Anda di halaman 1dari 12

Cetak Biru FOSIKBA

Mekanisme Penulisan di Kajian Lintas Studi FOSIKBA


PENULISAN MAKALAH
1. Makalah ditulis dengan menggunakan komputer program Microsoft Word versi 6.00
dan seterusnya.
2. Judul tulisan menggunakan karakter Garamond dengan ukuran font 16.
3. Badan tulisan menggunakan karakter Garamond dengan ukuran font 12 dengan spasi
tunggal.
4. Isi makalah mencakup prolog (pengantar singkat), pokok pembahasan dan epilog
(penutup singkat).
5. Jumlah halaman berkisar antara 5-8 halaman A-4.
6. Makalah ditulis dengan referensi minimal sebanyak 5 literatur pokok/pelengkap.
7. Penulisan catatan pustaka dilakukan dengan menggunakan foot note.
8. Nama penulis ditulis di akhir tulisan
9. Dalam makalah setiap kajian, pada halaman pertama di pojok kanan diberi kop,
sebagaimana berikut:
Kajian Lintas Studi
FOSIKBA
Jum’at 19 April 2016

1 FOSIKBA 2015-2016
Cetak Biru FOSIKBA

KAIDAH DASAR PENULISAN

PUNGTUASI
A. Titik (.)
Tanda ini lazim dipakai untuk hal-hal berikut:
1. Menyatakan akhir dari sebuah kalimat:
Bapak sudah pergi ke kantor.
2. Diletakkan pada akhir singkatan atau gelar: Dr., dkk., Saw.
3. Dipakai untuk memisahkan angka ribuan , jutaan dan seterusnya yang menunjukkan
jumlah; juga dipakai untuk memisahkan angka jam, menit dan detik: 1.000, 5.45.12

B. Koma (,)
Koma atau perhentian antara yang menunjukkan suara menaik di tengah-tengah tutur,
digunakan untuk:
1. Untuk memisahkan bagian-bagian kalimat, antara kalimat setara yang menyatakan
pertentangan, antara anak kalimat dan induk kalimat, serta antara anak kalimat dan
anak kalimat:
Ia sudah berusaha sekuat tenaga tetapi maksudnya tidak tercapai.
2. Digunakan untuk menandakan suatu bentuk parentetis (keterangan-keterangan
tambahan yang biasanya ditempatkan juga dalam kurung) dan unsur-unsur yang tak
restriktif. Contoh :
Pertama, tulislah nama saudara di atas kertas ini.
Anak-anak, yang sudah menghadiri kebaktian itu, boleh pulang ke rumahnya.
3. Dipergunakan untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimat,
atau untuk memisahkan induk kalimat dengan kalimat pengantar yang terletak
sebelum induk kalimat:
Karena marah, ia meninggalkan kami.
Sebagai pembuka acara ini, kami persilahkan hadirin berdiri untuk menyanyikan lagu
kebangsaan.
4. Dipergunakan untuk menceraikan beberapa kata yang disebut berturut-turut.
Contoh:
Ia membeli seekor ayam, dua ekor kambing, tiga ekor kerbau dan sepuluh kilo gula untuk oleh-
oleh.
5. Dipergunakan di belakang kata atau ungkapan transisi yang terdapat pada awal
kalimat, seperti: jadi, oleh karena itu, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi, di samping
itu.
6. Selalu dipergunakan untuk menghindari salah baca atau keragu-raguan:
Di luar, rumah kelihatan suram.
7. Dipakai untuk menandakan seseorang yang diajak bicara:
Saya setuju, saudara !
8. Dipakai untuk memisahkan aposisi dari kata yang diterangkannya:
Orang tuanya, Pak Yakob, telah meninggal dunia tadi malam.
9. Koma dipakai untuk memisahkan kata-kata afektif, seperti :
o, ya, wah, aduh, kasihan dari bagian kalimat lainnya.
10. Dipakai untuk memisahkan sebuah ucapan langsung dengan bagian kalimat lainnya:
Kata ayah, “Saya akan mengurus sendiri persoalan itu.”
11. Koma dipergunakan juga untuk beberapa maksud berikut:
a. Memisahkan nama dan lamat, bagian-bagian alamat dan tempat tinggal.
b. Menceraikan bagian nama yang dibalikkan: Mulyana, Slamet.
c. Memisahkan nama keluarga dari gelar akademik: A.K. Pardede, SS, MA.

2 FOSIKBA 2015-2016
Cetak Biru FOSIKBA

d. Untuk menyatakan angka desimal: 25, 56 m.


C. Titik koma (;)
Fungsi titik-koma sebenarnya terletak antara titik dan koma. Di satu pihak orang ingin
melanjutkan kalimatnya dengan bagian-bagian kalimat yang berikutnya, tetapi di lain
pihak, dirasakan bahwa bagian kalimat tadi sudah dapat diakhiri dengan sebuah titik.
Dengan menggunakan titik-koma, penulis dapat terhindar dari kesalahan-kesalahan
berikut:
a) Berhenti secara tiba-tiba pada suatu rangkaian kalimat-kalimat pendek yang terpisah,
yang diakhir dengan titik biasa;
b) Menghilangkan kejemuan (monotoni) dari suatu kalimat yang panjang;
c) Menghindari kekaburan dari sebuah kalimat yang berbelit-belit, hanya karena
dipisahkan dengan koma saja.
Maka, titik-koma dipakai untuk hal-hal berikut:
1. Untuk memisahkan dua kalimat yang sederajat, di mana tidak dipergunakan kata-
kata sambung:
Ia seorang sarjana yang cemerlang; seorang atlit yang mengandung harapan; seorang aktor
yang sangat berbakat.
2. Dipakai untuk memisahkan anak-anak kalimat yang sederajat:
Ia mengatakan bahwa ia sudah kecapaian; ia membenci pekerjaan itu; sebab itu ia ingin
segera meninggalkan pekerjaan itu yang sudah dijalankannya bertahun-tahun lamanya.
3. Untuk memisahkan sebuah kalimat yang panjang, yang mengandung seubyek yang
sama dan terdapat perhentian yang lebih lama dari koma biasa; teristimewa koma-
koma itu dipergunakan bila dalam bagian terdahulu telah dipergunakan koma:
Tingkat kultural suatu bangsa menentukan kekuatan teknik, industri dan pertaniannya;
dengan demikian menentukan kekuatan ekonominya.
4. Memisahkan ayat-ayat atau perincian-perincian yang bergantung pada suatu pasal
atau pada suatu induk kalimat:
Menurut penelitian terbaru, kekurangan mahasiswa baru yang menyolok antara lain:
a. Pengetahuan umum mereka yang kebanyakan di bawah taraf;
b. Tidak cukup menguasai bahasa Arab dan bahasa Inggris;
c. Cara belajar mereka yang kurang efisien.

D. Titik dua (:)


Titik dua biasa dipergunakan untuk hal-hal berikut:
1. Sebagai pengantar sebuah kutipan yang panjang, baik yang diambil dari sebuah
buku, majalah dan lain sebagainya, maupun dari sebuah ucapan langsung:
Dalam sebuah karangannya yang berjudul “Pengajaran Bahasa Indonesia”, Poejawiyatna
mengatakan: “Maka dari itu sekarang dapat kami majukan tujuan umum pengajaran
bahasa… … ….”
2. Dipakai pada akhir suatu pernyataan yang lengkap, tetapi diikuti oleh
suaturangkaian atau pemerian:
Manusia terdiri dari dua bagian: jiwa dan badan.
3. Dipergunakan juga sebagai pengantar sebuah pernyataan atau kesimpulan:
Kenyataannya adalah sebagai berikut: Bahasa Indonesia dan Matematika merupakan mata
pelajaran dasar, bahasa Perancis dan Jerman merupakan pilihan.
4. Dipakai sesudah kata atau frasa yang memerlukan pemerian:
Ketua Umum : Abdus Syukur, MA
Sekretaris Umum : Prof. Dr. Abdul Hamid Ar.
5. Dalam teks drama atau dialog, titik-dua dipakai sesudah kata yang menunjukkan
pelaku percakapan.

3 FOSIKBA 2015-2016
Cetak Biru FOSIKBA

E. Tanda kutip
Tanda kutip ini ditunjukkan dengan (“…”) atau (‘…’) apabila terdapat dalam tanda kutip
yang lain. Biasanya tanda ini dipergunakan dalam hal-hal berikut:
1. Untuk mengutip kata-kata seseorang, atau sebuah kalimat atau sebuah bagian
penting dari bagian buku, majalah dan sebagainya:
Ia mengatakan, “Saya harus pergi.”
Catatan: Bila hanya ada satu kata yang dikutip, tidak perlu menggunakan koma atau
titik dua:
Ia berteriak “Tembak!” kepada anak buahnya.
2. Dipergunakan untuk menulis judul karangan, syair, bab buku dan nama sebuah
badan:
Ia menulis sebuah artikel berjudul “Pemuda dan dekadensi moral”.
Forum Kajian Eksekutif “Negeri Antah-Berantah”
3. Dipakai untuk menyatakan sebuah kata asing atau sebuah kata yang diistimewakan
atau mempunyai arti khusus:
Ia menyatakan bahwa semuanya sudah “oke”.
4. Tanda kutip tunggal (‘…’) dipakai juga untuk mengapit terjemahan atau penjelasan
sebuah kata atau kata asing:
Teriakan-teriakan binatang dan orang primitif oleh Wundt disebut Lautgebarden ‘gerak-
gerik bunyi’.

F. Tanda tanya (?)


Tanda tanya biasa digunakan untuk hal-hal berikut:
1. Dalam suatu pertanyaan langsung:
Apakah kamu orang baik-baik ?
2. Dipergunakan untuk menyatakan keraguan atau ketidaktentuan:
Pengarang itu lahir pada tahun 1974 (?) dan mulai menulis tahun 1995.
3. Kadang-kadang juga dipergunakan untuk menggantikan suatu bentuk sarkastis:
Ia seorang gadis yang cantik (?) dan peramah.

G. Tanda seru (!)


Tanda seru biasanya digunakan dalam hal-hal berikut:
1. Untuk menyatakan suatu pernyataan yang penuh emosi:
Mustahil! Hal semacam itu tidak boleh terjadi!
2. Untuk menyatakan suatu perintah:
Pergilah segera ke rumahnya!
3. Untuk menyatakan ketidaksetujuan terhadap suatu kutipan:
Kita semua berasal dari kera (!).

H. Tanda hubung (-)


Tanda hubung umumnya dipakai dalam hal-hal berikut:
1. Memisahkan suku kata yang terdapat pada akhir baris:
Mungkin tidak ada konsensus apakah pembangun itu,-
Apa definisinya dan bagaimana caranya….
Catatan: Sebaiknya sebuah kata dasar maupun afiks yang terdiri dari satu huruf tidak
dipisah, agar tidak terdapat satu huruf pada awal atau akhir baris: a-nak, di-a.
2. Untuk menyambung bagian-bagian dari kata ulang:
Rumah-rumah, bermain-main, berdekat-dekatan.
3. Untuk memperjelas hubungan antara bagian kata atau ungkapan:
Ber-evolusi, be-revolusi, be-ruang, ber-uang.

4 FOSIKBA 2015-2016
Cetak Biru FOSIKBA

4. Dipakai untuk merangkaikan:


a. “se-” dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital: se-Indonesia
b. “ke-” dengan angka: ke-IV
c. singkatan huruf kapital dengan imbuhan atau kata: bom-H di-DIP-kan
d. “di-” dengan alamat pada surat: di- kediaman

I. Tanda pisah (—)


Apabila anda menggunakan komputer, tanda ini dimunculkan dengan jalan singkat
Alt+0151. Tanda ini digunakan dalam hal-hal berikut:
1. Untuk menyatakan suatu pikiran sampingan atau tambahan:
Ada yang mengatakan bahwa para pemimpin kita mempergunakan bahasa Indonesia —
khususnya dalam pengucapannya— kurang baik.
2. Untuk menghimpun atau memperluas suatu rangkaian subyek atau bagian kalimat,
sehingga menjadi lebih jelas:
Rangkaian kegiatan ini —penelitian, seminar, diskusi ilmiyah— merupakan kegiatan yang
selayaknya dilakukan para mahasiswa.
3. Dipakai untuk memberi arti “sampai dengan” di antara dua bilangan:
Ia dibesarkan di Bandung dari tahun 1945—1955
4. Dipakai untuk memberi arti “sampai” atau “ke” di antara dua tempat atau kota:
Seminar itu berlangsung dari tanggal 4—10 April 1999.
5. Untuk menyatakan suatu ringkasan atau gelar:
Hanya satu kesenangannya —makan.
Inilah kedua kawan yang saya ceritakan —Nina dan Nita.
Catatan: Dalam hal ini, titik dua lebih lazim dipergunakan titik dua.
6. Untuk menyatakan suatu ujaran yang terputus atau untuk menyatakan suatu keragu-
raguan:
Di dalam belukar itu terdapat seekor —seekor— tak dapat saya pastikan binatang apa itu?
Catatan: Dalam hal ini lebih lazim dipergunakan titik-titik (…), daripada tanda pisah.

J. Tanda elipsis (. . .)
Tanda elipsis (tiga titik dengan menggunakan spasi) banyak dipakai untuk menyatakan
hal-hal berikut:
1. Ujaran yang terputus-putus, atau ujaran yang terputus secara tiba-tiba:
Ia seharusnya . . . seharusnya . . . sudah berada di sini.
2. Untuk menjelaskan bahwa dalam suatu kutipan ada bagian yang dihilangkan:
Mental menjalankan kekuasaan dalam negara modern . . . perlu dibina.
Catatan: Pada akhir kalimat, dalam kasus sepert ini menggunakan empat titik.
3. Untuk meminta pembaca mengisi sendiri kelanjutan dari sebuah kalimat.
Gajinya kecil, tetapi ia banyak mengoleksi barang mewah. Entahlah dari mana ia dapat
mengumpulkan semua itu . . . !

K. Tanda kurung [ ( ) ]
Tanda kurung dipergunakan untuk menyatakan hal-hal berikut:
1. Mengapit tambahan keterangan atau penjelasan:
Misi IRRI (International Rice Research Institute) adalah menciptakan varietas unggul.
2. Mengapit keterangan atau penjelasan yang merupakan bagian integral dari pokok
pembicaraan:
Memang harus diakui untuk dua jenis pelajaran (menurut kami harus dikatakan:
“pengajaran”) ini ada metode dan sistemnya.
3. Mengapit angka atau huruf yang memperinci satu seri keterangan :
mereka sekarang mempunyai dua proyek, yaitu:

5 FOSIKBA 2015-2016
Cetak Biru FOSIKBA

(1) Proyek buku “Pemikiran Islam Kontemporer”;


(2) Proyek buku “Universalitas Islam”

L. Tanda kurung siku ( [ ] )


Tanda kurung siku biasanya digunakan untuk maksud-maksud berikut:
1. Untuk menerangkan sesuatu di luar jalannya teks, atau sisipan keterangan
(interpolasi) yang tidak ada hubungannya dengan teks:
Sementara itu, lingkungan pemuda dari kampus ini berhubung [maksudnya: berhubungan]
dengan kenyataan riel yang terjadi di luar kampusnya.
2. Mengapit keterangan atau penjelasan bagi suatu kalimat yang sudah ditempatkan
dalam tanda kurung:
(yang dalam bahasa kerennya disebut diversifikasi [pengembangan secara melebar]).

M. Garis miring (/)


Garis miring biasanya dipakai untuk:
1. Pengganti kata dan, per, atau, ataumemisah-misahkan nomor alamat yang mempunyai
fungsi berbeda:
Akan diadakan pungutan wajib Rp. 1.000,-/jiwa.
2. Penomoran kode surat:
No. 1/255-a-1

N. Huruf kapital
Huruf kapital atau huruf besar biasanya digunakan dalam hal-hal berikut:
1. Huruf awal dalam kata pertama dari sebuah kalimat;
2. Di depan nama diri, tempat, bangsa, negara, organisasi, bahasa, , nama bulan dan
hari, Tuhan dan sifat-sifat-Nya yang mempergunakan kata Maha;
3. Untuk judul-judul buku, pertunjukan, nama harian, nama majalah, artikel dan sanjak.
Dalam hal ini biasanya kata-kata penting saja yang ditempatkan dalam huruf Kapital,
sedangkan kata-kata hubungnya tetap menggunakan huruf kecil:
Bahasa Indonesia dan Problematikanya;
4. Juga untuk kata-kata biasa yang mendapat arti istemewa/definitf, terutama dalam
personifikasi.
Keseimbangan yang dikehendaki adalah keseimbangan dengan alam Gaib.

O. Huruf miring
Huruf miring atau yang dikenal secara teknis sebagai berbentuk italic, biasanya
dipergunakan untuk hal-hal berikut:
1. Untuk kata-kata berbahasa asing yang belum dialihkan;
2. Untuk kata berbahasa asing yang sudah dialihkan, tetapi tetap dipertahankan
penulisannya sesuai dengan aslinya;
3. Untuk menuliskan contoh-contoh penerapan bahasa dan sebagainya;
4. Untuk menuliskan judul buku, buku, pertunjukan, nama harian, nama majalah, artikel
dan sanjak, yang tidak menggunakan tanda kutip;
5. Untuk menuliskan kata-kata tertentu yang digunakan sebagai contoh, tanpa ditulis
dengan tanda kutip;
6. Untuk menuliskan urutan yang ditulis dengan kata, bukan angka, dan diintegrasikan
ke dalam paragraf, sepert: Pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
Catatan:
Apabila hal-hal di atas terdapat dalam kalimat yang sudah dihurufmiringkan, maka,
kata-katanya ditulis regular:

6 FOSIKBA 2015-2016
Cetak Biru FOSIKBA

Teriakan-teriakan binatang dan orang primitif oleh Wundt disebut Lautgebarden ‘gerak-gerik
bunyi’
KUTIPAN

1. Kiat-kiat sederhana yang perlu diperhatikan dalam membuat kutipan adalah sebagai
berikut:
a. Kutipan ada dua macam: kutipan langsung yang memindahkan isi secara apa
adanya, dan kutipan tak langsung yang memindahkan isi (dan mempersingkatnya)
dengan menggunakan bahasa penulis sendiri.
b. Apabila sebuah kutipan terlalu panjang dan dianggap penting, tanpa bisa disingkat
sama sekali, maka sebaiknya dimasukkan dalam lampiran/appendiks.
c. Dalam mengutip, harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a) Atas nama amanat keilmuan, jangan sekali-kali mengadakan perubahan yang
menyelewengkan maksud penulis atau mempunyai kemungkinan akan membuat
pembaca mempunyai pemahaman yang lain dengan maksud penulis;
b) Bila ada kesalahan atau keganjilan, entah dalam persoalan ejaan, tatabahasa
maupun substansi isi, pengutipan tetap harus dilakukan apa adanya. Pengutip
hanya berhak memberikan catatan atau perbaikan yang ditempatkan dalam
tanda kurung segi empat ([…]);
c) Apabila pengutip ingin menghilangkan beberapa bagian kutipan, maka
dilakukan dengan menggunakan tiga titik berspasi (. . .);
d) Hendaknya menisbahkan isi kutipan kepada penulis sebenarnya, dengan
memperhatikan kaidah penulisan catatan langsung, catatan kaki (foot-note)
maupun catatan akhir (end-note).

2. Teknik pengutipan
a. Kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris, akan dimasukkan dalam teks
dengan cara berikut:
(1) Kutipan itu diintegrasikan langsung dengan teks;
(2) Jarak antara baris dengan baris satu garis-spasi;
(3) Kutipan itu diapit dengan tanda kutip;
(4) Setelah itu dinisbahkan kepada penulis aslinya, dengan memperhatikan kaidah
penulisan catatan langsung, catatan kaki (foot-note) maupun catatan akhir (end-
note).
b. Kutipan langsung yang lebih dari empat baris, harus ditulis dengan cara berikut:
(1) Kutipan itu dipisahkan dari teks dalam jarak 2,5 garis-spasi;
(2) Jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi;
(3) Kutipan itu tidak harus, tetapi boleh, diberi tanda kutip;
(4) Seluruh kutipan itu dimasukkan ke dalam 5-7 ketikan; dan bila dimulai dengan
alinea baru, maka baris pertama dari kutipan itu dimasukkan lagi 5-7 ketikan.
(5) Apabila dalam kutipan itu terdapat kutipan lagi, maka kutipan baru itu diberi
tanda kutip jika kutipan aslinya tidak bertanda kutip, dan bila kutipan aslinya
sudah bertanda kutip ganda (“. . .”), maka kutipan barunya diberi tanda kutip
tunggal (‘. . .’);
(6) Jangan lupa untuk menisbahkan kutipan itu kepada penulis aslinya sesuai
dengan kaidah yang berlaku.
c. Kutipan tidak langsung harus memperhatikan beberapa syarat berikut:
(1) Kutipan itu diintegrasikan dengan teks;
(2) Jarak antar baris satu spasi;
(3) Kutipan tidak diapit dengan tanda kutip;

7 FOSIKBA 2015-2016
Cetak Biru FOSIKBA

(4) Selesai pengutipan harus dinisbahkan kepada penulisnya sesuai dengan kaidah
yang berlaku.
d. Kutipan pada catatan kaki atau akhir, harus memperhatikan hal-hal berikut:
(1) Sebaiknya singkat saja, kalau memang panjang dimasukkan dalam lampiran;
(2) Kutipan ditulis dengan menggunakan tanda kutip;
(3) Kutipan ditulis sesuai dengan teks aslinya;
(4) Penisbahan dilakukan dengan menggunakan metode catatan langsung
e. Kutipan atas ucapan lisan, dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut:
(1) Harus dilakukan konfirmasi terlebih dahulu dengan narasumbernya;
(2) Penisbahan dengan menggunakan catatan langsung, catatan kaki (foot-note)
maupun catatan akhir (end-note) dilakukan dengan menyebutkan data-data
penjelasan, yaitu nama pembicara, jabatan, hari, tanggal dan acara.

CATATAN KECIL DAN PUSTAKA

1. Catatan Kecil
Yang dimaksud dengan catatan kecil adalah ulasan, pendapat ataupun keterangan
tambahan dari penulis terhadap isi tulisannya atau isi tulisan yang dikutipnya. Penulisan
catatan kecil ini bisa menggunakan dua cara: langsung dan tak langsung. Untuk yang
pertama, perhatikan kiat-kiat sederhana pengutipan nomor 1.c.2. Dan untuk yang kedua bisa
dilakukan dengan menggunakan end-note ataupun foot-note.
Apabila dalam catatan kecil ini ada penisbahan kepada pemilik asli pemikiran atau
dengan tujuan untuk memperluas data dan bacaan, maka penisbahan itu menggunakan
metode catatan langsung, seperti: (Lihat lebih jauh: M. ‘Imârah, Suqûthu’l-Ghulûw al-‘Ilmânî,
Dâr al-Syurûq, Kairo, 1995, hal. 119 et seqq.).

2. Catatan Pustaka
Catatan pustaka adalah keterangan tentang sumber tulisan yang dikutip atau
dijadikan sebagai landasan pemikiran atau menjadi referensi dari sebuah tulisan. Catatan
pustaka ini dibuat untuk menyusun pembuktian dan menyatakan utang pemikiran kepada
si empunya.
Dalam penulisan catatan pustaka ini, bisa dipilih salah satu dari tiga metode berikut
ini:

a. Metode catatan langsung


Metode catatan langsung adalah sebentuk catatan pustaka yang langsung
diintegrasikan dengan teks. Untuk menggunakan metode ini, perlu diperhatikan hal-hal
berikut:
(1) Apabila menggunakan metode ini, anda diwajibkan untuk melengkapi tulisan anda
dengan daftar pustaka;
(2) Yang ditulis dalam catatan langsung ini adalah nama lengkap penulis atau nama
famnya —kalau yang pertama dianggap terlalu panjang—, tahun penerbitan buku
dan halaman, sesuai dengan contoh berikut: (‘Imârah, 1995:24);
(3) Apabila si penulis mempunyai dua atau lebih buku yang dirujuk dan diterbitkan
pada tahun yang sama, maka harus diberi keterangan lain yang menjelaskan,
misalnya dengan menggunakan tambahan abjad pada tahun penerbitan, sesuai
dengan urutan penulisan daftar pustakanya, seperti contoh berikut: (‘Imârah,
1995a:24);

b. Metode catatan kaki (foot-note)

8 FOSIKBA 2015-2016
Cetak Biru FOSIKBA

Metode catatan kaki adalah bentuk lain dari catatan pustaka yang diletakkan di kaki
halaman karangan yang bersangkutan. Di FOSIKBA, metode inilah yang kita pakai.
Secara umum, cara penulisan catatan kaki mengikuti urutan berikut: Nama lengkap
(tidak dibalik), judul buku (menggunakan huruf miring/italic)), keterangan lain, penerbit,
kota, cetakan, tahun dan halaman. Untuk penjabarannya adalah sebagai berikut:
(1) Untuk buku tunggal: nama lengkap, judul buku (ditulis miring), penerbit, kota,
cetakan, tahun dan halaman. Contoh:
Dr. Ahmad Syalabî, Kayfa Taktub Bahtsan aw Risâlatan, Maktabah al-Nahdlah al-
Mishrîyah, Kairo, cet. XXIV, 1997, hal. 87
(2) Untuk buku dengan beberapa volume/jilid: nama lengkap (tidak dibalik), judul buku
(ditulis miring), volume/jilid/juz, penerbit, kota, cetakan, tahun dan halaman.
Contoh:
‘Abdu’l Qadîr ‘Awdah, al-Tasyrî‘ al-Jinâ’î al-Islâmî: Muqâranatan bi’l Qânûn al-Wadl‘î,
vol. I, al-Risâlah, Kairo, cet. XIV, 1997, hal. 119
(3) Untuk buku yang mempunyai editor/pentahkik/penerjemah: nama lengkap (tidak
dibalik), judul buku (ditulis miring), volume/jilid/juz, pentahkik/editor
(ed.)/penerjemah, penerbit, kota, cetakan, tahun dan halaman. Contoh:
Abû Hâmid al-Ghazâlî, al-Iqtishâd fî’l I‘tiqâd, ditahkik oleh Muhammad Musthafâ
Abû’l ‘Ulâ, Maktabah al-Jundî, Kairo, 1997, hal. 33
(4) Untuk karangan yang ditulis oleh dua orang, maka nama keduanya ditulis serempak
pada tempat penulis.
(5) Untuk karangan yang ditulis oleh tiga orang atau lebih maka ditulis nama penulis
pertama saja, dengan menggunakan istilah et alii (disingkat et. al) yang berarti dan
lain-lain:
Alton C. Morris, et. al.(dengan huruf miring), College English: The First Year, Harper,
New York, , 1964, hal. 51-56
(6) Untuk karangan yang terdapat dalam jurnal/majalah: nama penulis (tidak dibalik),
judul artikel (ditulis miring), nama jurnal/majalah/bulletin, volume/juz/-
edisi/tanggal, penerbit (kalau ada), kota, halaman. Contoh:
Thâriq al-Bisyrî, Harakah al-Tajdîd fî’l Fikr al-Islâmî, dalam al-Muslim al-Mu‘âshir, edisi
82/tahun XXI (Npvember-Desember 1996-Januari 1997), IIIT, Herndon, Virginia, hal. 167
(7) Untuk karangan yang terdapat dalam bunga rampai: nama lengkap penulis (tidak
dibalik), judul artikel (ditulis miring), penyusun/penyun ting/editor, judul bunga
rampai, volume/jilid/juz, penerbit, kota, cetakan, tahun dan halaman. Contoh:
Mahmûd ‘Awân, The Faith Community and World Order in The Perspective of Islam,
dalam Ismâ‘îl Râjî al-Fârûqî (ed.), Trialogue of The Abraham Faith, IIIT, Herndon, Virginia,
cet. III, 1991, hal. 85.
(8) Artikel dalam jurnal/majalah/koran harian, urutan penyebutannya adalah nama
penulis artikel (urut lengkap), judul artikel (ditulis dalam tanda petik ganda), nama
jurnal/majalah/koran harian (ditulis miring), data publikasi (tanggal, bulan, nomr
edisi, dll. Ditulis dalam kurung ), dan halaman. Contoh:
Lutfi Syaukani, "Tipologi dan Karakteristik Wacana Arab Kontemporer", dalam
Jurnal Paramadina, (Edisi Perdana, Tahun I, Oktober-Desember 1999), hal. 36
Ignas Kleden, "Stagnasi Budaya dan Politik", dalam Harian Kompas, (19 Oktober
2002), hal. 6

Kemudian, apabila terjadi pengulangan dalam pengutipan atau penisbahan kepada satu
buku/karangan tertentu dalam satu tulisan, maka penulisannya dapat dipersingkat dengan
menggunakan istilah Ibid, Op. cit., dan Loc. cit. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
(1) Ibid. (ibidem)

9 FOSIKBA 2015-2016
Cetak Biru FOSIKBA

Digunakan apabila pengulangan ini terjadi secara langsung tanpa ada selingan,
seperti contoh berikut:
1. Mahmûd ‘Awân, The Faith Community and World Order in The Perspective of Islam,
dalam Ismâ‘îl Râjî al-Fârûqî (ed.), Trialogue of The Abraham Faith, IIIT, Herndon,
Virginia, cet. III, 1991, hal. 85
2. Ibid. (dengan titik dan huruf miring), hal. 87
(2) Op. cit. (opero citato)
Digunakan apabila catatan itu diselingi oleh satu atau lebih catatan yang diambil
dari sumber lain, seperti contoh berikut:
13. Mahmûd ‘Awân, op. cit., hal. 86 (dengan ‘o’ kecil dan huruf miring)
Apabila si penulis mempunyai dua atau lebih buku/artikel yang dirujuk, maka
judul buku/artikel itu juga dituliskan secara singkat untuk menghindari keraguan:
13. Mahmûd ‘Awân, The Faith Community and World Order , op. cit., hal. 86
(3) Loc. cit.(locus citato)
Digunakan dalam catatan yang bersumber dari majalah/koran/jurnal, yang
diselingi oleh catatan yang diambil dari sumber lain, seperti contoh berikut:
Thâriq al-Bisyrî, loc. cit, hal. 168 (dengan ‘l’kecil dan huruf miring)
Singkatan ini juga lazim dipakai apabila pengulangan tersebut telah diselingi
dengan catatan lain, pada sebuah buku (bukan jurnal/koran/majalah), tetapi
terletak di volume dan halaman yang sama:
13. Mahmûd ‘Awân, The Faith Community and World Order , loc. cit.
Maka, dalam keadaan seperti ini, tidak perlu lagi ditulis halamannya.

c. Metode catatan ekhir (end-note)


Metode catatan akhir adalah bentuk lain dari catatan pustaka yang diletakkan di akhir
halaman karangan yang bersangkutan. Cara penulisannya tidak berbeda sama sekali
dengan catatan kaki.

d. Tambahan
Ada beberapa istilah lain yang perlu dikenal dalam penulisan catatan pustaka, yang
umumnya dimaksudkan untuk mempermudah, memperjelas dan mempersingkat catatan
itu sendiri:
supra : di atas, sudah terdapat lebih dahulu dalam teks yang sama.
Infra : di bawah, lihat pada artikel/karangan yang sama di bawah.
c. atau ca. : singkatan dari circa, yang berarti kira-kira atau sekitar; dipakai
untuk menunjukkan tahun, tetapi diragukan ketepatannya.
Cap. Atau Chap. : singkatan dari Caput (latin) atau Chapter (Inggris), artinya bab.
ed. : editor atau edisi
et seq : et sequens berarti dan halaman berikutnya.
et seqq : et sequentes, berarti dan halaman-halaman berikutnya.
Passim : tersebar di sana-sini, apabila merujuk kepada bahan yang tersebar di
suatu majalah atau karangan tertentu.
ser. : seri
[Sic!] : Demikianlah seperti aslinya, dipakai untuk menunjukkan bahwa
suatu kesalahan tertentu terdapat dalam naskah aslinya. Kata ini
harus ditempatkan dalam kurung siku dan menggunakan tanda seru.
Cf. atau conf. : confer, berarti bandingkan atau bandingkan dengan.

10 FOSIKBA 2015-2016
Cetak Biru FOSIKBA

TRANSLITERASI
Transliterasi dari huruf Arab ke Latin, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Arab Latin Shortcut Arab Latin Shortcut
‫ا‬ a ‫غ‬ gh
‫ب‬ b ‫ف‬ f
‫ت‬ t ‫ق‬ q
‫ث‬ ts ‫ك‬ k
‫ج‬ j ‫ل‬ l
‫ح‬ h Ctrl u+h ‫م‬ m
‫خ‬ kh ‫ن‬ n
‫د‬ d ‫و‬ w
‫ذ‬ dz ‫هـ‬ h
‫ر‬ r ‫ء‬ ’
‫ز‬ z ‫ى‬ y
‫س‬ s a panjang â Alt+226
‫ش‬ sy i panjang î Alt+0238
‫ص‬ sh u panjang û Alt+0251
‫ض‬ dh ‫او‬ aw
‫ط‬ th ‫او‬ uw
‫ظ‬ zh ‫اى‬ ay
‫ع‬ ‘ Alt+014 ‫اى‬ iy
5
A Ctrl+Shif
Panjang  t+
6+a

Catatan:
1. Nama Allâh apabila disambung dengan kata sebelumnya ditulis sesuai dengan contoh
berikut: Bismillâh.
2. Alif dan lâm ta‘rîf apabila berada di antara dua kata, menggunakan kaidah berikut:
a. Apabila sesudahnya adalah kata syamsyîyah, maka ditulis tersendiri, seperti: Dahaba
an-nâs….
b. Apabila sesudahnya adalah kata qamarîyah, maka disambung dengan kata
sebelumnya, seperti: Dahabatil ibilu….
3. Alif dan lâm ta‘rîf ditulis dengan huruf kecil dan diselingi dengan garis hubung, kecuali
dipermulaan kalimat atau sesuai dengan ketentuan tata bahasa lainnya yang
mengharuskan penggunaan huruf kapital.
4. Penulisan alamat ayat al-Qur’ân ditulis seperti contoh berikut: (QS. Al-A‘râf: 7).
5. Subhânahu Wata’âla ditulis seperti contoh berikut (Allah Swt.)
6. ShalalLâhu ‘alaihi Wasallam ditulis seperti contoh berikut (Saw.)
‘Alaihi-Assalâm ditulis sebagai berikut ( Isa As.)

11 FOSIKBA 2015-2016
Cetak Biru FOSIKBA

Lampiran

12 FOSIKBA 2015-2016

Anda mungkin juga menyukai