net/publication/357753028
CITATIONS READS
0 10,607
14 authors, including:
Rika Endah
University of Sumatera Utara
38 PUBLICATIONS 8 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Rika Endah on 11 January 2022.
iii
HAK CIPTA
iv
METODE PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Copyright ©2021 pada Polije Press
Redaksi :
Jalan Mastrip PO. BOX 164 Jember 68101
Telp : 0331 333532, 333533
Fax : 0331 333531
Email : polijepress@polije.ac.id
v
KATALOG DALAM TERBITAN
Polije Press
ISBN : 978-623-6917-06-0
vi
KATA PENGANTAR
Buku adalah jendela dunia, dimana orang akan
memahami berbagai ilmu dengan cara membaca. Seorang
mahasiswa akan lebih memahami apa yang disampaikan oleh
dosen ketika mahasiswa tersebut diberikan buku pendamping
berupa buku ajar yang disusun oleh tim pengampu mata kuliah
tersebut.
Alhamdulillah, kami panjatkan dengan teritnya
Bookchapter dengan topic “Ragam Metode Pemberdayaan
Masyarakat” yang membahas tentang konsep pemberdayaan
masyarakat meliputi pemahaman dari pengertian
pemberdayaan masyarakat, aspek penting dalam suatu
program Perberdayaan Masyarakat, hambatan kebijakan dan
kelembagaan dalam menerapkan pendekatan Pemberdayaan
Masyarakat.
Tentunya, buku ini telah dikaji secara mendalam,
walaupun tidak lepas dari kekurangan sehingga layak dijadikan
salah satu buku pendamping mahasiswa. Penerbit
menyampaikan terima kasih kepada penulis yang telah
mempercayakan penerbitan buku ini kepada kami. Semoga
amalnya di terima Allah sebagai amal jariyah dan buku ini dapat
bermanfaat.
Atas kontribusi tersebut, kami ucapkan terima kasih.
Mudah-mudahan kita dapat memberikan yang terbaik bagi
kemajuan dunia pendidikan dalam rangka mempersiapkan
generasi seratus tahun Indonesia Merdeka (2045).
vii
PRAKATA
Alhamdulillah puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang
telah memberikan rahmat dan kekuatan-Nya, sehingga
penyusunan Bookchapter dengan topik “Ragam Metode
Pemberdayaan Masyarakat” ini dapat terselesaikan.
Buku ini membahas tentang konsep pemberdayaan
masyarakat meliputi pemahaman dari pengertian
pemberdayaan masyarakat, aspek penting dalam suatu
program Perberdayaan Masyarakat, hambatan kebijakan dan
kelembagaan dalam menerapkan pendekatan Pemberdayaan
Masyarakat.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan buku ajar
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk
kesempurnaan buku ini.
viii
DAFTAR ISI
PARTISIPASI ................................................................................. 12
PENDAHULUAN .......................................................................... 13
PARTISIPASI DAN IMPLEMENTASIMYA .................................... 18
PENUTUP .................................................................................... 27
REFERENSI ................................................................................. 28
ix
PENUTUP ................................................................................. 110
REFERENSI .............................................................................. 112
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Evolusi Metode Penilaian dalam Pengembangan
Masyarakat ............................................................ 36
Tabel 2. Kemungkinan Urutan Metode/alat untuk PRA
Eksplorasi .............................................................. 47
Tabel 3. Lima produsen beras terbesar di dunia .................. 125
Tabel 4. Prinsip-Prinsip ABCD ............................................. 150
Tabel 5. Logical Framework Matrix ...................................... 207
Tabel 6. Perbedaan Evaluator Internal dan Eksternal .......... 249
Tabel 7. Konsep Proyek ....................................................... 273
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PENDAHULUAN
1
adalah meningkatnya taraf hidup dan kemandirian
masyarakat yang lebih baik sehingga tidak memiliki rasa
ketergantungan terhadap pihak lain. Keberhasilan dalam
melaksanakan pemberdayaan masyarakat tidak hanya
tergantung pada seberapa hebat seorang fasilitator saja,
namun keterlibatan atau partoisipasi masyarakat yang
secara nyata menjadi faktor utama dalam mencapai tujuan
akhir akhir pemberdayaan masyarakat. Untuk memahami
lebih lanjut apa itu pemberdayaan, apa itu partisipasi dan
apa saja metode dalam pemberdayaan masyarakat, maka
akan kami terangkan lebih lanjut dalam buku ini.
2
Indonesia, dan setelah konferensi beijing tahun 1995
pemerintah telah menggunakan istilah yang sama. Dalam
perkembangannya, pemberdayaan menjadi wacana halayak
umum dan sering kali digunakan sebagai kata kunci untuk
mencapai keberhasilan program pengembangan atau
pemberdayaan masyarakat [2].
3
Dalam literatur lain juga dijelaskan bahwa
pemberdayaan merupakan suatu rangkaian kegiatan atau
aktivitas yang terorganisir secara sistematis dan mempunyai
tujuan untuk meningkatkan kekuasaan, kapasitas atau
kemampuan personal, interpersonal atau politik yang
memungkinkan individu, keluarga atau masyarakat dapat
melakukan tindakan untuk memperbaiki situasi dan kondisi
yang dapat mempengaruhi kehidupannya masyarakat.
Penerapan pemberdayaan masyarakat dapat memberikan
kekuatan bagi masyarakat sebagai suatu jalan dalam
menyikapi dan mengambil tindakan yang tepat untuk
keberlangsungan hidup mereka secara berkelanjutan.
Keberlangsungan hidup ini tidak hanya sebatas pada
pembentukan dan pembangunan struktur kelembagaan
serta mekanisme kerja masyarakat, akan tetapi juga terkait
dengan pembangunan nilai-nilai budaya, dan pemberian
makna baru pada struktur-struktur tradisional [4].
4
swasta yang mempunyai agenda atau proyek di wilayah
masyarakat. Daya tawar ini sangat dibutuhkan agar posisi
masyarakat tidak menjadi sub ordinat dihadapan
stakeholder yang lain. Pemberdayaan pada lingkup ekonomi,
biasanya berhubungan dengan kemandirian dalam
penghidupan masyarakat. Dalam hal ini upaya-upaya
produktif yang dapat menjadi sumber pendapatan atau
menjadi gantungan hidup menjadi fokus dalam lingkup
pemberdayaan bidang ekonomi. Pemberdayaan pada lingkup
sosial budaya berhubungan dengan peningkatan kapasitas
masyarakat, baik yang bersifat individual maupun kolektif.
Orientasi pemberdayaan pada lingkup sosial budaya ini
berkisar pada penguatan soliditas masyarakat, pengurangan
kerentanan terhadap konflik, serta penguatan solidaritas
sosial. Dalam lingkup ini termasuk juga kesadaran
masyarakat terhadap kondisi masyarakat yang plural, baik
secara etnik, kepercayaan/agama maupun status sosialnya.
Pemberdayaan pada lingkup lingkungan berfokus pada
upaya-upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan agar
terjaga kelestariaannya. Upaya-upaya ini hanya bisa
dilakukan apabila masyarakat memahami dan peduli
terhadap kondisi lingkungan dan keberlanjutannya.
Pemahaman dan kepedulian masyarakat ini hanya dapat
tumbuh dan berkembang melalui upaya-upaya
pemberdayaan.
5
PRINSIP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Kesetaraan
6
kesejajaran kedudukan memiliki arti adanya persamaan
tanggung jawab antara masyarakat dengan lembaga yang
melakukan program pemberdayaan, antara laki-laki dan
perempuan, dan masyarakat dengan pihak otoritas.
Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan
dengan mengembangkan mekanisme berbagi pengetahuan,
pengalaman, serta keahlian satu sama lain, saling mengakui
kelebihan dan kekurangan satu sama lian, sehingga terjadi
proses saling belajar.
Partisipatif
7
Keswadayaan
8
masyarakat adalah keswadayaan. Karena pada dasarnya
keswadayaan memiliki arti menghargai dan mengedepankan
kemampuan masyarakat dari pada bantuan pihak lain.
Berkelanjutan
9
PENUTUP
REFERENSI
11
PARTISIPASI
Tanti Kustiari
Manajemen Agribisnis Politeknik Negeri Jember
pos-el: tanti_kustiari@polije.ac.id
12
PENDAHULUAN
Pengertian Partisipasi
14
masyarakat dapat menyebabkan kegagalan melaksanakan
pembangunan.
15
karenanya konsep partisipasi erat kaitannya dengan
pelaksanaan dan implementasi prinsip-prinsip kerakyatan ke
dalam pelaksanan pembangunan.
16
Ketujuh butir UU SP3K Penyuluhan Pertanian Perikanan dan
Kehutanan meliputi:
(1) memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan
pelaku usaha.
(2) mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan
pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan
sumber daya lainnya agar mereka dapat
mengembangkan usahanya.
(3) meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial,
dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha.
(4) membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam
menumbuhkembangkan organisasinya menjadi
organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi,
produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik,
dan berkelanjutan.
(5) membantu menganalisis dan memecahkan masalah
serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi
pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola
usaha.
(6) menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku
usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan.
(7) melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan
pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju dan
modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.
Berdasarkan uraian di atas, sistem penyuluhan
pembangunan secara formil diharuskan berorientasi pada
petani dan masyarakat sebagai target utama pembangunan.
Oleh karena itu, kegiatan pemberdayaan membantu
17
memenuhi kebutuhan pelaku usaha dan pelaku utama di
berbagai bidang pemberdayaan seperti bidang-bidang
teknologi informasi, kelembagaan, manajemen, kelestarian
lingkungan, nilai-nilai sosial budaya.
19
bersama-sama kelompok sasaran mengidentifikasi seluruh
masalah yang dihadapi. Berdasarkan hasil identifikasi
masalah tersebut, ditentukanlah permasalahan prioritas
yang menjadi penyebab utama (akar masalah) atas berbagai
permasalahan. Masalah prioritas mengandung makna bahwa
pilihan masalah utama merupakan hasil kesepakatan
bersama dalam kelompok sasaran yang ingin dipecahkan
bersama untuk diperoleh hasil maksimal yang dapat
dinikmati bersama sama oleh seluruh anggota masyarakat.
20
Pemberdayaan masyarakat melalui penguatan
kelembagaan
21
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
kepemudaan, dan taman bacaan masyarakat.
22
Pentingnya masyarakat pengguna e-government
didorong untuk berpartisipasi dalam menentukan sistem e-
government yang efisien sesuai kebutuhan pengguna.
Partisipasi pengguna diperlukan karena pengguna dapat
memberikan wawasan mereka pada pengembang teknologi
e-goverment. Pengembang teknologi sistem informasi e-
government dapat memperbaikinya sesuai informasi atau
sumbang saran pengguna atas bagaimana suatu sistem
teknologi informasi seharusnya berfungsi.
23
disosialisasikan, di-edukasikan pada generasi muda.
Generasi muda perlu belajar sejarah masa lalu generasi
sebelumnya mengenai nilai-nilai budaya, jiwa
kepahlawanan. Salah satu bentuk pelestarian budaya adalah
berdirinya museum sejarah milik masyarakat lokal. Museum
sebagai penghubung masa lalu dan masa kini. Museum
melakukan layanan terbuka untuk umum dengan
menampilkan sejarah, benda-benda untuk tujuan
pendidikan, hiburan, pembuktian sejarah agar dapat
dimanfaatkan masyarakat yang akan datang.
24
berpartisipasi memanfaatkan fasilitasi game indoor dan
outdoor sebagai hiburan keluarga.
25
kelapa, menjual aneka topi dari hasil kerajinan bambu,
penyediaan perlengkapan fasilitas wisata lainnya.
Transformasi pengelolaan wisata partisipatif berupaya
meningkatkan pendapatan pemilik sawah dan membuka
lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya dengan tanpa
merusak lingkungan namun justru membangun, merawat,
melestarikan budaya sistem pertanian dan keasrian
lingkungannya.
26
Terrace yaitu menampilkan daya tarik wisata melalui
menampilkan pemandangan indah sistem pertanian di lahan
terasering (berundak-undak) dilengkapi dengan sarana
prasarana penunjang wisata. Petani berperan dan terlibat
langsung sejak proses perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi hingga berpartisipasi pula dalam pemanfaatan atau
menikmatinya. Partisipasi sangkep banjar (rapat komunitas)
untuk membahas berbagai kegiatan. Petani dan masyarakat
setempat bersama-sama menentukan berbagai kebijakan
seperti penataan daya tarik wisata Ceking, penentuan
kesepakatan pembagian pendapatan, menentukan target
pembangunan dan perbaikan sarpras yang rusak. Berbagai
keputusan hasil sangkep banjar dilaksanakan. Petani pemilik
sebagai pengelola lahan sawah yang menanam dan
memanen hasilnya. Selain itu menjaga keamanan,
memelihara kebersihan, menata bangunan. Kegiatan
evaluasi dilakukan dengan rapat bersama sebulan sekali
membahas permasalahan menilai seberapa jauh penataan
yang sudah dilakukan.
PENUTUP
27
oleh masyarakat, diselenggarakan oleh masyarakat,
ditujukan untuk mansyarakat serta hasilnya dapat
dimanfaatkan masyarakat. Program pemberdayaan meliputi
beberapa tahapan proses partisipasi yaitu sejak
perencanaan, pelaksanaan, penilaian hingga pemanfaatan.
Pemberdayaan masyarakat yang partisipatif ditunjukkan
sikap sukarela masyarakat pada tahap awal menentukan,
mengidentifikasi kebutuhan, hingga penilaian efektivitas dan
efisiensi hasil program pemberdayaan yang diselenggarakan.
REFERENSI
28
dalam penyelenggaraan program-program pusat
kegiatan belajar masyarakat Ngudi Kapinteran,‖ J.
Pendidik. dan Pemberdaya. Masy., 2016, doi:
10.21831/jppm.v3i1.8111.
[9] H. Al-Yawer and R. Ahmad, ―The Concept of User
Participation in the Development Process of E-
government System,‖ Int. J. Sci. Res. Comput. Sci.
Eng. Inf. Technol., 2018, doi: 10.32628/cseit1183790.
[10] A. Zetiara, R. A. W. J. M, and I. Nurfitri, ―‗Fanosga
Museum‘ Sebagai Media Visualisasi yang Lebih Menarik
dengan Melibatkan Partisipasi Masyarakat,‖ Bogor,
2011. [Online]. Available:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/44101.
[11] F. Yulianie, ―PARTISIPASI DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN DAYA TARIK
WISATA ‗RICE TERRACE‘ CEKING, GIANYAR, BALI,‖ J.
Master Pariwisata, 2015, doi:
10.24843/jumpa.2015.v02.i01.p11.
29
METODE PARTICIPATORY RURAL
APPRAISAL
Kuswarini Sulandjari
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Singaperbangsa Karawang
Pos-el: kuswarini.sulandjari@staff.unsika.ac.id
30
PENDAHULUAN
32
terdahulu, diantaranya teknik Rapid Rural Appraisal (RRA)
yang kurang mengikutsertakan stakeholders untuk
berpartisipasi dalam program atau kebijakan [4]. Robert
Chambers mengakui bahwa terobosan dan inovasi
signifikan yang menginformasikan metodologi berasal
dari praktisi pengembangan masyarakat di Afrika,
India, dan tempat lain.
33
mengembangkan dan mempromosikan pendekatan yang
sama sekali baru.
34
ke berbagai bidang, dan dengan demikian diterapkan di
setiap domain utama aktivitas sosial manusia. Pertumbuhan
dan praktik PRA yang luar biasa, dan inovasi yang fantastis
dalam membawa PRA ke lingkungan yang belum dipetakan
selama periode ini dapat dikaitkan dengan adanya dorongan
dari Chambers, untuk berbagi PRA keseluruh dunia. Dengan
pertumbuhan dan penyebaran PRA yang cepat, laporan
tentang 'praktik buruk' dan 'pelecehan' juga mulai
bermunculan, diantaranya: Penerapan kumpulan metode
PRA terlepas dari konteks dan tujuannya; Penggunaan
random method secara sembarangan; Terlalu menekankan
pada metode dan mengesampingkan sikap dan perilaku
yang diperlukan untuk mempraktikkan metode; Kegagalan
untuk mematuhi aturan dasar PRA; Praktik PRA tanpa
pelatihan yang memadai dan tanpa transformasi pribadi dan
profesional yang diperlukan.
36
Periode Metode/Proses Karakteristik
eksploitatif
Awal Rapid Rural Appraisal 1. daftar panduan,
1980-an (RRA) wawancara semi
terstruktur, informan kunci
sebagai peserta.
2. Cepat, masih ekstraktif,
analisis (menggunakan
alat)
Awal Partisipatory Rural Partisipatif, tidak secepat RRA,
1990-an Appraisal interaktif, penggunaan alat,
(PRA) visualisasi, dialog dan analisis
bersama antara orang dalam
dan orang luar, keterlibatan
orang dalam yang lebih besar.
orang luar bertindak sebagai
tasilitator atau inisiator
Akhir Pembelajaran Partisipasi diinternalisasikan
1990 an Partisipatif dan Aksi dan
hingga (PLA), Penilaian dan dilembagakan, integrasi
awal Perencanaan Desa metode yang lebih partisipatif
2000-an Partisipatif (PRAP), di semua tahapan dan
Kemiskinan Partisipatif kegiatan proyek, mengarah
Asesmen (PPA), pada pemberdayaan
Pengembangan masyarakat
Teknologi Partisipatif
(PTD), Metode
Penyuluhan Partisipatif
(PEM), Pemantauan
dan Evaluasi
Partisipatif (PM&E)
Abad21* Beberapa praktisi telah Berbasis komunitas,
mengganti PRA dengan Penggunaan teknologi
model penelitian informasi berbasis internet
partisipasi berbasis
komunitas (CBPR)
standar atau dengan
37
Periode Metode/Proses Karakteristik
penelitian tindakan
partisipatif
Partisipation Action
Research (PAR).
Teknik survei sosial
juga telah berubah
selama periode ini,
termasuk penggunaan
teknologi informasi
seperti peta kognitif
Fuzzy, partisipasi
elektronik, model
topik, sistem informasi
geografis (GIS) dan
multimedia interaktif
38
PRA merupakan inisiatif pembangunan di akar
rumput, keberlanjutan sangat bergantung pada partisi
sepenuh hati para pemangku kepentingan. PRA telah
diterapkan dalam beberapa kegiatan siklus proyek, termasuk
perencanaan, pelaksanaan, pemantauandan evaluasi.
Sebagai alat pengembangan, tidak bisa hanya berhenti
dengan melibatkan masyarakat dalam menilai dan
menganalisis masalah, kondisi, dan situasi mereka. Penilaian
pedesaan partisipatif (PRA), sekarang dikenal sebagai
pembelajaran dan tindakan partisipatif (partisipasitipatory
learning and Action/PLA). Tiga pilar PRA, yaitu: 1. Metode;
2. Sikap dan perilaku, serta 3. Berbagi (Gambar 1). Berbagi
adalah prinsip utama PRA, maksudnya metodenya dengan
berbagi informasi diantara orang-orang anggota masyarakat
dengan fasilitator luar dan dengan keahlian berbeda.
Sebagai contoh pada teknik atau metode pemetaan, model,
diagram, dan lain sebagainya terbuka bagi semua yang hadir
untuk berpartisipasi. Praktik tersebut di landasi dan
dilakukan dengan perilaku membantu orang yang rentan,
melalui keterbukaan, kerendahan hati, rasa ingin tahu,
kepekaan, introspeksi diri, kritik diri dan lainnya. Praktik PRA
bergantung pada sikap dan perilaku yang benar dari para
praktisi PRA. Inti dari PRA yang baik adalah sikap dan
perilaku [2].
39
Gambar 2. Tiga Pilar PRA [7]
41
kompetensi serta kemampuan untuk membuat
keputusan dan mempertahankan tindakan.
Metode PRA dapat disesuaikan, praktisi bebas
memodifikasi metode agar sesuai dengan kondisi dan
situasi setempat.
42
menggunakan alat PRA dengan kepekaan terhadap
komunitas dan situasi mereka.
Belajar di dalam dan dengan komunitas, maksudnya
memahami kehidupan pedesaan "melalui mata
rakyat".
Ketidaktahuan yang optimal, yaitu mendekati orang
dengan pikiran terbuka, mengesampingkan bias dan
prasangka pribadi
Ketidaktepatan yang tepat, artinya merasa nyaman
dengan apa yang kira-kira benar daripada mencoba
terlalu tepat.
Menyadari kesalahan, maksudnya menjadi kritis
terhadap diri sendiri, mengakui kesalahan dan belajar
darinya.
Membiarkan ―mereka‖ melakukannya, mendorong
orang untuk melakukan, tugas fasilitator hanya
memulai dan memandu proses.
43
Teknik dalam Participatory Rural Appraisal
44
mengkaji isu, masalah atau situasi. Tim dan fasilitator
dituntut untuk menentukan pilihan metode yang akan
digunakan di lapangan. Untuk itu tim PRA perlu menyiapkan
kerangka dasar metodologi penggunaan alat PRA. Menurut
Narayanasammy [2] kerangka dasar tersebut adalah:
Tema atau masalah utama kajian
Sub-tema atau masalah kajian
Persyaratan data atau informasi yang diperlukan
untuk menjawab sub tema dan masalah.
Metode apa yang digunakan untuk mengumpulkan
data dan informasi yang diperlukan
Urutan penggunaan metode
Penggunaan metode bersifat tentatif dan fleksibel,
namun harus tetap sesuai dengan prinsip dasar PRA. Metode
yang dipilih disesuaikan dengan situasi dan kondisi
msyarakat setempat, termasuk perangkat komunikasi di
daerah tersebut [5]. Ada dua jenis utama PRA tergantung
pada fokusnya dan kedalaman analisis yang diperlukan. PRA
eksplorasi berfokus pada informasi yang bertujuan untuk
memiliki pemahaman awal tentang komunitas dan untuk
menemukan arah pembangunan. Secara eksploratif
meliputi: Pengenalan masalah/kebutukan dan potensi serta
penyadaran; Perumusan masalah dan penetapan prioritas;
Identifikasi alternatif-alternatif pemecahan
masalah/pengembangan gagasan; Pemilihan alternatif
pemecahan masalah; Perencanaan penerapan gagasan;
Penyajian rencana kegiatan Pelaksanaan pengorganisasian;
Pemantauan dan pengarahan kegiatan; Evaluasi dan
45
rencana tindak lanjut [8]. Di sisi lain, PRA topikal terbatas
pada perhatian khusus misalnya konservasi sumber daya
alam, berkenan dengan tata ruang (spatial), waktu
(temporal), kelembagaan (institusi), aspek-aspek ekonomi
dan mata pencaharian, aspek-aspek kemasyarakatan
(sosial), aspek-aspek teknik tertentu (topik teknis)
misalnya: kesehatan, pertanian, seperti tentang hama dan
penyakit. Pengelompokan teknik-teknik tersebut
diilustrasikan sebagai gambar berikut.
46
Tabel 2. Kemungkinan Urutan Metode/alat untuk PRA
Eksplorasi [5]
Tahap Tujuan Alat PRA yang
disarankan
Tahap Untuk mendapatkan Peta dasar
awal gambaran umum kondisi Jalan desa
biofisik dan sosial di Peta sosial
wilayah tersebut Transek desa
Untuk memahami Lini masa (garis
pengalaman masalalu waktu)
komunitas
Fase Untuk mendapatkan Kalender musiman
kedua informasi yang lebih Diagram alir
spesifik tentang sistem sistem
mata pencaharian pertanian
masyarakat Diagram
Venn
Analisis tren
47
Teknik-teknik PRA dijabarkan [2] sebagai berikut:
Pemetaan Partisipatif (Participatory Mapping),
menggambar peta oleh masyarakat di atas kertas atau di
lapangan. Merupakan proses penyampaian informasi
ruangan atau tempat. Masyarakat bertahun-tahun tinggal
di situ oleh karena itu mempunyai gambaran yang jelas
tentang desa mereka dan lingkungannya sehingga
memiliki kemampuan untuk menggambarkan. Manfaat
peta: 1. Menjadi sumber komunikasi yang sangat efektif
dan langsung; 2. Dapat dijadikan alat yang dinamis
untuk belajar bersama; 3. Menginformasikan kepada
lintas generasi; 4. Dapat meningkatkan kohesi komunitas
dan aktualisasi diri [10]; 5. Untuk menyediakan kerangka
kerja; 6. Untuk diskusi tentang lokasi sumber daya; 7.
Sebagai panduan; 8. Menganalisis status atau kondisi
suatu lokasi saat ini; 9. Menciptakan fokus minat dalam
diskusi tentang sumber daya; 10. Mengembangkan dasar
perbandingan 11. Membuat presentasi visual yang bisa
dipahami semua orang; 12. Untuk membuat evaluasi
perubahan; 13. Sebagai dasar untuk analisis dampak
atau untuk pemantauan dan evaluasi [11],[12]. Macam-
macam peta: 1. Peta topik sosial: peta kesehatan, peta
air dan sanitasi, peta pendidikan, peta kepemimpinan,
peta keterampilan, peta kerentanan; 2. Peta sumber
daya: peta pertanian, sumber air, irigasi, dan lainnya.
48
dan mengintegrasikan pengetahuan masyarakat dan
informasi spasial. Manfaat pemodelan partisipatif: a.
Sebagai fasilitas komunikasi yang disusun untuk
mendukung proses kolaboratif terutama terkait dengan
penggunaan sumber daya. b. Analisis masalah dan
pengambilan keputusan oleh masyarakat akar rumput; c.
Mengintegrasikan pemetaan sumber daya partisipatif dan
informasi spasial untuk menghasilkan model; d.
Meningkatkan kesadaran dan pendidikan; e. Persiapan
rencana dengan berdasarkan data pada di peta sosial
atau sumber daya; f. Kapasitas komunikasi lokal; g.
Pengelolaan kawasan terlindungi h. Pemantauan dan
evaluasi partisipatif; i. Resolusi konflik.
49
Peta Mobilitas (Mobility Map), adalah suatu peta yang
mengeksplorasi dan menggambarkan pola jalan yang
bisa ditempuh atau pergerakan seseorang, sekelompok
atau komunitas untuk mendapatkan sumber daya,
layanan, fasilitas, mencari peluang mata pencaharian dan
lainnya. Manfaat peta mobilitas untuk perencanaan
kemudahan akses, baik penyediaan fasilitas maupun
permindahan penduduknya, meliputi: a. Persiapan
proyek; b. Fasilitas, layanan dan peluang mata
pencaharian; c. Lokasi usaha mikro; d. Peta mobilitas
komunitas nelayan dan lainnya.
52
di suatu daerah berbeda satu sama lain dan tentang
kriteria kesejahteraan lokal. Sangat berguna untuk
mengidentifikasi kelompok sosial ekonomi yang berbeda
dan untuk menyelidiki dampak intervensi pada kelompok
yang berbeda. Peringkat kekayaan dapat dilakukan
dengan sistem penyortiran kartu.
54
berwujud. Kekuatan (Strengths/S) muncul dari sumber
daya dan kompetensi yang tersedia untuk suatu
organisasi. Kelemahan (Weaknesses/W) merupakan
atribut organisasi yang berbahaya untuk mencapai
tujuan. Keduanya adalah kondisi eksternal yang
berkontribusi dalam pencapaian tujuan. Peluang
(Opportunities/O) adalah situasi utama dalam lingkungan
organisasi. Peluang merupakan kekuatan yang berada
ada dimana-mana. Ancaman (Threats) adalah kondisi
eksternal yang merugikan dalam pencapaian tujuan.
55
Wawancara dan Dialog (Interviewing and Dialogue)
merupakan salah satu metode utama untuk pengumpulan
data. Wawancara adalah percakapan sistematis dua arah
antara peneliti dan informan, untuk mendapatkan
informasi. Jenis wawancara: terstruktur, semi terstruktur
dan tidak terstruktur. Dialog didasarkan pada orang-
orang dengan berbagai persepsi untuk menyampaikan
persepsi mereka sendiri tentang suatu masalah,
menawarkan pendapat dan ide mereka dan memiliki
kesempatan untuk membuat keputusan atau
rekomendasi. Dialog yang baik dan hidup dapat dimulai
melalui wawancara yang baik. Wawancara dan dialog
Bersama masyarakat desa berguna untuk mendapatkan
wawasan yang lebih akurat tentang situasi pedesaan,
masalah, adat istiadat, praktik, sistem, nilai dan cara
berpikir atau memandang sesuatu dan bertindak. Hal
tersebut sangat penting saat merancang program
pembangunan pedesaan yang ditujukan untuk
masyarakat pedesaan.
57
merasa bebas untuk berbagi ide; 4. Berkonsoldasi
membangun ide [15].
59
2. Adanya perbedaan latar belakang pendidikan,
pengalaman, adat dan kebiasan masyarakat lokal
dengan tim PRA, sehingga PRA tidak berjalan efektif
3. Kesulitan menarik minat peserta dan
mempertahankannya menyebabkan PRA tidak dapat
berjalan efektif. Hal tersebut disebabkan karena PRA
memerlukan perhatian, kesungguhan dan keterlibatan
penuh pesertanya pada setiap tahapan proses PRA
selama pelaksanaan.
4. Kesulitan menyediakan fasilitator yang: a. mampu
secara perilaku, mampu metode dan teknis untuk
melakukan perannya sebagai fasilitator, b. memiliki
keterampilan membangun hubungan dengan
masyarakat lokal, dan c. Keterampilan analitik [19].
5. Kesulitan memilih tim PRA yang mempunyai gagasan,
rasa memiliki dan keterlibatan penuh tehadap
komunitas pada pelaksanaan PRA.
60
4. Melakukan generalisasi berdasarkan informasi dan
informan terlalu sedikit dan sehingga PRA menjadi
dangkal.
5. Menginginkan statistik dan data kuantitatif.
6. Melakukan terlalu cepat dapat menyebabkan
kedangkalan.
7. Mengabaikan anak-anak dan perempuan yang tidak
berpendidikan, sangat miskin, dan terpinggirkan.
8. Secara tidak sadar memaksakan ide, kategori, dan nilai
9. Tingginya harapan (ekspektasi) masyarakat setempat
dimana PRA dilaksanakan.
10.Fleksibilitas PRA dapat disalahgunakan oleh individu,
untuk menggunakan alat yang kurang tepat
11.Ketentuan batas waktu menyebabkan penerapan PRA
terburu-buru dalam penyelesaian dan pelaporan,
sehingga kurang maksimal.
61
proses, dalam hal ini proses pembangunan. Pendekatan
Participatory Rural Apraissal merupakan salah satu metode
pelibatan masyarakat (partisipatif) untuk menetapkan
pilihan-pilihan kegiatan yang efektif. Berikut ini beberapa
contoh penggunaan pendekatan Participatory Rural Apraissal
dalam pemberdayaan masyarakat.
63
Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang berdasarkan asas
partisipatif. Metode yang digunakan adalah
focusgroupdiscussion (FGD) dengan bantuan teknik
pengambilan data berupa participatory mapping atau
pemetaan partisipatif. Melalui (1) mengidentifikasi potensi
dan masalah, dan (2) menentukan program prioritas untuk
pengembangan desa Plumbon. Sasaran tersebut untuk
menentukan program pengembangan infrastruktur dalam
percepatan pembangunan. Langkah pemetaan partisipatif:
a. Langkah pertama menyiapkan checklist mengenai hal-hal
yang perlu dipetakan, yaitu potensi dan masalah desa, serta
usulan program dalam percepatan pembangunan desa. b.
Langkah kedua adalah mencari tempat yang cukup luas
untuk melakukan pemetaan. c. Langkah ketiga adalah
fasilitator menggambar satu atau dua landmark/penanda
untuk menunjukkan titik semua orang berkumpul tempat
proses pemetaan berlangsung d. Langkah keempat adalah
fasilitator memandu kegiatan pemetaan kepada anggota
diskusi sesuai dengan checklist yang telah dibuat. Untuk
validasi pemetaan dan menentukan 3 program prioritas
pembangunan infrastruktur dilakukan melalui FGD. [23]
64
dapat digunakan secara efektif untuk menentukan skala
prioritas tersebut.
66
Learning together: Participatory Rural Appraisal for
Coproduction of Climate Change Knowledge (Lilian A
Omondi, 2020)
68
atas) dan satu remaja; 2. FGD dimaksudkan untuk
menguatkan informasi yang dikumpulkan selama survei
rumah tangga; 3. Analisis tren dan garis waktu historis
dilakukan untuk memberikan dimensi manusia pada data
iklim dengan memungkinkan peserta memberikan perspektif
mereka sendiri tentang perubahan dari waktu ke waktu
selama 40 tahun, informasi dari generasi tua. 4. Diagram
Institusional sebagai teknik partisipatif selama FGD. Alat ini
digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang
organisasi/lembaga yang ditemukan di dalam Wilayah
Sungai Mara berdasarkan manfaat kelembagaan. 5.
Wawancara tentang kegiatan yang dilakukan menuju
adaptasi terhadap perubahan iklim di DAS. 6. Peta transek
untuk memancing diskusi dan memvalidasi kegiatan-
kegiatan yang telah dilaksanakan di DAS.
69
di DAS. Mereka berpendapat dari sudut pandangnya sendiri
sesuai dengan tingkat pendidikannya; 4. Proses
pemberdayaan masyarakat dengan membiarkan mereka
memimpin dalam proses PRA selain memungkinkan peneliti
mencapai tujuan penelitian dengan mengekstraksi data
kualitatif yang relevan dari proses diskusi, juga seluruh
proses tersebut menghasilkan pengetahuan secara bersama
dari masing-masing pelaku sesuai dengan perannya; 5.
Proses pengembangan dan pembagian diagram Venn
mendukung prinsip-prinsip penyerahan kemudi dan
triangulasi informasi yang dikumpulkan selama masa studi
[29]. Para peserta mampu menjelaskan pentingnya
organisasi yang berbeda dari sudut pandang mereka sendiri
dan tidak berdasarkan maksud dan tujuan organisasi. Proses
pengembangan diagram menimbulkan perdebatan sengit
dengan anggota yang berbeda memproyeksikan argumen
yang berbeda sebelum mereka mencapai konsensus tentang
ukuran lingkaran, penyatuan berbagai kategori pemangku
kepentingan di Wilayah Sungai juga mendiversifikasi
pembagian jenis pengetahuan, sehingga semakin
memperkaya pengetahuan tentang perubahan iklim; 6.
Validasi kegiatan adaptasi juga berkontribusi untuk
meningkatkan tingkat kearifan lokal karena memberikan
informasi kepada masyarakat tentang apa yang sudah
dilaksanakan; 7. Menimbulkan kesadaran masyarakat bahwa
krisis iklim yang semula dianggap mistik kutukan Tuhan
disadari merupakan akibat aktivitas sendiri karena itu selain
mendoakannya, sebenarnya bisa melakukan sesuatu,
70
sehingga mendorong untuk bertindak sebelum terlambat; 8.
Berkurangnya kebingungan dan ketakutan masyarakat
dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim [30].
71
terjadi di wilayah Jawa Barat sehingga menjadi salah satu
wilayah yang paling rawan di dunia. Mahasiswa peserta KKN
perlu dilengkapi dengan pengetahuan tentang kondisi
wilayah Jawa Barat berdasarkan aspek geologi umum, juga
mengenali informasi risiko dan bencana gerakan tanah,
memahami penggunaan aplikasi Android yang berkaitan
dengan bencana geologi, mahir menggunakan smartphone,
mengetahui. beberapa metode penyampaian informasi
dengan mudah dan komunikatif. Komunikasi yang baik
dengan masyarakat lokal merupakan bagian dari tugas siswa
sebagai salah satu agen pentaheliks dalam Model STARLET
(Stabilisasi dan Rancangbangun Lereng Terpadu). Hasil Pre-
Test 58 mahasiswa menunjukkan bahwa 98% belum
mengetahui konsep PRA, 91% belum mengetahui konsep
pentaheliks dalam model STARLET, 82% tidak mengetahui
bahwa Jawa Barat sangat rawan gerakan tanah, 88% belum
mengenal konsep Sistem Informasi Geografis Aplikasi
Penanganan Bencana Gerakan Tanah (SIGAP Bencana
Gerakan Tanah), 83% belum mengenal model STARLET
(Stabilisasi dan Rancang bangun Lereng Terpadu). Sebanyak
98% mahasiswa dapat membedakan risiko dan bencana,
72% dapat membedakan kerentanan dan bahaya, dan 100%
mereka memerlukan suatu metode penyuluhan agar
masyarakat pedesaan mudah menerima informasi dan
mengetahui penanganannya. [31]
72
Kerja Nyata (KKN). Melalui KKN mahasiswa mendapatkan
pengalaman belajar sambil melakukan pemberdayaan
masyarakat. Mahasiswa KKN merupakan garda terdepan
perguruan tinggi, berhadapan dengan masyarakat yang
dapat menyampaikan berbagai informasi ilmiah dan
informasi teknologi. Mahasiswa KKN dapat berperan sebagai
agen perubahan, motivator dan dinamisator yang berguna
untuk pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.
Sesuai dengan pernyataan [20] pemberdayaan masyarakat
desa merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat
perlu ditetapkan pilihan kegiatan yang sesuai dengan potensi
yang ada pada masyarakat. Dalam KKN perlu dipilih
kegiatan-kegiatan yang sesuai, melalui pemahaman kondisi,
potensi, fasilitas, permasalahan dan kendala yang ada di
desa masing-masing. Oleh karena itu metode PRA perlu
dipahami oleh mahasiswa KKN. Secara umum KKN tidak
hanya berkenaan dengan rancang bangun lereng terpadu
atau yang bersifat fisik dan material saja melainkan juga
permasalahan sosial ekonomi lainnya.
PENUTUP
73
masyarakat. Penggunaan pendekatan partisipatif (bottom
up) dikombinasi dengan top down merupakan cara yang
bermakna dan efektif. PRA dapat digunakan pada kondisi
kelangkaan data dan keragaman budaya. Informasi dan
hasil analisis dipergunakan untuk menentukan skala prioritas
serta model kegiatan yang tepat, serta monitoring dan
evaluasinya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat berupa
penyediaan sarana-prasarana infrastruktur fisik material
maupun yang berkenaan dengan lingkungan alam, sosial,
ekonomi, pendidikan, Kesehatan serta aspek lain yang
berkenaan dengan pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat.
74
serta aplikasi teknik-teknik PRA. Dengan demikian agen
perubahan perlu memahami metode PRA untuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat.
REFERENSI
75
2000, [Online]. Available:
https://pubs.iied.org/sites/default/files/pdfs/migrate/G
01906.pdf.
[11] J. Mascarenhas, ―PRA and Participatory Learning
Methods: recent experiences from MYRADA and South
India,‖ RRA Notes 13 Proc. Febr. 1991 Bangalore PRA
Trainers Work., no. Participatory Learning and Action,
p. 94, 1991, [Online]. Available:
https://pubs.iied.org/6082IIED.
[12] J. Mascarenhas, ―Participatory Rural Appraisal and
Participatory Learning methods : recent experiences
from Myrada and South India,‖ PLA Notes, 2001.
[13] C. Jones, PRA Methods, Topic Pack, Participation
Group. IDS, Sussex, 1996.
[14] D. Morgan, The Focus Group Guidebook. 2014.
[15] R. Paul, ―Participatory Rural Appraisal (PRA) Manual,‖
FAO, 2006.
[16] O. R. Krishnaswami, Methodology of Research in Social
Sciences. Himalaya Publishing House, 2005.
[17] A. N. L. S. Y. Muhsin, Participatory Rural Appraisal
(PRA) for Corporate Responsibility (CSR). Jakarta:
Universitas Pembangunan Nasional Veteran, 2018.
[18] S. Adebo, Training Manual on Participatory Rural
Appraisal. 2000.
[19] K. S. Freudenberger, Rapid Rural Appraisal and
Participatory Rural Appraisal A Manual for CRS Field
Workers and Partners. Catholic Relief Services, 1999.
[20] G. Sumodiningrat, ―Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia Vol 14 No . 3 Tahun 1999,‖ J. Ekon. dan
Bisnis Indones., 1999.
[21] K. H., Pembangunan masyarakat : tinjauan aspek
sosiologi, ekonomi, dan perencanaan. Yogyakarta:
Liberty, 1992.
[22] W. Al-Qubatee, H. Ritzema, A. Al-Weshali, F. van
Steenbergen, and P. J. G. J. Hellegers, ―Participatory
rural appraisal to assess groundwater resources in Al-
Mujaylis, Tihama Coastal Plain, Yemen,‖ Water Int.,
2017, doi: 10.1080/02508060.2017.1356997.
[23] B. U. Aulia, E. B. Santoso, and A. Y. Kuswara,
―Pengembangan Masyarakat Desa Plumbon Gambang
Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang dengan
76
Pendekatan Participatory Rural Apraissal dalam
Percepatan Pembangunan Desa,‖ J. Penataan Ruang,
2016, doi: 10.12962/j2716179x.v11i2.5230.
[24] C. Loo, ―The Role of Community Participation in
Climate Change Assessment and Research,‖ J. Agric.
Environ. Ethics, 2014, doi: 10.1007/s10806-013-9452-
0.
[25] S. Kindon, R. Pain, and M. Kesby, Participatory Action
Research Approaches and Methods Connecting People,
Participation and Place, 1st Editio. London: Routledge,
2007.
[26] USAID, ―Trans boundary water for biodiversity and
human health in The Mara RiverBasin,‖ 2006.
[27] D. Kroemker and H.-J. Mosler, ―Human Vulnerability –
Factors Influencing the Implementation of Prevention
and Protection Measures: An Agent Based Approach,‖
K. Steininger H. Weck-Hannemann (Eds.), Glob.
Environ. Chang. Alp. Reg., no. Impact, Recognition,
Adaptation, and Mitigation, pp. 93–112, 2002.
[28] K. Richardson, W. Steffen, and D. Liverman, Climate
change: Global risks, challenges and decisions. 2011.
[29] N. Mukherjee, ―Participatory rural appraisal:
methodology and applications.,‖ xxx, 1993.
[30] L. A. Omondi, ―Learning together: Participatory rural
appraisal for coproduction of climate change
knowledge,‖ Action Res., 2020, doi:
10.1177/1476750320905901.
[31] Z. Zakaria, ―MODIFIKASI KONSEP PARTICIPATORY
RURAL APRAISAL UNTUK PEMBEKALAN KULIAH KERJA
NYATA MAHASISWA DI JAWA BARAT, INDONESIA,‖
Dharmakarya, 2018, doi:
10.24198/dharmakarya.v7i1.14592.
77
PARTICIPARORY ACTION RESEARCH
(PAR)
Wa Ode Sifatu
Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Haluoleo Kendari
Pos-el: sifawaode@yahoo.co.id/sifatuwaode@gmail.com
78
PENDAHULUAN
79
Sebagian ahli menganggap bahwa Participatory Action
Research (PAR) merupakan metodologi penelitian kualitatif
yang demokratis, adil, membebaskan, dan meningkatkan
kehidupan subyek yang menjadi kelompok sasarannya.
Memilih metodologi penelitian kualitatif dengan prosedur
PAR menuntut peneliti agar memiliki kemampuan,
pemahaman, dan pertimbangan dalam melakukan tindak
lanjut dari hasil penelitian bersama [5]. Peneliti kualitatif
yang menggunakan metode PAR terkontrol dari manipulasi
fitur perasaan, pandangan, dan pola hidup individu
kelompok sasaran. Kelompok sasaran memiliki kesempatan
dan ikut secara aktif membuat keputusan berdasarkan
informasi di semua aspek, mulai dari proses penelitian
hingga pada tujuan akhir untuk mencapai perubahan sosial
dan tindakan tertentu sesuai kebutuhan.
80
Para ahli ilmu sosial, seperti [1] melaporkan bahwa yang
dianggap sebagai cikal bakal penelitian tindakan adalah
karya Kurt Lewin (1944). Lewin merupakan seorang
psikolog Prusia dan sebagai salah seorang pengungsi
Nazi Jerman. Lewin menyatakan bahwa: ―orang akan
lebih termotivasi tentang pekerjaan mereka jika
mereka terlibat dalam pengambilan keputusan tentang
bagaimana tempat kerja dijalankan‖ [6]. Lewin juga
memperkenalkan istilah penelitian tindakan sebagai
taktik untuk mempelajari sistem sosial pada suatu
masyarakat. Pada saat yang sama, peneliti sambil
mencoba menyampaikan perubahan dan menekankan
pentingnya berorientasi klien untuk memecahkan
masalah sosial tertentu [1]. Dampak dari perubahan
tertentu akibat peneliti menggunakan metode PAR
dapat membantu orang dalam penyelesaian masalah
segregasi, diskriminasi, dan asimilasi [7]. Ide asli Lewin
terus mempengaruhi peneliti untuk mengatur
pekerjaan dan laporan mereka dalam siklus langkah-
langkah yang meliputi pengamatan, merefleksikan,
bertindak, mengevaluasi, dan memodifikasi [6]. Siklus
itu dapat berulang dan berubah menjadi siklus lain.
81
kelompok yang bersangkutan. Freire sebagai ahli
Pendidikan orang dewasa yang mengkritisi hubungan
sosial dalam sistem pendidikan tradisional yang
didasari hubungan dominasi dan kekuasaan sehingga
kesadaran kritis terhadap perubahan sosial terabaikan.
Dia memulai aktivitasnya dengan melakukan
pemberdayaan anggota masyarakat miskin dan
terpinggirkan mengenai isu-isu yang berkaitan dengan
literasi, analisis reformasi agraria, dan pola-pola
perubahan komunitas. Alasannya bahwa perkembangan
kesadaran kritis individu untuk memiliki pengetahuan
tentang kontradiksi politik, sosial, dan ekonomi, serta
inisiatif untuk mengambil tindakan perubahan elemen-
elemen realitas yang menindas sehingga membebaskan
individu-individu yang tertindas [8]. Penelitian tindakan
partisipatif juga muncul dari gerakan-gerakan yang
berbagi visi tentang masyarakat bebas dominasi [3].
Gerakan ini terjadi dalam bidang pembangunan
internasional, komunitas ilmu sosial, dan Pendidikan
orang dewasa. Penelitian tindakan partisipatif dikaitkan
dengan tren berikut, (1) Pendekatan radikal dan
reformis terhadap bantuan pembangunan ekonomi
internasional; (2) Pandangan terhadap pendidikan
orang dewasa sebagai alternative yang
memberdayakan dibanding pendekatan Pendidikan
tradisional; dan (3) Perdebatan yang sedang
berlansung dalam ilmu-ilmu sosial tentang paradigma
ilmu social yang dominan [3], [9]. Untuk alasan ini,
82
kelompok peneliti ilmu lain seperti feminis, memperluas
penelitian partisipatif dengan menganalisis perbedaan
kekuasaan atas dasar gender, dan mendukung
pentingnya kolaborasi antara peneliti dan partisipan
[3].
83
membagikan dan tidak membagikan teks. Ini mewakili
semacam hubungan kita yang asimetris dengan
antropolog di belakang dan di atas yang asli,
tersembunyi tetapi di puncak hierarki pemahaman.
Saya yakin, ini mencerminkan drama indeksikal "The
Raid" di mana pihak-pihak dalam pertemuan etnografis
disatukan dalam narasinya karena mereka dipisahkan
melalui gaya. Tidak pernah ada hubungan aku-kamu,
berdialog, dua orang bersebelahan membaca teks yang
sama dan mendiskusikannya secara langsung, tetapi
hanya hubungan aku-mereka.
84
meja dapurnya, menyeruput Ralph mengingatkan saya akan
peran lagu Kiowa dalam hidupnya:
85
siapa dan untuk tujuan apa, dan tentang wacana siapa yang
diistimewakan dalam teks etnografi.
86
Titon 1988), dan menggeser gaya penulisan dominan dari
monolog otoritatif ke gaya yang mewakili keterlibatan,
intersubjektif pertukaran antara ahli etnografi dan konsultan
(Tedlock dan Mannheim 1995).
87
Bagaimana kami memilih kata-kata kami, bagaimana
kami menyusun interpretasi kami, bagaimana kami
mengumpulkan audiens kami semua bermain secara
menonjol dalam tulisan yang sering ditulis tidak hanya di
atas tetapi juga (untuk memparafrasekan Kotay) di atas
bahu konsultan kami.
88
sangat politis. Meskipun sejumlah ahli etnograf telah
menyelidiki masalah ini pada beberapa tingkat teoretis yang
berbeda, hanya sedikit yang meneliti bagaimana dalam
praktik aktual para etnograf terus-menerus menulis bukan
untuk konsultan mereka tetapi untuk sesama elit di akademi
— sehingga mempertahankan tempat mereka dalam hierarki
pemahaman, tidak secara tekstual dalam arti yang tersirat
oleh metafora etnografik ―membaca di atas bahu orang-
orang pribumi‖ (Crapanzano 1986), tetapi secara harfiah
dalam arti yang dirujuk langsung oleh Deloria dalam kutipan
di atas (V. Deloria 1997).
89
Mengingat pemahaman kita tentang politik etnografi dari
lapangan ke teks akhir (Escobar 1993), pertanyaan yang
baru muncul mengikuti: Jika kita mengambil meta dialogis
etnografi kolaboratif dan timbal balik:
90
psikologi sosial, filsafat, penelitian feminis, dan penelitian
berbasis komunitas. PAR telah digunakan dalam pertanian,
industri, Pendidikan, pekerjaan sosial, dan kesehatan [1]–
[3], [9]. Terdapat beragam arti PAR, yang dapat dipahami
sebagai ―setiap pencarian literatur menggunakan deskriptor‖
penelitian partisipatif, penelitian tindakan, dan penelitian
tindakan partisipatif, mengidentifikasi keragaman yang
membingungkan dan tidak berarti pendekatan penelitian‖
[13] (p. 169). Karena banyaknya bidang di mana PAR telah
berkembang, ini dapat memiliki arti yang berbeda dan
terkadang bertentangan. PAR dikembangkan sebagai sarana
untuk meningkatkan dan menginformasikan praktik sosial,
ekonomi dan budaya, yang pada prinsipnya adalah
sekelompok kegiatan di mana individu dengan kekuatan,
status, dan pengaruh yang berbeda, berkolaborasi dalam
kaitannya dengan perhatian tematik.
91
untuk memahami isu dan pengalaman yang membutuhkan
tindakan untuk mengubah atau memperbaiki situasi. PAR
bukan hanya penelitian yang diikuti oleh tindakan; itu adalah
tindakan yang diteliti, diubah, dan diteliti ulang dalam proses
penelitian oleh para partisipan [19]. Individu dalam
komunitas atau organisasi secara aktif berpartisipasi dalam
kolaborasi dengan peneliti professional selama seluruh
proses penelitian, mulai dari perencanaan awal, hingga
presentasi hasil dan diskusi tentang implikasi tindakan [20].
Dalam PAR perserta tidak pasif seperti yang terjadi pada
model konvensional penelitian murni lainnya tetapi ―secara
aktif terlibat dalam pencarian informasi dan ide untuk
memandu tindakan masa depan mereka.‖ Terdapat banyak
sekali buku yang membahas keterlibatan masyarakat di
dalam penelitian yang menggunakan mmetode PAR. Ikhtisar
paling komprehensif [21] dari semua aspek (misalnya
epystemologis, metodologis, etis) dan merupakan referensi
geografi manusia.
92
antropologi, humanistic, dan etnografi kritis. Atas dasar
historis dan teoritis ini, Lassiter menguraikan langkah-
langkah konkret untuk mencapai praktik kolaborasi yang
disengaja dan terbuka di seluruh proses kerja lapangan dan
penulisan. Lassiter merupakan yang pertama menulis buku
panduan penelitian etnografi kolaborasi sebagai bagian dari
ideologi kerja lapangan. Di sini Lassiter menjadikannya
bagian dari norma dan bentuk praktik dari pada kondisi
rahasia atau tak terucapkan. MacDonald [5] keunikan
bukunya telah menawarkan perspektif baru dengan gaya
yang dapat diakses, menginformasikan, memprovokasi, dan
menginspirasi para praktisi lapangan dan akademisi untuk
secara kreatif merancang penelitian untuk banyak tantangan
di abad ke-21. Berikut, akan dibahas mengenai peinsip-
prinsip kerja PAR.
94
masyarakat dalam proses penelitian memfasilitasi analisis
realitas sosial yang lebih akurat dan otentik. Terakhir, PAR
memungkinkan peneliti untuk menjadi peserta yang
berkomitmen, fasilitator, dan pelajar dalam proses penelitian
yang mendorong militansi, bukan detasemen.
95
kolektif. Sangat penting bagi para peneliti untuk secara
eksplisit tentang sifat proses penelitian sejak awal, termasuk
semua bias dan minat pribadi, sambil memastikan bahwa
ada akses yang sama ke informasi yang dihasilkan oleh
proses tersebut untuk semua peserta. Juga penting,
menurut O‘Brien [25], bahwa peneliti luar dan tim desain
awal menciptakan proses yang memaksimalkan peluang
keterlibatan semua peserta. Selanjutnya, akan dipaparkan
mengenai teknik dalam penerapan PAR.
96
Terdapat banyak literatur tentang potensi metode partisipatif
berbasis seni, termasuk karya Diprose, 2015, serta diagram
partisipatif, dimana Kesby dkk 2013 memberikan pengantar
yang baik. Ahli geografi seperti Allen et al, 2015 telah
mengidentifikasi banyak ruang untuk merintis penggunaan
pemetaan partisipatif dan Elwood, 2006 telah menjadi
pendukung penting GIS Partisipatif. Ada banyak inovasi
dengan metode baru seperti fotovoice, yang oleh Wang [28]
diidentifikasi sebagai aplikasi spesifik dari teknik fotografi,
diarahkan untuk mengidentifikasi, mendiskusikan, dan
kemudian mencari solusi kebijakan pada isu-isu tertentu.
Terakhir, ada literatur tentang penggunaan metode
partisipatif dalam konteks penelitian dengan partisipan
tertentu. Misalnya, Cammarota dan Fine, 2008
mengekplorasi pendekatan PAR dengan remaja seperti
halnya Kitchen, 2001 dengan penyandang disabilitas.
97
emansipatoris PAR [30]. Negosiasi kontradiksi: kerja,
redundansi dan seni partisipatif [31]. Area, 47: 246-253
Refleksi tentang penggunaan seni parisipatif dalam sebuah
proyek di Selandia Baru. Menyoroti potensi untuk
menghasilkan subyektivitas baru dan menegosiasikan
kontradiksi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
partisipan penelitian.
98
penggunaan PAR dengan penyandang disabilitas, menyoroti
banyak peserta tidak mau atau tidak dapat terlibat.
99
Para antropolog menyarankan dengan mulai dari
―membaca bersama pribumi‖ ke langkah logis berikutnya, di
luar peran representasionalnya sehingga penggunaan dialog
dalam praktik menulis yang sebenarnya, lalu apa yang
terjadi ketika kita bersama-sama membaca dan menafsirkan
teks etnografis bersama konsultan kita seiring
perkembangannya–bukan hanya duduk memverifikasi
kutipan, misalnya (yang hanya birokratis); tetapi
menggunakan teks yang berkembang sebagai inti dari
percakapan yang berkembang dan berkelanjutan?
Mungkinkah ini memperluas metafora dialogis dan hingga
implikasi politiknya? Mungkinkah etnografi yang ditulis
secara kolaboratif membantu menyelesaikan masalah kelas
dan hak istimewa yang terus dikenali dan dikritik oleh Biolsi,
Zimmerman, Deloria, dan lainnya?
101
Ketiga, contoh bagaimana inisiatif penyelidikan tindakan
dapat menginformasikan dan diinformasikan oleh
perdebatan teoritis tentang topik substantif-bantuan
bencana atau penyebab dan pencegahan kecelakaan. Ini
menunjukkan bagaimana praktik PAR dapat mendukung
perubahan sosial, tetapi juga kemajuan pengetahuan di
bidang tertentu. Untuk alasan yang berkaitan dengan tujuan
buku, tinjauan pustaka tentang masalah topikal selain
konsep dan alat PAR digunakan dengan hemat. Kami melihat
kebutuhan untuk lebih menekankan pada teori kecil yang
mendasari konsep yang dibangun ke dalam metode, sebagai
lawan dari implikasi filosofis umum PAR. Hubungan yang
lebih erat dibuat antara alat yang berbeda (misalnya Pohon
Masalah) dan ide di baliknya. Konsep ini cocok untuk
program sarjana dan pascasarjana tentang teori dan
metode, serta untuk professional yang bekerja di lapangan.
Ruang yang dihemat memungkinkan kita untuk berdiskusi
dan mengilustrasikan beberapa topik penting secara lebih
panjang, termasuk pemangku kepentingan, etika penelitian
tindakan, teori psikodinamik, pemikiran sistem, inovasi
sosial, ilmu warga dan penggunaan alat internet kolaboratif.
102
Ide, metode dan cerita yang disajikan dalam tulisan
ini disusun mencakup spektrum yang luas tentang cara
untuk melibatkan orang dan memobilisasi bukti dalam
situasi kehidupan nyata, termasuk pengaturan multipihak
yang kompleks. Dimulai dengan peneliti memahami
pendekatan yang berbeda untuk PAR pada setiap kelompok
sasaran, selanjutnya mencakup dasar-dasar desain dan
fasilitasi penelitian. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang
hubungan antara perencanaan, penyelidikan, tindakan dan
evaluasi serta antara keteraturan dan kekacauan dalam
kehidupan sosial. Jawaban atas pertanyaan ini dan perhatian
praktis yang mengikuti menginformasikan keputusan
tentang cara mencampur, mengurutkan, dan
menintegrasikan alat yang mendukung dialog orang asli dan
pemikiran rasional menuju pemecahan masalah yang efektif.
Keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan
penyelidikan tindakan atau proses penelitian. Kami
menyebutnya ‗keterampilan dalam cara‘. Pedoman dan tips
tentang cara menerapkan ‗keterampilan dalam arti‘ ke dalam
praktik dengan merancang inisiatif PAR yang efektif dalam
pengaturan nyata. Selanjutnya menunjukkan bagaimana
keterampilan ini dimainkan melalui penggunaan alat
partisipatif dasar untuk memperoleh, mengklasifikasikan dan
menilai elemen dan prioritas dalam domain apa pun. Diskusi
tentang etika penelitian, transparansi dan aturan kebebasan
berekspresi dan ‗kebijaksanaan‘ yang dikembangkan dalam
tradisi psikososiologi dan ‗terapi bicara‘.
103
Terdapat tiga pertanyaan yang pasti muncul dalam
situasi PAR apa pun. Apa masalah yang dihadapi dan harus
dieksplorasi orang? Siapa aktor atau pemangku kepentingan
yang terpengaruh oleh suatu situasi atau dengan kapasitas
untuk melakukan intervensi, dan bagaimana mereka
berinteraksi satu sama lain? Skenario dan pilihan aksi masa
depan apa yang harus dinilai terhadap kepentingan dan nilai
pemangku kepentingan yang ada? Dinnsinin menjelaskan
pendekatan baru untuk alat yang sudah dikenal dan
beberapa tambahan penting pada sejumlah besar metode
pelengkap yang diperlukan untuk menjawab setiap
rangkaian pertanyaan. Selanjutnya membawa PAR ke level
lain. Dengan alat untuk memahami sistem di dunia kompleks
yang ditandai oleh ketidakpastian dan ketidaktauan, Sistem
dinamiks kerangka partisipatif dari penalaran input-output
yang digunakan dalam ilmu ekonomi. Kami menyajikan dan
mengilustrasikan Analisis domain, adaptasi sosial dari
Psikologi Konstruksi Pribadi Geoge Kelly. Perlu menyatukan
dinamika sistem dan analisis domain melalui ilustrasi rinci
desain penelitian tindakan tertentu dengan rekan kerja dan
petani. Para peneliti mengakui kompleksitas sejak awal,
menggunakan pendekatan sistem lunak untuk pemikiran
holistik dan mobilisasi pengetahuan lokal untuk perubahan
sosial. Mereka juga menekankan pentingnya mengeksplorasi
dan mengembangkan fondasi teoritis dan seni penyelidikan
dan penelitian tindakan, berkomitmen saat mereka
meninggalkan menara gading akademisi dan mendasarkan
proses penyelidikan dalam perjalanan kacau aksi kolektif,
104
pemikran kritis dan pembelajaran dengan perbuatan. Berikut
akan dibahas mengenai faktor penghambat dalam
penerapan PAR.
105
sosial apa yang membutuhkan perhatian dan jangka waktu
yang diantisipasi untuk perubahan mungkin sulit [1], [6].
108
jelas seperti apa mekanisme untuk berbagai data tersebut.
Kritik reflektif, salah satu mekanisme tersebut, adalah
proses yang memungkinkan peserta dan peneliti untuk
membuat penjelasan alternatif yang ekplisit untuk peristiwa
dan pengalaman [1].
PENUTUP
110
transformasi sosial yang diharapkan. Artinya, hasil penelitian
segera dapat diaplikasikan di lapangan. PAR cocok untuk
semua disiplin ilmu dalam melayani masyarakat sasaran
untuk mempercepat tercapainya perubahan sosial yang
diinginkan. Peneliti dan kelompok sasaran berinteraksi dua
arah sehingga proses pengambilan keputusan lebih
demokratis.
REFERENSI
112
research,‖ Adult Educ. Q., 1991, doi:
10.1177/0001848191041003003.
[14] B. L. Hall, ―Participatory Research, Popular Knowledge
and Power: A Personal Reflection,‖ Converg. An Int. J.
Adult Educ., 1981.
[15] J. Clifford and G. E. Marcus, Writing Culture: The
Poetics and Politics of Ethongraphy. California:
University of California Press, 1986.
[16] T. Biolsi and L. J. (eds) Zimmerman, Indians and
Anthropologists Vine Deloria, Jr., and the Critique of
Anthropology. Tucson: University of Arizona Press,
1997.
[17] J. L. Peacock, ―The Future of Anthropology,‖ Am.
Anthropol., 1997, doi: 10.1525/aa.1997.99.1.9.
[18] C. M. Kelty, The Participant: A Century of Participation
in Four Stories. 2019.
[19] Y. Wadsworth, ―What is Participatory Action
Research?,‖ Action Res. Int., 1998.
[20] S. A. White, Participatory Video Images that Transform
and Empower. SAGE Publications Pvt. Ltd, 2003.
[21] S. Kindon, R. Pain, and M. Kesby, Participatory Action
Research Approaches and Methods Connecting People,
Participation and Place, 1st Editio. London: Routledge,
2007.
[22] Ernest T. Stringer, Action research : a handbook for
practitioners. SAGE Publications, Inc., 1996.
[23] R. McTaggart, ―Sixteen tenets of participatory action
research,‖ in 3er Encuentro Mundial Investigacion
Participatva (The Third World Encounter on
Participatory Research) , 1989.
[24] R. Winter, Action-Research and the Nature of Social
Inquiry: Professional Innovation and Educational Work.
Gower Pub C, 1988.
[25] R. O‘Brien, ―Um exame da abordagem metodológica da
pesquisa ação [An Overview of the Methodological
Approach of Action Research],‖ in Teoria e Prática da
Pesquisa Ação [Theory and Practice of Action
Research]., 2001.
[26] Mike Kesby, ―Retheorising empowerment through
participation-performance,‖ Source SignsSigns J.
Women Cult. Soc., 2005.
[27] E. J. Milne, ―Critiquing participatory video: experiences
113
from around the world,‖ Area, 2016, doi:
10.1111/area.12271.
[28] C. C. Wang, ―Photovoice: A participatory action
research strategy applied to women‘s health,‖ Journal
of Women’s Health. 1999, doi:
10.1089/jwh.1999.8.185.
[29] A. Allen, R. Lambert, A. Apsan Frediani, and T. Ome,
―Can participatory mapping activate spatial and
political practices? Mapping popular resistance and
dwelling practices in Bogotá eastern hills,‖ Area, 2015,
doi: 10.1111/area.12187.
[30] J. Cammarota and M. Fine, Revolutionizing education:
Youth participatory action research in motion. 2008.
[31] G. Diprose, ―Negotiating contradiction: Work,
redundancy and participatory art,‖ Area, 2015, doi:
10.1111/area.12177.
[32] S. Elwood, ―Critical issues in participatory GIS:
Deconstructions, reconstructions, and new research
directions,‖ Trans. GIS, 2006, doi: 10.1111/j.1467-
9671.2006.01023.x.
[33] R. Kitchin, ―Using Participatory Action Research
Approaches in Geographical Studies of Disability: Some
Reflections,‖ Disabil. Stud. Q., vol. 21, no. 4, Oct.
2001, doi: 10.18061/dsq.v21i4.318.
[34] N. Lunch and C. Lunch, Insights into Participatory
Video. A Handbook for the Field. 2006.
[35] D. Greenwood, ―Action research: Unfulfilled promises
and unmet challenges,‖ Concepts Transform., 2002,
doi: 10.1075/cat.7.2.02gre.
[36] D. Greenwood and M. Levin, ―A History of Action
Research,‖ in Introduction to Action Research, 2011.
[37] L. Young, ―Participatory Action Research (PAR): A
research strategy for nursing?,‖ Western Journal of
Nursing Research. 2006, doi:
10.1177/0193945906288597.
[38] P. J. Kelly, ―Practical suggestions for community
interventions using participatory action research,‖
Public Health Nursing. 2005, doi: 10.1111/j.0737-
1209.2005.22110.x.
[39] H. S. Speziale and D. R. Carpenter, ―riangulation as a
qualitative research strategy,‖ in Qualitative research
in nursing : advancing the humanistic imperative,
114
2003.
[40] W. Carr and S. Kemmis, Becoming Critical: Education,
Knowledge and action Research. Werklund School of
Education, University of Calgary, 1986.
115
PERAN SEKOLAH LAPANG DALAM
MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS
DAN INOVASI PADA MASYARAKAT
TANI
Seriwati Ginting
Desain Komunikasi Visual FSRD Maranatha
Pos-el: seriwati.ginting@maranatha.edu
116
PENDAHULUAN
117
mereka dalam menggarap lahan, luas lahan yang dimiliki,
lahan sendiri atau menyewa dan data pendukung lainnya.
Data yang masuk ini dipelajari terlebih dahulu dan apabila
ada hal hal yang perlu ditanyakan, akan berkembang di
dalam diskusi. Program yang dikembangkan di sekolah
lapangan antara lain; program teknologi Pengendalian Hama
terpadu (PHT), Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT),
Pengembangan Sekolah Lapangan Iklim (SL-I). Melalui
sekolah Lapang para petani belajar langsung pada lahan
yang digarap atau pada lahan yang dijadikan sebagai
laboratorium/percontohan sehingga dapat mempercepat alih
teknologi. Setiap program dilaksanakan secara terpadu.
Sebagai contoh dalam pengelolaan tanaman terpadu maka
akan dibahas pula tentang pengelolaan lahan, air, tanaman,
organisme pengganggu tanaman (OPT) dan iklim secata
terpadu dan berkelanjutan. Pada awalnya sebaguian peserta
―meragukan‖ program sekolah lapang. Mereka lebih percaya
pada tradisi yang diwariskan oleh keluarga secara turun
temurun di dalam mengelola lahan, cara bertanam,
menggunakan pupuk maupun pembiaran lahan setelah
panen.
118
bagi semua peserta, ada komunikasi yang terbuka, setiap
orang diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangan
dan pengalaman. Kedekatan yang terjalin menjadi salah
satu kunci keberhasilan penerapan sekolah lapang. Pesan
kekeluargaan yang terbangun mendatangkan rasa senang
dan sukacita sehingga berbagai informasi yang disampaikan
diikuti dan dilaksanakan oleh para petani
119
serta berbagai hal yang terkait langsung dengan tanaman
seperti pengelolaan air, fisiologi, populasi serangga,
pemeliharaan kesuburan tanah, kompensasi tanaman,
pengaruh air dan cuaca, pemilihan varietas, bibit unggul dan
sebagainya. Oleh sebab itu sekolah lapang sering juga
disebut sebagai sekolah lapang terpadu yang dikaitkan
dengan topik khusus.
120
Cakupan dari sekolah lapang sangat luas oleh karena
itu dilakukan pengklasifikasian untuk masing masing
kelompok. Bila yang dibutuhkan pengelolaan tanah maka
segala hal terkait dengan cara mengelola tanah yang baik
dan produktif menjadi materinya. Bila terkait tanaman maka
mulai dari pemilihan bibit, pembibitan, cara menanam, cara
merawat menjadi materi ajar, ada juga yang dilakukan
secara terpadu. Umumnya pertemuan dilakukan satu kali
dalam satu minggu. Metode sekolah lapang adalah metode
ceramah, partisipatif, focus group discussion, dan praktik
langsung. Sekolah lapang sebenarnya bukanlah hal yang
baru. Bila dilihat dari arti kata sekolah dalam bahasa aslinya
scolae atau schola (Latin) yang secara harafiah berarti
―waktu luang‖. Dahulu sekolah merupakan kegiatan ketika
seseorang (laki laki dewasa) menyediakan waktu secara
khusus untuk pergi kepada seseorang untuk menimba ilmu.
Waktu luang yang dimaksud di sini bukan waktu sisa tapi
justru waktu yang secara khusus disediakan agar si
―pembelajar‖ menyiapkan diri, pikiran dan hati untuk
menerima semua materi yang akan disampaikan seseorang
yang dipandang memiliki pengetahuan/ wawasan. Seiring
dengan berjalannya waktu para lelaki dewasa ini kemudian
mengikutkan anak lelakinya dalam kegiatan belajar karena
anak lelaki dipandang sebagai penerus atau yang
menggantikan dirinya kelak. Hasilnya dirasakan oleh
masyarakat bahwa anak yang pergi ―belajar‖ tersebut
memiliki perbedaan yang signifikan dengan anak yang tidak
―belajar. Perbedaan tersebut nampak dari kehidupan sehari
121
hari saat berinteraksi, yakni cara bertutur, bersikap dan
bertindak. Akhirnya semakin banyak orang tua yang
mengantar anaknya untuk belajar maka semakin banyak
pula guru yang dibutuhkan untuk mengajari anak anak
tersebut. Selanjutnya para guru yang bersedia mengajar
harus rela menyediakan waktu untuk jam jam yang
ditetapkan mengajari anak anak. Para guru tersebut
kemudian menerima ―imbalan‖ dari proses pembelajaran
yang diberikan kepada anakk anak tersebut. Inilah cikal
bakal dari sekolah.
123
dengan disiplin dalam mengikuti setiap pertemuan,
melakukan pencatatan, menyimak dengan sungguh
sungguh, aktif bertanya dan dipraktikkan pada lahan
garapan masing masing. Setiap kendala atau temuan dalam
menerapkan informasi di lahan masing masing juga dicatat
oleh para peserta untuk kemudian diinformasikan dan
didiskusikan kembali dengan tim penyuluh/narasumber.
Indonesia merupakan salah satu negara yang
masyarakatnya menjadikan beras sebagai komoditas pangan
utama oleh karenanya pemerintah melakukan berbagai
upaya untuk meningkatkan produktivitas hasil panen. Salah
satu upaya yang dilakukan pemerintah melalui sekolah
lapang yang mulai diterapkan di sebagian wilayah
Indonesia.Program yang dikembangkan ini tidak saja untuk
meningkatkan produktivitas tetapi juga menjaga
keseimbangan lingkungan, meningkatkan kesadaran petani
akan hak hak kepemilikan serta menumbuhkan rasa percaya
diri pada para petani akan kemampuan dalam menyerap
informasi dan melakukannya di lapangan [4]–[6]. Terobosan
dan upaya yang dilakukan menunjukkan hasil yang
signifikan karena petani mampu mengolah unsur unsur biota
alam lingkungan sebagai bahan pupuk organik, mampu
memilih bibit, serta adanya peningkatan hasil panen [7].
Sebagai salah satu negara Agraris Indonesia tercatat
sebagai salah satu negara penghasil beras terbesar di dunia,
walaupun bila dibandingkan dengan luas lahan yang dimiliki
oleh negara lainnya, seharusnya Indonesia dapat menjadi
124
penghasil beras tertinggi. Berikut tabel penghasil beras
terbesar di dunia
127
sebagai acuan dalam penerapan komponen teknologi
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam mengelola usaha taninya agar terjadi
peningkatan produksi dan (4) sebagai pedoman dalam
peningkatan produktivitas, produksi, pendapatan dan
kesejahteraan petani. Peran PRA adalah untuk
mengidentifikasi masalah yang terkait dengan upaya
peningkatan produktivitas kemudian diintroduksikan
komponen teknologi sesuai dengan kebutuhan. SL-PTT
sesuai dengan namanya maka seluruh proses belajar
mengajarnya dilakukan di lapangan. Hamparan sawah milik
petani peserta program disebut hamparan SL-PTT sawah
yang ditetapkan sebagai tempat praktik sekolah lapang
disebut laboratorium lapang (LL). Menarik mengkaji sekolah
lapang. Bayangan sebagian orang kalau sekolah lapang
maka akan lebih santai, mengalir saja namun ternyata
tidaklah demikian karena sekolah lapang juga memiliki
kurikulum, ada evaluasi pra dan pasca kegiatan, ada
sertifikat dan semua peserta program harus terlebih dahulu
melakukan registasi.
130
Gambar 5. Kelompok kecil melakukan pengamatan di
sawah [1]
133
pencapaian swasembada pangan berkelanjutan sebagai
salah satu prioritas pembangunan ekonomi nasional.
Program SL-PTT telah berakhir pada tahun 2014 dan kini
berganti menjadi Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (GPPTT). Selama tujuh tahun pelaksanaan, program
SL-PTT telah menggunakan sumber daya yang cukup besar
serta melibatkan banyak instansi pemerintah dan swasta.
134
PTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu), yang
merupakan program pemberdayaan petani dalam adopsi
teknologi dan pemberian bantuan sarana produksi pertanian.
Dalam rangka menarik pelajaran dari program
pemberdayaan petani ini, sudah selayaknya dilakukan
evaluasi terhadap kegiatan tersebut, khususnya mengenai
perencanaan dan implementasi program guna mendapatkan
masukan untuk perbaikan perencanaan dan implementasi
program sejenis di masa mendatang.
135
cukup luas, namun belum sebanding dengan luas lahan
pertanian yang sudah termanfaatkan. Kendala antar sektoral
dalam peningkatan produksi tanaman pangan yang semakin
kompleks karena berbagai perubahan dan perkembangan
lingkungan strategis di luar sektor pertanian yang amat
berpengaruh dalam peningkatan produksi pangan, antara
lain dampak fenomena iklim (DFI), semakin berkurangnya
ketersedian lahan produksi untuk tanaman pangan akibat
alih fungsi lahan, berkurangnya ketersediaan air irigasi
karena sumber – sumber air yang semakin berkurang dan
persaingan penggunaan air diluar sektor pertanian (industri
dan pemukiman) serta laju pertumbuhan penduduk.
Permasalahan sub sektor tanaman pangan khususnya padi
dan kedelai adalah adanya kesenjangan produktivitas
ditingkat petani yang cukup besar, dibanding potensi yang
dapat dicapai petani. Penyebabnya antara lain penggunaan
benih unggul varietas potensi tinggi dan bersertifikat
ditingkat petani masih rendah sekitar 25 – 30 %,
penggunaan pupuk yang belum berimbang dan efisien,
penggunaan pupuk organik yang masih terbatas, teknik
budidaya spesifik lokasi masih belum berkembang,
pendampingan penyuluh, dan peneliti belum optimal,
lemahnya akses petani terhadap sumber
permodalan/pembiayaan usaha serta pasar dll.
136
program peningkatan produktivitas dan produksi pangan
sejak tahun 2007 yang diawali dengan pencanangan
Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), diikuti dengan
komoditas pangan lainnya utamanya jagung dan beberapa
factor penghambat yang ditemui di dalam menerapkan
sekolah lapang adalah,
1. Bidang permasalahan belum tergambar secara spesifik
2. Perencanaan yang tidak matang
3. Adanya kesenjangan atau gap antara tim penyuluh
dengan kelompok tani
4. Ketidakjelasan informasi
5. Komunikasi yang kaku
6. Pendekatan sosial yang tidak tepat
138
dituntut dapat memperlihatkan secara jelas dan nyata
terkait sebab akibat.
140
Gambar 6. Keceriaan Peserta Sekolah Lapang (Sumber:
Cimate4life.info)
PENUTUP
REFERENSI
143
ASSET BASED COMMUNITIES
DEVELOPMENT (ABCD)
Abdul Samad Arief
Universitas Fajar, Makasar
Pos-el: abdulsamad@unifa.ac.id
144
PENDAHULUAN
145
untuk masyarakat [2]. Pendekatan ini tidak selalu berarti
bahwa semua komunitas memiliki sumber daya yang
signifikan [3], namun tidak berarti tidak dapat di
optimalkan.
146
mekanisme, pertama adalah pendekatan tradisional yang
berbasis kebutuhan yang dipengaruhi oleh kebijakan top-
down untuk memberikan bantuan teknis yang lebih fokus
kepada penanganan kebutuhan masyarakat dibandingkan
dengan mengoptimalkan asset masyarakat. Kedua,
pendekatan ―Asset-Based Community Development (ABCD)‖
yang merupakan pendekatan bottom-up yang focus kepada
pelibatan asset masyarakat dan pemangku kepentingan [3],
[5].
147
ahli dalam hal-hal yang berkaitan dengan komunitas mereka
[6]. Pendekatan ini memerlukan visi yang lebih terarah
mengenai tujuan masyarakat secara keseluruhan, hal ini
jelas menggambarkan bagaimana keberlanjutan
pembangunan asset yang ada [1]. Pendekatan ABCD
menumbuhkan pandangan masyarakat kearah yang positif
sehingga keberlanjutannya lebih bisa di pastikan, dan
memungkinkan melakukan identifikasi dan pemetaan asset
lokal dalam rangka revitalisasi komunitas dan mengarah
kepada peningkatan efektivitas dan kapasitasnya [1], [7]
148
komunitas yang memiliki asset yang diakui dan dapat di
kendalikan oleh mereka, dapat mendorong orang untuk
mengambil peran dalam berkontribusi sebagai penyokong
secara penuh di berbagai Tindakan dalam proses
pembangunan, dan bukan lagi sebagai entitas yang
hanya sebagai penerima bantuan semata. [1], [10]
149
Tabel 4. Prinsip-Prinsip ABCD (Sumber: [1], [2], [11])
Aset Komunitas
151
Modal fisik merupakan aset berwujud dan paling
formal dalam system komunitas dan dianggap sebagai
institusi yang berbeda, yang proses pemetaan dan
identifikasinya lebih sederhana dibandingkan dengan modal
sosial [7], [15]. Faktor fisik seperti Gedung, jalan raya,
sumber daya alam, dan insfrastruktur yang ada pada
komunitas tertentu sering dipertimbangkan dalam
memikirkan komunitas tersebut. Modal fisik tidak bergerak,
bertahan dalam rentang waktu yang lama, dan berakar pada
tempatnya, serta beberapa di antaranya dapat di bangun
kembali [1]. Bahkan institusi lokal sebagai modal fisik, yang
mendasari eksistensi sosial dan kemampuannya dalam
memfasilitasi aktivitas bersama, juga dianggap sebagai aset
[1], [7].Kretzmann and McKnight juga mengidentifikasi
enam aset komunitas, dalam pembangunan pembaruan
lingkungan [7], [16], [17] yang terdiri dari: (1) individu, (2)
asosiasi, (3) institusi, (4) tanah dan lingkungan fisik, (5)
pertukaran dan (6) budaya dan cerita (Gambar 1).
152
Gambar 7. Enam Aset Komunitas [16]
153
3. Karunia hati (masalah yang sangat dipedulikan
penduduk, misalnya pendidikan masa kanak-kanak,
makan sehat, infrastruktur bersepeda, dan sebagainya).
155
kegunaan baru dan tak terduga lainnya untuk bangunan dan
tanah.
157
Tantangan dan Manfaat Penerapan Metode ABCD
159
yang bekerja dalam model peningkatan kapasitas
menggunakan frasa 'mendidik masyarakat' dalam kaitannya
dengan keterlibatan masyarakat dan pembangunan
kapasitas, sedangkan praktisi yang bekerja dengan
pendekatan ABCD sering merujuk pada 'mendengarkan
masyarakat' sebagai kunci dalam keterlibatan masyarakat.
'Mendidik masyarakat' menyiratkan bahwa praktisi memiliki
sesuatu yang dibutuhkan komunitas, sebaliknya,
'mendengarkan masyarakat' menyiratkan bahwa komunitas
memiliki sesuatu yang dibutuhkan praktisi [4].
160
komunitas dengan cara mereka sendiri, dan juga dengan
terlibat dalam cara yang tidak mengancam, maka hambatan
partisipasi dapat dikurangi [4].
161
menginginkan Anda untuk memasukinya. Jadi, jika
masyarakat tidak merasakan adanya kebutuhan, itu hanya
membuang-buang waktu. Praktisi membahas titik masuk
sebagai hal yang sangat penting. Sejumlah praktisi
membahas perlunya meluangkan waktu untuk belajar
tentang komunitas, menemukan siapa pemain penting, dan
mengembangkan hubungan dengan orang-orang ini untuk
masuk ke komunitas.
163
pemberi layanan, kepemilikan komunitas atas isu-isu lokal
dimungkinkan. Namun mengambil perspektif yang lebih luas
pada keseluruhan sistem memungkinkan perspektif yang
beragam untuk didengar dan pengetahuan lokal muncul.
Ketika dipertimbangkan dengan pendekatan ABCD, dengan
fokusnya pada pemetaan aset, menarik aset manusia dan
organisasi lokal akan membawa berbagai perspektif untuk
mengatasi masalah apa pun.
165
menjangkau lebih banyak masyarakat. Misalnya, bekerja
sama dengan kelompok olahraga, kelompok senior, asosiasi
penduduk, dan kelompok budaya, semuanya akan
membawa dimensi baru pada keterlibatan. Bagi praktisi
yang berperan sebagai fasilitator atau katalisator, ini ideal
karena organisasi yang digerakkan secara lokal dapat
berinteraksi dengan proses pembaruan dan membangun
kapasitas mereka sendiri dengan dukungan dari para
praktisi. ―Meskipun bimbingan sering kali mendorong
lembaga untuk melampaui aktivis lokal, juga memungkinkan
untuk mengidentifikasi dan bekerja dengan kelompok yang
paling representatif dan terbuka: memfasilitasi dan
mendorong praktik demokrasi dan keterlibatan penduduk
local seluas-luasnya [25].
166
adalah sumber daya untuk membantu mereka
melakukannya sendiri. Ini menegaskan posisi praktisi
sebagai fasilitator atau katalisator. Praktisi yang bekerja
dalam model konvensional masih melihat peran mereka
sebagai pengambil keputusan dalam pembangunan
komunitas, meskipun dengan masukan dari komunitas. Hal
ini adalah pergeseran paradigma yang signifikan, dan
merupakan tantangan utama untuk penggunaan ABCD
168
daripada negosiasi [29]. Mengelola keseimbangan ini, dan
juga menjaga kesadaran akan prinsip-prinsip pengembangan
komunitas akan memandu para praktisi bekerja dengan
komunitas. Meskipun ada konflik dan ketegangan, namun
dapat diatasi dengan merujuk kembali pada prinsip-prinsip
pengembangan masyarakat yaitu partisipasi, pemberdayaan
dan kepemilikan [21] sehingga akan membuat praktisi tetap
pada jalurnya dalam bekerja dengan masyarakat.
PENUTUP
169
pendekatan ini secara kompeten. Ini harus mencakup
keterampilan sebagai fasilitator yang kuat, pengalaman
bekerja dalam inisiatif kepemimpinan masyarakat, kemauan
untuk mengambil pendekatan berbasis kekuatan, dan
kemampuan untuk bekerja dengan Lembaga pendanaan
yang di saat yang sama mendukung pemberdayaan
masyarakat. Pembaruan Lingkungan dapat mengambil
pendekatan yang sangat berbeda, dan menemukan bahwa
masyarakat mendapat manfaat dari peningkatan kapasitas
dan pemberdayaan yang dilakukan.
REFERENSI
171
community development,‖ Community Dev. J., vol. 41,
no. 2, pp. 160–173, 2006, doi: 10.1093/cdj/bsi045.
172
[22] D. Matarrita-Cascante, J. H. Lee, and J. W. Nam,
―What elements should be present in any community
development initiative? Distinguishing community
development from local development,‖ Local Dev. Soc.,
pp. 1–21, 2020, doi:
10.1080/26883597.2020.1829986.
173
ENVIRONMENTAL SCANNING (ES)
Rini Astuti
Universitas Islam kadiri, Kediri, Jawa Timur
Pos-el: Riniastuti@uniska-kediri.ac.id
174
PENDAHULUAAN
176
Dari beberapa pengertian tersebut diatas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa Environtmental Scanning adalah
suatu kegiatan proses monitoring/pengawasan,
menganalisis, mengevaluasi, pengambilan keputusan,,
penguraian informasi dan penyebaran informasi yang
berasal dari eksternal dan internal perusahaan kepada
personal kunci (key people) di dalam organisasi.
177
memaksimalkan kekuatan dan peluang, dan meminimalkan
kelemahan dan ancaman. Analisa SWOT bukan hanya
mengidentifikasi kompetensi (kemampuan dan sumber
daya) yang dimiliki perusahaan, tetapi juga mengidentifikasi
peluang yang belum dilakukan oleh perusahaan karena
keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Bila diterapkan
secara akurat, asumsi sederhana ini memiliki dampak yang
sangat besar atas rancangan suatu strategi yang handal
Lingkungan Ekternal
179
a. Scanning: mengidentifikasi tanda-tanda awal perubahan
lingkungan dan tren.
180
b. Lingkungan indsutri (industry environtment) meliputi:
181
dapat diberikan oleh perusahaan dalam industri.
Semakin menarik alternatif harga yang ditawarkan
maka makin ketat pembatasan laba industri. Barang
pengganti yang mendapat perhatian besar adalah
produk yang mempunyai kecenderungan harga atau
prestasi yang lebih baik dari produk industri dan
dihasilkan indsutri berlaba tinggi (yang dapat
menyebabkan penurunan harga atau peningkatan
prestasi).
182
Adapun analisis eksternal juga dibahas dengan model
lingkungan industri yang merupakan model 5 kekuatan
bersaing yang dikemukakan oleh [6]. Model ini adalah
strategi bisnis yang digunakan untuk melakukan analisis dari
sebuah struktur industri. Analisis tersebut dibuat
berdasarkan 5 kekuatan kompetitif (Five Forces Model
Porter) yaitu:
183
akan melakukan transaksi. Daya tawar pembeli
tergantung pada konsentrasi dari pembeli, diferensiasi
dari produk, profitabilitas pembeli, kualitas dari produk
dan servis serta perpindahan biaya.
Internal Environtment
187
dapat mempengaruhi keputusan jangka panjangnya. Faktor-
faktor ini mempengaruhi berbagai industri antara lain:
189
hukum, sosiocultural, teknologi, global, dan lingkungan fisik.
Apa yang dapat dilakukan perusahaan yaitu menganalisis
tren pada setiap segmen dan memprediksi efek terhadap
aktivitasnya.
192
substitusi teknologi saat itu, atau mengembangkan teknologi
yang dimiliki demi mencapai competitive advantage.
193
seperti corporate social responsibility demi keberlanjutan
aktivitas perusahaan.
PENUTUP
194
REFERENSI
195
METODE LOGICAL FRAMEWORK
APPROACH (LFA)
Sutarman
Universitas Islam Syekh Yusuf
Pos-el: sutarman@unis.ac.id
196
PENDAHULUAN
197
dan lembaga untuk melaksanakan berbagai macam kegiatan
dalam proyek.
198
Dengan pendekatan LFA suatu proyek akan diketahui pada
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dengan
melakukan analisis SWOT. LFA dapat mengetahui langsung
risiko potensial (potential risks), dalam upaya pencapaian
target ataupun sasaran hasil secara objectives. LFA juga
dapat membantu menganalisis kondisi terkini yang sedang
berlangsung (existing situation), selama dalam persiapan
proyek dapat membangun hierarki dengan pendekatan
pemikiran yang logis terhadap pencapaian pada sasaran
hasil secara Obyektif, dapat mengarahkan input, proses
menjadi outputs dan outcomes yang dapat diawasi dan
dievaluasi sesuai dengan prosedur dan tahapannya, serta
dapat menghasilkan sebuah ringkasan proyek sesuai dengan
standar.
200
sebagai teknis dalam mempadukan antara logika vertikal
dan logika horisontal. Adapun tujuan yang ditetapkan dapat
diukur dengan indikator-indikatornya melalui informasi dan
data yang telah dikumpulkan dan disajikan dalam alat
verifikasi khusus.
201
indikatornya yang dibuat dengan pendekatan Specific
Measurable Attainable Realibility dan Timely. Data-data yang
dikumpulkan untuk menunjang dan dapat mempengaruhi
tingkat keberhasilan maupun kegagalan suatu proyek.
202
Perencanaan Strategik
c. Result chain
e. Stakeholder analysis
203
Gambar 9. Model Perencanaan Strategik [2]
Evaluasi Strategik
204
ketidaksepakatan antara stakeholders dengan tujuan dari
sebuah proyek akan dicapai. Adapun pendekatan yang
dimaksud dalam Logical Framework Approach (LFA), yaitu
membangun hierarki kerangka logis yang berorientasi pada
tujuan proyek itu sendiri. Pendekatan logika untuk
membantu mengklarifikasi tujuan proyek, program dalam
mengidentifikasi hubungan sebab akibat antara input,
process, output, outcome dan impact. Maka dengan tujuan
tersebut, pada dasarnya bahwa dalam pengevaluasian suatu
proyek, program dapat dijelaskan pada gambar berikut ini.
205
a. Proses evaluasi pada suatu proyek, program tidak
bersifat linear, akan tetapi bersifat dinamis yang jarang
mengikuti urut-urutan yang runtut.
207
akhir tetapi diluar kontrol program. (b). Purpose sebagai
sasaran proyek, program merupakan rincian dari bagian
tujuan, namun objectives sebagai sasaran merupakan diluar
kontrol proyek, program, goal dan purpose diluar kontrol
program. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak langsung
mempengaruhi, akan tetapi dapat dicapai dengan gabungan
beberapa proyek, program yang satu dengan program yang
lainnya. (c). Outputs adalah suatu hasil spesifik yang harus
diperoleh sesudah proyek, program berakhir (d).
Activities yaitu suatu kegiatan dalam suatu proses yang
harus disusun dalam memperoleh outputs selama proyek,
program berlangsung.
208
mencapai tujuan, pada masing-masing hubungan
antara tujuan. Pelaksanaan yang berimplikasi dalam
proyek yang telah direncanakan yang menghasilkan
hasil output yang telah direncanakan.
209
Kriteria indikator
Cara verifikasi
211
pemanfaatan Logical Framework Approach, secara
maksimal. Adapun pendekatan SMART yang dimiliki LFA
merupakan pendukung kegiatan monitoring dan evaluasi
serta menentukan indikator keberhasilan dari suatu proyek
program.
212
memperoleh gambaran program kerja dalam pemberdayaan
masyarakat.
213
stakeholder merupakan kelompok atau individu yang dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan
sebuah proyek pengabdian masyarakat. Peran aktif dari
stakeholders sebagai paradigma dominan semakin
menguatkan konsep bahwa perusahaan bertanggung jawab
kepada pemegang saham.
214
Tree objective analysis adalah citra positif dari analisis
masalah. Situasi citra negatif dari pohon masalah diubah
menjadi solusi yang dinyatakan sebagai pencapaian citra
positif. Pencapaian positif ini sebagai tujuan sesuai diagram
tujuan. Adapun diagram tersebut untuk membantu
menganalisis dan presentasi ide dan gagasan yang akan
dicapai. Obyektif analisis bertujuan untuk mengidentifikasi
strategi alternatif untuk menilai kelayakan dan strategi
proyek pemberdayaan masyarakat. Pemilihan alternatif
untuk membantu dalam menentukan lingkup proyek dalam
pekerjaan yang rinci dan detail. Srategi yang berdampak
positif untuk menangani kebutuhan team dalam menjalin
koordinasi dan komunikasi dengan team untuk mengikuti
pelatihan, mengadakan weekly meeting untuk menganalisis
permasalahan, solusi yang dibutuhkan, serta pemahaman
tentang tugas, fungsi dan tanggung jawab pegawai yang
terlibat. Mengadakan pelatihan secara terbuka bagi para
pegawai yang sesuai dengan level dan tugasnya masing-
masing.
215
Logic Framework, hasil analisis pada stakeholder,
masalah, tujuan dan strategi yang digunakan sebagai bahan
dan persiapan untuk mengembangkan Logical Framework
Matrix. Adapun target yang harus dicapai dan dipertahankan
dalam mencapai tujuan projek tersebut yaitu sebagai
berikut:
a. Speedup
b. Maintanance process
c. Mempercepat pembangunan projek
d. Mendorong penyedia untuk segera membangun
projek
e. Meningkatkan kinerja
f. Memberikan edukasi lingkungan sekitar.
216
Logic Framework Approach Matrik, dapat dibagi
menjadi empat kolom deskripsi yaitu sebagai berikut:
a. Kolom yang kesatu memaparkan yang menjadi
perhatian langsung dari proyek, program kerja.
e. Faktor eksternal.
218
Stakeholder analysis dengan menggunakan
pendekatan SWOT analysis yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi situasi lingkungan internal maupun
situasi lingkungan eksternal. Analisis SWOT dapat berbentuk
matriks yang terdiri dari daftar kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman dalam pembangunan proyek, untuk
memperoleh gambaran dari kualitas program kerja
pemberdayaan masyarakat, maka dapat dilakukan strategi
S-O, W-O, S-T, dan W-T.
220
b. Aktivitas perancangan yang mengamati,
mengembangkan dan menganalisis yang memerlukan
tindakan segera
221
a. Specific dalam merujuk pada kompetensi yang
terbatas dan jelas, yang mencerminkan pada aspek-
aspek obyektivitas;
223
Rekrutmen karyawan yang dibutuhkan sesuai dengan
fungsinya yaitu The right man on the right place, yang
merupakan pijakan bagi manajer personalia dalam
menempatkan staf pada proyek, program pemberdayaan
masyarakat. Perekrutan karyawan yang tepat yang sesuai
untuk menduduki suatu jabatan dan menjalankan tugas dan
kebijakannya. Rekomendasi resource planning sebagai input
yang harus realistis yang menghasilkan output yang
diharapkan. Kegiatan yang dijelaskan bahwa input harus
bisa dikaitkan langsung dengan kegiatan tersebut, input
merupakan komponen yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan yang telah direncanakan serta dapat didefinisikan
secara tepat sesuai dengan rekomendasi internal dan
external risk factors, yaitu suatu risiko yang dapat
menghasilkan manfaat dan keuntungan proyek. Risiko yang
terjadi pada proyek terhapadap risiko individu maupun risiko
proyek pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan,
harus diidentifikasi sebab-sebab terjadi risiko yang tidak
teridentifikasi, dapat berubah seiring waktu penerapan yang
dapat merubah pola dan tingkat pengaruhnya. Personalia
yang terlibat dalam kegiatan identifikasi risiko yaitu manajer
proyek, anggota dan tim proyek, pelanggan, tenaga ahli,
dan stakeholder. Mengidentifikasi risiko pada beberapa
komponen sebagai sumber risiko, peristiwa, konsekuensi,
penyebab, efektivitas, dan waktu dan tempat terjadi risiko.
224
PENUTUP
REFERENSI
225
PARTICIPATORY IMPACT
MONITORING (PIM)
Lina Saptaria
Universitas Kadiri, Kediri, Jawa Timur
Pos-el: linauniskakediri@gmail.com
226
PENDAHULUAN
228
dengan dukungan aksi kolektif dan jaringan yang
dikembangkan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan
nasional Negara Indonesia merupakan tanggung jawab
bersama, baik pemerintah maupun seluruh masyarakat.
Dalam hal ini, masyarakat adalah pelaku utama
pembangunan, sedangkan pemerintah berkewajiban untuk
mengarahkan, membimbing, memfasilitasi, dan
menggerakkan masyarakat demi terwujudnya tujuan
pembangunan nasional. Kegiatan masyarakat dan kegiatan
pemerintah dalam pembangunan harus saling mendukung,
saling mengisi, dan saling melengkapi satu sama lain.
Pelaksanaan pembangunan cenderung menggunakan
pendekatan parsipatif yang melibatkan berbagai pihak
pemangku kepentingan. Proyek pembangunan yang
direncanakan dan dilaksanakan oleh salah satu pihak saja,
menyebabkan munculnya permasalahan-permasalahan
seperti pembangunan yang tidak tepat sasaran, alokasi dana
pembangunan yang tidak efisien, hasil pembangunan yang
tidak dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat, dan
adanya dampak negatif dari proyek pembangunan bagi
lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, konsep partisipatif
dalam pembangunan masyarakat, menjadi kajian yang
sangat penting dalam mewujudkan tujuan pembangunan
nasional. Masyarakat harus dilibatkan dalam porsinya
masing-masing untuk turut serta merencanakan, mengelola,
memantau, mengevaluasi, dan menjaga keberlanjutan
proyek-proyek pembangunan.
229
Pembangunan yang baik harus mempertimbangkan
keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dengan
kelestarian lingkungan atau disebut pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development). Konsep
pembangunan berkelanjutan diperkenalkan oleh Commission
on Environment and Development, yaitu sebuah badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa Komisi Bruntland pada tahun
1987, berdasarkan laporan komisi ini, pembangunan
berkelanjutan merupakan pembangunan yang memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan
kebutuhan generasi yang akan datang. Konsep
pembangunan berkelanjutan menurut Sutamihardja [2]
meliputi pemerataan, pengamanan kelestarian, pengelolaan
sumber daya alam, kesejahteraan masyarakat, dan
pertahanan kualitas kehidupan manusia masa kini hingga
masa yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan
memerlukan partisipasi dari segenap masyarakat melalui
strategi pemberdayaan. Subejo dan Supriyanto
mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya
yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam
merencanakan, memutuskan dan mengelola sumber daya
lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking
sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan
kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial budaya [3].
Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi dalam
jangka panjang yang dapat mendukung kelancaran proyek
pembangunan berkelanjutan. Hasil penelitian melalui studi
kasus, menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat
230
merupakan salah satu strategi untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pemberdayaan
masyarakat dapat memunculkan kemandirian masyarakat,
keswadayaan masyarakat, dan menanamkan nilai-nilai
konservasi lingkungan masyarakat. Hal ini diketahui dari
dampak yang dihasilkan dari penerapan prinsip
pembangunan berkelanjutan dalam strategi pemberdayaan
yang dilakukan oleh LSM SwaraOwa selama proyek
pemberdayaan [4].
232
Proyek pembangunan yang dijalankan di masyarakat
merupakan rencana dari sekelompok orang yang ditugaskan
oleh pemerintah untuk menjalankan sebuah proyek. Dampak
dari proyek pembangunan seringkali belum dapat dirasakan
oleh masyarakat secara luas, hal ini disebabkan oleh kurang
adanya pemantauan dan evaluasi yang melibatkan
masyarakat secara langsung sebagai pihak yang mengalami
dampak dari proyek pembangunan tersebut. Penekanan
kegiatan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi adalah
pendekatan partisipasi. Konsep partisipasi ini memiliki
makna yang beragam menurut berbagai kalangan, sehingga
PIM memiliki beragam istilah yang maknanya hampir sama,
istilah lain dari PIM yaitu: 1) Pemantauan partisipatif (PM)
dan Evaluasi (E), 2) Evaluasi partisipatif (PE), 3)
Pemantauan partisipatif (PM), 4) Penilaian partisipatif,
pemantauan, dan evaluasi (PAME), 5) Pemantauan proses
(ProM), 6) Evaluasi diri (SE), 7) Evaluasi otomatis, 8)
Evaluasi berbasis pemangku kepentingan atau Penilaian
pemangku kepentingan, 9) Pemantauan komunitas atau
pemantauan warga (CM), 10) Monitoring dan evaluasi
partisipatif (MEP).
233
lokakarya ini, isu tentang praktik kegiatan monitoring dan
evaluasi secara partisipatif di lapangan terus berkembang.
Berbagai pihak telah menyetujui pentingnya monitoring dan
evaluasi kegiatan pembangunan masyarakat yang dilakukan
secara partisipatif. Robert Chambers (1997)
menggambarkan pendekatan baru, yang dimulai dengan
pengetahuan masyarakat sebagai dasar untuk perencanaan
dan perubahan. Tinjauan pustaka tentang monitoring dan
evaluasi partisipatif banyak bermunculan berdasarkan
pengalaman masing-masing pelaku dalam menerapkan
kegiatan ini di lingkungan masyarakat. Penelitian dengan
pendekatan partisipatif juga telah dilakukan oleh peneliti di
seluruh dunia dan hasilnya telah banyak dipublikasikan
dalam berbagai bentuk, diantaranya berupa buku dan artikel
ilmiah. PM&E merupakan dasar untuk mendukung penelitian
partisipatif yang umumnya berkaitan dengan penelitian
pertanian dan pengembangan masyarakat. Tujuan
penerapan PM&E berkembang sesuai dengan kebutuhan
masing-masing pelaku. Untuk mencapai tujuan-tujuan PM&E
diperlukan pendekatan, alat, metode, dan teknik
pembelajaran partisipatif yang mungkin berbeda antara satu
peneliti dengan peneliti lain. Laporan dan dokumentasi
proses dan temuan PM&E lebih banyak dilakukan oleh
individu dan lembaga dari sektor swasta daripada dari sektor
pemerintah. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan
organisasi masyarakat merupakan aktor kunci dalam
memperkenalkan dan mempertahankan proses PM&E.
South-South Sharing Forum, melaporkan pengalaman PM&E
234
di Afrika yang digunakan untuk manajemen proyek,
penilaian diri, tinjauan proyek, penilaian organisasi, dan
pembangunan kapasitas. PM&E dilakukan oleh pemangku
kepentingan yang berbeda, termasuk organisasi berbasis
masyarakat, LSM, pemerintah dan donor, konsultan dan
peneliti (PAMFORK 1997.) Dalam survei di Bolivia, Alcocer,
Lizárraga, Delgadillo et al. menemukan bahwa beragam
pelaku yang terlibat dalam proses partisipatif antara lain:
kelompok adat, organisasi sosial (organisasi masyarakat),
pemimpin, dan pejabat pemerintah pusat dan daerah [7].
Sektor-sektor utama yang diwakili dalam survei ini meliputi:
pertanian dan peternakan, kehutanan, konservasi sumber
daya alam, usaha mikro, infrastruktur dasar, perawatan
kesehatan primer, pendidikan serta pembangunan lintas
sektor dan politik yaitu peningkatan kapasitas dan
pengorganisasian politik [6]. Berbagai penelitian yang
mendasari perkembangan monitoring dan evaluasi
partisipatif antara lain sebagai berikut.
1) Buku Whose Reality Counts karya Robert Chambers
(1997) menggambarkan tentang pentingnya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan yang dimulai dengan
pengetahuan masyarakat sebagai dasar untuk
perencanaan dan perubahan.
235
3) Fals Borda (1985) melakukan penelitian tentang
pembelajaran dan aksi partisipatif yaitu Rapid Rural
Appraisal (RRA) dan Participatory Rural Appraisal (PRA).
236
dampak sosiokultural dan proses pembelajaran masyarakat
dalam suatu proyek yang diimplemetasikan dalam
lingkungan masyarakat. Terdapat 3 istilah dalam PIM yaitu
participatory atau partisipasi, impact atau dampak, dan
monitoring atau pemantauan. Partisipasi adalah seluruh
personil atau lembaga yang yang turut serta melibatkan diri
dalam suatu proyek guna memenuhi tuntutan kebutuhan
dan dalam pembuatan keputusan yang berhubungan dengan
proyek kegiatan masyarakat. Dampak merupakan hasil dari
implementasi proyek tertentu dalam lingkungan masyarakat.
Pemantauan adalah proses pengumpulan data dan
pengukuran kemajuan suatu proyek secara rutin untuk
memantau perubahan, yang berfokus pada proses dan
keluaran (hasil). Pemantauan biasanya diikuti dengan
adanya kegiatan penilaian atau evaluasi.
Evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam
meningkatkan kualitas, kinerja, atau produktivitas suatu
lembaga dalam melaksanakan programnya. Fokus evaluasi
adalah individu, yaitu prestasi belajar yang dicapai kelompok
atau kelas. Melalui evaluasi akan diperoleh informasi tentang
apa yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai.
Selanjutnya, informasi ini digunakan untuk perbaikan suatu
program.
237
monev dalam berbagai aspek kegiatan masyarakat,
contohnya aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, dan
lingkungan. Pendekatan partisipatif merupakan suatu
metode yang melibatkan adanya partisipasi masyarakat
dalam pembangunan, dimulai dengan pengetahuan
masyarakat sebagai dasar untuk melakukan perencanaan
dan perubahan. Perencanaan partisipatif bertujuan
memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan
terkait urusan-urusan publik agar keputusan yang diambil
memiliki dasar informasi yang mendekati sempurna dengan
tingkat penerimaan masyarakat yang tinggi. Monitoring dan
evaluasi partisipatif merupakan sarana pengambilan
keputusan bersama mengenai apa yang ingin dan akan
dilakukan oleh masyarakat dalam menjalankan suatu proyek
dan mengembangkan proyek secara berkelanjutan.
Beberapa pengertian PIM adalah sebagai berikut.
238
mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap pelaku proyek
dapat melakukan kerjasama dalam perencanaan,
implementasi, dan evaluasi proyek secara berkala serta
membangun komunikasi dua arah secara intensif.
239
kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat,
meningkatkan motivasi dan peran serta kelompok
masyarakat dalam proses pembangunan, serta
meningkatkan rasa memiliki pada kelompok masyarakat
terhadap program kegiatan yang disusun untuk kemajuan
masyarakat secara berkelanjutan. Kegiatan penelitian
partisipatif atau partisipatoris seringkali didukung oleh
penerapan PIM dalam kegiatan tersebut. Tujuan dari
kegiatan penelitian partisipatif adalah untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat yang dapat mendukung
pembangunan pada aspek ekonomi, sosial, politik, dan
budaya. Melalui penelitian partisipatif, berbagai aspek
permasalahan masyarakat akan diselesaikan secara
kolaboratif antara tim peneliti dengan masyarakat setempat
dan setiap pemangku kepentingan. Hal ini memungkinkan
seluruh pihak untuk melakukan identifikasi kebutuhan dan
menetapkan tujuan, memonitor dan mengevaluasi kinerja
masing-masing. Pendekatan partisipasi merupakan suatu
pemberdayaan (engagement) dari kelompok sasaran
(affected group) dalam satu atau lebih siklus
Project/program/kegiatan yang meliputi perencanaan atau
desain, pelaksanaan atau implementasi, pemantauan atau
monitoring, dan pengawasan atau evaluasi. Peran serta
masyarakat dalam pendekatan partisipatif sangatlah besar
karena masyarakat dinilai lebih mengetahui sepenuhnya
tentang permasalahan, kepentingan, dan kebutuhan
mereka. Selain itu, masyarakat lebih memahami tentang
keadaan lingkungan sosial dan ekonomi, sehingga mampu
240
menganalisis sebab akibat dari berbagai kejadian di
masyarakat. Masyarakat dinilai mampu merumuskan solusi
unuk mengatasi permasalahan dan kendala yang dihadapi
dengan memanfaatkan sumber daya pembangunan (SDA,
SDM, dana, sarana dan teknologi) yang dimiliki untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas dalam rangka
mencapai sasaran pembangunan masyarakat [11].
241
pengalaman kelompok. Dua aktor utama pelaksana PIM
yaitu kelompok masyarakat dan organisasi swadaya
masyarakat.
242
PIM bertujuan untuk memantau kegiatan proyek masyarakat
yang berfokus pada hal-hal sebagai berikut:
243
cara belajar sambil melakukan kegiatan. Organisasi
pembelajaran berguna untuk mendorong pembelajaran yang
lebih inovatif dan adaptif.
244
5) Meningkatkan akuntabilitas dan kebijakan publik.
1) Partisipasi
246
proyek harus didasarkan pada partisipasi aktif penduduk
dalam pembuatan dan pengambilan keputusan. Ini harus
bertujuan untuk meningkatkan otonomi kelompok swadaya.
2) Orientasi proses
Konsep proyek dan perencanaan harus memberikan ruang
yang cukup untuk diatur dan diubah selama prosesnya oleh
orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya.
3) Instrumen pelengkap
PIM telah dipahami sebagai pelengkap pemantauan dan
evaluasi secara konvensional oleh seluruh pelaksana
kegiatan proyek .
248
Tabel 6. Perbedaan Evaluator Internal dan Eksternal
Unsur
No Evaluator Internal Evaluator Eksternal
Pembeda
250
Sistem pemantauan dan evaluasi dampak partisipatif
secara gabungan bertujuan untuk melakukan pemantauan
dan penilaian berdasarkan sudut pandang orang dalam dan
orang luar. Tujuan yang mendasarinya adalah untuk
mencapai perspektif yang lebih holistik dan melibatkan
pemangku kepentingan yang lebih beragam.
251
2) Mengumpulkan data.
3) Analisis data
252
4) Dokumentasi, pelaporan dan berbagi informasi.
253
pemantauan dan evaluasi secara tradisional antara lain
sebagai berikut:
254
Perkembangan praktik pemantauan dan evaluasi
adalah berdasarkan prinsip partisipatif. Kegiatan evaluasi
difokuskan pada proses negosiasi, memasukkan berbagai
pemangku kepentingan secara lebih terpusat ke dalam
proses evaluasi. Evaluator memainkan peran utama sebagai
fasilitator dalam proses negosiasi dengan pemangku
kepentingan, yang berpartisipasi dalam desain,
implementasi dan interpretasi evaluasi sebagai mitra penuh.
Ada empat prinsip umum yang digunakan dalam
pemantauan dan evaluasi partisipatif, yaitu: partisipasi,
pembelajaran, negosiasi, dan fleksibilitas.
1) Prinsip Partisipasi
2) Prinsip Pembelajaran
255
pengembangan keterampilan dan sumber daya masyarakat
yang ada. Peserta yang terlibat dalam PIM memperoleh
keterampilan yang memperkuat kapasitas lokal untuk
perencanaan, pemecahan masalah, dan pengambilan
keputusan [20]. PIM merupakan proses pembelajaran bagi
individu maupun kelompok sehingga mampu mengenali
kekuatan dan kelemahan mereka, realitas sosial mereka
yang lebih luas, visi, dan perspektif mereka tentang hasil
pembangunan. Proses pembelajaran inilah yang
menciptakan kondisi yang kondusif untuk perubahan dan
tindakan. Peserta PIM memperoleh pemahaman yang lebih
besar tentang berbagai faktor (internal dan eksternal) yang
mempengaruhi kondisi dan dinamika proyek mereka, dasar
keberhasilan dan kegagalan mereka, dan solusi potensial
atau tindakan alternatif [21]. Feuerstein berpendapat bahwa
evaluasi partisipatif dibangun di atas apa yang sudah
diketahui dan dilakukan orang, menggunakan dan
mengembangkan kemampuan dan keterampilan orang saat
ini untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan mereka
sendiri [22]. Peserta bersama-sama belajar dari pengalaman
dan mendapatkan kemampuan untuk mengevaluasi
kebutuhan mereka sendiri, menganalisis prioritas dan tujuan
mereka sendiri, dan melakukan perencanaan berorientasi
tindakan. Ciri penting dari siklus pembelajaran ini adalah
bagi kelompok pemangku kepentingan untuk terus
merefleksikan dampak evaluasi mereka dan di mana proses
tersebut memimpin mereka, belajar dari keberhasilan dan
kesalahan mereka sendiri [23]. Evaluasi kemudian menjadi
256
bagian dari proses pembelajaran masyarakat dan
peningkatan kapasitas yang berkelanjutan.
3) Prinsip Negosiasi
257
4) Prinsip Terbuka, Pertanggungjawaban pelaksanaan
proyek dilaporkan secara terbuka.
258
Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Participatory
Impact Monitoring
259
penghambat. Jika dalam praktik di lapangan menghadapi
situasi yang tidak diatur dalam SOP, maka akan muncul
konflik dalam organisasi.
261
beberapa strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM
SwaraOwa meliputi: 1) strategi pemungkinan atau fasilitasi
dengan lingkup kegiatan diskusi kelompok dan
pembangunan fasilitas pemberdayaan untuk memunculkan
motivasi masyarakat, 2) strategi penguatan melalui kegiatan
yang berfokus pada peningkatan kemampuan masyarakat
seperti pelatihan pengolahan kopi hutan dan budidaya lebah
hutan, 3) strategi perlindungan mengenai usaha-usaha
pembentukan jaringan petani kopi hutan, 4) strategi
pemasaran produk hutan non-kayu masyarakat, 5) strategi
pendukungan dengan turut serta dalam kegiatan teknis yang
dilakukan dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki
oleh LSM swaraOwa seperti audit keungan dan kemampuan
bernegosiasi kepada masyarakat Hutan Sokokembang.
Dampak yang dihasilkan dari pemberdayaan tersebut
meliputi tiga aspek pembangunan berkelanjutan yaitu
keberlanjutan ekologi ditandai dengan peningkatan jumlah
fauna yang ditemukan di Hutan Sokokembang setiap
tahunnya, keberlanjutan ekonomi yang tercipta dari
tumbuhnya sektor ekonomi masyarakat selain bertani dan
tumbuhnya inisiatif masyarakat dalam menjaga kelestarian
Hutan Sokokembang menjadi ciri lahirnya keberlanjutan
sosial.
262
lingkungan, pemberdayaan sumber daya manusia, dan
pemberdayaan ekonomi produktif. Adapun kegiatan yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
263
khususnya perbankan maupun non-perbankan,
pemanfaatan teknologi dan pemasaran serta promosi
produk.
PENUTUP
REFERENSI
265
Pembangunan Berkelanjutan: Studi Kasus Strategi
Pemberdayaan Masyarakat Hutan Sokokembang LSM
swaraOwa di Kabupaten Pekalongan,‖ no.
14010115120033.
266
evaluation (PM&E) work: thirteen vignettes from the
field. UPWARD. Self-assessment: participatory
dimensions of project monitoring and evaluation. Los
Banos, Laguna- UPWARD.,‖ 1997.
267
[25] E. Guba and Y. Lincoln, Fourth Generation Evaluation.
London and California: SAGE Publications, Inc., 1989.
268
METODE ZIEL ORIENTIERTE PROJECT
PLANING (ZOPP)
Wawan Herry Setyawan
Universitas Islam Kadiri;
Pos-el: wawansetyawan@uniska-kediri.ac.id
PENDAHULUAN
270
4. Ringkasan tersebut dalam hidup dinamakan
matriks perencanaan proyek.
271
Jerman dengan negara-negara yang sedang berkembang di
Afrika tepatnya Tanzania [3].
273
Gambar 15. Konsep Penyelesaian Masalah Menggunakan
Metode ZOPP
274
partisipatif (PRA) dan berorientasi tujuan proyek (ZOPP)
dikemas dalam kegiatan Forum Group Discussion (FGD) [4].
Pada metode ZOPP diskusi tersebut dapat diorientasikan
pada pemecahan masalah sehingga diskusinya berguna
dalam mengidentifikasi strategi yang tepat dalam tujuan
pemecahan masalah proyek.
275
Langkah 3: Telitilah masalah-masalah lainnya yang
menyebabkan masalah inti; letakkan kartu-kartu ini di
bawah masalah inti.
276
5. Buatlah bentuk Diagram Letak suatu masalah sehingga
diagram dapat menunjukkan penting dan tidak
pentingnya masalah tersebut. Pada bagian ini, poin
masalah inti bukanlah masalah terpenting, namun suatu
masalah yang agak mendesak dalam keadaan dan bidang
yang akan diteliti.
279
2. Analisis Peranjuga dapatditerapkan sebagai langkah
pertama apabila pendekatan proyek atau tujuan-tujuan
dan kegiatan-kegiatan proyek yang telah ditentukan. Hal
ini misalnya, apabila ZOPP digunakan dalam rangka
evaluasi dan penyesuaian rencana proyek.
280
proyek. Menyidik kepentingan/ prioritaspihak-pihak
tersebut.
281
RUANG LINGKUP MATRIKS KAJIAN
PERAN/PERENCANAAN PROYEK
282
Cara Menyusun Matriks Perencanaan Proyek Metode
ZOPP/GTZ14
283
Gambar 16. Strategi Proyek dan Asumsi Penting
284
2. Mulailah dengan suatu gagasan proyek yang mungkin
masih agak mentah. Kemudian perbaikilah secara
berulang-ulang, sehingga isi Matriks Perencanaan Proyek
lengkap, taat asas/logis, realistis
PENUTUP
REFERENSI
285
[3] F. W. Bolay, ―Zielorientiertes Planen und Managen von
Modernisierungsprojekten in der öffentlichen
Verwaltung,‖ VM Verwaltung Manag., vol. 11, no. 2,
pp. 80–85, 2005.
286
[11] W. Herry Setyawan et al., ―The effect of an android-
based application on T-Mobile learning model to
improve students‘ listening competence,‖ in Journal of
Physics: Conference Series, Jun. 2019, vol. 1175, no.
1, doi: 10.1088/1742-6596/1175/1/012217.
287
METODE FOCUS GROUP DISCUSSION
(FGD)
Rika Endah Nurhidayah
Universitas Sumatera Utara
Pos-el: rika_endah@usu.ac.id
288
PENDAHULUAN
289
Latar Belakang dan Perkembangan Focus Group
Discussion
290
isu atau masalah dalam topik yang dibahas. Oleh karena itu
FGD terus berkembang termasuk dalam penelitian-penelitian
kesehatan.
Definisi FGD
291
FGD sering digunakan sebagai salah satu metode
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, baik sosial,
humaniora maupun kesehatan, selain dua metode lainnya
yang sudah lebih dahulu popular yaitu wawancara mendalam
dan observasi. FGD memiliki keunggulan dibanding dua
metode lainnya, karena dalam waktu yang bersamaan
peneliti atau surveyor akan mendapatkan informasi yang
sangat beragam.
294
keleluasaan bagi partisipan untuk mengendalikan diskusi.
Apabila terdapat bidang-bidang khusus yang diinginkan
partisipan, maka setiap partisipan dapat mewakili untuk
memimpin diskusi sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
295
ruang obrolan, tepatnya dengan jaringan telepon. Tele
konferensi dilakukan jika secara geografis terbatas untuk
mengumpulkan semua peserta bersama dalam satu
ruangan. Kondisi lain yang menyebabkan dilaksanakannya
tele konferensi adalah situasi dan kondisi yang tidak aman
seperti saat merebaknya kasus pandemi Covid-19. Diskusi
kelompok model ini memiliki kekurangan yaitu masalah
keefektifan pertemuan. Setiap peserta tidak dapat melihat
bahasa tubuh peserta lain, padahal komunikasi non-verbal
merupakan bagian penting dalam sebuah diskusi.
296
menjadi model ini memiliki kelebihan lain dari model lainnya
yaitu anggota diskusi tidak dibatasi oleh ruang. Peserta
dapat berasal dari berbagai wilayah yang secara geografis
berbeda, hasil diskusi juga dapat direkam, sehingga kita
mudah untuk memutar ulang bila diperlukan. Sarana oline
yang dapat dipilih untuk diskusi kelompok terarah antara
lain zoom, google meet atau media online yang lainnya.
Membentuk Tim
a. Moderator
297
moderator harus komunikatif dan kreatif sehingga mampu
menjadi suasana diskusi tetap dinamis dan interaktif.
b. Notulen
298
e. Petugas lainnya apabila diperlukan
Penetapan Peserta
Pemilihan Tempat
301
Menyiapkan Logistik
Menyusun Pertanyaan
302
terstruktur, dinamis dan tidak keluar dari tujuan yang sudah
ditetapkan, sehingga hasil kegiatan FGD.
303
pertanyaan yang bertujuan untuk menghidupkan kembali
diskusi yang kurang berjalan sesuai harapan.
PELAKSANAAN FGD
Persiapan
Pembukaan FGD
305
Moderator sebaiknya mengingat nama peserta atau
boleh menggunakan papan nama atau kartu peserta yang
dikalungkan yang berisi nama dan asal institusi atau
identitas penting lainnya. Hal ini dapat meningkatkan
keakraban agar FGD berlangsung dalam kondisi interaktif.
Moderator boleh menyelingi FGD dengan ice breaking untuk
mencairkan suasana. Perhatikan antusiasme, karakter, jenis
kelamin, usia dan heterogenitas peserta agar dapat
menentukan jenis ice beraking seperti apa yang sesuai bila
diperlukan.
Penutupan FGD
307
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan FGD
Kekurangan FGD
PENUTUP
309
luas dan lebih bervariasi. Model FGD sangat beragam.
Setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan.
Namun beberapa hal penting tetap harus diperhatikan
sebagai prinsip FGD. Implementasi FGD dapat
disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di
lapangan.
REFERENSI
310
View publication stats