Anda di halaman 1dari 12

 

 
e‐ISSN : 2598‐9421 
 

Analisis Data Citra Landsat 8 OLI Sebagai Indeks


Prediksi Kekeringan Menggunakan Machine
Learning di Wilayah Kabupaten Boyolali dan
Purworejo
1)*
Sri Yulianto Joko Prasetyo, 2)Yansen Bagas Christianto,3)Kristoko Dwi Hartomo

Fakultas Teknologi Informasi


Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: sri.yulianto@uksw.edu, 2) 672015156@student.uksw.edu, 3)kristoko@staff.uksw.edu
1)

Abstrak —Bencana kekeringan merupakan salah satu bencana yang tidak dapat di hindari lagi
keberadaannya. Berdasarkan data dari tahun 1815 sampai tahun 2015 telah terjadi 382 kejadian.
Berdasarkan kajian BNPB Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Purworejo memiliki resiko tinggi
terpapar bencana kekeringan. Untuk itu perlu adanya informasi wilayah resiko bencana kekeringan.
Penggunaan data citra satelit Landsat 8 OLI sebagai media informasi vegetasi dan pendekatan
Machine Learning untuk menganalisa data ekstraksi pada citra satelit berupa indeks vegetasi. Indeks
vegetasi yang di gunakan yaitu NDVI, VCI, VHI, dan TCI dengan implementasi metode XGBoost
dan Random Forest untuk mendapatkan hasil prediksi. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan
perhitungan metode XGBoost ada total 9 kecamatan yang diprediksi terkena bencana kekeringan
sangat parah, dan 9 kecamatan dengan metode Random Forest terindikasi kekeringan sangat parah.
metode XGBoost memiliki nilai akurasi 0.8286 dan nilai kappa 0.6477 dan metode Random Forest
memiliki nilai akurasi 0.6857 dan Nilai Kappa 0.3699. dimana semakin tinggi nilai akurasi dan
kappa semakin tepat hasil prediksi yang dilakukan.
Kata kunci : Bencana Kekeringan, Machine learning, XGBoost, Random Forest, Indeks Vegetasi
 

I.PENDAHULUAN akurat, semakin padatnya jumlah penduduk, alih


fungsi lahan, kurangnya sumber resapan air, dan
terbatasnya sumber air diwilayah terdampak[3].
Bencana kekeringan merupakan salah satu Kabupaten Boyolali merupakan salah satu
bencana yang tidak dapat di hindari lagi Kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki luas
keberadaannya terutama di wilayah Jawa wilayah 1.015.10 km², dan memiliki 19
Tengah. Bencana kekeringan terjadi meliputi kecamatan di wilayah tersebut[4]. Sebagaian
beberapa faktor. Berdasarkan data dari tahun besar wilayah kabupaten Boyolali merupakan
1815 – 2015 wilayah Jawa Tengah mengalami lahan pangan dengan luas 22.778 Ha
382 kali kejadian Bencana kekeringan di mana wilayahnya adalah tanah pertanian[5]. Alasan
akibat dari bencana tersebut mengakibatkan itulah yang menjadikan Kabupaten Boyolali
kerusakan lahan seluas 11.819 Ha[1]. menjadi salah satu sentra penghasil padi dan
Peningkatan intensitas dan luas cakupan lumbung pangan di Jawa Tengah[6].
bencana kekeringan akan berdampak besar Sama halnya di wilayah Kabupaten
terhadap beberapa sektor seperti berkurangnya Purworejo yang memiliki luas wilayah 1.034.83
kebutuhan pasokan air serta terjadinya km² , dan memiliki 16 kecamatan. Dengan
penurunan hasil produksi pangan di wilayah 30.225 Ha wilayahnya adalah lahan pertania n
terdampak[2]. Hal ini terjadi karena perubahan dan luas areal lahan perkebunan lebih dari 37%
iklim global yang tidak dapat di prediksi secara dari total luas wilayah Kabupaten Purworejo,

 2598‐9421 ©2018 Pusat Studi Sistem Informasi Pemodelan dan Mitigasi Tropis (Simitro) Universitas Kristen Satya 
Wacana. 
This is an open access article under the CC BY license (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/) 
 
Indonesian Journal of Modeling and Computing Volume 2 Nomor 2 (2019) 25-36
26

dengan beberapa DAS yang mengaliri lahan menganalisis menggunkan 2 metode dengan
wilayah tersebut[7]. Hal ini membuat menggunakan data dari Landsat 8 OLI. Hasil
Kabupaten Purworejo di kenal sebagai sentra yang diperoleh bahwa kinerja Random Forest
penghasil rempah di Jawa Tengah[8]. lebih baik dari pada pengklasifikasi lainnya
kabupaten Boyolali dan Kabupaten dalam hal akurasi dan koefisien Kappa[13].
Purworejo adalah wilayah yang memiliki resiko Dikota Huan, China metode Machine Learning
tinggi mengalami bencana kekeringan digunakan sebagai kerangka kerja klasifikasi
berdasarkan kajian dari BNPB[1][9]. Luas dengan metode XGBoost dan penggabungan
cakupan wilayahnya merupakan lahan informasi spasial melalui pasca pemrosesan
persawahan tadah hujan, irigasi, dan ekstrasi fitur dan penumpukan polarimetrik
perkebunan. Kekeringan yang terjadi bisa pada citra satelit Geofen-3 sebagai mode
meliputi kekeringan baik secara Alamiah pencitraan yang berbeda untuk mengklasifikasi
maupun kekeringan secara tutupan lahan. Pada penelitian ini XGBoost
antropogenik[10][11]. Dengan adanya resiko memberikan hasil klasifikasi yang serupa
tinggi kekeringan di Kabupaten Boyolali dan dengan algoritma lainnya seperti SVM dan
Kabupaten Purworejo. Hal ini dapat Random forest. Akurasi metode XGBoost adalah
mengancam ketahanan pangan di wilayah 92,20%. Hal ini membuat metode XGBoost
provinsi Jawa Tengah[2]. paling efisien dalam hasil klasifikasi dan
Berdasarkan hal tersebut maka di perlukan biaya[14]. Di Australia pengindraan jauh dan
adanya informasi wilayah resiko bencana Machine Learning memiliki fungsi yang kuat
kekeringan di tingkat kecamatan. Dalam untuk mendeteksi dan mensegmentasi
penelitian ini dilakukan menggunakan metode kerusakan oleh patogen jamur di hutan. pada
XGBoost dan Random Forest pada data citra penelitian ini metode machine learning yang
Landsat 8 OLI. Penelitian ini di harapkan dapat digunakan adalah XGBoost. dari 11.385 sampel
menghasilkan prediksi sebagai pertimbangan yang di ekstraksi Wawasan mengungkapkan
pemerintah daerah dalam penglolaan lahan serta tingkat deteksi individual sebesar 95% untuk
sumber air yang ada untuk mengantisipasi pohon yang sehat, 97% untuk pohon yang rusak,
bencana kekeringan perubahan iklim maupun dan tingkat deteksi multiclass global sebesar
kebutuhan SDM daerah. 97%. Metode XGBoost dapat mengklasifikasi
dan mengurutkan secara konsekuen.
Pengklasifikasian ini memiliki keakuratan
II.TINJAUAN PUSTAKA tinggi melebihi 97% dimana kemampuan
algoritma pemrosesan dataset besar, dengan
Di Korea selatan penyediaan informasi waktu yang lebih singkat[15].
yang akurat dan tepat waktu sangat penting
sebagai pengukuran terhadap resiko bencana
kekeringan. Model peramalan kekeringan di III.METODELOGI PENELITIAN
lakukan dengan metode interpolasi spline
multiquadric (fungsi berbasis radial) dan Penelitian di lakukan pada 2 kabupaten di
pengujian terhadap 3 metode pada Machine jawa tengah. Observasi dilakukan pada
Learning yaitu Decision Tree, Random Forest, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Purworejo.
dan Extreamely Randomized Trees untuk Analisis dilakukan beradasarkan wilayah
meningkatkan penyediaan kondisi awal Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Purworejo
kekeringan berdasarkan data pengindraan jauh. memiliki persamaan pada sektor pertanian yang
Dimana kondisi awal merupakan faktor luas dimana Kabupaten Boyolali 22.778 Ha dan
terpenting dalam memberikan informasi tentang 30.225 Ha sebagian besar wilayahnya adalah
kekeringan. Pada penelitian ini Machine tanah persawahaan dan sebagai sentra produksi
Learning memberikan hasil informasi lebih baik pangan di wilayah Jawa Tengah[5][6][7][8].
dari pada metode interpolasi[12]. Di wilayah Berdasarkan literatur indeks resiko bencana
Mississippi, Amerika Serikat Penelitian yang Indonesia dan kajian resiko benca Jawa Tengah
mereka kembangkan dengan dimana wilayah observasi memiliki resiko
mengklasifikasikan beberapa metode pada tinggi mengalami bencana kekeringan [9][1].
Machine Learning seperti the maximum
likelihood, Neural Network, Support Vector
Machine, dan Random Forest serta
Sri Yulianto Joko Prasetyo, Yansen Bagas Christianto,Kristoko Dwi Hartomo / Analisis Data Citra Landsat
8 OLI Sebagai Indeks Prediksi Kekeringan Menggunakan Machine Learning di Wilayah Kabupaten Boyolali
dan Purworejo

27 
 
 
dalam memprediksi bencana kekeringan pada
penelitian ini.

Gambar 1. Peta Observasi Penelitian


Pada peta observasi letak astronomis
Kabupaten Purworejo berada di antara
109"47'28" BT - 110"8'20" BT dan 7"32'LS -
7"54' LS dengan luas wilayah kabupaten
Purworejo seluas 1.034,83 km2. Dengan dua
perlima wilayahnya adalah dataran dan tiga
perlima daerahnya adalah Gambar 2.  Framework Penentu Resiko
pegunungan/perbukitan. Secara administratif Bencana Kekeringan
kabupaten Purworejo terdistribusi kedalam 16  
kecamatan[7]. Pada peta observasi letak 3.2 Citra Landsat 8 OLI
astronomis Kabupaten Boyolali terletak di
antara 110° 22’ − 110° 50’ BT dan antara 7° 7’ Satelit Landsat 8 membawa 2 sensor yaitu
− 7° 36’LS dengan luas wilayah Kabupaten sensor Operational Land Imager dan sensor
Boyolali 1.015.10 km² secara administratif Thermal Infrared Sensor (TIRS). Dimana pada
Kabupaten Boyolali terdistribusi dari 19 sensor pencitra OLI (Operational Land Imager)
kecamatan. Secara topograffi wilayah terdapat 1 kanal inframerah dekat dan 7 kanal
Kabupaten Boyolali merupakan wilayah dataran tampak reflektif yang dapat meliput panjang
rendah[4]. gelombang yang di refleksikan oleh objek-objek
3.1 Tahapan Penelitian yang berada di permukaan bumi, dengan
resolusi spasial 30 meter. Dan pada sensor
(1) Tahapan penelitian ini mengumpulkan pencitra TIRS( Thermal Infrared Sensor)
data citra satelit Landsat 8 OLI pada 2 memiliki kemampuan untuk merekam dan
kabupaten di Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali memisahkan suhu pada permukaan bumi. Citra
dan Kabupaten Purworejo untuk dilakukan Landsat berupaya mengembangkan informasi
pemotongan vector pada peta masing – masing terhadap perubahan alami untuk memungkinkan
wilayah kabupaten. (2) dilakukan koreksi prediksi yang lebih baik pada suatu iklim, cuaca,
radiometric dan koreksi geometric. (3) dan bencana alam [16].
melakukan data pre-procesing pada citra satelit
dengan tools QGIS untuk mendapatkan 4 indeks Tabel 1. Kegunaan masing – masing band
vegetasi yaitu NDVI, VHI, TCI, dan VCI untuk pada citra landsat 8 OLI[17].
menganalisis hasil data yang diperoleh masing – Band Panjang Kegunaan
masing indeks. (4) menganalisis data indeks Spektral Gelombang Dalam
vegetasi dengan pendekatan Machine Learning (Mikrometer Pemetaan
menggunakan metode XGBoost dan Random )
Forest untuk menghasilkan nilai akurasi suatu
Band 1 – 0.43-0.45 Penelitian
prediksi bencana kekeringan di wilayah
observasi. (5) Setelah mendapatkan hasil Coastal Coastal dan
prediksi dilakukan perbandingan untuk Aerosol Aerosol
menentukan metode mana yang lebih baik
Indonesian Journal of Modeling and Computing Volume 2 Nomor 2 (2019) 25-36
28

Band 2 – 0.45 - 0.51 Pemetaan termal dan


Blue batimetri, perkiraan
membedaka kelembaban
n tanah dari tanah
vegetasi dan Band 11 – 11.50 - Resolusi 100
gugur dari TIRS 2 12.51 meter,
vegetasi pemetaan
jenis termal yang
konifera lebih baik
Band 3 – 0.53 – 0.59 Menekankan dan
Green puncak perkiraan
vegetasi, kelembaban
yang tanah
berguna
untuk 3.3 Indeks Vegetasi
menilai
kekuatan Indeks vegetasi (VI) adalah hasil ekstrakasi
tanaman dari teknologi pengindraan jauh dengan
Band 4 – Red 0.64 - 0.67 Membedaka berbagai kombinasi matematis seperti rasio atau
n lereng kombinasi linear dari pengukuran reflektansi
pada pita spektrum yang berbeda, terutama pada
vegetasi
pita yang terlihat dan kanal inframerah
Band 5 – 0.85 - 0.88 Menekankan
dekat[18]. Indeks yang di extraksi pada rentang
Near konten spektrum cahaya ini dapat dikaitkan dengan
Infrared biomassa berbagai karakteristik lain dari pertumbuhan
(NIR) dan garis dan kuantifikasi kuat tanaman, kesehatan
pantai vegetasi dan tingkat keparahan kekeringan.
Band 6 - 1.57 - 1.65 Diskriminasi Yang terkait dengan kadar air, pigmentasi, kadar
Short-wave kadar air gula atau karbohidrat serta kadar protein dan
Infrared tanah dan aromatik yang di peroleh dari informasi
(SWIR) 1 tumbuh- reflektansi gelombang elektromagnetik dari
tumbuhan; kanopi menggunakan sensor pasif[19]. Indeks
menembus kekeringan berbasis pada citra satelit banyak
awan tipis digunakan karena data satelit lebih cepat,
murah, dan efisien untuk pemantauan
Band 7 - 2.11 - 2.29 Peningkatan
kekeringan. Dari beberapa indeks pada citra
Short-wave kadar air satelit yang telah di kembangkan dan di
Infrared tanah dan terapkan, mencakup pada durasi, intensitas,
(SWIR) 2 vegetasi dan tingkat keparahan, dan tingkat spasial [20].
penetrasi Banyaknya indeks kekeringan pada citra satelit
awan tipis yang di gunakan untuk perhitungan indeks
Band 8 – 0.50 - 0.68 Resolusi 15 vegetasi meliputi: NDVI (Normalized
Panchromati meter Difference Vegetation Index), TCI
c definisi (Temperature Condition Index), VCI
gambar (Vegetation Condition Index), VHI (Vegetation
lebih tajam Condition Index).
Band 9 - 1.36 - 1.38 Peningkatan
Cirrus deteksi
a) NDVI (Normalized Difference Vegetation
kontaminasi
Index)
awan cirrus Indeks ini di implementasikan dalam
Band 10 – 10.60 - Resolusi 100 membandingkan tingkat kehijauan
TIRS 1 11.19 meter, vegetasi (kadar klorofil) yang di hitung
pemetaan dari informasi multispektral sebagai rasio
Sri Yulianto Joko Prasetyo, Yansen Bagas Christianto,Kristoko Dwi Hartomo / Analisis Data Citra Landsat
8 OLI Sebagai Indeks Prediksi Kekeringan Menggunakan Machine Learning di Wilayah Kabupaten Boyolali
dan Purworejo

29 
 
 
dinormalisasi antara kanal tampak (Red) kelembaban dan suhu kanopi. Formulasi
dan inframerah dekat (NIR). Formulasi perhitungan VHI :
perhitungan NDVI : 𝛼𝑉𝐶𝐼 1 𝛼 𝑇𝐶𝐼 [23]
𝑁𝐷𝑉𝐼 [19].
1.1 Machine Learning
keterangan :
NIR = Reflektan inframerah dekat (band 5)
XGBoost (Extreme Gradient Boosting)
RED = Nilai reflektan kanal merah (band
merupakan suatu metode pada machine learning
4)
dimana XGBoost merupakan algoritma regresi
dan klasifikasi dengan metode ensemble yang
b) VCI (Vegetation Condition Index)
merupakan suatu varian dari algoritma Tree
VCI merupakan indeks vegetasi yang
Gradient Boosting yang di kembangkan dengan
di turunkan dari NDVI sebagai indikator
optimasi 10 kali lebih cepat di bandingkan
kekeringan. berdasarkan konsep VCI yang
Gradient Boosting lainnya[24].
dibandingkan dengan kepadatan vegetasi,
biomassa, dan pengukuran reflektifitas
𝛾 ℎ
dalam mengidentifikasi komponen cuaca
pada nilai NDVI. VCI memberikan 𝑎𝑟𝑔𝑚𝑖𝑛 ∑ 𝐿 𝑦 ,𝑓 𝑥 𝛾 ℎ 𝑓
informasi vegetasi spasial dan temporal [25]
pada hubungannya dengan pola cuaca.
Formulasi perhitungan VCI : Random Forest merupakan salah satu
metode ensemble untuk klasifikasi dan regresi
𝑉𝐶𝐼 100
untuk mentukan klasifikasi gambar dan
[21]. pembuatan variabel dari berbagai model untuk
menghitung respon. Dalam kasus Random
Keterangan : Forest beberapa pohon keputusan dibuat dan
NDVI𝛼 = Nilai NDVI pada setiap responnya di hitung berdasarkan hasil dari
bulannya. pohon keputusan[26].
MIN-MAX = Nilai NDVI minimum dan
maximum selama periode pengamatan. 𝑅𝐹 𝑥; 𝑍 , … , 𝑍
∑ 𝑇 𝑥; 𝑍 ∗ , … , 𝑍 ∗ 𝑓𝑜𝑟 𝑠𝑜𝑚𝑒 𝑠 𝑛
c) TCI (Temperature Condition Index)
TCI merupakan indeks yang erat [27]
kaitannya pada suhu kanopi vegetasi.
Peningkatan suhu kanopi dapat berimbas
pada penutupan stomata untuk mengurangi
kehilangan air akibat transpirasi. Indeks IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
TCI dihitung dengan menormalisasi nilai
dari rasio 0 – 100, nilai TCI yang rendah Berdasarkan analisis data pada penelitian
menunjukan tekanan vegetasi karena ini pemantauan kekeringan di identifikasi
kondisi kekeringan di picu oleh suhu yang dengan menggunakan hasil ekstraksi data pada
tinggi sedangkan semakin tinggi nilai rasio citra Landsat 8 OLI berupa indeks vegetasi dan
TCI menunjukan kondisi kanopi vegetasi pendekatan metode machine learning sebagai
berjalan optimal. Formulasi perhitungan pendukung pada tahap penelitian ini Indeks
TCI : vegetasi yang di gunakan sebagai analisis
100 [22] indetifikasi kekeringan yaitu NDVI, TCI, VCI,
VHI serta metode pada machine learning
d) VHI (Vegetation Helth Index) XGBoost dan Random Forest. Pada tahapan ini
VHI merupakan indeks yang di indeks NDVI di gunakan karena memiliki
gunakan untuk melakukan untuk karakteristik dalam mengidentifikasi
pemantauan dan memperkirakan status pertumbuhan atau kekuatan kanopi memiliki
vegetasi. Indeks ini telah menunjukkan korelasi tinggi terhadap resiko kekeringan pada
kemampuan yang lebih besar dan telah suatu wilayah[19]. Sedangkan TCI merupakan
menyajikan kesesuaian yang lebih baik indeks pengidentifikasi stress vegetasi yang di
dalam mendeteksi kekeringan pada pengaruhi oleh suhu tinggi atau serta tingkat
kawasan pertanian dengan menghitung kebasahan yang berlebihan. VCI di gunakan
Indonesian Journal of Modeling and Computing Volume 2 Nomor 2 (2019) 25-36
30

untuk mengidentifikasi perubahan dan kondisi


vegetasi dari kondisi buruk sampai pada kondisi
optimal. VHI adalah indeks yang
menggambarkan kesehatan vegetasi
berdasarkan TCI(suhu) dan VCI(kondisi
Vegetasi) [28]. Dalam penelitian ini dilakukan
analisis prediksi menggunakan metode XGBoost
dan metode Random Forest sebagai metode
dalam menganalisis hasil prediksi kekeringan.

Gambar 4. Importance Variabel menggunakan


metode Random Forest
Sama halnya dengan metode XGBoost.
Dalam perhitungan metode Random Forest
bahwa indeks TCI adalah nilai variabel
terpenting paling menentukan resiko kekeringan
dengan nilai rasio mencapai 100. Nilai
Gambar 3. Importance Variabel menggunakan importance suhu sangat berpengaruh terhadap
metode XGBoost indikasi kekeringan di wilayah observasi. Dan
variabel kedua paling berpengaruh adalah
Berdasarkan perhitungan dengan indeks NDVI. Perhitungan ini nilai rasio NDVI
menggunakan metode XGBoost, nilai variabel hampir menyampai TCI dimana NDVI memiliki
terpenting (Importance) yang paling nilai rasio mencapai 95. Pada perhitungan
berpengaruh terhadap resiko bencana Random Forest nilai tingkat kerapatan vegetasi
kekeringan adalah indeks TCI (Temperature sangat kuat pengaruhnya terhadap prediksi.
Condition Index). Dimana prediksi yang di Pada perhitungan Random Forest indeks VCI
hasilkan bahwa kondisi suhu kuat memiliki nilai berpengaruh yang kuat terhadap
mempengaruhi nilai resiko kekeringan pada indikasi kekeringan dimana VCI (kondisi
wilayah observasi. Dengan nilai rasio Vegetasi) memiliki nilai rasio 74 berbanding
importance TCI mencapai 100, variabel kedua halnya dengan dengan VHI pada perhitungan
nilai yang mempengaruhi resiko kekeringan di metode XGBoost. Nilai importance indeks VHI
tunjukan pada indeks NDVI (Normalized tidak berpengaruh kuat terhadap prediksi.
Difference Vegetation Index). Tingkat kehijauan
dan kerapatan vegetasi menjadi faktor penting
terhadap nilai prediksi kekeringan dimana nilai
rasio indeks NDVI mencapai 68. dan VHI
(Vegetation Helth Index) sebagai nilai indeks
resiko yang berpengaruh terhadap wilayah
observasi. Dimana kesehatan vegetasi yang di
nilai berdasarkan suhu (temperature) dan
kondisi vegetasi memiliki rasio nilai mencapai
33. nilai variabel VCI pada perhitungan metode
XGBoost tidak berpengaruh terhadap resiko
kekeringan. Gambar 5. Hasil prediksi dari perhitungan
metode XGBoost
Pada gambar 5 hasil perhitungan dengan
metode XGBoost di dapatkan sebuah prediksi
berdasarkan klasifikasi resiko class aridity yang
mana di dalam class ariditity terdapat 2
klasifikasi dalam penentuan kekeringan
berdasarkan 2 variabel perhitungan yaitu High
Aridity (Sangat Gersang) dan Intermeadiate
Aridity (Kegersangan Sedang). pada gambar 6,
Sri Yulianto Joko Prasetyo, Yansen Bagas Christianto,Kristoko Dwi Hartomo / Analisis Data Citra Landsat
8 OLI Sebagai Indeks Prediksi Kekeringan Menggunakan Machine Learning di Wilayah Kabupaten Boyolali
dan Purworejo

31 
 
 
menunjukan hasil perhitungan dari data citra
Landsat berdasarkan 35 kecamatan di 2
kabupaten wilayah observasi. hasil dari prediksi
perhitungan dengan metode XGBoost 18
kecamatan terindikasi mengalami bencana
kekeringan dan 11 kecamatan memiliki potensi
aman dari bencana kekeringan. Tedapat 6
kecamatan dengan hasil prediksi tidak akurat
dimana 5 kecamatan mengalami indikasi
terpapar bencana kekeringan dan 1 kecamatan
dengan potensi aman dari bencana kekeringan.
Peramalan dengan menggunakan metode Gambar 6. Hasil Prediksi menggunakan
XGBoost nilai akurasi 0.8286 dan Nilai Kappa metode Random Forest
0.6477, semakin tinggi nilai akurasi dan nilai
kappa yang tinggi menunjukan semakin Berbeda halnya dengan hasil prediksi
tepatnya prediksi yang di lakukan. Kecamatan metode Random Forest pada gambar 6, hasil
yang terindikasi mengalami kekeringan pada yang di dapat menunjukan 35 kecamatan di 2
gambar 6 pada tabel 1. kabupaten wilayah observasi. Dimana 13
kecamatan pada perhitungan ini terindikasi
Tabel 2. 18 Kecamatan dengan tingkat terpapar resiko bencana kekeringan dan 11
kekeringan tinggi dan 5 kecamatan dengan kecamatan memiliki prediksi yang aman
nilai tidak akurat pada perhitungan metode terhadap resiko kekeringan. Pada perhitungan
XGBoost Random Forest memiliki nilai ketidak akuratan
terhadap data actual yang cukup tinggi dimana
Nilai nilai peramalan dengan metode Random Forest
No Kecamatan Kabupaten
koreksi 5 kecamatan terindikasi kuat mengalami
1 Grabag Purworejo True bencana kekeringan dan 6 kecamatan memiliki
2 Ngombol Purworejo True resiko aman terhadap indikasi resiko
3 Purwodadi Purworejo True kekeringan. Nilai akurasi dari metode Random
4 Kaligesing Purworejo True Forest adalah 0.6857 dan Nilai Kappa 0.3699.
Kecamatan yang terindikasi mengalami
5 Banyu urip Purworejo True
kekeringan pada gambar 7 pada tabel 2.
6 Kutoarjo Purworejo True
7 Pituruh Purworejo True Tabel 3. 13 Kecamatan dengan tingkat
8 Kemiri Purworejo True kekeringan tinggi dan 5 kecamatan dengan
9 Loano Purworejo True nilai tidak akurat pada perhitungan metode
10 Cepogo Boyolali True XGBoost
11 Musuk Boyolali True Nilai
No Kecamatan Kabupaten
12 Boyolali Boyolali True koreksi
13 Sawit Boyolali True 1 Purwodadi Purworejo True
14 Nogosari Boyolali True 2 Purworejo Purworejo True
15 Simo Boyolali True 3 Kemiri Purworejo True
16 Andong Boyolali True 4 Bener Purworejo True
17 Kemusu Boyolali True 5 Musuk Boyolali True
18 Wonosegoro Boyolali True 6 Boyolali Boyolali True
19 Butuh Purworejo False 7 Banyudono Boyolali True
20 Bener Purworejo False 8 Sambi Boyolali True
21 Banyudono Boyolali False 9 Nogosari Boyolali True
22 Sambi Boyolali False 10 Simo Boyolali True
23 Ngemplak Boyolali False 11 Karanggede Boyolali True
12 Wonosegoro Boyolali True
13 Juwangi Boyolali True
14 Gebang Purworejo False
Indonesian Journal of Modeling and Computing Volume 2 Nomor 2 (2019) 25-36
32

15 Butuh Purworejo False 2 Purwodadi 0,9058 Sangat


16 Mojosongo Boyolali False Kering
17 Teras Boyolali False 3 Bagelen 0,8987 Sangat
18 Kemusu Boyolali False Kering
4 pituruh 0,8246 Sangat
Kering
Berdasarkan hasil analisis dengan 5 Loano 0,7584 Kering
perhitungan metode XGBoost dimana dari nilai 6 Grabag 0,6969 Kering
terpenting dan hasil prediksi dengan akurasi 7 Bayan 0,5941 Kering
0.8286 dan Nilai Kappa 0.6477 menunjukan 8 Kutoarjo 0,4832 mendekati
semakin besarnya nilai akurasi Normal
merepresentasikan besarnya rasio jumlah 9 Gebang 0,4643 mendekati
prediksi yang benar pada setiap data sampel Normal
yang ada. Dari hasil analisis tersebut dilakukan 10 Purworejo 0,4455 mendekati
pemetaan wilayah observasi berdasarkan hasil Normal
prediksi dengan metode XGBoost. hasil 11 Butuh 0,4026 mendekati
pemetaan wilayah di tampilkan pada gambar 8. Normal
12 Ngombol 0,2879 Basah
13 Kemiri 0,2590 Basah
14 Banyu urip 0,0818 Sangat
Basah
15 Bener 0,0636 Sangat
Basah
16 Kaligesing 0,0071 Sangat
Basah

Tabel 5. Hasil Prediksi Kabupaten Boyolali


Menggunakan Metode XGBoost

Nilai
N tingkat Klasifikas
Gambar 7. Hasil peta resiko kekeringan (a) Kecamatan
o kekeringa i
Kabupaten Boyolali dan (b) Kabupaten
n
Purworejo menggunakan metode XGBoost.
1 Andong Sangat
Hasil pemetaan wilayah observasi dengan 0,9746
peramalan menggunakan metode XGBoost kering
terdapat 9 kecamatan yang terindikasi 2 Banyudono Sangat
mengalami kekeringan sangat parah, 9 0,9476
kering
kecamatan kering, 6 kecamatan mendekati
normal, 3 kecamatan basah, dan 8 kecamatan 3 Sambi Sangat
sangat basah. Hasil pemetaan dilakukan 0,9476
kering
berdasarkan hasil prediksi yang sudah di
lakukan dengan menggunakan Machine 4 Klego Sangat
Learning. Berikut tabel hasil prediksi 0,9066
kering
kecamatan terpapar bencana kekeringan .
5 Kemusu Sangat
Tabel 4. Hasil Prediksi Kabupaten Purworejo 0,9066
kering
Menggunakan Metode XGBoost
6 Juwangi 0,7778 Kering
No Kecamatan Nilai Klasifikasi
Tingkat 7 Boyolali 0,7730 Kering
Kekeringan
1 Bruno 0,9118 Sangat 8 Musuk 0,7686 Kering
Kering
Sri Yulianto Joko Prasetyo, Yansen Bagas Christianto,Kristoko Dwi Hartomo / Analisis Data Citra Landsat
8 OLI Sebagai Indeks Prediksi Kekeringan Menggunakan Machine Learning di Wilayah Kabupaten Boyolali
dan Purworejo

33 
 
 
9 Ampel 0,7620 Kering Hasil pemetaan wilayah observasi dengan
peramalan menggunakan metode Random
10 Ngemplak 0,7157 Kering Forest di mana pada peta wilayah, 9 kecamatan
mengalami indikasi terpapar bencana
11 Mojosongo 0,6887 Kering kekeringan sangat Kering, 5 kecamatan kering,
12 Cepogo Mendekat 4 kecamatan mendekati normal, 4 kecamatan
0,5895 basah, dan 13 kecamatan sangat basah berikut
i normal
tabel hasil prediksi kecamatan dengan nilai
13 Nogosari Mendekat resiko terpapar kekeringan seperti di tunjukan
0,4455 pada tabel 4 dan 5.
i normal

14 Selo 0,3962 Basah Tabel 6. Hasil Prediksi Kabupaten Boyolali


Menggunakan Metode Random Forest
15 Simo Sangat
0,1622 Nilai
basah
No Kecamatan tingkat Klasifikasi
16 Wonosegor Sangat kekeringan
0,1271
o basah
Sangat
17 Teras Sangat 1 Purwodadi 0,96
0,0844 kering
basah
Sangat
18 Karanggede Sangat 2 Kemiri 0,898
0,0186 kering
basah
Sangat
19 Sawit Sangat 3 Purworejo 0,812
0,0171 kering
basah
4 Butuh 0,67 Kering

5 Gebang 0,644 Kering


Hasil analisis dengan perhitungan metode
Random Forest dimana dari nilai terpenting Mendekati
6 Bener 0,54
yang mempengaruhi resiko dan hasil prediksi normal
dengan akurasi 0.6857 dan nilai Kappa 0.3699 7 Banyu urip 0,454 Basah
dimana nilai akurasi kuat mempengaruhi hasil
prediksi. Berikut pemetaan hasil analisis 8 Bagelen 0,408 Basah
menggunakan metode Random Forest pada
gambar 9. 9 Grabag 0,358 Basah

Sangat
10 Ngombol 0,218
basah

Sangat
11 Kaligesing 0,188
basah

Sangat
12 Loano 0,156
basah

Sangat
13 Kutoarjo 0,152
basah

Gambar 8 . Hasil peta resiko kekeringan (A) Sangat


14 Bayan 0,146
Kabupaten Boyolali dan (B) Kabupaten basah
Purworejo menggunakan metode Random
Sangat
Forest. 15 Bruno 0,136
basah
Indonesian Journal of Modeling and Computing Volume 2 Nomor 2 (2019) 25-36
34

Sangat Sangat
16 Pituruh 0,12 18 Klego 0,012
basah basah

Sangat
19 Ngemplak 0
basah
Tabel 7. Hasil Prediksi Kabupaten Boyolali
Menggunakan Metode Random Forest

Nilai tingkat V.KESIMPULAN


No Kecamatan Klasifikasi
kekeringan
Berdasarkan hasil analisis indeks yang
Sangat paling berpengaruh terhadap resiko bencana
1 Karanggede 0,99 kekeringan adalah indeks TCI(Temperature
kering
Condition Index) dan NDVI(Normalized
Sangat Difference Vegetation Index) kuat
2 Kemusu 0,93 mempengaruhi nilai resiko kekeringan pada
kering
wilayah observasi. Dimana nilai TCI memiliki
Sangat rasio mencapai 100 pada 2 perhitungan metode
3 Nogosari 0,894 XGBoost dan Random Forest. Pada indeks
kering
NDVI nilai rasio yang berpengaruh penting
Sangat teradap indikasi kekeringan yaitu 68 pada
4 Simo 0,88
kering perhitungan metode XGBoost dan 95 pada
perhitungan metode Random Forest.
Sangat Hasil prediksi pada metode XGBoost,
5 Musuk 0,848
kering bencana kekeringan terparah terjadi di 9
kecamata pada wilayah observasi. Dengan nilai
Sangat akurasi 0.8286 dan Nilai Kappa 0.6477. terdapat
6 Boyolali 0,812
kering prediksi tidak akurat pada 6 kecamatan dimana
hasil tidak pasti apakah pada kecamatan tersebut
7 Mojosongo 0,79 Kering
terindikasi kekeringan atau tidak. Prediksi pada
8 Wonosegoro 0,73 Kering metode Random Forest, indikasi resiko bencana
kekeringan terparah terjadi di 9 kecamatan pada
9 Sambi 0,718 Kering wilayah observasi dengan nilai akurasi 0.6857
dan Nilai Kappa 0.3699. terdapat 11 kecamatan
Mendekati yang memiliki nilai prediksi tidak akurat
10 Teras 0,56
normal sebagai penentuan wilayah terpapar bencana
kekeringan. berdasarkan hasil nilai akurasi dan
Mendekati nilai Kappa, metode XGBoost lebih baik dalam
11 Juwangi 0,518
normal menganalisa Prediksi Bencana Kekeringan
dengan nilai akurasi yang lebih tinggi atau lebih
Mendekati
12 Banyudono 0,502 baik di bandingkan dengan metode Random
normal forest. Semakin tinggi nilai akurasi dan nilai
13 Sawit 0,44 Basah Kappa semakin tepat prediksi yang dilakukan.

Sangat DAFTAR PUSTAKA


14 Selo 0,134 [1] D. B. P. dan K. BNPB, “Kajian risiko
basah
bencana jawa tengah 2016 - 2020,”
Sangat 2016.
15 Andong 0,122
basah [2] D. Anggono et al., “Model Prediksi
Kekeringan Menggunakan Metode
Sangat Holt-Winters (Studi Kasus : Wilayah
16 Ampel 0,078
basah Kabupaten Boyolali),” 2018.
[3] S. Maarif, K. Badan, and N.
Sangat Penanggulangan, “Meningkatkan
17 Cepogo 0,056
basah kapasitas masyarakat dalam mengatasi
risiko bencana kekeringan,” pp. 65–73,
Sri Yulianto Joko Prasetyo, Yansen Bagas Christianto,Kristoko Dwi Hartomo / Analisis Data Citra Landsat
8 OLI Sebagai Indeks Prediksi Kekeringan Menggunakan Machine Learning di Wilayah Kabupaten Boyolali
dan Purworejo

35 
 
 
2011. vol. 18, no. 4, pp. 1–17, 2018.
[4] BPS Kabupaten Boyolali, “Kabupaten [16] Department of the Interior U.S.
Boyolali Dalam Angka,” 2017. Geological Survey, “LANDSAT 8 (L8)
[5] D. Sensus, “Indonesia | English,” 2019. DATA USERS HANDBOOK Version
[Online]. Available: 4.0 April 2019,” Dep. Inter. U.S. Geol.
https://boyolalikab.bps.go.id/statictable Surv., vol. 4, no. April, 2019.
/2018/11/15/156/luas-lahan-sawah- [17] V. K. S. Que, S. Y. J. Prasetyo, and C.
menurut-kecamatan-dan-jenis- Fibriani, “Analisis Perbedaan Indeks
pengairan-di-kabupaten-boyolali- Vegetasi Normalized Difference
hektar-2017.html. Vegetation Index (NDVI) dan
[6] W. Boyolali, “Pengumuman Petani Normalized Burn Ratio (NBR)
Boyolali Mampu Produksi Beras Kabupaten Pelalawan Menggunakan
Organik Kategori Informasi Terbaru,” Citra Satelit Landsat 8,” 2018.
2019. [Online]. Available: [18] M. Van Hoek, L. Jia, J. Zhou, C.
https://www.boyolali.go.id/detail/8681/ Zheng, and M. Menenti, “Early
petani-boyolali-mampu-produksi-beras. drought detection by spectral analysis
[7] PT. Firama Citra Utama, “LAPORAN of satellite time series of precipitation
KOMPILASI DATA,” 2003. and Normalized Difference Vegetation
[8] S. Shinta and S. Sukowati, “Beberapa Index (NDVI),” Remote Sens., vol. 8,
Aspek Perilaku an. Maculatus no. 5, 2016.
Theobald Di Pituruh Kabupaten [19] J. Xue and B. Su, “Significant remote
Purworejo Jawa Tengah,” Jurnal sensing vegetation indices: A review of
Ekologi Kesehatan, vol. 11, no. 1 Mar. developments and applications,” J.
pp. 73–82, 2012. Sensors, vol. 2017, 2017.
[9] BNPB, Indeks Risiko Bencana. 2013. [20] R. I. Sholihah et al., “Identification of
[10] R. Indonesia, “Rencana nasional Agricultural Drought Extent Based on
penanggulangan bencana 2015-2019,” Vegetation Health Indices of Landsat
2019. Data: Case of Subang and Karawang,
[11] H. P. Adi, “Kondisi dan Konsep Indonesia,” Procedia Environ. Sci.,
Penanggulangan Bencana Kekeringan vol. 33, pp. 14–20, 2016.
Di Jawa Tengah,” Semin. Nas. Mitigasi [21] A. Klisch and C. Atzberger,
dan Ketahanan Bencana 26 Juli 2011, “Operational drought monitoring in
UNISSULA Semarang, pp. 1–10, 2011. Kenya using MODIS NDVI time
[12] J. Rhee, J. Im, and S. Park, “Drought series,” Remote Sens., vol. 8, no. 4,
forecasting based on machine learning 2016.
of remote sensing and long-range [22] S. Park, E. Seo, D. Kang, J. Im, and M.
forecast data,” Int. Arch. Photogramm. I. Lee, “Prediction of drought on
Remote Sens. Spat. Inf. Sci. - ISPRS pentad scale using remote sensing data
Arch., vol. 41, no. July, pp. 157–158, and MJO index through random forest
2016. over East Asia,” Remote Sens., vol. 10,
[13] B. Lowe and A. Kulkarni, no. 11, pp. 1–18, 2018.
“Multispectral Image Analysis Using [23] N. Yan, B. Wu, V. K. Boken, S.
Random Forest,” Int. J. Soft Comput., Chang, and L. Yang, “A drought
vol. 6, no. 1, pp. 1–14, 2015. monitoring operational system for
[14] H. Dong, X. Xu, L. Wang, and F. Pu, China using satellite data: design and
“Gaofen-3 PolSAR image evaluation,” Geomatics, Nat. Hazards
classification via XGBoost and Risk, vol. 7, no. 1, pp. 264–277, 2016.
polarimetric spatial information,” [24] C. G. Tianqi Chen, “XGBoost: A
Sensors (Switzerland), vol. 18, no. 2, Scalable Tree Boosting System,” vol.
pp. 1–20, 2018. 42, no. 8, p. 665, 2016.
[15] J. Sandino, G. Pegg, F. Gonzalez, and [25] S. Pascasarjana, “Analisis
G. Smith, “Aerial mapping of forests perbandingan teknik ensemble secara
affected by pathogens using UAVs, boosting ( xgboost ) dan bagging (
hyperspectral sensors, and artificial random forest ) pada klasifikasi
intelligence,” Sensors (Switzerland), kategori sambatan sekuens dna iswaya
Indonesian Journal of Modeling and Computing Volume 2 Nomor 2 (2019) 25-36
36

maalik syahrani,” 2019. [27] S. Wager, “Asymptotic Theory for


[26] N. Horning, “Random Forests: An Random Forests,” pp. 1–17, 2014.
algorithm for image classification and [28] R. H. and H. Luisa Febrina Amalo1*,
generation of continuous fields data “Comparison between remote-sensing-
sets,” Int. Conf. Geoinformatics Spat. based drought indices in East Java,” J.
Infrastruct. Dev. Earth Allied Sci. Phys. Conf. Ser., vol. 755, no. 1, 2016.
2010, pp. 1–6, 2010.
 

Anda mungkin juga menyukai