Anda di halaman 1dari 316

COVER

BUNGA RAMPAI

DASAR-DASAR PENDIDIKAN DAN


MANAJEMEN PENDIDIKAN
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral
dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual
yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
DASAR-DASAR PENDIDIKAN DAN
MANAJEMEN PENDIDIKAN
Ismail Nasar | Nurzamsinar
Wilda Susanti | Melkisedek Landi
Siskha Putri Sayekti | Dewi Lestarani
Hiljati Arif Liwa | Sri Siswati | Hamzah | Suroyo
Zulkiflih | Nayamanto Namu Natu
Manap Somantri | John Jonathan Nap
Melkisedek Sesfao | Esther Carolina Agustina Nap
Silva Anita Pesak | Sumarsih | Arini

Penerbit

CV. MEDIA SAINS INDONESIA


Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id

Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
DASAR-DASAR PENDIDIKAN DAN MANAJEMEN
PENDIDIKAN

Ismail Nasar | Nurzamsinar | Wilda Susanti


Melkisedek Landi | Siskha Putri Sayekti
Dewi Lestarani | Hiljati Arif Liwa
Sri Siswati | Hamzah | Suroyo | Zulkiflih
Nayamanto Namu Natu | Manap Somantri
John Jonathan Nap | Melkisedek Sesfao
Esther Carolina Agustina Nap
Silva Anita Pesak | Sumarsih | Arini
Editor :
Arif Munandar

Tata Letak :
Dina Verawati
Desain Cover :
Qonita Azizah
Ukuran :
A5 Unesco: 15,5 x 23 cm
Halaman :
viii, 302
ISBN :
978-623-195-124-3
Terbit Pada :
Maret 2023

Hak Cipta 2023 @ Media Sains Indonesia dan Penulis

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan,


memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA


(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena


atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga buku
kolaborasi dapat dipublikasikan dan dapat sampai
dihadapan pembaca. Buku ini disusun oleh sejumlah
akademisi dan praktisi sesuai dengan kepakarannya
masing-masing. Buku ini diharapkan dapat hadir untuk
memberikan kontribusi positif dalam ilmu pengetahuan
khususnya terkait dengan Dasar-Dasar Pendidikan dan
Manajemen Pendidikan.
Sistematika buku Dasar-Dasar Pendidikan dan
Manajemen Pendidikan ini mengacu pada pendekatan
konsep teoritis dan contoh penerapan. Pada buku ini
terdiri dari 19 BAB yaitu konsep dasar hakikat pendidikan
dan ilmu pendidikan, asas dan landasan pendidikan, teori
dan pilar pendidikan, sistem nasional pendidikan dan
permasalahan pendidikan Indonesia, teknologi
pendidikan dan otonomisasi pendidikan, pendidikan
sebagai suatu sistem dan telaah kurikulum, konsep dasar
hakikat dan ilmu manajemen pendidikan, iklim budaya
sekolah, hubungan sekolah dan masyarakat, manajemen
mutu terpadu, manajemen pengembangan lembaga
sekolah, organisasi dan kepemimpinan lembaga
pendidikan, manajemen tenaga kependidikan,
manajemen siswa, manajemen kurikulum, manajemen
berbasis sekolah dan manajemen sarana/prasarana dan
pembiayaan serta manajemen pengembangan lembaga
sekolah. Oleh karena itu, diharapkan buku ini dapat
menjawab tantangan dan persoalan dalam sistem
pengajaran baik di perguruan tinggi dan sejenis lainnya.
Kami menyadari bahwa tulisan ini jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan,
sejatinya kesempurnaan itu hanya milik Yang Kuasa. Oleh
sebab itu, kami tentu menerima masukan dan saran dari
pembaca demi penyempurnaan lebih lanjut.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih yang tidak
terhingga kepada semua pihak yang telah mendukung
dalam proses penyusunan dan penerbitan buku ini,
secara khusus kepada Penerbit Media Sains Indonesia

i
sebagai insiator buku ini. Semoga buku ini dapat
bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Bandung, 5 Februari 2023


Editor

Arif Munandar

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................i
DAFTAR ISI .................................................................... iii
1 KONSEP DASAR, HAKIKAT PENDIDIKAN
DAN ILMU PENDIDIKAN .........................................1
Pengertian Pendidikan ............................................1
Tujuan Pendidikan .................................................6
Tri Pusat Pendidikan...............................................7
Ilmu Pendidikan Sebagai Ilmu Pengetahuan .........13
2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN............................21
Sistem Pendidikan di Indonesia ............................21
Masalah Pokok Pendidikan di Indonesia ...............22
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Pendidikan ............................................................26
Hal yang Mempengaruhi Kemajuan Pendidikan ....29
3 ASAS DAN LANDASAN PENDIDIKAN ....................35
Pendahuluan ........................................................35
Asas Pendidikan ...................................................36
Landasan Pendidikan ...........................................37
Fungsi Landasan Pendidikan ................................39
Landasan Pendidikan serta Penerapannya ............40
4 PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI .....................47
Globalisasi ............................................................47
Dampak Positif Globalisasi Secara Umum ............47
Pendidikan dan Globalisasi ...................................48
Dampak Positif Globalisasi Pendidikan .................49

iii
Dampak Negatif Pendidikan di Era Globalisasi .....50
Tantangan Pendidikan di Era Globalisasi..............52
Solusi Menghadapi Tantangan di Era Global ........54
5 TEORI DAN PILAR PENDIDIKAN ...........................59
Pendahuluan ........................................................59
Teori Pendidikan ...................................................61
Pilar dalam Pendidikan .........................................65
Peran Empat Pilar Pendidikan dalam
Menciptakan Mutu Pendidikan
yang Berbudaya ....................................................67
6 SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN
PERMASALAHAN PENDIDIKAN INDONESIA .........75
Sistem Pendidikan Nasional ..................................75
Permasalahan Pendidikan Indonesia ....................79
7 TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN
OTONOMISASI PENDIDIKAN ................................89
Latar Belakang .....................................................89
Tekonologi Pendidikan ..........................................90
Otonomisasi Pendidikan ......................................93
Teknologi Pendidikan dan
Otonomisasi Pendidikan .......................................98
8 PENDIDIKAN SEBAGAI TELAAH KURIKULUM ....103
Latar Belakang ...................................................103
Tujuan ................................................................ 107
Pembahasan .......................................................108
9 KONSEP DASAR, HAKIKAT DAN ILMU
MANAJEMEN PENDIDIKAN ................................ 119
Konsep Dasar Manajemen Pendidikan ................119

iv
Hakikat Manajemen Pendidikan .........................124
Ilmu Manajemen Pendidikan............................... 128
10 IKLIM BUDAYA SEKOLAH ..................................137
Pendahuluan ......................................................137
Iklim Sekolah dan Budaya Sekolah .....................143
Perbandingan Budaya Sekolah dan
Iklim Sekolah ......................................................144
Pengaruh Negatif pada Iklim dan
Budaya Sekolah ..................................................148
11 HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT ........153
Latar Belakang ...................................................153
Hubungan Sekolah dan Masyarakat ...................154
Manfaat Hubungan Sekolah dan Masyarakat .....156
Tujuan Hubungan Sekolah dan Masyarakat .......157
Unsur-Unsur Hubungan Sekolah
dan Masyarakat ..................................................158
Prinsip Hubungan Sekolah dan Masyarakat .......159
Teknik Hubungan Sekolah dan Masyarakat........159
Jenis Hubungan Sekolah dan Masyarakat ..........161
Bentuk-Bentuk Hubungan Sekolah
dan Masyarakat ..................................................162
12 MANAJEMEN MUTU TERPADU .......................... 167
Sejarah Manajemen Mutu Terpadu .....................167
Manajemen Mutu Terpadu di
Bidang Pendidikan ..............................................168
Core Value dalam Manajemen Mutu Terpadu
dalam Bidang Pendidikan ...................................170
Sasaran Manajemen Mutu Terpadu dalam
Bidang Pendidikan ..............................................172

v
Pelaksanaan Manajemen Mutu Terpadu
dalam Bidang Pendidikan ...................................177
Hambatan dalam Pelaksanaan Manajemen
Mutu Terpadu dalam Bidang Pendidikan ............179
13 MANAJEMEN SARANA PRASARANA DAN
PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ................................ 185
Pengertian dan Ruang Lingkup Manajemen
Sarana Prasarana Pendidikan ............................. 185
Manajemen Pembiayaan Pendidikan ...................196
14 ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN
LEMBAGA PENDIDIKAN .....................................205
Pendahuluan ......................................................205
Peran Kepemimpinan pada Sekolah ....................208
15 MANAJEMEN TENAGA KEPENDIDIKAN .............219
Latar Belakang ...................................................219
Pengertian dan Jenis-Jenis
Tenaga Kependidikan ..........................................220
Pengangkatan dan Penempatan
Tenaga Kependidikan ..........................................227
Pembinaan dan Pengembangan
Tenaga Kependidikan ..........................................231
Pemberhentian Tenaga Kependidikan .................232
16 MANAJEMEN SISWA ..........................................239
Pendahuluan ......................................................239
Pengertian Peserta Didik .....................................239
Hakikat Menejemen Peserfta Didik .....................241
Ruang Lingkup Menejemen Peserta Didik ...........242
Ruang Lingkup Manajemen Peserta Didik...........245

vi
17 MANAJEMEN KURIKULUM .................................253
Sejarah Kurikulum di Indonesia .........................253
Pengertian Manajemen Kurikulum......................259
Ruang Lingkup Manajemen Kurikulum ..............263
18 MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ...................271
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah .................271
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah .................272
Prinsip Pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah ................................................274
Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ........275
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
di Indonesia ........................................................279
Peran Kepala Sekolah dan Masyarakat
dalam Manajemen Berbasis Sekolah ...................281
Permasalahan Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah ................................................282
19 MANAJEMEN PENGEMBANGAN
LEMBAGA SEKOLAH ..........................................289
Pengertian Manajemen Pengembangan
Lembaga Sekolah ................................................289
Tujuan Pengembangan Management
Lembaga Sekolah ................................................290
Alur Kerja dalam Pengembangan
Management Lembaga Sekolah ........................... 291
Manajemen Pengembangan Lembaga Sekolah ....297
Substansi Manajemen Pengembangan
Lembaga Sekolah ................................................298

vii
viii
1
KONSEP DASAR, HAKIKAT
PENDIDIKAN DAN ILMU
PENDIDIKAN

Ismail Nasar, M.Pd


Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng

Pengertian Pendidikan

Pendidikan pada dasarnya adalah proses pendewasaan


manusia, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham
menjadi paham, dari tidak mengerti menjadi mengerti,
serta proses penanaman nilai karakter. Pendidikan tidak
hanya didefinisikan sebagai proses belajar dalam sebuah
ruangan, tetapi Pendidikan proses yang terjadi semua
aspek kehidupan manusia dan berlangsung sepanjang
hayat. Para ahli telah mendefinisikan arti Pendidikan
sebagai berikut:
1. W.J.S Poerwadarminto (Tatang, 2012) secara
lingguistik (arti kata) Pendidikan adalah proses
perubahan sikap dan tingkahlaku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan Latihan.
2. Ahmad D. Marimbah (Suryapermana & Imroatun,
2017) mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan
secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani si terdidik, menuju terbentuknya
keperibadian yang utama.

1
3. Carter V. Good(Efendi, 2015) Mengartikan pendidikan
sebagai suatu proses perkembangan kecakapan
seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang
berlaku dalam masyarakat. Proses dimana seseorang
dipengaruhi oleh lingkungan yang terpimpin
khususnya didalam lingkungan sekolah sehingga
dapat mencapai kecakapan sosial dan dapat
mengembangkan kepribadiannya.
4. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa
Pendidikan adalah menuntut segala koadrati pada
anak agar mereka sebagai manusia dan anggota
masyarakat dan mencapai keselamatan dan
kebahagian setinggi-tingginya (Yusuf, 2018).
5. Jhon Dewey mendefinisikan Pendidikan adalah
rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang
menambah makna pengalaman, dan yang menambah
kemampuan untuk mengarahkan pengalaman
selanjutnya (Yatimah, 2017).
Berdasarkan pendapat yang telah diungkapkan oleh ahli
dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah proses
perubahan sikap dan prilaku manusia yang diperoleh
melalui kegiatan belajar dan Latihan yang terjadi pada
berbagai lingkungan belajar. Pendapat lain tentang
pengertian Pendidikan diungkapkan oleh (Mudyahardjo,
2014). Ia membagi definisi Pendidikan kedalam tiga hal:
1. Definisi Luas Pendidikan adalah hidup. Segala
pengalaman yang berlangsung dalam segala
lingkungan.
Ada beberapa karakterisitik dari definisi luas yaitu
masa Pendidikan: berlangsung seumur hidup,
lingkungan Pendidikan: Pendidikan dilakukan di
segala lingkungan; bentuk kegiatan: terprogram dan
tidak terprogram, terjadi dalam berbagai situasi;
Tujuan Pendidikan: terkandung dalam setiap
pengalaman belajar, dan tidak ditentukan dari luar.
2. Definisi Sempit Pendidikan adalah sekolah.
Pendidikan adalah proses pengajaran yang terjadi di
sekolah sebagai Lembaga formal.

2
Ada beberapa karakteristik Pendidikan dalam arti
sempit Masa Pendidikan: Pendidikan berlangsung
dalam waktu terbatas; lingkungan Pendidikan:
Pendidikan berlangsung di sekolah (kelas); bentuk
kegiatan: isi Pendidikan tersusun dalam bentuk
kurikulum; tujuan Pendidikan: ditentukan oleh pihak
luar, terbatas pada pengembangan kemampuan
tertentu, serta mempersiapkan hidup.
3. Definisi alternatif Pendidikan adalah usaha sadar
yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, masyarakat,
dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan Latihan, yang berlangsung di sekolah
maupun di luar sekolah, sepanjang hayat, untuk
mempersiapkan peserta didik.
Karakterisitik Pendidikan dalam dimensi alternatif
Pendidikan, Masa Pendidikan: berlangsung seumur
hidup; bentuk kegiatan: Pendidikan formal,
Pendidikan informal, dan Pendidikan non formal;
Tujuan: perpaduan antara tujuan Pendidikan yang
bersifat pengembangan kemampuan pribadi, dengan
tujuan sosial yang bersifat manusia seutuhnya.
Hasan Langgulung (Tatang, 2012) mengungkapkan bahwa
terdapat empat fungsi Pendidikan:
1. Fungsi edukatif yaitu mendidik dengan tujuan
memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik
agar terbebas dari kebodohan
2. Fungsi pengembangan kedewasaan berpikir melalui
proses transmisi ilmu pengetahuan
3. Fungsi penguatan keyakinan terhadap kebenaran
yang diyakini dengan pemahaman ilmiah,
4. Fungsi ibadah yaitu bagian dari pengabdian hamba
kepada sang pencipta yang telah menganugrahkan
kesempurnaan jasmani dan rohani kepada manusia.
Pendidikan berhubungan erat dengan manusia. Herbert
Spencer (Yusuf, 2018) mengungkapkan bahwa pendidikan
adalah mempersiapkan manusia untuk hidup sempurna.
Manusia adalah makhluk yang ciptakan Tuhan paling

3
sempurna, karena dibekali oleh akal. Sebagai makhluk
yang ciptakan dengan memiliki akal, manusia memiliki
sifat yang hakiki. (Sutirna, 2019) mengungkapkan ada 8
sifat hakiki manusia yaitu sebegai berikut:
1. Kemampuan menyadari diri sendiri yaitu manusia
harus mampu mengembangkan apa yang ada dalam
dirinya demi kemanusiaan. Manusia juga dituntut
untuk dapat mengembangkan aspek sosialitas dan
aspek individualitas, sehingga manusia dapat
menyeimbangkan kedua aspek tersebut, serta dapat
mengembangkan potensinya.
2. Kemampuan bereksistensi yaitu manusia mampu
membuat jarak antara "aku" atau egonya dengan
"dirinya" sebagai obyektif. Oleh sebab itu, di mana
pun dan dalam kondisi apa pun manusia harus
mampu menyatakan keeksistensiannya agar tidak
terpengaruh dengan yang lainnya. Dengan
kemampuan bereksistensi, manusia pun mampu
melihat obyek sebagai "sesuatu". Sesuatu di sini
adalah dapat merubah obyek yang diamatinya
menjadi sesuatu yang berguna dengan akal
pikirannya.
3. Pemilikan kata hati (qalbu). Manusia berbeda dengan
binatang dan makhluk lainnya karena manusia
memiliki kata hati atau qalbu yang dapat memberikan
penerangan tentang baik dan buruknya perbuatan
sebagai manusia. Jika ada sesuatu yang salah maka
kata hati akan berbicara, begitu pun sebaliknya.
4. Moral (etika) Secara garis besar, moral (etika) adalah
nilai-nilai yang mengatur manusia. Nilai-nilai itu
sendiri mencakup dua hal, yaitu nilai dasar yang
bersifat universal (nilai-nilai kemanusiaan secara
umum) dan nilai instrumental yang bersifat bahagian
dari nilai-nilai dasar tersebut. Nilai instrumental lebih
menekankan kepada cara atau hal yang nampak
dalam keumuman nilai dasar. Dengan memiliki moral
(etika), manusia mampu membuat jarak antara kata
hati dengan moral. Jadi, moral manusia itu sendiri
terjadi karena adanya dorongan dari kata hati.

4
5. Tanggung jawab. Manusia memiliki Tanggung jawab
di dunia ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
tanggung jawab kepada diri sendiri, tanggung jawab
kepada masyarakat, dan tanggung jawab kepada
Tuhan. Namun demikian, tanggung jawab itu
bermuara kepada Tuhan sebab manusia diciptakan
adalah sebagai bukti pengabdian manusia kepada
Tuhannya untuk menjaga atau sebagai khalifah di
muka bumi. Tanggung jawab itu sendiri berasal dari
moral manusia yang dihadirkan oleh kata hatinya.
6. Rasa kebebasan yaitu kebebasan yang dibatasi oleh
rasa, Rasa kebebasan itu pun harus sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia, mampu merubah ikatan
luar yang membelenggu menjadi ikatan dalam yang
menggerakkan hatinya. Jadi, semua tuntutan yang
ada dalam kehidupan harus mampu menyatu dengan
dirinya sendiri sehingga manusia dapat bebas
menurut kodratnya.
7. Kewajiban dan Hak. Kewajiban dan Hak merupakan
sebuah sebab akibat, namun manusia cenderung
selalu meminta hak dari menunaikan kewajibannya.
Manusia dilahirkan Tuhan ke dunia karena memiliki
hak hidup sejak manusia itu masih berada di dalam
rahim. Namun, hak itu harus dibarengi oleh
kewajiban yang merupakan keniscayaan bagi dirinya
sebab jika kewajiban tidak ada maka hak adalah
sesuatu yang kosong. Kita tak perlu menuntut hak
lebih awal jika kewajiban yang dituntut belum
dijalankan.
8. Menghayati kebahagiaan Puncak dari sifat hakikat
manusia adalah menghayati kebahagiaan.
Menghayati kebahagiaan berarti memadukan antara
pengalaman yang menyenangkan dengan yang pahit
melalui sebuah proses, di mana hasil yang didapat
adalah kesediaan menerima apa adanya. Jadi,
kebahagiaan itu muncul ketika kejadian atau pun
pengalaman sudah dipadukan di dalam hati dan kita
mampu menerimanya dengan apa adanya tanpa
harus menuntut sedikit pun.

5
Setiap individu memiliki potensi-potensi yang bisa
dikembangkan dalam dunia pendidikan. (Sutirna, 2019)
mengungkapkan bahwa manusia memiliki 5 potensi yaitu:
1. Potensi fisik (psychomotoric) adalah organ fisik
manusia yang dapat dipergunakan dalam berbagai
kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup manusia
2. Potensi mental intelektual (intellectual quotient) yaitu
potensi kecerdasan yang ada dalam otak manusia.
Potensi ini berfungsi untuk menganalisis,
merencanakan, menghitung dan lain sebagainya.
3. Potensi Emosional (emotional quutient) yaitu potensi
kecerdasan yang ada pada otak manusia (otak
belahan kanan). Potensi berfungsi untuk
mengendalikan marah, bertanggung jawab, motivasi,
kesadaran diri dan lain sebagainya.
4. Potensi mental spiritual (Spiritual Quotient), Potensi
mental spiritual adalah potensi kecerdasan dalam diri
sendiri yang berhubungan dengan kearifan di luar
jiwa sadar (bukan hanya mengetahui nilai tetapi
menemukan nilai. Spiritual Quotient dapat terbentuk
melalui pendidikan agama formal.
5. Potensi Ketahanmalangan (Adversity Quotient) yaitu
potensi kesadaran manusia yang bersumberkan pada
bagian dalam diri manusia yang berhubungan dengan
keuletan, ketangguhan dan daya juang. Adversity
Quotient (AQ) adalah faktor spesifik sukses (prestasi)
seseorang karena mampu merespon berbagai
kesulitan.

Tujuan Pendidikan

1. Tujuan Umum adalah tujuan akhir dari suatu


pendidikan atau dengan kata lain tujuan total sebab
merupakan arah untuk melaksanakan dengan usaha
menjiwai pekerjaan mendidik dalam segala waktu dan
keadaan dengan memperhatikan hakekat
kemanusiaan yang universal.

6
2. Tujuan Khusus yakni pengkhususan dari tujuan
umum dengan mempertimbangkan beberapa hal,
yaitu: 1) Adanya perbedaan individual peserta didik
misalnya perbedaan watak dan pembawaan, umur,
intelegensi, minat dan jenis kelamin. 2) Perbedaan
lingkungan keluarga dan masyarakat, misalnya
tujuan khusus bagi masyarakat perindustrian
berbeda dengan masyarakat pertanian dan lain-lain.
3) Perbedaan yang berhubungan dengan tugas
lembaga pendidikan. 4) Perbedaan dengan pandangan
atau falsafah hidup suatu bangsa, misalnya tujuan
khusus pendidikan Indonesia berbeda dengan tujuan
pendidikan di negara lain.
3. Tujuan Tak Lengkap yaitu tujuan yang mencakup
salah satu aspek kepribadian, misalnya; tujuan
pembentukan kecerdasan saja tanpa memperhatikan
aspek yang lain.
4. Tujuan Sementara yaitu tujuan yang ditempuh
setingkat demi setingkat; penyelesaian pendidikan
dasar merupakan tujuan sementara untuk
melanjutkan ke jenjang berikutnya.
5. Tujuan Insedentil yaitu tujuan yang bersifat sesaat
karena adanya situasi yang terjadi secara kebetulan
tetapi tujuan ini tidak terlepas dari tujuan umum.
6. Tujuan Intermedier yaitu tujuan perantara sebagai
alat dan harus dicapai terlebih dahulu demi
kelancaran pendidikan selanjutnya. Misalnya
penguasaan terhadap bahasa.

Tri Pusat Pendidikan

Tri pusat pendidikan dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara


bapak pendidikan nasional. Ki Hajar Dewantara membagi
pendidikan dalam lingkungan pendidikan yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat. Lingkungan adalah tempat
dimana seseorang beraktvitas dan berinteraksi dengan
orang lain.

7
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari sosial
kemasyarakatan, yang terdiri dari ayah, ibu, dan
anak-anak. (Aziz, 2015)memberikan definisi bahwa
keluarga adalah sekelompok orang yang terdiri dari
kepala keluarga dan anggotanya dalam sebuah ikatan
pernikahan ataupun nasab yang hidup dalam satu
tempat tinggal, memiliki aturan yang ditaati bersama,
dan dapat mempengaruhi satu sama lain, serta
memiliki tujuan dan program yang jelas.
Sebagai sebuah organisasi keluarga memiliki tipe-tipe
yang membedakan satu keluarga dengan kelurga yang
lain. Dahlan (Kardinah, 2009) mengungkapkan bahwa
ada 7 tipe keluarga yaitu:
a. Tipe adu tinju. Keluarga Tipe ini dalam
interaksinya lebih dominan unsur kekerasan
(sering marah, memukul, menendang). Anak yang
tumbuh dikeluarga tipe ini cenderung berlaku
kasar, pemarah, susah menerima orang lain, ego
tinggi, pendendam.
b. Tipe kuburan yaitu keluarga yang tidak memiliki
pola komunikasi yang baik, mereka cendrung
pendiam, atau menutup diri dari pergaulan. Anak
yang berkembang pada tipe keluarga ini akan
memwarisi sifat pendiam, pemalu, murung, tidak
percaya diri
c. Tipe pasar yaitu keluarga penuh dengan Hiruk
pikuk kegiatan. Anak-anak yang tumbuh dan
berkembang pada keluarga tipe ini cendrung lebih
mandiri, riang gembira, semangat tinggi.
d. Tipe restoran yaitu keluarga yang membicarakan
menu makanan apa yang akan disajikan. Mereka
menjadikan makanan sebagai topik utama
pembicaraan. Anak yang tumbuh pada keluarga
ini memiliki sifat suka memilih, suka memberi
penilaian baik atau buruk.

8
e. Tipe Hotel yaitu keluarga yang memiliki sedikit
waktu berada di rumah. Sebagian besar waktu
mereka dihabiskan di luar rumah. Mereka
membutuhkan rumah pada saat mereka Lelah
dari berbagaiu rutinitas. Anak yang tumbuh dan
berkembang pada pada keluarga ini susah
mendapatkan kasih sayang keluarga, tidak dekat
dengan keluarga, mudah marah.
f. Tipe sekolah yaitu keluarga yang mengutamakan
pendidikan bagi anggota keluarganya. Anak akan
memperoleh pendidikan yang layak dari orang
tuanya. Setiap anggota keluarga berhak
memproleh kesempatan pendidikan yang sama,
memiliki perilaku sopan santun, bisa bergaul
dengan orang lain
g. Tipe masjid/tempat ibadah yaitu keluarga yang
mengutamakan nilai-nilai dan kehidupan agama
yang taat. Anak akan berkembang dengan
pengetahuan agama yang baik, taat, disiplin dan
berprilaku baik.
Dalam menjalan perannya, keluarga memiliki berapa
fungsi. (Herawati et al., 2020) membagi 8 Fungsi
keluarga baik secara fisik maupun non fisik yaitu:
a. Fungsi agama yaitu keluarga berfungsi sebagai
tempat penanaman nilai-nilai agama. Keluarga
mengajarkan anak untuk menjalankan ibaadah
sesuai ajaran agama.
b. Fungsi cinta kasih yaitu keluarga menciptakan
suasana yang penuh dengan cinta kasih, riang
gembira, memberikan perhatian, dan memberikan
rasa aman.
c. Fungsi sosial budaya yaitu keluarga sebagai
sentral dari proses penanaman nilai-nilai luhur
budaya bangsa. Keluarga menjadi tempat pertama
dan utama dalam proses anak belajar berintraksi
dan bersosialisasi dengan lingkungan.

9
d. Fungsi perlindungan yaitu keluarga sebagai
tempat berlindung dan bernaung serta untuk
memperoleh rasa nyaman dari berbagai
gangguan.
e. Fungsi reproduksi yaitu fungsi pemenuhan
kebutuhan keberlangsungan hidup dan
memperoleh keturunan.
f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan yaitu keluarga
sebagai tempat pertama anak memperoleh
pendidikan, anak belajar bersosialisasi, serta
proses penanaman nilai dan karakter.
g. Fungsi ekonomi yaitu keluarga sebagai tempat
pemenuhan kebutuhan pengelolaan keuangan,
serta memwujudkan kesejahteraan bagi keluarga
berupa pakaian yang layak, makanan, tempat
tinggal, dan kebutuhan laiinya.
h. Fungsi pembinaan lingkungan yaitu fungsi yang
berkaitan dengan peran mengelolah kehidupan
bermasyarakat, serta memiliki kepedulian
terhadap lingkungan sekitar.
Keluarga adalah tempat pertama anak memperoleh
pendidikan, tempat anak bersosialisasi dan
berinteraksi dengan orang lain, tempat anak
memperoleh penanaman dan pengembangan nilai-
nilai dasar sosial budaya. Proses penanaman nilai
menurut Dahiri (Aziz, 2015) mencakup tiga hal yaitu:
a. Identification process yaitu proses memahami,
merespon dan memilih nilai-nilai yang akan
diberikan pada anak.
b. Internalization process yaitu proses internalisasi
nilai nilai dalam diri anak sehingga menjadi
sistem nilai yang dianut anak.
c. Proses pemodelan yaitu proses penerapan nilai
yang sesuai dengan sistem nilai yang dianut.
d. Direct reproduction yaitu proses penerapan nilai
akan lahir proses pembakuan yang akan menjadi
tatanan nilai moral.

10
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah sebuah wadah yang memiliki tugas
utama sebagai mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, dan melatih. Arifin (Ibrahim, 2014)
mengungkapkan bahwa sekolah merupakan cermin
cita-cita masyarakat dan pada saat tertentu menjadi
agen of social change, mencambuk kemunduran dan
keterbelakangan masyarakat.
Sekolah sebagai sebuah wadah untuk menuntut ilmu,
memiliki beberapa karakteristik. (Gasali, 2013)
Mengungkapkan ada beberapa karakteristik sekolah
yaitu:
a. Proses pendidikan diselenggarakan secara khusus
dan dibagi atas jenis dan jenjang yang memiliki
hubungan hierarkis.
b. Usia anak didik di suatu Lembaga pendidikan
relatif homogen.
c. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan
program pendidikan yang harus diselesaikan.
d. Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat
akademis dan umum.
e. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan
sebagai jawaban kebutuhan di masa yang akan
datang
3. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah bagian terpenting sistem
pendidikan nasional. Sebagaimana diamanatkan
dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS
“masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam proses pendidikan. Untuk
menghasilkan generasi bangsa yang berkualitas,
partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan. proses
pendidikan di masyarakat memiliki ciri khusus yang
membedakan dengan proses pendidikan di keluarga
dan di sekolah. (Yusuf, 2018) memaparkan beberapa
karakteristik pendidikan di lingkungan masyarakat
yaitu sebagai berikut:

11
a. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan praktis
b. Peserta didik bersifat heterogen
c. Kegiatan pendidikan terprogram dan tidak
terprogram secara tertulis
d. Pendidikan berjenjang dan kesinambungan
maupun tidak berjenjang dan berkesinambungan.
e. Waktu pendidikan berlangsung singkat , terjadwal
maupun tidak terjadwal.
f. Proses pendidikan bersifat artificial maupun tidak
g. Evaluasi pendidikan dilakukan secara sistematis
maupun tidak
h. Credential (surat pengakuan) mungkin ada,
mungkin juga tidak.
Pendidikan masyarakat adalah jalur pendidikan luar
sekolah. (Gasali, 2013) mengungkapkan ada beberapa
istilah yang berhubungan dengan pendidikan
masyarakat yaitu sebagai berikut:
a. Pendidikan sosial yaitu proses pendidikan yang
didesain untuk mendidik individu dan dan
lingkungan sosial akan dapat bertanggung jawab
b. Pendidikan masyarakat yaitu yang diperuntukan
bagi orang dewasa, dan dilakukan diluar
lingkungan dan sistem pendidikan resmi
c. Pendidikan rakyat yaitu sistem pendidikan yang
diperutukan bagi seluruh masyarakat
d. Pendidikan luar sekolah yaitu proses pendidikan
yang dilaksanakan di luar sistem pendidikan
formal
e. Mass education adalah pendidikan yang
diperuntukan kepada orang dewasa diluar
pendidikan formal
f. Adult education yaitu pendidikan yang
peruntukan bagi orang dewasa yang memiliki
umur di atas masa kewajiban belajar

12
g. Extension education yaitu proses pendidikan yang
diselenggarakan diluar pendidikan biasa yang
secara khusus dikelolah perguruan tinggi untuk
merespon masyarakat masuk perguruan tinggi,
contoh masuk UT
h. Fundamental education adalah pendidikan yang
diperuntukan bagi masyarakat untuk mencapai
kemajuan sosial, ekonomi, agar mereka
memperoleh posisi yang layak di masyarakat.

Ilmu Pendidikan Sebagai Ilmu Pengetahuan

Ilmu adalah sebuah proses sistematis dalam membentuk


pengetahuan baru dengan menggunakan prosedur dan
metode ilmiah yang dilakukan oleh manusia. Ilmu adalah
proses yang melibatkan akal manusia dalam mengamati
keadaan nyata melalui prosedur yang sistematis dengan
metode yang dapat diuji. Sedangkan pengetahuan adalah
proses memahami seseorang, atau sesuatu tentang
informasi, deskripsi, kondisi nyata, keahlian atau
kemampuan yang diperoleh melalui kegiatan
menafsirkan, mendeskripsikan, menemukan, dan belajar.
Wahana (Fadli, 2021) menjelaskan bahwa Pengetahuan
adalah keseluruhan hasil dari proses untuk memahami
dan mengetahui sesuatu obyek (dapat berupa suatu hal
atau peristiwa yang dialami subyek), misalnya:
pengetahuan tentang sebuah benda, tentang berbagai
tumbuh-tumbuhan, tentang jenis-jenis binatang, tentang
manusia, atau pengetahuan tentang peristiwa sosial
lainnya.
Bahm (Rusmini, 2014) mengungkapkan bahwa ada enam
komponen ilmu pengetahuan yaitu:
1. Masalah yaitu masalah yang bersifat ilmiah. Ada tiga
ciri masalah bersifat ilmiah yakni; memiliki sifat
ilmiah, dapat dikomunikasikan serta dapat diuji.
2. Sikap yaitu karakteristik yang harus dimiliki oleh
ilmuwan berupa rasa ingin tahu terdapat sesuatu,
kemampuan memecahkan masalah, bersikap dan

13
bertindak objektif, dan memiliki kesabaran saat
melakukan observasi.
3. Metode yaitu ensensi dari pengetahuan dalam
pembuktian cara pengujian hipotesis. Pengetahuan
itu selalu berubah-ubah. Bahm (Ridwan et al., 2021)
dalam menerapkan metode penelitian, peneliti harus
memahami masalah, menguji masalah, menyiapkan
solusi, menguji hipotesis, dan memecahkan masalah.
4. Aktivitas yaitu kegiatan utama berupa penelitian
ilmiah, yang terdiri dari aspek individu dan sosial.
(Ridwan et al., 2021) menjelaskan bahwa aktivitas
penelitian ilmiah meliputi observasi, membuat
hipotesis dan serta menguji hasil observasi dan
hipotesis.
5. Kesimpulan yaitu penilaian akhir dari proses sikap,
metode, dan aktivitas.
6. Pengaruh yaitu dampak dari proses pengetahuan,
baik pengaruh terhadap kemajuan IPTEKS maupun
peradaban manusia.
Sebuah pengetahun memiliki sumber, artinya
pengetahuan itu tidak muncul dengan sendirinya.
(Ridwan et al., 2021) mengungkapkan bahwa terdapat
empat sumber pengetahuan yaitu:
1. Rasio yaitu pegetahuan yang bersumber dari kegiatan
nalar manusia, artinya pengetahuan itu dihasilkan
dari proses berpikir manusia.
2. Empiris yaitu pengetahuan yang diperoleh manusia
melalui pengalaman hidupnya. Pengetahuan ini
bersumber dari pengamatan manusia tentang
berbagai fenomena terjadi disekitarnya.
3. Intuisi yaitu pengetahuan yang diperoleh secara tiba-
tiba. Manusia dalam kehidupannya menghadapi
banyak persoalan hidup, sehingga memaksa otak
berpikir untuk mengatasi persoalan.

14
4. Wahyu yaitu pengetahuan yang bersumber dari
Tuhan yang Maha Kuasa. Tidak semua orang bisa
menerima pengetahuan ini, hanya orang orang
terpilih, seperti para Nabi.
Ilmu pendidikan adalah bagian dari ilmu pengetahuan,
karena telah memenuhi berbagai persayaratan. (Ibrahim,
2014) mengungkapkan ada beberapa persyaratan ilmu
pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yaitu:
1. Harus memiliki objek kajian yaitu masalah atau
pokok tertentu yang menjadi pokok pembahasan.
Terdapat dua macam objek yaitu objek materil dan
objek formil. Objek materil berhubungan dengan
sasaran utama kajian, misalnya tentang ank. Objek
formil berkaitan dengan kajian yang membahas
sebagian isi dari objek materil. Contohnya tentang
perkembangan anak.
2. Sistematis yaitu Ilmu pendidikan harus disusun
secara sistematis sehingga antara bagian tidak saling
bertentangan dengan bagian yang lainnya serta saling
melengkapi.
3. Memiliki metode yaitu proses pengumpulan data
memiliki metode yang dapat dipertanggungjawabkan,
dikontrol dan dapat diuji kembali kebenarannya. Ada
beberapa metode yang sering digunakan dalam proses
pengumpulan data, seperti:
a. Methode questionnaire yaitu metode pengumpulan
data dengan cara mengajukan pertanyaan kepada
responden.
b. Metode observasi yaitu pengumpulan data dengan
tertentu dengan cara mengamati dan mencatat
fakta-fakta tersebut.
c. Metode eksprimen yaitu pengumpulan data
melalui percobaan, mengamati, dan mengalami
prosesnya untuk membuktikan fenomena tentang
suatu hal.
d. Metode test

15
e. Metode induksi yaitu proses pengambilan
kesimpulan dari hal yang bersifat khusus ke
umum.
f. Metode deduksi yaitu pengambilan kesimpulan
dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat
khusus.

16
Daftar Puska
Aziz, S. (2015). Pendidikan Keluarga. Gavamedia.
Efendi, D. (2015). DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN
UNTUK PERGURUAN TINGGI UMUM. Universitas
Negeri Padang.
Fadli, M. R. (2021). Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Pengetahuan dan Relevansinya Di Era Revolusi
Industri 4.0 (Society 5.0). Jurnal Filsafat, 31(1), 130.
https://doi.org/10.22146/jf.42521
Gasali, M. (2013). optimalisasi peran lembaga pendidikan
untuk mencerdaskan bangsa. Jurnal Al-Ta’dib, 6(1).
Haudi. (2020). DASAR-DASAR PENDIDIKAN. Insan
Cendikia Mandiri.
https://www.researchgate.net/publication/347995
659
Herawati, T., Pranaji, D. K., Pujihasvuty, R., & Latifah, E.
W. (2020). Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Pelaksanaan Fungsi Keluarga di Indonesia. Jurnal
Ilmu Keluarga Dan Konsumen, 13(3), 213–227.
https://doi.org/10.24156/jikk.2020.13.3.213
Ibrahim, S. (2014). Paradigma Baru ILMU PENDIDIKAN
ISLAM. LeKAS Publishing.
http://www.novapdf.com/
Kardinah, N. (2009). Keluarga dan problematikanya
menuju keluarga Sakinah. In Jurnal Ilmiah Psikologi
Pendidikan dan Perkembangan: Vol. I (Issue 1).
Mudyahardjo, R. (2014). Pengantar Pendidikan. Rajawali
Pers.
Muhamad, A., & Asfar, I. A. (2020). LEMBAGA
PENDIDIKAN SEKOLAH (SCHOOL EDUCATION
INSTITUTIONS).
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.21109.52961
Ridwan, M., Sukri, A., & Syukri, A. (2021). studi analisis
tentang makna pengetahuan dan ilmu pengetahuan
serta jenis dan sumbernya. 04(01), 31–54.
http://www.journal.geutheeinstitute.com.

17
Rusmini. (2014). Dasar dan Jenis Ilmu Pengetahuan. Edu-
Bio, 05.
Suryapermana, N., & Imroatun. (2017). Dasar-Dasar Ilmu
Pendidikan. FTK Banten Press.
Sutirna. (2019). LANDASAN KEPENDIDIKAN: Vol.
Depublish.
Tatang, S. (2012). Ilmu Pendidikan. Pustaka setia.
Yatimah, D. (2017). Landasan Pendidikan. Alumgadan
mandiri.
Yusuf, M. (2018). Pengantar Ilmu Pendidikan. IAIN Palopo.

18
Profil Penulis
Ismail Nasar, M.Pd
Penulis lahir pada 18 Juli 1988 di Labuan
Bajo, NTT. Menyelesaikan pendidikan S1 di
Univeristas Kanjuruhan Malang pada prodi
pendidikan ekonomi pada tahun 2012. Pada
tahun 2015 menyelesaikan pendidikan S2
bidang kebijakan dan pengembangan pendidikan di
Universitas Muhammadiyah Malang. Saat ini menjadi
Dosen tetap Prodi PGSD di Universitas Katolik Indonesia
Santu Paulus Ruteng dan mengampuh mata Kuliah ILmu
Pendidikan Teoritis, MBS, Kurikulum dan Komunikasi
pendidikan. Penulis memiliki keahlian di bidang
pendidikan. Untuk memwujudkan mewujudkan karir
sebagai dosen profesional, penulis pun aktif sebagai
peneliti dibidang kepakarannya tersebut.
Email: nasarismail8@gmail.com

19
20
2
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

Nurzamsinar, S.Pd.I., M.Pd


Institut Agama Islam DDI Polewali Mandar

Pendidikan berperan dalam persiapan pengembangan


sumber daya manusia. Pengembangan sering dicari dari
waktu ke waktu. Indonesia merupakan negara yang
kualitas pendidikannya masih minim dibandingkan
dengan negara lain. Hal ini tercermin dari berbagai
permasalahan pendidikan yang ada, yaitu rendahnya
kualitas peserta didik, tenaga pengajar yang semakin
berkualitas dan biaya pendidikan yang semakin mahal.
Oleh karena itu, peran pendidikan sangat penting bagi
negara, karena sumber daya manusia yang baik dapat
dilihat dari pendidikan yang diberikan. Hal ini sejalan
dengan pengertian pendidikan menurut UU SISDIKNAS
No. 20 Tahun 2003, yaitu sebagai usaha sadar dan
terencana untuk menciptakan suasana dan proses belajar
sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki
potensi yang dimilikinya.

Sistem Pendidikan di Indonesia

Indonesia saat ini mengikuti sistem pendidikan nasional.


Namun, sistem pendidikan nasional masih belum
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sistem pendidikan
yang diterapkan di Indonesia adalah:

21
1. Sistem pendidikan Indonesia yang berorientasi pada
nilai
Sistem pendidikan ini digunakan mulai dari sekolah
dasar. Kejujuran, toleransi, disiplin dan nilai-nilai
baik lainnya diajarkan di sekolah dasar. Nilai-nilai
tersebut ditransmisikan melalui mata pelajaran Pkn,
nilai-nilai tersebut juga ditransmisikan di tingkat
menengah dan universitas.
2. Indonesia menganut sistem pendidikan terbuka
Siswa harus memiliki kemampuan bersaing satu
sama lain dan kemampuan berpikir kreatif dan
inovatif.
3. Berbagai sistem Pendidikan
Indonesia memiliki suku, bahasa, daerah dan budaya
yang berbeda. Dan pendidikan di Indonesia terdiri dari
pendidikan formal, informal dan internal.
4. Sistem pelatihan yang efektif dalam manajemen
waktu
Dalam proses pembelajaran, durasi dipilih seefisien
mungkin, agar siswa tidak merasa terbebani dengan
materi yang disajikan karena waktunya tidak optimal
atau sebaliknya.
5. Sistem pendidikan kontemporer
Melalui sistem ini, masyarakat Indonesia harus
mampu menyesuaikan kurikulum dengan situasi saat
ini. Oleh karena itu kurikulum di Indonesia sering
berubah dari waktu ke waktu, hingga saat ini
Indonesia menggunakan K-13 bahkan ada beberapa
sekolah yang memperkenalkan kurikulum mandiri.

Masalah Pokok Pendidikan di Indonesia

Sebagai suatu suprasistem, sistem pendidikan


merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
sosial budaya dan masyarakat. Pembangunan sistem
pendidikan tidak ada artinya jika tidak sesuai dengan
pembangunan nasional. Dalam bidang pendidikan

22
sebagai suatu sistem, sistem sosial budaya sebagai
supersistem memiliki hubungan yang sangat erat, karena
sistem pendidikan merupakan bagian darinya dan
menciptakan kondisi permasalahan dalam sistem
pendidikan menjadi sangat kompleks, yaitu adanya selalu
menjadi masalah dalam sistem pendidikan, masalah di
luar sistem yang ada di sekolah yang erat kaitannya
dengan kualitas hasil belajar. Misalnya masalah kualitas
hasil belajar sekolah tidak terlepas dari kondisi sosial
budaya dan ekonomi masyarakat sekitar, dari sudut
daerah asal siswa, serta dari berbagai faktor lain yang ada.
di luar. sekolah sistem sekolah yang erat hubungannya
dengan mutu dan hasil belajar.
Berdasarkan fakta yang ada, penanganan masalah kelas
sangat kompleks karena memiliki komponen yang luas
dan melibatkan banyak pihak. Pada hakikatnya ada dua
masalah pokok yang dihadapi oleh dunia Pendidikan
yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana seluruh masyarakat memiliki kesempatan
yang sama dalam menikmati Pendidikan
2. Bagaimana Pendidikan dapat membekali peserta didik
dengan keterampilan kerja agar dapat diterima di
tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.
Dari dua isu di atas, isu penting pertama terkait dengan
pemerataan pendidikan dan isu penting kedua terkait
dengan kualitas, efisiensi dan kecukupan pendidikan.
Adapun jenis-jenis permasalahan pokok Pendidikan yakni
sebagai berikut:
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam rangka memajukan bangsa dan budaya
Indonesia serta mewujudkan misi menciptakan
pembangunan manusia yang berkualitas, maka harus
ditegaskan bahwa pendidikan Indonesia harus
mampu mewujudkan pendidikan yang utuh.
Penyelenggaraan pendidikan yang merata mengacu
pada penyelenggaraan program pendidikan yang
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi
seluruh rakyat Indonesia untuk mengenyam
pendidikan, atau dapat dikatakan memperluas

23
kesempatan belajar. Pemerataan dalam pendidikan
mencakup dua aspek yang sangat penting,
pemerataan dan pemerataan. Pemerataan berarti
kesempatan yang sama untuk memperoleh
pendidikan, sedangkan pemerataan berarti keadilan
untuk memperoleh kesempatan pendidikan yang
sama di antara kelompok-kelompok yang berbeda
dalam masyarakat, sehingga masalah pemerataan
pendidikan muncul ketika masih ada masyarakat
terutama anak usia sekolah yang tidak dapat
memperolehnya. pendidikan Pelatihan tersedia
karena keterbatasan fasilitas. Masalah pemerataan
pendidikan ini dapat muncul karena kurangnya
koordinasi yang terorganisir antara pemerintah pusat
dan daerah bahkan di daerah terpencil sekalipun. Hal
ini memutus komunikasi antara otoritas negara
bagian dan lokal, mencegah inspeksi otoritas negara
bagian dan lokal terhadap pendidikan menjangkau
daerah-daerah terpencil. Hal ini mengakibatkan
sebagian besar penduduk usia sekolah di Indonesia
tidak dapat mengenyam pendidikan yang memadai.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Pendidikan bermutu adalah terselenggaranya
pendidikan yang dapat menghasilkan tenaga
profesional yang berkualitas sesuai dengan
kebutuhan negara saat ini. Dalam dunia pendidikan,
kualitas pendidikan sangatlah penting karena
memegang peranan yang sangat penting dalam
menentukan kualitas tenaga yang dicetak melalui
pendidikan. Mutu pendidikan terus menjadi masalah
ketika hasil pendidikan belum mencapai taraf yang
diharapkan, yakni. menghasilkan lulusan profesional
yang berguna bagi bangsa. Jika tujuan pendidikan
kerakyatan dijadikan sebagai acuan pendidikan yang
bermutu, maka kinerja sistem pendidikan dapat
menjadikan manusia yang saleh, mandiri, dan kreatif
menjadi anggota masyarakat dan warga negara yang
dekat dengan tanah airnya secara sosial dan
bertanggung jawab. Dengan demikian, output yang
diharapkan akan terwujud sebagai manusia yang

24
berkembang yang dapat lebih mengembangkan
dirinya dan lingkungannya. Persoalan mutu
pendidikan saat ini yang coba kita pecahkan adalah
persoalan pemerataan mutu pendidikan, khususnya
di perkotaan dan pedesaan. Pemerataan ini sangat
penting agar peningkatan mutu pendidikan dirasakan
oleh seluruh siswa secara nasional dan kemudian
berdampak positif terhadap jumlah lulusan
profesional di Indonesia.
3. Masalah Efisiensi pendidikaan
Masalah efisiensi pendidikan berkaitan dengan
bagaimana sistem pendidikan menggunakan sumber
daya yang tersedia untuk mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan. Bila digunakan dengan
benar maka efisiensinya dapat dikatakan tinggi, tetapi
bila yang terjadi sebaliknya maka efisiensinya dapat
dikatakan rendah. Beberapa aspek yang paling
penting dari efektivitas pelatihan adalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana tenaga Pendidikan difungsikan
b. Bagaimana sarana dan prasarana Pendidikan
digunakan
c. Bagaimana Pendidikan diselenggarakan
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga
Ketika datang kemasalah nyata di masyarakat,
perhatian harus diberikan pada efektivitas pendidikan
saat merekrut, menempatkan, dan mengembangkan
karyawan. Ini tentang menunjuk staf pelatihan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Masalah rapat
adalah kesenjangan antara yang bersaing untuk rapat
dan penawaran kuota sangat terbatas. Mirip dengan
masalah penempatan di Indonesia, masalah
penempatan guru masih sering terjadi di lingkungan
pendidikan. Sering terlihat bahwa guru mengajar
mata pelajaran yang tidak sesuai dengan keahliannya.
Hal ini juga disebabkan masalah hubungan
pengangkatan yang tidak efisien, sehingga ada
sekolah yang memiliki terlalu banyak guru mata

25
pelajaran tertentu tetapi tidak memiliki wilayah studi,
sehingga karena kelebihan guru, sekolah bergantung
pada penelitian guru sendiri. , yang kurang dimiliki
oleh para guru, meskipun mereka berbeda jurusan.
Jika dilihat dari topik pengembangan guru, hal ini
berkaitan dengan lambatnya perkembangan
kepemimpinan di lapangan. Contohnya adalah
kesediaan para guru untuk menerima kurikulum
baru. Meskipun sudah ada konsultasi sebelumnya,
guru sering merasa bahwa perubahan kurikulum
terlalu cepat dan tidak terlibat dalam persiapan guru.
4. Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah kepentingan adalah masalah yang timbul
dari ketidaksesuaian sistem pendidikan dan
kebutuhan pembangunan nasional. Masalah ini
terkait, baik secara kuantitatif maupun kualitatif,
dengan proporsi lulusan yang dihasilkan oleh unit
pelatihan atau lembaga dengan kebutuhan
kepegawaian. Masalah pentingnya tercermin dari
banyaknya lulusan diklat yang belum siap secara
kognitif dan keterampilan teknis untuk melanjutkan
ke diklat berikutnya. Masalah relevansi juga tercermin
dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan
tertentu, seperti sekolah kejuruan dan perguruan
tinggi, yang tidak mampu atau bahkan tidak mampu
bekerja. Outcome pendidikan diharapkan dapat
memenuhi berbagai sektor pembangunan seperti
manufaktur, sektor jasa dan lain-lain baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Jika sistem pendidikan
dapat memenuhi semua kebutuhan pembangunan
nasional, kita dapat berbicara tentang pentingnya
pendidikan.

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan

1. Secara umum
Pendidikan Di tingkat kota dan daerah, kualitas
pendidikan mempengaruhi proses pembangunan
pendidikan. Mutu pendidikan dipengaruhi oleh
banyak hal yaitu, kurikulum, kebijakan pendidikan,

26
lembaga pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan
komunikasi dalam dunia pendidikan khususnya
pelaksanaan pembelajaran, penerapan strategi dan
pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern,
pendidikan yang tepat. metode evaluasi, biaya
pendidikan yang wajar, administrasi pendidikan yang
tepat, dilaksanakan secara profesional, sumber daya
manusia untuk penyelenggara pendidikan terdidik,
berpengalaman, berpengalaman dan profesional.
Sementara itu, faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas pendidikan secara umum adalah
perencanaan kurikulum yang buruk, inkonsistensi
dalam manajemen properti, dan lingkungan kerja
yang kurang kondusif. Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa kualitas pendidikan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan
pendidikan. Sekalipun berada di tingkat kota atau
kabupaten, lembaga pendidikan tetap dinilai sesuai
dengan kualitas yang diterapkan di dalamnya.
2. Secara khusus
Faktor yang berpengaruh dalam terwujudnya dalam
proses perkembangan Pendidikan selanjutnya adalah
dari segi khusus yakni sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan pada hakikatnya memiliki
kedudukan yang menentukan dalam kegiatan
Pendidikan. Tujuan Pendidikan memiliki dua
fungsi yakni memberikan arah kepada segenap
kegiatan Pendidikan dan merupakan sesuatu
yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan
Pendidikan.
b. Pendidik
Pendidik adalah individu yang diberi tugas dan
wewenang untuk memberikan pelatihan.
Pendidikan sendiri dapat diartikan sebagai
memberi makan, memelihara, mengarahkan,
membimbing dan memberi makan. UU No. Pasal
20 XI. Bab 39 Sistem Pendidikan Nasional Tahun

27
2003 tentang guru dan tenaga kependidikan
menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga
profesional yang berperan merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pendampingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan
kegiatan kemasyarakatan. Sebuah layanan
khusus untuk guru universitas.
Sementara itu, dari sudut pandang pendidik, ada
beberapa sifat yang harus dimiliki guru, yaitu
zuhud (tidak mengutamakan materi tetapi hanya
mencari keridhaan Allah SWT), bersih tubuhnya
(jauh dari dosa dan kesalahan, murni dalam
semangat dan dilindungi dari dosa besar dan
menghindari sifat tercela), ikhlas dalam
pekerjaannya, pemaaf, dan guru harus
mengetahui karakter anak didik dan mengawasi
pengajaran. Dari dua pernyataan di atas dapat
disimpulkan bahwa guru tidak hanya memiliki
tanggung jawab yang besar dalam menambah
materi kepada siswa, tetapi juga berperan dalam
menumbuhkan dan menanamkan sifat-sifat
kearifan.
c. Peserta didik
Keberhasilan Pendidikan selanjutnya dilihat dari
segi peserta didiknya. Sehebat apapun konsep
yang ditawarkan oleh sebuah Lembaga
Pendidikan, akan sia-sia jika tidak didukung oleh
keberhasilan peserta didiknya. Peserta didik
merupakan subyek dan obyek dalam dunia
Pendidikan yang menjadi target penyaluran ilmu
oleh pendidik. Sejak dilahirkan ke dunia, pada
dasarnya peserta didik membawa fitrah jasmani,
rohani dan akal. Namun tidak semua peserta
didik mampu memanfaatkan secara optimal
potensi fitrah yang ia bawa sejak lahir. Dalam
proses pembelajaran peserta didik harus
menyadari beberapa hal yakni: 1) belajar
merupaka proses jiwa, 2) belajar menuntut
konsentrasi, 3) belajar harus didasari sifat

28
tawadhu’, 4) belajar bertukar pendapat hendaklah
setelah mantap pengetahuan dasarnya, 5) belajar
harus mengetahui nilai dan tujuan ilmu
pengetahuan yang dipelajari, 6) belajar secara
bertahap, 7) tujuan belajar adalah agar berakhlak
karimah.
d. Alat Pendidikan
Faktor keberhasilan selanjutnya adalah alat
Pendidikan. Alat Pendidikan merupakan suatu
Tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh
pendidik terhadap peserta didik dengan maksud
untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh
pendidik yang menggunakan alat Pendidikan
tersebut. Dengan kata lain, alat Pendidikan
merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh
pendidik kepada peserta didiknya untuk
mencapai suatu tujuan Pendidikan. Alat
Pendidikan yang dimaksud bukan hanya berupa
benda-benda konkret saja akan tetapi bisa juga
tentang nasehat, bimbingan, arahan, hukuman
dan lainnya.

Hal yang Mempengaruhi Kemajuan Pendidikan

1. Kualitas guru
Indonesia memiliki guru yang berkualitas, cerdas dan
inovatif tetapi distribusi guru berkualitas tidak merata
karena banyak lulusan baru yang mengalami
guncangan saat mengajar. Oleh karena itu diperlukan
guru yang adaptif. Oleh karena itu, kualitas generasi
muda ada di tangan guru, karena mereka berperan
sangat penting dalam mendidik dan membimbing
siswa secara langsung di kelas. Untuk memajukan
pendidikan di Indonesia, maka pemerintah akan
mendukung guru dengan memenuhi kebutuhannya,
mengenali usahanya dalam pendidikan, melatih guru
dan mengangkat guru yang dapat meningkatkan
kualitas atau mutu guru, perlu diperhatikan secara
ketat. Peningkatan kualitas guru juga terlihat pada
guru-guru yang tidak pernah berhenti belajar dengan

29
mengikuti webinar dan seminar pendidikan,
memimpin pelatihan, dan berinovasi untuk
menciptakan pembelajaran yang lebih menyenangkan
di kelas.
2. Kurikulum pembelajaran
Kurikulum merupakan salah satu faktor terpenting
yang sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran
karena kurikulum dijadikan sebagai acuan dalam
pembelajaran. Di Indonesia, kurikulum sudah
berkali-kali berubah menyesuaikan dengan
perubahan zaman dan kebutuhan pendidikan.
Sebagai contoh dapat kita lihat pada kurikulum 1975
dimana kurikulum tersebut lahir dari konsep
manajemen MBO (Management by Objective). Dalam
kurikulum ini, dirinci metode, materi, dan tujuan
pembelajaran dalam pengembangan sistem
pengajaran yang lebih dikenal dengan jadwal debat
setiap tahunnya. Selain itu, ada kurikulum (1984)
yang disebut “Kurikulum 1975 Lengkap”. Kurikulum
lebih dikenal dengan metode pembelajaran aktif
dimana siswa mengamati, berdiskusi dan melaporkan
sebagai mata pelajaran. Pada tahun 1994 terjadi
perubahan kurikulum yang memadukan antara
kurikulum 1975 dan 1984, namun kurikulum
tersebut banyak dikritik karena dianggap terlalu sulit
bagi siswa untuk berpindah dari muatan nasional ke
muatan lokal. Kemudian muncul kurikulum, (2004)
berupa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK),
disusul kurikulum, (2006) Kurikulum Satuan Jenjang
Pendidikan (KTSP), dan kurikulum, (2013) dikenal
dengan K- 13. Kurikulum pembelajaran mandiri baru-
baru ini diperkenalkan, menawarkan kemandirian
bagi guru dan siswa. Tidak ada yang salah dengan
perubahan kurikulum di Indonesia, karena hal
tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan pendidikan di Indonesia dan sangat
penting agar guru, siswa, satuan pendidikan dan
masyarakat dapat lebih beradaptasi dengan
perubahan tersebut.

30
3. Anggaran Pendidikan
Untuk memajukan pendidikan di Indonesia,
pemerintah harus berhati-hati dan bijaksana dalam
mengalokasikan anggaran pendidikan. Anggaran yang
diberikan pemerintah ditujukan untuk kegiatan yang
meningkatkan kualitas guru dan siswa, seperti B.
Pelatihan, lokakarya untuk memajukan pendidikan.
Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan sumber
daya manusia.
4. Regulasi Pendidikan
Regulasi tentang pendidikan atau aturan dan
keputusan yang berkaitan dengan pendidikan, yang
dibuat sebagai undang-undang oleh pemerintah,
dianggap cukup sehingga dikhawatirkan akan terjadi
salah tafsir dalam implementasi antara undang-
undang, sehingga perlu perhatian lebih tentang hal
ini.

31
Daftar Pustaka
Amos Neolaka, Grace Amialia A. Neolaka, 2017, Landasan
Pendidikan, Kencana
Anonym. 2015. Pengertian Pendidikan: Pendapat Ahli
tentang Pendidikan. Diambil
dari:http://www.apapengertianahli.com/2015/01/
pengertian-pendidikan-pendapat-
ahlipendidikan.html
Husamah, Arina Restin, Rohmad Widodo, 2019, Pengantar
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Malang.
Mudyahardjo, R. (2014). Pengantar Pendidikan. Rajawali
Pers.
Mutia Nasution, 2022, Dasar-Dasar Pendidikan, Pradina
Pustaka.
Oemar Hamalik, 2011, Dasar-dasar Pengembangan
Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Siti Maro’ah, Jun Surjanti, 2020, Titik Balik “Pendidikan”
Kisah Tiada Akhir, Deepublish.

32
Profil Penulis
Nurzamsinar, S.Pd.I., M.Pd
Penulis lahir pada 10 Agustus 1992 di Mapilli
Kabupaten Polewali Mandar. Penulis
menempuh Pendidikan S-1 di Institut Agama
Islam Negeri Pare-pare pada program studi
Pendidikan Agama Islam pada tahun 2014.
Dan pada tahun 2015 melanjutkan kuliah S-2 (Magister)
di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada
program studi Pendidikan Agama Islam dan
menyelesaikan studi pada tahun 2017. Pada saat ini,
penulis menjadi dosen tetap program studi Pendidikan
Agama Islam di Institut Agama Islam Darul Da’wah wal
Irsyad Polewali Mandar.
Penulis memiliki kepakaran dibidang Pendidikan. Dan
untuk mewujudkan karir sebagai dosen yang professional
maka penulis aktif sebagai peneliti dibidang
kepakarannya. Adapun beberapa penelitian yang telah
dilaksanakan yang di danai langsung oleh internal
kampus.
Email: nurzamsinar@gmail.com

33
34
3
ASAS DAN LANDASAN
PENDIDIKAN

Dr. Wilda Susanti, M.Kom


Institut Bisnis dan Teknologi Pelita Indonesia

Pendahuluan

Pendidikan menjadi bagian penting dari kehidupan, dan


harus sejalan dengan perkembangan zaman. Pendidikan
menjadi bekal bagi manusia dalam menghadapi
tantangan zaman yang terus berubah. Pendidikan
terciptanya peserta didik yang akan melakukan
pembaharuan demi pembaharuan dalam setiap waktu.
Tidak hanya mampu berpendidikan tinggi akan tetapi
mampu menjadi agen perubahan dalam lingkup kecil
maupun besar. Perguruan tinggi sebagai satuan
pendidikan memiliki pengaruh dalamsetiap perubahan.
Mengapa demikian? Karena disinilah kematangan dalam
menempuh pendidikan dan diharapkan menjadi
perubahan dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan
menjadi tujuan untuk mempersiapkan pribadi yang
seimbang agar tercapai tujuan hidup (W. Susanti et al.,
2022). Asas dan landasan pendidikan diperlukan di dalam
dunia pendidikan. Agar memiliki pondasi dan pijakan
yang kuat dalam memberikan pemahaman dalam
berbagai hal. Yaitu pemahaman tentang pandangan
manusia, sistem, hakikat, landasan dan asas serta
permasalahan pendidikan.

35
Asas Pendidikan

Asas pendidikan merupakan dasar pemikiran yang


membantu kita merancang dan melaksanakan
pendidikan. Asas pendidikan adalah ketentuan yang
harus dipahami atau menjadi pegangan dalam
melaksanakan pendidikan agar tercapainya tujuan
(Setiana Soleah, 2022). Salah satu dasar utama dalam
pendidikan adalah manusia itu dapat dididik dan dapat
mendidik diri sendiri.
Adapun asas-asas pelaksanaan pendidikan di Indonesia
yaitu:
1. Asas Tutwuri Handayani
Dikemukakan awalnya oleh Ki Hajar Dewantara.
Tokoh perintis kemerdekaan dan Bapak Pendidikan
Nasional. Asas Tut Wuri Handayani telah menyatu
dengan asas yaitu:
a. Ing Ngarso sung tulodo (menjadi seorang
pemimpin harus mampu memberikan suri
tauladan bagi orang-orang sekitarnya).
Seorang guru harus dapat menginspirasi peserta
didik nya ke dalam pengetahuan yang lebih luas.
Dapat mengembangkan gagasan peserta didik nya
lebih terdepan. Guru menjadi teladan dan contoh.
Sehingga peserta didikdapat membangun
pengetahuannya dengan dibantu oleh gurunya
dan orang lain.
b. Ing Madyo Mbangun Karso (seseorang ditengah
kesibukannnya harus juga mampu
membangkitkan atau mengugah semangat)
Ketika keraguan peserta didikdalam bertindak
atau dalam pengambilan keputusan, guru harus
mampu memotivasi. Sehingga guru berada di
tengah-tengah pemikiran peserta didik nya. Guru
mampu memberikan perubahan pemikiran
peserta didikmenjadi kritis agar dapat mengkaji
pemikiran sendiri.

36
c. Tut Wuri Handayani (kalau didepan pendidik
memberi contoh, kalau ditengah memberi
dorongan, dan kalau dibelakang memberikan
pengaruh yang baik menuju hal yang baik).
Peserta didikdiberi kesempatan secara mandiri,
dan bila ada kesalahan, tidak ada hukuman.
Karena menurut Ki Hajar Dewantoro setiap
kesalahan yang terjadi pada peserta didikbersifat
mendidik.
d. Asas Pendidikan seumur hidup (life long
educational, bahwa pendidikan dimulai sejak lahir
sampai mati). Belajar harus mengalami
perubahan dari sisi kognitif (pengetahuan), afektif
(sikap) dan psikomotor (keterampilan). Asas ini
memberikan kesempatan kepada semua orang
untuk melakukan peningkatan diri sepanjang
hayat/hidupnya.
e. Asas Kemandirian artinya pendidikan harus
menjalankan peran sebagai komunikator,
fasilitator, organisator dan lainnya.

Landasan Pendidikan

Landasan pendidikan adalah prinsip dasar pendidikan.


Prinsip-prinsipnya didasarkan pada psikologi dan sejarah,
dan membantu para pendidik memahami perbedaan
individu di antara anak-anak. Dengan cara ini, kurikulum
didasarkan pada prinsip-prinsip ini, serta pengaruh sosial
dan psikologis. Setelah tujuan dan tugas diklarifikasi,
para peserta didikharus dikelompokkan bersama dalam
kelompok sesuai dengan tujuan. Filosofi di balik apa yang
menjadi dasar pendidikan tidak terbatas pada kerangka
teoritis. Prinsip paling mendasar bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk membantu orang
mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk
sukses dalam hidup mereka. Selain itu, pendidikan
menyeluruh membantu peserta didikmengembangkan
keterampilan hidup yang penting seperti kecerdasan
emosional, keterampilan sosial, dan kemampuan kognitif.
Keterampilan ini membentuk dasar untuk sukses dalam

37
hidup. Untuk membangun fondasi yang kuat, pendidik
harus mengikuti beberapa prinsip praktik pendidikan.
Landasan, pijakan yang menjadi pegangan setiap kegiatan
pendidikan serta menjiwai setiap langkah sejak dari
perencanaan sampai melaksanakan pendidikan.
Landasan didasarkan pada filsafat atau pandangan hidup
yaitu sebagai wahana pengembangan manusia dan
masyarakat. Empat pilar (landasan) pendidikan yang
dijadikan landasan untuk pencapain tujuan pendidikan
sepanjang hayat adalah:
1. Learning to know yaitu belajar, untuk menguasai
instrumen-instrumen pengetahuan.
2. Learning to do (belajar berbuat) yaitu sebuah
konsepsi bagaimana kita bisa berbuat dan melakukan
atau mempraktekkan dari apa yang sudah kita
pelajari.
3. Learning to live together (belajar hidup bersama)
belajar hidup bersama orang lain yaitu konsepsi
bagaimana kita bisa hidup bersama dengan orang lain
yang memiliki latar, budaya, sosial, ekonomi dan
agama dan keanekaragaman yang berbeda-beda
4. Learning to be (belajar menjadi seseorang) artinya
adalah bahwa pendidikan harus bisa
menyumbangkan perkembangan yang seutuhnya
kepada setiap orang baik dalam jiwa raga,
intelegensia, kepekaan, rasa, estetika tanggung jawab
pribadi dan nilai spritual.
Pendidikan dimulai dengan fondasi dasar pengetahuan
yang kuat. Dasar-dasar ini membantu membentuk arah
yang akan diambil dalam pendidikan. Ada juga beberapa
prinsip yang penting untuk pendidikan, seperti
mengembangkan kepribadian yang utuh dan memastikan
negara bergerak ke arah yang benar. Selanjutnya, untuk
membantu pendidikan maju lebih cepat, dengan sains
dan teknologi. Penting bagi sekolah untuk memiliki
pemahaman tentang tujuan pendidikan. Selain
memastikan bahwa kurikulum relevan dengan tujuan
peserta didik, juga harus dapat memenuhi kebutuhan

38
peserta didik. Dengan kata lain, ia harus mampu
memenuhi kebutuhan dan keinginan peserta didik nya.
Dimana tujuan dasar pendidikan adalah untuk
mempromosikan hubungan yang sehat antara orang-
orang. Ini adalah proses mengajar orang untuk
memahami dan menghormati satu sama lain. Landasan
filosofis pendidikan membantu menentukan tujuan
pendorong kurikulum. Dasar-dasar pendidikan
mencakup tujuan sekolah dan pesertanya. Misalnya,
filosofi penggerak suatu pendidikan akan menentukan
apakah ia bertujuan untuk mengembangkan norma-
norma individu atau kelompok. Ini juga akan membantu
untuk memutuskan apakah sekolah harus memberikan
pelatihan kejuruan. Untuk itu, dasar-dasar pendidikan
menjadi sangat penting. Mata pelajaran ini harus
diajarkan di setiap sekolah. Berbagai macam landasan
pendidikan yang berkaitan erat dengan penerapannya
adalah landasan filosofis, landasan kultural, landasan
psikologis, landasan ilmiah dan landasan teknologi.

Fungsi Landasan Pendidikan

Landasan pendidikan memiliki fungsi sebagai:


1. Acuan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan bagi
pengajar
2. Cara pandang dalam kegiatan pelaksanaan
pendidikan
3. Motivator untuk mendapatkan konsep atau dasar
pendidikan
4. Mendorong pengembangan teori-teori kependidikan
sehingga dapat mendorong berpikir kritis dalan
kegiatan pendidikan
5. Kegiatan mengajar terbentuk dari pola pikir dan pola
kerja.

39
Landasan Pendidikan serta Penerapannya

1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis sistem pendidikan berasal dari
pandangan mengenai hakikat manusia, sumber nilai,
hakikat pengetahuan, dan bagaimana kita dapat
menjalani kehidupan yang lebih baik. Pandangan ini
disebut idealisme, realisme, perenialisme,
esensialisme, pragmatisme, dan progresivisme.
a. Esensialisme
Cara mengajar fokus pada pelajaran dan materi
yang paling penting, daripada mengajarkan segala
sesuatu secara umum.
b. Perenialisme
Perenialisme adalah jenis pendidikan yang
menitikberatkan pada bahan ajar yang akan
selalu relevan, seperti kebenaran, keindahan, dan
cinta akan kebaikan secara umum.
c. Pragmatisme dan Progresifme
Pragmatisme adalah filsafat yang berfokus pada
penggunaan praktis dari berbagai hal. Aliran ini
memunculkan progresivisme, yaitu gerakan yang
tidak menginginkan adanya pendidikan
tradisional.
d. Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah aliran pemikiran yang
percaya bahwa sekolah dan lembaga pendidikan
dapat menjadi agen perubahan sosial yang kuat.
2. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis pendidikan merupakan studi
tentang proses sosial dan pola interaksi sosial dalam
sistem pendidikan. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk
membantu kegiatan gotong royong membersihkan
lingkungan sekolah, dan melaksanakan piket kelas
dalam bentuk kelompok yang sekaligus mengajarkan
gotong royong kepada peserta didik.

40
Gambar 3.1. Landasan Sosiologis
3. Landasan Kultural
Pendidikan dan kebudayaan memiliki hubungan
timbal balik. Pendidikan dapat membantu
melestarikan dan mengembangkan budaya dengan
mewariskannya dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Peristiwa kebudayaan dan pendidikan
adalah cara untuk menunjukkan budaya kita kepada
orang lain. Landasan kultural adalah seperangkat
norma yang berasal dari cara budaya hidup di negara
tertentu. Norma-norma ini membantu untuk
memandu pendidikan di negara itu. Di Indonesia, hal
ini dilakukan melalui prinsip-prinsip Pancasila yang
bersumber dari cara bangsa ini dibangun.

Gambar 3.2. Landasan Kultural


4. Landasan Psikologis
Dasar psikologis mengacu pada prinsip-prinsip
belajar dan perkembangan anak. Pemahaman peserta
didik, terutama mereka yang dengan aspek psikologis

41
merupakan salah satu kunci keberhasilan
Pendidikan. Oleh karena itu, hasil dan temuan kajian
psikologi menjadi sangat penting dan diperlukan
untuk pendidikan.

Keluarga

Landasan Psikologis

Sekolah

Masyarakat

Gambar 3.3. Landasan Psikologis


5. Landasan Historis
Landasan ini berhubungan dengan sejarah
pendidikan. Sejarah atau history adalah keadaan
masa lampau dengan segala macam peristiwa atau
kegiatan yang didasarkan pada konsep-konsep
tertentu.

Gambar 3.4. Landasan Historis

42
6. Landasan Iptek
Kecendrungan pengajar mengadopsi teknologi
kedalam pengajaran menjadi suatu kebutuhan dalam
pendidikan. Teknologi akan membawa dua dampak
yaitu dampak positif dan dampak negatif. Positif
membawa pembaharuan ke kurikulum. Sedangkan
dampak negatfi terjadi penyalahgunaan (W. Susanti,
2021). Untuk itu pendidikan berkaitan erat dengan
proses penyaluran pengetahuan haruslah mendapat
perhatian yang proporsional dalam bahan ajaran,
dengan demikian pendidikan bukan hanya berperan
dalam pewarisan IPTEK tetapi juga ikut menyiapkan
manusia yang sadar IPTEK dan calon pakar IPTEK itu.
Selanjutnya pendidikan akan dapat mewujudkan
fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan iptek
tersebut.

Gambar 3.5. Landasan Iptek


Untuk mengacu kepada landasan yang kokoh,
pendidikan harus dapat dilaksanakan secara mantap,
jelas tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta
efisien dan efektif..Oleh karena itu landasan
pendidikan harus diperkokoh, sebelum para pendidik
melaksanakan pendidikannya. Selanjutnya, karena
pendidikan itu pada dasarnya adalah upaya
memanusiakan manusia (humanisasi), maka para
pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai
salah satu landasannya. Tanpa memahami hakikat
manusia, para pendidik tak akan mampu
memfasilitasi peserta didiknya untuk dapat menjadi
manusia. Landasan pendidikan merupakan dasar
untuk upaya pengembangan pendidikan yang
memiliki kaidah sebagai upaya pemberian kebijakan

43
dan praktik pendidikan. Tanpa landasan yang jelas,
kesalahan pendidikan dapat menjadi sesuatu yang
melekat pada masyarakat melalui komersialisasi dan
spesifisitas, yang berkontribusi pada kesenjangan
pendidikan.
Dari uraian diatas dapat dilihat perbedaan landasan
pendidikan dan asas pendidikan yaitu : Landasan
pendidikan adalah asumsi-asumsi yang dijadikan
dasar atau titik tolak dalam mencapai tujuan
pendidikan. Sedangkan asas pendidikan adalah suatu
kebenaran yang dijadikan dasar atau tumpuan dalam
perencanaan dan praktek pendidikan. Landasan
adalah kebenaran yang diyakini sebagian kelompok.
Asas pendidikan adalah kebenaran dalam pendidikan
yang diakui secara global, semisal sifat dasar murid
yang menerima pendidikan dan guru sebagai sosok
yang informatif.

44
Daftar Pustaka
Setiana Solehah. (2022). Asas-Asas Pendidikan (Suci
Haryanti (ed.); p. 73). Media Sains Indonesia.
Susanti, W. (2021). Inovasi dan Teknologi Pembelajaran.
In A. Munandar (Ed.), Pendidikan Profesi Keguruan
dan Teknologi Pendidikan (p. 136). Media Sains
Indonesia.
Susanti, W., Hendriyani, Y., Nikmatul Lukma, H., Mulya,
R., Suryani, K., Simeru, A., Panyahuti, Tendra, G., &
Sutomo. (2022). Bunga Rampai Pengantar Strategi
Pembelajaran (M. P. Intan Kusumati, S, Pd (ed.)).
Penerbit Lakeisha.

45
Profil Penulis
Dr. Wilda Susanti, M.Kom
Penulis adalah dosen LLDIKTI X dpk di
Institut Bisnis dan Teknologi Pelita Indonesia.
Sejak meraih gelar Doktor dengan predikat
cumlaude di Universitas Negeri Padang, pada
program studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan pada
tahun 2021 mulai aktif menulis buku. Beberapa buku
yang telah terbit yaitu buku referensi Sony Vegas, Smart
Apps Creator dan Buku Model Virtual Lab Dan Remote
Lab Melalui Inkuiri dan Kolaboras Berbantuan Android.
Serta Buku Monograf Pembelajaran Aktif, Kreatif dan
Mandiri pada Mata Kuliah Algoritma dan Pemrograman,.
Penulis juga aktif menulis book chapter. Buku penulis
dapat dilihat pada
https://www.google.com/search?tbm=bks&q=wilda+susa
nti.
Ketertarikan penulis terhadap bidang ilmu komputer
dimulai tahun 2003. Sehingga penulis mengambil
pendidikan S1 di prodi Teknik Informatika STMIK-AMIK
Riau tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan studi S2
Ilmu Komputer di UPI YPTK Padang tahun 2007. Penulis
mengampu mata kuliah Perancangan Basis Data,
Algoritma dan Struktur Data dan Data Warehouse.
Penulis memiliki kepakaran di bidang Technology
Education. Pada bidang penelitian telah lolos tiga kali
hibah penelitian dosen pemula yaitu dua kali sebagai
ketua dan satu kali sebagai anggota. Di tahun 2022 ini
juga lolos hibah Kemdikbudristkdikti penelitian terapan
unggulan perguruan tinggi tiga tahun sebagai ketua.
Email Penulis: wilda@lecturer.pelitaindonesia.ac.id

46
4
PENDIDIKAN DI ERA
GLOBALISASI

Melkisedek Landi, SKep., Ns., MMedEd


Poltekkes Kemenkes Kupang

Globalisasi

Kata globalisasi sebenarnya merupakan serapan dari


bahasa asing yaitu bahasa Inggris ‘globalization’. Dari kata
itulah muncul istilah globalisasi. Kata ini ada yang
memandangnya sebagai suatu proses sosial, proses
sejarah, atau proses alamiah yang membawa seluruh
bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain.
Keterikatan inilah yang akan mewujudkan suatu tatanan
kehidupan baru. Globalisasi mengacu pada kemudahan
interaksi seluruh orang di belahan dunia. Hal tersebut
terjadi karena timbulnya faktor perkembangan teknologi
terutama pada bidang komunikasi. Anthony Giddens
mendefinisikan globalisasi sebagai keadaan individu,
kelompok masyarakat, dan negara yang interdependen.
Menurut Selo Soemardjan: Globalisasi merupakan suatu
proses terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi
antar masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti
sistem dan kaidah-kaidah tertentu

Dampak Positif Globalisasi Secara Umum

1. Perubahan Tata Nilai dan Sikap


Globalisasi menyebabkan perubahan tata nilai sosial
budaya, cara hidup, pola pikir, maupun ilmu
pengetahuan dan teknologi dari bangsa lain yang
47
telah maju. Misalnya, meningkatkan etos kerja yang
tinggi, suka bekerja keras, disiplin, mempunyai jiwa
kemandirian, rasional, sportif, dan lain sebagainya,
2. Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
menyebabkan kehidupan sosial ekonomi dapat lebih
produktif, efektif, dan efisien. Kemajuan di bidang
teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi,
memudahkan kehidupan manusia. Misalnya
mobilitas tinggi, karena jarak tempuh dalam
bepergian dari satu tempat ke tempat lain menjadi
lebih cepat, mudah memperoleh informasi dan ilmu
pengetahuan.
3. Tingkat Kehidupan Menjadi Lebih Baik
Globalisasi membantu memperkenalkan kehidupan
sosial dan budaya Indonesia sehingga turisme dan
pariwisata berkembang. Globalisasi juga membantu
meluaskan pasar produk dalam negeri sehingga
produksi dalam negeri mampu bersaing di pasar
internasional, kehidupan menjadi lebih baik, dan
pembangunan negara meningkat

Pendidikan dan Globalisasi

Pada era globalisasi saat ini pendidikan merupakan


elemen penting dan strategis untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Pendidikan sangat
berpengaruh dan memiliki faktorfaktor penting yang
mendasar untuk berorientasi ke masa depan dalam
kehidupan manusia. Idealnya lewat proses pendidikan
yang benar, pendidikan yang ideal akan terciptanya
penerus bangsa yang mempunyai wawasan luas untuk
melakukan Inovasi bagi kemajuan bagi bangsa.
Keterikatan Semua bangsa didunia sebagai bagian yang
tidak terpisahkan tercermin sangat baik ketika terjadi
pandemi. kecepatan penularan, informasi dan distribusi
tindakan prevensi dan intervensi lainnya bisa didapat
nyaris setiap saat dan terus di Update. Proses pendidikan
yang baik akan tetap berkualitas sekalipun situasi

48
Darurat seperti pandemi covid-19, karena kemampuan
modifikasi metode pembelajaran dan dalam Proses
selanjutnya perkembangan Ilmu pengetahuan dan
teknologi memberi sumbangsih yang sangat besar dalam
kemajuan. Terdapat Empat Pilar Pendidikan dalam
menciptakan Mutu Pendidikan yang berbudaya , yaitu:
Pendidikan keluarga (informal). Pendidikan sekolah
(formal), Pendidikan masyarakat (non formal) dan
Pemerintah

Dampak Positif Globalisasi Pendidikan

1. Sistem Pembelajaran Online


Perkembangan proses ini menjadi opsi utama saat
Pandemi Covid19 dan juga bagi peserta didik yang
mempunyai kesibukan yang tinggi, karena sistem e-
learning biasanya dapat diakses kapan saja dan
bersifat fleksibel. Sistem pembelajaran ini tidak
mengharuskan pendidik dan peserta didik untuk
saling bertatap muka secara langsung. Selain itu,
sistem pembelajaran ini bisa menghemat biaya
transportasi baik bagi pendidik dan peserta didik,
berbeda dengan sistem pembelajaran konvensional
yang membutuhkan biaya transportasi sebagai
penunjang pendidikan. Keluasan dan Kemudahan
Penggunaan Komputer dan jaringan internet
merupakan elemen penting yang sangat dibutuhkan
untuk mengakses sistem pembelajaran online ini, dan
dengan adanya pandemi Covid 19, Sistem
pembelajaran Online menjadi sangat., dan bahkan
sempat menjadi pilihan utama terutama saat terjadi
lockdown atau pembatasan sejenisnya.
2. Kemudahan dalam Mengakses Informasi Pendidikan
Teknologi Internet memberi kemudahan yang luar
biasa, tidak hanya dalam menyediakan informasi real
time dan komprehensif, namun juga ketersediaan
buku elektronik yang sangat membantu mengurangi
biaya karena ketadaan penggunaan kertas.

49
3. Meningkatnya Kualitas Pendidik
Peningkatan Kualitas sumber daya manusia dalam
Proses pendidikan/Pendidik sangat dipengaruhi oleh
kemudahan dalam mengakses informasi pendidikan.
pelatihan, panduan pembelajaran mandiri dengan
Informasi dan panduan, Publikasi, Jurnal dan
Informasi ilmiah lainnya dapat dengan mudah
didapatkan sehingga sangat membantu
meningkatkan Kualitas Pelaku Pendidikan.
Kemampuan memaksimalkan teknologi dan informasi
di era globalisasi, erat Kaitannya dengan kualitas
pengajar yang akan terus meningkat.
4. Pertukaran mahasiswa/Pelajar
Kegiatan Pertukaran kelihatan nampak biasa saja
dalam Prosesnya, namun seyogyanya menjadi hal
yang penting dalam dunia pendidikan di era
globalisasi. Kesempatan Belajar Keluar Negeri dengan
lebih mudah, selain mendapat sistem pendidikan
yang baik juga dituntut untuk bisa beradaptasi
dengan lingkungan baru dan bisa mengetahui serta
mengerti budaya di luar negeri, sehingga siswa
diharapkan bisa memiliki pengetahuan dan wawasan
yang luas.
5. Karya Inovatif
Perkembangan IPTEK pada era globalisasi bagi
sebuah instansi pendidikan lebih banyak
dimanfaatkan untuk mendorong pelaku pembelajaran
menciptakan suatu karya yang inovatif. Pembelajaran
yang berpusat pada siswa di era ini banyak
mendorong pelajar/mahasiswa menghasilkan karya
inovatif dan mempublikasian hasil penelitian
sederhana atau tulisannya dengan lebih baik.

Dampak Negatif Pendidikan di Era Globalisasi

1. Kualitas Moral pembelajar yang menurun


Dampak buruk dari adanya globalisasi bagi dunia
pendidikan adalah menurunnya kualitas moral para

50
pembelajar. Informasi di internet yang dapat diakses
secara leluasa sangat rawan dalam mempengaruhi
moral pelajar. Banyaknya Konten tidak Layak tanpa
filter yang memadai menjadi tantangan tersendiri.
kontrol dan perhatian dari orang tua, guru dan
negara sangat penting.
2. Meningkatnya Kesenjangan
Walau pemerintah telah Berusaha Mendanai
Pendidikan berbasis teknologi, namun tidak bisa
dipungkiri. Masih banyak di negara
berkembang,termasuk indonesia perkembangan
teknologi masih belum bisa dinikmati secara
maksimal dan lebih banyak sekolah-sekolah di
wilayah perkotaan mengoperasikan Fasilitas
teknologi, ketimbang yang berada di wilayah
pedalaman karena sulitnya akses dan kurangnya
modal. Yang mana Masalah ini Turut berpengaruh
terhadap Produk Lulusan seklah/perguruan tinggi.
3. Tergerusnya Kebudayaan Lokal
Arus globalisasi yang sangat pesat juga bisa
menggerus kebudayaan lokal di sebuah
negara/derah. Informasi digitalyang terus menerus
dan tidak mengenal batas wilayah menjadi masalah
tersendiri bagi daerah/negara yang kurang memiliki
karakter budaya/lokal yang baik. Karena itu,
harusnya pendidikan karakter termasuk
Nasionalisme menjadi hal wajib dalam era Globalisasi.
4. Tradisi Serba Cepat dan Instan
Dampak buruk globalisasi selanjutnya dalam dunia
pendidikan adalah munculnya tradisi serba cepat dan
instan. Penyikapan arus globalisasi yang tidak tepat
bisa menjadikan pendidikan kehilangan orientasi
idealnya yaitu proses pembelajaran. Orientasi
pendidikan yang awalnya menekankan pada proses
telah berubah ke ranah pencapain hasil. Akibatnya
banyak orang yang hanya menekankan pada hasil
akhir ketika menempuh sebuah pendidikan, bahkan
kini makin marak adanya jual beli ijazah palsu karena

51
banyak orang yang ingin cepat mendapatkan
keuntungan secara cepat dan instan. hal ini menjadi
masalah yang besar dan merugikan negara jika tidak
ditangani dengan cepat. Globalisasi di dunia
pendidikan perlu disikapi dengan bijak agar nantinya
tidak salah arah.
5. Komersialisasi Pendidikan
Komersialisasi pada dunia pendidikan dapat terjadi
ketika sebuah instansi pendidikan menetapkan biaya
pendidikan yang tidak sebanding dengan pelayanan
pendidikannya, sehingga instansi tersebut hanya
mengedepankan laba yang diperoleh. Walau Hal ini
dapat terjadi karena lemahnya kontrol lembaga,
Namun masih ada lembaga pendidikan yang
melaksanakan praktik pendidikan hanya untuk
mendapatkan gelar akademik tanpa melalui proses
pendidikan yang ideal, yang berakinat pada tingginya
biaya pendidikan biaya pendidikan di lembaga
semacam ini sangatlah tinggi.
Secara umum Dampak Positif Globalisasi Terhadap
Dunia Pendidikan Indonesia adalah perubahan
Pengajaran Interaktif Multimedia. Kemajuan teknologi
akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola
pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang
bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang
berbasis teknologi baru seperti internet dan computer.

Tantangan Pendidikan di Era Globalisasi

Tantangan pendidikan saat ini terkait dengan arus


globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan isu
global, seperti masalah lingkungan, kemajuan teknologi
dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya
serta perkembangan pendidikan di tingkat internasional
Globalisasi telah mengubah cara hidup masyarakat dari
pertanian dan perdagangan tradisional menjadi
masyarakat industri dan perdagangan modern Tantangan
pendidikan ke depan membutuhkan pembelajaran,
khususnya pembelajaran sains, untuk mengembangkan
pemikiran tingkat tinggi. Tantangan-tantangan ini dapat

52
dinyatakan dalam bentuk tingkat kemampuan
pemecahan masalah siswa. Siswa sering dapat
menyelesaikan beberapa masalah dengan sukses, tetapi
gagal jika konteks masalah sedikit diubah Hal ini terjadi
karena siswa belum terbiasa berpikir pada tataran
metakognitif Baker, L & Brown, A., 1984: Hasil dari 353
studi menunjukkan kekurangan dalam penerapan
strategi metakognitif untuk belajar. Kemampuan berpikir
analitis adalah pembelajaran ilmiah yang dirancang
untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
secara sistematis dan logis, bagaimana mengidentifikasi
penyebab masalah, mengantisipasi akibat yang tidak
diinginkan, dan mengelola masalah berdasarkan
pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan sumber
daya yang diperlukan Kondisi kemajuan teknologi
informasi dan industri di atas yang berlangsung dengan
amat cepat dan ketat di era globalisasi menuntut setiap
negara untuk berbenah diri dalam menghadapi
persaingan tersebut Bangsa yang yang mampu
membenahi dirinya dengan meningkatkan sumber daya
manusianya, kemungkinan besar akan mampu bersaing
dalam kompetisi sehat tersebut. Di sinilah pendidikan
diharuskan menampilkan dirinya, apakah ia mampu
mendidik dan menghasilkan para siswa yang berdaya
saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam
menghadapi gempuran berbagai kemajuan dinamika
globalisasi tersebut. Beberapa tantangan pendidikan
menghadapi era global sebagai berikut:
1. Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu
bagaimana meningkatkan produktivitas kerja sebagai
upaya untuk memelihara dan meningkatkan
pembangunan berkelanjutan (continuing
development).
2. Tantangan untuk melakukan riset secara
komprehensif.
3. Peningkatan daya saing bangsa dalam menghasilkan
karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil
pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.

53
4. Tantangan terhadap munculnya inovasi baru di
bidang Iptek, yang memadai sesuai kebutuhan dan
daya tawar pasar

Solusi Menghadapi Tantangan di Era Global

1. Orientasi pendidikan tidak hanya berupa teori-teori,


namun harus dibarengi dengan praktik. Praktek
pembelajaran harus lebih diperbanyak. Sehingga
siswa akan mudah mengembangkan
keterampilannya.
2. Dalam proses belajar mengajar, guru harus benar-
benar mau mengembangkan pendidikan yang
berbasis siswa sehingga akan terbentuk karakter
kemandirian sebagai karakter yang dituntut dalam
era global.
3. Guru harus benar-benar menguasai materi pelajaran
dan ilmu mendidik. Hal ini bisa dilakukan dengan
studi lanjut sesuai dengan spesialisasi, pelatihan,
work shop, maupun studi banding ke institusi-
institusi yang sudah maju.
4. Perlunya pembinaan dan pelatihan tentang
peningkatan motivasi belajar terhadap siswa. Harus
ditanamkan pola pembelajaran yang berorientasi
proses bukan hasil, sehingga siswa akan terbiasa
untuk belajar maksimal dengan mementingkan pada
substansi bukan formalitas. Profesi guru harus
dihargai dengan maksimal.
5. Mengembangkan budaya baca bagi kalangan anak
usia sekolah maupun masyarakat umumnya.
Pemerintah harus konsisten dengan kebijakan yang
telah ditetapkan. Contoh yang paling nyata adalah
alokasi APBN untuk pendidikan seharusnya benar-
benar 20 %.
6. Perlunya dukungan dan paartisipasi komprehensif
dari semua pihak yang memiliki kepentingan dengan
pendidikan. Perlu adanya kerjasama antar pengelola
lembaga pendidikan, pemerintah, perusahaan dan
masyarakat..

54
Insan Pendidikan Perlu disadarkan bahwa
Globalisasi tidak dapat dihindari jika kita tidak ingin
tergerus oleh zaman. Modernisasi di berbagai lini
kehidupan tidak bisa terlepas dari arus perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Revolusi industri 4.0
yang menekankan pada digitalisasi, semua hal berkaitan
dengan produksi bisa lebih efektif.. Pemerintah dan
semua sistem yang terlibat dalam Proses pelaksnaan
pendidikan wajib berjalana bersama dalam menyiapkan
generasi yang mampu menghadapi perubahan sosial,
budaya, dunia kerja dan kemajuan teknologi yang pesat,
kompetensi mahasiswa harus disiapkan untuk lebih
gayut dengan kebutuhan zaman. Perubahan masa depan
yang berubah dengan cepat.

55
Daftar Pustaka
Baker, L., & Brown, A. L. (1984). Metacognitive skills and
reading. In P. D. Pearson, R. Barr, M. L. Kamil and P.
Mosenthal (Eds.), Handbook of Reading Research.
New York: Longman.
Djamarah, S. D. (2006). Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rieneka Cipta.
Istiarsono, Zen. 2016. “Tantangan Pendidikan dalam
Era Globalisasi: Kajian Teoritik.” Jurnal Intelegensia
1 (2).
Oentoro, Johannes. 2004. “Industrialisasi atau
Komersialisasi Pendidikan”. Kompas. 6 September
2004.
Rugina, Anghel N. 1998. “Dehumanization of Modern
Civilization and a New”. Emeraldinsight Publication
International Journal of Social Economics 25 (5):
663.
Santrock.J.W (2011). Psikologi Pendidikan. Edidi 1
Buku3.Salemba Humanika
https://www.kompasiana.com/jihanfatiha7913/5f91853
28ede48371e7aa152/bagaimana-pendidikan-dalam-era-
globalisasi-dan-industri-4-0
https://lifestyle.kontan.co.id/news/mengenal-
globalisasi-pengertian-teori-serta-dampak-dari-
globalisasi?page=all.

56
Profil Penulis
Melkisedek Landi, SKep., Ns., MMedEd
Penulis Pernah Bekerja di Puskesmas
Zumalai, bekas Provinsi Timor Timur, Dinas
Kesehatan Sumba Timur dan terakhir di Prodi
Keperawatan Waingapu Poltekes Kemenkes
Kupang pada Program Pendidikan DIII
Keperawatan sampai dengan sekarang. Penulis
Menyelesaikan Pendidikan S1 Keperawatn di PSIK UGM
tahun 2006 dan kemudian melanjutkan Pendidikan pada
Magister Pendidikan Kedokteran UGM 2015. Penulis
terlibat dalam bidang Keperawatan Penyakit Tropik
Komplementer dan Promosi kesehatan. Penulis Terlibat
dalam Matakuliah Keperawatan gawat darurat dan
Manjemen bencana sejak tahun 2010. Penulis Juga
Tertarik dengan Pembelajaran Keperawatan Jiwa. menjadi
salah satu alasan terlibat dalam penyusunan buku ini.
Semoga Dapat Bermanfaat bagi kita semua. Email
Penulis: melki.landi2@gmail.com

57
58
5
TEORI DAN PILAR PENDIDIKAN

Siskha Putri Sayekti, M.Si


STAI Al-Hamidiyah Jakarta

Pendahuluan

Pendidikan bersifat universal dalam kehidupan manusia


yang bisa terjadi di manapun dan kapanpun. Memahami
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk
memanusiakan manusia. Pendidikan tanpa adanya dasar
ilmu Pendidikan akan menimbulkan problematik
Pendidikan. Pendidikan merupakan bagian yang sangat
penting dalam setiap kehidupannya yang dianut oleh
masing-masing bangsa atau masyarakat bahkan individu
yang dapat memyembabkan perbedaan dari suatu
bangsa. Pendidikan merupakan kunci dalam
pembangunan ((Darmanto&Nur Basuki, 2019). Tidak
satupun negara yang meraih pertumbuhan ekonomi yang
stabil tanpa meningkatkan sumber daya manusia artinya
sumber daya manusia merupakan modal yang utama
untuk meraih kemajuan ekonomi. Pendidikan merupakan
wadah dalam membentuk manusia yang mumpuni.
Sumber daya manusia menjadi salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan pembangunan. Undang-
undang dasar 1945 mencerdaskan kehidupan bangsa
dicantumkan sebagai tujuan bernegara. Pemerintah
dengan mengacu dalam sistem Pendidikan nasional
memiliki tiga fungsi yang dijalankan pemerintah untuk
mencerdaskan manusia Indonesia dengan
mengembangkan kemampuan, pembentukan watak dan
peradaban bangsa. Dari tiga fungsi ini potensi siswa

59
dikembangkan melalui kematangan yang cerdas baik
rohani, fisik, sosial budaya dan politik.
Pembentukan watak termaktub dalam Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pendidikan nasional ini diharapkan dapat
membentuk watak bangsa yang bermartabat. Membahas
tentang watak menujukkan jati diri bangsa yang patut
untuk dihormati serta dihargai oleh Negara dan bangsa
lain. Watak ini mengandung nilai-nilai luhur dijadikan
pedoman hidup untuk meriah derajat lebih tinggi, hidup
bermanfaat serta kedamaian dan kebahagiaan.
Lima pilar konseptual yang dicetuskan oleh UNESCO
serta dipopulerkan yaitu ; learning to know, learning to do,
learning to live together, and learning to transform onseself
and society (Baker,S.K,Fien,H.,& Baker, D.L, 2010).
Selanjutnya dari sisi makro pemerintah perlu juga
memperhatikan sistem alam (natural system) terkait
ketersediaan sumber daya alam seperti tanah, air dan
udara. Sistem sosial budaya (social and cultural system)
yang berhubungan langsung dengan keluarga,
masyarakat dan hal yang berkaitan dengan budaya orang-
orang bisa hidup bersama. Sistem ekonomi yang
mengelola penghidupan masyarakat yang berkaitan
dengan pekerjaan dan pendapatan. Dari sisi politik
pemerintah memiliki kepentingan terhadap mutu
pendidikan. Oleh karena itu pemerintah menetapkan
kebijakan dan standar mutu untuk menjamin hal
tersebut. Standar nasional yang ditetapkan pemerintah
diantaranya; Standar nasional pendidikan, terdiri atas
standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
pendidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan
pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Standar ini
merupakan acuan untuk mengembangkan kurikulum,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan
dan pembiayaan.
Pembentukan watak bangsa dapat dimulai dengan
kurikulum. Kurikulum disni dapat dipahami sebagai nilai
kritis yang berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Hal
ini dapat ditegaskan karena kurikulum merupakan
rencana adan aturan yang berisi tujuan, isi, bahan dan

60
cara pembelajaran. Dengan kata lain, kurikulum
merupakan pedoman pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan. Penerapan kurikulum, guru memiliki
peran yang penting. Guru memainkan peran untuk
mengaktualkan kurikulum sebagai sesuatu yang actual
(actual curriculum). Altirchter menjelaskan ada tiga faktor
dari guru yang menjadi kendala dalam implementasi
kurikulum. Pertama, kompetensi dan perilaku
(competiencies and attitude). Kedua, partisipasi dalam
pengambilan keputusan (decision making participation).
Ketiga mutu hubungan dengan sejawat (quality of collegial
relationship).

Teori Pendidikan

Membahas tentang teori Pendidikan modern erat sekali


dengan hubungan dengan sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan. Dalam sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan ada periodisasi perkembangan ilmu
pengetahuan yang dimulai dari peradaban Yunani dan
diakhiri dengan zaman kontemporer. Dalam pembahasan
ini lebih dijelaskan dengan teori-teori Pendidikan yang
modern dan berkembang saat ini, diantaranya :
1. Teori Humanisme
Teori modern Pendidikan pertama adalah teori
humanism. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi bagaikan pisau bermata dua, dalam arti
kemajuan teknologi memiliki nilai positif dan dampak
yang negative. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi terutama dalam bidang informatika dalam
batas-batas tertentu dapat mempermudah kehidupan
manusia, jarak-jarak menjadi dekat dan masa
menjadi memadat oleh kesibukan manusia dalam
menggarap dan memanfaatkan iptek tersebut. Namun
disisi lain hati Nurani kemanusiannya mengeluh
karena beradaptasi dengan iptek yang tidak lagi
Human Centric melainkan Techno Centric (Baharudin,
2007) menjelaskan manusia tidak lagi secara otonom
dikontrol oleh Nurani pribadinta melainkan dikontrol
oleh faktor eksternal yaitu iptek. Pendidikan

61
humanistik meletakkan manusia sebagai titik tolak
dan titik tujuan (Baharudin, 2007) mengemukakan
paradigma pendidikan humanistik terdapat dua
harapan besar yakni nilai-nilai pragmatis iptek dan
tidak akan mematikan kepentingan-=kepentingan
kemanusiaan dan akan dapat terhindar dari tirani
teknologi dan dapat hidup kondusif dan sejahtera.
Tujuan pendidikan humanistik yaitu membentuk
manusia yang memiliki komitmen humaniter sejati,
yaitu manusia yang memiiki kesadaran, kebebasan
dan tanggung jawab sebagai makhluk individual
maupun sebagai makhluk sosial. Pendidikan
keindahan memegang peranan penting karena sempat
diabaikan pada abad pertengahan.
Proses belajar dalam humanisme yaitu belajar harus
berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.
Dibandingkan dengan teori lain, teori humanistik
yang paling abstrak dan paling mendekati dunia
filsafat dari pada dunia pendidikan. Meskipun teori ini
sangat mementingkan pentingnya isi daripada proses,
dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara
tentang pendidikan dan proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal. Teori ini lebih tertarik
padda ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal
dari pada belajar seperti apa adanya, misalnya apa
yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.
Tokoh teori ini Bloom dan kartwholl, Kolh, Honey,
Mumford dan Harbernas. Bloom dan Karthwohl
menekankan apa yang mencakup tida kawasan yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor. Taksonomi Bloom
berhasil menispirasi kepada pakar lain untuk
mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran.
Taksonomi Bloom banyak dijadikan pedoman untuk
menyusun butir-butir sial ujian, termasuk pendidikan
yang sering mengkritik Taksonomi Bloom. Sedangkan
Kolh membagi tahapan belajar menjadi 1) pengalaman
kongkrit, 2) pengamatan aktif dan reflektif, 3)
konseptualisasi dan 4) Eksperimentasi aktif.

62
Honey dan Mumford berdasarkan teori Kolh, membagi
tipe siswa yaitu aktivis, refektor, teoris dan pragmatis.
Tipe siswa yang aktivis adalah tipe siswa suka
melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru.
Siswa cendrung berpikiran terbuka dan mudah diajak
berdialog (identik dengan sifat mudah dipercaya) Tipe
siswa reflektor adalah sebaliknya, cendrung sangat
berhati-hati mengambil langkah, suka menimbang
baik-buruk suatu keputusan. Tipe siswa teoris,
biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan
tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya
subyektif, curiga dan tidak menyukai halhal yang
bersifat spekulatif. Tipe siswa pragmatis adalah
menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis
dari segala hal. Belahar menurut Harbernes sangat
dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan
maupun sesama manusia. Habermas membagi tipe
belajar adalah belajar teknis, belajar praktis dan
belajar emansipatoris.
2. Teori Behaviorisme
Belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku
sebagai akaibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Hal ini dikemukakan oleh :
a. Thorndike : Belajar merupakan proses interaksi
antara stimulus (mungkin berupa pikiran,
perasaan atau Gerakan) dan respon (yang juga
berbentuk pikiran, perasaan atau Gerakan).
Perubahan tingkah laku berwujud suatu yang
kongkrit (tak teramati). Thorndike tak
menyebutkan cara mengukur tingkah laku,
sehingga menjadi obsesi ahli behavior
selanjutnya. Teori ini disebut juga koneksionisme.
b. Watson : Stimulus dan respn berbentuk tingkah
laku yang bisa diamati (observable), perubahan
mental diabaikan; faktor tersebut tidak dapat
menjelaskan apakah proses belajar yang terjadi
atau belum. Hanya mementingkan perubahan
tingkah lakyu nyata meskipun mengakui semua
hal penting.

63
c. Clark Hull (Neo Behaviorisme/aliran tingkah laku
baru) sangat berpengaruh oleh teori Charles
Darwin. Semua makhluk hidup bermanfaat untuk
menjaga kelangsungan hidup. Untuk itu
kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan
menempati posisi sentral.
d. Edwin Guthrie : Stimulus tidak harus berbentuk
kebutuhan biologis yang penting hubungan
stimulus dan respon bersifat sementara.
Diperlukan pemberian stimulus yang sering agar
hubungan menjadi langgeng. Respon akan lebih
kuat (menjadi kebiasaan) bila kebiasaan menjadi
ke arah positif.
e. Skinner : Hubungan stimulus dan respond dalam
perubahan perilaku, tidak sederhana tapi
stimulus yang diberikan interaksi tersebut
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon
yang diberikan juga menghasilkan berbagai
konsekuensi yang pada gilirannya akan
mempengaruhi tingkah laku siswa.
3. Teori kognitivisme
Ciri khas kognitivisme mementingkan proses belajar
pada hasil belajar. Belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon, belajar
melibatkan proses berpikir yang sangat komplek (erat
hubungannya dengan teori SIbernetik). Teori ini
mencoba menjelaskan bagaimana siswa mengolah
stimulus dan bagaimana siswa sampai pada respon
tertentu (pengaruh teori behavior masih Nampak)
Teori kognitif menekankan pada ilmu pengetahuan
dibangun dalam diri siswa melalui proses interaksi
yang berkesinambungan dengfan lingkungannya.
Piaget menjelaskan ada tiga tahap yaitu Asimilasi,
Akomodasi dan Equilibrasi (penyeimbangan). Proses
asimilasi yaitu proses penyatuan pengintegrasian
informasi bar uke struktur kognitif yang sudah ada
dalam benak siswa. Akomodasi yaitu penyesuaian
struktur kognitif ke dalam situasi yang baru.
Equbilirasi yaitu penyesuaian berkesinambungan

64
antara asimilasi dan akomodasi. Proses belajar siswa
harus disesuaikan dengan perkembangan kognitif
siswa yakni tahap sensorimotor (1,5 -2 tahun), tahap
praoperasional (2/3-7/8 tahun), tahap operasional
konkret (7/8-12/14 tahun), dan tahap operasional
formal (14 tahun ke atas).
4. Teori Sibernetik
Teori ini berkembang dengan perkembangan
informasi yang semakin pesat. Teori ini memiliki
kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan
proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik,
namun yang lebih penting lagi adalah sistem
informasi yang diproses itu. Informasi yang
menenrukan proses.
Ada dua jenis proses verpikir yaitu proses berpikir
algoritmik dan heuristic. Algoritmik merupakan
berpikir linear, konvergen, logos, lurus menuju
kesuatu target tertentu. Heuristik merupakan proses
berpikir divergen, tidak linear, konvergen, logis lurus
menuju kesuatu target tertentu. Pendekatan yang
berorientasi pada pengolahan infromasi menekankan
pada ingatan jangka pendek dan ingatan jangka
Panjang berkaitan dengan proses pengolahan
informasi. Proses belajar dapat berjalan dengan
optimal, bukan hanya cara kerja otak yang perlu
dipahami, tetapi lingkungan yang mempengaruhi
mekanisme itupun perlu diketahui.

Pilar dalam Pendidikan

Pendidikan zaman berkembang ini diarahkan agar dapat


memberikan kontribusi yang lebih besar bagi
kelangsungan kehidupan manusia yang semakin
kompleks. Pendidikan tidak hanya sebagai ajaran yang
bersifat normatif, tetapi dapat mengembangkan serta
mengoptimalkan bakat ataupun potensi yang dimiliki
dalam siswa. Hal ini dilatarbelakangi sejumlah isu serta
global yang tidak dapat dihindari oleh manusia ditandai
dengan perkembangan informasi dan teknologi.
Pemerintah telah melakukan ikhtiar pemerintah untuk

65
memperbaiki sistem Pendidikan untuk selalu
memperbaiki sistem Pendidikan untuk mencapai
Pendidikan yang optimal. Kebijakan yang telah dilakukan
merupakan ikhtiar pemerintah secara komprehensif
berdasarkan pijakan dasar acuan. Perubahan sistem
Pendidikan Indonesia dari masa ke masa dengan berbagai
pertimbangan dan rasionalisasi untuk meningkatkan
kualitas Pendidikan di masa sekarang. Penulis lebih
mengfokuskan pandangan tentang pilar Pendidikan
sangat esensial.
Empat pilar dalam Pendidikan memiliki peranan yang
sangat penting untuk meningkatkan mutu Pendidikan di
Indonesia yang dapat menjadikan Iklim atau keadaan
suatu Lembaga Pendidikan lebih terjamin. (Sanjaya, 2011)
dalam bukunya berjudul “Filsafat Pendidikan Agama
Hindu”. Empat pilar pendidikan terdiri atas: Pendidikan
keluarga (Informal), Pendidikan Sekolah (Formal),
Pendidikan Masyarakat non formal serta Pemerintah.
Keempat kompenen oni sangat penting dalam pendidikan
dan saling berintegritas antara pendidikan keluarga,
sekolah, masyarakat dan pemerintah yang mempengaruhi
hasil belajar, sikap, etika dan perilaku siswa di sekolah.
Selanjutnya yang perlu dipahami dalam meningkatkan
mutu pendidikan Indonesia, Menurut Djamarah dan Zain
(Djamarah, 2006) menjelaskan organisasi kelas dapat
mempengaruhi dan berfungsi sebagai terciptanya
interaksi guru dan siswa, tetapi menambah efektiviytas,
yaitu interaksi yang bersifat kelompok untuk membuat
iklim kelas yang sehat dan efektif. Hal lain yang perlu
diperhatikan budaya yang sangat besar memebrikan
oengaruh dalam keberhasilan dan kualitas siswa. Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia dinyatakan budaya
(kultural) memiliki peranan pentingkatan dalam pikiran,
adat istiadat, sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sulit
dirubah. Dalam hal ini kata budaya jika disinonimkan
menjadi tradisi diartikan sebagai ide-ide umum, sikap dan
kebiasaan dari masyarakat yang nampak dari perilaku
sehari-hari menjadi kebiasaan dari kelompok masyarakat
tersebut. Lembaga pendidikan misalnya, budaya diartikan
sebagai kultur saling menyapa, saling menghargai,
toleransi dan lain sebagainya. Norma perilaku tentang

66
cara berprilaku yang sudah lazim digunakan dalam
sebuah organisasi yang bertahan lama karena semua
anggotanya mewariskan perilaku kepada anggota baru.
Dalam lembaga pendidikan, perilaku berupa semangat
untuk selalu giat belajar, selalyu menjaga kebersihan,
bertutur sapa santun dan berbagai perilaku mulia dan
lain sebagainya. Mutu pendidikan yang berbudaya dua
persepektif kontemporer berfungi untuk memeriksa
karakter khas sekolah.
Budaya organisasi ini terwujud dalam norma, nilai
bersama dan asusmsi dasar, masing-masing terjadi pada
tingkatan yang berbeda abstraksi. Sekolah memiliki
budaya holistik, penuh kepercayaan dan kontrol. Budaya
dan kepercayaan dapat mempromosikan prestasi siswa
dan juga budaya kontrol humanistik dalam
mengembangkan emosisonal siswa. Selanjutnya iklim
organisasi yang memiliki peranan penting kualitas
sekolah yang terwujud dalam persepsi kolektif guru
menuju perilaku organisasi. Mutu pendidikan dapat
ditinjau dari dua titik pandang yaitu keterbukaan perilaku
dan sehatnya hubungan interpesronal baik output yang
berdaya guna dan hasil guna.

Peran Empat Pilar Pendidikan dalam Menciptakan


Mutu Pendidikan yang Berbudaya
Empat pilar Pendidikan terdiri atas Pendidikan keluarga
(informal). Pendidikan sekolah (formal), Pendidikan
masyarakat (non formal) dan Pemerintah. Adapun
masing-masing memiliki peranan diantaranya:
1. Pendidikan keluarga (Informal)
Keluarga sebagai lingkungan Pendidikan yang
pertama sangat penting dalam membentuk pola
kepribadian siswa, karena dalam keluarga Pendidikan
anak dimulai dengan berkenalan nilai dan norma.
Pendidikan keluarga memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar, agama, dan kepercayaan, nilai
moral, nilai sosial dan pandangan hidup yang
diperlukan siswa untuk dapat berperan serta dalam
keluarga dan masyarakat. Lingkungan keluarga

67
merupakan lingkungan Pendidikan yang pertama
karena dalam keluarga anak pertama-tama mendapat
didikan dan bimbingan. Pendidikan pada lingkungan
keluarga juga disebut yang terutama sebab Sebagian
besar kehidupan anak dalam keluarga disebut awal
dari perkembangan manusia karena Sebagian
besarnya merupakan dari keluarga. Tugas utama dari
keluarga bagi Pendidikan anak merupakan sebagai
peletak dasar Pendidikan akhlak, moral, etika dan
pandangan hidup keagamaan. Terbentuknya sifat dan
tabiat anak Sebagian besar diambil dari kedua
orangtuanya dan juga dari anggota keluarga yang lain.
2. Pendidikan Sekolah (formal)
Sekolah sebagai lembaga Pendidikan formal,
merupakan sarana yang secara sengaja dirancang
untuk melaksanakan Pendidikan. Semakin maju
masyarakat maka semakin penting peranan sekolah
dalam mempersiapkan generasi muda sebelum
masuk ke pembangunan masyarakat. Oleh karena
itu, sangat penting menciptakan kondisi agar siswa
dapat mengembangkan potensi secara optimal. Dalam
hal ini kepala sekolah memiliki peranan penting
dalam menciptakan kondisi dapat mengembangkan
potensi secara optimal. Prinsip dasar yang diharuskan
mendapat perhatian diantaranya : 1) Siswa harus
diperlakukan sebagai subjek dan bukan objek, siswa
harus didorong untuk berperan serta dalam setiap
perencanaan dan pengambilan keputusan yang
terkait dengan kegiatan, 2) keadaan dan kondisi siswa
sangat beragam ditinjau dari kondisi fisik, intelektual,
sosial ekonomi, minat bakat. 3) Siswa hanya
termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang
diajarkan, oleh karena itu mewujudkan proses
pembelajaran yang menyenangkan sangat
dibutuhkan, 4) Pengembangan potensi siswa tidak
hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah
afektif dan ranah psikomotorik.
Sekolah sebagai Lembaga formal hendaknta harus
dikelola dengan baik agar proses interaksi,
komunikasi dan proses berjalan lancar tanpa

68
hambatan. Meskipun dalam pelaksanaanya selalu
mengalami hambatan, dengan adanya pengelolan
yang baik maka segala kendala dapat diminimalisir
dan menghasilkan Pendidikan yang berkualitas dan
bermutu serta berbudaya.
3. Pendidikan Masyarakat (Non Formal)
Pendidikan lingkungan dapat diartikan sebagai salah
satu yang berada di luar siswa. Lingkungan dapat
berupa hal-hal yang nyata seperti orang, keadaan,
politik, sosial ekonomi, kebudayaan dan kepercayaan
serta upaya lain yang dilakukan manusia termasuk
dalam Pendidikan. (Sanjaya, 2011) menjelaskan dari
pandangan filosofisnya hubungan sekolah dengan
masyarakat dapat dilihat darikenyataan bahwa a)
sekolah merupakan bagian yang integral masyarakat,
b) hak hidup dan kelangsungan sekolah tergantung
pada masyarakat, c) Sekolah merupakan Lembaga
sosial yang berfungsi untuk melayani anggota
masyarakat dalam bidang Pendidikan, d) kemajuan
sekolah dan kemajuan masyarakat saling berkolerasi
dan keduanya saling membutuhkan, Pendidikan
dalam masyarakat memiliki peranan penting sebagai
upaya untuk memperkanalkan individu kepada
masyarakat luas, mengajarkan hubungan dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga
dapat tercipta individu yang memiliki sifat sosial, e)
Sekolah merupakan milik masyarakat, sekolah ada
karena masyarakat memerlukannya.
4. Pemerintah
Pendidikan memilki arti penting bagi manusia.
Pendidikan merupakan salah satu usaha membawa
manusia menuju kehidupan yang lebih baik. Manusia
memperoleh pendidkan sudah tentu ada latar
belakang yang mendasari hal tersebut. Menurut UUD
1945 Bab XIII tentang Pendidikan dan kebudayaan
pasal 31 ayat 3 sampai 5 yang sebagai berikut:
a. Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggaarakan satu sistem Pendidikan
nasional yang meningkatkan keimanan dan

69
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan Undang-undang
b. Negara memprioritaskan anggaran Pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
Pendidikan nasional.
c. Pemerintah memajukkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Peran empat pilar Pendidikan dalam menciptakan
mutu Pendidikan berbudaya saling mendukung dan
memperngaruhi untuk melahirkan generasi muda
yang cerdas dan Bersama-sama membangun bangsa
Indonesia. Realisasinya adalah hubungan yang
harmonis di dalam keluarga, peran serta orangtua,
pihak sekolah, masyarakat dan pemerintah
menanamkan nilai-nilai dasar agama, moral dan
sikap sangat memberikan jaminan demi
penyelenggaraan Pendidikan demi mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berlandaskan pada nilai-nilai agama
agar berguna bagi dirinya, masyarakat dan peradaban
manusia. Mutu dan kualitas manusia Pendidikan
berbudaya yaitu religious, sosial,m berpengathuan,
dan terampil. Dengan memenuhi kompetensi inti
merupakan tujuan dari berdirinya suatu sekolah
untuk melahirkan output yang berdaya saing dan
berbudaya serta tercapainya tujuan Pendidikan
nasional.
Teori Pendidikan modern sudah dimulai pada masa
renaissance yang ditandai sebagai era kebangkitan
Kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma
agama. Manusia pada zaman itu adalah manusia yang
merindukan pemikirna yang bebas, Empat pilar
Pendidikan dalam menciptakan mutu Pendidikan
berbudaya saling mendukung pengetahuan dan

70
teknologi yang berlandaskan pada nilai-nilai agama
berguna bagi dirinya, masyarakat dan peradaban
manusia. Mutu Pendidikan yang berbudaya yakni
religious, sosial, berpengetahuan, dan terampil.
Dengan memenuhi kompetensi inti merupakan tujuan
dari berdirinya suatu sekolag untuk melahirkan
output yang berdaya saing dan berbudaya serta
tercapainya tujuan Pendidikan nasional.

71
Daftar Pustaka
AK., M. (2021). Pembelajaran Digital. Bandung: Widina
Bhakti Persada.
Arifudin, O. (2020). Psikologi Pendidikan (Tinjauan Teori
Dan Praktis). Bandung: Widina Bhakti Persada.
Baharudin, H. (2007). Pendidikan Humanistik, Konsep
teori dan Aplikasi Praksis alam Dunia Pendidikan.
Bahri, A. S. (2021). Total Quality Management Dalam
Dunia Pendidikan" Model, Teknik Dan Impementas.
Bandung: Widina Bhakti Persada Bandung.
Baker,S.K,Fien,H.,& Baker, D.L. (2010). Robust reading
instruction in the early grades: Conceptual and
practical issues in the integration and evaluation of
Tier 1 and Tier 2 instructional supports. Focus on
Exceptional Childre, 9, 42. Retrieved from
https://search.proquest.com/openview/ac310e34e
dba25552462b1280dc1950e/1?pq-
origsite=gscholar&cbl=48488
Darmanto&Nur Basuki. (2019). Integritas Guru
(Implementasi Pilar-Pilar Pendidikan) (Vol. 1). Malang:
MNC Publishing.
Djamarah, S. d. (2006). Strategi Belajar Mengajar. jakarta:
Rieneka Cipta.
Mulyasa. (2015). Standar Kompetensi dan Sertifikasi
Guru.. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. (2011). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Narwanti. (2011). Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18
Nilai Pendidikan Karakter Dalam Mata Pelajaran.
Yogyakarta : Familia (Grup Relasi Inti Media).
Sanjaya, P. (2011). Filsafat Pendidikan Agama Hindu.
Paramita.

72
Profil Penulis
Siskha Putri Sayekti, M.Si
Ketertarikan penulis terhadap ilmu
Pendidikan dan psikologi pada tahun 2009.
Hal tersebut membuat penulis memilih untuk
masuk S.1 Pendidikan Agama Islam dan S.2
Psikologi Pendidikan.
Penulis mengikuti kolaborasi dengan dosen se Indonesia
untuk buku ajar diantaranya : Model Pembelajaran di
Masa Pandemic, Pengembangan Alat Evaluasi Tes dan
Non Tes, Psikologi Keparawatan,Strategi Pembelajaran
Era Society 5.0, Pendidikan Ilmu Psikologi, untuk Ilmu
Pendidikan Penulis memiliki kepakaran dibidang
Pendidikan Agama Islam dan Psikologi Pendidikan. Dan
mewujudkan karir sebagai dosen profesional, penulis pun
aktif sebagai peneliti dibidang kepakarannya tersebut.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan didanai oleh
internal perguruan tinggi. Selain peneliti, penulis juga
aktif menulis buku dengan harapan dapat memberikan
kontribusi positif bagi bangsa dan negara yang sangat
tercinta ini.
Email Penulis : siskhaputrisayekti@gmail.com

73
74
6
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DAN PERMASALAHAN
PENDIDIKAN INDONESIA

Dewi Lestarani, S.Pd., M.Pd


Universitas Nusa Cendana

Sistem Pendidikan Nasional

Pendidikan merupakan suatu proses yang dilaksanakan


dengan sadar dan terencana untuk meningkatkan
kecerdasan, keterampilan, akhlak mulia, budi pekerti,
kepribadian, dan semangat kebersamaan dalam
membangun diri sendiri serta membangun bangsa dan
negara (Saptono, 2017). Pendidikan merupakan kegiatan
untuk menyiapkan peserta didik aktif dan positif untuk
hidupnya yang berakar pada pada pembangunan nasional
Indonesia. Kajian mengenai sistem pendidikan nasional
yang akan dibahas adalah: (1) Fungsi Pendidikan, (2)
Tujuan Pendidikan, (3) Jalur pendidikan, (4) Jenjang
pendidikan dan (5) Jenis pendidikan.
1. Fungsi Pendidikan
Fungsi Pendidikan Nasional di Indonesia telah diatur
didalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional. Fungsi pendidikan yaitu
mengembangkan kemampuan, keterampilan dan
membentuk watak serta peradaban bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Fungsi pendidikan adalah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

75
bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa (Sujana, 2019).
Dari fungsi yang diuraikan tersebut menunjukkan
bahwa pendidikan nasional Indonesai lebih
mengutamakan pembangunan sikap, karakater, dan
transformasi nilai-nilai filosofis bangsa. Implikasinya,
pendidikan harus berfungsi untuk mengembangkan
berbagai potensi yang ada pada manusia dalam
konteks dimensi keberagaman, moralitas, sosialitas
dan budaya secara menyeluruh dan terintegrasi.
2. Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Tap MPRS No.
XXVI/MPRS/1966 adalah untuk membentuk
manusia Pancasila sejati. Selanjutnya dalam UU No. 2
Tahun 1989, pendidikan nasional bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan potensi warga Indonesia seutuhnya,
yaitu warga negara beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki
pengetahuan, keterampilan, sehat, mandiri serta
bertanggung jawab. Pendidikan Indonesia
mengutamakan pembangunan sikap sosial, karakter
kebangsaan dan religius. Disimpulkan tujuan
pendidikan yaitu proses yang mendukung kesiapan
hidup, kemampuan dan keterampilan memecahkan
masalah, perencanaan waktu, kemampuan
bersosialisasi dengan lingkungan, mengembangkan
bakat yang dimiliki.
3. Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan adalah lintasan yang dilalui peserta
didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu
proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Menurut Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003, jalur pendidikan terdiri atas:
a. Pendidikan formal: jalur pendidikan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Nawawi (1993),
mengelompokkan pendidikan ini kepada lembaga
pendidikan yang kegiatannya dilaksanakan

76
dengan sengaja, berencana, sistematis dalam
rangka membantu peserta didik dalam
mengembangkan potensinya agar mampu
membangun kemampuan dan keterampilannya;
b. Pendidikan nonformal merupakan jenis
pendidikan diluar pendidikan formal yang
direncanakan dengan sengaja secara terstruktur,
matang, berjenjang, tertib, terencana dan
berorientasi pada pembelajaran mandiri.
Pendidikan nonformal bertujuan agar kelompok,
peserta didik, atau masyarakat dapat memiliki
sikap dan cita-cita sosial guna meningkatkan
taraf hidup yang lebih baik;
c. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yaitu
keluarga dan lingkungan.
4. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan
peserta didik, tujuan yang dicapai, dan kemampuan
yang dikembangkan. Jenjang pendidikan formal
terdiri atas:
a. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan
yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Pendidikan yang memberikan pengetahuan dan
keterampilan, dan menumbuhkan sikap dasar,
serta mempersiapkan peserta didik untuk
mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan
dasar berbentuk: Sekolah Dasar (SD) dan
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat seperti Paket A. Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs),
atau bentuk lain yang sederajat seperti Paket B.
b. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang setelah
pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri

77
atas Sekolah Menengah Atas dan Sekolah
Menengah Kejuruan.. Pendidikan menengah
berbentuk: Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), atau sederajatnya seperti
paket C.
c. Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang lanjutan
dari pendidikan menengah. Perguruan tinggi
dapat menyelenggarakan program akademik,
profesi, dan/atau vokasi. Bentuk perguruan tinggi
berupa:
1) Akademi menyelenggarakan pendidikan
vokasi dalam satu cabang atau sebagian
cabang ilmu pengetahuan, teknologi,
dan/atau seni tertentu;
2) Politeknik menyelenggarakan pendidikan
vokasi dalam sejumlah bidang pengetahuan
khusus;
3) Sekolah tinggi menyelenggarakan pendidikan
akademik dan/atau vokasi dalam lingkup
satu disiplin ilmu tertentu dan jika memenuhi
syarat dapat menyelenggarakan pendidikan
profesi;
4) Institut menyelenggarakan pendidikan
akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam
sekelompok disiplin ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi
syarat dapat menyelenggarakan pendidikan
profesi;
5) Universitas menyelenggarakan pendidikan
akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam
sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi,
dan/atau seni dan jika memenuhi syarat
dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.
5. Jenis Pendidikan
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 15, jenis
pendidikan mencakup:

78
a. Pendidikan Umum: Pendidikan dasar dan
menengah yang mengutamakan perluasan
pengetahuan untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
b. Pendidikan Kejuruan: Pendidikan menengah
menyelenggarakan pendidikan khusus untuk
bekerja dalam bidang tertentu.
c. Pendidikan Akademik: Pendidikan tinggi program
sarjana dan pascasarjana yang diarahkan pada
penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
d. Pendidikan Profesi: Pendidikan tinggi setelah
program sarjana yang mempersiapkan peserta
didik untuk memiliki pekerjaan dengan
persyaratan keahlian khusus.
e. Pendidikan Vokasi: Pendidikan tinggi yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu
maksimal setara dengan program sarjana.
f. Pendidikan Keagamaan: Pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan
yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang
ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
g. Pendidikan Khusus: Penyelenggaraan pendidikan
untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta
didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat
pendidikan dasar dan menengah.

Permasalahan Pendidikan Indonesia

Sistem pendidikan Indonesia saat ini belum mampu


menjawab tantangan global. Keadaan inilah yang menjadi
permasalahan dalam dunia pendidikan. Permasalahan
pendidikan merupakan suatu penghambat keberhasilan
dalam mencapai tujuan pendidikan. Beberapa

79
permasalahan pendidikan Indonesia yang akan dikaji
adalah sebagai berikut:
1. Pemerataan Pendidikan
Pemerataan pendidikan adalah pemerataan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan.
Pemerataan pendidikan menjadi fokus utama dan
merupakan masalah yang menonjol dalam dunia
pendidikan Indonesia. Wilayah Indonesia yang sangat
luas dan letak geografisnya yang tersebar dalam
pulau-pulau menyebabkan pemerataan pendidikan
menjadi semakin sulit dilaksanakan. Koordinasi
pusat ke daerah-daerah cukup sulit, membutuhkan
waktu yang lama, biaya yang besar dan sarana
prasana yang kurang mendukung. Permasalahan
pemerataan pendidikan dapat terjadi karena
kurangnya koordinasi dan kontrol antara pemerintah
pusat tidak menjangkau daerah-daerah terpencil. Di
Indonesia, yang paling memerlukan pendidikan
adalah mereka yang berada di daerah pelosok dan
terpencil. Masyarakat Indonesia tinggal daerah
pelosok dan terpencil kekurangan fasilitas, sarana
transportasi dan komunikasi di samping rendahnya
pengetahuan mereka terhadap teknologi. Bila
pendidikan ingin menjangkau masyarakat ini, maka
diperlukan perbaikan hidup masyarakat yang menjadi
sasaran pemerataan pendidikan dengan menyediakan
pendidikan yang lebih berkualitas, lebih efektif dan
cepat (Amalia, 2007). Persoalannya lain menyangkut
pemerataan kesempatan dalam memperoleh
pendidikan bagi warga negara Indonesia adalah
mengenai biaya pendidikan. Biaya yang dibutuhkan
untuk menempuh pendidikan cukup besar, sehingga
anak-anak yang berasal dari keluarga ekonomi
menengah ke atas yang memperoleh kesempatan
mengenyam pendidikan. Besarnya dana pendidikan
yang diperlukan inilah yang menyebabkan rendahnya
partisipasi masyarakat.. hal lain yang menjadi
persoalan pemerataan pendidikan yaitu penyebaran
sekolah atau perguruan tinggi unggulan yang tidak
merata. Hal ini disebabkan karena letak geografis

80
Indonesia dan berbagai jenjang pendidikan terkemuka
berada di ibukota atau daerah maju saja.
2. Mutu dan Relevansi Pendidikan
Permasalah dunia pendidikan lainnya adalah
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan.
Peningkatan mutu ini mengarah pada mutu masukan
dan lulusan, proses pembelajaran, pendidik, sarana
dan prasarana, serta anggaran pendidikan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu memiliki arti
taraf, derajat, kualitas dan bobot. Relevansi
pendidikan mencakup sejauh mana sistem
pendidikan menghasilkan lulusan yang sesuai
dengan kebutuhan. Relevansi berhubungan dengan
perbandingan antara lulusan satuan pendidikan
dengan yang dibutuhkan oleh jenjang pendidikan
diatasnya atau institusi yang membutuhkan tenaga
kerja, baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif. Faktor terpenting rendahnya mutu dan
relevansi pendidikan adalah mutu proses
pembelajaran. Dimana proses yang dilaksanakan
belum mampu menciptakan kegiatan belajar yang
berkualitas. Hasil proses pembelajaran juga belum
didukung oleh sistem monitoring dan evaluasi sesuai
dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak
dapat dinilai secara objektif dan teratur. Pengujian
mutu pendidikan pada daerah-daerah belum
dilaksanakan sesuai dengan harapan, sehingga hasil
penilaian proses pendidikan belum berfungsi dalam
penyempurnaan proses dan hasil pendidikan.
Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan
dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap
secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk
melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya seperti
lulusan sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang
belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Masalah
relevansi (kesesuaian) berhubungan dengan
pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu
sekolah dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan
tenaga kerja). Luaran pendidikan diharapkan dapat
mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka

81
ragam seperti sektor produksi maka relevansi
pendidikan dianggap tinggi. Permasalahan mutu
pendidikan nasional mengacu pada tenaga pendidik
yang kurang professional dan tidak sesuai dengan
kompetensi, peralatan yang kurang memadai, biaya
pendidikan yang cukup besar, lemahnya pengetahuan
terhadap kemajuan teknologi dan faktor lain yang
diperlukan dalam kegiatan pendidikan.Orientasi
mutu dilihat dari lulusan satuan pendidikan yang
ditujukan oleh kualitas mutu akademik dan
nonakademik sekolah tersebut. Bahkan saat ini, mutu
pendidikan tidak hanya dapat dilihat dari prestasi
yang dicapai, tetapi bagaimana prestasi tersebut
dapat dibandingkan dengan standar yang ditetapkan,
seperti yang tertuang di dalam UU No.20 Tahun 2003
Pasal 35 dan PP No.19 tahun 2005 (Syaifuddin, 2007).
3. Efisiensi dan Efektivitas Pendidikan
Pendidikan yang efisien (ideal) ialah bila
penyelanggaraan pendidikan tersebut hemat waktu,
tenaga, dan biaya, tetapi produktivitas (hasil) optimal.
Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah
pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga
dan biaya tepat sasaran, dengan lulusan dan
produktifitas pendidikan yang optimal. Hal ini juga
berpengaruh terhadap peningkatan sumber daya
manusia Indonesia yang lebih baik.Saat ini,
pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari
efisien. Sumber daya yang ada tidak dimanfaatkan
secara optimal sehingga tidak menghasilkan lulusan
yang diharapkan. Beberapa masalah yang
menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di
Indonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, mutu
pendidik dan perencanaan, penggunaan waktu yang
kurang tepat.
Masalah efesien pendidikan lainnya adalah waktu
pembelajaran. Kegiatan pembelajaran di Indonesia
relatif lebih lama jika dibandingkan negara lain.
Jumlah waktu tatap muka di sekolah memilikirentang
waktu yang lama misalnya, ada sekolah yang jadwal
pembelajarannya perhari berkidsar 8 sampai 9

82
jam.Hal tersebut dipandang tidak efisien dan efektif.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas.
Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi
karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan
pencapaian tujuan. Pendidikan yang efektif adalah
suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik
untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan
dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang
diharapkan (Agustang, dkk, 2021). Penyebabnya
rendahnya efektivitas pendidikan di Indonesia adalah
tidak adanya penyampaian tujuan pembelajaran yang
jelas diawal kegiatan. Sehingga menyebabkan peserta
didik dan pendidik tidak paham tujuan yang dicapai
dan peserta didik tidak memahami gambaran
kegiatan pembelajaran. Jika pendidik tidak membuat
rencana pembelajaran dengan tepat maka kegiatan
pembelajaranpun tidak efektif. Pelaksanaan
pembelajaran yang tidak efektif ini akan
mengakibatkan standar lulusan tidak sesuai dengan
yang diharapkan. Proses pembelajaran juga
merupakan salah satu penyebab rendahnya
keefektifan pendidikan. Proses pembelajaran
berorientasi penguasaan teori dan hafalan
menyebabkan kemampuan belajar peserta didik
terhambat. Metode pembelajaran yang terlalu
berorientasi pada guru (teacher oriented) cenderung
mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta
pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga
proses pembelajaran yang menyenangkan,
mengasyikkan, dan mencerdaskan menjadi kurang
optimal (Suryana, 2020).
4. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah
satu sumber daya yang penting dalam menunjang
proses pendidikan. Sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Bab XII pasal 45
ayat 1 dijelaskan bahwa : “Setiap satuan pendidikan
formal dan nonformal menyediakan sarana dan
prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan

83
potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial,
emosional, dan kejiwaan peserta didik”. Pasal ini
menekankan pentingnya sarana dan prasarana dalam
satuan pendidikan, sebab tanpa didukung adanya
sarana dan prasarana yang relevan, maka pendidikan
tidak akan berjalan secara efektif.Masalah pendidikan
di Indonesia adalah kurangnya sarana dan prasarana
di setiap sekolah. Kurangnya sarana dan prasarana
ini membuat pembelajaran di sekolah berjalan kurang
optimal dan tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Pemerataan pendidikan di Indonesia memang belum
merata, terutama daerah yang terpencil, terpelosok
maupun daerah yang identik dengan perekonomian
yang rendah. Akibatnya distribusi sarana dan
prasarana pendidikan tidak merata, karena
membutuhkan biaya yang besar, transportasi yang
sulit, waktu yang lama, keahlian penggunaan sarana
yang minim. Kurangnya sarana prasana dalam proses
pendidikan menyebabkan peserta didik dan pendidik
sulit melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Penggunaan sarana prasarana mendukung
kemampuan, kreatifitas, minat, potensi diri, karakter
dan keterampilan peserta didik. Sehingga kurangnya
sarana prasarana berakibat pada tujuan pendidikan
tidak tercapai.
5. Rendahnya Kualitas Pendidik
Permasalahan pendidikan di Indonesia juga
disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidik. Hal ini
dapat dilihat dari kualifikasi pendidikan para pendidik
di jenjang-jenjang pendidikan yang ada. Dibanding
negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga
pendidik di Indonesia memiliki masalah yang sangat
mendasar. Keadaan pendidik di Indonesia
memprihatinkan. Kebanyakan pendidik belum
memiliki profesionalisme yang memadai untuk
menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam
pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan,
melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan

84
melakukan pengabdian masyarakat. Rendahnya
mutu pendidik disebabkan oleh pendidik yang
mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja,
pendidik A mempunyai dasar pendidikan di bidang
bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang
sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut
benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi
pendidikan di lapangan yang sebenarnya. Hal lain
adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan
bahan ajar dengan baik, sehingga peserta didik
kurang dimengerti dan tidak tertarik selama proses
pembelajaran. Rendahnya kualitas pendidik ini
mengakibatkan pendidik tidak dapat menggunakan
metode, model dan pendekatan pembelajaran dengan
tepat sesuai dengan klasifikasi materi yang diajarkan.
Hal ini menyebabkan kemampuan, keterampilan dan
bakat serta minat peserta didik tidak dapat
dikembangkan dengan benar. Sehingga pembelajaran
yang seharusnya menyenangkan dan komunikatif
karena umpan balik yang terkoordinir oleh pendidik
dan peserta didik tidak tercipta.

85
Daftar Pustaka
Agustang. A, Mutiara. IA, Asrifan. A. (2021) Masalah
Pendidikan di Indonesia, Makassar,OSF Preprints.
Amalia. E. R (2007) Kondisi Pemerataan Pendidikan
Indonesia, Malang; Universitas Muhammadiyah
Malang
Idrus, M. (2016). Mutu Pendidikan Dan Pemerataan
Pendidikan Di Daerah. Yogyakarta;
PSIKOPEDAGOGIA Jurnal Bimbingan Dan
Konseling.
Nawawi, Hadari (1993). Pendidikan Dalam Islam.
Surabaya: Al-Ikhlas,.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Saptono, A. (2017). Pengaruh Kreativitas Guru Dalam
Pembelajaran Dan Kecerdasan Emosional Siswa
Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Pada Siswa Kelas
X Di Sma Negeri 89 Jakarta. Econosains Jurnal
Online Ekonomi Dan Pendidikan, 14(1), 105– 112.
https://doi.org/10.21009/econosains.0141.08
Syaifuddin, Mohammad, dkk. 2007. Bahan Ajar Cetak
Manajemen Berbasis Sekolah. Departemen
Pendidikan Nasional.
S. Suryana (2020) Permasalahan Mutu Pendidikan dalam
Perspektif Pembangunan Pendidikan, Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang

86
Profil Penulis
Dewi Lestarani, S.Pd., M.Pd
Lahir di Lewa, 22 Desember 1989. Penulis
telah menyelesaikan studi S1 pada Program
Studi Pendidikan Kimia Universitas Nusa
Cendana pada tahun 2012. Penulis kemudian
melanjutkan Pendidikan S2 pada Program
Studi Pendidikan Kimia Universitas Negeri Malang dan
berhasil lulus pada tahun 2018 dengan hasil penelitian
berupa Model Pembelajaran Learning Cycle 5E – Think Pair
Share terhadap Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir
Kritis. Dari tahun 2019 hingga saat ini, penulis menjadi
dosen PNS di Program Studi S1 Pendidikan Kimia
Universitas Nusa Cendana Kupang dengan bidang yang
diampu yaitu Pengembangan Program Pembelajaran
Kimia, Belajar dan pembelajaran, Statistika, Evaluasi
Pembelajaran, Profesi Kependidikan, Perkembangan
Peserta Didik, Kimia Dasar, Kimia Anorganik, dan lainnya.
Untuk mewujudkan karir sebagai dosen profesional,
penulis pun aktif sebagai peneliti dibidang kepakarannya
tersebut. Beberapa penelitian yang telah dilakukan
didanai oleh internal perguruan tinggi dan juga
Kemendikbud RISTEK. Penulis juga aktif dalam kegiatan
pengabdian kepada masyarakat. Penulis juga
berkontribusi dalam menulis buku Dasar-Dasar
Pendidikan dan Manajemen Pendidikan ini dengan
harapan dapat memberikan kontribusi positif bagi bangsa
dan negara.
Email Penulis: dewi.lestarani@staf.undana.ac.id

87
88
7
TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN
OTONOMISASI PENDIDIKAN

Hiljati, S.Ag., M.Pd.I


IAI DDI Polewali Mandar

Latar Belakang

Globalsasi di segala sektor mengarahkan kehidupan


manusia yang semangat kompetisinya menyebabkan
persaingan teknologi makin terbuka. Globalisasi dibidang
teknologi pun dimanfaatkan oleh dunia pendidikan
sebagai bahan dalam pegembangannya. Paradigma
terhadap dunia pendidikan mengalami banyak perubahan
sehingga mutlak dibutuhkan pengembangan.
Pengembangan pendidikan di era sekarang senantiasa
berjalan seiring dengan semakin majunya teknologi maka
diharapkan teknologi itu sendiri menjadi salah satu
solusinya. Teknologi pendidkan dirancang untuk
membantu memecahakan permasalah pendidikan.
Teknologi pendidkan diharapkan sebagai alternative yang
dapat memberikan banyak manfaat dalam usaha
pengembangan dan peningkatan kualitas pembelajaran.
Teknologi Pendidikan di awal pengembangannya
merupakan kelanjutan dari pengembangan kajian
mengenai pemanfaatan Audiovisual, dan program belajar
dalam penyelenggaraan pendidikan yang lebih cenderung
pada pemanfaatan media pembelajaran. Kajian tersebut
pada hakekatnya merupakan usaha dalam memecahkan
masalah belajar manusia (human learning). Solusi yang
diambil melalui kajian Teknologi Pendidikan bahwa
pemecahan masalah belajar perlu menggunakan

89
pendekatan-pendekatan yang tepat dengan banyak
memfungsikan pemanfaatan sumber belajar.
Teknologi Pendidikan pada pengembangannya
menghasilkan berbagai konsep dan praktek pendidikan
yang lebih memanfaatkan media sebagi sumber belajar.
Hal ini menimbulkan asumsi yang menyamakan antara
Teknologi Pendidikan dengan media. Meskipun
sesungguhnya, media berfungsi mempermudah
penyampaian bahan ajar atau suatu informasi sedangkan

Tekonologi Pendidikan

Ketika mendengar kata teknologi umumnya asumsi kita


mengarah pada berbagai alat produk teknologi seperti
computer, pemutar audio digital, MP3, android, perangkat
keras, perangkat lunak, drone, pesawat ulang alik,
perlatan olah raga, perlatan rum ah tngga, dan lain-lain.
Demikian pula jika yang disebut adalah media
pembelajaran maka yang muncul di benak kita adalah
papan tulis, kapur, whiteboard, buku paket, karton folio,
gambar, kartu, tave, tlevisi dan lain-lain. Asumsi ini
tdaklah sepenuhnya keliru namun perlu pengembangan
pemahaman konsep tentang teknologi itu sendiri mulai
dari pengertiannya, keunggulannya, pemanfaatnnya,
hingga pengertian teknologi Pendidikan yang
sesungguhnya. Secara etimologis, kata teknologi
(technology) berasal dari bahasa Yunani techne1 yang
berarti seni, kerajinan, atau keterampilan dan logi, yang
berarti kata, studi, atau tubuh ilmu pengetahuan.
Secara terminologis, teknologi merupakan pengetahuan
tentang membuat sesuaty Technology Is the application of
knowledge for a practical purpose2. Maksudnya, teknologi
adalah aplikasi pengetahuan untuk Suatu tujuan praktis.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Teknologi
Pendidikan memperkuat dalam merekayasa berbagai cara
dan teknik dari mulai tahap disain, pengembangan,

1
Yaumi, Media danTeknlogi Pembelajaran, (Edisi ke II; Kencana:
Jakarta, 2021), h. 24
2
Spector, Michael. The Foundations of Educational Technologi,
proaches and Interdisiplinary Perspectives. New York: Routledge, 2012

90
pemanfaatan berbagai sumber belajar, implementasi, dan
penilaian program dan hasil belajar. Jadi teknologi lebih
mengacu pada usaha untuk memecahkan masalah
manusia. Teknologi pendidikan adalah kajian dan praktik
untuk membantu proses belajar dan meningkatkan
kinerja dengan membuat, menggunakan, dan mengelola
proses dan sumber teknologi yang memadai. Istilah
teknologi pendidikan sering dihubungkan dengan teori
belajar dan pembelajaran. Bila teori belajar dan
pembelajaran mencakup proses dan sistem dalam belajar
dan pembelajaran, teknologi pendidikan mencakup sistem
lain yang digunakan dalam proses mengembangkan
kemampuan manusia. Teknologi pendidikan
menitikberatkan kepada sistem, prosedur, dan hal-hal
teknis
Berdasarkan definisi tersebut maka pada prinsip
dasarnya pendidikan dan teknologi pendidikan memiliki
keterkaitan atau hubungan yang sangat erat karena
teknologi pendidikan merupakan bagian dari sistem
pendidikan yang dijalankan. Hal tersebut diketahui
bahwa teknologi pendidikan memiliki tujuan yang sama
dengan tujuan pendidikan nasional.
Teknologi pedidikan merupakan Riset serta aplikasi
terhadap ilmu sikap serta teori pendidikan, serta
pemakaian pendekatan sistem buat menganalisis,
mendesain, meningkatkan, mempraktikkan,
mengevaluasi, serta mengendalikan pemakaian teknologi
buat menolong menuntaskan permasalahan pendidikan.
Sebutan teknologi instruksional lebih menekankan pada
pendekatan ilmiah serta sistematis terhadap penyelesaian
permasalahan instruksional, serta teknologi pendidikan
fokus kepada pemakaian serta pendayagunaan seni serta
teknologi buat menunjang pendidikan. Lebih jauh tentang
pemahaman teknologi Pendidikan pada dasarnya tidak
hanya menyoal pada perangkat atau alat alat saja tetapi
lebih dikembangkan pada bagaimana mencitptakan alat
atau perangkat yang dapat memudahkan penyampaian
informasi dalam pembelajaran. Melalui teknologi
Pendidikan ini pula diharapkan seluruh sistem yang
digunakan dalam proses perencanaan dan proses

91
pembelajaran baik desain pembelajaran, strategi, model,
metodologi dan media pembelajaran yang benar-benar
bisa memanfaatkan teknologi Pendidikan, dalam
pengertian teknologi pendidikanyang seluas luasnya.
Teknologi pendidikan ini diharapkan dapat
mempermudah proses, mengefisienkan waktu hingga
mengurangi pembiayaan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Agar teknologi Pendidikan dapat memenuhi tiga hal di
atas maka perlu memerhatikan hal berikut:
1. Mempermudah proses,
Biasa kita jumpai ada pendidik, tenaga pendidik
bahkan peserta didik terhambat menyelesaikan tugas
belajar atau mengajarnya dikarenakan
ketidaktahuannya menggunakan teknologi yang
mendukung tugas tugas tersebut. Harusnya adalah
bahwa pekerjaan itu cepat terselesaikan karena telah
didukung oleh teknologi tetapi karena ketidaktahuan
atau tidak faham memanfaatkan alat sebagai hasil
teknologi tersebut maka yang terjadi justeru
terhambat penyelesaian pekerjaannya. Olehnya itu
memang dibutuhkan skill atau kemampuan untuk
dapat memanfaatkan teknologi dan yang lebih penting
adalah harus disertai dengan keinganan. Juga
sebaiknya dalam pemanfaatan teknologi dalam
menunjang pendidikan ini mengikuti aturan
penggunaan atau tahapan-tahapan penggunaan
setiap alat atau tools.
2. Mengefisienakn waktu, teknologi diharapkan dapat
mengefisienkan waktu dalam bekerja. Hal ini dapat
tercapai jika pemanfaatannya memenuhi aturan atau
pola, meskipun terkadang terdapat manufer manufer
dalam pemanfaatan teknologi dan sukses bisa
menyelesaikan tugas-tugas dengan waktu yang
sedikit. Namun itu hanya dapat dilakukan oleh orang-
orang yang. mahir dan terlatih. Efisiensi waktu yang
tercipta dengan pemanfaatan Teknologi Pendidikan
dapat terpenuhi jika mengikuti cara atau prosedur
penggunaannya serta disiplin dalam bekerja

92
3. Mengurangi pembiayaan, dengan mudahnya proses
dan waktu yang relative singkat tentunya akan
mengurangi pembiayaan dalam proses pekerjaan.
Pembiayaan juga akan berkurang jika dalam
pemanfaatan teknologi Pendidikan ini dilakukan
secara tepat guna dan melibatkan sedikit orang.

Otonomisasi Pendidikan

Pengertian otonomi bersifat multidimensional,3 artinya


otonomi berlaku dalam berbagai aspek kebutuhan dan
sektor kehidupan antara lain: kebutuhan individu atau
keluarga dalam menetapkan rencana lokasi tempat
tinggal, menentukan jenis sandang pangan papan,
mencari dan menentukan pasangah hidup, menentukan
bentuk dan lokasi rumah tinggal, melakukan ekspedisi
dari satu tempat ketempat lain dan yang lebih penting lagi
otonomi dalam menentukan bentuk jenis dan jenjang
pendidikan. Otonomi pendidikan atau lebih dikenal
dengan desentralisasi pendidikan bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi atau efektivitas manajemen,
mutu, serta kepuasan tenaga pendidik dan kependidikan
dalam melaksanakan tugas serta kurikulum yang
dipergunakan. Otonomi diberikan kepada daerah dan
dilaksanakan dengan memberikan kewenangan secara
proporsional kepada pemerintahan daerah artinya
pelimpahan kewenangan akan diikuti oleh pengaturan
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan. Pemberlakuan sistem desentralisasi
diharapkan dapat memberi dampak terhadap
pelaksanaan manajemen pendidikan yaitu manajemen
yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada
pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi
berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output
pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan
desentralisasi ini akan berpengaruh secara signifikan
dengan pembangunan pendidikan. Setidaknya ada 4

3
https://osf.io/s4rcf/download, Senin, 16 Januari 2023

93
dampak positif untuk mendukung kebijakan
desentralisasi pendidikan, yaitu:
1. Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang
dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola
dan memberdayakan potensi sumber daya yang
dimiliki;
2. Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan
memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan
mengurangi biaya operasional;
3. Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai
birokrasi yang panjang dengan menghilangkan
prosedur yang bertingkat-tingkat;
4. Perluasan dan pemerataan, membuka peluang
penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok
sehingga terjadi perluasan dan pemerataan
pendidikan.
Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan
diperkuatnya landasan dasar pendidikan yang
demokratis, transparan, efisien dan melibatkan
partisipasi masyarakat daerah. Muctar Buchori (2001)4
menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu
keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan
berfungsi sebagai pengembang pengetahuan,
ketrampilan, nilai dan kebudayaan Dalam konteks
otonomi pendidikan, secara alamiah (nature) pendidikan
adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan
untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau
suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai
tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan
fungsi manajemen pendidikan kelembagaan. Namun sejak
dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata
pelaksanaannya belum berjalan seperti yang diharapkan,
justru pemberlakuan otonomi Pendidikan membuat
beberapa masalah seperti lemahnya profesionaisme
daerah dalam mengelola Pendidikan dan tenaga
kepedidikan, perbedaan interpretasi antara kewenangan

4
https://lemkapoda.wordpress.com/2009/06/02/otonomi-pendidikan/,
Senin, 16 Januari 2023

94
pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Anggaran
Pendidikan bagi sekolah dengan merek negeri dan merek
swasta yang berbeda. Demikian pula dengan pengelolaan
komponen Pendidikan di bawah Kementrian Agama dan
di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pendidikan di bawah kementrian Agama memiliki
ketertinggalan disbandingkan dengan Pendidikan di
bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudyaan hal ini
terutama kaitannya dengan kuota anggaran dari negara
yang memang berbeda. Sedangkan, pengertian otonomi
pendidikan sesungguhnya terkandung makna demokrasi
dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilakukan secara
demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat
diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi
kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa
dalam mencerdaskan bangsa.
Cita-cita bangsa ini seperti yang tertuang dalam
Pembukaan Undang-udang Dasar adalah mencerdaskan
bangsa. Hal ini dapat diwujudkan salah satunya dengan
implementasi otonomisasi Pendidikan. Meskioun
otonomisasi Pendidikan masih butuh solusi yang solutif.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masih biasa terdapat
interpensi dalam pengelolaan Pendidikan seperti
penempatan pendidik dan tenaga kependidikan yang
tidak sesuai atau kurang tepat, sehingga menyebabkan
pendidik atau tenaga kependidikan tidak bersungguh
sungguh, tidak sepenuh hati melaksanakan tugasnya.
Karena harapan pendidik dan tenaga kependidikan bahwa
bahagian dari otonomisasi adalah mereka ditempatkan
bekerja di daerah asal mereka atau dekat dari asal
mereka. Asumsi ini harus diberi penjelasan dan batasan
istilah yang jelas mengenai otonomisasi pada Pendidikan.
Otonomisasi Pendidikan pada Pelakasanaan pendidikan
yang dilakukan harusnya secara demokrasi dan
berkeadilan sosial diharapkan dapat mewujudkan
Pendidikan yang diperuntukkan bagi kepentingan
masyarakat. Kebijakan otonomisasi pendidikan ini
diharapkan bisa terwujud sempurna dengan Sekolah
Merdeka, Kampus merdeka dan merdeka belajar yang
diusung Menteri Pendidikan Bapak Nadiem.

95
Konsep Kampus Merdeka Merdeka Belajar memang
memberi ruang otonomisasi Pendidikan kepada seluruh
penyelenggara Pendidikan. Namun diperlukan adanya
perubahan mindset pemerintah dan pelaku Pendidikan
dalam melihat paradigma Pendidikan yang terkini.
Kurikulum Merdeka memang memiliki konsep yang bisa
diharapkan meluruskan otonomisasi Pendidikan dengan
tawaran-tawarannya, baik itu Profil Pelajar Pancasila,
Gerakan Literasi Sekolah, Komunita-komunitas yang
mendukung Pendidikan, juga melanjutkan Gerakan
revolusi mental (dari kurikulum 2013), Dmikian pula di
tingkat Perguruan Tinggi dengan penawaran kurikulum
berbasis Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
MBKM ini memberi kewenangan pada Perguruan Tinggi
dalam implementasi kurikulum merdeka dengan
beberapa tawaran. Namun yang masih jadi kendala dari
perubahan teresebut adalah ketidakmampuan kita dalam
memahami dan cara mengimplementasikan MBKM itu
sendiri. Otonomisasi Pendidikan harusnya sudah final
dengan melihat durasi waktu pemberlakuannya. Memang
perlu adanya penataan ulang terhadap system dari
otonomisasi pendidikan agar bisa terlaksana sesuai cita
cita pelaksnaan otonomisasi itu sendiri. Otonomisasi
Tidak dapat dipungkiri meskipun otonomisasi Pendidikan
belum sempurna namun demikian juga terdapat beberapa
kesuksesan otonomisasi Pendidikan yang perlu untuk
ditingkatkan seperti:
1. Kewenangan pemerintah daerah bahkan satuan
Pendidikan dalam pengalokasian anggaran sekolah di
setiap tahunnya dan pengelolaannya diserahkan
kepada satuan Pendidikan di bawah pengawasan
pemerintah daerah.
2. Satuan Pendidikan melalui pemerintah daerah dapat
mengusulkan kebutuhannya akan sumber daya
manusia di tempat masing masing.
3. Satuan Pendidikan dapat menentukan muatan
kurikulumnya berdasar keunggulan local dengan
berpedoamn pada BSNP.

96
4. Satuan Pendidikan diberi kewengan membuat desain
pembelajaran berdasar situasi dan kondisi sekolah
dalam meyiapkan bahan ajar dengan berpatokan pada
BSNP.
5. Satuan Pendidikan diberi kewenangan dalam
mengevaluasi dirinya (evaluasi satuan Pendidikan)
masing-masing dan kemudian menyusun strategi
untuk dapat mencapai peningkatan mutunya
berdasar BSNP.
6. Pendidik mengembangkan metode dan bahan ajarnya
dan mengekspresikan ide-idenya dikelas.
7. Peserta didik bisa memilih minat dan bakat yang
sesuai dengan minat dan bakatnya.
Beberapa uraian di atas menggambarkan bentuk-bentuk
otonomisasi Pendidikan yang selama ini telah
berlangsung. Namun ini saja belumlah cukup untuk
dapat mengangkat mutu pendidian di negeri tercinta ini.
Tetapi otonomisasi Pendidikan ini harus lebih
dikembangkan sehingga benar-benar dapat menjadi salah
satu solusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pengertian otonomi dalam konteks desentralisasi
pendidikan, menurut Tilaar mencakup enam aspek,
yakni5:
1. Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan
daerah,
2. Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan,
3. Penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah,
4. pemberdayaan bersama sumber daya pendidikan,
5. hubungan kemitraan “stakeholders” pendidikan
6. pengembangan infrastruktur sosial.
Otonomi Pendidikan yang benar akan melahirkan setiap
kebijakan tentang Pendidikan yang dapat

5
http://www.hariansib.com/index.php?option=com_content&task=vie
w&id=8202&Itemid=9, Senin, 16 Januari 2023

97
dipertanggungjawabkan kepada public. Oleh karena
sekolah merupakan insttusi pulbik yang melayani
kebutuhan masyarakat. Implementasi otoomisasi
pendidikan dalam pelaksanaannya dihadapkan dengan
berbagai kendala.
Untuk mengatasi kendala ini terdapat beberapa solusi,
antara lain:6
1. Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah
2. Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat-
Daerah
3. Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan
4. Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat
5. Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan
Daerah

Teknologi Pendidikan dan Otonomisasi Pendidikan

Teknologi Pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas,


yaitu memiliki fungsi untuk menguatkan pengembangan
kurikulum, terutama dalam desain kurikukum,
pengembangan kurikulum dan implementasi kurikulum.
Untuk efisiensi fungsi Teknologi Pendidikan dibutuhkan
perangkat lain sebagai daya dukungnya terutama untuk
peningkatan mutu Pendidikan. Peningkatan mutu
Pendidikan di era informasi rupanya menuntut kolaborasi
yang lebih bervariasi dan ini membutuhkan kebijakan-
kebijakan yang memihak pada dunia Pendidikan.
Kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam
hal ini adalah lahirnya Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang pemerintahan daerah, ini memberi
pengaruh pada pelaksanaan manajemen pendidikan
yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih
luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan
strategi berkompetisi dalam era kompetitif untuk

6
http://www.hariansib.com/index.php?option=com_content&task=vie
w&id=8202&Itemid=9.

98
mencapai output pendidikan yang berkualitas dan
mandiri.Output pendidikan yang berkualitas dan mandiri
sangat berpeluang dicapai dengan memanfaatkan
teknologi Pendidikan dan didukung dengan otonomisasi
pendidikan

99
Daftar Pustaka
https://osf.io/s4rcf/download, Senin, 16 Januari 2023
https://lemkapoda.wordpress.com/2009/06/02/otonom
i-pendidikan/, Senin, 16 Januari 2023
http://www.hariansib.com/index.php?option=com_conte
nt&task=view&id=8202&Itemid=9, Senin, 16
Januari 2023
Yaumi, Media danTeknlogi Pembelajaran, (Edisi ke II;
Kencana: Jakarta, 2021), h. 24
Spector, Michael. The Foundations of Educational
Technologi, proaches and Interdisiplinary
Perspectives. New York: Routledge, 2012

100
Profil Penulis
Hiljati, S.Ag., M.Pd.I
Penulis menyelesaikan pendidikan Strata
satu pada tahun 1995 dengan jurusan
Aqidah dan Filsafat IAIN Alauddin Ujung
Pandang. Mulai tertarik pada pembelajaran
Pendidikan Agama Islam mulai tahun1995 pada kegiatan
MGMP PAI yang diselenggarakan oleh MA se kabupaten
Polewali Mamasa (sekarang Polewali Mandar) waktu itu
penulis sebaagai tenaga pengajar di MA DDI Polewali.
Saat itu saya merasakan bahwa sistem pembelajaran
Pendidikan Agama Islam perlu melakukan pengembangan
untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran. Di tahun yang
sama1995 mulai membawakan mata kuliah keagamaan
STAI DDI Polmas. Karena menyadari bahwa penulis butuh
ilmu pendidikan kemudian penulis mengkuti Program
Akta IV di tahun 2001. Di tahun 2010 penulis
menyelesaikan Program Magister pada konsentrasi
Dirasah Islamiyah Program Studi Pendidikan dan
Keguruan pada Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar. Penulis lebih tertarik menekuni dunia
pendidikan dengan berbagai dinamikanya. Di bidang ini
penulis telah melakukan penelitian sebagai implementasi
Tri Darma perguruan tinggi tempat penulis mengabdikan
diri di IAI Darud Da’wah Wal Irsyad Poewali Mandar dari
tahun 1995 sampai sekarang.
Email: hiljatiarif71@gmail.com

101
102
8
PENDIDIKAN SEBAGAI TELAAH
KURIKULUM

Dr. Dra. Sri Siswati, APT., SH., M.Kes


Universitas Andalas Padang

Latar Belakang

Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata dalam


Bahasa Latin ”curir” yang artinya pelari, dan ”curere” yang
artinya ”tempat berlari”. Kurikulum mengandung
pengertian; suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari
mulai dari garis start sampai dengan finish. Pada buku
perama yang dierbikan oleh John Franklin Bobbit tahun
1918 berjudul The Curriculum, John Franklin Bobbit
mengatakan bahwa kurikulum, sebagai satu gagasan,
memiliki akar kata Bahasa Latin “race course” (tempat
berlari). Selanjutnya JF Bobbit menjelaskan bahwa
kurikulum sebagai mata pelajaran dan pengalaman yang
harus diperoleh anak-anak sampai menjadi dewasa, agar
kelak sukses setelah menjadi dewasa. Pasal 1 UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Ada 3 konsep tentang kurikulum yaiu kurikulum
sebagai suatu sistem, sebagai bidang studi serta sebagai
substansi dalam pendidikan. Sebagai suatu sistem
Kurikulum adalah seperangkat dokumen tertulis yang
berisi rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, jadwal,

103
evaluasi serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum sebagai suatu sistem, merupakan bagian dari
sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem
masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur
personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun
suatu kurikulum, melaksanakannya, mengevaluasi, dan
menyempurnakannya.Kurikulum sebagai Bidang Studi
adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan
sistem kurikulum. Pakar pendidikan yang mendalami
bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar
tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan
berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka
menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan
memperkuat bidang studi kurikulum. Inti dari suatu
pengkajian kurikulum pada pendidikan adalah mencari
apa tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengalaman
pendidikan yang bagaimana yang harus disediakan untuk
mencapai tujuan tersebut serta bagaimana
mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut
secara efektif serta bagaimana menentukan bahwa tujuan
tersebut telah tercapai. Inti pengkajian kurikulum ini
akan menjadi pedoman bagi tenaga pendidik untuk
menerapkannya dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Peranan kurikulum antara lain Peranan Konservatif yaitu
peranan kurikulum untuk mewariskan,
mentransmisikan, dan menafsirkan nilai-nilai sosial dan
budaya masa lampau yang tetap eksis dalam masyarakat.
Selanjunya nilai-nilai tersebut merupakan wujud nilai-
nilai positif dan bermanfaat bagi pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik di masa yang akan datang.
Sedangkan sekolah sebagai pranata sosial harus dapat
mempengaruhi dan membimbing tingkah laku peserta
didik sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan
nasional.
Peranan Kritis dan Evaluatif merupakan peranan
kurikulum untuk menilai dan memilih nilai-nilai sosial
budaya yang akan diwariskan kepada peserta didik
berdasarkan kriteria tertentu. Asumsinya adalah nilai-

104
nilai sosial budaya yang ada dalam masyarakat akan
selalu berubah dan berkembang sesuai dengan situasi
dan kondisi setempat. Budaya di daerah masing-masing
bisa saling berbeda dan mencerminkan nilai-nilai yang
dianut oleh masyarakat setempat. Budaya disiplin di
negara Jepang atau berbagai negara lainnya misalnya,
mungkin lebih baik dari negara kita. Peranan Kreatif
merupakan peranan kurikulum untuk menciptakan dan
menyusun kegiatan-kegiatan yang kreatif dan konstruktif
sesuai dengan perkembangan peserta didik dan
kebutuhan masyarakat. Kurikulum harus dapat
merangsang pola berpikir dan pola bertindak peserta didik
untuk menciptakan sesuatu yang baru sehingga
bermanfaat bagi dirinya, keluarga, bangsa, dan negara.
Kurikulum juga diusahakan untuk dapat meningkatkan
growth mindset dibandingkan fix mindset, sehingga
peserta didik tidak patah semangat untuk terus belajar,
sehingga belajar itu tidak pernah berhenti atau dikenal
dengan istilah belajar sepanjang hayat. Pada era saat ini
pembelajaran didasarkan pada pola berpikir tidak lagi
inbox tetapi berkembang menjadi eksbox. Melihat di masa
yang akan datang problem dalam kehidupan semakin
kompleks, berubah-rubah, penuh dengan ketidakpastian
serta ambigu. Dibutuhkan kemampuan yang bersifat
creativ dan critical thingking, colaborativ, serta
comunicativ. Peserta didik juga harus mempunyai
kemampuan computanalogic dan compassion atau
kegigihan.
Dalam sejarah perkembangan kurikulum, antara lain
dikenal kurikulum 2013 yang merupakan reformasi
perkembangan kurikulum. Kompetensi lulusan
dirumuskan dengan teori pembelajaran konstrusktif yang
holistik, didukung oleh semua materi atau mata
pelajaran, terintegrasi secara vertikal maupun horizontal,
dikembangkan secara kurikulum Berbasis Kompetensi
sehingga memenuhi aspek kesesuaian dan kecukupan
serta mengakomodasi Content Lokal, Nasional dan
Internasional. Teori pembelajaran yang holistik ini adalah
teori pembelajaran yang membangun sehingga siswa,
maupun mahasiswa memperoleh pemahaman secara
menyeluruh. Kompetensi dalam bahasa Inggris dibedakan

105
dengan kompeten. Menurut Webster” New Dictionary and
Thesaurus on kine” ternyata hanya dijumpai istilah
kompeten saja dan istilah kompetensi lebih diarahkan
pada istilah responsibility (Sidharta, 2002). Wuryadi
(Sidharta,2002) menekankan bahwa kompetensi memiliki
makna dengan kemampuan (capability, ability),
kecakapan (skill), cerdas (smart), kewenangan (authority),
kinerja (performance), perilaku (attitude) dan juga
kesadaran (awareness). Kompetensi lulusan berorientasi
kepada materi ajar yang diberikan dalam pendidikan.
Materi ajar yang diberikan melalui proses yang
berorientasi pada pencapaian kompetensi yang
ditetapkan, dan pencapaian kompetensi ini akan dinilai
melalui evaluasi. Pada akhir pembelajaran, biasanya
beberapa jenis profesi seperti di bidang hukum, kesehatan
mempunyai sertifikasi terhadap kompetensi yang
dimilikinya.
Proses pencapaian kompetensi berorientasi pada
karakteristik kompetensi, antara lain sikap, keterampilan
dan pengetahuan. Sikap menurut (Krathwohl) adalah
bagaimana mahasiswa menerima, dan menjalankan,
menghargai , menghayati serta mengamalkan. Sikap ini
sangat penting karena siswa atau mahasiswa harus
mempunyai karakter yang baik. Mengukur indikator sikap
ini bukan hal yang mudah, sehingga tenaga pendidik
harus pandai mencari strategi dalam pembelajaran
sehingga mampu mencapai sikap baik intra personal
maupun ekstra personal. Keterampilan menurut (Dyers)
adalah proses mengamati, menanya, mencoba, menalar,
menyaji dan mencipta. Keterampilan ini disebut skill dan
bisa biasa disebut creatifitas dan critical thingking.
Menurut Bloom dan Anderson dalam proses pembelajaran
diharapkan tercapainya pengetahuan yang dijabarkan
dalam arti Mengetahui, Memahami, Menerapkan,
Menganalisa , dan Mengevaluasi serta Mencipta. Dalam
mencapai kompetensi dengan menggunakan pendekatan
saintifik, karakteristik kompetensi disesuaikan dengan
Jenjang pendidikan apakah itu Sekolah Dasar (SD)
sampai perguruan tinggi (PT).

106
Pada perkembangan kurikulum, pada suatu perguruan
tinggi diarahkan pada pencapaian Indikator Kinerja
Utama Perguruan Tinggi yang terdiri dari 8 indikator.
Kurikulum 2013 mengutamakan Discovery Learning dan
Project Based Learning, serta Case Based Methode.
Terakhir dapat dilakukan penilaian dari proses
pembelajaran dengan melakukan beberapa cara antara
lain Berbasis Tes dan Non Tes (porfolio) Menilai Proses
dan Output dengan menggunakan authentic assesmen.
Rapor bagi siswa SD sampai SMA memuat penilaian
kuantitatif tentang pengetahuan dan deskripsi kualitatif
tentang sikap dan keterampilan kecukupan. Sedangkan
pada perguruan tinggi penilaian diberikan dalam bentuk
Kartu Hasil Studi (KHS) dengan indeks kumulatif yang
dicapai. Indeks Penilaian Kumulatif ini (IPK) akan menjadi
pertimbangan dari Pembimbing Akademik bagi
mahasiswa mengambil dan merencanakan studi di
semester berikutnya (KRS). Biasanya dalam proses
pembimbingan akademik, dosen di Perguruan Tinggi
mempunyai catatan dari hasil yang dicapai mahasiswa
baik kuantitatif dan kualitatif, atau diperoleh informasi
dari dosen mata kuliah lainnya. Pendidikan sikap
membutuhkan role model, dan ini tentu saja diperoleh dari
dosen sendiri, teman dan tempat lingkungan mahasiswa
berada dan bersosialisasi bersama masyarakat di
kampusnya.

Tujuan

1. Paparan tulisan ini bertujuan untuk mengetahui


keterkaitan antara pendidikan dengan telaah
kurikulum, bagaimana kurikulum dipedomani dalam
melaksanakan pendidikan.
2. Bagaimana mencapai kompetensi mahasiswa dalam
proses pembelajaran baik soft skill dan hard skill yang
diterjemahkan dalam bentuk pembelajaran sikap,
pengetahuan dan keterampilan.
3. Bagaimana kita melaksanakan pendidikan dengan
berdasarkan telaah kurikulum yang digunakan

107
4. Bagaimana mengukur ketercapaian lulusan mata
kuliah berdasarkan kurikulum

Pembahasan

Reformasi Pendidikan Mengacu Pada 8 Standar penilaian,


standart proses pembelajaran, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan tenaga pendidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pembiayaan dan standart
pengelolaan. Dalam pembelajaran terdapat Ten mega
trend thinking development (life long learning), dimana
tenaga pendidik dan akan menuju kepada;1) Belajar
melalui kehidupan kita; 2) Belajar dalam organisasi,
institusi, asosiasi, jaringan; 3) Belajar berfokus pada
kebutuhan nyata; 4) belajar dengan seluruh kemampuan
otak; 5) Belajar bersama; 6) Belajar melalui multi media,
teknologi, format, dan gaya; 7) Belajar langsung dari cara
berpikir; 8) Belajar melalui Pengajaran/pembelajaran; 9)
Belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah
cepat atau lambat untuk membantu belajar sepanjang
hayat dan masyarakat belajar; 10) Belajar bagaimana
belajar yang benar. Dalam pembelajaran seperti
disampaikan di atas terdapat teori belajar behaviorisme
atau sikap, teori belajar construktivisme yang bersifat
membangun, serta teori belajar cognitivisme atau
pengetahuan.Dalam pembelajaran perubahan sikap ke
arah yang lebih baik terjadi stimulus terhadap sikap yang
akan menghasilkan respon. Respon yang positif dapat
diberikan reword dan jika respon yang dihasilkan negatif
akan menghasilkan punisment atau sanksi dari.
Pembelajaran cognitivisme juga diberikan stimulus yang
menghasilkan respon siswa atau mahasiswa menjadi
tahu, mau dan mampu melakukan. Pencapaian respon ini
tergantung kepada mahasiswa apakah bisa sampai pada
kemampuan atau hanya sekedar tahu saja. Pada
pemberian pembelajaran kognitivisme atau pengetahuan
ini sering mahasiswa hanya sampai tahu saja dan bahkan
lupa. Kemampuan mau merupakan tingkatan yang lebih
bermakna dan keberhasilan itu dicapai pada saat
mahasiswa mampu melaksanakan sehingga menjadi
bermanfaat dalam proses pembelajaran yang

108
dilaksaanakan pada pendidikan. Jika tidak sampai
mampu melaksanakan atau hanya sampai tahu dan mau,
proses pembelajaran kadang bersifat semu karena tidak
dilakanakan. Ini banyak terjadi pada proses pembelajaran
baik pada dunia pendidikan formal di sekolah atau pada
masyarakat. Apakah materi atau ilmu yang diberikan
akan diperoleh pada memori jangka pendek saja atau
akan tertanan pada memori jangka panjang.
Pada teori belajar konstruktivisme atau pembelajaran
yang bersifat membangun, pengetahuan diperoleh dari
berbagai sumber, bisa dipelajari secara mandiri, sehingga
si mahasiswa akan memperoleh pengetahuan secara
holistik yang bermanfaat untuk diterapkan. Ini sangat
diharapkan oleh tenaga pendidik dan mahasiswa yang
menerima pendidikan , sehingga pencapaian indikator
yang terukur dapat dilihat hasilnya. Pembelajaran secara
konstruktivisme ini dipengaruhi oleh lingkungan baik
internal atau eksternal.
Pembelajaran akan Meningkatkan pemahaman dan
memperbaiki proses belajar, mendorong prakarsa belajar
mahasiswa, mendreskripsikan strategi yang optimal.
Kondisi membelajarkan mahasiswa secara simultan,
memudahkan proses internal mahasiswa yang belajar,
menjadikan belajar lebih efektif, efisien, dan menarik serta
menyenangkan. Prinsip-prinsip pembelajaran seharusnya
merefleksikan tentang apa yang kita ketahui tentang
bagaimana terjadinya proses belajar, Belajar merupakan
proses interaktif dan sistem yang kompleks, Pemusatan
belajar dapat menjadi luas dan interdisipliner. Dalam
pembelajaran atau pendidikan sangat penting
diperhatikan model pembelajaran yang digunakan
sehingga menjadi jelas langkah-langkah atau sintak yang
diberikan, metode, strategi, teknik dan trik dalam
pembelajaran sehingga menjadi efektif, efisiensi dan
mempunyai daya tarik. Metode pembelajaran dijabarkan
dalam strategi pemberian pembelajaran secara mikro dan
makro untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi
penyampaian sesuai karateristik mata kuliah serta
strategi pengelolaan sesuai dengan karateristik
mahasiswa yang diajarkan. Akan berbeda teknik dan trik

109
pembelajaran yang mempunyai pratikum dengan yang
tidak, dan akan berbeda pengelolaan pembelajaran bagi
mahasiswa yang row input nya sudah terasah dengan baik
atau tidak tahu sama sekali.
Kondisi Pembelajaran sangat tergantung pada banyak hal,
antara lain Tujuan Pembelajaran, Karakteristik Mata
Pelajaran, Struktur Mata Pelajaran, Tipe dan Isi yang
diajarkan serta kendala dalam pembelajaran. Disamping
itu ketersediaan Buku Referensi, Media yang digunakan,
Waktu yang tersedia, personalia, serta dana yang
dianggarkan dalam proses pendidikan. Karakteristik
pembelajar, Bakat, motivasi, perilaku, kebiasaan,
kemampuan awal, status sosial ekonomi dan sebagainya.
Metode Pembelajaran seperti yang dijelaskan di atas juga
memuat Strategi Pengorganisasian Isi secara Mikro dan
Makro, Strategi penyampaian melalui media yang
digunakan. Proses pembelajaran akan terjadi interaksi
Mahasiswa dengan media dengan bentuk/struktur
pembelajaran, Strategi pengelolaan yang cocok meliputi
Penjadwalan, Pembuatan catatan kemajuan belajar,
pengelolaan Motivasi, serta Kontrol belajar. Apakan proses
pembelajaran atau pendidikan itu sudah efektif, efisiensi
dan mempunyai daya tarik ? Ini harus diperhatikan oleh
tenaga pendidik atau dosen yang mengajar. Keefektifan
pembelajaran meliputi kecermatan penguasaan perilaku,
kecepatan mempelihatkan hasil kerja, kesesuaian dengan
prosedur, kuantitas unjuk kerja, kualitas hasil akhir,
tingkat alih belajar, serta tingkat retensi. Pada proses
Efisiensi dapat dilihat dari waktu dan personalia yang
digunakan, serta sumber belajar dari berbagai media,
referensi yang digunakan. Pada era digital saat ini
pembelajaran dapat dilaksanakan secara blended baik
offline dan online, secara sinkronous atau asinkronous,
menggunakan media audio visual, menggunakan mind
mapping dan lain sebagainya. Apakah pembelajaran
mempunyai daya tarik dapat dilihat dari keinginan
mahasiswa untuk terus belajar. Beberapa pembelajaran
online sering kali ditemukan mahasiswa yang belajar
tetapi tidak menghindupkan audio visualnya, sehingga
tidak bisa dipastikan apakah mahasiswa yang
bersangkutan betul-betul hadir belajar atau hanya

110
sekedar nama saja. Dalam pembelajaran secara on line
ini, salah satunya memang sering kurang terjadi
hubungan emosional yang baik pemberi pelajaran dengan
mahasiswa yang diajarkan. Pembelajaran yang
berkualitas harus dapat memfasilitasi terjadinya belajar
pada peserta didik, hasil belajar optimal sesuai dengan
potensinya. Bentuk fasilitasi adalah penyediaan sumber
belajar, antara lain laptop bagi mahasiswa dan dosen,
sinyal yang bagus, sound system yang bagus.
Kurikulum memberi ruang kepada sikap, persepsi, dan
kebiasaan mental dalam memfasilitasi belajar,
pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa atau
mahasiswa, menggunakan pengetahuan dan reasoning yg
kompleks lebih bermakna dari pada menghafal informasi.
Pola pembelajaran dulu dan sekarang sangat berbeda.
Masa lalu dari kurikulum, dijabarkan dengan isi dan
metode yang akan disampaikan oleh dosen atau guru
kepada mahasiswa. Dengan mempedomani kurikulum
yang digunakan, maka akan ditetapkan Capaian
Pembelajaran Lulusan Kurikulum (CPLK) dari mulai
belajar atau kuliah sampai menjadi sarjana. Sedangkan
dalam proses pembelajaran dikenal istilah Capaian
Lulusan Mata Kuliah (CPMK) yang merupakan tanggung
jawab tenaga pendidik atau dosen yang mengajar mata
kuliah yang bersangkutan. Pendidikan pada saat
sekarang sejalan dengan era Revolusi Industri 4.0,
pembelajaran dari kurikulum yang digunakan ditetapkan
jenis dan isi mata kuliah, metode yang melibatkan dosen
saja, atau kombinasi media dan dosen, serta mahasiswa
saja. Proses pembelajaran berubah atau bervariasi dari
Teacher Centere Learning kepada Student Center Learning.
Biasanya dosen mengajarkan mata kuliah dengan
memaparkan powert point pembelajaran. Mahasiswa
hanya mendengar, mencatat dan menghafal ketika mau
ujian. Sedangkan pada Student Centere Learning ,
mahasiswa bersifat aktif, belajar mandiri dan bisa lebih
aktif mencari materi dari referensi, e library, google
learning dan sebagainya. Media pembelajaran dapat
berbentuk PPT, video, atau poster yang memuat bahan
ajar. Dinamika pembelajaran sangat beragan dan dinamis
serta harmonisasi proses pembelajaran dapat dirancang

111
dengan baik. Umpan balik dari hasil pembelajaran dilihat
dari pencapaian indikator pembelajaran yang dimuat
dalan RPS atau Rencana Pembelajaran Semester.
Indikator pencapaian indikator ini dikenal dengan
indikator Capaian Lulusan Mata Kuliah (CPLK) yang
merupakan tanggung jawab dosen pemberi mata kuliah.
Pendidikan di era Teknologi Informasi dan Komunikasi
saat ini berkembang sangat pesat, menyebabkan
ketidakselarasan pendidikan dengan tuntutan kebutuhan
siswa dan masa depan. Penguasaan teknologi informasi
& komunikasi menjadi literasi dasar (di samping baca-
tulis-hitung). Sekolah/ pendidikan bukan lagi sebagai
satu-satunya pangkalan ilmu pengetahuan, tetapi Proses
pendidikan bergeser dari pendekatan konvensional ke
arah multi sumber, sehingga Kesenjangan antara school
knowledge dan out of school knowledge semakin lebar.
Sejalan dengan berkembangnya era Revolusi Industri 4.0,
pendidikan dan kurikulum juga mengalami perubahan
yang sangat significan. Pada masa Era RI 4.0 atau zaman
now ini berkembang konsep Merdeka Belajar dan Kampus
Merdeka (MBKM). Strategi pembelajaran merdeka belajar
dan Kampus Merdeka membuat mahasiswa bisa belajar di
luar bidang studinya yang bisa diambil di lingkungan
fakultas sendiri atau di luar kampusnya. Terjadi
pembelajaran yang berdiferensiasi. Mengembalikan
pendidikan kemaknanya yang sesungguhnya
mendampingi setiap anak, tanpa kecuali, serta
memastikan posisi setiap anak sebagai subyek yang aktif
mengembangkan potensi dirinya, sehingga setiap anak
menyadari sejak dini bahwa siapapun dia, apapun
kondisinya, ia tetap mengemban satu tugas dan menjadi
bahagian dari keutuhan dan harmoni kehidupan yang
sudah digariskan ilahi. Filosofi Kurikulum Merdeka
Belajar sebagai kebijakan pemulihan pendidikan. Pada
saat Kurikulum Merdeka muncul, banyak pengelola
program studi, pengawas mengatakan kurikulum ini ribet,
rumit, pusing, ganti menteri ganti kurikulum, dan
kurikulum bikin otak error. Pada prinsipnya manusia
mempunyai kemampuan untuk berkembang terus
dengan proses baik melalui pendidikan, pelatihan, dan
kemampuan berkreasi, berkomunikasi, berkolaborasi dan

112
mempunyai pemikiran yang kritis. Perkataan bijak dari
bapak Ki Hajar Dewantara menyatakan Anak-anak hidup
dan tumbuh sesuai dengan kodratnya sendiri, dan
pendidik hanya dapat mendidik dan menuntun
tumbuhnya kodrat ini (1889-1959). Harus dilakukan
asesmen awal kepada anak, untuk memperoleh profile
anak sebagai bahan guru merumuskan langkah
pembelajaran. Standart kelulusan mahasiswa dilihat dari
karakter mahasiswa dan kompetensi sehingga proses
Belajar Mengajar bukan lagi berbasis materi, tetapi
berbasis aktifitas. Harapan kedepan yang diharapkan
adalah scholl without learning (mahasiswa lama di
kampus, tetapi tidak belajar).
Pada perguruan Tinggi dievaluasi 8 Indikator Kinerja
Utama (IKU) Perguruan Tinggi yang terdiri dari 8 IKU,
yaitu IKU 1 Lulusan Mendapatkan Pekerjaan yang Layak,
IKU 2, Mahasiswa Mendapat Pengalaman di luar Kampus,
IKU 3 adalah Dosen Berkegiatan di Luar Kampus, IKU 4
Praktisi mengajar di luar kampus, IKU 5 adalah : Hasil
Kerja Dosen Digunakan Oleh Masyarakat Atau Mendapat
Rekognisi Internasional, dan IKU 6 Program studi Bekerja
Sama dengan Kelas Dunia, IKU 7 adalah Kelas yang
kolaboratif dan partisipatif, serta IKU 8 Program Studi
yang Berstandar Internasional. Perguruan Tinggi
berupaya untuk menerapkan 8 IKU ini, untuk
meningkatkan rangking universitas mereka di nasional
maupun internasional. Tidak heran perguruan tinggi
berlomba-lomba untuk menjadi Word Class University
dengan adanya berbagai mahasiswa asing belajar di
Indonesia serta mahasiswa Indonesia belajar di luar
negeri. Perkembangan pembelajaran ber basis on line juga
sangat mendukung adanya dilaksanakan proses
pembelajaran ber basis digital. Teaching at Right Level
(TaRL)/ Pembelajaran Berdiferensiasi, yaitu
mengembalikan pendidikan kemaknanya yang
sesungguhnya mendampingi setiap anak, tanpa kecuali,
serta memastikan posisi setiap anak sebagai subyek yang
aktif mengembangkan potensi dirinya, sehingga setiap
anak menyadari sejak dini bahwa siapapun dia, apapun
kondisinya, ia tetap mengemban satu tugas dan menjadi
bahagian dari keutuhan dan harmoni kehidupan yang

113
sudah digariskan ilahi. Assesman awal dilaksanakan
guna mengetahui kesiapan mahasiswa untuk mengetahui
materi ajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang
direncanakan.
Tomlinson, Carol A. (2017) yang diadaptasi mengatakan
prinsip pembelajaran berdifferensiasi terdiri dari
kurikulum yang berkualitas, assesment yang
berkelanjutan, pengajaran responsif, kepemimpinan dan
rutinitas kelas, serta linkungan yang baik. Untuk
menghindari dampak negatif pengelompokan peserta
didik dalam pembelajaran terdiferensiasi sesuai dengan
tahap capaian peserta didik, dapat dilakukan antara lain,
1. Pembelajaran dalam kelompok kecil adalah metode
yang biasa dilakukan peserta didik.
2. Pengelompokan berdasarkan kemampuan berubah
sesuai dengan kompetensi yang menjadi kekuatan
peserta didik, tidak permanen sepanjang tahun atau
semester, dan tidak berlaku di semua mata pelajaran.
3. Bagi peserta didik yang sudah mahir perlu dipikirkan
bentuk-bentuk tantangan yang lebih beragam.
4. Perlu ada peran-peran beragam yang bisa dipilih oleh
peserta didik untuk memperkaya atau mendalami
kompetensi yang dibangun.
Dalam pelaksanaan Merdeka Belajar di perguruan tinggi,
mahasiswa diperkenankan untuk mengambil mata kuliah
di luar program studinya pada fakultas atau universitas
yang sama dengan mahasiswa tersebut kuliah. Di sisi lain
mahasiswa dapat mengambil mata kuliah yang sama atau
berbeda di luar perguruan tinggi asalnya. Ini dapat
dilaksanakan on line atau off line. Biasanya antara
perguruan tinggi tersebut sudah dilakukan kerjasama
sebelumnya, sehingga pemberian bahan ajar dan nilai
bagi mahasiswa tersebut dapat dikonversi dengan benar.
Pada pelaksanaan di lapangan, pelaksanaan Merdeka
Belajar dan Kampus Merdeka ini masih beragam persepsi
dan pelaksanaannya. Secara keseluruhan, mahasiswa
sekarang diarahkan untuk mampu menguasai ilmu multy
tasking atau tidak linier lagi atau bersifat radiant.

114
Kemampuan seorang mahasiswa akan teruji untuk dapat
mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan
kurikulum di era Revolusi Industri 4.0 atau Society 5.0.
Kurikulum ditelaah dengan menjabarkan dalam berbagai
jenis mata kuliah untuk mencapai kompetensi yang
ditetapkan. Setiap mata kuliah akan mempunyai
indikator dalam bidang perilaku, sikap, pengetahuan.
Kombinasi dari berbagai indikator mata kuliah secara
komulatif akan menghasilkan kompetensi yang
diharapkan. Dalam pencapaian pembelajaran ini saat ini
masih variatif dilakukan oleh berbagai perguruan tinggi.
Walupun demikian, proses pembelajaran multy tasking ini
juga mempengaruhi lahan bekerja bagi mahasiswa.
Kaitan antara pendidikan dengan kurikulum sangat
erat.Kurikulum yang direncanakan dan dilaksanakan
untuk mencapai kompetensi mahasiswa dalam proses
pembelajaran baik hard skill maupun soft skill.
Pendidikan yang baik adalah sesuai dengan Revolusi
Industri 4.0, mempunyai kemampuan Creative dan
Critical Thingking, colaboratif dan Comunicatif,
Computanalogic serta Compassion. Ini dapat dicapai
dengan rumusan kurikulum, Capaian Pembelajaran
Lulusan dan Capaian Pembelajaran Mata Kuliah.
Implementasinya di muat dalam RPS, CPLK dan CPMK
yang bersifar konstruktif, model pembelajaran kolaboratif,
Project Based Learning dengan metode Case Based
Methode. Mempedomani kurikulum yang dibuat sesuai
kemajuan zaman diharapkan dapat mencapai 8 Indikator
Kinerja Utama pada Perguruan Tinggi.

115
Daftar Pustaka
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013),
Implementasi Kurikulum 2013, Kemendikbud,
Jakarta.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013),
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum,
Kemendikbud Jakarta
John Franklin Bobbit, The Curriculum, Bahasa Latin “race
course” , 1918.
Tomlinson, Carol A. (2017) yang diadaptasi mengatakan
prinsip pembelajaran berdifferensiasi
Sidharta, Raharjo B(2002) , Pendidikan Berbasis
Kompetensi sebuah kajian , Jogyakarta, Universitas
Atmajaya
Wuryadi (Sidharta 2002) Pendidikan Berbasis Kompetensi
sebuah kajian , Jogyakarta, Universitas Atmajaya.
Sanjaya, Wina (2007), Kurikulum dan Pembelajaran,
Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.
Sanjaya, Wina (2009), Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, Bandung, Pascasarajana UPI.
Rino (2017), Kurikulum, Perencanaan, Implementasi,
Evaluasi, Inovasi, dan Riset, Alfabeta Bandung.
Erisda Eka Putra (2022), Filosofi Kurikulum Merdeka
Sebagai Kebijakan Penulisan Pendidikan,
Kemendikbudristek, Jakarta.
Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi, 20 Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 754/P/020 tentang Indikator
Kinerja Utama PTN
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana
Strategis Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
RI.

116
Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, riset, dan
teknologi Republik Indonesia, Jakarta. 2022

117
Profil Penulis
Dr. Dra. Sri Siswati, APT., SH., M.Kes
lahir diBukittinggi, menamatkan Pendidikan
Sarjana Hukum tahun 1989 dari Universitas
Padjadjaran Bandung , S1 Sarjana farmasi
pada tahun 1990 selesai di Institut Teknologi
Bandung (ITB) dan Apoteker masih di ITB
tahun 1991.
Selanjutnya penulis menamatkan S2 di Universitas
Indonesia pada tahun 1999- 2002. Pendiikan S3 penulis
selesaikan pada tahun 2018-2021 di Program Pasca
Sarjana Universitas Negeri Padang Program Studi
Pendidikan Teknologi Kejuruan. Penulis mengawali karir
mulai dari Ditjen POM Depkes RI pada tahun 1992
Selama 2 tahun. Tahun 1993 akhir sampai 2000 di
Kanwil Departemen Kesehatan Provinsi Sumatera Barat,
dan era desentralisasi pindah ke Dinas Kesehatan Provinsi
Sumbar sebagai Kasubag Organisasi, Hukum dan Humas.
Pada tahun 2004 menjabat sebagai Kasubdin Promosi
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, dan pada tahun 2006
menjadi Wadir Umum dan Keuangan di RSJ Prof.
HB.Saanin Padang sampai tahun 2014.
Sebagai pendidik penulis sudah memulai sejak tahun
2001 di Universitas Andalas Padang, beberapa perguruan
tinggi kesehatan sebagai dosen luar biasa. Sejak tahun
2014 penulis menjadi Dosen Tetap di Universitas Andalas
Padang sampai sekarang. Pengalaman sebagai birokrasi
dan di pendidikan memperkaya penulis mengajar
beberapa mata kuliah mulai Etika dan Hukum
Kesehatan, ISO Bidang Kesehatan, Pembiayaan dan
Penganggaran Kesehatan, Manajemen Administrasi
Rumah Sakit, Manajemen Kesehatan Lanjut dan beberapa
mata kuliah lainnya baik di S1 Fakultas Kesehatan
Masyarakat, S2 Epidemiologi di FKM Universitas Andalas,
dan di Program Studi S2 Kebidanan Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. Padang.
email: siswati@ph.unand.ac.id

118
9
KONSEP DASAR, HAKIKAT DAN
ILMU MANAJEMEN PENDIDIKAN

Dr. Hamzah, S.S., M.Pd.I


Institut Agama Islam DDI Polewali Mandar - Sulawesi Barat

Konsep Dasar Manajemen Pendidikan

Istilah manajemen secara etimologi berasal dari bahasa


Latin dari kata “manus” berarti “tangan”, dan kata “agere”
yang berarti “melakukan”. Kemudian kata ini
digabungkan menjadi “managere” yang berarti berarti
menangani, mengatur sesuatu, membuat sesuatu
menjadi seperti apa yang diinginkan dengan
mendayagunakan seluruh sumber daya yang ada. Adapun
secara terminologi, manajemen berarti ilmu dan seni
dalam mengatur, mengendalikan, mengkomunikasikan
dan memanfaatkan semua sumber daya yang ada dalam
organisasi dengan memanfaatkan fungsi-fungsi
manajemen agar organisasi dapat mencapai tujuan secara
efektif dan efisien.

119
Gambar 9.1. Skema Kristiawan Safitri dan Lestari
tentang Manajemen Pendidikan
George R. Terry menjelaskan bahwa manajemen
merupakan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu dengan mempergunakan orang lain. Maka
berdasarkan pengertian tersebut, ada tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam manajemen yaitu:
1. Manajemen sebagai ilmu pengetahuan; artinya bahwa
manajemen memerlukan ilmu pengetahuan.
2. Manajemen sebagai seni dimana manajer harus
memiliki seni atau keterampilan mengatur (manage).
3. Manajemen sebagai profesi; artinya bahwa seorang
manajer yang profesional harus bisa mengatur
(manage) secara efektif dan efisien.

Gambar 9.2. Bagan Konsep Pemikiran Terry


tentang Manajemen

120
Manajemen sebagai ilmu (sciences) dan juga bisa sebagai
seni (art), artinya manajemen dalam pelaksanaanya harus
selalu memperhatikan situasi dan kondisi yang sesuai
dengan tujuan yang ditentukan. Oleh sebab itu
manajemen memiliki berbagai macam fungsi yang harus
dipahami secara utuh dan konprehensif. Fungsi
manajemen menurut Henry Fayol ada lima, yaitu
berfungsi sebagai planning, organizing, commanding,
coordinating dan controling yang biasa disebut dengan
POCCC. Sedangkan menurut George Terry, menurutnya
ada empat fungsi yaitu planning, organizing, actuating,
dan controlling yang biasa disebut dengan singkatan
POAC. Adapun menurut F. Stoner ada empat fungsi
manajemen yaitu planning, organizing, leading dan
controlling yang biasa disebut dengan singkatan POLC.
Sedangkan fungsi manajemen menurut Luther M
Gullick ada delapan yaitu planning, organizing, staffing,
directing, coordinating, reporting, budgetting, dan
controlling yang biasa disebut dengan singkatan
POSDCORBC (Arsyam, 2020).
Secara umum isitlah manajemen diartikan sebagai proses
mengatur dan mengelola suatu obyek baik yang bersifat
fisik maupun non fisik yang dilakukan secara sadar,
terencana dan sistematis untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Adapun defenisi pendidikan menurut
Undang Undang RI nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1
tentang SISDIKNAS yaitu usaha sadar terencana untuk
mewujudkan suasana belajar di proses pembelajaran agar
peserta didik aktif mengembangakan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Menurut Hikmat, Pendidikan pada
hakikatnya merupakan proses pembinaan dan pelatihan
manusia sebagai peserta didik. Pembinaan yang
diarahkan terhadap olah pikir, olah rasa dan olah jiwa.
Dengan pembinaan olah pikir, manusia terbina
kecerdasan intelegensinya, dengan olah rasa manusia
menjadi tercerdaskan emosinya dan dengan olah jiwa
secara spiritual manusia menjadi makhluk yang beriman
dan bertakwa kepada Allah SWT. Sehingga sempurnalah

121
tujuan pendidikan yang berupaya mewujudkan manusia
yang paripurna. Lanjut Hikmat menjelaskan bahwa pada
dasarnya yang menjadi perhatian manajemen pendidikan
adalah tujuan, manusia, sumber, dan juga waktu. Kalau
keempat unsur tersebut digabungkan dan dilihat dari
bentuk dan perilakunya, maka akan menampakkan
dirinya sebagai suatu satuan sosial tertentu, yang sering
disebut organisasi. Dan dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa manajemen pendidikan itu adalah
subsistem dari lembaga pendidikan itu sendiri yang
unsur-unsurnya terdiri dari unsur organisasi yaitu
tujuan, orang-orang, sumber, dan waktu.
Manajemen pendidikan artinya pengelolaan terhadap
semua kebutuhan institusional dalam pendidikan dengan
cara yang efektif dan efisien. Manajemen pendidikan
sebagai salah satu komponen dari sistem yang semua sub
sistemnya saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Manajemen pendidikan adalah aktivitas-aktivitas untuk
mencapai suatu tujuan, atau proses penyelenggaraan
kerja untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan
dalam pendidikan. Manajemen pendidikan berbeda
dengan pendidikan. Tidak semua kegiatan pencapaian
tujuan pendidikan itu adalah manajemen pendidikan.
Dengan demikian apabila digabungkan dengan
pendidikan, menjadi manajemen pendidikan, maka
manajemen yang dimaksudkan adalah seluruh
pengelolaan unsurunsur pendidikan sebagai upaya
pencapaian tujuan pendidikan dengan cara-cara yang
efektif dan efisien.
Dalam manajemen pendidikan, Daryanto menjelaskan
bahwa terdapat proses yang sinergis, yaitu sebagai
berikut:
1. Proses pengarahan dan pengintegrasian segala
sesuatu baik personel, spiritual dan material yang
berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan.
2. Proses keseluruhan pelaksanaan kegiatan bersama
dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian,
pengawasan, pembiayaan, dan pelaporan dengan

122
menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang
tersedia, baik personel, material, maupun spiritual
untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan
efisien.
3. Proses bekerja dengan orang-orang, dalam rangka
usaha mencapai tujuan pendidikan yang efektif, yang
berarti mendatangkan hasil yang baik dan tepat,
sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah
ditentukan.
4. Proses pelaksanaan kepemimpinan untuk
mewujudkan aktivitas kerjasama yang efektif bagi
tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
5. Proses pelaksanaan semua kegiatan sekolah dari yang
meliputi usaha-usaha besar seperti perumusan
kurikulum, koordinasi, konsultasi, korespondensi,
kontrol dan seterusnya, sampai kepada usaha-usaha
kecil dan sederhana seperti menjaga sekolah,
menyapu halaman dan sebagainya.
6. Proses pembinaan atau supervisi pendidikan;
7. Proses pengawasan seluruh kinerja kependidikan.
Defenisi manajemen pendidikan dapat disimpulkan
bahwa manajemen pendidikan merupakan
penyelenggaraan pendidikan yang berkaitan dengan
seluruh kebutuhan materil pendidikan yang sekaligus
berkaitan dengan semua aspek yang ada dalam usaha
penyelenggaraan pendidikan, yang berhubungan secara
langsung dengan proses pembelajaran, fasilitas atau
sarana dan prasarana pendidikan, dan media pendidikan.
Dengan demikian, semua kegiatan lembaga pendidikan
harus teradministrasikan dan dikelola dengan baik.
Dengan pemahaman tersebut, maka manajemen
pendidikan berbicara tentang sinergitas personil lembaga
pendidikan dalam kaitannya dengan tugas dan fungsinya
masing-masing. Sebagaimana menurut Hadari Nawawi
bahwa manajemen pendidikan adalah keseluruhan proses
pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk
mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan rencana yang
telah dicanangkan yang diselenggarakan dengan cara

123
yang sistematis, rasional, efisien dan efektif di suatu
lembaga pendidikan, baik yang formal maupun non
formal. Jadi, manajemen pendidikan menyangkut
kemampuan mengendalikan kegiatan operasional
pendidikan untuk terwujudnya efisiensi dan efektivitas
yang maksimal.

Hakikat Manajemen Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu proses yang dilaksanakan


dengan sadar dan terencana untuk meningkatkan
kecerdasan, keterampilan, akhlak mulia, budi pekerti,
kepribadian, dan semangat kebersamaan dalam
membangun diri sendiri serta membangun bangsa dan
negara. Syamsuddin menjelaskan bahwa pendidikan
nasional pada hakekatnya adalah usaha membudayakan
manusia atau memanusiakan manusia. Dalam TAP MPRS
No. XXVI/MPRS/1966, diterangkan bahwa Tujuan
Pendidikan Nasional adalah untuk membentuk manusia
Pancasila sejati. Selanjutnya dalam UU No. 2 Tahun 1989,
pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi warga
Indonesia seutuhnya, yaitu warga negara beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, sehat,
mandiri serta bertanggung jawab. Manusia itu sendiri
adalah pribadi yang utuh dan pribadi yang kompleks
sehingga sulit dipelajari secara tuntas. Maka masalah
pendidikan tidak akan pernah selesai sebab hakekat
manusia itu sendiri selalu berkembang mengikuti
dinamika kehidupannya. Seiring dengan perkembangan
zaman, budaya manusia dan ilmu pengtahuan dan
teknologi (IPTEK) maka pendidikan memerlukan sentuhan
kreatifitas manusia, inovasi pembelajaran sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa
mengabaikan nilai.
Menurut Syafaruddin dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan agar tercapai kehidupan masyarakat secara
efektif dan efisien maka fungsi sekolah sebagai institusi
pendidikan diatur secara formal yaitu: mengajar,
pelayanan khusus kepada siswa, manajemen, supervisi,

124
dan administrasi. Fungsi Pendidikan Nasional di
Indonesia telah diatur didalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yaitu mengembangkan
kemampuan, keterampilan dan membentuk watak serta
peradaban bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Fungsi pendidikan adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Peningkatan kualitas
pendidikan tidak hanya berkaitan dengan permasalahan
teknis, tetapi mencakup berbagai persoalan yang sangat
rumit dan kompleks, baik yang menyangkut perencanaan,
pendanaan maupun efesiensi dan efektivitas
penyelenggaraan sistem lembaga pendidikan.
Peningkatan kualitas pendidikan juga menuntut
manajemen pendidikan yang lebih baik. Namun, selama
ini aspek manajemen pendidikan pada berbagai tingkat
belum mendapat perhatian yang serius sehingga seluruh
komponen sistem pendidikan kurang berfungsi dengan
baik. Lemahnya manajemen pendidikan juga memberikan
dampak terhadap efesiensi internal pendidikan.
Manajemen pendidikan pada umumnya merupakan
proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak ingin
dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang seefisien dan
seefektif mungkin. Demikian pula halnya jika dikaitkan
dengan pendidikan. Respon terhadap harapan tersebut,
tentunya tidak lepas dengan adanya usaha pihak lembaga
pendidikan untuk memperbaiki kinerjanya, khususnya
dalam menyusun dan melaksanakan manajemen
organisasi kependidikan yang tentunya memiliki
pengaruh yang besar terhadap kesuksesan pendidikan.
Karena dengan bermutunya kualitas penyusunan dan
pelaksanaan pendidikan dapat mengantar setiap instansi
pada umumnya dalam mencapai kesuksesan.

125
Gambar 9.3. Bagan Komponen Manajemen
Dari gambar di atas, dapat dipahami bahwa manajemen
merupakan sebuah dan suatu tindakan yang sangat
penting dalam sebuah organisasi bila ingin melihat hasil
yang baik, sebab tanpa manajemen yang baik akan
berdampak pada tidak tercapainya sebuah tujuan
organisai.
Manajemen sangat penting dalam mengelola semua jenis
lembaga dan organisasi, terutama merancang pola
pembagian kerja (division of work), menetapkan
kewenangan dan tanggungjawab (authority and
rensponsibility) secara profesional dan proporsional,
meningkatkan kedisiplinan pegawai., membangun
kesatuan perintah (unity of command) yang tertuang pada
visi misi organisasi; mengarahkan semua bawahan
sebagai bentuk kepedulian dan tanggunjawab
kepemimpinan, menerapkan asas profesionalitas kerja,
asas keadilan dan asas tingkatan para pegawai, serta
memberikan semangat bekerja. Sehingga, dalam
mewujudkan suatu pendidikan yang bermutu tentunya
dibutuhkan suatu manajemen yang baik. Manajemen
yang baik, tentunya mengacu pada fungsi-fungsi
manajemen. Manajemen harus diterapkan dalam upaya
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar karena
dengan menerapkan aspek manajemen seperti
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pengawasan (controlling), serta evaluasi (evaluation), maka
kegiatan aktivitas pelaksanaan pendidikan dapat berjalan
secara terencana, sistematis, berkesinambungan dan

126
mencapai tujuan yang telah diciptakan dan standar mutu
pendidikan yang telah ditentukan.
Mutu dalam konsep manajemen pendidikan merupakan
gambaran karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa
yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan
kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Jadi
dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup
input, proses dan output pendidikan. Standar mutu
proses pendidikan harus pula ditetapkan, dalam arti
bahwa konsep manajemen pendidikan perlu menerapkan
standar mutu proses pembelajaran yang diharapkan
dapat berdaya untuk mengoptimalkan proses
pembelajaran dan untuk melahirkan output yang sesuai,
yaitu menguasai standar mutu tersebut. Penerapan
konsep manajemen pendidikan merupakan proses
penerapan dari fungsi-fungsi manajemen yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan dalam organisasi untuk mencapai tujuan
secara efektif dan efesien. Hakikat manajemen pendidikan
terletak pada pengelolaan kependidikan, yakni
pengelolaan lembaga pendidikan yang merupakan sistem.
Oleh karena itu secara keseluruhan yang harus dikelola
adalah a) kinerja para pegawai lembaga pendidikan; b)
pengadministrasian kegiatan pendidikan; c) aktivitas para
pendidik, yang merupakan tugas dan kewajibannya; d)
kurikulum sebagai konsep dan tujuan pendidikan; e)
sistem pembelajaran dan metode belajar mengajar; f)
pengawasan dan supervisi pendidikan; g) evaluasi
pendidikan; dan h) pembiayaan pelaksanaan pendidikan
dari segi fasilitas, alat-alat, sarana dan prasarana
pendidikan. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan
berhubungan dengan manajemen yang diterapkan.
Sebagai pemaknaan yang universal dari seni (art) dan ilmu
(science) dalam melaksanakan fungsi perencanaan,
pengendalian, pengawasan, personalia dan
profesionalitas. Dengan demikian makna manajemen
pendidikan adalah proses yang terus menerus yang
dilakukan oleh organisasi pendidikan melalui
fungsionalisasi unsur-unsur manajemen tersebut, yang di
dalamnya terdapat upaya saling mempengaruhi, saling
mengarahkan dan saling mengawasi sehingga seluruh

127
aktivitas dan kinerja organisasi pendidikan dapat tercapai
sesuai dengan tujuan.

Ilmu Manajemen Pendidikan

Mengatur dan menjalankan sebuah lembaga atau


organisasi tidak semudah membalik telapak tangan
terlebih bila ingin memperoleh sebuah hasil maksimal
sesuai dengan target yang telah ditentukan sebelumnya
dalam sebuah lembaga atau organisasi. Seorang manajer
perlu pengetahuan yang mumpuni dalam mengelola
sebuah lembaga. Terlebih beragam bentuk karakter
seorang manajer dalam mengelola sebauh lembaga atau
organisasi. Sebagai seorang manajer dalam
menjalankan tuagasnya dapat dikelompokan dalam
beberapa macam yaitu: manajer yang baik, manajer yang
fleksibel, manajer yang efektif dan manajer yang efisien.
1. Manajer yang Baik adalah manajer yang dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya tidak
menyimpang dari teori atau ketentuan yang berlaku.
2. Manajer yang Fleksibel adalah manajer yang dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabanya selalu
menyesuaikan dengan dinamika ilmu pengetahuan,
teknologi dan budaya sehingga bisa fleksibel dalam
mengelola dan menata sebuah lembaga ataupun
organisasi.
3. Manajer yang Efektif adalah manajer yang dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya mampu
merealisasikan sesuai yang direncanakan atau sesuai
yang diprogramkan.
4. Manajer yang Efisien adalah manajer yang dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
memperoleh dukungan atau kepuasan dari bawahan.
Dalam mengelola dan menjalankan manajerial sebuah
lembaga perlu diketahui banyak unsur-unsur apa saja
yang musti dikembangkan pengelolaannya sebab tentu
butuh inovasi dan kreasi yang bisa mendukung
pemenuhan tercapainya standar mutu dan proses
aktifnya sebuah pendidikan. Terdapat beberapa macam

128
atau jenis manajemen yang harus dikembangkan oleh
setiap pengelola, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Manajemen kurikulum: bagaimana cara menyusun
dan menyediakan materi dalam proses pembelajaran
pembelajaran seperti Rencana Proses Pembelajaran,
Silabus dan Analisis materi pelajaran.
2. Manajemen Kesiswaan: pengelompokan berdasarkan
psikologis, kecerdasan, dan juga administrasi
kesiswaan.
3. Manajemen SDM: meliputi tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan serta bagaimana kemampuan
menggunakan sarana yang efektif untuk
pembelajaran/pendidikan.
4. Manajemen Personil: manajemen yang ditekankan
pada tiga hal yaitu seleksi, pendidikan dan pelatihan
(diklat) dan penilaian kinerja.
5. Manajemen Keuangan
6. Manajemen Sarana Prasarana
7. Manajemen Tatalaksana
8. Manajemen Hubungan Masyarakat.
Dalam menjalankan tugas, fungsi dan macam-macam
manajemen, seorang manajer dapat melakukan beberapa
pendekatan manajemen yaitu: pendekatan sistem,
pendekatan sasaran, pendekatan teknologis, serta fungsi
manajemen pendidikan sebagai badan pertimbangan atau
advisory agency dan fungsi manajemen pendidikan
sebagai badan pendukung (supporting agency). Disamping
hal tersebut di atas, yang pokok perlu diketahui juga
seorang manajer adalah fungsi dari pada manajemen
pendidikan itu sendiri, sebab itulah nanti yang akan
dilakukan dalam mengelola, mengembangkan dan
mengevaluasi. Secara umum meskipun banyak versi
klasifikasi fungsi manajemen, penulis mengikut kepada
pendapat Mahdi bin Ibrahim yang sejalan dengan
pendapat Robbin dan Coulter yang mengklasifikasi ke
dalam empat fungsi yaitu planning, organizing, actuating
dan controlling.

129
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan (planning) adalah sebuah proses
perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik
dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar
tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang
optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan
Islam perencanaan harus dijadikan langkah pertama
yang benar-benar diperhatikan oleh para manajer dan
para pengelola pendidikan. Sebab perencanaan
merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan,
kesalahan dalam menentukan perencanaan
pendidikan akan berakibat sangat patal bagi
keberlangsungan sebuah pendidikan. Dalam
perspektif Islam, perencanaan dalam manajemen
pendidikan merupakan kunci utama untuk
menentukan aktivitas berikutnya sebagaimana
disiratkan dalam QS. 59:18. Tanpa perencanaan yang
matang aktivitas lainnya tidaklah akan berjalan
dengan baik bahkan mungkin akan gagal. Oleh
karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin
agar menemui kesuksesan yang memuaskan.
2. Pengorganisasian (organizing)
Setelah dibuat perencanaan sesuai dengan ketentuan
di atas, maka langkah selanjutnya adalah
pengorganisasian (organizing). Ajaran Islam
senantiasa mendorong para pemeluknya untuk
melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan
rapi, sebab bisa jadi suatu kebenaran yang tidak
terorganisir dengan rapi akan dengan mudah bisa
diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.
Menurut Terry, pengorganisasian merupakan
kegiatan dasar dari manajemen dilaksanakan untuk
mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan
termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan dengan sukses. Organisasi dalam
pandangan Islam bukan semata-mata wadah,
melainkan lebih menekankan pada bagaimana
sebuah pekerjaan dilakukan secara rapi. Organisasi
lebih menekankan pada pengaturan mekanisme kerja.
Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan

130
bawahan. Pengorganisasian dalam pendidikan adalah
proses penentuan struktur, aktivitas, interkasi,
koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara
transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan
baik yang bersifat individual, kelompok, maupun
kelembagaan, sebuah organisasi dalam manajemen
pendidikan akan dapat berjalan dengan lancar dan
sesuai dengan tujuan jika konsisten dengan prinsip-
prinsip yang mendesain perjalanan organisasi yaitu
kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Jika kesemua
prinsip ini dapat diaplikasikan secara konsisten
dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan akan
sangat membantu bagi para manajer pendidikan.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa
pengorganisasian merupakan fase kedua setelah
perencanaan yang telah dibuat sebelumnya.
Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan yang perlu
dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh
satu orang saja. Dengan demikian diperlukan tenaga-
tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok
kerja yang efektif. Banyak pikiran, tangan, dan
keterampilan dihimpun menjadi satu yang harus
dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-
tugas yang bersangkutan, tetapi juga untuk
menciptakan kegunaan bagi masing-masing anggota
kelompok tersebut terhadap keinginan keterampilan
dan pengetahuan.
3. Penggerakkan (actuating)
Untuk melaksanakan perencanaan yang telah
diorganisir tersebut juga perlu diberikan actuating,
dalam bahasa Indonesia artinya adalah
menggerakkan. Maksudnya, suatu tindakan untuk
mengupayakan agar semua anggota kelompok
berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan
tujuan organisasi. Jadi, actuating bertujuan untuk
menggerakkan SDM agar mau dan mampu bekerja
dengan sendirinya dan penuh dengan kesadaran
secara bersama- sama untuk mencapai tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. Dalam hal ini
dibutuhkan kepemimpinan (leadership) yang baik.

131
Actuating merupakan upaya untuk merealisasikan
suatu rencana. Dengan berbagai arahan dengan
memotivasi setiap karyawan untuk melaksanakan
kegiatan dalam organisasi, yang sesuai dengan peran,
tugas dan tanggung jawab. Maka dari itu, actuating
tidak lepas dari peranan kemampuan kepemimpinan
(leadership). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa fungsi menggerakkan dalam manajemen
pendidikan adalah proses bimbingan yang didasari
prinsip-prinsip religius kepada rekan kerja, sehingga
orang tersebut mau melaksanakan tugasnya dengan
sungguh-sungguh dan bersemangat disertai
keikhlasan yang mendalam.
4. Pengawasan (controlling)
Jika ketiga fungsi manajemen tersebut sudah berjalan
sesuai dengan fungsinya masing-masing, untuk
mencapai keberhasilannya harus dilakukan
pengawasan (controlling), yaitu bahwa keseluruhan
upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional
guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya
demi tercapainya tujuan atau standar mutu yang
telah ditetapkan bersama. Pengawasan dilakukan
untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang
salah dan membenarkan yang hak. Pengawasan
didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus
menerus untuk menjamin terlaksananya
perencanaan secara konsekuen baik yang bersifat
materil maupun spiritual.

132
Daftar Pustaka
Arsyam, Muhammad. 2020. Diktat Manajemen Pendidikan
Islam: Bahan Ajar Mahasiswa, Makassar: STAI DDI
Makassar. https://osf.io/9zx47/
Daryanto. 2006. Administrasi Pendidikan, Jakarta: Rineka
Cipta.
Handoko, T. Hani. 1999. Manajemen, Edisi II, Yogjakarta:
BPFE.
Hikmat. 2009. Manajemen Pendidikan, Bandung: Pustaka
Setia.
Kurniawan, S. (2015). Konsep Manajemen Pendidikan
Islam Perspektif Al-Qur’an Dan Al-Hadits. Nur El-
Islam, 2(2), 1-34.
http://ejournal.staiyasnibungo.ac.id/index.php/
nurelislam/article/viewFile/20/16
Latif, Mukhtar dan Suryawahyuni Latief. 2018. Teori
Manajemen Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Nawawi, Hadari. 1979. Administrasi Sekolah, Jakarta:
Gunung Agung.
Panggabean, Supriadi, dkk. 2022. Pengantar Manajemen
Pendidikan, Tanpa Tempat: Yayasan Kita Menulis.
Saebani, Beni Ahmad dan Koko Komaruddin. 2016.
Filsafat Manajemen Pendidikan, Cet. I; Bandung: CV.
Pustaka Setia.
Saptono, A. (2017). Pengaruh Kreativitas Guru Dalam
Pembelajaran Dan Kecerdasan Emosional Siswa
Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Pada Siswa Kelas
X Di Sma Negeri 89 Jakarta. Econosains Jurnal
Online Ekonomi Dan Pendidikan, 14(1), 105– 112.
https://doi.org/10.21009/econosains.0141.08
Suhelayanti, dkk. 2020. Manajemen Pendidikan, Tanpa
Tempat: Yayasan Kita Menulis.
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

133
Wakila, Y. F. (2021). Konsep dan Fungsi Manajemen
Pendidikan. Equivalent: Jurnal Ilmiah Sosial
Teknik, 3(1), 43-56.
https://jequi.ridwaninstitute.co.id/index.
php/jequi/article/view/33

134
Profil Penulis
Dr. Hamzah, S.S., M.Pd.I.
Penulis merupakan Dosen di Kampus Institut
Agama Islam DDI Polewali Mandar dalam
bidang Kebahasaaraban dan Pendidikan
Bahasa Arab. Kelahiran Pambusuang 05 Juli
1987. Ia meraih gelar Sarjana dan Magisternya di UIN
Alauddin Makassar Sulawesi Selatan (Jurusan Bahasa &
Sastra Arab tahun 2009 dan Konsentrasi Pendidikan
Bahasa Arab tahun 2011). Dan meraih gelar Doktornya
pada tahun 2019 di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Jawa Timur Prodi Pendidikan Bahasa Arab atas biaya
Pemerintah Indonesia lewat program Beasiswa MORA
5000 Doktor Angkatan Kedua (2016).
Disamping sebagai dosen, ia juga aktif sebagai penulis,
peneliti, juga sebagai pengelola Jurnal Nasional yang
tergabung dalam Asosiasi Pengelola Jurnal PPJKBA
Indonesia. Tulisan dan hasil-hasil penelitiannya terbit dan
terpublikasi di penerbit buku seperti Penerbit Academia
Publication, Penerbit Akademia Pustaka, Penerbit
Edulitera, dan juga terbit di Jurnal terakreditasi Sinta
seperti di Jurnal Al-Quds (Sinta 2), Jurnal Adabiyyat
(Sinta 2), Jurnal Al-Bayan (Sinta 2), Jurnal Diwan (Sinta
2), Jurnal Langkawi (Sinta 2), Jurnal Alsinatuna (Sinta 2),
Jurnal Loghat Arabi (Sinta 4), Jurnal Naskhi (Sinta 5),
Proseeding Internasioal penerbit EAI/EUDL (Index
Scopus), dan jurnal lainnya. Info lebih lanjut bisa lewat
email penulis di hamzah87_aziz@ymail.com

135
136
10
IKLIM BUDAYA SEKOLAH

Dr. Suroyo, S.Pd., M.Pd


Universitas Riau

Pendahuluan

Iklim sekolah merupakan "jantung dan jiwa sekolah",


yang dapat menggambarkan sebuah perasaan serta
memberdayakan guru dan siswa untuk terlibat, mencintai
sekolah, dan ingin menjadi bagian darinya, atau
memberhentikan sekolah dan melepaskan diri darinya. Ini
mungkin hasil dari standar dan nilai sekolah, cara
individu di dalam sekolah berhubungan dan berhubungan
satu sama lain, dan cara kerangka kerja dan pengaturan
diwujudkan. iklim sekolah mencakup zona-zona utama
kehidupan sekolah seperti keamanan, koneksi,
pendidikan dan pembelajaran, dan lingkungan dan
rancangan organisasi yang lebih besar (misalnya dari
terpecah menjadi bersama; sehat atau tidak sehat).”
Pengukuran ini tidak hanya membentuk perasaan siswa
tentang berada di sekolah, tetapi "pola kelompok yang
lebih besar ini membentuk pembelajaran dan kemajuan
siswa”.
Budaya sekolah ialah istilah untuk sebagian besar
menyinggung keyakinan, penegasan, koneksi, keadaan
pikiran, dan tersusun dan aturan tidak tertulis yang
membentuk dan mempengaruhi setiap perspektif tentang
bagaimana kapasitas sekolah, tetapi istilah juga
memasukkan isu-isu yang lebih konkret seperti fisik dan
keamanan antusias siswa. Ketepatan ruang kelas dan
ruang terbuka, atau sejauh mana sekolah mengakui dan

137
memisahkan kualitas perbedaan ras, etnis, fonetik atau
sosial. Sama seperti budaya sosial yang lebih besar,
budaya sekolah diciptakan dari sudut pandang sadar dan
lupa, nilai-nilai, intuitif, dan jujur, dan dicetak dalam
porsi yang luas oleh sejarah organisasi sekolah tertentu.
Smith dkk (2020) mengklarifikasi bahwa siswa, wali,
instruktur, direktur, dan personel staf lainnya semuanya
berkontribusi pada budaya sekolah mereka, seperti
halnya pengaruh lain seperti komunitas tempat sekolah
itu berada, pengaturan yang mengawasi bagaimana
sekolah pekerjaan, atau standar yang membangun
sekolah. Secara umum, budaya sekolah dapat dipartisi
menjadi dua bentuk esensial: budaya positif dan budaya
negatif. Banyak analis, guru, dan cendekiawan telah
berusaha untuk mengkarakterisasi sorotan budaya
sekolah positif dan negatif yang paling menonjol, dan
banyak ulasan, artikel, dan buku tersedia tentang subjek
tersebut. Dalam perluasan, banyak organisasi instruktif,
seperti National Center for School Climate, telah
menciptakan penggambaran seluk beluk budaya sekolah
yang positif dan menciptakan metodologi untuk
mengembangkannya (cenderung kompleksitas topikal,
meskipun mungkin, mungkin tidak menjelaskan semua
perbedaan di sini). Dicirikan secara luas, budaya sekolah
yang secara tegas kondusif untuk pemenuhan, jaminan,
dan kelangsungan hidup yang mahir, serta untuk
mempelajari pembelajaran, pemenuhan, dan
kesejahteraan. Karadağ dkk (2020) sendiri mengklarifikasi
bahwa secara umum budaya sekolah dapat dipisahkan
menjadi dua bentuk fundamental: budaya positif dan
budaya negatif. Banyak analis, guru, dan pencipta telah
berusaha untuk mengkarakterisasi sorotan budaya
sekolah positif dan negatif yang paling menonjol, dan
banyak pertimbangan, artikel, dan buku tersedia tentang
masalah ini. Dalam ekspansi, banyak organisasi
pendidikan, seperti National Center for School Climate,
telah menciptakan gambaran seluk beluk budaya sekolah
yang positif dan menciptakan prosedur untuk
memajukannya (mengingat kompleksitas mata pelajaran,
bagaimanapun juga, tidak terbayangkan untuk
menggambarkannya). semua kontras di sini). Donohoo

138
dkk (2018) mengkarakterisasi secara luas, budaya
sekolah yang positif kondusif untuk pemenuhan,
penyelesaian, dan kecukupan yang mahir, serta untuk
pembelajaran, pemenuhan, dan kesejahteraan siswa.
Mengambil setelah daftar bisa menjadi pilihan agen dari
beberapa karakteristik yang umumnya dikaitkan dengan
budaya sekolah yang positif.
1. Kemenangan individu instruktur dan siswa diakui
dan dirayakan.
2. Koneksi dan kecerdasan dicirikan oleh keterbukaan,
kepercayaan, penghargaan, dan penghargaan.
3. Hubungan staf bersifat kolegial, kolaboratif, dan
menguntungkan, dan semua individu staf memiliki
standar kecakapan yang tinggi.
4. Siswa dan karyawan merasa aman secara fisik dan
fisik, dan pendekatan sekolah dan kantor mendukung
keamanan siswa.
5. Perintis sekolah, instruktur dan staf individu
menunjukkan perilaku positif dan solid untuk siswa.
6. Kegagalan tidak ditolak sebagai kekecewaan, tetapi
dipandang sebagai celah untuk pembelajaran dan
peningkatan baik bagi siswa maupun guru.
7. Para siswa selalu memiliki keinginan akademis yang
tinggi, dan sebagian besar siswa memenuhi atau
melampaui harapan ini.
8. Pilihan administrasi kunci dibuat secara kolaboratif
dengan masukan dari staf individu, siswa dan orang
tua.
9. Umpan balik, ketika disuarakan, adalah berharga dan
bertujuan baik, bukan permusuhan atau kepentingan
diri sendiri.
10. Aset pendidikan dan kesempatan belajar tersebar
sama, dan untuk semua siswa, termasuk siswa
minoritas dan siswa dengan kebutuhan khusus.

139
11. Semua siswa harus mendapatkan dukungan ilmiah
dan administrasi yang mungkin mereka butuhkan
untuk berhasil.
Budaya sekolah adalah cara yang dilakukan di sekolah
(kepribadian sekolah), norma dan nilai yang mendasari
yang membentuk pola perilaku, sikap dan harapan antara
pemangku kepentingan di sekolah.
1. Reformasi pada Budaya Sekolah
Budaya sekolah telah menjadi konsep sentral dalam
berbagai upaya untuk mengubah cara kerja sekolah
dan meningkatkan hasil instruktif. Sementara budaya
sekolah sangat dipengaruhi oleh sejarah
peraturannya, itu juga membentuk desain sosial,
tradisi, dan elemen yang memengaruhi perilaku masa
depan, yang pada akhirnya dapat menjadi penghalang
untuk berubah dan berubah. Misalnya, jika budaya
staf pada umumnya rusak yaitu, jika tekanan dan
keraguan antarpribadi sering terjadi, masalah
kadang-kadang cenderung atau diselesaikan, atau
individu staf cenderung bersaing lebih dari sekadar
berkolaborasi atau mengunci. dalam dialog mahir
yang bermanfaat, variabel sosial kemungkinan besar
akan memperumit atau merusak upaya apa pun
untuk mengubah cara kerja sekolah. Measor dan
Woods (2019) memberikan kasus budaya sekolah
yang menjelaskan mengapa budaya sekolah menjadi
protes dari begitu banyak pertanyaan tentang
pertimbangan dan upaya perubahan tanpa budaya
sekolah yang kondusif untuk peningkatan, perubahan
menjadi lebih sulit secara eksponensial. Sementara
itu, Everhart (2022) menggambarkan beberapa kasus
agen cara umum yang dapat dilakukan sekolah untuk
meningkatkan budaya mereka:
a. Membangun komunitas pembelajaran profesional
yang mendorong guru untuk berkomunikasi,
berbagi keahlian, dan bekerja sama secara lebih
kolegial dan produktif.

140
b. Memberikan presentasi, seminar, dan
pengalaman belajar yang dirancang untuk
mendidik staf dan siswa tentang intimidasi dan
mengurangi kejadian intimidasi.
c. Membuat acara dan pengalaman pendidikan yang
menghormati dan merayakan keragaman ras,
etnis, dan bahasa dari tubuh siswa, seperti
menyelenggarakan acara dan festival budaya,
memamerkan materi budaya yang relevan di
seluruh sekolah, mengundang pemimpin budaya
setempat untuk mempresentasikan kepada siswa,
atau membuat eksplisit hubungan antara
beragam latar belakang budaya siswa dan apa
yang diajarkan dalam kursus sejarah, ilmu sosial,
dan sastra. Untuk diskusi terkait, lihat
pendidikan dan suara multikultural.
d. Menetapkan program bimbingan yang
memasangkan kelompok siswa dengan penasihat
dewasa untuk memperkuat hubungan siswa
dewasa dan memastikan bahwa siswa dikenal
baik dan didukung oleh setidaknya satu orang
dewasa di sekolah.
e. Menyurvei siswa, orang tua, dan guru tentang
pengalaman mereka di sekolah, dan
menyelenggarakan forum komunitas yang
mengundang peserta untuk berbagi pendapat dan
rekomendasi tentang sekolah dan programnya.
f. Membuat tim kepemimpinan yang terdiri dari
perwakilan lintas bagian dari administrator
sekolah, guru, siswa, orang tua, dan anggota
masyarakat yang mengawasi dan memimpin
inisiatif perbaikan sekolah.
2. Perdebatan pada Budaya Sekolah
Karena sebagian besar anggota komunitas sekolah
akan mendapat manfaat dari budaya yang lebih
positif, dan faktor budaya cenderung berkontribusi
secara signifikan terhadap keadaan emosional seperti
kebahagiaan dan ketidakbahagiaan atau pemenuhan

141
dan ketidakpuasan, konsep budaya sekolah yang
lebih positif jarang dengan sendirinya kontroversial.
Untuk alasan ini, perdebatan cenderung muncul (jika
muncul sama sekali) sebagai tanggapan atas usulan
reformasi tertentu, daripada tujuan umum untuk
meningkatkan budaya sekolah. Namun mengingat
bahwa disfungsi organisasi, pada dasarnya,
merupakan pola mengakar dari perilaku, sikap, dan
keyakinan yang seringkali tidak disadari yang
cenderung menghalangi perubahan dan perbaikan
organisasi dan karena manusia dapat menjadi sangat
terikat pada emosi dan perilaku yang mungkin
membuat mereka kurang bahagia, terpenuhi,
produktif, atau berhasil upaya untuk mereformasi
budaya sekolah mungkin lebih mungkin menghadapi
penolakan, kritik, atau kontroversi di sekolah yang
paling membutuhkan reformasi budaya. Dalam
beberapa tahun terakhir, berdasarkan penelitian
Rustamova (2019) masalah yang berkaitan dengan
budaya sekolah disebut-sebut sebagai alasan
mengapa sekolah harus ditutup atau mengapa
sebagian besar staf pengajar harus dipecat.
Dalam kasus ini, "budaya sekolah" dapat menjadi titik
nyala dalam perdebatan yang lebih besar tentang
kebijakan dan strategi reformasi sekolah tertentu.
Karena semua budaya sekolah itu unik, penting
untuk menyelidiki dan mengembangkan pemahaman
tentang penyebab yang mendasari perdebatan apa
pun, termasuk kondisi budaya yang sudah ada
sebelumnya yang mungkin berkontribusi pada
perdebatan tersebut. sehingga, dalam penelitiannya
pada tahun 2020, Walker dan Hunt berasumsi untuk
mengadaptasi kalimat pembuka Tolstoy yang terkenal
di Anna Karenina: Semua budaya sekolah yang positif
memiliki ciri-ciri yang sama, tetapi setiap budaya
sekolah yang negatif adalah negatif dengan caranya
sendiri.

142
Iklim Sekolah dan Budaya Sekolah

Siswa menghabiskan banyak waktu di sekolah. Oleh


karena itu, perasaan siswa tentang pengalaman sekolah
mereka dapat berdampak besar pada kehidupan sehari-
hari mereka. Siswa tidak hanya perlu merasa aman di
sekolah, tetapi juga harus merasa nyaman, dan bahwa
mereka adalah bagian dari lingkungan yang mendukung.
Iklim sekolah positif yang terus-menerus telah dikaitkan
dengan perkembangan siswa yang positif, pembelajaran,
prestasi akademik, pencegahan risiko yang efektif dan
promosi kesehatan, tingkat kelulusan yang tinggi, tingkat
putus sekolah yang rendah, dan retensi guru. Sheninger
(2019) menjelaskan jika Iklim sekolah yang positif harus
menjadi prioritas karena belajar di lingkungan yang aman,
terlibat, dan responsif menjadi dasar bagi perkembangan
akademik, sosial, dan emosional yang positif. Meskipun
tidak ada definisi yang jelas, iklim sekolah secara umum
didefinisikan sebagai “kualitas dan karakter kehidupan
sekolah”. Dewan Iklim Sekolah Lindsey dkk (2018)
menyatakan bahwa iklim sekolah mencakup pengalaman
individu di sekolah, termasuk belajar dan membangun
relasi. Siswa menghabiskan banyak waktu di sekolah.
Oleh karena itu, perasaan siswa tentang pengalaman
sekolah mereka dapat berdampak besar pada kehidupan
sehari-hari mereka. Siswa tidak hanya perlu merasa aman
di sekolah, tetapi juga harus merasa nyaman, dan bahwa
mereka adalah bagian dari lingkungan yang mendukung.
Iklim sekolah positif yang terus-menerus telah dikaitkan
dengan perkembangan siswa yang positif, pembelajaran,
prestasi akademik, pencegahan risiko yang efektif dan
promosi kesehatan, tingkat kelulusan yang tinggi, tingkat
putus sekolah yang rendah, dan retensi guru. Iklim
sekolah yang positif harus menjadi prioritas karena
belajar di lingkungan yang aman, terlibat, dan responsif
menetapkan dasar untuk kapal akademik, sosial, dan
Singkat Strategi yang positif, sekaligus menangkap
keyakinan dan sikap kolektif yang ada di sekolah. Iklim
sekolah lebih dari satu pengalaman individu; sebaliknya,
ini adalah pengalaman atau "rasa" sekolah yang
menyeluruh.

143
Perbandingan Budaya Sekolah dan Iklim Sekolah

Budaya sekolah sering digunakan secara bergantian


dengan iklim sekolah; namun, "iklim sekolah" mengacu
pada pengalaman dan perasaan individu yang dimiliki
siswa, guru, dan staf tentang sekolah, sementara "budaya
sekolah" biasanya mengacu pada lingkungan fisik dan
sosial jangka panjang, serta nilai atau kepercayaan dari
sekolah dibagi di seluruh individu dan waktu. Boudett
(2020) mengemukakan cara lain untuk membedakan
kedua istilah tersebut adalah dengan mengkategorikan
iklim sebagai “sikap atau iklim hati” sekolah dan budaya
sebagai “kepribadian atau nilai” sekolah. Iklim didasarkan
pada persepsi, sedangkan budaya didasarkan pada nilai
dan kepercayaan bersama. Dalam pengertian ini, iklim
adalah perasaan orang di sekolah, dan budaya adalah
perasaan yang lebih dalam tentang bagaimana orang
bertindak di sekolah. Pada tahun 2020, Parrett dan Budge
menjelaskan jika iklim dan budaya sekolah sama-sama
penting dalam memahami lingkungan sekolah dan
pengalaman siswa, ringkasan ini terutama akan
menekankan iklim sekolah karena merupakan unsur
pembangun budaya sekolah. Dengan demikian, terdapat
beberapa aspek yang berhubungan dengan iklim budaya
anrtara lain:
1. Keterkaitan Sekolah dengan Lingkungan
Keterhubungan sekolah telah menjadi fokus dalam
penelitian iklim sekolah. Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (Bima) menggambarkan
keterhubungan sekolah sebagai, “keyakinan siswa
bahwa orang dewasa dan teman sebaya di sekolah
peduli dengan pembelajaran mereka serta tentang
mereka sebagai individu”. Ini juga terkait dengan
kesehatan siswa dan hasil akademik. Selain itu,
perasaan keterhubungan siswa dengan sekolah
memediasi hubungan antara iklim sekolah dan
tingkat agresi (bima). Valle dan Connor (2019) dalam
kajian pendidikan dan sosial menjelaskan jika hal ini
menyediakan beberapa sumber daya untuk
meningkatkan keterhubungan sekolah: panduan

144
strategi, program pengembangan staf, dan lembar
fakta untuk distrik dan administrator sekolah, guru
dan staf sekolah lainnya, serta untuk orang tua dan
keluarga.
2. Ciri-ciri fisik tanaman sekolah dalam iklim Budaya
Kualitas fasilitas (pencahayaan, suara, pemanas,
pemeliharaan, dll) mempengaruhi prestasi siswa,
dengan iklim sekolah sebagai mediator, ukuran
sekolah juga berperan dalam iklim sekolah. Peneliti
menemukan bahwa ukuran sekolah berkorelasi
negatif dengan keterhubungan sekolah, menunjukkan
bahwa sekolah yang lebih kecil mungkin memiliki
keterhubungan sekolah yang lebih kuat (Zimmerman,
2022). Ukuran sekolah yang lebih kecil dan
penurunan masalah internalisasi dan eksternalisasi.
3. Akademik Pada Budaya Sekolah
Area lain di mana iklim sekolah memiliki efek positif
adalah prestasi akademik, di semua tingkatan sekolah
(yaitu SD, SMP, SMA). Sejumlah penelitian
mendukung korelasi yang signifikan antara iklim
sekolah dan prestasi akademik. Evans dan
Vaandering (2022) menganalisis serangkaian studi
penelitian yang mendukung korelasi positif ini. Iklim
sekolah yang positif berkorelasi dengan prestasi
akademik di setiap tingkatan ini. Selain itu, para
peneliti menemukan bahwa iklim sekolah secara
signifikan terkait dengan nilai rapor siswa; dengan
setiap peningkatan satu poin dalam skor iklim
sekolah, ada peningkatan yang sama dalam nilai rapor
siswa yang dilaporkan guru (Banks dan Banks 2019).
Selain itu, siswa yang merasakan iklim sekolah yang
lebih kuat juga melaporkan nilai rapor mereka lebih
tinggi. Secara keseluruhan, pengaruh persepsi iklim
sekolah yang positif pada nilai rapor yang dilaporkan
sendiri paling kuat untuk pemuda tunawisma dan
pemuda dari rumah orang tua tunggal, menunjukkan
bahwa iklim sekolah bertindak sebagai faktor
pelindung bagi siswa yang tinggal dalam struktur
sekolah ini. Oleh karena itu, manfaat penting dari

145
iklim sekolah adalah dapat membantu menutup
kesenjangan prestasi dengan mengurangi dampak
negatif dari kemiskinan.
4. Pengaruh Negatif pada Iklim Sekolah
Sementara iklim sekolah yang positif jelas bermanfaat
bagi semua individu yang terlibat di sekolah, memiliki
iklim sekolah yang negatif, tentu saja, memiliki efek
yang merugikan. Iklim sekolah negatif dapat
diasumsikan memiliki karakteristik yang berlawanan
dengan iklim sekolah positif, seperti prestasi
akademik yang lebih rendah, perilaku berisiko yang
meningkat, persepsi keselamatan yang berkurang,
hubungan yang buruk, kurangnya dorongan,
keterhubungan sekolah yang rendah, retensi guru
yang berkurang, dan meningkatnya intimidasi dan
viktimisasi.
Iklim sekolah negatif yang dirasakan meningkatkan
risiko bahaya bagi siswa, serta masalah tanggung
jawab untuk sekolah karena dikaitkan dengan
meningkatnya intimidasi, meningkatnya kekerasan,
meningkatnya angka bunuh diri, dan berkurangnya
prestasi siswa dan berkurangnya tingkat kelulusan.
Selain itu, sekolah dengan iklim yang keras dan
menghukum memiliki tingkat keterhubungan siswa
yang lebih rendah Lingkungan yang tidak bersahabat
dan viktimisasi yang mungkin ada di sekolah dengan
iklim negatif dapat menyebabkan hasil psikologis dan
akademik yang buruk; lebih jauh lagi, remaja lesbian,
gay, biseksual, dan transgender (LGBT) mungkin
sangat berisiko terhadap efek berbahaya ini (Wulff
2022).
5. Pandangan Terhadap Iklim Sekolah
Iklim kelas adalah “persepsi lingkungan sosial dan
psikologis kelas seperti yang dilaporkan oleh siswa
dan staf yang belajar dan mengajar di sana” (Thomas
dkk, 2020). Penting untuk mengukur persepsi iklim
sekolah dari semua individu yang terlibat di sekolah.
Menurut teori sosial-kognitif (Schrum, 2019),
sementara guru dan siswa berbagi lingkungan sekolah

146
yang sama, mereka memiliki peran yang sangat
berbeda di sekolah, yang mengarah pada persepsi
yang berbeda dari pengalaman yang sama. Meskipun
orang tua dan keluarga tidak konsisten di sekolah,
persepsi mereka juga penting karena mereka sering
mendikte sikap anak mereka tentang sekolah, di
mana mereka mengirim anak mereka ke sekolah, dan
sejauh mana keluarga mereka terlibat atau
berpartisipasi dengan sekolah (Lave, 2021). Jenis
kelamin, etnis, dan usia juga mempengaruhi persepsi
iklim sekolah (Varenne, 2018). Oleh karena itu, faktor
individu dan keragaman harus dipertimbangkan saat
mengukur persepsi iklim sekolah.
6. Budaya VS Iklim Sekolah
Membangun budaya sekolah yang positif dan iklim
sekolah sangat tergantung pada kualitas hubungan.
Hal ini membutuhkan konsistensi dan komitmen dari
administrator, guru, dan siswa. Melalui
pengembangan profesional dan konsultasi
pendidikan, kami dapat membantu sekolah yang
kesulitan untuk membalikkan keadaan. Iklim sekolah
adalah persepsi bersama tentang norma yang menarik
siswa dan guru untuk mencintai sekolah dan
membuat mereka ingin menjadi bagian darinya. Ini
mengacu pada efek sekolah terhadap siswa, termasuk
keragaman, praktik pengajaran, dan hubungan
antara administrator, guru, orang tua, dan siswa.
sedangkan, Budaya sekolah mengacu pada
bagaimana sekolah dan guru bekerja sama dan
seperangkat nilai, kepercayaan, dan asumsi yang
mereka miliki bersama. Budaya dan iklim sekolah
yang positif meningkatkan kemampuan siswa untuk
belajar. Ada perbedaan antara keduanya, budaya
sekolah dilihat dari perspektif antropologis dan iklim
sekolah dilihat dari sudut pandang psikologis. Budaya
terdiri dari nilai dan norma sekolah sementara iklim
dipandang sebagai perilaku.

147
Pengaruh Negatif pada Iklim dan Budaya Sekolah

Sekolah yang mengedepankan standar akademik,


kepemimpinan, dan kerja sama yang tinggi memberikan
iklim yang kondusif bagi pencapaian dan kesuksesan
siswa. Dalam budaya sekolah yang positif, ada iklim
peduli, dan guru memiliki rasa tanggung jawab untuk
pembelajaran siswa. Administrator dan staf percaya pada
kemampuan mereka untuk mencapai tujuan mereka. Di
sisi lain, sekolah yang tidak sehat memiliki guru yang
tidak senang dengan pekerjaannya. Baik guru maupun
siswa tidak termotivasi secara akademis, menyebabkan
prestasi akademik yang buruk. Sekolah dengan budaya
beracun tidak memiliki tujuan yang jelas, menyalahkan
siswa atas prestasi yang buruk, dan memiliki norma yang
memperkuat kelambanan. Selain itu, hal itu menghambat
kerja sama dan sering menimbulkan permusuhan di
antara staf. Sekolah dengan budaya sehat memiliki rasa
kebersamaan yang baik. Sementara itu, di lingkungan
sekolah yang beracun, sikap negatif berlaku, hubungan
guru bersifat konfliktual, dan staf meragukan
kemampuan siswa untuk berhasil.
1. Pengembangan pada Iklim Budaya Sekolah
Kepemimpinan penting dalam menciptakan sekolah
yang baik. Prinsipal memengaruhi hubungan yang
membentuk budaya dan iklim. Dengan mengevaluasi
dan menilai status quo, area yang perlu diperbaiki
dapat diidentifikasi. Meskipun kepala sekolah tidak
mempengaruhi prestasi siswa secara langsung, dia
secara tidak langsung mempengaruhi pembelajaran
dengan memberikan dampak pada iklim sekolah
(Tippett, 2019).
a. Iklim Budaya Sekolah yang Positif
Bagaimana mengetahui bahwa ada iklim sekolah
yang positif? Dua hal yaitu mengamati bagaimana
orang-orang di sekolah berinteraksi dan melihat
lingkungan fisik sekolah. Apakah guru dan siswa
terlihat senang berada di sekolah? Apakah mereka
memperlakukan satu sama lain dengan hormat?

148
Apakah lingkungan sekolah bersih dan teratur?
Apakah siswa memperhatikan dan terlibat selama
kelas? Administrator perlu mengevaluasi budaya
sekolah mereka dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan ini: Aspek budaya sekolah apa yang
positif dan harus diperkuat? Aspek apa dari
budaya sekolah yang negatif dan harus diubah?
Untuk mengatasi budaya beracun atau negatif,
administrator dan guru harus menilai norma dan
nilai yang mendasari sekolah dan sebagai
kegiatan kelompok, cobalah mengubahnya
menjadi budaya yang lebih mendukung dan positif
(Giroux, 2018).

149
Daftar Pustaka
Banks, J. A., & Banks, C. A. M. (Eds.). (2019). Multicultural
education: Issues and perspectives. John Wiley &
Sons.
Boudett, K. P., City, E. A., & Murnane, R. J. (Eds.). (2020).
Data wise, revised and expanded edition: A step-by-
step guide to using assessment results to improve
teaching and learning. Harvard Education Press.
Donohoo, J., Hattie, J., & Eells, R. (2018). The power of
collective efficacy. Educational Leadership, 75(6), 40-
44.
Evans, K., & Vaandering, D. (2022). The little book of
restorative justice in education: Fostering
responsibility, healing, and hope in schools. Simon
and Schuster.
Everhart, R. B. (2022). Reading, writing and resistance:
Adolescence and labor in a junior high school. Taylor
& Francis
Giroux, H. A. (2018). Pedagogy and the politics of hope:
Theory, culture, and schooling: A critical reader.
Routledge.
Karadağ, M., Altınay Aksal, F., Altınay Gazi, Z., & Dağli, G.
(2020). Effect size of spiritual leadership: In the
process of school culture and academic success.
Sage Open, 10(1), 2158244020914638.
Lave, J. (2021). The Culture of Acquisition and the Practice
of Understanding 1. In Situated cognition (pp. 17-35).
Routledge.
Lindsey, R. B., Nuri-Robins, K., Terrell, R. D., & Lindsey,
D. B. (2018). Cultural proficiency: A manual for school
leaders. Corwin Press.
Measor, L., & Woods, P. (2019). Changing schools: Pupil
perspectives on transfer to a comprehensive.
Routledge.

150
Parrett, W. H., & Budge, K. M. (2020). Turning high-poverty
schools into high-performing schools. Association for
Supervision & Curriculum Development.
Rustamova, N. R. (2019). The Technology of Developing
Media Culture in Secondary School Students.
International Journal of Innovative Technology and
Exploring Engineering (IJITEE), ISSN, 2278-3075.
Schrum, K. (2019). Some Wore Bobby Sox: The Emergence
of Teenage Girls' Culture, 1920-1945. Springer.
Sheninger, E. (2019). Digital leadership: Changing
paradigms for changing times. Corwin Press.
Smith, L. V., Wang, M. T., & Hill, D. J. (2020). Black
Youths' perceptions of school cultural pluralism,
school climate and the mediating role of racial
identity. Journal of School Psychology, 83, 50-65.
Thomas, J., Utley, J., Hong, S. Y., Korkmaz, H., & Nugent,
G. (2020). A Review of the Research. Handbook of
Research on STEM Education.
Tippett, M. (2019). Making Culture. In Making Culture.
University of Toronto Press.
Valle, J. W., & Connor, D. J. (2019). Rethinking disability:
A disability studies approach to inclusive practices.
Routledge.
Varenne, H. (2018). Successful failure: The school America
builds. Routledge.
Walker, J. C., & Hunt, C. (2020). Louts and legends: Male
youth culture in an inner-city school. Routledge.
Wulff, H. (2022). Introducing youth culture in its own
right: the state of the art and new possibilities. Youth
Cultures, 1-18.
Zimmerman, J. (2022). Whose America? Culture wars in
the public schools. University of Chicago Press.

151
Profil Penulis
Dr. Suroyo, M.Pd.
lahir di Sleman, Yogyakarta. Latar belakang
pendidikan strata satu diperoleh tahun 2001
pada jurusan PPKn di Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau.
Pendidikan S2 diraih tahun 2007 pada
Jurusan PIPS Konsentrasi Pendidikan
Sosiologi Antropologi pada Universitas Negeri Padang.
Sementara gelar akademik Doktor (Dr.) diraih pada
jurusan Kajian Budaya (Tradisi Lisan) Universitas
Udayana melalui program Beasiswa Pendidikan
Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN). Tahun 2014
mengikuti Sandwich-Like Program ke Universita degli “L’
Orientale” di Napoli Italia lewat beasiswa Dikti. Pada
tahun 2018 telah menyelesaikan Program Doktoral dan
bertugas Kembali di Pendidikan Sejarah FKIP Universitas
Riau. Bidang kajian utama adalah kajian budaya.
Email: suroyo11002@lecturer.unri.ac.id

152
11
HUBUNGAN SEKOLAH DAN
MASYARAKAT

Zulkiflih, S.Pd.I., M.Pd.


Dosen IAI DDI Polewali Mandar

Latar Belakang

Pada dasarnya manusia tidak bisa lepas dari pendidikan,


karena pendidikan merupakan salah satu sektor
terpenting dalam sebuah Negara terutama dalam hal
pembangunan. Pendidikan telah dilaksanakan sejak dini
bahkan dilakukan seumur hidup. Pendidikan merupakan
proses perubahan sikap dan tingkah laku yang dapat
menjadi bekal manusia dalam menjalani hidup dan
kehidupannya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh
Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan merupakan upaya
pembentukan budi pekerti, karakter dan nilai luhur
sehingga tecipta keselarasan antara alam dan
masyarakat. Pada era globalisasi saat ini, ilmu
pengetahuan dan tekhnologi semakin berkembang yang
tentu saja memberi informasi ke seluruh penjuru dunia.
Masyarakat sebagai pemakai sekaligus penikmat dari
iptek tersebut dengan mudah mendapatkan dan
mengetahui informasi tanpa ada batas ruang dan waktu,
ini bertujuan agar mereka diklaim sebagai orang yang
memiliki sumber daya manusia. Sekolah sebagai sebuah
lembaga pendidikan diharapkan ikut serta dalam
mengembangkan SDM. Hal ini karena sekolah selain
sebagai lembaga pendidikan juga merupakan sistem
sosial yang paling banyak berhubungan dengan
lingkungan masyarakat, baik itu eksternal maupun
internal.
153
Sekolah sebagai lembaga sosial tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat begitupun sebaliknya, maka sekolah
harus memenuhi kebutuhan masyarakat, karena sekolah
memiliki kewajiban utnuk memberikan pengarahan
kepada masyarakat tentang pentingnya sebuah hubungan
sekolah dan masyarakat. Sebagai sebuah lembaga formal,
sekolah diharapkan dapat mendidik serta melatih
generasi muda yaitu masyarakat dalam memperjuangkan
masa depannya. Sementara masyarakat sebagai objek
pendidikan atau pengguna jasa pendidik tentu
diharapkan mampu menyelenggarakan pendidikan atau
membantu program lembaga pendidikan yaitu sekolah.
Tanpa partisipasi masyarakat, sekolah hanya sebuah
organisasi yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Dan partisipasi masyarakat bukan hanya
sekedar pengumpulan dana tetapi memiliki wewenang
dalam setiap aspeknya. Masyarakat merupakan orang-
orang yang terdiri dari berbagai ragam kualitas
pendidikan, masyarakat ini terdiri dari yang tidak
berpendidikan sampai yang berpendidikan. Masyarakat
ini juga bisa disebut lingkungan non formal. Hubungan
sekolah dengan masyarakat ini dikenal dengan istilah
“Husemas”. Husemas ini adalah salah satu bagian dari
administrasi pendidikan yang mengatur hubungan antara
masyarakat sekitar dengan lingkungan sekolah.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka artikel ini bertujuan
untuk menjelaskan kepada pembaca mengenai hubungan
sekolah dengan masyarakat, prinsip administrasi
hubungan sekolah dengan masyarakat, proses
administrasi sekolah dengan masyarakat serta personil
sekolah dalam administrasi hubungan sekolah dengan
masyarakat.

Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Istilah sekolah merupakan suatu konsep dalam lembaga


pendidikan, baik formal maupun nonformal. Sekolah
merupakan tempat pengetahuan, akhlak dan beramal,
inilah gambaran sesungguhnya dari sebuah sekolah.
Sekolah tidak hanya difahami dengan beberapa fungsi
saja seperti menjaga diri dari pengaruh luar, tapi lebih

154
dari itu, juga memiliki fungsi sistem dan nilai sosial. Krisis
kinerja buruk dari sekolah bukan lagi menjadi rahasia.
Banyaknya sistem yang dijangkau apalagi persoalan
administrasi telah banyak memberikan penyematan
pendidikan buruk. Sekolah merupakan tenpat bagi
masyarakat untuk memperolah dan meningkatkan
pemahamannya tentang pendidikan. Hubungan sekolah
dan masyarakat merupakan jalinan interaksi yang
diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-
tengah masyarakat untuk mendapatkan aspirasi serta
simpati masyarakat, olehnya itu diharapkan bagi sekolah
dan masyarakat harus terjadi kerjasama yang baik untuk
kebaikan berasama dan tentunya mensukseskan
program-program sekolah.
Adapun pengertian hubungan antara sekolah dan
masyarakat dari beberapa tokoh sebagai berikut:
1. Menurut Frank Jeffkins, humas adalah sesuatu yang
terdiri dari semua bentuk komunikasi berencana baik
kedalam maupun ke luar antara organisasi dengan
publiknya untuk mencapai tujuan khusus.
2. Menurut J.C. Siedel. Humas adalah proses yang
berjalan terus menerus, dimana manajemen berusaha
untuk memperoleh sesuatu yang baik dan pengertian
dari para pegawai, langganan dan masyarakat luas.
3. Menurut W. Emerson Rock, humas adalah
pelaksanaan kebijaksanaan, pelayanan dan sikap
yang menjamin adanya pengertian dan penghargaan
yang sebaik-baiknya.
4. Menurut Frazier, humas itu dilaksanakan dalam
kebijaksanaan beserta pelaksanaannya melalui
interpretasi yang peka mengenai peristiwa-peristiwa
berdasarkan pada komunikasi dua arah.
5. Sedang menurut Sagala, humas itu adalah peran
serta masyarakat dalam mendukung manajemen
sekolah sehingga terjalin suatu system yang
terorganisir.
Definisi tersebut mengandung beberapa elemen penting,
sebagai berikut:

155
1. Adanya kepentingan yang sama antara sekolah
dengan masyarakat. Masyarakat memerlukan seklah
untuk menjamin bahwa anak-anak sebagai generasi
penerus akan dapat hidup lebih baik, demikia pula
sekolah.
2. Untuk memenuhi harapan masyarakat itu,
masyarakat perlu berperan serta dalam
pengembangan sekolah. Yang dimaksud peran serta
sekolah adalah kepedulian masyarakat tentang hal-
hal yang terjadi di sekolah, serta tindakan
membangun dalam perbaikan sekolah.
3. Untuk meningkatkan peran serta itu diperlukan kerja
sama yang baik, melalui komunikasi dua arah yang
efisien.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian dari hubungan
sekolah dan masyarakat ini merupakan bagian yang tak
dapat dipisahkan dan harus tejalin kerjasama yang
berkesinambungan agar tercipta komunikasi dam sistem
yang baik.

Manfaat Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Hubungan antara sekolah dan masyarakat sangat urgen


dilakukan, karena masyarakat adalah pemilik
sesungguhnya dari sekolah dan sekolah sendiri yang
harus ikut terjun langsung melayani masyarakat untuk
memenuhi kebutuhannya akan pendidikan. Tanpa
adanya sekolah sebagai wadah pendidikan, maka
masyarakat akan buta terhadap pendidikan.
Bagi masyarakat manfaat tersebut adalah:
1. Masyarakat mengetahui inovasi-inovasi yang
dilakukan oleh sekolah
2. Masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan
pendidikan dapat mengajukan aspirasinya terhadap
sekolah

156
3. Masyrakat dapat memberikan kritikan dan saran yang
berguna untuk sekolah jika terdapat program,
keputusan atau tindakan sekolah yang tidak sesuai
dengan harapan dan kebutuhan masyarakat.
Bagi Sekolah manfaat tersebut adalah:
1. Sekolah dapat termotivasi untuk terus melakukan
perbaikan baik dari segi tenaga pendidik maupun dari
fasilitas pendidikan.
2. Sekolah dapat menyampaikan kesulitan-kesulitan
yang dialami sekolah yang memerlukan pasrtisipasi
masyarakat untuk menyelesaikannya.
3. Sekolah dapat memberi pemahaman kepada
masyarakat mengenai konsep-konsep pendidikan
yang perlu masayarakat pahami agar tidak terjadi
kesalahpahaman konsep antar sekolah dan
masyarakat.
4. Sekolah dapat memanfaatkan masyarakat sebagai
sumber belajar bagi peserta didik.

Tujuan Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Pada dasarnya dalam kegaiatan hubungan antara sekolah


dan masayrakat, yang ingin dicapai bukan hanya sekedar
mendapat bantuan keuangan dari orang tua murid atau
masyarakat, tetapi lebih dari itu adalah pengembangan
kemampuan belajar anak dan peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat sehingga menumbuhkan
dukungan mereka akan pendidikan. Hubungan sekolah
dan masyarakat memiliki beberapa tujuan:
1. Mengenalkan pentingnya sekolah bagi masyarakat
2. Mendapatkan dukungan dan bantuan finansial yang
diperlukan bagi pengembangan sekolah
3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi
dan peleksanaan program sekolah
4. Memperkaya atau memperluas program sekolah
sesuai dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat.

157
Tujuan tersebut untuk meningkatkan beberapa hal
antara sekolah dengan masyarakat, diantaranya:
1. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kualitas
lulusan sekolah dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotorik hanya akan tercipta melalui proses
pembelajaranbaik dalam kelas maupun di luar kelas.
Sementara proses pembelajaran yang berkualitas
akan dapat dicapai jika didukung penuh oleh
masyarakat.
2. Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
Kualitas belajar siswa akan tercapai jika terjadi
persepsi dan tindakan yang sama antara sekolah dan
masyarakat, terutama dalam memberikan arahan,
bimbingan dan pengawasan terhadap anak didik
dalam proses pembelajaran.
3. Dan untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik serta kuaitas masyarakat
itu sendiri. Kualitas masayarakat itu sendiri dapat
dibangun melalui proses pendidikan dan hasil
pendidikan itu sendiri. Lulusan yang berkualitas
merupakan modal utama dalam membangun kualitas
masyarakat di masa depan.

Unsur-Unsur Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Adapun unsur-unsur hubungan sekolah dan masyarakat


adalah:
1. Sekolah. Sekolah sebagai pusat pendidikan
merupakan perangkat masyarakat yang diserahi
kewajiban memberikan pendidikan kepada
masyarakat.
2. Orang tua siswa. Hubungan keduanya harus lebih
seribg dibangun agar terjalin hubungan yang lebih
enerjik dan efisien.
3. Siswa dan guru. Siswa sebagai unsur dalam lembaga
pendidikan yang paling urgen tetap sejajar dengan
guru sebagai tenaga pendidik.

158
Prinsip Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Adapun prinsip-prinsip hubungan sekolah dan


masyarakat dapat dilihat sebagai berikut:
1. Prinsip otoritas. Dalam pelaksanaannya, pihak
sekolah tetap memiliki tanggung jawab penuh dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dan untuk
pelaksanaannya, kepala sekolah dapat
mendelegasikan tanggung jawab kepada wakilnya
agar dapat mengembangkan hubungan tersebut.
2. Prinsip kesederhanaan. Prinsip ini memberikan
indikasi bahwa program-program hubungan sekolah
dengan masyarakat harus dilaksnakan secara
sederhana dan jelas serta realistis. Dalam artian
bahwa pelaksanaan ini tidak perlu berlebihan
melainkan harus disesuaikan dengan kondisi
masyarakat setempat.
3. Prinsip kejujuran. Kejujuran ini sangatlah penting
dalam menjalin hubungan antara pihak sekolah dan
masyarakat. Sekali sekolah tidak memberikan
informasi yang tidak benar, maka kepercayaan
masyarakat akan kurang bahkan mungkin hilang,
yang akhirnya sekolah tidak akan mudah kembali
membangun kepercayaan dari masyarakat.
4. Prinsip ketepatan. Prinsip ini mengandung pengertian
bahwa apa yang disampaikan sekolah kepada
masyarakat harus tepat, baik dari segi isi, waktu serta
tujuan yang akan dicapai.

Teknik Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Adapun tekhnik-tekhnik hubungan sekolah dan


masyarakat dalah sebagai berikut:
1. Laporan kepada Orang Tua Siswa. Laporan ini dapat
dilakukan dengan cara per semester, atau tahunan.
Laporan ini berisi informasi diagnostic berupa
kekurangan dan kelebihan peserta didik.

159
2. Buletin Sekolah. Bulletin ini berupa kegiatan-kegiatan
sekolah, artikel guru dan siswa serta pengumuman
lainnya.
3. Surat Kabar. Isinya menyangkut segala aspek yang
menunjang kesuksesan program pendidikan.
4. Pameran Sekolah. Metode untuk mendeskripsikan
keadaan sekolah dengan berbagai aktifitasnya.
5. Dialog. Dialog ini dapat dilakukan dengan melakukan
rapat secara terus menerus untuk membahas
perkembangan sekolah dan membentuk program-
programnya.
6. Perlombaan. Perlombaan ini merupakan kegiatan
yang cukup menarik mampu membuat dan
meningjkatkan hasil belajar.
7. Kotak saran. Melalui kotak saran ini, sekolah dapat
mengetahui saran dan kritikan dari luarguna
mengembangkan sekolah.
8. Open House. Untuk memebrikan kesempatan kepada
masyarakat mengetahui sekolah, kegiatan sekokah,
dan hasil kerja siswa dan guru.
9. Kunjungan Ke Sekolah. Memberikan kesempatan
kepada orang tua siswa untuk melihat kegiatan siswa
dan keadaan sekolah pada saat pelajaran
berlangsung.
10. Kunjungan Ke Rumah Siswa. Dilakukan untuk
melihat latar belakang keadaan siswa, disamping
mempererat hubungan keduanya.
11. Melalui Penjelasan Oleh Staf Sekolah. Memberikan
penjelasan kepada masyarakat terkait kebijakan dan
program sekolah.
12. Gambaran Keadaan Sekolah Melalui Siswa. Siswa
diberikan kesempatan untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat tentang keadaan
sekolah.

160
13. Melalui Radio Dan Televisi. Keduanya digunkan untuk
menyebarkan informasi berupa berita-berita atau
pengumuman-pengumuman yang berkaitan dengan
sekolah.
14. Melalui Internet. Internet yang memiliki jangkauan
luas dipersiapkan mampu menyebarkan informasi
tentang sekolah tidak hanya untuk cakupan nasional
tapi juga internasional.
15. Laporan Tahunan. Laporan ini dibuat oleh Kepala
Sekolah untuk memberikan kepada pengawas
sekolah. Laporan ini berisi kegiatan yang telah
dilakukan, kurikulum, personalia, anggaran, situasi
dan kondisi siswa.

Jenis Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Jenis pengertian ini bukan hanya dalam pengertian


sempit, misalnya dalam hal mendidik anak. Padahal jenis
hubungan ini bisa terjadi dalam beberapa hal atau bidang.
Bidang yang dimaksud adalah jenis yang berhubungan
langsung dengan dunia pendidikan baik pada sekolah
maupun masyarakat. Jenis hubungan kerjasama antara
sekolah dan masyarakat dapat terjadi dalam beberapa
hal:
1. Hubungan edukatif
Hubungan edukatif adalah hubungan kerjasama
dalam hal mendidik peserta didik, antara guru di
sekolah dan orang tua dalam keluarga. Hubungan ini
dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan prinsip
atau bahkan pertentangan yang dapat mengakibatkan
keraguan pendirian dan sikap pada diri anak. Antara
sekolah yang diwakili oleh guru dan orang tua tidak
saling bebeda atau berselisih paham, baik persoalan
norma-norma etika atau norma-norma sosial yang
hendak ditanamkan kepada anak didik-didik mereka.
2. Hubungan kultural
Hubungan kultural adalah hubungan kerjasama
antar sekolah dan masyarakat yang memungkinkan

161
adanya saling membina dan mengembangkan
kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada.
3. Hubungan institusional
Hubungan institusional atau hubungan kerjasama
antara sekolah dengan lembaga-lembaga atau
instansi resmi lainnya baik swasta maupun
pemerintah, seperti hubungan sekolah dengan
sekolah lainnya, dengan kepala pemerintahan
setempat, kerjasama antar penerangan, jawatan
pertanian, perikanan dan peternakan, dengan
perusahaan-perusahaan Negara atau swasta yang
berkaitan dengan perbaikan dan perkembangan
pendidikan pada umumnya.

Bentuk-Bentuk Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Yang dimaksud dengan bentuk-bentuk disini adalah


semacam cara atau alat yang dipakai dalam
melanggengkan hubungan sekolah dan masyarakat,
ketika suatu hubungan bisa langgeng tentu akan berjalan
dengan baik. Adapun cara-cara yang dapat ditempuh
adalah melalui aktivitas para peserta didik, aktivitas para
pendidik, kegiatan ekstrakurikuler, kunjungan
masyarakat atau orang tua siswa ke sekolah, melalui
media massa. Dari cara-cara ini akan melahirkan bentuk-
bentuk hubungan sekolah dan masyarakat, seperti:
aktivitas para siswa tingkat kelas, aktivitas guru.
Bentuk-bentuk operasional dari hubungan sekolah dan
masyarakat dapat dipengaruhi oleh kreativitas, kondisi,
situasi, fasilitas sekolah. Di antara bentuk-bentuk
hubungan tersebut adalah:
1. Di bidang sarana akademik tinggi/rendahnya pretasi
lulusan (kuantitas dan kualitas), penenlitian, karya
ilmiah dan lain-lain.
2. Di bidang prasarana pendidikan gedung/bangunan
sekolah termasuk ruang-ruang belajar, ruang
praktikum, ruang kantor dan sebagainya.

162
3. Di bidang sosial partisipasi sekolah dengan
masyarakat sekitarnya seperti kerja bakti, perayaan-
perayaan hari besar nasional/keagamaan dan
sebagainya,
4. Kegiatan karyawisata bisa dijadikan sarana
hubungan sekolah dan masyarakat.
5. Kegiatan olahraga dan kesenian juga dapat
merupakan sarana hubungan sekolah dan
masyarakat.
6. Menyediakan fasilitas sekolah untuk kepentingan
masyarakat sekitar sepanjang tidak mengganggu
kelancaran pbm.
7. Mengikutsertakan civitas akademika sekolah dalam
kegiatan-kegiatan masyarakat sekitar.
8. Mengikut sertakan kelompok-kelompok, tokoh-tokoh,
pemuka-pemuka, pakar-pakar masyarakat dalam
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler sekolah.
Hubungan sekolah dan masyarakat merupakan fungsi
yang sangat penting dalam pengelolaan pendidikan,
karena keberhasilan suatu lembaga pendidikan juga
sangat ditentukan oleh berfungsi atau tidaknya humas
pendidikan. Hubungan ini diharapkan mampu terjalin
sehingga serangkaian kegiatan dapat tercipta diantara
keduanya. Hubungan ini tentunya dimaksudkan agar
sekolah mendapat dukungan positif dan baik dari
masyarakat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan
dan pengajaran di sekolah.

163
Daftar Pustaka
Eifrianto, Muhammad Arifin. (2021). Manajemen
Pendidikan Masa Kini: Dilengkapi Pengalaman
Kepala Sekolah Dan Hasil Observasi Mahasiswa.
Umsu Press.
Prihajmojo, Agung, dkk. (2022). Pengantar Landasan
Pendidikan. Yayasan Kita Menulis.
Rahmat, Abdul. (2021). Hubungan Sekolah Dan
Masyarakat: Mengelola Partisipasi Masyarakat
Dalam Peningkatan Mutu Sekolah. Zahir Publishing.
Sunaengsih, Cucun, dkk. (2017). Pengelolaan Pendidikan.
Sumedang: Sumedang Press.
Suryana, Nana dan Rahmat Fadhli. (2021). Manajemen
Berbasis Sekolah: Solusi Wujudkan Sekolah Yang
Otonom Dan Mandiri. Perkumpulan Rumah
Cemerlang Indonesia.

164
Profil Penulis
Zulkiflih, S.Pd.I., M.Pd.
lahir di Campalagian, Kabupaten Polewali
Mandar. Menamatkan pendidikan sarjana
Strata Satu (S.1) pada tahun 2010 di
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
di jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Dan
kembali meraih gelar Magister Pendidikan di kampus yang
sama pada tahun 2019 di jurusan yang sama. Sekarang
Penulis merupakan Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Arab di Kampus IAI DDI Polewali Mandar. Aktif di
berbagai organisasi baik regional maupun nasional.
Penulis aktif sebagai pemerhati Pendidikan secara umum
dan Bahasa Arab secara khusus.
Email Penulis: zulkiflih@ddipolman.ac.id

165
166
12
MANAJEMEN MUTU TERPADU

Nayamanto Namu Natu, SKM., MKM


Poltekkes Kemenkes Kupang

Sejarah Manajemen Mutu Terpadu

Latar belakang sejarah manajemen mutu terpadu atau


total quality managament memiliki sejarah yang panjang
beriringan dengan keinginan perusahan-perusahan besar
di Eropa dan Amerika untuk memuaskan pelanggan
dengan produk yang berkualitas. Manajemen mutu
terpadu mulai di perkenalkan di perusahan dan
organisasi pemerintah dan nirlaba pada awal tahun 1950
dan mulai di terapkan secara penuh pada tahun 1970.
Dalam (Sohel-Uz-Zaman & Anjalin, 2016)
menggambarkan sejarah mutu modern berawal dari Ellias
Whitney pada awal 1919 yang dikenal dengan
pengendalian mutu melalui pengecekan (inspeksi).
Dilakukan dengan memisahkan barang yang buruk/cacat
dengan barang yang baik hanya dari segi penampilannya
saja agar konsumen mendapatkan barang yang
berkualitas baik dan merasa puas terhadap barang
tersebut. Dr. Walter Shewhart tahun 1923
memperkenalkan pengendalian mutu melalui control
chart, manfaatnya adalah menilai suatu produk apakah
sesuai dengan yang diinginkan. Dr. W. Edward Deming di
tahun 1950 memulai konsep pengendalian mutu secara
menyeluruh saat itu ia berada di Jepang dan banyak
belajar dan mengembangkan mutu secara menyeluruh di
perusahan. Dan tahun 1960 Dr. AV Feigenbaum mulai
mengemebangan dasar dalam manajemen mutu secara
total. Berturut –turut Kaoru Ishikawa memperkenalkan

167
diagram tulang ikan (fish born) atau yang di kenal juga
dengan diagram tulang ikan. Phillips B. Crosby
penerapan mutu menyeluruh dengan menciptakan iklim
kerja yang nyaman melalui kepemimpinan puncak.
Beberapa catatan penting dalam sejarah mutu adalah :
Sejarah perjalanan mutu scara tradisional dan modern
dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.

TQM

QA

QC TQM
I QC
QC
I

Gambar 12.1 Evolusi Mutu


Pengendalian mutu pertama kali diperkenalkan oleh Ellias
Whitney pada awal abad 19. Ia memperkenalkan
pengendalian mutu dalam bentuk pengecekan barang-
barang yang akan disampaikan pada pelanggan dengan
cara memisahkan barang cacat dan barang yang tidak
cacat baik dari segi penampilan dan karakteristik agar
konsumen merasa puas karena mendapatkan barang
kualitas baik (tidak cacat). Pendekatan ini disebut sebagai
pengendalian mutu tradisional.

Manajemen Mutu Terpadu di Bidang Pendidikan

Pertama – tama sebelum kita bicara tentang manajemen


mutu terpadu dalam bidang pendidikan, kita perlu
sepakat bahwa pendidikan seperti yang di defenisikan
dalam Peraturan Pemerintah no 57 tahun 2021 adalah

168
sutau upaya terencana yang dilakukan secara sadar
untuk mewujutkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Oleh karena itu dalam manajemen mutu terpadu bidang
pendidikan adalah suatu budaya atau nilai utama dalam
organisasi pendidikan untuk menjalankan manajemen
pendidikan dengan penuh semangat dimulai dari input,
proses, output dan dampak yang hasilkan dalam
organisasi pendidikan. Pertanyaannya adalah bagaimana
membangkitkan semangat dan kinerja terbaik untuk
menghasilkan kualitas dalam pendidikan?
Organisasi pendidikan harus menempatkan siswa atau
mahasiswa sebagai subyek utama dalam layanan
pendidikan. Layanan organisasi pendidikan berbeda
dengan organisasi lain layanan kesehatan bahkan bisnis
oleh karena subyek layanannya yaitu siswa bersifat tetap
selama masa pendidikan tesebut belangsung. Seperti
pendidikan SD siswa akan terus berada di sekolah selama
enam tahun, sekolah menengah pertama dan lanjutan
tahun atau juga perguruan tinggi sampai lima tahun. Oleh
karena itu kualitas pendidikan harus menjadi fokus
utama pimpinan dan pengelola agar mengembangan mutu
layanan yang terpadu dan berkelanjutan. Dalam arti luas
manajemen mutu terpadu bidang pendidikan adalah
sekolah bertanggung jawab secara penuh terhadap setiap
upaya pendidikan yang dilaksanakan secara akademik
atau non akademik kepada siswa untuk menghasilkan
lulusan sesuai yang di harapkan baik pemerintah melalui
undang-undang dan stakeholder lain seperti dunia bisnis
termasuk harapan orang tua.
Penerapan mutu di tingkat sekolah seperti yang dikatakan
sarmono dkk (Sarmono, Supriyanto, & Timan, 2020) yaitu
melului sistem penjaminan mutu internal sekolah akan
dapat menjadi cerminan gambaran mutu di sekolah.
Perguruan tinggi yang bermutu menurut defenisi undang
– undang pendidikan tinggi tahun 2012 (Pemerintah

169
Republik Indonesia, 2012) yaitu mampu secara
menghasilkan lulusan yang mengembangkan potensinya
yang ada serta memeliki suatu ilmu pengetahuan dan
teknologi yang yang dirasakan manfaatnya bagi
masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu
penerapan sistem penjaminan terpadu pada bidang
pendidikan harus mampu menghasilkan luaran antara
lain mampu mengasilkan lulusan yang sesuai
kompetensinya, mengembangan potensi yang ada untuk
menghasilkan ilmu pengetahuan dan tehnologi, ilmu
pengetahuan dan tehnologinya mampu memberikan
dampak positif bagi kemajuan masyarakat dan bangsa.

Core Value dalam Manajemen Mutu Terpadu dalam


Bidang Pendidikan
Penerapatan sistem penjaminan mutu terpadu dalam
dunia pendidikan memerlukan kesepakatan dan landasan
yang kuat agar tujuan pendidikan dapat terarah dan
terwujud. Dalam manajemen mutu terpadu perlu
perspektif yang berbeda yaitu bagaimana pempinan
mengelola semua komponen organisasi sebagai kesatuan
yang utuh untuk mencapai misinya, kesuksesan yang
berkelanjutan, dan keunggulan kinerja.(Dalimunthe,
Fadli, & Muda, 2016), beberapa nilai – nilai utama dalam
manajemen mutu terpadu antara lain:
1. Kepemimpinan visioner, Pada akhirnya pada
organisasi apapun termasuk pendidikan,
pemimpinlah yang bertangung jawab. Apakah itu
pemimpinan puncak atau para pemimpin senior
suatu organisasi. Para pemimpian harus menetapkan
visi untuk organisasi, menciptakan fokus pelanggan,
menunjukkan nilai dan etika organisasi yang jelas dan
terlihat, dan menetapkan harapan yang tinggi untuk
tenaga kerja.
2. Keunggulan yang Berfokus pada Pelanggan.
Pelanggan utama bidang pendidikan adalah pelajar,
Bagimana produk pendidikan dan pengajaran
memberikan hasil kualitas produk dan layanan.
Dengan demikian, organisasi pendidikan harus
mempertimbangkan semua undur dalam standar

170
pendidikan dan karakteristik produk dan layanan
akademik dan non akademik.
3. Menghargai Staf, Kesuksesan organisasi pendidikan
bergantung pada tenaga pendidik dan kependidikan
yang terlibat yang mendapat manfaat yang bermakna
dari pekerjaan, arah organisasi yang jelas, mendapat
kesempatan untuk belajar, dan akuntabilitas kinerja.
4. Kelincahan dan ketahanan, tehnologi dan ilmu
pengetahuan berkembang sangat cepat oleh karena
itu sukses dalam lingkungan persaingan global yang
selalu berubah saat ini menuntut kelincahan dan
ketahanan organisasi. Kelincahan (Agility)
membutuhkan kapasitas untuk perubahan yang
cepat dan fleksibilitas dalam layanan pendidikan.
(Resilience) Ketangguhan organisasi adalah
kemampuan untuk mengantisipasi, mempersiapkan,
dan pulih dari bencana, keadaan darurat, dan
gangguan lainnya, dan apabila terjadi gangguan dapat
melindungi dan meningkatkan keterlibatan tenaga
kerja dan pelanggan, jaringan pasokan dan kinerja
keuangan dan produktivitas organisasi.
5. Pembelajaran organisasi pendidikan, adalah upaya
pembelajaran organisasi mencakup perbaikan
berkelanjutan dari pendekatan yang ada, mengadopsi
praktik terbaik dan inovasi, adanya perubahan atau
inovasi yang signifikan dan tidak terputus-putus yang
mengarah ke tujuan oragnisasi.
6. Fokus pada kesuksesan dan inovasi, memastikan
kesuksesan organisasi saat ini dan di masa depan
membutuhkan pemahaman tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi tujuan jangka pendek dan
jangka panjang yang memengaruhi organisasi
pendidikan dan lingkungannya.
7. Manajemen berdasarkan Fakta, Manajemen
berdasarkan fakta mengharuskan Anda untuk
mengukur dan menganalisis kinerja organisasi
pendidikan, baik di dalam organisasi maupun di
lingkungan kompetitif Anda.

171
8. Kontribusi Masyarakat, Pemimpin organisasi
pendidikan harus menekankan kontribusi kepada
masyrakat dan pertimbangan kesejahteraan dan
keuntungan masyarakat. Pemimpin harus menjadi
teladan bagi organisasi Anda dan tenaga pendidiknya
dalam melindungi kesehatan masyarakat,
keselamatan, dan lingkungan.
9. Etika dan transparansi, organisasi pendidikan
menekankan perilaku etis dalam semua kegiatan dan
interaksi layanan pendidikan dan non pendidikan.
Pemimpin dan para pemimpin senior harus menjadi
panutan perilaku etis dan membuat ekspektasi
mereka terhadap tenaga pendidikan dan tenaga
kependidikan serta siswa menjadi sangat jelas.
10. Menyampaikan nilai dan hasil, dengan memberikan
dan menyeimbangkan nilai bagi pemangku
kepentingan utama, organisasi pendidikan
membangun loyalitas, berkontribusi pada
pertumbuhan dan berkontribusi pada masyarakat.
Untuk memenuhi tujuan yang terkadang
bertentangan dan berubah yang membutuhkan
keseimbangan nilai, strategi organisasi pendidikan
harus secara eksplisit menyertakan persyaratan.

Sasaran Manajemen Mutu Terpadu dalam Bidang


Pendidikan
Sasaran manajemen mutu terpadu pada bidang
pendidikan lebih bersifat pemberdayaan atau pelibatan
aktif semua unsur seperti guru, tenaga kependidikan dan
siswa guna mencapai tujuan pendididikan. Beberapa
faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan :
1. Kenyamanan, utamakan kenyamanan siswa. Siswa
yang nyaman akan mengurangi angka dropout putus
sekolah sebaliknya siswa dan orang tua yang nyaman
dapat menjadi perantara kepada calon pelanggan lain
untuk promosi. Hal-hal yang dapat mempengaruhi
kenyamanan menurut (Hanifah, 2018) adalah
kualitas fisik ruang kelas seperti pencahayaan,
kelembaban, suhu dan kebisingan serta ketersediaan
sarana sanitasi.

172
2. Empati, pimpinan dan guru serta staf sekolah perlu
memperhatikan perilaku simpati kepada siswa.
Dalam manajemen mutu modern, siswa adalah
pelanggan utama sekolah yang membutuhkan
perhatian utama dengan cara mendengarkan mereka
saat mereka kesal, menunjukkan kepedulian
terhadap situasi tersebut, dan memberi tahu mereka
bahwa Anda akan melakukan segala daya untuk
memperbaikinya.
3. Aksesibilitas, faktor lain yang mempengaruhi mutu
terpadu adalah kemudahan akses. Aksesibilitas siswa
terhadap kebutuhan belajar menjadi perhatian utama
di sekolah yang telah menerapkan sistem mutu
terpadu, siswa mudah mendapat informasi baik
berupa sumber belajar, media belajar (luring atau
daring), nilai dari sekolah, kemudahan menemui guru
- guru dan lain-lain.
4. Waktu respons, dunia pendidikan adalah sektor non
profit murni waklaupun saat ini sudah banyak
sekolah – sekolah dalam penerapkan manajemennya
dengan menggunakan semi bisnis, ini karena
tuntutan bahwa dunia pendidikan dituntut banyak
oleh pengguna jasa termasuk siswa itu sendiri. Dalam
dunis bisnis murni di terapkan standar respon time
yang menjadi pedoman suatu layanan, demikian juga
sekolah standar respon ini memungkinkannya telah
menerapkan standar mutu layanannya pendidikan.
5. Pilihan, di sekolah menerapkan faktor pilihan ini
dalam proses pendidikan memanglah tidak mudah,
namun sebagai organisasi yang merapkan mutu
terpadu perlu di dorong sebuah komunikasi yang
terbuka kepada staf atau siswa untuk mendengarkan
masukan atau pilihan mereka dalam pengembangan
organisasi.
6. Kualitas, layanan kepada siswa mungkin terbaik,
tetapi jika lulusan di sekolah anda berkualitas buruk
dan sulit bersaing dengan sekolah-sekolah lain,
lambat – laun siswa yang mendaftar akan semakin
sulit. Pastikan sekolah menjadi primadona dalam
layanan dan hasil lulusan.

173
7. Penghargaan dan komunitas, baik staf dan siswa
membutuhan sebuah achievement (pencapaian)
seperti penghargaan atas suatu prestasi baik secara
akademik atau non akademik. Sekolah perlu memiliki
semacam prosedur tindak lanjut untuk layanan atas
pencapaian tersebut. Penghargaan dapat berupa
reward seperti ucapan terima kasih kepada karyawan
di depan umum atau mengunjunginya di rumah
ketika ia bersama keluarganya dan selalu memberi
tahu bahwa mereka penting bagi organisasi
pendidikan. Demikian juga lulusan ataupun
karyawan purna tugas. Mereka sebagai manusiayang
ingin merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih
besar dari organisasi yang ada, manajemen perlu
membuat komunitas sebagai media yang akan
membantu mereka tetap terlibat dengan organisasi.
Terdapat dua sasaran utama manajemen mutu terpadu
pada bidang pendidikan yaitu pelanggan internal (guru,
tenaga kependidikan dan siswa) dan pelanggan eksternal
(orang tua, dunia industri dan pemerintah). Fokus
manajemen mutu terpadu pada pelanggan internal adalah
pelibatan penuh semua unsur organisasi pendidikan
dalam sistem mutu internal. Pemimpin utama satuan
pendidikan bertanggung jawab penuh atas perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi serta pengembangan sistem
mutu di sekolah dengan di bantu oleh para pempinan
senior (wakil kepala sekolah, kepala unit dan wali kelas).
Pimpinan organisasi sekolah perlu meningkatkan
kapasitas dan kapabilitasnya sebagai pemimpin mutu
yang menjadi pelopor dan penggerak utama dalam
keberhasilan mutu pendidikan di sekolah. Pimpinan
sekolah adalah kepemimpinan mutu yang merupakan
kunci keberhasilan manajemen mutu terpadu sekolah.
Beberapa hal penting yang perlu di perhatikan dalam
dalam keberhasilan sistem mutu internal.

174
1. Pemahaman atas visi dan misi institusi pendidikan
Banyak pimpinan dan staf serta siswa belum
memahami pentingnya visi dan misi sekolah, hal ini di
sebabkan pemahaman akan visi dan misi yang masih
rendah oleh karena sedari awal sekolah lebih
diarahkan hanya mengajar bidang studi yang di ampu
dan kepala sekolah berasal dari guru yang tidak
mendalami manajemen mutu pendidikan dengan
baik. Visi dalam manajemen mutu pendidikan adalah
apa yang ingin di capai oleh oleh satuan pendidikan
dan misi adalah bagaimana cara untuk mencapai visi
tersebut. Perumusan visi dan misi (Goetsch & Davis,
2016) jelas, semua pemangku kepentingan dapat
fokus dengan tepat. Visi organisasi harus ditetapkan
dan diartikulasikan oleh pimpinan dan dipahami oleh
semua pemangku kepentingan. Karakteristik sebuat
visi yang baik adalah mudah dipahami oleh semua
pemangku kepentingan, dinyatakan secara singkat
namun jelas dan komprehensif artinya, menantang
namun dapat dicapai, tinggi namun nyata, mampu
membangkitkan semangat bagi semua pemangku
kepentingan dan mampu menciptakan kesatuan
tujuan di antara semua pemangku kepentingan serta
tidak terikat dengan angka.
2. Mengetahui peta kekuatan dan kelemahan organisasi
Penting untuk memetakan situasi saat ini dalam
sebuah satuan pendidikan, hal ini pimpinan perlu
menggali dan identifikasi faktor – faktor di intenal dan
eksternal sekolah. Analisa dimaksud dapat dilakukan
dengan analisi SWOT (strengths, weaknesses,
opportunities and opportunities). Melakukan analisis
SWOT membantu untuk pengembangan rencana
strategis mengasilakan menghasilkan kesesuaian
yang baik antara situasi internal dan situasi
eksternalnya. Situasi internal organisasi ditentukan
oleh kekuatan dan kelemahannya dan situasi
eksternalnya ditentukan oleh peluang dan ancaman
yang ada di lingkungan institusi pendidikan.

175
3. Mengembangkan misi untuk pencapaian visi
Misi harus menjadi cari untuk mencapai visi, maka
analisa SWOT pimpinan mudah mewujudkan visi
organisasi dengan memanfaatkan kekuatan dan
peluang yang ada. Oleh karena itu rumusan misi
untuk mengambil langkah selanjutnya dan
menjelaskan siapa organisasi itu, apa yang
dilakukannya, dan ke mana arahnya.
4. Pengembangan prinsip
Pencapaian visi melalui misi yang terukur diperlukan
mengembangan prinsip dan nilai organisasi
pendidikan. Prinsip dan nilai harus merupakan
kesepakatan bersama untuk mencapai visi dengan
menerapkan misi pada semua lini. Prinsip dan nilai
harus menjadi panduan bagi staf secara bebas dengan
menyesuaikan lini tugas dan fungsinya masing-
masing.
5. Mengembangkan tujuan strategis
Tujuan strategis organisasi sekolah merupakan
kesepakatan akhir yang ingin dicapai berdasarkan visi
dan misi, tujuan mengarahkan semua elemen. Tujuan
yang terumus dengan baik akan memudahkan
pimpinan melakukan bimbingan, koordinasi,
monitoring dan evaluasi.
6. Tindak lanjut,
Dokumen visi misi dan rencana strategis pendidikan
perlu di jabarkan dalam dokumen mutu pendidikan
secara sederhana dan mudah dipahami. Paling
penting dalam implementasinya semua dokumen
yang telah disusun, di sosialisasikan berulang – ulang
kepada semua yang berkepentingan baik staf dan
siswa.
Seperti mutu pada pelanggan internal, sama halnya pula
pada pelanggan eksternal yaitu bagaimana
mengembangkan sistem manajemen yang mudah di
kepada akses pelanggan dan umpan balik kepada
sekolah. Pelanggan eksternal seperti orang tua siswa,

176
pemasok, pemerintah akan dengan mudah memberikan
support dan memberikan penilaian yang baik apabila
harapannya melebih apa yang di inginkan (Ariani, 2016).

Pelaksanaan Manajemen Mutu Terpadu dalam Bidang


Pendidikan
Manajemen mutu terpadu pada bidang pendidikan adalah
pendekatan praktis namun strategis yang di tunjukkan
oleh pimpinan bersama perangkat sekolah termasuk
siswa. Fokus utama dalam manajemen mutu terpadu
adalah fokus pada pelanggang artinya memahami
kebutuhan pelanggan internal dan ekternal (guru, staf,
siswa, orang tua dan lain-lain). Itu merupakan kesadaran
tanpa paksaan menurut (Sallis, 2005) untuk terlibat
secara terus menerus tanpa melihat jabatan, status dan
peran mereka. Jadi manajemen mutu terpadu pendidikan
menjunjung tinggi filosofi perbaikan terus menerus
(continues improvement) dan di dukung oleh metode
pengukuran dan analisa yang tepat. Manajemen mutu
terpadu pendidikan bukan sebuah pengukuran hasil
hanya disaat penilaian saja tetapi proses jangka panjang
oleh organisasi untuk terus meningkatkan kualitas yang
ada. Penekanan pada manajemen mutu terpadu adalah
inovasi, peningkatan dan perbaikan terus menerus, terus
mempraktekkan siklus mutu secara berkelanjutan,
memberdayakan dan mendelegasikan staf sesuai
tingkatan untuk memberikan tanggung jawab.
Manajemen mutu terpadu (MMT) tidak hanya cara
mencapai tujuan seketika namun bagaimana mengelola
sumber daya yang ada dan berupaya terus menerus
secara bertahap, pelibatan staf dari awal, dimulai dari
skala kecil. Perbaikan mutu di sekolah selain perbaikan
terus menerus sesuai siklus yang ada, perlu juga
mengubah budaya kerja melalui sikap dan cara pandang
semua elemen sekolah melalui upaya – upaya nyata
seperti perubahan sikap (pasif menjadi aktif
terlibat/mengerti/mempunyai alasan yang benar
terhadap suatu aksi), metode kerja yang jelas, suasana
kerja atau lingkungan kerja yang mendukung
produktivitas dan dorongan atau motivasi kepada staf

177
atas pengakuan dan prestasinya. Dimensi lain dalam
MMT profesionalisme yaitu pengembangan terus menerus
kepada sumber daya manusia (guru dan staf) untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Pelatihan dan
pengembangan SDM merupakan elemen kunci dalam
perubahan budaya mutu, pelatihan dibutuhkan agar guru
dan staf tidak hanya lebih mampu mengelola tugas
namun juga di tuntut agar peka terhadap kebutuhan
siswa secara menyeluruh terutama kebutuhan emosional
yang kurang di perhatikan dalam manajemen tradisional,
seperti membuka ruang dialog, mendengarkan saran dan
masukan siswa serta bersama – sama mencari solusi atas
alternatif pemecahannya bersama mereka.Dalam MMT
pendidikan, kualitas merupakan tuntutan yang
berhubungan dengan proses pendidikan mulai dari
kurikulum, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran untuk menghasilkan lulusan sesuai
kompetensi yang di harapkan. Sesuai standar nasional
pendidikan (Pemerintah Republik Indonesia, 2003) dan
(Presiden Republik Indonesia, 2012) bahwa satuan
pendidikan wajib menerapkan sistem mutu di sekolah
atau perguruan tinggi. Implementasi MMT di pendidikan
dapat mempermudah penerapan standar nasional
pendidikan dan mendukung pencapaian hasil akreditasi,
oleh karena itu penerapan secara terpadu sistem jaminan
mutu internal membawa dampak ke arah yang lebih baik
atas pencapaian penilaian akreditasi. Sistem mutu
terpadu juga mendorong pimpinan dan semua elemen
pendidikan untuk menjamin bahwa setiap standar yang
dilakukan baik itu standar isi, proses, kompetensi dan
standar lainnya dilakukan dengan sistematis dan terukur
serta evaluasi.
Pelaksanaan sistem mutu terpadu secara sistematis
dimaknai bahwa apa yang dilakukan sekolah merupakan
proses yang direncanakan (memiliki tujuan, manfaat dan
urutan langkah-langkah), dilaksanakan sesuai standar
yang telah di rumuskan, di evaluasi apakah standar
berjalan sesuai dengan rencana (apabila tidak diperbaiki
atau perbaharui) dan dikembangkan atau di tingkatkan
secara terus menerus. Pelaksanaan mutu secara terukur
dan evaluasi yaitu bahwa setiap standar selalu

178
menyesuaikan dengan keadaan organisasi, standar yang
di terapkan sebisa mungkin dinamis dan mengikuti
permintaan pasar, mampu memberikan informasi dari
apa yang di ukur serta memberikan evaluasi. Standar
yang baik selalu memberikan hasil dan mampu di evaluasi
untuk perbaikan yang berkelanjutan. Oleh karena itu,
element penting dalam pelaksanaan manajemen mutu
terpadu di sekolah adalah pemberdayaan total kepada
seluruh staf dan siswa, mutu adalah upaya untuk
meningkatkan layanan yang lebih baik (layak) dan
keberlanjutan, membutuhkan lingkungan yang
mendukung, dukungan pimpinan dan ketaatan pada
standar yang menjamin pelaksanaan mutu pendidikan.

Hambatan dalam Pelaksanaan Manajemen Mutu


Terpadu dalam Bidang Pendidikan
Pelaksanaan manajemen mutu terpadu tidak serta merta
mudah adopsi dan mendapat hasil sesuai yang
diharapkan, manajemen mutu terpadu adalah sebuah
sistem mudah di bicarakan namun sulit dilaksanakan.
Dibutuhkan kerja dari semua elemen, pimpinan,
guru/dosen, staf dan siswa. Kunci utama keberhasilan
mutu pendidikan adalah pemimpin di lembaga
pendidikan, pemimpinan memegang peranan sangat
penting dalam keberhasilan mutu di sekolah untuk
menciptakan, menggerakkan dan melibatkan semua
element dalam budaya mutu. Beberapa hal penting yang
perlu di perhatikan untuk mengembangkan sistem mutu
terpadu di pendidikan :
1. Sifat pemimpin, tidak ada sifat pemimpinan yang
dominan dalam mencapai keberhasilan mutu.
Keberhasilan mutu pendidikan di tentukan oleh
perpanduan beberapa sifat kepemimpinan.
2. Mutu adalah kesepakatan, sistem mutu adalah
kemauan bersama untuk mencapai suatu tujuan
bersama. Pemimpin memiliki tujuan yang berbeda
dengan staf demikian juga alasan siswa itu sendiri.
Mutu perlu di rumuskan bersama untuk mencapai
kesepakatan dan mengakomodir semua tujuan.

179
3. Pelibatan aktif staf, tidak semua staf di dilibatkan dan
menjadi rahasia umum di setiap organisasi termasuk
pendidikan, pemimpin lebih menyukai orang yang
sejalan dengan keinginannya dan staf lebih nyaman
dengan teman kerjanya yang menurutnya nyaman.
Manajemen mutu terpadu kesamaan gerak dan
langkah semua untuk terlibat dan di libatkan.
4. Komitmen, tidak dapat di pungkiri bahwa komitmen
adalah hal penting dalam kesuksesan bersama
mencapai tujuan mutu pendidikan, komitmen
pimpinan harus selaran dengan komitmen karyawan.
Komitmen dimulai dari pemimpin, pemimpin
memberikan contoh dalam perilaku dan menjadi
pendorong bagi karyawan untuk berperilaku sesuai
yang di harapkan.
5. Komunikasi, setiap komunikasi baik lisan dan
tertulis, satu arah atau timbal balik, pemimpinan dan
staf sangat penting memperhatikan cara
berkomunikasi, memahami makna dan
mengartikulasikannya dalam pencapaian organisasi.

180
Daftar Pustaka
Ariani, W. (2016). Manajemen Kualitas. Jurnal
Managemen, Vol 1, h 1-61.
Dalimunthe, D. M. J., Fadli, & Muda, I. (2016). The
application of performance measurement system
model using Malcolm Baldrige Model (MBM) to
support Civil State Apparatus Law (ASN) number 5 of
2014 in Indonesia. International Journal of Applied
Business and Economic Research, 14(11).
Goetsch, D. L., & Davis, S. (2016). Quality management
for organizational excellence : introduction to total
quality LK -
https://uum.on.worldcat.org/oclc/755004259. In
Always learning TA - TT - (8th ed.). Retrieved from
https://lccn.loc.gov/2019008777
Hanifah, H. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Kenyamanan Belajar Siswa Di Lingkungan
Sekolah Menengah Kejuruan Bina Madina Denpasar
Tahun 2018. Jurusan Kesehatan Lingkungan.
Pemerintah Republik Indonesia. (2003). UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN
2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.
Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. Undang - Undang RI No
12 Tahun 2012. , (2012).
Presiden Republik Indonesia. Undang-undang nomor 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. , Pemerintah
§ (2012).
Sallis, E. S. (2005). Total Quality Management in
education. In Kogan Page Ltd.
https://doi.org/10.4324/9780203423660_chapter_
5
Sarmono, A., Supriyanto, A., & Timan, A. (2020).
PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA
SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
INTERNAL. Jurnal Administrasi Dan Manajemen
Pendidikan, 3(1), 38–51.
https://doi.org/10.17977/um027v3i12020p38

181
Sohel-Uz-Zaman, A. S. M., & Anjalin, U. (2016).
Implementing Total Quality Management in
Education: Compatibility and Challenges. Open
Journal of Social Sciences, 04(11), 207–217.
https://doi.org/10.4236/jss.2016.411017

182
Profil Penulis
Nayamanto Namu Natu, SKM., MKM
Menyelesaikan pendidikan kesehatan
masyarakat tahun 2003 dan magister
kesehatan masyarakat di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia Jurusan
Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan pemintan
Manajemen Mutu Manajemen Mutu kesehatan
masyarakat tahun 2018. Penulis bekerja di Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kupang Program Studi Keperawatan
Waingapu, saat ini memangkuh jabatan Koordinator
Akedemik. Penulis banyak mengikuti pelatihan akademik
dan mutu antara lain pendidikan sistem penjaminan
mutu internal (SPMI), The International Organization for
Standardization (ISO), upaya peningkatan mutu layanan
akademik dan kemahasiswaan. Di Program Studi
Keperawatan Waingapu, penulis mengajar mata kuliah
manajemen, metodologi penelitian, etika keperawatan,
caring dalam keperawatan dan kebijakan dan manajemen
kesehatan di Indonesia Timur. Dalam mata kuliah
manajemen keperawatan penulis memfokuskan untuk
mengajar dan mendorong mahasiswa untuk mempelajari
dan memecahkan masalah yang dihadapi di institusi
pelayanan kesehatan dengan pendekatan manajemen
mutu terpadu pelayanan kesehatan mulai dari identifikasi
masalah, membuat perencanaan mutu bersama,
melaksanakanan sistem mutu, evaluasi mutu dan
peningkatan atau pengembangan mutu yang terus
menerus.
Email Penulis: nayamanto1972@gmail.com

183
184
13
MANAJEMEN SARANA
PRASARANA DAN PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN

Dr. Manap Somantri, M.Pd.


FKIP - Universitas Bengkulu

Pengertian dan Ruang Lingkup Manajemen Sarana


Prasarana Pendidikan
1. Pengertian Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang
diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak agar
pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan
lancer, teratur, efektif, dan efisien. Jadi pengelolaan
sarana pendidikan adalah keseluruhan proses
perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, dan
pengawasan yang digunakan untuk menunjang
pendidikan agar pencapaian tujuan pendidikan dapat
berjalan dengan lancar, teratur, efektif, dan efisien.
Dengan kata lain, sarana pendidikan adalah segala
sesuatu (barang atau perlengkapan) yang diperlukan
guna menunjang terjadinya proses pembelajaran pada
satuan pendidikan. Sarana pada umumnya lebih kecil
dibanding pra-sarana, sarana biasanya diadakan
setelah ada prasarana, dan sarana biasanya diletakan
di atas prasarana. Setiap satuan pendidikan wajib
memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta

185
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Sarana pendidikan pada satuan pendidikan dapat
diklasifikasikan berupa: (a) Laboratorium, (b)
Perpustakaan, (c) Perkantoran, (d) Transportasi, (e)
Media Komunikasi dan Informasi. Prasarana
pendidikan adalah fasilitas tidak bergerak dan biasa
dimanfaatkan untuk menempatkan sarana sesuai
dengan peruntukannya, seperti: lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik,
ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa,
tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat
bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain
yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Perlengkapan sekolah, sering juga disebut dengan
fasilitas sekolah, dikelompokan menjadi sarana
pendidikan dan prasarana pendidikan. Sarana
pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan
dan perabot yang secara langsung digunakan dalam
proses pendidikan di sekolah, seperti: ruang, buku,
perpustakaan, labolatarium dan sebagainya.
Prasarana pendidikan adalah semua perangkat
kelengkapan dasar yang secara tidak langsung
menunjang proses pendidikan di sekolah. Dalam
pendidikan lokasi atau tempat, bangunan sekolah,
lapangan olahraga, ruang guru, ruang kepala, dan
sejenisnya.Pemerintah telah menetapkan ketentuan
tentang sarana dan prasarana pendidikan, antara lain
(1) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana
dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA);
(2) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana
Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK): dan (3)

186
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar
Sarana Prasarana untuk Sekolah Luar Biasa.
2. Prinsip Manajemen Sarana-Prasarana Pendidikan
Pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007
dikemukakan bahwa sarana pendidikan terdiri dari 3
kelompok besar yaitu: (1) bangunan dan perabotut
sekolah, (2) alat pelajaran yang terdiri dari
pembukuan, atat peraga dan labolatarium, serta (3)
media pendidikan yang dapat dikelompokan menjadi
audiovisual yang menguanakan alat penampil dan
media yang tidak menggunakan alat penampil.
Fasilitas atau sarana dapat dibedakan menjadi 3 jenis
yaitu: (1) Fasilitas fisik, yakni segala sesuatu yang
berupa benda atau fisik yang dapat dibendakan, yang
mempunyai peranan mempermudah dalam
melancarkan suatu usaha. Fasilitas fisik juga disebut
fasilitas materiil. Contoh: kendaraan, alat tulis kantor,
peralatan komunikasi elektronik, dll. Dalam kegiatan
pendidikan yang tergolong dalam fasilitas materiil
antara lain: perabot ruang kelas, perabot ruang tata
usaha, perabot laboratorium, perpustakaan dan
ruang praktek. (2) Fasilitas uang, yakni segala
sesuatu yang bersifat mempermudah suatu kegiatan
sebagai akibat bekerjanya nilai uang. (3) Fasilitas
sumber daya manusia, agar tujuan-tujuan
pengelolaan perlengkapan bisa tercapai. Ada beberapa
prinsip yang perlu di perhatikan dalam mengelola
perlengkapan di sekolah, prinsip-prinsip yang
dimaksud adalah: (1) Prinsip pencapaian tujuan, (2)
Prinsip efisiensi, (3) Prinsip administratif, (4) Prinsip
kejelasan tanggung jawab, dan (5) Prinsip
kekohesifan.
3. Proses Manajemen Sarana Prasarana Pendidikan
Tidak semua sarana dan prasarana pendidikan
pengadaannya dilakukan sendiri oleh satuan
pendidikan, pemanfaatan sarana dan prasarana yang
sudah dimiliki satuan pendidikan pada umumnya
dilakukan secara terencana sesuai kebutuhan satuan

187
pendidikan. Proses pengelolaan sarana prasarana
pendidikan dilakukan meliputi: (1) perencanaan
pengadaan, (2) Penyimpanan, (3) Inventarisasi, (4)
Penataan, (5) Pengawasan dan pengendalian, (6)
Penyaluran, (7) Pemeliharaan, (8) Rehabilitasi, (8)
Penghapusan.
a. Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan
Perencanaan sarana pendidikan dan penentuan
kebutuhan merupakan perencanaan pengadaan
sarana pendidikan yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sebelum
mengadakan alat-alat tertentu atau fasilitas
pendidikan terlebih dahulu harus melalui
prosedur yang benar, yaitu melihat dan
memeriksa kembali keadaan dan kekayaan yang
telah ada, agar tidak terjadi sarana pendidikan
yang mubazir, seperti pengadaan kembali sarana
yang masih memadai dari segi kuantitas maupun
kualitas atau pengadaan alat-alat yang tidak
diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Setelah melalui prosedur yang benar, baru bisa
ditentukan jenis sarana yang diperlukan
berdasarkan kepentingan pendidikan di sekolah
bersangkutan. Penentuan sarana pendidikan
sekolah juga harus mempertimbangkan siapa-
siapa saja yang memfasilitasi atau membiayai
pengadaan sarana tersebut. Pihak sekolah bisa
mengajukan permohonan pengadaan sarana
pendidikan kepada istansi atasan seperti kepada
pemerintah melalui Disdikpora provinsi,
kabupaten/kota, bisa juga kepada pihak komite
sekolah mengajukan RAPBS (Rencana Anggaran
Penerimaan dan Belanja Sekolah) pada waktu
awal tahun pelajaran atau mungkin sumbangan
dari masyarakat. Apabila pengajuan pengadaan
sarana pendidikan tersebut hanya sebagian yang
disetujui, maka harus menentukan sekala
prioritas atau sarana yang paling penting dan
mendesak diperlukan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Jame J. Jones (1969) Jones

188
menegaskan bahwa perencanaan pengadaan
perlengkapan pendidikan di sekolah diawali
dengan menganalisis jenis pengalaman
pendidikan yang diberikan di sekolah itu. Janes
mendeskripsikan langkah-langkah perencanaan
pengadaan perlengkapan sekolah berikut: (a)
menganalisis kebutuhan pendidikan suatu
masyarakat dan menetapakan program untuk
masa yang akan datang sebagai dasar untuk
mengevaluasi keberadaan fasilitas dan membuat
model perencanaan perlengkapan yang akan
datang: (b) melakuakan survei keseluruh unit
sekolah untuk menyususn master plan untuk
jangka waktu tertentu; (c) memilih kebutuhan
utama berdasarkan hasil survei; (d)
mengembangkan educational specification untuk
setiap proyek yang terpisah-pisah dalam usaha
master plan; € merancang setiap proyek yang
terpisah-pisah sesuai dengan spesifikasi
pendidikan yang diusulkan; (f) mengembangkan
dan menguatkan tawaran atau kontrak dan
melaksanakan sesuai dengan gambaran kerja
yang diusulkan; dan (9) melengkapi perlengkapan
gedung dan meletakannya sehingga siap untuk
digunakan.
b. Penyimpanan sarana dan prasarana pendidikan
Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan suatu
barang baik berupa perabot, alat tulis kantor,
surat-surat maupun barang elektronik dalam
keadaan baru ataupun sudah rusak yang dapat
dilakukan oleh seorang beberapa orang yang
ditunjuk atau ditugaskan pada lembaga
pendidikan. Aspek yang perlu diperhatikan dalam
penyimpanan adalah aspek fisik dan aspek
administratif. Aspek fisik dalam penyimpanan
adalah wadah yang diperlukan untuk
menampung barang milik negara berasal dari
pengadaan. Aspek administratif adalah hal-hal
yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan dalam penyimpanan seperti:

189
bendaharawan, kepala gudang, urusan tata
usaha, urusan penerimaan, urusan penyimpanan
dan pemeliharaan, urusan pengeluaran.
Penyimpanan barang dan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam hal ini adalah: (1) meneliti
barang-barang yang akan disimpan; (2)
menyiapkan barang-barang tersebut berdasarkan
pengelompokkan-pengelompokkan tertentu; (3)
mencatat barang tersebut ke dalam buku
penerimaan, kartu barang dan kartu stok; (4)
membuat denah lokasi barang-barang yang
disimpan agar dapat dikeluarkan secara tepat dan
cepat; (5) pengeluaran barang dilakukan
berdasarkan Surat Perintah Mengeluarkan
Barang (SPMB).
c. Inventarisasi sarana prasarana pendidikan
Inventarisasi adalah kegiatan pengurusan
penyelenggaraan, pengaturan, dan pencatatan
barang-barang, menyusun daftar barang yang
menjadi milik sekolah yang bersangkutan ke
dalam suatu daftar inventaris barang secara
teratur dan menurut ketentuan yang berlaku.
Inventarisasi dilakukan dalam rangka
penyempurnaan pengurusan dan pengawasan
yang efektif terhadap barang-barang milik negara
atau swasta. Secara khusus bertujuan (1) untuk
menjaga dan menciptakan tertib administrasi
barang milik negara yang dimiliki oleh suatu
organisasi; (2) untuk menghemat keuangan
negara baik dalam pengadaan maupun
pemeliharaan dan penghapusan barang; (3)
pedoman untuk menghitung kekayaan negara
dalam bentuk materiil yang dapat dinilai dengan
uang; (4) untuk memudahkan pengawasan dan
pengendalian barang. Inventarisasi berfungsi: (1)
menyediakan data dan informasi dalam rangka
menentukan kebutuhan dan menyusun rencana
kebutuhan barang; (2) memberikan data dan
informasi untuk dijadikan pedoman dalam
pengarahan pengadaan barang: (3) memberikan

190
data dan informasi untuk dijadikan pedoman
dalam penyaluran barang; (4) memberikan data
dan infromasi dalam menentukan keadaan
barang sebagai dasar untuk menentukan
penghapusannya; (5) memberikan data dan
informasi dalam rangka memudahkan
pengawasan dan pengendalian barang.
d. Penataan sarana dan prasarana pendidikan
Sebelum diadakan penataan dan pengaturan
kebutuhan, diperlukan perencanaan, pengadaan,
dan penyimpanan dan penempatan barang. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
penempatan diantaranya adalah: (1) mudah
dijangkau; (2) jauh dari keramaian; (3) jauh dari
tempat berbahaya; (4) lingkungan yang aman dan
kondusif. Penataan sarana dan prasarana
pendidikan dapat dibagi menjadi penataan barang
bergerak dan barang yang tidak dapat
dipindahkan penempatannya. Penataan barang
bergerak adalah barang yang dapat dipindahkan
dari penempatan sebelumnya, misalnya kursi,
meja, dan lain-lain. Penataan barang tidak
bergerak adalah barang yang tidak dapat
dipindahkan, seperti tanah, gedung, halaman,
lapangan, dan lain-lain. Dalam hal ini sebelum
dibangun, terlebih dahulu dilakukan
perencanaan yang matang agar tidak terjadi
perbaikan yang menimbulkan pemborosan.
Sedangkan penataan barang habis pakai adalah
barang yang tidak tahan lama, cepat susut, dan
habis setelah digunakan atau dipakai, contoh
kertas, karbon, kapur, spidol, dan lain-lain.
Penataan barang barang tidak habis pakai
dilakukan dengan cara mengatur barang yang ada
dengan memberikan nomor dan kode pada barang
tersebut sesuai dengan sandi yang berlaku. Hal
ini dilakukan agar petugas dan pemakai lebih
mudah memakai dan mengawasi pemakaiannya.

191
e. Pengaturan penggunaan sarana dan prasarana
pendidikan
Setelah kebutuhan sarana dan prasarana
pendidikan terpenuhi dan tertata sesuai dengan
pemakaiannya, perlu diadakan pengaturan bagi
pengguna sarana dan prasarana tersebut yaitu
dengan cara mengangkut alat pelajaran ke kelas
yang membutuhkan dan saat dikembalikan
jumlah harus sama; kemudian alat pelajaran
disimpan di suatu tempat, bila siswa ingin
menggunakan, siswa mengajak guru yang
mengajar untuk membawa barang tersebut.
Untuk menjamin kelancaran pengaturan sarana
dan prasarana pendidikan maka sangat penting
dipenuhi beberapa hal: (1) sekolah mempunyai
guru yang betul-betul konsern terhadap
keberadaan barang yang ada di sekolah demi
kemajuan pendidikan; (2) pihak sekolah benar-
benar taat asas dan disiplin dalam melaksanakan
ketentuan pengelolaan sarana dan prasarana, hal
ini diharapkan dapat menekan sekecil mungkin
kesalahan; (3) kepala sekolah hendaknya selalu
mengecek keberadaan barang inventaris dan
memberikan tanggung jawab penuh pengawasan
keberadaan barang yang berada dalam ruangan
tersebut pada guru yang bersangkutan; (4) kepala
sekolah hendaknya memberikan pembagian tugas
selain pengurus barang, hendaknya ada petugas
khusus yang bertanggung jawab atas ruangan-
ruangan khusus; (5) apabila tidak ada gudang,
kepala sekolah dapat menugaskan kepada
penjaga sekolah untuk membuatkan ruang
sementara yang dapat digunakan untuk
menyimpan barang-barang.
f. Pengawasan dan pengendalian sarana dan
prasarana pendidikan
Pengawasan adalah suatu proses dimana
pimpinan ingin mengetahui apakah hasil
pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahannya sesuai dengan rencana, perintah,

192
tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan.
Pengawasan bukan hanya mencari kesalahan,
tetapi juga mencari hal-hal yang sudah baik
untuk dikembangkan lebih lanjut. Pengawasan
bertujuan agar hasil pekerjaan diperoleh secara
berdaya guna yaitu hasil yang sesuai dan tepat
dengan pengeluaran yang seminimal mungkin
dan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan. Ada beberapa jenis pengawasan
dalam inventarisasi sarana dan prasarana
pendidikan: (1) Pengawasan dari dalam, yaitu
pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit
pengawasan yang dibentuk di dalam organisasi
tersebut; (2) Pengawasan dari luar adalah
pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit
pengawasan dari luar organisasi tersebut; (3)
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang
dilakukan sebelum rencana itu dilakukan; (4)
Pengawasan represif, yaitu pengawasan yang
dilakukan setelah adanya pelaksanaan
pekerjaan.Metode pengawasan adalah suatu cara
melakukan pengawasan untuk menjaga agar
pelaksanaannya dilakukan secara efektif dan
efisien sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sehingga dapat mengakibatkan
produktivitas kerja tinggi. Metode-metode
tersebut terdiri dari: (1) Pengawasan langsung,
yaitu pengawasan yang dilakukan secara
langsung pada tempat pelaksanaan pekerjaan
baik dengan sistem inspektif, verifikatif, maupun
dengan sisteminvestigative sesuai dengan rencana
kegiatan dan peraturan perundangan yang
berlaku; (2) Pengawasan tidak langsung, yaitu
pengawasan yang secara formal dilakukan oleh
aparat pengawasan yang bertindak atas nama
pimpinan organisasinya; (3) Pengawasan informal,
yaitu pengawasan yang tidak melalui saluran
formal atau prosedur yang telah ditentukan; (4)
Pengawasan administratif, yaitu pengawasan
yang meliputi bidang keuangan, kepegawaian,

193
dan material; (5) Pengawasan teknis, yaitu
pengawasan terhadap hal-hal yang bersifat fisik.
g. Penyaluran
Penyaluran merupakan kegiatan pemindahan
barang dan tanggung jawab dari satu instansi ke
instansi yang lain. Dalam penyerahan barang,
jangan sampai lupa mengisi surat pengantar,
faktur, tanda terima penyerahan barang. Setiap
pimpinan bagian mempunyaai kartu kendali
penyerahan barang-barang yang ada dalam
cakupan pengawasannya.
h. Pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan kegiatan terus menerus
untuk mengusahakan agar barang tetap dalam
keadaan baik dan siap pakai. Barang-barang
tersebut perlu dirawat secara baik dan terus
menerus untuk menghindarkan adanya unsur-
unsur pengganggu/perusaknya. Dengan
demikian kegiatan rutin untuk mengusahakan
agar barang tetap dalam keadaan baik dan
berfungsi baik pula disebut pemeliharaan atau
perawatan. Macam-macam pemeliharaan
diantaranya: (1) Pemeliharaan darurat adalah
pemeliharaan yang tidak terencana karena
mengabaikan pemeliharaan pencegahan; (2)
Pemeliharaan korektif dimana dilakukan sesuai
dengan usia barang: (3) Pemeliharaan
pencegahan/terencana; (4) Perawatan yang
dilakukan secara berkala atau terus menerus; (5)
Penggantian ringan yang dilakukan karena
adanya kerusakan kecil.
Proses pemeliharaan dilakukan khusus terhadap
barang inventaris yang sedang dalam pemakaian
tanpa mengubah atau mengurangi bentuk
kontruksi asli. Pemeliharaan dibagi menjadi: (a)
Pemeliharaan berdasarkan kurun waktu; (b)
Pemeliharaan harian, pemeliharaan ini dapat
dilakukan setiap hari, oleh pegawai yang
menggunakan barang tersebut dan bertanggung

194
jawab atas barang itu; (3) Pemeliharaan berkala,
pemeliharaan ini dapat dilakukan secara berkala
atau dalam jangka waktu tertentu sesuai
petunjuk penggunaan, umur penggunaan barang
pada instansi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu
usia barang secara fisik. Setiap barang terutama
barang elektronik atau mesin mempunyai batas
waktu tertentu dalam penggunaannya. Dalam
pelaksanaan kegiatan sehari-hari jarang ditemui
barang yang keadaanya secara fisik telah 0%,
sebab kalau terjadi hal yang demikian jelas telah
mengganggu kelancaran kegiatan dalam
organisasi, oleh karena itu biasanya barang dalam
kondisi yang kapasitasnya lebih kurang dari 50%
sudah diusulkan untuk dihapuskan karena
hanya akan mempersempit ruangan saja dan
biaya perawatannya juga akan lebih besar.
Pemeliharaan dalam aspek hukum ditujukan
untuk memperjelas kepemlikan barang sehingga
tidak dapat diganggu oleh pihak lain.
Pemeliharaan ini dapat berbentuk: (a) Pengurusan
sertifikat kepemilikan tanah; (b) Surat izin
mendirikan dan penggunaan bangunan; (c)
Pengurusan STNK dan BPKB pada kendaraan
bermotor dan surat-surat lainnya. Pemeliharaan
dari segi penggunaan barang yang digunakan
harus sesuai dengan fungsinya sehingga dapat
mengurangi kerusakan pada barang tersebut.
Penggunaan barang umumnya dibedakan
menjadi dua hal, yaitu memperlakukan dan
menjalankan. Istilah-istilah ini dalam kegiatan
sehari-hari kadang kala dicampuradukkan
pengertiannya karena dalam kenyataannya alat-
alat yang tidak pernah dijalankan tetapi
digunakan seperti penggaris, papan tulis, pensil,
dan lain-lain.
i. Rehabilitasi
Baik barang bergerak maupun tidak bergerak
yang dipergunakan memang tidak ada yang abadi
atau luput dari kerusakan, meskipun telah kita

195
lakukan pemeliharaan secara baik. Kerusakan
tersebut terjadi sebagai akibat kerusakan suku
cadangnya karena gesekan, benturan, dan
sebagainya. Rehabilitasi merupakan kegiatan
untuk memperbaiki barangdari kerusakan
dengan tambal sulam atau penggantian suku
cadangnya agar barang-barang tersebut dapat
digunakan lagi sehingga mempunyai daya pakai
yang lebih lama.
j. Penghapusan
Bila biaya rehabilitasi lebih besar sedang daya
pakai terlalusingkat, maka barang tersebut lebih
baik dikeluarkan daridaftar inventaris (dihapus)
dan harus berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku. Proses kegiatan yang bertujuan
untuk mengeluarkan/ menghilangkan barang-
barang milik negara dari daftar inventaris negara
berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku disebut penghapusan. Penghapusan
sebagai salah satu fungsi administrasi sarana
pendidikan mempunyai arti: (1) mencegah
kerugian atau pemborosan dari biaya perbaikan;
(2) meringankan beban kerja dan tanggung jawab
pelaksanaan inventaris; (3) membebaskan satuan
organisasi dalam pengurusan barang yang tidak
produktif lagi; (4) membebaskan ruangan atau
perkarangan kantor dari penumpukan barang
yang tidak dipergunakan. Sedangkan jenis-jenis
penghapusan yaitu (a) menghapus dengan
menjual barang-barang melalui Kantor Lelang
Negara; (b) mengembalikan ke negara untuk
digantikan yang lebih baru; (c) pemusnahan.
Pemusnahan berarti meniadakan barang-barang
yang dianggap sudah tidak layak untuk
digunakan.

Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Pembiayaan merupakan unsur penting dalam
penyelenggaraan pendidikan, tidak ada bidang yang
dikelola tanpa ada kaitannya dengan pembiayaan, semua

196
aspek yang perlu dikelola memerlukan dana atau yang
dapat dinilai dengan uang dalam pengelolaannya. Biaya
pendidikan yang harus dikelola meliputi: (1) Biaya
Investasi; (2) Biaya Operasional dan (3) Biaya Personal.
Termasuk dalam biaya investasi antara lain biaya
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, biaya
pengembangan sumberdaya manusia, dan biaya modal
kerja tetap. Biaya operasional satuan pendidikan meliputi
gaji pendidik dan tenaga kepen didikan, serta segala
tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan
pendidikan yang habis pakai, biaya operasional tak
langsung seperti daya, air, jasa telekomunikasi,
pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
konsumsi, transportasi, pajak, asuransi dan lain
sebagainya. Sedangkan biaya personal adalah biaya yang
harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Biaya operasional satuan pendidikan peruntukannya
meliputi: (1) Biaya alat tulis sekolah, biaya bahan dan alat
habis pakai, biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan,
biaya daya dan jasa, biaya perjalanan dinas, biaya
konsumsi, biaya asuransi, biaya pembinaan siswa/ekstra
kurikuler, biaya uji kompetensi, biaya praktek kerja
industri, dan biaya pelaporan; (2) Biaya alat tulis sekolah
adalah biaya untuk pengadaan alat tulis sekolah yang
dibutuhkan untuk pengelolaan sekolah dan proses
belajar; (3) Biaya alat dan bahan habis pakai adalah biaya
untuk pengadaan alat-alat dan bahan-bahan praktikum
IPA, alat-alat dan bahan-bahan praktikum IPS, alat-alat
dan bahan-bahan praktikum bahasa, alat-alat dan
bahanbahan praktikum komputer, alat-alat dan bahan-
bahan praktikum ketrampilan, alat-alat dan bahan-bahan
olah raga, alat-alat dan bahanbahan kebersihan, alat-alat
dan bahan-bahan kesehatan dan keselamatan, tinta
stempel, tinta printer, dll yang habis dipakai dalam waktu
satu tahun atau kurang; (4) Biaya pemeliharaan dan
perbaikan ringan adalah biaya untuk memelihara dan
memperbaiki sarana dan prasarana sekolah untuk
mempertahankan kualitas sarana dan prasarana sekolah
agar layak digunakan sebagai tempat belajar dan
mengajar; (5) Biaya daya dan jasa merupakan biaya untuk

197
membayar langganan daya dan jasa yang yang
mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah seperti
listrik, telepon, air, dan lain-lain; (6) Biaya perjalanan
dinas adalah biaya untuk berbagai keperluan perjalanan
dinas pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik
baik dalam di kota maupun ke luar kota; (7) Biaya
konsumsi adalah biaya untuk penyediaan konsumsi
dalam kegiatan sekolah yang layak disediakan konsumsi
seperti rapat-rapat sekolah, perlombaan di sekolah, dan
lain-lain; (8) Biaya asuransi adalah biaya membayar premi
asuransi untuk keamanan dan keselamatan sekolah,
pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik seperti
asuransi kebakaran, asuransi bencana alam, asuransi
kecelakaan praktek kerja di industri, dan lain-lain; (9)
Biaya pembinaan siswa adalah biaya untuk
menyelenggarakan kegiatan pembinaan siswa melalui
kegiatan ekstra kurikuler seperti pramuka, palang merah
remaja, unit kesehatan sekolah, kelompok ilmiah remaja,
olah raga, kesenian, lomba bidang akademik, perpisahan
kelas terakhir, pembinaan kegiatan keagamaan, dan lain-
lain; (10) Biaya uji kompetensi adalah biaya untuk
penyelenggaraan ujian kompetensi bagi peserta didik
Sekolah Menengah Kejuruan yang akan lulus; (11) Biaya
praktek kerja industri adalah biaya untuk
penyelenggaraan praktek industri bagi peserta didik SMK;
(12) Biaya pelaporan adalah biaya untuk menyusun dan
mengirimkan laporan sekolah kepada pihak yang
berwenang.
1. Fungsi Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Menurut (Anwar, 1991; Riski, 2019) yang menyatakan
bahwa manajemen pembiayaan pendidikan meliputi
tiga fungsi yaitu perencanaan pembiayaan
pendidikan, pelaksanaan pembiayaan pendidikan dan
evaluasi pelaksanaan pembiayaan pendidikan.
Perencanaan pembiayaan pendidikan adalah proses
mempersiapkan serangkaian keputusan untuk
mengambil tindakan di masa yang akan datang
diarahkan untuk tercapainya tujuan pendidikan
dengan sarana dan biaya yang optimal. Tahapan
perencanaan pembiayaan pendidikan meliputi: (1)

198
menetapkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun
waktu tertentu, (2) merumuskan keadaan saat ini, (3)
mengidentifikasikan segala kemudahan, kekuatan,
kelemahan serta hambatan perlu diidentifikasikan
untuk mengukur kemampuan dalam mencapai
tujuan, (4) mengembangkan rencana atau
serangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan, dan (5)
pengembangan berbagai alternatif kegiatan untuk
mencapai tujuan. Pada satuan pendidikan,
perencanaan pembiayaan pendidikan dituangkan
dalam bentuk rancangan anggaran pendapatan dan
belanja sekolah. Perencanaan keuangan sekolah
sedikitnya mencakup dua kegiatan yakni penyusunan
anggaran dan pengembangan rencana anggaran
belanja sekolah. Penganggaran merupakan proses
kegiatan atau proses penyusunan anggaran. Setelah
perencanaan pembiayaan pendidikan dalam bentuk
rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah
(RAPBS) disetujui oleh semua komponen yang terlibat,
pelaksanaan pembiayaan satuan pendidikan meliputi
dua kegiatan utama, yakni penerimaan dan
pengeluaran keuangan sekolah, yang dinyatakan
dalam bentuk pembukuan atau kegiatan pengurusan
keuangan. Hal-hal yang perlu dibukukan dalam
keuangan sekolah adalah (a) penerimaan biaya
pendidikan, (b) pengeluaran biaya pendidikan, dan (c)
evaluasi pengeluaran pembiayaan pendidikan.
Evaluasi pembiayaan pendidikan merupakan proses
penilaian terhadap kualitas kegiatan pendidikan yang
telah dilaksanakan, yang berlangsung secara
terencana, sistematis, berkelanjutan, dan
dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Evaluasi
pelaksanaan pembiayaan berarti kegiatan mengukur
tingkat efektivitas kerja personal dan tingkat efisiensi
penggunaan metode dan alat bantu tertentu dalam
usaha mencapai tujuan. Mengamati tingkat
efektivitas dilakukan dengan cara menilai tindakan
atau kegiatan yang telah dilakukan, apakah kegiatan
telah berjalan sesuai rencana, dan tidak menyimpang
dari perencanaan atau tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan mengamati tingkat efisiensi berarti

199
menilai kegiatan yang telah dilakukan itu apakah
telah mencapai hasil yang sebesar besarnya dengan
resiko yang sekecil-kecilnya, yang berarti apakah cara
kerja tertentu yang dipergunakan mampu memberi
hasil yang maksimal.
2. Akuntabilitas Penggunaan Biaya Pendidikan
Pengelolaan dan akuntabilitas penggunaan dana
diawali dari usul pengajuan kegiatan yang akan
dilaksanakan guna mencapai tujuan satuan
pendidikan untuk jangka waktu tertentu, apakah ada
kegiatan proses pembelajaran dan kegiatan
penunjang seperti investasi sarana, prasarana dan
pengembangan sumberdaya manusia, yang di
dalamnya memuat satuan dan jumlah dana yang
dibutuhkan. Pengelolaan anggaran diajukan ke
otoritas pengelola keuangan, dalam hal ini Dinas
Pendidikan selaku penyalur dana pendidikan, untuk
memproses pencairan dananya. Sekolah menerima
dana tunai ataupun melalui transfer dari bendahara
dinas untuk dikelola dan digunakan sesuai dengan
rencana penggunaan. Pengelolaan dana perlu
dilakukan secara transparan, karena rencana
anggaran dan belanja sekolah telah disusun dan
disetujui bersama semua pihak yang berkepentingan.
Pelaporan pengelolaan dan penggunaan dana
dilakukan segera setelah dana digunakan. Laporan
penggunaan dana yang disampaikan kepada Dinas
Pendidikan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, sekolah tidak dapat mengusulkan
pembiayaan berikutnya sebelum menyampaikan
laporan penggunaan keuangan yang telah
diterimanya. Bukti pengeluaran dapat dinyatakan
dalam bentuk: (a) daftar penerimaan honor untuk
penggunaan honor yang telah ditanda tangani; (b)
kwitansi untuk penggunaan pengadaan alat tulis
kantor; dan bentuk- bentuk lain sesuai dengan
ketentuan yang berlaku; pengeluaran dalam jumlah
tertentu perlu menyertakan bukti pembayaran pajak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan
pengelolaan dan penggunaan dana menggunakan

200
sistem penggunaan alokasi dana seperti tersebut di
atas, maka pengelolaan pembiayaan pendidikan di
sekolah dapat dinilai akuntabel dan transparan.
Banyak hal belum dapat dikemukakan pada uraian
yang terbatas, tulisan ini akan dikembangkan lebih
lanjut dalam buku yang lebih lengkap kajiannya.

201
Daftar Pustaka
Dedi Supriadi. (2004) Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan
Menengah. Bandung, Remaja Rosdakarya.
Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar
Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan
SMA/MA.
Permendiknas Nomor 40 Tahun 2008 tentang Standar
Sarana Prasarana untuk Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan
(MAK).
Permendiknas Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar
Sarana Prasarana untuk Sekolah Luar Biasa.
Riski A. (2019). Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan di
Indonesia. Jurnal Pengelolaan Pendidikan,
Universitas Negeri Padang.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia. (2012) Manajemen
Pendidikan. Bandung. Alfabeta.

202
Profil Penulis
Dr. Manap Somantri, M.Pd.
Lahir di Bogor, Jawa Barat, Tahun 1959,
menempuh pendidikan di SDN Palasari 1
(1971), SMP PGRI Suryakancana Cileungsi
(1975), SPG Negeri Bogor (1979), melanjutkan
ke IKIP Bandung, menyelesaikan S1 Tahun
1983, S2 Tahun1993, dan S3 Tahun 1999
pada Program Studi Administrasi Pendidikan. Menikah
dengan Sa’adah Ridwan, yang berkarir sebagai guru SMP,
Widya Iswara, Kepala LPMP, Kepala BP-PAUD-Dikmas,
dan Tenaga Fungsional pada Pustekom.
Memulai karir menjadi Dosen FKIP Universitas Bengkulu
sejak tahun 1986, diselingi dengan layanan pendidikan di
luar kampus, dengan konsentrasi bantuan dalam
penyiapan calon kepala sekolah, penguatan kompetensi
kepala sekolah, penyiapan calon pengawas sekolah, dan
penguatan kompetensi pengawas sekolah. Pernah
menjadi Konsultan Pendidikan untuk Proyek Peningkatan
Mutu Pendidikan Dasar (Basic Education Project-World-
Bank, 2004-2007); Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar
Provinsi Bengkulu, 2007; Konsultan Manajemen Bantuan
Operasional Sekolah, 2008; Konsultan Pengembangan
LPMP 2009-2012. Pernah menjadi Ketua Jurusan Ilmu
Pendidikan, 2013-1017; dan menjadi Ketua Prodi
Magister Administrasi Pendidikan, 2017 sampai sekarang.
Buku yang pernah dihasilkan antara lain: Perencanaan
Pendidikan, Tahun 2014; Manajemen Pendidik dan
Tenaga Kependidikan, Tahun 2019. Beberapa penelitian
dan karya tulis terkait dengan kekepala-sekolahan,
kepengawasan pendidikan, dan partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan. manap@unib.ac.id

203
204
14
ORGANISASI DAN
KEPEMIMPINAN LEMBAGA
PENDIDIKAN

John Jonathan Nap, S.Th., M.Pd.


STT Levinus Rumaseb Jayapura – Papua

Pendahuluan

Organisasi telah menjadi bagian integral dari kehidupan


umat manusia. Setuju atau tidak semua orang entah
langsung ataupun tidak pasti terlibat dengan sebuah
organisasi (Kaswan, 2021:1). Setiap individu tentu
terhubung dengan organisasi dan memiliki pengalaman
khusus terhadap sebuah organisasi entah baik atau
buruk. Dalam kaitannya dengan kepemimpinan, kadang-
kadang sebuah organisasi itu mampu dikelola secara
efisien, efektif dan cepat tanggap terhadap kebutuhan dan
kepentingan anggotanya; namun tak jarang terjadi situasi
yang sebaliknya; membosankan, mengecewakan bahkan
menjengkelkan.
Definisi tentang Organisasi
Mengutip pandangan Daft, Kaswan (2021:2-3)
mendeskripsikan empat esensi terkait organisasi yakni (1)
Entitas sosial, yaitu bahwa setiap organisasi dikelolah
dan diisi oleh manusia. Tanpa manusia organisasi itu
tidak ada. (2) Organisasi berorientasi pada
tujuan/sasaran. Sasaran (goal) adalah harapan yang
ingin dicapai di masa depan baik itu dalam jangka pendek,
menengah atau panjang. (3) Entitas sosial sebagaimana

205
diungkapkan di awal dirancang untuk mencapai tujuan
bersama. Ada dua hal yang penting untuk diperhatikan
oleh organisasi agar tujuan bersama tercapai yaitu:
pendelegasian tugas di antara anggota organisasi dan
koordinasi pelaksanaan tugas (4) Organisasi itu
berkaitan dengan lingkungan eksternal. Organisasi
bukan sekedar sebuah sistem namun juga sebuah
organisme yang hidup di lingkungan eksternal. Mau tidak
mau organisasi harus beradaptasi dengan lingkungan
eksternal yang di dalamnya berisi peluang, ancaman dan
kemudian menggunakan kekuatan dan kelemahan
internal untuk menghadapinya. Analisis SWOT seringkali
menjadi alat untuk merancang strategi guna mewujudkan
tercapainya tujuan organisasi (Kaswan, 2021:7).
Dalam organisasi, kepemimpinan adalah faktor
fundamental. Maju mundurnya sebuah organisasi sangat
ditentukan oleh kepemimpinan. Organisasi dengan
kepemimpinan yang baik biasanya mampu menggerakkan
sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan
organisasi. Sebaliknya, kepemimpinan yang buruk dalam
sebuah organisasi akan mengakibatkan sebuah
organisasi menjadi kacau bahkan kehilangan arah
sehingga tidak mampu mencapai sasaran Organisasi
didefinisikan sebagai “sistem saling pengaruh antar orang
dalam kelompok yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan tertentu.“ Dengan demikian jelaslah bahwa
manusia merupakan subyek utama terbentuknya sebuah
organisasi. Keberadaan manusia dalam sebuah
organisasi kemudian dipengaruhi oleh tempat domisili
(lingkungan), tujuan hidup, pekerjaan, struktur
kelembagaan, dan dalam abad terakhir ini teknologi telah
turut mengambil peranan penting.
Definisi tentang Kepemimpinan
Kata kepemimpinan berasal dari kata dasar pemimpin dan
selalu dikaitkan dengan organisasi. John Maxwell seperti
yang dikutip Daniel Ronda secara sederhana
mendefinisikan kepemimpinan sebagai “pengaruh” atau
Leadership is influence (Ronda, 2015:16). Menguatkan
pernyataan tersebut, Yacob Tomatala mengatakan,
“Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi yang

206
terencana/disengaja” (Tomatala, 2002:32). Dalam definisi
yang lebih panjang namun senada dengan Maxwell dan
Tomatala, Prasetyo (2019:456-457) menyebut
kepemimpinan sebagai “keseluruhan aktifitas dalam
rangka mempengaruhi orang-orang agar mau
bekerjasama untuk mencapai tujuan organisasi yang
memang diinginkan bersama”. Viscount Montgomery
menyebutnya sebagai “watak yang menimbulkan
kepercayaan orang lain. Juga kemampuan dan kehendak
untuk menggerakkan orang demi satu tujuan bersama”
(Octavianus, 2009:45-46).
Definisi Lembaga Pendidikan (Sekolah)
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) memberi definisi
tentang pendidikan sebagai sebuah tindakan sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran yang mendorong peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan, baik oleh peserta didik
maupun masyarakat, bangsa dan Negara. Istilah
pendidikian diadaptasi dari bahasa Inggris education yang
secara etimologis berasal dari kata Latin educare yang
artinya: merawat, melengkapi, membuat sehat, kuat, atau
membimbing keluar dari – ke arah yang lebih baik. Dalam
bahasa Yunani kata ini dikenal dengan istilah pedagogi,
yang berarti membimbing anak-anak menuju tujuan pada
tujuan tertentu melalui sekolah (Ismail, 2022:22-23).
Pengertian ini memberikan pengertian global tentang
tujuan utama dari setiap lembaga pendidikan dan betapa
beratnya tanggungjawab yang diemban.
Ada banyak sekali lembaga pendidikan yang dijumpai
dewasa ini baik itu formal, in formal maupun non formal.
Klasifikasi tersebut sedang menjelaskan bahwa lembaga
pendidikan tentu adalah sebuah organisasi, dan
sebagaimana telah ditekankan pada bagian pendahuluan
bahwa organisasi pasti dikendalikan oleh sebuah
kepemimpinan atau dengan kata lain kepemimpinan
adalah roda penggerak sebuah lembaga atau organisasi

207
(Syafar, 2017:1). Lembaga pendidikan merupakan salah
satu bentuk organisasi dimana tingkat keberhasilannya
sangat ditentukan oleh faktor manajemen dan peran
kepemimpinan (Yustika, 2020:1).

Peran Kepemimpinan pada Sekolah

Tomatala (2002:2-3), mengatakan bahwa “kepemimpinan”


adalah sebuah fenomena yang usianya telah setua
peradaban dunia ini namun secara keilmuan baru
dikembangkan kurang lebih setengah abad yang lalu.
Pada era ini tema tentang kepemimpinan adalah topik
yang tak kunjung selesai untuk dibahas dan didiskusikan
(Ronda, 2011:9). Secara eksplisit terlihat bahwa deskripsi
dari sebuah organisasi sebagaimana disebutkan oleh
Kaswan di atas dikendalikan oleh sebuah kepemimpinan,
karena tidak mungkin ada organisasi tanpa
kepemimpinan. Atau dengan kata lain, organisasi itu
berhubungan dengan sistem, sedangkan sistem itu
dikendalikan oleh kepemimpinan. Lembaga pendidikan
memiliki sejumlah SDM yang perlu dikelola. SDM
tersebut meliputi menejemen sekolah, tenaga pendidik,
dan tenaga kependidikan.
Kepemimpinan memegang peranan kunci terhadap arah,
tujuan, serta keberhasilan meraih visi sebuah organisasi.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengarahkan,
mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan,
menasihati, membina, membimbing, melatih, menyuruh,
memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau
perlu) dengan maksud agar manusia sebagai bagian dari
organisasi mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan
dirinya sendiri maupun organisasi secara efektif dan
efisien (Machali, 2012). Lembaga pendidikan merupakan
salah satu bentuk organisasi dimana tingkat
keberhasilannya sangat ditentukan oleh faktor
manajemen dan peran kepemimpinan. Kenyataan ini
menunjukkan betapa besar peran kepemimpinan dalam
pendidikan (Yustika, 2020:55). Dalam sebuah organisasi
terdapat sumber daya baik itu human resource maupun
non human resource. Kepemimpinan dalam organisasi
lembaga pendidikan berperan penting dalam mengelola

208
sumber daya tersebut guna mewujudkan visi, misi dan
tujuan lembaga (sekolah). Keberadaan “orang” dalam
sebuah organisasi menjadi kekuatan utama
kepemimpinan. Oleh karenanya dibutuhkan kemampuan
untuk mengelola sumber daya tersebut; atau yang dalam
ilmu kepemimpinan dikenal dengan istilah manajemen
sumber daya manusia (SDM). Kemampuan untuk
mengelola SDM akan membuat sebuah organisasi mampu
bertahan dalam persaingan global dan berhasil mencapai
tujuan (Rachmawati, 2008:1).
Beberapa prinsip berikut ini akan menolong
kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan untuk
memaksimalkan potensi SDM yang ada. Berikut ini
adalah peran kepemimpinan dalam lembaga pendidikan.
Mengelola SDM
1. Perencanaan dan Analisis
Untuk mempermudah proses pengisian jabatan di
sekolah, langkah pertama yang penting untuk
dilakukan oleh pihak menejemen sekolah adalah
analisis jabatan. Langkah paling sederhana adalah
dengan membuat struktur organisasi sekolah.
Struktur organisasi sekolah pada semua jenjang pada
dasarnya hampir sama. Perencanaan sebuah struktur
dalam analisis jabatan juga seringkali dipengaruhi
oleh lingkungan internal (SDM, kemampuan finasial,
dan sarana/prasarana) dan lingkungan eksternal
(situasi lingkungan, hubungan dengan komunitas
pengguna jasa serta jarak dengan pusat kegiatan
pembelajaran). Berikut ini penulis mencoba
menampilkan sebuah contoh struktur pada salah
satu SMA tempat penulis terlibat sebagai Pembina.

209
Struktur di atas hanyalah sebuah contoh. Setiap
sekolah tentu memiliki struktur yang disesuaikan
dengan kondisi internal masing-masing lembaga.
Bagi SMA Kristen Wamena, hasil analisis yang
diperoleh adalah sebagaimana tertera dalam struktur.
Hasil analisis jabatan ini kemudian dipergunakan
untuk maju ke langkah kedua yaitu Perencanaan
Sumber Daya.
Perencanaan SDM adalah sebuat proses yang
direncanakan secara sistematis untuk
mempersiapkan orang yang akan menempati jabatan
sebagaimana struktur analisis jabatan yang telah
dibuat. Dari hasil perencanaan yang matang, sekolah
kemudian melakukan rekrutmen, seleksi, pelatihan
SDM, evaluasi pencapaian serta perencanaan karier
dari anggota organisasi. Salah satu hal yang penting
untuk diperhatikan oleh setiap pengelola lembaga
pendidikan adalah perubahan paradigma dalam
sistem pendidikan nasional. Era kemajuan tehnologi
informasi yang dikenal dengan disrupsi teknologi
memaksa setiap organisasi untuk melakukan
transformasi menejemen, termasuk kepemimpinan di
sekolah.

210
2. Perekrutan
Sebagai tindak lanjut dari upaya perencanaan SDM
yang telah dibuat, rekrutmen pun harus dilakukan
guna mendapatkan the right men in the right place
melalui proses rekrutmen yang efektif. Rekrutmen
dimaksudkan untuk mendapatkan tenaga kerja yang
memiliki kualifikasi serta jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan lembaga pendidikan. Proses rekrutmen
tentu dipublikasikan secara luas dengan menyertakan
syarat-syarat pelamar sesuai kualifikasi yang
diinginkan.
3. Pendelegasian
Setelah proses rekrutmmen berjalan, langkah penting
selanjutnya adalah pendelegasian tugas.
Pendelegasian tugas untuk menempati posisi yang
telah dianalisis dilakukan dengan memperhatikan
SDM yang sudah ada dalam lembaga dan mereka yang
baru direkrut. Proses pendelegasian dilakukan
dengan memperhatikan kapasitas, profesionalitas,
integritas, kapabilitas, dan spiritualitas calon
karyawan. Di lembaga atau perusahaan profit, staf
HRD biasanya bertanggungjawab terhadap proses ini
sebelum memberi rekomendasi kepada pimpinan.
Oleh karena sekolah adalah organisasi yang bergerak
di bidang pedagogik, maka proses seleksi mutlak
diperhatikan dengan seksama karena orang yang
terpilih akan berkontribusi baik langsung maupun
tidak terhadap kualitas anak bangsa di kemudian
hari. Kesalahan pada proses ini akan berdampak fatal
terhadap visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan.
4. Peningkatan Kapasitas
Setelah seluruh jabatan/posisi terisi sesuai yag
diharapkan langkah selanjutnya yang penting untuk
diperhatikan oleh kepemimpinan dalam lembaga
pendidikan adalah pelatihan dan pengembangan.
Proses ini diperlukan karena biasanya karyawan baru
membutuhkan adaptasi dengan sekolah sebagai
lingkungan yang baru, mungkin juga budaya
organisasi yang masih asing, sejumlah SOP

211
organisasi, hirarki berdasarkan struktur dll. Bahkan
biasanya walaupun karyawan yang bersangkutan
adalah orang lama dalam organisasi namun karena
diberi tanggungjawab yang baru sehingga
membutuhkan bimbingan khusus guna memahami
tupoksinya. Pelatihan dan pengembangan dapat
diberikan dalam bentuk orientasi, magang,
menyertakannya dalam pelatihan yang dilaksanakan
lembaga lain, atau secara sengaja lembaga pendidikan
melakukan pelatihan dengan mengundang pemateri
yang berkompeten.
Dibutuhkan langkah-langkah strategis dalam
merencanakan dan melaksanakan pelatihan dan
pengembangan. Bagan berikut ini merupakan
langkah-langkah pelatihan yang direkomendasikan
oleh Rachmawati (2008):

212
5. Manajemen peserta didik
Yang dimaksud dengan manajemen peserta didik
adalah seluruh proses yang direncanakan dengan
terstruktur terhadap peserta didik sejak rencana
pendaftaran calon siswa hingga siswa tersebut
ditamatkan. Dalam organisasi sekolah, proses ini
biasanya didelegasikan oleh Kepala Sekolah kepada
Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) bidang Kesiswaan.
6. Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum adalah upaya perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing),
pelaksanaan (implementating), dan penilaian
(evaluating) terhadap seperangkat pedoman yang
digunakan untuk mencapai tujuan penndidikan di
sekolah. Guna memastikan proses belajar-mengajar
berjalan sesuai kurikulum, seorang kepala sekolah
biasanya dibantu oleh Wakasek Kurikulum.
7. Manajemen Kelas
Kelas adalah sarana di mana sekelompok orang yang
disaebut peserta didik melakukan aktifitas belajar
mengajar dengan guru sebagai mediator. Proses
belajar mengajar tersebut seringkali dipengaruhi oleh
kondisi ideal bahkan tidak jarang ada kondisi tidak
ideal yang dialami. Seorang guru sebagai bagian dari
manajemen pendidikan dituntut untuk mengelola
kelas dalam situasi ideal ataupun tidak demi
mencapai tujuan belajar sesuai yang direncanakan.
Guna memastikan situasi di ruang kelas berjalan ideal
dan kondusif, tanggungjawab manajemen kelas
biasanya diberikan kepada Wali Kelas dan guru
bidang studi yang mengajar.
8. Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Manajemen pembiayaan pendidikan adalah upaya-
upaya inovatif dalam rangka mengelola keuangan
sekolah secara efektif dan efisien yang digunakan
untuk menyelenggarakan proses pembelajaran
sehingga tujuan pembelajaran di suatu lembaga
pendidikan bisa tercapai. Untuk mengawasi sirkulasi

213
keuangan di sekolah, seorang kepala sekolah
biasanya dibantu oleh Kabag Keuangan atau
bendahara sekolah.
9. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Manajemen sarana dan prasarana sering disebut
manajemen materiil, yaitu segenap proses penataan
yang bersangkut-paut dengan pengadaan. Proses ini
berkaitan dengan perencanaan, pengadaan,
pengaturan, penggunaan, penyingkiran atau
penghapusan segala asset baik yang bergerak
maupun tidak bergerak yang dimiliki oleh lembaga
pendidikan. Wakasek Sarana-prasarana (Sarpras)
mendapatkan tugas untuk mengelolabbagian
tersebut.
10. Manajemen SDM
SDM adalah asset utama dari setiap organisasi
termasuk dalam hal ini adalah lembaga pendidikan
atau sekolah. Sekolah memiliki sekumpulan orang
yang bekerjasama guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dan dirumuskan bersama. Dalam konteks
sekolah, mereka adalah kepala sekolah, para wakil
kepada sekolah, dewan guru, dan para staf non guru
yang bekerjasama dalam sebuah lembaga pendidikan;
biasanya disebut tenaga pendidik dan kependidikan.
Seluruh sumber daya manusia tersebut dalam
kepemimpinan seorang kepala sekolah perlu
didampingi dalam bentuk mentoring, supervisi dan
monitoring. Proses manajemen SDM selalu berkaitan
dengan pengembangan kompetensi semua anggota
organisasi secara seimbang dan sesuai tupoksi.
Biasanya bagian ini dipercayakan kepada bagian
pengendali mutu di sekolah.
11. Manajemen Hubungan Masyarakat di Sekolah
Manajemen hubungan masyarakat (Humas) di
sekolah dapat diartikan sebagai upaya mengelola
sumber daya manusia di sekolah agar mampu
melakukan komunikasi, koordinasi dan kerjasama
secara efektif dan efiisien untuk dapat mencapai

214
tujuan sekolah. Komunikasi dan kerjasama
dimaksud berhubungan dengan komunitas internal
dengan masyarakat pengguna jasa pendidikan.
Mengingat pentingnya hubungan masyarakat maka
pada sekolah-sekolah modern telah menambahkan ini
sebagai tanggungjawab dari Wakasek Humas.
Mengevaluasi Hasil
1. Evaluasi
Evaluasi kinerja merupakan evaluasi formal terhadap
tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah.
Evaluasi tersebut sebaiknya didahului dengan
supervisi oleh tenaga yang kompeten.
2. Reward and Punishment
Ada dua hal yang bisa dilakukan oleh yang melakukan
supervise atau pejabat yang lebih tinggi terhadap
kinerja guru yang disupervisi yaitu reward dan
punishment.
Lembaga pendidikan yang efektif dalam kaitannya dengan
sebuah organisasi membutuhkan kepemimpinan yang
handal. Perlu ditegaskan kembali bahwa organisasi
adalah sebuah sistem sedangkan kepemimpinan adalah
sebuah mekanisme yang perlu dibangun dalam sebuah
organisasi agar sistem yang dapat berjalan dengan
maksimal guna mencapai visi organisasi.

215
Daftar Pustaka
Giban, Yoel. Penerapan Teori Belajar dalam Pendidikan
Agama Kristen. Bantul, Yogyakarta: KBM Indonesia,
2022.
Gregory, John Milton. The Seven Laws of Teaching.
Malang, Jawa Tmur: Penerbit Gandum Mas, 2018.
Ismail, Jeffrit Kalprianus. Mutu Manajemen Pendidikan
dan Prinsip Pengelolaan Pendidikan. Dalam Book
Chapter: Manajemen Pendidikan dan Teknologi
Pembelajaran. Editor: Arid Munandar. Bandung,
Jawa Barat: Penerbit Media Sains Indonesia, 2022.
Kaswan. Organisasi: Struktur, Perilaku, Proses Dan Hasil.
Bandung, Jawa barat: Penerbit YRAMA WIDYA,
2021.
Machali, Imam. Kepemimpinan Pendidikan dan
Pembangunan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia,
(2012).
Maxwell, John C. 21 Hukum Kepemimpinan Sejati.
Jakarta: Penerbit Imanuel, 2015.
Munandar Arif. Book Chapter : Manajemen Pendidikan
dan Teknologi Pembelajaran. Bandung, Jawa Barat:
Media Sains Indonesia, 2022.
Nelson, Alan E. Spiritual and Leadership. Bandun: Kalam
Hidup, 2007.
Pidarta, Made. Manajemen Pendidikan Indonesia (Jakarta:
Rineka Cipta, 2004).
Rachmawati, Ike Kusdyah. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2008.
Richards, Lawrence O. A Theology of Christian Education.
Malang, Jawa Timur: Penerbit Gandum Mas, 2021.
Robbins, Stephen P. (1996). Perilaku Organisasi Edisi ke 7
(jilid ll). Jakarta: Prehallindo
Ronda, Daniel. (2011). Leadership Wisdom: Antologi
Hikmat Kepemimpinan. Bandung: Yayasan Kalam
Hidup.

216
Rush, Myron. Manajemen Menurut Pandangan Alkitab.
Malang, Jawa Timur: Penerbit Gandum Mas, 2021.
Octavianus, Petrus. Solusi Masalah Bangsa Indonesia,
Kalau dan Pasti. Batu, jawa Timur: Petrus
Octavianus Institute, 2009.
Otazo, Karen. Kebenaran Tentang Menjadi Pemimpin.
Indonesia: Penerbit Erlangga, 2008.
Simanjuntak, Junihot. Filsafat Pendidikan dan
Pendidikan Kristen. Yogyakarta: Penerbit ANDI,
2013.
Syafar, Djunawir. Teori Kepemimpinan Dalam Lembaga
Pendidikan Islam. TADBIR : Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam Volume 5, Nomor 1 : Februari 2017
147
Tomatala, Yakob. Pemimpin Yang Handal: Pengembangan
Sumber Daya Manusia Kristen Menjadi Pemimpin
Kompeten. Jakarta: YT Leadership , 1996.
Tomatala, Yacob. Kepemimpinan Kristen: Mencari Format
Kepemimpinan Gereja yang Kontekstual di Indonesia.
Jakarta: YT Leadership Foundation, 2002
Wiyani, Novan Ardy. Dasar-dasar dan Teori Pendidikan.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2001.
Wiyani, Novan Ardy. Konsep Dasar Manajemen
Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2022.
Yustika, Syarifah Nur Syamsiyah. Peran Kepemimpinan
Dalam Organisasi Lembaga Pendidikan Islam.
PRODU: Prokurasi Edukasi Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam [P-ISSN: 2721-270X] Volume 2,
Nomor 1, Special Issue, Desember 2020 [E-ISSN:
2721-3439]

217
Profil Penulis
John Jonathan Nap, S.Th., M.Pd.
Penulis adalah aktifis dan praktisi pendidikan
di pedalaman Papua. Dilahirkan sebagai
anak pertama dalam keluarga guru yang
mengabdi selama puluhan tahun di
pedalaman Papua memotivasi penulis untuk mengikuti
jejak ayah dengan terlibat membuka dan mengajar di
sejumlah lembaga pendidikan di Papua.
Menyelesaikan pendidikan S1 pada Sekolah Tinggi Teologi
Injili Indonesia (STTII) Yogyakarta tahun 1999, dan
kemudian melanjutkan studi Magister Pendidikan pada
Prodi S2 Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Tinggi
Teologi (STT) Arastamar Wamena, Kabupaten Jayawijaya
Provinsi Papua.
Email penulis : esjulin2020@gmail.com

218
15
MANAJEMEN TENAGA
KEPENDIDIKAN

Melkisedek Sesfao, M.Pd


SMP Negeri Mbua, Kabupaten Nduga Provinsi Papua
Pegunungan

Latar Belakang

Tantangan pendidikan yang sangat besar yang membuat


mutu pendidikan mengalami keterpurukan baik dalam
hal pengetahuan maupun dalam nilai-nilai moral
membuat sistem pendidikan Indonesia belum mampu
beranjak ke jenjang lebih baik lagi. Banyak hal yang di
nilai menjadi factor penyebab masalah tersebut
diantaranya adalah manejeman Tenaga Kependidikan.
Salah satu aspek penting dalam sistem pendidikan adalah
dengan adanya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
Tenaga pendidik dan kependidikan memegang peranan
penting dalam pembentukan karakter bangsa melalui
pengembangan kepribadian. Dewasa ini peranan pendidik
dan tenaga kependidikan seakan-akan terkesampingkan
dengan adanya kemajuan teknologi. Perkembangan
teknologi yang semakin canggih seperti menghipnotis
peserta didik untuk lebih terfokus pada teknologi
dibandingkan dengan pendidiknya. Akan tetapi apabila
dipandang dari dimensi pembelajaran dan proses
pendidikan, keberadaan pendidik tetaplah dominan
karena adanya dimensi dari pendidik yang tak bias
digantikan oleh teknologi. Fungsi mereka tidak akan bisa
seluruhnya dihilangkan sebagai pendidik dan pengajar
bagi peserta didiknya. Begitu pun dengan tenaga
kependidikan, mereka bertugas melaksanakan

219
administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan,
dan pelayanan teknis untuk menunjang proses
pendidikan pada satuan pendidikan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dibutuhkan
adanya tenaga kependidikan yang profesional di setiap
unit kerja. Oleh karenanya, sekarang ini sedang
digalakkan program peningkatan mutu pendidikan pada
setiap jenis dan jenjang pendidikan yang telah menjadi
komitmen nasional serta peningkatan manajemen
pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia.

Pengertian dan Jenis-Jenis Tenaga Kependidikan

Pengertian Tenaga Kependidikan


Manajemen tenaga kependidikan didefinisikan sebagai
kegiatan menggerakkan orang lain untuk mencapai
tujuan pendidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang pelaksanaan pendidikan. Sedangkan
pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, tutor, instruktur, fasilitator dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Adapun guru adalah pendidik professional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Rugaiyah,
Sismiati, 2011, pp. 79–80). Selanjutnya tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan (UU No.20 tahun 2003 pasal
1,BAB 1 ketentuan umum). Tenaga kependidikan
merupakan tenaga yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan,dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan pada satuan pendidikan (Undang-
Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan
Nasional, 2010, p. Pasal 39 (1)) Dimana tenaga

220
kependidikan tersebut memenuhi syarat yang ditentukan
oleh undang-uandang yang berlaku, diangkat oleh pejabat
yang berwenang, diserahi tugas dalam suatu jabatan dan
digaji pula menurut aturan yang berlaku.
Tenaga kependidikan berbeda dengan tenaga personil
(tenaga lembaga pendidikan). Lembaga pendidikan
merupakan organisasi pelaksana pendidikan dan
pengelola penyelenggara pendidikan. Tenaga pendidikan
termasuk personil yang ada di dalam lembaga pendidikan,
tetapi tidak semua personil yang ada di dalam lembaga
pendidikan dapat disebut tenaga pendidikan. Tenaga
kependidikan adalah tenaga- tenaga (personil) yang
berkecimpung di dalam lembaga atau organisasi
pendidikan yang memiliki wawasan pendidikan
(memahami falsafah dan ilmu pendidikan), dan
melakukan kegiatan pelaksanaan pendidikan (mikro atau
makro) atau penyelenggaraan pendidikan.
Menurut UU No.20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2, pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan
dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi (Undang-Undang No.20 Tahun 2003
Tentang Sistim Pendidikan Nasional, 2010, p. Pasal 39
Ayat 2).
1. Jenis-Jenis Tenaga Kependidikan
Jika ditinjau dari statusnya, maka pada lembaga
negeri terdapat pegawai tetap, pada lembaga swasta
terdapat pegawai yang diperbantukan, pegawai
yayasan dan pegawai honorer. Lebih jauh Arikunto
menjelaskan jenis personil pendidikan dan tenaga
kependidikan bila ditinjau dari tugasnya yaitu :
a. Tenaga pendidik
Tenaga pendidik terdiri atas pengajar,
pembimbing, penguji, dan pelatih.
b. Tenaga Fungsional kependidikan

221
Tenaga Fungsional kependidikan terdiri atas
penilik, pengawas, peneliti, dan pengembang di
bidang pendidikan dan pustakawan.
c. Tenaga Teknis Kependidikan
Tenaga Teknis Kependidikan terdiri atas laboran
dan teknisi sumber belajar.
d. Tenaga pengelola satuan pendidikan
Tenaga pengelola satuan pendidikan terdiri atas
kepala sekolah, direktur, ketua, rector, dan
pimpinan satuan pendidikan luar sekolah.
e. Tenaga administratif
Tenaga administrati terdiri atas staf tata usaha
(Arikunto, 2013, p. 164)
Sementara Bakri menyebutkan bahwa yang di
maksud dengan tenaga kependidikan adalah:
2. Kepala Satuan Pendidikan
Kepala satuan Pendidikan adalah orang yang di beri
wewenang dan tanggung jawab untuk memimpin
satuan Pendidikan tersebut. Kepala Satuan
Pendidikan harus mampu melaksanakan peran dan
tugasnya sebagai educator, manajer, administrator,
supervisor, leader, inovatif, motivator, figure dan
mediator (Mulyasa, 2012, p. 67). Istilah lain untuk
kepada Satuan Pendidikan adalah Kepala Sekolah
untuk Satuan Pendidikan SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, SMK, Rektor untuk Universitas, Ketua
untuk Sekolah Tinggi, dan Direktur untuk Politeknik
(Bakri, 2022).
Lebih jauh Bakri menjelaskan menyebutkan bahwa
Tenaga kependidikan adalah orang yang
berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pendidikan di
satuan Pendidikan, walaupun secara tidak langsung
secara tidak langsung terlibat dalam proses
Pendidikan. Tenaga atau orang-orang tersebut
diantaranya:

222
a. Wakil-Wakil atau Kepala urusan umum;
merupakan pendidik yang mempunyai tugas
tambahan dalam bidang tertentu untuk
membantu Kepala Satuan Pendidikan dalam
menyelenggarakan Pendidikan di satuan tersebut.
Contonya adalah Kepala Urusan Kurikulum.
b. Tata Usaha, adalah Tenaga Kependidikan yang
bertugas dalam bidang administrasi instansi
tersebut. Tugas sebagai administrator
diantaranya: administrasi surat menyurat dan
pengarsipan, Administrasi Kepegawaian,
Administrasi Peserta didik, Administrasi
Keuangan, Administrasi Inventaris dan lain-lain.
c. Laboran, adalah petugas khusus yang
bertanggung jawab terhadap alat dan bahan di
laboratorium.
d. Pustakawan, adalah petugas khusus yang
bertanggungjawab mengatur semua yang
berhubungan dengan perpustakaan sekolah.
e. Pelatih Ekstrakurikuler, adalah petugas khusus
yang diangkat untuk melaksanakan tugas sebagai
Pembina kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
f. Petugas Keamanan (penjaga sekolah) dan petugas
kebersihan sekolah (Bakri, 2022)
3. Pengadaan Tenaga Kependidikan
Pengadaaan pegawai merupakan kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan pegawai pada suatu lembaga,
baik jumlah maupun kualitasnya. Untuk
mendapatkan pegawai yang sesuai dengan
kebutuhan, dilakukan kegiatan recruitment, yaitu
usaha untuk mencari dan mendapatkan calon-calon
pegawai yang memenuhi syarat sebanyak mungkin,
untuk kemudian dipilih calon terbaik dan tercakap.
Untuk kepentingan tersebut perlu dilakukan seleksi,
melalui ujian lisan, tulisan dan praktek. Namun
adakalanya, pada suatu organisasi, pengadaan
pegawai dapat didatangkan secara intern atau dari
dalam organisasi saja, apakah melalui promosi atau

223
mutasi (Suharno, 2002, p. 23). Selanjutnya,
pengertian seleksi menurut beberapa ahli, seperti:
a. Hasibuan (2011), seleksi karyawan adalah suatu
kegiatan pemilihan dan penentuan pelamar yang
diterima atau yang ditolak untuk menjadi
karyawan dalam perusaan tersbut (Hasibuan,
2011).
b. Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003), seleksi
karyawan adalah serangkaian langkah kegiatan
yang di laksanakan untuk memutuskan apakah
seorang pelamar diterima atau ditolak, dalam
suatu instansi tertentu setelah menjalani
serangkaian tes yang telah di laksanakan
(Rosidah, 2003).
c. Menurut Siagian (2015), seleksi karyawan adalah
berbagai langkah spesifik yang diambil untuk
memutuskan pelamat mana yang akan di terima
dan pelamar mana yang akan di tolak (Siagian,
2015).
d. Bangun(2012), seleksi karyawan adalah proses
pem ilihan calon karyawan yang memiliki
kualifikasi sesuai dengan persyaratan pekerjaan
yang dilakukan untuk mengurangi sebagian
jumlah pelamar, sehingg adiperoleh calon
karyawan yang terbaik (Bangun, 2012)
e. Simamora (2004), seleksi karyawan adalah proses
pemilihan dari sekelompok pelamar yang paling
memenuhi kriteria seleksi untuk posisi yang
tersedia di dalam perusahaan (Simamora, 2004)
Seleksi di Sekolah dapat di lakukan sebagai langkah
pengadaaan tenaga kependidikan dalam sebuah
sekolah. Pengadaan tenaga kependidikan di lakukan
apabila:
a. Ada perluasan pekerjaan yang harus dicapai yang
disebabkan oleh karena tujuan lembaga atau
karena tambahan besarnya beban tugas sehingga
tidak terpikul oleh tenaga-tenaga yang sudah ada.

224
b. Ada salah satu atau lebih pegawai yang keluar
atau mutasi ke kantor lain, atau karena
meninggal sehingga ada lowongan formasi baru
(Arikunto, 2013, p. 167)
Untuk mendapatkan pelamar yang jumlahnya
sebanyak mungkin, perekrutan (recruitmen) harus
dilakukan dengan cara yang baik. Sumber tenaga
kerja, terbagi menjadi dua yaitu dari dalam ( Iinternal
) dan dari luar (eksternal) perusahaan. Sumber tenaga
kerja dari dalam adalah tenaga kerja yang diambil dari
dalam perusahaan dalam cara ini sangat diperlukan
informasi kualifikasi pegawai (prestasi, latar belakang,
dan pertimbangan lain). Rekruitmen seperti ini
biasanya diperuntukan untuk pengembangan karir,
promosi jabatan dalam lingkungan kerja yang sama,
dan promosi mutasi kerja. Sumber tenaga kerja dari
luar (external) yaitu mengambil tenaga kerja dari luar
perusahaan. Perekrutan dengan cara ini dilakukan
dengan menerima lamaran-lamaran dan berlaku
umum bagi yang memenuhi persyaratan. Metode ini
lebih cenderung positif karena tenaga kerja yang
diterima adalah tenaga kerja dengan mutu terbaik dan
memenuhi persyaratan secara maksimum (Arikunto,
2013, p. 168). Cara pengadaan tenaga kependidikan
seringkali dilakukan melalui seleksi. Seleksi
merupakan suatu proses pengambilan keputusan
dimana individu dipilih untuk mengisi suatu jabatan
berdasarkan pada penilainan terhadap seberapa
besar karakteristik individu yang bersangkutan ,
sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh jabatan
tersebut (Tim dosen, 2009 : 237). Seleksi bertujuan
untuk mendapatkan dan mencocokan secara benar
dengan pekerjaan untuk memenuhi kualifikasi
sebagai mana tercantum dalam job description. Irianto
(2001), ada toga tujuan utama pelaksanaan seleksi,
yaitu:
a. Membantu Lembaga membuat keputusan tentang
individu yang memiliki karakteristik yang paling
memadu dengan atau memenuhi persyaratan
jabatan atau pekerjaan yang lowong.

225
b. Memastikan bahwa calon pekerjaan yang di
tawarkan dan Lembaga secara keseluruhan dapat
memungkin mereka dapat membuat keputusan
yang tepat untuk bergabung atau tidak.
c. Dari fakta yang tak terhindarkan adalah bahwa
dalam proses seleksi terdapat penyimpitan bidang
calon pekerjaan yang di butuhkan yang akhirnya
mengarahkan pada penawaran pekerjaan pada
satu orang atau sekelompok yang memiliki
komptensi (Irianto, 2001, p. 23)
Dalam proses seleksi, para pelamar harus melewati
tiga tahap, yaitu (1) Praseleksi, (2) seleksi, (3) Pasca
seleksi. Tahapan seleksi merupakan tahap dimana
terjadi penolakkan dan penerimaan pelamar yang
melibatkan daftar kemampuan pelamar, bagian
personalia, pembuatan kontrak dan penempatan
pegawai. Tahapan-Tahapan dalam seleksi dan
penjelasannya adalah:
a. Praseleksi adalah tahapan bahwa suatu sistem
keputusan yang dijabarkan dalam bentuk
prosedur dan kebijakan sistem dapat membantu
memfokuskan upaya organisasi dalam mencapai
tujuan seleksi.
b. Seleksi adalah tahapan penting dimana dilakukan
penyelidikan refrensi dan latar belakang mereka
yang lolos proses penyaringan awal. Dalam
konteks ini , ada dua aspek yang harus dicermati,
yaitu penilaian data dan pelamar, serta implikasi
tanggung jawab dari keputusan seleksi.
c. Pasca seleksi adalah tahapan dimana para
pelamar dievaluasi hasilnya berdasarkan data
pelamar dan pertimbangan efektifitas pelamar
untuk melakukan pekerjaannya.
Pasal 2 PP No.13 Tahun 2002 Badan Kepegawaian
Negara secara terperinci disebutkan bahwa yang
dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah :
a. Warga Negara Indonesia

226
b. Berusia serendah-rendahnya 18 tahun dan
setinggi-tingginya 35 tahun
c. Tidak pernah dihukum atau dipenjara
kurunganberdasarkan keputusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum
d. Tidak pernah terlibat dalam suatu gerakan yang
menentang Pancasila, UUD 1995, negara dan
pemerintah
e. Tidak pernah diberhentikan dengan
hormatsebagai pegawai suatu instansi, baik
instansi pemerintah atau swasta
f. SKKB
g. Surat kesehatan
h. Daftar riwayat hidup
i. Tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri lain
ataupun Calon Pegawai Negeri
j. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian
yang diperlukan
k. Berkelakuan baik
l. Berbadab sehat
m. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah negara
Republik Indonesia
n. Mematuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan (Suharsimi
Arikunto, 2013 : 170).

Pengangkatan dan Penempatan Tenaga Kependidikan

Setelah diperoleh dan ditentukan calon pegawai yang


akan diterima, kegiatan selanjutnya adalah
mengusahakan supaya calon pegawai tersebut menjadi
anggota organisasi yang sah sehingga mempunyai hak
dan kewajiban sebagai anggota organisasi atau lembaga.
Di Indonesia, untuk pegawai negeri sipil, promosi atau
pengangkatan pertama biasanya sebagai calon PNS
dengan masa percobaan satu atau dua tahun, kemudian

227
ia mengikuti latihan prajabat, dan setelah lulus diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil penuh. Setelah
pengangkatan pegawai, kegiatan berikutnya adalah
penempatan atau penugasan. Dalam penempatan atau
penugasan ini diusahakan adanya kongruensi yang tinggi
antara tugas yang menjadi tanggung jawab pegawai
dengan karakteristik pegawai. Untuk mencapai tingkat
kongruensi yang tinggi dan membantu personil supaya
benar-benar siap secara fisik dan mental untuk
melaksanakan tugas-tugasnya, perlu dilakukan fungsi
orientasi, baik sebelum atau sesudah penempatan
(Suharno, 2008 : 24 ).
1. Pengangkatan Tenaga Kependidikan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Undang- Undang Nomor Tahun 1999 pokok-pokok
Kepegawaian terdapat klasifikasi sebagai berikut:
a. Pegawai negeri, yaitu mereka yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat
dengan gaji menurut peraturan pemerintah yang
berlaku dan dipekerjakan dalam suatu jabatan
negeri oleh pejabat negara atau badan negara
yang berwenang.
b. Pegawai Negara, yaitu pegawai atau pejabat-
pejabat yang diangkat untuk menduduki jabatan
negara untuk satu periode tertentu, misalnya,
presiden, menteri, anggota DPR/MPR, kepala
daerah, anggota DPA dan lain sebagainya (
Suharsimi Arikunto, 2013 : 171 ).
Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu contoh
dari pegawai negeri. Pegawai Negeri Sipil yang
diangkat untuk pertama kali dalam jabatan guru
harus memenuhi syarat :
a. Berijazah paling rendah Sarjana (S1) atau
Diploma IV (D-IV) dan bersertifikat pendidik.
b. Pangkat paling rendah Penata Muda, golongan
ruang III/a.

228
c. Memiliki kinerja yang baik yang dinilai dalam
masa program induksi, dan
d. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
(DP-3) paling kurang bernilai baik dalam satu
tahun terakhir (Hartani, 2011 : 112).
Surat keputusan pengangkatan pertama kali dalam
jabatan guru dibuat menurut contoh formulir yang
sudah disediakan sesuai peraturan perundang-
undangan. Pengangkatan PNS dari jabatan lain ke
dalam jabatan guru dapat dipertimbangkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Memenuhi syarat yang ditetapkan peraturan
perundang-undangan.
b. Memiliki pengalaman sebagai guru paling singkat
dua tahun, dan
c. Usia paling tinggi 50 tahun (Hartani, 2011 : 112).
Pangkat yang ditetapkan bagi PNS adalah sama
dengan pangkat yang dimilikinya, sedangkan jenjang
jabatannya ditetapkan sesuai dengan jumlah angka
kredit yang diperoleh setelah memulai penilaian dan
penetapan angka kredit dari pejabat yang berwenang
yang berasal dari unsur utama dan unsur penunjang.
Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud,
pengangkatan PNS dalam jabatan fungsional guru
dilaksanakan sesuai formasi jabatan fungsional,
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pengangkatan PNS Pusat dalam jabatan
fungsional guru dilaksanakan sesuai formasi
jabatan fungsionalguru yang ditetapkan oleh
Menteri yang bertanggungjawab dibidang
pendayagunaan aparatur negara setelah
mendapat pertimbangan Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
b. Pengangkatan PNS Daerah dalam jabatan
fungsional guru dilaksanakan sesuai formasi
jabatan fungsional. Guru ditetapkan oleh Kepala

229
Derah masingh-masing setelah mendapat
persetujuan tertulis Menteri yang
bertanggungjawab dibidang pendayagunaan
aparatur negara dan setelah mendapat
pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara
(Hartani, 2011 : 112).
2. Penempatan Tenaga Kependidikan
Penempatan seorang PNS dalam pangkat ini
menunjukan wewenang dan tanggung jawab atas
tugas yang diberikan kepadanya. Pegawai diserahi
tugas dan digaji berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan diangkat dalam jabatan
dan pangkat tertentu.Tahap penempatan dan
penugasan merupakan tahap yang paling kritis
dimana kesalahan pada penempatan dan penugasan
karena mengakibatkan konflik pada suatu lembaga.
Prinsip dasar penempatan dan penugasan pegawai
adalah kesesuaian tugas dengan kemampuan yang
dimiliki pegawai tersebut yaitu The Right Man On The
Right Place dimana harus memperhatikan bidang
keahlian yang dimiliki oleh tenaga kependidikan.
Perwujudan penempatan yang tepat pada jabatan
yang tepat, akan membawa hasil yang lebih baik bagi
lembaga (Suharsimi Arikunto, 2011 : 173 ).
Menurut PP No. 100 Tahun 2000 Tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah
diubah dengan PP Nomor 13 Tahun 2002 bahwa
pengangkatan dan penempatan harus memiliki
kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan
dimana akan mendukung pelaksanaan tugas dalam
jabatannya secara profesional, khususnya dalam
upaya penerapan kerangka teori, analisis maupun
metodologi pelaksanaan tugas dalam jabatannya
(Suharsimi Arikunto, 2011 : 174 ). Selain yang
disebutkan di atas, PNS juga harus memiliki
kompetensi jabatan yang diperlukan. Kompetensi
yang dimaksud yaitu kemampuan dan karakteristik
yang dimiliki seseorang berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku yang sesuai dalam
pelaksanaan tugas dalam jabatannya, sehingga dapat

230
dapat melaksanakan tugasnya secara efisien dan
efektif. Apabila hal tersebut terlaksana maka akan
tercipta keselarasan dalam penempatan atau
penugasan dengan hasil yang diperoleh.

Pembinaan dan Pengembangan Tenaga Kependidikan

Teknologi dan informasi sekarang ini sudah berkembang


dengan pesatnya sehingga diperlukan tenaga
kependidikan yang bisa mengimbangi perkembangan
teknologi saat ini agar tidak tertinggal. Sehubungan
dengan hal tersebut perlu adanya pengembangan tenaga
kependidikan. Pengembangan tenaga kependidikan sering
juga di katakan sebagai peningkatan tenaga kependidikan
atau peningkatan profesi. Pembinaan tenaga pendidik dan
kependidikan merupakan strategi untuk memenuhi
kebutuhan organisasi pendidikan di masa depan.
Pembinaan tenaga kependidikan diadakan dalam upaya
mengelola dan mengendalikan pegawai selama
melaksanakan kerja di lembaga/sekolah. Dalam upaya
pembinaan tenaga kependidikan, dapat dilaksanakan
melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan
pelatihan merupakan upaya peningkatan pegawai agar
lebih berkualitas dalam kenerjanya (Rugaiyah, 2011 : 80).
Kebijakan strategis pembinan dan pengembangan profesi
dan karier tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah
daerah atau pemerintah ditetapkan oleh peraturan
menteri (Hartani, 2011 : 121). Dengan adanya
pengembangan tenaga kependidikan ini, tenaga pendidik
dan tenaga kependidikan dituntut untuk
mengembangkan dirinya dalam berbagai aspek
pendidikan. Upaya pengembangan yang dimaksud bisa
dilaksanakan secara individual dan melalui organisasi
profesi. Upaya pengembangan atau peningkatan profesi
secara individual dapat dilakukan melalui berbagai cara
sebagai berikut :
1. Peningkatan melalui penataran
2. Peningkatan profesi melalui belajar sendiri
3. Peningkatan profesi melalui media massa

231
Salah satu usaha peningkatan dan pembinaan pegawai
adalah dengan adanya promosi atau kenaikan pangkat.
Sebagaimana telah disebutkan diatas, pembinaan
pegawai didasarkan pada system karier dan system
prestasi kerja.
1. Sistem karier
Sistem karier yaitu suatu system kepegawaian dimana
untuk pengangkatan pertama dilakukan berdasarkan
kecakapan yang bersangkutan. Dalam system ini
dimungkinkan seorang pegawai mendapat kenaikan
angkat tanpa ujian jabatan. System karier dibagi
menjadi dua, yaitu system karier terbuka dan system
karier tertutup. Pada system karier terbuka, semua
warga Negara berkesempatan menduduki jabatan
dalam suatu unit organisasi. Sedangkan pada system
karier tertutup, jabatan dalam suatu unit organisasi
hanya dapat didudui oleh pegawai yang telah ada
dalam suatu organisasi tersebut.
2. Sistem prestasi kerja
Yang dimaksud dengan sistem prestasi kerja adalah
suatu system kepegawaian dimana untuk
pengangkatan seseorang dalam suatu jabatan
didasarkan pada kecakapan atau prestasi yang telah
dicapai oleh orang tersebut. Dimana prestasi yang
dimaksud adalah prestasi yang sudah dibuktikan
secara nyata.

Pemberhentian Tenaga Kependidikan

Pemberhentian pegawai merupakan fungsi personalia


yang menyebabkan terlepasnya pihak organisasi dan
personil dari hak dan kewajiban sebagai lembaga dan
tempat bekerja dan sebagai pegawai. Untuk selanjutnya
mungkin masing-masing pihak terikat dalam perjanjian
dan ketentuan sebagai bekas pegawai dan bekas lembaga
tempat kerja. Dalam kaitannya dengan tenaga
kependidikan di sekolah, khususnya pegawai negeri sipil,
sebab-sebab pemberhentian pegawai ini dapat
dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu:

232
1. Pemberhentian atas permohonan sendiri,
2. pemberhentian atas Dinas atau pemerintah, 0
3. pemberhentian sebab lain-lain (Suharno, 2002, p. 24)
Pemberhentian atas permohonan pegawai sendiri,
misalnya karena pindah lapangan pekerjaan yang
bertujuan memperbaiki nasib. Pemberhentian oleh dinas
atau pemerintah bisa dilakukan dengan beberapa alasan
berikut :
1. Pegawai yang bersangkutan tidak cakap dan tidak
memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-
tugasnya dengan baik.
2. Perampingan atau penyaderhanaan organisasi.
3. Peremajaan, biasanya pegawai yang telah berusia 50
tahun dabn berhak pensiun harus diberhentikan
dalam jangka waktu satu tahun.
4. Tidak sehat jasmani dan rohani sehingga tidak dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
5. Melakukan pelanggaran tindak pidana sehingga
dihukum penjara atau kurungan.
6. Melanggar sumpah atau janji pegawai negeri sipil
(Suharno, 2002, p. 25).
Sementara pemberhentian karena alasan lain
penyebabnya adalah pegawai yang bersangkutan
meninggal dunia, hilang habis menjalani cuti di luar
tanggungan negara dan tidak melaporkan diri kepada
yang berwenang, serta telah mencapai batas usia pensiun.
Pemberhentian atau pensiunan Pegawai Negara Sipil
(PNS) atau yang di kenal sekarang sekarang dengan istilah
Aparatur Sipil Negara (ASN) diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 32 Tahun 1979. Menurut Rugiyah
pemberhentian PNS dapat tejadi karena permintaan
sendiri, mencapai batas usia pensiunan, adanya
penyerdehanan organisasi, tidak cakap jasmani atau
rohani, meninggalkan tugas, meninggal dunia atau hilang
dan lain-lain. Dalam pemahaman secara umum
pemberhentian dan pemensiunan merupakan konsep

233
yang sama, yaitu sama-sama terjadi pemutusan kerja.
Pemensiunan adalah pemberhentian karyawan ( Tenaga
Kependidikan) atas keinginan lembaga, undang-undang,
atau keinginan karyawan sendiri. Pemberhentian harus
didasarkan UU No. 12 Tahun 1964 KUHP dan Seizin
Panitia Perselisihan Pegawai dan Perusahaan Daerah
(P4D) (Rugaiyah, Sismiati, 2011, p. 96). Setelah
mengalami pemensiunan, seseorang akan memperoleh
hak-hak sesuai ketentuan. Hak pensiunan PNS diatur
dalam Undang-undangan No. 11 tahun 1969. Pensiunan
maksudnya adalah berhentinya seseorang yang telah
selesai menjalankan tugasnya sebagai pegawai negeri sipil
karena telah mencapai batas yang telah ditentukan atau
karena menjalankan hak atas pensiunannya. Batas usia
seseorang ini dapat diperpanjang menjadi:
1. 65 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku
jabatan ahli peneliti dan peneliti, guru besar, lektor
kepala dan lektor, dan jabatan lain yang ditentukan
oleh presiden,
2. 60 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku
jabatan eselon I dan eselon II, pegawai, guru Taman
Kanan-Kanak sampai Sekolah Menengah Atas (Kepala
sekolah dan pengawas),
3. 65 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku
jabatan sebagai hakim (Rugaiyah, Sismiati, 2011, p.
97).
Akhirnya dari semua uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa manajemen tenaga kependidikan merupakan
rangkaian proses dan tata cara untuk memaksimalkan
kinerja tenaga kependidikan sesuai dengan tugas dan
fungsinya.Untuk meningkatkan profesionalisme tenaga
kependidikan, implementasi dari rangkaian proses
manajemen tenaga kependidikan seperti, pengadaan
tenaga kependidikan, pengangkatan dan penempatan
tenaga kependidikan, pembinaan dan pengembangan
tenaga kependidikan, dan pemberhentian tenaga
kependidikan harus sesuai dengan undang-undang yang
berlaku. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, diperlukan
kerjasama antara pemerintah sebagai penyedia fasilitas

234
pendidikan, tenaga kependidikan sebagai pelaksana
program kerja pendidikan, dan pedidik sebagai peserta
penerima program kerja pendidikan secara maksimal.

235
Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan
(Edisi 2). Bumi Aksara.
Bakri. (2022). Jenis Tenaga Kependidikan. 9.
Bangun, W. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Erlangga.
Hasibuan, M. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bumi Aksara.
Irianto, J. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Insan Cendekia.
Mulyasa, E. (2012). Manajemen dan kepemimpinan
kepala sekolah. In Jakarta: Bumi Aksara.
https://doi.org/10.1021/cg9006229
Rosidah, S. dan. (2003). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Graha Ilmu.
Rugaiyah, Sismiati, A. (2011). Profesi Kependidikan.
Ghalia Indonesia.
Siagian, S. P. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bumi Aksara.
Simamora, H. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia.
STIE YKPN.
Suharno. (2002). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Ombak.
Suryosubroto, B. (2004). Manajemen Pendidikan di
Sekolah (2nd ed.). Rineka Cipta.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistim
Pendidikan Nasional. (2010). 100.

236
Profil Penulis
Melkisedek Sesfao, M.Pd
Penulis dilahirkan di Oeleon Kec. Fautmolo
Kabupaten Timor Tengah Selatan – Nusa
Tenggara Timur pada tanggal 7 Mei 1976.
Menyelesaikan Pendidikan Dasar sampai
Pendidikan Menegah Atas di Nusa Tenggara
Timur, S1 Teologi di STT Pemulihan Surabaya – Jawa Timur
(2002): Strata Satu Theologi (S1/S. Th), Akta Mengajar IV S1
Pendidikan Agama Kristen (S. PAK) di STAK Diaspora Wamena
(2005), Akta Mengajar IV Pendidikan Bahasa Inggris (S.Pd) di
Universitas PGRI NTT (2007). S-2 Magister Pendidikan Kristen,
Konsentrasi Administrasi Pendidikan (M. Pd) di STT Arastamar
Wamena (2018) dan S-3 Pendidikan Agama Kristen Program di
STT Ekumene Jakarta (sedang penilitian akhir), Pendidikan
Profesi Guru di Universitas Cenderawasih Jayapura (juli 2022 –
Desember 2022) Pengalaman kerja di awali sebagai guru
Sekolah Dasar di SD-SMP KBT Muliama, Kabupaten Jayawijaya
sebagai Guru bidang studi Bahasa Inggris dan tugas tambahan
sebagai Kepada Sekolah (2006 – 2008), selanjutnya mengajar
sebagai guru Mata pelajaran Bahasa Inggris di SMP Advent
Sogokmo Kabupaten Jayawijaya, 2008-2010) Guru dan Kepala
di SD Inpres Yigi Kabupaten Nduga, Provinsi Papua (2010 –
2018), Guru Bahasa Inggris dan Kepala Sekolah di SMP Negeri
Mbua Kabupaten Nduga, Provinsi Papua (2018 – 2019). Selain
berprofesi sebagai guru, penulis sebagai dosen di STT
Arastamar Wamena Kabupaten Jayawijaya 2016 – sekarang,
STT Levinus Rumaseb Sentani Kabupaten Jayapura, Provinsi
Papua (2018 – sekarang). Penulis juga aktif mengikuti berbagai
kegiatan workshop dan pelatihan sebagai guru, kepala sekolah,
instruktuk kurikulum 2013, tim penilai angka kredit guru,
Tenaga Audit Mutu Intenal Perguruan Tinggi serta kegiatan lain
untuk meningkatkan kualitas diri sebagai pendidik. Penulis
juga aktif dalam kelompok diskusi ilmiah baik sebagai peserta
maupun sebagai nara sumber serta menulis beberap Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) maupun Penilitian Tindakan Sekolah
(PTS) yang dapat di gunakan sebagai acuan perbaikan
pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran dan administrasi di
Sekolah. E mail:menarakristo@gmail.com

237
238
16
MANAJEMEN SISWA

Esther Carolina Agustina Nap, S.Pd.


PAUD Humbolt Jayapura Papua

Pendahuluan

Bab ini akan membahas tentang Menejemen Siswa; isu


yang menjadi konsen dari setiap lembaga pendidikan.
Menejemen siswa adalah sebuah upaya lembaga
pendidikan dalam mengelola peserta didik demi
efektivitas pembelajaran. Penulis mendefinisikannya
sebagai aktifitas sekolah terhadap siswa (peserta didik)
mulai dari tahap rekruitmen hingga penamatan. Atau
mulai dari tahap masyarakat menitipkannya hingga
masyarakat menerimanya kembali. Siswa merupakan
bagian terpenting dalam suatu lembaga pendidikan atau
dengan kata lain siswa adalah ide dasar terbentuknya
sebuah lembaga pendidikan. Tanpa siswa lembaga
pendidikan tidak dapat berbuat apa-apa dan kehilangan
fungsinya. Oleh karenanya siswa yang menjadi obyek
utama lembaga pendidikan perlu ditata (dikelola)
keberadaanya sehingga proses KBM dapat berjalan
maksimal sesuai visi utama lembaga pendidikan.
Menejemen siswa memegang peran penting dalam
pengelolaan siswa.

Pengertian Peserta Didik

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1


ayat 4 dinyatakan bahwa peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur,

239
jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Wiyani, 2022;15).
Ada sejumlah terminologi mengenai peserta didik dalam
konteks pendidikan Indonesia yaitu siswa, murid, anak
didik, pembelajar, subjek didik, warga belajar dan atau
santri (Rifa’i, 2018:1). Penulis akan menggunakan istilah
baku yang dipergunakan dewasa ini yakni “peserta didik”,
sambil sesekali menggunakan sinonim yang lain. Ada tiga
frasa yang dijumpai pada bagian akhir dari undang-
undang tersebut yang perlu untuk dimaknai secara baik
oleh para pengelola lembaga pendidikan yakni jalur
pendidikan, jenjang pendidikan, dan jenis pendidikan.
Arifin (2003:35) menjabarkannya sebagai berikut:
1. Jalur pendidikan yaitu wahana yang dilalui peserta
didik untuk mengembangkan potensi diri dalam
suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan
pendidikan.
2. Jenjang pendidikan yaitu tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembanhan
peserta didik, tujuan yang hendak dicapai, dan
kemampuan yang dikembangkan.
3. Jenis pendidikan yaitu kelompok yang didasarkan
pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan
pendidikan. Satuan pendidikan tersebut diartikan
sebagai kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal,
nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan.
Atas dasar deskripsi di atas maka dapat dipahami bahwa
peserta didik adalah seseorang yang terdaftar dalam suatu
jalur, jenjang, dan jenis lembaga pendidikan tertentu,
yang selalu ingin mengembangkan potensi dirinya baik
pada aspek akademik maupun non akademik melalui
proses pembelajaran yang diselenggarakan (Rifa’i,
2018:2). Dalam pemahaman ini, istilah lembaga
pendidikan dapat disederhanakan pengertiannya dengan
sebutan “sekolah”. Dengan demikian menenejemen
peserta didik dapat dipahami suatu upaya terstruktur
yang dilakukan oleh sekolah terhadap peserta didik yang
dimandatkan oleh masyarakat. Bagan berikut ini paling

240
tidak dapat menggambarkan alur proses sebagaimana
dimaksudkan di atas.

Gambar 16.1
Bagan ini diadaptasi dari Wijayani, 2021:19)

Hakikat Menejemen Peserfta Didik

1. Fungsi Menejemen Peserta Didik


Tentu saja menejemen peserta didik memiliki tujuan
dan fungsi yang penting bagi perkembangan suatu
lembaga pendidikan, hal ini dikarenakan menejemen
peserta didik menyentuh langsung bagian terpenting
dalam lembaga pendidikan, yaitu peserta didik itu
sendiri. John Milton Gregory dalam The Seven Laws of
Teaching menempatkan “murid” (peserta didik)
sebagai komponen utama yang wajib dikenal oleh
seorang guru sebelum memulai proses mengajar
(Gregory, 2018:35-55). Dengan demikian, menejemen
peserta didik mengambil peran signifikan dalam
pengelolaan proses belajar mengajar. Adapun fungsi
dari menejemen peserta didik dapat dijelaskan
sebagai berikut (Rifa’i, 2018:8):
a. Fungsi pengembangan individualistis. Dasar
pertimbangannya adalah bahwa setiap individu
itu diciptakan unik dengan segala kemampuan
umum yakni kecerdasan dan kemampuan khusus
yakni bakat disertai kemapuan-kemampuan
individualistis lainnya. Melalui mejemen peserta
didik, setiap individuu diharhargai sedemikian

241
rupa dan dibimbing oleh lembaga pendidikan
melalui guru untuk mengeksplorasi dan
menemukan potensi dirinya.
b. Fungsi menumbuhkan kesadaran sosial. Fungsi
ini berkaitan erat dengan hakikat peserta didik
sebagai mahluk sosial, fungsi ini membuat
peserta didik mampu bersosialisasi dengan teman
sebayanya, dengan orang tuanya, dengan
keluarganya, dengan lingkungan sekolahnya, dan
lingkungan masyarakat disekitarnya.
c. Fungsi penyaluran aspirasi dan asa peserta didik.
Fungsi ini diharapkan mampu membuat peserta
didik bisa menyalurkan hobi, kesenangan, dan
minatnya, sebab hal tersebut dapat menunjang
perkembangan diri peserta didik secara
keseluruhan.
d. Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan
kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik.
Fungsi ini membuat peserta didik sejahtera dalam
menjalani hidupnya, sebab jika hidup seorang
peserta didik sejahtera maka ia akan memikirkan
kesejahteraan sebayanya.
Dalam melaksanakan menejemen peserfta didik, lembaga
pendidikan sebaiknya memperhatikan fungsi-fungsi dari
proses pengelolaan anak didik sehingga dapat melakukan
perencanaan proses

Ruang Lingkup Menejemen Peserta Didik

1. Sebagaimana telah dikemukakan penulis pada


pendahuluan bab ini, bahwa yang dimaksud dengan
menejemen peserta didik adalah seluruh proses mulai
dari seorang anggota masyarakat direkrut oleh
sebuah lembaga pendidikan hingga ia ditamatkan.
Proses tersebut terdiri atas kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, pengorganisasian, dan diakhiri dengan
evaluasi demi menghasilkan peserta didik yang
kompeten sesuai yang dibutuhkan masyarakat.

242
2. Dengan demikian menejemen peserta didik adalah
bagian integral dari menejemen pendidikan yang
dirancang oleh sebuah lembaga pendidikan.
Menejemen pendidikan sendiri dapat diartikan
sebagai tata kelola layanan pendidikan (Rochaendi,
2022:85) yang melibatkan menejemen sekolah, tenaga
pendidik dan kependidikan, peserta didik, sarana dan
prasarana serta masyarakat pemanfaat layanan
pendidikan dan lingkungan tempat di mana lembaga
pendidikan tersebut berdomisili. Menindaklanjuti
definisi sebagaimana diungkapkan Wijayani (2022:1)
pada paragraph di atas, maka secara spesifik,
menejemen pendidikan dapat pahami sebagai sebuah
upaya merencanakan, mengorganisasi,
menggerakkan dan mengendalikan lembaga
pendidikan.
Di dalam menejemen pendidikan terdapat kerjasama yang
terjalin antara setiap komponen yang menjadi bagian
penting dalam merumuskan dan juga menjalankan
menejemen siswa yang di dalamnya terdapat
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan. Hal ini dikarenakan menejemen sendiri
merujuk pada suatu usaha sadar tim pendidik dan
mejemen sekolah dalam membangun satu standar yang
baik dalam membentuk setiap siswa yang menjadi bagian
dari sekolah. Nurtati Fuad dalam bukunya Menejemen
Pendidikan Berbasis Masyarakat (2014:16) memberikan
pengertian bahwa manajemen dikonsepsikan sebagai
suatu proses sosial yang dirancang untuk menjamin
terjadinya kerjasama, partisipasi, dan keterlibatan (orang-
orang) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan
secara efektif. Tujuan dari menejemen pendidikan ini
adalah untuk membina siswa dalam semua aspek
perkembangan baik itu aspek intelektual, aspek emosi,
aspek sosial dan juga aspek kesadaran Beragama, guna
mengantar siswa pada hasil yang maksimal dalam
pendidikan, dimulai ketika siswa mulai menuntut ilmu
disekolah hingga pada saat siswa dinyatakan lulus dari
sekolah. Surya Darma (2007:34) Sebagaimana amanat
dari Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan

243
bahwa salah satu peranan dari lembaga pendidikan
adalah mengembangkan kemampuan, membentuk
karakter, mengembangkan peradaban dan mencerdaskan
kehidupan masyarakat. Menejemen siswa mengambil
peran penting dalam mewujudkan situasi atau
lingkungan pendidikan yang bersahaja nyaman dan aman
serta memberikan kesemapatan yang sama bagi setiap
siswa untuk memperoleh hak-hak yang sama dalam
mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pengajaran
yang sama bobotnya, mendapat tim pendidik yang sama
kompetenya, mendapatakan sarana dan prasarana
sekolah yang sama memadainya, hak untuk aktif dalam
semua bidang ekskul yang diminati tanpa memandang
rupa, latar belakang ekonomi dan latar belakang sosial
dan budaya siswa. Dengan adanya menejemen siswa
lembaga pendidikan memiliki satu standar dalam
menjalankan pelayanan pendidikan kepada siswa Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab
sekolah bukan hanya membuka penerimaan dan
mengumpulkan siswa namun juga bagaimana setiap
siswa yang terdaftar menjadi peserta didik dapat
menunjukkan hasil kongkrit dari aktifitas pembinaan dan
pendidikan yang dilakukan oleh sekolah. Usaha sadar
yang dilakukan oleh peserta didik dan juga orang tua
peserta didik dalam menentukan sekolah yang diminati
harus disambut baik oleh sekolah dengan memberikan
umpan balik yakni dengan mengatur menejemen siswa
yang stabil, konsisten dan juga berbobot untuk setiap
siswa. Sekolah harus mengatur menejemen siswa yang
baik untuk mengelola segala aspek dan sumberdaya yang
terdapat dalam lembaga pendidikan dengan tujuan
memberi jalan bagi setiap siswa untuk medapat hak dan
kesempatan yang sama bagi keberhasilan dalam
pendidikan secara kognitif dan juga dalam pengembangan
diri.
Kepala sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam
menejemen siswa untuk itu kepala sekolah yang
kompeten akan merumuskan dengan baik bentuk dari
menejemen siswa, kepala sekolah memiliki tanggung
jawab selayaknya seorang manager dalam perusahaan
dimana seorang manager bertanggung jawab dalam

244
memimpin, mendorong dan mengarahkan setiap
karyawan dalam mencapai tujuan organisasi. Dari
penjelasan diatas maka dapat di simpulkan bahwa
manajemen siswa merupakan perencanaan program
kesiswaan yang bertujuan untuk meyentuh siswa dalam
segala aspek baik itu aspek pengetahuan siswa, siswa
dijinkan untuk mengembangkan kecerdasan sesuai
dengan tingkat kemampuan siswa dalam menyerap
pelajaran, ketrampilan non akademik dan psikomotorik.
Selain itu fungsi dan tujuan menejemen siswa adalah
memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi siswa untuk
mengembangkan bakat dan minat siswa serta
memberikan siswa kesempatan untuk berada pada
lingkungan sekolah yang nyaman aman dan
menyenangkan dalam menempuh pendidikan.
Menejemen siswa memberikan acuan yang terstruktur
bagi perangkat pendidik untuk menjadi satu pedoman
dalam membina dan mengarahkan siswa sesuai dengan
program-program yang telah diatur dan disepakati
bersama sesuai dengan visi dan misi lembaga pendidikan
sehingga tercapai tujuan dari lembaga pendidikan.
Dengan adanya menejemen siswa setiap sdm yang
terdapat dalam lembaga pendidikan tahu tugas dan
tanggung jawab dan dapat bekerja sesuai dengan
pembagian tugas yang telah disepakati bersama.

Ruang Lingkup Manajemen Peserta Didik

Setelah memahami hakikat dari menejemen peserta didik


maka penulis merasa perlu untuk memberikan gambaran
singkat mengenai ruang lingkup atau batasan dari
menejemmen peserta didik. Imron (2016:18) menjelaskan
bahwa ada delapan standar yang perlu diperhatikan
sebagai ruang lingkup dari menejemen peserta didik yaitu:
(1) perencanaan peserta didik, (2) penerimaan peserta
didik baru, (3) orientasi peserta didik, (4) mengatur
kehadiran dan ketidakhadiran peserta didik, (5)
pengelompokkan peserta didik, (6) mengatur evaluasi
hasil belajar peserta didik, (7) mengatur kenaikan tingkat
peserta didik, (8) mengatur peserta didik yang mutasi dan

245
drop out, dan (9) kode etik, pengadilan, hukuman dan
disiplin peserta didik.
Analisis Kebutuhan Siswa
Menejemen peserta didik dimulai dengan menganalisis
kebutuhan dari siswa. Mengapa penting menganalisis
kebutuhan siswa, agar lembaga pendidikan paham hal-
hal apa saja yang harus dipersiapkan bagi siswa yang
akan dibina pada lembaga pendidikan yang ada. Sehingga
lembaga pendidikan dalam menyusun program kesiswaan
merujuk pada kebutuhan siswa yang juga dapat
menyentuh minat dan bakat siswa. Adapun hal-hal yang
penting untuk diperhatikan dalam analisis kebutuhan
siswa adalah jumlah siswa yang akan diterima yang
disesuaikan dengan jumlah kelas yang ada, pengumuman
penerimaan siswa baru dan syarat-syarat penerimaan
siswa baru beserta kelengkapannya, aturan penerimaan
siswa baru yang dapat berfungsi menjadi batasan dalam
penerimaan, alur pendaftaran, bentuk seleksi yang akan
dilakukan oleh sekolah, selanjutnya sekolah juga harus
membuat standart atau patokan kriteria siswa yang akan
diterima menjadi siswa disekolah. Sesudah itu sekolah
harus membentuk panitia penerimaan siswa baru
Penerimaan Siswa
Sekolah tanpa peserta didik merupakan suatu hal yang
mustahil, peserta didik atau siswa adalah bagian penting
dalam sekolah, peserta didik merupakan tujuan dari
terbentuknya suatu lembaga pendidikan untuk itu
menejemen siswa sudah pasti menjadikan siswa sebagai
subjec utama, penerimaan siswa adalah salah satu hal
yang harus diperhatikan dan dipikirkan dengan baik.
Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan bertanggung
jawab dalam menyusun racangan aturan penerimaan
siswa baru. Racangan yang telah disusun oleh wakasek
kesiswaan dirapatkan dan dibahas oleh semua tim dalam
lembaga pendidikan setelah telah memperoleh
kesepakatan bersama, maka dibentuklah tim penerimaan
siswa baru setelah itu barulah dibuka pengumuman
penerimaan calon siswa baru calon Siswa harus
mendapatkan informasi yang dibutuhkan, syarat-syarat

246
dan juga surat-surat dan kelengkapan pendaftaran
dengan mudah dan jelas dan dapat dipahami oleh calon
siswa dan orang tua calon siswa. Selain itu penting bagi
lembaga pendidikan untuk membuat kebijakan atau
konsep yang jelas yang menjadi dasar dalam pelaksanaan
penerimaan siswa agar apa yang dituju dapat tercapai.
Seleksi siswa
Seleksi yang dilakukan bertujuan untuk menyaring calon
peserta didik sessuai standar yang telah ditentukan oleh
sekolah. Calon anak didik yang hendak direkrut juga
berhak untuk mengetahui stadar apa yang diharapkan
oleh lembaga pendidikan dari setiap calon siswa yang
yang medaftarkan diri agar dapat mempersiapkan diri
sebaik mungkin untuk mengikuti tahapan seleksi yang
diselenggarakan. Setiap ornamen dalam seleksi siswa
harus dipersiapkan dan dijalankan secara terbuka. Setiap
anggota masyarakat yang mendaftar perlu memperoleh
perhatian dan juga pelayanan yang sama dalam seleksi
yang dilakukan tanpa memandang latar belakang
keluarga, suku dan agama.
Orientasi
Ketika siswa dinyatakan lulus seleksi masuk sekolah dan
diterima menjadi siswa resmi dari sekolah, sekolah akan
mengadakan masa orientasi siswa yang di dalamnya siswa
akan dibimbing, diarahkan dan perkenalkan kepada
lembaga yang akan menjadi tempatnya menimba ilmu
selama kurun waktu yang telah ditentukan, untuk itu
penting bagi sekolah untuk memikirkan kapan kegiatan
masa orientasi siswa ini akan dilaksanakan, siapa saja
yang akan masuk dalam kepanitiaan, materi apa yang
akan disampaikan siapa yang akan menyampaikan
materi. dalam kegiatan ini siswa diberikan kesempatan
untuk mengenal sesama siswa baru, guru, staf disekolah
dan juga pengurus osis. Melalui orientasi yang
diselenggarakan, pihak sekolah juga perlu
memperkenalkan kepada anak didik yang baru tentang
visi dan misi sekolah, program-program sekolah dan
struktur organisasi sekolah. Selama masa orientasi, pihak
penyelenggara atau dalam hal ini panitia pelaksana masa

247
orientasi tidak diperkenankan melakukan tindak
kekerasan baik itu verbal maupun nonverbal terhadap
peserta didik baru. Sebaliknya sekolah sebaiknya
memberikan ruang lingkup penyelenggaraan yang
nyaman sehingga murid yang baru direkrut tersebut
merfasa diterima di lingkungan yang relative baru bagi
mereka.
Pembagian kelas
Setelah siswa siswi mengikuti masa orientasi siwa, setiap
siswa akan ditempatkan pada kelas-kelas yang telah
tersedia pengaturan pembagian kelas ini harus dilakukan
dengan sangat baik. dalam pembagian kelas dapat
dilakukan analisis tingkat pemahaman dan kemampuan
siswa dalam menyerap pelajaran. Setiap siswa memiliki
kemampuan yang berbeda dan berada pada level yang
berbeda hal ini merupakan hal lumrah Novan Ardy Wiyani
dalam bukunya Konsep Dasar Menejemn Pendidikan
menjelaskan bahwa terdapat tiga macam pengelompokan
peserta didik berdasarkan kemampunya, yaitu: a.
pengelompokan peserta didik yang memiliki kemampuan
berpikir dengan cepat. b. pengelompokan peserta didik
yang memiliki kemampuan berpikir yang sedang dalam
belajar. c. pengelompokan peserta didik yang lambat
belajar (slow learner). Pengelompokan ini bertujuan untuk
menolong guru dalam mempersiapkan bahan ajar untuk
menolong setiap siswa sesuai dengan tingkat
kemampuannya namun penting bagi lembapa pendidikan
untuk memikirkan agar tidak terjadi keselahpaham siswa
yang menimbulkan masalah antar siswa.
Pembinaan dan Pengembangan Siswa
Dalam pembinaan dan pengembangan siswa, lembaga
pendidikan bersama dengan tenaga pendidik merancang
rencana pembelajaran siswa, kurikulum yang digunakan
dan bentuk kegiatan belajar mengajar seperti apa yang
akan dilakukan. Hal ini berlaku untuk kegiatan belajar
didalam kelas ataupun kegiatan belajar diluar kelas.
Pengembangan minat dan bakat siswapun direncanakan
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu waktu
belajar siswa. Hal ini bertujuan agar semua siswa

248
mendapat perhatian yang sama dan mendapat
kesempatan yang sama untuk memperoleh pengajaran
dengan tingkat pemahaman yang dimiliki oleh siswa.
Dalam pembinaan siswa, guru menjadi bagian penting
yang harus dipersiapkan dengan baik, lembaga pendidik
bertanggung jawab penuh terhadap kompeten atau
tidaknya tenaga guru yang mengabdikan diri. Penting
untuk memilih tim guru yang kompeten dalam bidang
keilmuan yang dimiliki agar dalam proses belajar
mengajar pendidik mampu mengimplementasikan ilmu
kepada setiap peserta didik dengan tepat dan dapat
dipahami oleh seluruh murid
Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dimulai ketika siswa pertama kali dinyatakan
resmi menjadi siswa disekolah dan pencatatan ini
dilakukan oleh bidang tata usaha semua berkas yang
berhubungan dengan siswa akan dikelola oleh bidang tata
usaha dan pencatatn ini baru akan berahkir ketika siswa
dinyatakan tamat sementara untuk pelaparan Setelah
siswa di didik selama kurun waktu yang telah ditentukan
siswa akan menuju pada satu vase dimana setiap bidang
ilmu yang telah dipelajari akan diuji untuk melihat tingkat
pemahan siswa dan hasil dari penilaian siswa akan
dilaporkan apakah siswa mampu menerima dan
mencerna setiap pengajaran dengan baik atau justru
siswa kurang mampu memahami pengajaran yang
disampaikan dan dari hasil ini siswa akan dinyatakan
naik kelas atau tinggal kelas. Hal ini juga dapat menjadi
koreksi bagi setiap pengajar untuk memperbaiki metode
yang digunakan dalam menolong siswa memahami setiap
bidang ilmu yang diajarkan.
Kelulusan dan alumi
Pada ahkirnya setiap siswa akan lulus dan menjadi
alumni dari satu lembaga pendidikan dan berhasil
tidaknya siswa dalam semua aspek kehidupannya
dipengaruhi oleh menejemen siswa dan apakah nilai-nilai
luhur yang ditanamankan memberi dampak dan
konsisten dijalankan dapat juga dilihat dari manajemen
siswa dalam lembaga pendidikan yang ada.

249
Hubungan personalia lembaga pendidikan Dengan
manajemen siswa
Personalia staf sekolah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari menejemen siswa, pemenuhan
suberdaya manusia yang cukup dalam lembaga
pendidikan akan sangat mempengaruhi laju oprasional
sekolah. Setiap SDM diperlengkapi dan dibebankan tugas
berbeda yang sesyogyanya saling berhubungan dan saling
ketergantungan untuk mewujudkan visi misi sekolah.
Pembagian tugas yang jelas, pendelegasian tugas dan
struktur organisasi yang tertata dapat memberikan
jelesan dalam menjalankan tugas dan tidak menyebabkan
tumpang tindihnya tugas. Rasa tanggung jawab
menjalankan peran yang dilakukan akan memberikan
dampak yang sangat baik bagi pengembangan sekolah.
Manajemen siswa adalah proses mengelola peserta didik
yang dipercayakan masyarakat kepada sekolah mulai dari
perencanaan, perekrutan, penerimaan, pembinaan,
evaluasi dan penamatan. Oleh karena proses tersebut
adalah proses yang dimandatkan oleh undang-undang
untuk mempersiapkan generasi penerus maka proses ini
sebaiknya dipersiapkan secara matang demi
mencerdaskan anak bangsa.

250
Daftar Pustaka
Arifin, Anwar. Memahami Paradigma Baru Pendidikan
Nasional dalam UU Sisdiknas. Jakarta: Depag RI,
2003.
Endi, Rochaendi. “Landasan Filosofi dan Landasan
Operasional Manajemen Pendidikan” dalam Book
Chapter Manajemen Pendidikan dan Teknologi
Pembelajaran, Editor: Arif Munandar. Bandung,
Jawa Barat: Medi Sains Indonesia, 2022.
Gregory, John Milton. The Seven Laws of Teaching.
Malang, Jawa Timur: Penerbit Gandum Mas, 2018.
Rifa’i, Muhammad. Manajemen Peserta Didik (Pengelolaan
Peserta Didik Untuk Efektivitas Pembelajaran).
Medan, Sumatera Utara: Penerbit CV. Widya Puspita,
2018.
Rochaendi, Endi. Landasan Filosofi dan Landasan
Operasional Manajemen Pendidikan dalam Book
Chapter Manajemen Pendidikan dan Teknologi
Pembelajaran. Editor: Arif Munandar. Bandung,
Jawa Barat: CV. Media Sains Indonesia, 2022.
Wiyani, Novan Ardy. Dasar-dasar dan Teori Pendidikan.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2021.
Wiyani, Novan Ardy. Konsep Dasar Manajemen
Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2022.

251
Profil Penulis
Esther Carolina Agustina Nap, S.Pd.
Penulis adalah seorang praktisi di bidang
pendidikan anak di pedalaman Papua. Pernah
terlibat sebagai fasilitator trauma healing
untuk anak saat gempa di Palu. Lulus
Sarjana Pendidikan dari STT Berita Hidup Solo, dan
sedang menyelesaikan program Magister Pendidikan di
STT Arastamar Wamena.
Pernah menjabat sebagai Direktur Yayasan Tangan Peduli
Wamena yang bergerak dalam pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS dan saat ini sedang terlibat
dalam pelayanan anak dan remaja di GKII Rehobot
Jayapura Papua. Email penulis : esjulin2020@gmail.com

252
17
MANAJEMEN KURIKULUM

Silva Anita Pesak, S.Pd.Gr


SMKS GKST Tentena

Sejarah Kurikulum di Indonesia

1. Kurikulum 1947, “Rentjana Pelajaran 1947”


Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda
“leer plan” artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih
popular dibandingkan istilah “curriculum” (bahasa
Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat
politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat
itu dikenal dengan sebutan “Rentjana Pelajaran
1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950.
Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan

253
kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya
memuat dua hal pokok: (1) daftar mata pelajaran dan
jam pengajaranya; (2) garis-garis besar pengajaran.
Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan
pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah:
pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan
dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap
kesenian dan pendidikan jasmani.
2. Kurikulum 1952, “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”
Setelah “Rentjana Pelajaran 1947”, pada tahun 1952
kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran
yang kemudian diberi nama “Rentjana Pelajaran
Terurai 1952”. Kurikulum ini sudah mengarah pada
suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini
bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata
pelajarannya menunjukkan secara jelas bahwa
seorang guru mengajar satu mata pelajaran
3. Kurikulum 1964, “Rentjana Pendidikan 1964”
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah
kembali menyempurnakan sistem kurikulum di
Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan
1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa
pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan
pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan
pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan
moral, kecerdasan, emosional/ artistik, keprigelan,
dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana
berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa,
karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan
dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar

254
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis.
4. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti
Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai
produk Orde Lama. Dari segi tujuan pendidikan,
Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan
ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani,
moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam
kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana
menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Kurikulum 1968 menekankan
pendekatan organisasi materi
pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar
pendidikan lebih efektif dan efisien. latar belakangi
lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di
bidang
manejemen, yaitu MBO (management by
objective)yang terkenal saat itu,"Metode,materi,
dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI), yang dikenal dengan istilah "satuan pelajaran",
yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci
menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975
banyak dikritik. Guru dibuat sibuk

255
menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.
6. Kurikulum 1984, “Kurikulum 1975 yang
disempurnakan”
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach.
Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor
tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering
disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan".
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active
Leaming (SAL).
7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk
memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya,
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang,
perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil.
Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh
beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan
nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-
masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok- kelompok masyarakat juga
mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma
menjadi kurikulum super padat.
8. Kurikulum 2004, “KBK (Kurikulum Berbasis
Kompetensi)”
Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum
2004, yang disebut dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Suatu program pendidikan
berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur
pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai;
spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk
menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi;
dan pengembangan pembelajaran. KBK memiliki ciri-

256
ciri sebagai berikut: Menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning
outcomes) dan keberagaman. Kegiatan pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi
juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif. Penilaian menekankan pada proses dan
hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi. Struktur kompetensi
dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas
dan semester.
9. Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan)”
Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun
pada awal tahun 2006, uji terbatas tersebut
dihentikan. Dan selanjutnya dengan terbitnya permen
nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan
permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi
kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang
standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang
pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004.
Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan
dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari
desentralisasi sistem pendidikan.
10. Kurikulum 2013
Pemerintah melakukan pemetaan kurikulum berbasis
kompetensi yang pernah diujicobakan pada tahun
2004 (curriculum based competency). Kompetensi
dijadikan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan
pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah
pendidikan; pengetahuan, keterampilan, dan sikap
dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan,
khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Kurikulum
2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada
pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh
peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum ini
mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat
tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian

257
rupa, sehingga pencapaianya dapat diamati dalam
bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik
sebagai suatu kriteria keberhasilan.
11. Kurikulum Merdeka Belajar
Hasil Programme for International Student Assessment
(PISA) menunjukkan bahwa 70% siswa berusia 15
tahun berada di bawah kompetensi minimum dalam
memahami bacaan sederhana atau menerapkan
konsep matematika dasar. Skor PISA ini tidak
mengalami peningkatan yang signifikan dalam
sepuluh hingga lima belas tahun terakhir. Studi
tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan besar
antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi
dalam hal kualitas belajar. Hal ini diperparah dengan
adanya pandemi COVID-19. Untuk mengatasi hal
tersebut, Kemendikbudristek melakukan
penyederhanaan kurikulum dalam kondisi khusus
(kurikulum darurat) untuk memitigasi ketertinggalan
pembelajaran (learning loss) pada masa pademi.
Hasilnya, dari 31,5% sekolah yang menggunakan
kurikulum darurat menunjukkan, penggunaan
kurikulum darurat dapat mengurangi dampak
pandemi sebesar 73% (literasi) dan 86% (numerasi).
Efektivitas kurikulum dalam kondisi khusus semakin
menguatkan pentingnya perubahan rancangan dan
strategi implementasi kurikulum secara lebih
komprehensif.
Sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran,
Kurikulum Merdeka (yang sebelumnya disebut
sebagai kurikulum prototipe) dikembangkan sebagai
kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus
berfokus pada materi esensial dan pengembangan
karakter dan kompetensi peserta didik. Karakteristik
utama dari kurikulum ini yang mendukung
pemulihan pembelajaran adalah:
a. Pembelajaran berbasis projek untuk
pengembangan soft skills dan karakter sesuai
profil pelajar Pancasila.

258
b. Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu
cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi
kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
c. Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan
pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan
kemampuan peserta didik dan melakukan
penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

Pengertian Manajemen Kurikulum

1. Pengertian Manajemen
Kata manajemen menurut kamus ilmiah populer
berarti pengelolaan, ketatalaksanaan penggunaan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran
yang diinginkan. Dalam kamus Inggris Indonesia
karangan John M. Echols dan Hasan Shadily
management berasal dari akar kata to manage yang
berarti mengurus, mengatur, melaksanakan,
mengelola, dan memperlakukan. Sementara itu
pengertian manajemen menurut istilah adalah proses
mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga
dapat selesai secara efisien dan efektif dengan melalui
orang lain. Hingga saat ini manajemen terus dikaji
oleh pakar manajemen, mereka mendefinisikan
manajemen sebagai ilmu, ada juga yang
mendefinisikan manajemen sebagai kiat atau seni,
serta ada yang mendefinisikan manajemen sebagai
profesi.
Menurut Mery Parker Follet dalam Fattah
menyebutkan bahwa manajemen sebagai seni untuk
melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang (the art
of getting thing done through people). Hal senada juga
diungkapkan Henry M. Botinger, manajemen sebagai
seni yang membutuhkan tiga unsur, yaitu
pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi.
Ketiga unsur tersebut terkandung dalam manajemen.
Stephen P. Robibins dan Mery Coulter mengistilahkan
manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi
dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar
diselesaikan secara efisien dan efektif melalui orang

259
lain. Kemudian manajemen juga berarti profesi.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut
persyaratan tertentu. Persyaratan suatu profesi
menghendaki berbagai kompetensi sebagai dasar
keahlian khusus, diakui dan dihargai oleh
masyarakat dan pemerintah dan memiliki kode etik
dalam pelaksanaannya. Atas dasar beberapa
pengertian tersebut, dapat disimpulkan akan arti dari
manajemen itu sendiri adalah bekerja dengan
melibatkan orang banyak untuk menentukan,
menginterpretasikan, mencapai tujuan-tujuan
organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan
personalia, pengarahan, kepemimpinan, dan
pengawasan.
2. Pengertian Kurikulum
Secara etimologis istilah “curriculum” berasal dari
bahasa Latin yang semula digunakan dalam bidang
olahraga, yaitu curro atau currere yang berarti
“rececourse” (lapangan/pacuan kuda, jarak tempuh
lari, perlombaan, pacuan balapan, peredaran, gerak
berkeliling, lapangan perlombaan, gelanggang, kereta
balap, dan lain-lain. Kurikulum pada asalnya
merupakan jarak yang harus ditempuh dalam
kegiatan berlari mulai dari start hingga finish.
Pengertian ini kemudian diterapkan dalam bidang
pendidikan. Rusman menjelaskan bahwa kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
bahan yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum adalah semua pengalaman yang telah
direncanakan untuk mempersiapkan siswa mencapai
tujuan pendidikan. Nana Syaodih Sukmadinata
(2005) mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau
dari tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem,
dan sebagai rencana. Kurikulum sebagai ilmu dikaji
konsep, asumsi, teori-teori, dan prinsip-prinsip dasar
tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem

260
dijelaskan kedudukan kurikulum dalam
hubungannya dengan sistem-sistem lain, komponen-
komponen kurikulum, kurikulum dalam berbagai
jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen
kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai
rencana diungkap beragam rencana dan rancangan
atau desain kurikulum. Rencana bersifat menyeluruh
untuk semua jalur, jejang, dan jenis pendidikan atau
khusus untuk jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu. Demikian pula dengan rancangan atau
desain, terdapat desain berdasarkan konsep, tujuan,
isi, proses, masalah, dan kebutuhan siswa.Said
Hamid Hasan dalam Nasution mengemukakan bahwa
pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat
dimensi pengertian, dimana satu dimensi dengan
dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat
dimensi kurikulum tersebut, yaitu (1) kurikulum
sebagai suatu ide/gagasan; (2) kurikulum sebagai
suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan
perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; (3)
kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula
disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu
realita atau implementasi kurikulum. Secara teoritis,
dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; (4)
kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan
konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan
sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan.
Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu
cita-cita tentang manusia atau warga negara yang
akan dibentuk. Kurikulum ini lazim mengandung
harapan-harapan yang sering berbunyi muluk-
muluk. Apa yang dapat diwujudkan dalam kenyataan
disebut kurikulum yang real. Karena tak segala
sesuatu yang direncanakan dapat direalisasikan,
maka terdapatlah kesenjangan antara idea dan real
curriculum.Smith dan kawan-kawan memandang
kurikulum sebagai rangkaian pengalaman yang
secara potensial dapat diberikan kepada anak, jadi
dapat disebut potential curriculum. Print memandang

261
bahwa sebuah kurikulum meliputi perencanaan
pengalaman belajar, program sebuah lembaga
pendidikan yang diwujudkan dalam sebuah dokumen
serta hasil dari implementasi dokumen yang telah
disusun. Dari penelusuran konsep, pada dasarnya
kurikulum memiliki tiga dimensi pengertian, yakni
kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum
sebagai pengalaman belajar, dan kurikulum sebagai
perencanaan program pembelajaran. Pengertian
kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik, merupakan
konsep kurikulum yang sampai saat ini banyak
mewarnai teori-teori, dan praktik pendidikan (Saylor
Alexander & Lewis, 1981).
3. Pengertian Manajemen Kurikulum
Istilah manajemen kurikulum berasal dari dua kata,
yaitu “manajemen” dan “kurikulum”. Kurikulum
adalah semua kegiatan, pengalaman, dan segala
sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan
kepribadian anak, baik yang terjadi di sekolah,
halaman sekolah, atau di luar sekolah atas tanggung
jawab sekolah agar peserta didik dapat menguasai
kompetensi yang telah ditentukan. Semua kegiatan,
pengalaman, dan segala sesuatu tersebut tentunya
harus dilakukan secara sistematis dan sistemik
melalui tahp-tahap kegiatan tertentu, mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
monitoring, dan evaluasi. Hal ini tentu sangat erat
kaitannya dengan fungsi manajemen itu sendiri.
Sebagaimana pengertian manajemen dari George R.
Terry yang telah diungkapkandi atas, bahwa
manajemen merupakan suatu proses khas yang
terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian
yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai
sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Muhammad Kristiawan mengemukakan bahwa
manajemen kurikulum adalah sistem pengelolaan
atau penataan terhadap kurikulum secara kooperatif,

262
komprehensif, sistemik, dan sistematik yang
dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam
rangka mewujudkan ketercapaian tujuan kurikulum
atau tujuan pendidikan. Manajemen kurikulum
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
upaya merencanakan, melaksanakan, mengendalikan
proses pembelajaran agar dapat berjalan secara
efektif. Syarifuddin mengartikan manajemen
kurikulum sebagai suatu proses mengarahkan agar
kegiatan proses pembelajaran berjalan dengan baik
sebagai tolak ukur pencapaian tujuan dari pengajaran
oleh pengajar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa aktifitas
manajemen kurikulum ini merupakan kolaborasi
antara kepala sekolah dengan wakil kepala sekolah
beserta peran guru dalam melakukan kegiatan
manajerial agar perencanaan berlangsung dengan
baik. Hilda Taba mengemukakan, bahwa pada
hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara
untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi
sebagai anggota yang produktif dalam masyarakat.
Tiap kurikulum, bagaimanapun polanya, selalu
mempunyai komponen-komponen tertentu, yakni
pernyataan tentang tujuan dan sasaran, seleksi dan
organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan
kegiatan belajar dan mengajar, dan akhirnya evaluasi
hasil belajar.Perbedaan kurikulum terletak pada
penekanan pada unsur-unsur tertentu.

Ruang Lingkup Manajemen Kurikulum

Ruang lingkup dari manajemen kurikulum ini ialah


perencanaan kurikulum, pengorganisasian kurikulum,
pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi kurikulum. Hal ini
sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen yang secara
umum banyak digunakan di berbagai situasi dalam
sebuah organisasi. Berikut penjelasan secara rinci
terhadap ruang lingkup manajemen kurikulum
sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

263
1. Perencanaan Kurikulum
Maksud manajemen dalam perencanaan kurikulum
ialah keahlian mengelola dalam arti kemampuan
merencanakan dan mengorganisasi kurikulum, serta
bagaimana perencanaan kurikulum direncanakan
secara profesional. Hamalik menyatakan bahwa
dalam perencanaan kurikulum hal pertama yang
dikemukakan ialah berkenaan dengan kenyataan
adanya gap atau jurang antara ide-ide strategi dan
pendekatan yang dikandung oleh suatu kurikulum
dengan usaha-usaha implementasinya. Gap ini
disebabkan oleh masalah keterlibatan personal dalam
perencanaan kurikulum yang banyak bergantung
pada pendekatan perencanaan kurikulum yang
dianut. Terdapat dua pendekatan dalam perencanaan
kurikulum, yaitu pendekatan yang bersifat
“administrative approach” dan pendekatan yang
bersifat “grass roots approach”.
Pendekatan yang bersifat “administrative approach”,
kurikulum direncanakan oleh pihak atasan kemudian
diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai
kepada guru-guru. Jadi, from the top down, dari atas
ke bawah atas inisiatif para administrator. Dalam hal
ini tidak banyak yang dapat dilakukan oleh bawahan
dalam melakukan perencanaan kurikulum, karena
atasanlah yang memiliki kuasa penuh dalam
melakukan perencanaan tersebut.Pendekatan yang
bersifat “grass roots approach” yaitu, dimulai dari
bawah. Pendekatan ini menekankan pada
perencanaan kurikulum yang melibatkan bawahan
bahkan pada tingkat guru-guru untuk dapat
bersama-sama memikirkan ide baru mengenai
kurikulum dan bersedia menerapkannya untuk
meningkatkan mutu pelajaran.Selanjutnya, J.G.
Owen yang dikutip oleh Hamalik, menjelaskan bahwa
perencanaan kurikulum yang profesional harus
menekankan pada masalah bagaimana menganalisis
kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan sebagai
faktor yang berpengaruh dalam perencanaan
kurikulum.

264
Terdapat dua kondisi yang perlu diperhatikan dalam
perencanaan kurikulum, yaitu:
a. Kondisi sosiokultural, yakni kondisi interaksi
sosial yang terjadi di masyarakat. Hal ini menjadi
salah satu kondisi yang perlu diperhatikan karena
pada dasarnya kegiatan pendidikan merupakan
kegiatan behavioral dimana di dalamnya terjadi
berbagai interaksi sosial antara guru dengan
murid, murid dengan murid, dan atau guru
dengan murid dengan lingkungannya.
b. Kondisi fasilitas, kondisi ini merupakan salah
satu penyebab terjadinya gap antara perencanaan
kurikulum dengan para pelaksana kurikulum
terutama guru-guru. Fasilitas yang perlu
diperhatikan terutama adalah ketersediaan buku-
buku teks, peralatan laboraturium, dan alat-alat
praktikum lainnya, dana, sarana, dan prasarana
sebagai pertimbangan.Perencanaan kurikulum
adalah perencanaan kesempatan-kesempatan
belajar yang dimaksudkan untuk membina siswa
ke arah perubahan tingkah laku yang diinginkan
dan menilai sampai di mana perubahan-
perubahan telah terjadi pada diri siswa.
Perencanaan kurikulum menyangkut penetapan
tujuan dan memperkirakan cara pencapaian
tujuan tersebut.
2. Organisasi Kurikulum
Kurikulum yang dikembangkan lembaga pendidikan
sebaiknya berisi tentang bahan belajar, program
pembelajaran, hasil pembelajaran yangdiharapkan,
reproduksi kebudayaan, tugas dan konsep yang
mempunyai karakteristik tersendiri, serta
memberikan bekal untuk kecakapan hidup (lifeskill).
Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain
bahan kurikulum yang tujuannya untuk
mempermudah siswa dalam mempelajari bahan
pelajaran serta mempermudah siswa dalam
melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif. Rusman

265
memberikan beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum, di
antaranya berkaitan dengan ruang lingkup (scope)
dan urutan bahan pelajaran, kontinuitas kurikulum
yang berkaitan dengan substansi bahan yang
dipelajari siswa, kesimbangan bahan pelajaran, dan
alokasi waktu yang dibutuhkan.Dalam penyusunan
organisasi kurikulum ada sejumlah faktor yang harus
diperhatikan, yakni: (1) Ruang lingkup (Scope);
Merupakan keseluruhan materi pelajaran dan
pengalaman yang harus dipelajari siswa (2) Urutan
bahan (Sequence); Berhubungan dengan urutan
penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan
kepada siswa agar proses belajar dapat berjalan
dengan lancar. (3) Kontinuitas; Berhubungan dengan
kesinambungan bahan pelajaran tiap mata pelajaran,
pada tiap jenjang sekolah dan materi pelajaran yang
terdapat dalam mata pelajaran yang bersangkutan. (4)
Keseimbangan; Adalah faktor yang berhubungan
dengan bagaimana semua mata pelajaran itu
mendapat perhatian yang layak dalam komposisi
kurikulum yang akan diprogramkan pada siswa. (5)
Integrasi atau keterpaduan; Yang berhubungan
dengan bagaimana pengetahuan dan pengalaman
yang diterima siswa mampu memberi bekal dalam
menjawab tantangan hidupnya, setelah siswa
menyelesaikan program pendidikan di sekolah.Secara
akademik, organisasi kurikulum dikembangkan
dalam bentuk-bentuk organisasi, sebagai berikut:
a. Kurikulum mata pelajaran, yang terdiri dari
sejumlah mata ajaran secara terpisah.
b. Kurikulum bidang studi, yang memfungsikan
mata ajaran sejenis.
c. Kurikulum integrasi, yang menyatukan dan
memusatkan kurikulum pada topik atau masalah
tertentu.
d. Core curriculum, yakni kurikulum yang disusun
berdasarkan masalah dan kebutuhan siswa.

266
3. Implementasi Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum adalah proses yang
memberikan kepastian bahwa proses belajar
mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan
sarana serta prasarana yang diperlukan sehingga
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.Implementasi
kurikulum mencakup tiga tahapan pokok yaitu: (1)
Pengembangan program, mencakup program
tahunan, semester, bulanan, mingguan dan harian.
Selain itu ada juga program bimbingan dan konseling
atau program remedial. (2) Pelaksanaan
pembelajaran. Pada hakekatnya, pembelajaran adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya.sehingga terjadi perubahan perilaku
kearah yang lebih baik. (3) Evaluasi, proses yang
dilaksanakan sepanjang proses pelaksanaan
kurikulum semester serta penilaian akhir formatif
atau sumatif mencakup penilaian keseluruhan secara
utuh untuk keperluan evaluasi pelaksanaan
kurikulum. Implementasi kurikulum dipengaruhi oleh
tiga faktor, yaitu: (1) Karakteristik kurikulum, yang
mencakup ruang lingkup bahan ajar, tujuan, fungsi,
sifat dan sebagainya. (2) Strategi implementasi, yaitu
strategi yang digunakan dalam implementasi
kurikulum seperti diskusi profesi, seminar,
penataran, lokakarya penyediaan buku kurikulum
dan berbagai kegiatan lain yang dapat mendorong
penggunaan kurikulum di lapangan. (3) Karakteristik
pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, serta nilai dan sikap guru terhadap
kurikulum dalam pembelajaran.
4. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses
pengumpulan dan analisis data secara sistematis,
yang bertujuan untuk membantu pendidik
memahami dan menilai suatu kurikulum, serta
memperbaiki metode pendidikan. Evaluasi
merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui dan
memutuskan apakah program yang telah ditentukan
sesuai dengan tujuan semula. Evaluasi kurikulum

267
dapat menyajikan informasi mengenai kesesuaian,
efektifitas dan efisiensi kurikulum terhadap tujuan
yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya,
informasi ini sangat berguna sebagai bahan pembuat
keputusan apakah kurikulum tersebut masih
dijalankan tetapi perlu revisi atau kurikulum tersebut
harus diganti dengan kurikulum yang baru. Evaluasi
kurikulum juga penting dilakukan dalam rangka
penyesuaian dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan
pasar yang berubah.

268
Daftar Pustaka
Rusman, 2011, Manajemen Kurikulum, Jakarta: Rajawali
Pers.
Rohiat, 2010, Manajemen Sekolah: Teori Dasar dan
Praktik, Bandung: Refiika Aditama.
Oemar Hamalik, 2010, Manajemen Pengembangan
Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya
Sri Minarti, 2011, Manajemen Sekolah: Mengelola
Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, Jogjakarta: Ar-
ruzz Media.
Oemar Hamalik, 2011, Dasar-dasar Pengembangan
Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya.
https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-
us/articles/6824331505561-Tentang-Kurikulum-
Merdeka
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017, Peta
Jalan Generasi Emas Indonesia 2045 : Jakarta.
Robbin dan Coulter, 2007, Manajemen (edisi kedelapan),
Jakarta: PT Indeks.
Stephen P. Robbins & Mary Coulter, ahli bahasa T.
Hermya, 1999, Management, sixth edition, Jakarta:
PT Indojaya Multitama.
Zainal Arifin, 2014, Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhammad Kristiawan, dkk., 2017, Manajemen
Pendidikan, Yogyakarta: Deepublish

269
Profil Penulis
Silva Anita Pesak, S.Pd.Gr
Lahir di Tosuraya, 20 April 1989. Penulis
menempuh pendidikan dasar di SD INPRES
Tosuraya, kemudian dilanjutkan ke jenjang
pertama di SMP N 1 Ratahan, selanjutnya
dilanjutkan ke jenjang atas di SMA N 1
Ratahan. Lulus S1 di Program Studi
Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Manado (FMIPA
UNIMA) tahun 2011. Saat ini adalah guru tetap Yayasan
di SMKS GKST Tentena dan sudah menyelesaikan studi
PPG di Universitas Musamus Merauke dan dinyatakan
lulus sebagai guru professional di bidang Pendidikan
Kimia. Penulis memiliki memiliki ketertarikan menulis
sejak menerbitkan jurnal ilmiah terkait pendidikan yang
diterbitkan pada jurnal nasional bereputasi. Penulis
memiliki kepakaran dibidang Pendidikan Kimia,
Pedagogik dan masuk dalam tim pengembang kurikulum.
Email Penulis : silvapesak04@guru.smk.belajar.id

270
18
MANAJEMEN BERBASIS
SEKOLAH

Dr. Sumarsih, M.Pd.


Universitas Bengkulu

Konsep Manajemen Berbasis Sekolah

Lahirnya manajemen berbasis sekolah (MBS)


dilatarbelakangi oleh kurang baiknya sistem pendidikan
yang ada sebelumnya. manajemen berbasis sekolah
merupakan sebuah program yang dicanangkan oleh
pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu
Pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan
terjemahan dari School Based Management (MBS) yaitu
suatu pendekatan kebijakan yang bertujuan untuk
memikirkan kembali manajemen sekolah dengan
memberdayakan pemimpin Sekolah dalam upaya
meningkatkan kinerja sekolah meliputi guru, siswa,
pimpinan sekolah, dan peningkatan masyarakat
keterlibatan. Manajemen berbasis sekolah merupakan
model manajemen sekolah dengan memberikan
kewenangan yang lebih besar pada tingkat sekolah untuk
secara langsung mengelola sekolahnya. Kepemilikan
kekuasaan sekolah merupakan hasil dari penyerahan
kekuasaan dari pemerintah pusat atau daerah kepada
sekolah yang secara langsung mengelola sekolah. Dengan
Adanya kewenangan yang besar tersebut maka sekolah
memiliki otonomi, tanggung jawab dan partisipasi dalam
pembentukan program-program Sekolah menurut
Nurkolis (2003). Kemendikbud (2013:7) menyebutkan
definisi MBS adalah pengelolaan sumber daya yang

271
dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
mengikutsertakan semua kelompok kepentingan yang
terkait dengan sekolah dalam pengambilan keputusan
untuk mencapai tujuan Peningkatan mutu sekolah.
MBS adalah strategi untuk mengubah pendidikan yang
memerlukan pengalihan sejumlah besar kewenangan
pengambilan keputusan dari pemerintah pusat dan
daerah ke sekolah serta memberikan kontrol dan
akuntabilitas yang lebih besar kepada pengelola sekolah,
guru, siswa, orang tua dan masyarakat dalam proses
pendidikan (Akbar, 2019). Konsep dasar pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah adalah 1) Otonomi. Otonomi
adalah kewenangan sekolah dalam mengatur dan
mengurus kepentingan sekolah dalam mencapai tujuan
sekolah untuk menciptakan mutu pendidikan yang baik.
2) Kemandirian. Kemandirian adalah langkah dalam
pengambilan keputusan, tidak tergantung pada birokrasi
yang sentralistik dalam mengelola sumber daya yang ada,
mengambil kebijakan, mengambil strategi dan metode
dalam memecahkan persoalan yang ada, sehingga mampu
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan dapat
memanfaatkan peluang-peluang yang ada. 3) Demokratis.
Demokratis adalah keseluruhan elemen-elemen sekolah
yang dilibatkan dalam menetapkan, menyusun,
melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan untuk
mencapai tujuan sekolah demi memungkinkan
tercapainya pengambilan kebijakan yang mendapat
dukungan dari seluruh elemen-elemen sekolah.

Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

Target utama manajemen berbasis sekolah di Indonesia


untuk memberdayakan sumber daya sekolah agar
memiliki kemandirian dalam meningkatkan mutu
pendidikannya dan mempertanggungjawabkan hasilnya
kepada masyarakat, orang tua, peserta didik, masyarakat
dan pemerintah sesuai dengan koridar perundang –
undangan yang berlaku. Menurut Bahri (2019) tujuan
utama manajemen berbasis sekolah adalah untuk
meningkatkan kemandirian sekolah, meningkatkan
partisipasi siswa dan masyarakat dalam penyelenggaraan

272
pendidikan dan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan
sumber daya sekolah. Sedangkan Mulyasa (2006), tujuan
manajemen berbasis sekolah 1) Peningkatan efisiensi,
antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola
sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan
birokrasi, 2) Peningkatan mutu, antara lain melalui
partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas
pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan
profesionalisme guru dan kepala sekolah dan 3)
Peningkatan pemerataan, antara lain diperoleh melalui
peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan
pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan untuk
memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui
pemberian kewenangan. Keharusan diterapkannya
Manajemen Berbasis Sekolah melalui pemberian
kewenangan kepada sekolah untuk mengembangkan
sekolah dengan maksud tujuan sebagai berikut (Berlian,
2013: 9):
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman sehingga sekolah dapat lebih
leluasa dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya yang tersedia dalam rangka memajukan sekolah.
2. Sekolah lebih mengetahui semua yang dibutuhkan
lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses
pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan peserta didik.
3. Pengambilan keputusan oleh sekolah lebih cocok
untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak
sekolahlah yang paling tau apa yang terbaik untuk
dikembangkan di sekolahnya.
4. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat
dalam pengambilan keputusan sekolah akan dapat
menciptakan transparasi yang sehat.
5. Sesuai dengan butir 4 di atas, diharapkan semua
warga sekolah akan memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi untuk berlomba-lomba dalam

273
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, terutama
rasa tanggung jawab terhadap pemerintah, orang tua
siswa, dan masyarakat pada umumnya, sehingga
sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk
melaksanakan dan mencapai sasaran mutu
pendidikan yang direncanaka.
6. Terjadinya persaingan yang sehat antar sekolah di
lingkup kecamatan, kabupaten atau kota, provinsi
dan nasional dalam hal mutu pendidikan. Ini
dilakukan melalui upaya-upaya inovatif yang
direncanakan dan dilakukan oleh sekolah.
7. Secara yuridis, Manajemen Berbasis Sekolah telah
ditetapkan dalam peraturan perundangan yang
berlaku untuk diterapkan di sekolah baik tingkat usia
dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Prinsip Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

Dalam menerapkan manajemen berbasis sekolah perlu


memahami empat prinsip yaitu: prinsip ekuifinalitas,
prinsip desentralisasi, prinsip sistem pengelolaan mandiri
dan prinsip inisiatif sumber daya manusia.
1. Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern
yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang
berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan.
Manajemen Sekolah menekankan fleksibilitas
sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah
menurut kondisi mereka masing-masing.
2. Prinsip Desentralisasi (Principle of
Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang pentig dalam
reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip
desentralisasi ini konsisten dengan prinsip
ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh
teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktivitas
pengajaran tidak dapat dielakkan dari kesulitan dan
permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang

274
rumit dan kompleks sehingga memerlukan
desentralisasi dalam pelaksanaannya.
3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principle of
Self-Managing System)
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu
prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika
sekolah menghadapi permasalahan maka harus
diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat
menyeselesaikan masalahnya bila telah terjadi
pelimpahan wewenang dari birokrasi di atasnya ke
tingkat sekolah.
4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human
Initiative)
Berdasarkan perspektif ini maka Manajemen Sekolah
bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai
untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik
dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu,
peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari
perkembangan aspek sumber daya manusianya.
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah
sumber daya yang statis, melainkan dinamis.Prinsip
di atas perlu diperhatikan dan dipahami oleh semua
pihak terkait dalam menerapkan MBS, agar tujuan
peningkatan mutu penyelenggaraan sekolah dapat
tercapai.

Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen berbasis sekolah memiliki karakteristik yang


perlu dipahami oleh sekolah. Karakterisristik ini sebagai
ukuran keberhasilan pelaksanaan MBS. Jika ingin
berhasil dalam meningkatkan mutu pendidikan, perlu
memperhatikan faktor – faktor yang harus mejadi
perhatian serius dari para pengelola sekolah. Berbicara
MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah
efektif yang memperhatikan kualitas output, proses dan
input sebagai suatu sistem.

275
1. Output yang Diharapkan
Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output
sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh
proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada
umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu output berupa prestasi
akademik (academic achievement) dan output berupa
prestasi non-akademik (non-academic achievement).
Output prestasi akademik misalnya, NUN/NUS,
lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris,
Matematika, Fisika), cara-cara berpikir (kritis, kreatif/
divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif dan
ilmiah). Output non-akademik, misalnya
keingintahuan yang tinggi, harga diri,
akhlak/budipekerti, perilaku sosial yang baik seperti
misalnya bebas narkoba, kejujuran, kerjasama yang
baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama,
solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan,
kerajinan, prestasi olahraga, kesenian, dan
kepramukaan.
2. Proses
Sekolah yang menerapkan MBS sebagai sekolah yang
efektif pada umumnya memiliki sejumlah
karakteristik proses sebagai berikut:
a. Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya
Tinggi
b. Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
c. Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
d. Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
e. Sekolah Memiliki Budaya Mutu
f. Sekolah Memiliki “Teamwork” yang Kompak,
Cerdas, dan Dinamis
g. Sekolah Memiliki Kewenangan
h. Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan
Masyarakat

276
i. Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi)
Manajemen
j. Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah
(psikologis dan pisik)
k. Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan
Secara Berkelanjutan
l. Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap
Kebutuhan
m. Memiliki Komunikasi yang Baik
n. Sekolah Memiliki Akuntabilitas
o. Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah Bagus
p. Sekolah memiliki Kemampuan Menjaga
Sustainabilitas.
3. Input Pendidikan
Input pendidikan menjadi prasyarat untuk
menjalankan proses dalam mencapai out put
pendidikan. Input yang perlu dipenuhi dalam
menjalankan MBS antara lain:
a. Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu
yang Jelas
b. Sumber daya Tersedia dan Siap
c. Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
d. Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
e. Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
f. Input Manajemen,
Secara umum transformasi manajemen pendidikan dari
manajemen pusat menjadi manajemen sekolah menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2007 tentang pembagian tata pemerintahan antara
pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah.
harus dijadikan acuan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Oleh karena itu, desentralisasi masalah
pendidikan harus dilakukan dalam kerangka peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hakikat

277
desentralisasi pendidikan bukan berarti menyerahkan
semuanya kepada sekolah. Artinya, tidak semua urusan
di desentralisasikan sepenuhnya ke sekolah, sebagian
urusan masih merupakan kewenangan dan tanggung
jawab Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan sebagian urusan lainnya diserahkan
ke sekolah. Berikut adalah urusan-urusan pendidikan
yang sebagian menjadi kewenangan dan tanggungjawab
sekolah, yaitu: (a) proses belajar mengajar, (b)
perencanaan dan evaluasi program sekolah, (c)
pengelolaan kurikulum, (d) pengelolaan ketenagaan, (e)
pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (f) pengelolaan
keuangan, (g) pelayanan siswa, (h) hubungan sekolah-
masyarakat, dan (i) pengelolaan kultur
sekolah.Selanjutnya karakteristik Manajemen Berbasis
Sekolah Menurut Kompri (2014: 44) Manajemen Berbasis
Sekolah memiliki dua belas karakteristik, yang meliputi:
1. Adanya keragaman dalam pola pengkajian guru. 2.
Istilah populernya adalah pendekatan prestasi merit
system. 3. Otonomi manajemen sekolah 4. Pemberdayaan
guru secara optimal 5. Pengelolaan sekolah secara
patisipatif. Kepala sekolah harus mampu bekerja dengan
melalui seluruh komunitas sekolah agar masing-masing
dapat menjalankan tugas. 6. Sistem yang
disentralisasikan di bidang pengenggaran. 7. Sekolah
dengan pilihan atau otonomi sekolah dalam menentukan
aneka pilihan. 8. Hubungan kemitraan (partnership)
antara dunia bisnis dan dunia pendidikan. 9. Akses
terbuka bagi sekolah untuk tumbuh relative mandiri. 10.
Pemasaran sekolah secara kompetitif. 11. Sekolah yang
efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik
proses sebagai berikut: a. Proses belajar mengajar dengan
efektifitas yang tinggi. b. Kepemimpinan sekolah yang
kuat. c. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib. d.
Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif. e. Sekolah
memiliki budaya mutu. f. Sekolah memiliki team work
yang kompak, cerdas dan dinamis.

278
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di
Indonesia
Model Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia disebut
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah,
fleksibilitas kepada sekolah dan mendorong partisipasi
secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah akan berjalan efektif dan efisien apabila
didukung oleh sumber daya manusia yang profesional
untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup agar
sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan fungsinya,
sarana dan prasarana yang mamadai untuk mendukung
proses pembelajaran, serta dukungan orang tua dan
masyarakat yang tinggi. Hal ini merupakan persyaratan
umum untuk mengimplementasikan Manajemen Berbasis
Sekolah. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Mulyasa
(2005: 57), yaitu untuk mengimplementasikan
Manajemen Berbasis Sekolah secara efektif dan efisien,
kepala sekolah perlu memiliki pengetahuan
kepemimpinan, perencanaan dan pandangan yang luas
tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah
harus ditumbuh kembangkan dengan meningkatkan
sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja,
keteladanan dan hubungan manusiawi sebagai modal
perwujudan iklim kerja yang kondusif. Lebih lanjut,
kepala sekolah dituntut untuk melakukan fungsinya
sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan proses
belajar-mengajar, dengan melakukan supervise kelas,
membina dan memberikan saran-saran positif kepada
guru.Penerapan manajemen berbasis sekolah di Indonesia
cenderung kurang dari yang diharapkan karena masih
banyak tempat di Indonesia yang dapat dilakukan.
Pemahaman konsep Manajemen Berbasis Sekolah masih
sangat sulit dipahami oleh pelaku di luar sekolah, yang
menjadi salah satu kendala implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah.

279
Oleh karena itu untuk mengimplementasi MBS, sekolah
perlu mempersiapkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengembangan sumber daya manusia. Kepala sekolah
dan guru perlu mendapatkan pengenalan dan
pelatihan mengenai MBS, dan kemampuan lain yang
diperluakan seperti; bagaimana menjalin kerja sama
Komite Sekolah yang strategis.
2. Penataan struktur organisasi sekolah. Pengaturan
dan pendelegasian kewenangan intern sekolah,
sehingga masing-masing guru mendapatkan peran
yang jelas dalam pengembangan sekolah. Tugas guru
tidak hanya mengajar, tetapi memikirkan
penyelenggaraan dan kemajuan sekolah.
3. Perubahan kultur. Dengan sengaja dihidupkan iklim
sekolah dan budaya sekolah yang khas sesuai dengan
visi, misi sekolah. Budaya sekolah ini didukung oleh
kepala sekolah, guru, murid, orang tua murid, komite
sekolah dan masyarakatnya. Misalnya hidupnya
budaya kerja keras, disiplin, pelestarian lingkungan
yang bersih dan sehat, keindahan, suasana
keagamaan. d. Penataan kembali pembiayaan. Sistem
pembiayaan yang transparan diupayakan semenjak
perencanaan program kegiatan, sumber anggaran,
pengalokasikan anggaran, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi ketercapaian sasaran progaram. Sekolah
diharapkan memiliki kemampuan untuk menggali
sumber-sumber masyarakat, namun perlu
keterbukaan dan kepercayaan dari masyarakat.
4. Penyediaan sarana dan prasarana. Sarana dan
prasarana sekolah perlu dimengerti sebagai
penanaman modal, dengan demikian setiap
pengadaan sudah disertai dengan rencana
penggunaan dan pemanfaatannya secara optimal. Di
samping itu dalam perencanaan harus sudah
direncanakan pula aspek pemeliharaan dan
opersionalnya.

280
5. Pengerahan peran serta masyarakat. Sesuai dengan
konsep pendidikan berbasis masyarakat maka peran
serta masyarakat merupakan faktor pendukung yang
utama dalam pelaksanaan MBS (Sumarno.2000).

Peran Kepala Sekolah dan Masyarakat dalam


Manajemen Berbasis Sekolah
Salah satu alasan penerapan MBS adalah untuk
membuat kebijakan/keputusan sekolah lebih dekat
dengan stakeholders sehingga hasilnya benar-benar
mencerminkan aspirasi stakeholders. Untuk itu, MBS
mensyaratkan adanya partisipasi aktif dari semua pihak
yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di
sekolah (stakeholders), baik warga sekolah seperti guru,
kepala sekolah, siswa dan tenaga-tenaga kependidikan
lainnya, maupun warga di luar sekolah seperti orang tua
siswa, akademisi, tokoh masyarakat dan pihak-pihak lain
yang mewakili masyarakat yang diwadahi melalui komite
sekolah. Peningkatan mutu pendidikan di sekolah harus
didukung oleh kemampuan manajemen pimpinan
sekolah. Untuk menerapkan manajemen sekolah yang
efektif dan efisien, kepala sekolah harus memiliki
pengetahuan tentang kepemimpinan, perencanaan dan
memiliki pandangan luas tentang sekolah dan
pendidikan.Nurkolis (2005:119-122) menjelaskan bahwa
peran kepala sekolah dalam MBS memiliki banyak fungsi
yaitu sebagai manajer, administrator, supervisor, inovator
dan motivator, sedangkan Wohlstetter dan Mohrman
(dalam Nurkolis (2005:122) menjelaskan bahwa peran
kepala sekolah dalam MBS adalah sebagai motivator dan
fasilitator. Suryosubroto (2010:182-184) menjelaskan
bahwa peran kepala sekolah dalam MBS yaitu sebagai
supervisor dan manajer pendidikan. Rohiat (2010:33-37)
menyebutkan ada dua peran besar kepala sekolah yaitu
sebagai manajer dan sebagai pemimpin. Wahjosumidjo
(2005:96) juga berpendapat bahwa kepala sekolah sebagai
manajer harus mampu malakukan kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan.

281
Penerapan MBS di sekolah juga membutuhkan partisipasi
masyarakat untuk mendukung pengelolaan sekolah.
Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk
meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan dan
dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral
dan finansial. Nurkolis (2005:127-128) memiliki pendapat
bahwa masyarakat memiliki peran yang penting demi
kemajuan pendidikan, antara lain sebagai berikut:
1. Penggerak, dengan membentuk badan kerjasama
pendidikan dengan menghimpun kekuatan dari
masyarakat agar semakin peduli terhadap
pendidikan.
2. Informan dan penghubung, yaitu menginformasikan
harapan dan kepentingan masyarakat kepada sekolah
dan menginformasikan kondisi sekolah kepada
masyarakat sehingga masyarakat mengetahui
keadaan sekolah.
3. Kordinator, yang mengkordinasikan kepentingan
sekolah dengan kebutuhan bisnis di lingkungan
masyarakat tersebut.
4. Pengusul, yang mengusulkan kepada pemerintah
daerah agar dilakukan pajak untuk pendidikan,
artinya lembaga bisnis dan individu dikenai pajak
untuk pendanaan pendidikan sehingga sekolah
semakin maju dan bermutu.

Permasalahan Implementasi Manajemen Berbasis


Sekolah
Tantangan utama pelaksanaan MBS adalah rendahnya
kemampuan sekolah untuk melaksanakan model
manajemen ini, karena kurangnya sumber daya
pendidikan. Salah satu permasalahan yang terjadi pada
penerapan model Manajemen Berbasis Sekolah model
tersebut dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan sedangkan pemahaman dari mutu pendidikan
sangat berarti luas. Nurkolis (2005: 108) menyebutkan
bahwa di Indonesia model Menajemen Berbasis Sekolah
difokuskan pada peningkatan mutu, akan tetapi tidak
tertera jelas yang dimaksud dengan mutu pendidikan

282
sehingga menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda
dalam penerapannya. Permasalahan yang terjadi dalam
implementasi MBS antara lain:
1. Kurang wawasan tentang konsep sekolah sebagai
sistem
Permasalahan utama yang dihadapi oleh sekolah
dalam melaksanakan MBS adalah miskinnya
wawasan warga sekolah dan unsur-unsur terkait
tentang konsep sekolah sebagai sistem. Terlihat cara
berpikir mereka sering parsial (tidak utuh/holistic),
meloncat-loncat (tidak runtut) dan kurang memahami
bahwa upaya-upaya yang ditempuh dalam
mengembangkan sekolah haruslah dilakukan secara
kolektif dan bukannya isolatif.
2. Kurang wawasan tentang manajemen berbasis
sekolah
Secara umum, masih banyak sekolah yang belum
memahami esensi konsep MBS. Masih banyak juga
sekolah yang belum melaksanakan MBS secara
konsisten menurut aspek dan fungsi manajemen
secara utuh. Aspek-aspek manajemen sekolah yang
dimaksud meliputi kurikulum, tenaga/sumber daya
manusia, siswa, sarana dan prasarana, dana dan
hubungan masyarakat. Fungsi-fungsi manajemen
sekolah yang dimaksud meliputi: pengambilan
keputusan, pemformulasian tujuan dan kebijakan,
perencanaan, pengorganisasian, pengkomunikasian,
pelaksanaan, pengkoordinasian, pensupervisian dan
pengontrolan
3. Kesulitan dalam menyusun rencana pengembangan
sekolah (RPS)
Setiap tahun sekolah harus membuat RPS, namun
kenyataan yang sering ditemui banyak sekolah yang
RPS nya kurang memadai yaitu kurang sesuai dengan
kebutuhan pengembangan mutu sekolah. Padahal
RPS merupakan blue print untuk memberi arah dan
bimbingan para penyelenggara sekolah dalam rangka
menuju perubahan/tujuan yang lebih baik
(peningkatan pengembangan) dengan resiko yang

283
kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa
depan sekolah.
4. Kesulitan menerapkan prinsip-prinsip MBS yang baik
Pengamatan selama ini menunjukkan bahwa masih
banyak sekolah yang belum menerapkan prinsip-
prinsip MBS yang baik secara konsisten, yaitu
partisipasi, transparansi, akuntabilitas, keadilan,
penegakan hukum, cepat tanggap, demokrasi,
tanggung jawab, efisiensi dan efektivitas,
profesionalisme, berwawasan ke depan (futuristic) dan
pengawasan serta kontrol yang efektif.
5. Kesiapan sekolah dalam melaksanakan KBK
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) telah
dikenalkan di sejumlah sekolah. Namun setelah
dicermati, tingkat kesiapan mereka belum memadai
seperti yang dituntut oleh KBK. KBK adalah
kurikulum yang disusun berdasarkan standar
kompetensi. KBK, adalah salah satu komponen
pendidikan berbasis kompetensi (PBK). PBK sebagai
sistem tersusun dari rangkaian komponen-komponen
yang saling terkait secara hirarkis sebagai berikut: (a)
standar kompetensi, (b) kurikulum yang
dikembangkan berdasarkan standar kompetensi dan
disebut kurikulum berbasis kompetensi/KBK, (c)
penyelenggaraan proses belajar mengajar yang
mengacu pada KBK, (d) evaluasi berdasarkan standar
kompetensi, dan (e) sertifikasi untuk menyatakan
penguasaan kompetensi pada tingkat tertentu.
6. Ketidakjelasan dalam manajemen tenaga
kependidikan
Masalah manajemen tenaga kependidikan di sekolah
sebenarnya sudah secara konseptual telah jelas
karena P3D (personel, peralatan, pendanaan dan
dokumen) sudah diserahkan ke daerah. Yang belum
jelas adalah implementasinya. Sampai saat ini,
perencanaan, rekrutmen, penempatan, pemanfaatan,
pengembangan, pemutasian, hubungan kerja,
penilaian kinerja, pendataan dan hal-hal lain yang
terkait dengan manajemen tenaga kependidikan
masih kurang jelas. Tidak hanya itu, rekrutmen
kepala sekolah tidak lagi sepenuhnya menggunakan

284
persyaratan-persyaratan sebagaimana dituntut oleh
Kepmendikbud nomor 0296/U/1996 (diperbarui
menjadi Kepmendiknas nomor 17/U/2003).
Akibatnya, sulit memperoleh the right person, in the
right place. Padahal, MBS menuntut kepala sekolah
yang tangguh, yaitu kepala sekolah yang kuat
manajemen dan kepemimpinannya.
7. Belum mampu optimalnya partisipasi stakeholder
Salah satu inti MBS adalah partisipasi, baik dari
warga dalam sekolah maupun warga masyarakat yang
berpengaruh maupun yang dipengaruhi oleh sekolah
(stakeholders). Wadah partisipasi stakeholders sudah
ada yaitu Komite Sekolah, namun dukungan riil dari
mereka, baik intelektual, moral, financial dan
material, masih beragam.
8. Ketidakpastian dalam pembiayaan sekolah
Dua hal yang mengganjal dalam pembiayaan
pendidikan di sekolah yaitu: (1) siapa yang membayar,
berapa banyak, untuk apa dan (2) formula sistem
pembiayaan per siswa dan per jadwal mata pelajaran.
Sampai saat ini, butir (1) belum jelas sehingga akhir-
akhir ini banyak protes dari masyarakat tentang
mahalnya biaya pendidikan. Padahal, sebenarnya
biaya tersebut belum cukup untuk membiayai sekolah
secara wajar,

285
Daftar Pustaka
Akbar, M. A. (2019). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
dan Implementasinya. PAEDAGOG,2(1).
http://jurnal.staitapaktuan.ac.id/index.php/paeda
gog/article/view/101
Bahri, S. (2019). Pendidikan Madrasah Berbasis 4.0 dalam
Bingkai Manajemen Mutu. Edugama: Jurnal
Kependidikan Dan Sosial Keagamaan, 5(1), 115–154.
https://doi.org/10.32923/edugama.v5i1.962.
Bafadal, Ibrahim. (2006). Manajemen Peningkatan Mutu
Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Kompri. (2014). Manajemen Sekolah Teori dan Praktek.
Bandung: CV Alfabeta,
Mahdayeni. (2016). Manajemen Berbasis Sekolah. [On-
line]. Tersedia: http://ejournal.stai-
muarabulian.ac.id/index.php/Attasyrih/article/vie
w/6/4
Mulyasa.E. (2009). Manajemen Berbasis Sekolah Konsep,
Strategi Dan Implementasi Bandung:Remaja
Rosdakarya.
Mustiningsih, (2015). Masalah Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah Di Sekolah Dasar, Jurnal
Manajemen Pendidikan, Volume 24, Nomor 6,
September 2015
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah (Teori,
Model, dan Aplikasi). Jakarta: PT. Grasindo.
Pasaribu, A. (2017). Implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah Dalam Pencapaian Tujuan Pendidikan
Nasional di Madrasah. [Online], Jurnal EduTech Vol.
3 No. 1. Tersedia:
https://media.neliti.com/media/publications/5459
8-ID-implementasimanajemen-berbasis-sekolah.pdf
Suparlan. (2013). Manajemen Berbasis Sekolah Dari Teori
Sampai Praktik. Jakarta: Bumi Aksara.

286
Profil Penulis
Dr. Sumarsih, M.Pd.
Penulis lahir di Banyuwangi, menempuh
pendidikan SD, SMP, SMA di Banyuwangi.
Melanjutkan pendidikan strata 1 (S.1) di
Universitas Negeri Jogjakarta (UNJ)
Administrasi Pendidikan tamat pada tahun
1984. Meraih gelar Magister Manajemen Pendidikan dari
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tahun 1996, dan
menyelesaikan program doktor di Universitas Negeri
Jakarta (UNJ) tahun 2013.
Menikah dengan Zakaria, yang berprofesi sebagai Dosen
di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Bengkulu. Pengalaman kerja dimulai sebagai
dosen FKIP Universitas Bengkulu 1987 sampai sekarang,
dosen STKIP Muhamadiyah Bengkulu tahun 1990 – 1993,
Pengalaman jabatan Pembantu Dekan II tahun 1987 –
2004. Artikel ilmiah The effect of Learning Relilience and
Stress on Studen Learning, Benchmarking Strategy
Vocational High School In North Bengkulu, Organizasional
Culture As Main Determinan Of Elementary School
Supervisor Performance In Bengkulu Province.
Email Penulis: sumarsihasiih@gmail.com

287
288
19
MANAJEMEN PENGEMBANGAN
LEMBAGA SEKOLAH

Arini, S.Pd. Gr
SMAN 3 Bolo Kabupaten Bima

Pengertian Manajemen Pengembangan Lembaga


Sekolah
Sebelum sampai kepada arti dari manajemen
pengembangan lembaga sekolah, kiranya akan sedikit
dibahas kembali mengenai pengertian dari manajemen.
Dilihat dari bahasanya, kata manajemen berasal dari
bahas Inggris yang berarti ““to conduct or to carry on, to
direct” (Webster Super New School and Office Dictionary),
dalam Kamus Inggeris Indonesia kata Manage diartikan
“Mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola”(John
M. Echols, Hasan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia) ,
Oxford Advanced Learner’s Dictionary mengartikan ‘to
Manage’ sebagai “to succed in doing something especially
something difficult….. Management the act of running and
controlling business or similar organization” sementara itu
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘Manajemen’
diartikan sebagai “Proses penggunaan sumberdaya secara
efektif untuk mencapai sasaran”(Kamus Besar Bahasa
Indonesia). (Daulay)Manajemen juga dapat didefinisikan
sebagai ‘kemampuan atau ketrampilan untuk
memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian
tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain’. Dengan
demikian dapat pula dikatakan bahwa manajemen
merupakan alat pelaksana utama administrasi. (Sondang,
1985, p. 5). Selanjutnya adalah arti dari pengembangan.
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan
289
artinya proses, cara, perbuatan mengembangkan. (KBBI,
2002, p. 538) Istilah pengembangan dapat berarti
kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif bagaimana
menjadikan pendidikan islam maupun pendidikan umum
lebih berkembang dan besar, merata, dan meluas. Secara
kualitatif bagaimana menjadikan pendidikan Islam/
umum lebih baik, bermutu, dan lebih maju sesuai dengan
visi misi, ide-ide dasar, atau nilai-nilai moralitas, agama
yang seharusnya selalu berada di depan dalam merespons
dan mengantisipasi berbagai tantangan pendidikan.
Kemudian lembaga sekolah. Lembaga sekolah adalah
suatu institusi atau tempat dimana terjadi proses
pendidikan atau belajar-mengajar. Lembaga pendidikan
dapat juga diartikan sebagai suatu organisasi yang dibuat
untuk mencapai tujuan yaitu
menyampaikan ilmu pengetahuan dan budaya kepada
individu agar dapat mengubah tingkah laku seseorang
menjadi lebih baik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan
tidak terlepas dari sistem pengembangan sekolah secara
keseluruhan dan sistematis. Dalam manajemensistem
organisasi sekolah diperlukan proses belajar yang
berkualitas. Mutu sekolah dipengaruhi olehbanyak
tahapan kegiatan yang saling berhubungan seperti
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
(Engkoswara., 2007, p. 76). Dari paparan di atas dapat
disimpulkan bahwa manajemen pengembangan lembaga
sekolah adalah suatu proses mengelola , mengorganisasi,
melaksanakan dan mengevaluasi, untuk
mengembangkan instansi/(tempat belajar mengajar)
demi meningkatkan sumberdaya secara efektif untuk
mencapai tujuan tertentu, agar seluruh komponen sistem
lembaga pendidikan berkembang ke arah yang lebih baik,
lebih besar dan lebih sempurna.

Tujuan Pengembangan Management Lembaga Sekolah

Telah dibahas sebelumnya jika manejemen memiliki


tujuan yang sangat penting dalam proses pendidikan,
tujuan tersebut berupa:

290
1. Terciptanya perencanaan pendidikan yang merata,
bermutu, relevan dan akuntabel, meningkatnya citra
positif pendidikan, teratasinya mutu pendidikan
karena masalah mutu di sebabkan oleh
manajemennya.
2. Terwujudnya suasana belajar dan proses
pembelajaran yang aktif, kreatif dan efektif sehingga
akan dihasilkan proses pembelajaran yang
menyenangkan dan bermakna bagi peserta didik dan
juga pendidik.
3. Berupaya untuk melakukan identifikasi atas
kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman dalam
perencanaan pendidikan di lembaga sekolah.
4. Terciptanya peserta didik yang aktif dalam
pengembangan potensi dirinya agar memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya. Dengan demikian, anak tersebut
akan bermanfaat di masyarakat, bangsa, dan negara.

Alur Kerja dalam Pengembangan Management


Lembaga Sekolah

INPUT

Berupaya Mengembangkan SDM Pengembangan Sumber daya pendukung

PROSES PENDIDIKAN
Kembangkan Efektifitas Proses Belajar Latih Kempemimpinan kuat, Latih Guru yang
Mengajar efektif dengan Latihan/workshop dll.

OUTPUT
Prestasi Akademik Non kademik

Untuk lebih jelas, skema di atas akan diuraikan sebagai


berikut:

291
1. Input
Input pendidikan merupakan hal yang mesti ada
karena dibutuhkan untuk kelangsungan suatu proses
pendidikan. Input pendidikan sendiri, terdiri atas:
Pertama, Input sumberdaya meliputi (1)sumber daya
manusia (SDM) yaitu: (a) kepala sekolah/madrasah;
(b)guru, (c)PSB, (d)siswa; (e)karyawan; (f)keamanan.
Kedua, input sumberdaya Pendukung, yaitu:
(a)peralatan; (b)perlengkapan; (c)uang, (d)buku dan
lain sebagainya (Dikdasmen, 2001). Selain itu
perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah,
peraturan perundang undangan, deskripsi tugas,
rencana, program, dan lain sebagainya. Input
harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan
sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah.
Kesiapan input, baik kesanggupan maupun
kemampuan agar proses dapat berlangsung dengan
baik. Manajemen menganalisis berbagai kesiapan
input tersebut manajemen sebagai kerja administratif,
sedangkan PBM sebagai kerja edukatif. yang harus
tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya
proses Input terdiri atas sumberdaya, , dan harapan-
harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya
proses. Input sumberdaya meliputi (1)sumber daya
manusia (SDM) yaitu: (a) kepala sekolah/madrasah;
(b)guru, (c)PSB, (d)siswa; (e)karyawan; (f)keamanan;
dan (2)sumberdaya selebihnya, yaitu: (a)peralatan;
(b)perlengkapan; (c)uang, (d)buku. (Dikdasmen, 2001)
Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi
sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi
tugas, rencana, program, dan lain sebagainya. (Choir,
2016, p. 47)
Mengenai Input berupa Visi, misi, sasaran dan tujuan
yang hendak dicapai, dapat berlangsung dan
dijalankan dengan adanya manajemen. sang manager
yaitu kepala sekolah mengarahkan dan menyiapkan
setiap input bisa berjalan dengan baik. yang harus
dibutuhkan adalah sinergitas dalam setiap kerja
pendidikan, berupa perencanaan yang matang,
pengorganisasian yang tepat, kepemimpinan yang

292
kuat, dan pengendalian yang terarah. Hal tersebut
dimaksudkan untuk mencapai perkembangan yang
diinginkan.
2. Proses pendidikan
Proses pendidikan adalah aktivitas merubah,
meningkatkan dan semestinya pengembangan
pembelajaran ada di ranah ini. Hal yang sangat kuat
pengaruhnya terhadap kelangsungan proses disebut
input, sedangkan proses merupakan upaya yang
dilakukan supaya hasil/output sesuai dengan yang
diharapkan dan dicita-citakan. Proses dalam
pendidikan yang berskala kecil yang disebutkan
adalah aktivitas dalam proses mengelola
kelembagaan, saat mengambil keputusan, mencari
program yang tepat diharapkan dapat mengahasilkan
output berkualitas, mengefektifkan dalam proses
belajar mengajar, dan mengupayakan agar proses
monitoring dan evaluasi berjalan dengan baik dan
lancar. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila
pengoordinasian dan penyerasian serta pemaduan
input sekolah (guru, siswa, uang, kurikulum,
peralatan, dll.) dilakukan secara harmonis, sehingga
mampu menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan (enjoyable learning), mampu
mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-
benar mampu memberdayakan peserta didik.
Memberdayakan dalam hal ini mengandung arti
bahwa peserta didik tidak sekedar menguasai
pengetahuan yang diajarkan oleh guru, akan tetapi
pengetahuan tersebut juga menjadi muatan nurani
peserta didik, dilakukan kemudian dalam kehidupan
sehari-hari dan yang lebih penting lagi peserta didik
mampu belajar cara belajar (mampu mengembangkan
diri).
Proses yang baik ialah proses yang disengaja melalui
tahapan-tahapan manajemen yang baik. Manajemen
yang baik akan menjadikan proses pendidikan
berkualitas. Beberapa indikasi proses pendidikan
lembaga pendidikan bermutu dalam prespektif
manajemen, yaitu sebagi berikut:

293
a. Keefektifan Proses Pembelajaran
1) Menggunakan perencanaan pembelajaran
dalam bentuk Prota, Promes, dan Silabi
2) Menggunakan metode yang dapat
mengaktifkan dan memandirikan siswa dalam
pembelajaran
3) Memanfaatkan sumberdaya lingkungan
sebagai media dalam pembelajaran
4) Melakukan evaluasi dan penilaian dengan
instrumen yang standar
5) Melakukan umpan balik dari hasil evaluasi
dan penilaian untuk perbaikan proses
pembelajaran
b. Kepemimpinan Sekolah/Madrasah yang kuat
1) Memiliki visi dan misi yang jelas
2) Memiliki kemampuan entrepreneur
3) Memiliki integritas dan keperacayaan diri
yang tinggi
4) Mempunyai kemampuan manajerial
5) Memiliki gagasan pembaharuan
6) Mampu memotivasi terwujudnya tim kerja
yang solid
c. Memiliki Budaya Mutu
1) Penggunaan sistem informasi yang jelas
2) Pembagian kewenangan
3) Pemberian ganjaran dan hukuman yang tepat
4) Kerjasama yang saling menguntungkan
5) Terwujudnya rasa aman warga
sekolah/madrasah
6) Tumbuhnya rasa kepuasan kerja;
7) Tumbuhnya rasa memiliki warga madrasah
terhadap sekolah/madrasah

294
c. Memiliki Tim yang kompak, cerdas, dan dinamis
1) Loyalitas kepada institusi bukan personal
2) Keberhasilan dinyatakan sebagai
keberhasilan bersama
3) Mengutamakan keberhasilan lembaga
daripada kepuasan pribadi
d. Memiliki kemandirian
1) Mampu mengambil keputusan sendiri
2) Memiliki sumber daya yang memadai
3) Memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja
secara mandiri
4) Berani mengambil resiko terhadap segala
akibat dari keputusan dan pelaksanaan
kegiatan
e. Partisipasi Warga Sekolah/Madrasah dan
Masyarakat yang tinggi
a. Adanya wadah partisipasi yang dapat
menampung dan menyalurkan ide, gagasan,
aspirasi, dana, tenaga, sarana dari warga
sekolah/madrasah dan masyarakat
b. Terselenggaranya kegiatan partisipasi melalui
pertemuan, diskusi, dialog, dsb.
c. Terwujudnya keterbukaan/transparansi
dalam pengelolaan madrasah
d. Adanya rasa tanggungjawab bersama antara
sekolah/madrasah, masyarakat, pemerintah
terhadap keberhasilan sekolah/madrasah
f. Melakukan evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan
a. Ada rencana evaluasi secara terjadwal dan
terstruktur
b. Ada pedoman dan standar evaluasi yang jelas

295
c. Hasil evaluasi dapat dibaca semua pihak d.
Hasil evaluasi dijadikan bahan perencanaan
dan perumusan kebijakan berikutnya
g. Memiliki akuntabilitas
a. Adanya laporan tertulis kepada steak holders
b. Adanya balikan dari steak holders berupa
tanggapan kepuasan atau yang lain
h. Memiliki lulusan yang berprestasi
a. Prestasi akademik sesuai standar
sekolah/madrasah
b. Prestasi non akademik sesuai standar
sekolah/madrasah
c. Ada daftar alumni dan pelacakannya
i. Penekanan Angka Drop Out
a. Ada program pengayaan
b. Ada program remediasi
c. Ada struktur pembinaan yang berkelanjutan
Beragam Indikator di atas, menjadi harapan dan
acuan ideal sekolah/madrasah. Tugas manajemen
ialah mewujudkan karakteristik ideal tersebut melalui
tahapan-tahapan manajemen yang
bertanggungjawab. Saat ini karakteristik ideal proses
pendidikan tersebut dapat dilacak dari standar
nasional pendidikan yang telah dikeluarkan oleh
BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan). (Choir,
2016, p. 48)
3. Output pendidikan
Output pendidikan merupakan hasil kinerja lembaga
sekolah/madrasah. Hasil nyata dari kinerja yang
dihasilkan dari setiap proses yang dilalui oleh
sekolah/madrasah. Dalam hasil kinerja ini dapat
dibuktikan dengan adanya prestasi siswa/lulusan,
apakah dilihat dari prestasi akademik maupun non
akademik. Kinerja dari suatu sekolah dan madrasah
dapat diukur dari keefektifan, keefesienan,

296
pengembangan kurikulum dan pengembangan
lainnya, kualitas lulusan serta dari adanya
akhlak/moral kerja yang dapat gambarkan kualitas
yang tinggi. Output dapat dikatakan bermutu jika
dapat memperoleh prestasi akademik dan non
akademik yang tinggi. Prestasi akademik berupa: nilai
umum, Ujian Sekolah/Madrasah, Ujian Nasional,
karya ilmiah, dan lomba-lomba akademik, sedangkan
prestasi non akademik seperti, kejujuran, kesopanan,
olahraga, ketrampilan, komputer dan kegiatan-
kegiatan lainnya.

Manajemen Pengembangan Lembaga Sekolah

Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyaknya tahapan


kegiatan yang saling berhubungan, mulai dari input,
proses dan outputnya. Dimana ke tiga aspek tersebut
harus diimplementasikan dalam proses pengembangan
manajemen, seperti: perencanaan, pengorganisasin,
pelaksanaan, dan pengawasan. Pelaku sebagai kunci
utama yang melakukan proses manajemen adalah
seorang pemimpin dalam hal ini kepala
sekolah/madrasah. Kepala sekolah/madrasah
merupakan pemikir, otak dari setiap kebijakan yang
terdapat di lembaga. Pemimpin harus dan wajib berfikir
strategis dalam melakukan pengembangan lembaga
pendidikan. Strategi merupakan gambaran dari hasil
upaya menciptakan pencapaian menuju masa depan yang
lebih baik. pemimpin perlu melakukan berbagai analisis,
seperti analisis SWOT, sehingga srtrategi untuk
melangkah kedepan menjadi lebih mantap. formulasi
strategi dibangun dari suatu pemikiran dan analisis yang
mendalam, sistematis, logis, dan ilmiah, sehingga dengan
wujud perencanaan strategis dalam mengembangkan
kelembagaan sekolah/madrasah menjadi solusi terbaik
menghadapi berbagai tantangan dalam pengembangan
lembaga pendidikan. (Rifa'i, 2012, p. 14).

297
Substansi Manajemen Pengembangan Lembaga
Sekolah
Secara umum ada beberapa hal yang menjadi substansi
manajemen pengembangan lembaga pendidikan. yaitu:
1. Manajemen Kurikulum
Kurikulum merupakan hal yang sangat penting,
ibarat senjata kurikulum adalah pelurunya.
Kurikulum pada dasarnya merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan di lembaga sekolah. jika
tujuan pendidikan kurang berhasil maka tinjaulah
kembali kurikulumnya.Kurikulum perlu
dikembangkan dengan baik, sesuai dengan
perkembangan tuntutan jaman, tuntutan globalisasi,
ilmu pengetahuan, teknologi, dan tidak kalah
pentingnnya berbasis nilai-nilai moral, guna
menjawab arus tantangan di era digital sehingga
dapat berkontribusi pada pembangunan Nasional.
Sebagai contoh dengan menerapkan kurikulum yang
mempunyai output berciri khas di lembaga sekolah
yang dipimpin. Misalkan, kurikulum berbasis
karakter, kurikulum berbasis Al-Qur’an Hadits,
berbasis penguatan budaya lokal, berbasis
pengembangan multiple inteligensis, dan lain-lain.
2. Manajemen Personalia
Dalam menjalankan proses pendidikan tentulah
unsur sumber daya manusia menjadi hal penting.
karena kelancaran jalannya pelaksanaan program
pendidikan di sekolah/madrasah sangat ditentukan
oleh kompetensi pada SDM yang menjalankannya.
Sebagus dan selengkap apapun fasilitas sekolah jika
tidak ditopang oleh SDM yang unggul, maka tetap saja
pendidikan di lembaga sekolah tersebut akan
mengalami stagnanisasi. akhirnya tujuan pendidikan
akan sulit diraih. Oleh kaena itu maka kepala sekolah
dan pemangku kebijakan haruslah berupaya untuk
dapat mengembangkan SDM yang menjalankan
pendidikan tesebut, hal yang dapat dilakukan adalah
memberikan berbagai macam kegiatan, pelatihan
(training) dan workshop kepada setiap unsur SDM di

298
suatu lembaga sekolah, baik kepada pendidik, siswa,
pegawai dan pengembangan peran serta masyarakat.
3. Manajemen peserta didik
Menejemen peserta didik termasuk salah satu bagian
dari manajemen secara holistik. Yang perlu
dikembangkan adalah pemberikan layanan
pendidikan yang efektif dan berkualitas kepada
peserta didik. berikan program-program yang dapat
mengembangkan setiap potensi yang dimiliki oleh
peserta didik. Lembaga sekolah/madrasah dapat
terus meningkatkan kualitas dan daya gunanya
secara bersama-sama dan menyeluruh dalam
mewjudkan visi dan misi sekolah/madrasah tersebut.
(Baharudin, 2016)
4. Manajemen sarana dan prasarana
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah
keseluruhan proses perencaan, pengadaan,
pendayagunaan dan penjagaan juga pengawasan yang
dimanfaatkan untuk menunjang pendidikan supaya
berjalan sesuai dengan harapan, teratur, efektif dan
efisien. Dalam merencanakan alat dan perlengkangan
perlu kiranya melakukan analisis kebutuhan.
Kelengkapan, alat, barang/perlengkapan yang urgent
sekiranya dapat diprioritaskan. lembaga sekolah
sudah semestinya mempunyai jalan fikiran yang terus
dinamis demi memenuhi setiap kebutuhan sekolah.
Manajer harus mengembangkan suasana belajar
yang kondusif, alat yang mendukung untuk proses
belajar, misalkan andaikata anda adalah manajer
sekolah RA, maka diharapkan dan direncanakan
setiap tahun haruslah bertambah barang /alat
permainan atau apapun di sekolah yang anda
dipimpin, jika memang setiap tahunnya ada
peningkatan berarti sekolah anda maju dan
berkembang sesuai dengan harapan.
5. Manajemen keuangan
Permasalahan keuangan merupakan masalah yang
cukup besar di lembaga sekolah/madrasah.

299
keseluruhan komponent pendidikan tidak bisa
berjalan tanpa dukungan dana/keuangan. seorang
manajer kiranya harus membuat perencanaaan
keungan agar cukup untuk mendanai keuangan, jika
tidak mencukupi seorang manajer dapat
mencukupinya dengan berbagai cara, apakah
membuat kantin sekolah, koperasi simpan pinjam,
bisnis alat-alat tulis kantor bahkan alat kebutuhan
rumah tangga. di sisi lain pendanaan bisa dilakukan
dengan open donasi, foundrising, mengadakan acara
amal dan lain-lain. Pengelolaan keuangan supaya
jauh dafi fitnah maka harus menjalani prinsip
keuangan yang transparan, akuntabel dan memadai.
hal ini sangat penting demi mewujudkan kesuksesan
dalam mencapai visi, misi dan tujuan sekolah.
6. Manajemen hubungan masyarakat
Pada era digitalisasi di alam demokrasi, masyarakat
merupakan partner sekolah untuk melaksanakan dan
mewujudkan pendidikan dan pembelajaran yang
berkualitas dan unggul. Kerjasama antara keduanya
sangat penting dalam upaya meningkatkan
kepedulian, rasa memiliki, dan dukungan materil
maupun moril. Sebagai contoh bentuk keterlibatan
masyarakat dan lembaga sekolah adalah jajak
pendapat dalam pembuatan sarana dan prasarana
pendidikan. Dapat diarahkan untuk menjalin
kerjasama. jika diantara orang tua memiliki potensi
yang dibutuhkan, misal melukis , maka dapat
diperdayakan untuk melukis di bagian dinding
sekolah/madrasah, bisa juga dalam bentuk
pengajaran, pelatihan, parenting, andai kata terdapat
keberagaman profesi yang ada di masyarakat demi
terbentuknya hubungan yang harmonis dan sinergis.
(Rohmah, 2018, p. 52).

300
Daftar Pustaka
Azhar, C. (2017). MANAJEMEN PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN ISLAM. Jurnal Tarjih, 14, 1.
Baharudin, d. (2016). Manajemen Pendidikan Islam,
Transformasi Menuju Sekolah/Madrasah Unggul.
Bush, T. (1999). Leadership and Management
Development,. 240.
Choir, A. (2016). Urgensi Manajemen Pendidikan Islam
dalam Upaya Pengembangan Lembaga Pendidikan
Islam. Jurnal Managemen Pendidikan Islam, 1, 47.
Daulay, I. S. (n.d.). Pengembangan Ilmu Manajemen
Pendidikan.
Dikdasmen. (2001).
Engkoswara. (2007). Revitalisasi Budaya Bangsa; Menuju
Indonesia Modern dan Sejahtera 2020. Bandung:
Kurtek FIP UPI.
Iis Suhayati, H. D. (2021). Manajemen dalam perspektif
Islam. Tasikmalaya: Pustaka ellios.
KBBI. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesai.
Muhaimin, d. (2009). Manajemen Pendidikan.
Nurdin. (2012, November). Manajement Pengambangan
Pendidikan dasar Berbasis Pendidikan Karakter. 2.
Rifa'i, A. A. (2012, Oktober). Urgensi Berfikir Strategis
Dalam Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia. Akademika: Jurnal Pemikiran Islam.
Rohmah, S. (2018). Tesis.
Salisburry. (1996). Managing Change Trough Training.
198.
Satyagraha, H. (2013). The Case Method: Mendidik
Manager Ala Harvard. 10.
Sondang, S. P. (1985). Filsafat Administrasi. Jakarta:
Gunung Agung.
Wahab, A. (2008). Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan
Pendidikan; Telaah terhadap Organisasi.

301
Profil Penulis
Arini, S.Pd. Gr
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal
03 November 1991 menempuh pendidikan
strata 1 (S.1) di Sekolah Tinggi Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima Jurusan
Pendidikan MIPA Program Studi Pendidikan Matematika
(2014).
Pengalaman kerja dimulai sebagai guru Honorer di SMAN
1 Bolo Kabupaten Bima (2015 – 2019) dan saat ini
mengabdi sebagai guru Pegawai Negeri Sipil (PNS)
di SMAN 3 Bolo Kabupaten Bima (2019 – sekarang).
Penulis pernah meraih sebagai Juara 1 Olimpiade Guru
Nasional (OGN) Tingkat Kabupaten Bima (2018). Meraih
medali perak pada event Islamic Science Olympiad (ISO)
tahun 2022 yang diselenggarakan oleh Pusat Oliampide
Sains Indonesia (POSI).
Email Penulis: arini03althofunnisa@gmail.com

302

Anda mungkin juga menyukai