Anda di halaman 1dari 183

BOOK CHAPTER

STRATEGI PEMBELAJARAN
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral
dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual
yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
STRATEGI PEMBELAJARAN
Dr. Arifuddin M. Arif, S.Ag., M.Ag.
Hiljati, S.Ag., M.Pd.I.
Siskha Putri Sayekti, M.Si
Bernadus Bin Frans Resi, M. Pd.
Ni Made Muliani, S.Pd., M.Pd
Indah Kharismawati, S.Pd., M.Sc.
Dasep Bayu Ahyar, S.Pd., M.Pd.
Aditya Wardhana, SE., M.Si., MM
Lusiani, S.Pd.Si., M.Pd
Febri Rismaningsih, S.Pd.Si., M.Sc
Erry Ersani, S.Pd

Editor:
I Made Nuhari Anta, S.Pd.H., M.Pd

Penerbit

CV. MEDIA SAINS INDONESIA


Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.penerbit.medsan.co.id

Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
Strategi Pembelajaran

Dr. Arifuddin M. Arif, S.Ag., M.Ag.


Hiljati, S.Ag., M.Pd.I.
Siskha Putri Sayekti, M.Si
Bernadus Bin Frans Resi, M. Pd.
Ni Made Muliani, S.Pd., M.Pd
Indah Kharismawati, S.Pd., M.Sc.
Dasep Bayu Ahyar, S.Pd., M.Pd.
Aditya Wardhana, SE., M.Si., MM
Lusiani, S.Pd.Si., M.Pd
Febri Rismaningsih, S.Pd.Si., M.Sc
Erry Ersani, S.Pd

Editor :
I Made Nuhari Anta, S.Pd.H., M.Pd
Tata Letak :
Mega Restiana Zendrato
Desain Cover :
Rintho R. Rerung
Ukuran :
A5 Unesco: 15,5 x 23 cm
Halaman :
iv, 173
ISBN :
978-623-362-294-3
Terbit Pada :
Januari 2022

Hak Cipta 2022 @ Media Sains Indonesia dan Penulis

Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang keras menerjemahkan,


memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA


(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.penerbit.medsan.co.id
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa


karena atas karunia-Nya Book Chapter Strategi
Pembelajaran Pada Era Society 5.0 bisa diterbitkan dan
dibaca oleh semua orang. Buku ini merupakan refleksi
dari berbagai pemikiran oleh para praktisi pendidikan,
akademisi dan peneliti yang bekecimpung di dunia
pendidikan.
Dunia pendidikan yang begitu dinamis menuntut kita
agar selalu meng-upgrade skill dan wawasan terhadap
perubahan yang terjadi. Demikian halnya dalam dalam
pembelajaran, berawal dari kegiatan input, proses, dan
outputnya harus di desain sedemikian rupa agar
menyesuaikan dengan perkembangan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Gambaran umum tentang strategi pembelajaran dan
bagaimana menghadapi pembelajaran di era society 5.0
merupakan isi yang dibahas dalam buku ini. Buku ini
dapat digunakan sebagai salah satu acuan dan atau
pembanding dalam melakukan dan menyusun
pembelajaran pada era society 5.0. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam penyusunan isi yang dibahas
dalam buku ini.
Dengan segala kerendahan hati memohon kiranya ada
masukan yang konstruktif untuk menyempurnakan buku
ini ataupun membahas lebih lanjut dalam buku
berikutnya. Kami mengucapkan terimakasih yang
setinggi-tingginya kepada para penulis, tim editor dan
penerbit yang terlibat dalam proses penyusunan dan
penerbitan buku ini. Semoga apa yang menjadi buah
pemikiran para penulis didalamnya dapat memberikan
sumbangsih pada kemajuan pendidikan di Indonesia.
Salam Publikasi!!!

Palu, Desember 2021

Editor

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................ii
1 KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA
SOCIETY 5.0 ...........................................................1
Pendahuluan ..........................................................1
Pembelajaran Berperspektif Era Society 5.0 ............3
Dimensi Pedagogikal Strategi Pembelajaran
Society 5.0 ..............................................................8
Membangun Konsep Strategi Pembelajaran
Society 5.0 ............................................................11
2 STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA
SOCIETY 5.0 .........................................................17
Pendahuluan ........................................................17
Strategi Pembelajaran ...........................................18
Era Society 5.0......................................................24
Strategi Pembelajaan Di Era Society 5.0 ...............25
Kesimpulan...........................................................29
3 MODEL PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0 .......33
Pendahuluan ........................................................33
Era Society 5.0 Melalui Pendidikan .......................34
Pembelajaran yang Menyenangkan di Era
Society 5.0 ............................................................35
Model Pembelajaran E-Learning............................40
4 MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN ..................................................43
Definisi RPP ..........................................................43
Komponen-Komponen RPP ...................................44

ii
Fungsi, Tujuan, dan Manfaat RPP ........................46
Prinsip Penyusunan Rpp ......................................48
Langka-Langkah Menyusun RPP ..........................49
5 PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN .........55
Pengantar .............................................................55
Pembahasan .........................................................56
Penutup ................................................................69
6 MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA
PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0 ......................73
Pembelajaran Era Society 5.0 ...............................73
Peran Guru Dalam Motivasi Belajar Siswa Pada
Pembelajaran Era Society 5.0 ...............................75
Pemanfaatan Media Dalam Membangun Motivasi
Belajar Siswa Di Era Pembelajaran Society 5.0 .....79
Pendidikan Karakter Dalam Menguatkan Motivasi
Belajar Siswa Pada Pembelajaran Era Society 5.0 .83
7 KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN................91
Hakikat Komunikasi Pembelajaran (Learning
Communication) .....................................................91
Fungsi Komunikasi Pembelajaran (Learning
Communication) .....................................................94
Prinsip Komunikasi Pembelajaran (Learning
Communication) .....................................................99
8 MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM
PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0 ...................107
Pembelajaran Era Society 5.0 ............................. 107
Kesulitan Belajar Yang Dihadapi Dalam
Pembelajaran Era Society 5.0 ............................. 115
Mengatasi Kesulitan Belajar Yang Dihadapi Dalam
Pembelajaran Era Society 5.0 ............................. 117
iii
9 KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI
ERA SOCIETY 5.0 ...............................................125
Kesiapan Belajar .................................................125
Kesiapan Belajar Pada Pembelajaran Di Era Society
5.0 128
10 ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN ...................139
Pengertian Pengukuran, Asesmen, Evaluasi
Dan Tes .............................................................. 139
Kaitan Pengukuran, Asesmen, Evaluasi Dan Tes 141
Tujuan, Fungsi Dan Prinsip Asesmen .................142
Perencanaan dan Pelaksanaan Asesmen
Pembelajaran Paradigma Baru ............................ 151
11 TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN
MENARIK ............................................................ 157
Sekolah Para Juara.............................................157
Pembelajaran Abad 21 ........................................160
Pembelajaran Menarik ........................................161
Membangun Pembelajaran Menarik ....................162
Tips Dan Trik Membangun Pembelajaran
Menarik .............................................................. 163

iv
1
KONSEP DASAR
STRATEGI PEMBELAJARAN
ERA SOCIETY 5.0

Dr. Arifuddin M. Arif, S.Ag., M.Ag.


UIN Datokarama Palu

Pendahuluan
Diskursus tentang era society 5.0 mengemuka berawal
sejak diluncurkannya road map pengembangan
masyarakat yang mengusung konsep “super smart society”
atau society 5.0 pada awal tahun 2019 oleh pemerintah
Jepang. Konsep society 5.0 merupakan paradigma
pengembangan tatanan masyarakat berperspektif pada
human centered (berpusat pada manusia) dan berbasis
technology based (berbasis pada teknologi).
Menurut Masahide Okamoto (2019) dalam Dimas
Setiawan dan M. Lenawati (2020) bahwa society 5.0
merupakan representasi bentuk sejarah perkembangan
masyarakat ke-5 yang dimulai dari era berburu (Society
1.0), pertanian (Society 2.0), industri (Society 3.0), dan
teknologi informasi (Society 4.0). Society 5.0 adalah
sebuah masyarakat yang berpusat pada manusia yang
menyeimbangkan kemajuan peradaban dengan
kemampuan pemecahan problem atas masalah sosial
melalui sistem yang terintegrasi dengan ruang maya dan
ruang fisik. Konsep society 5.0 tidak hanya terbatas pada

1
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

faktor manufaktur tetapi juga pemecahan masalah sosial


dengan bantuan integrasi ruang fisik dan virtual (Skobelev
& Borovik, 2017).
Konsep Society 5.0 pada prinsipnya tidak jauh berbeda
dengan industri 4.0, hanya saja society 5.0 lebih
menekankan pada pendekatan yang lebih humanis dalam
merespon era industri 4.0 di mana trend pengembangan
teknologi informasi di dalamnya cenderung lebih
berorientasi pada proses produktivitas ekonomi dan bisnis
dan terkadang mendegradasi fungsi dan nilai-nilai
humanistik. Society 5.0 dikembangkan dengan ekspektasi
membentuk tatanan masyarakat super smart yang
memiliki pola perilaku mengoptimalkan pendayagunaan
high technology, internet of things, big data, dan artificial
intelligence sebagai solusi untuk kehidupan masyarakat
yang lebih baik dan humanis. Dengan tetap berpusat pada
kendali manusia, masyarakat diharapkan berkembang
menjadi lebih selaras dan berkelanjutan dengan layanan
baru berbasiskan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
menyelesaikan berbagai tantangan dan problem sosial
yang ada di dalam kehidupannya. Ilustrasi perkembangan
dan dinamika masyarakat dari sejak society 1.0 hingga
5.0 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1: Ilustrasi Perkembangan Socety (Sumber:


https://socs.binus.ac.id)

2
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Di Jepang, implementasi society 5.0 didesain dalam


kerangka pengembangan beberapa teknologi seperti drone
serta artifical intelligence untuk pengiriman barang,
sistem perawatan medis yang terintegrasi, autonomus
vehicles yang berfungsi untuk mengkondisikan kendaraan
tanpa awak (Dimas Setiawan dan M. Lenawati: 2020).
Demikian pula ketersediaan berbagai robot dan sensor
yang dimanfaatkan untuk sistem inspeksi dan
pemeliharaan infrastruktur, bahkan untuk layanan
pendidikan dan pembelajaran.
Trend society 5.0 secara terus menerus mengembangkan
inovasi teknologi, merancang artifical intelligence
(kecerdasan buatan) yang akan mentransformasi big data
melalui internet pada segala bidang kehidupan. Tentu
saja, implikasinya adalah akan menciptakan bentuk
layanan baru, suatu kearifan yang baru, dan nilai-nilai
baru dalam kehidupan manusia. Era ini juga dipastikan
menimbulkan harapan dan tantangan baru pada semua
aspek kehidupan, termasuk dalam kerangka strategi
pendidikan dan pembelajaran generasi masa depan yang
mampu adaptif dan survive di era 5.0 serta mewujudkan
super smart society.
Pembelajaran Berperspektif Era Society 5.0
Era society 5.0 dipastikan akan berdampak pada semua
bidang aspek kehidupan di antaranya bidang pertanian,
industri, usaha atau bisnis, transportasi, kesehatan, dan
pendidikan. Dampak perubahan pada seluruh aspek
kehidupan pada era society 5.0 ini dikarenakan
perkembangan media teknologi informasi menjadi salah
satu instrumen penting dan utama dalam mewarnai
rangkaian aktivitas kehidupan manusia.
Era ini, teknologi informasi dengan segala kemajuan dan
perkembangannya adalah menjadi bagian dari manusia
itu sendiri dan diharapkan dapat memudahkan

3
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

pemenuhan segala kepentingan dan kebutuhan serta


dapat meminimalisir berbagai kesenjangan kehidupan
umat manusia. Society 5.0 memiliki konsep optimalisasi
pendayagunaan teknologi informasi dalam membantu
masyarakat dalam aspek kehidupan agar menjadi lebih
baik (Nestiti dan Abdu: 2020), serta dapat menikmati
hidup secara nyaman, aktif dan responsif dengan kualitas
yang baik.
Society 5.0 dalam dunia pendidikan dapat diartikan
sebagai konsep pembelajaran yang berpusat pada
manusia dan berbasis teknologi informasi (Muhammad
Sururuddin, dkk: 2021). Artinya, dalam konteks
pembelajaran di era society 5.0, perkembangan teknologi
informasi menjadi instrumen kunci dalam perkembangan
dan pengembangan pembelajaran. Secara strategik,
pembelajaran tersebut mendayagunakan multimedia yang
tepat dalam proses pembelajaran untuk menghadapi era
sociaty 5.0.
Tantangan pembelajaran di era society 5.0 menuntut
kompetensi guru sebagai pembelajar untuk lebih mampu
mendesain strategi pembelajaran agar lebih menarik,
inspiratif, dan bermakna. Perluasan kegiatan akses media
dan sumber belajar dimungkinkan melampaui buku-
buku paket dan ruang-ruang kelas, strategi interkasi
pembelajaran pun sangat perlu dikembangkan dengan
berbagai pendekatan dan model secara kolaboratif,
kooperatif dalam memeroleh pengetahuan dan kecakapan
(skill) serta kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan
problem solving.
Pembelajaran di era society 5.0 harus berorientasi pada
kerangka super smart society sebagai kompetensi
berperspektif masa depan. Kompetensi-kompetensi masa
depan tersebut di antaranya yaitu:
1. Kemampuan berkomunikasi.

4
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

2. Kemampuan berpikir jernih dan kritis.


3. Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu
permasalahan.
4. Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat dan
minatnya.
5. Memiliki rasa tanggungjawab terhadap lingkungan.
6. Kemampuan menjadi warganegara yang
bertanggungjawab.
7. Memiliki kesiapan untuk bekerja.
8. Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran
terhadap pandangan yang berbeda.
9. Kemampuan hidup dalam masyarakat yang
mengglobal, dan;
10. Memiliki minat luas dalam kehidupan (Ni Nyoman
Lisna Handayani:2020).
Menurut Endang Widi Winarni (dalam Hotima, dkk.:
2020), kompetensi era industri 4.0 dan society 5.0 yaitu:
1. Literasi data, kemampuan pemahaman untuk
membaca, menganalisis, menggunakan data dan
informasi (big data) di dunia digital.
2. Literasi teknologi, kemampuan memahami cara kerja
mesin, aplikasi teknologi (coding, artificial intelligence,
dan engineering principle)
3. Literasi manusia, kemampuan pemahaman tentang
humanities, komunikasi dan desain
4. Keterampilan abad 21 yang menumbuhkan HOTS
(High Older Thinking Skill), meliputi communication,
collaboration, critical thinking, creative thinking,
computational logic, compassion dan civic
responsibility.

5
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

5. Pemahaman ilmu untuk diamalkan bagi


kemaslahatan bersama secara lokal, nasional dan
global.
Kompleksitas dan tingginya tuntutan kompetensi
masyarakat di masa depan di atas, maka konteks
pembelajaran peserta didik secara strategik harus
didesain atau diadaptasi dengan mengintegrasikan tools
dan sumber digital secara kritis, kreatif, inovatif,
kolaboratif, dan memiliki tanggung jawab serta karakter,
baik karakter kinerja maupun karakter moral.
Untuk mendesain dan mengadaptasi konteks
pembelajaran berperspektif kebutuhan society 5.0 maka
proses pembelajaran yang dikembangkan harus berbasis
pada empat prinsip, yaitu: (1) instructional should be
student-centered; (2) educational should be collaborative;
(3) learning should have context; dan (4) schools should be
integrated with society. (Jenniver Nicholas, dalam
Daryanto, dkk.: 2017).
1. Instuctional should be student-centered
Relevan dengan konsep society 5.0, konteks
pengembangan pembelajaran dalam hal ini
menggunakan pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik. Peserta didik
ditempatkan sebagai subjek pembelajaran yang harus
secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang
dimilikinya. Konteks pembelajaran yang diberikan
mendorong dan mengantarkan peserta didik dapat
mengonstruksi pengetahuan dan keterampilannya,
sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan
berpikirnya sambil dilatih untuk bernalar kritis,
kontributif, dan solutif dalam memecahkan masalah-
masalah nyata yang terjadi di lingkungan sosial
masyarakatnya.

6
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

2. Education should be collaborative


Prinsip ini, peserta didik dibelajarkan untuk dapat
berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi
dengan orang yang berbeda dalam latar budaya, suku,
ras, dan agama yang dianutnya. Dengan berbagai
pendekatan dan model pembelajaran yang diterapkan,
peserta didik dididik untuk menghargai berbagai
perbedaan pandangan, pemikiran, kekuatan dan
talenta setiap orang dengan tetap menjaga
persaudaraan, kebersamaan, dan persatuan.
3. Learning should have context
Konten dan konteks pembelajaran dikembangkan
dengan memerhatikan aspek relevansi dan
kebermaknaan dengan realitas kehidupan (dunia
nyata) peserta didik. Pembelajaran dikembangkan
dengan berbagai pendekatan, model, metode, dan
strategi yang memungkinkan peserta didik terhubung
dengan dunia nyata (real word) dan mendorong
menemukan nilai, makna, sikap dan keyakinan atas
apa yang dipelajarinya serta dapat menerapkan dalam
kehidupan keseharian secara baik dan bertanggung
jawab.
4. Scholls should be integrated with society
Pengembangan budaya sekolah yang dapat
mendukung terbentuknya peserta didik yang siap
menjadi warga negara yang bertanggung jawab sangat
penting dikembangkan dalam konteks penyiapan
generasi masa depan yang memiliki sikap dan
karakter sosial yang empatik, peduli, menjaga
kelestarian lingkungan hidup, kesehatan, dan lain
sebagainya. Selain itu, pendidikan di sekolah harus
dapat membantu peserta didik menjadi warga sosial
dan digital yang berkarakter dan bertanggung jawab.

7
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Keempat prinsip pembelajaran di atas,


menggambarkan pula bahwa strategi pembelajaran
yang berperspektif era society 5.0, para guru tidak
boleh hanya menitik beratkan tugasnya hanya dalam
transfer ilmu dengan mendayagunakan teknologi
informasi ansich, namun juga sangat penting
menekankan pada pendidikan karakter, budi pekerti,
akhlak mulia, dan keteladanan. Hal ini dikarenakan
transfer ilmu dapat digantikan oleh teknologi namun,
penerapan softskill dan hardskill tidak dapat
digantikan dengan alat dan teknologi secanggih
apapun (Risdianto, 2019). Semaju apapun teknologi di
bidang pendidikan, tidak akan mampu merubah
peran guru mentrans-internalisasikan nilai-nilai
karakter, akhlak mulia, dan keteladanan kepada
peserta didik.
Dengan pendayagunaan teknologi informasi,
pendidikan dan pembelajaran bukanlah sebuah
proses yang lepas dari nilai-nilai kehidupan yang
asasi dan transendental, namun dengan teknologi era
society 5.0 diharapkan tercipta sebuah pola hidup dan
tata nilai baru yang akan memudahkan layanan
kebutuhan manusia tanpa mendegradasi nilai-nilai
humanitasnya.
Dimensi Pedagogikal Strategi Pembelajaran Society
5.0
Pembelajaran merupakan dimensi yang sangat urgen bagi
kehidupan umat manusia. Pembelajaran merupakan
pengembangan humanitas yang terorganisasi, terencana,
sistemik, dan terkontrol yang diarahkan untuk
menumbuhkembangkan seluruh potensi manusia yang
meliputi intelektual, mental spiritual, sosial, emosional,
dan keterampilannya. Pemberian layanan pembelajaran
menjadi dasar menngembangkan individu dan
masyarakat, membangun generasi bangsa yang akan

8
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

memajukan peradaban yang dikenal dengan super smart


society di masa depan.
Di era society 5.0, pembelajaran secara strategik harus
berorientasi pada upaya untuk melahirkan manusia-
manusia futuristik, yakni manusia-manusia yang
berwawasan masa depan, berbasiskan kecakapan
teknologik, kemampuan literal, dan tidak kehilangan jati
diri dan nilai-nilai agama dan budaya bangsanya sendiri.
Pembelajaran harus mampu meningkatkan mutu
manusia yang memiliki daya kritis, kreatif, inovatif,
futuristic, dan berkarakter agar memiliki kemampuan
adaptasi dan daya survival dalam menjalani kehidupan
yang semakin disruptif.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran maka upaya pengembangan strategi
pembelajaran di era society 5.0 harus dilandasi penerapan
diantaranya pedagogik multiliterasi, teknopedagogikal,
dan pedagogik futuristik. Ketiga dimensi pedagogikal
landasan pengembangan strategi pembelajaran society
5.0 tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Dimensi Pedagogik Multiliterasi
Pedagogik multiliterasi merupakan sebuah konsep
pendidikan abad 21 yang didasarkan pada kesadaran
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kebudayaan, sehingga hal tersebut membangun
sebuah paradigma baru tentang kehidupan
multidimensional dan multiperspektif (Herlambang:
2018). Hal ini telah membangun sebuah
konseptualisasi pendekatan pembelajaran
berdasarkan pada pendekatan multikonteks,
multimedia, dan multibudaya.
Konsep multiliterasi sebagai konsep penting
pembelajaran di era society 5.0 tidak terlepas dari
diperlukannya kompetensi belajar dan berkehidupan

9
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

di masa depan yang meliputi: (1) kompetensi


pemahaman yang tinggi; (2) kompetensi berpikir
kritis; (3) kompetensi berpikir kreatif; (4) kompetensi
berkolaborasi dan berkomunikasi. Keseluruhan
kompetensi ini mesti dilandasi dan difasilitasi oleh
keterampilan multiliterasi (Morocco, et.al. dalam
Herlambang: 2018).
Dengan strategi pembelajaran yang berfokus pada
landasan pedagogik multiliterasi sebagai alat dan
teknik intelektual memungkinkan peserta didik dapat
mengakses, memproses, dan mengomunikasikan
informasi atau ide penting dan sekaligus memperkuat
kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik
melalui penciptaan strategi pembelajaran berbasis
inkuiri, discovery, problem based, dan project based
learning.
2. Dimensi Teknopedagogik
Teknopedagogik merupakan suatu pengetahuan atau
kemampuan guru dalam mengintegrasikan teknologi
ke dalam pembelajaran yang dianggap mampu secara
efektif mengembangkan potensi dan kompetensi
peserta didik. Dalam hal ini, teknopedagogik dapat
dikatakan sebagai seni menggabungkan teknologi
dalam merancang pengalaman belajar peserta didik.
Teknopedagogik sebagai sebuah pendekatan
pembelajaran telah berkembang dalam berbagai
platform pembelajaran yang berbasis information
technology and communication (ICT) seperti: CBI
(Computer Based Instruction), Distance Learning,
Distance Education, CLE (Cybernetic Learning
Environment), Desktop Video Conferencing, ILS
(Integrated Learning System), LCC (Learner Cemterted
Classroom, TPACK (Technologycal Pedagogic and

10
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Content Knowledge), Learning Management System


(LMS), dan lain sebagainya.
Pengembangan tersebut diorientasikan bukan hanya
pada upaya peningkatan keterampilan peserta didik
dalam hal teknologi, melainkan pada upaya
peningkatan aspek pengetahuan, sikap, dan
keterampilan melalui pendayagunaan teknologi dalam
pembelajaran. Artinya, teknologi dengan berbagai
produk dan fasilitasnya harus mampu menjadi alat
dan media dalam pembelajaran yang mampu
meningkatkan kecakapan peserta didik yang siap
menjalani kehidupan dalam era digital saat ini serta
dalam menghadapi tantangan zaman di masa depan.
3. Dimensi Pedagogik Futuristik
Pedagogik futuristik merupakan sebuah konsep
pendidikan dan pembelajaran holistic dan imajinatif.
Konsep ini memiliki basis gagasan pembelajaran
dengan berorientasi pada upaya pengembangan
potensi dan berbagai aspek serta dimensi kehidupan
peserta didik yang tidak terpisahkan dari keutuhan
dan kelengkapan pengetahuan dan pengalaman serta
kebermaknaan.
Dimensi pedagogik futuristik ini merupakan landasan
strategi pembelajaran berperspektif global dan bervisi
masa depan. Dalam implementasinya membutuhkan
pendidik atau guru yang visioner, berorientasi masa
depan, berkesadaran kritis atas cita-cita kehidupan
masa depan yang lebih baik dan maju, progresif,
transformatif, beridentitas, demokratis, teknologis,
digital citizenship, dan super smart society.
Membangun Konsep Strategi Pembelajaran Society 5.0
Pendidikan merupakan pilar utama dalam menyiapkan
kualitas sumber daya manusia yang survival menghadapi

11
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

tatanan masyarakat berbasis teknologi informasi, digital


citizenship, super smart dan berkeadaban di era society
5.0. Dengan demikian, pembelajaran pada satuan
pendidikan mutlak mengembangkan strategi-strategi
yang inovatif.
Konsep dasar inovasi strategi pembelajaran berbasis
society 5.0 mengacu pada pola pendekatan sistem
pembelajaran yang mendayagunakan secara integartif
teknologi, IoT (Internet of Things), AI (Artifical Intelligence),
big data, dan virtual atau augmented reality.
Pendayagunaan teknologi dengan berbagai perangkat
produk teknologi tersebut dalam mendesain strategi
pembelajaran sebagai bagian dalam memfasilitasi peserta
didik untuk berkembang sesuai karakteristik dan
tuntutan zamannya. Karakteristik dan tuntutan zaman
adalah variabel kondisi pembelajaran yang harus menjadi
perhatian penting bagi guru dalam melakukan
pembelajaran.
Kondisi pembelajaran adalah dimensi yang memengaruhi
efek pemilihan atau penentuan metode atau strategi
pembelajaran yang digunakan dalam meningkatkan hasil
pembelajaran. Kondisi pembelajaran selalu mengalami
perubahan, tergantung pada situasi peserta didik, kondisi
kelas, materi pembelajaran, dan tuntutan hasil
pembelajaran.
Variabel kondisi pembelajaran yang berbasis pada
pembelajaran society 5.0 menjadi acuan dalam mendesain
strategi pengorganisasian belajar, materi, metode,
sumber, dan media pembelajaran serta strategi
penyampaian pembelajaran melalui berbagai pendekatan
baik strategi ofline, online, blended dan/atau hybrid
learning, synchronous atau asynchronous.
Desain strategi pembelajaran berbasis pada varibel
kondisi dan strategi di atas memiliki peranan penting

12
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

dalam mengembangkan potensi peserta didik menghadapi


era society 5.0. Dengan demikian, penerapan strategi
pembelajaran society 5,0, dioptimalkan dalam rangka:
(1) membantu peserta didik belajar, (2) memberikan
kesempatan peserta didik berkembang dan berprestasi,
(3) penguatan pendidikan karakter, (4) melek teknologi,
dan; (5) menjadi guru efektif (Sururuddin, dkk.: 2021).
Dengan demikian, konsep strategi pembelajaran society
5.0 pada hakikatnya adalah organisasi desain
pembelajaran yang dipersiapkan untuk
diimplementasikan oleh guru dengan mendayagunakan
teknologi 4.0. dalam rangka mengembangkan kecakapan
creativity, critical thinking, communication dan
collaboration serta memiliki intellectual, spiritual,
emotional intelligence, serta kemampuan leadership,
digital literacy, entrepreneurship, global citizenship, team
working dan problem solving.
Strategi pembelajaran society 5.0 secara praktis
diimplementasikan untuk mendorong peserta didik dalam
pembelajaran untuk bagaimana belajar, menekankan
pada pengalaman kolaborasi, eksplorasi untuk
mempelajari hal-hal baru, penemuan baru, pemecahan
masalah secara solutif, kreatif, inovatif, dan konstruktif
dalam dimensi kehidupannya.

13
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Daftar Pustaka
Daryanto, Karim, Syaiful (2002). Pembelajaran Abad 21.
Yogyakarta: Gava Media
Handayani, Lisna, Ni Nyoman, Ni Ketut Erna Muliastrini
(2020). Pembelajaran Era Disruptif Menuju Era
Society 5.0 (Telaah Perspektif Pendidikan Dasar).
Prosiding Webinar Nasional IAHN-TP Palangka Raya.
Herlambang, Tri Yusuf (2018). Pedagogik: Telaah Kritis
Ilmu Pendidikan dalam Multiperspektif. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hotimah, Ulyawati, Siti Raihan (2020). PENDEKATAN
HEUTAGOGI DALAM PEMBELAJARAN di ERA
SOCIETY 5.0. Jurnal Ilmu Pendidikan. 1 (2), 152-159
Nastiti, Ely, Faulinda, Abdu, Ni’mal, Rizki, Aghni (2020).
Kesiapan Pendidikan Indonesia Menghadapi Era
Society 5.0. Edcomtech, 5 (1), 61-66
Sabri, Indar (2019). Peran Pendidikan Seni Di Era Society
5.0 untuk Revolusi Industri 4.0. Prosiding Seminar
Nasional Pascasarjana UNNES.
Setiawan, Dimas, Lenawati, Mei (2020). Peran Dan
Strategi Perguruan Tinggi Dalam Menghadapi Era
Society 5.0. Journal of Computer, Information System,
& Technology Management, 3 (1), 1-7.
Sururuddin, Muhammad, Husni, Muhammad, Safrudin
Jauhari, Abdul Aziz, Baiq Shofa Ilhami (2021). Strategi
Pendidik Dengan Media Pembelajaran Berbasis
Multimedia Untuk Menghadapi Era Society 5.0. Jurnal
DIDIKA: Wahana Ilmiah Pendidikan Dasar, 7 (1), 143-
148

14
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Profil Penulis
Arifuddin M. Arif
Ketertarikan penulis dalam mendalami bidang
ilmu pendidikan dan keguruan sejak menempuh
studi S1 pada Jurusan PAI di STAI DDI
Mangkoso. Selesai S1 Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan S2 dengan konsentrasi
Pendidikan Islam Pascasarjana UMI Makassar.
S3 Pendidikan Agama Islam Pascasarjana UIN Palu, dengan
kajian Disertasi “Pengembangan Model Pembelajaran
Kebencanaan Berbasis Kearifan Lokal di Kota Palu”.
Penulis memiliki kepakaran di bidang ilmu pendidikan Islam
pembelajaran. Sebagai wujud rekognisi atas kepakaran di
bidang ilmunya, selain sebagai dosen dan peneliti, Penulis aktif
sebagai konsultan, fasilitator, dan narasumber di bidang
pengembangan SDM, pendidikan dan pembelajaran. Sejak
tahun 2016-2020, aktif sebagai Fasilitator dan Konsultan
Program Palu Kana Mapande di Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Palu. Tim Penyusun Kurikulum Pembelajaran
Jam Tambahan SD di Kota Palu (2017), Tim Penulis Buku
Panduan dan Bahan Pembelajaran Mitigasi Bencana Alam
Berbasis Kearifan Lokal Terintegrasi dalam Kurikulum 2013
(2019). Dengan moto hidup “Bertumbuh Penuh Gaya, Hidup
Penuh Karya, Kaya dengan Karya” menjadikan Ia produktif
dalam menulis dan aktif sebagai Writerpreneur.
Email Penulis: arif.iainpalu@gmail.com HP/WA: 082152659268

15
16
2
STRATEGI PEMBELAJARAN
PADA ERA SOCIETY 5.0

Hiljati, S.Ag., M.Pd.I.


Institut Agama Islam Ddi Polewali Mandar

Pendahuluan
Secara umum dunia mengalami perubahan besar dengan
kehadiran Iptek yang mengambil andil pada semua sektor
kehidupan, perubahan yang kompleks ini sedemikian
cepat dan yang mengharuskan kita lebih siap dalam
menghadapi berbagai perubahan. Perubahan besar
tersebutpun melanda dunia pendidikan. Globalisasi ini
berpengaruh terhadap mindset dan gaya hidup manusia.
Perubahan inipun berdampak terhadap: kesadaran akan
kemajemukan, dan sekaligus memberi peluang serta
menciptakan individualisme. Pada sisi yang terakhir
inilah perbedaan mudah berubah menjadi pertentangan,
Demikian pula arus revolusi industri dari 3.0, 4.0 dan kini
pada era 5.0. semua berkontribusi pada perubahan cara
pandang dan gaya hidup manusia. Perubahan yang luar
biasa ini juga melanda dunia pendidikan.
Perubahan cara pandang dan gaya hidup manusia sebagai
akibat dari arus revolusi industri memberi tantangan bagi
kehidupan. Untuk menjawab tantangan Revolusi industri
Socielity 5.0 dunia pendidikan melakukan perubahan-
perubahan dengan pengembangan dan pembenahan.
Pengembangan dan pembenahan tersebut di mulai dari

17
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

kebijakan dan aturan-aturan terkait dunia pendidikan,


pengembangan kurikulum, pengembangan materi ajar,
pengembangan media pembelajaran, pengembangan
strategi pembelajaran, pembenahan sarana dan
prasarana semuanya diarahkan dalam rangka menjawab
tantangan tersebut.
Perubahan di era socielity 5.0 memberi dampak yang luar
biasa dan mengharuskan dunia pendidikan berinovasi
dalam memanfaatkan kemajuan teknologi.
Mengharuskan pelaku pendidikan mencari cara agar
dapat berjalan seiring dan seimbang dengan kemajuan
yang luar biasa. Pembelajaran sebagai salah satu bagian
penting dari pendidikan berupaya mencari cara agar
dapat berjalan dengan lancar seiring dengan perubahan
ini. Diharapkan melalui pembelajaran informasi atau
materi yang disampaikan oleh guru dapat tersampaikan,
dipahami serta dimengerti oleh peserta didik, ini dikemas
dalam tujuan pembelajaran. olehnya itu diperlukan
strategi pembelajaran yang tepat agar tujuan
pembelajaran dapat tercapi.
Dengan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat
dan sesuai, maka kegiatan pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar, guru dapat menyampaikan materi
pelajaran dengan baik, dan siswa dapat mengerti serta
memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh
gurunya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Strategi pembelajaran sendiri tentunya juga dapat
berjalan dengan sukses dan lancar jika diiringi dengan
metode pembelajaran yang tepat.
Strategi Pembelajaran
Melalui pembelajaran seorang pendidik harus punya
target, target tersebut adalah keberhasilan proses
pembelajaran yakni tercapainya tujuan pembelajaran.
Dengan kompetensi yang dimiliki oleh seorang pendidik

18
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

maka dia bisa memberi perubahan yang berarti pada


peserta didiknya. Peserta didiknya mengalami perubahan
yang mungkin terjadi, seperti dari belum tahu menjadi
tahu, dari belum bisa menjadi bisa, dari belum mengerti
menjadi mengerti dan dari belum mampu menjadi
mampu. Untuk capaian tersebut pendidik sebaiknya
melakukan upaya-upaya untuk tugas mulyanya. Dalam
pembelajaran strategi adalah salah satu cara yang punya
andil dalam mencapai tujuan pembelajaran. Karena
strategi pembelajaran ini adalah alat bagi setiap pendidik
dalam mengimplementasikan potensinya dalam
pembelajaran.
Pembelajaran merupakan salah satu proses pemberian
informasi dan pemberian kemampuan kepada peserta
didik. Oleh karenanya sorang pendidik harusnya
memikirkan informasi dan kemampuan apa yang harus
dimiliki oleh peserta didiknya serta dengan cara apa agar
informasi dan kemampuan tersebut bisa tersampaikan
dengan baik keada peserta didik. Dalam hal ini strategi
pembelajaran merupakan sala satu cara yang digunakan
untuk sampainya informasi dan pemberian kemampuan
kepada peserta didik.
Strategi pembelajaran tidak hanya menyangkut cara
pendidik menyampaikan materi pembelajaran atau
penggunaan alat, bahan dan media pembelajaran tetapi
strategi merupakan rangkaian kegiatan pada
pembelajaran seperti mengorganisasikan materi
pelajaran, alat, dan bahan, serta waktu yang digunakan
pada proses pembelajaran dalam mencapai tujuan
kegiatan pembelajaran yang telah ditentukan.
Strategi pembelajaran adalah salah satu bagian penting
agar pebelajar dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Maka sebaiknya pada pembelajaran pendidik
menggunakan strategi yang tepat. Ketepatan yang
dimaksud adalah strategi tersebut bersesuaian dengan

19
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

materi, alat dan bahan serta fasilitas yang tersedia.


Sehingga dalam hal ini pendidik harus bisa menggunakan
berbagai sumber belajar untuk mendukung
pembelajarannya. Pemilihan strategi yag tepat pada
pembelajaran akan memudahkan tercapainya tujuan
pembelajaran.
Dalam memilih strategi pembelajaran yang berorientsi
pada pembelajaran yang bepusat pada peserta didik
(student center learning) ada 7 argumen yang sebaiknya
menjadi pertimbangan menurut Bermawy Munthe
(2015:2):
• Teori belajar confusius
• Teori belajar Mel Silberman
• Learning stylies
• Teori mengajar
• Kesamaan cara kerja otak dengan komputer
• Hoe the brain work
• Social side of active learning
1. Teori belajar confusius, teori belajar ini lebih
menekankan pada strategi pembelajaran yang
melibatkan peserta didik dalam pembelajaran secara
aktif, oleh karena dengan keikutsertaan peserta didik
secara aktif (praktek) dalam pembelajaran maka
peserta didik itu sendiri yang akan memahami tujuan
dari pembelajaran tersebut. Jika pembelajaran yang
berlangsung hanya mengandalkan pendengaran
melalui metode ceramah misalnya, itu mudah
dilupakan sehingga strategi yang hanya
mengandalkan kemampuan mendengar dianggap
kurang berhasil. Adapun strategi yang memanfaatkan
kemampuan penglihatan (visual) lebih bisa

20
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

diingatkarena adanya rekaman gabar (visual) yang


tersiman di otak.
2. Teori belajar Mel Silberman yakni strategi
pembelajaran dimana peserta didik berpura pura
menjadi guru. Ini dianggap strategi pembelajaran yang
luar biasa, dengan asumsi bahwa jika peserta didi
berperan menjadi pendidik dan mampu mengajar
sesuatu kepada orang lain berarti diatelah memahami
materi yangdia ajarkan.
3. Learning style atau gaya belajar, dengan memahami
gaya belajar peserta didik maka seorang pendidik
akan lebih mudah menentukan strategi dan metode
apa yang akan dia gunakan dalam pembelajaranya.
Memahami gaya belajar peserta didik itu juga penting
oleh karena dalam pembelajaran peserta didik
mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda-beda
meskipun di saat itu pendidik menggunakan strategi
yang sama. Perbedaan pemahaman itu bukan hanya
disebabakan oleh tingkat kecerdasan peserta didik
namun bisa juga ditentukan oleh kecenderungan gaya
belajar peserta didiknya.
4. Teori mengajar, dalam pembelajaran setidaknya ada
tiga tipe mengajar pendidik. Ketiga tipe mengajar
tersebut yaitu:
a. Mendidik dengan menyampaikan materi atau
pemberian ilmu sebanyak-banyaknya pada
peserta didik dengan mengandalkan kemampuan
pendengaran. Dalam hal ini pendidik menjadi
pusat informsi dan peserta didik adalah penerima
informasi;
b. Pengorganisasian aktivitas peserta didik, pada
pembelajaran ini peserta didik mengerjakan
sesuatu tanpa bimbingan atau arahan dari
pendidik. Peserta didik mendapatkan ilmu dari

21
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

proses pembelajaran tersebut sehingga pada


pembelajaran ini ada kecenderungan hanya
memenuhi tuntutan pendidik.
c. Pendidik sebagai fasilitator, motivator, mediator,
katalisator dan peserta didik berperan dalam
mengolah atau menciptkan ilmu pengetahuan
dari hasil rekayasa atau konstruksi dengan
pengetahuan yang sudah ada.
5. Teori yang menyamakan cara kerja otak dengan
komputer. Pada strategi ini yang harus dipahami
adalah bahwa otak manusia bisa menyimpan file-file
dan untuk memulai kerja dia harus di on kan dulu
atau direfresh dengan cara pemberian appersepsi-
apersepsi telebih dahulu untuk memudahkannya
kembali on atau untuk memberikan motivasi sehingga
lebih mudah mengingat file-file atau folder untuk
masuk ke informasi yang lebih sulit. Cara kerja
komputer ini mirip cara kerja otak yakni direfres
untuk memudahkan mengingat informasi yang
tersimpan di otak dengan pemberian appersepsi
terlebih dahulu.
6. How the brain work (pembelajaran aktif atau
inovatif) pada pembelajaran ini pendidi
menggunakan berbagai strategi pembelajaran aktif
yang memberi ingatan jangka panjang pada peserta
didik. Dalam hal ini pembelajaran aktif atau inovatif
yang efisien menurut peserta didik berdasar
kebutuhan peserta didik untuk membantu mengingat
kembali dengan mudah, misalnya pemberian kode,
menemukan kembali, mengintegrasikan untuk
menyimpan hasl belajar.
7. Social side of aktive learning, pada pembelajaran
ini peserta didik diberi kesempatan untuk
mengeksplor atau mencari satu persfektif yang

22
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

berbeda berdasarkan pengalaman hidupnya atau


berdasarkan kecenderungan peserta didik. Pada
pembelajaran ini memudahkan peserta didik
menemukan hl-hal yang baru dan membantu peserta
didik mengembangkan sikap menghargai perbedaan
pandangan dan perbedaan sikap serta sikap hormat
terhadap ucapan dan pengalaman peserta didik
lainnya. Juga menumbuhkan kebiasaanberfikir
demokratis serta pemberian kesempatan pada peserta
didik untuk mengembangkan kompetensinya dalam
mengkomunikasikan pemikiran dan idenya.
Selain argumen di atas yang menjadi perhatian dalam
memilih strategi pembelajaran juga terdapat 5 komponen
strategi pembelajaran yang perlu diperhatikan yakni
kegiatan pembelajaran pendahuluan, penyampaian
informasi, partisipasi peserta didik, tes, dan kegiatan
lanjutan. Sedangkan menurut Etin Solihatin (2012 : 4)
Strategi Pembelajaran adalah pendekatan secara
menyeluruh dalam suatu sistem pembelajaran, yang
berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk
mencapai tujuan umum pembelajaran, yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam membantu usaha belajar
siswa, mengorganisasikan pengalaman belajar, mengatur
dan merencanakan bahan ajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu.
Dengan kata lain, kita perlu memilih strategi
pembelajaran yang dapat memungkinkan tercapainya
tujuan pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi
yang telah ditentukan. Namun tidaklah mudah untuk
memilih strategi, terdapat banyak faktor yang harus
diperhatikan dalam memilih strategi pembelajaran. Untuk
menjawab tantangan yang dihadapi tersebut diperlukan
elaborasi berbagai potensi. Elaborasi potensi ini antara
lain seperti kreatif, cerdas, komunikasi, berkolaborasi,
atau lebih dikenal dengan istilah 4C. Sementara itu di

23
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

abad 21 kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh peserta


didik adalah memiliki kemampuan literasi.
Era Society 5.0
Dilansir dari laman ditpsd.kemdikbud.go.id, era super
smart society (society 5.0) sendiri diperkenalkan oleh
Pemerintah Jepang pada tahun 2019, yang dibuat sebagai
antisipasi dari gejolak disrupsi akibat revolusi industri
4.0, yang menyebabkan ketidakpastian yang kompleks
dan ambigu (VUCA). Dikhawatirkan invansi tersebut
dapat menggerus nilai-nilai karakter kemanusiaan yang
dipertahankan selama ini. Sehinga era 5.0 sebagai
penyempurna era 4.0
Era Society 5.0 merupakan proses kolaborasi antara
manusia sebagai pusatnya dan teknologi sebagai
dasarnya. Namunpun demikian pada dasarnya Revolusi
Industri 5.0 bukanlah hal baru. Karena era 5.0
merupakan antisipasi dari dari gejolak Revolusi Industri
4.0, era yang kembali pada masa industri. Lebih
menguatkan kolaborasi manusia dan teknologi dan
digital. Hasil teknologi lebih diarahakan untuk
berkolaborasi dan bersentuhan langsung dengan
manusia. Teknologi menjadi bagian dari manusia itu
sendiri dan perkembangan teknologi diharapkan dapat
meminimalkan terjadinya kesenjangan ekonomi pada
manusia. Pendidikan era 5.0 adalah proses pendidikan
yang menitik beratkan pada pembangunan manusia
sebagai makhluk yang mempunyai akal, pengetahuan dan
etika dengan ditopang oleh perkembangan teknologi
modern saat ini.
Pada era 5.0 ini, industri mulai menyentuh dunia virtual,
berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data, semua
ada di mana-mana, dikenal dengan istilah Internet of
Things (IoT). Industri 5.0 telah memperkenalkan
teknologi produksi massal yang fleksibel, mesin akan

24
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

beroperasi secara independen atau berkoordinasi dengan


manusia, mengontrol proses produksi dengan melakukan
sinkronisasi waktu dengan melakukan penyatuan dan
penyesuaian produksi. Salah satu karakteristik unik dari
industri 5.0 adalah pengaplikasian kecerdasan buatan
atau artificial intelligence (AI).
Masyarakat era society 5.0 adalah masyarakat yang dapat
menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan
sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir
di era revolusi industri 4.0. Internet bukan hanya sebagai
media informasi tetapi sebagai bagian dari kehidupan
manusia. Hasil dari revolusi industri 4.0 ini bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam
menjalani kehidupannya d era society 5.0
Strategi Pembelajaan Di Era Society 5.0
Era Society 5.0 yang berkembang dengan pesat
berdampak terhadap kehidupan. Merubah cara pandang,
cara kita bekerja, cara kita menyelesaikan pekejaan, cara
pandang terhadap dunia pendidikan. Tak dapat dielakkan
arus globalisasi di era industri ini memberi perubahan
pada banyak sistem dan tatanan kehidupan. Dunia
pendidikan mengalami perubahan yang luar biasa pada
era ini. Perubahan pada dunia pendidikan bukan hanya
menyangkut materi ajar, sistem pembelajaran ataupun
alat pendukung pembelajaran. Namun yang lebih penting
adalah perubahan persfektif konsep pendidikan itu
sendiri. Di mana pengembangan kurikulum saat ini harus
memerhatikan beberapa indikator agar dapat berjalan
sejajar dan mengimbangi perkembangan dan perubahan
yang pesat.
Satuan pendidikan sebagai gerbang utama Sumber Daya
Manusia (SDM) berhadapan dengan berbagai tantangan
dalam menyiapkan SDM yang unggul. Agar menghasilkan
SDM yang unggul dunia pendidikan berupaya

25
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

mengimbangi pesatnya perubahan di era 5.0 dengan


melakukan pengembangan kurikulum. Pengembangan
kurikulum tersebut seperti mempertimbangkan muatan-
muatan, antara lain:
1. Persfektif bahwa setiap anak merupakan komunitas
pebelajar;
2. Pendidik bukanlah satu satunya sumber belajar tetapi
setiap peserta didik bisa menjadi sumber belajar itu
senidiri.
3. Pendidikan tidak memilih usia;
4. Pendidik sebagai sumber inspirasi kreativitas peserta
didik
5. Pendidik, peserta dididik, dan masyarakat secara
umum, bahkan benda-benda di lingkungan peserta
didikpun bisa menjadi sumber informasi atau sumber
belajar;
6. Dalam proses pembelajaran pendidik dan peserta
didik bisa menjadi problem solver.
Pengembangan kurikulum inipun mesti disertai dengan
peningkatan kompetensi pendidik seperti penguasaan
materi dan bahan ajar, media pembelajaran, serta sikap
profesional sebagai salah satu sumber belajar atau
sumber informasi yang masih mendominasi dunia
pendidikan. Oleh karena itu pendidik harus
menggunakan strategi yang tepat dalam pelaksanaan
pembelajaran baik pembelajaran formal, informal
maupun nonformal sebagai wadah pembelajaran.
Pendidik pun harus siap mengikuti perubahan.
Perubahan paradigma pendidikan di era socielity 5.0
menjadi suatu keharusan yang arah tujuannya untuk
pendidikan yang lebih berkualitas dan juga untuk
menyelesaikan keambiguan pada revolusi industri 4.0

26
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

yang menyebabkan ketidakpastian dan kemerosotan


nilai-nilai akhlak, atau nilai-nilai karakter.
Startegi pembelajaran sebagai salah satu bagian penting
yang mendukung pencapaian tujun pendidikan memang
harus mampu memberi solusi terhadap kemajuan yang
luar biasa. Pemilihan strategi pembelajaran harus betul-
betul mampu mengimbangi perubahan di era socielity 5.0.
antara lain dengan memanfaatkan hasil revolusi industri
untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Agar
mampu mengimbangi perubahan di era socielity 5.0 maka
strategi pembelajaran memerlukan kecakapan abad 21
atau dikenal dengan 4C yaitu: Creativity; Critical Thinking;
Comuncation dan Collaboration. Pendidik dalam hal ini
harus memiliki kompetensi dalam hal pribadi yang kreatif,
mampu mengajar, mendidik, menginspirasi serta menjadi
suri tauladan.
Strategi yang sebaiknya digunakan dalam pembelajaran
di era socielity strategi pembelajaran yang berorientsi
pada pembelajaran yang bepusat pada peserta didik
(student center learning) dengan memanfaatkan
semaksimal mungkin semua sumber belajar yang
terdapat di sekitar peserta didik atau dengan mengadakan
sumber belajar yang memudahkan peserta didik dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Prinsp umum penguaan
strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi
cocok digunakan untuk mencapai tujuan dan semua
keadaan. Setiap strategi mempunyai kekhasannya
sendiri-sendiri.
Hal yang paling menonjol di era ini adalah pemanfaatan
teknologi, seperti internet sebagai salah satu sumber
belajar. Dengan memanfaatkan teknologi, seperti
komputer, android, berbagai aplikasi, sosial media,
pendidik dapat melakukan pembelajaran berbasis
internet ataupun tanpa internet dengan tatap muka
langsung ataupun pembelajaran non tatap muka.

27
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

Pemanfaatan berbagai aplikasi dan media sosial melalui


komputer ataupun android dalam pembelajaran memang
menjadi suatau keniscayaan yang tidak boleh dielakkan
baik tatap muka ataupun non tatap muka keduanya
harus menggunakan strategi pembelajaran yang tepat
dalam pemanfaatan hasil teknologi ini.
Ketersediaan fasilitas, sarana prasarana akan sangat
membantu pelaksanaan strategi pembelajaran di era
socielity 5.0. Namun sisi lain dari kemajuan teknologi ini
harus diimbangi dengan kemampuan SDM pendidik yang
siap menerapkan strategi pembelajaran yang
memanfaatkan berbagai sumber belajar. Dalam memilih
strategi inipun pendidik harus memahami prinsip-prinsip
umum penggunan strategi pembelajaran. Adapun prinsip-
prinsip tersebut yaitu:
1. Berorientasi pada tujuan, tujuan pembelajaranlah
yang dapat menentukan suatu strategi yang harus
digunakan oleh pendidik.
2. Aktivitas, strategi pembelajaran harus dapat
memotivasi peserta didik untuk beraktivitas baik
secara aktivitas fisik maupun psikis atau mental.
3. Individualitas, meskipun dalam pembalajaran guru
biasanya behadapan dengan sejumlah peserta didik
namun sejumlah peserta didik tersebut terdiri dari
individu-individu yang menjadi tolak ukur
ketercapaian tujun pembelajaran. Sehingga strategi
pembelajaran yang baik adalah strategi pembelajaran
yang memiliki tingkat keberhasilan merubah perilaku
individu-individu dengan persentase lebih besar.
4. Integritas, strategi pembelajaran yang baik adalah
strategi yang dapat mengembangkan seluruh aspek
kepribadian peserta didik secara terintegrasi.
Sehingga kemampuan yang dikembangakan tidak

28
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

hanya terbatas pada kemampuan intelektual tetapi


juga aspek kepribadian.
Kompetensi abad 21 yang diharapkan dimiliki oleh peserta
didik pun harus menjadi pertimbangan dalam
menggunakan strategi pembelajaran di era socielity 5.0.
Kompetensi yang harus dimliki oleh peserta didik tersebut
adalah memiliki kemampuan 6 Literasi Dasar yaitu:
1. literasi numerasi;
2. literasi sains;
3. literasi informasi;
4. literasi finansial;
5. literasi budaya dan kewarganegaraan.
Tidak hanya literasi dasar namun juga memiliki
kompetensi lainnya yaitu mampu berpikir kritis, bernalar,
kretatif, berkomunikasi, kolaborasi serta memiliki
kemampuan problem solving. Dan yang terpenting
memiliki karakter yang mencerminkan profil pebelajar
berjiwa pancasila seperti rasa ingin tahu, inisiatif,
kegigihan, mudah beradaptasi memiliki jiwa
kepemimpinan, memiliki kepedulian sosial dan budaya.
Kesimpulan
Penggunaan strategi pembelajaran yang tepat di era
socielity 5.0 adalah strategi pembelajaran yang berorientsi
pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(student center learning) dan memanfaatkan berbagai
sumber belajar disekitar pendidik dan peserta didik.
berbasis teknologi seperti pemanfatan internet, komputer,
android, aplikasi pendukung pembelajaran, media sosial.
Strategi pembelajaran pun harus syarat dengan nilai-nilai
karakter.

29
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

Daftar Pustaka
Ahmad, I (2018) Proses Digital dalam Era Revolusi
Industri 4.0, Dirktur Jenderal Pembelajran dan
Kemahasiswa Kemenristek Dikti
Alimuddin, Z. (2019), Era Masyarakat 5.0 Guru
HarusLebih Inovatif dalam Megajar, Retieved
Oktober 5 2021, From Https://Www.
Timesindonesia.
Co.Id/Read/214466/20190518/165259/Zulkifar-
Alimuddin-Era-Masyarakat-50-Guru-Harus-Lebih-
Inovatif-Dalam-Mengajar
Government, C. O. (2018). Society 5.0. Japan.
Gulo, W. (2002), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:
Grasindo.
http://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/menyiapka
n-pendidik-profesional-di-era-society-50, Jumat, 29
Oktober 2021
Munthe, Barmawy. (2016), Strategi Mengajar: Aktif Kreatif
Inovatif, Yogyakarta: Suka Press
Munanda, A. (2019). Dunia Pendidikan Menuju
Revolusi Industri 5.0. Retrieved Januari 21, 2019,
From
Https://Www.Biem.Co/Read/2019/01/21/33919/
Tb-Ai-Munandar-Dunia-Pendidikan-Menuju-
Revolusi-Industri-5-0/
Pemerintah, P. (2005). Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional RI.
Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, UU No.20 2003.
Wibawa, S. (2018). Pendidikan Dalam Era Revolusi
Industri 4.0. Indonesia.
Wina Sanjaya, (2006), Strategi Pembelajaran Beriorentasi
Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenadamedia.

30
STRATEGI PEMBELAJARAN PADA ERA SOCIETY 5.0

Profil Penulis
Hiljati Arif Liwa, penulis menyelesaikan
pendidikan Strata satu pada tahun 1995 dengan
jurusan Aqidah dan Filsafat IAIN Alauddin
Ujung Pandang. Mulai tertarik pada
pembelajaran Pendidikan Agama Islam mulai
tahun1995 pada kegiatan MGMP PAI yang
diselenggarakan oleh MA se kabupaten Polewali
Mamasa (sekarang Polewali Mandar) waktu itu penulis sebaagai
tenaga pengajar di MA DDI Polewali. Saat itu saya merasakan
bahwa sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam perlu
melakukan pengembangan untuk bisa mencapai tujuan
pembelajaran. Di tahun yang sama1995 mulai membawakan
mata kuliah keagamaan STAI DDI Polmas. Karena menyadari
bahwa penulis butuh ilmu pendidikan kemudian penulis
mengkuti Program Akta IV di tahun 2001. Di tahun 2010
penulis menyelesaikan Program Magister pada konsentrasi
Dirasah Islamiyah Program Studi Pendidikan dan Keguruan
pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Penulis lebih
tertarik menekuni dunia pendidikan dengan brbagai
dinamikanya. Di bidang ini penulis telah melakukan penelitian
sebagai implementasi Tri Darma perguruan tinggi tempat
penulis mengabdikan diri di IAI Darud Da’wah Wal Irsyad
Poewali Mandar dari tahun 1995 sampai sekarang.
Email: hiljati.arif@gmail.com

31
32
3
MODEL PEMBELAJARAN
ERA SOCIETY 5.0

Siskha Putri Sayekti, M.Si


STAI AL-Hamidiyah

Pendahuluan
Perkembangan teknologi dan industri yang semakin
meningkat secara signifikan, membawa perubahan besar
dalam pendidikan. Dunia pendidikan saat ini sedang
menghadapi masa yang sangat penting, dalam hal
pelayanan pendidikan yang berkualitas dan optimal tetapi
juga dalam perkembangan teknologi. Pendidikan menjadi
salah satu yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat dengan kesiapannya menghadapi masa
depan yang terus berubah dengan cepat. Dalam proses
perubahan perkembangannya pendidikan bisa
memberikan pelayanan yang menentukan kualitas
kelanjutan pendidikan.
Perubahan yang cepat terjadi dari Revolusi Industri 4.0
mengakibatkan semua bidang mengalami otomatisasi.
Industri yang dikenal akrab dengan teknologi dapat
memungkinkan manusia mengakses informasi dan
melakukan komunikasi agar dapat dimanfaatkan secara
penuh (Meyliano dan Putra, 2018). Indonesia dalam
prosesnya masih dalam tahapan Revolusi Industri 4.0.
Perkembangan dalam dunia pendidikan pada saat ini
sedang menghadapi masa yang sangat penting, bukan

33
MODEL PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

hanya dalam pelayanan pendidikan yang berkualitas dan


optimal tetapi juga dalam perkembangan teknologi.
Tantangan dalam dunia pendidikan semakin komplek dan
menuntut segala persiapan dan pemikiran yang sangat
serius.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana utnuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar setiap peserta didik dapat mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diartikan
pendidikan memiliki arti penting dengan melibatkan
stakeholder untuk melakukan persiapan agar menjadi
tujuan dari era society 5.0.
Era Society 5.0 Melalui Pendidikan
Society 5.0 pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan
industry 4.0, konsep society ini lebih menekankan pada
kesiapan SDM untuk mengatasi tantangan yang sudah
ada pada era industri 4.0. Pendidikan merupakan hal
terpenting dalam kehidupan bermasyarakat dalam
menghadapi kesiapan masa depan yang semakin canggih
dan berubah secara cepat. Pendidikan dalam
perkembangannya memberikan kualitas layanan yang
optimal kepada siswa dalam menghadapi masa depan.
Teknologi memberikan manusia untuk dapat mengakses
informasi dan melakukan komuikasi secara cepat
peradabannya. Society 5.0 mengacu pada jenis
masyarakat yang mampu berinovasi dalam sains dan
teknologi untuk menempati pada posisi yang unggul dan
menonjol dalam dunia pendidikan. Transformasi digital
merupakan konsep yang banyak diambil dalam semua
aspek kehidupan manusia. Stolterman dan Fors (2004)
merupakan penulis yang sering membawa topik ini ke
depan. Untuk menganalisis situasi yang diciptakan oleh

34
MODEL PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

keberadaan manusia digital. Proses yang sama, kita harus


sadar bahwa teknologi infomrasi merupakan pondasi
masyarakat 5.0 untuk memberikan tiga fenomena yang
dicirikan oleh banyak kebebasan, lebih banyak kontrol
dan pentingnya komunitas dalam bermasyarakat.
Pendidikan mempunyai tanggung jawab dalam memenuhi
tiga kebutuhan dalam rangka meningkatkan kemampuan
utama yang dibutuhkan dalam menghadapi masa depan.
Siswa tidak hanya dibekali oleh ilmu pengetahuan namun
juga harus dibekali dengan cara berpikir. Cara berpikir
dimulai dikarenakan dibiasakan mulai dari dini agar
nantinya dapat berpikir kritis, analitis dan kreatif.
Pembelajaran yang Menyenangkan di Era Society 5.0
Pembelajaran merupakan proses memberikan bimbingan
atau bantuan kepada siswa dalam melakukan proses
belajar. Pembelajaran pada hakikatnya adalah sebuah
proses yang mengatur, mengorganisasi lingkungan yang
ada di sekitar peserta didik sehingga dapat
menumbuhkan dan mendorong siswa dalam proses
belajar. Menurut undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pembelajaran merupakan proses interaksi
pendidik dengan peserta didik dan sumber belajar yang
berlangsung dalam suatu lingkungan belajar.
Suyitno (dalam Trianto 2009) mengemukakan
pembelajaran meruapakan upaya dalam menciptakan
iklim dan pelayanan kemampuan potensi, minat, bakat
dan kebutuhan peserta didik yang beragam untuk
menghasilkan interaksi yang optimal antara pendidik
dengan siswa. Kegiatan pembelajaran melihat dua
orang pelaku yaitu guru dan peserta didik. Dengan
demikian pembelajaran pada dasarnya adalah kegiatan
terencana yang mengkondisikan atau merangsang siswa
agar dapat belajar dengan baik, sehingga kegiatan

35
MODEL PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

pembelajaran ini bermuara pada dua kegiatan, yaitu


bagaimana orang yang dapat melakukan tindakan
perubahan tingkah laku melalui kegiatan belajar dan
bagaimana orang melakukan tindakan dalam
penyampaian pengetahuan melalui kegiatan mengajar.
Belajar dalam Ainurrahman (2013:22) menjelaskan
bahwa belajar merupakan proses penemuan dan
transformasi kompleks yang berlangsung pada diri
seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang
sebagai orang yang secara konstan memeriksa informasi
baru untuk konfirmasi dan prinsip yang telah dimiliki,
selanjutnya merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak
sesuai dengan informasi yang diperolehnya.
Gagne menjelaskan belajar memiliki unsur-unsur yaitu:
1) pembelajar, dapat berupa peserta didik warga belajar
dan peserta latihan, 2) motivasi yang bersifat memotivasi
penginderaan pembelajar, 3) memori, memori
pembelajaraan berisi berbagai kemampuan, keterampilan,
dan sikap dari aktifitas belajar 4) respon merupakan
tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori.
Keempat unsur belajar ini dapat digambarkan bahwa
aktivitas belajar akan terjadi pada diri pembelajar apabila
terdapat interaksi antara situasi stimulus. Empat tahapan
berpikir untuk lebih kritis yang terjadi pada peserta didik
yaitu:
1. Tahap 1, pada tingkatan ini seseorang berapa
tahapan mengidentifikasi masalah dan informasi yang
relevan (proses kognitif dengan kompleksitas rendah)
2. Tahap 2, pada tingkatan ini seseorang pada tahapan
menetapkan pilihan prioritas dan
mengkomunikasikan simpulan (proses kognitif
dengan kompleksitas sedang)

36
MODEL PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

3. Tahap 3, pada tingkatan ini seseorang pada tahapan


menetapkan pilihan prioritas dan
mengkomunikasikan simpulan proses kognitif tinggi
4. Tahap 4, pada tingkatan ini seseorang berada pada
tahapan memonitoring dan menajamkan strategi
untuk menyelesaikan permasalahan yang ada proses
kognitif dengan kompleksitas paling tinggi
Memberikan penampilan pembelajaran yang
menyenangkan tidak lepas dari adanya seorang pendidik
yang kreatif. Pada masa pandemic ini guru harus mampu
menampilkan pembelajaran yang menghadirkan metode
pembelajaran secara daring (online).
UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen
menjelaskan sebagai “pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi siswa pada pendidikan
anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah” Seorang pendidik memiliki
peranan besar dalam pembimbing karena pendidiklah
yang akan mengarahkan kegiatan belajar. Dalam
pembelajaran society 5.0 pendidik tentunya diharapkan
mampu menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan
dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
Pendidik dalam dunia pendidikan tentunya memiliki
peranan yang sangat penting dapat dikatakan sebagai
ujung tombak dalam melahirkan generasi penerus bangsa
yang lebih berkualitas dan memiliki dedikasi yang tinggi
guna mewujudkan masa depan bangsa yang lebih baik.
Seorang pendidik adalah fasilitator dalam pembelajaran
yang harus dilakukan oleh seorang pendidik guna
menghadapi era society 5.0 dengan menghadirkan
pembelajaran yang menyenangkan. Adapun hal tersebut
yaitu :

37
MODEL PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

1. Mempersiapkan diri, sebagai pendidik dalam


menciptakan pembelajran yang menyenagkan harus
mempersiapkan diri dalam hal pengetahuan maupun
keahlian dalam menggunakan perangkat
pembelajaran dan aplikasi pembelajran yang terus
berkembang sesuai dengan perkembangan dan
kemajuan zaman
2. Mengenal karakteristik kelas dan materi
pembelajaran dalam hal ini pendidik sebelum
menyampaikan pembelajaran harus mengenal
karakteristik didik anak secara umum. Karena dalam
melakukan hal tersebut seorang pendidik merancang
strategi pembelajaran yang berkaitan dengan metode,
media dan perangkat pembelajaran.
3. Pemilihan perangkat pembelajaran yang tepat dalam
menyampaikan materi pembelajaran seorang pendidik
juga harus mampu menggunakan berbagai macam
metode dan strategi pembelajaran untuk
menggunakan model pembelajaran yang menarik bagi
siswa
4. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menyampaikan opini dengan memberikan siswa
untuk menyampaikan pendapat dengan merasa
nyaman belajar karena merasa lebih dihargai.
5. Memberikan respon yang baik terhadapnya apa yang
oeseerta didik inginkan di dalam seorang pendidik
harus memahami terlebih dahulu apa yang menjadi
keinginan dari peserta didik.
Untuk mewujudkan atau mempersiapkan era society 5.0
dalam sebuah kegiatan pembelajaran peserta didik tidak
hanya cukup sebatas memahami atau diberikan sebuah
teori saja. Tetapi peserta didik harus disiapkan untuk
mampu berpikir kritis dan konstruktif sehingga
pembelajaran yang menyenangkan dapat tercipta.

38
MODEL PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Peserta didik harus mampu berpikir kritis dan konstruktif


sehingga pembelajaran yang menyenangkan dapat
tercipta. Hal yang dilakukan dengan mengembangkan
konsep pembelajaran di sekolah dengan menerapkan
komponen (Ria, 2020) yaitu :
1. Penerapan kemampuan HOTS (Higher, Order,
Thinking, Skill) yang merupakan kemampuan dalam
memmecahkan masalah secara kompleks berpikir
kritis dan kreativitas. Dalam penerapannya HOTS
dilakukan dengan mengenalkan dunia nyata kepada
peserta didik melalui permasalahan yang ada.
2. Pembeharuan orientasi pembelajaran yang futuristic,
yaitu mengenalkan pembelajaran yang tidak hanya
pada penguasaan materi saja tetai juga perlu
menghubungkan terkait pemanfaatan teknologi
untuk kemajuan society 5.0
3. Pemilihan model pembelajaran yang tepat. Hal
tersebut bertujuan untuk emmberikan ruang kepada
peserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan
dan kreativitas. Dalam hal ini pendidik dapat memilih
berbagai model pembelajaran misalnya discovery
learning, project based learning, problem based
learning dan inquiri learning. Dengan model
pembelajran ini dapat memotivasi siswa untuk
berpikir kritis
4. Mengembangkan potensi pendidik. Kompetensi dalam
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik seorang
pendidik perlu dikembangkan agar mampu
beradaptasi dengan era Society 5.0 yaitu melalui
pembekalan wawasan keilmuan, attitude, skill
5. Penyediaan sarana dan prasarana serta sumber
belajar yang futuristic sesuai kebutuhan berupa
smart building berbasis IT berupa ruang kelas,
perpustakaan dan laboratorium yang didukung

39
MODEL PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

fasilitas IoT dan AI yang didukung sumber belajar dan


media belajar peserta didik
Model Pembelajaran E-Learning
Pembelajaran e-learning merupakan pembelajaran yang
sangat dibutuhkan. Istilah e-learning terdiri dari huruf e
merupakan singkatan dari electronic dan kata learning
artinya pembelajaran.
Menurut Fryer ada dua pendekatan yang dilakukan guru
dalam memanfaatkan atau menerapkan e-learning yaitu :
pertama Pendekatan Topik(Theme-Centered Approach)
langkah yang dilakukan dalam pendekatan ini adalah
menentukan topik, menentukan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Dan menentukan aktivitas
pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi
yang relevan untuk mendapat tujuan pembelajaran.
Kedua pendekatan software (Software Centered
Approach). Pada pendekatan langkah pertama dimulai
dengan mengindentifikasi teknologi informasi. Kemudian
guru merencanakan strategi pembelajaran yang relevan
untuk suatu topik pembelajaran tertentu.
Pada era society 5.0 diharapkan pendidik serta lembaga
pendidikan dapat melakukan transformasi pembelajaran
mulai dari pembelajaran manual ke digital. Pada
pembelajaran di era society 5.0 ini seorang pendidik perlu
memiliki pengetahuan teknologi yakni pengetahuan
tentang bagaimana menghubungkan antara keduanya
hadware dan software. Selain itu pendidik juga harus
memiliki kompetensi tentang pengertian pengetahuan
pedagogic yaitu pengetahuan tentang karakteristik
peserta didik, teori belajar model atau metode
pembelajaran, serta penilaian proses dan hasil belajar.

40
MODEL PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Daftar Pustaka
Ainurrahman, 2013. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta.
Bruno Salgues, 2018, “Technological Prospects and Social
Applications Set (Society 5.0)”, First published 2018 in
Great Britain and the United States by ISTE Ltd and
John Wiley & Sons, Inc.
Deitje Adolfien Katuuk. 2013 Manajemen Implementasi
Kurikulum: Strategi Penguatan implementasi
Kurikulum. Jurnal Cakrawala Pendidikan. 2. Hasan
Baharun, 2017. Pengembangan Kurikulum: Teori Dan
Praktik (Konsep, Prinsip, Model, Pendekatan Dan
Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum PA.
Yogyakarta: Cantrik Pustaka
Fukuyama, M. (2018). Society 5.0: Aiming for a New
Human-Centered Society. Japan Spotlight Journal,
47, 47-50. Retrieved from
https://www.jef.or.jp/journal/.
Irina Verenikina. “Vygotsky's Socio-Cultural Theory and
the Zone of Proximal Development”, In H. M. Hasan, I.
M. Verenikina & E. L. Gould (Eds.), Expanding the
Horizon. Information Systems and Activity Theory (pp.
4-14). Wollongong: University of Wollongong Press.
Jejen, M (2011) Peningkatan Kompetensi Guru. Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup
Marhamah, M (2019) Pentingnya Pengembangan
Kompetensi Guru. Bidayah: Studi Ilmu-Ilmu
Keislaman, 195-216
Republik Indonesia. (2003). Undang - undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tantang Sistem
Pendidikan Nasional
Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain. (2010). Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

41
MODEL PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Profil Penulis
Siskha Putri Sayekti
Ketertarikan penulis terhadap ilmu pendidikan
dan psikologi pada tahun 2009. Hal tersebut
membuat penulis memilih untuk masuk S.1
Pendidikan Agama Islam dan S.2 Psikologi
Pendidikan. Ketertarikan penulis terhadap ilmu
komputer dimulai pada tahun 2006. Penulis
memiliki kepakaran dibidang Pendidikan Agama
Islam dan Psikologi Pendidikan. Dan untuk mewujudkan karir
sebagai dosen profesional, penulis pun aktif sebagai peneliti
dibidang kepakarannya tersebut. Beberapa penelitian yang
telah dilakukan didanai oleh internal perguruan tinggi. Selain
peneliti, penulis juga aktif menulis buku dengan harapan dapat
memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara yang
sangat tercinta ini.
Email Penulis: siskhaputrisayekti@gmail.com

42
4
MENYUSUN RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Bernadus Bin Frans Resi, M. Pd.


Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka

Definisi RPP
Pendidikan merupakan sebuah proses yang bersifat
terencana secara sistematik. Perencanaan disusun secara
lengkap agar tujuannya dapat dipahami
dan dilakukan oleh orang lain serta tidak menimbulkan
multitafsir. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka
untuk satu pertemuan atau lebih (Resi, 2021: 76).
Menurut Trianto, RPP merupakan panduan langkah-
langkah yang akan dilakukan oleh pendidik dalam
kegiatan pembelajaran yang disusun dalam scenario
kegiatan (Yunus & Heldy, 2015: 156). Silabus dijadikan
sebagai acuan dalam penyusunan RPP sehingga dapat
mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam
untuk Kompetensi Dasar (KD). Pengembangan RPP
berdasarkan materi atau tema tertentu yang mengacu
pada silabus. Sedangkan menurut Sugi (2019: 10), RPP
merupakan rencana pelaksanaan pembelajaran jangka
pendek untuk memperkirakan atauy memprediksi dan
memproyeksikan apa yang dilakukan dalam
pembelajaran.

43
MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Pada hakekatnya penyusunan RPP bertujuan merancang


pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dengan demikian, dalam penyusunan
sebuah RPP perlu memperhatikan alur pikir (algoritma)
secara spesifik. Hal ini bertujuan agar rancangan RPP
tersebut kaya akan inovasi sesuai dengan spesifikasi
materi ajar dan lingkungan belajar peserta didik meliputi
sumber daya alam, budaya lokal, kebutuhan masyarakat
serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Affandi & Badarudin, 2011: 76). Secara umum, ciri-ciri
RPP yang baik sebagai berikut: 1) Memuat aktivitas proses
belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh pendidik
yang akan menjadi pengalaman belajar bagi peserta didik;
2) Langkah-langkah pembelajaran disusun secara
sistematis agar tujuan pembelajaran dapat tercapai; 3)
Langkah-langkah pembelajaran disusun secara rinci,
sehingga apabila RPP digunakan oleh peserta didik lain
ketika pendidik pada mata pelajaran lain berhalangan
(Affandi & Badarudin, 2011: 77). Berdasarkan uraian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa RPP merupakan
sebuah rencana yang menggambarkan prosedur atau
pengorganisasian pembelajaran sehingga tercapai suatu
kompotensi dasar yang telah ditetapkan dalam standar isi
serta dijabarkan dalam silabus
Komponen-Komponen RPP
Komponen-komponen dalam penyusunan sebuah RPP
(Mayasari, 2020: 37-39) sebagai berikut:
1. Identitas mata pelajaran, meliputi satuan pendidikan,
kelas, semester, program-program keahlian, mata
pelajaran, dan jumlah jam pertemuan.
2. Standar Kompotensi, merupakan kualifikasi atau
kemampuan minimal peserta didik dalam menguasai
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang

44
MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

diharapkan pada setiap kelas dan/atau semester pada


suatu mata pelajaran.
3. Kompotensi Dasar, merupakan sejumlah kemampuan
yang harus dikuasai peserta didik pada mata
pelajaran tertentu sebagai bahan rujukan
penyusunan indikator kompotensi dalam suatu
pelajaran tertentu.
4. Indikator Pencapaian Kompotensi, merupakan
perilaku yang dapat diukur dan diobservasi guna
menunjukkan ketercapaian kompotensi dasar
tertentu yang menjadi acuan atau pedoman penilaian
mata pelajaran. Indikator pencapaian kompotensi ini
dirumuskan menggunakan kata kerja operasional
yang dapat diukur dan diamati yang mengcakup
pengetahun, sikap, serta keterampilan peserta didik.
5. Tujuan Pembelajaran, menggambarkan proses dan
hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh
peserta didik sesuai dengan kompotensi dasar.
6. Materi Pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip,
prosedur yang relavan, dan ditulis dalam bentuk
butir-butir uraian sesuai dengan indikator
pencapaian kompotensi.
7. Alokasi Waktu, merupakan waktu yang ditentukan
sesuai dengan untuk pencapaian kompotensi dasar
dan beban belajar.
8. Metode Pembelajaran, penggunaan suatu metode
pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik agar indikator dan kompotensi dapat tercapai.
9. Kegiatan Pembelajaran, terdiri dari 3 (tiga) bagian
penting yakni pendahuluan, inti, dan penutup.
Pendahuluan merupakan kegiatan awal pada suatu
pembelajaran yang ditujukan guna membangkitkan
motivasi belajar serta memfokuskan perhatian peserta

45
MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

didik untuk berpartisipasi katif dalam proses


pembelajaran (apersepsi). Bagian inti pembelajaran
merupakan proses untuk mencapai kompotensi
dasar. Pembelajaran dilakukan secara inspiratif,
interaktif, menyenangkan, dan menantang agar dapat
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif.
Hal ini bertujuan memberikan ruang kepada peserta
didik untuk mengembangkan kreativitas dan
kemandirian sesuyai dengan bakat, minat, serta
perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Sedangkan pada bagian penutup merupakan kegiatan
untuk mengakhiri suatu pembelajaran. Pada kegiatan
ini, pendidik bersama peserta didik membuat
rangkuman, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan
tindak lanjut.
10. Penilaian Hasil belajar, prosedur dan instrumen
proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator
pencapaian kompotensi dan mengacau pada standar
penilaian.
11. Sumber Belajar, penentuan bahan ajar berdasarkan
standar kompotensi dan kompotensi dasar, materi
pembelajaran, serta indikator pencapaian
kompotensi.
Fungsi, Tujuan, dan Manfaat RPP
Dalam menyusun sebuah RPP harus memiliki fungsi,
tujuan, dan manfaat yang jelas agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai sesuai dengan rencana. Berikut akan
dijelaskan mengenai fungsi, tujuan, dan manfaat
penyusunan RPP. Terdapat 2 (dua) fungsi dalam
menyusun RPP (Buna’i, 2021: 90), yakni:
1. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan merupakan pelaksanaan
pembelajaran pada mata pelajaran tertentu

46
MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

hendaknya dapat mendorong para pendidik untuk


lebih siap dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan perencanaan yang matang.
Dengan demikian, saat melakaukan pembelajaran
pendidik wajib memiliki persiapan baik secara tertulis
maupun tidak tertulis (Handayani, 2011: 203).
2. Fungsi Pelaksanaan
Fungsi pelaksanaan bertujuan untuk mengefektifkan
proses pembelajaran sesuai dengan apa yang telah
direncanakan oleh pendidik (Hamdayani, 2011: 204).
Tujuan menyusun RPP sebagai berikut (Hakim, 2009:
184), yakni:
1. Mempermudah, memperlancar serta meningkatkan
hasil belajar mengajar.
2. memberikan kesempatan kepada pendidik untuk
merancang pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
peserta didik, kemampuan pendidik dan fasilitas yang
dimiliki oleh sekolah.
3. Penyusunan RPP secara profesional, sistematis dan
berdaya guna maka pendidik mampu melihat,
mengamati, menganalisis program perencanaan
sebagai kerangka kerja yang loigis dan terencana.
Sedangkan manfaat menyusun RPP sebagai berikut
(Gintings, 2008: 225-226).
1. Pembelajaran diselenggarakan secara terencana
sesuai dengan isi kurikulum yang berlaku;
2. Ketika seorang pendidik tidak dapat hadir untuk
melaksanakan pembelajaran maka dapat digantikan
oleh pendidik lain dan dapat menggunakan RPP yang
telah disusun tersebut. Dengan demikian, dapat
dijamin bahwa tidak terjadi perbedaan prinsipil dalam

47
MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik


pengganti tersebut.
3. Secara manajerial dokumen RPP merupakan
portofolio atau bukti fisik pelaksanaan kegiatan
pembelajarab yang dapat digunakan untuk”
a. Bahan pertimbangan dalam sertifikasi pendidik;
b. Perhitungan angka kredit jabatan fungsional
pendidik;
c. Informasi dalam supervise kelas oleh kepala
sekolah atau pengawas;
d. Bahan rujukan atau kajian bagi pendidik yang
bersangkutan dalam mengembangkan
pembelajaran pada topik yang sama di tahun
berikutnya.
Prinsip Penyusunan RPP
Dalam menyusun sebuah RPP harus memeperhatikan
beberapa prinsip (Nursobah, 2019: 127), yakni:
1. Perbedaan individual peserta didik meliputi
kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi,
minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi,
gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar,
latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau
lingkungan peserta didik.
2. Partisipasi aktif peserta didik.
3. Berpusat pada peserta didik untuk mendorong
semangat belajar motivasi, minat, kreativitas, inisiatif,
inspirasi, inovasi dan kemandirian.
4. Pengembangan budaya membaca dan menulis yang
dirancang untuk mengembangkan kegemaran
membaca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

48
MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

5. Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP


memuat rancangan program pemberian umpan balik
positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
6. Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduanantara
KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator pencapaian
kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu
keutuhan pengalaman belajar.
7. Mengakomodasi pembelajaran keterpaduan lintas
mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman
budaya.
8. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara
terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan
situasi dan kondisi.
Langka-Langkah Menyusun RPP
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan salah
satu perangkat pembelajaran yang wajb dipersiapakan
atau disusun oleh pendidik sebelum melaksanakan
pembelajaran di kelas. Agar pelaksanaan pembelajaran
dapat berjalan secara sistematis, maka dibutuhkan
keterampilan dalam menyusun RPP. Berikut merupakan
langkah-langkah dalam menyusun sebuah RPP menurut
Khasana (2020: 44-46):
1. Langkah pertama
Menuliskan identitas mata pelajaran berdasarkan
mata pelajaran yang terdapat pada kurikum atau
silabus yang dikembangkan oleh sekolah. Artinya,
berdasarkan penetapan nama mata pelajaran
tersebut, penulisan nama mata pelajaran disesuaikan
dengan kebutuhan yang akan diajarkan oleh
pendidik.

49
MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

2. Langkah kedua
Mencantumkan KI, KD, dan indikator pencapaian
kompotensi. KI dan KD tidak dirumuskan oleh guru
karena sudah dirumuskan oleh pemerintah secara
nasional. Oleh karena itu, pendidik tinggal menguti KI
dan KD tersebut.
3. Langkah ketiga
Mencantumkan tujuan pembelajaran yang
dirumuskan berdasarkan KI dan KD dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat
dinikmati, diukur, sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
4. Langkah keempat
Mencantumkan materi pembelajaran,
mengembangkan materi yang harus diajarkan sesuai
dengan kompotensi dasar dan indikator yang telah
ditetapkan. Dalam mengembangkan materi
pembelajaran harus memperhatikan indikator dan
kompotensi dasar. Pengembangan materi
pembelajaran tidak sebatas terfokus pada buku teks
mata pelajaran. Pendidik harus mampu mencari,
mengembangkan, dan menggunakan tulisan bentuk
butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
ketercapaian kompotensi.
5. Langkah kelima
Menentukan metode/pendekatan pembelajaran
berdasarkan karateristik metode tersebut. Pada
bagian ini dicantumkan metode dan pembelajaran
yang diintegrasikan dalam satu kegiatan
pembelajaran peserta didik. Pendekatan pembelajaran
matematika yang dapat digunakan antara lain:
ceramah, discovery, inkuiri, observasi, diskusi-

50
MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

elearning, problem based learning, dan pendidikan


matematika reasilstik (PMR).
6. Langkah keenam
Menentukan sumber belajar yang mengacu pada
perumusan yang telah dicantumkan dalam silabus
yang dikembangkan. Cakupan sumber belajar yaitu
lingkungan sekitar, media, nara sumber, alat dan
bahan. Pada sumber belajar dituliskan secara lebih
operasional dan dapat dinyatakan secara langsung
bahan ajar yang akan digunakan.
7. Langkah ketujuh
Menentukan media pembelajaran yang akan
digunakan dalam pembelajaran di kelas. Dalam
menentukan alat atau media pembelajaran dan
sumber belajar harus mempertimbangkan serta
memperhatikan kesesuaian indikator, karateristik
materi, tersedianya sarana serta fasilitas yang
dibutuhkan. dalam mengembangkan sumber
pembelajaran harus dicantumkan sumber yang ingin
dijadikan rujukan pembelajaran.
8. Langkah kedelapan
Menentukan penilaian yang akan dijabarkan atas
teknik penilaian, instrument penilaian, dan
instrument yang digunakan. Demikian juga berlaku
untuk bentuk dan jenis alat tes yang dikembangkan
(apakah dalam bentuk lisan, tulisan atau tindakan).
Misalkan jenis tes tulisan maka perlu dikategorikan
jenisnya terlebih dahulu (esai, objektif, atau jenis
lainnya).
Sedangkan langkah-langkah menyusun RPP menurut
Iriani & M. Aghpin (2019: 167-168), yakni:
1. Analisis minggu efektif dalam setahun;

51
MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

2. Penyusunan program semester;


3. Analisis SKL, KI, dan KD;
4. Analisis IPK, tujuan dan materi pembelajaran;
5. Analisis model pembelajaran;
6. Analisis penilaian;
7. Mengembangkan RPP;
8. Menganalisis program semester berdasarkan alur
pencapaian kompotensi untuk menentukan urutan
pembelajaran pasangan KD per semester yang
dikembangkan berdasarkan silabus;
9. Mengembangkan RPP yang mengintegrasikan nilai-
nilai karakter, literasi, dan tuntutan abad ke-21 yang
mencangkup silabus hasil analisis dan format yang
sudah ditentukan.

52
MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Daftar Pustaka
Affandi, M & Badarudin. (2011). Perencanaan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar Dengan Memasukkan
Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa. Bandung:
Alfabeta, CV
Buna’i. (2021). Perencanaan Dan Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Surabaya: CV. Jakad Media
Publishing
Gintings, A. (2008). Esensi Praktis: Belajar dan
Pembelajaran. Bandung: Humaniora
Hakim, L. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Bandung:
VC. Wacana Prima
Handayani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung.
Pustaka Setia
Iriani, T & M. Aghpin, R. (2019). Rencana Pembelajaran
Untuk Kejuruan. Jakarta: Kencana
Khasanah, Uswatun. (2020). Pengantar
Microteaching. Yogyakarta: Deepublish (Grup
Penerbitan CV Budi Utama)
Mayasari, D. (2020). Program Perencanaan Pembelajaran
Matematika. Yogyakarta: Penerbit Deepublish
Nursobah, A. (2019). Perencanaan Pembelajaran SD/MI.
Pamekasan: Duta Media Publishing
Resi, B. B. F. (2021). Pengantar Microteaching
Matematika: Keterampilan Dasar Dalam
Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Budaya
Lokal. Malang: Pustaka Learning Center
Sugi. (2019). Menyusun RPP 2013 (Strategi Peningkatan
Keterampilan Guru SMP Menyusun RPP Melalui In
House Training). Semarang: CV. Pilar Nusantara
Yunus, H & Heldy, V. A. (2015). Perencanaan
Pembelajaran Berbasis Kurikulum 2013. Yogyakarta:
Penerbit Deepublish

53
MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Profil Penulis
Bernadus Bin Frans Resi, M. Pd. merupakan
lulusan S-1 Pendidikan Matematika & S-2
Pendidikan Matematika Program Magister
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Lulus
memperoleh predikat Cumm laude dengan masa
studi 1 tahun 3 bulan 11 hari. Sejak tahun 2018
hingga sekarang bekerja sebagai dosen pada
Program Studi Pendidikan Matematika,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Institut
Keguruan dan Teknologi Larantuka. Di samping menjadi
pengajar, penulis juga aktif menulis artikel pendidikan dan
melakukan penelitian pada bidang pendidikan matematika
serta pengabdian kepada masyarakat. Putera Adonara
kelahiran Kinabalu (Malaysia) 27 Juni ini pernah menulis buku
Pengantar Microteaching Matematika: keterampilan dasar
dalam pembelajaran matematika berbasis budaya lokal
(penerbit Pustaka Learning Center) dan Desain Lintasan
Belajar Matematika Realistik (Penerbit Insan Cendikia
Mandiri) serta beberapa artikel dan book chapter yang
diterbitkan dalam bentuk buku karya bersama. Selain itu,
penulis juga pernah menjadi pemakalah pada seminar nasional
maupun internasional. Penulis dapat dihubungi melalui email:
bernadusbinfrans.resi@gmail.com

54
5
PENGEMBANGAN BAHAN
PEMBELAJARAN

Ni Made Muliani, S.Pd., M.Pd


UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Pengantar
Tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu: proses, perubahan
perilaku dan pengalaman. Belajar adalah proses mental
dan emosional atau proses berpikir dan merasakan.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar diklasifikasikan
menjadi tiga domain yaitu: Kognitif, Afektif, dan
Psikomotorik. Belajar adalah mengalami, dalam arti
bahwa belajar terjadi karena individu berinteraksi dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial (Siddiq, 2008). Hasil akhir dari kegiatan belajar
adalah peserta didik mampu mencapai tujuan pendidikan
nasional. Adapun tujuan pendidikan nasional yaitu
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (UU No.20 tahun
2003, 2003).

55
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dilakukan


perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran
yang berkualitas super. Pembelajaran terdiri dari
beberapa komponen yang terstruktur antara lain tujuan
pembelajaran, media pembelajaran, strategi, pendekatan
dan metode pembelajaran, pengorganisasian kelas,
evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran
berupa remedial dan pengayaan (Nur, 2014). Sedangkan
Oemar Hamalik mengemukakan bahwa komponen
pembelajaran meliputi komponen tujuan, siswa, guru,
materi pelajaran, metode pembelajaran, media
pembelajaran dan evaluasi pembelajaran (Siddiq, 2008).
Materi/bahan pembelajaran tidak kalah penting dari
bagian komponen pembelajaran yang lain, sehingga perlu
dikembangkan dan disesuaikan dengan standar yang
telah ditetapkan demi mencapai tujuan pendidikan
nasional. Agar materi/bahan pembelajaran lebih menarik
bagi peserta didik hendaknya mengacu pada kurikulum
disertakan manfaat belajar materi tersebut dan
relevansinya dengan kehidupan sehari-hari lalu disajikan
dengan ide-ide baru yang kreatif, sesuai dengan
perkembangan teknologi dengan tampilan yang artistik.
Materi/bahan pembelajaran diajarkan secara mendalam
diurutkan dari mudah ke sulit, dari simpel ke kompleks,
dari tanpa prasyarat ke dengan prasyarat, dari sangat
penting ke yang kurang penting, dari konkret ke abstrak,
dst. Disiapkan dalam berbagai bentuk, sehingga
mengakomodasi siswa-siswa dengan beragam
karakteristik (http://novehasanah.blogspot.com, 2014).
Pembahasan
1. Pengertian Bahan Pembelajaran
Bahan pembelajaran merupakan salah satu
perangkat materi atau substansi pembelajaran yang
disusun secara sistematis, serta menampilkan secara

56
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam


kegiatan pembelajaran (Fauziyah, 2016).
Menurut National Center for Vocational Education
Research Ltd ada tiga pengertian materi pembelajaran
yaitu: a) merupakan informasi, alat dan teks yang
diperlukan guru/ instruktur untuk perencanaan dan
penelaah inplementasi pembelajaran; b) segala bentuk
bahan yang digunakan untuk membantu guru/
instruktur dalam kegiatan belajar mengajar di kelas;
c) seperangkat substansi pembelajaran yang disusun
secara sistematis, menampilkan sosok yang utuh dari
kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam proses
pembelajaran (AlghiFari, 2015).
2. Tujuan dan Fungsi Bahan Pembelajaran
Tujuan penyusunan bahan ajar menurut Depdiknas
adalah sebagai berikut (Nurjannah, 2017).
a. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan
tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan
kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai
dengan karakteristik dan setting atau lingkungan
sosial siswa.
b. Membantu siswa dalam memperoleh alternatif
bahan ajar di samping buku- buku teks yang
terkadang sulit diperoleh.
c. Memudahkan guru dalam melaksanakan
pembelajaran.
d. Fungsi bahan pembelajaran dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu fungsi bagi guru dan
siswa (Fauziyah, 2016).
1) Fungsi bahan pembelajaran bagi guru, antara
lain:

57
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

a) Menghemat waktu guru dalam mengajar.


Kegiatan pembelajaran menggunakan
bahan pembelajaran yang telah tersusun
secara sistematis akan menghemat waktu
guru dalam mengajar. Adanya bahan ajar,
siswa dapat ditugasi mempelajari terlebih
dahulu topik atau materi yang akan
dipelajarinya, sehingga guru tidak perlu
menjelaskan secara rinci lagi (Magdalena
et al., 2020).
b) Mengubah peran guru dari seorang
pengajar menjadi seorang fasilitator.
Guru selain sebagai pengajar dan
pendidik, juga berfungsi sebagai
fasilitator. Dengan bahan pembelajaran
yang berkualitas baik dan lengkap, guru
bisa memainkan peran sebagai fasilitator
dalam pembelajaran. Jadi pembelajaran
lebih berpusat pada siswa dan guru hanya
memfasilitasi sesuai dengan tuntutan
kurikulum 2013.
c) Meningkatkan proses pembelajaran
menjadi lebih efektif dan interaktif.
Adanya bahan pembelajaran selain
menghemat waktu guru dalam mengajar
juga mampu menjadikan proses
pembelajaran lebih efektif dan efisien.
Adanya bahan ajar maka pembelajaran
akan lebih efektif karena guru memiliki
banyak waktu untuk membimbing
siswanya dalam memahami suatu topik
pembelajaran, dan juga metode yang
digunakannya lebih variatif dan interaktif

58
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

karena guru tidak cenderung berceramah


(Magdalena et al., 2020).
d) Sebagai pedoman belajar mengajar
Bahan pembelajaran tentu disusun sesuai
dengan kurikulum yang berlaku. Bahan
pembelajaran bisa menjadi panduan
dalam tahapan kegiatan belajar mengajar
untuk mencapai kompetensi yang
diharapkan.
e) Sebagai alat evaluasi pencapaian atau
penguasaan hasil pembelajaran.
Evaluasi adalah proses menentukan nilai
suatu objek yang berdasarkan pada
acuan-acuan tertentu untuk menentukan
tujuan tertentu (Wikipedia, 2021). Guru
bisa mengevaluasi tingkat pemahaman
peserta didik dan tingkat pencapaian
kompetensi yang diharapkan melalui
bahan ajar.
2) Fungsi bahan pembelajaran bagi siswa,
antara lain:
a) Siswa dapat belajar tanpa harus ada guru
atau teman siswa yang lain.
Bahan ajar yang disusun secara lengkap,
sistematis dan terstruktur dapat
digunakan oleh siswa untuk belajar
mandiri tanpa guru atau teman siswa
yang lain. Sehingga bisa membantu
potensi siswa untuk menjadi pelajar
mandiri.
b) Siswa dapat belajar kapan saja dan
dimana saja dikehendaki.

59
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

Bahan ajar bisa dibawa oleh siswa ke


rumah, jadi tidak terbatas dipelajari
disekolah saja dan pada waktu sekolah.
Siswa bisa mengulang mempelajari bahan
ajar di rumah atau di mana saja dan
kapan saja meski sudah diajarkan oleh
guru. Siswa bahkan bisa mempelajari
terlebih dahulu materi yang belum
dijelaskan oleh guru.
c) Sebagai pedoman bagi siswa yang akan
mengarahkan semua aktivitasnya dalam
proses pembelajaran dan merupakan
substansi kompetensi yang seharusnya
dipelajari dan dikuasainya, serta sebagai
sumber belajar tambahan untuk siswa
3. Bentuk dan Jenis Bahan Pembelajaran
Bahan ajar menurut bentuknya dibedakan menjadi
empat macam, yaitu bahan ajar cetak, bahan ajar
dengar, bahan ajar pandang dengar, dan bahan ajar
multimedia interaktif (Fauziyah, 2016).
a. bahan ajar cetak (printed): handout, buku, modul,
lembar kegiatan siswa, brosur, leaflet, wallchart,
foto/gambar, dan model/maket (Bahtiar, 2015).
b. Bahan ajar dengar (audio) : radio, piringan hitam,
dan compact disk (CD) audio (Bahtiar, 2015).
c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) : video
compact disk (VCD) dan film (Bahtiar, 2015).
d. Bahan ajar multimedia interaktif: CAI (Computer
Assisted Instruction), CD multimedia interaktif,
dan bahan ajar berbasis web (Bahtiar, 2015).
Berdasarkan jenisnya bahan ajar dikelompokan ke
dalam 2 kelompok besar, yaitu jenis bahan ajar cetak
dan bahan ajar noncetak. Jenis bahan ajar cetak yang

60
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

dimaksud adalah modul, handout, dan lembar kerja.


Sementara yang termasuk kategori jenis bahan ajar
noncetak adalah realita, bahan ajar yang
dikembangkan dari barang sederhana, bahan ajar
diam dan display, video, audio, dan overhead
transparencies (OHT) (Sadjati, 2012).
4. Karakteristik Bahan Pembelajaran
Bahan ajar yang baik harus berisikan substansi yang
memadai dan disajikan secara sistematis untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Substansi bahan ajar
harus sesuai dengan kurikulum (Bahtiar, 2015).
Selain memenuhi syarat-syarat substansial tersebut,
bahan ajar yang baik juga harus memenuhi kriteria-
kriteria penyajian yang meliputi (Bahtiar, 2015):
a. Menggunakan bahasa yang mudah dibaca dan
dimengerti
Bahan ajar hendaknya memiliki derajat
keterbacaan yang tinggi agar dapat dimengerti
oleh peserta didik. Struktur kalimat harus
memenuhi kaidah tata bahasa serta
menggunakan kosa kata yang kaya namun
mudah dimengerti dan telah umum digunakan.
Notasi, huruf, gambar, photo dan ilustrasi lainnya
yang dipilih untuk menyampaikan isi pesan harus
memiliki kebermaknaan yang tinggi.
b. Grafika
Grafika merupakan bagian dari bahan ajar yang
berkenaan dengan bentuk dan format fisik.
Bentuk format dan fisik bahan ajar berkaitan
dengan ukuran, desain sampul, desain tata letak
(layout) isi, bentuk dan ukuran huruf, ilustrasi,
warna, komposisi gambar, jenis dan ukuran
kertas, penjilidan, dan sebagainya.

61
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

5. Peran Bahan Pembelajaran Dalam Kegiatan


Pembelajaran
Bahan pembelajaran memiliki peran yang sangat
penting bagi guru dan siswa dalam kegiatan
pembelajaran antara lain (Sari, 2016).
a. Peran bahan pembelajaran bagi guru
1) Wawasan bagi guru untuk pemahaman
substansi secara komprehensif
2) Sebagai bahan yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran
3) Mempermudah guru dalam
mengorganisasikan pembelajaran di kelas
4) Mempermudah guru dalam penentuan
metode pembelajaran yang tepat serta sesuai
kebutuhan siswa
5) Sebagai alat peraga
6) Mempermudah guru dalam merencanakan
penilaian pembelajaran.
b. Peran bahan pembelajaran bagi siswa.
1) Sebagai sumber belajar (acuan belajar).
2) Sebagai bahan belajar mandiri.
Bahan pembelajaran dapat berperan sebagai
bahan belajar mandiri, apabila dibuat secara
lengkap yaitu memuat tujuan pembelajaran atau
kompetensi yang akan dicapai, materi
pembelajaran yang diuraikan dalam kegiatan
belajar, ilustrasi media, prosedur pembelajaran,
latihan yang harus dikerjakan dilengkapi rambu
jawaban, tes formatif dilengkapi dengan kunci
jawaban, umpan balik dan daftar pustaka
(Hernawan dkk, 2012).

62
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

1) Sebagai media yang dapat memberikan kesan


nyata berkaitan dengan materi yang harus
dikuasai.
2) Sebagai motivator untuk mempelajari lebih
lanjut tentang materi tertentu.
3) Mengukur keberhasilan penguasaan materi
pembelajaran secara mandiri.
Apabila dilihat dari strategi pembelajaran yang
digunakan, maka bahan pembelajaran memiliki
peran yang sangat penting dalam pembelajaran
klasikal, individual dan kelompok antara lain
(Magdalena et al., 2020).
1) Dalam Pembelajaran Klasikal
a) Dapat dijadikan sebagai bahan yang tak
terpisahkan dari buku utama.
b) Dapat dijadikan pelengkap/suplemen
buku utama.
c) Dapat digunakan untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa.
d) Dapat dijadikan sebagai bahan yang
mengandung penjelasan tentang
bagaimana mencari penerapan,
hubungan, serta keterkaitan antara satu
topik dengan topik lainnya.
2) Dalam Pembelajaran Individual
a) Sebagai media utama dalam proses
pembelajaran.
b) Alat yang digunakan untuk menyusun
dan mengawasi proses siswa memperoleh
informasi.

63
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

c) Penunjang media pembelajaran individual


lainnya.
3) Dalam Pembelajaran Kelompok
a) Sebagai bahan terintegrasi dengan proses
belajar kelompok.
b) Sebagai bahan pendukung bahan belajar
utama
6. Pengembangan Bahan Pembelajaran
Langkah-langkah penyusunan bahan ajar antara lain
(Prastowo, 2015).
a. Langkah 1 : Melakukan Analisis Kebutuhan
Bahan Ajar
Dalam analisis kebutuhan bahan ajar, di
dalamnya terdapat tiga tahap.
1) Tahap 1 : Menganalisis Kurikulum
Tahap pertama ini ditunjukkan untuk
menentukan kompetensi-kompetensi yang
memerlukan bahan ajar meliputi : 1) standar
Kompetensi; 2) kompetensi Dasar; 3) indikator
Ketercapaian Hasil Belajar; 4) materi Pokok; 5)
pengalaman Belajar
2) Tahap 2 : Analisis Sumber Belajar
Adapun kriteria analisis terhadap sumber
belajar tersebut dilakukan berdasarkan
kesesuaian, ketersediaan, dan kemudahan
dalam memanfaatkannya. Cara analisis
sumber belajar adalah dengan
menginventarisasi ketersediaan sumber
belajar yang dikaitkan dengan kebutuhan.
3) Tahap 3 : Memilih dan Menentukan Bahan
Ajar

64
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

Berkaitan dengan pemilihan bahan ajar, ada


tiga prinsip yang dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam memilih dan menentukan
bahan ajar, yaitu :1) prinsip relevansi; 2)
prinsip konsistensi dan 3) prinsip Kecukupan
b. Langkah 2 : Menyusun Peta Bahan Ajar
Kegunaan dari penyusunan peta bahan ajar
adalah:
1) Dapat mengetahui jumlah bahan ajar yang
harus ditulis
2) Dapat mengetahui sekuensi atau urutan
bahan ajar (urutan bahan ajar ini sangat
diperlukan dalam menentukan prioritas
penulisan)
3) Dapat menentukan sifat bahan ajar
Berkaitan dengan sifat bahan ajar, penting bagi
kita untuk memahami bahan ajar yang
bersifat dependent dan independent. Bahan
ajar dependent adalah bahan ajar yang ada
kaitannya antara bahan ajar yang satu dengan
bahan ajar yang lainnya, sedangkan bahan
ajar independent adalah bahan ajar yang berdiri
sendiri.
c. Langkah 3 : Membuat Struktur Bahan Ajar
Struktur bahan ajar secara umum ada tujuh
komponen dalam setiap bahan ajar, yaitu judul,
petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi
pokok, informasi pendukung, latihan, tugas atau
langkah kerja, dan penilaian. Salah satu desain
pengembangan bahan ajar yang sering digunakan
adalah ADDIE Model melalui 5 tahapan ; analisis
(Analysis), desain (Design), pengembangan

65
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

(Development), implementasi (Implementation) dan


evaluasi (Evaluation) (Cahyadi, 2019).
1) Analisis
a) Analisis kinerja
Dalam tahapan ini, mulai dimunculkan
masalah dasar yang dihadapi dalam
pembelajaran
b) Analisis siswa
Beberapa poin yang perlu didapatkan
dalam tahapan ini diantaranya: 1)
karakteristik siswa berkenaan dengan
pembelajaran; 2) pengetahuan dan
keterampilan yang telah dimiliki siswa
berkenaan dengan pembelajaran; 3)
kemampuan berpikir atau kompetensi
yang perlu dimiliki siswa dalam
pembelajaran; 4) bentuk pengembangan
bahan ajar yang diperlukan siswa agar
dapat meningkatkan kemampuan berpikir
dan kompetensi yang dimiliki
c) Analisis fakta, konsep, prinsip dan
prosedur materi pembelajaran
Dalam tahap ini, analisis dilakukan
dengan metode studi pustaka.
d) Analisis tujuan pembelajaran
Pada tahap ini, ada berapa poin yang
perlu didapatkan diantaranya: 1) tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan; 2)
ketercapaian tujuan pembelajaran

66
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

2) Desain
Tahapan desain meliputi beberapa
perencanaan pengembangan bahan ajar
diantaranya meliputi beberapa kegiatan
sebagai berikut:
a) Penyusunan bahan ajar dalam
pembelajaran kontektual dengan
mengkaji kompetensi inti dan kompetensi
dasar untuk menentukan materi
pembelajaran berdasarkan fakta, konsep,
prinsip dan prosedur, alokasi waktu
pembelajaran, indikator dan instrumen
penilaian siswa.
b) Merancang skenario pembelajaran atau
kegiatan belajar mengajar dengan
pendekatan pembelajaran
c) Pemilihan kompetensi bahan ajar
d) Perencanaan awal perangkat
pembelajaran yang didasarkan pada
kompetensi mata pelajaran.
e) Merancang materi pembelajaran dan alat
evaluasi belajar dengan pendekatan
pembelajaran.
3) Pengembangan
Dalam melakukan langkah pengembangan
bahan ajar, ada dua tujuan penting yang perlu
dicapai. Antara lain adalah:
a) Memproduksi atau merevisi bahan ajar
yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan.

67
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

b) Memilih bahan ajar terbaik yang akan


digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Beberapa poin yang perlu didapatkan dalam
tahapan ini diantaranya:
a) Bentuk bahan ajar yang perlu dibuat
dalam mencapai tujuan pembelajaran.
b) Bentuk bahan ajar yang perlu dibuat dan
dimodifikasi sehingga dapat memenuhi
tujuan pembelajaran.
4) Implementasi
Pada tahapan implementasi dalam penelitian
ini merupakan tahapan untuk
mengimplementasikan rancangan bahan ajar
yang telah dikembangkan pada situasi yang
nyata dikelas.
Tujuan utama dalam langkah implementasi
antara lain:
a) Membimbing siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
b) Menjamin terjadinya pemecahan masalah
untuk mengatasi persoalan yang
sebelumnya dihadapi oleh siswa dalam
proses pembelajaran.
c) Memastikan bahwa pada akhir
pembelajaran, kemampuan siswa
meningkat.
5) Evaluasi
Evaluasi dilakukan dalam dua bentuk yaitu
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Hasil
evaluasi digunakan untuk memberikan

68
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

umpan balik terhadap pengembangan bahan


ajar.
Penutup
Materi/bahan pembelajaran tidak kalah penting dari
bagian komponen pembelajaran yang lain, sehingga perlu
dikembangkan dan disesuaikan dengan standar yang
telah ditetapkan demi mencapai tujuan pendidikan
nasional. Langkah-langkah penyusunan bahan ajar
antara lain: 1) Melakukan Analisis Kebutuhan Bahan
Ajar; 2) menyusun peta bahan ajar dan 3) membuat
struktur bahan ajar. Salah satu desain pengembangan
bahan ajar yang sering digunakan adalah ADDIE Model
melalui 5 tahapan; analisis (Analysis), desain (Design),
pengembangan (Development), implementasi
(Implementation) dan evaluasi (Evaluation).

69
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

Daftar Pustaka
AlghiFari, F. (2015) ‘Materi Pembelajaran (Pengembangan
Materi)’, http://fauzanfari.blogs.uny.ac.id/, p. 3.
Bahtiar, E. T. (2015) ‘Penulisan Bahan Ajar’, (October).
doi: 10.13140/RG.2.1.1441.6083.
Cahyadi, R. A. H. (2019) ‘Pengembangan Bahan Ajar
Berbasis Addie Model’, Halaqa: Islamic Education
Journal, 3(1), pp. 35–42. doi:
10.21070/halaqa.v3i1.2124.
Fauziyah, N. F. (2016) ‘Pengembangan Bahan Ajar Fisika
Berbasis Integrasi Sains dan Islam Kelas X SMA/MA
Materi Alat Optik, Suhu dan Kalor, Listrik Dinamis,
dan Gelombang Elektromagnetik’, Skripsi, pp. 8–32.
Available at:
http://eprints.walisongo.ac.id/6866/3/BAB II.pdf.
Hernawan dkk, asep herry (2012) ‘Pengembangan Bahan
Ajar Tematik’, Direktorat UPI Bandung, pp. 1489–
1497. Available at:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM
_DAN_TEK._PENDIDIKAN/194601291981012-
PERMASIH/PENGEMBANGAN_BAHAN_AJAR.pdf.
Http://novehasanah.blogspot.com (2014) ‘Tips Agar
Materi Pembelajaran Menarik Bagi Siswa’.
http://novehasanah.blogspot.com.
Magdalena, I. et al. (2020) ‘Analisis pengembangan bahan
ajar’, Nusantara: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sosial,
2(2), pp. 170–187. Available at:
https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/nusantara.
Nur, G. D. L. (2014) ‘Pembelajaran Vokal Grup Dalam
Kegiatan Pembelajaran Diri di SMPN 1 Panumbangan
Ciamis’, Universitas Pendidikan Indonesia, pp. 2008–
2010.
Nurjannah, S. (2017) ‘Pengembangan Atlas Tumbuhan
Lumut Berbasis Android sebagai Bahan Ajar Biologi
pada Materi Plantae untuk SMA/MA Kelas X’, pp. 6–
7.

70
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

Prastowo, A. (2015) Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar


Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.
Sadjati, I. M. (2012) ‘Hakikat Bahan Ajar’,
repository.ut.ac.id, 3(1), pp. 1–62. doi:
10.1017/CBO9781107415324.004.
Sari, D. N. A. (2016) ‘Pengertian Bahan Ajar’.
https://noevitahamizan.blogspot.com/p/normal-0-
false-false-false-en-us-x-none_12.html. Available at:
https://noevitahamizan.blogspot.com/p/normal-0-
false-false-false-en-us-x-none_12.html.
Siddiq, M. D. (2008) ‘Peran Bahan Pembelajaran Dalam
Kegiatan Pembelajaran’, Pengembangan bahan
pembelajaran SD, pp. 1.1-1.45.
UU No.20 tahun 2003 (2003) ‘UU No.20 Tahun 2003’,
Ristekdikti, (1), pp. 6–8. doi:
10.16309/j.cnki.issn.1007-1776.2003.03.004.
Wikipedia (2021) ‘Evaluasi’.

71
PENGEMBANGAN BAHAN PEMBELAJARAN

Profil Penulis
Ni Made Muliani, S.Pd., M.Pd
Penulis merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara. Pada bulan Juni 2007 penulis
menikah dan bulan Desember 2009 dianugerahi
putra pertama. Bulan Juli 2012 dianugerahi
seorang putri. Penulis tinggal bersama keluarga
besar di Badung, Bali. Penulis yang menyukai
mata pelajaran matematika dan memang
memiliki cita-cita ingin menjadi seorang pendidik, maka penulis
menempuh pendidikan sarjana serta lulus S1 Pendidikan
Matematika dari IKIP PGRI Bali tahun 2009. Penulis
melanjutkan ke jenjang S2 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
(S2 PEP) di Undiksha pada tahun 2010 serta lulus di tahun
2012. Ketertarikan penulis untuk memperdalam tentang
pendidikan agama Hindu sebagai alasan utama bagi penulis
untuk melanjutkan studi S3 Pendidikan Agama Hindu saat ini
di Universitas Hindu Indonesia (UNHI Denpasar). Penulis
menjadi dosen di UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar dari
tahun 2019 – sekarang. Pada bulan Februari 2021 – sekarang,
penulis menjadi sekretaris jurusan Pendidikan Agama di UHN I
Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Penulis telah menghasilkan
beberapa artikel di jurnal yang terakreditasi Sinta, serta
prosiding skala nasional dan internasional juga book chapter.
Motto penulis adalah kesuksesan hidup bisa tercapai apabila
selalu berdoa kepada Tuhan, meminta restu keluarga dan
berusaha dengan giat.

72
6
MEMBANGUN MOTIVASI
BELAJAR PADA PEMBELAJARAN
ERA SOCIETY 5.0

Indah Kharismawati, S.Pd., M.Sc.


Universitas PGRI Argopuro Jember

Pembelajaran Era Society 5.0


Peradaban manusia dikembangkan melalui proses
pembelajaran yang panjang dan terus menerus. Jika
dilihat dari konteks sejarah dan jika benar manusia
berevolusi, tentunya perdaban dimulai dari sekumpulan
manusia purba yang terasing di pedalaman hutan. Selama
beribu-ribu tahun sekumpulan itu terus menyesuaikan
diri dan memperbaiki taraf kehidupan hingga singkat kata
pada abad 21 ini, manusia berhasil membangun
peradaban maju. Kunci dari keberhasilan tersebut adalah
Pendidikan. Pendidikanlah yang menjamin manusia terus
‘berkuasa’ di dunia ini. Melalui proses Pendidikan
manusia akan terus mengembangkan kemampuannya.
Hal yang menjadi persoalan adalah bagaimana proses
Pendidikan harus berjalan dan bagaimana teknisnya
Pendidikan dilaksanakan.
Terjadi perubahan pendidikan di abad 20 dan 21. Pada
abad 20 pendidikan fokus pada informasi
yangabersumber dari buku. Serta cenderung berfokus
pada wilayah lokala dan nasional. Sementara pada abad

73
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

21 pendidikan fokus pada segala usia, setiap anak


merupakan komunitas pembelajar, pembelajaran
diperoleh dari berbagai macam sumber bukan hanya dari
buku saja, tetapi bisa dari internet, berbagai macam
platform teknologi dan informasiaserta perkembangan
kurikulum secara global, diindonesia dimaknai dengan
merdeka belajar pada era society 5.0.
Pembelajaran era society 5.0 dalam perspektif pendidikan
dilakukan dengan cara mengintegrasikan berbagai aspek
yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan
pendidikananasional. Selanjutnya dibingkai melalui
kebijakan reformasi dalam delapan bidang standard
nasional pendidikan, yang memasukan muatan-muatan
yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
pendidikan sehingga sistem pendidikan nasional kita
akan mampu menciptakan tatanan masyarakat era
society 5.0, yakni tatanan masyarakat berbasis teknologi
informasi, yang super cerdas, sejahtera, dan
berkeadaban.
Dibutuhkan kemampuan 6 literasi dasar dalam
menghadapi era society 5.0 seperti literasi data yaitu
kemampuan untuk membaca, analisis, dan menggunakan
informasi (big data) di dunia digital. Kemudian literasi
teknologi, memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi
(coding, artificial intelligence, machine learning, engineering
principles, biotech). Dan terakhir adalah literasi manusia
yaitu humanities, komunikasi, desain (Fukuyama, M.
2018).
Di era society 5.0 yang dihadapi nanti, tidak hanya
dibutuhkan literasi dasar namun juga memiliki
kompetensi lainnya yaitu mampu berpikir kritis, bernalar,
kretatif, komunikatif, kolaboratif, dan memiliki
kemampuan problem solving. Serta memiliki karakter
yang mencerminkan pancasila yaitu, rasa ingin tahu,

74
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

inisiatif, kegigihan, mudah beradaptasi memiliki jiwa


kepemimpinan, memiliki kepedulian sosial dan budaya.
Pembelajaran di era society 5.0, diperlukan sebuah iklim
pendidikan yang mendukung. Di dalam konteks
pembelajaran, siswa harus lebih dibiasakan dan
ditekankan untuk berpikir kritis dan konstruktif. Agar
nantinya pelajaran yang disampaikan dapat benar-
benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari secara
konkrit. Sehingga dapat memecahkan suatu
permasalahan yangaada dengan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan sebagai wujud luaran dari
pembelajaran di sekolah (Chesser, 2013).
Selain menekankan dalam hal akademis juga diperlukan
penguatan pendidikan karakter yang dapat diselipkan
dalam proses pembelajaran. Interaksi keluarga maupun
pergaulanadi masyarakat sesuai dengan kebutuhan
masing-masing untuk meminimalisir terjadinya degradasi
moral. Tentunya pendidikan karakter harus
dilakukanasecara konsisten. Oleh karena itu pendidikan
perlu dipersiapkan dengan matang agar relevan dengan
tujuan Era society 5.0. Ini merupakan pembenahan dari
era sebelumnya Jadi manusia lah yang akan mengontrol
penuh teknologi untuk kemaslahatan bersama.
Peran Guru Dalam Motivasi Belajar Siswa Pada
Pembelajaran Era Society 5.0
Untuk membangun motivasi belajar siswa menghadapi
pembelajaran era society 5.0 guru menjadi pioner dalam
proses kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, sebagai
seorang guru harus secara sadar diriaterus melakukan
peningkatan kualitasnya. Tidak hanya berbicara soal
kualitas mengajar padaamata pelajaran yang diampu,
lebih dari itu, guru juga dituntut berkualitas dalamaaspek
psikologis anak. Hal ini sangat penting, demi
terwujudnyaamotivasi belajar siswa yang tinggi. Tentunya

75
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Guru bisa melakukan peningkatan kualitas


denganamengikuti berbagai macam seminar dan
pelatihan (Kurniawan dkk, 2020).
Peran Guru di era society 5.0 harus memiliki keterampilan
dibidang digital dan berpikir kreatif. Director of Hafecs
(Highly Functioning Education Consulting Services)
menilai di era society 5.0 guru dituntut untuk lebih
inovatif dan dinamis dalam mengajar di kelas. Selain itu,
Guru harus bisaamemaksimalkan fasilitas belajar yang
tersedia. Guru jugaasangat dianjurkan menggunakan
sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar yang
bisaamemotivasi siswa. Anda bisaamenggunakan layanan
LMS (Learning Management System) yang bisa melayani
Anda Live Teaching (mengajar secara virtual).
Selain itu, pada era society 5.0 kegiatan pembelajaran
tidak hanya berfokus pada satu sumber seperti buku,
melainkan berkembang untuk menerima informasi dari
berbagai sumber seperti internet dan media sosial.
Terutama dalam masa pandemi kegiatan pembelajaran
berlangsung melalui media daring dengan menggunakan
berbagai macam aplikasi pendukung, seperti zoom, google
classroom, google classmeeting, dan lain-lain. Penggunaan
media aplikasi ini membutuhkan wawasan lebih dari para
tenaga pendidik, untuk itu peran guru dalam era society
5.0 yang berfokus pada tenaga kerja manusia sangat
penting.
Kegiatan pendidikan yang terjadi di sekolah, tentu tak
luput dari peran seseorang yang mendidik siswanya yaitu
guru. Lingkungan sekolah yang baik juga akan
memberikan dampak pada perilaku guru agar dapat
menciptakan pembelajaran yang baik pula (Sari dkk,
2021). Menurut pendapat Yilmaz bahwa guru memainkan
peran yang sangat penting karena guru merupakan
bagian dari lingkungan sekolah yang tidak bisa
terpisahkan (Yilmaz, 2017). Pengelolaan terhadap perilaku

76
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

kreatif guru juga bagian penting dalam proses pendidikan,


ketika perilaku kreatif guru mampu dikelola dengan baik
maka akan tercipta pembelajaran yang kreatif dan aktif.
Hal sejalan juga dikemukakan oleh Sari bahwa ketika
proses pendidikan mampu mewujudkan suasana
belajaradan kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif, menyenangkan dan bermakna maka akan
mencapai mutu pendidikan yang berkelanjutan.
Guru yang dikatakan kreatif dapat tercermin dari
bagaimana perilakunya pada saat melaksanakan Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM). Perilaku kreatif guru tersebut
bisa dilihat mulai dari bagaimana cara pembawaannya
dalam membuka sebuah pelajaran hingga ketika menutup
sebuah pelajaran di kelas. Kreatif dalam pembahasan ini
yaitu berbicara mengenai perilaku yang tercermin
padaadiri seseorang melalui sebuah ciri-ciri yang nampak.
Menurut Arifani menyatakan bahwa dimensi dari sebuah
perilaku kreatif guru yaitu: 1) Originality, 2) Elaboration, 3)
Brainstorming, 4) Fluency, 5) Flexibility, 6) Motivation
(Arifani dkk, 2019). Kemudian menurut Mulyasa guru
yang kreatif terlihat dari beberapa ciri yaitu: 1)
Memberikan pertanyaan, 2) Memberikan penguatan, 3)
Memberikan variasi, 4) Menjelaskan, 5) Membuka dan
menutup pelajaran, 6) Membimbing diskusi kelompok
kecil, 7) Mengelola kelas, 8) Mengajar kelompok kecil dan
perorangan (Mulyasa, 2005). Berdasarkan hal-hal yang
sudah dikemukakan di atas, maka motivasi belajar siswa
perlu ditingkatkan melalui perilaku kreatif guruadi dalam
pembelajaran sehingga akan mendorong siswa untuk aktif
dan tidak bosan pada saat mengikuti Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM). Pengelolaan terhadap perilaku kreatif
guru juga menjadi penting karena menurut Sari diadalam
fokusan manajemen pendidikan salah satunya adalah
manajemen sumber daya manusia pendidikan yang di
dalamnya membahas mengenai guru.

77
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Tugas guru di antaranya adalah menjadi fasilitator dalam


pembelajaran di sekolah. Sebagai fasilitator tentunya juga
harus mempunyai semangat untuk terus belajar dan
meningkatkan kemampuan diri. Agar nantinya dapat
menentukan arah dan menemukan solusi atas
permasalah yang ada dalam pembelajaran dengan cara
berpikir kreatif dan menciptakan inovasi baruadalam
pembelajaran. Pemerintah juga harus mengadakan
pelatihan atau sosialisasi secara konsisten dan
berkelanjutan yang kaitannya dengan peningkatan
kualitas guru. Mengingat zaman terus berkembang, agar
nantinya guru dapat mendidikasiswa secara professional
(Wolters, 2003).
Pembelajaran siswa harus dibiasakan untuk berpikir
kritis dan konstruktif, cara berpikir itulah yang disebut
cara berpikir tingkat tinggi (HOTS: Higher Order Thinking
Skills). Dalam arti lain berpikir secara kompleks,
berjenjang dan sistematis. Kemampuan siswa dalam
HOTS ini dapat dilatih pada saat proses pembelajaran di
kelas, yaitu dengan memberi kesempatan peserta didik
untuk mengeksplor kemampuan supaya dapat
menemukan konsep pengetahuan hasil dari aktivitas.
Cara tersebut dapat melatih peserta didik untuk berpikir
kritis dan kreatif. Guru juga dapat menggunakan
beberapa model pembelajaran seperti problem base
learning, project base learning, inquiry
learning dan discovery learning. Yang tentunya juga harus
disesuaikan dengan mata pelajaran.
Pembiasaan HOTS dapat diperoleh dengan cara
mengenalkan dan merasakan langsung situasi dunia
nyata kepada siswa. Dengan mengenali duniaanyata, para
peserta didik dapat mengenal kompleksitas permasalahan
yangaada.

78
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Pemanfaatan Media Dalam Membangun Motivasi


Belajar Siswa Di Era Pembelajaran Society 5.0
Belajar merupakan perubahan pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan yang disebabkan oleh adanyaainteraksi
antara individu peserta didik dengan informasi atau
lingkungan. Terjadi proses belajar jika terjadinya
perubahan itu disebabkan oleh adanyaainteraksi peserta
didik dengan lingkungan belajar, bukan karena faktor
pertumbuhan atau kedewasaan (maturity). Proses belajar
terjadi padaasetiap saat. Belajar dapat terjadi pada saat
kita berjalan, menonton TV, mendengarkan radio,
bercakap-cakap dengan orang lain, dsb. Peristiwa belajar
secaraainsidental tersebut bukan yang menjadi titik
perhatian para pendidik. Para pendidik menekankan
proses belajar yang terjadi dalam usahaakegiatan
pembelajaran.
Pembelajaran merupakan pengaturan kondisiaatau
lingkungan yang memberikan fasilitas atau kemudahan
belajar. Lingkungan dimaksud bukan hanya lingkungan
tempat belajar, tetapi meliputi pula metode, media, dan
peralatan yang diperlukan untuk menyampaikan
informasi dan lingkungan tersebut biasanya menjadi
tanggungjawab pendidik dan perancang media. Pilihan
strategi pembelajaran menentukan pengaturan
lingkungan belajar (metode, media, dan fasilitas) dan cara
bagaimana informasi pembelajaran disajikan. Jadi proses
pembelajaran mencakup pemilihan, pengaturan, dan
penyampaian informasi dalam lingkungan yang tepat dan
cara bagaimana peserta didik berinteraksi dengan
lingkungan (Simons, 2019).
Media mempunyai banyak peran dalam proses
pembelajaran era society 5.0. Bentuk pembelajaran dapat
berpusat pada guru (instructutor-directed instruction) atau
berpusat pada siswa (student-centered learning). Dalam
bentuk pembelajaran berpusat padaaguru, media

79
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

digunakan oleh guru sebagaiaalat bantu ajar (teaching


aid). Dalam pembelajaran yang berpusat padaasiswa,
media dapat berperan sebagai media yang dapat mengajar
sendiri dengan tanpa atau sedikit bantuan guru (self
instructional media).
Media belajar yang menarik dan kreatif bisa menjadi daya
tarik siswa untuk belajar pada era society 5.0. Dengan
media yang demikian itu, fokus siswa dalam belajar bisa
ditingkatkan. Ada pun media belajar yang bisa menjadi
alternatif untuk menunjang kegiatan belajar siswa bisa
berupa video belajar beranimasi. Jika Guru menggunakan
platform LMS untuk menunjang kegiatan belajar
mengajar, pastikan platform tersebut menyediakan
layanan video belajar dengan animasi untuk membantu
penjelasan yang disampaikan Guru.
Pemanfaatan media digital sebagai pembelajaran pada era
society 5.0 sudah mengalami pengembangan yang
signifikat. Hadirnya media digital ini memberikan
beragam inovasi pedidikan, dimana pembelajaran
kovensional yang kaku dan monoton akan digantikan
dengan pembelajaran mengunakan media digital yang
dianggap lebih praktis, fleksibel, tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu. Berikut ini contoh pemanfaat dari media
pembelajaran digital;
1. Youtube
Youtube merupakanasalah satu sumber belajar guru
dan peserta didik yang dapat diakses kapanpun.
Dimana peserta didik dapat mempelajari berbagai
materi yang telah diupload guru atauasebaliknya
peserta didik dapat memberikan presentasi melalui
youtube dan ditonton oleh guru, youtube
jugaamemungkinkan peserta didik dalam
memperluas pengetahuan mereka, karena youtube

80
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

akan menyajikan berbagai informasi yang


merekaacari.
Youtube sebagai media pembelajaran sangat beperan
dalam menyediakan bahan pendidikan, karena
youtube memiliki berbagai value dalam pendidikan,
praktis digunakanndan dapat digunakan berbagai
kalangan, dapat diakses dimana saja, memberikan
berbagai informasi yang beragam, dan youtube gratis.
Pernyatan ini memberikan kita gambaran bahwa
youtube ini sangat berperan dalam membantu anak
dalam mempelajari berbagai skill dan bermanfaat
dalam mempermudah pemahaman, anak karena
youtube memberikan variasi video yang membuat
anak akan lebih fokus dan lebih merasa nyaman pada
saat pembelajaran.
Dengan menggunakan medi ayoutube kita
mendapatkan manfaat: 1) Sebagai sumber belajar
yang baik, 2) Peserta didik lebih kreatif
dalammmebuat video laporan maupun video
presentasi, 3) Membuat pembelajaran lebih praktis,
efisien dan menyenangkan, karena youtube membuat
anak lebih fokus dalam memperhatiakan materi yang
disajikan melalui video yang menarik dan interaktif, 4)
Youtube dapat diaksessdimana saja, asal terdapat
koneksiiinternet.
2. E-Learning
E-learning merupakan salah satu model pembelajaran
menggunakan teknologi informasi danakomunikasi,
terutama penggunakanabarang elektronik. E-learning
berasalldari kata “e” yang merupakan singkatan dari
elektronik dannlearning yang berarti pembelajaran.
Jadi e-learning dapat diartikannsebagai pembelajaran
melalui media elektronik, fokus penting e-learning
yakni sebagai alat bantuudalam pembelajaran.

81
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Pelaksanaan e-learning ini berupaakombinasi dari


video, audio dan perangkattkomunikasi lainnya. E-
learning memiliki ciri-ciri antaraalain: 1) memiliki
konten yang searah dengan tujuannmateri
pembelajaran, 2.) Menggunkannmetode
instruksional, 3) mengunakan berbagai mediaauntuk
menyampaikan materi, 4) memusatkan pembelajaran
langsung padaaguru atau didesain untuk
pembelajaran mandiri, 5) membangun pemahaman
dan keterampilannyang terkait dengan tujuan
pembelajaran.
Pada era pembelajaran society 5.0 e-learning dapat
sebagai salah satu sarana kegiatan belajar mengajar
disekolah. E-learning sering disebut sebagai
pembelajaran online, Pembelajaran online merupakan
pembelajarannyang berbasis teknologi informasi dan
komunikasi seperti komputer dan handphone.
Sehingga dalam proses belajar mengaja rmurid
dengan guru tidak perlu pada tempat dan waktu yang
sama, namun cuku pmenggunakan internet sebagai
media.
Dalam pelaksanaan pembelajarannya guru hanya
perlu meng-upload materi pembelajaran pada situs e-
learning, materi yang di-upload ini dapattmerbentuk
file maupun video. Apabila murid adaayang belum
paham dapat bertanya melalui forum diskusi, di
forum diskusi murid dapat saling bertanya dan saling
menjawab. Jika masih belum dapat memahami materi
yang disampaikan murid dapat meyarankan diadakan
nya pertemuan secara vitual, pertemuan ini dapat
mengunakan bantuanndari aplikasi komunikasi
seperti Zoom, Google Meet, Whatsapp, dan lainnya.

82
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

3. Video Kartun
Pada pembelajaran era society 5.0 penggunaan media
video kartun dapat mengatasi permasalahan
padaaaudio visual yang dapat diatasi
padaakelangkaan materi pendidikan dan materi yang
telahhdiubah menjadi lebih fleksibel. Film kartun ini
merupakan pelengkapppembelajaran karena di
sekolah anak-anak mengenyam pendidikan formal
dan di rumah anak-anak mendapatkannpendidikan
informal, salah satunyaamelalui film kartun ini.
Manfaat menggunakan media kartun sebagai
saranaapemberian materi yang lebih mudah dipahami
dan perhatian anak akan lebih terarah
sehinggaamemberikan motivasi kepada anak saat
menonton video yang lebih menarik. Selain itu
jugaadapat menambah kosakataauntuk
meningkatkan perkembangannanak, menambah
pengetahuan, anak dapat berimajinasiimelalui video
kartun, dan anakkakan terhibur.
Pendidikan Karakter Dalam Menguatkan Motivasi
Belajar Siswa Pada Pembelajaran Era Society 5.0
Motivasi belajar siswa adalah doronganaatau gerakan
yang berasal dari dalam atau luar diri siswa untuk
memilikiiketertarikan dalam mengikuti Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) dengan baik. Siswa yang memiliki
motivasi belajar baik dapat ditunjukkan melalui
beberapaaaspek sebagai berikut: 1) Interest in learning, 2)
Attention in class, dan 3) Persistency (Brandmiller dkk,
2020). Motivasi belajar yang timbul padaasiswa juga dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1)
Classroom environment, 2) Attitude of the teachers, 3)
Teaching methodologies, dan 4) Internal motivation of the
student (Ullah, 2013). Selanjutnya menurut Dimyati
dannMudjiono (2013), motivasi belajar siswaadipengaruhi

83
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut: 1) Cita – cita


atau aspirasiisiswa, 2) Kemampuan siswa, 3) Kondisi
siswa, 4) Kondisi lingkungan siswa, 5) Unsur – unsur
dinamis dalam belajar dannpembelajaran dan 6) Upaya
guru dalammmembelajarkan siswa.
Secara umum, banyak orang yang memahamiipendidikan
karakter sebagai pengembangan kepribadian. Melalui
pendidikan karakter diharapkanndapat tumbuh sehat
secara kepribadian. Ada yang beranggapan
bahwaapendidikan karakter bertujuan untuk
menambahkan nilai-nilai tertentu seperti penanaman
nilai moral dalam pengajaran, namun juga adaayang
sekedar mengajak anak untuk menjernihkan nilai-nilai
moralnya sendiri dan mengambil keputusan atasadasar
18 penjernihan tersebut. Namun ada juga yang
beranggapannbahwa tujuan pendidikan karakter terkait
dengan persoalan tata krama, sopan santun dan
etikaadalam pergaulan sehari-hari. Ada pula yang
mengarahkan pendidikan karakter padaapembentukan
individu selaras dengan semangat demokrasi agar dapat
terlihat dalam tatanan masyarakat yang demokratis
sehinggaamasyarakat lebih stabil (Megawangi, 2007)
Karakter akan terbentuk bila aktivitas dilakukan
berulang-ulang secara rutin hingga menjadi suatu
kebiasaan, yang akhirnya tidak hanya menjadi suatu
kebiasaan saja tetapi sudah menjadi suatu karakter.
Pendidikan karakter dapat diterapkan pada semua mata
pelajaran. Setiap mata pelajara nyang berkaitan dengan
norma-norma perlu dikembangkan dan dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari. Melalui penguatan nilai-nilai
pendidikannkarakter yang benar, diharapkan generasi
muda Indonesia yang merupakan penerus bangsa mampu
menjawab berbagai tantangan pendidikan di era Society
5.0. Membentuk generasi muda yanggkreatif, inovatif,
berkarakter, berintegritas dan menjunjung tinggi toleransi

84
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

sesuai dengan nilai-nilai identitas nasional sebagai


bangsa Indonesia dengan segala keanekaragaman
budayanya.
Lahirnya pembelajaran era society 5.0 diharapkan dapat
membuat teknologi dibidang pendidikan yang tidak
merubah peran guru ataupun pengajar dalam
mengajarkan pendidikan moral dannketeladanan bagi
para peserta didik. Ada lima nilai utama karakter
yanggsaling berkaitan membentuk jejaring nilai yang
perlu dikembangkan sebagai prioritas gerakan
penguatannpendidikan karakter. Kelima nilai utama
karakter bangsaayang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Religius
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan
terhadap Tuhan yang Maha Esa yanggdiwujudkan
dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan
kepercayaan yang dianut, menghargaiiperbedaan
agama, menjunjung tinggi sikap tolerannterhadap
pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain,
hidup rukun dan damai dengannpemeluk agama lain.
Subnilai religius antaraalain cinta damai, toleransi,
menghargaiiperbedaan agama dan kepercayaan,
teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar
pemeluk agama dannkepercayaan, antibuli dan
kekerasan, persahabatan, ketulusan,
tidakkmemaksakan kehendak, mencintai lingkungan,
melindungi yanggkecil dan tersisih.
2. Nasionalis
Nilai karakter nasionalis merupakanncara berpikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkannkesetiaan,
kepedulian, dan penghargaannyang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsa, menempatkan
kepentingannbangsa dan negara di atas kepentingan

85
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

diri dan kelompoknya. Subnilai nasionalis antaraalain


apresiasi budaya bangsa sendiri, menjagaakekayaan
budaya bangsa, rela berkorban, unggul, berprestasi,
cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum,
disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan
agama.
3. Mandiri
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku
tidak bergantung pada orang lain dan
mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk
merealisasikannharapan, mimpiidan cita-cita.
Subnilai mandiriiantara lain etos kerja (kerja keras),
tangguh tahannbanting, daya juang, profesional,
kreatif, keberanian, dan menjadiipembelajar
sepanjang hayat.
4. Gotong Royong
Nilai karakter gotong royong mencerminkanntindakan
menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu
menyelesaikan persoalan bersama, menjalin
komunikasi dannpersahabatan, memberi bantuan/
pertolongannpada orang-orang yang membutuhkan.
Sub nilai gotong royong antaraalain menghargai, kerja
sama, inklusif, komitmen atasskeputusan bersama,
musyawarah mufakat, tolong menolong, solidaritas,
empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap
kerelawanan.
5. Integritas
Nilai karakter integritas merupakannnilai yang
mendasari perilaku yang didasarkan padaaupaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan,
memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai
kemanusiaanndan moral (integritas moral). Karakter

86
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

integritas meliputi sikap tanggunggjawab sebagai


warga negara, aktif terlibat dalam kehidupannsosial,
melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang
berdasarkannkebenaran. Sub nilaiiintegritas antara
lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen
moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab,
keteladanan, dan menghargai martabat individu
(terutama penyandang disabilitas). Kelima nilai
utamaakarakter bukanlah nilai yang berdiri dan
berkembang sendiri-sendiri melainkan nilai yang
berinteraksi satu sama lain, yang berkembang
secaraadinamis dan membentuk keutuhan pribadi.
Keberhasilan pendidikan karakter dalam menguatkan
motivasi belajar siswa pada pembelajaran era society
5.0 adalah siswa dan kerja sama antara pihak sekolah
dengan orang tua. Siswa sebagaiifaktor pendukung,
siswa yang memiliki karakter baik makaamotivasi
belajar dalam dirinya tinggi dan siswa yang tertarik
dengan adanya reward maka akan mempengaruhi
belajarnya guna mendapatkan reward tersebut
sehinggaamampu menguatkan motivasi belajar.
Orang tua sebagai faktor pendukung mampu bekerja
sama dengannpihak sekolah dalam pembiasaan
karakter baik di rumah (seperti mengingatkannsalat
dan belajar tepat waktu). Sedangkan siswa sebagai
faktor penghambat adalah karakter bawaan
termasukkpengaruh dalam lingkungan yang sudah
melekat dan sulit dirubah sehingga mempengaruhi
kesadarannya untuk belajar serta siswa yang tidak
tertarik dengannreward yang diberikan. Orang tua
sebagaiifaktor penghambat, di era society 5.0 orang
tua membiarkan anak bermain gadget tanpa
pengawasan dan arahan sehingga berpengaruh
padaapembentukan karakter dan motivasi belajar
anak.

87
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Daftar Pustaka
Arifani, Y., Khaja, F., Suryanti, S., & Wardhono, A. (2019).
The Influence of Blended In-service Teacher
Professional Traininggon EFL Teacher Creativity and
Teaching Effectiveness the Influence of Blended In-
service Teacher Professional Training on EFL Teacher
Creativity and TeachinggEffectiveness The existence
of. The Southeast Asian Journal of English Language
Studies, 25(3), 126–136.
Arum, W. S. A., Sari, E., Febriliana, V. A. & Sugiarto.
(2021). Apakah Perilaku Kreatif Guru memengaruhi
Motivasi Belajar Siswa di masa Pandemi Covid-19?.
Jurnal Jendela Pendidikan, 01(03), 176-185.
Brandmiller, C., Dumont, H., & Becker, M. (2020). Teacher
Perceptionssof Learning Motivation and Classroom
Behavior: The Role of Student Characteristics. Journal
Pre Proofs, 63(1), 1–44.
Chesser, L. (2013). Modern Trends in Education: 50
Different Approaches To Learning. Teachthought.
Fukuyama, M. (2018). Society 5.0: Aiming for a New
Human-Centered Society. Japan SPOTLIGHT, 47-50.
Kurniawan, Nanda Alfan, dan Ummu Aiman. (2020).
“Paradigma Pendidikan Inklusi Era Society 5.0.” JPD:
Jurnal Pendidikan Dasar Prosiding Seminar dan
Diskusi Nasional Pendidikan Dasar 2020.
Megawangi. 2007. Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat
untukkMembangun Bangsa. Cetakan Kedua. Jakarta:
Indonesia Heritage Foundation.
Mulyasa, E. (2005). Menjadi Guru Professional,
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung, Remaja Rosdakarya.
Sari, E., Koul, R., Rochanah, S., Arum, W. & Muda, I.
(2019). How Could Management of School
Environment Improve Organizational Citizenship
Behaviors for The Environment? (Case Study at
Schools for Specifics Purposes). Journal of Social
Studies Education Research, 10(2), 46-73.

88
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Simons, J. L. (2019). Keberhasilan lulusan pembelajaran


jarak jauh dan peran intrinsik motivasi. Buka Belajar:
Itu Jurnal dari Buka, Jarak dan e-Learning.
Ullah, M. I. (2013). Factors Influencing
StudentssMotivation to Learn in Bahauddin Zakariya
University, Multan (Pakistan). International Journal of
Human Resource Studies, 3(2), 90–108
Wolters, C. (2003). Peraturan motivasi:
Mengevaluasiiaspek belajar mandiri yang kurang
ditekankan. Psikolog Pendidikan, 38, 189–205.
Yilmaz, O. (2017). Learner centered classroom in science
instruction: Providing feedback with technology
integration. International Journal of Research in
Education and Science (IJRES), 3(2), 604-613.

89
MEMBANGUN MOTIVASI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Profil Penulis
Indah Kharismawati
Lahir di Jember pada tanggal 15 April 1989.
Menyelesaikan Pendidikan S1 Prodi Pendidikan
Fisika di Universitas Jember pada tahun 2011,
kemudian melanjutkan Pendidikan S2 Ilmu Fisika
di Universitas Gadjah Mada, lulus pada tahun
2014. Sejak tahun 2015 hingga saat ini menjadi
dosen tetap di IKIP PGRI Jember yang sekarang di tahun 2021
ini berubah status menjadi Universitas PGRI Argopuro Jember.
Penulis memiliki kepakaran dibidang Pendidikan Fisika dan
Teknologi Termoakustik. Dan untuk mewujudkan karir sebagai
dosen profesional, penulis pun aktif sebagai peneliti dibidang
kepakarannya tersebut. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan didanai oleh internal Kemenristek DIKTI. Selain itu
beberapa karya artikel penulis telah dipublikasi baik di jurnal
bereputasi internasional maupun di jurnal nasional
terakreditasi Sinta 2. Best presenter juga pernah didapat oleh
peneliti pada pertemuan ilmiah Internasional Ancoset 2020.
Pada tahun 2018 penulis terpilih sebagai peserta Magang Dosen
Kemenridtek Dikti di Universitas Surabaya. Saat ini peneliti juga
merupakan salah satu pelatih ahli Sekolah Penggerak
Kemendikbud Ristek dengan harapan dapat berkontribusi
mendorong kolaborasi seluruh ekosistem Pendidikan sekolah di
era Society 5.0.
Email Penulis: iendah.kharismawati@gmail.com

90
7
KOMUNIKASI DALAM
PEMBELAJARAN

Dasep Bayu Ahyar, S.Pd., M.Pd.


SMP Qur'an Al Ihsan Kebagusan Jakarta Selatan

Hakikat Komunikasi Pembelajaran (Learning


Communication)
Komunikasi merupakan aktifitas fundamental yang tidak
bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Diberbagai
literatur menyebutkan bahwa istilah komunikasi
(Communication) berasal dari bahasa latin ‘communicatio’
yang diturunkan dari kata Communis yang berarti
‘membuat kebersamaan’ atau ‘membangun kebersamaan
antara dua orang atau lebih’. Asal dari kata Communis
adalah Communico yang memiliki arti ‘berbagi’. Dalam hal
ini yang berbagi adalah pemahaman bersama melalui
pertukaran pesan (Dani Vardiansyah, 2008: 24).
Nurani Soyomukti (2012: 55): komunikasi sebagai kata
kerja (Verb) dalam bahasa Inggris, Communicate, yang
memiliki arti: a) bertukar fikiran, perasaan dan informasi;
b) menjadikan paham (tahu); c) Membuat sama; dan d)
Mempunyai sebuah hubungan yang simpatik. Sedangkan,
dalam kata benda (Noun), Communication, yang berarti: a)
pertukaran simbol, pesan-pesan yang sama, dan
informasi; b) proses pertukaran diantara individu-individu
melalui sistem simbol-simbol yang sama; c) seni untuk

91
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

mengekspresikan gagasan-gagasan; dan d) ilmu


pengetahuan tentang pengiriman informasi.
Komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi
manusia untuk berinteraksi dalam kehidupannya sehari-
hari, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai
makhluk sosial. Aristoteles (384-322 SM) seorang filsuf
Yunani memberikan Statement bahwasanya manusia
sebagai Zoon Politicon (makhluk sosial), ia menjelaskan
bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat
dan berinteraksi satu sama lainnya. Kegiatan komunikasi
(Communication) ini terjadi diatara manusia dari hari ke
hari, dari waktu ke waktu selama manusia hidup dan
selama melakukan kegiatan aktifitasnya.
Komunikasi sebagai aktifitas yang dilakukan manusia
untuk menyampaikan ide, gagasan, pikiran, perasaan dan
emosi melalui ucapan atau isyarat kepada manusia lain
untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kehidupan ini
manusia tidak bisa lepas dari yang namanya komunikasi.
Komunikasi terjadi setiap hari dan setiap saat manusia
terus melakukan aktifitas komunikasi baik antar pribadi,
antar anggota keluarga, kelompok dan lain sebagainya.
Ketika manusia sedang berbicara dengan diri sendiri
maka ia sedang meyakinkan dirinya dalam memutuskan
sesuatu. Sedangkan dalam lingkungan organisasi atau
antar kelompok maka ia berinteraksi memecahkan
masalah atau mengembangkan ide-ide, gagasan yang ada
dalam fikirannya masing-masing (Ponco Dewi
Karyaningsih, 2018: 22).
Selanjutnya Komunikasi pembelajaran (Learning
Communication) adalah proses penyampaian gagasan
dari seseorang kepada orang lain supaya mencapai
keberhasilan dalam mengirim pesan kepada yang dituju
secara efektif dan efisien. Komunikasi dalam kegiatan
pembelajaran melibatkan dua komponen yang terdiri atas
manusia yaitu pengajar sebagai komunikator dan

92
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

pembelajar sebagai komunikan. di jenjang pendidikan


sekolah dasar dan sekolah menengah, pengajar
dinamakan guru sedangkan pembelajar dinamakan
murid/siswa. Sementara itu pada jenjang pendidikan
tinggi pengajar biasa disebut dosen, sedangkan
pembelajar disebut mahasiswa. Dan pada tingkatan mana
saja, proses komunikasi antara pembelajar dengan pelajar
sama saja. Perbedaannya terletak pada jenis pesan dan
kualitas pesan yang disampaikan oleh pengajar kepada
pembelajar (Tepu Sitepu & Rita, 2017: 70).
Pada hakikatnya pembelajaran adalah proses komunikasi
(Communicatoin) yang harus terjalin dengan baik antara
guru dan peserta didik. Komunikasi bisa dikatakan efektif
apabila menimbulkan arus informasi dua arah, yaitu
dengan munculnya feedback dari pihak penerima pesan.
Suatu pembelajaran bisa menjadi berkualitas atau
tidaknya tergantung pada komunikasi yang dibangun oleh
guru dalam proses pembelajaran (Syanto & Asep Jihad,
2013: 106).
Dalam kegiatan pembelajaran, komunikasi antar pribadi
merupakan suatu keharusan, agar terjalinnya hubungan
yang harmonis antara guru dengan peserta didik. Dalam
pembelajaran komunikasi bisa dikatakan efektif apabila
pesan dalam hal ini materi pelajaran bisa diterima dan
dipahami oleh peserta didik serta melahirkan umpan balik
yang positif. Dengan kata lain seorang guru bisa berhasil
dalam mengemban dan mengatur pembelajaran bisa
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam melakukan atau
mengelola komunikasi dengan baik (M. Rizal Masdul,
2018: 4).
Selanjutnya ditegaskan pula terkait kemampuan pendidik
dalam membangun komunikasi yang baik ini
sebagaimana tertulis dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
tepatnya pada pasal 10 bagian kualifikasi, kompetensi,

93
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

dan sertifikasi mengatakan bahwa ada empat kompetensi


yang wajib guru atau dosen kuasai salah satunya yaitu
kompetensi sosial. Kompetensi sosial (social competence)
yakni kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/ wali peserta didik dan masyarakat sekitar
(Muh. Rizal Masdul, 2018: 14). Maka dari itu bisa kita
pahami bersama bahwa kemampuan sosial dalam hal ini
berkomunikasi merupakan bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari tenaga pendidik itu sendiri dan harus
mampu membangun dan menerapkan komunikasi yang
efektif sebagai bukti telah kompeten menjadi seorang
pendidik.
Dalam proses pembelajaran guru memiliki peran yang
sangat penting, bahkan guru merupakan pihak yang
paling bertanggungjawab terhadap berlangsungnya
komunikasi yang efektif dalam pembelajaran. Untuk
menghasilkan proses pembelajaran yang efektif, guru
dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.
Jika komunikasi kedua pihak efektif, maka pembelajaran
akan efektif. Namun jika komunikasi kedua pihak tidak
efektif maka pembelajaran pun tidak efektif. Efektifitas
suatu pembelajaran dapat diukur dari tercapainya tujuan
pembelajaran oleh siswa. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kualitas pembelajaran dapat
dipengaruhi oleh efektif tidaknya komunikasi yang
dibangun oleh guru di dalam proses pembelajaran
tersebut (Ibrahim & dkk, 2014: 123).
Fungsi Komunikasi Pembelajaran (Learning
Communication)
Seperti sudah dijelaskan diatas bahwa komunikasi dalam
pembelajaran sangat penting dibangun, bahkan sangat
berpengaruh besar peranannya dalam proses
pembelajaran. Sehingga keberhasilan proses

94
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

pembelajaran sangat bergantung kepada ke efektifan


dalam berkomunikasi yang dibangun oleh guru.
Komunikasi pembelajaran merupakan tanda seseorang
berkomunikasi, karena setiap insan membutuhkan
pengetahuan (Knowledge) yang didalamnya terdapat
pembelajaran. Dalam pembelajaran pasti berlangsung
komunikasi, seperti komunikasi antara pendidik dan
peserta didik dan komunikasi di antara peserta didik itu
sendiri, sehingga bisa menggapai tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan (Miptah Parid, 2020: 444)
Arni Ahmad (1995) sebagaimana dikutip Muhammad Aidil
Aqsar dalam artikelnya (2018:701) mengemukakan ada
beberapa fungsi komunikasi dalam pembelajarn antara
lain:
1. Fungsi Informatif
Didalam berkomunikasi sudah tentu adanya sebuah
informasi yang disampaikan. Dalam hal ini
komunikasi memiliki fungsi untuk memberikan
keterangan atau penjelasan secara utuh, memberikan
data atau fakta yang berguna untuk segala aspek
kehidupan manusia, dengan adanya komunikasi
maka apa yang ingin disampaikan oleh guru terhadap
peserta didik dapat diberikan dalam bentuk lisan
maupun tulisan.
2. Fungsi Edukatif
Komunikasi edukatif merupakan suatu keharusan
bagi siapa saja yang ingin membangun kehidupan
bangsa dan Negara. Fungsi Komunikasi sebagai
edukatif adalah untuk mendidik masyarakat,
memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan
wawasan, serta mendidik setiap insan menuju
pencapaian kedewasaan mandiri, dengan kata lain
seseorang bisa banyak tahu berbagai ilmu

95
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

pengetahuan karna banyak mendengar, banyak


membaca dan banyak berkomunikasi.
3. Fungsi Persuasif
Komunikasi mampu mengajak orang lain/ siswa
untuk berprilaku sesuai dengan kehendak yang
diinginkan oleh komunikator (pendidik). Dengan kata
lain bisa mempengaruhi atau membangkitkan
pengertian dan kesadaran komunikan (penerima
pesan), baik bersifat motivasi maupun bimbingan,
bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan
perubahan sikap, tetapi berubahnya adalah atas
kehendak sendiri (bukan hasil pemaksaan).
Selanjutnya Euis Karwati & Donni Junni Priansa
(2015) sebagaimana dikutip Moh. Toharudin (2020:
240-241) menjelaskan bahwa fungsi komunikasi juga
sebagai Sarana pengendalian, motivasi,
pengungkapan emosi, informasi, bahan diskusi,
sosialisasi, hiburan, integrasi, pendidikan, dan
kebudayaan. Fungsi-fungsi tersebut diuraikan
sebagai berikut:
a. Pengendalian (Controlling)
Komunikasi memiliki fungsi untuk pengendalian
atau pengontrolan dalam proses pembelajaran,
artinya bahwa komunikasi berfungsi untuk
Mengendalikan dan mengontrol setiap perilaku
peserta didik dalam proses pembelajaran,
sehingga tujuan dari pembelajaran dapat dicapai
dengan baik.
b. Motivasi (Motivation)
Komunikasi memiliki fungsi sebagai motivasi.
Dalam proses pembelajaran guru bukan hanya
sebatas menyampaikan materi pembelajaran saja,
akan tetapi harus dibarengi dengan membarikan

96
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

motivasi atau support terhadap peserta didiknya


agar tetap fokus dalam belajar, terus disiplin dan
semangat dalam menggapai cita-citanya. Dengan
komunikasi yang baik dan efektif yang dibangun
oleh guru, guru memiliki peran yang strategis
untuk mengembangkan dan menumbuhkan
motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran
yang dilaluinya.
c. Pengungkap Emosi
Komunikasi memiliki fungsi sebagai sarana untuk
pengungkapan emosi dalam proses pembelajaran.
Seperti kita pahami bahwa proses pembelajaran di
sekolah merupakan proses yang di dalamnya
terjadi interaksi antar berbagai karakter peserta
didik, dimana dalam interaksi tersebut terjadi
proses pengungkapan emosi. Oleh karena itu,
komunikasi merupakan pelepasan ungkapan
emosi perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial
bagi peserta didik.
d. Informasi (information)
Komunikasi berfungsi sebagai sarana
menyampaikan berbagai informasi. Dalam proses
pembelajaran guru dapat memberikan berbagai
informasi terhadap peserta didik terkait dari
materi yang disampaikan. Sehingga informasi
yang disampaikan guru bisa membantu
meningkatkan pengetahuan dan pengalaman
sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
e. Bahan Diskusi
Komunikasi berfungsi sebagai bahan untuk
berdiskusi. Dalam proses pembelajaran guru bisa
menggunakan cara berdiskusi ini dalam
menyampaikan materi pembelajaran.

97
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

f. Sosialisasi
Komunikasi memiliki fungsi sebagai media untuk
sosialisasi, yakni sebagai sarana sosialisasi antara
guru dan peserta didik. Dalam hal ini, komunikasi
menyediakan dan mengajarkan tentang
pengetahuan, bagaimana bersikap sesuai dengan
nilai-nilai yang ada dilingkungan sosial, Serta
bertindak sebagai warga sekolah yang baik.
g. Hiburan
Komunikasi memiliki fungsi sebagai sarana untuk
hiburan (to entertain). Dengan kata lain bahwa
komunikasi bisa menjadi media hiburan atau
kesenangan yang mudah dan murah. Melalui
komunikasi sebagai hiburan, maka setiap guru
dan peserta didik akan terlibat dalam proses
pembelajaran yang menyenangkan.
h. Integrasi
Komunikasi berfungsi sebagai alat integrasi.
Melalui komunikasi, terjadi integrasi diantara
ragam perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik.
Dalam hal ini, komunikasi juga berfungsi sebagai
perekat dan pemersatu diantara perbedaan yang
ada.
i. Pendidikan
Pendidikan atau pembelajaran pada hakikatnya
adalah proses komunikasi. Dengan
berkomunikasi guru bisa mendidik dan
mentransfer berbagai ilmu pengetahuan yang
cukup kepada peserta didik dan segala
kompetensi yang berhubungan dengannya.

98
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

j. Kebudayaan
Komunikasi memiliki fungsi untuk memajukan
dan mengembangkan kebudayaan. Secara tidak
langsung dalam kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru dan peserta didik, maka
sesungguhnya kebudayaan itu sedang dibangun.
Prinsip Komunikasi Pembelajaran (Learning
Communication)
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa komunikasi
merupakan bagian terpenting dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu bisa dipastikan bahwa tidak adanya
komunikasi maka tidak pula proses pembelajaran. Pada
hakikatnya pembelajaran adalah sebuah komunikasi
antara guru dengan peserta didik, baik komunikasi yang
sifatnya satu arah maupun dua arah, baik yang bersifat
sinkron maupun asinkron. Bagi guru memahami
komunikasi pembelajaran sangatlah penting,
menghadirkan komunikasi yang efektif dan efisien dalam
pembelajaran merupakan modal utama dalam proses
pembelajaran.
Kita pahami bersama dari maksud komunikasi yang
efektif itu adalah komunikasi yang tepat, berhasil, dan
ada pengaruhnya. Bila dilihat dalam kamus besar bahasa
Indonesia (KBBI), kata efektif diartikan sebagai: 1) ada
efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya); 2) manjur
atau mujarab (tentang obat); 3) dapat membawa hasil;
berhasil guna (tentang usaha, tindakan); mangkus; dan 4)
mulai berlaku (tentang undang-undang, peraturan).
Secara sederhana efektif dapat diartikan dengan tepat
sasaran dan berdaya guna (Nofrion, 2018: 137-138).
Dalam proses pembelajaran guru dituntut harus mampu
menciptakan komunikasi yang efektif sebagai sarana
pengiriman dan penerimaan pesan yang sesuai harapan
dan bersifat menyengangkan, sehingga proses

99
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

transformasi knowledge bisa diserap oleh peserta didik


dengan baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai. Oleh karena itu dengan adanya
komunikasi yang efektif bisa menambah wawasan dan
pengetahuan peserta didik serta akan berdampak
terhadap perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik.
Dalam pengaplikasiannya dilapangan agar proses
komunikasi pembelajaran berjalan dengan efektif guru
perlu memahami karakteristik peserta didik, seperti jalan
pikirannya, hobinya, keadaannya, suasana hatinya, atau
budayanya. Dalam proses komunikasi guru harus
membangun kedekatan dan keakraban dengan peserta
didik. Kedekatan akan menghilangkan ‘penyekat’ dan
membuat komunikasi menjadi lancar dan mengalir
dengan baik (Ujang Mahadi, 2021: 87-88).
Untuk membangun Komunikasi pembelajaran yang
efektif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
tenaga pendidik sebagaimana dikemukakan oleh Muh.
Rizal Masdul (2018: 22-26) sebagai berikut:
1. Respect (Menghormati)
Komunikasi yang baik dan efektif adalah mampu
menghargai (Respect) setiap individu yang akan
menjadi sasaran pesan yang disampaikan. Dalam hal
ini guru dituntut dapat memahami dan menghargai
setiap peserta didik yang dihadapinya. Rasa hormat
dan saling menghargai merupakan prinsip pertama
dalam berkomunikasi dengan orang lain, karena pada
prinsipnya manusia ingin dihargai dan dihormati.
Maka dari itu sifat menghargai dan saling
menghormati dalam proses pembelajaran bisa
membangun komunikasi yang baik sehingga dapat
meningkatkan efektifitas kinerja guru baik sebagai
individu maupun secara keseluruhan sebagai tim.

100
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

2. Emphaty (Berempati)
Emphaty adalah kemampuan manusia untuk
menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain dan mampu memahami
emosi dari perasaan orang tersebut. Sikap empati
sangat perlu tertanam dalam diri setiap individu.
Dalam konteks komunikasi pembelajaran sangat
diperlukan saling memahami dan mengerti
keberadaan, perilaku dan keinginan dari peserta
didik. Rasa empati akan menimbulkan respek atau
penghargaan, dan rasa respek akan membangun
kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam
membangun sebuah suasana yang kondusif dalam
proses pembelajaran. Maka dari itu sebelum
membangun komunikasi dan mengirimkan pesan,
perlu mengerti dan memahami dengan empati calon
penerima pesan. Sehingga nantinya pesan bisa
tersampaikan tanpa ada halangan psikologi atau
penolakan dari penerima pesan.
3. Audible (Dapat didengar)
Prinsip audible berarti dapat didengarkan atau
dimengerti dengan baik. berbeda dengan prinsip
empati dalam hal ini guru harus mendengar terlebih
dahulu ataupun mampu menerima umpan balik
dengan baik, maka audible adalah menjamin bahwa
pesan yang disampaikan bisa diterima oleh penerima
pesan/peserta didik dengan baik. Dalam proses
pembelajaran agar pesan yang disampaikan bisa
diterima dengan baik maka harus dibantu dengan
media (dilivery channel). Hal ini pula yang menuntut
kemampuan guru dalam menggunakan berbagai
media maupun perlengkapan alat bantu audio-visual
yang bisa membantu supaya pesan yang disampaikan
bisa diterima baik oleh peserta didik.

101
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

4. Clarity (Kejelasan/keterbukaan)
Prinsip clarity adalah kejelasan dari isi pesan yang
disampaikan agar tidak menimbulkan multi
interpretasi atau berbagai macam penafsiran. Bisa
juga dikatakan bahwa clarity memiliki arti
keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi
sikap terbuka perlu dikembangkan, sehingga dengan
adanya keterbukaan bisa menumbuhkan rasa
percaya dari penerima pesan. Bisa dipastikan bahwa
ketika komunikasi tanpa keterbukaan akan
menimbulkan rasa curiga dan pada gilirannya akan
menurunkan semangat belajar peserta didik. Oleh
karen itu guru harus mengembangkan sikap terbuka
dalam berkomunikasi dengan peserta didik sehingga
mereka mengikuti proses pembelajaran dengan
sangat baik dan menjadikan pembelajaran ini sebagai
kebutuhan hidup dan bukan hanya sebagai formalitas
semata.
5. Humble (Rendah hati)
Dalam membangun komunikasi yang efektif prinsip
humble atau rendah hati perlu ditekankan dan
diterapkan oleh individu. Sikap ini ada kaitannya
dengan unsur yang pertama untuk membangun rasa
menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap
rendah hati yang dimiliki. Sikap rendah hati
merupakan suatu cara agar orang lain merasa
nyaman (care) karena ia merasa sejajar sehingga
memudahkan komunikasi dua arah. Dalam proses
pembelajaran komunikasi yang efektif sangat
memberikan dampak terhadap keberhasilan
pencapaian pembelajaran. Komunikasi dikatakan
efektif apabila terdapat aliran informasi dua arah
antara komunikator dan komunikan serta informasi
tersebut sama-sama direspon sesuai dengan harapan
kedua pelaku komunikasi tersebut. Ketika dalam

102
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

proses pembelajaran terjalin komunikasi yang efektif


antara guru dengan peserta didik, maka bisa
dikatakan bahwa pembelajaran tersebut berhasil.

103
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

Daftar Pustaka
Soyomukti, Nurani. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Ananda, Rusydi & Abdillah. (2018). Pembelajaran Terpadu
Karakteristik, Landasan, Fungsi, Prinsip dan
Model. Medan: Penerbit LPPPI.
Zainiyati, Husniyatus Salamah. (2017). Pengembangan
Media Pembelajaran Berbasis ICT Konsep dan
Aplikasi Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Jakarta: Penerbit Kencana.
Panuju, Redi. (2018). Pengantar Studi Ilmu Komunikasi
Komunikasi Sebagai Kegiatan Komunikasi
Sebagai Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group
Nadiroh. (2020). Komunikasi Pembelajaran Lewat Media
Power Point: Kajian Pengantar. Idrak: Journal of
Islamic Education, Vol. 3, No. 1.
Masdul, Muh. Rizal. (2018). Komunikasi Pembelajaran.
IQRA: Jurnal Ilmu Kependidikan dan Keislaman,
Vol. 13, No. 2.
https://doi.org/10.31934/jurnal%20iqra.v13i2.259
Afroni, Sihabudin & Rumba Triana. (2018). Komunikasi
Pembelajaran Berbasis Al-Qur’an. Edukasi Islami:
Jurnal Pendidikan Islam, Vol, 07 No,
02. http://dx.doi.org/10.30868/ei.v7i2.264
Parid, Miptah. (2020). Relevansi Komunikasi
Pembelajaran Dengan Materi Bahan Ajar SD/MI,
Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, Vol. 6, No. 3
https://doi.org/10.5281/zenodo.3986243
Toharudin, Mohammad. (2020). Komunikasi Dalam
Pembelajaran Di Era Pandemi Covid-19, Vol. 1,
No. 1
Mahadi, Ujang. (2021). Komunikasi Pendidikan (Urgensi
Komunikasi Efektif dalam Proses Pembelajaran),
Vol. 2, No. 2
https://doi.org/10.31539/joppa.v2i2.2385

104
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

Karyaningsih, Ponco Dewi. (2018). Ilmu Komunikasi.


Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru
Nofrion. (2018). Komunikasi Pendidikan Penerapan Teori
dan Konsep Komunikasi Dalam Pembelajaran.
Jakarta: Prenadamedia Group
Yuberti. (2014). Teori Pembelajaran dan Pengembangan
Bahan Ajar dalam Pendidikan. Bandar Lampung:
Anugrah Utama Raharja
Aqsar, Muhammad Aidil. (2018). Komunikasi Dalam
Pendidikan. Al-Hadi: Jurnal Kajian Islam
Multiperspektif, Vol. III, No. 2.

105
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

Profil Penulis
Dasep Bayu Ahyar, S.Pd., M.Pd, lahir di
Ciamis-Jawa Barat, ia memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.) dalam bidang
bahasa Arab dari Institut Agama Islam
Cipasung (IAIC) Singaparna-Tasikmalaya lulus
tahun 2016. Selama kuliah di kampus tersebut
ia juga mengabdikan diri di Pondok Pesantren
Cipasung-Tasikmalaya dimana pada waktu itu
ia diberikan amanah menjadi pengurus asrama Sejahtera
selama 4 tahun oleh Pimpinan Pesantren Cipasung yang
sekaligus sebagai Rektor IAIC Cipasung Singaparna-
Tasikmalaya yaitu Bapak Drs. KH. A. Bunyamin Ruhiat, M.Si.
Kemudian ia melanjutkan Studi Magisternya di Bidang yang
sama yaitu Pendidikan Bahasa Arab di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan lulus tahun 2020, ia tercatat sebagai lulusan
terbaik pada Prodi Magister Pendidikan Bahasa Arab FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan predikat Cumlaude
(Mumtaz) pada Wisuda ke-118 Tahun 2020.
Riwayat Mengajar: Sekarang ia aktif mengajar di Yayasan Al-
Ihsan Kebagusan Pasar Minggu-Jakarta Selatan yaitu mengajar
di SMA/MA Qur’an Al Ihsan dan SMP Qur’an Al Ihsan,
kemudian menjadi pembina Rohani Islam (ROHIS) SMA Terbuka
(SMAN 5 Depok). Selain aktif mengajar di sekolah ia juga
menjadi Dosen di salah satu kampus di Jakarta Timur, ia juga
sebagai Ceo & Founder Markaz Daar El Akhyar (El Akhyar
Institute) yang didirikannya.
Riwayat Karya Ilmiah: Adapun Karya tulis ilmiah yang telah
dipublikasikan diantaranya: 1) Buku “Basahi Lidahmu”
(Penerbit Deepublish, 2018); 2) Artikel “Mengenal Pemikiran
Al-Mubarrid dan Kontribusinya Terhadap Perkembangan
Balaghah” (Jurnal Arabia IAIN Kudus); 3) Artikel “Analisis
Teks dalam Penelitian kebahasaan (sebuah Teori dan
Aplikatif)” (Jurnal Shaut al-‘Arabiyah UIN Alauddin Makasar);
4) Artikel “al-Ikhtibār al-Maqāliy fī Taqwīm al-Tadrīs al-
Lughah Al-Arabiyah Limarhalah al-Tsanawiyah” (Jurnal
Shaut al-‘Arabiyah UIN Alauddin Makassar); 5) Book Chapter
“Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam”
(Yayasan Penerbit Muhammad Zaini, 2021); 6) Book Chapter
“Pembelajaran Bahasa Arab untuk siswa SD/MI” (Yayasan
Penerbit Muhammad Zaini, 2021); 7) Book Chapter “Model-
model Pembelajaran” (Penerbit Pradina Pustaka, 2021).
Penulis bisa dihubungi melalui email:
dasepbayuahyar93@gmail.com

106
8
MENGATASI KESULITAN
BELAJAR DALAM
PEMBELAJARAN ERA
SOCIETY 5.0

Aditya Wardhana, SE., M.Si., MM


Universitas Telkom

Pembelajaran Era Society 5.0


Pemerintah Jepang pertama kali menciptakan Society 5.0
pada tahun 2019 sebagai antisipasi dari gejolak disrupsi
akibat revolusi industri 4.0 yang menggunakan
kecerdasan buatan (artificial intelligence) sedangkan
Society 5.0 memfokuskan kepada komponen teknologi
dan kemanusiannya atau human-centered yang berbasis
pada teknologi (Haanurat, et al, 2021; Ellitan, 2020;
Prasetyo, Damaraji, dan Kusumawardani, 2020;
Handayani, Muliastrini, 2020; Kahar, Cikka, Afni, 2020)
Prasetyo, Damaraji, dan Kusumawardani, 2020;
Era Society 5.0 merupakan penyempurnaan dari beberapa
era sebelumnya. Era Society 1.0 merupakan era dimana
manusia masih berada di era berburu dan mengenal
tulisan. Era Society 2.0 merupakan era dimana manusia
sudah mengenal bercocok tanam atau era pertanian.
Society 3.0 merupakan era dimana manusia sudah mulai
menggunakan mesin untuk membantu aktivitas sehari-

107
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

hari atau era industri. Era Society 4.0 merupakan era


dimana manusia sudah mengenal media komputer,
telepon genggam (mobile phone) hingga internet yang
dicirikan dengan internet yang hanya digunakan untuk
sekedar berbagi informasi. Era Society 5.0 merupakan era
dimana semua teknologi sudah menjadi bagian dari
manusia itu sendiri yang dicirikan dengan internet yang
tidak hanya digunakan untuk sekedar berbagi informasi
namun juga untuk menjalani kehidupan sehari-hari baik
menggunakan media komputer, tablet, telepon cerdas
(smart phone), berbagai aplikasi, maupun berbagai media
elektronik lainnya atau era digital (Haanurat, et al, 2021;
Prasetyo, Damaraji, dan Kusumawardani, 2020; Ellitan,
2020; Handayani, Muliastrini, 2020; Kahar, Cikka, Afni,
2020; Mercado, 2008)
Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menghadapi
berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan
memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era revolusi
industri 4.0 seperti Internet on Things (IoT), Artificial
Intelligence (AI), Big Data, dan Robotics dalam
meningkatkan kualitas hidup manusia. Society 5.0 juga
dapat diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang
berpusat pada manusia dan berbasis teknologi dimana
informasi pendidikan berfokus pada segala usia sebagai
komunitas pembelajar, pembelajaran diperoleh dari
berbagai macam sumber baik buku maupun dari internet,
penggunaan berbagai macam platform teknologi dan
informasi, serta pengembangan kurikulum secara global.
Di Indonesia dikenal sebagai Merdeka Belajar (Haanurat,
et al, 2021; Usmaedi, 2021; Ellitan, 2020; Prasetyo,
Damaraji, dan Kusumawardani, 2020; Handayani,
Muliastrini, 2020, Kahar, Cikka, Afni, 2020; Utami, 2019;
Mercado, 2008)
Kemdikbud.go.id (2021) menyatakan bahwa transformasi
pendidikan secara digital sudah dilakukan sejak 20 tahun

108
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

silam namun, prosesnya berjalan sangat lambat yang


disebabkan karena sebagian besar perguruan tinggi
masih belum menyadari pentingnya penggunaan
teknologi digital dalam kurikulum. Dengan pandemi
COVID-19 yang tengah melanda ini semakin mempercepat
transformasi tersebut dimana perguruan tinggi dituntut
untuk mengadopsi metode pembelajaran daring.
Disamping itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(Ditjen Dikti) juga mempercepat transformasi digital
melalui program Kampus Merdeka (Haanurat, et al, 2021;
Ellitan, 2020; Handayani, Muliastrini, 2020; Kahar,
Cikka, Afni, 2020; Utami, 2019)
Fokus keahlian bidang pendidikan abad 21 saat ini
dikenal dengan 4C (Pezer, 2021; Handayani, Muliastrini,
2020; Rasmuin dan Widiani, 2020; Machfiroh, Sapriya.,
Komalasari,2019; Risdianto, 2019) yang meliputi:
1. creativity
2. critical thinking
3. communication
4. collaboration.
Saat ini pendidikan Indonesia memasuki era 4.0
yaitu online learning yang menggunakan internet sebagai
penghubung antara pendidik dan peserta didik.
Pembelajaran daring (online) yang merupakan hasil dari
suatu pembelajaran yang disampaikan secara elektronik
dengan menggunakan media berbasis internet dan
komputer atau gawai (gadget). Dengan memanfaatkan
jaringan internet untuk mengakses materi-materi dalam
sistem pembelajaran daring baik menggunakan website,
aplikasi, dan lain sebagainya. Di Indonesia pun sudah
banyak beragam media belajar daring di antaranya
adalah Quipper, website kampus, Ruang Guru, website
sekolah, Zenius Education, website Bimbingan Belajar

109
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

(BimBel), dan masih banyak lagi.yang akan membantu


guru dan siswa di sekolah, dosen dan mahasiswa di
perguruan tinggi, maupun masyarakat umum yang akan
mengakses pendidikan daring seperti webinar, workshop,
pelatihan, kursus, dan lain sebagainya (Saksono dan
Manoby, 202; Handayani, Muliastrini, 2020; Mercado,
2008)
Di era Society 5.0 maupun pandemi COVID-19 saat ini,
pendidik atau guru tetap bisa melakukan pengajaran
tanpa tatap muka secara langsung atau secara daring
atau proses pembelajaran daring dengan menggunakan
Zoom, Google Meet, Microsoft Teams, Google Classroom,
Google Classmeeting, Flipped Classroom, SocialMedia,
project-based learning, moodle, dan schoology, maupun
aplikasi video conference lainnya. Disamping itu, peserta
didik baik siswa, mahasiswa, maupun masyarakat peserta
didik dapat mengakses berbagai materi pembelajaran
kapan pun dan dimana pun berada sehingga proses
belajar mungkin tidak lagi terjadi di dalam kelas secara
luring (offline) namun dapat dilakukan di mana saja
(Wibawanto, Roemintoyo, Rejekiningsih, 2021; Prasetyo,
Damaraji, dan Kusumawardani, 2020; Mercado, 2008).
Untuk menjawab tantangan Revolusi industri 4.0 dan
Society 5.0 dalam dunia pendidikan, peserta didik
dituntut untuk meningkatkan keahlian intelektualnya
(soft skill) yang dimilikinya dimana ada tiga kemampuan
intelektual yang harus dimiliki oleh peserta didik (Pezer,
2021; Handayani, Muliastrini, 2020; Rasmuin dan
Widiani, 2020; Machfiroh, Sapriya., Komalasari, 2019)
yaitu
1. Pemecahan masalah (problem solving)
2. Berpikir kritis (critical thinking)
3. Kreativitas (creativity)

110
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Dengan akses informasi yang menjadi semakin mudah,


maka peserta didik dituntut memiliki ketiga kemampuan
tersebut yang diterapkan di sekolah, di kampus, maupun
di masyarakat. Disamping itu, kompetensi yang
diharapkan dimiliki oleh peserta didik yaitu enam literasi
dasar (Pezer, 2021; Sukraini, 2020; Handayani,
Muliastrini, 2020; Rasmuin dan Widiani, 2020; Machfiroh,
Sapriya., Komalasari, 2019) yang meliputi:
1. literasi baca dan tulis merupakan pengetahuan dan
kemampuan dalam membaca, menulis, mencari,
menelusuri, mengolah, memahami informasi,
menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks
tertulis untuk mengembangkan pemahaman dan
potensi.
2. literasi numerasi merupakan pengetahuan dan
kemampuan untuk bisa memperoleh,
menginterpretasikan, menggunakan, dan
mengkomunikasikan berbagai macam angka dan
simbol matematika untuk memecahkan masalah
praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan
sehari-hari.
3. literasi sains merupakan pengetahuan dan
kemampuan ilmiah dalam mengidentifikasi
pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru,
menjelaskan fenomena ilmiah, mengambil simpulan
berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains,
membangun kesadaran bagaimana sains dan
teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual
dan budaya.
4. literasi digital merupakan pengetahuan dan
kemampuan dalam menggunakan media digital, alat-
alat komunikasi, maupun jaringan dalam
menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat

111
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak,


cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum.
5. literasi finansial merupakan pengetahuan dan
kemampuan dalam mengaplikasikan pemahaman
tentang konsep dan risiko, keterampilan, dan motivasi
agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam
konteks finansial.
6. literasi budaya dan kewarganegaraan merupakan
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami dan
bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai
identitas bangsa sedangkan literasi kewarganegaraan
merupakan pengetahuan dan kecakapan dalam
memahami hak dan kewajiban sebagai warga
masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian dari World Economic Forum
(WEF) 2020, terdapat sepuluh kemampuan utama yang
paling dibutuhkan untuk menghadapi era revolusi
industri 4.0 dan Society 5.0 (Pezer, 2021; Handayani,
Muliastrini, 2020; Rasmuin dan Widiani, 2020; Sukraini,
2020; Machfiroh, Sapriya., Komalasari,2019) yaitu:
1. Kemampuan memecahkan masalah yang komplek
2. Berpikir kritis
3. Kreatif
4. Kemampuan manajemen manusia
5. Kemampuan berkoordinasi dengan orang lain
6. Kecerdasan emosional
7. Kemampuan menilai dan mengambil keputusan
8. Berorientasi mengedepankan pelayanan
9. Kemampuan negosiasi
10. Fleksibilitas kognitif

112
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Serta memiliki karakter yang mencerminkan Pancasila


yaitu, rasa ingin tahu, inisiatif, kegigihan, mudah
beradaptasi memiliki jiwa kepemimpinan, memiliki
kepedulian sosial dan budaya.
Society 5.0 tidak hanya berdampak pada peserta didik,
namun juga berdampak pada pendidik baik guru,
pengajar, tutor, instruktur, presenter, dan lain
sebagainya. Pendidik ditantang untuk mengusai teknologi
dan mampu mengaksesnya, melakukan perubahan
kurikulum yang sesuai dengan teknologi yang digunakan
dan kebutuhan pasar, menggunakan berbagai ide-ide
kreatif dalam mengajar maupun model media
pembelajaran (Usmaedi, 2021; Handayani, Muliastrini,
2020; Utami, 2019).
Untuk memastikan kurikulum berjalan secara optimal,
pendidik harus memiliki lima kompetensi penting (Pezer,
2021; Usmaedi, 2021; Sukraini, 2020; Rasmuin dan
Widiani, 2020; Handayani, Muliastrini, 2020; Machfiroh,
Sapriya., Komalasari, 2019; Utami, 2019) yaitu:
1. Educational competence
2. Competence for technological commercialization
3. Competence in globalization
4. Competence in future strategies
5. Counselor competence.
Sebagai pendidik dalam era Society 5.0 harus memiliki
keterampilan dibidang digital dan berpikir
kreatif. Menurut Zulfikar Alimuddin, Director of HAFECS
(Highly Functioning Education Consulting Services) menilai
di era Society 5.0 ini pendidik dituntut untuk lebih inovatif
dan dinamis dalam mengajar di kelas (Handayani,
Muliastrini, 2020; Alimuddin, 2019). Oleh karena itu ada
tiga hal yang harus dimanfaatkan pendidik di era society
5.0 untuk mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran yang

113
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

dibutuhkan oleh peserta didik (Pezer, 2021; Rasmuin dan


Widiani, 2020; Sukraini, 2020; Machfiroh, Sapriya.,
Komalasari, 2019) yaitu:
1. Internet of Things (IoT) pada dunia pendidikan,
2. Virtual/Augmented Reality (VR/AR) dalam dunia
Pendidikan
3. Artificial Intelligence (AI) dalam dunia pendidikan
Disamping itu, pendidik juga harus memiliki kompetensi
abad 21 (Pezer, 2021; Handayani, Muliastrini, 2020;
Machfiroh, Sapriya., Komalasari,2019; Winarti, 2019)
yaitu:
1. Leadership
2. Digital literacy
3. Communication
4. Emotional intelligence
5. Entrepreneurship
6. Global citizenship
7. Team working
8. Problem solving
Pemerintah berperan dalam penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan yang diprioritaskan agar
pelaksanaan pembelajaran berlangsung lancar di era
masyarakat 5.0. Sejauh ini, pemerintah telah menyiapkan
berbagai Langkah dalam menghadapi Society 5.0 di
bidang Pendidikan seperti pemerintah mengubah
kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 dengan
menerapkan sistem pembelajaran HOTS (High Order
Thinking Skill). Disamping itu, untuk mendukung
peningkatan SDM dan pemerataan guru, pemerintah telah
memprogramkan PPG, pemberdayaan MGMP, dan
program SM-3T untuk mendidik daerah-daerah terpencil

114
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

di Indonesia secara bersama-sama. Di samping itu


dukungan pemerintah dalam memanfaatkan Massive
Open Online Course (MOOC’s) (Rahayu, 2021; Usmaedi,
2021; Saksono dan Manoby, 2021; Sabri, 2019; Utami,
2019; Winarti, 2019).
Dalam menghadapi era Society 5.0, dunia pendidikan
berperan penting dalam meningkatkan kualitas yang akan
berdampak signifikan terhadap pendidikan di masa
depan. Oleh karena itu, perlu adanya sinkronisasi
infrastruktur pembelajaran dengan teknologi yang
digunakan untuk menghadapi Society 5.0 dan
adanya perubahan paradigma pendidikan dengan
meminimalkan peran pendidik sebagai learning material
provider yang berubah menjadi pendidik sebagai
inspirator, fasilitator, tutor, dan motivator bagi peserta
didik untuk Merdeka Belajar (Rahayu, 2021; Sabri, 2019).
Untuk memberi ruang kepada perserta didik untuk
menemukan konsep pengetahuan dan kreativitas yang
mampu mendorong peserta didik dalam membangun
kreativitas serta berpikir kritis, pendidik boleh memilih
berbagai model pembelajaran (Pezer, 2021; Rasmuin dan
Widiani, 2020; Sukraini, 2020; Machfiroh, Sapriya.,
Komalasari, 2019) seperti:
1. Discoverey learning
2. Project based learning
3. Problem based learning
4. Inquiry learning
Kesulitan Belajar Yang Dihadapi Dalam Pembelajaran
Era Society 5.0
Berbagai kesulitan belajar yang dihadapi dalam
pembelajaran era Society 5.0 (Pezer, 2021; Wulandari dan
Triyanto., 2021; Rahayu, 2021; Setiawardani, Robandi,
dan Djohar, 2021; Yulianto, 2021; Nastiti dan Abdu, 2020;

115
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Sukraini, 2020; Machfiroh, Sapriya., Komalasari, 2019)


yaitu:
1. Kemudahan dalam mengakses semua informasi
menciptakan budaya instan bagi peserta didik yang
cenderung menjadi malas membaca dan manja
2. Kendala yang dimiliki dari setiap media pembelajaran
online yaitu durasi video yang cukup lama sehingga
menghabiskan kuota internet
3. Kesulitan memahami materi yang bahkan membutuh
waktu lebih banyak agar dapat memahaminya.
4. Menjadikan peserta didik bersifat penyediri dan susah
beradaptasi atau bergaul di kehidupan nyata, kurang
bersosialisasi di lingkungan, berkurangnya waktu
belajar karena terlalu asik dengan situs-situs yang
menarik perhatian seperti game, video, chatting, dan
lain sebagainya
5. Secara umum guru-guru kita belum mampu
melakukan pengajaran dengan metode tersebut
(Alimuddin, 2019).
6. Penggunaan yang kurang bijak dalam menggunakan
peralatan teknologi seperti smartphone, tablet
maupun laptop. Tidak sedikit peserta didik yang
menyalahgunakan internet untuk mengakses hal
yang negatif terkait pornografi dalam bentuk gambar
maupun video, menyebarkan berita hoax, mengkritisi
pihak tertentu dengan tidak beranggun jawab, dan
lain sebagainya.
7. Kurangnya sinergi antara guru, orang tua dan
masyarakat sesuai dengan peranannya masing-
masing untuk menciptakan tatanan sosial yang baik.

116
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Mengatasi Kesulitan Belajar Yang Dihadapi Dalam


Pembelajaran Era Society 5.0
Pembelajaran di era Society 5.0 apalagi dimasa pandemi
COVID-19 dapat menerapkan hybrid/blended learning.
Dikti juga memberikan berbagai dukungan kepada dunia
pendidikan dengan menyediakan platform untuk
pembelajaran daring, (Pezer, 2021; Usmaedi, 2021;
Rahayu, 2021; Setiawardani, Robandi, dan Djohar, 2021;
Wibawanto, Roemintoyo, Rejekiningsih, 2021; Yulianto,
2021; Nastiti dan Abdu, 2020, Sukraini, 2020; Machfiroh,
Sapriya., Komalasari, 2019; Utami, 2019) seperti:
1. Bekerjasama dengan provider telekomunikasi dalam
mengupayakan biaya internet yang terjangkau
2. Memberikan kesempatan dalam penyelanggaraan
program pengakuan kredit antara universitas melalui
pembelajaran daring.
3. Memberikan pelatihan kepada dosen oleh Dikti
maupun Dikdasmen agar mampu menciptakan materi
pembelajaran daring yang berkualitas dan
berkelanjutan
4. Menyiapkan platform e-learning dengan baik oleh
institusi pendidikan mengingat dalam pendidikan
daring, layanan pembelajaran harus mudah diakses
selama 24 jam.
5. Menyiapkan digitalisasi sistem akademik baik
kampus atau sekolah yang dapat menyederhanakan
kompleksitas informasi.
6. Menyiapkan kurikulum pendidikan yang sesuai
dengan perkembangan teknologi, kebutuhan pasar,
tuntutan dari kementerian pendidikan. Semua sistem
dan infrastruktur yang dibangun untuk program
digitalisasi pendidikan tidak akan berjalan, apabila
kurikulum pendidikannya tidak ikut berkembang.

117
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Pemerintah juga telah menyarankan agar kurikulum


pendidikan yang berbasis STEAM atau science,
technology, engineering, art, dan juga mathematics.
Inilah lima aspek kurikulum baru yang wajib
diajarkan serta diterapkan di pendidikan. Institusi
pendidikan wajib mewujudkan rumusan kurikulum
tersebut di dalam metode pembelajaran yang lebih
nyata. Implikasinya adalah pendidik wajib
mempelajari ilmu dan keahlian baru terkait dengan
hal tersebut.
7. Untuk bisa memahami pasar dan teknologi di masa
depan, perguruan tinggi wajib memberikan
pembelajaran mengenai dasar dan sistem Artificial
intelligence (AI) dan machine learning seperti sistem
machine learning dari aplikasi pencarian situs web di
internet (Google, Yahoo, Bing, dll).
8. Institusi pendidikan harus mampu menyediakan
perangkat yang kompatibel dengan sistem tersebut
dan membangun pusat data sendiri dengan alasan
keamanan data dan privasi dari para peserta didik.
9. Membekali sivitas akademik baik pendidik maupun
peserta didik dengan keterampilan digital guna
memberikan pemahaman penggunaan teknologi
dengan bekerja sama dengan konsultan teknologi
informasi yang mampu mengantarkan Institusi
pendidikan untuk berbasis digital
10. Meningkatkan kerjasama dengan seluruh sivitas
akademik dalam bentuk kolaborasi antara peserta
didik, tim penyusun kurikulum, dan manajemen
institusi pendidikan.
11. Di era disruptif seperti saat ini berbagai instansi tak
terkecuali perguruan tinggi harus melakukan
transformasi digital untuk
meningkatkan efisiensi dan juga menunjang mutu

118
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

institusi pendidikan agar tidak tertinggal


zaman. Digitalisasi perguruan tinggi juga akan
mempengaruhi jumlah peminat peserta didik baru
untuk mendaftar ke institusi pendidikan. Bentuk
digitalisasi ini seperti sistem penerimaan peserta didik
baru secara daring, sistem pembayran daring,
presensi atau kehadiran secara daring, e-learning,
aplikasi institusi pendidikan, sistem akademik
institusi pendidikan, sistem job fair dan career center,
dashboard pengembangan isntitusi pendidikan yang
mampu menampilkan status peserta didik, grafik
yang menunjukkan tren prestasi dalam mengikuti
pembelajaran, hingga prediksi kelulusan masing-
masing, e-sertificate untuk kegiatan peserta didik yang
terintegrasi dengan Surat Keterangan Pendamping
Ijazah (SKPI) yang ada di sistem informasi akademik,
sistem keuangan daring.

119
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Daftar Pustaka
Ellitan, Lena. (2020). Competing in the Era of Industrial
Revolution 4.0 and Society 5.0. Jurnal Maksipreneur:
Manajemen, Koperasi, dan Entrepreneurship, 10(1), 1-
12
Haanurat, A. Ifayani., et al. (2021). Society 5.0: Leading in
The Borderless World. Bandung: Bildung.
Handayani, Ni Nyoman Lisna., Muliastrini, Ni Ketut Erna.
(2020). Pembelajaran Era Disruptif Menuju Era
Society 5.0 (Telaah Perspektif Pendidikan Dasar).
Prosiding Webinar Nasional IAHN-TP Palangka Raya
2020, 1-14
Kahar, M. Iksan., Cikka, Hairuddin., Afni, Nur. (2020).
Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 Menuju Society
5.0 di Masa Pandemi COVID-19. Moderasi: Jurnal
Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, 2(1), 58-78
Mercado, Cecilia A. (2008). Readiness Assessment Tool for
an eLearning Environment Implementation. Fifth
International Conference on eLearning for Knowledge-
Based Society, December 11-12, 2008, Bangkok,
Thailand, 18.1-18.11
Machfiroh, Runik., Sapriya., Komalasari, Kokom. (2019).
Indonesian Youth Readiness in Supporting Unlimited
Education Society 5.0. 2nd Annual Civic Education
Conference (ACEC), 529-533
Nastiti, Faulinda Ely., Abdu, Aghni Rizqi Ni’mal. (2020).
Kesiapan Pendidikan Indonesia Menghadapi era
society 5.0. Edcomtech, 5(1), 61-66
Pezer, Danijela. (2021). Significance of Soft Skills in
Educational Process During the Pandemic Caused by
the Coronavirus COVID-19. Technium Social Sciences
Journal, 20(1), 61-68
Prasetyo, S.E., Damaraji, G.M., Kusumawardani, S.S.
(2020). A Review of The Challenges of Paperless
Concept in the Society 5.0. International Journal of
Industrial Engineering and Engineering Management
(IJIEEM), 2(1), 15-23

120
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Rahayu, Komang Novita Sri. (2021). Sinergi Pendidikan


Menyongsong Masa Depan Indonesia Di Era Society
EdukasI: Jurnal Pendidikan Dasar, 2(1), 87-100
Rasmuin., Widiani, Desti. (2020). Strategy and
Implementation of Character Education in Era of
Society 5.0. Proceedings of the International Conference
on Engineering, Technology and Social Science
(ICONETOS), 575-582
Sabri, Indar. (2019). Peran Pendidikan Seni Di Era Society
5.0 untuk Revolusi Industri 4.0. Prosiding Seminar
Nasional Pascasarjana UNNES, 341-347
Saksono, Herie., Manoby, Worry Mambusy. (2021). Good
Public Governance Towards Society 5.0 in Indonesia:
A Review. Psychology and Education,58(2), 4499-4511
Setiawardani, Wawan., Robandi, Babang., Djohar, As’ari.
(2021). Critical Pedagogy in The Era of The Industrial
Revolution 4.0 to Improve Digital Lieracy Students
Welcoming Sociecty 5.0 in Indonesia. Primaryedu:
Journal of Elementary Education, 5(1), 107-115
Sukraini, Ni Wayan. (2020). Developing Students’
Essential Skills in Preparation for Society 5.0.
Prosiding Webinar Nasional IAHN-TP Palangka Raya
2020, 55-63
Usmaedi. (2021). Education Curriculum for Society 5.0 in
The Next Decade. Jurnal Pendidikan Dasar Setiabudhi,
4(2), 63-79
Utami, Rizka. (2019). Integrasi Kurikulum di Indonesia
dalam Menghadapi Era Society 5.0. 4th International
Conference on Education September 25-26, 2019:
Innovation in Islamic Education: Challenges and
Readiness in Society 5.0, 213-218
Wibawanto, Hilmawan., Roemintoyo., Rejekiningsih,
Triana. (2021). Indonesian Vocational High School
Readiness Toward Society 5.0. Journal of Educational
Research and Evaluation, 5(1), 24-33

121
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Winarti. (2019). Peran Pendidik Fisika Dalam


Mempersiapkan Society 5.0. Seminar Nasional
Pendidikan Fisika V 2019: Peran Pendidik Fisika dalam
Mempersiapkan Society 5.0, Program Studi Pendidikan
Fisika, FKIP, Universitas PGRI Madiun, 31 Juli 2019, 1-
8
Wulandari, Endang, Winarno., Triyanto. (2021). Digital
Citizenship Education: Shaping Digital Ethics in
Society 5.0. Universal Journal of Educational Research,
9(5), 948-956
Yulianto. (2021). The Needs of Training to Improve Teacher
Competence in Preparing Society 5.0. Technium Social
Sciences Journal, 20(1), 275-286

122
MENGATASI KESULITAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ERA SOCIETY 5.0

Profil Penulis
Aditya Wardhana
Penulis merupakan dosen tetap Universitas
Telkom. Penulis menyelesaikan studi Sarjana
Ekonomi (SE) di prodi Manajemen Universitas
Padjadjaran pada tahun 1997. Kemudian,
penulis menyelesaikan studi Magister Sains
(MSi) di prodi Manajemen Universitas Padjadjaran tahun 2003
dan Magister Manajemen (MM) di prodi Manajemen Universitas
Pasundan tahun 2012. Saat ini penulis sedang melanjutkan
studi Doktor Ilmu Manajemen di prodi Manajemen Universitas
Pasundan.
Penulis memiliki kepakaran di bidang manajemen sumber daya
manusia, manajemen pemasaran, dan manajemen strategik.
Penulis memiliki pengalaman praktisi pemasaran di Citibank
dan Human Resource Development, ISO Auditor, General Affairs,
dan Logistic di PT Perusahaan Gas Negara Tbk serta sebagai
konsultan di beberapa BUMN seperti Surveyor Indonesia, Badan
Klasifikasi Kapal Indonesia, Pertamina, BNI 46, PTPN VIII,
Biofarma, serta pada Kementerian Koordinator Perekonomian RI
dan Kementerian Perhubungan. Sebagai dosen tetap di
Universitas Telkom, penulis juga aktif melakukan berbagai
penelitian terindeks Scopus dan Sinta dan menulis berbagai
buku dalam bidang manajemen sumber daya manusia,
pemasaran, keuangan, perilaku konsumen, perilaku organisasi,
teknologi informasi, pendidikan, bisnis internasional, metode
penelitian, model bisnis, bisnis ekspor impor, dan lain
sebagainya. Penulis memiliki Sertifikasi Penulis Buku Non-Fiksi
dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) RI. Penulis
merupakan anggota Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)
dan Asosiasi Ilmu Administrasi Bisnis Indonesia (AIABI) dan
disamping itu penulis juga merupakan pengusaha dan
pengurus asosiasi kuliner Indonesia korwil Jawa Barat.
Email Penulis: adityawardhana@telkomuniversity.ac.id

123
124
9
KESIAPAN BELAJAR
PADA PEMBELAJARAN
DI ERA SOCIETY 5.0

Lusiani, S.Pd.Si., M.Pd


Akademi Maritim Nusantara

Kesiapan Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan oleh individu
dalam mempelajari hal baru untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Dalam belajar seseorang akan mengalami
berbagai adaptasi serta perubahan dalam dirinya.
Sebelum kegiatan belajar berlangsung, individu harus
memiliki kesiapan dalam dirinya. Hal ini dikarenakan
apabila individu tersebut telah merasa siap, maka
terdapat peluang yang besar untuk mencapai tujuan
tertentu setelah kegiatan belajar berlangsung. Kesiapan
belajar seseorang dapat dipengaruhi berbagai faktor baik
internal maupun eksternal. Berbagai faktor tersebut
harus dapat dikelola dengan baik agar mendukung
terciptanya lingkungan belajar yang efektif dan efisien.
Seseorang baru bisa belajar suatu hal jika pada dirinya
telah ada “Readiness” dalam mempelajari suatu hal
tersebut. Faktanya tiap individu memiliki perbedaan
individu dengan latar belakang perkembangan beragam.
sehingga pola terbentuknya readiness pun beragam pada
tiap individu. Readiness saat belajar sangat

125
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

mempengaruhi perkembangan diri seseorang dalam


mematangkan kesediaannya saat belajar, sehingga
individu dapat mudah serta siap menerima suatu hal yang
akan dipelajari dalam pembelajarannya sendiri. (Sinta,
2017)
Kesiapan belajar yakni kesatuan usaha dalam melengkapi
kemampuan yang ada saat memberi respon terhadap hal
yang tengah dihadapi saat belajar. (Sinta, 2017). Kesiapan
belajar merupakan kondisi awal suatu kegiatan
pembelajaran yang menjadikannya siap memberikan
tanggapan yang ada dalam diri peserta didik saat
mencapai suatu tujuan pengajaran. (Wahyuni, 2005)
Kesiapan merupakan kondisi pribadi yang memberikan
peluang untuk bisa belajar. Peserta didik yang belum siap
melakukan suatu tugas belajar kemungkinan
mendapatkan kendala bahkan dapat berputus asa.
Kesiapan ini antara lain kematangan serta pertumbuhan
fisik, intelegensi, latar belakang pengalaman, prestasi
belajar yang baku, motivasi, persepsi serta faktor lainnya.
Kesiapan belajar meliputi perhatian, motivasi, serta
perkembangan kesiapan. (Effendi, 2017)
Ranah kognitif bisa dipengaruhi kesiapan belajar peserta
didik. Kondisi peserta didik yang siap mendapatkan
pelajaran dari pendidik, akan berusaha merespon
pertanyaan yang diajukan. Agar peserta didik bisa
menjawab dengan benar, maka peserta didik wajib
memiliki pengetahuan melalui membaca serta
mempelajari materi yang disampaikan pendidik. Peserta
didik wajib memiliki buku pelajaran yang berupa buku
paket dari sekolah ataupun buku diktat lainnya yang
relevan sebagai acuan belajar. Kondisi peserta didik yang
sehat akan lebih mudah mennyerap materi yang diberikan
pendidik. (Wahyuni, 2005)

126
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

Adanya kesiapan belajar yang baik,peserta didik mampu


mengikuti pembelajaran secara aktif serta mudah
menerima materi yang diberikan. Jika peserta didik
mempunyai kesiapan matang, maka mudah
memperdalam materi serta konsentrasi saat kegiatan
belajar. (Mulyani, 2013)
Aspek kesiapan belajar mencakup kesiapan diri murid,
yakni: mempelajari catatan sebelumnya; menyelesaikan
tugas; menjaga kesehatan serta kebugaran fisik;
membaca bahan yang akan dipelajari; membuat
pertanyaan; menyiapkan perlengkapan belajar. (Mulyani,
2013)
Kurangnya kesiapan belajar, menyebabkan peserta didik
kurang aktif saat KBM. Hambatan peserta didik saat
kegiatan pembelajaran yakni: tidak memperhatikan
penjelasan pendidik; takut mengajukan pertanyaan; tidak
mengerjakan tugas yang diberikan pendidik; kurang
antusias saat KBM.(Pangestu & Rohinah, 2018)
“Kesiapan” merupakan salah satu hukum belajar. Inti
yakni tiap pribadi dapat memberikan respon cepat dari
tiap stimulus jika dalam dirinya telah ada kesiapan; dan
hal tersebut berlaku sebaliknya. (Pangestu & Rohinah,
2018)
Beragam penyebab murid tidak memiliki kesiapan belajar
yakni: Kondisi fisik, mental, emosional; berbagai
kebutuhan, motif serta tujuan; Keterampilan,
pengetahuan serta pengertian lain yang sudah dipelajari.
(Sinta, 2017). 6 faktor baru berpengaruh terhadap
kesiapan belajar murid yakni Faktor Psikis serta Tugas
Rumah, Faktor Keterampilan Sosial serta Mass Media,
Faktor Lingkungan Sekolah, Faktor Empati serta
Lingkungan Masyarakat, Faktor Jasmani, Faktor
Kebutuhan. (Andriyani, Wiwi, 2017)

127
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

Bagi peserta didik, diharapkan saat KBM lebih


memperhatikan kesiapan belajarnya. Bagi guru,
diharapkan bisa memperhatikan kesiapan belajar peserta
didik saat berlangsungnya KBM. Bagi sekolah,
diharapkan bisa memfasilitasi melalui sarana dan
prasarana untuk menunjang kesiapan belajar peserta
didik saat KBM. (Sinta, 2017)
Kesiapan Belajar Pada Pembelajaran Di Era Society 5.0
Revolusi industri 4.0 dalam bidang pendidikan
merupakan respons terhadap kebutuhan di revolusi ini,
teknologi dan manusia disesuaikan untuk menciptakan
peluang baru secara inovatif serta kreatif. Peran pendidik
yang mengharuskan berperan memberikan dukungan
pada masa peralihan ini yakni menuju era society 5.0. Era
society 5.0 didefinisikan sebagai era yang digagas pertama
kali oleh pemerintah Jepang melalui sebuah program
serta ide baru, yakni masyarakat di titikpusatkan pada
manusia (human-centered) serta berbasis teknologi yang
berdasar adat budaya masyarakat era revolusi 4.0.
sehingga diperlukan gagasan baru saat menghadapi
tantangan society 5.0. (Sasikirana & Herlambang, 2020)
Era society 5.0 diharapkan bisa mengurangi kesenjangan
antara masyarakat dengan masalah ekonomi pada 10
tahun kedepan. Kemampuan yang mengharuskan dimiliki
di era ini, yakni kepemimpinan, literasi digital,
komunikasi, kecerdasan emosional, kewirausahaan,
kewarganegaraan global, pemecahan masalah, kerja tim.
Era society 5.0 di aspek pendidikan memberikan
kemungkinan siswa saat KBM menggunakan
pembelajaran jarak jauh, karena dapat belajar fleksibel
tanpa batas ruang serta waktu dengan adanya maupun
tanpa pengajar. (Sasikirana & Herlambang, 2020)
KBM dapat efektif jika peserta didik mempunyai kesiapan
belajar secara teori ataupun praktik. Salah satu efek

128
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

revolusi industri yakni pembelajaran dengan optimalisasi


teknologi semacam e-learning. Faktor yang
mempengaruhi hasil belajar penggunaan e-learning yakni
kesiapan peserta didik. Kesiapan mahasiswa ini dapat
dipengaruhi dari berbagai macam faktor meliputi
keefektifan komputer maupun internet, pembelajaran
mandiri, kontrol peserta (kehadiran, tingkat semester
mahasiswa), sarana serta prasarana praktik, motivasi
belajar, keefektifan komunikasi online, pengetahuan
tentang e-learning, persepsi terkait e-learning. (Istanti,
2020)
Di era revolusi industri 4.0 dibutuhkan beragam literai
mencakup literasi data, literasi manusia, literasi
teknologi. Pembelajaran di era revolusi 4.0 bisa
menggunakan hybrid/blended learning serta Case-base
Learning. Pendidikan era society 5.0, memberikan
kemungkinan peserta didik saat KBM berdampingan
dengan robot yang telah dirancang menggantikan peran
pendidik. (Faulinda & Aghni Rizqi Ni’mal, 2020)
Society 5.0 merupakan konsep tatanan kehidupan baru
bagi masyarakat dengan harapan lebih nyaman serta
berkelanjutan. Teknologi era society 5.0 menciptakan nilai
baru yang dapat memudarkan kesenjangan sosial, usia,
jenis kelamin, bahasa serta penyediaan produk maupun
layanan yang dirancang khusus dalam berbagai
kebutuhan individu serta khalayak umum. (Faulinda &
Aghni Rizqi Ni’mal, 2020)
Dalam aspek pendidikan era society 5.0 bisa jadi peserta
didik saat berlangsungnya KBM dihadapkan dengan robot
yang khusus dirancang sebagai pengganti pendidik
ataupun dikendalikan pendidik dari jarak jauh. Hal yang
wajar KBM dapat dilakukan dimana pun serta kapan pun
baik ada maupun tanpa pengajar. (Faulinda & Aghni Rizqi
Ni’mal, 2020)

129
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

Beragam kemampuan wajib ada di abad 21 ini mencakup:


leadership, digital literacy, communication, emotional
intelligence, enterpreneurship, global citizenship, problem
solving, team-working. Beragam teknis dapat
dilaksanakan dalam pendidikan di Indonesia saat
menghadapi society 5.0 yakni infrastruktur, Pemerintah
harus berupaya memaksimalkan pemerataan
pembangunanserta perluasan koneksi internet ke seluruh
wilayah; SDM selaku pengajar wajib mempunyai
keterampilan di bidang digital serta berfikir kreatif;
Pemerintah harus dapat melakukan sinkronisasi antara
pendidikan dan industri agar keterserapan tenaga kerja
sesuai kebutuhan; penerapan teknologi sebagai alat KBM.
Hal yang menjadikan perguruan tinggi menghasilkan
lulusan yang berkualitas yakni pendidikan berbasis
kompetensi, pemanfaatan IoT (Internet of Things),
pemanfaatan virtual atau augmented reality, pemanfaatan
AI (Artifical Intelligence). (Faulinda & Aghni Rizqi Ni’mal,
2020)
Pembelajaran melalui pendekatan HOTS wajib diterapkan
saat pembelajaran Pendidikan 4.0. Pemanfaatan mesin
produksi yang terintegrasi dengan internet tentu
memerlukan tenaga kerja ahli terlatih yang mampu
mengoperasikan mesin automasi tersebut. Hal tersebut
dilaksanakan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia
5.0. (Suryadi, 2020)
Pembelajaran diera revolusi industry 4.0 menuju
masyarakat 5.0 dalam perspektif manajemen Pendidikan
dilaksanakan dengan mengintegrasikan beragam aspek
yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan
pendidikan nasional. Diharapkan sistem pendidikan
nasional dapat menciptakan tatanan masyarakat 5.0,
yakni tatanan masyarakat berbasis teknologi informasi,
yang super cerdas, sejahtera, serta berkeadaban.
(Suryadi, 2020)

130
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

Society 5.0 diharapkan bisa menjadikan teknologi aspek


pendidikan yang tidak merubah peran guru maupun
pengajar saat mengajarkan pendidikan moral serta
keteladanan bagi para peserta didik. Teknologi yang
berkembang dengan cepat serta masif mewajibkan bidang
pendidikan bisa beradaptasi terhadap digitalisasi
perkembangan sistem pendidikan. Tantangan era revolusi
industri 5.0 butuh dikemas serta dipersiapkandengan
matang, hingga tercipta keselarasan terhadap
berkembangnya zaman, dalam mempersiapkan tantangan
era 5.0, proyeksi kurikulum pendidikan sudah
menyajikan beragam pokok substansi meliputi:
pendidikan karakter; kemampuan berpikir kritis, kreatif,
inovatif; kemampuan mengaplikasikan teknologi di era
tersebut. (Komang Novita Sri, 2021)

Gambar 1. Ilustrasi Society 5.0


Sumber: (Komang Novita Sri, 2021)
Dalam menghadapi kompleksitas kondisi kehidupan
masyarakat era Society 5.0, peserta didik selain diberi
bekal kemampuan membaca, menulis, berhitung atau
dinamakan “Tree R” (reading, writing, arithmetic),

131
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

diperlukan pembekalan kompetensi masyarakat global


atau dinamakan kecakapan abad 21, meliputi
kemampuan berkomunikasi, kreatif, berpikir kritis,
berkolaborasi atau dinamakan “Four Cs”, yakni
communicators, creators, critical thingkers, and
collaborators. Kompetensi kreatif, kritis, fleksibel,
terbuka, inovatif, tangkas, kompetitif, peka terhadap
masalah, menguasai informasi, mampu bekerja dalam
“team work” lintas bidang, serta bisa beradaptasi terhadap
perubahan merupakan modal menghadapi Society 5.0.
Era society 5.0 diberi tanda adanya peningkatan program
digitalisasi dengan dukungan 4 faktor: peningkatan
volume data, kekuatan komputasi, konektivitas;
munculnya analisis, kemampuan, kecerdasan bisnis;
terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan
mesin; instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti
robotika, 3D printing. Kondisi kehidupan masyarakat era
society 5.0 berpengaruh terhadap beragam aspek
kehidupan manusia salah satunya pendidikan. Implikasi
konsep society 5.0 terhadap pendidikan antara lain
tuntuan pembaharuan kompetensi yang diajarkan pada
murid agar disesuaikan dengan kebutuhan hidup
masyarakat era society 5.0, mencakup model
pembelajaranya di sekolah. Individu yang belum dewasa
serta pasif sebagai objek saat KBM serta memposisikan
pendidik sebagai sebagai pusat KBM, tidak lagi
mencukupi dalam mempersiapkan SDM dalam
menghadapi era society 5.0. Model pembelajaran yang
menitikberatkan proses deduksi, proses transfer
pengetahuan oleh pendidik pada peserta didik tidak dapat
menjangkau terjadinya percepatan perubahan. (Usmaedi,
2021)
Era society 5.0 secara langsung atau tidak langsung dapat
mempengaruhi beragam aspek kehidupan, dalam bidang
pendidikan harus diperkuat dengan melaksanakan
perubahan kompetensi yang diajarkan pada murid serta
132
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

penerapan model pembelajaran inovatif di sekolah.


Kompetensi kecakapan abad 21 yakni mencakup kreatif
kritis, fleksibel, terbuka, inovatif, tangkas, kompetitif,
peka terhadap masalah, menguasai informasi, mampu
bekerja dalam “team work” lintas bidang, dan beradaptasi
terhadap perubahan merupakan kompetensi penting
untuk dibelajarkan kepada peserta didik untuk
menghadapi tantangan dan tuntutan hidup di era society
5.0 nantinya. Model pembelajaran yang menitikberatkan
pada proses deduksi, proses transfer pengetahuan oleh
pendidik pada murid tidak bisa lagi menjangkau
terjadinya percepatan perubahan. Model pembelajaran
berparadigma konstruktif, berpusat pada murid serta
berbasis eksperimen merupakan pilihan model strategis
untuk mempersiapkan murid menjadi warga unggul
hidup di masyarakat society 5.0 yang penuh tantangan
serta peluang. Model pembelajaran yang bisa memberikan
fasilitas pembelajaran kompetensi kecakapan abad 21 di
sekolah yakni model pembelajaran berbasis eksperimen
yang berlandaskan paradigma konstruktivistik yang
mencakup: inquiry training, inkuiri jurisprudensi, group
investigation, project based learning. Pembelajaran
kompetensi kecakapan abad 21 dengan model-model
pembelajaran berbasis penemuan tersebut perlu
diujicobakan agar mengetahui tingkat efektifitasnya.
(Usmaedi, 2021)
Kesiapan belajar dalam pembelajaran di Era Society 5.0
perlu dikelola dengan baik dari berbagai segi baik internal
maupun eksternal. Berbagai hal terkait dengan faktor
yang mendukung kesiapan belajar harus dapat
dimaksimalkan agar tujuan pembelajaran tercapai.
Pembelajaran dalam Era Society 5.0 memerlukan
kesiapan belajar yang matang baik dari diri peserta didik
maupun lingkungan belajarnya. Peserta didik harus
mampu beradaptasi dengan dunia teknologi sedangkan
pendidik selain harus mampu beradaptasi dengan
133
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

teknologi informasi, juga harus mampu menerapkan


model pembelajaran yang mendukung society 5.0 antara
lain: (1) inquiry training, (2) inkuiri jurisprudensi, (3) group
investigation dan (4) project based learning. Penggunaan
media pembelajaran interaktif dengan berbagai platform
variatif berbasis teknologi informasi merupakan alat
pendukung pembelajaran dalam era society 5.0. Model
pembelajaran berbasis High Order Thinking Skill juga
merupakan model pembelajaran yang dapat digunakan
sebagai langkah beradaptasi dalam era Society 5.0.
Dukungan orang tua serta Pihak Sekolah dalam
menciptakan lingkungan belajar bisa dilakukan dengan
mempersiapkan sarana dan prasarana pembelajaran bagi
peserta didik secara maksimal agar kesuksesan
pembelajaran dapat tercapai.

134
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

Daftar Pustaka
Andriyani, Wiwi, S. N. (2017). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kesiapan Belajar Peserta Didik Kelas
X Administrasi Perkantoran di SMK Negeri 1 Slawi
Tahun Pelajaran 2015/2016. Economic Education
Analysis Journal, 6(1), 218–228.
Effendi. (2017). Hubungan Readiness (kesiapan) Belajar
Siswa dengan Hasil Belajar Fisika Kelas X SMK
Muhammadiyah 03 Sukaraja. Jurnal Pendidikan
Fisika (JPF), 5(1), 15–24.
https://fkip.ummetro.ac.id/journal/index.php/fisika
/article/download/740/598
Faulinda, E. N., & Aghni Rizqi Ni’mal, A. (2020). Kesiapan
Pendidikan Indonesia Menghadapi era society 5.0.
Edcomtech : Jurnal Kajian Teknologi Pendidikan, 5(1),
61–66.
Handayani, N. N. L., & Muliastrini, N. K. E. (2020).
Pembelajaran Era Disruptif Menuju Era Society 5.0
(Telaah Perspektif Pendidikan Dasar). Prosiding
Webinar Nasional IAHN-TP Palangka Raya, ISBN: 978-
623-90547-6-2, 1–14.
Istanti, H. N. (2020). Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan
Pembelajaran Praktik Mahasiswa Baru Tata Busana
Di Era 4.0. Prosiding Pendidikan Teknik Boga Busana.
https://journal.uny.ac.id/index.php/ptbb/article/vie
w/36521
Komang Novita Sri, R. (2021). Sinergi pendidikan
menyongsong masa depan indonesia di era society 5.0.
Edukasi: Jurnal Pendidikan Dasar, 2(1), 87–100.
https://stahnmpukuturan.ac.id/jurnal/index.php/e
dukasi/article/view/1395
Mulyani, D. (2013). Hubungan Kesiapan Belajar Siswa
Dengan Prestasi Belajar. Jurnal Ilmiah Konseling, 2(1),
27–31. https://doi.org/10.24036/0201321729-0-00
Nurhalisa. (n.d.). Kesiapan Pembelajaran Sejarah Dalam
menghadapi Era Revolusi Industri 4.0 menuju Society
5.0. Prosiding: Urgensi Kesadaran Sejarah Dan

135
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

Pelestarian Budaya Daerah Di Era Revolusi Industri


4.0, 325–331.
Pangestu, D., & Rohinah. (2018). Pengaruh Kesiapan
Belajar Terhadap Keaktifan Peserta Didik dalam
Proses Pembelajaran AUD. Jurnal Ilmiah Tumbuh
Kembang Anak Usia Dini, 3(2), 81–90.
Sasikirana, V., & Herlambang, Y. T. (2020). Urgensi
Merdeka Belajar di Era Revolusi Industri 4.0 dan
Tantangan Society 5.0. E-Tech, 8(02), 1–8.
https://doi.org/10.1007/XXXXXX-XX-0000-00
Sinta, V. (2017). Pengaruh Kesiapan Belajar Terhadap
Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X Di Sma
Bina Jaya Palembang. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan
Ekonomi, 1,(1), 11–20.
Suryadi, S. (2020). Pembelajaran Era Disruptif Menuju
Masyarakat 5.0 (Sebuah Telaah Perspektif Manajemen
Pendidikan). Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang,
16–29. https://jurnal.univpgri-
palembang.ac.id/index.php/Prosidingpps/article/vie
w/3783
Usmaedi, U. (2021). Educatiom Curriculum for Society 5.0
in The next Decade. Jurnal Pendidikan Dasar
Setiabudhi, 4(2), 63–79.
Wahyuni, D. (2005). Pengaruh Kesiapan Belajar, Motivasi
Belajar Dan Pengulangan Materi Pelajaran Terhadap
Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Pada Siswa
Kelas Ii Ma Al Asror Gunung Pati Tahun Pelajaran
2004/2005. In Skripsi.

136
KESIAPAN BELAJAR PADA PEMBELAJARAN DI ERA SOCIETY 5.0

Profil Penulis
Lusiani
Penulis kelahiran Cilacap ini adalah dosen
program studi Teknika di Akademi Maritim
Nusantara sejak tahun 2015 hingga saat ini.
Muslim yang senang bermain dengan angka ini
menyelesaikan pendidikan formal Sarjana
Pendidikan Fisika di Universitas Negeri Yogyakarta pada Tahun
2011 dan Magister Pendidikan Sains di Universitas Negeri
Yogyakarta pada Tahun 2013.
Penulis memiliki keahlian di bidang fisika dan ilmu sains
lainnya. Penulis tertarik dengan ilmu sains sejak duduk di
bangku Sekolah Menengah Atas hingga saat ini. Beberapa
penelitian yang telah dipublikasikan yakni selingkup dengan
bidang fisika serta pendidikan fisika. Penulis juga tertarik
menulis beberapa buku bidang fisika, maupun selingkup
pendidikan lainnya. beberapa buku yang telah ditulis bersama
rekan sejawat lainnya yakni Buku Fisika Optik untuk Umum
dan Mata; Buku Fisika Dasar Mekanika. Penulis juga aktif
dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat seputar
penerapan aplikasi media pembelajaran baik daring maupun
luring sesuai bidang yakni fisika dan pendidikan fisika.
Kolaborasi antara pendidikan fisika yang diterapkan di bidang
kemaritiman dan bidang lainnya menjadi fokus utama
pengembangan ilmu dalam tahap adaptasi ilmiah.
Email: anilusi0287@gmail.com

137
138
10
ASESMEN DALAM
PEMBELAJARAN

Febri Rismaningsih, S.Pd.Si., M.Sc


Universitas Islam Syekh-Yusuf

Pengertian Pengukuran, Asesmen, Evaluasi Dan Tes


Upaya yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan
peserta didik tidak terlepas dari tiga konsep penilaian
antara lain pengukuran, asesmen, dan evaluasi yang
mempunyai sifat hierarkis artinya kegiatan dilakukan
secara berurutan atau bertahap. Pengukuran dapat
diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan
untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan
selalu berupa angka. Angka yang diperoleh dari hasil
pengukuran proses dan hasil pembelajaran tersebut
bersifat kuantitatif dan belum dapat memberikan makna
apa-apa, karena belum menyatakan tingkat kualitas dari
apa yang diukur sehingga perlu dibandingkan dengan
kriteria atau patokan tertentu (Poerwanti, 2001).
Pengukuran dalam pembelajaran adalah proses yang
berusaha untuk mendapatkan representasi secara
kuantitatif tentang sejauh mana suatu ciri yang dimiliki
oleh peserta didik (Shofiyah & Sartika, 2018).
Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses
untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun
yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan

139
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

keputusan tentang siswa baik yang menyangkut


kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah
maupun kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan
tentang siswa ini termasuk bagaimana guru mengelola
pembelajaran di kelas, bagaimana guru menempatkan
siswa pada program-program pembelajaran yang berbeda,
tingkatan tugas-tugas untuk siswa yang sesuai dengan
kemampuan dankebutuhan masing-masing, bimbingan
dan penyuluhan, dan saran untuk studi lanjut (Poerwanti,
2001). Asesmen merupakan bagian yang sangat penting
dan tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pembelajaran.
Tujuan utama dari asesmen adalah meningkatkan
kualitas belajar siswa, bukan sekedar penentuan skor.
Oleh karena itu asesmen dimaksudkan sebagai suatu
strategi dalam pemecahan masalah pembelajaran melalui
berbagai cara pengumpulan dan penganalisisan informasi
untuk pengambilan keputusan atau tindakan berkaitan
dengan semua aspek pembelajaran Cole & Chan, 1994
dalam (Herman, 2012). Proses dari asesmen biasanya
memerlukan tingkat pemikiran analitis lebih tinggi serta
memerlukan serangkaian upaya untuk menjawab
pertanyaan yang spesifik. Di lain pihak, asesmen
dipandang sebagai kegiatan yang biasa dilakukan
terpisah dari pembelajaran dan umumnya dilakukan
melalui tes pencapaian (achievement test). Tes seperti ini
bisanya dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran untuk
mengukut hasil belajar siswa. Banyak argumen yang
menyatakan bahwa tes pencapaian sampai sekarang ini
masih relevan untuk mengukur hasil dari proses belajar
dan menentukan siswa dalam kegiatan remediasi sebagai
upaya penuntasan belajar (Herman, 2012).
Evaluasi dapat diartikan sebagai kegiatan pemberian arti,
nilai dan makna terhadap hasil asesmen dalam
pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan patokan,
aturan atau standar yang telah ditetapkan (Yusuf, 2015).
Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan
140
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

yang sistematis , berkelanjutan dan menyeluruh dalam


rangka pengendalian, penjaminan dan penetapan kualitas
(nilai dan arti) pembelajaran terhadap berbagai komponen
pembelajaran, berdasarkan pertimbangan dan kriteria
tertentu, sebagai bentuk pertanggungjawaban guru dalam
melaksanakan pembelajaran (Shofiyah & Sartika, 2018).
Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau
sejumlah pertanyaan yang harus dijawab peserta didik
untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaan
terhadap materi (Uno, Koni, & Ispurwanti, 2013). Tes
merupakan alat ukur yang sering digunakan dalam
asesmen pembelajaran disamping alat ukur yang lain.
Kaitan Pengukuran, Asesmen, Evaluasi Dan Tes
Kaitan antara pengukuran, asesmen, evaluasi dan tes
dapat dilihat pada diagram berikut ini :

Gambar 1. Diagram Kaitan Antara Pengukuran, Asesmen,


Evaluasi dan Tes
Sumber : Gabel, 1993 dalam (Erwin, 2016)

Pada diagram tersebut terlihat jelas kaitan antara


pengukuran, asesmen, evaluasi dan tes dimana dalam

141
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

melakukan asesmen selalu diawali dengan menyusun tes


atau nontes sebagai alat ukur, hasil pengukuran berupa
angka bersifat kuantitatif belum bermakna bila tidak
dilanjutkan dengan proses asesmen dengan
membandingkan hasil pengukuran dengan kriteria
tertentu sebagai landasan pengambilan keputusan dalam
pembelajaran. Sebaliknya, asesmen tidak dapat
dilakukan tanpa didahului oleh proses pengukuran
(Poerwanti, 2001). Apabila pendidik melangkah lebih jauh
dalam menginterpretasikan skor sebagai hasil
pengukuran tersebut dengan menggunakan standar
tertentu untuk menentukan nilai atas dasar
pertimbangan tertentu, maka kegiatan pendidik tersebut
telah melangkah lebih jauh menjadi evaluasi (Zainul &
Nasution, 2001).
Tujuan, Fungsi Dan Prinsip Asesmen
Asesmen memiliki beberapa tujuan antara lain untuk
mendiagnosa kelebihan dan kelemahan siswa dalam
belajar, memonitor kemajuan siswa, menentukan jenjang
kemampuan siswa, menentukan efektivitas pembelajaran
dan persepsi publik tentang efektivitas pembelajaran
Popham 1995 dalam (Prayogo, 2017). Sedangkan tujuan
asesmen menurut (Depdiknas, 2006) yaitu :
1. Untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi
selama dan setelah proses pembelajaran berlangsung.
2. Untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik
agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam
proses pencapaian kompetensi.
3. Untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis
kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik
sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial.

142
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

4. Untuk umpan balik bagi guru dalam memperbaiki


metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar
yang digunakan.
5. Untuk memberikan pilihan alternatif penilaian kepada
guru.
6. Untuk memberikan informasi kepada orang tua dan
komite sekolah tentang efektivitas pendidikan.
Jenis asesmen sesuai fungsinya terdiri dari: asesmen
sebagai proses pembelajaran (assessment as learning),
asesmen untuk proses pembelajaran (assessment for
learning), dan asesmen pada akhir proses pembelajaran
(assessment of learning). Selama ini pelaksanaan asesmen
cenderung berfokus pada asesmen sumatif yang dijadikan
acuan untuk mengisi laporan hasil belajar. Hasil asesmen
belum dimanfaatkan sebagai umpan balik untuk
perbaikan pembelajaran (Sufyadi, et al., 2021).
Tabel 1. Jenis Asesmen Sesuai Fungsinya

Asesmen Asesmen Asesmen PADA


SEBAGAI UNTUK proses AKHIR proses
proses pembelajaran pembelajaran
pembelajaran (Assessment (Assessment
(Assessment FOR Learning) OF Learning)
AS Learning)

Asesmen Asesmen Asesmen


untuk refleksi untuk untuk evaluasi
proses perbaikan pada akhir
pembelajaran proses proses
pembelajaran pembelajaran
Berfungsi
sebagai Berfungsi Berfungsi
asesmen sebagai sebagai
formatif asesmen asesmen
formatif sumatif

Assessment as dan for learning mempunyai perbedaan


yaitu assessment as learning lebih melibatkan peserta

143
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

didik secara aktif dalam kegiatan asesmen, diberi


pengalaman untuk belajar menjadi penilai bagi diri sendiri
(self assessment) dan antarteman (peer assessment).
Asesmen ini berfungsi sebagai bahan refleksi diri, yang
nantinya dapat digunakan oleh pendidik sebagai
data/informasi untuk mengkonformasi capaian hasil
belajar peserta didik. Pelaksanaan asesmen dapat sejalan
dengan tujuan yang hendak dicapai jika pendidik
memperhatikan karakteristik dan fungsi asesmen formatif
dan sumatif seperti yang dijelaskan pada tabel berikut ini
(Sufyadi, et al., 2021).
Tabel 2. Karakteristik dan Fungsi Asesmen Formatif dan
Sumatif

Jenis Fungsi Teknik Hasil/Dokume


Asesmen ntasi

Formatif (as Mendiagnosis Berbagai Produk hasil


and for kemampuan Teknik belajar
learning) awal dan asesmen
Jurnal refleksi
kebutuhan (praktik,
peserta didik
belajar peserta produk,
didik proyek, Rencana
portofolio, tindak lanjut
Umpan balik
tes atas hasil
bagi pendidik
tertulis/li asesmen
untuk
san)
memperbaiki Catatan hasil
proses observasi
pembelajaran
Catatan
agar menjadi
anekdotal
lebih bermakna
Nilai berupa
Umpan balik
angka
bagi peserta
didik untuk
memperbaiki
strategi
pembelajaran
Mendiagnosis
daya serap
materi peserta

144
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

didik dalam
aktivitas
pembelajaran di
kelas
Memacu
perubahan
suasana kelas
sehingga dapat
meningkatkan
motivasi belajar
peserta didik
dengan
program-
program
pembelajaran
yang positif,
suportif, dan
bermakna

Sumatif di Alat ukur untuk Berbagai Produk hasil


akhir mengetahui Teknik belajar
lingkup pencapaian hasil asesmen
Nilai berupa
materi (for belajar peserta (praktik,
angka
and of didik dalam satu produk,
learning) lingkup materi proyek,
portofolio,
Refleksi
tes
pembelajaran
tertulis,
dalam satu
tes lisan)
lingkup materi
Umpan balik
untuk
merancang/perb
aikan proses
pembelajaran
berikutnya
Melihat
kekuatan dan
kelemahan
belajar pada
peserta didik
selama
pembelajaran

145
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

satu lingkup
materi

*Sumatif Alat ukur untuk Praktik, Produk hasil


semester (of mengetahui produk, belajar
learning) pencapaian hasil proyek,
Nilai berupa
belajar peserta portofolio,
Merupakan angka
didik pada tertulis
pilihan.
periode tertentu
Satuan
Mendapatkan
pendidikan
nilai capaian
dapat
hasil belajar
melakukan
untuk
sumatif
dibandingkan
pada akhir
dengan kriteria
semester
capaian yang
jika satuan
telah ditetapkan
pendidikan
merasa Umpan balik
perlu untuk
mengkonfor merancang/perb
masi hasil aikan proses
sumatif pembelajaran
akhir semester/tahun
lingkup ajaran
materi berikutnya
untuk (sama seperti
mendapatka fungsi penilaian
n data yang formatif)
lebih
Melihat
lengkap
kekuatan dan
kelemahan
belajar pada
peserta didik
(sama seperti
fungsi pada
asesmen
diagnostik)

Prinsip-prinsip asesmen yang perlu diterapkan pada


pembelajaran paradigma baru sebagai berikut (Sufyadi,
et al., 2021):

146
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

1. Asesmen merupakan bagian terpadu dari proses


pembelajaran, memfasilitasi pembelajaran, dan
menyediakan informasi yang holistik sebagai umpan
balik untuk pendidik, peserta didik, dan orang tua
agar dapat memandu mereka dalam menentukan
strategi pembelajaran selanjutnya.
a. Hal-hal yang perlu dilakukan :
1) Asesmen merujuk pada kompetensi yang di
dalamnya tercakup ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
2) Asesmen dilakukan terpadu dengan
pembelajaran.
3) Melibatkan peserta didik dalam melakukan
asesmen, melalui penilaian diri (self
assessment), penilaian antarteman (peer
assessment), refleksi diri, dan pemberian
umpan balik antarteman (peer feedback).
4) Pemberian umpan balik dilakukan dengan
mendeskripsikan usaha terbaik untuk
menstimulasi pola pikir bertumbuh, dan
memotivasi peserta didik.
b. Hal-hal yang perlu ditinggalkan :
1) Asesmen pada ranah sikap, pengetahuan
dalam keterampilan dilakukan secara
terpisah-pisah.
2) Asesmen dilakukan secara terpisah dari
pembelajaran.
3) Asesmen hanya dilakukan oleh pendidik.
4) Umpan balik berupa kalimat pujian yang
pendek, missal bagus, keren, pintar, pandai,
cerdas dan sebagainya.

147
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

2. Asesmen dirancang dan dilakukan sesuai dengan


fungsi asesmen tersebut, dengan keleluasaan untuk
menentukan teknik dan waktu pelaksanaan asesmen
agar efektif mencapai tujuan pembelajaran.
a. Hal-hal yang perlu dilakukan :
1) Membangun komitmen dalam menyusun
perencanaan asesmen yang berfokus pada
asesmen formatif.
2) Menggunakan beragam jenis, teknik dan
instrumen penilaian formatif dan sumatif
sesuai dengan karakteristik mata pelajaran,
capaian pembelajaran, tujuan pembelajaran
dan kebutuhan peserta didik.
3) Asesmen dilakukan dengan alokasi waktu
yang terencana.
4) Mengkomunikasikan kepada peserta didik
tentang jenis, teknik, dan instrumen penilaian
yang akan digunakan. Harapannya, peserta
didik akan berusaha mencapai kriteria yang
terbaik sesuai dengan kemampuannya.
b. Hal-hal yang perlu ditinggalkan :
1) Berfokus pada asesmen sumatif.
2) Tidak menggunakan instrumen penilaian atau
menggunakan instrumen asesmen, namun
tidak sejalan dengan karakteristik mata
pelajaran, capaian pembelajaran, tujuan
pembelajaran dan kebutuhan peserta didik.
3) Asesmen dilakukan mendadak.
4) Jenis, teknik, dan instrumen asesmen hanya
dipahami oleh pendidik, sehingga peserta
didik tidak memiliki gambaran kriteria terbaik
yang dapat dicapai.

148
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

3. Asesmen dirancang secara adil, proporsional, valid,


dan dapat dipercaya (reliable) untuk menjelaskan
kemajuan belajar dan menentukan keputusan
tentang langkah selanjutnya.
a. Hal-hal yang perlu dilakukan :
1) Asesmen dilakukan dengan memenuhi prinsip
keadilan tanpa dipengaruhi oleh latar
belakang peserta didik.
2) Menerapkan moderasi asesmen, yaitu
berkoordinasi antarpendidik untuk
menyamakan persepsi kriteria, sehingga
tercapai prinsip keadilan.
3) Menggunakan instrumen asesmen yang
mampu mengukur capaian kompetensi
dengan tepat.
b. Hal-hal yang perlu ditinggalkan :
1) Asesmen lebih menguntungkan peserta didik
karena latar belakang tertentu.
2) Adanya unsur subjektivitas dalam asesmen.
3) Menggunakan instrument asesmen yang tidak
sesuai dengan tujuan dan aktivitas
pembelajaran.
4. Laporan kemajuan belajar dan pencapaian peserta
didik bersifat sederhana dan informatif, memberikan
informasi yang bermanfaat tentang karakter dan
kompetensi yang dicapai serta strategi tindak
lanjutnya.
a. Hal-hal yang perlu dilakukan :
1) Jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak.
2) Ketercapaian kompetensi dituangkan dalam
bentuk angka dan deskripsi.

149
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

3) Laporan kemajuan belajar hendaknya


didasarkan pada bukti dan pencatatan
perkembangan kemajuan belajar peserta
didik.
4) Laporan kemajuan belajar digunakan sebagai
dasar penerapan strategi tindak lanjut untuk
pengembangan kompetensi peserta didik.
b. Hal-hal yang perlu ditinggalkan :
1) Bahasa yang kompleks dan terlalu ilmiah.
2) Penggunaan kata atau kalimat negatif.
3) Ketercapaian kompetensi dituangkan hanya
dalam bentuk angka.
4) Laporan kemajuan belajar tidak didasarkan
pada bukti dan pencatatan perkembangan
kemajuan belajar atau didasarkan hanya
pada bukti yang tidak mencukupi.
5. Hasil asesmen digunakan oleh peserta didik,
pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua sebagai
bahan refleksi untuk meningkatkan mutu
pembelajaran.
a. Hal-hal yang perlu dilakukan :
1) Satuan Pendidikan memeiliki strategi agar
hasil asesmen digunakan sebagai refleksi oleh
peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan,
dan orang tua untuk meningkatkan mutu
pembelajaran.
b. Hal-hal yang perlu ditinggalkan :
1) Hasil asesmen hanya dijadikan data dan tidak
ditindaklanjuti untuk meningkatkan mutu
pembelajaran.

150
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

2) Hasil asesmen dijadikan perbandingan antar


peserta didik.
Perencanaan dan Pelaksanaan Asesmen Pembelajaran
Paradigma Baru
Menurut (Sufyadi, et al., 2021) beberapa pemahaman
yang perlu dimiliki pendidik agar dapat melaksanakan
asesmen yang efektif antara lain :
1. Penerapan pola pikir bertumbuh (Growth Mindset)
Penerapan pola pikir bertumbuh dalam asesmen
diharapkan membangun kesadaran bahwa proses
pencapaian tujuan pembelajaran lebih penting
daripada sebatas hasil akhir.
2. Terpadu
Asesmen dilaksanakan terpadu dengan pembelajaran
mencakup kompetensi pada ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang saling terkait.
Rumusan capaian pembelajaran telah
mengakomodasi tiga ranah tersebut.
3. Keleluasaan dalam menentukan waktu asesmen
Asesmen diagnostik, waktu asesmennya yaitu awal
pembelajaran maupun awal lingkup materi. Asesmen
formatif, waktu asesmennya selama proses
pembelajaran serta asesmen sumatif, waktu
asesmennya selesai 1 lingkup materi yang terdiri
beberapa tujuan pembelajaran, pada akhir fase dan
jika diperlukan untuk menguatkan konfirmasi
capaian hasil belajar, asesmen sumatif dapat
dilakukan pada akhir semester, berfokus pada
kompetensi yang dipelajari selama satu semester.
4. Keleluasaan dalam menentukan jenis asesmen
Dalam pembelajaran intrakurikuler, pendidik
diberikan keleluasaan dalam merencanakan dan

151
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

menggunakan jenis asesmen dengan


mempertimbangkan: karakteristik mata pelajaran,
karakteristik dan kemampuan peserta didik, capaian
pembelajaran, dan tujuan pembelajaran serta daya
dukung yang tersedia.
5. Keleluasaan dalam menggunakan teknik dan
instrumen asesmen
Pendidik diberikan keleluasaan dalam menggunakan
teknik dan instrumen penilaian. Misalnya untuk
teknik asesmen yaitu observasi, performa serta tes
tertulis atau lisan kemudian instrument asesmen
yang digunakan yaitu rubrik, eksemplar, ceklis,
catatan anekdotal dan grafik perkembangan peserta
didik (kontinum).
6. Keleluasaan dalam menentukan kriteria ketercapaian
tujuan pembelajaran
Setiap satuan pendidikan dan pendidik akan
menggunakan alur tujuan pembelajaran dan modul
ajar berbeda, oleh sebab itu untuk mengidentifikasi
ketercapaian tujuan pembelajaran pendidik akan
menggunakan kriteria yang berbeda, baik dalam
bentuk angka kuantitatif dan data kualitatif sesuai
dengan karakteristik tujuan pembelajaran, aktivitas
pembelajaran dan asesmen yang dilaksanakan.
Kriteria ini disebut dengan kriteria ketercapaian
tujuan pembelajaran.
Kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran
diturunkan dari indikator asesmen suatu tujuan
pembelajaran, yang mencerminkan ketercapaian
kompetensi pada tujuan pembelajaran. Kriteria ini
berfungsi untuk merefleksikan proses pembelajaran
dan mendiagnosis tingkat penguasaan kompetensi
peserta didik agar pendidik dapat memperbaiki proses

152
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

pembelajaran dan atau memberikan intervensi


pembelajaran yang sesuai kepada peserta didik.
Kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran tidak
menjadi standar minimum yang harus dicapai setiap
peserta didik. Setiap peserta didik mungkin berada
pada kriteria pencapaian yang berbeda, dengan
demikian kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran
menjadi sumber informasi atau data bagi pendidik
untuk menentukan tindak lanjut penyesuaian
pembelajaran sesuai kondisi peserta didik.
7. Keleluasaan dalam mengolah hasil asesmen
Satuan Pendidikan diberikan keleluasaan untuk
mengolah hasil asesmen dengan mempertimbangkan
karakteristik mata pelajaran, capaian pembelajaran,
alur tujuan pembelajaran dan aktivitas pembelajaran.
Pengolahan hasil asesmen dilakukan dengan
memanfaatkan hasil formatif dan sumatif. Terdapat 2
jenis data yaitu data hasil asesmen yang berupa angka
(kuantitatif) serta data hasil asesmen yang berupa
narasi (kualitatif). Adapun tujuan pengolahan data
yaitu :
a. Memperoleh informasi hasil belajar yang telah
dicapai oleh peserta didik dalam kurun waktu
tertentu yang akan disajikan pada laporan
kemajuan belajar.
b. Memetakan kekuatan dan kelemahan peserta
didik untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar
pemberian umpan balik.

8. Keleluasaan dalam menentukan kriteria kenaikan


kelas

153
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk


menentukan kebijakan kenaikan kelas dengan
mempertimbangkan laporan kemajuan belajar,
portofolio peserta didik,
ekstrakurikuler/prestasi/penghargaan peserta didik
dan tingkat kehadiran. Pendidik diharapkan mampu
menjalankan fungsi asesmen secara optimal sehingga
mampu mendiagnostik perkembangan peserta didik.
Hasil diagnostik digunakan sebagai rujukan untuk
melakukan tindak lanjut pembelajaran.

154
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

Daftar Pustaka

Depdiknas. (2006). Panduan Penilaian Berbasis Kelas.


Jakarta: Depdiknas.
Erwin. (2016). Perbandingan Evaluasi, Asesmen, Tes, dan
Pengukuran dan Evaluasi Program. Bandung: Sekolah
Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Herman, T. (2012). Asesmen Dalam Pembelajaran
Matematika Realistik. Bandung: Jurusan Pendidikan
Matematika, Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan
Indonesia.
Poerwanti, E. (2001). Evaluasi Pembelajaran. Malang:
UMM Press.
Prayogo, S. (2017). Asesmen Pembelajaran. Salatiga:
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Kristen Satya Wacana.
Shofiyah, N., & Sartika, S. B. (2018). Asesmen
Pembelajaran. Sidoarjo: Umsida Press.
Sufyadi, S., Lambas, Rosdiana, T., Rochim, F. A., Novrika,
S., Iswoyo, S., . . . Mahardhika, R. L. (2021). Panduan
Pembelajaran dan Asesmen, Jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah (SD/MI, SMP/MTs,
SMA/SMK/MA). Jakarta: Pusat Asesmen dan
Pembelajaran, Badan Penelitian dan Pengembangan
dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan
Riset dan Teknologi.
Uno, H. B., Koni, S., & Ispurwanti, D. (2013). Assessment
Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Yusuf, A. M. (2015). Asesmen dan Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Zainul, A., & Nasution, N. (2001). Penilaian Hasil Belajar.
Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.

155
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN

Profil Penulis
Febri Rismaningsih
Lahir di Bantul pada tanggal 16 Februari 1989.
Menyelesaikan Pendidikan S1 jurusan
Pendidikan Fisika di Universitas Negeri
Yogyakarta pada tahun 2010, kemudian
melanjutkan Pendidikan S2 Ilmu Fisika di
Universitas Gadjah Mada, diselesaikan pada
tahun 2014. Sejak tahun 2016 hingga saat ini menjadi dosen
tetap Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Islam
Syekh-Yusuf Tangerang. Mengampu mata kuliah Fisika Dasar
Mekanika dan Fisika Dasar Listrik Magnet.
Penulis memiliki kepakaran di bidang Pendidikan fisika dan
metode geofisika elektromagnetik. Untuk mewujudkan karir
sebagai dosen profesional, penulis pun aktif sebagai peneliti
dibidang kepakarannya tersebut. Beberapa penelitian yang
telah dilakukan antara lain Perbedaan penggunaan metode
eksperimen dengan pendekatan inkuiri dan verifikasi terhadap
hasil belajar siswa, Estimasi Keterhubungan Sungai Bawah
Tanah Antara Seropan dan Bribin dengan Metode Geofisika Very
Low Frequency di Daerah Gunungkidul, Yogyakarta,
Pengembangan Alat Praktikum Venturimeter sebagai Media
Penunjang Perkuliahan Fisika Dasar Prodi Teknik Sipil
Universitas Islam Syekh-Yusuf dan beberapa publikasi di
bidang ilmu fisika maupun pengabdian kepada masyarakat.
Pada tahun 2017, penulis terpilih sebagai peserta Magang
Dosen Kemenristek DIKTI di Universitas Gadjah Mada dan di
tahun yang sama, penulis mendapat penghargaan Best Poster
pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi yang
diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Jakarta. Saat
ini penulis menjalankan tugas sebagai asesor Badan Akreditasi
Nasional Sekolah/Madrasah Provinsi Banten Tahun 2021-2025.
Email Penulis: frismaningsih@unis.ac.id

156
11
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN
PEMBELAJARAN MENARIK

Erry Ersani, S.Pd


Universitas Negeri Yogyakarta

Sekolah Para Juara


Syahdan, di sebuah hutan yang dihuni berbagai macam
binatang besar dan kecil sedang berdiskusi mengenai
keterbatasan pangan dan kemampuan hewan dalam
bertahan hidup. Binatang-binatang besar berencana
menciptakan sebuah “sekolah” yang di dalamnya akan
diajarkan berbagai mata pelajaran seperti memanjat,
menggali, terbang, berenang, berlari, dan lain sebagainya.
Sekolah akhirnya dibuka. Banyak siswa yang datang dari
berbagai sudut hutan. Mulanya, sekolah berjalan dengan
lancar hingga suatu hari muncul suatu permasalahan.
Kelinci merupakan binatang yang pandai berlari dan
ketika mengikuti pelajaran berenang membuatnya hampir
tenggelam. Hal ini membuat kelinci sibuk mempelajari
pelajaran berenang hingga kemampuan berlarinya tidak
secepat sebelumnya. Elang yang pandai terbang sibuk
mempelajari pelajaran menggali hingga menyita waktu
dan kemampuan terbangnya mengalami penurunan.
Binatang lain pun juga demikian. Para binatang tidak
berkesempatan untuk berprestasi sesuai keahlian
masing-masing. Begitupun dalam kehidupan nyata.

157
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

Seharusnya anak dibiarkan berkembang sesuai


kecerdasannya.
Cerita tersebut dapat dijumpai dalam buku karya Thomas
Armstrong ,In Their Own Way: Discovering and
Encouraging Your Child’s Multiple Intellegences (1987)
Pada mulanya, paradigma kecerdasan manusia diukur
berdasarkan tingkat Intelligence Quotients (IQ). Hal ini
mendasari Howard Gardner melakukan penelitian hingga
menemukan multiple intelligences. Kecerdasan manusia
terdiri dari sepuluh kecerdasan yaitu, kecerdasan
spasial/visual, kinestik, musical, linguistik, logika,
interpersonal, intrapersonal, naturalis, intuisi, dan
spiritual.
1. Kecerdasan : Kemampuan
spasial/virtual memvisualisasikan gambar
di dalam pikiran.
2. Kecerdasan : Kemampuan
kinestik mengekspresikan pemikiran
dan perasaan melalui gerak
tubuh secara terampil dan
lincah.
3. Kecerdasan : Kemampuan untuk
musical menikmati, mengamati,
membedakan, mengarang,
membentuk, dan
mengekspresikan jenis-jenis
musik.
4. Kecerdasan : Kemampuan dalam
linguistik mengolah kata-kata secara

158
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

efektif dan mampu


menyampaikan dengan baik.
5. Kecerdasan logika : Kemampuan dalam
mengolah angka dan
terampil dalam
menggunakan daya pikir dan
akal sehat yang bersifat
ilmiah.
6. Kecerdasan : Kemampuan untuk
interpersonal membaca ekspresi wajah,
suara, dan ekspresi gerakan
seseorang.
7. Kecerdasan : Kemampuan seseorang
intrapersonal untuk memahami kekuatan
dan kelemahan diri sendiri.
8. Kecerdasan : Kemampuan mengenali
naturalis tanaman, berinteraksi
dengan hewan, dan
membuat rincian terhadap
yang dilihat dan ditemukan.
9. Kecerdasan intuisi : Kemampuan merasakan dan
mengetahui suatu hal tanpa
alasan tertentu. Kemampuan
ini dapat muncul melalui
berbagai macam pola
pengalaman di masa lalu.

159
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

10. Kecerdasan : Kemampuan menyadari,


spiritual menentukan, dan
menempatkan makna, nilai,
moral, dan cinta terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan konsep multiple intelligences Howard


Gardner, implikasi dalam dunia pendidikan yaitu peserta
didik dipandang sebagai individu yang unik. Guru dapat
melihat bahwa terdapat berbagai variasi dalam proses
pembelajaran yang berdampak pada cara pandang,
evaluasi, dan termasuk di dalamnya cara membangun
pembelajaran yang menarik dengan memperhatikan
adanya keragaman multiple intelligences pada peserta
didik. Selain itu, kecenderungan jenis kecerdasan yang
dimiliki peserta didik dapat mempengaruhi gaya belajar
peserta didik yang bersangkutan. Sebagai contoh peserta
didik yang memiliki kecerdasan visual akan mudah
memahai dengan melihat dibandingkan dengan
mendengar. Peserta didik yang memiliki kecenderungan
ini akan mudah bosan jika guru mengaja menggunakan
gaya ceramah. Gaya belajar peserta didik dapat menjadi
dasar bagi guru untuk menerapkan gaya mengajar selama
proses pmebelajaran.
Pembelajaran Abad 21
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu
tujuan negara Indonesia. Hal ini diwujudkan melalui
penyelenggaran sistem pendidikan nasional. Pendidikan
merupakan modal untuk menyiapkan manusia yang
berkualitas. Pembelajaran di kelas tidak terlepas dari
peran guru, peserta didik, media, dan sumber belajar, lalu
bagaimana dengan pembelajaran abad 21?. Pembelajaran
abad 21 merupakan pembelajaran yang dibangun melalui
pengintegrasian pengetahuan dan teknologi dalam proses

160
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

pembelajaran. Hal ini menunjukan adanya reformasi


pendidikan dengan tujuan membekali peserta didik
dengan keterampilan esensial untuk menghadapi abad
21.
Keterampilan esensial tadi dikenal dengan 4C yaitu critical
thinking and probelem solving (berpikir kritis dan
menyelesaikan masalah), creativity (kreativitas),
communications skills (kemampuan berkomunikasi), dan
ability to work collaboratively (kemampuan untuk
bekerjasama). Keterampilan ini dimaksudkan untuk
mempersiapkan generasi muda menjadi bagian dari global
dan berwawasan luas. Oleh karena itu, guru perlu
mengembangkan daya kreativitas dan inovasi dalam
menyajikan pembelajaran terutama melalui pemanfaatan
teknologi agar peserta didik menjadi lebih aktif. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Darmadi (2020: 28) yang
menyebutkan bahwa guru adalah ujung tombak
pendidikan karena secara langsung mempengaruhi,
membina, dan mengembangkan pengetahuan peserta
didik.
Pembelajaran Menarik
Teknologi terus berkembang dan tantangan di setiap masa
bersifat dinamis. Salah satunya berupa tantangan dalam
dunia pendidikan. Standar pembelajaran yang dianggap
menarik pada tahun sembilan puluhan tentu berbeda
dengan saat ini. Pembelajaran yang menyenangkan dapat
membuat peserta didik terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat Simatupang
(2019: 7) yang menjelaskan mengenai peran guru dalam
menciptakan interaksi edukatif berupa suasana belajar
yang menggairahkan dan menyenangkan.
Menurut Suyanto dan Jihad (2013: 48) pembelajaran
menarik merupakan pembelajaran yang di dalamnya

161
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

terdapat cerita, nyanyian, tantangan, dan pemenuhan


rasa ingin tahu peserta didik. Pembelajaran yang menarik
tidak hanya menyenangkan peserta didik, tetapi terdapat
tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran
berupa pengetahuan dan keterampilan. Hal ini sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan yang pada pasal 19
ayat 1 disebutkan bahwa proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan psikologis peserta didik.
Membangun Pembelajaran Menarik
Menurut Purkey dan Strahan (1995: 1-3) untuk
mewujudkan pembelajaran yang menarik maka
disarankan terdapat empat hal yang harus dipenuhi
untuk mewujudkan pembelajaran menarik.
1. Kepercayaan
Selama proses pembelajaran diperlukan rasa saling
membutuhkan diantara guru dan peserta didik. Hal
ini karena proses pembelajaran merupakan kegiatan
bersama dan saling mendukung antara guru dan
peserta didik.
2. Rasa hormat
Rasa hormat merupakan rasa kepedulian yang
mendalam. Rasa saling menghormati diantara guru
dan peserta didik adalah dasar terciptanya tanggung
jawab bersama dalam proses pembelajaran.
3. Optimisme
Setiap peserta didik bersifat unik karena memiliki
potensi yang tidak terbatas. Peserta didik harus

162
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

optimis dalam aktivitas pembelajaranmMeskipun


terkadang peserta didik belum menemukan dan
menyadari potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu,
penting bagi guru untuk membangun rasa optimis
terhadap potensi yang dimiliki peserta didik.

4. Kesengajaan
Guru dapat merancang program pembelajaran bagi
peserta didik untuk mengetahui dan mengukur
potensi peserta didik dalam mempelajari suatu bahan
ajar.
Tips Dan Trik Membangun Pembelajaran Menarik
Pembelajaran menarik sering diidentikan dengan
pembelajaran melalui pengalaman yang menyenangkan
bagi peserta didik. Menurut Indrawati dan Setiawan
(2009: 16) terdapat ciri-ciri suasana pembelajaran
menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Suasana Pembelajaran Suasana Pembelajaran
Menyenangkan Tidak Menyenangkan
Rileks Tertekan
Bebas dari tekanan Perasaan terancam
Bangkitnya minat belajar Perasaan menakutkan
Terdapat keterlibatan Merasa tidak berdaya
penuh
Perhatian peserta didik Tidak bersemangat
tercurah
Bersemangat Malas/tidak berminat
Perasaan gembira Suasana pembelajaran
Konsentrasi tinggi monoton
Lingkungan belajar yang
menarik misalnya,
keadaan ruang kelas, dan
pengaturan tempat duduk.

163
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

Berikut beberapa cara menciptakan pengalaman


menyenangkan bagi peserta didik dalam rangka
membangun pembelajaran yang menarik.
1. Menciptakan suasana rileks
Menciptakan suasana rileks dapat diartikan dengan
lingkungan tanpa stress. Pada kenyataannnya,
peserta didik sering mendapat tekanan dari orang tua
dan guru-guru melalui harapan dan ekspektasi yang
dilimpahkan kepada peserta didik. Peserta didik tidak
dapat belajar optimal dalam keadaan stress. Salah
satu cara untuk menciptakan suasana rileks bagi
peserta didik yaitu dengan tidak menuntut peserta
didik bertindak melebihi batas kemampuannya.
Pembelajaran yang dilakukan terlalu lama di kelas
akan membuat peserta didik menjadi cepat bosan.
Menurut Abi (2018: 9) rata-rata orang mampu
berkonsentrasi pada fokus tertentu sekitar 15 – 25
menit. Setelah itu peserta didik akan mudah
terdikstrasi oleh gangguan-gangguan yang membuat
tidak fokus. Seorang guru seharusnya peka ketika
melihat tanda-tanda peserta didik mulai tidak fokus
terhadap materi pembelajaran. Oleh karena itu, untuk
menarik perhatian peserta didik kembali agar fokus
terhadap materi dapat dilakukan dengan icebreakers.
Menurut Yeganehpour (2017: 137) icebreakers
(pencair suasana) merupkan setiap tindakan yang
dilakukan guru di kelas untuk membuat peserta didik
tertarik kembali dengan materi pembelajaran. Jun
(2000: 1) mengelompokan kegiatan icebreakers
menjadi tiga yaitu membaca cerita, tanya jawab, dan
memanfaatkan gambar. Membaca cerita dapat
meningkatkan kemampuan mendengar dan
mendorong peserta didik untuk berbicara. Tanya
jawab menuntut partisipasi peserta didik untuk

164
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

menumbuhkan minat dan motivasi peserta didik.


Ketika peserta didik bertanya maka secara tidak
langsung peserta didik tersebut mengkonstruksi
kembali pengetahuan yang sebelumnya didapatkan.
Memanfaatkan gambar yang telah disiapkan
sebelumnya dapat memberikan menarik indra
penglihatan untuk membuat fokus kembali peserta
didik dengan materi yang disampaikan. Menurut Abi
(2018: 13) pada umumnya terdapat enam macam
icebreakers yang dapat digunakan meliputi yel-yel,
tepuk tangan, menyanyi, gerak dan lagu, gerak
anggota badan, dan permainan. Berikut merupakan
contoh-contoh kegiatan icebreakers yang bisa
dilakukan guru:
a. Tepuk tangan
Kegiatan ini dapat melatih konsentrasi peserta
didik. Misalnya dengan “tepuk balas tepuk”

Tepuk tangan
Jika guru tepuk 1 kali, peserta didik tepuk 4 kali
Jika guru tepuk 2 kali, peserta didik tepuk 3 kali
Jika guru tepuk 3 kali, peserta didik tepuk 2 kali
Jika guru tepuk 4 kali, peserta didik tepuk 1 kali

Catatan: peserta didik yang salah dalam


melakukan jumlah tepuk tangan dapat diberikan
pertanyaan terkait materi. Kegiatan ini dapat
dimodifikasi oleh guru.
b. Menggambar bangun datar

Menggambar Bangun Datar


Peserta didik diminta menyiapkan kertas.
Peserta didik diminta menggambar bangun datar pada
kertas.

165
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

Guru memberi instruksi satu bangun datar, misalkan


kubus maka peserta didik harus menggambarnya.

Catatan: peserta didik yang paling cepat


menyelesaikan tugas, dapat diberikan hadiah
sebagai bentuk apresiasi
c. Melanjutkan Kata

Melanjutkan Kata
Guru menjelaskan peraturan permainan berupa
peserta didik harus melanjutkan kata setelah bunyi
huruf terakhir. Contoh DanaU, UanG, GambaR,
RambuT, Topi, dan seterusnya.

Catatan: Aturan dalam aktivitas ini yaitu dilarang


mengucapkan kata-kata kotor, nama orang,
bahasa daerah, maupun singkatan.
d. Kekuatan Memori

Kekuatan Memori
Guru dapat menulis sederet kalimat tertentu yang
berkaitan dengan materi di papan tulis atau bisa juga
melalui slide powerpoint.
Peserta didik diberikan waktu beberapa detik untuk
menghafalkan kalimat yang ditulis guru.
Guru menghapus atau bisa juga menutup tulisan
lalu meminta peserta didik menuliskan kembali kata-
kata tersebut.
Ulangi kegiatan ini hingga beberapa kalimat.
Minta peserta didik membandingkan hasil tulisan
kalimat yang mereka hafalkan dengan kalimat yang
ditulis guru

2. Memanfaatkan sarana bermain untuk belajar


Bermain merupakan salah satu hal yang dapat
dimanfaaatkan sebagai metode belajar. Metode ini
menekankan pada pemanfaatan kegiatan bermain

166
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

menjadi pengalaman belajar. Ketika peserta didik


merasa senang dan nyaman maka dapat membuat
peserta didik belajar dengan baik. Misalnya ketika
materi hafalan maka dapat digunakan permainan
tebak-tebakan yang disertai dengan poin.
3. Menggunakan kelima indra sebagai jalur belajar
Penggunaan kelima indra sebagai jalur belajar
berkaitan dengan pengalaman belajar. Menurut teori
Edgar Dale, ketika membaca (melihat) maka daya
ingat yang dapat dicapai sebesar 10%, mendengar
sebanyak 20%, melihat gambar dan video (melihat dan
mendengar) bisa mencapai 30%. Ketika peserta didik
melakukan simulasi pengalaman nyata maka dapat
mencapi 90%. Teori ini dituangkan dalam kerucut
pengalaman belajar Edgar Dale yang disajikan pada
gambar di bawah ini.

Gambar 12.1 kerucut pengalaman belajar Edgar Dale

167
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

Jika ingin memiliki daya ingat yang kuat, maka dapat


dilakukan dengan memanfaatkan indra yang dimiliki
bisa berupa melihat, menyentuh, mendengar,
berbicara, dan membaui. Hal ini karena indra
manusia akan terhubung dengan bagian otak
manusia.
4. Menggunakan hal yang ada di sekitar sebagai media
pembelajaran
Segala sesuatu yang ada di sekita dapat menjadi
pengalaman belajar. Misalnya, untuk memahami
lapisan inti bumi dapat memanfaatkan telur rebus
yang telah di belah. Belajar mengenai berbagai bentuk
dengan melihat baang-barang di sekitar seperti
bentuk lingkaran dapat melihat roda, bentuk segi
empat dapat melihat pintu, dan lain sebagainya.
5. Mengutamakan dorongan positif
Dorongan positif dapat memberikan kekuatan dalam
membangun rasa percaya diri dan semangat peserta
didik untuk berprestasi. Guru diharapkan
memberikan komentar positif dan apresiasi terhadap
peserta didik. Misalnya ketika peserta didik sudah
menjawab pertanyaan tetapi jawaban kurang tepat
maka guru dapat memberikan apresiasi terhadap
keberanian mengkomunikasikan pendapatnya
meskipun jawaban belum tepat.
6. Menyapa peserta didik dengan ramah dan
bersemangat
Menyapa peserta didik dengan ramah dan
bersemangat merupakan bentuk kasih sayang guru
terhadap peserta didik. Kasih sayang merupakan
salah satu faktor yang mendukung perkembangan
peserta didik. Hal ini berkaitan dengan emosi yang
dirasakan. Sentuhan emosi yang positif dapat

168
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

memberikan dampak dalam proses pembelajaran.


Misanya guru dapat mengatakan, “selamat pagi,
sudah siap belajar pagi ini? Ingat anak-anak, ada
pepatah yang mengatakan bahwa masa depan adalah
milik mereka yang menyiapkan hari ini”.
7. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan
yang menarik
Pengembangan ruang kelas yang menarik dapat
dilakukan dengan memajang hasil pekerjaan peserta
didik di dalam kelas. misalnya berupa gambar,
diagram, peta, puisi, dan lain sebagainya. Menurut
Karwati dan Priansa (2014: 45) desain fisik kelas yang
ideal merupakan desain yang disesuaikan dengan
pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik,
kecerdasan intelektual, sosial, emosional, psikologi
siswa, dan tidak menghambat pergerakan peserta
didik dan guru dalam mengamati aktivitas di kelas.
Prinsip-prinsip dalam pengaturan kelas antara lain
visibilitas, aksesbilitas, fleksibilitas, kenyamanan,
dan keindahan.
a. Visibilitas merupakan penempatan barang-
barang di kelas sehingga tidak mengganggu
pandangan peserta didik dan guru. Visibilitas ini
menekankan pada guru harus dapat memandang
seluruh peserta didik ketika proses pembelajaran.
b. Aksesbilitas berkaitan dengan jarak penempatan
barang yang ada di kelas yang harus diatur. Hal
ini dimaksudkan untuk peserta didik dapat
bergerak dengan mudah dan tidak menganggu
peserta didik lainnya.
c. Fleksibilitas ini dapat berupa barang-barang yang
ada di kelas dapat dipindahkan dengan mudah
dan disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran.
Misalnya tempat duduk yang mudah dipindahkan

169
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

untuk kegiatan pembelajaran dengan metode


diskusi kelompok.
d. Kenyamanan berkenaan dengan jumlah peserta
didik dalam kelas. jumlah peserta didik dapat
mempengaruhi kualitas pembelajaran. Selain itu,
kenyamanaan juga dapat berkaitan dengan
perbedaan tinggi tempat duduk dengan meja.
e. Keindahan berhubungan dengan guru dalam
mengkondisikan kelas menjadi kelas yang
menyenangkan dan kondusif selama proses
pembelajaran. Ruang kelas yang indah dapat
berpengaruh positif pada sikap dan perilaku
peserta didik terhadap proses pembelajaran.
Peserta didik memiliki kecenderungan jenis
kecerdasan yang berbeda. Jenis kecerdasaan peserta
didik yang beragam dapat mempengaruhi gaya belajar
guru. Peran guru diperlukan untuk menjembatani
berbagai jenis kecenderungan kecerdesaan peserta
didik melalui kreativitas dan inovasi dalam
membangun pembelajaran yang menarik.

170
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

Daftar Pustaka
Abi, R. H. (2018). 100 Ice Breaker For Teaching. Jakarta:
Guepedia.
Amstrong, T. (2004). Sekolah Para Juara Menerapkan
Multiple Intelligences di Dunia Pendidikan. Bandung:
Kaifa.
Anwar, H, M, M. (2018). Menjadi Guru Profesional. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Darmadi, H. (2018). Guru Abad 21 Perilaku dan Pesona
Pribadi. Jakarta. Guepedia.
Toharudin, M. (2020). Buku Ajar Manajemen Kelas. Jawa
Tengah: Penerbit Lakeisha.
Indrawati., Setiawan, W. (2009). Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Inovatif, Evektif, dan Menyenangkan untuk
Guru SD. Bandung: P4TK IPA.
Jun, Z. Y. (2000). Warm-up Exercises In Listening
Classes. The Internet TESL Journal, 6(10), 1-3.
Karwati, E., Priansa, D, J. (2014). Manajemen Kelas.
Bandung: Alfabeta.
Mulyatiningsih, E. (2010). Pembelajaran Aktif, Kreatif,
Inovatif, Evektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Jawa
Barat: P4TK Bisnis dan Pariwisata.
Mutiara, L. (2013). 68 Game Kreatif Pembuka dan Penutup
Kelas. Yogyakarta: Langensari Publishing.
Presiden Republik Indonesia. (2005). Peraturan
Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Purkey, W. W., Strahan, D. (1995). School Transformation
through Invitational Education. Research in the
Schools, 2(2), 1-6.
Said, M. (2010). 80+ Ice Breaker Games-Kumpulan
Permainan Penggugah Semangat. Yogyakarta: Andi.
Simatupang, H. (2019). Strategi Belajar Mengajar Abad Ke-
21. Surabaya: Cipta Media Edukasi.

171
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

Suyanto., Jihad, A. (2013). Menjadi Guru Profesional:


Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas Guru
di Era Global. Jakarta: Erlangga.
Yeganehpour, P. (2017). Ice-Breaking as a Useful Teaching
Policy for Both Genders. Online Submission, 8(22),
137-142.

172
TIPS DAN TRIK MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENARIK

Profil Penulis
Erry Ersani
Ketertarikan penulis terhadap Geografi,
pendidikan, dan penelitian dimulai pada tahun
2013 silam. Hal tersebut membuat penulis
memilih untuk masuk ke jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial dan mendorong penulis
untuk mengikuti berbagai lomba karya tulis
ilmiah. Penulis berhasil lulus pada tahun 2014. Penulis
kemudian melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi dan
berhasil menyelesaikan studi S1 di prodi Pendidikan Geografi,
Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2018. Satu tahun
kemudian, penulis melanjutkan studi S2 di prodi Program
Magister Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis memiliki ketertarikan pada Geografi terutama pada
konsentrasi geografi pendidikan. Selain itu, penulis juga tertarik
pada penelitian terutama penelitian pengembangan media
pembelajaran. Penulis juga aktif menulis buku dengan harapan
dapat memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan Negara.
Hal ini sebagai wujud turut serta dalam upaya mewujudkan
salah satu tujuan negara Indonesia yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Email Penulis: errysani@gmail.com

173

Anda mungkin juga menyukai