IA/16/2017
Pokok Sengketa : bahwa Nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi
DPP PPN Masa pajak April 2012 atas Penyerahan yang PPN-nya harus
K
dipungut sendiri sebesar Rp5.267.430.953,00 yang tidak disetujui oleh
Pemohon Banding;
JA
Menurut Terbanding : bahwa Pemeriksa menghitung Dasar Pengenaan Nilai Pajak Pertambahan
Nilai Wajib Pajak dengan cara equalisasi DPP PPN dengan Peredaran
Usaha PPh Badan, dengan rincian sebagai berikut:
PA
Peredaran Usaha Arus Piutang Cfm Pemeriksa Rp 840.789.690.066
DPP PPN Januari s.d. Desember 2012 cfm SPT/WP Rp 776.938.044.288
DPP PPN yang belum dilaporkan WP dalam SPM PPN nya tahun 2012 Rp 63.851.645.778
N
Atas selisih tersebut merupakan DPP PPN yang belum dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT masa
PPN nya, sehingga harus dilakukan Koreksi Atas koreksi positif dibagi ke masing-masing masa
ILA
dengan jumlah yang sama besar dengan perhitungan sebagai berikut:
bahwa pengujian arus piutang yang dilakukan pemeriksa telah memperhitungkan penyesuian
dengan mengurangkan jumlah PPN dipungut sendiri yang ada dalam kas bank, dengan rincian
penghitungan arus piutang sebagai berikut :
PE
Rp 75.081.309.177
Rp 971.255.577.122
Dikurangi: saldo Awal Piutang Usaha
Pihak Ketiga Rp 63.670.990.253
Berelasi Rp 929.495.149
Rp 64.600.485.402
RI
Rp 906.655.091.720
Penyesuaian:
- Bukti Potong PPh Pasal 23 (+) Rp 10.352.600.001
- Penghapusan Piutang (+) Rp -
TA
Rp (65.865.401.654)
Peredaran Usaha Arus Piutang cfm Pemeriksa Rp 840.789.690.066
DPP PPN Januari s.d. Desember 2012 cfm SPT/WP Rp 776.938.044.288
DPP PPN yang belum dilaporkan WP dalam SPM PPN nya tahun 2012 Rp 63.851.645.778
bahwa pada proses penelitian keberatan, diketahui Pemohon Banding tidak menyampaikan Asli bukti
berupa nota-nota, invoice, surat pengantar tagihan, kuitansi, dan bukti terkait Laporan laba Rugi
K
tahun 2012, sehingga tidak terdapat cukup bukti yang meyakinkan dan valid untuk dapat dilakukan
uji arus uang dan arus barang terkait koreksi DPP atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut
SE
bahwa dalam Surat Keberatan Pemohon Banding, Pemohon Banding menyatakan bahwa DPP PPN
sebesar Rp.762.810.901.056,- dalam perhitungan yang dilakukan oleh pemeriksa hanya
berdasarkan DPP PPN untuk laporan SPT Masa PPN yang telah tersentralisasi ditahun 2012 dan
belum termasuk atas 1 (satu) cabang yang masih pelaporan SPT Masa PPN secara desentralisasi
karena masih merupakan cabang baru dan dalam proses pengajuan sentralisasi, yaitu PT ASA Tbk-
cabang Jakarta 2 dengan DPP PPN sebesar Rp. 8.071.256.724,-. menurut Pemohon Banding
menyatakan bahwa sementara pendapatan dalam laporan laba rugi merupakan jumlah pendapatan
keseluruhan termasuk berasal dari cabang yang pelaporan SPT Masa PPN nya belum
tersentralisasi, menurut Tim Peneliti alasan Pemohon Banding tersebut tidak tepat dengan
pertimbangan sebagai berikut :
bahwa pada proses penelitian keberatan, Tim Peneliti telah menyampaikan permintaan data dengan
Surat Permintaan Data/Dokumen Pertama Nomor S-492/WPJ.07/BD.05/ 2015 tanggal 15 Januari
2015, Permintaan Kedua dengan Surat Nomor: S-3616/WPJ.07/BD.05/2015 tanggal 31 Maret 2015
dan undangan pembahasan sengketa Nomor: S-8967/WPJ.07/BD.05/2015 tanggal 04 September
K
2015, namun Wajib Pajak hanya menyampaikan sebagian dokumen terkait koreksi DPP atas
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri tersebut diatas, dokumen yang tidak disampaikan
oleh Wajib Pajak terkait tersebut diatas, meliputi :
JA
- Asli bukti penyampaikan (tanda terima pelaporan) SPT masa PPN masa Pajak Januari s.d.
Desember 2012 a.n. PT ASA Tbk-cabang Jakarta 2 lengkap
- Asli Bukti SPT masa PPN masa Pajak Januari s.d. Desember 2012 a.n.PT ASA Tbk-cabang
Jakarta 2 lengkap
PA
- Asli Bukti Faktur Pajak Keluaran, Invoice, Puchase Order (PO), DO, dan bukti lain yang terkait
pelaporan PPN masa Pajak Januari s.d. Desember 2012 a.n. PT ASA Tbk-cabang Jakarta 2
secara lengkap;
- Asli rekening terkait pembayaran atas pelaporan DPP PPN masa Pajak Januari s.d Desember
2012 a.n.PT ASA Tbkcabang Jakarta 2 lengkap;
- Data lain yang mendukung permohonan yang Wajib Pajak ajukan;
N
bahwa pada proses penelitian keberatan, diketahui Pemohon Banding tidak menyampaikan Asli dan
ILA
copy bukti berupa nota-nota, invoice, surat pengantar tagihan, kuitansi, dan bukti terkait Laporan laba
Rugi tahun 2012, sehingga tidak terdapat cukup bukti yang meyakinkan dan valid untuk dapat
dilakukan uji arus uang dan arus barang terkait koreksi DPP atas Penyerahan yang PPN-nya harus
dipungut sendiri tersebut diatas pada Laporan laba Rugi tahun 2012;
bahwa dalam Surat Keberatan Pemohon Banding, diketahui bahwa Pemohon Banding
AD
menyampaikan pengujian arus piutang tanpa didasari Asli dan copy dokumen pendukung terkait
pengujian arus piutang dimaksud, serta tidak dapat ditulusuri angka dalam perhitungan dalam
pengujian arus piutang dimaksud;
NG
bahwa dalam Surat Keberatan Pemohon Banding, Pemohon Banding menyatakan bahwa
berdasarkan perhitungan arus piutang, DPP PPN masa pajak Januari s.d Desember 2012 menurut
Pemohon Banding adalah sebesar Rp.771.524.632.125,-, sehingga PPN kurang dibayar setelah
kompensasi masa pajak Januari s.d. Desember 2012 menurut Pemohon Banding sebesar
Rp.934.461.557, maka dalam Surat Keberatan Pemohon Banding mengakui sebesar
Rp8.713.729.069,- (Rp.771.524.632.125,- dikurangi Rp.762.810.901.056,);
PE
bahwa dalam halaman 1 Surat Keberatan, Pemohon Banding telah mengakui jika uang yang masuk
pada Rekening Bank Mandiri no rek XXX dan Rekening BCA no rek XXX tersebut merupakan
Peredaran Usaha (jumlah penerimaan pelanggan yang terdiri dari jumlah pendapatan dan PPN
keluaran);
AT
bahwa mengingat usaha Pemohon Banding merupakan Jasa Persewaan dan Sewa Guna Usaha
Tanpa Hak Opsi Mobil, Bus, Truk, dan Sejenisnya dimaksud tidak termasuk jenis jasa yang
dikecualikan dari pengenaan PPN, maka yang diserahkan oleh Pemohon Banding merupakan jasa
Kena Pajak. Oleh karena itu, penerimaan berupa uang yang merupakan peredaran usaha
merupakan Nilai pengganti dari penyerahan jasa kena pajak, yaitu jasa Persewaan dan Sewa Guna
RI
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
TA
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, mengatur : “PPN
dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
RE
bahwa Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, mengatur bahwa :
“ Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
K
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean,
saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. Oleh karena itu, pada saat pembayaran
SE
Menurut Pemohon : bahwa Pemohon Banding menyetujui sebagian koreksi Terbanding atas
DPP PPN atas Penyerahan yang Dipungut Sendiri dari arus piutang sebesar
Rp 5.320.970.482,00 yang masih tetap dipertahankan oleh Terbanding,
mengingat terdapat kekeliruan mendasar yang dilakukan Terbanding dalam
memahami fakta transaksi yang sebenarnya terjadi. Oleh karenanya,
menurut Pemohon Banding, Nilai koreksi atas DPP PPN dari arus piutang
K
seharusnya adalah sebesar Rp 53.539.529,00;
JA
- bahwa koreksi yang dilakukan Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak PPh Badan dengan
mendasarkan koreksinya semata-mata hanya mengacu pada pengujian arus piutang tanpa tidak
didasari dengan bukti-bukti kompeten yang cukup;
PA
- bahwa apabila terdapat ketidakbenaran jumlah pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan
PPh Badan yang telah Dilaporkan oleh Wajib Pajak (dalam hal ini Pemohon Banding), beban
pembuktian atas adanya ketidakbenaran tersebut berada pada Direktur Jenderal Pajak (dalam hal
Ini Terbanding);
- bahwa adapun hasil koreksi Terbanding sama sekali tidak mencantumkan dasar hukum (legal
basis) yang Pemohon Banding telah langgar dari ketentuan peraturan perundang-undangan
N
perpajakan sebagai dasar koreksi;
- bahwa penerbitan SKP oleh Terbanding semata-mata tidak ditunjukkan bukti materiil kekurangan
ILA
pelaporan jumlah Peredaran Usaha Pemohon Banding. Sehingga, Terbanding seharusnya
berperan sebagai pihak yang membuktikan kebenaran SKPKB yang diterbitkannya guna
melaksanakan kewenangan berdasarkan Pasal 35 UU KUP dalam membuktikan kebenaran
materiil jumlah Peredaran Usaha Pemohon Banding;
- bahwa Terbanding tidak mempertimbangkan hal-hal yang disampaikan oleh Pemohon Banding
untuk menunjukkan penemuan selisih sebagai dasar koreksi harus dibuktikan untuk menunjukkan
AD
keadaan sebenarnya;
- bahwa sebagaimana yang disampaikan Majelis Hakim dari Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put. 43788/PP/M.III/16/2013 bahwa koreksi yang didasarkan pada penghitungan pengujian arus
piutang yang dilakukan oleh Terbanding tidak dapat disimpulkan sebagai bukti yang sah yang
NG
menunjukan keadaan yang sebenar-benarnya dan hanya merupakan asumsi (indikasi) semata
yang perlu diperiksa lebih lanjut kebenarannya;
bahwa apabila koreksi yang dilakukan pemeriksa (dalam hal ini Terbanding) berdasarkan pengujian
arus piutang, menurut Pemohon Banding perhitungan yang dilakukan pemeriksa, adalah tidak tepat.
Dikarenakan Terbanding belum melakukan perhitungan SPT PPN Cabang Jakarta 2 Masa Juli-
November 2012 hanya SPT PPN Masa Januari-Desember 2012 yang Tersentralisasi Tahun 2012.
AT
bahwa menurut Pemohon Banding, Terbanding tidak secara komprehensif melaksanakan pengujian
arus piutang. Terlihat bahwa Pemeriksa belum sepenuhnya menerima tanggapan yang disampaikan
oleh Pemohon Banding pada saat pemeriksaan dan keberatan. Perhitungan pengujian arus piutang
TA
yang dilakukan oleh Terbanding (dalam hal ini Pemeriksa) adalah tidak tepat dan keliru;
bahwa prosedur pengujian arus piutang yang dilakukan Pemeriksa belum memperhitungkan
beberapa faktor sebagai berikut:
RE
a) Pada Tahun 2012 terdapat cabang baru Pemohon Banding yang pelaporan SPT Masa PPN
masih secara Desentralisasi. Kemudian, cabang baru tersebut dalam proses pengajuan
Sentralisasi dan saat ini Cabang Jakarta 2 telah tersentralisasi yang diputuskan melalui
Keputusan DJP Nomor: KEP-00012.PKP/WPJ.07/KP.0803/2014 tentang Pemusatan Tempat
Pajak Pertambahan Nilai Terutang. Maka, atas fakta ini jelas bahwa Terbanding belum
K
melakukan perhitungan SPT PPN Cabang Jakarta 2 Masa Juli-November 2012 tersebut.
Perhitungan DPP PPN yang dilakukan oleh Terbanding hanya berdasarkan Laporan SPT PPN
SE
c) Pada mutasi uang yang terdapat dalam Rekening Koran Pemohon Banding tidak serta merta
merupakan Peredaran Usaha dari Pemohon Banding. Perlu diketahui mutasi uang pada 2 (dua)
Rekening Bank milik Pemohon Banding terdiri dari pencairan pinjaman dari bank, uang muka
pembelian kendaraan serta transaksi lainnya yang bukan penerimaan dari pelanggan terkait
pemberian jasa yang dapat Pemohon Banding buktikan keberadaannya dan kebenarannya;
bahwa Majelis Hakim dalam persidangan meminta Pemohon Banding melakukan perhitungan
pengujian arus piutang berdasarkan data-data yang ada pada Pemohon Banding dengan
menggunakan pendekatan atau formula yang digunakan oleh Terbanding. Namun demikian,
K
perkenankan Pemohon Banding untuk menyampaikan ketidaksetujuan Pemohon Banding apabila
perhitungan pengujian arus piutang diharuskan menggunakan pendekatan atau formula yang
digunakan oleh Terbanding. Adapun ketidaksetujuan Pemohon Banding disebabkan Terbanding
JA
belum memperhitungkan saldo awal dan akhir akun Piutang Lain-Lain, akun Pendapatan yang Belum
Ditagih dan akun Pendapatan Diterima Di Muka;
bahwa lebih lanjut, terkait penggunaan pendekatan atau formula yang digunakan oleh Terbanding,
PA
dengan ini Pemohon Banding menyampaikan ketidaksetujuan Pemohon Banding apabila kredit
Pajak Penghasilan Pasal 23 dijadikan faktor penyesuaian. Hal ini dikarenakan Nilai yang terdapat
dalam saldo piutang usaha, baik saldo awal maupun saldo akhir, merupakan Nilai yang sebelum
dikurangi kredit Pajak Penghasilan Pasal 23. Dengan demikian, jika jumlah kredit Pajak Penghasilan
Pasal 23 yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan dijadikan faktor penyesuaian dalam
melakukan pengujian arus piutang, maka akan terjadi duplikasi dalam perhitungan;
N
bahwa selain itu, dapat ditambahkan pula, bahwa dalam melakukan pengujian arus piutang,
ILA
Terbanding belum memperhitungkan penerimaan pelanggan yang dibukukan pada rekening bank
lain milik Pemohon Banding selain pada bank Mandiri dan bank BCA, yaitu penerimaan dari
pelanggan yang masuk melalui rekening bank Danamon, bank BII, bank NISP. Adapun jumlah
penerimaan pelanggan yang masuk melalui rekening selain bank Mandiri dan bank BCA adalah
sejumlah Rp 85.297.166.878 dengan rincian sebagai berikut:
AD
Rincian Penerimaan Pelanggan dari Selain Bank Mandiri dan Bank BCA
Bank Danamon (a/c: XXX) Rp39.752.225.872
Bank BII (a/c: XXX) Rp 26.639.982.464
Bank NISP (a/c: XXX) Rp 18.904.958.541
Jumlah Rp 85.297.166.878
NG
bahwa dengan demikian jumlah penerimaan kas/bank dari pelanggan adalah Rp847.794.091.621
yang terdiri dari penerimaan kas/bank melalui bank Mandiri dan bank BCA sejumlah Rp
762.496.924.743 (lihat Tabel 5) dan penerimaan kas/bank melalui Bank Danamon, BII, dan Bank
NISP sejumlah Rp 85.297.166.878;
PE
bahwa hasil pengujian arus piutang menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut :
Menurut Majelis : bahwa yang menjadi sengketa adalah koreksi Terbanding atas DPP PPN
Masa April 2012 atas Penyerahan Yang PPN-nya Harus Dipungut Sendiri
sebesar Rp5.267.430.953,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
bahwa Koreksi Terbanding didasarkan pada hasil ekualisasi antara jumlah Peredaran Usaha yang
dilaporkan dalam SPT PPh Badan dengan jumlah PPN Keluaran yang dilaporkan dalam SPT Masa
PPN Masa Januari s.d. Desember 2012, melalui metode analisis arus piutang dan bank;
bahwa berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Terbanding, diperoleh simpulan sebagai
berikut:
bahwa atas Koreksi DPP PPN Masa Januari s.d. Desember 2012, Terbanding mengalokasikan
K
Koreksi DPP per Masa Pajak secara prorata yakni untuk masing-masing masa pajak sebesar
Rp63.851.645.778,00 : 12 = Rp5.320.970.482,00;
JA
bahwa menurut Pemohon Banding, koreksi tersebut tidak didasarkan pada peraturan perundang-
undangan pajak yang berlaku dan tidak didasarkan pada bukti-bukti yang kompeten dan cukup,
sehingga harus dibatalkan;
PA
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap berkas sengketa, penjelasan para pihak, serta
pemeriksaan terhadap bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan, diuraikan sebagai berikut:
bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun
2007 (selanjutnya disebut sebagai UU KUP), antara lain diatur sebagai berikut:
N
Pasal 12:
(1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
ILA
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan
pajak.
(2) Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak
adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan;
(3) Apabila DirekturJenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat
AD
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak
menetapkan jumlah pajak yang terutang;
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-23/PJ/2013 tentang Standar
Pemeriksaan (selanjutnya disebut dengan PER-23/2013), antara lain diatur sebagai berikut:
PE
Pasal 4:
“ Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus
dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan
Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib
AT
Pajak, menyusun Rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun Program Pemeriksaan
(audit program), serta mendapat pengawasan yang seksama.
b. Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan Metode Pemeriksaan
dan Teknik Pemeriksaan sesuai dengan Program Pemeriksaan (audit program) yang telah
RI
disusun.
c. Temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
1) Bukti kompeten adalah bukti yang valid dan relevan dengan tetap mempertimbangkan prinsip
TA
kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi Wajib Pajak yang memiliki hubungan
istimewa.
a. Valid berarti bukti dapat diandalkan untuk menyimpulkan suatu fakta. Tingkat validitas
bukti dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal sebagai berikut:
i) Independensi dan kualifikasi sumber diperolehnya bukti
RE
Bukti yang diperoleh dari pihak yang independen tingkat validitasnya lebih tinggi
dibandingkan bukti yang diperoleh dari pihak yang tidak independen. Selain
independensi, perlu juga memperhatikan hubungan pihak yang memberikan bukti
dengan bukti yang diberikan.
ii) Kondisi bukti diperoleh
K
Tingkat kesulitan mendapatkan bukti yang dipengaruhi situasi dan/atau kondisi dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat validitas bukti.
SE
bahwa berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-65/PJ/2013 tanggal 31
Desember 2013 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan (selanjutnya
disebut SE-65/2013) antara lain diatur sebagai berikut:
E. Pengertian
1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
K
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan;
JA
2. Metode Pemeriksaan adalah teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan
terhadap buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain;
3. Metode Langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk menguji
kebenaran pos-pos diperiksa yang dilakukan secara langsung terhadap buku, catatan, dan
PA
dokumen terkait dengan pos-pos yang diperiksa;
4. Metode Tidak Langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk
menguji kebenaran pos-pos diperiksa yang dilakukan secara tidak langsung melalui suatu
pendekatan penghitungan tertentu;
5. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan
N
tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaa;
6. Teknik Pemeriksaan adalah cara-cara pengumpulan bukti, pengujian, dan/atau pengujian yang
ILA
dikembangkan untuk meyakini pos-pos yang diperiksa;
7. Prosedur Pemeriksaan adalah serangkaian langkah dalam suatu teknik pemeriksaan, berupa
petunjuk rinci yang biasanya tertulis dalam bentuk perintah, untuk dilakukan oleh Pemeriksa
Pajak;
8. Pos-pos SPT adalah pos-pos di dalam SPT atau pos turunannya termasuk lampirannya baik
SPT Masa maupun SPT tahunan;
AD
F Materi
1.Temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
2. Metode Pemeriksaan:
NG
a. Metode Pemeriksaan terdiri atas Metode Langsung dan Metode Tidak Langsung;
b. Metode Tidak Langsung digunakan dalam hal Metode Langsung tidak dapat diterapkan;
c. Dalam hal Pemeriksa Pajak hanya menggunakan Metode Tidak Langsung, Pemeriksa
Pajak harus memiliki bukti bahwa Metode Langsung tidak dapat digunakan;
d. Metode Tidak Langsung dapat digunakan untuk mendukung penggunaan Metode
PE
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap berkas sengketa, penjelasan para pihak, serta
RI
pemeriksaan terhadap bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan, diuraikan sebagai berikut:
bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Pajak, Surat Uraian Banding, Laporan Penelitian
TA
Keberatan serta penjelasan Terbanding, diketahui bahwa Terbanding telah menghitung besarnya
Peredaran Usaha Tahun 2012 sebesar Rp840.789.690.066,00 berdasarkan hasil analisis arus
piutang dan bank;
bahwa selanjutnya angka Peredaran Usaha hasil analisis tersebut dibandingkan dengan DPP PPN
RE
Masa Januari s.d. Desember 2012 cfm SPT Masa PPN terdapat selisih sebesar
Rp63.851.645.778,00 dengan perhitungan sebagai berikut:
bahwa Majelis berpendapat, secara prinsip angka Peredaran Usaha dalam satu tahun pajak (misal
tahun 2012) tidak selalu sama besarnya dengan DPP PPN pada tahun yang sama (misal tahun
2012), dikarenakan adanya perbedaan waktu yang bersifat sementara (timing deferences), antara
pengakuan dan pelaporan Peredaran Usaha dengan pelaporan PPN Keluaran;
bahwa berdasarkan Memori Penjelasan Pasal 13 UU Pajak Penghasilan, pada pokoknya dinyatakan
bahwa pengakuan pendapatan dan biaya dapat menggunakan stelsel Kas atau Stelsel akrual, yang
pada pokoknya penghasilan diakui pada saat diterima (stelsel kas) atau pada waktu diperoleh
meskipun belum dibayar, yang harus diterapkan secara konsisten;
bahwa berdasarkan, ketentuan yang diatur dalam Pasal 15 A UU PPN, diatur bahwa:
(1) Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
(2) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
K
bahwa oleh karena itu, dalam melakukan ekualisasi antara jumlah Peredaran Usaha dengan DPP
PPN dalam tahun yang sama, harus dilakukan penyesuaian-penyesuaian sebagai akibat adanya
faktor perbedaan pengakuan Peredaran Usaha dan Pelaporan PPN sebagaimana diatur dalam UU
JA
Pajak Penghasilan dan UU PPN tersebut;
bahwa Majelis berpendapat, hasil ekualisasi yang dilakukan oleh Terbanding tidak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam UU Pajak Penghasilan dan UU Pajak Pertambahan Nilai tersebut,
PA
karena Terbanding menyimpulkan jumlah Peredaran Usaha dan DPP PPN dalam tahun yang sama
harus sama besarnya;
bahwa selain hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa koreksi Terbanding didasarkan pada Metode
Pemeriksaan Secara Tidak Langsung, sebagaimana dimaksud dalam huruf E angka 4 SE-65/2013;
N
bahwa berdasarkan SE-65/2013 antara lain diatur sebagai berikut:
ILA
Huruf F;
1. Temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
2. Metode Pemeriksaan
d. Metode Tidak Langsung dapat digunakan untuk mendukung penggunaan Metode Langsung
AD
atau untuk melakukan identifikasi masalah;
Pasal 4:
NG
bahwa Majelis berpendapat, hasil analisis arus piutang dan Kas/Bank dalam menguji jumlah
PE
Peredaran Usaha dan DPP PPN, dapat digunakan untuk mendukung penggunaan Metode Langsung
atau untuk melakukan identifikasi masalah;
bahwa oleh karena itu, sebelum membuat suatu simpulan sebagai temuan hasil pemeriksaan,
Terbanding (dalam hal ini Pemeriksa Pajak) harus mengembangkan teknik dan prosedur
AT
pemeriksaan untuk memperoleh bukti-bukti yang kompeten dan cukup, untuk mendukung simpulan
atau temuan hasil pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Ayat (3) UU KUP Jo. Memori
Penjelasan Pasal 29 Ayat (2) UU KUP.
bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berpendapat, koreksi Terbanding atas DPP PPN Masa
RI
April 2012 yang didasarkan pada hasil penerapan Metode Pemeriksaan Secara Tidak Langsung,
tidak dapat dijadikan dasar penerbitan SKPKB, sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (3) UU KUP.
Jo. Memori Penjelasan Pasal 29 ayat (2) UU KUP. Jo Pasal 4 huruf c PER-23/2013 Jo. Huruf F
TA
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas DPP
PPN Masa April 2012 sebesar Rp5.320.970.482,00 tidak didasarkan pada bukti-bukti yang kompeten
dan cukup dan tidak berlandaskan pada peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga
RE
harus dibatalkan;
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Amar putusan dalam sengketa ini adalah
“Mengabulkan seluruhnya” banding Pemohon Banding;
K
bahwa yang menjadi sengketa adalah koreksi Terbanding atas DPP PPN Masa April 2012 atas
Penyerahan Yang PPN-nya Harus Dipungut Sendiri sebesar Rp5.267.430.953,00 yang tidak disetujui
oleh Pemohon Banding;
bahwa Koreksi Terbanding didasarkan pada hasil ekualisasi antara jumlah Peredaran Usaha yang
dilaporkan dalam SPT PPh Badan dengan jumlah PPN Keluaran yang dilaporkan dalam SPT Masa
PPN Masa Januari s.d. Desember 2012, melalui metode analisis arus piutang dan bank;
bahwa berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Terbanding, diperoleh simpulan sebagai
berikut:
bahwa atas Koreksi DPP PPN Masa Januari s.d. Desember 2012, Terbanding mengalokasikan
K
Koreksi DPP per Masa Pajak secara prorata yakni untuk masing-masing masa pajak sebesar
Rp63.851.645.778,00 : 12 = Rp5.320.970.482,00;
JA
bahwa menurut Pemohon Banding, koreksi tersebut tidak didasarkan pada peraturan perundang-
undangan pajak yang berlaku dan tidak didasarkan pada bukti-bukti yang kompeten dan cukup,
sehingga harus dibatalkan;
PA
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap berkas sengketa, penjelasan para pihak, serta
pemeriksaan terhadap bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan, diuraikan sebagai berikut:
bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun
2007 (selanjutnya disebut sebagai UU KUP), antara lain diatur sebagai berikut:
N
Pasal 12:
ILA
(1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan
pajak.
(2) Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak
adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan;
AD
(3) Apabila DirekturJenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak
menetapkan jumlah pajak yang terutang;
“ Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan
serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-23/PJ/2013 tentang Standar
Pemeriksaan (selanjutnya disebut dengan PER-23/2013), antara lain diatur sebagai berikut:
PE
Pasal 4:
“ Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus
dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan
AT
Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib
Pajak, menyusun Rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun Program Pemeriksaan
(audit program), serta mendapat pengawasan yang seksama.
b. Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan Metode Pemeriksaan
RI
dan Teknik Pemeriksaan sesuai dengan Program Pemeriksaan (audit program) yang telah
disusun.
c. Temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
TA
1) Bukti kompeten adalah bukti yang valid dan relevan dengan tetap mempertimbangkan prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi Wajib Pajak yang memiliki hubungan
istimewa.
a. Valid berarti bukti dapat diandalkan untuk menyimpulkan suatu fakta. Tingkat validitas
bukti dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal sebagai berikut:
RE
bahwa berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-65/PJ/2013 tanggal 31
Desember 2013 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan (selanjutnya
disebut SE-65/2013) antara lain diatur sebagai berikut:
E. Pengertian
K
1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
JA
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan;
2. Metode Pemeriksaan adalah teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan
terhadap buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain;
PA
3. Metode Langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk menguji
kebenaran pos-pos diperiksa yang dilakukan secara langsung terhadap buku, catatan, dan
dokumen terkait dengan pos-pos yang diperiksa;
4. Metode Tidak Langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk
menguji kebenaran pos-pos diperiksa yang dilakukan secara tidak langsung melalui suatu
pendekatan penghitungan tertentu;
N
5. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan
ILA
tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaa;
6. Teknik Pemeriksaan adalah cara-cara pengumpulan bukti, pengujian, dan/atau pengujian yang
dikembangkan untuk meyakini pos-pos yang diperiksa;
7. Prosedur Pemeriksaan adalah serangkaian langkah dalam suatu teknik pemeriksaan, berupa
petunjuk rinci yang biasanya tertulis dalam bentuk perintah, untuk dilakukan oleh Pemeriksa
Pajak;
AD
8. Pos-pos SPT adalah pos-pos di dalam SPT atau pos turunannya termasuk lampirannya baik
SPT Masa maupun SPT tahunan;
F Materi
1.Temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
NG
2. Metode Pemeriksaan:
a. Metode Pemeriksaan terdiri atas Metode Langsung dan Metode Tidak Langsung;
b. Metode Tidak Langsung digunakan dalam hal Metode Langsung tidak dapat diterapkan;
c. Dalam hal Pemeriksa Pajak hanya menggunakan Metode Tidak Langsung, Pemeriksa
Pajak harus memiliki bukti bahwa Metode Langsung tidak dapat digunakan;
PE
3) Penghitungan Rasio;
4) Satuan dan/atau Volume;
5) Penghitungan Biaya Hidup;
6) Pertambahan Kekayaan Bersih (Net Worth)
RI
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap berkas sengketa, penjelasan para pihak, serta
pemeriksaan terhadap bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan, diuraikan sebagai berikut:
TA
· Bahwa Terbanding melakukan koreksi positif DPP PPN yang merupakan peredaran usaha masa
April 2012 analisa transaksi tunai dan bank berdasarkan dokumen pembukuan Pemohon Banding
sesuai metode pengujian dengan pendekatan transaksi tunai dan bank Lampiran I angka 1 SE-
65/PJ/2013, yang perbedaannya tidak dapat dijelaskan dan dibuktikan oleh Pemohon Banding,
sehingga Pemohon Banding tidak sepenuhnya melaksanakan kewajiban dalam pemeriksaan
RE
· Bahwa sehubungan dengan pemeriksaan pajak oleh Terbanding terhadap kewajiban PPN
Pemohon Banding untuk masa Januari sampai dengan Desember tahun 2012, Pemohon Banding
tidak meminjamkan data dan dokumen seperti nota-nota, invoice, surat pengantar tagihan,
K
kuitansi, dan bukti terkait dengan penjualan, meskipun Terbanding telah telah menyampaikan
surat peminjaman dokumen dengan surat nomor S-577/WPJ.21/KP.0800/2013 tanggal 09 Juli
SE
2013, surat peringatan I Nomor S-622/WPJ.21/KP.0800/2013 tanggal 25 Juli 2013 dan surat
peringatan II Nomor S657/WPJ.21/KP.0800/2013 tanggal 22 Agutus 2013, sehingga Terbanding
menyimpulkan Pemohon Banding tidak sepenuhnya meminjamkan data dokumen sesuai dengan
ketentuan a quo;
K
Desember;
· Bahwa Terbanding menghitung jumlah pajak yang kurang dibayar setiap masa pajak dengan cara
JA
membagi jumlah koreksi setahun sebesar Rp63.851.645.778,00 dengan jumlah masa pajak yaitu
12 masa pajak, sehingga koreksi positif setiap masa adalah Rp5.320.970.482,00 sesuai dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
465/KMK.01/1987 dan Angka Romawi II butir 4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-
PA
32/P13/1988;
· Bahwa data yang digunakan Terbanding untuk analisa arus piutang berasal dari pembukuan
Pemohon Banding seperti rekening koran bank, neraca, laba rugi dan dokumen, buku besar
(ledger) dan dokumen lainnya yang dibuat dan disusun oleh Terbanding, sehingga apabila
N
terdapat perbedaan angka maka Terbanding yang harus bertanggungjawab menjelaskan dan
membuktikannya;
ILA
· Bahwa dalam proses keberatan, Terbanding telah menyampaikan permintaan data dengan Surat
Permintaan Data/Dokumen Pertama Nomor: S-492/WPJ.07/BD.05/ 2015 tanggal 15 Januari
2015, Permintaan Kedua dengan Surat Nomor: S-3616/WPJ.07/BD.05/2015 tanggal 31 Maret
2015 dan undangan pembahasan sengketa Nomor: S-8967/WPJ.07/BD.05/2015 tanggal 04
September 2015, namun Pemohon Banding tetap tidak juga menyampaikan data dan dokumen
AD
yang berhubungan dengan koreksi positif a quo, data dan dokumen yang tidak disampaikan oleh
Pemohon Banding terkait meliputi:
a. Asli bukti penyampaikan (tanda terima pelaporan) SPT masa PPN masa Pajak Januari s.d.
Desember 2012 a.n. PT ASA Tbk-cabang Jakarta 2 lengkap;
b. Asli Bukti SPT masa PPN masa Pajak Januari s.d. Desember 2012 a.n.PT ASA Tbk-cabang
NG
Jakarta 2 lengkap;
c. Asli Bukti Faktur Pajak Keluaran, Invoice, Puchase Order (PO), DO, dan bukti lain yang terkait
pelaporan PPN masa Pajak Januari s.d. Desember 2012 a.n. PT ASA Tbk-cabang Jakarta 2
secara lengkap;
d. Asli rekening terkait pembayaran atas pelaporan DPP PPN masa Pajak Januari s.d. Desember
2012 a.n.PT ASA Tbk-cabang Jakarta 2 lengkap;
PE
· Bahwa pengujian peredaran usaha yang dilaporkan Pemohon Banding dapat dilakukan dengan
metode langsung dan/atau metode tidak langsung;
· Bahwa pengujian dengan metode manapun yang digunakan oleh Terbanding, seharusnya
TA
menghasilkan Nilai peredaran yang sama sepanjang sumber data yang digunakan untuk
melaporkan peredaran usaha dalam surat pemberitahuan berasal dari pembukuan yang disusun
sendiri oleh Pemohon Banding;
RE
· Bahwa apabila terdapat perbedaan peredaran usaha antara yang dihitung berdasarkan analisis
piutang berdasarkan data pembukuan dengan peredaran usaha yang dilaporkan oleh Pemohon
Banding dalam surat pemberitahuan, seharusnya Pemohon Banding berkewajiban menjelaskan
perbedaan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (3) butir c UU KUP;
K
· Bahwa sehubungan dengan pemeriksaan pajak oleh Terbanding terhadap kewajiban PPN
Pemohon Banding untuk masa Januari sampai dengan Desember tahun 2012 dengan koreksi
SE
· bahwa untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, maka Hakim Masdi
memerintahkan kepada para pihak untuk melakukan uji bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 76
K
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak:
“ Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta peNilaian
pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti
JA
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 (1)“;
· bahwa berdasarkan bukti permintaan data/dokumen oleh Terbanding kepada Pemohon Banding
dapat disimpulkan, bahwa Pemohon Banding tidak sepenuhnya melaksanakan kewajiban dalam
PA
pemeriksaan pajak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29 ayat (3) butir a dan c UU Nomor 6
tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No.16 tahun 2009 tentang KUP;
N
Pasal 13 ayat (1) butir (d) UU KUP karena masih terdapat dokumen yang belum diserahkan
seperti nota-nota, invoice, surat pengantar tagihan, kuitansi, dan bukti terkait dengan penjualan
dan bukti lainnya yang berhubungan dengan koreksi peredaran usaha a quo;
ILA
· bahwa sehubungan Pemohon Banding tidak sepenuhnya melaksanakan kewajiban dalam
pemeriksaan dengan menyerahkan bukti peredaran usaha yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Pajak sesuai dengan ketentuan a quo, maka yang harus membuktikan kebenaran
jumlah peredaran usaha yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak dan juga
AD
membuktikan ketidakbenaran koreksi peredaran usaha yang dilakukan oleh Terbanding berada
pada usaha-usaha Pemohon Banding sebagaimana ditentukan dalam Pasal 13 ayat butir (d) dan
penjelasannya UU KUP a quo yakni;
a. Bahwa apabila Pemohon Banding tidak memenuhi kewajiban dalam pemeriksaan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29 ayat (3) UU KUP, maka Terbanding berwenang
NG
menghitung kewajiban pajak Pemohon Banding berdasarkan data yang diserahkan Pemohon
Banding dan data lainnya sebagaiman ditentukan dalam Pasal 13 ayat 1 (d) UU KUP;
b. Bahwa apabila Pemohon Banding tidak setuju atas perhitungan pajak yang dihitung
Terbanding berdasarkan Pasal 13 ayat 1 (d), maka yang harus membuktikan ketidakbenaran
tersebut berada pada Pemohon Banding sebagaimana ditentukan dalam Pasal 13 ayat 1 (d)
dan penjelasannya dalam UU KUP yakni; Pasal 13 ayat 1 (d) UU KUP sbb:
PE
Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Kurang dalam hal-hal sebagai berikut : (d) apabila kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat
diketahui besarnya pajak yang terutang.
AT
Bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan menurut ketentuan Pasal 28
atau pada saat diperiksa tidak memenuhi permintaan menurut Pasal 29, sehingga Direktur
Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah pajak yang seharusnya terutang sebagaimana
tersebut pada ayat (1) huruf d, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat
RI
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara jabatan yaitu penghitungan
pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja.
Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan
oleh Direktur Jenderal Pajak diletakkan pada Wajib Pajak.
TA
· Bahwa dalam persidangan, Pemohon Banding telah menyerahkan dokumen a quo, namun
Pemohon Banding tidak menyerahkan seluruh data dan dokumen yang dibutuhkan untuk
SE
melakukan uji bukti, sehingga Hakim Masdi menyimpulkan Pemohon Banding tidak mampu
meyakinkan Hakim Masdi tentang kebenaran peredaran usaha yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Pajak dan ketidakbenaran koreksi yang dilakukan oleh Terbanding a quo;
· bahwa sesuai Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang
menyatakan bahwa :
" Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan
Hakim" ;
K
Pihak Ketiga Rp 74.561.204.594
Berelasi Rp 520.104.583
Rp 75.081.309.177
JA
Rp 971.255.577.122
Dikurangi: saldo Awal Piutang Usaha
Pihak Ketiga Rp 63.670.990.253
Berelasi Rp 929.495.149
Rp 64.600.485.402
PA
Rp 906.655.091.720
Penyesuaian:
- Bukti Potong PPh Pasal 23 (+) Rp 10.352.600.001
- Penghapusan Piutang (+) Rp -
- Retur Penjualan (-) Rp -
- PPN Dipungut sendiri yang ada dalam Kas/Bank Rp (76.218.001.655)
- Saldo Uang Muka Penjualan Rp -
N
- Saldo Pendapatan Yang Ditangguhkan Rp -
- Penyesuaian Kurs Rp -
- Penyesuaian lain yg tdk ada hubungannya dengan penerimaan Rp -
Rp (65.865.401.654)
ILA
Peredaran Usaha Arus Piutang cfm Pemeriksa Rp 840.789.690.066
· Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan jumlah pelunasan/penerimaan melalui kas/bank
sebagaimana diuraikan Terbanding sebesar Rp896.174.267.945,00, karena di dalam angka
tersebut terdapat mutasi bank yang bukan sebagai penerimaan penjualan sebesar
NG
No Keterangan Arus Uang Penerimaan dari Pembatalan Jumlah Mutasi Debet Penerimaan
Usaha menurut Penerimaan dari Buku Bank yang Pelanggan
KKP (Hardcopy) Usaha (setelah Seharusnya Juga Melalui Bank BCA
Pembatalan) Dibatalkan & Mandiri
PE
· Bahwa setelah meneliti penjelasan Pemohon Banding dan bukti yang diserahkan terhadap
RI
penerimaan bank yang bukan sebagai penjualan sebesar Rp133.677.343.202,00, maka dapat
dijelaskan sbb:
penerimaan bank garansi dan bukan penerimaan penjualan. Berdasarkan bukti yang
diserahkan ke Hakim Masdi, maka Hakim Masdi menyimpulkan koreksi Rp3.821.788.699,00
“harus dibatalkan” ;
RE
penerimaan refund asuransi, namun Pemohon Banding tidak dapat membuktikan dengan
bukti eksternal yakni; perjanjian asuransi dan dokumen asuransi lainnya. Dengan demikian,
Hakim Masdi menyimpulkan koreksi a quo “tetap dipertahankan”;
K
f. Bahwa Pemohon Banding menjelaskan penerimaan bank Rp6.847.454.467,00 adalah
penerimaan uang masuk yang berhubungan dengan penerimaan taksiran pajak.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap bukti yang diserahkan Pemohon Banding, maka Hakim
JA
Masdi menyimpulkan koreksi a quo “harus dibatalkan” karena merupakan penerimaan dari
restitusi pajak;
· Bahwa dalam persidangan, Pemohon Banding menjelaskan koreksi positif yang dilakukan
PA
Terbanding, namun penjelasan Pemohon Banding tidak sepenuhnya didukung dengan bukti yang
valid. Dengan demikian Hakim Masdi berkeyakinan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding untuk
PPN masa April 2012 sebesar Rp907.702.427 harus dibatalkan dan sebesar Rp4.359.728.526,00
harus dipertahankan karena sudah sesuai dengan dengan ketentuan Perpajakan a quo dengan
rincian perhitungan sbb;
N
N Keterangan Rumus Rp
o
ILA
1 Koreksi positif menurut Terbanding 63.851.645.778,0
0
2 Koreksi yang disetujui Pemohon Banding 642.474.345,00
3 Koreksi yang masih tidak disetujui Pemohon Banding 3=(1-2) 63.209.171.433,0
0
AD
4 Koreksi positif peredaran usaha yang bukan termasuk
sebagai peredaran usaha dan harus dibatalkan:
a.Bank Garansi; 3.821.788.699,00
b.Penerimaan dari Piutang karyawan; 223.185.949,00
c. Penerimaan dari Restitusi 6.847.454.467,00
NG
· bahwa berdasarkan uraian tersebut Hakim Masdi berpendapat, koreksi Terbanding atas DPP
AT
PPN Masa April 2012 a quo yang didasarkan pada hasil penerapan Metode Pemeriksaan Secara
Tidak Langsung sebesar Rp907.702.426,50 “harus dibatalkan” dan sebesar
Rp4.359.728.526,00 “harus dipertahankan” karena sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 13
ayat (1)a UU KUP Jo. Memori Penjelasan Pasal 13 UU KUP. Jo Pasal 29 ayat (3) butir a dan c
RI
UU KUP;
Menimbang : bahwa sesuai dengan Pasal 79 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak diatur bahwa putusan diambil berdasarkan
TA
Menimbang : bahwa dalam Banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kompensasi
kerugian;
Menimbang : bahwa dalam Banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;
K
Menimbang : bahwa dalam Banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kedit Pajak;
SE
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi
Administrasi;
K
DPP Menurut Keputusan Terbanding Rp 62.457.797.967,00
Koreksi yang dibatalkan Majelis Rp 5.267.430.953,00
DPP Menurut Majelis Rp 57.190.367.014,00
JA
Mengingat : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan
ketentuan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;
PA
Memutuskan : Mengabulkan Seluruh permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-3249/WPJ.07/2015 tanggal
01 Oktober 2015 tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April
2012 Nomor: 00205/207/12/054/14 tanggal 04 Juli 2014, atas nama: PT.
XXX, sehingga jumlah yang masih harus dibayar adalah sebagai berikut :
N
Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Rp 57.190.367.014,00
ILA
Pajak Keluaran Rp 5.697.467.543,00
Kredit Pajak Rp 5.719.922.477,00
Jumlah perhitungan PPN Kurang/(Lebih) Bayar (Rp 22.454.934,00)
Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa berikutnya Rp 27.809.151,00
Pajak Pertambahan Nilai yang Kurang Dibayar Rp 5.354.217,00
Sanksi Administrasi : Kenaikan Pasal 13 (3) KUP Rp 5.354.217,00
AD
Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp 10.708.434,00
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan suara terbanyak setelah pemeriksaan dalam persidangan
dicukupkan pada hari Senin tanggal 27 Februari 2017, oleh Hakim Majelis I Pengadilan Pajak,
dengan susunan Majelis sebagai berikut:
NG
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 2
AT
Oktober 2017, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tanpa dihadiri baik
oleh Pemohon Banding maupun oleh Terbanding.
RI
TA
K RE
SE