Anda di halaman 1dari 266

BUNGA RAMPAI

MANAJEMEN PENDIDIKAN
BERBASIS SEKOLAH
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral
dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual
yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
MANAJEMEN PENDIDIKAN
BERBASIS SEKOLAH
Endi Rochaendi
Musdalipa R.
Bismar Sibuea
Marianus Yufrinalis
Arvinda C. Lalang
Heru Christianto
Muhamad Yusuf
Umi Nur Qomariah
Ririn Febriyanti
Rifa Nurmilah
Ririt Dwiputri Permatasari
Feby Elra Perdima
M. Anggrayni
Arifin
Mutia Liana

Editor:
Toman Sony Tambunan

Penerbit

CV. MEDIA SAINS INDONESIA


Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id

Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH

Endi Rochaendi
Musdalipa R.
Bismar Sibuea
Marianus Yufrinalis
Arvinda C. Lalang
Heru Christianto
Muhamad Yusuf
Umi Nur Qomariah
Ririn Febriyanti
Rifa Nurmilah
Ririt Dwiputri Permatasari
Feby Elra Perdima
M. Anggrayni
Arifin
Mutia Liana
Editor :
Toman Sony Tambunan
Tata Letak :
Linda Setia K Zendrato
Desain Cover :
Syahrul Nugraha
Ukuran :
A5 Unesco: 15,5 x 23 cm
Halaman :
viii, 252
ISBN :
978-623-362-759-7
Terbit Pada :
November 2022

Hak Cipta 2022 @ Media Sains Indonesia dan Penulis


Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan,
memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.
PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA
(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga buku kolaborasi ini dapat diselesaikan
penulisannya dengan baik, dipublikasikan, dan dapat
sampai di hadapan pembaca. Buku ini disusun oleh
sejumlah Dosen, Guru, dan praktisi sesuai dengan
kepakarannya masing-masing.
Buku ini diharapkan dapat hadir memberi kontribusi
positif dalam penyebaran ilmu pengetahuan, khususnya
terkait dengan berbagai teori dalam konsep Manajemen
Pendidikan Berbasis Sekolah. Buku ini memberikan
nuansa berbeda yang saling menyempurnakan dari setiap
pembahasannya, bukan hanya dari segi konsep yang
tertuang secara terperinci, tetapi juga melalui
penyampaian contoh penerapan yang sesuai dan mudah
dipahami.
Sistematika buku Manajemen Pendidikan Berbasis
Sekolah ini mengacu pada pendekatan konsep teoritis dan
contoh penerapan. Buku ini terdiri atas 15 Bab yang
dibahas secara rinci dalam pembahasan mengenai konsep
dasar manajemen Pendidikan berbasis sekolah,
diantaranya: Konsep Dasar Teori Manajemen; Konsep
Dasar Perilaku Organisasi dalam Pendidikan; Manajemen
Kurikulum Berbasis Sekolah; Manajemen Pembelajaran
Berbasis Sekolah; Manajemen Ekstrakurikuler Sekolah;
Manajemen Peserta Didik; Manajemen Sumber Daya
Manusia Berbasis Sekolah; Manajemen Operasional
Berbasis Sekolah; Manajemen Sarana dan Prasarana
Sekolah; Manajemen Keuangan Sekolah; Manajemen
Sistem Informasi Sekolah; Kepemimpinan Pendidikan
Berbasis Sekolah; Supervisi Pendidikan; Manajemen
Mutu Sekolah; serta Monitoring dan Evaluasi Program di
Sekolah.

i
Kami menyadari bahwa tulisan ini jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan dan saran
dari pembaca demi penyempurnaan lebih lanjut.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah mendukung dalam proses penyusunan
dan penerbitan buku ini, secara khusus kepada Penerbit
Media Sains Indonesia sebagai inisiator buku kolaborasi
ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca
sekalian.

Bandung, Oktober 2022


Editor

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................i
DAFTAR ISI .................................................................... iii
1 KONSEP DASAR TEORI MANAJEMEN ...................1
Konsep Dasar Manajemen ......................................3
Teori Manajemen ....................................................9
2 KONSEP DASAR PERILAKU ORGANISASI
DALAM PENDIDIKAN ............................................19
Pendahuluan ........................................................19
Perilaku ................................................................20
Perilaku Organisasi ...............................................21
Organisasi Pendidikan ..........................................26
Contoh Organisasi Pendidikan ..............................28
3 MANAJEMEN KURIKULUM
BERBASIS SEKOLAH ............................................35
Pendahuluan ........................................................35
Defenisi Manajemen Kurikulum
Berbasis Sekolah ..................................................36
Tujuan Manajemen Kurikulum .............................40
Fungsi Manajemen Kurikulum..............................41
4 MANAJEMEN PEMBELAJARAN
BERBASIS SEKOLAH ............................................55
Pendahuluan ........................................................55
Hakikat Manajemen Pembelajaran
Berbasis Sekolah (MPBS) ......................................56
Konsep Manajemen Pembelajaran
Berbasis Sekolah ..................................................60

iii
5 MANAJEMEN EKSTRAKURIKULER
DI SEKOLAH .........................................................73
Hakikat Kegiatan Ekstrakurikuler ........................73
Fungsi dan Tujuan Kegiatan Ekstrakurikuler .......75
Prinsip Kegiatan Ekstrakurikuler ..........................76
Bentuk Kegiatan Ekstrakurikuler .........................77
Manajemen Kegiatan Ekstrakurikuler ...................79
Faktor -Faktor Manajemen Ekstrakurikuler..........84
6 MANAJEMEN PESERTA DIDIK .............................89
Definisi Manajemen Peserta Didik.........................89
Tujuan dan Fungsi Manajemen Peserta Didik .......90
Prinsip Manajemen Peserta Didik .........................92
Ruang Lingkup Manajemen Peserta Didik.............93
Pendekatan Manajemen Peserta Didik ................101
7 MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
BERBASIS SEKOLAH ..........................................105
Pendahuluan ......................................................105
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia ...106
Peran Manajemen Sumber Daya Manusia...........107
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia ........109
Ruang Lingkup Manajemen
Sumber Daya Manusia .......................................111
Proses Manajemen SDM Sekolah ........................115
8 MANAJEMEN OPERASIONAL
BERBASIS SEKOLAH ..........................................127
Pendahuluan ......................................................127
Manajemen Operasional Sekolah ........................128

iv
Implentasi Manajemen Operasional
Berbasis Sekolah ................................................131
9 MANAJEMEN SARANA
DAN PRASARANA SEKOLAH ............................... 143
Manajemen Sarana dan Prasarana .....................144
Tujuan Manajeman Sarana dan Prasarana .........145
Jenis-Jenis dan Fungsi
Sarana dan Prasarana Pendidikan ......................146
Pengelolaan Sarana
dan Prasarana Pendidikan ..................................148
10 MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH .................163
Arti Manajemen Keuangan ..................................163
Prinsip-Prinsip
Manajemen Keuangan Sekolah ........................... 164
Pengelolaan Keuangan Sekolah........................... 167
Anggaran Pendidikan ..........................................170
Problem-Problem Menyusun anggaran................176
11 MANAJEMEN SISTEM INFORMASI SEKOLAH ....181
Pendahuluan ......................................................181
Pengertian Manajemen
Sistem Informasi Sekolah ...................................182
Konsep Dasar Manajemen
Sistem Informasi Sekolah ...................................182
Komponen Sistem Informasi Manajemen ............183
Tahap Membangun Sistem Informasi Sekolah ....183
Proses Pengembangan
Manajemen Sistem Informasi Sekolah ................185
Mengapa Sekolah Perlu Manajemen
Sistem Informasi Sekolah? ..................................186

v
Manfaat dan Tujuan
Manajemen Sistem Informasi Sekolah ................186
Fitur – Fitur Manajemen
Sistem Informasi Sekolah ...................................188
Kendala dalam Menerapkan
Manajemen Sistem Informasi Sekolah ................188
12 KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
BERBASIS SEKOLAH ..........................................193
Kompetensi Pedagogik ........................................194
Gaya Kepemimpinan Kepela Sekolah ..................197
Kepemimpinan Berbasis Sekolah ........................202
13 SUPERVISI PENDIDIKAN ....................................207
Pengertian Supervisi Pendidikan ......................... 207
Ruang Lingkup Supervisi Pendidikan .................208
Fungsi dari Supervisi Pendidikan .......................209
Tujuan Supervisi Pendidikan .............................. 211
Model, Teknik, dan Pendekatan
dalam Supervisi Pendidikan ................................ 212
14 MANAJEMEN MUTU SEKOLAH .......................... 223
Konsep Manajemen Mutu Sekolah ......................223
Elemen-Elemen Sekolah Bermutu ......................226
Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMBS) .................................228
Ruang Lingkup Manajemen Mutu Sekolah..........232
Faktor Pendukung Keberhasilan
Manajemen Mutu Sekolah ..................................234

vi
15 MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM
DI SEKOLAH .......................................................241
Perbedaan Monitoring dan evaluasi ....................241
Tujuan Monitoring dan Evaluasi ......................... 242
Fungsi Monitoring dan Evaluasi ......................... 243
Prinsip-Prinsip Monitoring dan Evaluasi .............243
Ruang Lingkup Monitoring dan Evaluasi ............244
Proses Monitoring dan Evaluasi .......................... 246
Teknik Monitoring dan Evaluasi ......................... 246
Kepala Sekolah
sebagai Monitoring dan Evaluasi ........................249
Hasil Monitoring .................................................250

vii
viii
1
KONSEP DASAR
TEORI MANAJEMEN

Dr. Endi Rochaendi, M.Pd.


Universitas Alma Ata

Pendahuluan

Dari segi bahasa, manajemen berasal dari bahasa Latin


terdiri atas kata manus artinya tangan dan agere yang
berarti melakukan. Selanjutnya dua kata tersebut
digabung menjadi managere yang berarti menangani.
Selain itu, manajemen juga berasal dari bahasa Perancis
kuno yaitu menagament yang berarti seni melaksanakan
dan/atau mengatur, dan juga berasal dari bahasa Italia
(1561) berasal dari kata maneggiare yang artinya
mengendalikan. Bahasa Inggris lalu mengadopsi kata
tersebut ke dalam kata kerja to manage dan kata benda
management yang artinya pengelolaan dan/atau
pengurusan. Arti pengelolaan dapat dipersepsikan apa
yang akan dilaksanakan dalam bentuk tatalayanan dan
kerjasama secara formal dalam pencapaian tujuan.
Teori manajemen telah berkembang selama duaratus
terakhir sejak terjadinya revolusi industri, meskipun
ranah aplikasi praktisnya telah dipraktekan sejak
peradaban manusia berlangsung (Winardi, 2010). Artinya
bisa dikatakan bahwa praktik manajemen sama tuanya
dengan peradaban manusia. Tidak dapat dipungkiri
Pyramid Cheops (3000 SM) serta Candi Borubudur (abad
8 SM), Candi Prambanan (abad 9 SM) dan beberapa
monumen yang telah dibuat pada jaman pra-sejarah
merupakan salah satu contoh bukti penerapan aktifitas

1
manajemen di masyarakat meskipun saat itu tidak
bernama. Baskara (2013) mengungkapkan “bahwa
praktek manajemen dengan menerapkan metode, teknik”
dan system yang telah terstruktur telah lama
dilaksanakan, seperti: (a) teknik manajemen di kota Ur
(Irak) pada tahun 3000 SM, (b) transaksi perdagangan
para pendeta Sumeria dan Papirus (Mesir) sebagai sarana
“pengelolaan organisasi dan administrasi dalam birokrasi
kerajaan (1300 SM),” (c) pengaturan dan pengelolaan
utilitas umum dan pembangunan berbagai monument di
Cina sejak jaman pra-sejarah, (d) peradaban kuno
Mesopotamia, Yunani, Roma dan lembah Indus, (e)
Socrates dan Plato (Yunani) mendeskripsikan manajemen
sebagai sebuah kolaburasi dari keterampilan teknis,
pengetahuan dan pengalaman (400 SM), (f) Chanakyya
Kautilya melalui Arthasastra yang mengkaji administrasi
publik dan pengelolaan aspek politik, ekonomi dan sosial
budaya di India (332-298 SM), (g) platform Diocletian
(Kaisar Romawi berkuasa pada tahun 284 M) yang
melaksanakan reorganisasi kekaisaran Romawi, (h) Nabi
Muhammad SAW melalui Idarah dalam pengaturan (At-
Tadbir) dan penguasaan (Ar-Rabbu) umat Islam (600 M)
serta kegiatan praktek manajemen lainnya sepanjang
peradaban manusia. Dan praktek manajemen tradisional
tersebut cukup stabil pada masanya sampai lahirnya
revolusi industri pada pertengahan abad ke-18.
Usman (2014) menyatakan bahwa pakar yang lebih awal
mengenalkan gagasan manajemen pada jaman sejarah
adalah Mooney (1800) melalui penggunaan staf dalam
gereja Katholik, kemudian Small (1800) yang memberikan
kontribusi mengenai cameralisme yaitu perlunya
penerapan administrasi yang sistematis dan pendirian
universitas. Pakar lainnya adalah Watt dan Boulton
(1800), Owen (1810), Babbage (1792-1871) dan Poor
(1855) yang memberikan kontribusi pemikirannya bagi
lahirnya manajemen dengan pendekatan ilmiah. Taylor
(1856-1915) pada tahun 1901 menginisiasi lahirnya
Gerakan Manajemen Ilmiah yang mengembangkan
pemahaman manajemen sebagai kegiatan pengelolaan
segala sumber daya baik sumber daya manusia maupun
sumber daya lainnya secara sistemik, terukur dan saling

2
berkaitan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Taylor menyatakan bahwa manajemen adalah
seni mengetahui apa yang harus dilakukan, kapan harus
dilakukan dan melihat bahwa hal itu dilaksanakan
dengan cara efektif dan efisien.

Konsep Dasar Manajemen

Pemahaman mengenai manajemen bisa dideskripsikan


sebagai seni dan ilmu (art and science), proses dan profesi
dalam platform pengelolaan dan pemanfaatan segala
sumber daya dalam pencapaian tujuan dengan tetap
mengacu pada pemberdayaan proses (fungsi) dan
pelaksanaan tugas (task). Manajemen sebagai seni bisa
diartikan sebagai upaya-upaya yang dilaksanakan secara
minimal untuk menghasilkan secara maksimal
pengembangan sumber daya tersebut dalam pencapaian
tujuan atau the art of geeting things done through people
(Stoner, 2014). Definisi tersebut memandang bahwa
kegiatan manajerial yang dilaksanakan untuk mencapai
tujuan dengan memungkinkan orang lain untuk
melakukan daripada melaksanakan tugas sendiri.
Manajemen sebagai ilmu merupakan upaya pengkajian
secara sistematis mengenai pemberdayaan sumber daya
dalam pencapaian tujuan supaya dapat dimengerti (to
understand), diterangkan (to explain), diramal (to-predict),
dikendalikan (to-control) dan diaplikasikan (to-aplicate)
mengenai bidang manajemen. Lebih jauh bisa diartikan
manajemen dipandang sebagai bidang pengetahuan yang
berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang
bekerjasama. Walaupun demikian, manajemen sebagai
ilmu belum sepenuhnya dikatakan mutlak karena terlalu
banyak kompleksitas dan ketidakpastian (management an
inexact science). Manajemen sebagai proses adalah upaya
berbagai tindakan dan aktifitas dalam penuntasan tujuan
tertentu melalui pelaksanaan fungsi-fungsi tertentu
seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengawasan. Pada konteks manajemen sebagai proses
terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian,
diantaranya: (a) manajemen adalah pengembangan
koordinasi sumber daya, (b) kinerja fungsi manajerial

3
merupakan sarana dasar untuk mencapai koordinasi, (c)
penetapan tujuan melalui fungsi-fungsi dan (d)
manajemen adalah proses sosial yaitu bagaimana
menyelesaikan pekerjaan dengan memanfaatkan sumber
daya. Pengertian manajemen sebagai profesi dimaknai
bahwa semua jenis pekerjaan harus dikelola oleh semua
orang dengan aturan yang sangat jelas dan terukur.
McFarland menyampaikan ciri-ciri profesi yaitu: (a)
keberadaan kumpulan pengetahuan yang terorganisir dan
sistematis, (b) metode formal untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan, dan sebuah seni, (c)
keberadaan badan tingkat puncak dengan profesionalisasi
sebagai tujuannya, dan (d) keberadaan kode etik untuk
mengatur perilaku anggota profesi, pembebanan biaya
berdasarkan layanan, dan kepedulian terhadap tanggung
jawab sosial. Sederhananya makna manajemen sebagai
profesi merupakan kolektifitas sejumlah orang yang
melakukan aktifitas manajerial.
Mengartikan pemahaman tersebut di atas, maka esensi
manajemen adalah (a) proses yang berkesinambungan, (b)
terdapatnya beberapa kegiatan yang saling berkaitan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (c) pemanfaatan
segala sumber daya baik sumber daya manusia maupun
sumber daya lainnya dan (d) dalam pencapaian tujuan
dengan memanfaatkan penggunaan sumber daya yang
efektif. Hal itu sejalan dengan pandangan Hasibuan
(2016) mengungkapkan bahwa manajemen merupakan
ilmu dan seni dalam mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
hal ini maka manajemen adalah penentuan tujuan
kelembagaan, pelaksanaan pekerjaan secara produktif
dan pengembangan tanggung jawab dari sumber daya
yang tersedia. Sehingga pada dalam bentuk portofolionya
adalah adalah sebagai kekuatan (seni dan ilmu, proses
dan profesi) yang mengintegrasikan berbagai sumberdaya
serta merupakan proses penyatupaduan, kolaburasi dan
koordinasi untuk membantu mencapai tujuan organisasi.
Pada prosesnya manajemen itu akan menciptakan
manusia lebih produktif dengan membawa teknologi yang
lebih terbarukan, produk yang lebih maksimal serta dapat

4
menghadirkan pelayanan yang lebih optimal. Dalam hal
ini manajemen bisa diasumsikan sebagai seni
memaksimalkan efisiensi, proses sosial, metode
kontribusi yang paling efektif serta menghasilkan
koordinasi yang terintegratif dalam pencapaian tujuan
manajerial. Dengan demikian esensi manajemen adalah
pemberdayaan proses (fungsi) dan tugas
(komponen/bidang).
Deskripsi tesis sebagaimana diatas merujuk pada
beberapa definisi mengenai manajemen, yaitu : (a) George
R. Terry menyatakan bahwa “manajemen adalah proses
yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
penggerakkan dan pengendalian kinerja untuk
menentukan dan mencapai tujuan dengan menggunakan
orang dan sumber daya,” (b) Kimball & Kimball
mendeskripsikan bahwa manajemen “mencakup semua
tugas dan fugsi yang berkaitan dengan inisiasi suatu
perusahaan, pembiayaannya, penetapan kebijakan
utama, penyediaan semua peralatan yang diperlukan,”
platform kelembagaan dalam pelaksanaan pekerjaan serta
sumber daya manusia yang akan memegang kendali
utama dalam kelembagaan tersebut, (c) Henry Fayol
menyebutkan bahwa manajemen adalah untuk
meramalkan dan merencanakan, mengatur, memerintah,
mengkoordinasikan dan mengendalikan, (d) Koontz &
O’Donnnel menyatakan bahwa manajemen adalah
penciptaan dan pemeliharaan lingkungan dalam suatu
kelembagaan dimana orang-orang bekerja dalam sebuah
kelompok untuk bekerja secara efektif dan efisien menuju
pencapaian tujuan kelembagaan, (e) “James A.F.Stoner,
manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian
upaya anggota organisasi dan menggunakan semua
sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan,” (f) Peter F. Drucker menjelaskan “bahwa
manajemen adalah proses yang berbeda dari
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengendalian, yang dilakukan untuk menentukan dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan
menggunakan manusia dan sumber daya lainnya,” (g)
Stanley Vane mengembangkan bahwa “manajemen

5
hanyalah proses pengambilan keputusan dan kontrol atas
tindakan manusia untuk yang jelas” dengan mengacu
pada tujuan yang telah ditentukan, (h) William Spriegel
mengartikan manajemen adalah fungsi kelembagaan yang
memusatkan perhatiannya pada arah dan pengendalian
berbagai kegiatan dalam mencapai tujuan kelembagaan,
(i) Harold Konntz memberikan pemahaman bahwa
manajemen adalah seni untuk menyelesaikan sesuatu
melalui dan dengan orang-orang dalam kelompok yang
terorganisir secara formal guna menciptakan lingkungan
di mana orang dapat tampil sebagai individu dan bekerja
sama menuju pencapaian tujuan kelompok serta seni
menghilangkan hambatan untuk kinerja dan
mengembangkan cara mengoptimalkan efisiensi dalam
mencapai tujua, dan (j) Josep L. Massie yang
mengilustrasikan bahwa manajemen merupakan dimana
sekelompok orang mengarahkan tindakan menuju tujuan
bersama.
Dari beberapa deskripsi dapat dikatakan bahwa formulasi
kerangka dasar manajemen, meliputi: (a) manajemen
sebagai suatu system, (b) manajemen sebagai suatu
proses, (c) manajemen sebagai suatu fungsi, (d)
manajemen sebagai ilmu pengetahuan, (e) manajemen
sebagai kumpulan orang, (f) manajemen sebagai kegiatan
terpisah dan (g) manajemen sebagai suatu profesi.
Meskipun demikian, esensi manajemen dapat dipandang
sebagai proses dan tugas dalam hal (a)
pengelolaan/penggerakan, (b) sumber daya, dan (c)
pencapaian tujuan. Hal yang menjadi karakteristik dari
manajemen adalah terdapatnya sejumlah sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya, kerjasama, kegiatan
dan tindakan, penggerakan dan pengarahan serta tujuan
yang ditetapkan.
Manajemen “dapat didefinisikan sebagai pengelolaan
sumberdaya yang dilakukan sekelompok orang dan/atau
kelembagaan dengan mengikutsertakan semua kelompok
kepentingan yang terkait dengan” organisasi/satuan kerja
kelembagaan untuk mencapai tujuan organisasi/satuan
kelembagaan yang telah ditetapkan. Manajemen dapat
dimaknai dari dua sudut pandang yaitu proses dan tugas

6
(task). Sebagai proses, manajemen berbentuk system yang
komponenya meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan. Komponen perencanaan
memiliki fungsi sebagai kegiatan dalam upaya
memutuskan apa yang akan dicapai, meliputi pemilihan
tujuan, pembuatan strategi serta penetapan norma,
standar, prosedur dan kriteria (NSPK/system operasional
prosedur). Selain itu fungsi perencanaan mengaktifasi
penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang akan
dilakukan. Pada konteks tersebut terdapat upaya
menjamin kepastian pemanfaatan sumberdaya (manusia,
material, mesin dan uang) yang bisa dikelola secara efektif
dan efisien. Komponen pengorganisasian berfungsi
sebagai usaha mengintegrasikan semua sumberdaya
kelembagaan (manusia, material, mesin dan uang) serta
mengarahkan dan menggerakkannya secara sistematis
dan terukur kearah tujuan yang diinginkan. Pada fungsi
tersebut terdapat penentuan pengelompokan kegiatan
yang akan diimplementasikan, pemberian tugas pokok
dan fungsi terhadap pengelola dan penyelenggara
kegiatan, penetapan wewenang dan otoritas dalam
memberdayakan ativitas kelembagaan serta membangun
jaringan yang memungkinkan tujuan kelembagaan
direalisasikan melalui aktifitas dan tindakan
kelembagaan dengan melibatkan berbagai pihak yang
memiliki kepentingan. Dengan kata lain pengorganisasian
merupakan pengembangan struktur kelembagaan, desain
pekerjaan dan departemenisasi.
Berikutnya adalah komponen pelaksanaan, yaitu sebagai
salah satu fungsi manajemen dalam upaya
mengimpelentasikan tindakan manajerial kelembagaan
dalam pencapaian tujuan. Fungsi pelaksanaan ini
menghubungkan antara tujuan dan realisasinya dengan
hasil kelembagaan yang dilaksanakan. Pada konteks
pelaksanaan terdapat kegiatan pengarahan,
kepemimpinan dan pengambilan keputusan serta
pelaksanaan komunikasi, koordinasi, dan kolaburasi di
berbagai jenjang kelembagaan. Penekanan utama pada
pelaksanaan yaitu pelaksanaan kebijakan, program dan
kegiatan, kemudian hasil yang dicapai yang dilaksanakan
dalam kurun waktu tertentu. Nashar (2013) menjelaskan

7
bahwa pelaksanaan yaitu proses implementasi program
agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi
serta proses memotivasi agar semua pihak dapat
menjalankan tanggung jawab dengan penuh kesadaran
dan produktivitas yang tinggi.”
Terakhir, fungsi pengawasan merupakan komponen
paling ujung dari fungsi manajemen sebagai proses untuk
mengukur kinerja secara efektif dan akuntabel melalui
pengontrolan dan pengendalian tindakan terhadap
beberapa hasil yang diinginkan sebagaimana yang
ditetapkan pada proses perencanaan (proses auditisasi).
Pada fungsi pengawasan juga terdapat evaluasi kinerja
dan pemberdayaan tindakan korektif sehingga
pelaksanaan kinerja dapat sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan. Dalam arti lain, proses pengawasan
merupakan cara untuk memastikan seluruh kegiatan
yang telah direncanakan, diorganisasikan dan
dilaksanakan sehingga dapat berkesuaian dengan target
dan sasaran yang telah ditetapkan. Selain itu juga,
terdapat upaya melakukan perbandingan antara hasil
kinerja dengan norma, standar, prosedur dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya yang dituangkan dalam
bentuk pelaporan. Tidak berlebihan dalam konteks
tersebut manajemen bisa dikatakan sebagai struktur
multifungsi untuk melakukan pengelolaan dan
ketatalaksanaan kelembagaan, sebagaimana tabel
berikut:
Tabel 1. Fungsi Manajerial Kelembagaan

Perencanaan Pengorganisasian Pelaksanaan Pengawasan

1. Visi dan 1. Desain 1. Kepemimpinan; 1. Pengendalian;


Misi organisasi; 2. Pengambilan 2. Evaluasi dan
2. Penetapan 2. Budaya; keputusan; penilaian;
Strategi 3. Jaringan 3. Komunikasi; 3. Monitoring;
3. Tujuan kelembagaan 4. Koordinasi dan 4. Pelaporan.
dan kerjasama.
sasaran.

Manajemen sebagai tugas (kewajiban) bisa diartikan sama


dengan manajemen dalam pengertian sempit. Manajemen
sebagai tugas meliputi beberapa konsep manajemen,
antara lain: (a) manajemen sebagai bagian dari bidang
tanggung jawab, seperti keuangan, pemasaran, produksi

8
dan sumberdaya manusia, (b) proses/pengkoordinasian
sederetan masukan masukan dari berbagai sumber daya
atas sumber daya yang tersedia meliputi konsep 6 M yaitu
money (keuangan), markets (pemasaran), material
(sumberdaya sarana dan prasarana), metode (strategi
peningkatan mutu), dan man (sumberdaya manusia),
serta (c) sederetan kegiatan/aktifitas dalam
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan/
menggerakkan dan mengendalikan/mengawasi (Dewi,
2016).

Teori Manajemen

Studi manajemen dibagi kedalam empat generasi dengan


fokus kajian dan para penganjurnya. Generasi pertama
diwakili oleh Adam Smith melalui dokrin ekonomi klasik
The Wealth of Nation yang terfokus bahwa keunggulan
ekonomis akan diperoleh sebuah kelembagaan melalui
pembagian kerja (division of labour) yang di dalamnya
terdapat perincian tugas pokok dan fungsi yang telah
ditetapkan. Generasi pertama manajemen merupakan
pemikiran awal dari platform manajemen. Teori
manajemen yang dikembangkan adalah manajemen yang
disesuaikan dengan penerapan fungsi-fungsi manajemen.
Selain Smith, beberapa pakar manajemen lainnya
menginisiasi pembentukan kerangka teori manajemen
pada generasi tersebut, diantaranya : (a) Mooney (1800)
memberikan kontribusi bagi pembentukan teori
manajemen dengan memberikan formulasi dasar yaitu
pemberdayaan staf dalam gereja Katholik dan
pengaplikasian pentingnya komunikasi dan sasaran
kegiatan kepada para pengikut organisasi, dan (b) Small
(1800) menyampaikan analisis camaeralisme yaitu sebuah
paham di Jerman dan Austria yang berpandangan bahwa
sangat diperlukannya administrasi yang sistametis dalam
setiap tindakan manusia.
Generasi kedua merupakan era manajemen ilmiah yang
terfokus pada determinan implikasi manajemen, melalui:
(a) penggunaan metode ilmiah dalam menentukan cara
terbaik dalam menuntaskan pekerjaan melalui penetapan
standar kerja yang didasarkan pada perhitungan waktu

9
dan mengembangkan manajemen ilmiah dengan empat
dasar prinsip, yaitu : (1) mengembangkan metode ilmiah
dalam pengembangan manajemen agar dapat
melaksanakan pengerjaan tugas secara optimal, (2)
melaksanakan seleksi kualifikasi dalam pemberian tugas,
(3) perlu dilaksanakan pendidikan dan pelatihan guna
mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
pekerjaan dan (4) dilaksanakan kerjasama manajerial
dalam berbagai tingkatan (Henry Towne, Frederick
Winslow Taylor, dan Frederick A. Halsey), (b) penggunaan
Gantt Chart (Henry Gantt) dan Micromotion (Frank Gilberth
dan Lilian Gilberth) sebagai sarana yang digunakan dalam
pengendalian dan pengawasan pekerjaan serta
memberlakukan gagasan manajerial seperti : (1)
pelaksanaan kerjasama, (2) pelaksanaan seleksi bagi
tenaga kerja yang akan digunakan, (3) pemberian upah
dalam bentuk insentif guna merangsang produktivitas
pekerja, dan (4) penetapan perincian kerja, (c) penerapan
teori administrasi manajerial, meliputi : (1) pengembangan
lima fungsi utama manajemen yaitu merancang,
mengorganisasi, memerintah, mengkoordinasi dan
mengendalikan dengan melibatkan prinsip-prinsip
kelembagaan, diantaranya pembagian kerja, pemberian
wewenang dan otoritas, penegakan disiplin, kesatuan
perintah, kesatuan pengarahan, kepentingan
kelembagaan menjadi prioritas utama, terdapatnya
kompensasi (remunerasi), keseimbangan mekanisme
pendelegasian tanggungjawab, terdapatnya garis
komando/hirarki, ketertiban dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi, keadilan dan kejujuran, stabilitas
kondisi karyawan, prakarsa serta kesatuan dan semangat
(esprit de corps) (Henry Fayol), (2) kelahiran system dan
mekanisme birokrasi yang dicirikan dengan terdapatnya
pembagian kerja, hierarki, perincian system operasional
prosedur (SOP) dalam pekerjaan dan kinerja serta
hubungan komunikasi yang dilaksanakan (Max Weber),
dan (3) prakarsa manajemen sain melalui pendekatan
sains dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam
kelembagaan yang selanjutnya dikenal dengan nama
Concept of the Corporation (Patrick Blackett, Peter F.
Drucker dan Alfred Sloan). Pakar pertama yang

10
mengenalkan manajemen ilmiah sejatinya adalah Watt
dan Boulton (1800) yang memiliki kontribusi pemikiran
awal mengenai pemikiran “manajemen ilmiah berupa
penerapan pendekatan ilmiah, mengembangkan
penelitian pasar, prakiraan, perencanaan produksi, tata
arus kerja, standarisasi komponen produk, dan system
pengendalian (Usman, 2006).” Kemudian Owen (1810)
yang menekankan pentingnya unsur manusiawi dalam
produksi dan pengembangan sejumlah prosedur kerja
untuk peningkatan produktivitas. Tokoh lainnya adalah
Babbage (1792-1871) sebagai penganjur prinsip
pembagian kerja melalui spesialisasi dan Poor (1855)
sebagai kontributor yang menginisiasi manajemen sebagai
system yang memiliki kejelasan struktur organisasi,
ketersediaan komunikasi dan kepemimpinan manajerial.
Generasi ketiga dalam teori manajemen adalah era
hubungan manusia (pendekatan hubungan manusiawi)
yang dikembangkan oleh Pabrik Hawthorne yang
beranggapan “bahwa norma-norma sosial atau standar
kelompok merupakan penentu utama perilaku kerja
(Western Electric Company Work).” Pakar lainnya adalah
Hugo Munsberg (1863-1916) menggagas mengenai
perlakuan motivasi dalam peningkatan produktivitas
pekerjaan. Studi representative pada masa generasi ketiga
dikembangkan oleh Mary Parker Follet melalui Creative
Experince (1924) bahwa proses manajerial dapat
berlangsung secara optimal apabila kelembagaan
didasarkan pada etika kelompok sehingga manajer dan
karyawan merupakan mitra dalam penuntasan tujuan
kelembagaan. Pada generasi ini juga dikembangkan
formulasi efektif dan efisien (Chester Barnard). Pada
konteks tersebut Barnard menjelaskan mengenai platform
efektivitas yang berkaitan dengan pencapaian tujuan
kelembagaan dan efisiensi yang bersebadan dengan motif-
motif yang dikembangkan pada proses manajerial,
kemudian cara pandang terhadap kelembagaan yang
berfokus pada adanya system dan mekanisme terpadu
dalam hal kerjasama, pencapaian tujuan dan penerapan
komunikasi yang integrative termasuk di dalamnya
pendelegasian otorisasi dalam sebuah kelembagaan. Di
lain pihak Harrington Emerson (1853-1932) menginisiasi

11
prinsip-prinsip efisiensi, diantaranya : (1) perumusan
tujuan yang jelas, (2) pelaksanaan kegiatan harus
realistis, (3) para pekerja harus memiliki kualifikasi dan
kompetensi yang tepat, (4) adanya disiplin dan loyalitas
yang kuat, (5) pemberian kompensasi dan renumerasi
yang adil dan proporsional, (6) sangat diperlukan system
akuntasi dan audit dalam pelaksanaan pekerjaan, (7)
terdapatnya kejelasan pemberian perintah, perencanaan
dan pembagian kerjasa dalam pekerjaan, (8) terdapatnya
norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) dalam
pelaksanaan pekerjaan, dan (9) memiliki system
kompensasi dan penggajian yang terukur dan
proporsional. Nashar (2013) menyebutkan bahwa
“perkembangan peran manusia dalam organisasi
direpresentasikan dalam teori perilaku organisasi
(organizational behaviour) yang mencoba melihat
organisasi dari persepektif yang lebih luas, diantaranya
dari persepektif psikologi, sosiologi, ekonomi, antropolgi,
hingga medis.” Selain itu beberapa “topik penting dalam
teori prilaku organisasi ini, di antaranya adalah bahwa
kinerja organisasi sangat terkait dengan kepuasan kerja,
stres, motivasi, kepemimpinan, dinamika kelompok,
budaya kerja, politik dalam organisasi, konflik
interpersonal, desain organisasi, dan lain sebagainya.”
Pada konteks ini juga dikembangkan manajerial yang
menggambarkan teori perilaku (Priyono, 2007), seperti :
“(1) organisasi sebagai suatu keseluruhan dan
pendekatan manajer individual untuk pengawasan harus
sesuai dengan situasi, (2) pendekatan motivasional yang
menghasilkan komitmen pekerja terhadap tujuan
organisasi sangat dibutuhkan, (3) manajemen harus
sistematik, (4) pendekatan yang digunakan harus dengan
pertimbangan secara hati-hati, dan (5) manajemen teknik
dapat dipandang sebagai suatu proses teknik secara
ketat/peranan prosedur dan prinsip” (Douglas McGregor;
Abraham Maslow; Frederich Herzberg; Robert Blake dan
Jane Mouton; Chris Argyris; Edgar Schein; Rensis Likert
dan Fred Fiedler)

12
Generasi keempat dalam teori manajemen terfokus pada
Total Quality Management (TQM) yang diprakarsai oleh W.
Edward Deming (1900-1993) melalui teori lima langkah
reaksi berantai dengan asumsinya bahwa kualitas
kelembagaan akan meningkat secara signifikan apabila:
(a) berkurangnya biaya perbaikan, tingkat kesalahan
dalam proses manajerial sangat minim serta pemanfaatan
waktu dengan penuh tanggung jawab, (b) terlaksananya
peningkatan produktivitas, (c) terjadinya peningkatan
pangsa pasar melalui peningkatan kualitas produksi dan
penurunan harga, (d) tingkat profitabilitas kelembagaan
yang kuat untuk menjamin kelangsungan produksi dan
(e) adanya peningkatan pekerjaan dari segi jumlah. Di lain
pihak, Joseph Juran (lahir 1904) mengembangkan trilogi
manajemen yang meliputi perencanaan, kontrol dan
peningkatan kualitas sebagai mekanisme manajerial yang
diberdayakan. Studi manajemen yang dikembangkan
pada generasi keempat adalah teori manajemen mutu
dengan thema utamanya adalah pemikiran pada usaha-
usaha untuk mencapai kepuasan pelanggan (konsumen).
Gasperz dalam Zazin (2011) mengakui bahwa TQM
merupakan suatu cara meningkatkan performansi secara
terus menerus (continnous performance improvement) pada
setiap level operasi atau proses pada setiap area
fungsional dari suatu organisasi melalui penggunaan
semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia.
Dalam hal ini manajemen kualitas terpadu sebagai cara
peningkatan “mutu dalam suatu produk atau layanan
jasa yang dikembangkan secara berkesinambungan
dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber
daya lainnya dengan menggunakan modal yang tersedia.”
Beberapa asumsi yang berkembang pada generasi TQM
adalah system dan mekanisme kelembagaan merupakan
kesatuan elemen terintegrasi dan kohesif dari sebuah
kelembagaan yang prosesnya diarahkan untuk
pencapaian tujuan yang terukur, sinergi dan akuntabel,
pola pikir, pola sikap dan pola perilaku sumber daya
manusia menjadi acuan utama dalam peningkatan dan
pengembangan kapasitas organisasi/kelembagaan serta
menjadi budaya melekat dalam kualifikasi dan
kompetensi sumber daya manusia tersebut, serta

13
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi
hal prioritas bagi pemberdayaan kapasitas dan
produktivitas kelembagaan. Selanjutnya, pada generasi
keempat juga mengembangkan beberapa platform yang
bersifat substantif, diantaranya: Pertama, bahwa
organisasi merupakan entitas sosial (social enties) yang
menjadi esensi dari sebuah organisasi yang didalamnya
terdapat komponen fenomena politik, ekonomi, sosial dan
budaya dalam setiap tindakan dan aktifitas manusia.
Berdasarkan pendekatan tersebut, organisasi merupakan
sekumpulan orang-orang yang saling berinteraksi untuk
saling berkoordinasi dan berkolaburasi secara kohesif dan
sinergis “dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
telah ditetapkan.” Kedua, dalam organisasi terdapat
tujuan yang diarahkan (goal-directed) dalam arti bahwa
pada aktivitas organisasi terdapat komponen-komponen
yang sifatnya instrumental seperti renumerasi dan
kompensasi, kompetensi dan kualifikasi, kapasitas dan
kapabilitas “dalam rangka pencapaian tujuan secara
efektif dan efisien” dengan mengabaikan konflikasi yang
terjadi. Formulasi konsepsi implementasi yang
diberdayakan adalah upaya-upaya agar tujuan
kelembagaan dapat dicapai dengan sebagaimana
mestinya. Ketiga, organisasi dirancang secara terstruktur,
koordinatif dan integratif dalam rangka menyelesaikan
tugas pokok dan fungsi kelembagaan yang di dalamnya
terdapat hirarki, pendelegasian otoritas dan wewenang
serta struktur kerja dalam melaksanakan interaksi dan
transaksi kelembagaan dengan berbagai budaya
kelembagaan. Keempat, organisasi terkait dengan
lingkungan eksternal (linked to the external environment).
Baskara (2013) menjelaskan bahwa organisasi yang
terkait dengan lingkungan eksternal memanfaatkan
pendekatan system, “dimana sebuah organisasi
mengambil sumber daya dari luar, memprosesnya di
dalam kemudian mengembalikannya lagi keluar dalam
bentuk” out-put (produk).
Apabila ditelaah secara substantif, esensi dari teori
manajemen dari zaman ke zaman mengandung beberapa
platform mendasar, diantaranya : (a) terdapatnya kegiatan
pengelolaan baik dalam pengertian proses (fungsi)

14
maupun dalam makna tugas (task), (b) ketersediaan
“sumber daya manusia dan sumber daya lainnya”
(infrastruktur dan suprastruktur), (c) adanya strategi
tindakan dan aktifitas dalam “pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan,” (d) berkorelasi positif dengan budaya
dan l;ingkungan eksternal, (e) terdapatnya kegiatan
kerjasama dan kolaburasi dalam system dan mekanisme
kelembagaan, dan (f) pencapaian tujuan yang efisien,
efektif dan produktif. Dalam hal ini bisa disampaikan
bahwa dalam teori manajemen tersebut mengandung
beberapa dimensi yaitu organisasi, komunikasi,
sumberdaya manusia dan sumber daya lainnya,
ketatalaksanaan dan tatalayanan, serta hubungan
komunikasi dan kerjasama.

15
Daftar Pustaka

Baskara, I.G.K. 2013. Perkembangan Pemikiran


Manajemen Dari Gerakan Pemikiran Scientific
Management Hingga Era Modern. Jurnal Manajemen,
Strategi Bisnis dan Kewirausahaan, Vol. 7 (2): 143-
152.
Dewi, R.K. Diktak Mata Kuliah Manajemen Usaha Tani.
Bali: Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Udayana.
Hasibuan, M.S.P. 2016. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Nashar. 2013. Dasar-Dasar Manajemen. Pamekasan:
Prodi Perbankan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Pamekasan.
Priyono. 2007. Pengantar Manajemen. Sidoarjo: Zifatama
Publishing.
Siagian, S.P. 2014. Filsafat Administrasi. Cetakan Ke-6.
Jakarta: Bumi Aksara.
Siagian, S.P. 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Edisi 1 Cetakan Ke-27. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, H. 2014. Manajemen. Teori, Praktik dan Riset
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Winardi. 2010. Asas-Asas Manajemen. Jakarta: Mandar
Maju.
Zazin, N. 2011. Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori
dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

16
Profil Penulis
Dr. Endi Rochaendi, M.Pd.
Adalah Lektor Manajemen Pendidikan di
Program Studi (S-1) Pendidikan Guru Sekolah
Dasar Universitas Alma Ata, Yogyakarta.
Kariernya dimulai sebagai Pembantu
Pimpinan di Kantor Depdikbud Kabupaten
Majalengka Jawa Barat tahun 1991 kemudian bertugas di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka Jawa
Barat sebagai Fungsional Umum di Dinas Pendidikan.
Pada tahun 2019 kemudian beralih tugas menjadi Tenaga
Pengajar di Sekolah Tinggi Farmasi (STF) YPIB Cirebon
Jawa Barat dan sejak tahun 2 020 sampai dengan
sekarang bekerja sebagai Dosen di Universitas Alma Ata.
Pendidikan dasar dan menengah (SD/SMP-SMA)
ditamatkan di kampung kelahirannya, yakni Desa Loji
Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka Jawa Barat.
Pada tahun 1990 menyelesaikan S-1 Perencanaan
Pendidikan di IKIP Jakarta (Universitas Negeri Jakarta),
kemudian tahun 1999 menamatkan S-2 Administrasi
Pendidikan di IKIP Bandung (Universitas Pendidikan
Indonesia) dan tahun 2018 berhasil menuntaskan S-3
Administrasi Pendidikan di Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Mata kuliah yang diampu dalam dua tahun terakhir ini
adalah (a) manajemen pendidikan, (b) manajemen
berbasis sekolah, (c) manajemen kelas, (d) kepemimpinan
pendidikan, (e) profesi keguruan, (f) pengembangan
kurikulum, (g) filsafat pendidikan, dan (h) ilmu
pendidikan.
Email Penulis: endi.rochaendi@almaata.ac.id

17
18
2
KONSEP DASAR PERILAKU
ORGANISASI DALAM PENDIDIKAN

Musdalipa R., S.Pd.I., M.Si


IAI DDI Polewali Mandar

Pendahuluan

Manusia adalah mahluk ciptaan yang Maha Kuasa yg


diciptakan dari unsur materi (tanah, dan air) dan
immateri (ruh) yang bekali akal,rasa/karsa untuk
mengasih,mengasah dan mengasuh. Pada dasarnya
manusia dibekali jasmani dan rohani yang dilengkapi
jasad,akal dan ruh. Manusia menurut KBBI adalah
makhluk atau insan yang berakal budi (mampu
menguasai makhluk lain). Menurut Kees Bertens,
manusia adalah setiap makhluk yang terdiri dari dua
unsur yang satuannya tidak dapat dinyatakan dalam
bentuk apapun. Menurut Upanisads, manusia
merupakan sebuah kombinasi dari beberapa unsur
kehidupan seperti roh (atman), pikiran, jiwa, dan prana
(tubuh / fisik). Urgensi dari kedudukan manusia
merupakan mahluk pribadi sekaligus mahluk social yang
mampu berperilaku atau bertindak dalam lingkungan
masyarakat ataupun sebuah organisasi.
Manusia merupakan garda terdepan dalam sebuah
organisasi dan perilaku organisasi. Perilaku dalam sebuah
organisasi dipengaruhi oleh sikap, tindakan, tingkah laku,
pendapat dari manusia sebagai individu maupun
kelompok. Kunci keberhasilan dari sebuah organisasi baik
itu organisasi dalam pendidikan atau non pendidikan
adalah perilaku setiap individu atau kelompok.

19
Kajian tentang perilaku mausia tidak dapat terlepas dari
pengaruh atau influencer komunikasi antara komunikator
dan komunikan melalui media. Media dapat dibedakan
berdasarkan klasifikasi, media pembelajaran dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a) Media berbasis human (tenaga pendidik, instruktur,
tutor, etc)
b) Media berbasis cetak (majalah, buku, surat kabar,
etc).
c) Media berbasis visual (buku, charta, grafik, peta,
gambar, transparansi, slide).
d) Media berbasis audio-visual (video, film, program slide
tape, televisi).
e) Media berbasis komputer (pengajaran dengan
berbantuan komputer, video interaktif, hypertext).
Untuk memahami tentang perilaku organisasi secara jelas
dan tepat, haruslah dimulai memahami konsep dasar
yang terkait perilaku organisasi.

Perilaku

Perilaku bukan disebabkan karena adanya lingkungan


sekitar, melainkan pengaruh dan orang lain yang
mempengaruhi seorang individu dengan memberikan
aturan yang tidak diketahui sebelumnya sehingga akan
merubah pola pikir seseorang individu akan suatu hal
yang membentuk pola pikir perilakunya (Lestari, 2016 :
31-32).Perilaku menurut KBBI adalah tanggapan atau
reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan
organisasi baik itu organisasi pendidikan dan non
pendidikan. Perilaku tercipta karena adanya pengaruh
stimulus (rangsangan) – respon (jawaban). Adapun Jenis-
jenis perilaku ada perilaku adaptif adalah , perilaku
kolektif, perilaku preventif, perilaku social/organisasi.
Perilaku organisasi memiliki dampak yang menonjol
terhadap factor perilaku manusia dalam kegiatan
organisasi. Adapun beberapa factor yaitu:

20
1. Perilaku individu
Perilaku individu merupakan tonggak/tiang dalam
organisasi karena sebagai penentu kebijakan.
2. Perilaku kelompok
Kekompakan merupakan hal yang urgen didalam
sebuah komunitas/kelompok untuk menciptakan
hubungan yang harmonis, selaras dan seimbang.
3. Tujuan Organisasi
Dalam sebuah organisasi haruslah memiliki tujuan
yang jelas dan transparan agar tercipta hubungan
yang harmonis
4. Persepsi dan komunikasi
Persepsi adalah mindset, pendapat, pandangan dari
seseorang tentang sesuatu hal.
Komunikasi adalah suatu informasi/pesan dari
komunikator ke komunikan melalui media sebagai
perantara. Komunikasi merupakan multitafsir
tentang sesuatu yang terjadi dilingkungan sekitar
5. Motivasi dalam berorganisasi
Motivasi adalah dorongan/effort dari dalam diri
seseorang untuk melakukan sebuah tindakan yang
diinginkan.
6. Kepemimpinan dan kekuasaan
Baik dan buruknya suatu organisasi tergantung
bagaimana style kepemimpinan dalam memimpin
organisasi. Namun kekuasaan bisa menjadi “power”
untuk memantapkan decision maker.

Perilaku Organisasi

Secara etimologi organisasi adalah “Organon” (Bahasa


yunani), “Organum” (Bahasa Latin) yang berarati alat,
badan, bagian atau anggota. Menurut KBBI organisasi
adalah kesatuan yang terdiri atas perkumpulan untuk
mencapai tujuan bersama. Organisasi merupakan
kumpulan beberapa individu yang terstruktur atau

21
terhierarkhi dengan masing-masing memiliki tupoksi
(Tugas Pokok dan Fungsi) yang berbeda satu dengan
lainnya yang memiliki tujuan sama yaitu visi misi
terlaksana sesuai ekspektasi sehingga terjadi harmonisasi
berorganisasi.
Organisasi merupakan wadah untuk memberdayakan
sumber daya manusia yang berkarakter atau berperilaku
yang leadership, tangguh dan berkompeten untuk
berkompetisi dalam dunia industry maupun pendidikan.
Hal yang urgen dalam sebuah organisasi adalah harus
memenuhi syarat-syarat organisasi yaitu :
1. Memiliki rule (AD/ART)
Manajemen yang baik dan berkualitas tentu tidak
terlepas dari aturan (rule) untuk mencapai visi misi.
Pentingnya sebuah aturan (rule) dalam organisasi
karena menentukan perilaku
2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Syarat dan unsur terpenting didalam sebuah program
kerja/organisasi adalah sumber daya manusia
(personil, anggota). Kualitas dan kuantitas SDM
menentukan arah perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan pencapaian program kerja. Sumber daya
manusia harus memegang penuh prinsip-prinsip
organisasi seperti prinsip kesederhanaan, prinsip
kesatuan fungsi dan prinsip kepemimpinan untuk
mencapai peningkatan efektifitas.
3. Bekerja sama (Team Work)
Memiliki relationship atau hubungan baik dan tim
yang solid dan bekerjasama adalah modal penting
untuk meraih cita-cita.
4. Memiliki tujuan
Tujuan yang jelas merupakan prioritas absolut dalam
menjalankan atau merealisasikan visi misi setiap
anggota baik sebagai individu maupun kelompok.
Organisasi akan efektif bilamana visi misi dan tujuan
terarah, jelas dan terealisasi sesuai ekspektasi
bersama dalam orrganisasi.
22
5. Memiliki SARPRAS
Sarana dan prasarana atau biasa disingkat dengan
SARPRAS atau biasa disebut sebagai media
merupakan hal yang mutlak dalam melakukan jenis
kegiatan apa saja, digunakan sebagai perantara
dalam penyampai pesan, informasi, ide, pendapat dari
komunikator ke komunikan atau sebaliknya. Tanpa
media kegiatan tidak akan bisa berjalan efektif dan
efesien.
Organisasi dapat dikatakan berhasil jika mampu
mengubah atau mengembangkan potensi perilaku dan
mencapai tujuan bersama (effect). Efektifitas organisasi
mempengaruhi perilaku oleh karena itu terlebih dulu
perlu mempelajari konsep dasar perilaku yang ada 3 hal
yang paling penting untuk diketahui yaitu :
a. Perilaku individu
Perilaku individu adalah sikap seseorang yang terpatri
dalm diri mereka sendiri akan dibawa kemana tujuan
organisasi ini
b. Perilaku kelompok
Perilaku kelompok adalah sikap tim dalam
memutuskan sebuah keputusan dengan beragam
karakter individu yang disatukan demi kelangsungan
organisasi.
c. Perilaku organisasi. Perilaku organisasi adalah hal
yang paling sensitive mengingat setiap individu
memiliki karakter pribadi yang berbeda dalam satu
tim yang terhierarkhi, ada atasan dan bawahan yang
harus kompak untuk mencapai tujuan bersama.
Davis dan Newstrom mengemukakan Perilaku
organisasi adalah studi yang mempelajari bagaimana
manusia berperilaku dan bertindak dalam organisasi
khususnya dilingkungan pendidikan.

23
Masalah perilaku organisasi di lingkungan pendidikan,
terdapat tiga konsep yang saling berkaitan, yaitu:
1. Organisasi
Organisasi yang baik memiliki identitas, orientasi
yang jelas dan dibutuhkan kaderisasi. Parameter
progress kiinerja dan produktivitas suatu organisasi
ialah terbentunya kaderisasi. Organisasi dapat berupa
organisasi Informal yang merupakan kumpulan sosial
yang tidak terorganisasi namun mengandung unsur
pendidikan
2. Iklim
Iklim adalah suasana atau keadaan yang terjadi
disekitar kita. Dalam sebuah organisasi dibutuhkan
saling menghargai dan menghormati baik secara
individu mauipun kelompok agar tujuan yang
diharapkan dapat dicapai bersama tanpa ada pihak
terdiskriminasi. Iklim menujukkan how your mindset,
beradaptasi, prestasi, komitmen, motivasi
3. Budaya.
Budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi
rutinitas/kebiasaan dalam organisasi. Budaya
memiliki sanksi tidak tertulis namun dijadikan
sebagai rule untuk dilaksanakan masyarakat. Adapun
ciri-ciri budaya organisasi ialah :
a. Manajemen yang bersifat jujur, komunikatif, aktif,
terbuka, inovatif dan kreatif.
b. Status, struktur, kebutuhan dan karakteristik
personil yang kompeten, jelas dan berorientasi
kepada semua personil sehingga dapat dicapai
hasil yang memuaskan.
Jadi, dapat disimpulkan kaitan antara organisasi, iklim
dan budaya bahwa organisasi adalah sekumpulan
manusia pada suatu aktivitas yang memiliki tujuan yang
jelas. Tujuan organisasi terealisasi bilamana iklim dan
budaya saling mendukung mencapai peningkatan dan
memperhatikan kesejahteraan organisasi.

24
Berbagai persoalan yang mendasar dalam berorganisasi
memiliki berbagai peluang yang muncul baik berasal dari
individu, kelompok maupun didalam organisasi itu
sendiri, maka diperlukan tameng berupa prinsip-prinsip
atau asas-asas organisasi meliputi :
1. Principle of organizational objective
Asas formula tujuan merupakan prinsip atau asas
yang memiliki perumusan orientasi yang jelas, objektif
dan transparansi. Tujuan yang baik akan
menentukan struktur atau susunan anggota
organisasi secara umum dan tugas setiap anggota
organisasi pada khususnya.
2. Principle of unity of command
Asas kesatuan perintah merupakan setiap organisasi
memiliki peranan masing-masing setiap anggota
organisasi. Namun rasa solidaritas, bekerja
profesional dan menjunjung asas persatuan hal
utama yang harus dimiliki tiap anggota. Perintah
atasan harus dijalankan oleh bawahan demi
mencapai tujuan bersama.
3. Principle of the span of management
Asas rentang kendali merupakan asas yang
menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, mengedepankan
tujuan bersama dan menyingkirkan ego masing-
masing anggota. Kesuksesan organisasi tergantung
manajemen, kendali atau control pemimpin selaku
pimpinan organisasi.
4. Principle of delegation of authority
Asas pendelegasian wewenang merupakan
penyerahan wewenang dari pimpinan ke anggota
selaku bawahan. Kepada siapa memerintah dan
diperintah wajib mempertanggungjawabkan amanah
yang didelegasikan.
5. Principle of departmentalization
Pada asas departement pembagian tugas dan fungsi
masing-masing personil dalam organisasi telah dibagi

25
atau dibentuk berdasarkan latar belakang
(background) karier pada satuan bidang kerja.
6. Principle of coordination
“Bersatu kita teguh, Bercerai kita hancur” inilah
pepatah yang bisa disematkan pada organisasi karena
sejatinya organisasi butuh adanya keseimbangan,
koordinasi antar personil, keselarasan pikiran dan
perilaku agar mampu meintrepretasikan tujuan
bersama.
7. Scalar principle
Setiap organisasi memiliki hierarkhi, level,
kedudukan, jenjang, tingkatan horizontal (lurus),
diagonal dan vertical (mendatar).
8. Asas Berkelanjutan
Lingkungan dalam suatu organisasi harus saling
mendukung, bersinergi dan menguatkan agar mampu
berkesinambungan, tidak terputus, continue, dan
berkelanjutan sampai generasi selanjutnya tidak
lekang oleh waktu.

Organisasi Pendidikan

Pada zaman industri era 4.0 masyarakat dimanjakan oleh


hadirnya dunia digital yang semakin canggih dan modern.
Salah satu contoh adalah penggunaan handphone yang
semakin menjamur dikalangan anak-anak. Mereka seolah
terhipnotis atau kecanduan dengan fitur-fitur, tools,
aplikasi yang telah disuguhkan. Sehingga dibutuhkan
peran orang tua atau keluarga selaku yang paling dekat
dengan karakter instrinsik dan ekstrinsik anak.
Penggunaan gadget atau handphone dibutuhkan peran
keluarga (orang tua) untuk melakukan adanya
pemantauan, pengawasan, pendampingan, pengarahan
terhadap generasi penerus bangsa khususnya anak-anak.
Animo para orang tua menyerahkan anaknya pada
lembaga, institute, organisasi khususnya bidang
pendidikan meningkat pesat. Pendidikan merupakan
tonggak kehidupan berkelanjutan untuk mencerdaskan

26
kehidupan bangsa dan negara. Tanpa pendidikan dunia
ini akan serasa tiada makna, negara ini tidak bisa
tumbuh, maju dan berkembang. Pendidikan bisa
dianalogikan seperti air. Manusia tanpa air akan
kekeringan begitu halnya pendidikan tanpa teori dan
praktek akan sirna dan mengalami kebodohan.
Hakikat pendidikan adalah humanisasi (memanusiakan
manusia) bukan dehumanisasi (memesinkan manusia)
karena upaya memanusiakan manusia merupakan
landasan pijakan dari konsep perilaku organisasi dalam
pendidikan. Konsep dasar perilaku organisasi akan
berimplikasi terhadap konsep dan praktek dalam
pendidikannya.
Organisasi pendidikan erat kaitannya dengan manajemen
pendidikan yang secara umum memiliki fungsi :
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Fungsi perencanaan adalah pengelolaan dasar dan
langkah awal dalam penyusunan strategi, kerangka
kerja, pedoman pelaksanaan kerja agar sesuai dengan
tujuan.
2. Fungsi Pelaksanaan
Fungsi pelaksanaan adalah langkah lanjutan setelah
perencanaan terkonsep, seperti penyusunan struktur
kerja yang disesuaikan dengan bidang kompetensi
masing-masing personil organisasi.
3. Fungsi pengawasan dan pelaporan.
Pengawasan berfungsi sebagai controlling,
pengarahan, pemantauan dan evaluasi agar tujuan
sesuai atau sejalan, relevan, produktif, efesien dan
efektif dengan pelaksanaan. Bilamanan tidak sesuai
maka dilakukan pelaporan untuk diadakan revisi.
4. Fungsi umpan balik (Feedback)
Adapun umpan balik berfungsi sebagai :
a. Problem solving merupakan pemecahan masalah
dalam mengatasi dari segala bentuk
penyimpangan.

27
b. Fungsi instruksional merupakan
c. Fungsi motivasional merupakan pemberian
penghargaan bagi anggota yang berprestasi
contoh pemberian reward

Contoh Organisasi Pendidikan

Di Indonesia pendidikan diatur dalam Bab VI UU RI No.


20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana
terdapat klasifikasi pendidikan yang berdasarkan jalur,
jenjang dan jenis. Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan fomal, informal maupun non formal
pendidikan formal adalah lembaga resmi dibawah
naungan pemerintah provinsi atau daerah yang memiliki
jenjang jelas dan sistematis. Pendidikan informal dapat
diperoleh dari keluarga yang merupakan pedagogi sentral
terbentuknya karakter individu (attitude change).
Pendidikan non formal adalah pengembangan skill (skill
development) individu seperti taman pendidikan Al-
Qur’an.
Jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar (SD/MI),
pendidikan menengah (SMP/Mts/Sederajat,
SMA/MA/Sederajat) dan pendidikan tingi (PTN/PTS)
mencakup program diploma,sarjana, magister, spesialis,
doctor.
Jenis pendidikan terdiri atas pendidikan umum,
pendidikan khusus yang memiliki kebutuhan terbatas
dari segi fisik, pendidikan kejuruan yang memiliki bidang
spesialisasi keahlian, pendidikan akademik, pendidikan
profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan.
Adapun beberapa contoh organisasi dalam pendidikan
antara lain :
1. PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
merupakan suatu profesi yang beranggotakan tenaga
pendidik (guru, dosen) dan tenaga kependidikan baik
negeri maupun swasta. Organisasi ini didirikan di

28
Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 25 November
1945.
Tujuan organisasi ini adalah untuk meningkatkan
kompetensi, kesejahteraan dan kualitas tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan. Adapun pada
organisasi Persatuan Guru Republic Indonesia
memiliki visi misi, program kerja PGRI dan kaderisasi,
pengembangan profesi dan karier, penelitian dan
pengabdian masyarakat
2. PRAMUKA
Praja Muda Karana merupakan gerakan kepanduan
jiwa muda yang suka berkarya. Pramuka merupakan
organisasi pendidikan non formal sebagai wadah
pengembangan skill agar menjadi generasi yang
memiliki perilaku yang tangguh, terpatri jiwa
patriotisme dan nasionalisme.
Pramuka memiliki Dasa Darma (sepuluh perilaku
terpuji dan mulia) dan Tri Satya (tiga janji kesetiaan)
yang berbunyi :
a. Dasa Darma Pramuka
1) Taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
Sebagai manusia wajib hukumnya mematuhi
perintah dan menjauhi segala larangan Sang
Pencipta. Takwa merupakan taat, patuh
segala perintah agar selamat dunia dan
akherat.
2) Cinta alam dan kasih sayang sesama
manusia,
Sadar bahwa manusia sebagai mahluk social
tidak luput dari pertolongan sesama manusia
lainnya dan tumbuh kembangnya ditentukan
oleh lingkungan sekelilingnya. Oleh karena itu
manusia harus mencintai dan menyayangi
alam dan sesame manusia.
3) Patriot yang sopan dan kesatria

29
Patriot artinya cinta tanah air dan Kesatria
artinya gagah, berani pantang mundur.
Sebagai warga negara Indonesia yang
nasionalisme harus memiliki jiwa yang patriot
dan kesatria.
4) Patuh dan suka bermusyawarah
Sesuai sila ke IV Pancasila, yang
mengedepankan musyawarah mencapai
mufakat dan menyingkirkirkan rasa ego
sentrisme demi mencapai tujuan bersama.
5) Rela menolong dan tabah
Ikhlas dalam berperilaku dan tabah segala
ujian atau cobaan hidup yang dialami.
6) Rajin, terampil dan
Rajin dan terampil dan bekerja adalh kunci
kesuksesan/
7) Hemat, cermat dan bersahaja
“Hemat pangkal kaya boros pangkal miskin”,
pepatah ini cocok disematkan kepada orang
yang
8) Disiplin, berani dan setia
Salah satu kunci keberhasilan hidup adalah
didisiplin, berani dan setia terhadap bangsa
dan negara.
9) Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
Modal dasar sebagai manusia ialah dapat
dipercaya dan bertanggung jawab berbagai
hal.
10) Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan
Dalam berpikir, perkataan dan perbuatan
harus selaras, seimbang. Antara pikiran dan
perbuatan mencermikan perilaku yang baik,
bukan hanya mencari citra segelintir manusia
untuk sekadar popularitas semata yang
ujungnya hanya kebahagiaan semu

30
melainkan harus murni dan suci berperilaku
sesuai tuntunan kitab suci masing-masing
agama.
b. Tri Satya Pramuka
Demi kehormatanku, aku berjanji akan
bersungguh-sungguh, menjalankan kewajibanku
terhadap Tuhan, NKRI dan mengamalkan
Pancasila, menolong sesama hidup dan
mempersiapkan diri membangun masyarakat. Isi
tersebut mengandung makna bahwa sebagai
warga negara Indonesia yang patriotisme dan
nasionalisme, NKRI dan Pancasila adalah harga
mati dan mampu merealisasikan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari agar kelak
berguna bagi nusa, bangsa dan negara. Pada
tanggal 14 Agustus 1961 merupakan cikal bakal
hari Pramuka.
Adapun satuan organisasi pada pramuka antara
lain MABI, KWARTIR, GUDEP, SAKA, DEWAN
KERJA, DEWAN KEHORMATAN, SAKO, GUGUS
DARMA dimulai dari tingkat nasional, daerah,
cabang, ranting dan gugus depan.

31
Daftar Pustaka

Abdullah, M. 2014. Manajemen dan Evaluasi Kinerja


Karyawan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo
Mathis, R. L., and J. H. Jackson. 2016. Human Resources
Management. Edisi 10 Jilid 3. Jakarta: Salemba
Empat
Kristiawan Muhammad, 2017. Manajemen pendidikan.
Yogyakarta: Deepublish
Sunyoto, D. 2015. Manajemen dan pengembangan sumber
daya manusia. Edisi 1 Jilid 2.cetakan pertama.
Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing
Service)
Triatna, Cepi (2015). Perilaku Organisasi dalam
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Thoha miftah (2014). Perilaku Organisas: Konsep Dasar
dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
https://www.academia.edu/35725299/PERILAKU_ORG
ANISASI_LEMBAGA_PENDIDIKAN_Studi_Kasus_di_M
adrasah_Ibtidaiyah_Cikatomas_Kab_Ciamis
Stewart, D. & Simmons, M. (2010). The Business
Playground: Where Creativity and Commerce Collide.
Berkeley, AS: New Riders Press.
Rerung, R. R., Fauzan, M., & Hermawan, H. (2020).
Website Quality Measurement of Higher Education
Services Institution Region IV Using Webqual 4.0
Method. International Journal of Advances in Data and
Information Systems, 1(2), 89-102.
Undang-undang No. 12 Tahun 2010. Tentang Gerakan
Pramuka. Sekretariat Negara Pedoman Pelaksanaan
Pendidikan Kepramukaan, Depdikbud.2013
Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Tentang Tujuan
Pendidikan Nasional Jakarta. Departemen Pendidikan
nasional.

32
Profil Penulis
Musdalipa R., S.Pd.I., M.Si
Penulis lahir di Majene, 31 Oktober 1991.
Penulis mengawali pendidikan informal pada
tahun 1994 di TK Raudhatul Akhyar,
kemudian melajutkan pendidikan formal di
SDN 65 lulus tahun 2003, SMPN 3 Majene
lulus tahun 2006, SMAN 1 Majene jurusan ilmu
pengetahuan social lulus tahun 2009. Ketertarikan
penulis terhadap ilmu pendidikan dan ilmu komunikasi
dimulai pada 2009 silam. Hal tersebut membuat penulis
memilih untuk masuk ke Institut Agama Islam DDI
Polman FKIP prodi PGMI lulus pada tahun 2014 dan
penulis kemudian melanjutkan menyelesaikan studi S2 di
prodi Ilmu Komunikasi PROGRAM PASCA SARJANA
UNSAT Makassar dengan IPK 3,7.
Penulis mewujudkan karir sebagai dosen di IAI DDI
Polewali Mandar, penulis pun aktif sebagai pendamping
Halal yang diperuntukkan bagi UMKM di Polewali Mandar
yang bekerjasama dengan UIN SUKA. Penulis mengikuti
berbagai pelatihan untuk yang mendukung profesinya
seperti pelatihan dibidang IT yang dilaksanakan LSP
tersebut.penulis merupakan peneliti. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan didanai oleh internal perguruan
tinggi dan juga Kemenristek DIKTI. Selain peneliti, penulis
juga aktif menulis artikel/jurnal dengan harapan dapat
memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara
yang sangat tercinta ini.
Email Penulis: iparamarni91@gmail.com

33
34
3
MANAJEMEN KURIKULUM
BERBASIS SEKOLAH

Bismar Sibuea, M.Pd


Universitas Simalungun

Pendahuluan

Kurikulum merupakan bagian yang sangat penting dalam


pendidikan, jika dilihat dari beberapa problem yang
muncul dalam dunia pendidikan belakangan ini, tidak
terlepas dari kurikulum. Khususnya dalam 3 tahun
terakhir. Mewabahnya virus covid 19 yang memaksa
semua elemen pendidikan dan para praktisi pendidikan
harus berinovasi dan beradpatasi dengan situasi dan
keadaan. Tentunya dibeberapa daerah dan sekolah yang
mungkin memiliki sarana dan prasara yang berbeda jelas
menjadi kendala yang begitu besar. Peralihan system
pembelajaran tidak bisa di adopsi oleh semua elemen
pendidikan, mulai dari satuan pendidikan, pengelola
instansi pendidikan, guru, murid, komite dan elemen
lainnya yang pastinya memiliki kualitas SDM, sarana
prasana, dan fasilitas yang berbeda. Untuk itu sangatlah
penting mendesain kurikulum yang bisa menyesuaikan
beberapa unsur–unsur yang terdapat dalam dunia
pendidikan menyatu menjadi sesuatu yang benar benar
menjadi penunjang keberhasilan target pembelajran itu
sendiri.
Seperti yang telah diketahui dan dijalani, bahwa
Pemerintah Republik Indonesia melalui
Kemendikbudristek telah berupaya meningkatkan
pendidikan dengan mendesain suatu kurikulum kampus
35
merdeka, dan Merdeka Belajar yang kini telah menjadi
satu kewajiabn bagi satuan pendidikan untuk
menjalankannya. Namun jauh dari desain kurikulum
tersebut, sekolah tentunya harus menyesuaikan
kurikulum tersebut kedalam kurikum yang berbasis pada
sekolahnya sendiri sehingga bisa di adopsi oleh sekolah
itu sendiri sesuai dengan kemampuan, fasilitas, SDM, dan
unsur –unsur yang dimiliki sekolah itu sendiri sehingga
bisa berjalan seiring dengan Kurikulum Merdeka Belajar
yang didesain oleh Kemendikbudristek.

Defenisi Manajemen Kurikulum Berbasis Sekolah

A. Pengertian Manajemen
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian
manajemen disebutkan sebagai proses penggunaan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, pada aplikasi KBBI
in word). Secara historis, Manajemen berasal dari
Bahasa Latin, yaitu dari asal kata manus yang berarti
tangan dan agere (melakukan). Kata - kata itu
digabung menjadi managere yang artinya menangani.
Sedangkan dalam Bahasa Inggris, manajemen berasal
dari kata to manage yang artinya mengelola atau
mengatur (kata kerja), management sendiri adalah
kata benda, dan manager dengan penambahan
imbuhan “er” dalam bahasa inggris diartikan sebgai
orang yang melakukan atau sipelaku.
Management diterjemahkan ke Bahasa Indonesia
menjadi manajemen “pengelolaan” (Usman, 2013:5-6)
Manajemen diartikan sebagai koordinasi semua
sumber tenaga melalui proses perencanaan,
pengorganisasian, pemberi bimbingan dan
pengendalian untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.
B. Pengertian Kurikulum
Kurikulum bukanlah kata yang asing bagi para
praktisi pendidikan, dalam pemahaman sederhana
kurikulum dianggap sebagai suatu susunan mata

36
pelajaran, maupun kurikuler dan ekstrakurikuler
yang harus dirampungkan, ataupun diajarkan oleh
satu satuan pendidikan kepada siswa sesuai dengan
jurusan masing –masing.
Secara harfiah, dalam terminology, kata “kurikulum”
muncul pertama kali di skotlandia dalam rentang
tahun 1829, dan secara resmi, istilah kurikulum ini
dipakai amreika setelah seabad kemudia (wiles &
bondi 1989). Secara harfiah istilah kurikulm berasal
dari Bahasa latin Currere yang berarti berlari
dilapangan pertandingan.
Sebagai suatu bidang studi yang dinamis, konsep
kurikulum berubah dan berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Beberapa deffenisi kurikulum
sebagai berikut:
J. Llody Trump dan Delmas F. Miller yang dikutip oleh
Nasution (2008) menjelaskan bahwa kurikulum juga
termasuk metode mengajar dan belajar, cara
mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan
tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan,
supervisi dan administrasi, dan hal-hal struktural
mengenai waktu, jumlah ruangan, serta
kemungkinan memilih mata pelajaran.
Sedangkan Menurut Kamus Oxford curriculum is the
subjects that are included in a course of study or
taught in a school, college. "Kurikulum adalah mata
pelajaran yang termasuk dalam program studi atau
diajarkan di sekolah, perguruan tinggi"
Dengan kalimat yang berbeda, J. Llody Trump dan
Delmas F. Miller yang dikutip oleh Nasution (2008)
menjelaskan bahwa kurikulum juga termasuk metode
mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan
seluruh program, perubahan tenaga mengajar,
bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan
administrasi, dan hal-hal struktural mengenai waktu,
jumlah ruangan, serta kemungkinan memilih mata
pelajaran.

37
C. Pengertian Sekolah
Sekolah dalam arti sempit bisa dikatakan sebagai
suatu instansi ataupun tempat dimana orang belajar
untuk mendapatkan ilmu pendidikan. Kata sekolah
berasal dari bahasa latin yaitu skhole, scola, yang
memiliki arti waktu luang atau waktu senggang,
dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan pada
waktu luang bagi anak – anak ditengah kegiatan
utama mereka yaitu bermain dan menikmati masa
anak – anak dan remaja.
Namun seiring waktu berjalan, kebutuhan manusia
berubah dituntun dan dituntut oleh perubahan
zaman, maka sekolah juga beradapatasi dan memiliki
fungsi yang lebih sentral dalam mempersiapkan setiap
anak untuk siap menjalani cita-cita atau
keingginannya dimasa depan dalam kehidupan yang
nyata sesuai dengan profesi yang ingin dijalaninya.
Sekolah dengan jenis dan format yang berbeda- beda
kini juga dituntut untuk bisa mengadopsi kurikulum
yang ditetapkan oleh pemerintah secara general
kepada seluruh satuan pendidikan dan berinovasi
memaksimalkan segala sesuatu yang dimilki sekolah
tersebut untuk mencapai target –taegt yang akan
dicapai.
D. Sekolah dan Kurikulum
Ketika berbicara pendidikan di sekolah, kita perlu
bicara kurikulum, karena kurikulum adalah the heart
of education yang memuat tentang apa yang diajarkan
guru (null, 2011;1). Pendidikan pertama kali
dilakukan orangtua kepada anak dimasyarakat
praliterasi, tujuannya ialah mengajarkan nilai – nilai
budaya masyarkatnya seperti apa adanya waktu itu.
“kurikulum” pendidikan dan latihan pada saat itu
masih sangat sederhana atau hanya ada dikepala
masing –masing orangtua. Di zaman modern,
kebutuhan berkembang begitu maraknya sesuai
dengan perkembangan teknologi, tidak sebatas
mewariskan muatan budaya. Inilah factor – factor
yang menyebabkan orangtua tidak mungkin lagi

38
menjadi tutor bagi anakanya seperti sebelumnya.
Maka diperlukan didirikannya satu lembaga atau
instansi yang bisa memberikan tutor kepada anak–
anak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
zaman yang memungkinkan dipenuhinya kebutuhan
dan perkembangan tersebut dalam suatu desain
kurikum yang menjadi acuan proses pembelajaran
atau pendidikan itu berlangsung.
E. Penegertian Manajemen Kurikulum berbasis
Sekolah
Manajemen Kurikulum Berbasis Sekolah yang sering
disingkat menjadi MBS atau dalam beberapa literasi
juga disebutkan KTSP (kurikulum tingkat satuan
pendidikan) memiliki defenisi yang cukup luas,
beberapa ahli menjelaskan dengan kalimat yang
berbeda- beda, menurut Rusman (2009:3)
menyebutkan Manajemen kurikulum adalah suatu
sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif,
komperhensif, sistemik dan sistematik dalam rangka
mewujudkan ketercapaian tujuan kurikulum. Dalam
pelaksanaannya, manajemen berbasis sekolah (MBS)
dan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Oleh karena itu, otonomi yang diberikan pada
lembaga pendidikan dalam mengelola kurikulum
secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan
dan ketercapaian sasaran dalam visi dan misi lembaga
pendidikan tidak mengabaikan kebijaksanaan
nasional yang telah ditetapkan.
Dalam kalimat yang berbeda Nurkholis (2003:1)
menjelaskan bahwa “Manajemen Berbasis Sekolah
terdiri dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan
sekolah. Secara umum manajemen dapat diartikan
sebagai proses mengelola sumber daya secara efektif
untuk mencapai tujuan.” Ditinjau dari aspek
pendidikan, manajemen pendidikan diartikan sebagai
segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan
proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah
maupun tujuan jangka panjang. Kedua, kata berbasis
mempunyai kata dasar basis atau dasar.

39
Ketiga , kata sekolah merujuk pada lembaga tempat
berlangsungnya proses belajar mengajar. Bertolak
dari arti ketiga istilah itu, maka Manajemen Berbasis
Sekolah dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu
yang berkenaan dengan pengelolaan sumber daya
yang berdasar pada sekolah itu sendiri dalam proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Sekolah merupakan organisasi terbawah
dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) yang bertugas memberikan “bekal
kemampuan dasar” kepada peserta didik atas 13
dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik
(makro, meso, mikro) dan profesionalistik (kualifikasi,
untuk sumber daya manusia).

Tujuan Manajemen Kurikulum

Tujuan dari manajemen kurikulum merupakan arah atau


hasil yang diharapkan. Tujuan manajemen kurikulum
mempunyai hubungan sistem nilai yang dianut
masyarakat. Isi kurikulum merupakan pengalaman
belajar yang harus dimiliki peserta didik. Isi kurikulum
menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan
materi pelajaran yang biasanya disampaikan pada setiap
mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik,
karena semua itu diarahkan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang sudah ditentukan (Sanjaya 2008: 100).
Kurikulum merupakan suatu alat pendidikan dalam
rangka pengembangan sumber daya manusia yang
berkualitas. Kurikulum menyediakan kesempata yang
luas kepada peserta didik untuk mengalami proses
pendidikan dan kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai target dari tujuan nasional. Setiap materi
pelajaran mempunyai tujuan tersendiri dan berbeda
dengan tujuan atau target yang ingin dicapai oleh mata
pelajaran yang lainnya.

40
Fungsi Manajemen Kurikulum

Beberapa fungsi manajemen kurikulum yang harus


diketahui diantaranya yaitu; perencanaan, kurikulum,
pengorganisasian kurikulum, pelaksanaan kurikulum,
pengawasan dan evaluasi kurikulum.
1. Perencanaan kurikulum
Perencanaan adalah tahap awal yang harus dilakukan
dalam manajemen. Perencanaan adalah kegiatan
merumuskan apa yang akan dilakukan dimasa yang
akan datang. Perencanaan biasanya dirumuskan
setelah penetapan tujuan yang akan dicapai telah ada
(Harahap, 1992: 131). Jika menilik dari pendapat
diatas, Merencanakan Kurikulum Berbasis Sekolah
berarti merencanakan sesuatu untuk mencapai satu
tujuan hal yang telah disepakati. Dalam Kurikulum
berbasis sekolah yang menjadi tujuan utama tentunya
bagaimana kurikulum ini bisa berjalan dan mencapai
target yang dicapai dengan berdasarkan kemampuan
sekolah, sarana prasarana sekolah, pendanaan yang
dimiliki sekolah, kebutuhan masyarakat sekitar
sekilah atau lapangan pekerjaan yang tersedia
disekitar sekolah atau domisili sekolah tersebut
berdiri. Seperti yang dimuat pada Undang-Undang no
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 36 ayat 2 yang berbunyi: “kurikulum pada
semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan
dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.”
Dengan mengacu pada isi undang undang tersebut,
maka di dalam perencanaan sebuah kurikulum hal
yang paling mendasar adalah penyusunan sebuah
kurikulum yang sesuai dengan potensi daerah atau
lingkungan dimana lembaga pendidikan itu berdiri.
Maka desainer harus mengetahui betul apa yang
sudah ditetapkan menjadi tujuan atau target
pencapaian sekolah. Dengan tujuan atau target yang
sudah ditetapkan maka semua perencanaan harus
mengarah pada tujuan atau target tersebut.
Kurikulum harus didesain secara tertata untuk

41
menciptakan produk dalam hal ini adalah alumni
sekolah yang bisa memenuhi permintaan pasar atau
lapangan pekerjaan dengan memaksimalkan segala
sesuatu yang dimiliki sekolah.
Di dalam sebuah perencanaan kurikulum, Rusman
(2009: 28) mengatakan bahwasanya ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, seperti landasan
perencanaan kurikulum (kekuatan sosial,
pengetahuan, pertumbuhan dan perkembangan
manusia), perumusan tujuan kurikulum dan
perumusan isi kurikulum (kriteria pemilihan isi
kurikulum, ruang lingkup isi kurikulum, dan urutan
isi kurikulum). Perencanaan kurikulum berbasis
pesantren modern ini melibatkan seluruh elemen
sekolah yang meliputi pimpinan pesantren, kepala
sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum,
wakil kepala sekolah bidang sarana, dan staff dewan
guru lainnya
Dalam perencanaan kurikulum, desainer kurikulum
juga tidak bisa lepas dari visi misi sekolah.
Perencanaan kurikulum yang dirancang untuk
menjalankan strategi dalam mencapai target
pembelajaran tentunya harus relate dengan visi misi
sekolah yang sudah dirancang terlebih dahulu
Perencanaan Kurikulum Pendidikan adalah
serangkaian kegiatan pengumpulan, penyortiran,
sintesis dan seleksi informasi yang relevan dari
berbagai sumber. Informasi tersebut kemudian
digunakan untuk merancang dan mendesain
pengalaman-pengalaman belajar yang
memungkinkan peserta didik dapat mencapai tujuan
pembelajaran (Fitri, 2013:3).
2. Pengorganisasian kurikulum
Pengorganisasian kurikulum adalah suatu proses
ketika sekolah dapat mengidentifikasikan kebutuhan
dan menentukan prioritas dari kebutuhan, dan
mengembangkan keyakinan untuk berusaha
memenuhi kebutuhan berdasarkan sumber-sumber

42
yang ada di dalam sekolah sendiri maupun yang
berasal dari luar dengan usaha secara kolektif
Pengorganisasian kurikulum merupakan proses
menyusun organisasi kurikulum secara formal
dengan merancang materi pelajaran, menganalisis,
kualifikasi materi pelajaran, mengelompokkan dan
membagikan beban materi pada setiap jenjang
pendidikan. Ada tiga aspek yang harus diperhatikan
dalam pengorganisasian kurikulum yaitu:
a. Rincian materi pelajaran, yaitu menentukan
beban dan jenis materi untuk mencapai tujuan
pendidikan.
b. Pembagian materi pelajaran berdasarkan jalur,
jenjang dan jenis pendidikan.
c. Pengembangan mekanisme hubungan antara
materi pelajaran berdasarkan jalur, jenjang dan
jenis pendidikan (Triwiyanto, 2015: 152).
Pengorganisasian Kurikulum Berbasis sekolah
memiliki defenisi yag harus ditelaah dengan cermat.
Pengorganisasian kurikulum memiliki arti yang
berbeda dengan organisasi kurikulum.
Pengorganisasian kurikulum merupakan upaya
untuk mengelola dan mensinkronisasikan dalam
kegiatan belajar mengajar dengan optimal. Sedangkan
organisasi kurikulum adalah struktur program yang
berupa kerangka umum program-program pengajaran
yang akan disampaikan ke siswa.
Pengertian dari kata organisasi sendiri adalah suatu
kelompok sosial yang bersifat tertutup atau terbuka
dari/terhadap pihak luar, yang diatur berdasarkan
aturan tertentu, yang dipimpin/diperintah oleh
seorang pimpinan atau seorang staf administrasi,
yang dapat melaksanakan bimbingan secara teratur
dan bertujuan (Fitri, 2013:34-35).
Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain
bahan kurikulum yang bertujuan untuk
memudahkan siswa dalam mempelajari bahan
pelajaran dan memudahkan siswa dalam melakukan

43
kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat
dicapai dengan baik (Rusman, 2009;59). Gumur
(1975:23) mengatakan, bahwa pengorganisasian
merupakan proses pengelompokan kegiatan kegiatan
untuk mencapai tujuan-tujuan dan penegasan
kepada setiap kelompok dari seorang manajer.
Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan
mengatur semua sumber-sumber yang diperlakukan,
termasuk manusia. Gumur merumuskan organizing
ke dalam pengelompokan dan pengaturan orang
untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan sesuai
dengan rencana yang telah dirumuskan sejak awal,
menuju tercapainya tujuan yang ditetapkan. Menurut
Hamalik, sebagaimana dikutip oleh Agus,
pembelajaran sebagai suatu sistem yang memiliki arti
suatu keseluruhan dari komponen-komponen yang
berinteraksi antara satu sama lain dan dengan
keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Beberapa komponen yang dimaksud adalah: siswa,
guru, tujuan, materi, metode, sarana/alat, evaluasi
dan lingkungan/konteks. Kedelapan komponen
tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, sebab
dapat mengakibatkan tersendatnya proses belajar-
mengajar (Maimun dan Fitri, 2010:122-123)
3. Pelaksanaan
Pembelajaran di kelas merupakan tempat
melaksanakan kurikulum dan menguji kurikulum.
Pembelajaran selalu berkaitan dengan semua konsep,
prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat dan
kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan, yang
akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata.
Oleh karena itu, guru adalah kunci pemegang
pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum. Guru
bertindak sebagai perencana, pelaksana, dan penilai
serta pengembang kurikulum yang sebenarnya
(Rusman, 2009:74). Dalam proses pelaksanaan
kurikulum terbagai menjadi dua bagian, yaitu:

44
a. Dalam kegiatan belajar mengajar, terdiri dari:
membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), membuat jadwal pelaksanaan kegiatan
harian dan jadwal pelajaran mengisi buku laporan
pribadi peserta didik.
b. Dalam kegiatan ekstrakurikuler: memenuhi
kebutuhan kelompok, menyalurkan minat dan
bakat, mengembangkan dan mendorong motivasi
terhadap mata pelajaran (Hamalik, 2006: 186).
Berdasarkan perencanaan yang sudah dibuat dan
disepakati bersama, maka tugas pendidik selanjutnya
adalah melaksanakan semua tugas yang sesuai
dengan apa yang direncanakan. Dalam pelaksanaan
kurikulum tugas seorang pendidik adalah sebagai
berikut:
a. Memberikan dorongan semangat dan motivasi
kepada peserta didik untuk menghasilkan yang
lebih baik. Dalam memberikan motivasi harus
sesuai dengan kenyataan kehidupan peserta didik
sehingga pendidik meyakinkan peserta didik
bahwa tugas yang diberikan merupakan tugas
yang baru. Tugas tersebut pasti dapat
diselesaikan secara baik.
b. Selama pelaksanaan tugas, pendidik harus
memantau perkembangan dalam menyelesaikan
tugas yang diberikan. Pendidik harus melakukan
pertemuan rutin dengan peserta didik untuk
membahas masalah-masalah yang dihadapi
peserta didik. Dari hasil pantauan yang dilakukan
pendidik akan dijadikan sebagai bahan kegiatan
belajar mengajar selanjutnya.
c. Dalam setiap pertemuan pendidik dapat
memberikan umpan balik kepada setiap peserta
didik. Umpan balik dapat berupa komentar
terhadap karya peserta didik yang bersifat kritis
tujuannya untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik (Suryanto, 2014:38).

45
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006
Tentang Standar Isi menyebutkan bahwa pelaksanaan
kurikulum disetiap satuan pendidikan menggunakan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Pelaksanaan sebuah kurikulum didasarkan pada
potensi, perkembangan, dan kondisi peserta didik
untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi
dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus
mendapatkan pelayanan sebuah pendidikan yang
bermutu, serta mendapatkan kesempatan untuk
mengekpresikan dirinya secara bebas, dinamis,
dan menyenangkan.
b. Pelaksanaan kurikulum dengan menegakkan
kelima pilar belajar, yaitu: belajar untuk beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
belajar untuk memahami dan menghayati, belajar
untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara
efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna
bagi orang lain, dan belajar untuk membangun
dan menemukan jati diri, melalui proses
pembelajaran yang aktif, efektif, kreatif dan
menyenangkan.
c. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan
pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber
belajar dan teknologi yang memadai dan
memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai
sumber belajar dengan prinsip alam takambang
jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan
berkembang di masyarakat dan lingkungan
sekitar dan alam semesta dijadikan sumber
belajar, teladan dan contoh).
d. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta
didik mendapat pelayanan yang bersifat
perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan
sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan
kondisi peserta didik dengan memperhatikan
keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik

46
yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan,
kesosialan, dan moral.
e. Kurikulum dilaksanakan dengan
mendayagunakan kondisi alam, sosial dan
budaya serta kekayaan daerah untuk
keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh
bahan kajian secara optimal
f. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen
kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan
pengembangan diri diselenggarakan dalam
keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan
yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis
jenjang pendidikan.
Pelaksanaan kurikulum terdapat dua tingkatan,
pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah dan tingkat
kelas. Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan
dan menguji kurikulum. Disana semua konsep,
prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat dan
kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan yang
akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan
hidup. Perwujudan konsep, prinsip, dan aspek-aspek
kurikulum tersebut seluruhnya terletak pada guru.
Oleh karena itu, gurulah pemegang kunci
pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum. Dialah
sebenarnya perencana, pelaksana, penilai, dan
pengembang kurikulum sesungguhnya (Azhari,
2017:126).
Ali (2020:6) mengatakan bahwa School curriculum is a
series of knowledge containing a number of programs
and activity plans that will be used as the foundation
and principle in carrying out the learning activities at
school. The school curriculum implementation is always
associated with the location and environment of the
school, thus, there are various implementation models
in accordance with the backgrounds that influence
them. Kurikulum sekolah merupakan rangkaian ilmu
yang memuat sejumlah program dan rencana
kegiatan yang akan dijadikan landasan dan prinsip
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di

47
sekolah. Implementasi kurikulum sekolah selalu
dikaitkan dengan lokasi dan lingkungan sekolah,
sehingga terdapat berbagai model implementasi yang
sesuai dengan latar belakang yang
mempengaruhinya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah adalah:
kepala sekolah sebagai pimpinan, sebagai
administrator, penyusun rencana tahunan, pembina
organisasi sekolah, koordinator dalam pelaksanaan
kurikulum, pemimpin rapat, dan pengelola sistem
komunikasi serta pembinaan kurikuler. Sedangkan
pembagian tugas pelaksanaan tingkat kelas meliputi:
pembagian tugas mengajar, pembinaan kurikuler, dan
tugas bimbingan belajar (Wahyudin, 2014: 94).
Inti dari implementasi kurikulum adalah adanya
aktivitas, aksi, tindakan dan mekanisme suatu sistem
(Fitri, 2013:39-40). Pelaksanaan kurikulum berbasis
sekolah dilakukan setiap hari melalui proses
pembelajaran di kelas.Maka pelaksanaan kurikulum
menjadi hal yang sangat penting untuk mewujudkan
tujuan kurikulum yang sudah ditentukan.
4. Pengawasan
Pengawasan Kurikulum Berbasis Sekolah dilakukan
bukan berarti untuk mencari kesalahan atau
kesilafan yang dilakukan para pelaksana kurikulum
tersebut, melainkan dengan tujuan untuk melihat
progress program yang dijalankan sudah sampai
dititik mana implemntasi dan pencapaian daripada
kurikulum tersebut. Secara ekspilisit, setiap
pelaksana kurikulum harus benar – benar memahami
fungsi pengawasan kurikulum, demikian pula dengan
si pengawas kurikulum. Sebab secara hakikatnya
fungsi pengawasan kurikulum adlah untuk
mengcontrol, memantau, agar pelaksanaan
kurikulum tersebut tidak meleset ataupun bergeser
dari apa yang telah direncanakan sedari awal. Dalam
hal ini Kepala Sekolah dan Waka Kurikulum biasanay
yang menjadi pelaku dalan pengawasan. Pengawasan

48
kurikulum yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
biasanya dalam bentuk kegiatan supervise akademik.
Kepala sekolah juga sebaiknya menyampaikan bahwa
tujuan pengawasan kurikulum bukan semata-mata
untuk mencari kesalahan guru, melainkan untuk
melakukan perbaikan.
Sehingga setelah adanya kegiatan pengawasan,
seorang guru mampu melaksanakan pembelajaran
secara efektif, menyenangkan, dan bermakna”.
Adapun aspek-aspek yang perlu dilakukan
pengawasan di dalam pelaksanaan kurikulum antara
lain: perangkat pembelajaran, buku referensi yang
digunakan oleh guru, kitab-kitab rujukan, proses
pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.
Sementara itu, jika dilihat dari tujuan pengawasan
kurikulum dapat dibedakan menjadi tujuan umum
dan tujuan khusus. Secara umum tujuan
pemantauan kurikulum adalah untuk mempercepat
pengumpulan dan penerimaan informasi yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam
mengatasi permasalahan pemantauan kurikulum.
Sedangkan secara lebih khusus pemantauan
kurikulum bertujuan sebagai berikut:
a. Memberikan umpan balik bagi kebutuhan
program pendidikan.
b. Memberikan umpan balik bagi ketercapaian
tujuan kurikulum.
c. Memberikan umpan balik bagi metode
perencanaan.
d. Memberikan umpan balik bagi sistem penilaian
kurikulum.
e. Memberikan bahan kajian untuk membatasi
masalah-masalah dana hambatan yang dihadapi
di lapangan (Hamalik, 2006: 220).

49
5. Evaluating
Walaupun dalam ilmu manajemen yang terkenal
dengan istilah POAC (planning, organizing, actuating,
controlling), namun tidak sedikit pula beberapa ahli
yang menambahkannya dengan Evaluting, atau
evaluasi. Evaluasi tentunya sangaat diperlukan
sebagai bahan koreksi dari implemntasi manajemen
tersebut.
Dengan diadakan nya evaluasi, kita akan
mendapakan kelebihan, maupun kekurangan dari
satu program tersebut dalam hal ini kita sebutkan
kurikulum. Setelah menjalankan kurikulm yang telah
direncanakan, dengan mengkoreksi implementasinya,
maka bisa dilihat hasil kurikulum tersebut, apakah
dengan berjalan kurikulm yang didesain
meningkatkan hasil belajar, atau malah menurun,
kemudia bisa mengevaluasi pada bagian mana yang
harus ditingkaykan,dan bagian mana mungkin yang
sebaiknya diturunkan atau bahkan dihilangkan dari
susunan atau bagian kurikulum tersebut.
Secara ideal, evaluasi perlu untuk mengungkap
manfaat kurikulum secara keseluruhan, apakah
kurikulum yang didesain telah sesuai dengan standar
pendidikan?. Evaluasi bisa menyentuh keseluruhan
bagian kurikulum itu sendiri, baik itu dalam
tingkatan nasional hingga ke tingkat satuan
pendidikan terkecil, bahkan hingga implemtasinya
didalam kelas.
Fungsi evaluasi kurikulum, menurut wiles (2009),
1. Menyatakan secara eksplisit filsafat dan rasional
pemakaian desain intrusiksional
2. Mengumpulkan data bagi pengambilan keputusan
tentang efektifitas sekolah
3. Menetapkan keputusan umum tiap hari
4. Menetapkan rasioanal perubahan yang dilaksanakan

50
Type Evaluasi kurikulum yang lazim dilakukan disekolah
adalah Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif (Dick, et
al 2005:339)
1. Evaluasi formatif dilakukan ketika kurikulum dalam
proses perencanaan atau ketika kurikulum sedang
diuji sehingga perbaikan langsung dapat dilakukan
ketika ditemukan kelemahan. Ini diartikan sebagai
proses pengumpulan data dan informasi perbaikan
pelajaran.
2. Evaluasi Sumatif dilakukan setelah kurikulum
dilaksanakan berdasarkan hasil asessmen prestasi
belajar siswa.

51
Daftar Pustaka

Mulyono. (2008). Manajemen Administrasi dan Organisasi


Pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruz Media.
Usman, Husaini. (2006). Manajemen Teori, Praktik dan
Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Muflikhun, (2020) Manajemen Kurikulum Berbasis
Pesantren Modern di SMA IT Alkahfi Bogor, Tesis. UIN
Syarif Hidayatullah
Oxford Advanced Learners Dictionary: International
Students Edition
Ekaningrum, Ifada Retno dkk (2018). Development of
Curriculum Management Model Based on Multicultural
Character in Pesantren Khalafiyah. The Journal of
Educational Development. Vol.6.No.1.
M.N. Nasution. 2004. Manajemen Mutu terpadu. Jakarta:
Ghalia Indonesia
Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Nurkholis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori,
Model dan Aplikasinya. Jakarta : Grasindo.
Slamet, PH. 2001. Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, No. 27.
Ansyara, Mohammad. 2017. Kurikulum. Jakarta. Kencana
Dick, et al. 2005. The systematic desain of instruction.
Boston; Pearson
http://www.pdk.go.id/jurnal/27/manajemen-berbasis
sekolah.htm

52
Profil Penulis
Bismar Sibuea, M.Pd
Penulis lahir dikota Pematangsiantar,
Sumatera utara, dan hingga menjejaki
bangku kuliah penulis bernajka dewasa
dikota kelahiran. Sempat berkecimpung
dalam dunia olahraga beladiri, penulis menyadari bahwa
menjadi atlet bukanlah jaminan yang sempurna untuk
hidup.maka penulis mengeluti profesi sebagai atet
sembari menggeluti dunia perkuliahan. Berawal dari
ketertarikan penulis dalam menulis karya sastra seperti
puisi dan cerpen, dan seiring berjalan waktu penulis
terjun kedunia pendidikan, dan aktif sebagai Dosen di
Fakultas Pendidikan, hingga penulis mulai tertari
menuliskarya ilmiah, dan menyusun buku. Penulis kini
sedang melanjutkan pendidikan S-3 /program Doktornya
di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Penulis
menempuh pendidikan Strata 1 nyadi Universitas
Simalungun dan melanjutkan Pendidikan S-2 di
Universitas HKBP NOmensen Medan, pada jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris. Penulis memiliki ketertarikan
pada Manajemen Pendidikan sejak merasakan betapa
perlunya manajemen yang baik pada pendidikan di
Indonesia. Dimulai dari pemerintah pusat selaku
pengarah pendidikan hingga ke instasnsi pendidikan yang
terkecilpun sangat membutuhkan manajemen pendidikan
yang baik. Penulis mulai melakukan penelitian– penelitian
kecil sederhana yang dituangkan dalam artikel maupun
jurnal –jurnal terakreditasi nasional yang berkaitan
dengan manajemen pendidikan.
Email Penulis: elbizmarsibuea@gmail.com

53
54
4
MANAJEMEN PEMBELAJARAN
BERBASIS SEKOLAH

Marianus Yufrinalis, S.Fil., M.A


Universitas Nusa Nipa

Pendahuluan

Permasalahan pokok dalam dunia pendidikan dewasa ini


adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang
dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan
menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain
melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi
guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana
pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah.
Kendati demikian, berbagai indikator mutu pendidikan
belum menunjukkan peningkatan yang merata
(Yufrinalis, et.al., 2021). Sebagian sekolah, terutama di
kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup
menggembirakan, dan sebagian lainnya masih
memprihatinkan. Menurt Hartono (2019), ada beberapa
faktor penyebab utama mutu pendidikan tidak
mengalami peningkatan secara merata yaitu (1) kebijakan
dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan educational production function yang tidak
dilaksanakan secara konsekuen, (2) penyelenggaraan
pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga
sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat
tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-
kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan
kondisi sekolah setempat, dan (3) sangat minimnya peran

55
serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu
dilakukan upaya-upaya perbaikan. Salah satu upaya yang
sekarang sedang dikembangkan adalah reorientasi
penyelenggaraan pendidikan, melalui manajemen sekolah
(School Based Management). Manajemen berbasis sekolah
atau School Based Management dapat didefinisikan
sebagai penyerasian sumber daya yang dilakukan secara
mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok
kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung
dalam proses pengembilan keputusan untuk memenuhi
kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan
mutu sekolah dalam pendidikan nasional (Maria &
Sediyono, 2017).

Hakikat Manajemen Pembelajaran Berbasis Sekolah


(MPBS)
1. Pengertian MPBS
MPBS adalah salah satu basis manajemen
pengelolaan sekolah yang memberikan otonomi lebih
besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan
keputusan bersama secara partisipatif dari semua
warga sekolah dan masyarakat di sekitarnya dalam
upaya mengembangkan dan meningkatkan mutu
pendidikan. World Bank (2001) mendefenisikan MPBS
sebagai bentuk dari desentralisasi pendidikan. Model
manajemen demikian ditujukan untuk memberikan
kemandirian kepada sekolah serta meningkatkan
mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional (Mustiningsih, 2015). Melalui MPBS, setiap
satuan pendidikan dapat menentukan kebijakan
sendiri untuk meningkatkan mutu dan relevansi
pendidikan dengan mengakomodasi keinginan
masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang
erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah
dalam membentuk pribadi peserta didik. Pendekatan
manajemen ini, merupakan satu sistem pengelolaan
yang luas dalam berbagai aspek (Ardiansyah, dkk.,
2018).

56
2. Tujuan MPBS
Menurut Ardiansyah, dkk (2018), MPBS bertujuan
untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah
melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada
sekolah untuk mendorong sekolah untuk melakukan
pengambilan keputusan secara partisipatif. MPBS
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
terutama di daerah, karena sekolah dan masyarakat
tidak perlu menunggu perintah dari pusat, tetapi
dapat mengembangkan suatu visi pendidikan yang
sesuai dengan kondisi daerah dan melaksanakan visi
pendidikan secara mandiri (Pratiwi, 2016). Lebih
rincinya, MPBS bertujuan untuk :
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang
tersedia;
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan bersama;
c. Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada
orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang
mutusekolah;
d. Meningkatkan kompetisi yang sehat antarsekolah
tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
e. Mengembangkan kemampuan kepala sekolah
bersama guru, unsur komite sekolah/mejelis
madrasah dalam aspek manajemen berbasis
sekolah untuk peningkatan mutu sekolah,
f. Mengembangkan kemampuan kepala sekolah
bersama guru, unsur komite sekolah/majelis
madrasah dalam melaksanakan pembelajaran
yang aktif dan menyenangkan, baik di lingkungan
sekolah maupun di masyarakat setempat,
g. Mengembangkan peran serta masyarakat yang
lebih aktif dalam masalah umum persekolahan

57
dari unsur komite sekolah dalam membantu
peningkatan mutu sekolah.
3. Manfaat MPBS
Menurut Nurkholis (2003:25), penerapan MPBS
mempunyai beberapa manfaat atau keuntungan,
antara lain:
Pertama, secara formal MPBS dapat memahami
keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja
di sekolah. Keahlian dan kemampuan personil
sekolah itu dimanfaatkan untuk pengambilan
keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran. Keahlian dan kemampuan personil
sekolah dihargai yang selanjutnya menimbulkan rasa
percaya diri.
Kedua, meningkatkan moral guru. Moral guru
meningkat karena adanya komitmen dan tanggung
jawab dalam setiap pengambilan keputusan di
sekolah. Keadaan ini diharapkan dapat mendorong
guru untuk mendukung dengan sepenuh tenaga
dalam mencapai tujuan dan tidak berusaha untuk
menghalang-halangi pencapaian tujuan tersebut.
Ketiga, keputusan yang diambil sekolah memiliki
akuntabilitas. Hal ini terjadi karena konstituen
sekolah memiliki andil yang cukup dalam setiap
pengambilan keputusan. Akhirnya, mereka dapat
menerima konsekuensi atas keputusan yang diambil
dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan bersama.
Keempat, menyesuaikan sumber keuangan terhadap
tujuan instruksional yang dikembangkan di sekolah.
Keputusan yang diambil pada tingkat sekolah akan
lebih rasional karena mereka tahu kekuatannya
sendiri, terutama kekuatan keuangannya.
Kelima, mendorong munculnya pemimpin baru di
sekolah. Pengambilan keputusan di sekolah tidak
akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran
seorang pemimpin. Dalam MPBS pemimpin akan

58
muncul dengan sendirinya tanpa menunggu
penunjukan dari birokrasi pendidikan.
Keenam, meningkatkan kualitas, kuantitas, dan
fleksiblitas komunikasi setiap komunitas sekolah
dalam rangka pencapaian kebutuhan sekolah.
Kebersamaan dalam setiap pemecahan masalah di
sekolah telah memper-lancar alur komunikasi di
antara warga sekolah.
4. Ruang Lingkup MPBS
Esensi dari MPBS adalah otonomi dan pengambilan
keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu
sekolah (Hartono, 2019). Otonomi dapat diartikan
sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian
dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi,
otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah
sesuai dengan dengan peraturan perundang-
undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh
sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk
mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan
berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat,
kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan
memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan
berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan
memecahkan persoalan-persoalan sekolah,
kemampuan adaftif dan antisipatif, kemampuan
bersinergi dan berkaborasi, dan kemampuan
memenuhi kebutuhan sendiri (Purbadi, 2020).
MPBS memiliki ruang lingkup yang luas meliputi
berbagai aspek yakni sebagai berikut :
a. MPBS merupakan otonomi satuan pendidikan
dalam mengelola pendidikan di satuan pendidikan
yang bersangkutan. Dalam hal ini, kepala sekolah
dan guru dibantu komite sekolah dalam
mengelola pendidikan.
b. Kewenangan kepala sekolah untuk menentukan
secara mandiri untuk satuan pendidikan yang

59
dikelolanya dalam bidang manajemen, yang
meliputi rencana strategis dan operasional,
struktur organisasi dan tata kerja, sistem audit
dan pengawasan internal; dan sistem penjaminan
mutu internal.
Hal-hal tersebut merupakan ruang lingkup MPBS di
mana setiap satuan pendidikan memiliki kewenangan
untuk mengelola kegiatan pendidikan di satuan
pendidikan. Hanya saja konsep desentralisasi model
MPBS itu kerapkali belum dipahami secara mendasar
dan filosofis. Akibatnya, manajemen sekolah yang
semestinya dapat melakukan berbagai hal secara
mandiri, mereka tidak bisa melakukannya karena
perlu dukungan aturan sebagai langkah melakukan
kebijakan di sekolah. Hal demikian menyebabkan
MPBS tidak optimal. Seolah sekolah itu dikendalikan
secara “autopilot” oleh pemerintah selaku pengelola
pendidikan di satu wilayah. Selain itu, MPBS itu juga
kerap diinterpretasikan secara beragam sehingga
belum ditemukan model yang paling sesuai dengan
kondisi nyata setiap sekolah di setiap kondisi yang
sesuai dengan konteks lokalnya. Oleh karena itu perlu
sebuah naskah tentang MPBS yang disusun secara
konseptual dan relevan sesuai dengan kondisi nyata
di sekolah.

Konsep Manajemen Pembelajaran Berbasis Sekolah


1. Konsep Dasar MPBS
Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh
pemerintah daerah maupun pihak sekolah yang
secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini
karena dalam melaksanakan program-program ini
diterapkan prinsip-prinsip manajemen pembelajaran
berbasis sekolah (MPBS), mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan proses
pelaporan dan umpan baliknya. Dengan kata lain
program-program yang dilaksanakan menganut
prinsip-prinsip demokratis, transparan, profesional
dan akuntabel. Melalui pelaksanaan program ini para
pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala

60
sekolah, guru, komite sekolah dan tokoh masyarakat
setempat dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan
kegiatan. Di sinilah proses pembelajaran itu
berlangsung dan semua pihak saling memberikan
kekuatan untuk memberikan yang terbaik bagi
kemajuan sekolah.
Pada prinsipnya, MPBS merupakan model manajemen
yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah
dan mendorong sekolah untuk melakukan
pengembalian keputusan secara partisipatif untuk
memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk
mencapaitujuan mutusekolah dalam kerangka
pendidikan nasional. Oleh karena itu, terdapat
sejumlah kata kunci terkait MPBS, yakni otonomi
sekolah, pengambilan keputusan partisipatif untuk
mencapai sasaran mutu sekolah (Ardiansyah, dkk.,
2018).
Otonomi dapat diartikan sebagai
kewenangan/kemandirian dalam mengatur dan
mengurus dirinya sendiri, dan mereka tidak
tergantung pada pihak manapun. Jadi otonomi
sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur
dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja
kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh
sejumlah kemampuan dalam mengambil keputusan
yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai
perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi
sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan
yang terbaik dan kemampuan berkomunikasi dengan
cara yang efektif. Selain itu juga kemampuan
memecahkan persoalan-persoalan sekolah,
kemampuan adaptasi dan antisipasi, kemampuan
bersinergi dan berkolaborasi dan kemampuan
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Selanjutnya, pengambilan keputusan partisipatif
adalah suatu cara untuk mengambil keputusan
melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan

61
demokratik oleh warga sekolah (guru, siswa,
karyawan, orangtua siswa, tokoh masyara kat). Warga
sekolah didorong untuk terlibatsecara langsung
dalam proses pengambilan keputusan yang dapat
berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.
Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang
dilibatkan (berpartisipasi) daIam pengambilan
keputusan, maka yang bersangkutan akan
mempunyai “rasa memiliki” terhadap keputusan
tersebut sehingga yang bersangkutan juga akan
bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya
untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya, makin
besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa
tanggungjawab; dan makin besar rasa memiliki,
makin besar pula rasa tanggungjawab dan makin
besar rasa tanggung jawab, makin besar pula
dedikasinya. Tentu saja pelibatan warga sekolah
dalam pengambilan keputusan harus
mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan
relevansinya dengan tujuan pengambilan keputusan
sekolah.
Menurut konsep MPBS, kepala sekolah dan guru
memiliki kebebasan yang luas dalam mengelola
sekolah tanpa mengabaikan kebijakan dan otoritas
pemerintah melalui strategi seperti berikut: (a)
kurikulum yang bersifat inklusif, (b) proses belajar-
mengajar yang efektif, (c) lingkungan sekolah yang
mendukung, (d) sumber daya yang berasas
pemerataan, dan (e) standardisasi dalam hal-hal
tertentu, monitoring, evaluasi, dan tes. Kelima strategi
ini akan diusahakan terpadu pelaksanaanya dengan
fungsi pengelolaan sekolah, sehingga terbentuk
komponen-komponen manajemen berbasis sekolah,
yakni: (1) manajemen, (2) proses belajar-mengajar, (3)
sumber daya manusia, dan (4) administrasi sekolah.
Secara lebih jelas komponen-komponen itu dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:

62
Tabel 1. Komponen Manajemen Berbasis Sekolah
(Pratiwi, 2016)
Manajemen PBM SDM Sumber Daya
dan
Administrasi
Menyediakan Meningkatk Menyebarka Mengidentifik
manajemen/organis an mutu n staf dan asi dan
asi/ belajar siswa menempatka mengalokasik
kepemimpinan n personel an sumber
sekolah yang dapat daya sesuai
memenuhi dengan
kebutuhan kebutuhan
semua siswa
Menyusun rencana Menyusun Memilih staf Mengelola
sekolah dan kurikulum yang alokasi dana
merumuskan yang cocok memiliki sekolah
kebijakan dan tanggap wawasan
terhadap MPBS
butuhan
para siswa
Mengelola Menawarkan Menyediaka Menyediakan
operasional sekolah pengajaran n kegiatan dukungan
yang efektif untuk administratif
pengembang
an profesi
pada semua
staf
Menjamin ada nya Menyediaka Menjamin Mengelola
komunikasi yang n program kesejahteraa pemeliharaan
efektif antara pengembang n staf dan gedung dan
sekolah dan an pribadi siswa sarana
masyarakat terkait siswa lainnya
(school community)
Mendorong Mengatur
partisipasi pembahasan
masyarakat tentang
Menjamin kinerja
terpeliharanya sekolah
sekolah yang
akuntabel

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan


bahwa sekolah memiliki kewenangan dan kemadirian
lebih besar dalam mengelola sekolahnya untuk
mencapai mutu pendidikan. Dengan kata lain,
sekolah merupakan unit utama pengelolaan proses
pendidikan. Sedangkan unit-unit di atasnya, seperti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas

63
Pendidikan di daerah merupakan unit pendukung dan
pelayan sekolah. Menurut Ardiansyah, dkk (2018),
sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Tingkat kemandirian tinggi/tingkat
ketergantungan rendah;
b. Bersifat adaptif dan antisipatif proaktif sekaligus;
c. Memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif,
gigih, berani mengambil risiko, dan sebagainya);
d. Bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah;
e. Memiliki kontrol yang kuat terhadap input
manajemen dan sumber dayanya;
f. Memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi
kerja;
g. Komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi
merupakan acuan bagi penilainya.
Dalam kaitan dengan ketersediaan sumber daya
manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya
memiliki ciri-ciri antara lain pekerjaan adalah
miliknya, dia bertanggungjawab, pekerjaannya
memiliki kontribusi, dia tahu posisinya di mana, dia
memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan
pekerjaannya merupakan bagian dari hidupnya.
Contoh tentang hal-hal yang dapat
memandirikan/memberdayakan warga sekolah
adalah dengan pemberian kewenangan, pemberian
tanggung jawab, pekerjaan yang bermakna,
pemecahan masalah sekolah secara teamwork, variasi
tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk
mengukur kinerjanya sendiri, tantangan,
kepercayaan, didengar, ada pujian, menghargai ide-
ide, mengetahui bahwa dia adalah bagian penting dari
sekolah, kontrol yang luwes, dukungan, komunikasi
yang efektif, umpan balik bagus, sumber daya yang
dibutuhkan ada, dan warga sekolah diberlakukan
sebagai manusia ciptaan-Nya yang memiliki martabat
tertinggi.

64
2. Asumsi dan Prinsip Dasar MPBS
Penerapan MPBS di setiap satuan pendidikan
didasarkan atas asumsi dan prinsip pengelolaan
sekolah sebagai berikut. Menurut Ardiansyah, dkk
(2018), asumsi dasar dalam penerapan MPBS yakni:
a. MPBS memandang sekolah sebagai suatu
lembaga yang harus dikembangkan. Sekolah
dipandang sebagai suatu lembaga layanan jasa
pendidikan di mana kepala sekolah sebagai
manajer pendidikan yang dituntut untuk
bertanggungjawab atas seluruh komponen
sekolah, dan harus berupaya meningkatkan mutu
pelayanan dan mutu hasil belajar yang
berorientasi kepada pemakai, baik internal (siswa)
atau eksternal (masyarakat), pemerintah maupun
lembaga industri dan dunia kerja (stakeholder).
Dalam konsep MPBS harus memperhatikan
aspek-aspek mutu yang harus dikendalikan
secara komprehensif yaitu: 1) karakteristik mutu
pendidikan (input, proses, output); 2)
pembiayaan; 3) metode atau sistem penyampaian
bahan/materi pelajaran; 4) pelayanan kepada
siswa dan orang tua, sertamasyarakat.
b. MBPS dapat efektif diterapkan jika didukung oleh
sistem berbagi kekuasaan antara pemerintah
pusat, pemerintah daerah dalam pengelolaan
sekolah. Agar hasil outputnya baik, maka (dalam
konsep MPBS) sekolah dipandang sebagai suatu
unit manajemen yang utuh dan memerlukan
perlakuan khusus dalam upaya
pengembangannya. Dimana perlakuan khusus
tersebut akan berbeda untuk setiap sekolah. Hal
inilah yang melandasi keyakinan bahwa
pengambilan keputusan dalam merancang dan
mengelola pendidikan seharusnya dilakukan di
tingkat sekolah.
Pada sisi lain, ada prinsip dasar MPBS yang patut
diketahui oleh setiap elemen pengelola pendidikan
(Ardyansyah, 2018).

65
Dalam MPBS, konsep yang diterapkan adalah konsep
otonomi yang merupakan tindakan desentralisasi
yang dilakukan oleh lembaga yang lebih tinggi ke
tingkat bawah. Hal ini merupakan proses
pendelegasian kekuasaan mulai dari tingkat nasional
(pusat) sampai dengan tingkat sekolah, bahkan
sampai di tingkat kelas (guru kelas). MPBS menuntut
kesiapan pengelola di berbagai level untuk melakukan
perannya sesuai dengan kewajiban, kewenangan, dan
tanggungjawabnya. MBS akan efektif diterapkan jika
para pengelola pendidikan mampu melibatkan
stakeholder terutama peningkatan peran serta
masyarakat dalam menentukan kewenangan,
pengadministrasian, dan inovasi kurikulum yang
dilakukan oleh masing-masing sekolah. Inovasi
kurikulum lebih menekankan kepada peningkatan
kualitas dan keadilan (equitas), pemerataan
(equalitas) bagi semua peserta didik yang didasarkan
atas kebutuhan peserta didik dan masyarakat
lingkungannya. MBS merupakan strategi yang efektif
dalam meningkatkan kinerja unggul sekolah yang
didukung oleh anggaran, sumber daya manusia, dan
kurikulum atau pengajaran yang memadai. Syarat
yang harus ditempuh dalam melaksanakan MPBS
adalah :
a. Adanya kebutuhan untuk berubah atauinovasi;
b. Adanya desain ulang organisasi pendidikan;
c. Proses perubahan sebagai prosesbelajar;
Semua hal tersebut harus dilakukan secara sadar
untuk melakukan perubahan.
3. Tahapan Implementasi MPBS
Dalam menerapkan MPBS disekolah, maka perlu
langkah-langkah yang dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kondisi sekolah. Menurut Ardiansyah,
dkk (2018) ada dua tahapan yang dilaksanakan dalam
proses implementasi MPBS di sekolah.

66
a. Tahap Implementasi.
Secara umum, implementasi MPBS
dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu tahap
pemahaman, tahap implementasi dan tahap
penguatan. Tahap pemahaman mencakup ide
dasar MPBS pada jajaran Kemdikbud dan
stakeholder, kejelasan karir dan kebijakan yang
menjadi wewenang pusat, daerah dan sekolah.
Perubahan pola hubungan sub-ordinasi,
perubahan sikap dan perilaku baik pimpinan
jajaran birokrasi maupun masyarakat, deregulasi
aturan, dan transparansi serta akuntabilitas.
Berikutnya, tahap implementasi dapat dilakukan
dengan berbagai syarat, di antaranya : pihak
sekolah dapat menerima informasi tentang MPBS
secara lengkap dan dapat diterima (akseptabel)
maknanya secara filosofis, logis, dan dapat
dipertanggungjawabkan; melakukan
benchmarking ke sekolah yang telah menerapkan
MPBS terlebih dahulu, dan mengidentifikasi
semua persoalan yang dihadapi; menyusun
tahapan implementasi dalam ruang lingkup yang
termudah terlebih dahulu; dan memulai
inplementasi sesuai dengan konteks lokal.
Sedangkan tahap penguatan implementasi MPBS
dilakukan secara simultan dari waktu ke waktu
dengan melakukan evaluasi dan penguatan
berkala, sehingga diperoleh model implementasi
yang benar-benar sesuai.
b. Indikator keberhasilan MPBS
Keberhasilan MPBS dicirikan dengan sejumlah
indikator, antara lain: menguatnya
kepemimpinan sekolah yang demokratis dan
profesional; meningkatnya partisipasi masyarakat
dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan
oleh sekolah; munculnya team work yang tinggi di
dalam manajemen sekolah; dan meningkatnya
kemandirian sekolah dalam menghadapi berbagai
tantangan dalam dunia pendidikan.

67
Strategi pengelolaan program dengan menggunakan
pendekatan ini dapat ditempuh antara lain dengan
langkah-langkah (1) memberdayakan komite
sekolah/majelis madrasah dalam peningkatan mutu
pembelajaran di sekolah, (2) unsur pemerintah
Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait antara
lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota,
Departemen Agama (yang menangani pendidikan MI,
MTs dan MA), Dewan Pendidikan Kab/Kota terutama
membantu dalam mengkoordinasikan dan membuat
jaringan kerja (akses) ke dalam siklus kegiatan
pemerintahan dan pembangunan pada umumnya
dalam bidang pendidikan, (3) memberdayakan tenaga
kependidikan, baik tenaga pengajar (guru), kepala
sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP)
maupun staf kantor, pejabat-pejabat di tingkat
kecamatan, unsur komite sekolah tentang Manajemen
Berbasis Sekolah, pembelajaran yang bermutu dan
peran serta masyarakat, (4) mengadakan pelatihan
dan pendampingan sistematis bagi para kepala
sekolah, guru, unsur komite sekolah pada
pelaksanaan peningkatan mutu pembelajaran, (5)
melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis
dan konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan
pembelajaran di sekolah agar diketahui berbagai
kendala dan masalah yang dihadapi, serta segera
dapat diberikan solusi/pemecahan masalah yang
diperlukan, (6) mengelola kegiatan yang bersifat
bantuan langsung bagi setiap sekolah untuk
peningkatan mutu pembelajaran,
rehabilitasi/pembangunan sarana dan prasarana
pendidikan, dengan membentuk tim yang sifatnya
khusus untuk menangani dan sekaligus melakukan
dukungan dan pengawasan terhadap tim bentukan
sebagai pelaksana kegiatan tersebut.

68
Penutup

Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis telah


terbukti tidak membawa kemajuan yang berarti bagi
peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya.
Bahkan dalam kasus-kasus tertehtu, manajemen yang
sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan
kreatifitas pada satuan pendidikan pada berbagai jenis
dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya
stagnasi di bidang pendidikan ini diperlukan adanya
paradigma baru di bidang pendidikan.
Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah dan
perkembangan IPTEKS, terbukalah peluang untuk
melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke
arah desentralisasi pengelolaan pendidikan (Yufrinalis,
2021). Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah
dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan
melalui strategi pemberlakuan manajemen pembelajaran
berbasis sekolah (MPBS). Era otonomi dengan asas
desentralisasi ini menuntut partisipasi dan
pemberdayaan seluruh komponen pendidikan dan
penerapan konsep pendidikan sebagai suatu system (Aziz,
2015). Otonomi sekolah dan kebebasan kepala sekolah
untuk mengelola dan mengambil keputusan secara
partisipatif dengan melibatkan masyarakat secara
langsung, dapat dilihat sangat penting guna mengontrol
dan mengevaluasi kinerja pengelolaan sekolah
(Jalaluddin, dkk., 2015).
MPBS bukan sekedar mengubah penedekatan
pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke
desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MPBS diyakini
akan muncul kemandirian sekolah. Melalui penerapan
MPBS, kepedulian masyarakat untuk ikut serta
mengontrol dan menjaga kualitas layanan pendidikan
akan lebih terbuka untuk dibangkitkan. Dengan demikian
kemandirian sekolah akan diikuti oleh daya kompetisi
yang tinggi akan akuntabilitas publik yang memadai.

69
Daftar Pustaka

Aziz, A. Z. (2015). Manajemen Berbasis Sekolah : Alternatif


Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah. El-Tarbawi,
8(1), 69-92. doi:http://dx.doi.org/10.20885/
tarbawi.vol8.iss1.art5
Bank, W. (2001, 9 6). World Bank. Retrieved from
web.worldbank.org:
http://web.worldbank.org/archive/website00238I/W
EB/PDF/SBMQ_AF.PDF
Dirjo Ardiansyah, Mujakir, Akhmad Reza Fathan. (2018).
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) SMA. Jakarta:
Direktorat Pembinaan SMA, Dirjen Pendidikan Dasar
dan Menengah, Kemendikbud.
Hartono, M. (2019, Desember 23). Manajemen Berbasis
Sekolah. Retrieved from Binus University:
https://pgsd.binus.ac.id/2019/12/23/782/
Jalaluddin, Ibrahim, Azwir. (2015). Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah (MB) di Kabupaten Aceh
Utara. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 22(2),
192-196. Retrieved from
http://journal.um.ac.id/index.php/pendidikan-dan-
pembelajaran/article/view/7749/3568
Mustiningsih. (2015). Masalah Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar. Manajemen
Pendidikan, 24(6), 498-505. Retrieved from
http://ap.fip.um.ac.id/wp-
content/uploads/2015/05/04-mustiningsih.pdf
Nurkholis. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah : Teori,
Model dan Aplikasinya. Jakarta: Grasindo.
Pratiwi, S. N. (2016). Manajemen Berbasis Sekolah Dalam
Meningkatkan Kualitas Sekolah. EduTech, 2(1), 86-96.
doi:http://dx.doi.org/10.30596%2Fedutech.v2i1.578
Purbadi. (2020). Manajemen Pembelajaran Berbasis
Sekolah di SMK Muhammadiyah1 Playen
Gunungkidul. Media Manajemen Pendidikan, 3(2),
232-241. Retrieved from
http://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/mmp
70
School, D. L. (2022, 2 17). Datu Lipus Makapandong Senior
High School. Retrieved from Datu Lipus Makapandong
Senior High School: https://dlmnhs.net/school-
based-management/
Sediyono, E. M. (2017). Pengembangan Model Manajemen
Pembelajaran Berbasis TIK di Sekolah Dasar. Jurnal
Kelola, 4(4), 59-71. Retrieved from
https://ejournal.uksw.edu/kelola/article/view/757/
527
Susanto, R. (2020). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta:
Universitas Esa Unggul.
Yufrinalis, M. (2021). Peluang dan Tantangan PTMTdi SD
Inpres Manunai Kota Maumere. In A. Wijayanto,
AKADEMISI DALAM PENUANGAN GAGASAN,
STRATEGI SERTA TANTANGAN DALAM
PELAKSANAAN PTMT (pp. 175-182). Tulungagung:
Akademia Pustaka.
Yufrinalis, M. et.al (2021). Pendidikan Profesi Keguruan
dan Teknologi Pendidikan. Bandung: Media Sains.

71
Profil Penulis
Marianus Yufrinalis, S.Fil., M.A
Penulis saat ini berdomisili di Maumere, Flores,
NTT, menamatkan pendidikan S1 Ilmu Filsafat
pada tahun 2010 di STFK Ledalero, Maumere,
Flores, NTT. Kemudian pada tahun 2011 penulis
melanjutkan pendidikan S2 Ilmu Sosiologi di
Pascasarjana FISIPOL Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta dan tamat pada tahun 2013. Ketertarikan penulis
pada Kajian Ilmu Sosial Dasar, Studi Pembangunan Kearifan
Lokal dan Ekologi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan
penulis di antaranya : Filosofi Mior Dadin Sebagai Internalisasi
Pendidikan Karakter Peserta Didik di Kecamatan Doreng
Kabupaten Sikka (Hibah Kemendikbud-Ristek Tahun 2020) ;
Pengembangan Buku Ajar Tematik Berbasis Kearifan Lokal
Kabupaten Sikka di Kelas IV SD (Hibah Kemendikbud-Ristek
Tahun 2020) ; Social Inclusion Analysis Among Out of School
Children in 63 Villages of West and Central Sumba (Kerja sama
penelitian dengan Save the Children Indonesia Tahun 2021) ;
Analisis Keterampilan Proses Sains Pada Kebiasaan “Nawu
Hi’pe” Masyarakat Pulau Palu’e Kabupaten Sikka (Hibah
Kemendikbud-Ristek Tahun 2022), dan Eksplorasi dan
Implmentasi Filosofi Kearifan Lokal Ro'a Dun Kare Taden Pada
Masyarakat dan Peserta Didik untuk Menjaga Kelestarian
Lingkungan di Kecamatan Waigete Kabupaten Sikka Provinsi
Nusa Tenggara Timur (Hibah Kemendikbud-Ristek Tahun 2022).
Sambil mengajar dan meneliti, penulis juga aktif menulis book
chapter, di antaranya : Akademisi dan Jurus Jitu Pembelajaran
Daring (Akademia Pustaka, 2021) ; Transformasi Dunia
Pendidikan Dalam Upaya Percepatan SDM Unggul (Akademia
Pustaka, 2021) ; Metodologi Penelitian Ekonomi (Yayasan
Penerbit Muhammad Zaini, 2021), Digitalisasi Era Metaverse
(Akademia Pustaka, 2022), Support System, Literasi dan
Ekonomi Kerakyatan (Akademia Pustaka, 2022), dan
Pendidikan Profesi Keguruan dan Teknologi Pembelajaran (Media
Sains, 2021).
Saat ini bertugas sebagai Dosen Ilmu Sosial Dasar dan Filsafat
Pendidikan pada Program Studi PGSD Universitas Nusa Nipa
Indonesia di Maumere, Flores, NTT.
Email Penulis : andryjfr88@gmail.com;
marianus.yufrinalis@nusanipa.ac.id

72
5
MANAJEMEN EKSTRAKURIKULER
DI SEKOLAH

Arvinda C. Lalang, S.Pd., M.Pd


Universitas Nusa Cendana

Selain sumber daya alam, suatu bangsa harus memiliki


sumber daya manusia yang bermutu dan berkualitas agar
dapat menjadi bangsa yang kuat. Agar dapat tercipta
sumber daya manusia yang berkualitas maka pendidikan
menjadi faktor utama yang harus dipenuhi. Pendidikan
ada karena ada proses pembelajaran yang terjadi baik di
bidang akademik dan non-akademik seperti seni, olahraga
dan sebagainya. Kegiatan non-akademik disekolah
biasanya dikenal dengan istilah kegiatan ekstrakurikuler
sebagai wadah bagi minat, bakat,hobi dan kemampuan
peserta didik. Melalui kegiatan ekstrakurikuler,
diharapkan peserta didik berkembang menjadi pribadi
yang lebih baik dan bertanggung jawab atas keberadaan
dirinya. Maka kajian mengenai manajemen kegiatan
ekstrakurikuler yang akan dibahas dalam Bab ini adalah:
(1) Hakikat kegiatan ekstrakurikuler, (2) Fungsi dan
tujuan kegiatan ekstrakurikuler, (3) Prinsip kegiatan
ekstrakurikuler, (4) Bentuk kegiatan ekstrakurikuler, (5)
Manajemen kegiatan ekstrakurikuler, (6) Faktor-faktor
manajemen ekstrakurikuler.

Hakikat Kegiatan Ekstrakurikuler

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan

73
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Pengembangan potensi peserta didik sebagaimana
dimaksud dalam tujuan pendidikan nasional tersebut
dapat diwujudkan melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu kegiatan
dalam program kurikuler yang alokasi waktunya tidak
ditetapkan dalam kurikulum. Kegiatan ektrakurikuler
merupakan kegiatan tambahan di luar struktur program
dilaksanakan di luar jam pelajaran biasa agar
memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan
kemampuan siswa (Suryobroto, 2002). Selanjutnya
Muhaimin dkk (2008) menyatakan bahwa kegiatan
ekstrakurikuler merupakan pelayanan konseling yang
bertujuan untuk membantu mengembangkan
kemampuan peserta didik sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat dan minat melalui kegiatan yang secara
khusus diselenggarakan oleh pendidik atau tenaga
kependidikan yang berkewenangan atau berkemampuan
disekolah atau dimadrasah.
Kegiatan ekstrakurikuler menjembatani kebutuhan
perkembangan peserta didik yang berbeda, seperti
perbedaan sense akan nilai moral dan sikap, kemampuan
dan kreativitas. Melalui partisipasi dalam kegiatan
ekstrakurikuler, peserta didik dapat belajar dan
mengembangkan kemampuan berkomunikasi, bekerja
sama dengan orang lain, serta menemukan dan
mengembangkan potensinya. Selain itu kegiatan
ekstrakurikuler juga menjadi salah satu jalur pembinaan
kesiswaan yang memiliki peranan utama sebagai berikut
(Maulidiyah, 2014):
1. Memperdalam dan memperluas pegentahuan para
siswa, dalam arti memperkaya, mempertajam, serta
memperbaiki pengetahuan para siswa yang berkaitan
dengan mata pelajaran sesuai dengan program
kurikulum yang ada.

74
2. Melengkapi upaya pembinaan, pemantapan dan
pembentukan nilai-nilai kepribadian para siswa.
3. Membina serta meningkatkan bakat, minat dan
keterampilan, dan hasil yang diharapkan ialah untuk
memacu anak ke arah kemampuan mandiri, percaya
diri dan kreatif.

Fungsi dan Tujuan Kegiatan Ekstrakurikuler

1. Fungsi
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 62 Tahun 2014, kegiatan
ekstrakurikuler di satuan pendidikan memiliki fungsi
pengembangan, sosial, rekreatif, dan persiapan
karier.
a. Fungsi pengembangan, yaitu kegiatan
ekstrakurikuler berfungsi untuk mendukung
perkembangan personal peserta didik melalui
perluasan minat, pengembangan potensi, dan
pemberian kesempatan untuk pembentukan
karakter, dan pelatihan kepemimpinan.
b. Fungsi sosial, yaitu kegiatan ekstrakurikuler
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
Kompetensi sosial dikembangkan dengan
memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk memperluas pengalaman sosial, praktik
keterampilan sosial, dan internalisasi nilai moral
dan nilai sosial.
c. Fungsi rekreatif, yaitu kegiatan ekstrakurikuler
dilakukan dalam suasana rileks,
menggembirakan, dan menyenangkan sehingga
menunjang proses perkembangan peserta didik.
Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat menjadikan
kehidupan atau atmosfer sekolah lebih
menantang, menyenangkan, dan lebih menarik
bagi peserta didik.

75
d. Fungsi persiapan karier, yaitu kegiatan
ekstrakurikuler berfungsi untuk mengembangkan
kesiapan karier peserta didik melalui
pengembangan kapasitas.
2. Tujuan
Tujuan kegiatan ekstrakurikuler adalah untuk
menunjang pendidikan peserta didik dalam
mengembangkan bakat, minat, kreativitas,
kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan,
kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan
sosial, kemampuan belajar, wawasan dan
perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah,
serta kemandirian (Suprastowo dkk, 2009). Hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 62 Tahun 2014,
pasal (2) bahwa secara umum kegiatan
ekstrakurikuler diselenggarakan untuk
mengembangkan potensi siswa dalam rangka
mendukung pencapaian tujuan Pendidikan nasional.

Prinsip Kegiatan Ekstrakurikuler

Prinsip kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan


didasarkan pada pedoman kegiatan ekstrakurikuler yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 62 Tahun 2014 yakni:
1. Partisipasi aktif, yaitu kegiatan ekstrakurikuler
menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh
sesuai dengan minat dan pilihan masing-masing; dan
2. Menyenangkan, yaitu kegiatan ekstrakurikuler
dilaksanakan dalam suasana yang menggembirakan
bagi peserta didik.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pada
prinsipnya peserta didik dituntut harus aktif dalam
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler baik yang diwajibkan
maupun berdasarkan pilihanya sendiri. Pada
pelaksanaannya harus diusahakan agar dilaksanakan
dalam suasana yang menyenangkan dan bebas dari

76
suasana yang penuh ketegangan maupun yang
menyebabkan peserta didik merasa tertekan.

Bentuk Kegiatan Ekstrakurikuler

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Nomor 62 Tahun 2014 disebutkan bahwa
kegiatan ekstrakurikuler terdiri atas ekstrakurikuler wajib
dan ekstrakurikuler pilihan. Kegiatan ekstrakurikuler
wajib adalah kegiatan ekstrakurikuler yang wajib
diselenggarakan oleh satuan pendidikan dan wajib diikuti
oleh seluruh peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler
pilihan merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang
dikembangkan dan diselenggarakan oleh sekolah sesuai
bakat dan minat peserta didik. Pengembangan berbagai
bentuk kegiatan ekstrakurikuler pilihan dilakukan
dengan mengacu pada prinsip partisipasi aktif dan
menyenangkan serta mengakomodir kegiatan seni dan
olahraga tradisional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 62 Tahun 2014 pasal (4),
pengembangan berbagai bentuk kegiatan ekstrakurikuler
pilihan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Identifikasi kebutuhan, potensi, dan minat peserta
didik;
2. Analisis sumber daya yang diperlukan untuk
penyelenggaraannya;
3. Pemenuhan kebutuhan sumber daya sesuai pilihan
peserta didik atau menyalurkannya ke satuan
pendidikan atau lembaga lainnya;
4. Penyusunan program kegiatan ekstrakurikuler; dan
5. Penetapan bentuk kegiatan yang diselenggarakan
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan perangkat
operasional (supplement dan complements) kurikulum.
Oleh karena itu, perlu disusun dan dituangkan dalam
rencana kerja tahunan/kalender pendidikan satuan
pendidikan. Sesuai dengan ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

77
Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 53 ayat
(2) butir a dan pada Pasal 79 ayat (2) butir b menyatakan
bahwa kegiatan ekstrakurikuler termasuk di dalam
rencana kerja tahunan satuan pendidikan dan kegiatan
ekstrakurikuler perlu dievaluasi pelaksanaannya setiap
semester oleh satuan pendidikan (Maulidiyah, 2014).
Penyusunan kegiatan eksrakurikuler disesuaikan dengan
kondisi satuan Pendidikan. Sesuai dengan pedoman
kegiatan ekstrakurikuler dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 62 pasal 5 tahun
2014 yakni: (1) rasional dan tujuan umum; (2) deskripsi
setiap kegiatan ekstrakurikuler; (3) pengelolaan; (4)
pendanaan; dan (5) evaluasi.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 81A Tahun 2013, kegiatan ekstrakurikuler dapat
diselenggarakan dalam berbagai bentuk, antara lain:
1. Individual; yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat
dilakukan dalam format yang diikuti oleh peserta
didik secara perorangan.
2. Kelompok; yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat
dilakukan dalam format yang diikuti oleh kelompok-
kelompok peserta didik.
3. Klasikal; yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat
dilakukan dalam format yang diikuti oleh peserta didik
dalam satu kelas.
4. Gabungan; yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat
dilakukan dalam format yang diikuti oleh peserta
didik antarkelas.
5. Lapangan; yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat
dilakukan dalam format yang diikuti oleh seorang
atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar
sekolah atau kegiatan lapangan.
Berikut ini bentuk kegiatan ekstrakurikuler menurut
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 62
Tahun 2014:

78
1. Krida, misalnya: Kepramukaan, Latihan
Kepemimpinan Siswa (LKS), Palang Merah Remaja
(PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pasukan
Pengibar Bendera (Paskibra), dan lainnya;
2. Karya ilmiah, misalnya: Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR),
kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan
akademik, penelitian, dan lainnya;
3. Latihan olahbakat dan olahminat, misalnya:
pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya,
pecinta alam, jurnalistik, teater, tari tradisional,
musik daerah, teknologi informasi dan komunikasi,
rekayasa, dan lainnya;
4. Keagamaan, misalnya: kajian keagamaan, baca tulis
Alquran, pesantren kilat, retret, pendalaman alkitab,
kebaktian, bagawadgita, upanayana, dharmatula,
dhama asram; dan
5. Bentuk kegiatan lainnya sesuai dengan materi
pembinaan kesiswaan.

Manajemen Kegiatan Ekstrakurikuler

Manajemen ekstrakurikuler terdiri dari dua kata, yaitu


manajemen dan ekstrakurikuler. Pada Tesaurus Bahasa
Indonesia manajemen berarti: administrasi, tadbir, tata
laksana, tata usaha (Tim Redaksi, 2007). Sedangkan
dalam kamus bahasa Indonesia manajemen berarti: suatu
proses pemakaian sumber daya secara efektif untuk
mencapai sasaran yg telah ditentukan; penggunaan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran (Tim
Penyusun Kamus, 2008). Selanjutnya adalah kata
ekstrakurikuler yang merupakan gabungan dari dua kata
yaitu ekstra dan kurikuler. ekstra berarti: bonus,
lemburan, sisipan, suplemen, tambahan di luar yang
resmi (Tim Penyusun Kamus, 2008). sedangkan kurikuler
dalam kamus bahasa Indonesia berarti bersangkutan
dengan kurikulum (Tim Penyusun Kamus, 2008).
Berdasarkan pengertian tersebut peneliti menyimpulkan
bahwa manajemen ekstrakurikuler merupakan usaha
sadar untuk memaksimalkan sumber daya secara efektif

79
untuk nencapai tujuan dari kegiatan tambahan dalam
kurikulum melalui beberapa proses/tahapan.
Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun2013,
bahwa Manajemen program ekstrakurikuler meliputi:
1. Struktur organisasi pengelolaan program
ekstrakurikuler pada satuan pendidikan;
2. Level supervisi yang disiapkan/disediakan oleh
satuan pendidikan untuk masing-masing kegiatan
ekstrakurikuler; dan
3. Level asuransi yang disiapkan/disediakan oleh
satuan pendidikan untuk masing-masing kegiatan
ekstrakurikuler
Sebagai suatu manajemen, ektrakurikuler memuat
beberapa fungsi manajemen, antara lain (Maulidiyah,
2014):
1. Perencanaan kegiatan ektrakurikuler;
Mengacu pada jenis-jenis kegiatan yang memuat
unsur-unsur:
a. Sasaran kegiatan;
b. Subtansi kegiatan;
c. Pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang
terkait, serta keorganisasiannya;
d. Waktu dan tempat; dan
e. Sarana.
2. Pelaksanaan kegiatan;
Peserta didik harus mengikuti program
ekstrakurikuler wajib (kecuali bagi yang terkendala),
dan dapat mengikuti suatu program ekstrakurikuler
pilihan baik yang terkait maupun yang tidak terkait
dengan suatu mata pelajaran di satuan pendidikan
tempatnya belajar.
Penjadwalan waktu kegiatan ekstrakurikuler sudah
harus dirancang pada awal tahun atau semester dan
di bawah bimbingan kepala sekolah atau wakil kepala

80
sekolah bidang kurikulum dan peserta didik. Jadwal
waktu kegiatan ekstrakurikuler diatur sedemikian
rupa sehingga tidak menghambat pelaksanaan
kegiatan kurikuler atau dapat menyebabkan
gangguan bagi peserta didik dalam mengikuti
kegiatan kurikuler.
Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan diluar jam
pelajaran kurikuler yang terencana setiap hari.
Kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan setiap hari
atau waktu tertentu (blok waktu). Kegiatan
ekstrakurikuler seperti OSIS, klub olahraga, atau seni
mungkin saja dilakukan setiap hari setelah jam
pelajaran usai. Sementara itu kegiatan lain seperti
Klub Pencinta Alam, Panjat Gunung, dan kegiatan lain
yang memerlukan waktu panjang dapat direncanakan
sebagai kegiatan dengan waktu tertentu (blok waktu).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelasakanaan
kegiatan ektrakurikuler, antara lain:
a. Kegiatan ekstrakurikuler yang bersifat rutin,
spontan dan keteladanan dilaksanakan secara
langsung oleh guru, konselor, dan tenaga
kependidikan di sekolah.
b. Kegiatan ekstrakurikuler yang terprogram
dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi,
jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pelaksana
sebagaimana telah direncanakan.
c. Pelaksana kegiatan ekstrakurikuler adalah
pendidik dan atau tenaga kependidikan ssesuai
dengan kemampuan dan kewenangan pada
substansi kegiatan ekstrakurikuler yang
dimaksud.
3. Pengawasan kegiatan;
a. Kegiatan ektrakurikuler di sekolah dipantau,
dievaluasi, dan dibina melalui kegiatan
pengawasan.
b. Pengawasan kegiatan ektrakurikuler dilakukan
secara:

81
1) Intern, oleh kepala sekolah.
2) Ekstern, oleh pihak yang secara structural
atau fungsional memiliki kewenangan
membina kegiatan kegiatan ektrakurikuler
yang dimaksud.
c. Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis,
dan di tindak lanjuti untuk peningkatan mutu
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
ektrakurikuler disekolah.
4. Penilaian kegiatan
Penilaian kegiatan perlu diberikan terhadap kinerja
peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kriteria
keberhasilan lebih ditentukan oleh proses dan
keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan
ekstrakurikuler yang dipilihnya. Penilaian dilakukan
secara kualitatif.
Satuan pendidikan dapat dan perlu memberikan
penghargaan kepada peserta didik yang memiliki
prestasi sangat memuaskan atau cemerlang dalam
satu kegiatan ekstrakurikuler wajib atau pilihan.
Penghargaan tersebut diberikan untuk pelaksanaan
kegiatan dalam satu kurun waktu akademik tertentu;
misalnya pada setiap akhir semester, akhir tahun,
atau pada waktu peserta didik telah menyelesaikan
seluruh program pembelajarannya. Penghargaan
tersebut memiliki arti sebagai suatu sikap menghargai
prestasi seseorang. Kebiasaan satuan pendidikan
memberikan penghargaan terhadap prestasi baik
akan menjadi bagian dari diri peserta didik setelah
mereka menyelesaikan pendidikannya.
Menurut Permendikbuk Nomor 62 Tahun 2014,
pihak yang perlu terlibat dalam kegiatan
ekstrakurikuler yang terkait dengan pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian kegiatan ekstrakurikuler
antara lain:

82
a. Satuan Pendidikan
Kepala sekolah, dewan guru, guru pembina
ekstrakurikuler, dan tenaga kependidikan bersama-
sama mengembangkan ragam kegiatan
ekstrakurikuler; sesuai dengan penugasannya
melaksanakan supervisi dan pembinaan dalam
pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler, serta
melaksanakan evaluasi terhadap program
ekstrakurikuler
Menurut Wahjosumidjo (2007), ada tiga hal pokok
yang perlu diperhatikan oleh para kepala sekolah,
bahwa kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk: (a)
memperdalam dan memperluas pengetahuan siswa,
pengetahuan siswa yang berkaitan dengan mata
pelajaran-mata pelajaran sesuai dengan krikuer yang
ada. (b) melengkapi upaya pembinaan, pemantapan
dan pembentukan nilai-nilai kepribadian siswa,.
Kegiatan yang berkaitan dengan semacam usaha
memprtebal ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, latihan kepemimpninan dan sebagainya. (c)
membina dan meningkatkan bakat, minat dan
keterampilan. Kegiatan ini untuk memacu ke arah
kemampuan mandiri, percaya diri dan kreatif
b. Komite Sekolah/Madrasah
Sebagai mitra sekolah yang mewakili orang tua
peserta didik memberikan usulan dalam
pengembangan ragam kegiatan ekstrakurikuler dan
dukungan dalam pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler.
c. Orang tua
Memberikan kepedulian dan komitmen penuh
terhadap suksesnya kegiatan ekstrakurikuler pada
satuan pendidikan karena pendidikan holistik
bergantung pada pendekatan kooperatif antara
satuan pendidikan/sekolah dan orang tua.

83
Faktor -Faktor Manajemen Ekstrakurikuler

Faktor-faktor yang mempengaruhi guru dalam membina


kegiatan ekstrakurikuler adalah sarana, dana dan
penjadwalan (Ubaidah, 2014). Berikut ini penjabarannya:
Pertama, tersedianya sarana. Sarana pendidikan adalah
segala sarana fisik yang mendukung kegiatan pendidikan
(Suryosubroto, 2002). Sarana pendidikan terbagi pada
alat pelajaran, alat peraga dan media pembelajaran.
Prasarana pendidikan seperti bangunan sekolah dan alat
perabotan sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin
kemajuan sekolah bertanggung jawab dalam
mengusahakan instrumen pendidikan yang dibutuhkan
sekolah. Satu bentuk dari instrumen pendidikan yaitu
sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana merupakan
salah satu faktor yang vital dalam penyelenggaraan
manajemen kompetensi guru. Karena itu apabila sarana
dan prasarana kurang mendukung maka pelayanan bagi
terselenggaranya pengelolaan kegiatan esktrakurikuler di
sekolah tidak dapat berjalan dengan baik. Menurut
Mukhtar dan dan Iskandar (2013), sarana dan fasilitas
sekolah merupakan komponen penting yang secara
langsung mempengaruhi dan mendukung aktivitas dan
proses pembelajaran di sekolah, dengan demikian sarana
dan fasilitas sekolah ini juga mutlak harus ada.
Kedua, tersedianya dana. Pembiayaan pendidikan
berkaitan dengan kemampuan internal sistem pendidikan
untuk mengelola dana-dana pendidikan secara efisien.
Pembiayaan pendidikan tidak hanya mengakut analisa
sumber saja, tetapi juga penggunaan dana-dana secara
efisien. Makin efisien sistem pendidikan itu makin kurang
pula dana yang diperlukan untuk mencapai tujuan-
tujuannya dan karena itu lebih banyak yang dicapai
dengan anggaran yang tersedia (Supriyadi, 2004). Alokasi
dana harus disusun berdasarkan realita dan skala
prioritas. karena jika dana sudah turun, akan tidak
kesulitan untuk menggunakannya karena adanya
perencanaan sebelumnya. Saat ini kegiatan
ekstrakurikuler menjadi salah satu komponen yang
didanai oleh pemerintah melalui dana BOS.

84
Hal ini telah diatur dalam Permendikbudristek Nomor 2
Tahun 2022, tentang petunjuk teknis pengelolaan
dana BOS reguler. Disebutkan oleh peraturan tersebut,
guna membantu kebutuhan belanja operasional seluruh
peserta didik yang dimilikinya. Pengelolaan dana BOS
reguler bisa dilakukan oleh satuan pendidikan dasar dan
menengah.Pembiayaan dana BOS untuk kegiatan
ekstrakurikuler seperti pembiayaan mengikuti lomba dan
kegiatan lain yang relevan untuk menunjang operasional
ekstrakurikuler.
Ketiga, penjadwalan yang tepat. Penjadwalan merupakan
salah satu kegiatan administrasi di sekolah. Jadwal ini
dimaksudkan untuk mengatur program belajar, praktik,
program lapangan dapat terselenggara secara tertip sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dengan mamanfaatkan
seluruh sumber daya yang tersedia dengan segala
keterbatasannya. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan
pada waktu di mana para siswa mendapatkan waktu
terluang, pada sore hari bagi sekolah yang belajar di pagi
hari dan pagi hari bagi sekolah yang masuk sore hari,
ataupun pada waktu-waktu liburan (Susanto, 2011).
Faktor ini mempengaruhi kegiatan yang ada pada
penyelenggaraan ekstrakurikuler. Penjadwalan kegiatan
ekstrakurikuler yang tepat bisa meningkatkan disiplin
siswa dalam belajar. Berdisiplin berarti menaati
(peraturan tata tertib). Disiplin dalam bentuk perilaku
atau tingkah laku yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku baik yang ditetapkan secara individu ataupun
kelompok sejak aturan itu diterapkan atau diberlakukan.
Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi
kekebasan dan kemerdekaan seseorang akan tetapi
sebaliknya ingin memberikan kemerdekaan yang lebih
besar kepadanya dalam batas-batas kemampuannya.

85
Daftar Pustaka

Implementasi Kurikulum, Peraturan Menteri Pendidikan


dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A
tahun 2013 (2013).
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/bsnp/Permendikbu
d81A-2013ImplementasiK13Lengkap.pdf
Kegiatan Ekstrakurikuler Pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun
2014 (2014).
https://jdih.kemdikbud.go.id/sjdih/siperpu/dokume
n/salinan/Permendikbud%20Nomor%2062%20Tahu
n%202014.pdf
Maulidiyah, Ibrizah. (2014). Manajemen Ekstrakurikuler
daalm Mengembangkan Sekolah Berwawasan
Lingkungan di SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk
Sumenep. Tesis. Malang: Universias Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim
Muhaimin, M.A., Sutiah & Prabowo, S.L. (2008).
Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) Pada Sekolah dan Madrasah.
Jakarta: PT Raja Grapindo Persada
Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional
Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini, Bantuan
Operasional Sekolah, dan Bantuan Operasional
Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan. Peraturan
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022
(2022)
https://ditpsd.kemdikbud.go.id/upload/filemanager
/2022/BOS/SALINAN%20PERMEN%202%20TAHUN
%202022.pdf
Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. (2003).
https://pusdiklat.perpusnas.go.id/regulasi/downloa
d/6

86
Suprastowo, P., Kamidah, Budiraharjo,S., Supriyadi T.,
Martini, A.I.D., Listiawati N., Sisdiana E., Sudiyono,
Agung, I. (2009). Model Pelaksanaan ESD melalui
Kegiatan Ekstrakurikuler. Jakarta: Pusat Penelitian
Kebijakan dan Inovasi Pendidikan
Suryosubroto, B. (2002). Proses Belajar Mengajar di
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Susanto, Heru. (2011). The Power of Dicipline. Jakarta:
Elex Media Komputindo
Tim Penyusun Kamus. (2008). Kamus bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional
Tim Redaksi Tesaurus. (2007). Tesaurus Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa dan
Departemen Pendidikan Nasional
Ubaidah, Siti. (2014). Manajemen Ekstrakurikuler dalam
Meningkatkan Mutu Sekolah. Jurnal Kependidikan
Islam IAIN Sulthan Thaha Saifuddin, 5, 150-161
Wahjosumidjo. (2007). Kepemimpinan Kepala Sekolah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada

87
Profil Penulis
Arvinda C. Lalang, S.Pd., M.Pd
Dilahirkan di Kupang, 23 Juli 1992. Penulis
telah menyelesaikan studi S1 pada Program
Studi Pendidikan Kimia Universitas Nusa
Cendana pada tahun 2014 dengan hasil
penelitian berupa model pembelajaran
kooperatif tipe TGT yang mengintegrasikan Time Token
dan media Puzzle. Penulis kemudian melanjutkan
Pendidikan S2 pada Program Studi Pendidikan Kimia
Universitas Negeri Malang dan berhasil lulus pada tahun
2017 dengan hasil penelitian berupa model pembelajaran
inkuiri terbimbing dipadu pelatihan keterampilan
metakognisi. Pada tahun 2019 hingga saat ini, penulis
menjadi dosen PNS di Universitas Nusa Cendana Kupang
pada Program Studi S1 Pendidikan Kimia dengan bidang
yang diampu yaitu Kimia Dasar, Kimia Analitik, Komputer
Kimia, Evaluasi Pembelajaran, Profesi Kependidikan dan
lainnya.
Untuk mewujudkan karir sebagai dosen professional,
penulis pun aktif sebagai peneliti di bidang kepakarannya.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan didanai oleh
internal Perguruan Tinggi dan juga Kemendikbud RISTEK.
Penulis juga aktif dalam kegiatan pengabdian kepada
masyarakat. Penulis juga berkontribusi dalam menulis
buku Metode Penelitian ini dengan harapan dapat
memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara.
Email Penulis: arvinda.lalang@staf.undana.ac.id

88
6
MANAJEMEN PESERTA DIDIK

Heru Christianto, S.Pd., M.Pd


Universitas Nusa Cendana

Manajemen peserta didik memegang peranan penting


dalam keberhasilan suatu proses pendidikan, karena
sejatinya unsur inti layanan dan kegiatan pendidikan di
sekolah terdapat pada peserta didik. Keberhasilan suatu
proses pendidikan tergantung pada potensi fisik,
kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan
peserta didik. Untuk itu, manajemen peserta didik sangat
diperlukan demi mendukung terciptanya peserta didik
yang unggul dan mampu menghadapi berbagai
permasalahan dan juga turut membangun bangsa dan
negara.
Definisi Manajemen Peserta Didik
1. Amirin, T., (2013), mengungkapkan bahwa
manajemen peserta didik merupakan suatu penataan
atau pengaturan dengan segala aktivitas yang
berkaitan dengan peserta didik, yaitu dari mulai
masuknya peserta didik sampai dengan keluarnya
peserta didik tersebut dari suatu sekolah atau
lembaga. Manajemen peserta didik tidak hanya
sebatas pencatatan data peserta didik akan tetapi
meliputi aspek yang lebih luas yaitu dapat membantu
upaya pertumbuhan peserta didik melalui proses
pendidikan di sekolah.

89
2. Hadiyanto (2000), menyatakan bahwa manajemen
peserta didik adalah proses pengelolaan semua hal-
hal tentang peserta didik, meningkatkan sekolah
dimulai dengan perencanaan, penerimaan peserta
didik, mengajar di sekolah, hingga peserta didik
menyelesaikan pendidikannya dengan menciptakan
suasana yang baik untuk proses belajar yang efektif.
3. Suminar, W., (2018), mengungkapkan bahwa
manajemen peserta didik merupakan salah satu
aspek lembaga pendidikan yang menyusun dan
memfokuskan seluruh kegiatan peserta didik mulai
dari pelayanan individu, seperti pelaksanaan awal,
pendaftaran, keseluruhan keterampilan, dan
pengembangan minat hingga proses akhir pendidikan.
4. Mustari (2014), menjelaskan bahwa manajemen
peserta didik adalah layanan yang memusatkan
perhatian pada pengaturan, pengawasan dan layanan
siswa di kelas dan di luar kelas seperti: pengenalan,
pendaftaran, layanan individual seperti
pengembangan keseluruhan kemampuan minat,
kebutuhan sampai ia matang di sekolah.
5. Jahari dan Syarbini (2013) mengemukakan bahwa
manajemen peserta didik memiliki aspek yang penting
bagi para peserta didik memasuki lingkungan
pendidikan khususnya di sekolah. Manajemen
peserta didik tidak hanya dalam bentuk pencatatan
saja tetapi mencakup ke arah yang lebih umum lagi
untuk mendukung kelancaran kemajuan dan
peningkatan peserta didik menggunakan metode
pembelajaran.
Tujuan dan Fungsi Manajemen Peserta Didik
Tujuan manajemen peserta didik adalah untuk mengatur
berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan
pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan
teratur serta mencapai tujuan Pendidikan sekolah

90
(Mulyasa, E., 2003). Menurut Mutiani, B.S., (2019), proses
pembelajaran di sekolah umumnya dilakukan dengan
pendekatan hafalan (kognitif), lebih ditekankan
bagaimana memperoleh nilai yang bagus, sedangkan
bagaimana dampak mata pelajaran terhadap perubahan
perilaku tidak diperhatikan. Akibatnya terdapat
kesenjangan antara pengetahuan moral dan perilaku.
Untuk itu, manajemen peserta didik ini diperlukan
pengembangannya dalam lingkungan sekolah agar
peserta didik lebih terarah dan teratur. Adanya
manajemen peserta didik yang baik, diharapkan peserta
didik tidak lagi mengalami kesulitan dalam proses
pembelajaran di sekolah serta tidak lagi mengalami
kesenjangan moral dan perilaku serta pengetahuan.
Adapun tujuan khusus dari manajemen peserta didik
adalah untuk mengatur segala kebutuhan peserta didik
dari awal sampai akhir sekolah dengan harapan semua
proses pendidikan yang dilakukan di sekolah dapat
terlaksana dengan baik. Manajemen peserta didik yang
baik diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan psikomotorik peserta didik;
menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum
(kecerdasan) bakat dan minat peserta didik; menyalurkan
aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta
didik.
Fungsi manajemen peserta didik menurut Bustari, M.,
(2005) dirumuskan sebagai berikut:
1. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan
individualitas peserta didik.
Fungsi ini diharapkan dapat mengembangkan
potensi-potensi individualitasnya tanpa banyak
terhambat. Potensi-potensi bawaan tersebut meliputi:
kemampuan umum (kecerdasan), kemampuan
khusus (bakat), dan kemampuan lainnya.

91
2. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan fungsi
sosial peserta didik.
Fungsi ini diharapkan agar peserta didik dapat
mengadakan sosialisasi dengan sebanyak-banyaknya,
dengan orang tua dan keluarganya, dengan
lingkungan sosial sekolahnya dan lingkungan sosial
masyarakatnya. Fungsi ini berkaitan dengan hakekat
peserta didik sebagai makhluk sosial.
3. Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran aspirasi
dan harapan peserta didik.
Fungsi ini diharapkan agar peserta didik dapat
menyalurkan hobi, kesenangan dan minatnya. Hobi,
kesenangan dan minat peserta didik demikian patut
disalurkan, sebab juga dapat menunjang terhadap
perkembangan diri peserta didik secara keseluruhan.
4. Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan
kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik.
Fungsi ini diharapkan agar peserta didik sejahtera
dalam hidupnya. Kesejahteraan dalam hidupnya
sangat penting karena dengan demikian ia akan juga
turut memikirkan kesejahteraan sebayanya.
Prinsip Manajemen Peserta Didik
Prinsip manajemen peserta didik merupakan suatu
panduan yang harus digunakan dalam mengelola peserta
didik. Menurut Imron, A., (2016), prinsip-prinsip
manajemen peserta didik meliputi:
1. Penyelenggaraan pengembangan program manajemen
kepesertadidikan harus mengacu pada peraturan
yang berlaku pada saat program dilaksanakan.
2. Manajemen peserta didik harus mempunyai tujuan
yang sama dan mendukung tujuan manajemen
sekolah secara keseluruhan karena manajemen
peserta didik dipandang sebagai bagian keseluruhan
manajemen sekolah.

92
3. Segala bentuk kegiatan manajemen peserta didik
harus mengemban misi pendidikan dan dalam rangka
mendidik peserta didik.
4. Kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik harus
diupayakan untuk mempersatukan peserta didik yang
mempunyai keragaman latar belakang dan memiliki
banyak perbedaan. Perbedaan yang ada pada peserta
didik tidak diarahkan kepada munculnya konflik di
antara peserta didik melainkan justru untuk
mempersatukan, saling memahami dan saling
menghargai. Sehingga setiap peserta didik memiliki
wahana untuk berkembang secara optimal.
5. Kegiatan manajemen peserta didik harus dipandang
sebagai upaya pengaturan terhadap pembimbingan
peserta didik.
6. Kegiatan manajemen peserta didik harus mendorong
dan memacu kemandirian peserta didik. Prinsip
kemandirian akan bermanfaat tidak hanya ketika di
sekolah, melainkan juga ketika sudah terjun ke
masyarakat.
7. Kegiatan manajemen peserta didik haruslah
fungsional bagi kehidupan peserta didik, baik di
sekolah terlebih di masa depan.
Ruang Lingkup Manajemen Peserta Didik
Ruang lingkup manajemen peserta didik secara umum
memiliki tugas utama yang harus diperhatikan,
diantaranya: perencanaan terhadap peserta didik,
pembinaan terhadap peserta didik, evaluasi peserta didik
dan mutasi peserta didik. Rincian penjelasan mengenai
ruang lingkup manajemen peserta didik yaitu:
1. Perencanaan terhadap peserta didik
Perencanaan terhadap peserta didik adalah langkah
awal yang harus dilakukan dalam manajemen peserta
didik, meliputi:

93
a. Analisis kebutuhan peserta didik
Analisis kebutuhan peserta didik yaitu penetapan
siswa yang dibutuhkan oleh lembaga pendidikan
yang meliputi; (1) merencanakan jumlah peserta
didik yang akan diterima dengan pertimbangan
daya tampung kelas/jumlah kelas yang tersedia,
serta pertimbangan rasio murid dan guru. Secara
ideal rasio murid dan guru adalah 1:30; (2)
menyusun program kegiatan kesiswaan yaitu visi
dan misi sekolah, minat dan bakat siswa, sarana
dan prasarana yang ada, anggaran yang tersedia
dan tenaga kependidikan yang tersedia.
b. Rekruitmen peserta didik
Rekruitmen peserta didik merupakan proses
pencarian atau menentukan calon peserta didik
yang nantinya akan menjadi peserta didik di
lembaga sekolah yang bersangkutan melalui
proses seleksi. Langkah-langkah dalam kegiatan
ini adalah: (1) membentuk panitia penerimaan
peserta didik baru yang meliputi dari semua
unsur guru, tenaga pendidik (Tata Usaha) dan
dewan sekolah/komite sekolah; (2) pembuatan
dan pemasangan pengumuman penerimaan
peserta didik baru yang dilakukan secara terbuka.
Informasi yang harus ada dalam pengumuman
tersebut adalah gambaran singkat lembaga atau
sekolah, persyaratan pendaftaran siswa baru
(syarat umum dan syarat khusus), cara
pendaftaran, waktu pendaftaran, tempat
pendaftaran, biaya pendaftaran, waktu dan
tempat seleksi serta pengumuman hasil seleksi.
c. Seleksi peserta didik
Seleksi peserta didik merupakan kegiatan
pemilihan calon peserta didik untuk menentukan
diterima atau tidaknya calon peserta didik
menjadi peserta didik di lembaga pendidikan

94
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Adapun
cara-cara seleksi yang dapat digunakan adalah:
(1) melalui tes atau ujian, yaitu tes psikotest, tes
jasmani, tes kesehatan, tes akademik, atau tes
ketrampilan; (2) melalui penelusuran bakat
kemampuan, biasanya berdasarkan pada prestasi
yang diraih oleh calon peserta didik dalam bidang
olahraga atau kesenian; (3) berdasarkan nilai
ujian akhir.
d. Orientasi peserta didik
Orientasi peserta didik baru merupakan kegiatan
mengenalkan situasi dan kondisi lembaga
pendidikan tempat peserta didik menempuh
pendidikan. Lingkungan yang dimaksud adalah
lingkungan fisik sekolah dan lingkungan sosial
sekolah. Tujuan orientasi tersebut adalah agar
peserta didik mengerti dan mentaati peraturan
yang berlaku di sekolah, peserta didik dapat aktif
dalam kegiatan yang diselenggarakan sekolah,
dan siap menghadapi lingkungan baru secara
fisik, mental dan emosional.
e. Penempatan peserta didik
Penempatan peserta didik yaitu kegiatan
pengelompokan peserta didik yang dilakukan
dengan sistem kelas. pengelompokan peserta
didik bisa dilakukan berdasarkan kesamaan yang
ada pada peserta didik yaitu jenis kelamin, usia,
minat, bakat dan kemampuan.
f. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan peserta didik dimulai
sejak peserta didik diterima di sekolah sampai
dengan tamat atau meninggalkan sekolah. Tujuan
pencatatan tentang kondisi peserta didik
dilakukan agar lembaga mampu melakukan
bimbingan yang optimal pada peserta didik.
Sedangkan pelaporan dilakukan sebagai bentuk

95
tanggung jawab lembaga dalam perkembangan
peserta didik. Adapun pencatatan yang
diperlukan untuk mendukung data mengenai
siswa adalah: (1) buku induk siswa, berisi catatan
tentang peserta didik yang masuk di sekolah
tersebut, pencatatan diserta dengan nomor induk
siswa/nomor pokok; (2) buku klapper,
pencatatannya diambil dari buku induk dan
penulisannya diurutkan berdasarkan abjad; (3)
daftar presensi, digunakan untuk memeriksa
kehadiran peserta didik pada kegiatan sekolah; (4)
daftar catatan pribadi peserta didik berisi data
setiap peserta didik beserta riwayat keluarga,
pendidikan dan data psikologis. Biasanya buku ini
mendukung program bimbingan dan penyuluhan
di sekolah.
2. Pembinaan terhadap peserta didik
Pembinaan terhadap peserta didik merupakan
layanan-layanan khusus yang menunjang manajemen
peserta didik, diantaranya adalah:
a. Layanan bimbingan dan konseling
Layanan bimbingan dan konseling merupakan
proses pemberian bantuan terhadap peserta didik
agar perkembangannya optimal sehingga peserta
didik bisa mengarahkan dirinya dalam bertindak
dan bersikap sesuai dengan tuntutan dan situasi
lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
Fungsi bimbingan disini adalah membantu
peserta didik dalam memilih jenis sekolah
lanjutannya, memilih program, lapangan
pekerjaan sesuai bakat, minat, dan kemampuan.
Selain itu bimbingan dan konseling juga
membantu guru dalam menyesuaikan program
pengajaran yang disesuaikan dengan bakat minat
peserta didik.

96
b. Layanan perpustakaan
Keberadaan perpustakaan sangatlah penting
karena perpustakaan juga dipandang sebagai
kunci dalam pembelajaran siswa di sekolah. Bagi
siswa perpustakaan bisa menjadi penyedia
sumber belajar yang memperkaya dan
memperluas cakrawala pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, membantu dalam
mengadakan penelitian, memperdalam
pengetahuannya berkaitan dengan subjek yang
diminati, serta meningkatkan minat baca.
c. Layanan kantin
Kantin diperlukan di setiap sekolah agar
kebutuhan anak terhadap makanan yang bersih,
bergizi dan higienis terpenuhi, sehingga
kesehatan anak terjamin selama di sekolah.
Peranan lain dengan adanya kantin di dalam
sekolah, agar peserta didik tidak berkeliaran
mencari makanan dan tidak harus keluar dari
lingkungan sekolah.
d. Layanan kesehatan
Layanan kesehatan di sekolah biasanya dibentuk
dalam sebuah wadah yang bernama Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS). Sasaran utama UKS
untuk meningkatkan atau membina kesehatan
siswa dan lingkungan hidupnya. Program UKS
yaitu: (1) mencapai lingkungan hidup yang sehat;
(2) Pendidikan kesehatan; (3) pemeliharaan
kesehatan di sekolah.
e. Layanan transportasi
Layanan transportasi bagi peserta didik sebagai
penunjang untuk kelancaran proses belajar
mengajar. Biasanya layanan transportasi
diperlukan bagi peserta didik di tingkat
prasekolah dan pendidikan dasar.

97
3. Evaluasi terhadap peserta didik
Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik agar
mengetahui sudah sejauh mana perkembangan
mereka seiring dengan berjalannya waktu. Ditinjau
dari segi kegunaan untuk mengukur keberhasilan
peserta didik, ada tiga jenis tes, yaitu :
a. Tes diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan peserta didik
sehingga berdasarkan kelemahan tersebut dapat
dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
Kedudukan diagnosis adalah dalam menemukan
letak kesulitan belajar peserta didik dan
menentukan kemungkinan cara mengatasinya
dengan memperhitungkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kegiatan belajar.
b. Tes formatif
Tes formatif adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui sejauhmana pengetahuan peserta
didik telah terbentuk setelah mengikuti suatu
program tertentu. Jenis penilaian ini juga
berfungsi untuk memperbaiki proses belajar
mengajar.
c. Tes sumatif
Tes sumatif adalah tes yang dilaksanakan setelah
berakhir kegiatan pembelajaran pada suatu pokok
bahasan. Jenis penilaian ini berfungsi untuk
menentukan angka kemajuan hasil belajar
peserta didik.
Hasil evaluasi terhadap peserta didik selanjutnya
ditindaklanjuti dengan memberikan umpan balik. Ada
dua kegiatan dalam menindaklanjuti hasil penilaian
peserta didik, antara lain:
a. Kegiatan remedial
Kegiatan remedial mempunyai arti terapeutik,
maksudnya dalam proses pengajaran remedial

98
secara lansung maupun tidak langsung juga
menyembuhkan beberapa gangguan atau
hambatan yang berkaitan dengan kesulitan
belajar. Kegiatan remedial adalah suatu bentuk
khusus pengajaran yang ditujukan untuk
menyembuhkan atau memperbaiki sebagian atau
keseluruhan kesulitan belajar yang dihadapi oleh
peserta didik. Perbaikan diarahkan kepada
pencapaian hasil belajar yang optimal sesuai
dengan kemampuan masing-masing melalui
perbaikan keseluruhan proses belajar mengajar
dan keseluruhan kepribadian peserta didik.
Kegiatan remedial merupakan salah satu tahapan
kegiatan utama dalam keseluruhan kerangka pola
layanan bimbingan belajar, serta merupakan
rangkaian kegiatan lanjutan yang logis dari usaha
diagnostik kesulitan belajar. Adapun langkah-
langkah dalam pengajaran remedial, antara lain:
 Penelaahan kembali kasus dan
permasalahannya
 Menentukan alternatif pilihan Tindakan
 Melaksanakan layanan bimbingan dan
penyuluhan/psikoterapi
 Melaksanakan pengajaran remedial
 Mengadakan pengukuran prestasi belajar
kembali
 Mengadakan re-evaluasi dan re-diagnostik
b. Kegiatan pengayaan
Kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang
diberikan kepada peserta didik kelompok cepat
sehingga peserta didik tersebut menjadi lebih
kaya pengetahuan dan keterampilannya atau
lebih mendalami bahan pelajaran yang sedang
mereka pelajari. Tujuan dari kegiatan pengayaan
adalah agar peserta didik yang sudah menguasai
bahan pelajaran lebih dahulu dari teman-

99
temannya tidak berhenti perkembangannya,
dengan mengisi waktu kelebihannya dengan
melakukan kegiatan lain. Strategi kegiatan
pengayaan dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu kegiatan pengayaan yang berhubungan
dengan topik modul pokok dan kegiatan
pengayaan yang tidak berhubungan dengan topik
modul pokok.
4. Mutasi terhadap peserta didik
Mutasi peserta didik diartikan sebagai proses
perpindahan peserta didik dari sekolah satu ke
sekolah yang lain atau perpindahan peserta didik
yang berada dalam sekolah. Oleh karena itu, ada dua
jenis mutasi peserta didik, yaitu :
a. Mutasi Ekstern
Mutasi Ekstern adalah perpindahan peserta didik
dari satu sekolah ke sekolah yang lain.
Perpindahan ini hendaknya menguntungkan
kedua belah pihak, artinya perpindahan tersebut
harus dikaitkan dengan kondisi sekolah yang
bersangkutan, kondisi peserta didik, dan latar
belakang orang tuanya, serta sekolah yang akan
ditempati. Adapun tujuan mutasi ekstern adalah :
(1) Mutasi didasarkan pada kepentingan peserta
didik untuk dapat mengikuti pendidikan di
sekolah sesuai dengan keadaan dan kemampuan
peserta didik serta lingkungan yang
mempengaruhinya, (2) Memberikan perlindungan
kepada sekolah tertentu untuk dapat tumbuh dan
berkembang secara wajar sesuai dengan
keadaan, kemampuan sekolah serta lingkungan
yang mempengaruhinya.
b. Mutasi Intern
Mutasi intern adalah perpindahan peserta didik
dalam suatu sekolah. Dalam hal ini terkait
mengenai kenaikan kelas. Maksud kenaikan kelas

100
adalah peserta didik yang telah dapat
menyelesaikan program pendidikan selama satu
tahun, apabila telah memenuhi persyaratan
untuk dinaikkan, maka kepadanya berhak untuk
naik kelas berikutnya.
Pendekatan Manajemen Peserta Didik
Menurut Yeager (1994), pendekatan manajemen peserta
didik terbagi atas 2 jenis yaitu:
1. Pendekatan kuantitatif
Pendekatan manajemen peserta didik secara
kuantitatif lebih menitik beratkan pada segi-segi
administratif dan birokratik lembaga pendidikan.
Dalam pendekatan tersebut, peserta didik banyak
memenuhi tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan
lembaga pendidikan di tempat peserta didik tersebut
berada. Asumsi pendekatan ini adalah bahwa peserta
didik akan dapat matang dan mencapai keinginannya,
manakala dapat memenuhi aturan-aturan, tugas-
tugas, harapan-harapan yang diminta oleh lembaga
pendidikannya. Wujud pendekatan ini dalam
manajemen peserta didik secara operasional adalah:
mengharuskan kehadiran secara mutlak bagi peserta
didik di sekolah, memperketat kehadiran, penuntutan
disiplin yang tinggi, menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan.
2. Pendekatan kualitatif
Pendekatan manajemen peserta didik secara
kuantitatif lebih memberikan perhatian kepada
kesejahteraan peserta didik. Jika pendekatan
kualitatif sebelumnya diarahkan agar peserta didik
mampu, maka pendekatan kualitatif ini lebih
diarahkan agar peserta didik senang. Asumsi dari
pendekatan ini adalah jika peserta didik senang dan
sejahtera, maka mereka dapat belajar dengan baik
serta dapat mengembangkan diri mereka sendiri di

101
lembaga Pendidikan seperti sekolah. Pendekatan ini
juga menekankan perlunya penyediaan suasana yang
kondusif dan menyenangkan bagi pengembangan diri
secara optimal.
Melihat perbedaan kedua pendekatan tersebut, maka
diperlukan suatu perpaduan antara pendekatan kualitatif
dan kuantitatif. Melalui perpaduan kedua pendekatan
tersebut maka ditemukan suatu pendekatan yang dapat
memenuhi tuntutan-tuntutan birokratik dan
administratif sekolah dan sekolah juga menawarkan
insentif-insentif lain yang dapat memenuhi kebutuhan
dan kesejahteraan peserta didik. Artinya di satu pihak
peserta didik diminta menyelesaikan tugas-tugas berat
yang berasal dari sekolahnya, tetapi di sisi lain juga
disediakan suasana yang kondusif untuk menyelesaikan
tugasnya, dan memberikan layanan-layanan yang baik
untuk mendisiplinkan peserta didik.

102
Daftar Pustaka

Amirin, Tatang. (2013). Manajemen Pendidikan.


Yogyakarta: UNY Press.
Bustari, M., (2005). Manajemen Peserta Didik. Yogyakarta:
FIP UNY.
Hadiyanto. (2000). Manajemen Peserta Didik. Padang: UNP
Press.
Imron, A., (2016). Manajemen Peserta Didik Berbasis
Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Jahari J., dan Syarbini A. (2013). Manajemen Madrasah
Teori, Strategis, dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Mulyasa, E., (2003). Manajemen Berbasis Sekolah:
Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mustari, M., (2014). Manajemen Pendidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Mutiani, B.S., (2019). Internalisasi Nilai Pendidikan
Melalui Aktivitas Masyarakat Sebagai Sumber Belajar
Ilmu Pengetahuan Sosial. Jurnal Studi Islam dan
Humaniora, 147-158.
Suminar, W., (2018). Manajemen Peserta Didik Untuk
Meningkatkan Prestasi Siswa pada Madrasah Aliyah
Negeri (MAN) Pacitan. Muslim Heritage, 2(2), 389-406.
Yeager, W.A., (1994). Administration and A Pupil. New
York: Harper & Brothers.

103
Profil Penulis
Heru Christianto, S.Pd., M.Pd
Dilahirkan di Baganbatu, 13 Desember 1992.
Penulis telah menyelesaikan studi S1 pada
Program Studi Pendidikan Kimia Universitas
Riau pada tahun 2013 dengan hasil penelitian
berupa model pembelajaran kooperatif.
Penulis kemudian melanjutkan Pendidikan S2 pada
Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Negeri
Medan dan berhasil lulus pada tahun 2016 dengan hasil
penelitian berupa media pembelajaran berbasis
multimedia dalam kegiatan praktikum. Pada tahun 2019
hingga saat ini, penulis menjadi dosen PNS di Universitas
Nusa Cendana Kupang pada Program Studi S1 Pendidikan
Kimia dengan bidang yang diampu yaitu Kimia Dasar,
Kimia Anorganik, Kimia Fisik, Komputer Kimia, Media
Pembelajaran, Profesi Kependidikan dan lainnya.
Untuk mewujudkan karir sebagai dosen professional,
penulis pun aktif sebagai peneliti di bidang kepakarannya.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan didanai oleh
internal Perguruan Tinggi dan juga Kemendikbud RISTEK.
Penulis juga aktif dalam kegiatan pengabdian kepada
masyarakat. Penulis juga telah berkontribusi dalam
menulis buku Metode Penelitian. Semoga dengan
kontribusi terhadap penyusunan buku Manajemen
Pendidikan Berbasis Sekolah ini dapat memberikan
dampak positif bagi bangsa dan negara.
Email Penulis: heru.christianto@staf.undana.ac.id

104
7
MANAJEMEN SUMBER DAYA
MANUSIA BERBASIS SEKOLAH

Dr. Muhamad Yusuf, M.Ag


Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci

Pendahuluan

Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah dan


diterapkannya desentralisasi pendidikan, maka sekolah
berhak mengelola sekolah dan melakukan manajemen
sekolahnya sendiri termasuk dengan diterapkannya
manajemen yang Berbasis Sekolah dan di antaranya
adalah mengenai Manajemen SDM (Mustamin, Sirojudin
Didin, 2020). Di sekolah, SDM menempati kedudukan
yang paling vital. Memang diakui bahwa biaya itu penting.
Demikian pula sarana, prasarana dan teknologi. Namun
ketersediaan sumber-sumber daya itu menjadi sia-sia
apabila ditangani oleh orang-orang yang tidak kompeten
dan kurang komitmen. Karena itu SDM yang ada di
sekolah harus dikelola dengan benar.
Dalam arti yang tradisional, pengelolaan SDM (tenaga
pendidik dan kependidikan) terbatas pada urusan-urusan
manajemen operatif, seperti mengelola data tenaga
pendidik dan kependidikan, penilaian kinerja yang
bersifat mekanistik, kenaikan pangkat dan gaji secara
otomatis. Sementara dewasa ini, pengelolaan itu
berkembang hingga memfasilitasi aktualisasi dan
pengembangan kompetensi para tenaga pendidik dan
kependidikan melalui program-program pengembangan
dan pemberdayaan yang dilakukan secara sistematik.

105
Sehingga sekolah memiliki kekuatan bukan saja sekedar
bertahan, melainkan tumbuh, produktif, dan kompetitif.

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Secara etimologi manajemen berasal dari bahasa latin,


manus yang berarti tangan, dan egere artinya melakukan;
lalu digabung menjadi kata kerja manager, berarti
menangani; diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, to
manage, kata bendanya management (mengatur atau
mengelola); manajemen dapat dimaknai sebagai
pengelolaan (RM Agus Hasan Abu, 2019). Jadi,
management dapat diartikan sebagai kumpulan
pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage
(mengelola) sumber daya manusia. Sementara Sumber
Daya Manusia (SDM) adalah terjemahan dari human
resources, atau manpower (tenaga kerja). Bahkan ada juga
yang menyetarakannya dengan personal, kepegawaian
dan lain sebagainya (Edy Sutrisno, 2009); (Prasetya
Irawan, dkk; 1997)
Menurut Nitisemito (1996:11) manajemen SDM adalah
suatu proses menangani berbagai masalah pada
karyawan, pegawai, buruh, manajer, dan pegawai lainnya
untuk dapat menunjang aktifitas organisasi demi
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Collingridge dan
Ritchie (1979:1), manajemen SDM bagian dari pekerjaan
manajemen yang berhubungan dengan manusia, baik
sebagai perseorangan maupun kelompok, yang
pengelolaannya meliputi pendayagunaan, pengembangan,
penilaian, dan pemberian balas jasa bagi manusia sebagai
individu anggota organisasi.
Hasibuan (2018), mengungkapkan dalam bahasa
sederhana bahwa manajemen SDM merupakan ilmu dan
seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar
efektif dan efesien yang dapat membantu terwujudnya
tujuan perusahaan, karyawan serta masyarakat. Hal ini
juga berlaku dalam dunia pendidikan, di mana
kepiawaian seorang kepala sekolah dalam mengatur
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di
sekolah tersebut sehingga dapat bertugas secara efektif

106
dan efisien untuk mewujudkan tujuan sekolah yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian manajemen sumber
daya manusia di atas, baik secara umum maupun
sekolah, dapat diketahui bahwa manajemen SDM pada
hakikatnya adalah aktivitas untuk mencapai keberhasilan
tujuan organisasi dan kemampuan menghadapi
tantangan melalui kebijakan-kebijakan, praktik-praktik,
serta sistem-sistem yang mempengaruhi perilaku, sikap,
dan kinerja pegawai yang berada dalam organisasi
tersebut.

Peran Manajemen Sumber Daya Manusia

Dalam sebuah organisasi, manajemen SDM merupakan


unsur terpenting (Wibowo, 2018). Keberhasilan organisasi
mencapai tujuan dan kemampuannya menghadapi
berbagai tantangan, baik yang bersifat eksternal maupun
yang bersifat internal sangat ditentukan oleh kemampuan
mengelola SDM dengan setepat-tepatnya (Hasan Agus R,
2016).
Tanpa manajemen SDM, suatu organisasi pada umumnya
akan kesulitan dalam mencapai tujuannya, begitu pula
dalam lembaga pendidikan manajemen SDM merupakan
unsur terpenting dan pertama sebelum unsur-unsur
lainnya (Baharun, 2017). Pentingnya manajemen sumber
daya manusia ini perlu disadari oleh semua tingkatan
manajemen, termasuk juga dalam manajemen pendidikan
(Munawar, 2019); (Arif & Pratama, 2019). Ditengarai
manajemen SDM lah yang sangat berkontribusi dalam
meningkatkan mutu pendidikan (Amir, 2019) karena
berada di tangan yang tepat dan bermutu (Rifa’i, 2017).
Dalam lembaga pendidikan atau sekolah manajemen SDM
adalah segala kegiatan yang mengakui pentingnya tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan sebagai sumber daya
manusia yang vital, yang memberikan kontribusi atau
sumbangsih terhadap tujuan sekolah (Rosyad & Zuchdi,
2018); (Amalia, 2019), serta bekerja efektif dan efisien
demi kemaslahatan individu, sekolah dan masyarakat
(Departemen Pendidikan Nasional, 2008) yang

107
kehadirannya tidak tergantikan oleh faktor-faktor lain
(Astuti, 2016).
Akilah dalam Nurmalasari & Karimah (2020) dan
Hasibuan (1994) menyebutkan bahwa manajemen SDM
memiliki peranan yang sangat vital dalam sebuah
organisasi, yaitu:
1. Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan organisasi
berdasarkan job description, job specification, dan job
requitment.
2. Menetapkan penarikan, seleksi dan penempatan
karyawan berdasarkan atas asas the right man in the
right place and the right man in the right job.
3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan,
promosi dan pemberhentian.
4. Meramalkan penawaran dan permintaan SDM pada
masa yang akan datang.
5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada
umumnya dan perkembangan organisasi pada
khususnya.
6. Memonitor dengan cermat Undang-undang
perburuhan dan kebijaksanaan pemberian balas jasa
organisasi-organisasi sejenis.
7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan
serikat buruh.
8. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaian
prestasi kerja pegawai.
9. Mengatur mutasi pegawai baik vertikal maupun
horizontal.
10. Mengatur pensiunan, pemberhentian dan
pesangonnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa
peranan SDM sangat esensial dalam menjalankan suatu
organisasi karena manusia adalah kunci dari semua
persoalan, baik dalam lingkup perusahaan/organisasi
pada umumnya maupun dalam lembaga pendidikan.

108
Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah
memegang peranan strategis terutama dalam upaya
membentuk watak bangsa melalui pengembangan
kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dapat
dibayangkan, andai saja dalam sebuah lembaga
pendidikan tidak ada sumber daya manusianya, lalu siapa
yang akan mengelola atau mengatur sekolah tersebut,
terutama dalam keberlangsungan pembelajaran guru
menjadi elemen kunci. Jadi kualitas dan keefektifan
pembelajaran di sebuah lembaga pendidikan tergantung
pada sumber daya manusia (guru) nya.
Di zaman milenial sekarang yang dapat mempengaruhi
keefektifan pembelajaran di samping ketercukupan SDM
dari segi jumlah (Jauhari, 2017), juga dituntut SDM
memiliki kapabilitas dan profesionalitas yang tinggi dan
melek IT guna mengikuti kemajuan teknologi dalam
pengelolaan maupun proses pembelajaran di sekolah.

Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Setiap organisasi termasuk sekolah, telah menetapkan


tujuan-tujuan tertentu yang ingin mereka capai dalam
mengatur sumber dayanya termasuk sumber daya
manusia (Hefniy & Fairus, 2019). Untuk mencapai
kebermaknaan SDM yang optimal, maka diperlukan
manajemen dengan tujuan yang jelas yaitu: 1)tujuan
personal (personal objective) yakni membantu SDM untuk
mencapai tujuan diri individunya bahwa ia bekerja untuk
mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarga dan
memberikan peluang yang sama kepada setiap personil
untuk mencapai tujuan pribadinya; 2)tujuan fungsional
(function objective) yakni memelihara kontribusi bagian-
bagian dalam organisasi agar SDM pada bagian-bagian itu
dapat menjalankan tugas secara optimal, guru tidak
terlambat masuk kelas dan guru dapat membuat
persiapan secara baik. Dengan kata lain, tujuan
fungsional adalah memelihara dan memfasilitasi agar
guru dapat menjalankan tugasnya secara optimal sesuai
tugas dan fungsinya; 3) tujuan organisasional
(organizational objective) yakni terkait dengan keefektifan
organisasi.

109
Tujuan ini tercermin dari pencapaian kinerja dan
produktivitas organisasi. Jika organisasi itu sekolah,
tujuan organisasionalnya adalah tingkat dan kualitas
lulusan sekolah. Sebagai contoh tujuan organisasional
para pendidik dan tenaga kependidikan adalah melayani
dan mengoptimalkan bagian-bagian dalam organisasi
(misalnya manajemen peserta didik) untuk mencapai
tujuan sekolah; dan 4)tujuan layanan masyarakat secara
nasional dan internasional (society objective)yakni untuk
memenuhi kebutuhan dan tantangan yang timbul di
masyarakat, sehingga organisasi diharapkan dapat
memberi manfaat atau keuntungan bagi masyarakat.
Pencapaian tujuan masyarakat merupakan dampak
(outcomes) yang ditimbulkan dari pencapaian tujuan
sebelumnya, yaitu tujuan organisasional. Pencapaian
tujuan masyarakat pendidikan tercermin dari
keberhasilan generasi yang dihasilkan oleh sekolah
sebagai warga masyarakat yang jauh lebih berkualitas
dari masyarakat pada generasi sebelumnya (Mila
Badriyah, 2015).
Tujuan manajemen SDM di bidang pendidikan
sebagaimana yang dikemukakan oleh Astuti dalam
Departemen Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
manajemen SDM bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga pendidik dan kependidikan, mengembangkan dan
memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan
untuk memperoleh nilai maslahat optimal bagi individu
tenaga pendidik dan kependidikan yang bersangkutan,
sekolah dan masyarakat yang dilayaninya (Bali &
Susilowati, 2019); (Astuti, 2016).
Lebih lanjut E. Mulyasa dalam Akilah (2018)
mengemukakan bahwa manajemen personalia atau
tenaga kependidikan bertujuan untuk mendayagunakan
tenaga kependidikan secara efektif dan efisien guna
mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi
yang menyenangkan. Dengan demikian, SDM manusia
dilaksanakan untuk mewujudkan sekolah yang sehat,
yaitu sekolah yang memiliki jumlah dan kualifikasi tenaga
pendidik dan kependidikan sesuai dengan beban dan
tugas-tugas sekolah yang ada di dalamnya.

110
Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat diketahui
bahwa tujuan manajemen SDM pendidikan adalah
pencapaian kinerja pendidik dan tenaga kependidikan,
menciptakan kondisi kerja yang harmonis tanpa
mengorbankan unsur-unsur manusia yang terlibat dalam
kegiatan pendidikan. Manajemen SDM dilakukan agar
tenaga pendidik dan kependidikan dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan
individu, tujuan fungsional, tujuan organisasi, dan tujuan
masyarakat.

Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia

Jerry W. Gilley and Steven A. Eggland dalam Didin Nurdin


dan Imam Sibaweh (2015) menegaskan bahwa SDM
terbagi tiga kategori, yaitu: 1)pemanfaatan sumber daya
(human resource utilization), yang mencakup promosi,
penilaian, transfer, dan kompensasi; 2)perencanaan dan
peramalan sumber daya manusia (human resource
planning and forecasting), mencakup rekrutmen, seleksi,
tarining, dan pengembangan karier; dan 3)pengembangan
sumber daya manusia (human resource development),
mencakup alur pekerjaan (training), tugas-tugas
pekerjaan ke depan (development), dan peningkatan
individu (education).
Dalam pengembangan SDM terdapat tiga komponen yang
tidak terpisahkan satu sama lain, yaitu: 1)individual
development (personal), bertujuan untuk meningkatkan
pengembangan pengetahuan baru, keterampilan,
memperbaiki perilaku yang menghasilkan peningkatan
performance; 2)career development (professional),
bertujuan untuk mengidentifikasi pengembangan minat,
nilai-nilai, kompetensi, aktivitas-aktivitas, dan tugas yang
dibutuhkan dalam pengembangan organisasi; dan 3)
organizational development, bertujuan pada
pengembangan baru dan menciptakan solusi organisasi
untuk problem-problem performance dengan peningkatan
yang sesuai antara struktur organisasi, budaya, proses,
dan strategi-strategi dalam domain pengembangan
sumber daya manusia (Diding Nurdin dan Imam Sibaweh,
2015).

111
Ngalim Purwanto dalam Satrijo Budiwibowo dan
Sudarmiani (2018) mengelompokkan bidang garapan
manajemen pendidikan ke dalam tiga bidang, yaitu
1)administrasi material, kegiatan yang menyangkut
bidang-bidang materi/benda-benda, seperti
ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, gedung
dan alat-alat perlengkapan sekolah dan lain-lain;
2)administrasi personal dan sarana prasarana
pendidikan, mencakup di dalamnya administrasi personal
guru dan pegawai sekolah, juga aministrasi murid; dan
3)manajemen sarana dan prasarana pendidikan meliputi
perabotan dan perlengkapan yang langsung dipergunakan
dan menunjang proses pendidikan khususnya proses
pembelajaran.
Ada empat prinsip dasar manajemen SDM, yaitu:
1. Dalam mengembangkan sekolah, SDM adalah
komponen paling berharga
2. SDM akan berperan secara optimal jika dikelola
dengan baik sehingga mendukung tujuan
institusional
3. Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta
perilaku manajerial sekolah sangat berpengaruh
terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah
4. Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya
mengupayakan agar setiap warga dapat bekerja sama
dan saling mendukung untuk mencapai tujuan
sekolah.
Di samping faktor ketersediaaan SDM, hal yang amat
penting dalam manajemen personalia adalah berkenaan
penguasaan kompetensi dari para personil di sekolah.
Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari
setiap personil sekolah menjadi mutlak diperlukan.
Dalam hubungannya dengan masalah manajemen SDM
ini, ada beberapa tugas yang perlu dilakukan oleh kepala
sekolah, yaitu (Satrijo Budiwibowo dan Sudarmiani,
2018):

112
1. Perencanaan kebutuhan, yaitu pimpinan sekolah
harus dapat merencanakan kebutuhan pegawainya,
berapa jumlah guru atau staf lain yang dibutuhkan.
2. Penerimaan dan penempatan tenaga, yaitu pada
sekolah negeri biasanya pimpinan sekolah hanya
menerima “droping” penambahan staf dari atasan
tanpa wewenang untuk ikut memilih dan menetapkan
atau mengambil keputusan. Namun, pada sekolah
swasta di mana organisasinya jauh lebih kecil
daripada pemerintah, pimpinan sekolah biasanya
mendapat kesempatan untuk memilih stafnya yang
baru, hal ini tentu saja lebih baik.
3. Penyelenggaraan program orientasi, yaitu sebelum
anggota staf yang baru menunaikan tugasnya, staf
baru perlu mengenal dan memahami baik-baik
seluruh lingkungan di mana ia bekerja. Ia harus
mengenal seluruh anggota staf yang lama, mengenal
keadaan siswa-siswa secara umum, lingkungan fisik,
maupun lingkungsn masyarakat sekitar. Untuk
kegiatan semacam ini, pimpinan sekolah dapat
menyelenggarakan suatu program orientasi. Gunanya
agar anggota staf baru merasa diterima dan betah,
serta tahu akan masalah-masalah yang mungkin
dihadapi dalam tugas-tugasnya.
4. Pembinaan dan pengembangan staf, yaitu pembinaan
tidak hanya pada anggota yang baru saja, tetapi juga
kepada seluruh staf. Pembinaan harus dilakukan
secara tersu menerus dan secara
sistematis/pragmatis. Pembinaan ini sangat penting
karena perkembangan baik perkembangan ilmu
pengetahuan, perkembangan teknologi, maupun
perkembangan masyarakat dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang baru.
5. Pemberhentian dan pensiun, yaitu dapat disebabkan
karena pelanggaran disiplin, pengunduran diri,
pengurangan tenaga atau pensiun.

113
Guru-guru dan seluruh staf akan bekerja dengan efektif
dan penuh semangat apabila merasa memperoleh
kepuasan dalam memenuhi keinginan dan cita-cita
hidupnya. Oleh karena itu, seorang pimpinan sekolah
harus berusaha memahami keinginan atau cita-cita hidup
anggota stafnya serta berusaha memenuhinya. Setiap
orang tentu mempunyai pandangan dan sikap tertentu
terhadap pekerjaannya. Ada yang merasa puas dan cocok
dengan pekerjaannya, tetapi ada pula yang selalu
mengeluh dan tidak senang. Sikap dan reaksi demikian
ini disebut “moral”. Moral adalah reaksi mental dan
emosional dari seseorang terhadap pekerjaannya (E.
Mulyasa, 2013).
Seorang anggota staf dapat dikatakan memiliki moral
kerja yang tinggi apabila merasa puas terhadap
pekerjaannya, memiliki semangat, rasa tanggung jawab
dan antusiasme. Sebaliknya, tingginya aabsensi, sering
terlambat, suka menghindari tanggung jawab,
menunjukkan moral kerja yang rendah. Banyak faktor
yang memengaruhi tinggi rendahnya moral kerja ini.
Salah satu di antaranya ialah tidak adanya perasaan
sejahtera di antara anggota staf. Hal ini berarti apabila
pimpinan sekolah ingin meningkatkan moral kerja maka
ia perlu memperhatikan kesejahteraan anggota stafnya.
Ada dua macam kesejahteraan yang perlu diperhatikan
dan diusahakan oleh pimpinan sekolah, yaitu yang
menyangkut kesejahteraan material dan kesejahteraan
batin. Kesejahteraan material menyangkut pemenuhan
kebutuhan hidup; gaji yang cukup, fasilitas perumahan,
dana, kesehatan, pensiun, dan sebagainya. Kejejahteraan
batin meliputi perasaan diakui/diterima, perasaan
diperlakukan adil, perasaan berprestasi, perasaan
dianggap penting, perasaan berprestasi, perasaan
memperoleh harga diri (dari pekerjaannya), dan
sebagainya (Satrijo Budiwibowo dan Sudarmiani, 2018).

114
Proses Manajemen SDM Sekolah

SDM merupakan komponen utama dan penentu


keberhasilan suatu sekolah. Sekolah sangat
membutuhkan SDM yang handal/kompeten untuk
menunjang keberhasilan dan pencapaian tujuannya. SDM
merupakan penggerak suatu sistem dan semua fasilitas,
asset, kurikulum, sarana, prasarana serta semua sumber
daya lainnya. Kata Hasnadi, (2019) sekolah perlu
melakukan suatu perencanaan SDM pendidikan yang
bersifat strategis, terintegrasi, saling berkaitan, dan
menyeluruh melalui manajemen SDM sekolah dalam
mengoptimalkan peran dan fungsi pendidik dan tenaga
kependidikan. Kuntoro, (2019) menambahkan SDM yang
baik akan mengantarkan sekolah mencapai tujuannya.
Hal itu diamini oleh Wicaksono (2016), bahwa SDM paling
menentukan dibandingkan dengan mesin-mesin atau
peralatan apapun yang ada di sekolah tersebut.
Informasi di atas menghendaki bahwa di sekolah
manajamen SDM harus dilakukan sebaik-baiknya.
Berikut beberapa hal yang harus dilakukan dalam proses
manajemen SDM (Asafu, 2018); (Asnawir, 2005):
1. Analisis jabatan, yaitu melakukan kegiatan untuk
membantu pelaksanaan manajemen dalam proses
rekrutmen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
dalam lingkungan sekolah.
2. Seleksi pegawai, yaitu melakukan seleksi terhadap
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang akan
menjadi bagian dari sekolah.
3. Orientasi dan penempatan, yaitu melakukan orientasi
atau pengenalan bagi para tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan mengenai segala hal yang
berhubungan dengan lembaga tersebut, misalnya
tentang kurikulum, kesiswaan dan yang lainnya.
4. Pelatihan, yaitu meberikan pelatihan kepada para
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan untuk
meningkatkan kemampuan dalam berbagai hal sesuai
bidang keahlian masing-masing.

115
5. Mutasi, yaitu proses pemindahan lokasi penempatan
sesuai dengan kebijakan sekolah atau lembaga
pendidikan yang sudah ditetapkan.
6. Promosi, yaitu memberikan sesuatu yang bisa
membuat tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
lebih bersemangat dalam bekerja, misalnya
memberikan kenaikan pangkat ke status jabatan dan
tugas yang lebih tinggi.
7. Gaji atau kompensasi, yaitu berupa sejumlah uang
yang diberikan kepada tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan rutin setiap bulannya.
Di samping yang tujuh di atas, E. Mulyasa (2003)
menambahkan dua poin lagi yaitu, penilaian pegawai dan
pemberhentian pegawai. Kedua hal ini dalam manajemen
sekolah di anggap termasuk bagian dari tugas dan fungsi
kepala sekolah. Adapun sebab-sebab pemberhentian
pegawai dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu, 1)
pemberhentian atas permohonan sendiri; 2)
pemberhentian oleh dinas atau pemerintah; dan 3)
pemberhentian sebab lain-lain.
Tahapan-tahapan seperti dijelaskan di atas hanya untuk
satu tujuan yaitu tercapainya sekolah yang berkualitas
atau bermutu. Agar Manajemen SDM di sekolah bermutu,
diperlukan penataan dan peningkatan SDM yang
profesional. Karena dengan SDM yang profesional di
sekolah akan menentukan berhasil atau tidaknya
peningkatan mutu sekolah tersebut. Dengan demikian
maka pembinaan masalah SDM di sekolah harus menjadi
prioritas utama sebelum mengembangkan bidang-bidang
lainnya (Teguh Setyo Widodo, 2014). SDM harus di
bimbing dan dikembangkan secara berkelanjutan
(kontinue) sehingga menjadi SDM yang berkualitas
mampu menjalankan fungsinya secara professional
(Padri, 2021). Yaitu SDM yang memiliki pengetahuan
(knowledge-based worker) dan memiliki keterampilan
(mustiskilling worker) sehingga mampu beradaptasi
dengan perubahan lingkungan (Arief, 2021). Juga tentu
SDM yang berintegritas yang bertanggung jawab terhadap
pekerjaan dan berakhlakul karimah.

116
Menurut Suparto (2016), sekolah yang bermutu dapat
diukur apabila guru-gurunya dapat melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik, pengajar, pembimbing dan
pelatih sesuai dengan tuntutan kurikulum yang telah
ditetapkan secara baku dalam konteks lokal maupun
nasional.
Karena itu Nurjanah dan Qomariyah, (2021) menegaskan
bahwa kepala sekolah perlu memberikan perhatian yang
serius terhadap pengelolaah SDM yang terlibat di
dalamnya, bukan hanya guru, kepala sekolah dan
karyawan tetapi juga para siswa, wali murid dan
masyarakat. Dengan kata lain, seluruh stakeholder yang
dalam sekolah itu dapat memahami perannya bahkan
dapat mengimplementasikannya (Dedi Fatimah Siti,
Herawati, Saroni, 2021).
Peningkatan mutu di sekolah disinyalir oleh Azwardi dan
Widiastuty Rica (2021), mencakup tiga aspek yaitu, mutu
input, proses, dan output. Input sekolah dinyatakan
bermutu jika siap berproses. Proses sekolah bermutu
apabila mampu menciptakan suasana yang pakem
(pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan).
Menurut penulis di samping yang tiga tersebut mungkin
perlu menambahkan satu aspek lagi yaitu mutu outcome.
Mutu outcome ini ditandai apabila lulusan dari suatu
sekolah telah mampu menunjukkan sikap kemandirian
sesuai tingkatan pendidikannya.
Menurut Akhyar (2019), mutu dalam konteks hasil
pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai pada
setiap kurun waktu tertentu baik dalam bidang akademik
maupun dalam bidang non akademik yang dicapai oleh
guru atau siswa, juga prestasi dalam bidang keunggulan
lokal tertentu atau bahkan dapat pula berupa kondisi
yang menjadi unggulan yang secara khusus berbeda dari
lembaga pendidikan lainnya seperti suasana disiplin,
keakraban, saling menghormati, kebersihan,
mengedepankan adab dan lain sebagainya. Menurut
Macdonald dalam Fitrah dan Ruslan (2018) mutu berarti
kesesuaian dengan persyaratan. Sementara menurut
Crosby dalam Wijaya (2019) mutu ialah kesesuaian
dengan yang disyaratkan atau distandarkan (conformance

117
to requirement) baik itu inputnya, prosesnya maupun
outputnya. Oleh sebab itu mutu pendidikan yang
diselenggarakan oleh sekolah, dituntut untuk memiliki
standat mutu pendidikan.
Peningkatan mutu berbasis sekolah lebih difokuskan
pada kemandirian dan kreativitas sekolah (Veithzal Rivai
dan Sylviana Murni, 2009). Karena itu agar sekolah bisa
bermutu, maka kepala sekolah harus benar-benar dapat
menerapkan manajemen SDM yang baik melalui prinsip-
prinsip dasar manajemen yaitu (Samsirin, 2015):
1. Membuat perencanaan (planning). Perencanaan yang
baik adalah ibarat kompas yang akan menentukan
arah tujuan yang benar. Tanpa adanya perencanaan
tersebut, suatu sekolah akan berjalan tanpa alur dan
sangat bebas.
2. Pengorganisasian (organizing). Organizing merupakan
tempat menyimpan apa yang dapat digunakan untuk
bekerjasama dan berinteraksi dalam mencapai tujuan
bersama. Berguna mengatasi problem keterbatasan
skill yang dimiliki oleh seseorang, pembagian tugas
sesuai dengan skil yang dimiliki, dan lebih
mengutamakan kepentingan kelompok. Sehingga
penempatan atau pemberdayaan SDM dengan prinsip
the right man on the right place dapat benar-benar
diterapkan.
3. Penggerakan (actuating). Actuating merupakan
kegiatan seorang kepala sekolah dalam melakukan,
menunjuk dan membina setiap tenaga pendidik dan
kependidikan untuk melaksanakan pekerjaannya
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Pengawasan (controlling). Kepala sekolah memastikan
apakah yang direncanakan sesuai dengan hasil yang
dikerjakan (aktual). Dalam rantai fungsional kegiatan
manajemen, controlling merupakan jembatan terakhir
sehingga pelaksanaannya sangatlah penting.

118
Satu lagi kunci agar sekolah itu tetap bermutu ialah
apabila kepala sekolah dapat menjalin kerjasama dengan
semua elemen yang ada di sekolah tersebut. Dipastikan
bahwa manajemen SDM tidak akan terlaksana tanpa
adanya kerjasama dan juga sekolah tidak mungkin dapat
menjadi besar apabila dikerjakan sendiri oleh kepala
sekolah. Jika kerjasama sudah terjalin dengan baik, maka
tujuan yang sama menjadi penentu basarnya lembaga.
Untuk itu perlu dilakukan pembagian tugas yang diikat
dengan tata tertib yang terorganisir sehingga dalam proses
kerjasama tidak akan keluar dari tupoksi yang telah
ditentukan (Purwaningsih, 2019). Berikutnya fungsi
kepala sekolah sebagai motivator yang selalu memberikan
support atau energi positif untuk menggerakkan guru
melakukan tugas secara baik dan bertanggung jawab
(Kusumaningrum, Sumarsono, & Gunawan, 2017) sangat
dibutuhkan.

Penutup

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwasanya


manajemen SDM merupakan faktor penting di sekolah.
Manajemen SDM bertujuan merumuskan kebutuhan
tenaga pendidik dan kependidikan, mengembangkan dan
memberdayakannya untuk memperoleh nilai maslahat
optimal bagi individu tenaga pendidik dan kependidikan
yang bersangkutan. Sekolah pada hakekatnya terdiri dari
struktur tenaga pendidik dan kependidikan, di mana
setiap mereka memiliki spesifikasi tugas yang menuntut
kompetensi pelakunya. Mengingat SDM merupakan
komponen sangat vital di sekolah, maka perlu dikelolah
secara profesional sehingga mampu menjadi motorik
penggerak majunya suatu sekolah.

119
Daftar Pustaka

Akhyar, Syaiful. 2019. Manajemen Mutu Madrasah


Ibtidaiyah Hijriyah Ii Palembang. 1
Akilah, F. 2018. Peran Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam Lembaga Pendidikan. Adaara: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam, 6(1)
Amalia, S. Z. 2019. Implementasi Manajemen Sumber
Daya Manusia di Era Digital: Studi Kasus di MTs
Nurul Jadid. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam,
9(1)
Amir, A. 2019. Membangun Budaya Mutu Pada Lembaga
Pendidikan Islam
Arief, Mohammad. 2021. Manajemen Sumber Daya
Manusia Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
(Studi Kasus di SD Insan Amanah Malang). Jurnal
Ilmiah Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 6(1)
Arif, D., & Pratama, N. 2019. Tantangan Karakter Di Era
Revolusi Industri dalam Membentuk Kepribadian
Muslim. Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam, 3(1)
Asafu, Afif Nur. 2018. Implementasi Manajemen Sumber
Daya Manusia Di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Plus Melati Samarinda. Jurnal Keislaman dan
Kemasyarakatan, 2(1)
Asnawir. 2005. Manajemen Pendidikan. Padang: IAIN IB
Press
Astuti. 2016. Manajemen Pendidikan. Samata-Gowa.
Azwardi, Widiastuty Rica, Usiono. 2021. Evaluasi
Peningkatan Mutu Sekolah Melalui Pengembangan
Profesionalisme Guru. Journal Of Research And
Educational Studies, 2(3)
Baharun, Hasan. 2016. Manajemen Kinerja Dalam
Meningkatkan Competitive Advantage Pada Lembaga
Pendidikan Islam. Jurnal At-Tajdid, 5(2)

120
Bali, M. M. E. I., & Susilowati. 2019. Transinternalisasi
Nilai-nilai Kepesantrenan melalui Konstruksi Budaya
Religius di Sekolah. Jurnal Pendidikan Agama Islam,
16(1)
Collingridge, J., and Ritchie, M. 1979. Dasar-Dasar
Manajemen Personalia. Diterjemahkan oleh Ratna S.
Jakarta: Erlangga.
Dedi Fatimah Siti, Herawati, Saroni, Susilawati. 2021.
Efektivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan di SDN 3 Klangenan
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Manajemen
Pemberdayaan Sumber Daya Tenaga Pendidik dan
Kependidikan Sekolah. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Didin Nurdin dan Imam Sibaweh. 2015. Pengelolaan
Pendidikan dari Teori Menuju Implementasi, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada
Edy Sutrisno. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Kencana, 2009
E. Mulyasa. 2013. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala
Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
E. Mulyasa. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep,
Strategi, dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Hasan Agus R, A. 2016. Pendidikan Karakter Berbasis
Brain Based Education. Jurnal Pedagogik. 3(2)
Hasan Baharun, Z. 2017. Manajemen Mutu Pendidikan:
Ikhtiar dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Madrasah melalui Pendekatan Balanced Scorecard.
Tulungagung: Akademia Pustaka
Hasnadi. 2019. Perencanaan Sumber Daya Manusia
Pendidikan. Jurnal Bidayah, 10(2)
Hefniy, & Fairus, R. N. 2019. Manajemen Strategi Dalam
Meningkatkan Mutu Pelayanan Kepegawaian. Al-
Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3(1)

121
Jauhari, M., Rofiki, M., & Farisi, Y. Al. 2017. Authentic
Assessment dalam Sistem Evaluasi Pengembangan
Kurikulum 2013. Pedagogi: Jurnal Pendidikan, 4(1)
Kuntoro, Tri Alfian. 2019. Manajemen Mutu Pendidikan
Islam. Jurnal Kependidikan, 7(1)
Kusumaningrum, Desi Eri, Sumarsono, Raden Bambang,
& Gunawan, Imam. 2017. Problematika
Pemberdayaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia di Sekolah Menengah Pertama Berbasis
Pesantren. Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(2)
Melayu S.P Hsibuan. 2018. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT. Bumi AKsara
Menuju Madrasah Unggul. Al-Tanzim: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, 3(2)
Mila Badriyah. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bandung: Pustaka Setia
M. Rifa’i, 2017. Kebijakan Pendidikan Islam dalam Era
Otonomi Daerah. Al-Tanzim: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, 1(1)
Munawar, M. 2019. Supervisi Akademik: Mengurai
Problematika Profesionalisme Guru Di Sekolah. Al-
Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3(1)
Mustamin, Sirojudin Didin, Waqfin Ibnu Saat. M. (2020).
Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Dalam
Meningkatkan Kualitas Pendidikan Di SMA 1 Darul
Ulum. Jurnal Education And Development Institut
Pendidikan Tapanuli Selatan, 8(4)
Nitisemito, A. S. 1996. Manajemen Personalia. Jakarta:
Ghalia Indonesia
Nurjanah Nina, Qomariyah Siti, Nurachadijat Kun. 2021.
Peran Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan
Dalam Peningkatan Mutu Sekolah. Jurnal Al-Iqnaa,
1(1)

122
Nurmalasari, I., & Karimah, D. Z. 2020. Peran Manajemen
SDM dalam Lembaga Pendidikan untuk
Meningkatkan Mutu Pendidik. MANAGERE:
Indonesian Journal of Educational Management, 2(1)
Padri, Robi Abdul. 2021. Penerapan Manajemen Sumber
Daya Manusia dalam Meningkatkan Kualitas
Pendidikan di SMA Negeri Cirebon. Jurnal Sosial
Teknik, 3(1)
Prasetya Irawan. Dkk. (1997). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: STIA-LAN Press
Purwaningsih. 2019. Implementasi Manajemen Sumber
Daya Manusia di SMAN 1 Kota Metro. Jurnal
Dewantara, Vii
RM Agus Hasan Abu, Amalia Zakiatul Siti. (2019).
Implementasi Manajemen Sumber Daya Manusia Di
Era Digital: Studi Kasus Di Madrasah Tsanawiyah
Nurul Jadid. Jurnal Al-Idarah, 9(1)
Rosyad, A. M., & Zuchdi, D. 2018. Aktualisasi Pendidikan
Karakter Berbasis Kultur Sekolah dalam
Pembelajaran IPS di SMP. Harmoni Sosial: Jurnal
Pendidikan IPS, 5(1)
Samsirin. 2015. Konsep Manajemen Pengawasan Dalam
Pendidikan Islam. Jurnal At-Ta’dib, 10(2)
Satrijo Budiwibowo dan Sudarmiani. 2018. Manajemen
Pendidikan. Yogyakarta: ANDI
Suparto. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
Guru Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di
Madrasah Ibtidaiyah Al-Islam Kota Bengkulu. An-
Nizom, 1(3)
Veithzal Rivai dan Sylviana Murni. 2009. Education
Management; Analisis Teori dan Praktik. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Wibowo, A. 2018. Study Komparasi Penyelenggaraan
Pendidikan SMK (Studi Kasus SMK Di Pondok
Pesantren Lirboyo Al-Mahrusiyah Dan Di SMK PGRI
2. At-Tarbiyat:Jurnal Pendidikan Islam, 1(1)

123
Wicaksono, Satrio Yosep. 2016. Pengaruh Pelatihan Dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Rangka
Meningkatkan Semangat Kerja dan Kinerja Karyawan
(Studi di SKM Unit V Pt. Gudang Garam,Tbk Kediri).
Bisnis dan Manajemen, 3(1)
Widodo, Teguh Setyo. 2014. Manajemen Sumber Daya
Manusia Dalam Peningkatan Mutu Sekolah (Studi
Kasus Pada Sekolah Regrouping di SDN Petompon
02). Education Management, 3(2)
Wijaya, Hengky. 2019. Implementasi Manajemen Mutu Di
Sekolah. Journal of Education Management, 01(01)

124
Profil Penulis
Dr. Muhamad Yusuf, M.Ag
Lahir di dataran Tinggi Gayo Aceh Tenggara
tanggal 5 Mei 1970. Penulis adalah dosen IAIN
Kerinci pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan (FTIK) sejak tahun 1998 hingga
sekarang. Menyelesaikan S1 Fakultas
Syari’ah Tafsir Hadis di IAIN (kini UIN) Ar-Raniry Banda
Aceh tahun 1994. Memperoleh gelar Magister pada
kampus yang sama atas beasiswa Depag RI tahun 1999,
dan gelar Doktor diperoleh pada IAIN (kini UIN) Imam
Bonjol Padang tahun 2014 Prodi Pendidikan Islam.
Pernah tercatat sebagai mahasiswa S3 di Fakulty
Pengajian Islam University Kebangsaan Malaysia (UKM)
tahun 2006 dan mahasiswa S3 di Universitas
Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 2008 namun
tidak tamat. Akhir tahun 2012 saat penyelesaian
Disertasi, mengikuti program ARFI (Academic Recharging
For Islamic Higher Education) di kampus Jami'ah
Muhammad V Aqdal Rabat, Maroko, Afrika Utara atas
program Kementerian Agama RI selama 2 bulan. Menjabat
sebagai Ketua Prodi Ahwal al-Sakhsiyah (2004-2005),
Kepala Unit Pengembangan Mutu Akademik (2005-2007),
Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
(P3M) dua periode (2008-2016), Kepala Pusat Penjaminan
Mutu (P2M) (2016-2019), dan Dekan Fakultas Syariah
periode 2017-2021. Buku yang sudah terbit Motivasi
Belajar dalam Hadis (2010), Adab Guru dan Murid (2020),
dan buku Book Chapter Ensiklopedi Pendidikan Karakter
(2019), Inovasi Pembelajaran Masa Pandemi (2021), dan
Pendidikan Profesi Keguruan dan Teknologi Pendidikan
(2021). Penulis juga aktif melakukan berbagai penelitian
berskala lokal dan nasional serta publikasi ilmiah di
berbagai jurnal nasional terakreditasi maupun jurnal
internasional bereputasi.
Email Penulis: yusufgayo32@gmail.com

125
126
8
MANAJEMEN OPERASIONAL
BERBASIS SEKOLAH

Dr. Umi Nur Qomariah, M.Pd


STKIP PGRI Jombang

Pendahuluan

Salah satu aspek penting dalam implementasi


pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan
pengadaannya merupakan kewenangan serta tanggung
jawab sekolah adalah manajemen operasional sekolah.
MBS merupakan salah satu bentuk model desentralisasi
dalam pendidikan. Desentralisasi dalam bidang
pendidikan merupakan suatu terobosan peningkatan
mutu pendidikan. Menurut (Supriadi, 2009) menyatakan
bahwa desentralisasi pendidikan memberikan suatu
keleluasaan kepada daerah yang mengetahui persis
tentang permasalahan pendidikan di tempatnya sebagai
pengambil keputusan, sehingga meningkatkan daya
kreatifitas personil pendidikan terutama sekolah dan
menciptakan kesesuaian antara pendidikan yang
diselenggarakan dengan kebutuhan masyarakat
setempat, yang pada akhirnya proses belajar mengajar
menjadi efektif. Sehingga terwujudnya sekolah yang
bergengsi tentu memiliki persyaratan salah satunya
adalah manajemen operasional sekolah yang rapi dan
konsisten. Tentu model manajemennya akan berbeda
tergantung dari tujuan masing-masing sekolah. Oleh
karena itu, setiap sekolah memiliki sistem dan konsep
yang berbeda dalam mengorganisasikan lembaga mereka.

127
Manajemen Operasional Sekolah

Kata manajemen berasal dari bahasa Latin yaitu dari asal


kata manus yang berarti tangan dan agree (melakukan).
Kata-kata itu digabung menjadi manager yang artinya
menangani. Managere diterjemahkan dalam bahasa
Inggris to manage sebagai kata kerja, management sebagai
kata benda (Usman, 2014:5). Menurut (Danim dan Danim,
2010:16) kata manajemen merupakan padanan kata
management dalam bahasa Inggris. Kata dasarnya adalah
manage atau to manage yang berarti menyelenggarakan,
membawa, atau mengarah. Kata manage juga bermakna
mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola atau
menata. Beberapa ahli terdahulu mendefinisikan
manajemen sebagai berikut: (1) Menurut (Terry, 1978:4)
manajemen adalah kemampuan mengarahkan dan
mencapai hasil yang diinginkan dengan tujuan dari
usaha-usaha manusia dan sumber daya lainnya. Definisi
yang dikemukakan Terry ini menunjukkan secara umum
aktivitas manajemen ada dalam organisasi yang
diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi secara
efektif dan efisien. (2) Sedangkan menurut (Hersey dan
Blancard, 1988:4) manajemen adalah sebagai proses
bekerjasama antara individu dan kelompok serta sumber
daya lainnya dalam mencapai tujuan organisasi. Proses
ini di sini dimaknai sebagai fungsi dan aktivitas yang
dilaksanakan oleh pemimpin dan anggota atau
bawahannya dalam bekerja sama pada sebuah organisasi.
Fungsi dan aktivitas yang dilaksanakan mendorong
sumber daya manusia bekerja memanfaatkan sumber
daya lainnya, sehingga tujuan organisasi yang telah
direncanakan dapat dicapai. (3) Bittel dalam Danim dan
Danim, (2010:17) menyatakan manajemen adalah proses
mengintegrasikan, di mana individu yang memiliki
kewenangan mengkreasi, memelihara dan
mengoperasikan organisasi untuk mencapai tujuan-
tujuan yang secara selektif telah ditetapkan.
Dari beberapa definisi tentang manajemen di atas dapat
ditarik beberapa hal pokok antara lain: (1) manajemen
menekankan adanya kerjasama antara unsur dalam
organisasi, (2) adanya usaha pemanfaatan sumber-

128
sumber yang dimiliki organisasi, dan (3) adanya tujuan
yang jelas yang akan dicapai. Dengan demikian aktivitas
manajemen mencakup spektrum yang luas, sebab mulai
dari kegiatan bagaimana menentukan arah organisasi di
masa depan, menciptakan kegiatan kegiatan organisasi,
mendorong terbinanya kerjasama antara sesama anggota
organisasi serta mengawasi kegiatan dalam mencapai
tujuan. Dalam perspektif lebih luas, manajemen adalah
suatu proses pengaturan dan pemanfaatan sumber daya
manusia yang dimiliki organisasi melalui kerjasama para
personil untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif
dan efisien, sehingga dapat dimaknai bahwa manajemen
merupakan prilaku anggota dalam suatu organisasi untuk
mencapai tujuan bersama. Dengan kata lain, organisasi
adalah wadah bagi operasionalisasi manajemen, karena
itu di dalama ada sejumlah unsur pokok yang membentuk
kegiatan manajemen yaitu: unsur manusia (men), benda
atau barang (materials), mesin (machines), metode
(methods), uang (money) dan pasar (market). Keenam
unsur ini memiliki fungsi masing-masing dan saling
berinteraksi atau mempengaruhi dalam mencapai tujuan
organisasi terutama proses pencapaian tujuan secara
efektif dan efisien.
Menurut Rhonda Abrams & Alice Laplante operasional
merupakan aspek yang terpenting karena tanpa adanya
operasional, maka tidak ada yang bisa dikerjakan.
Sedangkan definisi Kegiatan Operasional dalam
pengertian menurut paraahli.net (2016) adalah kegiatan
inti dari suatu bisnis ataupun organisasi untuk
menghasilkan pendapatan serta untuk tetap terus
menjalankan aktivitas bisnisnya. Pengertian sekolah
adalah suatu lembaga yang memang dirancang khusus
untuk pengajaran para murid (siswa) di bawah
pengawasan para guru. Sedangkan sekolah sebagai
bentuk organisasi menurut Kurniawan (2012) diartikan
sebagai wadah dari kumpulan manusia yang bekerja
sama untuk mencapai tujuan tertentu yakni tujuan
pendidikan, dengan memanfaatkan manusia itu sendiri
sebagai sumber daya, di samping yang ada di luar dirinya,
seperti uang, material, dan waktu.

129
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
operasional sekolah adalah kegiatan inti suatu organisasi
untuk menghasilkan sumber daya/lulusan yang bermutu
untuk tujuan pendidikan
Pengertian manajemen operasional sekolah tentu tidak
terlepas dari manajemen pada umumnya, yaitu
mengandung unsur adanya kegiatan yang dilakukan
dengan mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan
sumber daya untuk tercapainya tujuan tertentu.
Manajemen operasional pendidikan merupakan proses
yang secara berkesinambungan dan efektif menggunakan
fungsi–fungsi manajemen untuk mengintegrasikan
berbagai sumber daya sekolah secara efisien dalam
rangka mencapai tujuan. Unsur pokok dalam pengertian
tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, Kontinyu, artinya manajemen operasional
sekolah bukan suatu kegiatan yang berdiri sendiri.
Keputusan manajemen bukan hanya tindakan sesaat,
melainkan tindakan yang berkelanjutan atau merupakan
suatu proses yang kontinyu.
Kedua, Efesien, artinya manajemen operasional sekolah
merupakan suatu kegiatan yang menekanankan
pemanfaatan sumber daya semaksimal mungkin (high
utilization). Sumber daya dalam menajemen operasional
meliputi manusia (man) dengan motivasinya, modal
(money), metoda (method), mesin (machine), manajerial,
informasi (management information system-MIS), mutu,
serta kemampuan organisasi dengan melihat peluang
pasar (market). Hasil akhir kualitas pengelolaan lembaga
pendidikan bisa dilihat pada keuntungan yang diperoleh
pengelola lembaga. Manajer dituntut untuk mempunyai
kemampuan bekerja efisien supaya dapat
mengoptimalkan penggunaan sumber daya, sehingga
kegiatan manajemen operasi harus mempunyai tujuan,
yaitu menghasilkan suatu keluaran sesuai dengan yang
direncanakan, yaitu barang atau jasa.
Ketiga, Efektif, artinya segala pekerjaan harus dilakukan
secara tepat dan sebaik–baiknya, serta mencapai hasil
sesuai dengan yang diharapkan.

130
Kegiatan manajemen operasional sekolah diperlukan
pengetahuan luas karena mencakup berbagai fungsi
menejemen seperti perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengendalian. Dalam pelaksanaannya
semua sumber daya seperti manusia, modal, material,
mesin, manajemen atau metoda, energi dan informasi
diintegrasikan untuk menghasilkan barang atau jasa.
Namun produk utama sekolah adalah pelayanan jasa
pendidikan. Integrasi tersebut menggabungkan dua atau
lebih sumber daya dari kombinasi yang terbaik. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa manajemen operasional
berbasis sekolah adalah perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan kegiatan
administratif sekolah seperti penatausahaan, kesiswaan,
kurikulum, ketenagaan, sarana parsarana, keuangan,
budaya dan lingkungan sekolah, dan peran serta
masyarakat.

Implentasi Manajemen Operasional Berbasis Sekolah

Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam


implementai manajemen operasional sekolah salah
satunya adalah mendapat pelayanan manajemen
pendidikan dalam suatu organisasi lembaga pendidikan
yang berkaitan dengan operasional pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran yaitu aspek yang berkaitan
dengan kurikulum, guru dan karyawan, siswa, sarana,
biaya, sistem informasi, hubungan masyarakat, serta
pengembangan lembaga.
1. Manajemen kurikulum
Menurut Suharsimi Arikunto (2000: 8) menyatakan
bahwa manajemen kurikulum
ialah pengimplementasian jenis aktivitas dan fungsi
manajemen (perencanaan, penyelenggaraan, dan
penilaian) terhadap kurikulum. Manajemen
kurikulum adalah manajemen yang ditujukan untuk
keberhasilan proses pembelajaran secara maksimal
dengan menitikberatkan pada kualitas iteraksi proses
itu sendiri. Penyusunan kurikulum suatu lembaga
pendidikan harus berdasarkan pada visi dan misi

131
lembaga pendidikan tersebut. Pada hakikatnya, ruang
lingkup manajemen kurikulum meliputi kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta
penilaian atau pengendalian. Perencanaan kurikulum
bisa dilakukan di tingkat pusat, di daerah, dan di
tingkat sekolah. Perencanaan kurikulum di tingkat
pusat meliputi beberapa hal, yaitu tujuan pendidikan,
bahan (materi) pelajaran yang dikeluarkan dalam
bentuk buku garis-garis besar program pengajaran
dan struktur program. Perencanaan kurikulum di
tingkat daerah dilakukan untuk hal-hal seperti
penyusunan kalender. Sedangkan perencanaan
kurikulum di sekolah, antara lain penyusunan
kalender, penyusunan jadwal pelajaran, pembagian
tugas mengajar, dan penempatan murid di kelas.
Pengorganisasian kurikulum adalah penyusunan
bahan pelajaran ke dalam pola atau bentuk tertentu,
dan terbagi menjadi tiga kelompok, sebagaimana
berikut :
a. Separate Subject Curriculum
Bahan pelajaran diberikan secara terpisah antara
mata pelajaran satu dengan yang lainnya dan
antara tema satu dengan tema yang lainnya.
b. Correlated Curriculum
Bahan-bahan pelajaran dihubungkan antara satu
dengan yang lainnya.
c. Integrated Curriculum
Bahan pelajaran disajikan dalam bentuk unit
yang merupakan suatu kesatuan.
Sementara itu, pelaksanaan kurikulum
diklasifikasikan menjadi dua bagian, yakni sistem
kelas dan sistem tanpa kelas. (1) Sistem Kelas yaitu:
Dalam sistem kelas, bahan-bahan pelajaran sudah
dikelompokkan dan diurutkan sesuai dengan
tingkatan kelas tertentu. Jadi, sebelum mempelajari
bahan yang ada pada tingkat kelas atas, siswa harus
dievaluasi kemampuan dan penugasannya terhadap

132
pelajaran pada kelas sebelumnya, (2) Sistem tanpa
kelas dalam sistem tanpa kelas, pelajaran tidak
dikelompokkan berdasarkan kelas (tidak memakai
kelas), namun hanya memakai program. Jadi, seorang
siswa diperbolehkan pindah program dari yang sudah
dikuasai ke program berikutnya. Sedangkan Penilaian
atau pengendalian kurikulum diadakan demi
mengevaluasi apakah tujuan pendidikan sudah
tercapai dan kegiatan yang berlangsung sesuai
rencana? Jika dianggap masih kurang memuaskan,
maka segera dilakukan pembenahan.
2. Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
Pengertian manajemen SDM secara umum bisa
diartikan sebagai sebuah aktivitas yang dilakukan
untuk mengelola Sumber Daya manusia yang
memusatkan pada praktik, kebijakan dan juga fungsi
yang ada dalam manajemen untuk bisa mencapai
tujuan suatu organisasi.(Pojok pendidikan, 2018)
Sementara bila dikombinasikan ke dalam sekolah
atau pendidikan, manajemen SDM sekolah bisa
diartikan sebagai suatu proses penanganan yang
dilakukan pada berbagai masalah dengan ruang
lingkup yang berhubungan dengan pendidikan agar
bisa menunjang berbagai macam aktivitas bidang
pendidikan atau struktur organisasi yang ada untuk
bisa mencapai tujuan yang sudah ditentukan.
Menurut Hall T. Douglas dan Goodale G. James bahwa
Manajemen sumber daya manusia adalah: “Human
Resource Management is the prosses through whican
optimal fit is achieved among the employee, job,
organization, and environment so that employees reach
their desired level of satisfaction and performance and
the organization meets it’s goals”. Manajemen sumber
daya manusia adalah suatu proses melalui mana
kesesuaian optimal diperoleh di antara pegawai,
pekerjaan organisasi dan lingkungan sehingga para
pegawai mencapai tingkat kepuasan dan performansi
yang mereka inginkan dan organisasi memenuhi
tujuannya. Hal yang sama disampaikan oleh
(Baharudin dan Moh. Makin, 2010) bahwa Manajemen

133
sumber daya manusia dalam dunia pendidikan
adalah teknik atau prosedur yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pendayagunaan personalia
sekolah/madrasah atau instansi (SDM), baik tenaga
edukatif maupun tenaga administratif secara efektif
dan efisien banyak tergantung pada kemampuan
kepala sekolah/madrasah baik sebagai manager dan
pemimpin pada lembaga pendidikan tersebut.
Berdasarkan pernyataan ahli diatas maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen SDM adalah
manajemen yang ditujukan kepada SDM yang ada
dalam suatu lembaga pendidikan, yaitu guru dan
karyawan. Manajemen SDM ini dimakasudkan untuk
dapat meningkatkan kualitas guru dan karyawan,
sehingga bisa mendorong tercapainya tujuan
pendidikan, serta untuk membantu dalam
peningkatan efektivitas dan efisiensi proses
pendidikan. Proses manajemen SDM ini terdiri atas
perencanaan, penarikan (rekrutmen), seleksi,
pelatihan dan pengembangan, evaluasi prestasi,
promosi atau demosi, dan pemberhentian, atau
pensiun. Perencanaan diawali dengan analisis
ketenagakerjaan lembaga pendidikan. Analisis yang
sistematis meliputi dua hal, antara lain :
a. Deskripsi Kerja (Job description)
Analisis ini berkaitan dengan tugas-tugas yang
harus dilakukan oleh guru dan karyawan.
b. Spesifikasi Kerja (Job Anaysis)
Analisis spesifikasi kerja berkaitan dengan
kemampuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk menjalankan tuga-tugas.
Dengan dua hal tersebut, lembaga pendidikan
diharapkan dapat menentukan kebutuhan guru dan
karyawan, yang meliputi jumlah, tipe, dan kualitas
yang diperlukan. Rekrutmen atau penarikan guru dan
karyawan dilakukan setelah tahap perencanaan
diumumkan bahwa dibutuhkan tenaga guru dan
karyawan untuk lembaga pendidikan.

134
Setelah rekrutmen, diadakan seleksi dan
penempatan. Kemudian, para pelamar diseleksi
dengan ketentuan yang telah ditetapkan, sehingga
yang diterima dapat ditempatkan sesuai dengan
kemampuan dan keahliannya. Untuk meningkatkan
prestasi kerja guru dan karyawan, diadakan pelatihan
dan pengembangan. Lembaga pendidikan sangat
berperan dalam menentukan segala hal yang terbaik
untuk pembinaan mutu guru dan karyawannya,
termasuk dengan pelatihan dan pengembangan.
Dalam setiap akhir tahun, guru dan karyawan dinilai,
serta dievaluasi oleh kepala sekolah. Hal ini bertujuan
memperoleh bahan pertimbangan yang objektif dalam
pembinaan karyawan, pemberian jabatan, atau
kenaikan pangkat.
Guru dan karyawan yang memiliki prestasi kerja,
diberikan kompensasi, atau promosi kenaikan
pangkat dan jabatan sebagai bentuk penghargaan
terhadap pengabdian mereka. Selain itu,
diberlakukan juga demosi (pemberhentian) bagi
mereka yang tidak menunjukkan prestasi kerja atau
melanggar peraturan. Pemberhentian atau pensiun
diperuntukkan terhadap guru dan karyawan yang
sudah tua, prestasi kerjanya tidak maksimal, atau
yang mengundurkan diri.
3. Manajemen Kesiswaan
Menurut Mulyono (2009: 178), manajemen
kesiswaan adalah seluruh proses kegiatan yang
direncanakan dan diusahakan secara sengaja serta
pembinaan secara berkelanjutan terhadap seluruh
siswa (dalam lembaga pendidikan yang
bersangkutan) agar dapat mengikuti proses belajar
mengajar dengan efektif dan efisien. Manajemen
kesiswaan tidak hanya sebagai aktivitas kegiatan yang
diprogram sekolah seperti kegiatan penerimaan siswa
baru, penempatan, serta pembinaan siswa, tetapi juga
diharapkan potensi yang dimiliki siswa baik potensi
rohaniah dan jasmaniah, dapat berkembang secara
maksimal. Agar nantinya pada saat siswa tersebut
lulus dari jenjang pendidikan sekolah, siswa memiliki

135
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
diharapkan.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen kesiswaan
merupakan sistem pengelolaan terhadap siswa, yang
dimulai dari perencanaan, penerimaan siswa baru,
pengorganisasian siswa, MOS, pembinaan dan
pelayanan siswa, organisasi siswa, penilaian siswa,
mutasi, hingga perencanaan alumni siswa.
Perencanaan siswa dimaksudkan untuk mengetahui
daya tamping sekolah dengan memperhitungkan
jumlah siswa yang keluar atau lulus dan yang
tertinggal kelas atau mengulang. Berdasarkan fakta
inilah, jumlah penerimaan siswa baru bisa
ditentukan. Dalam penerimaan siswa baru, dapat
digunakan beberapa sistem, antara lain dengan tes
atau ujian masuk, penelusuran seminar, dan
kemampuan, hasil, dan nilai ujian nasional, serta
pindah sekolah. Setelah itu, siswa dikelompokkan
dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan bidang studi,
spesialisasi, atau sistem kredit. Tahap berikutnya
adalah orientasi sekolah, yaitu berupa penjelasan
tentang tata tertib sekolah, program-program sekolah,
peninjauan fasilitas yang ada, serta pengenalan
terhadap guru dan staf yang lain.
Di sekolah, pembinaan siswa dilakukan dengan
berbagai kegiatan, seperti kegiatan kurikuler,
kokirikuler, intrakurikuler, ekstra kurikuler,
hubungan antarsiswa, hubungan dengan guru,
hubungan dengan personil sekolah lainnya, serta
dengan masyarakat. Di Sekolah, ada organisasi yang
dikhususkan untuk siswa intrasekolah (OSIS), yang
menjadi wadah untuk menampung aspirasi sekaligus
penyaluran kegiatan sesuai dengan minat dan bakat
siswa. Setiap siswa akan mengalami perkembangan
dan menjadi tugas guru untuk menilainya secara
terus menerus demi mengetahui hingga sejauh mana
tujuan pendidikan dicapai.

136
4. Manajemen Sarana Prasarana
Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang
digunakan untuk mempermudah proses
pembelajaran yang bersifat langsung. Misalnya,
papan tulis, buku, OHP, transparan, computer, dan
sebagainya. Sedangkan prasarana pendidikan ialah
semua fasilitas untuk mempermudah proses
pembelajaran, tapi sifatnya tidak langsung. Misalnya,
ruang kelas, gedung, meja, kursi, jalan-jalan ke
lembaga pendidikan, dan lain-lain. Manajemen sarana
prasarana pendidikan ini meliputi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan dan pemeliharaan, serta
penggunaan dan penghapusan. Dalam perencanaan,
dianalisis dan ditentukan kebutuhan sarana dan
prasarana yang disesuaikan dengan kurikulum yang
telah disusun, untuk kemudian dipenuhi. Melalui
proses pengadaan inilah, sarana dan prasarana dapat
diperoleh. Hal ini dilakukan dengan pembelian,
membuat sendiri, menerima hibah, menyewa, atau
meminjam, atau dengan guna susun.
Setelah perencanaan dan pengadaan, tinggal
melakukan pemeliharaan, penyimpanan, serta
penggunaannya, sehingga bisa bermanfaat dan tidak
mudah hilang dan rusak. Sarana dan prasarana
pendidikan, seyogianya digunakan dan dirawat sebaik
mungkin agar selalu dalam kondisi aman, baik, dan
terjaga. Kendati demikian, jika sudah di pakai berkali-
kali, sarana-sarana tersebut juga akan mengalami
kerusakan-kerusakan kecil. Untuk itulah, diadakan
penghapusan, yang bertujuan menghapus sarana
milik sekolah dari daftar inventaris dan tanggung
jawab sekolah. Penghapusan ini dilakukan terhadap
sarana yang sudah rusak, tidak sesuai dengan
kebutuhan, atau hilang.
5. Manajemen Keuangan
Dalam manajemen keuangan pendidikan, ditentukan
dan dicanangkan jumlah modal yang dibutuhkan
dalam upaya operasionalpendidikan, asal dana
diperoleh, cara penggunaannya, pemasukan dan

137
pengeluaran, serta saldo yng didapat. Semua hal
tersebut ditulis dalam rancangan anggaran
pendapatan dan belanja sekolah. Rancangan
anggaran pendapatan dan belanja sekolah disusun
oleh kepala sekolah, guru wakil wali murid,
pemerintah dan masyarakat. Pada akhir tahun
anggaran, sekolah harus membuat laporan
pertanggungjawaban penggunaan anggaran selama
satu tahun atau selama satu periode, laporan tersebut
bisa berupa neraca, laporan laba rugi, dan laporan
arus kas, neraca adalah suatu daftar yang
menggambarkan aktiva (harta) kekayaan), kewajiban
(utang), dan modal yang dimiliki. Sedangkan laporan
rugi laba adalah laporan keuangan yang
menunjukkan arus kas selama satu periode.
6. Manajemen Sistem Informasi
Sistem informasi pendidikan adalah suatu kerangka
kerja dengan sumber daya yang dikoordinasikan
untuk mengubah data menjadi informasi yang
berguna demi tercapainya tujuan pendidikan. Seiring
dengan kemjuan zaman dan teknologiyang menuntut
adanya persaingan antarlembaga pendidikan, suatu
lembaga pendidikan membutuhkan sistem informasi
yang banyak bermanfaat. Sistem informasi tidak saja
menginformasikan segala hal yang terjadi dalam
lembaga pendidikan, tetapi juga menyerap informasi
dari lingkungan untuk kepentingan lembaga
pendidikan dan masyarakat. Lembaga pendidikan
masa kini, tidak bisa lagi mengandalkan kemampuan
yang ada tanpa mengikuti perkembangan teknologi
informasi. Semakin cepat dan kompleks perubahan
lingkungan pendidikan, maka perhatian lembaga
pendidikan terhadap sistem informasi harus semakin
besar.
Tahapan yang dilalui dalam manajemen sistem
informasi pendidikan adalah pengorganisasian data,
pengumpulan dan penyiapan data, serta pengolahan
datadan penyajian laporan. Dahulu sistem ini masih
bersifat manual, akan tetapi seiring dengan pesatnya
perkembangan teknologi, sistem informasi pendidikan

138
saat ini pun memakai sistem komputerisasi, sehingga
manajemen data dan informasi dapat melalui
pendekatan yang berorientasi file maupun data base.
7. anajemen Hubungan Masyarakat
Hubungan masyarakat (humas) pendidikan meliputi
pembicaraan hubungan masyarakat luas yang
pesannya berupa masalah-masalah pendidikan. Jadi,
dalam kegiatan humas terkandung kegiatan
komunikasi dan menyangkut semua bentuk
komunikasi tentang masalah pendidikan. Secara
umum, humas pendidikan terdiri dari dua macam.
Pertama, humas internal yang meliputi kegiatan
untuk mengatur hubungan antara kepala sekolah dan
para guru, kepala sekolah dengan muris, kepala
sekolah dengan karyawan, guru dengan murid, dan
murud dengan murid. Kedua, humas eksternal yang
meliputi kegiatan mengatur hubungan sekolah
dengan wali murid, dengan BP3, dengan lembaga-
lembaga pemerintah dan swasta, serta upaya untuk
meningkatkan minat masyarakat.
8. Manajemen Pengembangan Lembaga
Manajemen pengembangan lembaga adalah upaya
untuk mengelola dan mengatur metode
perkembangan lembaga agar bisa terus eksis dan
survive di tengan persaingan global. Manajemen ini
semata-mata ditujukan untuk peningkatan lembaga
pendidikan, tidak hanya kuantitas tapi juga pada
kualitas. Manajemen pengembangan lembaga
pendidikan terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain
pembentukan tim dalam upaya suksesi pengembanga
lembaga, penyusunan renstra, pengadaan dan
pemeliharaan perlengkapan sekolah, pemeliharaan
inventarisasi tanah, serta perlengkapan sekolah.

139
Kesimpulan

Manajemen operasional berbasis sekolah adalah


perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan kegiatan administratif sekolah seperti
penatausahaan, kesiswaan, kurikulum, ketenagaan,
sarana parsarana, keuangan, budaya dan
lingkungan sekolah, dan peran serta masyarakat.
Manajemen operasional pendidikan merupakan proses
yang secara berkesinambungan dan efektif menggunakan
fungsi–fungsi manajemen untuk mengintegrasikan
berbagai sumber daya sekolah secara efisien dalam
rangka mencapai tujuan. Dapat disimpulkan bahwa
manajemen operasional adalah kontinyu dan efisien,
Sedangkan sumber daya dalam menajemen operasional
meliputi manusia (man) dengan motivasinya, modal
(money), metoda (method), mesin (machine), manajerial,
informasi (management information system-MIS), mutu,
serta kemampuan organisasi dengan melihat peluang
pasar (market).

140
Daftar Pustaka

Abrams, Rhonda, Alice LaPlante, Kusnandar (Penerjemah).


2010. Passion to Profits: Cetakan Pertama. Tanggerang:
Azkia Publisher: Kelompok Pustaka alvabet.
Baharuddin dan Moh. Makin,2010. Manajemen Pendidikan
Islam, (Malang: UIN-Maliki Press )
Danim, Sudarwan. 2010. Kepemimpinan Pendidikan :
Kepemimpinan Jenius. (IQ + EQ), Etika, Perilaku,
Motivasional dan Mitos. Bandung: Alfabeta.
Effendi, Usman. 2014. Asas-Asas Manajemem. Depok:
Katalog Dalam Terbitan.
George R. Terry, (1977), Principles Of Management, seventh
Edition, Richard D. Irwin, Inc, Homewood, Illionis.
Hall T. Douglas. & James Goodale G,1986. Human Resources
Management, Strategy, Design and Impelementation,
Scott Foresman and Company, Glenview.
Hersey, P., & Blanchard, K. H. (1988). Management and
Organizational Behavior. Englewood Cliffs, NJ Prentice-
Hall.
Kurniawan, D. H. 2012. Kebutuhan Operasional Sekolah.
Diakses
dari: http://disinideddyck.blogspot.co.id/2012/11/keb
utuhan-operasional-sekolah. html
Mulyono, 2009. Manajemen Administrasi & Organisasi
Pendidikan, Jogjakarta : Ar-Ruzz
Mulyasa, E. 2003. Managemen Berbasis Sekolah. Bandung :
Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Pengertian menurut paraahli.net. 2016. Pengertian Kegiatan
Operasional Perusahaan. Diakses
dari: http://www.pengertianmenurutparaahli.net/
pengertian-kegiatan-operasional-perusahaan/
UD Supriyadi, 2009. Pengaruh Desentralisasi Pendidikan
Dasar Terhadap Kualitas Pendidikan Di Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali. JURNAL KEPENDIDIKAN,
Tahun XXXIX, Nomor 1, Mei 2009

141
Profil Penulis
Dr. Umi Nur Qomariah, M.Pd
Ketertarikan menulis dimulai pada tahun
2016 silam. Hal tersebut membuat penulis
sering mengasah kemampuan menulis
dengan mengikuti pelatihan dan menulis
buku. Penulis memilih jurusan Pendidikan
Matematika di IKIP PGRI Malang Jawa Timur lulus tahun
1995, kemudian melanjutkan ke jenjang S2 di Universitas
Negeri Surabaya jawa Timur pada program studi yang
sama yakni pendidikan matematika lulus tahun 2006.
Dan pada Tahun 2020 menyelesaikan program doktoral di
Universitas yang sama Universitas Negeri Surabaya Jawa
Timur dengan program studi pendidikan matematika
Penulis memiliki kepakaran dibidang pendidikan dan
pendidikan matematika. Dan untuk mewujudkan karir
sebagai dosen profesional, penulis pun aktif sebagai
peneliti dibidang kepakarannya tersebut. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan didanai oleh internal
perguruan tinggi dan juga Kemenristek DIKTI. Selain
peneliti, penulis juga aktif dibidang Tridarma lainnya
yakni pengabdian pada masyarakat, penulis juga
tergabung dalam pemerhati kewirausahaan dan sebagai
motivator peningkatan SDM.
Email penulis: umi.stkipjb@gmail.com

142
9
MANAJEMEN SARANA DAN
PRASARANA SEKOLAH

Ririn Febriyanti, M.Pd


STKIP PGRI Jombang

Sekolah merupakan tempat dimana berlangungnya proses


pembelajaran. Ada empat komponen yang saling
berkaitan untuk membangun sekolah diantaranya Staf
tata laksana administrasi, Staf teknis Pendidikan (kepala
sekolah dan guru), Komite sekolah serta siswa sebagai
konsumen pelayanan dalam sekolah. Keberhasilan
program sekolah juga didukung kondisi sarana dan
pasarana yang dimiliki oleh sekolah serta
pemanfaatannya. Sarana dan prasarana sekolah
merupakan salah satu sumber daya yang krusial dalam
menunjang proses pembelajaran di sekolah. Sarana
merupakan peralatan yang secara langsung digunakan
untuk menunjang proses pendidikan terutama dalam
proses belajar mengajar. Sedangkan prsarana merupakan
fasilitas yang secra tidak langsung menujang proses
belajar mengajar.
Keberhasilan dalam membangun pendidikan sangat
bergantung oleh beberapa faktor diantaranya yaitu
keberhasilan dalam pengelolaan keuangan, sarana dan
prasarana, serta metode dalam optimailsasi
pemanfaatannya. Dalam kegiatan manajemen sarana dan
prasarana sekolah memiliki delapan aktifitas di dalamnya
yaitu 1) perencanaan sarana dan prasarana sekolah; 2)
penyimpanan sarana dan prasarana sekolah; 3)
pengadaan sarana dan prasarana sekolah; 4) penyaluran
sarana dan prasarana sekolah; 5) pemeliharaan sarana

143
dan prasarana sekolah; 6) pendayagunaan sarana dan
prasarana sekolah; 7) inventarisasi sarana dan prasarana
sekolah; dan 8) penghapusan sarana dan prasarana
sekolah.

Gambar 1 Proses Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah

Manajemen Sarana dan Prasarana

Dalam mengelola sarana dan prasarana diperlukan


perhatian yang serius. Hal ini dikarenakan jika sarana
dan prasarana terpelihara dengan baik maka akan
menujang proses belajar mengajar siswa menjadi lebih
maksimal dan efisien khususnya di sekolah tersebut.
Dalam pengelolaannya pihak sekolah bertanggung jawab
terhadap sarana dan prasarana terutama kepala sekolah
yang langsung menangani tentang pengelolaan sarana
prasarana tersebut, dan pihak-pihak sekolah pun harus
dapat memelihara dan memperhatikan sarana prasarana
pendidikan yang sudah ada. Hal ini disampaikan oleh
Matin Fuada (2016:1) bahwa sarana dan prasarana
pendidikan sangat penting dalam menunjang proses

144
pembelajaran ditunjang dengan pengelolaan dan
pemanfaatannya.
Menurut Reeser (1973:50) Manajemen sarana pendidikan
ialah pemanfaatan sumber daya fisik dan manusia
melalui usaha yang terkoordinasi dan diselesaikan
dengan mengerjakan fungsi perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan staf, pengarahan dan
pengawasan sarana dan prasarana. Menurut Mulyono
(2008) mengatakan bahwa manajemen sarana prasarana
pendidikan adalah seluruh proses kegiatan yang
direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan
bersungguh-sungguh serta pembinaan.
Yang berkelanjutan terhadap sarana dan prasarana
pendidikan , agar dapat digunakan dalam proses
pembelajaran berlangsung. Menurut Sikula (dalam
Hasibuan, 2001:3) Manajemen sarana pendidikan adalah
keseluruhan aktivitas-aktivitas baik berupa perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian, penempatan,
pengarahan dan pemotivasian, komunikasi serta
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh lembaga
dengan tujuan untuk mengoptimalkan berbagai sarana
dan prasarana yang dimiliki sehingga akan menghasilkan
suatu produk atau jasa secara efisien.

Tujuan Manajeman Sarana dan Prasarana

Tujuan Manajemen Sarana dan prasarana antara lain:


1. Tujuan Umum
Memberikan pelayanan secara profesional demi
terjalinnya proses pendidikan dalam hal ini proses
belajar mengajar berlagsung secara efektif dan efisien
(Bafadal, 2014:5). Dan menciptakan sekolah yang
rapi, bersih sehingga menjadikan sekolah tersebut
nyaman bagi siswa.
2. Tujuan Khusus
a. Mengusahakan pengadaan sarana dan prasarana
melalui sistem perencanaan dan pengadaan
secara seksama sehingga sekolah dapat memiliki

145
sarana dan prasarana yang menujang sesuai
dengan kebutuhan dana sekolah tersebut .
b. Berusaha semaksimal mungkin dalam pemakaian
secara tepat dan efisien.
c. Berusaha memaksimalkan pemeliharaan secara
efisien sehingga sarana dan prasarana dalam
kondisi siap pakai jika akan digunakan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dari
manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah
meningkatkan kualitas dan kuantitas sekolah
menjadi tempat proses pembelajaran bagi siswa yang
nyaman, dengan cara memaksimalkan sarana dan
prasarana yang mendukung proses pembelajaran. Di
samping itu, tersedianya alat dan bahan dapat
digunakan secara optimal oleh guru dan siswa untuk
kepentingan proses pendidikan dan pengajaran
(Mulyasa, 2003:50).

Jenis-Jenis dan Fungsi Sarana dan Prasarana


Pendidikan

Sarana dan prasarana atau fasilitas pendidikan atau


sekolah dan kompetensi pedagogik yang dimiliki oleh
seorang guru semuanya bermuara pada satu tujuan yaitu
bagaimana membuat siswa merasa nyaman dan dapat
memotivasi siswa dalam belajar, sehingga proses belajar
dapat berjalan dengan maksimal dan berhasil sesuai yang
diharapkan. Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi
tiga macam, yaitu habis tidaknya dipakai, bergerak
tidaknya pada saat digunakan, dan ditinjau dari
hubungannya dengan proses belajar mengajar. Adapun
rinciannya sebagai berikut:
1. Sarana dan Prasarana habis tidaknya Dipakai
Ada dua macam sarana pendidikan dilihat dari habis
tidaknya dipakai, yaitu sarana pendidikan yang habis
dipakai dan sarana pendidikan tahan lama.
a. Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah
segala bahan atau alat yang apabila digunakan

146
secara terus menerus bisa habis atau berubah
bentuk dalam proses pembelajaran. Misal: kapur
tulis, spidol, beberapa bahan kimia yang
digunakan untuk praktikum guru dan siswa di
laboratorium, kayu, besi, dan kertas yang
digunakan oleh guru dalam mengajar, tinta
/catridge printer, bola lampu.
b. Sarana pendidikan tahan lama adalah bahan atau
alat yang dapat digunakan secara terus menerus
dan dalam waktu yang relatif lama. Contoh: meja
dan kursi sekolah, komputer/laptop, atlas, globe,
dan peralatan yang digunakan untuk pelajaran
olahraga (bola, gawang, pemukul kasti,dll).
2. Sarana dan prasarana Bergerak Tidaknya Saat
Digunakan
Ada dua macam sarana pendidikan jika dilihat dari
bergerak tidaknya saat digunakan yaitu sarana
pendidikan yang bergerak dan sarana pendidikan
tidak bergerak.
a. Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana
pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindah
sesuai dengan kebutuhan pemakainya,
contohnya: almari yang digunakan untuk
menyimpan arsip sekolah, meja dan kursi
sekolah, alat peraga, media pembelajaran dan
sebagainya.
b. Sarana pendidikan yang tidak bergerak adalah
semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau
relatif sangat sulit untuk dipindahkan, misalnya
saluran dari Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), Tiang listrik, dan sebagainya.
3. Sarana dan prasarana Ditinjau dengan hubungannya
dengan Proses Belajar Mengajar.
Ada 3 macam sarana pendidikan jika ditinjau dari
hubungannya dengan proses belajar mengajar, yaitu:
alat pelajaran, alat peraga, dan media pengajaran.

147
a. Alat pelajaran adalah alat yang digunakan secara
langsung dalam menunjang proses belajar
mengajar, contoh: buku, alat-alat tulis, dan alat-
alat yang digunakan untuk praktikum biologi,
kimia, matematika.
b. Alat peraga adalah alat yang digunakan dalam
membantu menyampaikan materi yang
diajarkan, dapat berupa perbuatan atau benda-
benda di lingkungan sekitar yang dapat
memberikan penjelasan terhadap materi yang
dibahas kepada peserta didik berturut-turut dari
yang abstrak sampai dengan yang konkret.Misal:
alat peraga bangun ruang, alat peraga termometer
suhu, dll.
c. Media pembelajaran adalah sarana pendidikan
yang digunakan sebagai perantara dalam proses
belajar mengajar, untuk lebih mempertinggi
efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan
pendidikan. Ada tiga jenis media, yaitu media
audio, media visual, dan media audio visual.

Gambar 2 Ruang Lingkup Sarana dan Prasarana


Sekolah

Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

1. Perencanaan Kebutuhan Sarana dan Prasarana


Pendidikan
Penentuan kebutuhan merupakan perencanaan
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan yang

148
diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Sebelum mengadakan alat-alat tertentu atau fasilitas
pendidikan terlebih dahulu harus melalui prosedur
yang benar. Ada dua hal yang harus diperhatikan
dalam merencanakan pengadaan sarana dan
prasarana pendidikan yaitu menganalisis kebutuhan
sarana dan prasarana dengan cara melihat dan
memeriksa kembali keadaan dan kekayaan yang telah
ada, agar tidak terjadi sarana pendidikan yang
mubazir, seperti pengadaan kembali sarana yang
masih memadai dari segi kuantitas maupun kualitas
atau pengadaan alat-alat yang tidak diperlukan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Dan yang kedua adalah
memproyeksikan sarana dan prasarana di masa yang
akan datang. Penentuan sarana pendidikan sekolah
juga harus mempertimbangkan siapa-siapa saja yang
memfasilitasi atau membiayai pengadaan sarana
tersebut. Adapun rinciannya sebagai berikut:
a. Analisis Kebutuhan Sarana dan Prasarana
Agar dapat membuat analisis kebutuhan sarana
dan prasarana dengan tepat diperlukan data dan
informasi tentang sarana dan prasarana
pendidikan yang dibutuhkan di lapangan,
maupun dengan ketentuan yang berlaku. Selain
itu juga, diperlukan pula data hasil proyeksi siswa
dalam hal ini usia sekolah yang akan ditampung
menjadi siswa baru di sekolah-sekolah pada
tahun-tahun yang akan datang. Hasil analisis
merupakan informasi akan keberadaan sarana
dan prasarana pendidikan dibandingkan dengan
penduduk siswa sekolah tersebut.
Hasil analisis akan bertumpu pada dua informasi,
yaitu informasi tentang ada kesesuaian dan tidak
ada kesesuaian.
b. Proyeksi Kebutuhan Sarana dan Prasarana
Pendidikan.
Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan
juga dapat dilakukan berdasarkan data pada
masa yang akan datang sebagai hasil proyeksi.

149
Proyeksi kebutuhan sarana dan prasarana
pendidikan di masa depan mencakup berbagai
pertimbangan. Tugas perencanaan pendidikan
untuk mengetahui informasi penting apa saja
yang dibutuhkan dalam rangka pembangunan
atau mengkonstruksi gedung sekolah dan sarana
lainnya. Hal ini berkaitan langsung dengan
informasi mengenai fasilitas sekolah yang harus
disediakan untuk memberikan pelayanan secara
langsung kepada perencana, perumus
pembiayaan dan pengkontruksi fasilitas sekolah.
Menurut Jones (16) menyatakan bahwa perencanaan
pengadaan saran dan prasarana pendidikan di
sekolah di awali dengan menganalisis jenis
pengalaman pendidikan yang diberikan di sekolah itu.
Janes mendeskripsikan langkah-langkah
perencanaan pengadaansarana sekolah sebagai
berikut :
a. Menganalisis kebutuhan saran dan prasarana
pendidikan suatu masyarakat dan membuat
program untuk masa yang akan datang sebagai
dasar dalam mengevaluasi pengadaan fasilitas
dan merencanakan perlengkapan yang akan
datang.
b. Melakukan survei ke seluruh unit sekolah untuk
menyusun master plan untuk jangka waktu
tertentu.
c. Memilih kebutuhan utama berdasarkan hasil
survei.
d. Mengembangkan educational specification untuk
setiap proyek yang terpisah pisah dalam usaha
master plan.
e. Merancang setiap proyek yang terpisah-pisah
sesuai dengan spesifikasi pendidikan yang
diusulkan.
f. Mengembangkan dan menguatkan tawaran atau
kontrak dan melaksanakan sesuai dengan
gambaran kerja yang diusulkan.

150
g. Melengkapi perlengkapan gedung sehingga siap
untuk digunakan.
2. Penyimpanan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Penyimpanan adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menampung hasil pengadaan dan umumnya barang
tersebut adalah milik negara baik berupa hasil
pembelian ataupun hasil dari hibah pada
wadah/tempat yang telah disediakan. Penyimpanan
sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan
menyimpan suatu barang baik
berupa perabot, alat tulis kantor, surat-surat maupun
barang elektronik dalam keadaan baru ataupun
sudah rusak yang dapat dilakukan oleh seorang
beberapa orang yang ditunjuk atau ditugaskan pada
lembaga pendidikan. Aspek yang perlu diperhatikan
dalam penyimpanan adalah aspek fisik dan aspek
administratif.
Aspek fisik dalam penyimpanan saran dan prasarana
pendidikan adalah tempat yang diperlukan untuk
menampung barang milik negara berasal dari
pengadaan. Aspek ini biasa disebut gudang. Gudang
dapat dibedakan menjadi:
a. Gudang pusat, yaitu gudang yang diperlukan
untuk menampug barang hasil pengadaan yang
terletak pada unit. Biasanya tempat ini digunakan
untuk menyimpan stok atau barang persediaan.
b. Gudang transit, yaitu gudang ini biasanya
digunakan sebagai penyimpanan barang untuk
sementara sebelum disalurkan ke unit-unit kerja.
c. Gudang penyalur, yaitu gudang ini biasanya
digunakan untuk menyalurkan barang.
d. Gudang pemakai, yaitu gudang yang digunakan
untuk menyimpan barang yang telah dan akan
digunakan.
Sedangkan tata cara penyimpanan terdapat aturan
yaitu penerimaan dan penyimpanan itu sendiri.
Dalam hal penerimaan, yaitu menerima

151
pemberitahuan pengiriman barang dari pihak yang
menerima barang, mempersiapkan segala sesuatu
yang diperlukan dalam penerimaan dan pemeriksaan
barang dengan cara memeriksa/mengecek barang
baik fisik maupun dari segi jumlah, kualitas, tipe
sesuai dengan kelengkapan administrasi, selanjutnya
membuat berita acara penerimaan dan hasil
pemeriksaan barang. Sedangkan dari segi
penyimpanan, diantaranya meneliti barang yang akan
disimpan, mengelompokan barang lalu mencatat
barang ke dalam buku penerimaan berupa kartu
barang dan kartu stok. Barang-barang yang sudah
diterima, dicatat di dalam buku, digudangkan,
dirawat dan dipelihara ketertibannya secara aman
dan rapih. Petugas mengontrol dan mengawasi barang
dengan cara menghitung barang secara berkala dan
dibuatkan laporan keadaan penyimpanan barang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan adalah
kegiatan yang digunakan untuk menyediakan semua
jenis sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang
sudah ditetapkan. Dalam konteks persekolahan,
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
merupakan segala kegiatan yang dilakukan dengan
cara menyediakan semua keperluan barang atau jasa
berdasarkan hasil perencanaan dengan maksud
untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar proses
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien
sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Tujuan dari
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan
sarana dan prasarana di sekolah sesuai dengan
kebutuhan, jumlah, waktu maupun tempat, dengan
harga dan sumber yang dapat dipertanggung
jawabkan. Adapun strategi yang digunakan dalam
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan yaitu:
a. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
dengan cara membeli

152
Membeli merupakan salah satu cara pemenuhan
kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan
dengan membayar sejumlah uang tertentu kepada
penjual atau supplier dengan kesepakatan kedua
belah pihak.
b. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
dengan cara membuat sendiri
Pembuatan sendiri merupakan salah satu cara
dalam memenuhi kebutuhan sarana dan
prasarana pendidikan dengan jalan membuat
sendiri yang biasanya dilakukan oleh guru,siswa,
atau pegawai. Contoh dalam proses pembelajaran
di kelas guru dan siswa membuat alat peraga
sendiri, dan lain-lain.
c. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
melalui hibah atau bantuan
Penerimaan hibah atau bantuan merupakan cara
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
dengan jalan menerima hasil pemberian secara
cuma-Cuma/bantuan dari pihak lain.Penerimaan
hibah atau bantuan ini harus dilakukan dengan
cara membuat berita acara. Contoh dalam
pengadaan buku di perpustakaan ada program
hibah dari penulis buku,dll.
d. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
melalui tukar- menukar
Tukar menukar sarana pendidikan ini merupakan
salah satu cara dalam pemenuhan dengan jalan
menukar sarana dan prasarana pendidikan sesuai
dengan kebutuhan masing-masing sekolah.
e. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
melalui pinjaman
Pengadaan sarana dan prasarana penddikan
dapat melalui jalan meminjam untuk sementara
waktu yang dilakukan instansi atau lembaga
tertentu. Hal ini juga dilakukan dengan perjanjian
terlebih dahulu.

153
f. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
melalui daur ulang
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
melalui jalan daur ulang ini dilakukan dengan
cara melebur atau merakit barang yang sudah
tidak bermanfaat lagi menjadi barang yang
bernilai lagi untuk kepentingan intansi atau
sekolah.
g. Pengadaan sarana dan prasarana melalui
perbaikan
Pengadaan sarana dan prasarana melalui
perbaikan ini dilakukan dengan memperbaiki
sarana yang sudah rusak sehinggga dapat
digunakan lagi.
4. Penyaluran Sarana dan Prasarana Pendidikan
Penyaluran sarana dan prasarana pendidikan dalam
hal ini mengandung arti bahwa terdapat kegiatan
pemindahan baik saran, prasarana, pengelolaan dari
instansi yang satu dengan yang lain. Buku, termasuk
sarana pendidikan yang sangat penting sebagai
jembatan ilmu untuk siswa sehingga pemerintah
berupaya untuk melakukan pengadaan baik dengan
jalan membeli, melakukan penerbitan sampai ke
penyaluran dari satu sekolah ke sekolah lain. Dalam
hal ini ada dua pihak yang terlibat yaitu pihak sumber
dan pihak penerima. Adapun langkah- langkah
penyaluran sarana dan prasarana pendidikan antara
lain:
a. Penyusunan alokasi
Kegiatan ini dilakukan agar menghindari
pemborosan dalam penyaluran barang. Ada 5 hal
yang harus diperhatikan dalam penyusunan
alokasi yaitu:
1) Penerimaan barang
2) Waktu penyerahan barang
3) Jenis barang

154
4) Jumlah barang
5) Kegunaan barang
b. Pengiriman barang
Hal- hal yang harus diperhatikan dalam mengirim
barang yaitu:
1) Cara pengiriman
2) Pengemasan
3) Pemuatan
4) Pengangkutan
5) Pembongkaran
c. Penyerahan Barang
Dalam tahap ini perlu adanya pembuatan daftar
penyerahan barang, surat pengantar, tanda
terima, biaya pengiriman, dan lain-lain.
Sistem penyaluran barang juga ada
pembagiannya yaitu ada sistem langsung dan ada
sistem tidak langsung.
1) Sistem langsung
Barang- barang yang disalurkan secara
langsung dari pihak distributor ke pihak-
pihak yang membutuhkan tanpa melalui
proses penyimpanan terlebih dahulu.
2) Sistem tidak langsung
Barang- barang yang sudah diterima akan
disimpan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan
karena ada stok lama yang masih tersisa.
Biasanya barang-barang akan disimpan daam
gudang terlebih dahulu.
Dalam proses penyaluran barang hendaknya
memiliki azas yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Azas ketepatan
2) Azas kecepatan

155
3) Azas keamanan
4) Azas ekonomi
5. Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan
merupakan kegiatan yang digunakan untuk
mengurus dan mengatur segala sarana dan prasarana
agar selalu dalam kondisi optimal. Agar pemeliharaan
dapat berjalan baik maka diperlukan tiga langkah
yaitu: 1). Melakukan analisis kebutuhan secara
maksimal yang dilakukan oleh tim sarana dan
prasarana pendidikan; 2). Melakukan pendataan yang
rinci mengenai sarana dan prasaran baik yang rusak
atau pun dalam kondi yang baik; 3). Kepala Sekolah
sebagai leader harus melakukan pengawasan dan
memberikan himbauan kepada warga sekolah untuk
memelihara sarana dan prasarana pendidikan.
Manajemen pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan dibagi tiga tahap antara lain:
a. Tahap Perencanaan
Dalam Petunjuk Teknis Perawatan dan Perbaikan
Sarana dan Prasarana menjelaskan terdapat tiga
kegiatan dalam tahap perencanaan yaitu
1) Penetapan kebutuhan perbaikan dan
perawatan sarpras berdasarkan identifikasi
kebutuhan yang dilakukan secara berkala.
Contoh pembuatan jadwal untuk perbaikan
secara rutin, dll.
2) Penetapan alokasi anggaran rutin sesuai
kebutuhan perawatan.
3) Pemberdayaan personil yang secara khusus
diberi tugas untuk melakukan kegiatan
perawatan atau perbaikan. Contoh
pembuatan perencanaan untuk perawatan
dan perbaikan yang bersifat besar.

156
b. Tahap pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan pemeliharan sarana dan
prasarana sekolah meliputi:
1) Bersama-sama menyetujui jenis kegiatan
yang dilaksankan untuk pemeliharaan baik
setiap minggu, ataupun harian. Contoh
kegiatan membersihkan di dalam kelas,
merapikan peralatan di dalam kelas.
2) Terdapat pembagian tugas untuk area
pemeliharaan yang dilakasanakan oleh warga
sekolah baik harian atau mingguan.
3) Menjelaskan daftar pemeriksaan dalam
pelaksanaan pemeliharaan. Contoh mengisi
formulis laporan kegiatan dan komponen yang
dipelihara.
c. Tahap Pengawasan
Tahap pengawasan ini berupa kegiatan evaluasi
yaitu melakukan kegiatan pelaporan tentang
perawatan dan perbaikan sarana dan prasarana
baik dari segi efisiensi, efektifitas pelaksanan
kerja perawatan.
6. Pendayagunaan Sarana dan Prasarana pendidikan
Pendayagunaan dalam hal ini mempunyai maksud
adalah memanfaatkan sarana dan prasarana
sehingga mampu mendatangkan hasil. Adapun
Tujuan dari pendayagunaan dari sarana dan
prasarana pendidikan diantaranya adalah untuk:
a. Menunjang kegiatan proses pembelajaran yang
ada dalam kelas
b. Mendorong penggunaan dan pencapaian nilai-
nilai baru dalam meningkatkan program
akademis
c. Memaksimalkan kemampuan siswa dalam hal
bakat, minat, kecerdasan, dan lain-lain
d. Meletakkan pengalaman belajar siswa dari belajar
konkrit ke belajar abstrak, sehingga siswa dapat

157
berinteraksi langsung dari pengalaman yang
diperoleh
e. Melengkapi kekurangan bahan dan kerangka
mengajar di kelas
Dalam pendayagunaan sarana dan prasarana
pendidikan harus memegang beberapa prisip
diantaranya:
a. Pendayagunaan sarana dan prasarana harus
dipandang sebagai satu kesatuan yang penting
dalam proses pembelajaran.
b. Sarana dan prasarana merupakan bagian dari
sumber belajar untuk membelajarkan siswa.
c. Guru harus menguasai seluk beluk, aturan pakai
dalam menggunakan sarana dan prasarana yang
tersedia
d. Guru dapat menggunakan saran dan prasarana
secara maksimal jika diperlukan dalam
menerangkan materi sehingga akan
memperlancar proses pembelajaran di kelas
e. Sarana dan Prasarana harus diorganisasikan
secara sistematis
7. Inventarisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan
Inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan
adalah kegiatan pencatatatan barang yang menjadi
hak milik sekolah ke dalam daftar inventaris dengan
mengikuti aturan yang berlaku. Adapun tujuan dari
inventarisasi sarana dan prasarana anatara lain
adalah untuk:
a. Memudahkan pengawasan akan sarana dan
prasarana yang dimiliki
b. Menciptakan ketertiban dalam hal adminitrasi
sarana dan prasarana
c. Sebagai pedoman dalam ketelitian menghitung
kekayaan yang dimiliki sekolah yang dapat dinilai

158
Sedangkan Manfaat adanya kegiatan inventarisasi
adalah membantu penyusunan dalam pengadaan
sarana dan prasarana yang belum dimiliki sekolah,
sebagai informasi sarana dan prasarana yang rusak
serta melaksanakan kegiatan penghapusan sarana
dan prasarana, dapat dijadikan informasi dalam hal
penyaluran sarana dan prasarana. Kegiatan
inventaris ini dilakukan denan cara mencatat semua
sarana dan prasarana yang dimiliki baik dalam
kondisi rusak ataupun baik, kemudian dibuat
laporan.

Gambar 3 Tata Cara Inventaris Saran dan Prasarana Sekolah


8. Penghapusan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Penghapusan sarana dan parasarana adalah kegiatan
dalam rangka menghilangkan/ menghapus sarana
dan prasarana dari aftar inventaris yang dianggap
sudah tidak memiliki daya guna lagi dalam
menungjang peroses pembelajaran dalam
kelas.Adapun Tujuan dari kegiatan penhapusan
saran dan prasarana antara lain:

159
a. Mengurangi beban biaya perwatan karena sarana
dan prasaran sudah dalam kondisi rusak, buruk,
dan tidak efisien lagi untuk menunjang
pembelajaran.
b. Mengurangi penumpukan barang dalam gudang
penyimpanan yang tidak digunakan lagi.
c. Membantu menringankan kerja inventaris saran
dan prasarana.
d. Membebaskan dari pekerjaan penyimpanan
barang.
Sedangkan Alasan atau syarat agar terjadi
penghapusan saran yaitu:
a. Saran dalam kondisi rusak berat sehingga tidak
bisa diperbaiki dan digunakan lagi dalam proses
pembelajaran dalam kelas
b. Memerlukan biaya yang banyak dalam
memperbaiki sarana tersebut
c. Biaya pemeliharaan yang melampaui nilai
kegunaan barang tersebut
d. Tidak uptodate dengan kebutuhan masa kini
e. Terjadi pencurian, kebakaran dan bisa
disebabkan oleh bencana alam
f. Terjadi penyusutan barang

160
Daftar Pustaka

Ary H, Gunawan. (2011). Administrasi Sekolah


(Administrasi Pendidikan Makro). Jakarta: Rineka
Cipta.
Bafadal, Ibrahim. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu
Sekolah Dasar, Dari Sentralisasi Menuju
Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasibuan, Malayu S.P. (2001). Organisasi dan Motivasi
Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi
Aksara.
Kasan, Tholib. (2000). Teori dan Aplikasi Administrasi
Pendidikan. Jakarta: Studia Press
Matin, Fuad Nurhattati. (2016). Manajemen Saran dan
Prasarana: Konsep dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Mulyasa, E. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Reeser, Clyton.(1973). Management Function and Modern
Concepts. Illionis: Scoot Foresman and Company.
Mulyono. (2008). Manajemen Administrasi dan Organisasi
Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

161
Profil Penulis
Ririn Febriyanti, M.Pd
Penulis berasal dari Jombang, Jawa Timur .
Penulis berhasil menyelesaikan studi S1 pada
jurusan Pendidikan Matematika di
UNIVERSITAS NEGERI MALANG pada tahun
2005. Kemudian menyelesaikan studi S2 di
jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri
Surabaya pada tahun 2013.
Saat ini menjadi dosen tetap di STKIP PGRI Jombang,
mengampu matakuliah Belajar Pembelajaran, Dasar
Proses Pembelajaran Matematika, Media Pembelajaran
Matematika, Teori Graph, Perencanaan Pengajaran
Matematika. Penulis pun aktif dalam menulis artikel di
berbagai jurnal nasional dan mengikuti berbagai seminar
dan lokakarya yang berkaitan dengan pendidikan, serta
menulis beberapa buku. Selain menulis, penulis juga
melakukan penelitian. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan didanai oleh internal perguruan tinggi dan juga
Kemenristek DIKTI.
Email Penulis: ririnfebriyanti280282@gmail.com

162
10
MANAJEMEN KEUANGAN
SEKOLAH

Dr. Rifa Nurmilah, M.Pd


STKIP PGRI Jombang

Arti Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan meliputi kegiatan perencanaan,


analisis, dan pengendalian kegiatan keuangan. Banyak
keputusan yang harus diambil oleh manajer keuangan
dan berbagai kegiatan yang harus dijalankan mereka.
Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi
dua kegiatan utama, yaitu (i) kegiatan menggunakan
dana, dan (ii) kegiatan mencari pendanaan. Dua kegiatan
utama tersebut disebut sebagai fungsi manajemen
keuangan. Untuk bisa mengambil keputusan-keputusan
keuangan yang benar, manajer keuangan perlu
menentukan tujuan yang harus dicapai. Keputusan yang
benar adalah keputusan yang akan membantu mencapai
tujuan tersebut (Husnan, 1992).
Manajemen keuangan pendidikan atau disebut juga
dengan pembiayaan pendidikan adalah sejumlah kegiatan
yang berhubungan dengan pengadaan keuangan,
pemanfaatan keuangan hingga pertanggung jawaban
keuangan dengan harapan tercapainya tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien (Komariah, 2018).
Manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan
merupakan konsepsi berpikir secara global, umum dan
menyeluruh sebagai wujud implementasi dari berbagai
regulasi, kebijakan, aturan, dan program berkenaan

163
dengan manajemen keuangan pendidikan, anggaran
pendidikan, pendanaan pendidikan, pembiayaan
pendidikan dan berbagai sumber daya pendidikan lainnya
yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi
layanan pendidikan (Arwildayanto, dkk., 2017).
Depdiknas (2000), manajemen keuangan merupakan
tindakan pengurusan/ ketatausahaan keuangan yang
meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan. Dengan demikian,
manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai
dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan,
pengawasan dan pertanggung-jawaban keuangan
sekolah.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa manajemen
keuangan pendidikan di sekolah dalam mengelola
keuangan meliputi perencanaan keuangan, pelaksanaan
keuangan (realisasi penerimaan dan pengeluaran),
pengawasan dan pemeriksaan keuangan, dan
pertanggung jawaban keuangan.

Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan Sekolah

Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan


sejumlah
prinsip berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003
pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan
berdasarkan pada prinsip: a). prinsip keadilan, yaitu
dilakukan dengan memberikan akses pelayanan
pendidikan yang seluas-luasnya dan merata kepada
peserta didik atau calon peserta didik, tanpa membedakan
latar belakang suku, ras, agama, jenis kelamin, dan
kemampuan atau status sosialekonomi; b). prinsip
efisiensi, yaitu dilakukan dengan mengoptimalkan akses,
mutu, relevansi, dan daya saing pelayanan pendidikan; c).
prinsip transparansi, yaitu dilakukan dengan memenuhi
asas kepatutan dan tata kelola yang baik oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan yang
didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan sehingga:
(1). dapat diaudit atas dasar standar audit yang berlaku,

164
dan menghasilkan opini audit wajar tanpa perkecualian;
dan (2). dapat dipertanggungjawabkan secara transparan
kepada pemangku kepentingan pendidikan; dan d).
prinsip akuntabilitas, yaitu dilakukan dengan
memberikan pertanggungjawaban atas kegiatan yang
dijalankan oleh penyelenggara sekolah kepada pemangku
kepentingan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Prinsip-prinsip manajemen keuangan pendidikan
menurut Arwildayanto, dkk, sebagai berikut:
1. Transparansi, prinsip transparan dalam manajemen
keuangan dan pembiayaan pendidikan berarti adanya
keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan di
lembaga pendidikan, misalnya bidang manajemen
keuangan lembaga pendidikan. Dengan keterbukaan
sumber keuangan dan jumlahnya, rincian
penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas
sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang
berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi
keuangan sangat diperlukan dalam rangka
meningkatkan dukungan atau partisipasi orang tua,
masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan
seluruh program di lembaga pendidikan. Di samping
itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan
(trust) timbal balik antara pemerintah, masyarakat,
orang tua siswa dan warga sekolah melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di
dalam memperoleh informasi yang akurat dan
memadai.
2. Akuntabilitas, akuntabilitas adalah kondisi seseorang
yang dinilai oleh orang lain karena kualitas
performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk
mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya.
Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan berarti
penggunaan uang sekolah dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan
yang telah ditetapkan. Berdasarkan perencanaan
yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku
maka pihak sekolah membelanjakan uang secara
bertanggung jawab.

165
3. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang
tua, masyarakat dan pemerintah. Ada empat pilar
utama yang menjadi prasyarat terbangunnya
akuntabilitas, manajemen keuangan lembaga
pendidikan; a) adanya transparansi penyelenggara
manajemen keuangan lembaga pendidikan dalam
menerima sumber pembiayaan pendidikan dan
mengikutsertakan berbagai komponen dalam
mengelola dana lembaga pendidikan tersebut, b)
adanya standar kinerja pengelolaan keuangan di
setiap lembaga pendidikan yang dapat diukur dalam
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya,
antara lainsebagai otorisator, ordonator dan
bendaharawan, c) adanya partisipasi untuk saling
menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan
pengelolaan keuangan lembaga pendidikan dengan
prosedur yang mudah, biaya murah dan pelayanan
yang cepat, d) regulasi pengelolaan keuangan yang
memberikan kepastian hukum, maupun tata kelola
sebagai rambu-rambu dalam menjalankan berbagai
kebijakan publik memberikan pelayanan pendidikan
secara maksimal.
4. Efektif, efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas menjadi
jargon yang sangat menentukan keberhasilan dalam
pengelolaan lembaga pendidikan, sehingga
mengandung banyak pemahaman dan perspektif dari
berbagai pihak. Fenomena yang sering disaksikan
adalah sedikit sekali orang yang dapat
memaksimalkan keefektivitasan itu sesuai dengan
konsep keefektivitasan itu sendiri. Sehingga makna
efektivitas itu sering kali masih menjadi sebuah
konsepsi yang bersifat eklusive (sulit diraih).
Impaknya, efektivitas organisasi atau lembaga
pendidikan memiliki arti yang berbeda bagi setiap
orang, bergantung pada kerangka acuan yang dipakai.
5. Efisiensi, efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil
suatu kegiatan. Prinsip efisiensi, yaitu dilakukan
dengan mengoptimalkan akses, mutu, relevansi, dan
daya saing pelayanan pendidikan.

166
6. Namun lebih dari pada itu, efisiensi juga terkait
dengan kualitas layanan, dan keluaran dari aktivitas
penyelenggaraan pendidikan. Efisiensi pendidikan
memiliki kaitan antara pendayagunaan sumber-
sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai
optimalisasi yang tinggi. Begitu juga efisiensi dalam
manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan
tentu berkaitan dengan kuantitas hasil suatu
kegiatan yang dibiayai sesuai dengan kebutuhan yang
diisyaratkan.

Pengelolaan Keuangan Sekolah

Sebuah organisasi yang berjalan baik harus memiliki


pengelolaan keuangan yang efisien untuk menerapkan
program penganggaran yang efektif. Pengelolaan
keuangan yang efektif harus mengintegrasikan hal-hal
berikut:
1. Data keuangan yang akurat,
2. Laporan keuangan yang dapat dimengerti yang
memenuhi kebutuhan organisasi,
3. Laporan keuangan tepat waktu,
4. Angka aktual sesuai anggaran untuk periode yang
disajikan,
5. Audit tahunan oleh kantor akuntan publik
bersertifikat (CPA) independen (McMillan, 2010).
Pengelolaaan keuangan sekolah dimulai dengan
memahami pengelolaan anggaran. Anggaran adalah
proses menetapkan tujuan keuangan untuk masa depan
dan memantau kemajuan menuju tujuan itu dengan
membandingkan tujuan dengan hasil aktual. Anggaran
memiliki dua rangkaian tujuan yang terpisah: 1) Tujuan
pernyataan aktivitas (laporan laba rugi), 2) Tujuan laporan
posisi keuangan (neraca). Dalam organisasi nirlaba
(pendidikan, keagaman, dll) anggaran memastikan bahwa
pendapatan tersedia untuk melanjutkan program dan
layanan untuk keanggotaan.

167
Pengelolaan atau manajemen kekuangan sekolah meliputi
kegiatan:
1. Perencanan Keuangan
Perencanaan anggaran keuangan sekolah disusun
sejalan dengan rencana strategis sekolah dan rencana
kerja tahunan sekolah. Dalam kegiatan perencanaan
anggaran pembiayaan pendidikan, kepala sekolah
memiliki kewajiban untuk menggerakkan sumber-
sumber pendanaan pendidikan serta menyusun
Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah
(RAPBS). Dalam penyusunannya, hendaknya kepala
sekolah melibatkan seluruh stakeholder sekolah
sehingga seluruh anggota masyarakat sekolah merasa
bertanggung jawab terhadap keberhasilan rencana
tersebut.
Sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 48 tahun
2008 bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung
jawab bersama antara Pemerintah (pemerintah pusat
dan pemerintah daerah), dan masyarakat meliputi: a.
penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat (komite/ yayasan); b. peserta didik, orang
tua atau wali peserta didik; dan c. pihak lain yang
mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang
pendidikan.
2. Penggunaan Keuangan
Penggunaan keuangan sekolah disesuaikan dengan
realisasi penerimaan dan pengeluaran dana
pendidikan sebagai berikut: (1) sumber dana yang
diperoleh dari dana pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, penggunaan dana dilaksanakan melalui
sistem anggaran pemerintah pusat dan daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) sumber dana dari sekolah penyelenggara dan
masyarakat, penggunaan dana sekolah dilaksanakan
melalui mekanisme yang diatur dalam anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga sekolah (RAPBS).
Penggunaan keuangan yang diperoleh sesuai dengan
dana yang berhasil dikumpulkan selanjutnya

168
dibukukan dan diagendakan untuk selanjutnya
dipergunakan untuk menunjang keberlangsungan
kegiatan pembelajaran di sekolah. Dalam
menggunakan dana sekolah, pengelola keuangan
dituntut untuk berpegang teguh pada prinsip-prinsip
manajemen keuangan sekolah seperti hemat tidak
mewah, menggunakan dana sesuai dengan rencana
dan program yang telah ditetapkan sekolah.
3. Pengawasan dan Pemeriksaan Keuangan
Pengawasan dan Pemeriksaan keuangan sekolah
berdasarkan dengan sumber dana yang di peroleh
sekolah. Pengawasan penerimaan dan penggunaan
dana pendidikan pemerintah pusat dan pemearintah
daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pengawasan penerimaan dan
penggunaan dana satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan anggaran dasar serta anggaran rumah tangga
penyelenggara atau satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Pemeriksaan (auditing) adalah kegiatan yang
menyangkut pertanggung jawaban penerimaan,
penyimpanan, dan pembayaran atau penyerahan
uang yang dilakukan bendahara kepada pihak-pihak
yang berwenang. Terdapat beberapa bentuk auditing
yakni: (1) pemeriksaan laporan keuangan. Kegiatan
ini bertujuan untuk menentukan apakah keseluruhan
laporan keuangan merupakan informasi yang sudah
terukur dan terverifikasi sesuai dengan kriteria
tertentu. (2) pemeriksaan (audit) operasional adalah
pemeriksaan atas keseluruhan atau bagian manapun
dari prosedur atau metode operasi suatu organisasi
yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan
efisiensi (McMillan, 2010).
4. Pertanggungjawaban Keuangan
Pertanggungjawaban dana pendidikan dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan

169
peraturan perundang-undangan. Dana pendidikan
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dana pendidikan
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan
anggaran dasar serta anggaran rumah tangga
penyelenggara atau satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Pertanggung jawaban adalah pelaporan dibuat sebagai
bentuk pertanggung jawaban keuangan kepada kalangan
internal lembaga atau eksternal yang menjadi stakeholder
lembaga pendidikan. Menurut Arwildayanto dkk,
Pertanggung jawaban keuangan sekolah dapat diberikan
sesuai dengan keperluan mulai setiap triwulan sekali,
satu tahun sekali atau setiap pergantian kepemimpinan
kepala sekolah. Laporan keuangan ini diantaranya dapat
ditujukan kepada: (1) kepala dinas pendidikan, (2) Kepala
Badan Administrasi Keuangan Daerah (BAKD), dinas
pendidikan daerah dan lain-lain.
Laporan keuangan internal harus mencakup, minimal
dua laporan keuangan utama: (1) laporan posisi keuangan
(neraca); (2) laporan aktivitas (laporan laba rugi)
(McMillan, 2003).

Anggaran Pendidikan

Anggaran sebagai rencana yang akan dilakukan dalam


program pendidikan dan berapa biaya yang di perlukan
anggaran belanja berisikan suatu gambaran dari semua
program pendidikan yang harus di sediakan oleh sekolah,
gambaran mengenai pengeluaran guna menjalankan
program sekolah, persediaan dana yang tersedia untuk di
keluarkan. Adapun tugas dan peranan administrator di
sekolah dalam hubunganya dengan anggaran ini dapat di
bagi tiga: menyusun anggaran, melaksanakan anggaran
dan menilai keefektifitasan dan keefisiensian dari dana
yang digunakan (Mustofa, 2008).

170
1. Menyusun anggaran sekolah
Peranan administrator dalam penyusunan anggaran
tidak mungkin dibatasi dan merupakan suatu hal
yang penting, hal ini tergantung pada pemusatan
anggaran pada sekolah. Pengelolaan meliputi secara
sentralisasi dan disentralisasi. Dalam proses
anggaran yang terpusat (sentralisasi), administrator
bertanggung jawab untuk membatasi hal-hal yang
khusus dengan meminta guru menyampaikan daftar
keperluan yang di butuhkan untuk tahun berikutnya.
Kemudian dalam penyusunan anggaran sentralisasi
penyusunan anggaran terpusat pada pemerintah
daerah. Disamping itu administrator juga
bertanggung jawab melaporkan data berapa jumlah
siswa dan jumlah guru yang mengajar, serta berapa
besarnya dana yang dibutuhkan untuk memperbaiki
kantor sekolah. Proses anggaran seperti ini lebih
dikenal dengan sebutan proses anggaran yang
tradisional. Dalam proses anggaran yang tradisional
ini sebagian besar administrator membuat berbagai
kebijakan yang sering menjadi pertanyaan bagi staf
terutama mengenai hal-hal yang telah mereka
usulkan. Keuntungan dari anggaran ini adalah
alokasi dana yang dikeluarkan disebarkan secara
merata dan pengembangannya cukup efisien.
Proses penyusunan anggaran yang disentralisasi
berdasarkan pada beberapa prinsip; penetapan suatu
target anggaran yang menyeluruh dari daerah,
penetapan harga dasar penggunaan uang untuk
personil rencana pengeluaran dana untuk
pengembangan personil, pengeluaran untuk personil
untuk berbagai hal yang tidak terduga sesuai dengan
mata anggaran.
Setelah permohonan anggaran diterima,
administrator sekolah harus membuat laporan
pertanggungjawaban dari penyusunan anggaran
untuk sekolahnya yang didasarkan pada kebutuhan-
kebutuhan siswa dan pembangunan program
pendidikan.

171
Proses penyusunan anggaran berdasarkan pada
banyak sekolah kadang-kadang menggabungkan
kedua bentuk tersebut. Banyak proses-proses
penyusunan anggaran memberikan kebaikan yang
memberikan alternatif-alternatif penyusunan
anggaran, salah satu diantaranya adalah metode
PPBS. PPBS adalah suatu pendekatan yang sistematik
untuk penyusunan anggaran yang di dalamnya
meliputi: sistem perencanaan, sistem pemrograman,
penganggaran. Pendekatan ini juga dikenal dengan
PPBES, dimana pemberian E menunjukkan evaluasi
(penilaian) (Deeney, 1971). Secara singkat PPBS dapat
diartikan sebagai pemanfaatan sumber-sumber daya
yang ada dalam mewujudkan tujuan organisasi,
program-program atau sasaran yang diharapkan.
Untuk membedakan antara PPBS dengan pendekatan
tradisional dapat dilihat dari langkah-langkah di
bawah ini:
No. PPBS PENDEKATAN
TRADISIONAL
1 Menganalisa tujuan Memastikan kebutuhan-
pendidikan kebutuhan guru dalam hal
2 perlengkapan buku-buku,
Menentukan tujuan dsb.
pendidikan kriteria, serta Menetapkan pantas tidaknya
3 metode yang digunakan anggaran yang diajukan guru
berdasarkan kebutuhan
Menetapkan program dan Menghitung/ memperkirakan
4 prioritas pencapaian tujuan biaya-biaya yang dikeluarkan
dari permintaan guru
Memastikan dan menghitung Mengatur anggaran meliputi
5 biaya untuk melaksanakan kategori kebutuhan,
program perlengkapan pengajaran,
buku-buku, dan sebagainya
Mengatur anggaran yang
meliputi program dan tujuan

Setiap sekolah memerlukan model perencanaan


pembiayaan pendidikan. Penggunaan model PPBS
(Planning, Programming, Budgeting System) meliputi:
Perencanaan, penyusunan, program, dan
penganggaran dipandang sebagai suatu sistem yang
tak terpisahkan satu sama lainnya yang dapat
meningkatkan mutu sekolah.

172
Terdapat sejumlah permasalahan perencanaan
pembiayaan, di antaranya: 1)
ketidakjelasan pencairan dana BOS yang tidak jelas
tiap tahunnya; 2) sarana dan prasarana yang belum
lengkap; 3) adanya orang tua siswa yang telat bayar
SPP; 4) adanya guru yang mengajar tidak sesuai
dengan latar belakang pendidikannya (Nurlaeli, 2020).
Delapan Langkah untuk menyusun anggaran yang
efektif, yaitu: 1. Ketahui misi organisasi anda. 2.
Pastikan bahwa setiap orang yang terlibat dalam
proses anggaran memahami prinsip-prinsip dasar
akuntansi. 3. Rancang proses anggaran menjadi
sederhana, konsisten, dan mudah dipahami. 4.
Pastikan semua pihak yang terlibat dalam proses
anggaran mengetahui peran mereka. 5. Ikat anggaran
ke dalam rencana jangka panjang organisasi. 6.
Pastikan organisasi memiliki proses persetujuan
anggaran yang efektif. 7. Setelah proses
diimplementasikan, lacak kemajuannya menuju
sasaran yang dianggarkan dengan menganalisis
laporan keuangan bulanan. 8. Jika ada masalah
penganggaran, bersiaplah untuk memperbaikinya
melalui rencana aksi formal untuk mengimbangi
varian anggaran yang negatif (McMillan, 2010).
Rencana anggaran jangka panjang biasanya
mencakup rentang waktu lima tahun atau lebih.
Anggaran jangka pendek biasanya dapat dilakukan
untuk satu atau dua tahun. Di sekolah pada
umumnya merencanakan anggaran dilakukan dalam
tiap satu tahun.
2. Melaksanakan anggaran
Setelah anggaran belanja yang diusulkan di setujui
oleh dewan sekolah, kepala sekolah
bertanggungjawab terutama atas prosedur–prosedur
pembelanjaan. Biasanya prosedur-prosedur tersebut
di tetapkan sebelumnya ditetapkan sebelumnya oleh
kantor daerah (kabupaten) dan dilaksanakan oleh
sekolah-sekolah.

173
Administrator sekolah bertanggungjawab atas
pelaksanaan sekolah, dimana pelaksanan tersebut
tidak melebihi jumlah angaran belanja dalam hal
apapun. Untuk melaksanakan tugas ini para
administrator memerlukan laporan-laporan status
anggaran secara berkala (sedikitnya tiap bulan).
Laporan-laporan ini berisikan informasi seberapa
banyak uang yang telah dibelanjakan dan seberapa
banyak uang yang masih tersisa di masing-masing
daftar anggaran belanja.
Pengelolaan dana untuk kegiatan-kegiatan siswa.
Masalah-masalah kegiatan siswa perlu mendapat
perhatian khusus karena merupakan masalah-
masalah yang potensial. Dana untuk keperluan
kegiatan-kegiatan siswa tersebut digunakan untuk
berbagai kegiatan ekstrakurikuler antara lain; olah
raga, kesenian, majalah siswa, dan kegiatan-kegiatan
lainnya.
Total dana yang dikeluarkan dalam kegiatan-kegiatan
dalam satu tahun akan menjadi besar yang
menimbulkan kritikan-kritikan tentang penggunaan
dana tersebut, sehingga dana-dana yang dikeluarkan
untuk itu memerlukan audit yang independent,
kemudian karena administrasi sekolah dalam
penyusunan anggaran tidak sesuai (rapi) sehingga
diperlukan petunjuk dan supervisi.
Pertama kepala sekolah (administrator) perlu untuk
mengetahui bahwa uang yang digunakan dan
dialokasikan adalah dana masyarakat (publik).
Kedua, pengelola sekolah harus merancang dan
mengimplementasikan suatu sistem yang dapat
diandalkan untuk mengumpulkan dana untuk
kegiatan-kegiatan siswa. Semua pendapatan dan
pengeluaran dana tersebut harus dapat
dipertanggungjawabkan dengan jelas, meskipun
pengelolaannya dapat dilimpahkan kepada staf lain
namun tanggung jawab utama tentang dana kegiatan
siswa tetap ada pada administrator.

174
Penganggaran terhadap sarana dan prasarana
pembelajaran serta hal-hal lain yang berhubungan
dengan keberlangsungan proses belajar dan mengajar
merupakan hal yang penting untuk dilakukan untuk
mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan.
Anggaran merupakan rencana kuantitatif terhadap
operasi sekolah, karenanya penganggaran tidak
hanya terbatas pada aspek keuangan, anggaran juga
dapat berupa non keuangan dari rencana operasional
yang telah ditetapkan. Proses penyiapan anggaran
tersebut disebut juga dengan penganggaran yaitu
kegiatan menyediakan anggaran untuk
melaksanakan program yang telah direncanakan
(Komariah, 2018).
3. Mengevaluasi penggunaan anggaran, keefektivan
dan keefesiensian
Fungsi ketiga dari administrator sekolah berkenaan
dengan anggaran belanja adalah mengevaluasi
keefektifan dan keefesiensian anggaran tersebut.
Keefektifan ditentukan dengan cara menilai sejauh
mana dana yang dialokasikan untuk setiap program
dapat mencapai tujuan. Keefesiensian anggaran
belanja ditentukan dengan mengevaluasi sejauh
mana barang-barang dan jasa yang dibeli dengan
harga terendah namun mempunyai manfaat dan daya
tahan yang memadai.
Dengan adanya PPBS memungkinkan para
administrator untuk mengevaluasi dengan cermat
keefektifan dan keefisiensian anggaran belanja.
Dalam PPBS anggaran tersebut diorganisasikan
berdasarkan program-program pendidikan yang
tujuannya telah ditetapkan, sedangkan kriteria dan
metode evaluasinya sudah diketahui. Dengan sistem
ini, jika administrator ingin mengetahui apakah dana-
dana untuk program tersebut dimanfaatka secara
efektif atau tidak, dapat dievaluasi seberapa jauh
tujuan-tujuan yang telah dicapai, dan kemudian
memutuskan apakah pencapaian tujuan tersebut
memenuhi atau tidak, dengan memperhatikan dana
yang dialokasikan.

175
Problem-Problem Menyusun anggaran

Kepala sekolah harus bertanggungjawab dalam


penyusunan anggaran. Jika pendekatan yang digunakan
adalah desentralisasi permasalahan-permasalahan yang
akan muncul adalah (Mustofa, 2008):
a. Terbatasnya pengetahuan tentang dasar penyusunan
anggaran.
Administrator, termasuk guru-guru dan lainnya
dalam proses penyusunan anggaran kadang-kadang
menerima permohonan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan, atau permohonan tentang apa-apa yang
diminta belum jelas fungsi dan gunanya. Satu cara
yang paling tepat untuk mengantisipasi ini adalah
setiap personil diminta harus menuliskan secara
rasional kegunaan dari apa yang diminta, bagaimana
penggunaannya, apa manfaat yang akan kita peroleh
dari barang yang diminta tersebut.
b. Kurang spesifiknya proposal anggaran yang diajukan
dalam peranannya untuk meningkatkan belajar
siswa.
Permasalahan ini akan muncul bila mana
administrator sekolah menerima proposal
permohonan yang tidak mempunyai hubungan jelas
dengan peningkatan belajar siswa.
c. Kurangnya keahlian dalam menilai permohonan
proposal anggaran.
Administrator bekerja dengan kelompok-kelompok
guru dengan spesifikasi yang berbeda, ini akan
menyebabkan administrator tidak menguasai dan
memahami masing-masing spesifikasi mata pelajaran
tersebut, sehingga anggaran yang diajukan guru
kurang dipahami oleh administrator. Untuk
mengatasi situasi tersebut alternatif yang dapat
dilaksanakan oleh administrator sekolah adalah:

176
1. Menerima usulan guru walaupun tanpa penilaian
yang memadai,
2. Alternatif lainnya adalah berusaha untuk
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
pengajuan anggaran,
3. Memanfaatkan bantuan konsultan, seperti kepala
departemen, supervisor bidang studi, atau
mencari seseorng yang secara khusus mempunyai
keahlian dalam menilai anggaran.
d. Permohonan jenis suatu barang tertentu dilawankan
dengan penawaran yang berbeda dari tingkat pusat.
Sekolah daerah berkewajiban untuk memberikan
produk dan pelayanan yang terbaik, bagaimanapun
faktor yang utama adalah apakah barang tersebut
dimanfaatkan secara efektif atau tidak yang
merupakan prinsip dari manajemen yang baik. Untuk
mengatasi hal ini, sekolah daerah dapat melibatkan
siswa sebagai konsumen.
e. Tidak memadainya konsultan antara kantor daerah
(kabupaten) dan sekolah.
Karena proses penyusunan anggaran merupakan
kegiatan yang kompleks, tentu saja peranan
konsultan dalam segala aspek penyusun menjadi
penting. Tidak memadainya hubungan antara kantor
distrik pusat dengan sekolah akan menyebabkan
terjadi 2 hal penting selama proses penyusunan
angaran.
1. Ketika memahami penyusunan anggaran,
2. Setelah anggaran sekolah disampaikan ke kantor
pusat.
Untuk itu pada awal pembuatan anggaran
administrator sekolah perlu mengkoordinasikan
dengan pemerintah daerah, untuk mengetahui
kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh daerah,
serta program-program yang di promosikan.

177
f. Pengurangan anggaran yang diperlukan.
Pengurangan jumlah anggaran dari tahun
sebelumnya adalah merupakan tugas yang berat.
Ketika anggaran tersebut diminimalkan atau
diperkecil akan menimbulkan efek-efek yang potensial
terhadap terjadinya kakecewaan, turunnya moralitas,
dst. Tetapi hal ini tidak akan terjadi manakala
penyusunan anggaran tersebut dipaparkan dengan
transparan dan jelas. Salah satu pendekatan yang
tepat untuk melaksanakan hal tersebut dikenal
dengan ZBB (Zero Base Badgeting). Dalam
pendekatan ZBB seseorang administrator harus
memberikan dasar kebenaran setiap item pemohonan
anggaran setiap tahun. Secara umum langkah –
langkah melaksanakan ZBB:
1) Mengidentifikasikan kelompok-kelompok
program,
2) Menganalisis paket-paket yang sudah di putuskan
(dokumen yang menggambarkan tujuan,
kegiatan, sumber-sumber, dana dan harga ),
3) Melakukan perangkingan paket berdasarkan
kepentingan,
4) Alokasi dana,
5) Persiapan anggaran kantor.

178
Daftar Pustaka

Arwildayanto, Lamatenggo, N., & Sumar, W. T. (2017).


Manajemen Keuangan Dan Pembiayaan Pendidikan.
Jilid 1. Widya Padjajaran: IKAPI JABAR.
Deeney, B. (1971). A planning, programming, budgeting,
evaluation system model of the Bozeman public
schools. A Thesis Submitted to the Graduate Faculty in
Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of
DOCTOR OF EDUCATION Montana State University.
Husnan, S. (1992). Manajemen Keuangan,edisi 3 (3rd ed.).
BPFE: Yogyakarta.
Komariah, N. (2018). Konsep Manajemen Keuangan.
Manajemen Keuangan Pendidikan, 6(Teori Kinrja), 67–
94.
McMillan, E. J. (2003). Not-For-Profit Budgeting and
Financial Management. In John Wiley & Sons, Inc.
John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
McMillan, E. J. (2010). Not-for-Profit Budgeting and
Financial Fourth Edition. John Wiley & Sons,
Inc,.Hoboken, New Jersey.
Mustofa, M. (2008). Pengelolaan Anggaran dan Gedung.
Makalah Manajemen Dan Akreditasi Sekolah-
Universitas Negeri Malang.
Nurlaeli, A. (2020). Perencanaan Pembiayaan Berbasis
Planning Programming Budgetting System (Ppbs) Di
Sekolah Dasar Islam Terpadu Anni’Mah Bandung.
Jurnal Isema : Islamic Educational Management, 5(1),
29–40. https://doi.org/10.15575/isema.v5i1.8912

179
Profil Penulis
Dr. Rifa Nurmilah, M.Pd
Lahir 25 April 1976 di Jombang JAwa Timur.
Anak pertama dari tiga saudara dari Bapak
Su’udi dan ibu Samaiyah. Menyelesaikan
studi S1 Jurusan Pendidkan Matematika
Universitas PGRI Adibuana Surabaya
(UNIPAS) 1999, S2 Jurusan Pendidikan Matematika
Universitas Negeri Surabaya (UNESA) 2006, S3 Jurusan
Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Malang (UM)
2020. Pengalaman kerja mulai tahun 2007 sampai
sekarang menjadi dosen di STKIP PGRI Jombang, 2006-
2008 di STKIP BIM Surabaya.
Penulis memiliki kepakaran dibidang pendidikan. Dan
untuk mewujudkan karir sebagai dosen profesional,
penulis pun aktif sebagai peneliti dibidang kepakarannya
tersebut. Beberapa penelitian yang telah dilakukan
didanai oleh internal perguruan tinggi dan juga
Kemenristek DIKTI.
Email Penulis: nurmilah2504@gmail.com

180
11
MANAJEMEN
SISTEM INFORMASI SEKOLAH

Dr. Ir. Ririt Dwiputri Permatasari, S.T., M.SI


Institut Teknologi Batam

Pendahuluan

Manajemen sistem informasi sekolah atau disingkat MSIS


merupakan suatu aplikasi perangkat lunak yang
membantu manajemen sekolah untuk memudahkan
administrasi dilingkungan sekolah. MSIS diharapkan
dapat menjadi solusi bagi stakeholder dilingkungan
sekolah dalam menjalankan proses administrasi dan
layanan bagi stakeholder dilingkungan sekolah. Dengan
memanfaatkan peranan teknologi informasi dan
perkembangannya, manajemen sekolah dapat
diselenggarakan secara lebih efektif, efisien, akuntabel
dan transparan. MSIS dapat dikembangkan berdasarkan
kebutuhan dari masing – masing sekolah, tentunya
dengan mengacu dan merujuk kepada standarisasi
pendidikan nasional dan data laporan pendidik (dapodik).
Banyak keunggulan dan nilai manfaat yang diperoleh
phak sekolah dengan menerapkan MSIS, diataranya dapat
mengakomodir kegiatan administrasi keuangan sekolah
yang bersumber dari SPP siswa dan dapat berkomunikasi
dengan pihak wali siswa, untuk mengetahui lebih jauh
peserta didik dan mempererat hubungan manajemen
sekolah dengan wali siswa dan pihak terkait lainnya.
Sehingga dapat meminimalisir hal – hal yang tidak
diinginkan oleh pihak sekolah.

181
Diantaranya, terjadinya terlambat membayar sekolah,
mengatasi siswa yang alfa dan lain sebaigainya.

Pengertian Manajemen Sistem Informasi Sekolah

Manajemen sistem informasi sekolah suatu aplikasi


sistem terpadu yang dapat diakses oleh semua anggota
seperti, guru, wali kelas, kepala sekolah, wali murid,
tenaga kependidikan, tata usaha, siswa dengan tujuan
mempermudah kegiatan administrasi, operasional dan
layanan sekolah berupa kegiatan belajar – mengajar.

Konsep Dasar Manajemen Sistem Informasi Sekolah


Manajemen sistem informasi sekolah yang dibutuhkan di
Indonesia idealnya adalah bagaimana para pengambil
keputusan bidang pendidikan dapat dengan mudah
mencari informasi sebagai bahan dalam proses
pengambilan keputusan bidang pendidikan. Misalnya,
berapa jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan,
berapa jumlah kelas yang dibutuhkan, berapa jumlah
siswa yang menunggak, berapa jumlah pengeluaran
Bantuan Operasional Sekolah (BOS), berapa jumlah buku
referensi yang dapat menunjang guru dan siswa dalam
proses belajar, pelaksanaan kurikulum, semua ini untuk
dapat memperbaiki kinerja dunia pendidikan masa lalu,
masa kini, maupun masa yang akan datang.
Berkaitan dengan Sistem informasi yang akan diciptakan
harus seimbang antara infrastruktur teknologi yang
tersedia dengan kemampuan sumber daya manusianya
sehingga tidak terjadi ketimpangan dan sistem informasi
tidak dapat terwujud secara signifikan dalam menunjang
kuantitas maupun kualitas pendidikan secara mendasar.
Di samping itu, sistem informasi semakin dibutuhkan
oleh lembaga pendidikan, khususnya dalam
meningkatkan kelancaran aliran informasi dalam lembaga
pendidikan, kontrol kualitas, dan menciptakan aliansi
atau kerja sama dengan pihak lain yang dapat
meningkatkan nilai lembaga pendidikan tersebut.

182
Komponen Sistem Informasi Manajemen

Komponon sistem informasi manajemen dibangun untuk


menghasilkan atau memperoleh informasi manajemen
yang akan digunakan oleh para manajernya dalam
pengambilan keputusan. Berikut beberapa komponenya
1. Pengumpulan Data
Komponen pertama dari sistem informasi manajemen
yaitu adanya pengumpulan data dari berbagai sumber
internal dan eksternal organisasi. Pengambilan data
dapat dilakukan secara manual atau melalui sistem
2. Pengolahan Data
Komponen kedua yaitu pengolahan data, yaitu data
yang dihimpun kemudian diproses untuk diubah
menjadi informasi yang dibutuhkan. Pengolahan data
dilakukan dengan kegiatan seperti menghitung,
mengurutkan, mengklasifikasi, dan meringkas.
3. Penyimpanan Informasi
Komponen ketiga, yaitu data yang diproses atau tidak
diproses untuk penggunaan di masa mendatang. Jika
ada informasi yang tidak segera diperlukan, maka
data tersebut disimpan sebagai catatan organisasi
untuk digunakan nanti atau dimasa diperlukan.
4. Pengumpulan Informasi
Komponen keempat adalah menghimpun informasi.
Sistem informasi manajemen mengambil informasi
dari sumbernya saat dan ketika dibutuhkan oleh
berbagai pengguna.

Tahap Membangun Sistem Informasi Sekolah

Berikut tahapan dalam membangun Sistem Informasi


Berbasis Sekolah dengan menggunaan pendekatan
Analisa kebutuhan pengguna:
1. Tahap Perencanaan
Sebelum membuat sistem informasi manajemen
sekolah, pendidik harus merencanakan apa saja yang
183
dibutuhkan oleh peserta didik terlebih dahulu, agar
bisa diterima di lingkungan sekolah, hal ini dilakukan
dengan melakukan rapat bersama kepala sekolah dan
unsur pimpinan sekolah
2. Tahap Analisa
Selanjutnya setelah perencanaan melakukan analisa
workflow sistem informasi yang sedang berjalan dan
mengindentifikasi apakah workflow telah efisien dan
sesuai dengan standar tersusun sesuai hasil rapat,
tahap ini untuk merancang sistem yang dibangun
oleh IT berdasarkan kebutuhan yang di ajukan oleh
pihak sekolah. Dengan catatan sistem sebelumnya
sudah dilakukan evaluasi, bilamana sudah ada sistem
informasi manajemen yang terdahulu.
3. Tahap Desain
Langkah ini menentukan fondasi sistem informasi.
Kesalahan dalam mendesain akan menimbulkan
hambatan bahkan kegagalan proyek yang akan kita
buat.
4. Tahap Perancangan
Pada tahapan rancangan ini dilakukan
mempermudah endidik untuk menyiapkan alat – alat
guna merencanakan serta melakukan analisis sistem
informasi manajemen sekolah
5. Tahap Pengembangan
Pekerjaan yang dilakukan di tahap pengembangan ini
adalah pemrograman. Seorang yang mengembangkan
ini adalah seorang programmer yang membuat
dengan Bahasa pemrograman tertentu.
6. Tahap Pengujian / Testing
Proses yang dibuat sedemikian rupa dalam
mengidentifikasi ketidaksesuaian dari hasil sebuah
sistem informasi dengan hasil, sebagimana yang
diharapkan oleh pengguna.

184
7. Tahap Penerapan / implementasi
Proses untuk menerapkan suatu sistem informasi
yang telah dibuat agar pengguna dapat
menggunakannya menggantikan sistem informasi
yang lama. Pada tahapan implementasi ini yang
dilakukan diantaranya yaitu memberikatu user atau
pengguna, memberikan melatih pengguna,
memasangan sistem, entri dan konversi suatu data
dan menyiapkan user ID
8. Tahap Pengoperasian dan Pemeliharaan
Langkah terakhir adalah pengoperasian dan
pemeliharaan. Selama sistem informasi telah
beroperasi, terdapat beberapa pekerjaan rutin yang
harus dilakukan terhadap sistem informasi tersebut
diantaranya sistem perbaikan (System Maintenance),
(Backup & Recovery) dan (Data Archive)

Proses Pengembangan Manajemen Sistem Informasi


Sekolah
Pengembangan sistem informasi sekolah berarti
menyusun sistem yang baru untuk menggantikan sistem
yang lama secara keseluruhan atau untuk memperbaiki
sistem yang sudah ada. Sistem yang sudah lama perlu
diperbaiki atau bahkan diganti, dapat disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya yaitu :
1. Kesalahan yang tidak sengaja human error, yang
menyebabkan kebenaran data kurang terjamin.
2. Membutuhkan alur baru dan output yang berubah –
ubah dan berkembang
3. Adanya instruksi-instruksi atau kebijaksanaan yang
baru baik dari pemimpin atau dari luar organisasi
seperti peraturan pemerintah.
Menurut Buford dan Bedein (1998) ada empat kegiatan
yang dapat dilakukan dalam mengembangkan sistem
informasi manajemen, yaitu perencanaan, implementasi,
dan penilaian.

185
Perencanaan sistem informasi manajemen adalah
pendeskripsian secara komprehensif tentang informasi
manajemen yang merupakan penstrukturan database
yang diperlukan, pendefinisian, alur informasi, dan
penetapan laporan-laporan yang diperlukan.
Implementasi mencakup kegiatan-kegiatan penyediaan
fasilitas yang diperlukan, pengadaan peralatan
pemrosesan data, serta penyiapan dan pelatihan tenaga.
Sementara, penilaian adalah menetapkan keberhasilan
sistem informasi manajemen dalam mencapai tujuan.

Mengapa Sekolah Perlu Manajemen Sistem Informasi


Sekolah?
MSIS sangat penting untuk diimplementasikan pihak
sekolah, hal ini memudahkan seluruh layanan kegiatan
administrasi dalam mengelola operasional sekolah. Hal ini
sehubungan dengan prinsip revolusi 4.0 yang
mengharuskan sekolah untuk terus dapat
mengembangakan layanan – layanan yang efisin dan
efektif sehingga semua pihak dapat mengakses dengan
mudah tanpa harus meninggalkan pekerjaan yang sudah
banyak menyita waktu masing – masing wali siswa
demikian juga guru dengan banyaknya tuntutan yang
melekat sebagai seorang guru yang profesional, tentunya
dengan adanya MSIS sangat mempermudah guru dalam
menjalankan aktivitas yang bersamaan atau multi tasking
dalam satu waktu bersamaan.

Manfaat dan Tujuan Manajemen Sistem Informasi


Sekolah
1. Meningkatkan aksesibilitas data yang tersaji secara
tepat waktu dan akurat bagi para pemakai, tanpa
mengharuskan adanya perantara sistem informasi.
2. Mengembangkan proses perencanaan dan kegiatan
manajemen yang efektif.
3. Efisiensi kebutuhan sekolah
4. Sekuritas dan keamanan data terjamin

186
5. Memperbaiki produktivitas dan kinerja di setiap level
hirarki manajemen.
6. Memudahkan dalam mengelola transaksi-transaksi,
mengurangi biaya dan menghasilkan pendapatan
sebagai salah satu produk atau pelayanan mereka.
7. Mendukung Pengambilan Keputusan Managerial.
8. Mendukung tercapainya Keunggulan Strategis
9. Membantu dan memudahkan pihak sekolah dalam
melakukan tugas manajemen, pengaturan
administrasi dan juga kurikulum sekolah
10. Lebih Efisien dalam menerapkan Standar Operasional
(SOP) sekolah
11. Memudahkan presensi bagi guru, tenaga
kependidikan dan membuat laporan presensi secara
periodik.
12. Mempermudah guru dalam melakukan ujian karena
dengan SIM sekolah, guru hanya perlu mengupload
soal dan jawaban siswa akan dinilai secara otomatis
oleh sistem
13. Meningkatkan kredibilitas sekolah dan kepercayaan
masyarakat terhadap sekolah
14. Mempermudah wali siswa melihat data presensi dan
memantau kehadiran dan nilai – nilai hasil belajar
anak
15. Memudahkan wali siswa dalam mendapatkan
informasi yang disampaikan oleh sekolah
16. Membantu siswa untuk belajar secara mandiri dan
belajar secara luwes dimanapun dan kapanpun siswa
berada.
17. Guru dan siswa dapat mengakses buku dan sumber
ilmu pengetahuan di perpustakaan buku digital dan
juga video pembelajaran.

187
Fitur – Fitur Manajemen Sistem Informasi Sekolah

Fitur – fitur yang akan dibangun pada aplikasi Manajemen


Sistem Informasi Sekolah tergantung pada kebutuhan
dari masing – masing sekolah, namun sebagian besar
sekolah tentunya mengharapkan sistem yang dapat
memenuhi seleuruh unsur operasional di sekolah
tersebut. Berikut beberapa fitur – fitur yang ada dan
dibutuhkan oleh sekolah, diantaranya:
1) Pengelolaan data presensi siswa, guru dan tenaga
kependidikan
2) Pengelolaan data profil siswa, guru dan tenaga
kependidikan
3) Pengelolaan ujian sekolah berbasis aplikasi UTBK
4) Akses video pembelajaran
5) Pembayaran uang SPP da kewajiban pembayaran
lainnya yang diberlakukan di sekolah
6) Profil Sekolah
7) Pengarsipan surat
8) Fasilitas bimbingan dan konseling siswa
9) Penataan sarana dan prasarana sekolah
10) Pengelolaan Dana Bantuan Sekolah (BOS)
11) Pengelolaan kegiatan extrakulikuler
12) Monitoring wali siswa terhadap perkembangan belajar
13) Layanan pemberian beasiswa

Kendala dalam Menerapkan Manajemen Sistem


Informasi Sekolah
Manajemen sistem informasi sekolah atau disingkat MSIS,
diantaranya sebagai berikut:
1. Kendala Manajerial
Kurangnya komitmen manajemen dari organisasi
menjadi faktor hambatan dalam penerapan
manajemen sistem informasi sekolah

188
2. Kendala Sumber Daya Manusia
Kurangnya pemahaman serta kompetensi karyawan
untuk dan kurangnya jumlah personil yang dapat
berakibat setiap personil harus melakukan beberapa
pekerjaan secara bersamaan untuk menunjang
penerapan MSIS dan termasuk
Dan tidak adanya personil yang ahli dibidang
keamanan informasi sehingga penerapan yang
dilakukan tidak practical dan pengendalian yang ada
sulit untuk diterapkan oleh organisasi.
3. Kendala Budaya Organisasi
Budaya organisasi bisa menjadi faktor penghambat
MSIS diterapkan, hal ini disebabkan karena sulitnya
merubah budaya yang sudah melehat sehari – hari
dilingkungan sekolah sehingga akan muncul
resistensi atau penolakan perubahan.
4. Kendala Organisasi
Kurangnya tingkat kematangan organisasi dalam
mengelola proses bisnis atau kegiatan dapat menjadi
penghambat proses penerapan MSIS. Hal ini sering
dihadapi oleh organisasi atau perusahaan maupun
sekolah pada kondisi yang masih baru ataupun yang
sudah berjalan dengan kurun waktu yang lama.
Sumber utamanya disebabkan belum ada kejelasan
dalam menetapkan tugas dan tanggung jawab
pekerjaan (tupoksi).
5. Kendala Teknikal
Kurangnya pemahaman teknologi informasi dan
komunikasi dilingkungan sekolah dapat menjadi
faktor penghambat penerapan MSIS. Hal ini dapat
terjadi akibat kurang akuratnya estimasi dan
pengelolaan anggaran yang telah direncanakan untuk
mendukung proses penerapan MSIS

189
Daftar Pustaka

Ajie, M. D. (1996). Pengertian Sistem Informasi


Manajemen. 1.
Bahak Udin By Arifin, M., Rais, P., & Nurdyansyah, N.
(2017). An Evaluation of Graduate Competency in
Elementary School. Atlantis Press. Advances in Social
Science, Education and Humanities Research
(ASSEHR), volume 125
Gordon B. Davis, Kerangka Dasar System Informasi
Manajemen Bagian 1 Pengantar
Husein, Muhammad Fakhri dan Amin wibowo 2022.
Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN
JAPRI, PS. (1987). Sistem Informasi Manajemen. 3
McLeod, R., & Schell, G. (2004). Sistem informasi
manajemen. Indeks. 12.
Nurdyasnyah, N., & Andiek, W. (2015). Inovasi teknologi
pembelajaran. Sidoarjo: Nizamia learning center.
Nurdyasnyah, N., & Andiek, W. (2017). Manajemen
Sekolah Berbasis ICT. Sidoarjo: Nizamia learning
center. N
O’Brein, Jame A.2005. Pengantar Sistem Informasu.
Jakarta: Salemba
Raymond Mcleod, Jr. system informasi Manajemen,
Penterjemah: Hendra Teguh Se, AK. Editor: Hardi
Sukardi MBA, Msc, SE( MM-UI)
Yuniarto, S. R. (2003). Sistem Informasi Manajemen. 1.

190
Profil Penulis
Dr. Ir. Ririt Dwiputri Permatasari, S.T., M.SI
Penulis merupakan dosen tetap Program Studi
Sistem Informasi Institut Teknologi Batam.
Penulis menyelesaikan Studi S-1 di Sekolah
Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer
- STMIK Bandung (2004) dan kemudian
melanjutkan S-2 di Sekolah Tinggi Manajemen
Informatika dan Komputer STMIK Putra Batam - Batam
(2012) dengan kosentrasi bidang ilmu Sistem Informasi
dan melanjutkan studi S-3 di Universitas Negeri Padang
(2020) serta mengikuti Program Pendidikan Profesi
Insinyur di Universitas Andalas – Padang (2021). Mata
kuliah yang diampuh antara lain Perancangan Sistem
informasi, Rekaya Perangkat Lunak, Corporate IS, Strategi
Sistem Informasi dan Teknologi Informasi, Sistem
Pendukung Keputusan, Majamen Resiko, Manajemen
Kualitas, dan Metode Penelitian.
Penulis memiliki kepakaran dibidang Analis Sistem,
digital marketing dan Data Science. Dan untuk
mewujudkan karir sebagai dosen profesional, penulis pun
aktif sebagai peneliti dibidang kepakarannya tersebut.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan didanai oleh
internal perguruan tinggi dan juga Kemenristek DIKTI.
Selain peneliti, penulis juga aktif menulis buku dengan
harapan dapat memberikan kontribusi positif bagi bangsa
dan negara yang tercinta dan khususnya meningkatkan
kemajuan dibidang Teknologi Informasi, selain itu penulis
juga terlibat aktif dalam melakukan pengabdian dengan
menjadi narasumber dalam berbagai kegiatan dilakukan
oleh pemerintah maupun swasta dan tentunya di lingkup
Perguruan Tinggi serta aktif terlibat dalam organisasi
profesi diantaranya Persatuan Insyinyur Indonesia (PII)
dan Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer
(APTIKOM).
Email Penulis:
dwiputrielsudjai@gmail.com,ririt@iteba.ac.id

191
192
12
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
BERBASIS SEKOLAH

Feby Elra Perdima, M.Pd


Universitas Dehasen bengkulu

Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah terjemahan dari kata leadership


yang berasal dari kata leader. Pemimpin (leader) adalah
orang yang memimpin, sedangkan pemimpin merupakan
jabatannya. Pemimpin adalah seseorang yang karena
kecakapankecakapan pribadinya dengan atau tanpa
pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang
dipimpinnya untuk mengerahkan usaha bersama ke arah
pencapaian sasaran-sasaran tertentu (Chaniago, 2017).
Kepemimpinan pendidikan terdiri dari dua pengertian,
yaitu kata “pendidikan” yang menerangkan di lapangan
dan dimana kepemimpinan itu berlangsung, dan
sekaligus menjelaskan pula sifat atau ciri-ciri
kepemimpinan, yaitu bersifat mendidik dan membimbing.
Timotious (2016: 15) mengatakan “Kepemimpinan
(leadership) adalah kemampuan atau kekuasaan yang
digunakan oleh pemimpin untuk menggerakkan para
pengikutnya untuk mencapai visi atau tujuan organisasi.”
Kepemimpinan partisipatif juga dipengaruhi oleh gender.
Kepala sekolah lakilaki dalam proporsi waktu yang
mereka habiskan untuk bekerja sendirian di domain
tertentu. Perencanaan / penetapan tujuan adalah satu-
satunya bidang di mana kepala sekolah perempuan secara
signifikan berbeda dari kepala sekolah laki-laki dalam
proporsi waktu yang mereka habiskan untuk bekerja

193
sendiri. Kepala sekolah perempuan menghabiskan
proporsi waktu yang lebih rendah untuk bekerja sendiri
dalam merencanakan / menetapkan tujuan jika
dibandingkan dengan kepala sekolah laki-laki (Sebastian,
2018). Jenis kelamin tertentu memiliki karakteristik
kepemimpinan tertentu. Gaya kepemimpinan seorang
perempuan lebih partisipatif dibandingkan dengan
pemimpin laki-laki

Kompetensi Pedagogik

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14


Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa
kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,
dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan. Kompetensi atau keterampilan
hidup dinyatakan dalam bentuk kinerja atau performansi
yang dapat diukur. kompetensi sebagai penguasaan
terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi
yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Kepmendiknas 045/U/2002 menyebutkan bahwa
kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh
tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu.
Sehingga dari berbagai definisi yang dikemukakan di atas,
dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah
kemampuan seseorang berupa pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan atau
latihan-latihan baik secara kognitif, afektif, dan
performance sebagai syarat untuk dianggap mampu dalam
melaksanakan tugas-tugas tertentu baik secara kognitif,
afektif, maupun psikomotorik secara cerdas dan dapat
dipertanggungjawabkan. Menurut Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru, macam-macam kompetensi yang harus
dimiliki oleh tenaga guru adalah kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui
pendidikan profesi.

194
Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja
guru. Sudarwan Danim (2010: 47) menjelaskan makna
pedagogic sebagai berikut: Pedagogik berasal dari bahasa
Yunani paidagōgeō, dimana paǐs, genetif, paidos berarti
“anak” dan àgô berarti “memimpin”, sehingga secara
harfiah pedagogik berarti “memimpin anak”. Dalam
bahasa Yunani Kuno, umumnya kata pedagogik
bermakna seorang budak (pembantu rumah tangga) yang
mengawasi pengajaran putra tuan atau majikannya. Kata
pedagogik ini diturunkan dari bahasa Latin yang
bermakna mengajari anak. Dalam makna modern, istilah
pedagogy dalam bahasa Inggris merujuk pada seluruh
konteks dan sumber daya operasi pengajaran dan
pembelajaran yang secara nyata terlibat di dalamnya.
Meski demikian, baik aslinya diambil dari bahasa Yunani
Kuno maupun dari bahasa Inggris, kata pedagogik
mempunyai makna yang kira – kira sama. Disamping itu,
dalam bahasa Inggris istilah pedagogy digunakan
merujuk kepada teori pengajaran, dimana guru berusaha
memahami bahan ajar, mengenali siswa, dan menentukan
cara mengajarnya. Pengenalan teknologi informasi ke
sekolah sekolah yang mengharuskan
perubahanperubahan dalam pedagogik.Sejalan dengan
itu, guru mengadopsi metodemetode baru mengajar
difasilitasi oleh teknologi baru (Sudarwan Danim,2010:
47).
Menurut Sudarwan Danim (2010: 47), konsep paling
tradisional dari pedagogik (pedagogy) bermakna suatu
studi tentang bagaimana menjadi guru. Lebih khusus lagi,
awalnya kata pedagogik bermakna cara seorang guru
mengajar atau seni mengajar (the art of teching).
Belakangan istilah pedagogik secara umum diberi makna
lebih luas, yaitu merujuk pada strategi pembelajaran,
dengan titik tekan pada gaya guru dalam mengajar.
Sudarwan Danim (2010: 47) mengatakan bahwa
kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang
berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan
pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
Pandangan tradisional memposisikan kompetensi
pedagogik sebatas seni mengajar atau mengasuh.

195
Kini sangat kuat dan konsisten untuk mengembangkan
hubungan dialektis yang bermanfaat antara pedagogik
sebagai ilmu dan pedagogik sebagai seni, Salvatori dalam
Sudarwan Danim (2010: 54).
Beberapa definisi yang terkait dengan kompetensi
pedagogik disajikan berikut ini (Sudarwan Danim, 2010:
54):
a. Pengajaran (teaching), yaitu teknik dan metode kerja
guru dalam mentransformasikan konten
pengetahuan, merangsang, mengawasi, dan
memfasilitasi pengembangan siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang berhasil. Termasuk dalam
kerangka pengajaran adalah penilaian formatif dan
sumatif, juga memberi peluang kepada siswa untuk
“membantu” merevisi dan meningkatkan kualitas
pemikiran dan pemahaman. Definisi ini
menempatkan guru pada posisi sentral.
b. Belajar (learning), yaitu proses siswa mengembangkan
kemandirian dan inisiatif dalam memperoleh dan
meningkatkan pengetahuan serta keterampilan
(seperti penyelidikan, berpikir kritis, kerjasama tim,
mengorganisasikan, dan memecahkan masalah).
Sesuai dengan perjalanan waktu kualitas mengajar
dapat mengakibatkan siswa mencapai pemikiran
tingkat tinggi dan pemahaman yang mendalam,
mengetahui tentang proses belajar mereka sendiri,
metakognisi, kemampuan untuk mentransfer apa
yang telah dipelajari pada situasi baru, dan kapasitas
umum untuk menjalani kehidupan yang lebih luas
dan belajar seumur hidup. Belajar seumur hidup itu
merupakan sebuah kontinum yang berlaku untuk
guru.
c. Hubungan mengajar dengan belajar dengan segala
faktorlain yang tergamit mendorong minat pedagogik,
misalnya siswa melakukan penelitian sederhana.
Hubungan itu bisa bermakna siswa dibimbing oleh
guru atau kegiatan belajar yang berpusat pada siswa,
namun tetap di bawah bimbingan guru. Hubungan
itu, apa pun bentuknya tetap terkait dengan kegiatan

196
mengajar dan belajar. Memang ada pemikiran yang
kontras, bahwa aktivitas mengajar dan belajar itu
kehilangan hubungan efikasi ( siswa harus menjadi
proaktif dan lebih otonom).
d. Hubungan mengajar dan belajar berkaitan dengan
semua pengaturan dan pada segala tahapan usia,
yaitu sebagaiman yang dikembangkan di lembaga –
lembaga pendidikan formal dan non formal dalam
masyarakat, keluarga, dan dalam kehidupan kerja..
Sekolah merupakan salah satu bagian dari total
spectrum pengaruh pendidikan, Cropley dan Dave
(dalam Sudarwan Danim, 2010: 55).

Gaya Kepemimpinan Kepela Sekolah

Gaya kepemimpinan pendidikan lebih terlihat pada pola-


pola yang dikembangkan dalam berbagai kebijakan yang
ditempuhnya dalam menjalankan kepemimpinan. Kepala
sekolah, guru dan personel sekolah sebagai seorang
pemimpin dalam sebuah institusi pendidikan akan sangat
terlihat gaya kepemimpinan yang dijalankan serta strategi
yang ditanamkan dalam upaya menggerakkan semua
warga pendidikan terhadap sosialisasi program
pendidikan maupun relasi guru-siswa yang
dikembangkan (Sidiq and Khoirussalim, 2021).
Kepemimpinan tidak dapat lepas dari adanya peran serta
pengikut. Tanpa adanya peran serta pengikut yang tinggi
akan menjadikan program pendidikan tidak dapat
berjalan dengan baik. Motivasi adalah elemen kunci
keberhasilan seorang individu. Ketika calon pemimpin
pendidikan atau para pelaku pendidikan tidak memiliki
motivasi mereka tidak mungkin untuk belajar atau punya
kinerja yang baik
1. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Gaya kemimpinan partisipatif atau disebut dengan
gaya kepemimpinan demokratik merupakan gaya
kepemimpinan yang menitikberatkan pada usaha
seorang pemimpin dalam melibatkan partisipasi para
pengikutnya dalam setiap pengambilan keputusan.

197
Dampak positif yang ditimbulkan dari gaya
kepemimpinan partisipatif bahwa para pengikut
memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar
terhadap pencapaian tujuan organisasi karena
keterlibatannya dalam pengambilan keputusan.
Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari
gaya kepemimpinan partisipatif adalah: a) Konsultasi
ke bawah dapat digunakan dalam rangka
meningkatkan kualitas keputusan dengan menarik
keahlian yang dimiliki oleh para pengikut, sehingga
para pengikut akan dapat menerima semua putusan
yang diambil serta dapat menjalankannya; b)
Konsultasi lateral, pemimpin melibatkan peran serta
orang-orang dalam berbagai sub unit untuk
mengatasi keterbatasan kemampuan yang dimiliki
pemimpin. c) Konsultasi ke atas, memungkinkan
seorang pemimpin untuk menaruh keahlian
seseorang atasan yang berkemampuan lebih besar
dari manajer. Kepemimpinan Pendidikan Berangkat
dari berbagai konsep tentang gaya kepemimpinan
partisipatif, maka gaya kepemimpinan pendidikan
partisipatif adalah pemimpin pendidikan yang lebih
melibatkan partisipasi guru, siswa, dan staf
administrasi dalam setiap pengambilan keputusan,
baik aturan pendidikan maupun putusan-putusan
lain.
2. Gaya Kepemimpinan Otokratik
Kepatuhan pengikut terhadap pimpinan merupakan
corak gaya kepemimpinan otokratik. Dalam
menjalankan kewajiban sesuai dengan aturan yang
bersumber pada tradisi, pengikut patuh pada
pimpinan bukan dilandaskan pada tatanan
impersonal, tetapi menjadi loyalitas pribadi dan
membiasakan diri tunduk pada kewajiban.6
Pemimpin yang bergaya otokratik cenderung
menganut nilai organisasional yang bertujuan pada
pembenaran segala tindakan yang ditempuhnya
untuk mencapai tujuan. Secara ringkas,
kepemimpinan otokratik lebih menitikberatkan pada
otoritas pemimpin dengan mengesampingkan

198
partisipasi dan daya kreatif para pengikut. Pemimpin
pendidikan yang bergaya otokratik menganggap guru,
siswa dan staf, administrasi mempunyai kinerja yang
rendah dan lebih cenderung statis
3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Karakteristik utama pada gaya kepemimpinan laissez
faire meliputi: persepsi tentang peranan, nilai-nilai
yang dianut, sikap dalam hubungannya dengan para
pengikut, perilaku organisasi dan gaya kepemimpinan
yang biasa digunakan. Pemimpin bergaya laissez faire
memposisikan dirinya sebagai “Fasilitator”. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa para anggota
organisasi telah dapat mengetahui dan cukup dewasa
untuk taat kepada semua aturan pencapaian yang
telah ditetapkan. Seseorang pemimpin gaya ini
cenderung memilih peranan yang pasif dan
membiarkan organisasi berjalan menurut temponya
sendiri tanpa banyak peran untuk mencampuri arah
dan perkembangan organisasi. Kepemimpinan
pendidikan laissez faire akan sangat permisif terhadap
daya kreatifitas yang dilakukan oleh guru, staf
administrasi, siswa selama masih tetap dalam rangka
memajukan pendidikan. Namun, yang menjadikan
dampak negatif, adalah intervensi yang terlalu longgar
dari seorang pemimpin menjadikan organisasi tanpa
arah dan otoritas kepemimpinan menjadi berkurang
Gaya Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional berorientasi kepada
proses membangun komitmen menuju sasaran
organisasi dan memberi kepercayaan kepada para
pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Dalam penelitian Burns tahun 1978 menjelaskan
kepemimpinan transformasional merupakan proses
yang di dalamnya para pemimpin dan pengikut saling
memberikan ide konstruktif terkait moralitas dan
motivasi yang lebih tinggi dalam budaya organisasi.
Kepemimpinan yang transformasional menyangkut
nilai-nilai, terutama berupa nilai-nilai yang relevan
bagi proses pemberdayaan organisasi seperti
kejujuran, keadilan, tanggung jawab.

199
Tiga komponen kepemimpinan transformasional
meliputi: kharisma (proses), stimulasi intelektual
(intellectual stimulation), dan perhatian yang
diindividualisasi (individualized consideration). Tipe
kepemimpinan menjadi enam, yaitu:
a. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership).
Dalam sistem kepemimpinan ini, segala tindakan
dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi.
Petunjuk itu dilakukan secara pribadi oleh
pemimpin yang bersangkutan.
b. Tipe kepemimpinan nonpribadi (non personal
leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang
dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau
nonpribadi, baik rencana, perintah, juga
pengawasan.
c. Tipe kepemimpinen otoriter (autoritotian
leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja
keras, sungguhsungguh, teliti, dan tertib. Ia
bekerja menurut peraturanperaturan yang
berlaku secara ketat dan intruksi-intruksinya
harus ditaati.
d. Tipe kepemimpinan demokratis (democratic
leadership). Pemimpin yang demokratis
menganggap dirinya bagian dari kelompoknya dan
bersama-sama dengan kelompoknya berusaha
bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan
bersama.
e. Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis
leadhersip). Kepemimpinan ini dicirikan oleh
suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam
hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya
adalah untuk melindungi dan untuk memberikan
arahan seperti halnya seorang bapak kepada
anaknya.
f. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious
leadership). Biasanya timbul dari kelompok orang-
orang informal tempat mereka berlatih dengan
adanya sistem kompetensi sehingga bisa

200
menimbulkan klik-klik dari kelompok yang
bersangkutan dan biasanya akan muncul
pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara
yang ada dalam kelompok tersebut menurut
bidang keahliannya di mana ia ikut
berkecimpung.
Kepala sekolah adalah pimpinan pendidikan yang
mempunyai peranan penting dalam mengembangkan
lembaga pendidikan, yaitu sebagai pemegang kendali
di lembaga pendidikan. Dalam hal ini peranan kepala
sekolah harus digerakkan sedemikian rupa sesuai
dengan perannya dalam meningkatkan mutu
pendidikan yaitu sebagai manajer sehingga dapat
mempengaruhi kalangan staf guru, baik itu secara
langsung maupun tidak langsung. Di samping itu,
kepala sekolah juga mempunyai peranan yang sangat
besar dalam mengembangkan kualitas pendidikan di
lembaga pendidikan tersebut.57 Dalam mengelola
tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus
dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan
kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi
guru. Dalam hal ini, kepala sekolah harus dapat
memfasilitasi dan memberikan kesempatan yang luas
kepada guru untuk dapat melaksanakan kegiatan
pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan
pendidikan dan pelatihan.58 Indikator kepala sekolah
efektif secara umum dapat diamati dari tiga hal pokok
sebagai berikut: Pertama; komitmen terhadap visi
sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
kedua; menjadikan visi sekolah sebagai pedoman
dalam mengelola dan memimpin sekolah, dan ketiga;
senantiasa memfokuskan kegiatannya terhadap
pembelajaran dan kinerja guru di kelas
Berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan.58
Indikator kepala sekolah efektif secara umum dapat
diamati dari tiga hal pokok sebagai berikut: Pertama;
komitmen terhadap visi sekolah dalam menjalankan
tugas dan fungsinya, kedua; menjadikan visi sekolah
sebagai pedoman dalam mengelola dan memimpin
sekolah, dan ketiga; senantiasa memfokuskan

201
kegiatannya terhadap pembelajaran dan kinerja guru
di kelas.
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu
melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala
sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang
dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas
untuk mengamati proses pembelajaran secara
langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan
metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Dari supervisi ini, dapat
diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru
dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat
penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan,
selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak
lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki
kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan
keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran
Tugas kepala sekolah sebagai supervisor adalah
pandai meneliti, dan menentukan syarat-syarat mana
sajakah yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya
sehingga tujuan-tujuan pendidikan di sekolah itu
semaksimal mungkin dapat tercapai. Ia juga harus
dapat meneliti syarat-syarat mana yang telah ada dan
mencukupi, mana yang belum ada atau kurang
mencukupi yang perlu diusahakan dan dipenuhi.

Kepemimpinan Berbasis Sekolah

Menurut pakar pendidikan Deal dan Peterson, budaya


sekolah diartikan sebagai sekumpulan nilai yang
mendasari perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian dan
simbol simbol yang dipraktikkan anak didik, guru, staf
(manajemen dan administrasi) dan masyarakat di sekitar
sekolah13. Budaya sekolah dilakukan secara kerjasama
oleh seluruh masyarakat sekolah guna pencapaian
budaya sekolah yang berjalan lancar.
Budaya sekolah ialah tugas sekolah yang khas yakni
mendidik anak dengan menyampaikan sejumlah
pengetahuan, sikap, keterampilan yang sesuai dengan
kurikulum dengan metode dan teknik kontrol tertentu

202
yang berlaku di sekolah.14 Budaya sekolah menjadikan
kegiatan atau kebiasaan- kebiasaan yang memiliki suatu
ciri khas dalam sekolah tersebut.
Budaya sekolah merupakan filter atau pagar yang dapat
mengontrol kemungkinan terjadinya perilaku-perilaku
anormatif dari segi norma pendidikan. Adanya budaya
sekolah menjadikan pengontrolan dan mempengaruhi
pola perilaku agar tidak menyimpang.
Jadi budaya sekolah dapat diartikan adat istiadat atau
kebiasaan yang berlaku di lingkungan sekolah. Budaya
sekolah merupakan dasar pola perilaku dan cara
bertindak itu adalah norma sosial, peraturan sekolah, dan
kebijakan pendidikan di sekolah tersebut yang
menjadikan sebuah ciri khas dalam sekolah. Budaya
sekolah dapat dikatakan seperti kurikulum tersembunyi
(hidden curriculum), yang sesungguhnya dapat
mempengaruhi pola perilaku dan cara berpikir anak akan
tetapi budaya tersebut harus dilakukan oleh seluruh
warga yang ada di sekolah
Budaya sekolah tidak hanya memengaruhi guru, tetapi
juga berdampak besar pada siswa. Budaya sekolah
berhubungan juga dengan prestasi belajar siswa serta
pengembangan diri (Wang et al., 2014). berpendapat
bahwa di sekolah tanpa dukungan norma, struktur, dan
hubungan siswa dengan guru, siswa lebih cenderung
mengalami tingkat ketidakhadiran yang tinggi dan
prestasi akademik menurun (Welsh, 2000). Mesti
dibentuk budaya sekolah yang dapat mensupport proses
pengajaran. Sehingga proses pengajaran berjalan dengan
maksimal dan tujuan dari pembelajaran tercapai. (Tuwa
and Faraz, 2018). Kajian dari (MacNeil, Prater and Busch,
2009) meneliti bagaimana budaya sekolah yang mana
sekolah yang memiliki beberapa sanksi formal bagi yang
melanggar sehingga mengalami siswa putus sekolah
tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan sekolah
yang memiliki jumlah sanksi yang lebih rendah. Sehingga
hasilnya perlunya sekolah memiliki disiplin dan
keamanan sekolah yang terstruktur kebijakan dan
prosedur yang ada.

203
Di tutup dengan pendapat (Van Horn, 2003) Budaya
sekolah yang positif telah diakui sebagai fondasi
keberhasilan sekolah.
Suatu organisasi bukanlah hal baru dan memperhatikan
kondisi yang memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan juga untuk mereka yang menghambat
dinamika organisasi tersebut. suatu sekolah dengan iklim
organisasi yang sehat adalah sekolah yang berhasil
mengatasinya dengan lingkungannya saat memobilisasi
sumber daya dan upaya untuk mencapai sasaran (Hoy,
2015). Fungsi sekolah adalah proses belajar-mengajar,
dan guru bertanggung jawab langsung. Siswa terdidik
adalah output dari sekolah, dan seluruh sistem teknis
berpusat pada masalah Iklim Organisasi Sekolah terkait
dengan pembelajaran dan pengajaran yang efektif.
Lingkungan sekolah dan akademik adalah dua elemen
kunci suskes sekolah.
Sekolah yang sehat terlindung dari pergaulan yang tidak
wajar/pergaulan bebas dan tekanan orang tua. Kepala
sekolah sehat memberikan kepemimpinan dinamis,
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan tangung
jawab. Perilaku seperti itu mendukung guru namun
memberikan arahan dan mempertahankan standar
kinerja yang tinggi. Guru di sekolah yang sehat
berkomitmen untuk mengajar dan belajar. Mereka
menetapkan tujuan yang tinggi tetapi dapat dicapai bagi
siswa; mereka mempertahankan standar kinerja yang
tinggi; dan lingkungan belajarnya adalah tertib dan
serius. Selain itu, siswa bekerja keras pada masalah
akademik, bermotivasi tinggi, dan menghormati siswa lain
yang berprestasi secara akademis. Perlengkapan kelas
dan bahan ajar dapat diakses. Akhirnya, dalam guru
sekolah yang sehat saling menyukai, saling percaya,
antusias tentang pekerjaan, dan bangga dengan sekolah
mereka (Hoy, 2015).

204
Daftar Pustaka

Van Horn, M. L. (2003) ‘Assessing the unit of measurement


for school climate through psychometric and outcome
analyses of the school climate survey’, Educational and
Psychological Measurement, 63(6), pp. 1002–1019. doi:
10.1177/0013164403251317.
Hoy, W. K. (2015) Educational Administration THEORY,
RESEARCH, AND PRACTICE. 9th edn, The Collected
Works of Jeremy Bentham: Political Tactics. 9th edn.
Edited by 2013. United States.: McGraw-Hill, a
business unit of The McGraw-Hill Companies. doi:
10.1093/oseo/instance.00077252.
MacNeil, A. J., Prater, D. L. and Busch, S. (2009) ‘The
effects of school culture and climate on student
achievement’, International Journal of Leadership in
Education, 12(1), pp. 73–84. doi:
10.1080/13603120701576241.
Sidiq, U. and Khoirussalim (2021) Kepemimpinan
Pendidikan, INSANIA : Jurnal Pemikiran Alternatif
Kependidikan. doi: 10.24090/insania.v11i1.93.
Tuwa, P. H. and Faraz, N. J. (2018) ‘PENGARUH
KREATIVITAS MENGAJAR GURU, POLA ASUH
ORANG TUA, DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP
PRESTASI BELAJAR SISWA’, Harmoni Sosial: Jurnal
Pendidikan IPS, 5(1), pp. 24–25.
Wang, W. et al. (2014) ‘School climate, peer victimization,
and academic achievement: Results from a multi-
informant study’, School Psychology Quarterly, 29(3),
pp. 360–377. doi: 10.1037/spq0000084.
Welsh, B. W. N. (2000) ‘The Effects of School Climate’,
Annals of the American Academy of Political and Social
Science, 567(93), pp. 88–107.

205
Profil Penulis

Feby Elra Perdima, M.Pd


Lahir di Muara Aman, anak dari Drs.Nusardi
Ahmad (Ayah), M.Si dan Masmiati (Ibu), serta
memiliki istri bernama Wahyuningsih, S.Pd
Feby Elra Perdima, M.Pd adalah Dosen
Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi
Universitas Dehasen Bengkulu (UNIVED). Memulai
pendidikan Sarjana Satu (S1) di Pendidikan Kepelatihan
olahraga UNP padang (2008), kemudian melanjutkan S2
di Manajemen Pendidikan Olahraga (2012). Pengalaman
Organisasi dan dibidang olahraga: Pengurus Provinsi PSTI
Bengkulu dan Seketaris PSTI Kota Bengkulu. Pelatih
Sepak Takraw SKO. Pelatih Kondisi Fisik Naisonal
Provinsi Bengkulu, Ketua Umum Raflesia Training
Coaching Provini Bengkulu (RTC).
Email Penulis: feby.elra@unived.ac.id

206
13
SUPERVISI PENDIDIKAN

M. Anggrayni, M.Pd.
Universitas Dharmas Indonesia

Pengertian Supervisi Pendidikan

Supervisi pendidikan merupakan hal yang cukup kursial


yang harus dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan
kemampuan guru di sekolah akan berdampak pada hasil
belajar, oleh sebab itu untuk keterlaksanaan supervisi
tersebut berjalan sesuai harapan maka penting dipahami
dahulu mengenai apa dan bagaimana supervisi
pendidikan itu sendiri. Penjelasan dari supervisi
pendidikan adalah hal yang penting dipahami oleh kepala
sekolah yang akan melaksanakan supervisi atau yang
dikenal dengan supervisor dalam penerapan supervisi.
Berikut diuraikan pengertian supervisi dari beberapa
pendapat ahli. Menurut Arikunto (2006) menjelaskan
bahwa dari dahulu penggunaan kata supervisi dengan
istilah pengawasan dan pemeriksaan, demikian pada
zaman Belanda dikenal dengan kata inspeksi. Menurut
Ametembun (2007) supervisi artinya mengamati,
meninjau, megawal dari berbagai arah. Neagley (Pidarte,
1986) menguraikan bahwa supervisi merupakan fasilitas
untuk pendidik di satuan pendidikan yang tujuaanya
untuk melahirkan perubahan pembelajaran dan
kurikulum. Mc. Nemey (Sahertian, 2000 mendefinisikan
bahwa supervisi digunakan sebagai tatacara membantu
pengadaan evaluasi yang benar terhadap teknik
pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut Poerwanto
(2003) mendeskripsikan pengertian supervisi yaitu

207
kegiatan penguatan yang dikonsepkan untuk memberi
bantuan pada pendidik dan SDM lainnya yang ada di
sekolah supaya dapat melakasanakan tugas dengan baik.
Berdasarkan dari beberapa argumen di atas, kita dapat
menyimpulkan bahwa supervisi pendidikan yaitu
kegiatan yang direncanakan, untuk membenahi proses
pembelajaran. Kegiatan ini bisa tercapai apabila
supervisor mempunyai kemahiran dan kinerja yang
praktis dalam berkolaborasi bersama orang lain. Dapat
ditegaskan bahwa dalam suervisi yang menjadi tujuan
utama adalah guru, sedangkan warga sekolah lainnya
merupakan tujuan perantara. Pendapat di atas juga
mengisyaratkan bahwa dalam menerapkan supervisi
perlu adanya manajemen yang baik, maka dipelukan
planning, organizing, actuating, dan controling atau yang
dikelanal juga dengan singkatan POAC (Shulhan, 2012).

Ruang Lingkup Supervisi Pendidikan

Materi supervisi pendidikan tidak terlepas dari


manajemen pendidikan. Rifai (1987) menyebutkan bahwa
supervisi akan sejalan dengan manajemen, dapat
diartikan bahwa manajemen dan supervisi merupakan hal
yang sama-sama penting. Thomas H Briggs (Rifai, 1987)
megartikan, bahwasanya supervisi adalah komponen dari
manajemen, khususnya terhadap proses meningkatkan
keterampilan pendidik sampai pada standar keterampilan
khusus. Ada dua komponen yang menjadi objek supervisi
(Sarwoto, 2010) yaitu:
1. Komponen sumber daya manusianya, dilihat dari segi
sikap dalam bertugas, sikap displin, sikap moral
kerja, jujur, taat pada aturan sekolah, rajin dan cakap
dalam bekerja, kerjasama dalam kelompok, karakter.
2. Komponen kegiatanya, dilihat dari proses mengajar,
pengguanaan model dan strategi untuk peserta didik,
yang nantinya tercermin dari efisiensi kerja dan hasil
kerja.

208
Berikut penjelasan dari Harahap (1983) tentang ruang
lingkup supervisi:
1. Supervisi dilihat dari manajemen kepegawaian untuk
mengamati tentang kinerja, tugas dan
tanggungjawab, kartu kepagawaian, dan sebagainya.
2. Supervisi dilihat dari pedayagunaan bangunan dan
fasilitas seperti temapt duduk, meja, kelas untuk
belajar, dan sebagainya.
3. Supervisi dilihat dari keterlaksanaan pustaka, seperti
keadaan buku-buku, kedisiplinan, servis, dan
sebagainya.
4. Supervisi dilihat dari manajemen keuangan, yaitu
mengamati keluar masuknya uang sudah
berdasarkan aturan, pemberian gaji pada pegawai
atau guru yang tepat waktu, dan lain-lain.
5. Supervisi dilihat dari kantin atau tempat makan,
seperti higienis suatu makanan, apakah kantin
tersebut dijadikan tempat murid membolos atau
tidak, kebersihan dan kerapian dari kantin tersebut,
dan sebagianya.
6. Supervisi dilihat dari keterlaksanaan kokurikuler,
dilihat dari jadwal murid apakah sampai mengganggu
proses pembelajaran, keamanan, ketertiban.

Fungsi dari Supervisi Pendidikan

Supervisi berfungsi sebagai koreksi dan peningkatan


mutu dari proses pembelajaran di satuan pendidikan.
Supervisi juga mempunyai fungsi sebagai pertolongan
untuk pendidik dalam meningkatkan kompetnsi guru,
seperti kompetensi pedagogi, profesional, sosial, dan
kepribadian (Cut Suryani, 2015). Dapat dijelaskan lagi
bahwa fungsi dari supervisi yaitu memberikan layanan
bimtek kepada pendidik dengan maksud pengembangan
profesional untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
(Kusnandi, 2020). Melihat pada kurikulum 1975 dapat
dijabarkan fungsi supervisi sebagai berikut:

209
1. Melakukan evaluasi pada keseluruhan
keterlaksanaan kurikulum.
2. Memberikan pelayanan pada kepala sekolah/
pendidik dengan memberikan arahan dan bimbingan
teknis supaya kemampuan dan kompetensi dalam
mengajar menjadi lebih baik lagi.
3. Memberikan pelayanan pada sekolah dalam
mengatasi permasalahan yang ada.
Sahaertian (2000) menjelaskan bahwa supervisi
pendidikan mempunyai fungsi utama untuk membenahi
proses belajar peserta didik, memanajemen, meransang,
mendukung profesi guru agar bertumbuh menjadi lebih
baik lagi.
Swearingen (1961) merincikan beberapa kegunaan dari
supervisi pendidikan yaitu:
1. Memanajeman keseluruhan proses pada satuan
pendidikan.
2. Menyempurnakan kepemimpinan satuan pendidikan.
3. Memberikan wadah kepada pendidik untuk
mendapatkan pengalaman yang banyak.
4. Menrangsang agar muncul usaha yang inovatif.
5. Mencukupi sarana dan evaluasi yang berkelanjutan.
6. Mengevaluasi proses pembelajaran.
7. Memberikan pemahaman pada tiap tenaga
kependidikan.
8. Memberi bantuan kepada pendidik untuk
menyempurnakan kompetensi mengajarnya.
Berdasarkan uraian dari beberapa argumen ahli di atas
dapat disimpulkan bahwa supervisi mempunyai fungsi
untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan
membenahi banyak aspek pada setiap satuan pendidikan.

210
Tujuan Supervisi Pendidikan

Pengawasan/supervisi merupakan pelayanan yang


diberikan untuk pendidik dalam meningkatkan
potensinya seperti pemahaman, skill mengajar, tugas,
tanggungjawab dan motivisi pendidik.
Jadi, tujuan pengawasan/supervisi berkenaan pada
tingkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap adalah
memberikan bantuan untuk mebenahi dan meningkatkan
tata kelola sekolah agar tercapainya keadaan proses
pembelajaran yang baik (Cut Suryani, 2015). Pemfokusan
dari tujuan pengawasan/supervisi yaitu memberi jaminan
mutu yang baik dalam proses pembelajaran,
keterlaksanaan kurikulum, dan peningkatan
kemampuan/ potensi bagi setiap warga sekolah.
Pengawasan/ supervisi pendidikan bertujuan untuk
pembenahan dan peningkatan kegiatan belajar mengajar
secara menyeluruh yang artinya bahwa pengawasan
bukan hanya pada perbaikan kualitas pendidik saja, akan
tetapi juga membimbing untuk perbaikan kompetensi
pendidik termasuk didalamnya kelengkapan fasilitas,
pengadaan workshop yang berkaitan dengan peningkatan
mutu sekolah (Aziz, 2016).
Tujuan supervisi yaitu memberi layanan dan arahan
untuk pendidik dalam meningkatkan pembaharuan dari
segi keterampilan mengajar, kinerja, tugas dan kewajiban
sebagai pendidik demi untuk peningkatan kualitas
pembelajaran (Nasution, 2021).
Sahertian (2000) menjelaskan sepuluh tujuan dari
supervisi pendidikan:
1. Memberi bantuan pada pendidik agar dapat melayani
peserta didik dalam proses pembelajaran.
2. Memberi bantuan pada pendidik agar dapat
menentukan tujuan pendidikan dengan jelas.
3. Memberi bantuan pada pendidik untuk dapat
mengoptimalkan penggunaan bahan untuk
pembelajaran.

211
4. Memberi bantuan pada pendidik untuk menilai
peningkatan belajar peserta didik.
5. Memberi bantuan pada pendidik untuk
melaksanakan tugas dan tanggungjawab sesuai
aturan.
6. Memberi bantuan pada pendidik untuk dapat
menerapkan model, strategi, dan alat peraga.
7. Memberi bantuan pada pendidik untuk dapat
melengkapi kebutuhan belajar peserta didik.
8. Membina pendidik untuk memanajemen
kepribadiannya agar dapat meningkatkan pribadi dan
mental yang baik.
9. Memberi bantuan kepada pendidik baru sehingga
mereka merasa nyaman dalam bertugas.
10. Memberi bantuan pada pendidik sehingga mereka
bisa fokus dalam menjalankan tugas sekolah.
Pengawasan/supervisi yang baik merujuk pada dasar
pendidikan dan strategi-strategi pembelajaran beserta
inovasi dalam mencapai tujuan dari pendidikan.
Ketercapaian tujuan pendidikan bukan dari individu atau
segelintir orang saja, akan tetapi semua anggota sekolah
yang bersama-sama memajukan instansi sehingga
terwujudnya keterlaksanaan proses pembelajaran yang
lebih baik. Dari penjelasan banyak ahli di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa tujuan supervisi adalah
memberikan bimbingan, layanan, pengawasan, dan
penilaian pada keseluruhan aspek sekolah untuk
meningkatkan kualitas dari pendidikan.

Model, Teknik, dan Pendekatan dalam Supervisi


Pendidikan
A. Model dalam Supervisi Pendidikan
Model merupakan bentuk yang diperlihatkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan
proses pendidikan sangat memerlukan supervisi.
Berikut dijelaskan beberapa model untuk
pelaksanaan pengawasan/ supervisi:

212
1. Model Pengawasan/ Supervisi Tradisional
Model ini merupakan model yang dilaksanakan
secara sewenang-wenangnya. Tujuan penggunaan
model ini lebih untuk menakuti pendidik dan
kepala sekolah. Pengawas mengunjungi sekolah
semata-mata untuk mengejar keburukan dari
pendidik atauapun kepala sekolah. Pengawas
susah mendapatkan nilai baik dari pendidik,
karena mereka lebih melihat nilai buruknya.
Pengawas akan susah untuk memberikan
pelayanan dan bimbingan pada pendidik untuk
membenahi proses pembelajaran.
2. Model Pengawasan/ Supervisi Klinis
Pelaksanaan pengawasan/ supervisi pada model
ini yaitu dengan melakukan pengumpulan data/
bahan yang meyeluruh mengenai kekurangan
pendidik dari berbagai macam sumber.
a. Data/ bahan yang dikumpulkan oleh
pengawas berupa:
1) Kemampuan pendidik dalam proses
pembelajaran
2) Kajian dari hasil pengawsan/ supervisi
yang terdahulu
3) Berbagai permasalahan yang muncul
4) Strategi/ pendekatan pembelajaran yang
digunakan
5) Perangkat pembelajaran yang
mendukung.
b. Data/ bahan mengenai pendidik diperoleh
supervisor/ pengawas dari berbagai sumber,
yaitu:
1) Pendidik itu sendiri.
2) Pendidik lain.
3) Kepala sekolah.
4) Peserta didik.

213
5) Komite sekolah.
c. Jika keseluruhan kekurangan pendidik sudah
terkumpul, selanjutnya supervisior/
pengawas melaksanakan pengawasan/
supervisi klinis. Supervisi ini memiliki
beberapa fase, yaitu:
1) Pertemuan diawal.
2) Pertemuan proses.
3) Pertemuan sesudah pengamatan.
3. Model Pengawasan/ Supervisi Ilmiah
Pelaksanaan model ini yaitu melakukan
penyebaran angket pada berbagai sumber untuk
melihat kemampuan pendidik. Berhasil atau
tidaknya pendidik dalam proses pembelajaran
harus menilik pada pedoman kinerja yang telah
dibuat oleh pendidik. Dengan demikian proses
belajar mengajar musti didasari dengan
penelitian, supaya kedepannya dapat dilakukan
pembenahan secara baik.
Penyebaran angket yang dilakukan menggunakan
skala penilaian atau yang dikenal juga dengan
check list yang disebar pada peserta didik untuk
memperoleh data/informasi tentang proses
pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik. Hasil
dari sebaran angket tadi digunakan sebagai
perbaikan dari proses pembelajaran yang telah
dilakukan guru. Diharapkan dengan penyebaran
angket ini dapat memperoleh data/ informasi
yang mendukung untuk pembelajaran yang lebih
baik lagi.
4. Model Pengawasan/ Supervisi Artistik
Pada pelaksanaan model artistik ini pendidik akan
diberi pelayanan yang maksimal, pendidik akan
diarahkan, diberi bantuan, diterima, dan
diberikan rasa aman, serta pendidik akan selalu
diberikan motivasi demi kemajuan bersama.
Dalam pelaksanaan model ini pengawas/

214
supervisor akan lebih melayani pendidik dengan
menerima keluh kesah pendidik, dengan begitu
pendidik akan merasa nyaman dan dihormati.
Pelaksanaan supervisi hendaknya dengan
menjalin hubungan yang baik antara pengawas
dan pendidik. Jika hubungan baik yang terjalin
maka keterbukaan akan masalah yang ada akan
terselesaikan dengan baik pula. Berikut
dijelaskan beberapa karakteristik dari model
pengawasan/ supervisi artistik:
a. Membutuhkan kepedulian, pengawas banyak
mendengarkan pendidik.
b. Membutuhkan kemampuan tersendiri untuk
dapat mengerti tentang apa yang diperlukan.
memerlukan keahlian keahlian khusus untuk
memahami apa yang dibutuhkan.
c. Memberikan pelayanan inovasi pembelajaran
pada pendidik dalam upaya meningkatkan
pendidikan anak muda.
d. Meminta untuk memberi kepedulian yang
lebih untuk menghidupkan kelas.
e. Membutuhkan pelaporan yang
memperlihatkan percakapan antara
pengawas/ supervisor dengan pendidik atas
azas kepemimpinan.
f. Mempunyai kompetensi berkomunikasi yang
baik, sehingga orang lain dapat menyimak
bahasa yang diutarakan.
g. Mempunyai kompetensi mengartikan makna
dari kejadian yang ada.
h. Memperlihatkan bahwa pengawasan memiliki
sifat individual, kerjasama, dan penggunaan
alat pengambilan informasi yang baik
sehingga dapat diterima oleh individu yang
sedang disupervisi.

215
Pengawasan/ supervisi merupakan kegiatan yang
berkaitan dengan kerjasama anatar individu
ataupun kelompok. Proses bekerja antar individu
tentunya berkaiatan dengan hubungan
keterkaiatan manuasia.
Keterkaiatan tersebut terwujud dengan adanya
keiklasan dalam menerima/ menjalin hubungan
dengan baik. Keterkaiatan tersebut muncul
dengan adanya rasa percaya.
B. Teknik dalam Supervisi Pendidikan
Teknik merupakan bentuk diperlukan dalam
melaksanakan pengawasan/ supervisi. Teknik terkait
dengan cara/ bentuk nyata yang menggambarkan
keterlaksanaan pengawasan/ supervisi oleh
supervisor untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Berikut dijelaskan teknik/ cara yang digunakan oleh
supervisor dari beberapa pendapat ahli:
Made Pidarta (Nasution, 2021) bahwa teknik/ cara
pengawasan dilihat dari:
1. Teknik/ cara yang berkaiatan dengan pengelolan
kelas.
2. Teknik/ cara berkelompok.
3. Pengawasan yang dijadwalkan bersama-sama.
4. Teknik/ cara pengawasan bersama-sama.
5. Teknik/ cara yang menggunakan argumen peserta
didik dan elektronik.
6. Teknik/ cara yang berkunjung ke sekolah/ satuan
pendidikan lainnya.
7. Teknik/ cara dengan melakukan konfrensi
pendidikan.
Selanjutnya, Jamal Makmur (2008) menguraikan
teknik/ cara pengawasan pada dua jenis:
1. Teknik/ cara mandiri:
a. Mengunjungi rungan kelas

216
b. Pengamatan saat di kelas
c. Perbincangan secara individu
d. Sama-sama berkunjung ke ruang kelas
e. Memberi penilaian pada diri sendiri
2. Teknik/ cara berkelompok:
a. Adanya perkenalan untuk pendidik yang baru
masuk.
b. Adanya dewan pelatih.
c. Meeting pendidik bidang studi antar wali
kelas.
d. Musyawarah menjadi bagian dari kelompok.
e. Saling bertukar pengalaman.
f. Workshop.
g. Musyawah yang mengikutsertakan beberapa
para ahli seperti penulis, partisipan, dan
pendengar.
h. Melakukan bimbingan teknis (Bimtek).
i. Melaksanakan simposium.
j. Adanya praktek mengajar.
k. Adanya perpustakaan jabatan.
l. Adanya terbitan pengawasan.
m. Adanya membaca langsung.
n. Mengikuti les.
o. Lembaga jabatan.
p. Laboratoris jabatan.
q. Sejarah sekolah/ satuan pendidikan.
Berdasarkan penjelasan bbeberapa ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa teknik/ cara dalam supervisi
pendidikan yaitu teknik/ cara yang berkaiatan
dengan pengelolan kelas, teknik/ cara berkelompok,
pengawasan yang dijadwalkan bersama-sama,

217
teknik/ cara pengawasan bersama-sama, teknik/
cara yang menggunakan argumen peserta didik dan
elektronik, teknik/ cara yang berkunjung ke sekolah/
satuan pendidikan lainnya, teknik/ cara dengan
melakukan konfrensi pendidikan.
C. Pendekatan dalam Pengawasan/ Supervisi
Pendidikan
1. Pendekatan Langsung
Pendekatan langsung merupakan pendekatan
yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara
langsung. Sangat terlihat bahwa dalam
pendekaan ini pengawas memiliki andil yang
banyak daripada pendidik yang disupervisi.
Pendekatan langsung atau dikenal juga dengan
pendekatan direktif didasarkan pada aliran
behavioristik/ prilaku. Aliran behavioristik
merupakan suatu paham yang tercipta dari
stimulus dan respon. Pendekatan langsung dirasa
kurang baik karena dalam pelaksanaanya
pendidik yang dievaluasi kurang diberikan ruang
untuk mengembangakan kompetensinya.
Meskipun dinilai kurang baik dalam
pelaksanaannya supervisor tetap memberikan
pelayanan dengan memberikan stimulasi pada
pendidik agar termotivasi dalam meningkatkan
kinerjanya. Pengawas dalam pelaksanaannya
menerapkan pemberian penghargaan dan
punishment. Kegiatan pengawas dalam
pendekatan langsung yaitu: 1. Menguraikan, 2.
Mempresentasikan, 3. Memberi petunjuk, 4.
Memberi pengalam nyata, 5. Menentukan target,
6. Memotivasi. Keterlaksanaan dalam pendekatan
ini memberikan arahan dan bimbingan pada
pendidik untuk pembenahan proses pembelajaran
yang lebih baik lagi. Pengawas juga menetapkan
acuan pembelajaran dan menemukan
permasalahan dalam proses pembelajaran.
Pengawas dan pendidik merupakan tim yang
mempertanggungjawabkan mutu dari pendidikan.

218
2. Pendekatan Tak Langsung (Non Direktif)
Dalam pendekatan ini pengawas mempunyai
tugas: mendengarkan, memberi motivasi,
menjelaskan, mempresentasikan, membeikan
solusi.
Pengawas bertanya pada pendidik mengenai hal-
hal yang tidak dipahami mengenai proses
pembelajaran. Memberikan motivasi pada
pendidik untuk mengembangkan kompetensinya
dalam proses pembelajaran. Dengan pendekatan
ini diharapkan pendidik merasa nyaman karena
pengawas memberikan layanan yang optimal.
3. Pendekatan Kolaborasi
Pendekatan ini merupakan perpaduan antara
pendekatan langsung dan tak langsung. Dalam
pendekatan ini pendidik dan pengawas secara
bersama sepakat dalam menentukan tatanan,
proses, dan poin-poin untuk menemukan solusi
dari permasalahan yang muncul. Kolaborasi/
kerjasama merupakan pendekatan yang
mempunyai dua tujuan yaitu dari atas ke bawah
atau sebaliknya. Kegiatan pengawas dalam
pendekatan ini yaitu: mempresentasikan,
merincikan, menjadi pendengar, memberikan
solusi, perundingan.
4. Pendekatan Humanistik
Humanistik atau yang dikenal dengan
memanusiakan manusia merupakan pendekatan
yang meningkatkan mutu manusia itu sendiri.
Berdasarkan karakteristik dari pendekatan
humanistik ini yaitu: 1) setiap individu mampu
menemukan solusi dari setiap masalah yang ada.
2) Setiap individu memiliki sifat ramah lagi sopan,
manusia mempunyai sifat ramah dan bersahabat.
3) Setiap insan memang hasrus dihargai, 4)
peilaku manusia berkembang dari dalam, 5)
Setiap individu dapat dipercaya. 6) setiap manusia
bisa meningkatkatkan kemampuanya.

219
Daftar Pustaka

Ametembun. 2007. Supervisi Pendidikan. Bandung:


Penerbit Suri.
Arikunto, Suharsimi.2006. Dasar-Dasar Supervisi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Aziz, R. (2016). Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Sibuku.
Cut Suryani. (2015). Implementasi Supervisi Pendidikan
dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran di MIN
Sukadamai Kota Banda Aceh. DIDAKTIKA.
Harahap, Baharuddin. (1983). Supervisi Pendidikn.
Jakarta: PT. Ciawijaya.
Kusnandi. (2020). Fungsionalisasi Supervisi Pendidikan
untuk Membentuk Karakter Kejujuran Guru Dalam
Peningkatan Kualitas Profesi Guru dan Pembelajaran.
7(1), 85–94.
Nasution, I. (2021). Supervisi pendidikan. Medan:
Pusdikra Mitra Jaya.
Pidarta, Made. (1988). Marujemen Pendidikan Indonesia.
Bandung: PT. Bina Aksana.
Purwarto, Ngalim. Administrasi Dan Superaisi
Pendidikan. Bandung: Rosdakarya, 2003.
Rifai, Mohd. (1987). Administrasi Dan Supervisi
Pendidikan. Bandung: Jemmars.
Sahertian.2000. Konsep Dasar Dan Teknik Supervisi
Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber
Daya Manuasia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sarwoto. 2010. Dasar-Dasar Organisasi Dan Manajemen.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Shulhan, M. (2012). Supervisi Pendidikan Teori don
Terapan dalam Mengembangkan Sumber Daya Guru.
Surabaya: Acima Publishing.

220
Profil Penulis
M. Anggrayni, M.Pd.
Penulis lahir di Gunung Medan, Kabupaten
Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat pada
tanggal 15 Mei 1992. Putri pertama dari
Bapak Zarwan dan Ibu Sri Sukamti, telah
menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Sitiung
Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2010,
menyelesaikan pendidikan strata 1 di Universitas Bung
Hatta Padang pada tahun 2014 pada program studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, menyelesaikan
pendidikan stata 2 di Universitas Negeri Padang pada
tahun 2016 pada program studi Pendidikan Dasar.
Penulis merupakan istri dari Nopriyadi dan telah
dikaruniai dua anak yaitu Azka Adiansa dan Ayra
Adiansa. Penulis mengawali karir pada tahun 2018
sebagai dosen tetap Yayasan Amanah Ampang Kuranji
(YAAK) di Universitas Dharmas Indonesia (Undhari)
mengajar di Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di
Undhari. Disamping kesibukannya mengajar, ia juga aktif
menulis beberapa artikel dan buku ajar.
Email Penulis: melisaanggrayni81@gmail.com

221
222
14
MANAJEMEN MUTU SEKOLAH

Arifin, S.Pd., M.Pd


Universitas Muhammadiyah Kupang

Konsep Manajemen Mutu Sekolah

Konsep tentang mutu masing-masing para ahli


memberikan definisi yang berbeda tergantung pada
pengalaman dan cara pandang terhadap sesuatu.
Menurut Deming mutu berarti pemecahan masalah untuk
mencapai penyempurnaan terus-menerus. Juran
berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian dengan
penggunaan. Ishikawa berpendapat bahwa mutu berarti
kepuasan pelanggan. Dengan demikian dapat dipahami
mutu merupakan standar yang ditawarkan kepada
konsumen sebagai konsekuensi terhadap sesuatu yang
ditawarkan tersebut.
Menurut (Nahrowi, 2019) Manajemen Mutu Sekolah
merupakan proses mengelola kinerja berupa
perencanaan, pengorganisasian, pelakasanan, monitoring
dan evaluasi dalam menyelenggarakan pendidikan yang
bermutu pada sekolah tersebut. Mutu dalam pandangan
invidu satu dengan lainnya memiliki standarisasi yang
berbeda, masyarakat akan hanya bisa menilai mutu
dari sekolah pada saat sekolah tersebut dibandingkan
dengan sekolah lainnya, maka akan nampak mutu
dari lembaga/ sekolah yang sedang dibandingkan.
Menurut (Ulum & Bambang, 2017) Kualitas atau mutu
dapat didefinisikan melalui lima pendekatan utama: (1)
transcendent quality adalah suatu kondisi ideal menuju
keunggulan, (2) product-based quality adalah suatu

223
kualitas, (3) user-based quality adalah kesesuaian atau
ketetapan dalam penggunaan produk (barang dan/ atau
jasa), (4) manufacturing- based quality adalah kesesuaian
terhadap persyaratan-persyaratan standar, dan (5) value-
based quality adalah derajat keunggulan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat dipahami
bahwa manajemen mutu sekolah merupakan upaya
sekolah dalam memenuhi kebutuhan pelanggan oleh
karenanya sekolah dengan berbagai upaya dan
berdasarkan regulasi yang ada perlu mempersiapkan
standar yang sesuai berdasarkan kebutuhan pelanggan
tersebut.
Sallis (2011) mengemukakan bahwa sebagai suatu
layanan pendidikan kepada masyarakat, sekolah memiliki
3 jenis pelanggan: pelanggan primer yaitu guru dan
karyawan sekolah/madrasah, pelanggan sekunder yaitu
siswa dan pelanggan tersier yaitu orang tua siswa dan
masyarakat luas, khususnya yang menggunakan atau
menerima lulusan. Dengan demikian kualitas layanan
kepada ketiga jenis pelanggan tersebut dan kepuasan
merekalah yang harus dipertanggungjawabkan oleh
sekolah/madrasah.
Kategorisasi pelanggan yang diajukan Sallis berpangkal
dari rangkaian kerja manajemen, namun jika dilihat
dari dampak pendidikan kepada masyarakat,
penjelasan tentang apa yang dilayankan dapat
diurutkan secara terbalik sebagai berikut. Layanan
pendidikan dari sekolah/madrasah kepada masyarakat
(pelanggan tersier) adalah mutu lulusan yang dihasilkan.
Dalam konteks ini mutu harus dimaknai sesuai dengan
tuntutan zaman dan kondisi masyarakat di mana
sekolah/madrasah tersebut berada, sehingga
kompetensi lulusan kompatibel dengan yang
dikehendaki masyarakat. Layanan kepada siswa
(pelanggan sekunder) adalah proses pendidikan, baik
proses pembelajaran di dalam
kelas/laboratorium/studio/workshop/lapangan
(teaching-learning process) maupun budaya sekolah
(school culture) di mana siswa membangun kebiasaan
yang setahap demi setahap terinternalisasi menjadi

224
budaya. Layanan ini merupakan inti dari bisnis
sekolah/madrasah, karena mutu lulusan merupakan
harus dari proses pendidikan. Oleh karena itu kualitas
proses pembelajaran dan budaya sekolah/madrasah
harus mendapatkan perhatian serius.
Permendikbud No. 28 tahun 2016 tentang sistem
penjaminan mutu satuan pendidikan dasar dan
menengah pada pasal 1 menjelaskan mutu adalah tingkat
kesesuaian antara penyelenggaraan pendidikan dasar
dan pendidikan menengah dengan Standar Nasional
Pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Berdasarkan permendikbud tersebut satuan
pendidikan perlu menyesuaikan seluruh komponen pada
satuan pendidikan berdasarkan standar nasional
pendidikan. Untuk mengetahui kesesuai tersebut dalam
permendikbud tersebut juga mengatur tentang sistem
penjaminan mutu internal untuk menjamin mutu pada
satuan pendidikan tersebut dan sistem penjaminan mutu
eksternal untuk melakukan fasilitasi dan penilaian untuk
menentukan kelayakan dan tingkat capaian mutu pada
satuan pendidikan.
Dalam konsep total quality management, pengelolaan
sekolah digambarkan sebagai piramida terbalik dengan
penjelasan bahwa tugas utama guru/karyawan adalah
melayani siswa sehingga mereka dapat belajar dengan
maksimal, tugas pimpinan sekolah adalah memfasilitasi
guru dan karyawan agar mereka dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, tugas Dinas Pendidikan adalah
melayani sekolah/madrasah agar dapat melaksanakan
fungsi pendidikan dengan baik.
Tentu kepuasan guru dan karyawan tidak cukup
untuk membuat layanan pendidikan berjalan dengan
baik. Kesamaan arah dan langkah kerja sangat
diperlukan. Membangun kesamaan arah dan langkah
serta menumbuhkan motivasi kerja adalah tugas
utama pimpinan sekolah (Senge dalam Malik, dkk.
2020). Dalam konteks persekolahan di Indonesia yang
sering kali tidak didukung oleh sarana yang memadai
pimpinan sekolah/madrasah dituntut untuk melakukan

225
terobosan dan membangun jaringan untuk dapat
memanfaatkan sarana lain di luar sekolah.

Elemen-Elemen Sekolah Bermutu

Berbagai analisis tentang mutu sekolah selalu dilakukan


baik oleh pemerintah sebagai penyelenggara pada tingkat
pusat, pemerintah daerah, sampai pada satuan
pendidikan itu sendiri. Pada Penyelenggaraan sekolah
formal ada beberapa elemen penting yang menjadi
penunjang terpenuhinya sekolah bermutu.
1. Elemen Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan roh dari
pelaksanaan pendidikan di Sekolah, sebagai roh,
maka proses pembelajaran perlu menjadi prioritas
para pemangku kepentingan di sekolah (kepala
sekolah) maupun para guru. Para guru diharapkan
hadir sepenuh hati dalam proses pembelajaran
sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan
termotivasi. Dalam proses pembelajaran yang baik
minimal terlihat dari kualitas pembelajaran yang
dilakukan, iklim belajar, dan pemanfaatan sarana dan
prasarana dalam pembelajaran. Kualitas belajar dapat
berupa melaksanakan pembelajaran yang efektif,
melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar
untuk digunakan pada program berikutnya, dan
melakukan remedial. Iklim belajar dapat berupa
partisipasi aktif siswa, budaya literasi di sekolah, dan
menciptakan suasana belajar yang aman, nyaman,
dan bersih.
2. Elemen Mutu Guru
Mengembangkan mutu sekolah tidak lepas dari
mengembangkan mutu guru. Guru yang bermutu
menjadi tumpuan pelanggan (siswa) untuk belajar
dan memperoleh pengalaman yang baik dan cukup
tidak hanya pada konsep tetapi juga pada aspek
praksis/praktenya nanti. Komponen mutu guru agar
sekolah menjadi bermutu minimal guru harus
melakukan peningkatan kompetensi, pengembangan

226
profesi, inovatif dan kreatif dalam melakukan
pembelajaran.
3. Elemen Manajemen Sekolah
Keberlangsungan elemen proses pembelajaran dan
mutu guru akan dapat tercapai tergantung juga pada
elemen manajemen sekolah. Jika manajemen sekolah
berjalan secara profesional dan orientasi pada capaian
mutu, visioner, dan didasarkan pada misi yang jelas
maka elemen proses pembelajaran dan mutu guru
dapat dicapai. Sebaliknya jika manajemen sekolah
tidak berjalan secara profesional maka kedua elemen
tersebut sulit dicapai. Oleh karena itu manajemen
sekolah membutuhkan sumber daya manusia yang
baik untuk pengelolaan pendidikan. Mirisnya, dalam
tatanan praktis masih merupakan hal yang biasa.
Masih banyak dijumpai penyelenggara pendidikan
yang beranggapan bahwa itu tidak atau kurang
penting. Padahal, tanpa adanya manajemen sekolah
yang baik, dipastikan pendidikan tidak akan
berproses maksimal, maka hasilnya pun seiring
dengan proses yang dilakukan.
Disamping itu, penyelenggaraan sekolah perlu dipimpin
oleh kepala sekolah yang visioner, kreatif, dan inovatif
dalam memajukan sekolahnya. Kepala sekolah perlu
mempraktekkan kepemimpinan yang demokratis dan
harmonis sehingga potensi potensi sekolah dapat
dikembangkan secara maksimal. Yang tidak kalah penting
adalah pelibatan masyarakat, budaya sekolah,
pengelolaan guru, pengelolaan sarpras, dan penjaminan
mutu harus menjadi perhatian dalam elemen manajemen
sekolah.
Mengimplementasikan elemen manajemen sekolah, perlu
disingkronkan dengan regulasi-regulasi yang ada, seperti
perlu memperhatikan standar nasional pendidikan,
regulasi tentang manajemen mutu internal, maupun
regulasi manajemen mutu eksternal. Oleh karena itu pada
titik inilah diperlukan berbagai komitmen untuk
perbaikan kualitas. Ketika melihat peluang, dan peluang
itu dijadikan modal, kemudian modal menjadi pijakan

227
untuk mengembangkan sekolah yang disertai komitmen
yang tinggi, maka secara otomatis akan terjadi sebuah
efek domino (positif) dalam pengelolaan organisasi,
strategi, SDM, pendidikan dan pengajaran, biaya, serta
marketing pendidikan.
Sukaningtyas, Saefudin, & Saud (2016) mengungkapkan
ada sepuluh nilai sekolah yang relevan dalam
penjaminan mutu pendidikan antara lain: (1) aturan
dalam pencapaian visi sekolah; (2) pengembangan
profesionalitas guru; (3) komitmen pada perbaikan
mutu pembelajaran; (4) komitmen meningkatkan mutu
pendidikan; (5) perbaikan mutu secara berkelanjutan;
(6) komunikasi terbuka; (7) nilai dan budaya sebagai
landasan proses pendidikan; (8) peningkatan hasil
belajar; (9) inovasi pembelajaran; (10) apresiasi pada
prestasi peserta didik.
Sedangkan Indrawati & Sutisna (2020) menyebutkan
bahwa sekolah yang bermutu perlu memenuhi kriteria
sebagai berikut: (1) keefektifan kepemimpinan kepala
sekolah; ( 2) partisipasi aktif seluruh komponen yang
berkepentingan di sekolah; (3) efektifitas proses belajar
mengajar; (4) kurikulum yang relevan; (5) visi, misi,
dan tujuan yang terarah; (6) kondusifnya iklim dan
lingkungan sekolah; (7) keterlibatan masyarakat dan
orang tua peserta didik dalam penyelenggaraan sekolah.

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah


(MPMBS)
Menurut Nurkolis (2010) MPMBS secara leksikal berasal
dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah.
Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya
secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki
kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah
merupakan lembaga untuk belajar dan mengajar serta
tempat menerima dan memberikan pelajaran.
Berdasarkan makna leksikal tersebut maka manajemen
berbasis sekolah dapat diartikan penggunaan sumber
daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam
proses pembelajaran.

228
Danim (2012) mendefinisikan MPMBS sebagai
desentralisasi kewenangan pembuatan sekaligus
pengambilan keputusan di tingkat sekolah. Pembuatan
keputusan merupakan inti dari keseluruhan proses dan
substansi tugas manajemen sekolah. Definisi ini
memberikan penjelasan bahwa melalui MPMBS, pihak
sekolah dan para stakeholder mempunyai wewenang
untuk membuat keputusan sesuai dengan system
pendidikan nasional termasuk menyesesuaikan dengan
perubahan dan perkembangannya. Keputusan yang
diambil menyangkut seluruh aspek yang berhubungan
dengan setiap pelaksanaan pendidikandi lingkungan
sekolah berdasarkan peraturan yang berlaku.
Sedangkan Miarso (2014) bahwa MPMBS sebagai
pelimpahan wewenang pada sekolah untuk mengambil
keputusan mengenai alokasi dan pemanfaatan sumber-
sumber berdasarkan aturan akuntabilitas yang
berkaitan dengan sumber tersebut. Dengan demikian,
pihak sekolah tidak hanya bertanggungjawab kepada
pimpinan yang lebih tinggi atau instansi pemerintahan
tetapi juga kepada stakeholder.
Dengan demikian MPMBS merupakan pemberian
kewenangan yang luas kepada sekolah untuk untuk
mengelola sekolah secara profesional mulai dari
perencanaan, pengorgnisasian pembelajaran, mengawasi,
dan mempertanggung jawabkannya, termasuk
menyiapkan SDM yang berkualitas dan sarana prasarana
yang memadai.
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS) sebagaimana yang disampaikan oleh
Aedi (2010) adalah sebagai berikut: (a) Pendidikan yang
efektif melibatkan semua pihak dalam mendidik anak;
(b) Sekolah adalah unit terpenting bagi pendidikan yang
efektif; (c) Segala keputusan sekolah dibuat oleh oleh
pihak-pihak yang benar-benar mengerti tentang
sekolah termasuk seluruh warganya; (d) Guru-guru
harus membantu dalam pembuatan keputusan program
pendidikan dan kurikulum; (e) Sekolah mandiri membuat

229
keputusan pengalokasian dana, dan (f) Perubahan akan
bertahan lebih lama apabila melibatkan stakeholder.
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, maka MPMBS
bertujuan: a) meningkatkan mutu pendidikan melalui
pemberian wewenang kepada sekolah dalama menata
sekolah berdasarkan karakteristik dan potensi yang
dimiliki sekolah; b) meningkatkan kepedulian warga
sekolah dan amasyarakat dalam pengelolaan sekolah; c)
meningkatkan tanggung jawab sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan; d) meningkatkan
kompetensi guru agar proses pembelajaran bermakna dan
berdaya.
Menurut Modelu & Asiah (2019) secara garis besar dapat
dikatakan bahwa MPMBS bertujuan untuk
memberdayakan sekolah melalui pemberian
kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk
meningkatkan mutu sekolah dengan kemandiriannya,
karena itu maka: a) sekolah sebagai lembaga
pendidikan lebih mengetahui kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman bagi dirinya dibandingkan dengan
lembaga-lembaga lainnya, sehingga ia bisa
mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk
memajukan lembaganya; b) sekolah lebih mengetahui
kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan
yang akan dikembangkan dan diberdayagunakan dalam
proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan
dan kebutuhan peserta didik; c) sekolah dapat
bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-
masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan
masyarakat pada umumnya, sehingga ia akan berupaya
semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai
sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan; d)
sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan
sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu
pendidikan melalui upaya-upaya inovasi dengan
didukung orang tua peserta didik, masyarakat dan
pemerintah daerah setempat.
MPMBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh
sekolah yang akan menerapkannya. Dengan kata lain,
jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan MPMBS,

230
maka sejumlah karakteristik MPMBS perlu dimiliki.
Karakteristik MPMBS tidak dapat dipisahkan dengan
karakteristik sekolah efektif. Jika MPMBS merupakan
wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan
isinya. Karakteristik MPMBS dapat dilihat pula melalui
pendidikan sistem. Karakteristik MPMBS bisa diketahui
juga antara lain dari bagaimana sekolah dapat
mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah,
pengorganisasian pembelajaran, proses pembelajaran di
sekolah, pengelolaan sumber daya manusia, dan
pengelolaan sumber daya administrasi.
Menurut Suryosubroto (2014) karakteristik MPMBS
berdasarkan pada input, proses dan output.
1. Input Pendidikan. Dalam input pendidikan ini
meliputi; (1) memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran
mutu yang jelas, (2) sumber daya yang tersedia dan
siap, (3) staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi, (4)
memiliki harapan prestasi yang tinggi, (5) fokus pada
pelanggan;
2. Proses. Dalam proses terdapat sejumlah karakter
yaitu; (1) PBM yang memiliki tingkat efektifitas yang
tinggi, (2) Kepemimpinan sekolah yang kuat, (3)
Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (4)
Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, (5)
Sekolah memiliki budaya mutu, (6) Sekolah memiliki
team work yang kompak, cerdas, dan dinamis.
3. Output yang diharapkan. Output Sekolah adalah
prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses
pembelajarn dan manajemen di sekolah. Pada
umumnya output dapat di klasifikasikan menjadi dua
yaitu output berupa prestasi akademik yang berupa,
lomba karya ilmiah remaja, cara cara berfikir (Kritis,
Kreatif, Nalar, Rasional, Induktif, Deduktif dan
Ilmiah). Selanjutnya output non akademik, berupa
keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran,
kerjasama yang baik, toleransi, kedisiplinan, prestasi
olahraga, kesenian dari para peserta didik dan
sebagainya.

231
Sastradiharja (2019) tentang prinsip implementasi
manajemen sekolah berbasis mutu antara lain:
perbaikan secara terus-menerus, menentukan standar
mutu, perubahan kultur sekolah, perubahan organisasi,
memperkuat program unggulan sesuai dengan kekhasan
dan kearifan local, dan mempertahankan kepuasan
pelanggan.

Ruang Lingkup Manajemen Mutu Sekolah

Mewujudkan mutu pada satuan pendidikan memiliki


tantangan tersendiri bagi semua orang yang terlibat di
dalamnya. Seluruh SDM yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan sekolah perlu mengetahui sektor-sektor yang
menjadi titik poin untuk menonjolkan kualitas satuan
pendidikan tersebut. Dibawah ini akan dipaparkan aspek-
aspek yang menjadi daya tawar tinggi yang dianggap
ukuran mutu bagi sekolah yang dapat ditawarkan kepada
masyarakat.
Sebagaimana diuraikan oleh Mulyasa dalam Syarbini
(2013) berikut ini beberapa ruan lingkup kajian
manajemen mutu sekolah:
1. Manajemen Mutu Peserta Didik
Manajemen mutu Peserta Didik ini berisi penataan
terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta
didik mulai dari masuk dan sampai pada
keluarnya dari sekolah. Misalnya PPDB dan pola
rekruitmen peserta didik baru. Manajemen peserta
didik ini bertujuan untuk mengatur berbagai
kagiatan dalam bidang kesiswaan baik inkurikuler
maupun ekstrakurikuler agar kegiatan pembelajaran
disekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib dan
teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah.
2. Manajemen Mutu Tenaga Pendidikan dan
Kependidikan
Yang termasuk dalam tenaga pendidik adalah semua
guru di lembaga tersebut dan yang termasuk tenaga
kependidikan adalah staf karyawan dilembaga
tersebut.

232
Pengaturan menuju pada mutu meliputi perencanaan
pegawai, pengadaan pegawai, pembinaan dan
pengembangan pegawai, promisi, pemberhentian
pegawai, kompensasi pegawai dan penilaian kinerja
pegawai.
3. Manajemen Mutu Kurikulum dan Pembelajaran
Menejemen mutu kurikulum dan pembelajaran
mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian kurikulum. Untuk menjamin efektifitas
perkembangan kurikulum dan program pengajaran
kepala sekolah bersama dengan jajarannya harus
mampu menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci
dan dituangkan kedalam program tahunan, semester
dan bulanan lalu diorganisasikan dalam organisasi
pembelajaran yang kemudian wajib dikembangkan
oleh guru.
4. Manajemen Mutu Keuangan
Komponen utama manajemen keuangan adalah
prosedur anggaran, prosedur akuntansi keuangan,
pembelajaran, perundangan dan prosedur
pendistribusian, prosedur investasi dan prosedur
pemeriksaan.
5. Manajemen Mutu Sarana Prasarana
Manajemen mutu sarana dan prasarana berupa
kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan,
perawatan, penyimpanan, inventaris dan
penghapusan serta penataan.
6. Manajemen Mutu Hubungan Masyarakat
Manajemen mutu hubungan masyarakat bertujuan
untuk memajukan kualitas pembelajaran,
memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas
hidup dan pemberdayaan masyarakat serta
meningkatkan motivasi masyarakat untuk menjalin
hubungan dengan sekolah.

233
7. Manajemen Mutu layanan Khusus
Manajemen mutu layanan khusus meliputi layanan
perpustakaan, kesehatan UKS, dan keamanan
sekolah serta bimbingan konseling.

Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Mutu


Sekolah
Sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang
didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya
peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat suatu
bangsa. Sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia serta peningkatan derajat sosial
masyarakat bangsa, sekolah sebagai intitusi pendidilan
yang dapat mengontrol perilaku sosial perlu dikelola,
diatur, ditata dan diperdayakan, agar sekolah dapat
menghasilkan out put yang berkualitas.
Implementasi Manajemen Mutu Sekolah akan sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sifatnya internal
di lingkungan sekolah ataupun faktor eksternal di luar
sekolah. Secara umum beberapa faktor pendukung
Manajemen Mutu Sekolah adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan kepala sekolah
Manajemen mutu sekolah akan berhasil jika ditopang
oleh kepemimpinan kepala sekolah dijalankan secara
profesional dan berorientasi pada pencapaian visi dan
misi. Disamping itu kepala sekolah perlu efektif,
efisien, serta mampu menciptakan iklim sekolah yang
kondusif.
Prinsip ajaran kepemimpinan dari Ki Hajar
Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo (memberi
teladan di depan), Ing Madya Mangun Karso (berada
di tengah untuk membangun semangat), dan Tut
Wuri Handayani (memberikan dorongan dari
belakang).

234
Menjadi seorang pemimpin harus mampu memberi
teladan yang baik bagi orang-orang disekitarnya.
Seorang pemimpin harus mampu menciptakan
suasana yang kondusif, bergerak bersama,
menciptakan program dan berinovasi, memberikan
motivasi dan semangat bagi seluruh warga sekolah
agar bergerak mencapai tujuan sekolah. Pada sisi
kepemimpinan keteladanan juga menjadi hal yang
patut ditunjukan oleh kepala sekolah baik ketika
berada di lingkungan sekolah maupun ketika berada
di tengah masyarakat pada umumnya. Kepala
Sekolah, menjaga sikap dan perilaku sesuai norma
yang berlaku di masyarakat, menjaga integritas dan
menghindari konflik kepentingan, menjalin
komunikasi dengan semua pihak, mau menerima
masukan, mau belajar dan bekerja keras.
2. Menargetkan mutu sekolah
Tujuan dan target mutu sekolah dirumuskan dalam
dokumen kurikulum sekolah. Target mutu
dirumuskan dengan menganalisis rapor mutu,
mengevaluasi kinerja, melihat potensi, dan melihat
peluang. Ide kepala sekolah dibahas dalam pertemuan
dewan guru dan komite sekolah.
Pada tahap ini sekaligus sekolah melakukan analisis
tantangan, peluang, kekuatan, dan kelemahan
sekolah. Serta melakukan refleksi pada setiap
program dan agenda sekolah.
3. Menjaga motivasi pendidik dan tenaga kependidikan
Kepala sekolah memastikan pengawasan, pembinaan,
reward and punishment berjalan dengan baik,
sehingga ada nuansa keadilan bagi tenaga pendidik
dan tenaga kependidikan. Bagi yang berprestasi
mendapat penghargaan, bagi yang melanggar
mendapatkan sanksi/pembinaan.

235
4. Menciptakan pembelajaran yang kondusif, aman,
nyaman, dan sehat
Sekolah menciptkan lingkungan pembelajaran yang
kondusif bagi peserta didik dengan membuat
lingkungan belajar yang menginspirasi, proses
belajar yang efektif dan menyenangkan, sumber
belajar dan bantuan belajar yang siap siaga. Upaya
lain yang dilakukan adalah dengan menciptakan dan
memelihara budaya kerja, budaya belajar,
lingkungan kerja dan lingkungan belajar yang
kondusif yang didukung oleh seluruh warga sekolah,
orang tua, dan stake holder lainnya.
5. Berkolaborasi dengan orang tua dan masyarakat
Sekolah perlu berkolaborasi secara maksimal dengan
menjalin kerjasama dengan komite sekolah dan
orang tua saat merencanakan kebutuhan di awal
tahun pelajaran, perencanaan kegiatan dan
anggaran sekolah, kerjasama dengan dunia usaha
dan dunia industri untuk meningkatkan
keterampilan peserta didik misal dalam seni dan
keterampilan, masyarakat lingkungan sekolah
berkontribusi dalam menjaga keamanan sekolah
agar tercipta jalinan kerjasama dan saling
menguntungkan.
6. Memperketat pengawasan dan evaluasi
Sekolah perlu menyusun program pengawasan secara
obyektif, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
Supervisi dilakukan secara periodik tiap semester
melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan tindak lanjut hasil supervisi.

236
Daftar Pustaka

Aedi, Nur, (2010). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis


Sekolah; Buku 1 Konsep Dasar. Jakarta: Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.
Danim, Sudarmawan, (2012). Konsep dan Teori
Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Indraswati, D.,Sutisna, D,. (2020). Implementasi
Penjaminan Mutu di Sekolah Dasar. Jurnal Dinamika
Manajemen Pendidikan. 5 (1) 10-21
Malik, Abdul, dkk. (2020). Naskah Akademik IASP 2020.
Badan Akreditasi Nasional Sekolah Madrasah
Kemdikbur RI.
Miarso, Yusuf Hadi, (2014). Menyemai Benih Teknologi
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Modelu, Rosna, Asiah, Siti, (2019). Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah Antara Harapan
dan Realita. Alminhaj: Jurnal Pendidikan Islam 2(1)
128-142.
Nahrowi, Moh,. (2019). Manajemen Mutu Sekolah Dasar.
Jurnal Auladuna 1(1), 122-135
Nurkolis, (2010). Manajemen Berbasis Sekolah Teori,
Model, dan Aplikasi. Jakarta : Grasindo.
Sallis, Edward, (2011). Total Quality Management in
Education. Jogjakarta: Ircisod.
Sastradiharja, E. J. (2019). Manajemen Sekolah Berbasis
Mutu. Mumtaz: Jurnal Studi Al-Qur’an Dan
Keislaman, 2(2), 267–292.
https://doi.org/10.36671/mumtaz.v2i2.28

237
Sukaningtyas, D., Satori, D., & Udin Syaefuddin Sa’ud.
(2016). Pengembangan Kapasitas Manajemen Sekolah
Dalam Membangun Pemahaman Visi dan Misi. Jurnal
Ilmu Pendidikan, 22(2), 101–107. Retrieved from
file:///C:/Users/Client/Downloads/8727-11599-1-
PB (1).pdf.
Suryosubroto, (2014). Manajemen Pendidikan di Sekolah.
Jakarta: Rineka Cipta
Syarbini, (2013). Manajemen Madrasah. Bandung:
Alfabeta

238
Profil Penulis
Arifin, S.Pd., M.Pd
Lahir di Lanci Jaya (Dompu) Nusa Tenggara
Barat, 26 Januari 1987. Putra kedua dari tiga
bersaudara passangan bapak Arsyad dan ibu
Jamilah ini menyelesaikan Pendidikan dasar
di SD Inpres 15 Manggelewa, SMP Negeri 2
Manggelewa, SMA N 1 Manggelewa. Kemudian pada tahun
2005 berhijrah ke Malang Jawa Timur untuk melanjutkan
studi Sarjana S1 pada Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas
Muhammadiyah Malang lulus tahun 2009, setelah itu
melanjutkan studi magister pada program pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Malang pada Program studi
Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan lulus tahun
2011. Pada tahun 2012 hingga sekarang menjadi dosen
tetap di Universitas Muhammadiyah Kupang, Nusa
Tenggara Timur.
Penulis memiliki kepakaran dalam bidang manajemen
pendidikan, untuk mendukung kepakaran penulis terlibat
aktif dalam berbagai kegiatan seperti menjadi Asesor BAN
SM Provinsi NTT tahun 2020-hingga sekarang, Instruktur
Kurikulum 2013 tahun 2014-2016, Fasilitaor Sekolah
Penggerak tahun 2021-hingga sekarang, dan masih
banyak lagi. Beberapa penelitian juga telah dihasilkan
oleh penulis baik yang di danai internal kampus maupun
dana eksternal Kemdikbud Ristek Dikti.
Selain itu penulis juga aktif melakukan publikasi hasil-
hasil penelitian pada jurnal nasional ber ISSN dan jurnal
nasional terakreditasi, juga pada proseding seminar-
seminar nasional maupun internasional. Kinerja penulis
dalam publikasi dapat ditelusuri pada laman berikut:
https://scholar.google.co.id/citations?user=j2_NKEQAAA
AJ&hl=id .
Email Penulis: arifin1arsyad2@gmail.com

239
240
15
MONITORING DAN EVALUASI
PROGRAM DI SEKOLAH

Mutia Liana, M.Pd


SMK Negeri 3 Lubuklinggau

Perbedaan Monitoring dan evaluasi

Monitoring adalah proses pengumpulan data yang di


lakukan rutin dan mengukur kemajuan atas objektif
suatu program. Monitoring bertujuan untuk memantau
perubahan dan fokus pada proses dan keluaran.
Melibatkan monitoring dapat dilakukan dengan
perhitungan atas apa yang dilakukan. Menurut Para Ahli
Cassely dan Kumar 1987. Monitoring merupakan program
yang terintegrasi, bagian penting dipraktek manajemen
yang baik dan arena itu merupakan bagian integral di
manajemen sehari-hari. Pengertian Monitoring Menurut
Para Ahli Calyton dan Petry 1983 Monitoring sebagai
suatu proses mengukur, mencatat, mengumpulkan,
memproses dan mengkomunikasikan informasi untuk
membantu pengambilan keputusan manajemen
program/proyek.
Monitoring dan Evaluasi adalah dua kata yang memiliki
aspek kegiatan yang berbeda yaitu kata Monitoring dan
Evaluasi. “Monitoring merupakan aktivitas yang
dilakukan pimpinan untuk melihat, memantau jalannya
organisasi selama kegiatan berlangsung, dan menilai
ketercapaian tujuan, melihat factor pendukung dan
penghambat pelaksanaan program Dalam monitoring
(pemantauan) dikumpulkan data dan dianalisis, hasil
analisis diinterpretasikan dan digunakan sebagai

241
masukan bagi pimpinan untuk mengadakan perbaikan.
Monitoring terhadap sebuah hasil perencanaan yang
sedang berlangsung menjadi alat pengendalian yang baik
dalam seluruh proses implementasi. “Proses dasar dalam
monitoring ini meliputi tiga tahap yaitu: (1) menetapkan
standar pelaksanaan; (2) pengukuran pelaksanaan; (3)
menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan
dengan standar dan rencana. Perbedaan antara
monitoring dan evaluasi adalah monitoring dilakukan
pada saat program masih berjalan sedangkan evaluasi
dapat dilakukan baik sewaktu program itu masih berjalan
ataupun program itu sudah selesai. Atau dapat juga bila
dilihat dari pelakunya, monitoring biasanya dilakukan
oleh pihak internal sedangkan evaluasi dilakukan oleh
pihak internal maupun eksternal. Evaluasi dilaksanakan
untuk memperoleh fakta atau kebenaran dari suatu
program beserta dampaknya, sedangkan monitoring
hanya melihat keterlaksanaan program, faktor
pendukung, penghambatnya. Bila dilihat secara
keseluruhan, kegiatan monitoring dan evaluasi ditujukan
untuk pembinaan suatu program.

Tujuan Monitoring dan Evaluasi

Umpan balik dari sebuah program akan dipergunakan


dalam perbaikan dan penyesuaian komponen-komponen
yang tidak maksimal dalam pelaksanaan program dan bila
memungkinkan perubahan skenario dapat dilakukan
karena gagal dalam pelaksanaan program, monitoring
tujuannya adalah seperti yang dikemukan di atas oleh
karena itu monitoring sangat diperlukan untuk
keberhasilan sebuah program. Monitoring bertujuan
mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program yang
sedang berjalan, dengan mengetahui kebutuhan ini
pelaksanaan program akan segera mempersiapkan
kebutuhan tersebut. Kebutuhan bisa berupa biaya,
waktu, personel, dan alat. Pelaksanaan program akan
mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, berapa lama
waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut. 13 Dengan
demikian akan diketahui pula berapa jumlah tenaga yang
dibutuhkan, serta alat apa yang harus disediakan untuk

242
melaksanakan program tersebut. Evaluasi bertujuan
memperoleh informasi yang tepat sebagai bahan
pertimbangan untuk mengambil keputusan tentang
perencanaan program, keputusan tentang komponen
input pada program, implementasi program yang
mengarah kepada kegiatan dan keputusan tentang output
menyangkut hasil dan dampak dari program kegiatan.

Fungsi Monitoring dan Evaluasi

Ketaatan (compliance). Monitoring menentukan apakah


tindakan administrator, staf, dan semua yang terlibat
mengikuti standar dan prosedur yang telah ditetapkan. (2)
Pemeriksaan (auditing). Monitoring menetapkan apakah
sumber dan layanan yang diperuntukkan bagi pihak
tertentu (target) telah mencapai mereka. (3) Laporan
(accounting). Monitoring menghasilkan informasi yang
membantu “menghitung” hasil perubahan sosial dan
masyarakat sebagai akibat implementasi kebijaksanaan
sesudah periode waktu tertentu. (4) Penjelasan
(explanation). Monitoring menghasilkan informasi yang
membantu menjelaskan bagaimana akibat kebijaksanaan
dan mengapa antara perencanaan dan pelaksanaannya
tidak cocok Sedangkan evaluasi menurut Moh. Rifai
sebagai kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan
monitoring memiliki fungsi sebagai berikut: “(a) Evaluasi
sebagai pengukur kemajuan; (b) Evaluasi sebagai alat
perencanaan; (c) Evaluasi sebagai alat perbaikan.

Prinsip-Prinsip Monitoring dan Evaluasi

Pada pelaksanaannya, monev haruslah dilakukan dengan


prinsip-prinsip seperti berikut ini:
1. Berorientasi pada tujuan, Monev hendaknya
dilaksanakan mengacu pada tujuan yang ingin
dicapai. Hasil monev dipergunakan sebagai bahan
untuk perbaikan atau peningkatan program pada
evaluasi formatif dan membuat jastifikasi dan
akuntabilitas pada evaluasi sumatif.

243
2. Mengacu pada kriteria keberhasilan, Monev
seharusnya dilaksanakan mengacu pada kriteria
keberhasilan program yang telah ditetapkan
sebelumnya. Penentuan kriteria keberhasilan
dilakukan bersama antara para evaluator, para
sponsor, pelaksana program (pimpinan dan staf), para
pemakai lulusan (konsumen), lembaga terkait
(dimana peserta kegiatan bekerja).
3. Mengacu pada asas manfaat, Monev sudah
seharusnya dilaksanakan dengan manfaat yang jelas.
Manfaat tersebut adalah berupa saran, masukan atau
rekomendasi untuk perbaikan program yang di monev
atau sejenisnya di masa mendatang.
4. Dilakukan secara objektif, Monev harus dilaksanakan
secara objektif. Petugas monev dari pihak eksternal
seharusnya bersifat independen, yaitu bebas dari
pengaruh pihak pelaksana program. Petugas monev
internal harus bertindak objektif, yaitu melaporkan
temuannya apa adanya.

Ruang Lingkup Monitoring dan Evaluasi

Sebagai suatu proses untuk menghasilkan dan


menyajikan informasi guna mendukung pengambilan
keputusan, monev program dilakukan sejalan dengan
tahapan program yang akan dimonev. Cakupan monev
meliputi empat aspek: “(1) perencanaan, (2) pelaksanaan,
(3) hasil program, dan (4) dampak”. Setiap tahapan
menggunakan jenis evaluasi dan pendekatan evaluasi
yang berbeda.:
1. Perencanaan program, meliputi: a. kondisi lembaga
yang akan dimonev (kontekstual) b. tujuan program
yang akan dimonev c. isi program kegiatan yang akan
dimonev d. jenis dan model monev yang diterapkan
Monitoring dan Evaluasi metodologi yang digunakan:
desain, variabel, teknik sampling, instrumen, analisis
data, diseminasi hasil, f. strategi pelaksanaan
evaluasi: personal yang terlibat (siapa evaluator, siapa
target evaluasi); waktu pelaksanaan evaluasi (berapa
lama, dan kapan evaluasi dilaksanakan); fasilitas

244
diperlukan (sarana, prasarana, dan alat); dana
diperlukan (berapa jumlahnya dan dari mana
sumbernya); instrumen yang digunakan (mengukur
ketercapaian tujuan) g. Jenis evaluasi: Needs
Assessment, Analisis SWOT, Feasibility study,
Analisis Futuristik, Job Analisis, Inventory
2. Pelaksanaan program a. Kemampuan (kriteria) yg
dimiliki pelaksana program b. Keterlaksanaan:
partisipasi personal dalam pelaksanaan program,
bagaimana kesesuaian jadwal dengan rencana,
bagaimana pemanfaatan masukan, bagaimana
penyelenggaraan program, berapa prosen
keterlaksanaan dari yang direncanakan. c. Refleksi
dan umpan balik d. Jenis evaluasi yang diterapkan:
monitoring, supervisi, evaluasi proses, evaluasi
formatif, evaluasi sumatif.
3. Hasil program Hasil yg telah dicapai oleh peserta
kegiatan (prosentase dari program keseluruhan) pada
saat program selesai dilakukan misalnya: penguasaan
oleh peserta sesuai kriteria, hasil yang dicapai sesuai
tujuan, kualitas (prestasi belajar, keterampilan
karyawan), produktivitas, efektivitas program
kegiatan, efisiensi penggunaan fasilitas dan sumber
dana.
4. Dampak program a. Dampak yang direncanakan dari
hasil program (intended effect) seperti perubahan
perilaku, tersalurnya lulusan, meningkatnya kinerja
peserta pelatihan, kedisiplinan meningkat setelah
selesai pelatihan, perubahan perilaku disiplin
meningkat, meningkatnya animo masuk ke perguruan
tinggi, keberhasilan karir. b. Dampak yang tidak
direncanakan (unintended side effect) seperti
terjadinya PHK terhadap sejumlah karyawan,
kesenjangan sosial di masyarakat, timbul stress di
kalangan mahasiswa, siswa, guru sebagai akibat dari
kebijakan yang diterapkan, dsb.

245
Proses Monitoring dan Evaluasi

Monev dilaksanakan dengan mengikuti langkah langkah,


pertama melakukan kegiatan perencanaan kegiatan,
dimana langkah dan prosedur serta komponen isi yang
akan dimonitoring dan dievaluasi disiapkan dengan baik,
kedua pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasinya
itu sendiri, dan ketiga melaporkan hasil kegiatan dalam
bentuk laporan tertulis sebagai bahan untuk evaluasi dan
balikan atas program-program yang sudah dilakukan.
Tahap Perencanaan Persiapan dilaksanakan dengan
mengidentifikasi hal-hal yang akan dimonitor, variabel
apa yang akan dimonitor serta menggunakan indikator
mana yang sesuai dengan tujuan program. Rincian
tentang variabel yang dimonitor harus jelas dulu, serta
pasti dulu batasannya dan definisinya. “Variabel adalah
karakteristik dari seseorang, suatu peristiwa atau obyek
yang bisa dinyatakan dengan data numerik yang berbeda-
beda”.

Teknik Monitoring dan Evaluasi

Teknik dalam pelaksanaan monitoring dapat dilakukan


dengan melalui kegiatan observasi langsung atas proses,
wawancara kepada sumber/pelaku utama, dan kegiatan
diskusi terbatas melalaui forum group discussion untuk
memperoleh klarifikasi pelaksanaan program
1. Metode survai adalah cara pengumpulan data dimana
responden menjawab pertanyaan (kuesioner) yang
telah disusun sebelumnya, dengan menggunakan alat
yang berupa daftar pertanyaan atau kuesioner.
Dengan metode ini dapat dikumpulkan data yang
banyak dalam relative cepat.
a. Angket Tertutup Angket jenis ini terdiri dari
sejumlah butir pertanyaan yang menghendaki
jawaban pendek, dengan alternative jawaban 2
atau lebih. Alernatif berupa jawaban dalam
bentuk YA atau TIDAK, a,b,c,d,e, atau
1,2,3,4…..dan seterusnya. Alternatif jawaban
menunjukan skala nominal sehingga angka-

246
angka pada alternative jawaban merupakan kode.
Antara butir pertanyaan yang satu dengan yang
lain dalam satu ubahan jumlah alternatif jawaban
tidak harus sama. Angket ini disebut juga angket
terbatas, karena jawaban responden berpola
jawaban ya atau tidak, atau memberi tanda silang
(X) atau tanda chek (V) atau memberi tanda
lingkaran (0) pada pilihan alternative yang telah
disediakan. Untuk mendapatkan informasi yang
obyektif sebaiknya diberikan satu alternative
jawaban tambahan, jika diperkirakan ada
informasi yang belum tercakup pada alternativ
jawaban.
b. Angket Terbuka Angket ini disebut angket tidak
terbatas, karena menghendaki jawaban bebas
dengan menggunakan kalimat atau kata-kata
responden sendiri. Jawaban responden sangat
bervariasi karena tidak ada aturan atau rambu-
rambu dalam butir pertanyaan, sangat tergantung
dari pendidikan dan pengalaman responden, dan
membutuhkan waktu yang relative lebih lama dari
pada angket tertutup.Angket jenis ini diperlukan
pada pertemuan survey untuk menentukan
kebijakan yang harus diambil, seperti misalnya
dalam menerapkan aturan baru tentang pajak,
atau melaksanakan pembangunan pemukiman,
dan sebagainya.
c. Observasi Observasi ialah kunjungan ke tempat
kegiatan secara langsung, sehigga semua kegiatan
yang sedang berlangsung atau objek yang
diobservasi dapat dilihat. Semua kegiatan dan
obyek yang ada serta kondisi penunjang yang ada
mendapat perhatian secara langsung. informasi
yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang
(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan,
kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan.
Beberapa hal yang perlu diketahui oleh seorang
observer : “(a) Melakukan pengamatan secara
terencana dan sistematis. (b) Mengetahui scenario
aktivitas yang akan diamati. (c) Mengetahui hal-

247
hal pokok yang perlu diperhatikan/difokuskan,
dan (d) Menggunakan alat bantu berupa alat
pencatat dan perekam”.Kelebihan dari metode ini
adalah peneliti dapat mengamati secara langsung
realitas yang terjadi, sehingga dapat memperoleh
informasi yang mendalam. Namun metode ini
kurang dapat mengamati suatu fenomena yang
lingkupnya lebih luas, terkait dengan
keterbatasan pengamat. Kekurangan ini dapat
diatasi dengan membuat lembar observasi dan
kriteria yang rinci. Jika pengamat lebih dari
seorang, perlu ada penyamaan pandangan
tentang objek yang diamati sehingga ada
kesamaan kriteria pengamatan.
d. Wawancara Wawancara (interview) adalah cara
yang dilakukan bila monitoring ditujukan pada
seseorang. Wawancara merupakan proses untuk
memperoleh data dalam suatu penelitian dengan
mengadakan tanya-jawab antara peneliti dengan
responden dengan bertatap muka langsung atau
melalui telepon. Sebelum melakukan wawancara,
pewawancara harus dapat membuat pertanyaan
dan situasi yang mendukung sehingga responden
bergairah untuk menjawab pertanyaan dan
memberikan keterangan sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. Wawancara dapat dilakukan
dengan beberapa cara: 1) Wawancara Terstruktur
Pada wawancara ini digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul
data telah mengetahui dengan pasti tentang
informasi apa yang akan diperoleh. Dalam
prakteknya selain membawa instrument sebagai
pedoman wawancara, maka pengumpul data juga
dapat menggunakan alat bantu seperti tape
recorder, gambar, brosur dan amterial lain yang
dapat membantu dalam wawancara. 2)
Wawancara tidak Terstruktur Wawancara tidak
terstruktur maksudnya adalah wawancara yang
bebas di mana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan

248
datanya. Pedoman wawancara yang digunakan
hanya berupa garis-garis besar permasalahan
yang akan ditanyakan.

Kepala Sekolah sebagai Monitoring dan Evaluasi


Kepalasa sekolah merupakan salah saatu komponen
pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan
kualitas pendidikan. Sangat erat hubungannya antara
mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan
sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah,
dan menurunnya perilaku nakal peserta didik. Dalam
pada itu, kepala sekolah bertanggung jawab atas
manajemen pendidikansecara mikro, yang secar lansung
berkaitan dengan proses pembelajaran disekolah 5. Jadi
kepala sekolah adalah pemimpin disuatu sekolah sebagai
unit kerja dalam struktur.
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di lingkungan
sekolah dan bertanggungjawab atas terwujudnya semua
kegiatan di sekolah yang terkoordinasi dengan baik.7
Kepala sekolah motor penggerak terhadap semua yang
ada di bawah kendalinya untuk dapat saling bekerja sama
untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan. Menurut
Ngalim dan Sutadji Djojopranoto, dalam buku
Administrasi Pendidikan bahwa kepala sekolah adalah
seorang tenaga fungsional yang diberi tugas untuk
memimpin sekolah dimana di selenggarakannya proses
belajar mengajar, atau dimana terjadinya proses interaksi
antara guru dengan murid yang menerima pelajaran.
Menurut Undang-undang Himpunan Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional Indonesia No. 14 Tahun 2005, bahwa
kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas tambahan
sebagai kepala sekolah untuk memimpin dan mengelola
pendidikan di sekolah dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan. tugas kepala sekolah dibidang pendidikan: a.
membantu guru agar dapat memahami lebih jelas
masalah atau persoalan-persoalan dan kebutuhan murid
serta membantu guru dalam mengatasi suatu masalah b.
Membantu guru dalam kesulitan mengajar c. Memberikan
bimbingan yang bijaksana terhadap guru dan orientasi d.
Membantu guru memperoleh kecakapan mengajar yang

249
lebih baik dengan mengguanakan metode mengajar sesuai
dengan sifat materinya. e. Membantu guru memperkaya
pengalaman mengajar, sehingga suasana pengajaran bisa
mengerakkan anak didik.

Hasil Monitoring

Hasil monitoring berguna sebagai umpan balik untuk


penyempurnaan pelaksanaan program-program
disekolah, seperti program pembelajaran guru. Ada
beberapa fungsi monitoring kepala sekolah yaitu sebagai
berikut:
1. Kegiatan monitoring diperlukan untuk memberikan
input guna pengambilan keputusan dalam
pelaksanaan suatu rencana kegiatan.
2. Kegiatan monitoring diperlukan untuk
mengindentifikasi masalah- masalah yang dihadapi
3. Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk
meningkatkan keberhasilan pelaksanaan program,
misalnya bagaimana alokasi faktor produksi (input)
dialokasikan secara efesien
4. Kegiatan monitoring juga sekaligus dapat diarahkan
untuk mengistemasi tentang sampai seberapa jauh
hambatan diatasi dan tujuan tercapai.
Menurut Hendayat Soetopo bahwa tugas kepala sekolah
dibidang pendidikan: a. membantu guru agar dapat
memahami lebih jelas masalah atau persoalan-persoalan
dan kebutuhan murid serta membantu guru dalam
mengatasi suatu masalah b. Membantu guru dalam
kesulitan mengajar c. Memberikan bimbingan yang
bijaksana terhadap guru dan orientasi d. Membantu guru
memperoleh kecakapan mengajar yang lebih baik dengan
mengguanakan metode mengajar sesuai dengan sifat
materinya. e. Membantu guru memperkaya pengalaman
mengajar, sehingga suasana pengajaran bisa
mengerakkan anak didik.

250
Daftar Pustaka

Chaizi nasucha. (2004). Reformasi Administrasi Publik,


Jakarta: Alfabeta
Darsono dan Tjatjuk Siswandoko. (2011). Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta : Nusantara
Consulting.
Harbani Pasolong. (2008). Teori Administrasi Publik.
Bandung : Alfabeta.
Irham Fahmi. (2013). manajemen pemimpin, Bandung :
Alfabeta
Mohammad Rifa’i. (1986). Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta : Bina Aksara.

251
Profil Penulis
Mutia Liana, M.Pd
Lahir di Lubuklinggau, anak dari H. Abdul
Aziz (Ayah), dan Hj. Kartini S.Pd.I. Mutia
Liana, M.Pd adalah Guru Teknik Komputer
dan Jaringan SMK Negeri 3 Lubuklinggau.
Memulai pendidikan Sarjana Satu (S1) di
Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah
Palembang (2005), kemudian melanjutkan S2 di
Manajemen Pendidikan Universitas Bengkulu (2011).
Sekarang sedang kuliah S3 Doktor Pendididikan
Universitas Bengkulu (2021). Pengalaman Organisasi:
Pengurus Ikatan Guru Indonesia (IGI). Pengurus
Perkumpulan Penulis Motivator Nasional (PPMN).
Email Penulis: mutia.s3unib2021@gmail.com

252

Anda mungkin juga menyukai