SEKTOR PENDIDIKAN
Implementasi Program Manajemen Berbasis Sekolah
Berorientasi Pelayanan Publik
i
Gena Pratama Pustaka
Copyright © 2016
ii
PELAYANAN PUBLIK SEKTOR PENDIDIKAN
Implementasi Program Manajemen Berbasis Sekolah
Berorientasi Pelayanan Publik
ISBN:
Halaman: xiv +
Cetakan Pertama:
iii
Kata Sambutan
Pertama-tama saya sampaikan selamat dan sukses atas
diterbitkannya buku ‘Pelayanan Publik Sektor Pendidikan : Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik’.
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah berorientasi Pelayanan
Publik, yang disingkat MBS-BPP ini sungguh merupakan suatu upaya dan
terobosan agar pelayanan publik di sektor pendidikan, khususnya sekolah
sebagai pihak penyedia layanan dapat benar-benar dirasakan oleh para pihak
pengguna layanan sekolah, yang dalam hal ini khususnya para siswa, para
orang tua serta masyarakat secara luas.
Sesuai dengan Undang-Undang 25/2009, tentang Pelayanan Publik,
yang mana sekolah sebagai unit layanan wajib juga memberikan pelayanan
sesuai standard pelayanan publik yang berlaku, serta wajib mengikut
sertakan secara aktif masyarakat sebagai pihak penerima layanan.
Penerapan MBS-BPP di beberapa kabupaten/kota mitra Program KINERJA-
USAID menunjukkan bahwa dengan diikut sertakannya pihak pengguna
layanan pada seluruh proses guna meningkatkan pelayanan publik melalui
survey pengaduan hingga penyiapan Janji Perbaikan Pelayanan dan
Rekomendasi Teknis, yang diintegrasikan dalam perencanaan sekolah,
mampu menghasilkan berbagai inovasi sekolah dalam mewujudkan
perbaikan pelayanan publik, yang dilaksanakan secara partisipatif dengan
pihak komite sekolah, orang tua siswa, dunia usaha serta masyarakat sekitar
sekolah.
Keberhasilan Program KINERJA USAID dalam memfasilitasi
penerapan MBS-BPP, selanjutnya dilanjutkan oleh pihak Asian Development
Bank (ADB) yang saat ini memfasilitasi beberapa kabupaten/kota di Jawa
Timur untuk melanjutkan Program KINERJA ini.
Dengan diterbitkannya buku ini saya berharap pelayanan publik di
sektor pendidikan dapat diterapkan secara optimal di berbagai daerah di
Indonesia, serta akan mampu memunculkan berbagai inovasi dan terobosan
guna peningkatan pelayanan yang semakin baik, dan pada akhirnya dapat
menghasilkan siswa-siswi generasi penerus bangsa yang berkualitas baik
iv
secara akademis maupun perilaku dan sikap hidup yang menunjukkan
kepribadian yang membanggakan.
Semoga pendekatan Sound Governance yang diaplikasikan pada
MBS-BPP ini dapat semakin dikembangkan dan diaplikasikan secara meluas.
Dina Limanto
East Java Provincial Coordinator
KINERJA Program
v
UCAPAN TERIMA KASIH
vi
maupun materiil dan Drs. H. Saiful Bahri, M.Si. selaku Rektor Universitas
Pawyatan Daha Kediri beserta staf yang telah memberikan motivasi serta
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi lanjut
program doktor di Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Mrs. Elke Rapp selaku Chief of Party Kinerja – USAID dan Ir. Dina Limanto
selaku Provincial Coordinator East Java Kinerja – USAID yang telah
memberikan masukkan terkait dengan materi MBS-BPP kepada penulis; Ibu
Nurfitriya, S.T. dan Bapak Mohammad Jauhar, S.Pd. yang membantu dalam
penyempurnaan setting buku; serta seluruh pihak yang tidak mungkin penulis
sebut nama satu per satu yang telah membantu baik dalam penyelesaian
penelitian maupun penulisan buku ini.
Akhir kata semoga buku ini bermanfaat bagi perbaikan pelayanan dan mutu
pendidikan di Indonesia.
vii
RINGKASAN
viii
program MBS-BPP untuk memperbaiki pelayanan pendidikan; Kelima,
sekolah telah melakukan inovasi kebijakan dan administrasi dalam
pelaksanaan program MBS-BPP, sehingga sekolah dapat memperbaiki
pelayanan pendidikan.
ix
KATA PENGANTAR
x
memperkenalkan sound governance ini bahwa sound governance (SG)
merupakan alternatif praktik governance di mana selama ini negara donor luar
negeri membawa bendera good governance (GG). Perbedaan SG dan GG,
kalau dari aspek aktor bahwa GG memiliki 3 aktor, yaitu aktor state, privat
dan civil society, dan SG di samping ketiga aktor GG tersebut ditambah satu
aktor lagi yaitu aktor internasional/global.
Secara garis besar buku ini terdiri dari beberapa bab dengan
penjelasan singkat sebagai berikut:
xi
Bab keempat ini menyajikan hasil penelitian tentang peran aktor,
pelaksanaan program MBS-BPP, temuan, tantangan dan kendala, inovasi
kebijakan dan administrasi dalam bentuk perbaikan pelayanan, dan existing
model. Selanjutnya dilakukan pembahasan hasil penelitian tersebut,
penyusunan proposisi, dan recommended model.
xii
Akhir kata saya menyadari bahwa buku yang sederhana ini masih
jauh dari kesempurnaan dan oleh karena itu saya menerima dengan lapang
dada atas saran yang konstruktif dari pembaca yang budiman. Kiranya
semoga buku ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu administrasi
publik dan perbaikan pelayanan serta mutu pendidikan di tanah air secara
berkelanjutan sesuai dengan program Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu
Sustainable Development Goals (SDG’s) periode 2016-2030, khususnya
tujuan (goal) yang keempat yaitu pendidikan yang bermutu (quality
education).
xiii
DAFTAR ISI
halaman
Ringkasan .................................... v
B. Permasalahan ...................... 22
Bab 2 KONSEPTUALISASI……...................... 24
xiv
C. Kebijakan Publik dan Barang Publik 39
xv
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Anggaran Belanja Negara dan Anggaran Fungsi
Pendidikan Tahun Anggaran 2014-2015
........................... 2
Tabel 2. Elemen Kunci Citizen-Centered Governance
.......................... 30
Tabel 3. Peran Pemerintahan Lokal di Bawah Visi Baru Local
Governance .......... 33
Tabel 4. Karakteristik Model partisipasi Warga 48
Tabel 5. Matrik SWOT ......................... 82
Tabel 6. Innovation and Improvement in Different Conceptions
of Governance and Public Improvement .............. 95
Tabel 7. Daftar Nama Sekolah Mitra Kinerja-USAID
............................... 101
Tabel 8. Daftar Kegiatan Peningkatan Kapasitas Pelaksanaan
Program MBS-BPP oleh Aktor Global
........................ 102
Tabel 9. Daftar SOP SDN Tisnonegaran 1 ....... 153
Tabel 10. Instrumen Monitoring Janji Perbaikan Pelayanan
........................... 142
Tabel 11. Matrik Fokus dan Temuan Penelitian Pelaksanaan
Program MBS-BPP …………….... 143
Tabel 12. Ringkasan Hasil Penelitian Penyelenggaraan
Pelayanan Pendidikan dalam Perspektif Sound
Governance ... 154
Tabel 13. Matrik Rumusan Masalah Penelitian, Fokus, Temuan,
Proposisi, Implikasi Teoritis, dan Implikasi Praktik ..... 156
Tabel 14. Instrumen Monitoring Janji Perbaikan Pelayanan
........................... 156
xvi
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1. Model Elit ......................... 40
xvii
Gambar 15. Dokumen RKAS SDN Tisnonegaran 1 Kota
Probolinggo ........................ 152
Gambar 16. Gazebo Partisipasi PT Kutai Timber Indonesia
.......................... 157
Gambar 17 Publikasi Prestasi Siswa Mingguan SDN Sukabumi
6 Kota Probolinggo .... 160
Gambar 18 Kalender Akademik SDN Tisnonegaran 1 Kota
Probolinggo ................... 161
Gambar 19 Papan Informasi SDN Tisnonegaran 1 Kota
Probolinggo........................ 162
Gambar 20 Bank Sampah SDN Tisnonegaran 1 Kota
Probolinggo......................... 163
Gambar 21 Bak Sampah untuk Proses Kompos di SDN
Kanigaran 5 .................... 164
Gambar 22 Jadwal Piket Kavling Paguyuban Kelas VI di SDN
Kanigaran 5 Kota Probolinggo ........................
165
Gambar 23 Kegiatan Paguyuban Kelas untuk Lingkungan
Sekolah yang Indah di SDN Kanigaran 5 Kota
Probolinggo .......
165
Gambar 24 Kegiatan Paguyuban Kelas untuk Lingkungan
Sekolah yang Nyaman di SDN Kanigaran 5 Kota
Probolinggo ... 166
Gambar 25 Buku Tata Tertib dan Komunikasi Orang Tua Siswa
dengan Sekolah di SMPN 9 Kota Probolinggo
............ 199
Gambar 26 Existing Model Pelaksanaan Program MBS-BPP
dalam Perspektif Sound Governance
......................... 206
Gambar 27 Recommended Model Pelaksanaan Program MBS-
BPP dalam Perspektif Sound Governance
................... 257
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
xix
GLOSSARY
Aktor Privat : adalah aktor swasta atau aktor perusahaan
Costing : adalah perhitungan biaya program dan
kegiatan
Evaluasi : adalah kegiatan setelah berakhirnya kegiatan
monitoring pemenuhan janji perbaikan
pelayanan. Evaluasi ini dilakukan setelah
terlebih dulu diselenggarakan lokakarya hasil
monitoring.
Forum CSR : adalah sebuah wadah untuk menampung
dana Corporate Social Responsibility (CSR)
dari perusahaan dan selanjutnya disalurkan
bagi sekolah yang membutuhkan, yang telah
dituangkan dalam suatu Surat Keputusan
Walikota Probolinggo
Good Governance : adalah suatu fungsi akuntabilitas dan sebagai
suatu penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung
jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi
dan pasar yang efisien, penghindaran salah
alokasi dana investasi dan pencegahan
korupsi baik secara politik maupun
administratif, menjalankan disiplin anggaran
serta penciptaan kerangka hukum dan politik
bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Governance : adalah penggunaan kewenangan administrasi,
ekonomi dan politik untuk mengelola suatu
masalah publik atau disebut lain sebagai tata
kelola kepemerintahan. Sebagai kompleksitas
mekanisme, proses, hubungan, dan
kelembagaan melalui mana warga dan
kelompok mengartikulasi kepentingan mereka,
penggunaan hak dan kewajiban mereka dan
menengahi perbedaan-perbedaan mereka.
xx
Governability : adalah menyangkut kompleksitas, dinamika
dan keberagaman dari sistem sosial-politik
yang memerlukan karakteristik tertentu dari
proses penyesuaian antara kebutuhan dan
kapasitas.
Governing : adalah menunjukkan fungsi governance oleh
aktor siapa saja atau kewenangan atau
institusi, termasuk salah satunya Lembaga
Swadaya Masyarakat, mengingat governance
terdiri dari: proses, struktur, nilai, manajemen
kebijakan, administrasi.
Jurnalis Warga : adalah seseorang secara bebas (freelance)
dan sukarela yang pekerjaannya meliput
seperti wartawan terhadap kegiatan yang
dilakukan oleh sekolah-sekolah dan/atau
Dinas Pendidikan, dengan cara mengunggah
(upload) ke media sosial (medsos). Hal ini
bertujuan untuk menyebarkan berita atau
praktik baik oleh satu atau beberapa sekolah,
agar semua dapat mengetahui dan alasan lain
karena media mainstream (koran) jarang
sekali memberitakan dengan alasan tidak
menguntungkan secara bisnis.
Komite Sekolah : adalah badan mandiri yang mewadahi
peranserta masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan,
baik pada pendidikan pra sekolah, jalur
pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan
luar sekolah.
Laporan Triwulan : adalah laporan kinerja kegiatan dan keuangan
yang disusun oleh setiap sekolah setiap 3
(tiga) bulan sekali dan diserahkan ke Dinas
Pendidikan.
xxi
MBS-BPP : adalah salah satu standar pelayanan minimal
yang prinsip-prinsipnya wajib dilakukan oleh
satuan pendidikan di mana sekolah diberi
otonomi dalam pengelolaan sekolah dan
sebagai penyedia pelayanan pendidikan di
satuan pendidikan.
Monitoring : adalah kegiatan pemantauan terhadap
pemenuhan janji perbaikan pelayanan yang
dilakukan oleh sekolah, dengan tujuan untuk
mengetahui sejauhmana pemenuhan janji
tersebut, apakah sesuai dengan rencana atau
tidak.
Paguyuban Kelas : adalah himpunan atas dasar sukarela yang
terdiri dari orang tua/wali siswa dalam suatu
kelas tertentu, yang membantu sekolah dan
komite sekolah di dalam pengembangan
sekolah.
Rekomendasi : adalah usulan yang mendesak untuk
dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari
kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap
pemenuhan janji perbaikan pelayanan.
Satuan Pendidikan : adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur
formal, nonformal, dan informal pada setiap
jenjang, dan jenis pendidikan.
Soundness : adalah karakteristik governance dengan
kualitas yang super dalam: fungsi, struktur,
proses, nilai, dimensi, dan unsur penting
dalam governing dan administrasi.
Sound Governance : adalah merefleksikan keduanya governing dan
fungsi administratif dengan kinerja
organisasional yang sehat dan manajerial yang
tidak hanya sekarang dan pemeliharaan
kompeten, tetapi juga antisipatif, responsif,
akuntabel dan transparan, dan koreksi diri;
xxii
oleh karena itu berorientasi strategis dan
jangka panjang sebaik operasional jangka
pendek.
Stakeholders : adalah pemangku kepentingan atau individu
atau kelompok sosial yang memiliki
kepentingan dan perhatian pada bidang
tertentu.
Workplan : Rencana Kerja Tahunan
xxiii
DAFTAR SINGKATAN
xxiv
ILO : International Labour Organization
IMF : International Monetary Fund
IPM : Indeks Pengaduan Masyarakat
JATIM : Jawa Timur
JPP dan RT : Janji Perbaikan Pelayanan dan Rekomendasi
Teknis
JW : Jurnalis Warga
KEMDAGRI : Kementerian Dalam Negeri
KEMDIKBUD : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
KEMENKEU : Kementerian Keuangan
KEMENKO PMK : Kementerian Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan
LPSS : Local Public Service Specialist (East Java
Kinerja USAID)
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MADING : Majalah Dinding
MBS-BPP : Manajemen Berbasis Sekolah – Berorientasi
Pelayanan Publik
MENTERI PPN : Menteri Perencanaan Pembangunan Negara
MI : Madrasah Ibtidaiyah
MONEV : Monitoring dan Evaluasi
MoU : Memorandum of Understanding atau Nota
Kesepahaman
MSF : Multi Stakeholders Forum (Forum Multi Pihak
Pemangku Kepentingan)
MTs : Madrasah Tsanawiyah
MUSRENBANGKEL : Musyawarah Rencana Pembangunan
Kelurahan
PC : Provincial Coordinator (East Java Kinerja
USAID)
PEMKOT : Pemerintah Kota
PERDA : Peraturan Daerah
PERMENDIKBUD : Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan
PERMENDIKNAS : Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
xxv
PT : Perguruan Tinggi
PUG : Pengarustamaan Gender
PUSDATIK : Pusat Data dan Statistik
RKS : Rencana Kerja Sekolah
RKAS : Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah
SATPAM : Satuan Pengamanan
SD/N : Sekolah Dasar/Negeri
SEKDIRJEN : Sekretaris Direktorat Jenderal
SK : Surat Keputusan
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SLG : Sound Local Governance
SMP/N : Sekolah Menengah Pertama/Negeri
SNP : Standar Nasional Pendidikan
SOP : Standar Operasional Prosedur
SPM : Standar Pelayanan Minimal
SPP : Standar Pelayanan Publik
STTA : Short Term Technical Assistance
SWOT : Strengths, Weakness, Opportunity, Threats
ToT : Training of Trainer
TPS : Tim Pengembang Sekolah
TU : Tata Usaha
UNDP : United Nations Development Programme
UNESCO : United Nations Educational, Scientific, and
Cultural Organization
UNICEF : United Nations Emergency Chilfren’s Fund
UPT : Unit Pelayanan Teknis
USAID : United States Agency for International
Development
WB : World Bank
WFO : World Food Organization
WHO : World Health Organization
WTO : World Trade Organization
xxvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan pelayanan pendidikan telah menjadi masalah global
atau internasional, di mana Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah
menempatkan pendidikan, terutama pendidikan dasar menjadi tujuan (goal)
sebagaimana telah dicanangkan dalam Pertemuan Internasional di Dakar,
Senegal, Perancis tanggal, 26-28 April 2000, di mana 189 negara
membicarakan tujuan pendidikan yang dikenal dengan Millennium
Development Goals (MDG’s), khususnya pendidikan dasar universal
(MDG2) dan kesetaraan gender (MDG3) pada pendidikan tahun 2015. Hal
ini membuktikan bahwa permasalahan pendidikan dasar (primary education)
menjadi permasalah global dan perlu mendapatkan pelayanan yang memadai
yang wajib dilakukan oleh setiap negara di dunia.
Komunitas internasional pada pertemuan di Dakar tersebut
menyampaikan 6 (enam) komitmen kolektif yang terkait dengan Education for
All (EFA), yaitu: (1) peningkatan pembiayaan eksternal untuk pendidikan,
khususnya pendidikan dasar; (2) memastikan prediksi yang lebih besar dalam
aliran bantuan eksternal; (3) memfasilitasi lebih efektif koordinasi donor; (4)
memperkuat pendekatan sektor yang luas; (5) memberikan bantuan utang
sebelumnya, lebih luas dan lebih panjang dan/atau penghapusan utang untuk
pengurangan kemiskinan, dengan komitmen yang kuat untuk pendidikan
dasar; (6) melakukan monitoring lebih efektif dan teratur kemajuan menuju
tujuan dan target EFA, termasuk penilaian secara periodik (UNESCO, 2000:
9).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, ada beberapa pertanyaan
yang dapat dapat dialamatkan ke permasalahan pelayanan publik sektor
pendidikan tersebut, yaitu: (1) apa yang terjadi dengan cita-cita pelayanan
publik dan kapan kita berhenti mendengar tentang mereka; (2) bagaimana
memiliki perubahan dalam filosofi manajemen dan teori tentang peran yang
tepat dan identitas pemerintah diubah bagaimana tindakan, berpikir dan
berperilaku pegawai negeri; (3) apakah nilai-nilai pelayanan publik, terutama
Tahap ketiga, pemenuhan janji perbaikan pelayanan. Pada tahap ini masing-
masing sekolah pada umumnya memilih janji perbaikan pelayanan yang tidak
membutuhkan dana yang relatif besar tetapi yang segera terlihat, seperti guru
wajib memeriksa pekerjaan rumah siswa, kamar mandi kurang bersih dan
sebagainya. Janji untuk perbaikan tempat parkir atau pengadaan kipas angin
di ruang kelas, pada umumnya segera terpenuhi. Pengajuan Rekomendasi
Teknis (RT) kepada Dinas Pendidikan atau perusahaan swasta pada
umumnya kurang direspon. Misalnya rekomendasi teknis tentang
pembangunan fisik perbaikan gorong-gorong untuk mengatasi luapan air
ketika hujan deras.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas bahwa
pelaksanaan program MBS-BPP untuk tujuan pencapaian target SPM, SNP
dan perbaikan pelayanan pendidikan, pihak sekolah selaku aktor pemerintah
melibatkan aktor masyarakat yang diwakili oleh Komite Sekolah, aktor swasta
(perusahaan) serta aktor global yang diwakili oleh Provincial Coordinator
East Java - Kinerja USAID. Pelibatan komite sekolah dalam pelaksanaan
program MBS-BPP, khususnya penyusunan dan penganggaran, menurut
Pengawas Sekolah Bapak KSD ada beberapa sekolah dalam melibatkan
komite sekolah tersebut kurang optimal. Di samping itu, pada tataran
pelaksanaan dan pertanggungjawaban program kegiatan dan keuangan,
komite sekolah dilibatkan, meskipun setiap sekolah ada perbedaan tingkat
keterlibatan komite sekolah. Hubungan antara sekolah sebagai penyedia
layanan dengan orang tua siswa dan/atau siswa sebagai pengguna layanan
terbatas, dan segala pengaduan dari orang tua siswa dan/atau siswa sering
diabaikan, sehingga pengaduan tersebut tidak diakomodasi dalam
penyusunan perencanaan dan penganggaran sekolah.
Kebijakan pemerintah tentang pembatasan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS), mengakibatkan pihak sekolah
kekurangan dana untuk perbaikan pelayanan pendidikan. Di sisi lain,
pemerintahan daerah (eksekutif dan legislatif) mengambil kebijakan agar
sekolah tidak memungut dana kepada orang tua/wali siswa.
Oleh karena itu berdasarkan identifikasi permasalahan di atas,
dapat dirumuskan tiga hal, yang terkait dengan pelaksanaan program MBS-
BPP, yaitu: (1) peran aktor pada pelaksanaan program; (2) pelaksanaan
program itu sendiri; (3) kendala internal apa sajakah pada pelaksanaan
program; (4) tantangan eksternal apa sajakah pada pelaksanaan program;
dan (5) inovasi kebijakan dan administrasi pelayanan pendidikan pada
pelaksanaan program.
A. Sound Governance
1. Definisi
Governance sebagai pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi,
dan administrasi untuk mengelola urusan suatu negara. Ini adalah mekanisme
yang kompleks, proses, hubungan, dan institusi dimana warga dan kelompok
mengartikulasikan kepentingan mereka, melaksanakan hak dan kewajibannya
dan menengahi perbedaan mereka. Menurut definisi dari United Nations
Development Programme (UNDP), "melampaui pemerintahan negara untuk
memasukkan organisasi-organisasi masyarakat sipil dan sektor swasta,
karena semua yang terlibat dalam kegiatan yang paling mempromosikan
pembangunan manusia yang berkelanjutan". (UNDP dalam Farazmand,
2004: 6-7)
Memperhatikan definisi tersebut di atas dapat diidentifikasikan tiga
komponen kunci pemerintahan, yaitu: (1) negara dan lembaga-lembaganya;
(2) organisasi masyarakat sipil yang secara tradisional ditinggalkan dalam
sistem pemerintahan masa lalu; dan (3) sektor swasta yang seharusnya tidak
terlibat dalam proses pemerintahan atau dinamika.
Dari sini terlihat bahwa telah terjadi transformasi konseptual dari
tradisional konsep pemerintah (government) dan pemerintahan (governance)
menjadi pemerintahan yang baik (good governance). Di sisi lain, Peters dalam
Farazmand (2004:8) menawarkan analisis yang jelas yaitu penjelasan konsep
pemerintahan dan administrasi publik di empat model governance (market
model, participatory model, flexible government, deregulatory government)
dengan fungsi struktural dan manajerial yang sesuai. Kemudian membuat
semacam perbedaan dengan memahami makna yang lebih luas dari konsep
governance, masing-masing dengan kekuatan dan kelemahan. Di samping
itu, Frederickson dalam Farazmand (2004:8) menguraikan literatur terbaru
dari "administrasi publik sebagai governance" dan menjelaskan keuntungan
dan masalah yang terkait dengan penerapan tata kelola sebagai administrasi
publik atau sebaliknya. Pilihannya adalah untuk konsep administrasi publik,
3. Dimensi
Sound Governance memiliki beberapa komponen atau dimensi,
yaitu (Farazmand, 2004: 12-18):
(1) Proses
Sound governance melibatkan suatu proses governing dengan
interaksi semua elemen atau pemangku kepentingan, baik proses internal
maupun eksternal.
(2) Struktur
Struktur adalah tubuh dari unsur-unsur konstitutif, aktor, aturan,
peraturan, prosedur, kerangka kerja pengambilan keputusan, dan
sumber-sumber kewenangan yang menyetujui atau melegitimasi proses
governance. Perwujudan struktural ini dibentuk dan beroperasi baik
secara vertikal dan horizontal dan dipengaruhi oleh banyak faktor internal
dan eksternal, lokal dan kekuatan internasional.
(4) Konstitusi
Dimensi yang paling penting dari governance dan sound
governance adalah konstitusi dari sistem pemerintahan dan governance.
Konstitusi merupakan dokumen pembimbing dan mendasar yang
berfungsi sebagai cetak biru governance. Ini adalah masalah khas
"formalisme" atau dualitas dalam proses pemerintahan di seluruh dunia
yang sangat dipengaruhi atau didikte oleh eksternal struktur kekuasaan
global. Formalisme terjadi ketika aturan formal dan peraturan yang
digantikan oleh norma-norma informal bagi perilaku dalam politik,
pemerintahan, dan administrasi untuk melayani tujuan-tujuan tertentu,
tetapi mereka diterapkan secara ”kaku” ketika berhadapan dengan lawan
atau penantang sistem mereka.
(7) Kebijakan
Dimensi kebijakan sound governance, memberikan pedoman,
arah dan kemudi kepada elemen atau dimensi proses, struktur, dan
manajemen. Dua jenis kebijakan menurut sound governance adalah:
pertama, adalah kebijakan eksternal untuk organisasi governance secara
individu, dan itu bersumber dari otoritas legislatif dan politik atau hukum
yang mewakili kehendak rakyat. Ini semacam panduan kebijakan dan
memberikan arah ke lembaga governance dan organisasi untuk
mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Kedua, adalah kebijakan
internal untuk institusi dan organisasi governance secara individual;
kebijakan organisasi, pedoman serangkaian pengarahan peran yang
mendefinisikan dan menentukan aturan, peraturan, prosedur, dan nilai-
nilai yang digunakan untuk mengelola kinerja organisasi menuju misi dan
tujuan-tujuan sound governance yang diinginkan. Bersama-sama,
kebijakan internal dan eksternal berfungsi sebagai pengarah mekanisme
dari kinerja organisasi dalam sound governance.
(8) Sektor
Dimensi sektoral sound governance adalah fitur sektoral yang
juga mewujudkan semua dimensi lain yang diuraikan di atas. Dimensi
sektoral governance penting karena mereka terfokus pada sektor-sektor
Mendapatkan
kepercayaan:
1. Profesionalisme dan
integritas staf
2. Perlindungan
terhadap
penyimpangan
1. Semua tugas
dilakukan pengujian
pelayanan alternatif -
-- yaitu, penyediaan
kompetitif yang
melibatkan penyedia
pemerintah dan
entitas di luar
pemerintah
2. Pembiayaan yang
menciptakan insentif
untuk kompetisi dan
inovasi
3. Perbandingan
evaluasi penyedia
layanan
4. Sektor publik
sebagai pembeli
melalui kontrak
Elit
Policy Direction
Officials and
Administrator
s
Policy Execution
Mass
Lebih jauh bahwa barang publik ini juga dapat dalam skala global,
dengan demikian barang publik global adalah barang yang berada dalam
domain publik global. Misalnya alat komunikasi dengan menggunakan satelit,
transportasi pesawat terbang dan sebagainya.
Suatu tujuan yang kompleks dari suatu organisasi akan tercapai
apabila ada pengaturan sistem penyelenggaraan seluruh kegiatan dan
kemudian adanya umpan balik atas pelaksanaan kegiatan tersebut untuk
memperbaiki keputusan yang telah diambil demi perbaikan kinerja organisasi
tersebut.
Apabila pemahaman tentang sistem tersebut di atas diterapkan
dalam bidang pendidikan dengan mengacu pada pendapat Soguel dan
D. Pembangunan Kemitraan
Partisipasi dari sisi demokrasi, Muluk (2010) menyatakan bahwa
partisipasi sebagai nilai dasar demokrasi menjadi perhatian penting dalam
administrasi publik yang demokratis. Pada dasarnya, gagasan partisipasi
dalam administrasi publik mencakup dua ranah, yakni manajemen partisipatif
dan partisipasi masyarakat dalam administrasi publik. Lebih jauh Schacter
(Callahan, 2007: 153-154) mengemukakan bahwa banyak teori partisipasi
- Chain Management;
Chain management atau manajemen berantai adalah suatu bentuk
governance yang mirip governance jaringan. Aktor-aktor dalam rantai
adalah saling tergantung, karena saling ketergantungan secara
fungsional dalam proses yang terkait. Governance berantai berbeda
dari governance jaringan: suatu jaringan didefinisikan dengan
hubungan sosial, suatu rantai hanya dengan hubungan fungsional.
- Bazaar Governance.
Bazaar governance dikarakteristikan dengan tingkat kontrol (hierarkhi)
rendah, intensitas insentif (pasar) lemah dan suatu jaringan yang tidak
dibangun berdasarkan kepercayaan: anggota komunitas jarang
mengenal satu sama lain dan mungkin masuk atau keluar jaringan tidak
tercatat.
E. Aktor Governance
Pembahasan tentang aktor tidak terlepas dari pembahasan tentang
level governance, dimulai dari level lokal, nasional, regional sampai dengan
level global. Demikian pula, level aktor governance dapat dimulai dari aktor
lokal, nasional, regional sampai dengan aktor global. Yang termasuk aktor
G. Desentralisasi Pendidikan
Seiring dengan gelombang demokrasi di dunia, maka telah terjadi
tuntutan dari masyarakat terhadap penyediaan pelayanan publik. Adapun
makna dari kondisi ini adalah munculnya kebutuhan akan desentralisasi
pelayanan publik, sehingga pengambilan keputusan akan semakin cepat dan
tepat sasaran. Hal ini merambah juga pada bidang pendidikan sebagai
barang publik yang menuntut pemerintah menyediakan pelayanan pendidikan
secara baik bagi warga. Sebagai perbandingan dipilih negara China yang
mana sedang mengejar pertumbuhan ekonomi, namun tidak meninggalkan
sektor pendidikan. Kinglun Ngok (2007: 142) bahwa reformasi yang
berorientasi pasar dan pengejaran pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam
era ekonomi yang mengglobal berdampak secara signifikan terhadap
pembangunan dan kebijakan pendidikan di China. Peran negara lemah dalam
penyediaan pendidikan dan kesenjangan antara desa dan kota adalah kunci
kebijakan pendidikan China menyusul reformasi ekonomi dan kebijakan pintu
terbuka. Kesimpulannya bahwa pembangunan yang seimbang dan sama
dalam pendidikan di China membawa negara kembali ke dalam sektor
pendidikan.
Wong dalam Bjork (2006: 55) mengemukakan bahwa negara
secara bertahap mendelegasikan tanggungjawab fiskal dalam pendidikan
untuk individu dan komunitas lokal. Dalam arti bahwa dengan adanya
desentralisasi pendidikan memungkinkan negara mentransfer
tanggungjawab fiskal dan tugas manajemen untuk bawahan stakeholders
H. Pelayanan Publik
Pemerintah lokal dalam mempertanggungjawabkan sumber daya
masyarakat, perlu meningkat kualitas layanan publik. Kualitas layanan publik
dalam hal ini Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1997:133-134), menyatakan
kualitas pelayanan didasarkan dimensi sebagai berikut :
1) Tangibles (Bukti langsung) yaitu kelengkapan pelayanan yang bisa
dilihat/dirasakan secara langsung oleh pelanggan seperti ruangan,
fasilitas, sarana prasarana, penampilan petugas.
2) Reability (Keandalan) yaitu kemampuan melayani sesuai dengan
keinginan pelanggan, diantaranya kecepatan, ketepatan,
kemampuan dan kesigapan pelayanan.
3) Responsiveness (Daya tanggap) yaitu kemampuan dan
ketanggapan dalam memberikan pelayanan seperti ketanggapan
terhadap keluhan pelanggan, kemampuan memberikan informasi
Administrative/organizational accountability(akuntabilitas
administrasi/organisasi) adalah hubungan hierarki antara pusat
pertanggunjawaban dengan organisasi-organisasi di bawahnya. Pada
umumnya, jelas batas-batasnya, baik dalam bentuk hubungan formal maupun
dalam bentuk jaringan informal.
Legal accountability (akuntablitas hukum) adalah apabila
akuntabilitas birokrasi bergantung pada sarana kontrol internal, akuntabiltas
legal dalam proses legislatif dan yudikatif. Hal ini dapat dicapai baik oleh
tindakan pengadilan atau oleh judicial review dari suatu tindakan administratif
di mana organisasi atau pejabat yang bertanggung jawab untuk tidak
mengikuti maksud legislatif atau kewajiban hukum. Sementara kekuasaan
legislatif atau kehakiman untuk menghukum pemerintah sebagai bentuk
pertanggungjawaban hukum.
Political accountability (akuntabilitas politik) adalah legitimasi suatu
program publik, dan yang pada akhirnya dapat masuk ke dalam organisasi
yang bertanggung jawab terhadap program publik tersebut, adalah masalah
akuntabilitas politik. Administrator kewenangannya terbatas dalam sistem
pemerintahan demokratis, mengenali kekuasaan kewenangan politik untuk
mengatur, seperangkat prioritas, redistribusi sumber-sumber, dan
memastikan pemenuhan sesuai dengan pesanan. Akuntabilitas politik, dalam
beberapa kasus, menggolongkan akuntabilitas organisasi atau administratif,
terutama karena politik yang dipilih berasumsi bertanggungjawab secara
politik dan hukum.
Professional accountability (akuntabilitas profesi) adalah
profesionalisme dalam organisasi sektor publik yang dilatih menjadi
profesional dalam pelayanan publik. Akuntabilitas profesional menuntut
profesional dalam pelayanan publik harus menyeimbangkan kode etik profesi
mereka dengan konteks yang lebih besar untuk melindungi kepentingan
publik.
ANALISA PENETAPAN
LINGKUNGAN ➢ VISI
➢ INTERNAL ➢ MISI
➢ EKSTERNAL ➢ OBJECTIVE
KELEMAHAN KEKUATAN
ANCAMAN
Keterangan:
Kuadran 1 : ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan.
Organisasi tersebut memiliki peluang dan kekuatan
sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi
yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung
kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented
Strategy).
Kuadran 2 : meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi ini
masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang
harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara
strategi diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran 3 : organisasi menghadapi peluang pasar yang sangat besar.
Tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa
kendala/kelemahan internal. Fokus strategi organisasi ini
adalah meminimalkan masalah-masalah internal organisasi,
sehingga dapat merebut peluang yang lebih baik.
(2) Keuangan
Variabel-variabel yang terkait dengan keuntungan relatif, kembali modal,
pendapatan setiap titik, arus kas, efisiensi relatif atas penggunaan aset,
struktur keuangan (pemilik atau pinjaman), keterampilan manajemen
keuangan dan kompetensi.
(3) Operasional
Variabel-variabel yang terkait dengan bentuk, lokasi, umur, dan
produktivitas aset operasional, fleksibelitas operasional, tingkat sukses
dalam pengobatan pasien, kapasitas daya tanggap yang yang cepat atau
(4) Teknologi
Variabel-variabel yang terkait bentuk dan kerumitan teknologi,
kemampuan untuk mengelola perubahan teknologi, tingkat kompetensi
teknologi demi tujuan efisiensi atau keuntungan kompetitif, kebutuhan
untuk keberlanjutan investasi dalam inovasi, riset dan pengembangan,
dan pengembangan produk baru.
2. Bentuk Inovasi
Bentuk-bentuk inovasi menurut Clark et al., (2008: 4) adalah sebagai berikut:
a. Production innovation, pengenalan barang dan jasa yang baru atau yang
merupakan perbaikan yang signifikan atas pendahulunya.
b. Process innovation, pengenalan barang dan jasa yang baru atau yang
merupakan perbaikan yang signifikan atas pendahulunya.
c. Organisational innovation, aplikasi suatu metode atau pengaturan
organisasi yang baru.
Sedangkan bentuk inovasi dalam sektor publik terdiri dari (Clark et al., 2008:
5):
a. New or improved service: sebagai contoh pemeliharaan berbasis rumah
untuk orang tua.
b. Process innovation: suatu perubahan dalam pembuatan produk atau
pelayanan.
c. Administrative innovation: sebagai contoh penggunaan suatu instrumen
kebijakan baru yang mungkin akibat dari perubahan kebijakan.
d. System innovation: suatu sistem baru atau perubahan mendasar dari
sistem yang ada, misalnya dengan pembentukan organisasi baru atau
pola-pola baru kerjasama dan interaksi.
Sedangkan hambatan untuk inovasi sektor publik (Clark et al., 2008: 6-7)
yaitu:
a. Bureaucratic culture (budaya birokrasi)
Keterangan:
Kotak 1: sebuah organisasi tidak memiliki perbaikan dan inovasi.
Kotak 2: ada perbaikan tetapi tanpa inovasi.
Kotak 3: organisasi terlibat dalam inovasi tetapi tidak ada hasil
perbaikan.
Kotak 4: sebuah organisasi terlibat dalam keduanya inovasi dan perbaikan
nyata baik dalam keluaran dan maupun hasil.
Gambar 8
Siklus Tahapan Pelaksanaan Program MBS-BPP
dalam Perspektif Sound Governance
1. SDN Kanigaran 5
2. SDN Curahgrinting 1
4. SDN Sumberwetan 1
6. SDN Sukoharjo 4
Hal ini kemudian saya konfirmasikan kepada DDK selaku orang tua
siswa dan sekaligus pengurus paguyuban kelas SDN Sukabumi 1, sebagai
berikut:
Mengenai TPS memang beberapa sekolah menetapkan kepala
sekolah sebagai ketua TPS, tetapi ada pula yang menjadi ketua
adalah wakil kepala sekolah. Saya sebagai pengurus paguyuban
sekolah lebih baik memang kepala sekolah yang menjadi ketua TPS
agar lebih terarah dan dapat langsung diputuskan apabila menemui
jalan buntu dalam mengambil keputusan, karena kepala sekolah
sebagai pemimpin tertinggi di sekolah.
Berbeda dari yang disampaikan oleh END dan DDK, maka SBD
Kepala SMPN 9, mengemukakan sebagai berikut:
Sehubungan dengan TPS di SMPN 9 saya serahkan kepada wakil
kepala sekolah, karena di sekolah ini saya membudayakan
desentralisasi terbatas, terutama jabatan yang tidak diatur dengan
jelas oleh peraturan yang berlaku, didelegasikan kepada bawahan
saya, terutama wakil kepala sekolah. Peran saya masih penting
selaku kepala sekolah, ketika TPS akan memutuskan sesuatu
inovasi pelayanan pendidikan yang memungkinkan melibatkan pihak
luar, seperti menerima sumbangan sukarela dari masyarakat untuk
menambah sapras ruang kelas, untuk hal ini saya perlu ikut campur.
Hal ini masih terkait dengan pengaduan mengenai ruang kelas yang
panas, penulis mengkonfirmasi ke siswa KR dari SDN Kanigaran 5, ia
mengemukakan bahwa:
Lebih jauh dan yang masih terkait dengan keberadaan aktor yang
terlibat survei pengaduan tersebut, Sekretaris Komite Sekolah, SDN
Tisnonegaran 1, YN menyatakan sebagai berikut:
Komite sekolah dan paguyuban sekolah pada saat dilakukan survei
pengaduan masyarakat oleh berperan sebagai responden untuk
mengisi angket pengaduan. Angket pengaduan di bawa oleh para
siswa ketika pulang dari sekolah, karena siswa yang telah mengisi
angket pengaduan masing-masing diberi satu angket untuk diisi
oleh orang tua di rumah.
Hal ini juga dipertegas oleh aktor dari sekolah, yaitu Kepala SDN
Sukabumi 1, END sebagai berikut:
Peran pengawas sekolah masih kurang, karena datang ke sekolah
menanyakan kegiatan apa yang telah dilakukan oleh sekolah selama
ini dan dilanjutkan melihat sekitar sekolah. Kalau monev di intern
kami sederhana, apabila orang tua siswa bertanya tentang salah
satu janji perbaikan pelayanan yang belum terpenuhi, maka saya
diskusikan langsung dan menjelaskan mengapa janji belum
dipenuhi, sehingga orang tua siswa tersebut benar-benar paham.
Berdasarkan pengamatan ada aktor kunci (key actor) yang lain yaitu
JK. Pada tahun 2012 aktor ini menjadi Sekretaris Komite Sekolah di SDN
Kebonsari Kulon 2 yang ketika itu yang menjadi Kepala Sekolah adalah RKM.
JK sebagai aktor masyarakat memiliki jaringan yang luas di Kota Probolinggo
mulai dari pemerintah kota, DPRD dan Forum CSR dan juga menjadi anggota
Forum Peduli Pelayanan Publik (FP3) Kota Probolinggo dan Fasilitator
program MBS-BPP.
Hasil pengamatan di atas penulis konfirmasikan kepada JK selaku
pengurus komite sekolah SMPN 9, sebagai berikut:
Peran saya sebagai pengurus komite sekolah adalah inisiator
bagaimana komite sekolah sebagai wakil dari seluruh orang tua
siswa dalam berhubungan dengan pihak sekolah. Saya
bekerjasama dengan ibu RKM selaku Kepala SDN Kebonsari Kulon
2 untuk menjadikan SD ini menjadi laboratorium MBS-BPP. Saya di
samping menjadi komite sekolah juga menjadi anggota dewan
pendidikan, sehingga saya memiliki jaringan dengan pihak di luar
3) Frekuensi yang berkisar 120 an, seperti pernyataan: ”Nilai siswa perlu
diberitahukan secara tertulis kepada orang tua/orang tua siswa,” dalam
arti orang tua/orang tua siswa ingin mengetahui perkembangan nilai
anaknya di sekolah.
4) Frekuensi yang berkisar 110 an, seperti pernyataan: ”Di dalam kelas
terasa panas, karena kipas anginnya perlu ditambah,” dalam arti siswa
merasa tidak nyaman karena ruangan panas, terutama setelah jam 10
pagi.
Unit Pelayanan
Nama Pemantau
Tanggal Pengisian
Formulir
1 2 3 4 5 6 7
Hal ini ditegaskan pula oleh JK baik sebagai komite sekolah SMPN
9 maupun fasilitator MBS-BPP, sebagai berikut:
Saya sebagai fasilitator MBS-BPP telah keliling ke seluruh sekolah
yang menjadi binaan saya. Apa yang saya dapatkan walaupun
sering saya datang ke sekolah-sekolah tersebut, namun masih juga
sekitar 20 % kepala sekolah belum paham benar tentang program
MBS-BPP. Hal ini disebabkan kepala sekolah atau guru disibukan
oleh kegiatan mengajar atau periksa tugas-tugas siswa, sehingga
kurang perhatian pada program ini. Pemahaman program menjadi
kunci untuk keberhasilan pelaksanaan program MBS-BPP.
Gambar 25. Buku Tata Tertib & Komunikasi Orang Tua Siswa dengan Sekolah di
SMPN 9 Kota Probolinggo. (Sebelah kiri Kepala Sekolah dan kanan
Walikota Probolinggo)
2) Kebijakan Supervisi Pembelajaran di Kelas
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap inovasi kebijakan supervisi
pembelajaran di kelas di SMPN 9 didukung oleh beberapa guru sebagai
pengawas pembelajaran. Kepala sekolah mengeluarkan surat keputusan
tentang pengawas pembelajaran. Pengawas ini berjumlah 12 orang termasuk
Kepala Sekolah. Kesebelas pengawas harus masuk ke dalam kelas,
meskipun ada pelajaran tetap masuk karena tidak mengganggu. Pengawas
akan duduk di kursi paling belakang, dan mengamati guru selama mengajar,
sambil mengisi check list yang berisi 10 aspek yang diamati. Hasil
pengamatan ini akan dibawa ke rapat pengawas yang dipimpin oleh Kepala
Sekolah dan hasilnya akan dibawa di rapat seluruh guru. Namun demikian,
khusus terkait dengan masalah personal, maka kepala sekolah akan
memanggil secara pribadi dan sedangkan kasus yang bersifat umum akan
disampaikan langsung tanpa menyebut sebuah nama orang yang
bersangkutan.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Probolinggo,
Ketua Tim Pengembangan Sekolah,
...............................
Kami berupaya menanggapi seluruh pengaduan dan kami berjanji memperbaiki pelayanan
yang terkait dengan masing-masing pengaduan tersebut, yaitu dengan upaya-upaya sebagai
berikut :
1. Untuk pengaduan “Guru hendaknya lebih perhatian dan dekat dengan murid”, kami
berjanji mulai Bulan Mei 2015 akan :
1.1 Meningkatkan perhatian pada murid
1.2 Melakukan pembinaan dan supervisi kepada guru terkait kurangnya perhatian
kepada murid
2. Untuk pengaduan tentang “Perencanaan biaya perpisahan harus lebih efisien“, kami
berjanji mulai bulan Mei 2015 akan :
1.1 Lebih cermat dalam membuat anggaran
1.2 Mengadakan seleksi dan mempertimbangkan kegiatan yang membutuhkan biaya
besar
1.3 Pengoptimalan peran panitia perpisahan
3. Untuk pengaduan “Perpustakaan kurang ventilasi dan cahaya”, kami berjanji mulai Bulan
Mei 2015 akan :
1.1 Menambah ventilasi udara dan penerangan
1.2 Membuat jadwal piket perpustakaan untuk meningkatkan kebersihan dan
kenyamanan siswa
4. Untuk pengaduan tentang “ Partisipasi pendidikan melalui musyawarah dan dapat
dipertanggung jawabkan”, kami berjanji mulai bulan Mei 2015 akan :
4.1 Selalu melibatkan wali murid dalam membahas partisipasi pendidikan
4.2 Selalu menyampaikan laporan hasil partisipasi pendidikan baik secara langsung
maupun melalui papan informasi
5. Untuk pengaduan tentang “ Perlu diadakan sosialisasi program sekolah “ , kami berjanji
mulai Mei 2015 akan,
5.1 Menyampaikan kalender pendidikan sekolah kepada wali murid setiap awal tahun
pelajaran
5.2 Melibatkan wali murid dalam merencanakan program sekolah
6. Untuk pengaduan tentang “ Musholla terlalu sempit dan perlu penambahan
perlengkapan” , kami berjanji mulai Oktober 2015 akan,
6.1 Mengadakan perbaikan dan perluasan musholla
6.2 Menambah perlengkapan musholla seperti sarung, mukena, Alqur’an, dan lainnya
7. Untuk pengaduan tentang “ Tidak ada satpam di sekolah”, kami berjanji mulai Januari
2015 akan,
7.1 Mengangkat tenaga harian satpam
7.2 Mengoptimalkan peran guru piket
Mengetahui,
Kepala Dinas Pendidikan
Kota Probolinggo
Kepada
Yth Walikota Probolinggo
di-
Tempat
Dengan hormat,