Anda di halaman 1dari 12

1|M a h mu d Sy al tu t

Kajian Tokoh Bindhara


Forum Studi Keluarga Madura (FOSGAMA)
Sabtu, 18, September, 2021, di Sekretariat FOSGAMA

Konsep Bermadzhab dalam Perspektif Mahmud Syaltut


Oleh: Khoirut Tuqo Syafiuddin

Prolog

َ ‫ث ِل َه ِذ ِه ْاْل ُ هم ِة عَلَى َرأْ ِس ُك ِل مِ ائ َ ِة‬


<<1‫سنَ ٍة َم ْن يُ َج ِددُ لَ َها دِينَ َها‬ ‫ >>إِ هن ه‬:َ‫سله َم قَال‬
ُ َ‫َّللاَ يَ ْبع‬ َ ُ‫صلهى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ِ ‫ع ْن َرس‬
ِ ‫ُول ه‬
َ ‫َّللا‬ َ
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, setiap seratus
tahun, seseorang yang meperbaharui agamanya” berdasarkan Hadist ini para ulama selalu
berusaha dan mencari tokoh pembaharu islam setiap abadnya.

Namun dikarenakan cara pandang setiap orang yang berbeda, maka muncullah
beberapa perbedaan ketika menentukan tokoh pembaharu islam disetiap abadnya, sehingga
sesorang yang dianggap tokoh pembaharu islam menurut suatu golongan, belum tentu
dianggap sebagai sebagai tokoh pembaharu menurut golongan yang lain. Serta terdapat
perselisihan apakah tokoh pembaharu islam, hanya ada satu setiap abadnya atau mungkin
bisa lebih dari satu. Terlepas dari semua hal tersebut, kita akan membahas salah satu tokoh
yang dianggap menjadi tokoh pembaharu islam pada abad 20 yaitu Syaikh Mahmud
Syaltut.

Al-Imam Al-Akbar As-Syaikh Mahmud syaltut Al-Mujaddid Al-Mushlih, Begitulah


orang-orang mengenal beliau yang merupakan sosok yang sangat berjasa dalam
mengembalikan ruh keislaman, bagaimana beliau berusaha mengembalikan islam sebagai
mana pada masa sahabat, dengan menghilangkan fanatisme dalam diri setiap muslim.

Dalam setiap kesempatan beliau berusaha untuk menanamkan pemahaman islam


sebagaimana islam tersebut, bukan memahami islam berdasarkan sudut pandang dari satu
golongan tertentu, hal ini dapat terlihat dari beberapa karya beliau, yang sering kali
menyinggung permasalah ini.

Dengan hal itu beliau disebut dengan mujaddin oleh beberapa ulama seperti
Muhammad rajab Al-biyumi2, dan Mahmud Hamdi Zaqzuq, dan merupakan ulalma
pertama dengan gelar Al-Imam Al-akbar.

Pembaharuannya bisa kita lihat dengan jelas dalam beberapa kategori, misalnya
dalam ilmu fiqh dia mencoba menghilangkan kefanatikan dalam setiap penganut madzhab,
yang biasa disebut dengan (At-Taqrib Baina Al-Madzahib) dimana beliau berusaha menerima
semua madzhab, bukan hanya empat madzhab, melainkan seluruh madzhab bisa, dan
berhak dibandingkan dan diuji.

1
HR. Abu Daud No. 4291
2
Dr. Muhammad Rajab Al-biyumi, An-nahdah Al-Islamiyah fi Sair A’lamiha Al-mu’ashirin, Dar Al-
Qalam. Damaskus. Ad-Dar As-Syamiyah. Bairud.H. 447
2|M a h mu d Sy al tu t

Bukan hanya dalam bidang fiqh, beliau juga merupakan pembaharu dalam ilmu
tafsir, dimana dalam beberapa kesempatan beliau juga mengkritik beberapa tafsir yang
terlalu fanatik dalam madzhab, sehingga menghilangkan ruh dari ilmu tafsir tersebut,
sedangkan dalam fatwa beliau juga disebut dengan Mujtahid fatwa3, dan banyak bidang
lain yang beliau tekuni seperti: Lughah, Hadist, Aqidah, Usul dan lainnya.

Dari penjelasan singkat diatas kita bertanya-tanya, seperti apakah sosok beliau?
bagai mana perjalan hidup dan keilmuan beliau? dan seperti apakah konsep bermadzhab
yang beliau tawarkan? semua pertanyaan tersebut akan dijawab dengan sesingkat mungkin
insya Allah dalam pembahasan berikut.

A. Biografi singkat

Beliau adalah Al-Imam As-Syaikh Mahmud Syaltut, imam besar Al-Azhar, yang
dianugrahi kecerdasan, dan pengetahuan yang luas, Lahir di Maniah bani Manshur,
provensi Al-Buhairah, Mesir, Pada tahun 1893 M. hafal Al-qur’an di desanya, kemudian
melanjutkan pendidikannya di Ma’had Al-iskandariah Ad-Dini, pada tahun 1906 M.
Kecedarsan beliau sudah terhliat dari kecil, dimana disetiap jenjang pendidikannya beliau
menjadi yang pertama diantara teman-teman sebayanya.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Iskandaria, beliau melanjutkan


pendidikannya dengan masuk ke Universitas Al-Azhar di Cairo, beiau belajar dan
mendalami ilmu-ilmu yang berada di Al-azhar, Hingga akhirnya beliau lulus dan
mendapatkan Syahadah Al-Alamiyah, dan gelar Doktor pada tahun 1918 M. dengan predikat
terbaik yaitu Mumtaz.

Setelah mendapatkan gelar Doktornya, beliau diangkat sebagai pengajar di Ma’had


Al-Iskandariah pada awal tahun 1919 M. dan ketika Imam Al-Maraghi diangkat menjadi
syaikh Al-Azhar, maka beliau dipindah dan diangkat sebagai pengajar di Cairo.4

Pada akhir perjalanan hidumnya, beliau mengalami sakit keras, hingga beliau
dioprasi, pada saat itu oprasi berhasil dengan sukses, namun Allah berkehandak lain, dan
akhirnya beliau wafat pada sore hari jum’at, Malam isra dan mikraj, pada tanggal 27 Rajab,
tahun 1383 H, yang bertepatan pada 13 Desember 1963 M.5

B. Perjalanan hidup, dan pengabdiannya untuk islam

Penghargaan, prestasi, dan semua kerja keras dari beliau, menunjukkan bagaimana
usaha beliau dalam memperbaiki problematika yang ada pada saat itu, dan dari penjelesan
sebelumnya telah disebutkan bahwa, pekerjaan pertama beliau setelah mendapatkan gelar
Doktor adalah sebagai pengajari di Ma’had Al-iskandariah dan setelahnya di Cairo, dan
sekarang kita akan bersama melihat bagaimana perjalanan hidup beliau setelah itu.

Setelah itu beliau dipencat dari perkerjaannya sebagai pengajar, hal ini disebabkan
demo yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Mesir pada saat itu, sedangkan beliau

3
Dr. Muhammad Abdulmun’im Al-Khafaji. Dr. Ali, Ali, Shabah. Al-Azhar fi Alfi Am. Al-Maktabah Al-
Azhariah li At-Turats. Cairo. H. 298
4
Dr. Muhammad Abdulmun’im Al-Khafaji. Dr. Ali, Ali, Shabah. Al-Azhar fi Alfi Am. Al-Maktabah Al-
Azhariah li At-Turats. Cairo. H. 283 dan Sa’id Abdurrahman. Syuyukh Al-Azhar, As-Syarikah Al-
Arabiah. Juz. 4, H. 43
5
Sa’id Abdurrahman. Syuyukh Al-Azhar, As-Syarikah Al-Arabiah. Juz. 4, H. 77
3|M a h mu d Sy al tu t

dan beberapa ulama al-Azhar yang lain merupakan salah satu pendorong gerakan
perubahan pada saat itu, kemudian beliau bekerja sebagai pengacara bersama dengan
rekannya yaitu Syaikh Ali Abdurrazzaq yang pernah menjabad sebagai mentri perwakafan
(Wazir Al-Auqof), dengan pekerjaannya yang sekarang, syaikh Mahmud Syaltut semakin
matang, karena beliau dapat menerapkan pengetahuannya pada dunia yang nyata,
sehingga apa yang diketahuinya sekarang bukan hanya sebatas teori.

Kemudian beliau dan rekan-rekannya yang telah dipecat, dikembalikan lagi


mengajar Al-Azhar pada tahun 1935 M. beliau ditunjuk sebagai pengajar dikuliah syariah,
dan akhirnya ditunjuk sebagai dekan fakultas syariah.

Beberapa saat kemudian Al-Azhar mendapatkan undangan dalam sebuah Mu’tamar


(Al-qanun Ad-Dawli Al-Muqarin) yang dilaksanakan di kota “Den Haag” Belanda pada tahun
1937 M. dan Syaikh Mahmud Syaltut adalah yang terpilih untuk mewakili Al-Azhar untuk
menghadiri Mu’tamar ini, dengan risalahnya yang diberi judul (Al-Mas’uliah Al-Madaniah Al-
Janaiyah Fi As-Syari’ah Al-Islamiyah) beliau berusaha menjelaskan tentang pertanggung
jawaban dalam islam, dengan menjelaskan apa yang dimaksud dengan istilah “Dhaman”
serta menjelaskan bagaimana tanggun jawab seorang dokter terhadap pasiennya, hingga
menjelaskan apa yang dimaksud dengan Huquq Allah dan Huquq Al-Ibad, serta tidak lupa
juga membahas hukum pidana dalam islam, sehingga risalah ini mendapat respon baik dari
anggota Mu’tamar. Beliau juga didampingi oleh Al-Ustadz Abdurrahman Hasan, yang
pernah menjabat sebagai wakil Al-Azhar sebelumnya, dengan menampilkan risalah yang
sama bagusnya namun dengan topik dan judul yang berbeda.

Selanjutnya pada tahun 1939 M. beliau diangkat menjadi dewan Pengawas di Ma’had
Ad-Diniah Al-Azhariah, kemudian kembali lagi menjadi dekan fakultas Syari’ah, setelah
melakukan beberapa perubahan penting.

Pada Tahun 1941 M. beliau mendapat gelar kehormatan sebagai salah satu Iwad
Hai’ah Jam’ah Kibar Ulama’ Al-Azhar prestasi ini didapatkan setelah beliau memaparkan
karyanya Al-Mas’uliyah Al-Madaniyah Wa Al-Jana’iyah Fi As-Syari’ah Al-Islamiyah, peran
pertama yang diambil setelah menjadi salah satu Iwad Hai’ah Jam’ah Kibar Ulama’ Al-Azhar,
adalah membentuk Maktab Alami Li Al-jamaah yang bertugas untuk meneliti dan mencari
segala permasalahan agama yang dilontarkan oleh musuh islam, kemudian mengkaji dan
menjawabnya, kemudian beliau membentuk pengamat dalam Tafsir Al-Mutadawilah yaitu
dengan membersihkan ilmu tafsir dari beberapa Israiliyat, Khurafat, dan bid’ah, yang dengan
berlandaskan hal ini orang barat mengatakan bahwa orang islam tidak akan pernah maju.
Dengan tutujuan tersebutlah badan ini dibentuk dan dipimpin oleh Syaikh Abdulmajid
Salim, badan yang dibentuk oleh beliau ini merupakan cikal bakal dari Majma’ Buhust Al-
Islami yang akan dibentuk setelah beliau menjadi grand Syaikh Al-Azhar, dan hingga saat
ini badan ini terus ada dan melaksanakan perannya dengan baik.

Pada tahun 1946 M. beliau ditunjuk sebagai salah satu pengajar di Universitas Fu’ad
Cairo, dan ditunjuk sebagai pengajar Fiqh Al-qur’an Wa As-Sunnah, di fakultas syari’ah Al-
Islamiyah di kuliah Huquq, beliau melaksanakan tanggung jawabnya sebaik mungkin,
sehingga mata kuliah lughah dan sastra Arab ada dikuliah ini untuk pertama kalinya.

Kemudian pada tahun 1951 M. beliau ditunjuk sebagai pengawas umum untuk
Majmak Al-Buhus Wa As-Tsaqofah Al-Islamiyah di Al-Azhar, kemudian 1957 M. beliau
diangkat sebagai Rais As-Sadat dalam Mu’tamar Al-Islami kemudian diangkat sebagai
4|M a h mu d Sy al tu t

Mustasyar dalam Mu’tamar Al-Islami, setelah itu baru beliau diangkat sebagai Wakil Al-
Azhar.

Dengan seluruh pengalaman dan keilmuan beliau, serta khidmahnya terutama


dalam dunia keislaman, barulah pada 13 Oktober 1958 M. beliau diangkat secara resmi
menjadi Syaikh Al-Azhar. Tampa menungu waktu lama setelah dilantik beliau langsung
membentuk Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah yang sudah lama beliau idamkan, hingga
lembaga ini diresmikan dan mendapatkan pengakuan negara dan berada dalam naungan
Undang-undang negara nomor 103 tahun 1961 M. tentang renofasi sistem Al-Azhar dan
segala hal yang mencakup didalamnya, dan pada tahun 1964 M. Mu’tamar pertama
dilaksanakan oleh Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah.

Seletah itu beliau membentuk suatu lembaga yang disebut dengan “Jamaah At-
Taqrib” yang bertujuan untuk menyatukan Syi’ah dan Sunni, beliau berusaha mencari titik
perbedaan dan berusaha untuk mencari solusinya, hal ini bertujuan agar dapat menyatukan
kembali umat islam yang terpecah akibat perselisihan diantara madzhab. Dalam hal ini
beliau berkata “Ajakan untuk kembali mendekatkan madzab, merupakan ajakan untuk
kembali bersatu, itu merupakan ajakan islam, yang merupakan kebebasana dalam
mengambil pendapat dan madzhab...” Kemudian beliau berkata “Ini adalah pendapatku,
dan seperti inilah hasil dari pemikiranku, dan aku tidak memperbolehkan siapapun untuk
mengikutiku tampa melihan dan meneliti semua perkataanku, karena dalil yang kuat dan
benar adalah jalanku, dan hadis yang soheh adalah madzhabku”6

Tidak lupa juga beliau melakukan beberapa kunjungan keberbagai negara, seperti ke
Indonesia pada 8 Maret 1960 M. Filipin pada 18 Januari 1961 M serta berbagai negara seperti
Maroko, Iraq, Iran dan lainnya.

C. Konsep bermadzhab

Sebelum kita lebih dalam mendalami pemikiran dan konsep bermadzhab menurut
pandangan Syaikh mahmud syaltut, perlu kita mengetahui komponen apa saja yang
mempengaruhi beliau dalam pemikiran dan karyanya, sehingga membuat pemikiran beliau
selalu hangat untuk dikaji, sebagai mana berikut:

1. Kemampuan Syekh Mahmud Syaltut, beliau dikarunia kecerdasan, ketekunan dan


ketilitian sehingga beliau dapat menganalisis dan mengkaji suatu permasalahan dengan
semaksimal mungkin
2. Beberapa tokoh yang bisa dibilang paling mempengaruhi beliau adalah, Al-Imam Al-
Jalil ibn Taimiah dan muridnya Al-Imam ibnu Qayyim Al-Jauzi, serta juga beliau
dipengaruhi oleh, Jamaluddin Al-Afghani, Syaikh Muhammad Abduh, Al-Imam Al-
Maraghi, dan Abdulmajid Salim, meskipun semua ulama diatas memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap diri Mahmud Syaltut, namun beliau tidak mengikuti, dan
men-Taklid salah satu dari mereka, karena jika ada sesuatu yang janggal maka beliau
kembali ke-Al-Qur’an dan Sunnah, serta para ulama besar lainnya.

6
Dr. Muhammad Abdulmun’im Al-Khafaji. Dr. Ali, Ali, Shabah. Al-Azhar fi Alfi Am. Al-Maktabah Al-
Azhariah li At-Turats. Cairo. H. 287
5|M a h mu d Sy al tu t

3. At-Ta’ammuq, selain dipengaruhi beberapa tokoh tersebut, beliau juga berusaha


mendalami berbagai madzhab seperti, Mu’tazilah, Al-Asya’irah, Madzahib Al-Arba’ah,
Syi’ah Al-Itsna Asyariah, Zaidiyah, Ibadiyah, dan Dzahiriyah, sehingga dengan ketekunan
dan kecerdasannya beliau bisa menggali dan mengungkap hakikat dari seluruh
madzhab tersebut, sehingga tidak heran jika beliau menitik fokuskan seluruh
kemampuannya untuk mendalami berbagai aliran dan sekte yang berlatar belakang
islam.
4. Jam terbang, dengan jam terbang dan pengalaman beliau dari beberapa lembaga yang
pernah beliau tangani, seperti penulis dalam salah satu majalah, pengacara, dosen
pengajar kuliah, dan sebagainya, serta beberapa kunjungan keberbagai negara, dan
kunjungan beliau pada Mustasyrikin beliau dapat menggali beberapa Pemikiran-
pemikiran yang menyimpang dan dapat merusak islam, kemudian menjawab dan
memecahkan permasalahan tersebut.
5. Zuhud, beliau mengabdikan seluruh hidupnya dan seluruh kemampuannya murni
karena islam, hal ini dapat terlihat jelas ketika beliau tidak pernah mengambil hadiah
atas karya-karya beliau, tidak menerima bayaran apapun atas seluruh perjuangannya
semuanya murni hanya untuk islam.

Setelah kita mengenal bagaimana sosok beliau, kita sekarang akan beranjak mengkaji
pemikiran dan konsep bermadzhab menurut pandangan beliau melalui beberapa karyanya.
Sebagai mana penjelasan diatas bahwa Syaikh Mahmud Syalthut, mendalamami berbagai
fan ilmu, seperti fiqh, usul fiqh, tafsir, hadist, aqidah, dan semacamnya. Tampa mengurangi
keluasan ilmu, dan peran beliau dalam dunia islam, penulis akan mengkaji pemikiran dan
konsep bermadzhab beliau dari beberapa sudut pangdang ilmu sebagai berikut:

1. Tafsir Al-Qur’an dengan sudut padang Al-qur’an


Al-Qur’an merupakan pendoman utama bagi seluruh umat islam didunia ini,
Al-Qur’an merupakan sumber hukum pertama dalam islam, bahkan seseorang
dianggap tidak beriman jika tidak beriman pada satu ayat dalam Al-Qur’an.
Sehingga umat islam selalu memberikan seluruh perhatiannya untuk Al-Qur’an,
tidak heran jika para ulama berbondong-bondong untuk berusaha menafsirkan Al-
Qur’an, sehingga dapat dipastikan terdapat ribuan bahkan jutaan karya dalam tafsir,
hal ini juga disebabkan karena Al-Qur’an merupakan sumber dari seluruh keilmuan
yang ada, sehingga sangat memumkinkan untuk melihat dan menafsirkan Al-Qur’an
dari berbagai sudut pandang, seperti menafsirkan Al-Qur’an dari sudut pandang
bahasa, sudut pandang fiqh, sudut pandang aqidah dan semacamnya.
Namun Syaikh Mahmud Syalthut, tidak berpuas diri dengan karya tafsir yang
melimpah, bahkan beliau mengkritik beberapa karya tafsir yang terlalu menonjolkan
fan ilmu yang ditekuni pengarangnya, semisalnya penafsiran berdasarkan lughah,
beliau mengkritik karya yang terlalu panjang membahas pembahasan lughah sehingga
menghilangkan ruh tafsir dari karya tersebut, bahkan seakan bukan membaca buku
tafsir tapi membaca buku lughah, karena didalam Membahas ma’rifa, nakirah, mu’rab
mabni, haqiqah, majaz dan seluruh pembahasan lughah yang selayaknya ditampilkan di
buku lughah bukan dibuku tafsir.
Hal tersebut dapat kita lihat dari penjelasan beliau dalam kitabnya Al-Qur’an Wa
Al-Qital dimana beliau berkata “Dan bentuk dari perbedaan penafsiran berdasarkan
perbedaan ruh penafsirnya, ada sebagian yang congong pada Balaghah sehingga
menerapkannya pada tafsir, ada yang condong pada Nahu dan Sorof, bahkan ada yang
6|M a h mu d Sy al tu t

condong kepada sejarah sampai meletakkan kisah-kisah israiliyat dalam tafsirnya


tampa meneliti terlebih dahulu, ada yang cenderung kepada filsafat sehingga
memasukkan unsur jadal dan perdebatan aqidah didalamnya, dan begitu seterusnya...,
dengan berbagai kecondongan tersebut, akan sulit bagi orang yang membacanya bisa
mendapatkan hidayah Al-qur’an dan akan sulit menemukan jalan hidup yang
ditunjukkan Al-qur’an”7
Lebih lanjutnya beliau juga mengkritik beberapa penafsiran yang terlalu fanatik
terhadap suatu paham, dan madzhab tertentu, sehingga ayat ini harus ditakwil karena
tidak sesuai dengan pendapat fulan dan tidak sesuai dengan madzhab fulan, penafsiran
yang seperti inilah yang mendapat kritik keras dari beliau, karena seakan pendapat
fulan lebih didahulukan dibanding apa yang dibaca didepan matanya, dan seakan Al-
Qur’an bukan lagi rujukan utama dalam hidupnya melainkan fulan tersebut.
Hal tersebut dapat kita lihat dari penjelasan beliau dalam kitabnya Al-Qur’an Wa
Al-Qital dimana beliau berkata “...Begitulah Al-Qur’an yang dulunya merupakan Usul,
sekarang menjadi furu’, Al-Qur’an yang dulunya Tabi’ sekarang menjadi matbu’, Al-
Qur’an yang dulunya merupakan wazan sekarang telah menjadi mauzun, padahal Allah
berfirman dalam kitabnya:
‫َنُ ت َْْ ِو ا‬
”8)59:‫يً االنَاء‬ َ َْْ‫اَّلل َو ْاليَ ْو ِم ْاْلخِ ِر ََلََِ َخيْر َوأ‬
ِ ‫ُول إِ ْن ُك ْنت ُ ْم تُؤْ مِ نُونَ بِ ه‬
ِ ‫الرس‬ ِ ‫فَإِ ْن تَنَازَ ْعت ُ ْم فِي ش َْيءٍ فَ ُردُّوهُ إِلَى ه‬
‫َّللا َو ه‬
Artinya: “Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah
kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan
hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Seperti itulah beliau berusaha mengengembalikan ruh tafsir, dan mencoba
menafsirkan Al-Qur’an tampa terikat dengan suatu paham atau madzhab tertentu,
menafsirkan Al-Qur’an tampa adanya kecondongan terhadap satu fan ilmu, beliau
berusaha menafsirkan Al-Qur’an dengan sudut pandang Al-Qur’an, sehingga akan
mudah bagi setiap pembaca menemukan hidayah Al-Qur’an dan menjadikannya
pedoman dalam kehidupannya.
Tafsir yang diajukan oleh Mahmud Syalthut medapat banyak pujian, karena
dianggap sebagai sebuah solusi dari problematika tafsir, dimana beliau berhasil
menyuguhkan tafsir untuk seluruh orang islam, tampa terikat pada satu madzhab
tertentu, bahkan tafsir ini layak untuk disebut denga “Tafsir Masyakil At-Tafsir” atau
“Nahdhah fi Tafsir Al-Qur’an” begitulah pujian yang disampaikan oleh Al-Ustadz Duktur
Muhamad Al-Bahi.9
Dengan segala kelebihannya yang telah dipaparkan, bukan berarti tafsir beliau
tidak mendapat kritikan, tetap saja ada beberapa ulama yang mengkiritik tafsir yang
diajukan, seperti yang disampaikan Muhammad Rajab Al-biyumi “...Bahwa tafsir dari
beliau tidak mencakup seluruh ayat, bahkan terkadang meninggalkan beberapa ayat
tampa tafsir, bisa dibandingkan ketika membaca tafsir Al-Mannar yang tujuannya sama
seperti tafsir Mahmud syalthut, hanya saja ketika membaca tafsir Al-Mannar, kita
menemukan bahwa tafsir Al-Mannar, mencakup setiap bagian dari ayat sehingga

7
Mahmud Syalthut. Al-Qur’an wa Al-Qital, Dar Al-Kitab Al-Arabi. Cairo. H. 5
8
Mahmud Syalthut. Al-Qur’an wa Al-Qital, Dar Al-Kitab Al-Arabi. Cairo. H. 6
9
Dr. Muhammad Rajab Al-biyumi, An-nahdah Al-Islamiyah fi Sair A’lamiha Al-mu’ashirin, Dar Al-
Qalam. Damaskus. Ad-Dar As-Syamiyah. Bairud. H. 459
7|M a h mu d Sy al tu t

memumkinkan untuk cukup membacanya tampa yang lain, tapi tafsir dari Mahmud
Syalthut harus didampingi dengan adanya tafsir lain”10
Namun dengan kekurangan tersebut tetap saja beliau berhasil menghadirkan
tafsir dengan tampilan yang berbeda, menghapus kefanatikan dan membuat tafsirnya
diterima diseluruh kalangan, dan berikut beberapa karya beliau dalam bidang tafsir:
a) Al-Qur’an Wa Al-Qital
b) Al-Qur’am wa Al-Mar’ah
c) Ila Al-Qur’an Al-Karim
d) Tafsir Al-Qur’an Al-karim 10 juz Awal

2. Fiqh
Fiqh merupakan salah satu konpomen penting dalam islam, dimana didalamnya
hukum dari setiap muslim diatur, baik itu merupakan halal, haram, mubah, mandub
dan makruh, semua berada dalam ruang lingkup fiqh, sehingga dapat dikatakan fiqh
merupakan ilmu yang meneliti kelayakan perbuatan kita dihadapan syari’.
Tidak hanya dalam ilmu tafsir, Syaikh Mahmud Syalthut juga melakukan
perubahan dan pembaharuan dalam ilmu fiqh, dimana peran pertama beliau bisa kita
lihat pada Mu’tamar yang berlangsung di Belanda, sehingga dapat meyakinkan seluruh
peserta Mu’tamar akan pentingnya syari’ah islam, dan juga membuka mata dunia akan
syari’ah yang akan selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan tunutan zaman,
sebagai mana penjelasan diatas.
Selanjutnya beliau juga berhasil menambahkan satu madah ilmu di kuliah Al-
Azhar yang belum pernah ada sebelumnya, yaitu mada Muqaranah Al-fiqh atau Fiqh Al-
Muqaranah, namun dalam madahnya beliau hanya mengkhususkan pada madzhab
yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali) dikarenakan bebarapa alasan diantaranya
untuk menghindari perbedaan yang tidak perlu, namun terkadang beliau menampilkan
beberapa madzhab seperti Syi’ah dan Dzahiriyah jika diperlukan.
Dengan adanya madah baru ini para pelajar Al-azhar dapat mengerti bagaimana
cara menghadapi perbedaan diantara para madzhab yang ada, dan mengetahui bahwa
semua pendapat dapat diterima dan ditolak sesuai dengan kuatnya dalil yang
disampaikan, serta mereka tahu bahwa seluruh pelajar Al-Azhar mewarisi seluruh
madzhab tersebut, bukan hanya fanatik dalam satu madzhab tertentu.
Dalam menjalani tugasnya mengajar dan mengarang kitab tentang Fiqh Al-
Muqaranah, beliau ditema oleh As-Syaikh Ali As-Sayis, dan berhasil membuat diktat
kuliah yang diberi judul Muqaranah Al-Madzahib Fi Al-Fiqh, yang dicetak untuk pertama
kalinya pada tahun 1936 M. dan kitab ini merupakan kitab yang sangat bagus, sehingga
Muhammad Rajab Al-biyumi sangat menyayangkan kenapa kitab ini tidak dicetak
kembali dan tidak diajarkan kembali kepada para pelajar Al-Azhar khususnya di kuliah
Syariah Al-Islamiyah11.
Dimana dalam kitabnya beliau menjelaskan pentingnya muqaranah bain Al-
Madzahib, sehingga dalam muqaddimahnya beliau menjelaskan bagaimana orang yang
fanatik madzhab tidak mau menerima Muqaranah Bain Al-Madzahib dan menganggap
tidak ada faidahnya, beliau menjelaskan : “Jika ada yang mengatakan bahwa Muqaranah

10
Dr. Muhammad Rajab Al-biyumi, An-nahdah Al-Islamiyah fi Sair A’lamiha Al-mu’ashirin, Dar Al-
Qalam. Damaskus. Ad-Dar As-Syamiyah. Bairud. H. 460
11
Dr. Muhammad Rajab Al-biyumi, An-nahdah Al-Islamiyah fi Sair A’lamiha Al-mu’ashirin, Dar Al-
Qalam. Damaskus. Ad-Dar As-Syamiyah. Bairud. H. 453
8|M a h mu d Sy al tu t

Bain Al-Madzahib tidak ada faidahnya baik bagi setiap individu orang islam dalam
ibadah dan mu’amalahnya, ataupun bagi umat secara umum dalam hal hukum dan
Qada’”12 kemudian beliau menjelaskan lebih rinci kenapa muqaranah tidak ada
manfaatnya.
Setelah menyelesaikan perinciannya beliau menjawab atas tudingan bahwa
Muqaranah Bain Al-Madzahib tidak ada faidahnya denga perkataan beliau “Pemikiran
seperti ini muncul disebabkan perkataan ulama mutaakhirin, disebabkan
kefanatikannya yang belebihan terhadap suatu madzhab, sehingga mencetuskan kaidah
(barang siapa yang telah memeluk satu madzhab maka haram hukumnya berpindah
madzhab), Sehingga pandangan tetntang madzhab telah berubah, yang sejak dulu
seluruh pendapat dan madzhab berhak diterima dan ditolak, dipelajari dan dikaji,
berubah menjadi satu pedoman yang jika seseorang telah memeluknya maka dilarang
untuk keluar darinya.
Hal ini dapat menghalangi orang meneliti dan berfikir berdasarkan Al-Qur’an
dan Sunnah, bahkan mungkin seseorang telah menemukan sesuatu dari Al-Qur’an dan
Sunnah, namun harus meninggalkannya dikarenakan tidak sesuai dengan pemahaman
madzhab yang dia anut”13
Kemudian beliau juga menjelaskan juga bagaimana keanehan orang-orang yang
terlalu fanatik, bagaimana mereka terkadang memberikan pendapat yang berlawanan
dengan apa yang ditetapkan oleh para mujtahid madzhabnya sendiri, namun secara
mengejutkan melarang orang mengambil satu pendapat yang dia anggap sesuai dengan
Al-Qur’an dan Sunnah namun berbeda dengan apa yang ditetapkan dalam
madzhabnya. Bukankah perbedaan yang ada merupakan rahmat, anugrah dan
kemudahan yang Allah berikan kepada umat islam?, maka jika orang dilarang untuk
menganmbil perbedaan tersebut maka rahmat tersebut telah berubah menjadi petaka,
dan kemudahan yang Allah berikan menjadi kesempitan dan kesusahan.
Lebih lanjut beliau membentuk Jamaah At-Taqrib yang tidak lain merupakan
bentuk usaha beliau dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara Syi’ah dan
Sunni yang sudah berabad-abad tidak menemukan solusi, beliau berusaha
mengembalikan kerukunan, dan keutuhan umat islam yang sudah lama haus
persatuan.
Kedalaman dan keahlian beliau dalam ilmu fiqh, menyebabkan beliau menekuni
dan mempelajari ilmu farwa, sehingga dalam bidang fatwa beliau disebut dengan
Mujtahid fatwa14, dimana hal ini beliau dapatkan dengan pengetahuannya yang luas
dan staqofah yang dalam, sehingga meskipun beliau bukan mujtahid mutlak, dan
bukan mujtahid madzhab namun beliau merupakan mujtahid fatwa.
sebagai mana juga pujian yang disampaikan oleh Al-Imam Al-Akbar
Muhammad Sayyid Thanthawi bahwa ada beberapa ulama yang Allah karuniai dengan
Iman yang kuat, Ilmu yang bermanfaat, hati yang bersih, akal yang baik, dan selalu
menjaga islam dengan argumen yang kuat,(‫ امن كان له قلب أو ألقى الَمع وهو شهيد‬dan yang

12
Mahmud Syalthut. Muhammad Ali As-Sayis. Muqaranah Al-Madzahib Fi Al-Fiqh. Wadi Al-Muluk.
Cairo. H. 2
13
Mahmud Syalthut. Muhammad Ali As-Sayis. Muqaranah Al-Madzahib Fi Al-Fiqh. Wadi Al-Muluk.
Cairo. H. 4
14
Dr. Muhammad Abdulmun’im Al-Khafaji. Dr. Ali, Ali, Shabah. Al-Azhar fi Alfi Am. Al-Maktabah
Al-Azhariah li At-Turats. Cairo. H. 298
9|M a h mu d Sy al tu t

paling menonjol pada zaman sekarang ialah Al-Imam Al-Akbar Mahmud Syalthut
rahimahullah.
Dan berikut merupakan beberapa karya beliau dalam ilmu fiqh:
a) Muqaranah Al-Madzahib Fi Al-Fiqh
b) Tandzhim Al-Alaqat Ad-dauliah Al-islamiyah.
c) Al-islamiyah wa Al-Wujud Ad-Dawli Li Al-lmuslimin.
d) Tandzim An-Nasl
e) Al-fatawa, yaitu pendapat Al-imam dalam berbagai permasalahan kontemporer
f) Al-Mas’uliah Al-Madaniah Al-Janaiyah Fi As-Syari’ah Al-Islamiyah

3. Aqidah
Terlahir sebuah karya dari Syaikh Mahmud Syalthut dengan nama Al-Islam
Aqidah wa Syari’ah yang didalamnya membahas tentang pokok islam dalam aqidah dan
syari’ah, maka didalam kitab tersebut terdapat pembahasan tentang dzat Allah dan
sifatnya, qada’ dan qadar serta alam ghaib, kemudian membahas tentang cara Al-
Qur’an dan sunnah menanamkan aqidah kedalam hati setiap umat islam, kemudian
membahas tentang ilmu usul fiqh, posisi sunnah dalam aqidah dan syari’ah, qiyas serta
pembahasan ijmak, yang dikemas dengan bahasa yang modern dan mudah dipahami.
Tidak lupa juga dalam buku ini beliau membahas tentang kekeluargaan
(pernikahan, keturunan, talak, serta warisan) juga membahas tentang hukuman seperti
Had, Qisas, fidyah dan semacamnya, juga membahas tentang Dawlah Al-Islamiyah, dan
yang dimaksud dengan Syuraa, serta hubungan antar negara dan banyak pembahsan
lainnya, meski dengan ukuran kitab yang tidak terlalu besar yaitu sekitar enam ratus
halaman, namun buku ini bisa dikatakan banyak cakupannya sehingg, banyak ulama
yang merekomendasikan untuk membaca buku ini.
Hadir juga karya beliau dengan ukurang yang kurang lebih mirip dengan buku
sebelumnya, dengan nama Min Taujihat Al-Islam yang dianggap sebagai pelengkap dari
buku sebelumnya, dengan pembahasan yang kurang lebih sama, hanya saja ada hal
baru yang tidak dijelaskan didalam kitab sebelumnya, juga ada hal yang dijelaskan
lebih rinci dalam buku ini apa yang ada didalam buku sebelumnya, dan Muhammad
Rajab Al-biyumi 15menyarankan agar para pencari ilmu untuk membaca kitab Min
Taujihat Al-Islam terlebih dahulu kemudian kitab Al-Islam Aqidah wa Syari’ah agar para
pembaca bisa lebih menyerap apa yang disampaikan oleh beliau.

4. Fatwa Syaikh Mahmud Syalthut yang masih diperbincangkan


Ada beberapa fatwa beliau yang masih menjadi obejek perbincangan para ulama
sampai saat ini, hal ini disebabkan karena fatwa beliau yang dianggap syadz (tidak sama
dengan pendapat kebanyakan ulama) diantaranya adalah dua fatwa berikut:
a) Boleh bermadzhab Syi’ah, dikatakan bahwa fatwa ini muncul pada 17 Rabi’ Al-
Awal 1378 H. / 1959 M, didalamnya menjelaskan bahwa diperbolehkan
beribadah dengan mengikuti tatacara madzhab Syia’ah Al-Ja’fari sebagai mana
diperbolehkan beribadah berdasarkan madzhab sunni yang empat (Hanafi,
Maliki, Syafi’i, Hambali)

Dr. Muhammad Rajab Al-biyumi, An-nahdah Al-Islamiyah fi Sair A’lamiha Al-mu’ashirin, Dar Al-
15

Qalam. Damaskus. Ad-Dar As-Syamiyah. Bairud. H. 462


10 | M a h m u d S y a l t u t

b) Fatwa tentang turunnya nabi Isa AS. pada ikhir zaman, dalam fatwanya beliau
sekan-akan mengatakan bahwa nabi Isa AS, tidak akan turun pada akhir zaman
kelak, berikut adalah beberapa alasannya:
 Tidak ada dalil baik dari Al-Qur’an atau sunnah yang bisa dijadikan
sandaran aqidah, bahwa jasad nabi Isa AS, diangkat kelangit, dan masih
hidup hingga sekarang, serta akan turun pada suatu hari kelak, sebagai
mana yang diyakini kebanyakan kaum muslimin.
 Semua ayat yang turun tentang nabi Isa AS, menjelaskan bahwa nabi Isa
AS, telah wafat, kemudian Allah angkat dan Allah selamatkan dari kaum
yang ingin membunuhnya, dan janji Allah yang seperti ini telah terjadi,
bahwa nabi Isa AS, tidak dibunuh dan tidak disalib melainkan Allah
wafatkan dan kemudian diangkat kesisinya
 Siapapun yang mengingkari bahwa nabi Isa AS, masih hidup dan akan
turun pada suatu hari, maka orang ini tidak dianggap mengingkari dalil
yang qat’i, dia tetap berada dalam islam, dan tidak boleh dianggap
sebagai orang murtad16.

Itulah dua diantara fatwa yang paling hangat diperbincangkan para ulama
hingga saat ini, sehingga banyak spekulasi yang muncul tentang fatwa ini, ada yang
mengatakan bahwa fatwa ini hanya mengada-ngada dan Syaikh Mahmud Syalthut
tidak pernah mengatakannya, ada yang berpendapat bahwa fatwa seperti ini
memang benar adanya dari beliau.
Sedangkan ulama yang membenarkan nisbat fatwa ini kepada beliau, mereka
berusaha mencari alasan terkuat dibalik munculnya fatwa ini, sehingga ada yang
mengatakan bahwa fatwa ini muncul atas tudingan dari Mustasyrikin yang
mengatakan bahwa islam akan hancur dikarenakan perbedaan dari mereka sendiri,
sehingga dianggap bahwa munculnya fatwa dari beliau untuk menyanggah
tudingan tersebut, dan mengatakan bahwa umat islam masih bisa bersatu, dan suatu
saat akan kembali menjadi satu kesatuan yang tidak akan terkalahkan.

Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan secara umum bagaimana konsep
bermadzhab menurut pandangan Al-Imam Al-Akbar As-Syaikh Mahmud syaltut sebagai
berikut :

1. Umat islam diperkenankan untuk memilih madzhab yang telah sampai


kepadanya dengan jalur yang soheh dan benar, serta rujukan dan konsep
umum madzhab yang dianut telah terkodifikasi dengan baik dan dapat
dipastikan kebenarannya.
2. Umat islam tidak diperkenankan untuk terlalu fanatik terhadap suatu
madzhab, sehingga dia beranggapan bahwa selain madzhabnya adalah
kesesatan dan kesalahan.
3. Umat islam diperbolehkan berpindah dari satu madzhab kemadzhab yang
lain dengan leluasa, dan setiap orang berhak meneliti dan mengikuti apa
yang dia anggap benar berdasarkan dalil yang ada.

Dr. Muhammad Rajab Al-biyumi, An-nahdah Al-Islamiyah fi Sair A’lamiha Al-mu’ashirin, Dar Al-
16

Qalam. Damaskus. Ad-Dar As-Syamiyah. Bairud. H. 464-465


11 | M a h m u d S y a l t u t

4. Menentang dengan keras segala bentuk kefanatikan bermadzhab, apapun


alasannya, karena dapat menimbulkan perpecahan umat islam, serta
mendukung apapun yang bisa membuat umat islam kembali bersatu.
5. Memperbolehkan mengambil kemudahan dari setiap madzhab (Talfiq) karena
salah satu bentuk rahmat dari adanya perbedaan dan madzhab adalah
keluasan dan kemudahan.
6. Tidak mudah mengeklaim orang lain dengan kafir, sesat, bid’ah, dan
semacamnya, tampa ada alasan yang dapat dibenarkan.
7. Tujuan utama dari bermadzhab adalah untuk mempermudah umat islam,
bukan untuk memecah umat islam menjadi bermacam-macam golongan yang
menganggab dirinya paling benar.

Seperti itulah kira-kira konsep bermadzhab yang dikemukakan oleh Al-Imam Al-
Akbar As-Syaikh Mahmud syaltut, dengan konsepnya beliau berhasil membuka mata dunia
akan hakikat bermadzhab yang sebenarnya.

Epilog

Berdasarkan pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa, Al-Imam Al-Akbar As-
Syaikh Mahmud Syaltut Al-Mujaddid Al-Mushlih, merupakan imam besar Al-Azhar beliau
pernah menjadi pengajar di kuliah Syari’ah Al-Islamiyah dan kemudian menjadi Grand
Syaikh Al-Azhar pada pada 13 Oktober 1958 M.

Pemikiran beliau yang selalu mencari solusi tentang kefanatikan bermadzhab


membuat beliau melakukan beberapa usaha agar dapan menghilangkan hal tersebut, beliam
membentuk At-Taqrib Bain Al-Madzahib yang didalamnya bukan hanya madzhab sunni
namun madzhab syi’ah juga dimasukkan oleh beliau, hal ini bertujuan untuk menyatukan
kembali umat islam yang sudah lama hancur akibat keegoan bermadzhab.

Corak seperti ini juga tampak didalam karya-karya beliau dimana dalam tafsirnya
beliau berusaha menciptakan tafsir tanpa latar belakang madzhab apapun, dengan tafsir
yang bisa diterima oleh semua kalangan, juga dengan tafsir yang lebih menonjolkan
hidayah Al-Qur’an dibanding dengan pemikirang seseorang, serta terlahir fiqh Al-Muqaran
yang mencoba membahas tentang perbedaan dan persamaan yang ada dalam madzhab,
sehingga membuat materi pelajaran ini penting untuk diketahui oleh seluruh pelajar Al-
Azhar, sehingga untuk pertama kalinya meteri ini diajarkan di kuliah syari’ah, serta terlahir
karya Al-Islam Aqidah Wa Syari’ah, untuk kembali meluruskan pemahaman aqidah yang
benar sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

Pada akhirnya punji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat pertolongan
dan hidayahnya penulis bisa menyelesaikan tulisan kecil ini, solawat dan salam semoga
tetap mengalir keharibaan baginda nabi Muhammad SAW, yang telah mengangkis umat
manusia dari kegelapan menuju caha iman dan islam, ucapan terima kasih juga kami
ucakapkan kepada Bindhara, yang telah mewadahi warga FOSGAMA Mesir dalam kajian
dan keilmuan, semoga tulisan kecil ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca,
meneliti, mengkritik, dan membenarkan kesalahan yang ada didalamnya, Amin.
12 | M a h m u d S y a l t u t

DAFTAR PUSTAKA

 Al-Qur’an
 Hadits
 Dr. Muhammad Rajab Al-biyumi, An-nahdah Al-Islamiyah fi Sair A’lamiha Al-mu’ashirin, Dar
Al-Qalam. Damaskus. Ad-Dar As-Syamiyah. Bairud. cet. I. 1995 M.
 Mahmud Hamdi Zaqzuq. Al-fikr Ad-dini wa Qadaya Al-Ashr. Dar Ar-Rasyad. 2017 M.
 Dr. Muhammad Abdulmun’im Al-Khafaji. Dr. Ali, Ali, Shabah. Al-Azhar fi Alfi Am. Al-
Maktabah Al-Azhariah li At-Turats. Cairo. cet. III
 Sa’id Abdurrahman. Syuyukh Al-Azhar, As-Syarikah Al-Arabiah.
 Mahmud Syalthut. Al-Qur’an wa Al-Qital, Dar Al-Kitab Al-Arabi. Cairo. 1951 M.
 Mahmud Syalthut. Muhammad Ali As-Sayis. Muqaranah Al-Madzahib Fi Al-Fiqh. Wadi Al-
Muluk. Cairo. cet. I. 1936 M.
 Mahmud Syalthut. Min Taujihat Al-Islam. Dar As-Syuruq. Cairo. cet. VIII. 2004
 Mahmud Syalthut. Al-Islam Aqidah wa Syari’ah. Dar As-Syuruq. Cairo. cet. XVIII. 2001

Anda mungkin juga menyukai