e‐ISSN : 2598‐9421
Abstrak —Bencana kekeringan merupakan salah satu bencana yang tidak dapat di hindari lagi
keberadaannya. Berdasarkan data dari tahun 1815 sampai tahun 2015 telah terjadi 382 kejadian.
Berdasarkan kajian BNPB Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Purworejo memiliki resiko tinggi
terpapar bencana kekeringan. Untuk itu perlu adanya informasi wilayah resiko bencana kekeringan.
Penggunaan data citra satelit Landsat 8 OLI sebagai media informasi vegetasi dan pendekatan
Machine Learning untuk menganalisa data ekstraksi pada citra satelit berupa indeks vegetasi. Indeks
vegetasi yang di gunakan yaitu NDVI, VCI, VHI, dan TCI dengan implementasi metode XGBoost
dan Random Forest untuk mendapatkan hasil prediksi. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan
perhitungan metode XGBoost ada total 9 kecamatan yang diprediksi terkena bencana kekeringan
sangat parah, dan 9 kecamatan dengan metode Random Forest terindikasi kekeringan sangat parah.
metode XGBoost memiliki nilai akurasi 0.8286 dan nilai kappa 0.6477 dan metode Random Forest
memiliki nilai akurasi 0.6857 dan Nilai Kappa 0.3699. dimana semakin tinggi nilai akurasi dan
kappa semakin tepat hasil prediksi yang dilakukan.
Kata kunci : Bencana Kekeringan, Machine learning, XGBoost, Random Forest, Indeks Vegetasi
2598‐9421 ©2018 Pusat Studi Sistem Informasi Pemodelan dan Mitigasi Tropis (Simitro) Universitas Kristen Satya
Wacana.
This is an open access article under the CC BY license (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/)
Indonesian Journal of Modeling and Computing Volume 2 Nomor 2 (2019) 25-36
26
dengan beberapa DAS yang mengaliri lahan menganalisis menggunkan 2 metode dengan
wilayah tersebut[7]. Hal ini membuat menggunakan data dari Landsat 8 OLI. Hasil
Kabupaten Purworejo di kenal sebagai sentra yang diperoleh bahwa kinerja Random Forest
penghasil rempah di Jawa Tengah[8]. lebih baik dari pada pengklasifikasi lainnya
kabupaten Boyolali dan Kabupaten dalam hal akurasi dan koefisien Kappa[13].
Purworejo adalah wilayah yang memiliki resiko Dikota Huan, China metode Machine Learning
tinggi mengalami bencana kekeringan digunakan sebagai kerangka kerja klasifikasi
berdasarkan kajian dari BNPB[1][9]. Luas dengan metode XGBoost dan penggabungan
cakupan wilayahnya merupakan lahan informasi spasial melalui pasca pemrosesan
persawahan tadah hujan, irigasi, dan ekstrasi fitur dan penumpukan polarimetrik
perkebunan. Kekeringan yang terjadi bisa pada citra satelit Geofen-3 sebagai mode
meliputi kekeringan baik secara Alamiah pencitraan yang berbeda untuk mengklasifikasi
maupun kekeringan secara tutupan lahan. Pada penelitian ini XGBoost
antropogenik[10][11]. Dengan adanya resiko memberikan hasil klasifikasi yang serupa
tinggi kekeringan di Kabupaten Boyolali dan dengan algoritma lainnya seperti SVM dan
Kabupaten Purworejo. Hal ini dapat Random forest. Akurasi metode XGBoost adalah
mengancam ketahanan pangan di wilayah 92,20%. Hal ini membuat metode XGBoost
provinsi Jawa Tengah[2]. paling efisien dalam hasil klasifikasi dan
Berdasarkan hal tersebut maka di perlukan biaya[14]. Di Australia pengindraan jauh dan
adanya informasi wilayah resiko bencana Machine Learning memiliki fungsi yang kuat
kekeringan di tingkat kecamatan. Dalam untuk mendeteksi dan mensegmentasi
penelitian ini dilakukan menggunakan metode kerusakan oleh patogen jamur di hutan. pada
XGBoost dan Random Forest pada data citra penelitian ini metode machine learning yang
Landsat 8 OLI. Penelitian ini di harapkan dapat digunakan adalah XGBoost. dari 11.385 sampel
menghasilkan prediksi sebagai pertimbangan yang di ekstraksi Wawasan mengungkapkan
pemerintah daerah dalam penglolaan lahan serta tingkat deteksi individual sebesar 95% untuk
sumber air yang ada untuk mengantisipasi pohon yang sehat, 97% untuk pohon yang rusak,
bencana kekeringan perubahan iklim maupun dan tingkat deteksi multiclass global sebesar
kebutuhan SDM daerah. 97%. Metode XGBoost dapat mengklasifikasi
dan mengurutkan secara konsekuen.
Pengklasifikasian ini memiliki keakuratan
II.TINJAUAN PUSTAKA tinggi melebihi 97% dimana kemampuan
algoritma pemrosesan dataset besar, dengan
Di Korea selatan penyediaan informasi waktu yang lebih singkat[15].
yang akurat dan tepat waktu sangat penting
sebagai pengukuran terhadap resiko bencana
kekeringan. Model peramalan kekeringan di III.METODELOGI PENELITIAN
lakukan dengan metode interpolasi spline
multiquadric (fungsi berbasis radial) dan Penelitian di lakukan pada 2 kabupaten di
pengujian terhadap 3 metode pada Machine jawa tengah. Observasi dilakukan pada
Learning yaitu Decision Tree, Random Forest, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Purworejo.
dan Extreamely Randomized Trees untuk Analisis dilakukan beradasarkan wilayah
meningkatkan penyediaan kondisi awal Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Purworejo
kekeringan berdasarkan data pengindraan jauh. memiliki persamaan pada sektor pertanian yang
Dimana kondisi awal merupakan faktor luas dimana Kabupaten Boyolali 22.778 Ha dan
terpenting dalam memberikan informasi tentang 30.225 Ha sebagian besar wilayahnya adalah
kekeringan. Pada penelitian ini Machine tanah persawahaan dan sebagai sentra produksi
Learning memberikan hasil informasi lebih baik pangan di wilayah Jawa Tengah[5][6][7][8].
dari pada metode interpolasi[12]. Di wilayah Berdasarkan literatur indeks resiko bencana
Mississippi, Amerika Serikat Penelitian yang Indonesia dan kajian resiko benca Jawa Tengah
mereka kembangkan dengan dimana wilayah observasi memiliki resiko
mengklasifikasikan beberapa metode pada tinggi mengalami bencana kekeringan [9][1].
Machine Learning seperti the maximum
likelihood, Neural Network, Support Vector
Machine, dan Random Forest serta
Sri Yulianto Joko Prasetyo, Yansen Bagas Christianto,Kristoko Dwi Hartomo / Analisis Data Citra Landsat
8 OLI Sebagai Indeks Prediksi Kekeringan Menggunakan Machine Learning di Wilayah Kabupaten Boyolali
dan Purworejo
27
dalam memprediksi bencana kekeringan pada
penelitian ini.
29
dinormalisasi antara kanal tampak (Red) kelembaban dan suhu kanopi. Formulasi
dan inframerah dekat (NIR). Formulasi perhitungan VHI :
perhitungan NDVI : 𝛼𝑉𝐶𝐼 1 𝛼 𝑇𝐶𝐼 [23]
𝑁𝐷𝑉𝐼 [19].
1.1 Machine Learning
keterangan :
NIR = Reflektan inframerah dekat (band 5)
XGBoost (Extreme Gradient Boosting)
RED = Nilai reflektan kanal merah (band
merupakan suatu metode pada machine learning
4)
dimana XGBoost merupakan algoritma regresi
dan klasifikasi dengan metode ensemble yang
b) VCI (Vegetation Condition Index)
merupakan suatu varian dari algoritma Tree
VCI merupakan indeks vegetasi yang
Gradient Boosting yang di kembangkan dengan
di turunkan dari NDVI sebagai indikator
optimasi 10 kali lebih cepat di bandingkan
kekeringan. berdasarkan konsep VCI yang
Gradient Boosting lainnya[24].
dibandingkan dengan kepadatan vegetasi,
biomassa, dan pengukuran reflektifitas
𝛾 ℎ
dalam mengidentifikasi komponen cuaca
pada nilai NDVI. VCI memberikan 𝑎𝑟𝑔𝑚𝑖𝑛 ∑ 𝐿 𝑦 ,𝑓 𝑥 𝛾 ℎ 𝑓
informasi vegetasi spasial dan temporal [25]
pada hubungannya dengan pola cuaca.
Formulasi perhitungan VCI : Random Forest merupakan salah satu
metode ensemble untuk klasifikasi dan regresi
𝑉𝐶𝐼 100
untuk mentukan klasifikasi gambar dan
[21]. pembuatan variabel dari berbagai model untuk
menghitung respon. Dalam kasus Random
Keterangan : Forest beberapa pohon keputusan dibuat dan
NDVI𝛼 = Nilai NDVI pada setiap responnya di hitung berdasarkan hasil dari
bulannya. pohon keputusan[26].
MIN-MAX = Nilai NDVI minimum dan
maximum selama periode pengamatan. 𝑅𝐹 𝑥; 𝑍 , … , 𝑍
∑ 𝑇 𝑥; 𝑍 ∗ , … , 𝑍 ∗ 𝑓𝑜𝑟 𝑠𝑜𝑚𝑒 𝑠 𝑛
c) TCI (Temperature Condition Index)
TCI merupakan indeks yang erat [27]
kaitannya pada suhu kanopi vegetasi.
Peningkatan suhu kanopi dapat berimbas
pada penutupan stomata untuk mengurangi
kehilangan air akibat transpirasi. Indeks IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
TCI dihitung dengan menormalisasi nilai
dari rasio 0 – 100, nilai TCI yang rendah Berdasarkan analisis data pada penelitian
menunjukan tekanan vegetasi karena ini pemantauan kekeringan di identifikasi
kondisi kekeringan di picu oleh suhu yang dengan menggunakan hasil ekstraksi data pada
tinggi sedangkan semakin tinggi nilai rasio citra Landsat 8 OLI berupa indeks vegetasi dan
TCI menunjukan kondisi kanopi vegetasi pendekatan metode machine learning sebagai
berjalan optimal. Formulasi perhitungan pendukung pada tahap penelitian ini Indeks
TCI : vegetasi yang di gunakan sebagai analisis
100 [22] indetifikasi kekeringan yaitu NDVI, TCI, VCI,
VHI serta metode pada machine learning
d) VHI (Vegetation Helth Index) XGBoost dan Random Forest. Pada tahapan ini
VHI merupakan indeks yang di indeks NDVI di gunakan karena memiliki
gunakan untuk melakukan untuk karakteristik dalam mengidentifikasi
pemantauan dan memperkirakan status pertumbuhan atau kekuatan kanopi memiliki
vegetasi. Indeks ini telah menunjukkan korelasi tinggi terhadap resiko kekeringan pada
kemampuan yang lebih besar dan telah suatu wilayah[19]. Sedangkan TCI merupakan
menyajikan kesesuaian yang lebih baik indeks pengidentifikasi stress vegetasi yang di
dalam mendeteksi kekeringan pada pengaruhi oleh suhu tinggi atau serta tingkat
kawasan pertanian dengan menghitung kebasahan yang berlebihan. VCI di gunakan
Indonesian Journal of Modeling and Computing Volume 2 Nomor 2 (2019) 25-36
30
31
menunjukan hasil perhitungan dari data citra
Landsat berdasarkan 35 kecamatan di 2
kabupaten wilayah observasi. hasil dari prediksi
perhitungan dengan metode XGBoost 18
kecamatan terindikasi mengalami bencana
kekeringan dan 11 kecamatan memiliki potensi
aman dari bencana kekeringan. Tedapat 6
kecamatan dengan hasil prediksi tidak akurat
dimana 5 kecamatan mengalami indikasi
terpapar bencana kekeringan dan 1 kecamatan
dengan potensi aman dari bencana kekeringan.
Peramalan dengan menggunakan metode Gambar 6. Hasil Prediksi menggunakan
XGBoost nilai akurasi 0.8286 dan Nilai Kappa metode Random Forest
0.6477, semakin tinggi nilai akurasi dan nilai
kappa yang tinggi menunjukan semakin Berbeda halnya dengan hasil prediksi
tepatnya prediksi yang di lakukan. Kecamatan metode Random Forest pada gambar 6, hasil
yang terindikasi mengalami kekeringan pada yang di dapat menunjukan 35 kecamatan di 2
gambar 6 pada tabel 1. kabupaten wilayah observasi. Dimana 13
kecamatan pada perhitungan ini terindikasi
Tabel 2. 18 Kecamatan dengan tingkat terpapar resiko bencana kekeringan dan 11
kekeringan tinggi dan 5 kecamatan dengan kecamatan memiliki prediksi yang aman
nilai tidak akurat pada perhitungan metode terhadap resiko kekeringan. Pada perhitungan
XGBoost Random Forest memiliki nilai ketidak akuratan
terhadap data actual yang cukup tinggi dimana
Nilai nilai peramalan dengan metode Random Forest
No Kecamatan Kabupaten
koreksi 5 kecamatan terindikasi kuat mengalami
1 Grabag Purworejo True bencana kekeringan dan 6 kecamatan memiliki
2 Ngombol Purworejo True resiko aman terhadap indikasi resiko
3 Purwodadi Purworejo True kekeringan. Nilai akurasi dari metode Random
4 Kaligesing Purworejo True Forest adalah 0.6857 dan Nilai Kappa 0.3699.
Kecamatan yang terindikasi mengalami
5 Banyu urip Purworejo True
kekeringan pada gambar 7 pada tabel 2.
6 Kutoarjo Purworejo True
7 Pituruh Purworejo True Tabel 3. 13 Kecamatan dengan tingkat
8 Kemiri Purworejo True kekeringan tinggi dan 5 kecamatan dengan
9 Loano Purworejo True nilai tidak akurat pada perhitungan metode
10 Cepogo Boyolali True XGBoost
11 Musuk Boyolali True Nilai
No Kecamatan Kabupaten
12 Boyolali Boyolali True koreksi
13 Sawit Boyolali True 1 Purwodadi Purworejo True
14 Nogosari Boyolali True 2 Purworejo Purworejo True
15 Simo Boyolali True 3 Kemiri Purworejo True
16 Andong Boyolali True 4 Bener Purworejo True
17 Kemusu Boyolali True 5 Musuk Boyolali True
18 Wonosegoro Boyolali True 6 Boyolali Boyolali True
19 Butuh Purworejo False 7 Banyudono Boyolali True
20 Bener Purworejo False 8 Sambi Boyolali True
21 Banyudono Boyolali False 9 Nogosari Boyolali True
22 Sambi Boyolali False 10 Simo Boyolali True
23 Ngemplak Boyolali False 11 Karanggede Boyolali True
12 Wonosegoro Boyolali True
13 Juwangi Boyolali True
14 Gebang Purworejo False
Indonesian Journal of Modeling and Computing Volume 2 Nomor 2 (2019) 25-36
32
Nilai
N tingkat Klasifikas
Gambar 7. Hasil peta resiko kekeringan (a) Kecamatan
o kekeringa i
Kabupaten Boyolali dan (b) Kabupaten
n
Purworejo menggunakan metode XGBoost.
1 Andong Sangat
Hasil pemetaan wilayah observasi dengan 0,9746
peramalan menggunakan metode XGBoost kering
terdapat 9 kecamatan yang terindikasi 2 Banyudono Sangat
mengalami kekeringan sangat parah, 9 0,9476
kering
kecamatan kering, 6 kecamatan mendekati
normal, 3 kecamatan basah, dan 8 kecamatan 3 Sambi Sangat
sangat basah. Hasil pemetaan dilakukan 0,9476
kering
berdasarkan hasil prediksi yang sudah di
lakukan dengan menggunakan Machine 4 Klego Sangat
Learning. Berikut tabel hasil prediksi 0,9066
kering
kecamatan terpapar bencana kekeringan .
5 Kemusu Sangat
Tabel 4. Hasil Prediksi Kabupaten Purworejo 0,9066
kering
Menggunakan Metode XGBoost
6 Juwangi 0,7778 Kering
No Kecamatan Nilai Klasifikasi
Tingkat 7 Boyolali 0,7730 Kering
Kekeringan
1 Bruno 0,9118 Sangat 8 Musuk 0,7686 Kering
Kering
Sri Yulianto Joko Prasetyo, Yansen Bagas Christianto,Kristoko Dwi Hartomo / Analisis Data Citra Landsat
8 OLI Sebagai Indeks Prediksi Kekeringan Menggunakan Machine Learning di Wilayah Kabupaten Boyolali
dan Purworejo
33
9 Ampel 0,7620 Kering Hasil pemetaan wilayah observasi dengan
peramalan menggunakan metode Random
10 Ngemplak 0,7157 Kering Forest di mana pada peta wilayah, 9 kecamatan
mengalami indikasi terpapar bencana
11 Mojosongo 0,6887 Kering kekeringan sangat Kering, 5 kecamatan kering,
12 Cepogo Mendekat 4 kecamatan mendekati normal, 4 kecamatan
0,5895 basah, dan 13 kecamatan sangat basah berikut
i normal
tabel hasil prediksi kecamatan dengan nilai
13 Nogosari Mendekat resiko terpapar kekeringan seperti di tunjukan
0,4455 pada tabel 4 dan 5.
i normal
Sangat
10 Ngombol 0,218
basah
Sangat
11 Kaligesing 0,188
basah
Sangat
12 Loano 0,156
basah
Sangat
13 Kutoarjo 0,152
basah
Sangat Sangat
16 Pituruh 0,12 18 Klego 0,012
basah basah
Sangat
19 Ngemplak 0
basah
Tabel 7. Hasil Prediksi Kabupaten Boyolali
Menggunakan Metode Random Forest
35
2011. vol. 18, no. 4, pp. 1–17, 2018.
[4] BPS Kabupaten Boyolali, “Kabupaten [16] Department of the Interior U.S.
Boyolali Dalam Angka,” 2017. Geological Survey, “LANDSAT 8 (L8)
[5] D. Sensus, “Indonesia | English,” 2019. DATA USERS HANDBOOK Version
[Online]. Available: 4.0 April 2019,” Dep. Inter. U.S. Geol.
https://boyolalikab.bps.go.id/statictable Surv., vol. 4, no. April, 2019.
/2018/11/15/156/luas-lahan-sawah- [17] V. K. S. Que, S. Y. J. Prasetyo, and C.
menurut-kecamatan-dan-jenis- Fibriani, “Analisis Perbedaan Indeks
pengairan-di-kabupaten-boyolali- Vegetasi Normalized Difference
hektar-2017.html. Vegetation Index (NDVI) dan
[6] W. Boyolali, “Pengumuman Petani Normalized Burn Ratio (NBR)
Boyolali Mampu Produksi Beras Kabupaten Pelalawan Menggunakan
Organik Kategori Informasi Terbaru,” Citra Satelit Landsat 8,” 2018.
2019. [Online]. Available: [18] M. Van Hoek, L. Jia, J. Zhou, C.
https://www.boyolali.go.id/detail/8681/ Zheng, and M. Menenti, “Early
petani-boyolali-mampu-produksi-beras. drought detection by spectral analysis
[7] PT. Firama Citra Utama, “LAPORAN of satellite time series of precipitation
KOMPILASI DATA,” 2003. and Normalized Difference Vegetation
[8] S. Shinta and S. Sukowati, “Beberapa Index (NDVI),” Remote Sens., vol. 8,
Aspek Perilaku an. Maculatus no. 5, 2016.
Theobald Di Pituruh Kabupaten [19] J. Xue and B. Su, “Significant remote
Purworejo Jawa Tengah,” Jurnal sensing vegetation indices: A review of
Ekologi Kesehatan, vol. 11, no. 1 Mar. developments and applications,” J.
pp. 73–82, 2012. Sensors, vol. 2017, 2017.
[9] BNPB, Indeks Risiko Bencana. 2013. [20] R. I. Sholihah et al., “Identification of
[10] R. Indonesia, “Rencana nasional Agricultural Drought Extent Based on
penanggulangan bencana 2015-2019,” Vegetation Health Indices of Landsat
2019. Data: Case of Subang and Karawang,
[11] H. P. Adi, “Kondisi dan Konsep Indonesia,” Procedia Environ. Sci.,
Penanggulangan Bencana Kekeringan vol. 33, pp. 14–20, 2016.
Di Jawa Tengah,” Semin. Nas. Mitigasi [21] A. Klisch and C. Atzberger,
dan Ketahanan Bencana 26 Juli 2011, “Operational drought monitoring in
UNISSULA Semarang, pp. 1–10, 2011. Kenya using MODIS NDVI time
[12] J. Rhee, J. Im, and S. Park, “Drought series,” Remote Sens., vol. 8, no. 4,
forecasting based on machine learning 2016.
of remote sensing and long-range [22] S. Park, E. Seo, D. Kang, J. Im, and M.
forecast data,” Int. Arch. Photogramm. I. Lee, “Prediction of drought on
Remote Sens. Spat. Inf. Sci. - ISPRS pentad scale using remote sensing data
Arch., vol. 41, no. July, pp. 157–158, and MJO index through random forest
2016. over East Asia,” Remote Sens., vol. 10,
[13] B. Lowe and A. Kulkarni, no. 11, pp. 1–18, 2018.
“Multispectral Image Analysis Using [23] N. Yan, B. Wu, V. K. Boken, S.
Random Forest,” Int. J. Soft Comput., Chang, and L. Yang, “A drought
vol. 6, no. 1, pp. 1–14, 2015. monitoring operational system for
[14] H. Dong, X. Xu, L. Wang, and F. Pu, China using satellite data: design and
“Gaofen-3 PolSAR image evaluation,” Geomatics, Nat. Hazards
classification via XGBoost and Risk, vol. 7, no. 1, pp. 264–277, 2016.
polarimetric spatial information,” [24] C. G. Tianqi Chen, “XGBoost: A
Sensors (Switzerland), vol. 18, no. 2, Scalable Tree Boosting System,” vol.
pp. 1–20, 2018. 42, no. 8, p. 665, 2016.
[15] J. Sandino, G. Pegg, F. Gonzalez, and [25] S. Pascasarjana, “Analisis
G. Smith, “Aerial mapping of forests perbandingan teknik ensemble secara
affected by pathogens using UAVs, boosting ( xgboost ) dan bagging (
hyperspectral sensors, and artificial random forest ) pada klasifikasi
intelligence,” Sensors (Switzerland), kategori sambatan sekuens dna iswaya
Indonesian Journal of Modeling and Computing Volume 2 Nomor 2 (2019) 25-36
36