / 36
bln = Rp 466.666,67
Bagi Hasil perbulan Rp 466.666,67
Angsuran perbulan P+BH Rp 466.666,67 + 1.944.444,44
=Rp. 2.411.111,11
Rp 4.444.444,44 × 36 bln
= 160 juta
Dari uraian di atas, jika produk pembiayaan pure musyarakah,
angsuran nasabah ke bank tidak uncertain tergantung dari kinerja
usaha BPR Syariah A, tetapi dengan sistem seperti di atas, yaitu
menggunakan akad musyarakah wal murabahah angsuran nasabah
ke bank menjadi fix, mendekati kemiripan keunggulan produk
murabahah, menghilangkan asymmetric information yang di-
akibatkan ketidakjujuran salah satu dari kedua belah pihak.
Redesign Musyar akah dan Mudhar abah; Sebuah Sol usi 173
-oo0oo-
178 Pembiayaan Musyar akah dan Mudhar abah
BAB .....
DAFTAR PUSTAKA
Ibn. Abidin, Radd al-Mukhtār ‘ala al-Durr al Mukhtār. juz IV. (Beirut:
Dar Ihya al-Turas.1987).
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan. 2007.
Karim, Adiwarman A. 2004, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan
Edisi 2, PT Raja Grafindo, Jakarta).
Karim, Adiwarman Azwar, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan,
Jakarta: Rajagrafindo persada. 2010.
Karim, Adiwarman A. 2004. Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan
Edisi 2, PT Raja Grafindo. Jakarta).
Karnaen Perwataatmadja dan Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana
Bank Islam, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta,1997.
Karnaen A. Perwataatmadja & Hendri Tanjung, Bank Syariah: Teori,
Praktik, dan Peranannya. Jakarta: Celestial Publishing. 2011
Khan, Muhammad Akram. “Time Value of Money” dalam An
Introduction to Islamic Finance, ed. Syeikh Ghazali, et. al.
Kuala Lumpur: Quill Publisher. 1992.
-------. An Introduction to Islamic Economics. Islamabad: International
Institute of Islamic Thought dan Institute of Policy Sutdies.
1994.
Ma’luf, Louis. 1986. Al-Munjid Fil Lughah. Beirut. Libanon: Darul
Masyruq. hal 519
Metwally, M. M. Teori dan Model ekonomi Islam. ter. M. Husein
Sawit. Jakarta: Bangkit Daya Insana. 1995.
Muhamad, Manajemen Bank Syariah. (Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
2002) h. 101.
------------, Kontruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah. PSEI STIS.
Yogyakarta, 2001.
182 Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah
-oo0oo-
184 Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah