Anda di halaman 1dari 429

MENATAP WAJAH

PENDIDIKAN INDONESIA DI ERA 4.0


A Book Chapter of Indonesian Lecturer Associations
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49
ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing
paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).

ii
Ikatan Dosen RI (IDRI) Banten

MENATAP WAJAH
PENDIDIKAN INDONESIA DI ERA 4.0
A Book Chapter of Indonesian Lecturer Associations

Penerbit
Desanta Muliavisitama
2020

iii
MENATAP WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA
@copyright. Idri Banten.2020

ISBN: 978-623-7908-11-1

Penulis
Ikatan Dosen RI (IDRI) Banten

Editor Design Cover


Hendry Gunawan Aan Anshori

Diterbitkan oleh:
DESANTA MULIAVISITAMA
Anggota IKAPI Daerah Banten No. 043/BANTEN/2020
Redaksi: Jl. Raya Jakarta KM 6,5 Kalodran Kota Serang
BANTEN WhatsApp: 081295422174
Email. muliavisitama@gmail.com
https://desantapublisher.com

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang


Dilarang menyebarluaskan, mengutip sebagian atau keseluruhan isi buku ini
tanpa seizin tertulis dari penerbit
All Right Reserved

Cetakan Pertama, 31 Mei 2020

Isi Diluar Tanggungjawab Penerbit

iv
Prakata Ketua IDRI Banten

Segala puji hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala, atas


izinNya, kita semua masih diberikan kesehatan dan kesempatan
untuk melaksanakan sebagian kecil dari apa yang di
perintahkanNya, yaitu menyebarkan ilmu pengetahuan kepada
sesama melalui penerbitan buku Bunga Rampai yang diinisiasi
oleh Ikatan Dosen Repubik Indonesia (IDRI) Banten. Shalawat
serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, manusia terbaik yang ditakdirkan Allah Swt sebagai
pemberi syafaat bagi hidup dan kehidupan manusia di dunia dan
akhirat.
Secara khusus, disaat seluruh masyarakat Indonesia dan
dunia sedang mengalami musibah berkepanjangan yaitu dengan
merebaknya Virus Corona (Covid 19), satu hal yang tidak boleh
berhenti dari seorang pendidik adalah semangat untuk menebar
pengetahuan. Dengan berbagai sarana dan instrument yang
begitu banyak tersedia, sejatinya sebuah proses pendidikan tidak
boleh berhenti. Ia harus terus berjalan dan menjadi solusi bagi
masyarakat dalam mengisi hari-hari ditengah merebaknya virus
Corona.
Penyebaran virus Corona 19 yang begitu massif, telah
merubah dan membuka sebuah lembaran sejarah baru bagi kita
semua, khususnya dalam dunia pendidikan. Bagaimana tidak,
seluruh satuan pendidikan yang ada, dari mulai satuan
pendidikan terendah sampai yang paling tinggi dengan cepat
merespon melakukan revolusi system belajar yang selama ini

v
dilakukan, yaitu dari system klasikal (0ffline) merubah menjadi
system daring (online). Perubahan yang dilakukan secara drastis
ini, kemudian menjadi sebuah trend baru dalam sebuah proses
pembelajaran. Dimana suka atau tidak suka kita “dipaksa” untuk
melakukan sebuah lompatan paradigm proses pembelajaran
yang praktis dan “ekonomis”.
Seiring dnegan terbitnya berbagai surat edaran yang
dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan kebudayaan RI,
kemudian diikuti oleh terbitnya surat-surat serupa dari Dirjen
Pendidikan Tinggi terkait model pembalajran yang digunakan
selama masa Covid 19 ini, maka otomatis semua perguruan tinggi
harus menyesuaikan proses pembelajarannya, sebagai upaya
antisipasi terhadap penyebaran Virus Corona yang lebih luas.
Pembelajaran Daring atau sering disebut dengan
pembelajaran Online menjadi solusi atas merebaknyanya virus
Coorona. Perguruan tinggi tidak mau ambil resiko dengan
melakukan perkuliahan secara offline. Dan akhirnya semua para
Dosen dan Mahasiswa melakukan proses pembelajaran secara
Daring melalui berbagai aplikasi yang tersedia.
Dalam kondisi tersebut, Dosen akhirnya memiliki banyak
waktu luang untuk melakukan berbagai aktifitasnya secara WFH,
sesuai dengan ajuran dan surat edaran yang diterbitkan oleh
kementrian. Dan beragam aktifitas pun dilakukan secara online
oleh Dosen, mulai dari mengikuti seminar, workshop, perkuliahan
dan sidan seminar proposal skripsi pun dilakukan secara online.
Membaca kondisi tersebut, IDRI Banten sebagai sebuah
organisasi profesi yang mewadahi komunitas Dosen di Banten
mencoba mengambil peran aktif dalam bentuk memberikan
wadah aktualisasi bagi Dosen untuk menulis artikel. Ya, menulis

vi
Artikel bagi dosen bukanlah sebuah hal yang sulit, karena hampir
setiap hari bergelut dengan dunia tulis menulis artikel; artikel
jurnal ilmiah, artikel pengabdian kepada masyarakat atau artikel
yang dipublish dimedia online dan lain sebagainya.
Buku yang ada ditangan pembaca ini merupakan hasil
kolaborasi yang maksimal dari sebuah gagasan dan ide yang
meluncur secara spontan; yaitu menerbitkan buku dalam rangka
Hardiknas tahun 2020. Target dari ide yang meluncur secara
spontan tersebut kemudian dikemas dalam sebuah flyer yang
menarik; dan disebarkan ke berbagai group WhtasApp dan group
di Facebook yang ada. Dan alhmadulillah, dengan izinNya,
terkumpullah 24 artikel yang berasal dari berbagai penjuru; ada
dari Banten dan sekitarnya, ada artikel dari Medan, Jakarta,
Bandung, Surabaya, Purworejo, dan kota-kota lainnya. Sungguh
sebuah hasil yang tidak sederhana.
Buku ini diberi judul, Menatap Wajah Pendidikan
Indonesia Masa Depan di Era 4.0
Sebuah judul yang penuh dengan harapan dan optimisme
yang tinggi ditengah kondisi dan “kompleknya” permasalahan
dunia pendidikan di Indonesia. Hari ini kita menyaksikan dan
menjalani sebuah proses pembelajaran yang sangat baru, yaitu
dengan menggunakan pendekatan teknologi yang berbasis daring
(online), untuk pertama kalinya guru-guru dan dosen
melaksanakan pembelajaran online; dan untuk pertama kalinya
juga kita menyaksikan sidang skripsi, thesis dan disertasi
dilakukan secara online. Sungguh sebuah lompatan kemajuan
yang tidak biasa, kalau tidak dipaksa. Ya, kita dipaksa dengan
keadaan untuk melakukan semua itu. Terlepas banyak dan ragam
komentar yang bermunculan pasca penerapan kuliah secara

vii
online dilakukan, namun dalam sejarahnya tahun 2020 memiliki
kisah yang sangat berwarna terkait dengan pelaksanaan proses
pembelajaran secara daring/online.
Isi Buku ini secara umum memotret kegelisahan para
penulisnya dalam melihat kondisi pendidikan Indonesia. Dengan
berbagai pisau analisis yang digunakan, para penulis secara
gamblang telah mengangkat sebuah tema yang hampir seragam,
yaitu kondisi pendidikan Indonesia masa depan harus ada
perubahan. Ya, perubahan dan perbaikan kearah yang lebih maju
dan berdaya saing. Tidak saja soal infrastrukturnya tetapi juga
soal pengembangan SDM yang harus dijadian perhatian oleh para
pengambil kebijakan yang menangani persoalan pendidikan.
Akhirnya, atas nama Pengurus Ikatan Dosen Republik
Indonesia (IDRI) Provinsi Banten saya mengucapkan selamat dan
sukses kepada 24 kontributor artikel dalam buku ini, semoga
dengan terbitnya buku ini menjadi pemantik bagi kita sebagai
insan akademis untuk selalu tergerak peduli dengan kondisi
pendidikan di Indonesia. Dan menjadikan buku ini sebagai media
silaturahmi diantara kita dalam rangka memperkuat jejaring
(networking) diantara dosen dan aktifis pendidikan di seluruh
Indonesia.
Selamat Membaca.
Serang, 17 Mei 2020
Ketua
Ikatan Dosen RI (IDRI) Banten

Achmad Rozi El Eroy

viii
Daftar Isi

Prakata Ketua IDRI Banten ............................................................. v


Daftar Isi ........................................................................................ ix
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DENGAN PENDEKATAN BOTTOM
UP DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH ...................................... 1
Oleh: Eko Prasetyo
RAPID CHANGE METAMORFOSA PENDIDIKAN INDONESIA PASCA
CORONA ....................................................................................... 19
Oleh: Meriam Esterina
PENDIDIKAN INDONESIA, QUO VADIS? ........................................ 35
Raukhil Aziz Sumawijaya
MENDIDIK GENERASI PENERUS BANGSA DENGAN KARAKTER DAN
CINTA ............................................................................................ 51
Oleh: Dina Satriani
PENANGGULANGAN BUTA AKSARA MELALUI PUSAT KEGIATAN
BELAJAR MASYARAKAT................................................................. 69
Arif Nugroho dan Nurlisda Ayu Andini
PEDAGOGIK TRANSFORMATIF “MERDEKA BELAJAR” KI HAJAR
DEWANTORO ................................................................................ 89
Oleh: Zaenul Slam
STRATEGI PENGEMBANGAN MADRASAH MODEL .....................109
Anis Fauzi

ix
MENYOAL TUJUAN PENDIDIKAN INDONESIA: MAU DIBAWA
KEMANA? ................................................................................... 127
Oleh: Achmad Rozi El Eroy
BAGAIMANA MENYEMBUHKAN WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA
DARI JERAWAT? ......................................................................... 145
Oleh: Rita Dwi Pratiwi
ARGUMENTASI: PRINSIP HUMANISASI DALAM
PENDIDIKANTERSISA 25% .......................................................... 163
Oleh: Sonny Santosa
KEARIFAN LOKAL DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
................................................................................................... 183
Toman Sony Tambunan
PENDIDIKAN BERBASIS VOKASI DAN AGAMA KUNCI
PENYEIMBANG GERAK REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ....................... 201
Oleh: Udi Iswadi
MULTIKULTURAL PENDIDIKAN INDONESIA PADA
PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN ........................... 219
Oleh: Nina Gantina
KOMPETENSI GURU DALAM VISI DAN MISI PENDIDIKAN
KARAKTER .................................................................................. 233
Oleh: Komaruzaman
PEMERATAAN PEMBANGUNAN KUNCI MASA DEPAN PENDIDIKAN
DI INDONESIA............................................................................. 253
Oleh: Muhamad Basyrul Muvid

x
MEMERDEKAKAN PIKIRAN DENGAN LITERASI ...........................269
Oleh: Asep Yana Yusyama
WAJAH PENDIDIKAN MASA DATANG DI INDONESIA .................285
Oleh: Dedy Setiawan
PENDIDDIKAN MORAL SEBAGAI BENTUK MENGEMBALIKAN
FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN ............................................303
Oleh: Indra Hari Purnama
PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK INDONESIA
MANDIRI DAN BERBUDAYA ........................................................319
Oleh: Mahfudoh
DAMPAK COVID-19 TERHADAP SISTEM PENDIDIKAN DI
INDONESIA..................................................................................335
Oleh : Denok Sunarsi
MENGURAI BENANG KUSUT PENDIDIKAN NEGERI SERIBU PULAU
....................................................................................................351
Oleh: Endang Yusro
PENDIDIKAN MENUJU PERUBAHAN ...........................................367
Oleh : Sugata Salim
PENDIDIKAN DI MASA DEPAN: TANTANGAN BAGI SEKOLAH
“ISLAMI” YANG DIRINDUKAN .....................................................383
Oleh: Agus Nurcholis Saleh
KEBERSIHAN BUKAN HANYA BAGIAN DARI IMAN, TETAPI JUGA
PUNCAK CAPAIAN PENDIDIKAN .................................................405
Oleh: Atih Ardiansyah

xi
PENUTUP.................................................................................... 417

xii
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DENGAN
PENDEKATAN BOTTOM UP DALAM
KONTEKS OTONOMI DAERAH

Oleh: Eko Prasetyo


Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

egara Kesatuan Republik Indonesia sejak didirikan telah

N memiliki tujuan yang jelas sebagaimana termuat dalam


Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang dasar 1945
yaitu salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan
demikian, telah ditegaskan di dalam konstitusi bahwa pendidikan
merupakan hal yang sangat penting di negeri ini.
Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Dasar 1945
menegaskan maksud dari tujuan negara tersebut dengan
menyebutkan bahwa “Setiap Warga Negara berhak mendapatkan
pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Selanjutnya
landasan operasionalnya diatur di dalam Undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam pelaksanaan mandat konstitusi dalam bidang
pendidikan tersebut, tentu di dalamnya terdapat kewajiban bagi
negara untuk melakukan pembiayaan. Pasal 31 ayat (4) Undang-
undang Dasar 1945 telah secara tegas menyatakan bahwa
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja

1
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional.”
Amanah konstitusi tersebut mengandung konsekuensi bagi
Pemerintah Pusat (yang memiliki otoritas terhadap Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) serta Pemerintah Daerah (yang
memiliki otoritas terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah) untuk mengalokasikan sekurang-kurangnya sebesar 20
persen dari APBN dan APBD khusus bagi pendidikan. Namun
demikian, dalam kenyataannya, sebagaimana diakui oleh
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) bahwa banyak daerah
belum melaksanakan pengalokasian 20 persen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk fungsi Pendidikan
(www.ombudsman.go.id).
Merupakan sebuah ironi pada saat konstitusi telah
menetapkan dengan sangat jelas mengenai pengalokasian 20
persen anggaran pendidikan, namun tidak dilaksanakan dengan
baik oleh Pemerintah. Karenanya penting bagi kita untuk
mengetahui, seberapa besar tingkat kepatuhan Pemerintah,
khususnya Pemerintah Daerah, terhadap konstitusi. Jika hal
tersebut telah kita ketahui, selanjutnya yang lebih penting adalah
bagaimana mendisain pemanfaatan anggaran pendidikan
tersebut dalam konteks otonomi daerah dengan melakukan
pendekatan yang bersifat dari bawah ke atas (bottom up).

Desentralisasi Di Bidang Pendidikan


Penerapan desentralisasi di Indonesia telah berkembang
sejak lama. Setidaknya dalam Pasal 18 Undang-undang Dasar
1945 yang belum dilakukan amandemen, telah mengakui bahwa
pemerintahan dibagi ke dalam daerah besar dan kecil. Penjelasan

2
Pasal 18 UUD 1945 lebih membuka memori kita bahwa “Daerah
Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi
akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah
yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemenschappen)
atau bersifat daerah administratif belaka, semuanya menurut
aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-
daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan
daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi
atas dasar permusyawaratan.”
Perkembangan selanjutnya adalah sebagaimana terekam di
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan di Daerah dinyatakan istilah
“desentralisasi”. Dalam UU No. 5 Tahun 1974 tersebut, makna
desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari
pemerintah atau daerah tingkat atasannya kepada daerah untuk
menjadi urusan rumah tangganya. Namun demikian,
implementasi dari desentralisasi selama ini memang masih
ditandai dengan kontrol yang kuat dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah. Hingga kemudian menguatlah tuntutan
untuk melakukan reformasi di bidang ini seiring dengan tuntutan
rakyat paska berakhirnya Pemerintahan Orde Baru.
Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, serta Undang-undang Nomor 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan
Daerah, memberikan arah desentralisasi kepada otonomi daerah
(devolusi). UU No. 22 Tahun 1999 tersebut selanjutnya terakhir
diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah dan juga dilengkapi dengan

3
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Di dalam UU No. 23 Tahun 2014, desentralisasi dimaknai
sebagai penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat
kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. Dalam
kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, Pasal 9
UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa urusan pemerintahan
terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan
konkuren dan urusan pemerintahan umum. Adapun perincian
dari urusan pemerintahan konkuren meliputi urusan
pemerintahan wajib (pelayanan dasar dan urusan lainnya yang
bukan pelayanan dasar) dan urusan pemerintahan pilihan.
Termasuk dalam urusan pemerintahan dasar adalah pendidikan,
kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan
rakyat dan kawasan permukiman, ketenteraman, ketertiban
umum, dan perlindungan masyarakat; dan sosial.
Konsekuensi dari penyerahan urusan dalam kaitannya
dengan desentralisasi adalah sebagaimana diatur dalam Pasal
279 UU No 23 Tahun 2014 melalui suatu hubungan keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana Pemerintah Pusat
memiliki hubungan keuangan dengan Daerah untuk membiayai
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan
dan/atau ditugaskan kepada Daerah. Hal ini diperkuat denga
adanya UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah.
United Nation Development Programs (UNDP, 1999)
menyatakan bahwa desentralisasi memiliki setidaknya 2 manfaat
yaitu: manfaat dalam bentuk efisiensi dan manfaat dalam
kaitannya dengan tata kelola (governance). Desentralisasi akan

4
memberikan manfaat efisiensi kepada pemerintah daerah dalam
bentuk: insentif alokasi dan mobilisasi sumber daya berdasarkan
kebutuhan pelayanan dan infrastruktur, respon informasi yang
lebih baik terhadap perbedaan kondisi dan standar yang
dibutuhkan daerah, pengawasan dan pengendalian yang lebih
baik oleh daerah dibandingkan oleh pemerintah pusat, serta
koordinasi yang lebih baik. Selain itu desentralisasi juga
memberikan manfaat dalam tata kelola berupa: partisipasi publik
yang lebih besar dalam pengambilan keputusan, akses informasi
yang lebih baik dan transparan, peningkatan kualitas hubungan
antara pemerintah dengan masyarakat.
Desentralisasi fiskal yang dilaksanakan di Indonesia
merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi daerah.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menjadi bingkai pelaksanaannya. Pada ketentuan perundangan
tersebut ditetapkan bahwa hubungan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah dalam kaitannya dengan urusan
yang diserahkan meliputi: pemberian sumber penerimaan daerah
berupa pajak daerah dan retribusi daerah, pemberian dana
bersumber dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah, pemberian dana penyelenggaraan otonomi khusus
untuk pemerintah daerah tertentu yang ditetapkan dalam
undang-undang, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah, dana
darurat, dan insentif (fiskal).
Desentralisasi fiskal menurut James Edwin Kee adalah:
Fiscal decentralization is the devolution by the
central government to local governments (states,

5
regions, municipalities) of specific functions with the
administrative authority and fiscal revenue to
perform those functions (Kee, 2003).
Hal tersebut senada dengan maksud dari proses
desentralisasi menurut UU No 23 Tahun 2014 bahwa dalam
kaitannya dengan penyerahan urusan oleh pemerintah pusat
kepada daerah otonom, maka pemerintah pusat memberikan
sumber-sumber penerimaan daerah dan perimbangan keuangan.
Berdasarkan Pasal 285 UU No. 23 Tahun 2014 tersebut,
sumber pendapatan daerah terdiri atas: (1) pendapatan asli
daerah yaitu berupa pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah, (2) pendapatan transfer yang
meliputi transfer pemerintah pusat yaitu berupa dana
perimbangan, dana otonomi khusus, dana keistimewaan, dan
dana desa, serta transfer antar daerah berupa pendapatan bagi
hasil dan bantuan keuangan.
Pendidikan berdasarkan pasal 12 ayat (1) UU No. 23 Tahun
2014 termasuk di dalam kelompok urusan pemerintahan yang
bersifat konkuren dan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan
dengan pelayanan dasar. Terhadap urusan ini pembagiannya
didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas, dan
kepentingan strategis nasional. Implementasi pembagian urusan
pendidikan, karena bersifat konkuren dilakukan sebagian masih
dilaksanakan oleh pemerintah pusat karena bersifat lintas
daerah, lintas negara baik dilihat dari lokasi, penggunanya
maupun manfaatnya, dan sebagian diserahkan kepada
pemerintah daerah.

6
Selanjutnya pembagian urusan pendidikan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah ditegaskan di dalam Lampiran UU
No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut:
Tabel 1
Pembagian Urusan Pendidikan Yang Berada Di Tangan
Pemerintah Pusat
No. Sub Urusan Uraian
1. Manajemen  Penetapan Standar Nasional
Pendidikan Pendidikan (SNP)
 Pengelolaan Pendidikan Tinggi (Dikti)
2. Kurikulum Penetapan Kurikulum Nasional Pendidikan
Menengah, Pendidikan Dasar, Pendidikan
Anak Usia Dini, dan Pendidikan Nonformal
3. Akreditasi Akreditasi Perguruan Tinggi, Pendidikan
Menengah, Pendidikan Dasar, Pendidikan
Anak Usia Dini, dan Pendidikan Nonformal
4. Pendidik dan Tenaga  Pengendalian formasi pendidik,
Kependidikan (PTK) pemindahan pendidik, dan
pengembangan karier pendidik.
 Pemindahan pendidik dan tenaga
kependidikan lintas provinsi.
5. Perijinan Pendidikan  Penerbitan ijin Perguruan Tinggi
Swasta (PTS) yang diselenggarakan
oleh masyarakat.
 Penerbitan ijin penyelenggara
Pendidikan satuan asing
(internasional).
6. Bahasa dan Sastra Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Sumber: UU No. 23 Tahun 2014.

7
Dengan demikian, maka urusan yang berada di luar tabel 1 di
atas merupakan urusan yang diserahkan Pemerintah Pusat
kepada Daerah baik Provinsi, ataupun Kabupaten/Kota.
Pada kurun terakhir ini dalam konteks desentralisasi fiskal
sesuai UU No 23 Tahun 2014 kita mengenal dana desa yang
termasuk dalam kelompok transfer daerah. Hal tersebut
merupakan manifestasi dari lahirnya Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa. Dana Desa merupakan kebijakan yang
mengintegrasikan dan mengoptimalkan seluruh skema
pengalokasian anggaran dari Pemerintah kepada desa yang
selama ini sudah ada (Kemenkeu, 2017). Besaran dana desa
ditentukan sebesar 10% dari dan di luar transfer daerah secara
bertahap.
Tujuan dana desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014
adalah: meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan
kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi
kesenjangan pembangunan antardesa, serta memperkuat
masyarakat desa sebagai subyek dari pembangunan. Penyaluran
dana desa dilakukan dari pemerintah pusat ke rekening kas
umum daerah di setiap kabupaten/kota, untuk selanjutnya
diteruskan ke rekening kas desa. Penggunaan dana desa
mengikuti prinsip keadilan, kebutuhan prioritas, kewenangan
desa, partisipatif, swakelola dan berbasis sumber daya desa,
tipologi desa (Kemenkeu, 2017). Adapun perkembangan alokasi
dana desa sampai dengan tahun 2020 adalah sebagaimana Grafik
1. Besaran alokasi dana desa per desa pada tahun 2020 adalah
sebesar Rp960 milyar untuk sebanyak 74.597 desa (Kementerian
PDT, 2019).

8
Grafik 1
Perkembangan Alokasi Dana Desa
Tahun 2015 s.d. 2020 (trilyun rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan, 2020 (data diolah).

Pendanaan Pendidikan Di Daerah


Pendanaan pendidikan pada prinsipnya mengacu kepada
Pasal 31 ayat (4) Undang-undang
undang Dasar 1945 yag telah secara
tegas menyatakan bahwa “Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya
kurangnya dua puluh persen dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan Pendidikan nasional.” Atas dasar ketentuan
tersebut,
ut, maka alokasi anggaran Pendidikan dihitung sebesar
20% dari APBN dan juga 20% dari APBD. Penghitungan porsi
anggaran pendidikan tersebut tidak termasuk di dalamnya gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.

9
Berdasarkan ketentuan Undang Undang No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa
pendanaan Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Dalam
kenyataannya, realisasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah
Pusat dan Daerah untuk anggaran Pendidikan adalah
sebagaimana tertera pada tabel 2 berikut:
Tabel 2
Perbandingan Porsi Anggaran Pendidikan (AP) terhadap APBN
Tahun 2015 s.d. 2019
APBN (trilyun Realisasi AP % Thd
Tahun
rupiah) (trilyun Rp) APBN

2015 2.039,5 390,3 19,1%


2016 2.095,7 370,8 17,7%
2017 2.080,5 406,1 19,5%
2018 2.220,7 431,7 19,4%
2019 2.461,1 478,4 19,4%

Sumber : www.kemenkeu.go.id, diolah

Tabel 2 menunjukkan kinerja birokrasi dalam merealisasikan


anggaran pendidikan untuk berbagai programnya baik yang
disalurkan melalui kementerian/lembaga di pusat maupun yang
dilakukan melalui transfer daerah. Dari tabel tersebut terlihat
bahwa kinerja penyaluran anggaran pendidikan belum pernah
menyentuh 20 persen sebagaimana mandat konstitusi. Rata-rata

10
realisasi anggaran Pendidikan untuk tahun 2015 s.d. 2019 adalah
sebesar Rp 415,5 trilyun atau sebesar 19,1 persen. Dengan
demikian, terdapat selisih kurang realisasi sebesar 0,9 persen
atau rata-rata sekitar Rp 19,62 trilyun per tahun. Sebuah jumlah
yang signifikan jika dapat dioptimalisasi untuk pendanaan
pendidikan.
Sedangkan Pemerintah Daerah yang telah mengalokasikan
anggaran fungsi Pendidikan sebesar 20 persen yang dihitung
murni dari pendapatan asli daerah, menurut Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2018 adalah sebanyak 7
pemerintah daerah saja. Sementara itu 20% provinsi yang
mengalokasikan APBD untuk Pendidikan, tetapi perhitungannya
termasuk dana transfer daerah yang diterimanya. Dengan
demikian, peran dan komitmen Pemerintah Daerah dalam
pembangunan Pendidikan melalui pengalokasian anggaran
Pendidikan masih sangat minim.
Wajar saja jika kemudian berbagai indikator terkait kualitas
pendidikan masih sangat jauh dari harapan masyarakat. Kualitas
sarana prasarana yang tidak optimal, jumlah sekolah yang belum
memenuhi standar nasional pendidikan masih di bawah 50%,
tingkat disparitas pendidikan antar wilayah juga masih tinggi. Dari
indikator yang bersifat global kita bisa mendapati bahwa
peringkat Program for International Student Assessment (PISA)
Indonesia masih bertengger di angka 62 dari 70 negara, bahkan
jauh di bawah Vietnam (peringkat 22) dan Thailand (peringkat
56). Skor PISA menunjukkan kualitas luaran pendidikan kita tidak
mampu bersaing dengan negara lain. Sedikit lebih beruntung
untuk ukuran Human Development Index (HDI) tahun 2017,
meskipun masih dengan skor yang belum memuaskan yaitu

11
0,694, namun Indonesia berada di level 116, berbagi tempat
dengan Vietnam dan hanya unggul dari Kamboja dan Myanmar.

Menata Kembali Kemandirian Dan Kegotongroyongan


Pemerintah pada dekade terakhir ini berdasarkan visi dan
misi Presiden telah memiliki Nawacita, yang merupakan agenda
prioritas pemerintah yang kemudian mengilhami Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015 – 2019. Agenda
prioritas Nawacita ketiga adalah “membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa-desa
dalam kerangka negara kesatuan.” Hal tersebut memiliki makna
perlunya suatu pemerataan pembangunan, sehingga tercapai
ketahanan ekonomi nasional.
Agenda prioritas pemerintah tersebut tentunya merupakan
gagasan yang baik terutama berkaitan dengan tantangan
pembangunan yang dihadapi pada daerah-daerah pinggiran dan
desa-desa yaitu keterbatasan infrastruktur dan keterisoliran
wilayah. Pendekatan yang dilakukan pemerintah selama ini
adalah dengan melakukan pembangunan infrastruktur fisik untuk
membuka akses ekonomi dari daerah-daerah pinggiran dan desa
ke wilayah-wilayah pusat pertumbuhan ekonomi. Namun
demikian, jika kita menginginkan keberlanjutan pembangunan,
perlu dilakukan penyesuaian pendekatan dengan memfokuskan
tujuan pembangunan kepada penyiapan sumber daya manusia.
Karena jika tetap dengan pendekatan pembangunan fisik, maka
pembukaan akses ekonomi juga membuka derasnya urbanisasi,
sehingga daerah pinggiran dan desa kehilangan sumber daya
yang sangat penting, yaitu sumber daya insani terbaik. Ginanjar
Kartasasmita menyatakan bahwa hakekat pembangunan nasional

12
adalah pembangunan manusia Indonesia itu sendiri, yang
merupakan titik pusat dari segala upaya pembangunan dan yang
akan dibangun adalah kemampuan dan kekuatannya sebagai
pelaksana dan penggerak pembangunan (Humas Setkab, 2019).
Dalam kaitannya dengan desentralisasi fiskal di Indonesia,
hal tersebut telah menyelesaikan salah satu tantangan
pembangunan pendidikan yaitu aspek kelangkaan pendanaan.
Jumlah dana yang dialokasikan untuk pendidikan sebesar 20
persen, sejatinya sudah mencukupi, namun banyaknya dana
tersebut belum mengarah kepada peningkatan kualitas, baik
kualitas peserta didik, kualitas pendidik maupun kualitas
pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan reorientasi pendanaan
pendidikan di daerah dengan melakukan penataan kembali
sumber daya yang ada dengan semangat kemandirian dan
kegotongroyongan melalui beberapa cara sederhana berikut
yaitu; (1) optimalisasi realisasi anggaran pendidikan pemerintah
pusat agar realisasi penyerapannya memenuhi mandat konstitusi
sebesar 20 persen, (2) penguatan komitmen pendanaan
pendidikan oleh pemerintah daerah sesuai mandat konstitusi
sebesar 20 persen, (3) penggunaan sebagian dari dana desa
untuk pemberdayaan masyarakat desa serta penyiapan sumber
daya manusia perdesaan yang akan menjadi penggerak
perubahan (agent of change) bagi pembangunan di desa.
Optimalisasi realisasi anggaran pendidikan oleh pemerintah
pusat, yang saat ini angkanya rata-rata masih sebesar 19,1%,
dapat dilakukan dengan menambahkan selisih kurang realisasi
menjadi semacam Dana Cadangan Pendidikan. Dana Cadangan
Pendidikan tersebut selain dapat difungsikan sebagai tabungan
bagi pendanaan pendidikan, dapat diperuntukkan pula untuk

13
mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi karena bencana alam
ataupun krisis yang menganggu postur APBN termasuk
kebutuhan anggaran pendidikan. Untuk mengimplementasikan
langkah ini diperlukan peningkatan kualitas perencanaan dan
akuntabilitas anggaran pendidikan, sehingga dorongan untuk
meningkatkan penyerapan anggaran pendidikan justru tidak
memicu terjadinya inefsiensi dan moral hazard bagi pengelola
anggaran.
Upaya penguatan komitmen pemerintah daerah untuk
mengalokasikan anggaran fungsi Pendidikan sebesar 20 persen
dari pendapatan asli daerah, selain untuk memenuhi mandat
konstitusi, dapat juga digunakan untuk peningkatan kualitas
pendidikan, baik kualitas peserta didik, kualitas pendidik,
maupun kualitas pendidikan umumnya, sesuai kewenangan yang
menjadi urusannya. Untuk merealisasikan langkah ini perlu
didukung dengan kontrol yang memadai dari pemerintah pusat
dalam perencanaan keuangan daerah, serta keterlibatan
masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap anggaran
pendidikan di daerah.
Kemungkinan penggunaan sebagian dari dana desa untuk
pemberdayaan masyarakat desa serta penyiapan sumber daya
manusia perdesaan yang akan menjadi penggerak perubahan
desa adalah sesuatu yang sangat mungkin dilakukan. Hal tersebut
dikarenakan tujuan dari dana desa diantaranya adalah
memperkuat masyarakat desa sebagai subyek dari
pembangunan. Sangat dimungkinkan penguatan penyaluran
dana desa untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam
konteks penguatan keterampilan dalam bentuk keterampilan
hidup (life skill), keterampilan social (social skill), keterampilan

14
bekerja (work skill), kewirausahaan (entrepreneurship), maupun
keterampilan kepemimpinan (leadership skill).
Bentuk-bentuk kegiatan yang bisa dilakukan bisa bersifat
formal ataupun nonformal, sepanjang bersifat penguatan
keterampilan dan vokasi. Syarat implementasi dari program ini
adalah kemampuan masyarakat desa untuk melakukan
identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakatnya yang
disesuaikan dengan cita-cita dan tujuan pembangunan desa.
Keterbukaan perencanaan dan pelaksanaan program juga
menjadi kunci keberhasilannya. Untuk itu diperlukan asistensi
oleh perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat desa
agar desa bisa memetakan kebutuhan talenta pembangunan
desa. Sangat mungkin setiap daerah (kabupaten/kota) pada
akhirnya memiliki daftar kelompok SDM bertalenta (pool of
talent) yang bisa berkolaborasi antar daerah/desa guna
menggerakan pembangunan setiap desa dalam suatu
kabupaten/kota. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang
bersifat dari bawah ke atas (bottom up) dalam pembangunan
pendidikan dan desa.
Jika setiap daerah melakukan gerakan pembangunan
pendidikan melakui pendekatan bottom up tersebut, serta
memfokuskan kepada penyiapan kebutuhan talenta desa sesuai
kebutuhan pembangunan daerah dan desa, maka pembangunan
Indonesia dari pinggiran, tidak akan menjadi sungai bagi derasnya
aliran SDM desa yang berkualitas memenuhi kota-kota yang
penuh sesak. Karena SDM desa berkualitas tersedia di desa-desa
dengan keterampilan yang sesuai kebutuhan desa dan kebutuhan
pengembangan dirinya. Dengan demikian, maka kemandirian dan
kegotongroyongan akan menjadi perekat bagi keberhasilan

15
pembangunan desa berbasis pengembangan talenta. Rasanya
tidak banyak anggaran yang akan dialokasikan untuk itu, yang
dibutuhkan hanyalah komitmen dan keputusan politik. Mulailah
segera, sebelum SDM asing membanjiri negeri ini, dan daya saing
kita semakin melemah.

Daftar Pustaka:
Christia, Mega Adissya dan Ispriyarso, Budi, Desentralisasi Fiskal
dan Otonomi Daerah Di Indonesia, Jurnal Law Reform
Universitas Diponegoro Volume 15, Nomor 1, Tahun 2019.
Kee, James Edwin, Fiscal Decentralization: Theory as Reform, VIII
Congreso Internasional del CLAD sobre la Reforma del
Estado y de la Administracion Publica, Panama 28-31 Oct,
2003
Kementerian Keuangan, Buku Pintar Dana Desa, Jakarta, 2018.
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 (naskah asli).
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.

16
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
www.anggaran.kemenkeu.go.id
www.kemdikbud.go.id
www.kemenkeu.go.id
www.kompas.com
www.ombudsman.go.id
www.setkab.go.id

Tentang Penulis

Eko Prasetyo, SE, MA, dilahirkan di Malang


Jawa Timur. Menyelesaikan studi Diploma
IV pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Jakarta, Sarjana Ekonomi Pembangunan
pada Universitas Terbuka, Magister
Administrasi Publik pada Universitas
Indonesia, serta pernah menempuh studi
Program Doktoral Administrasi pada Universitas Indonesia.
Memulai karir sebagai pegawai Kementerian Keuangan pada
tahun 1989, hingga pernah menggawangi pembentukan Lembaga
Pengelola Dana Pendidikan periode 2013-2017. Pada tahun 2018,
Eko Prasetyo memilih berkiprah di luar birokrasi sebagai
professional coach bidang pengembangan personal, beasiswa,
mindfulness serta melakukan kolaborasi dengan berbagai elemen

17
pada Cendekiawan Kampung, sebuah gerakan pembangunan
kampung berbasis pemberdayaan talenta di Banten. Selanjutnya
sejak tahun 2019 sampai dengan sekarang mengabdikan diri
sebagai dosen tetap pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang.

18
RAPID CHANGE METAMORFOSA PENDIDIKAN
INDONESIA PASCA CORONA

Oleh: Meriam Esterina


Universitas Muhammadiyah Purworejo

S aat ini terhitung sudah dua bulan setelah Presiden RI


mengumumkan adanya pasien positif corona pertama
yang ada di Indonesia, dan setelah itu persebarannya
sudah merata di hampir semua provinsi di Indonesia.
Persebarannya yang begitu cepat, membuat virus ini sudah
menyebar dari Aceh hingga Papua, merenggut ratusan korban
jiwa dari masyarakat umum maupun tenaga medis, dan tidak
sedikit jumlahnya yang hingga saat ini masih menjalani
perawatan maupun dalam pemantauan.Penyakit akibat infeksi
virus corona inilazim juga kita kenal dengan nama covid19, yang
mana merupakan singkatan dari corona virus desease dan angka
19 yang melekat merupakan kependekan dari tahun 2019 yang
dianggap sebagai waktu awal munculnya virus ini di Wuhan, Cina.
Cepatnya persebaran dan banyaknya korban ini memaksa
banyak negara melakukan opsi karantina wilayah atau yang lebih
dikenal dengan istilah lockdown.Pusat – pusat industri dan
perniagaan dunia terpaksa berhenti, negara – negara maju
dengan fasilitas kesehatan canggih pun dibuat bertekuk lutut
oleh virus ini.Perekonomian pun berjalan lambat karena banyak
tempat usaha yang tutup, tidak sedikit pula jumlah tenaga kerja
yang dirumahkan bahkan di-PHK, serta merosotnya daya beli

19
masyarakat karena minimnya pemasukan yang mereka miliki.
Sebagian besar perusahaan berusaha mengalihkan pekerjaan
ataupun operasional yang bisa dilakukan dari rumah work from
home. Demikian pula halnya dengan pendidikan. Ratusan juta
siswa dari seluruh dunia terpaksa berhenti pergi sekolah
sementara dan melakukan kegiatan belajar dari rumah atau
school/study from home. Baik work from home maupun
school/study from home, sama–sama lebih diutamakan dilakukan
berbasis daring/online.
Di Indonesia, rata–rata sekolah mulai melakukan kegiatan
belajar mengajar secara daring mulai pertengahan bulan Maret
lalu. Dari pra-sekolah hingga perguruan tinggi merumahkan siswa
–siswa termasuk tenaga mengajarnya dan kemudian melanjutkan
proses KBM (kegiatan belajar mengajar) secara daring dengan
menggunakan berbagai platform digital yang ada. Hal ini mau
tidak mau memaksa semua pihak berusaha menyesuaikan
diri.Para pengajar segera berusaha menyesuaikan bahan ajarnya
menjadi materi yang bisa disampaikan secara daring.Peserta
didik pun, baik itu dari siswa Sekolah Dasar hingga Perguruan
Tinggi, mendadak harus mempersiapkan diri dalam menerima
materi secara daring, tanpa tatap muka di kelas seperti yang
biasanya mereka lakukan.
Pandemic ini dalam sekejap telah membuat perubahan
besar dan memaksa semua orang untuk bisa segera beradaptasi.
Semua institusi pendidikan berpikir keras bagaimana cara
melanjutkan KBM di tengah pandemic ini, karena bagaimanapun
mendapatkan pendidikan adalah hak semua anak. Berbagai
rencana pembelajaran yang telah disusun maupun penugasan
dan ujian pun seketika harus disesuaikan dengan keadaaan yang

20
ada, bahkan Presiden pun akhirnya mengeluarkan keputusan
untuk meniadakan Ujian Nasional tahun ini dan menetapkan
social distancing untuk diterapkan semua pihak sebagai upaya
untuk memutus mata rantai persebaran virus covid19 ini
(https://nasional.kompas.com/read/2020/03/24/12345181/joko
wi-putuskan-ujian-nasional-2020-ditiadakan).
Semua orang pun kemudian seperti bergerak cepat
mencari tahu platform apa yang bisa mereka gunakan,
bagaimana cara mengoperasionalkannya, dan apakah ada media
yang bisa digunakan secara gratis dan mudah digunakan. Sebut
saja Zoom salah satu platform yang bisa dibilang langsung
menjadi trending karena digunakan oleh banyak orang, dari anak
– anak hingga dewasa menggunakan platform digital berbasis
video conference ini.Fitur ini semakin naik daun setelah selain
memberikan opsi tidak berbayar juga membebaskan durasi
waktu penggunaannya dari yang semula berbatas 40 menit.
Untuk mendukung kegiatan belajar di rumah secara
daring, sebenarnya ada banyak aplikasi maupun situs yang bisa
digunakan, baik itu yang berbayar maupun yang gratis. Media
Kompas menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 12 platform
pembelajaran daring yang bisa diakses secara gratis
(https://edukasi.kompas.com/read/2020/03/22/123204571/12-
aplikasi-pembelajaran-daring-kerjasama-kemendikbud-
gratis?page=all).
Aplikasi–aplikasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Rumah Belajar
Rumah Belajar merupakan aplikasi belajar daring yang
dikembangkan oleh Kemendikbud dengan tujuan untuk
menyediakan alternatif sumber belajar dengan pemanfaatan

21
teknologi. Terdapat berbagai fitur seperti Sumber Belajar,
Laboratorium Maya, Kelas Digital, Bank Soal, Buku Sekolah
Elektronik, Peta Budaya, Karya Bahasa dan Sastra, serta fitur
lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa secara
gratis. (https://belajar.kemdikbud.go.id/)
2. Meja Kita Penyajian materi dilakukan secara tematis dan
dilengkapi forum diskusi yang bisa dimanfaatkan untuk tanya
jawab. MejaKita menyediakan materi pembelajaran dari SD-
SMA yang gratis dan cukup lengkap, serta ribuan catatan yang
sudah diunggah oleh murid-murid di komunitas pelajar di
seluruh Indonesia. MejaKita mendukung siswa yang harus
belajar di rumah untuk tetap dapat berdiskusi PR, soal dan
tugas, serta berbagi catatan dan materi pembelajaran
lainnya. (https://mejakita.com/)
3. Icando
ICANDO merupakan aplikasi pendidikan anak yang memiliki
program pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013
Revisi yang dikembangkan secara komprehensif dengan
ratusan mini games yang akan meningkatkan motivasi belajar
anak-anak di jenjang PAUD. Unduh dan mainkan ICANDO
sekarang (bit.ly/appicando).
4. IndonesiaX
IndonesiaX telah berpengalaman dalam mendukung
penyediaan akses belajar bagi masyarakat melalui kursus-
kursus berkualitas yang dibawakan oleh para instruktur
terbaik bangsa. Sejak diluncurkan pada 17 Agustus 2015,
IndonesiaX berkomitmen meningkatkan kecerdasan bangsa
melalui penyediaan kursus daring gratis untuk mengurangi

22
disparitas atau kesenjangan pendidikan di negeri ini
(www.indonesiax.co.id).
5. Google for Education
Untuk mendukung belajar daring terutama yang diterapkan
oleh berbagai daerah pada isu pandemi Covid-19, Google for
Education menyediakan layanan menggunakan Chromebooks
dan G-Suite yang memungkinkan pembelajaran virtual
walaupun dengan konektivitas internet yang rendah.
(https://blog.google/outreach-initiatives/education/offline-
access-covid19/)
6. Kelas Pintar
Kelas Pintar merupakan salah satu penyedia sistem
pendukung edukasi di era digital yang menggunakan
teknologi terkini untuk membantu murid dan guru dalam
menciptakan praktik belajar mengajar terbaik. Dengan
menghadirkan personalisasi dashboard untuk Siswa, Guru,
dan Orangtua, Kelas Pintar berisi materi kurikulum 2013 yang
disajikan dengan interaktif. Kelas Pintar telah hadir di
Singapura, UAE, India dan Afrika Selatan
(https://www.kelaspintar.id/)
7. Microsoft Office 365 Microsoft menyediakan layanan Office
365 yang dapat digunakan oleh guru dan siswa secara gratis
dan bukan versi percobaan. Office 365 dapat diakses dan
diperbarui secara realtime termasuk Word, Excel,
PowerPoint, OneNote, dan Microsoft Teams, serta fitur ruang
kelas lainnya. Guru dan siswa hanya perlu menyiapkan alamat
email dengan domain sekolah
(https://www.microsoft.com/id-
id/education/products/office)

23
8. Quipper School
Quipper School menawarkan cara belajar inovatif untuk
proses belajar mengajar. Platform ini mudah mendukung
guru untuk mengelola tugas dan pekerjaan rumah yang lebih
efektif.Sehingga, guru dapat mengenali kekuatan dan
kelemahan siswa lebih mudah
(https://www.quipper.com/id/school/teachers/).
9. Ruangguru
Ruangguru merupakan layanan belajar berbasis teknologi,
termasuk layanan kelas virtual, platform ujian online, video
belajar berlangganan, marketplace les privat, serta konten-
konten pendidikan lainnya yang bisa diakses melalui web dan
aplikasi Ruangguru.Ruangguru menyediakan Sekolah Online
Gratis selama masa pandemi covid-19
(https://sekolahonline.ruangguru.com/).
10. Sekolahmu
Pada program Belajar Tanpa Batas, Sekolahmu menyediakan
live streaming mata pelajaran dengan jenjang yang telah
disediakan. SekolahMu menumbuhkan kompetensi pada
semua dan setiap anak di berbagi usia dan jenjang.
SekolahMu menjadi simpul kolaborasi ratusan sekolah dan
organisasi yang telah dikurasi untuk berkarya, menyediakan
program-program kurikulum yang sesuai kebutuhan
(https://www.sekolah.mu/belajar-tanpa-batas/).

24
11. Zenius
Zenius memiliki program Belajar Mandiri di Rumah
#BisaBareng dengan menyediakan puluhan ribu video materi
belajar lengkap untuk jenjang SD, SMP, SMA untuk kurikulum
KTSP, Kurikulum 2013, Kurikulum 2013 Revisi. Selain itu siswa
dapat mengakses materi belajar lengkap untuk persiapan
UNBK, UTBK, SPMB STAN, SIMAK UI, dan UTUL UGM.Konten-
konten yang disediakan pada program ini dapat diakses
secara gratis (https://www.zenius.net/belajar-mandiri/).
12. Cisco Webex
Guru akan mengajar seperti biasa melalui Video termasuk
berbagi konten presentasi dan berinteraksi dengan papan
tulis digital melalui layar komputer/smartphone. Baca juga: 8
Link Pembelajaran Online Gratis untuk Isi Kegiatan Belajar di
Rumah Selain itu, Cisco Webex juga menyediakan ruang kelas
digital berbasis messaging, sehingga guru dan murid dapat
tetap berdiskusi dan berbagi materi melalui fitur group chat
di Cisco Webex Teams yang kami sediakan
(https://cart.webex.com/sign-
up?utm_medium=OwnedContent&utm_campaign=APJC_ID_
RemoteWork).

Beragamnya platform tidak berbayar yang bisa digunakan


belajar daring di rumah ini, ternyata bukan berarti tanpa
hambatan atau masalah.Berdasarkan pengamatan penulis,
banyak hal yang dikeluhkan baik itu oleh siswa/mahasiswa
maupun orangtua yang mendampingi anak–anaknya selama
belajar di rumah.Secara garis besar keluhan–keluhan tersebut
dapat dirangkum sebagai berikut:

25
1. Keterbatasan sarana
Pembelajaran secara daring tentunya membutuhkan
biaya cukup besar yang diperlukan untuk membeli paket data
atau kuota untuk mengakses internet, belum lagi apabila
platform yang digunakan berbasis video conference tentunya
memakan kuota besar karena live streaming. Dengan adanya
pandemic saja sudah banyak orang yang semakin terbatas
secara ekonominya, ketika ditambah dengan beban harus
membeli paketan internet tentunya akan semakin
memberatkan. Daerah–daerah tertentu, pelosok misalnya,
juga memiliki jangkauan sinyal provider yang terbatas dan
tidak stabil sehingga sulit digunakan untuk mengakses
internet dengan lancar.
Di samping itu, meski saat ini sudah era digital, namun
pada kenyataannya belum semua orang memiliki smartphone
sebagai perangkat untuk belajar daring.Belum lama ini, ramai
diberitakan kisah dari seorang guru yang terpaksa harus
mengajar dari rumah ke rumah karena muridnya tidak
memiliki gawai
(https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/18/140
342165/kisah-pak-guru-avan-mengajar-dari-rumah-ke-
rumah-karena-siswa-tak-punya).
Guru tersebut merasa dilema karena di satu sisi adanya
himbauan untuk bekerja (mengajar) dari rumah, sedangkan
siswanya banyak yang tidak memiliki sarana untuk belajar
daring, jangankan laptop telepon genggam pun tidak punya.
Inilah realita kondisi yang mungkin bisa ditemui di banyak
daerah di Indonesia.
2. Ketidaksiapan tenaga pendidik (guru maupun dosen)

26
Perubahan yang terlalu cepat dan kurikulum yang tidak siap
mendukung dalam kondisi pandemic membuat para pengajar
harus segera mencari alternative metode pengajar yang
paling efektif dan efisien, yang dapat diterapkan pada anak
didiknya. Selain itu, pengajar juga seyogyanya
mempertimbangkan kemampuan siswanya, misalnya untuk
mereka yang terbatas kuotanya bisa diberi alternative tugas
yang dapat mengganti presensi daring. Pada kenyataannya
hanya 8,8% guru yang memberikan tugas berbeda kepada
siswa sesuai dengan akses yang dimiliki siswa, baik dari sisi
peralatan maupun jaringan (kelas ekonomi). Hal ini berarti
bahwa mayoritas guru menunjukkan belum mengedukasi
peserta didik sesuai kebutuhan dan masih diskriminatif di
tengah keterbatasan sarana dan akses gawai
(https://www.alinea.id/nasional/sebab-siswa-semakin-
termarginalkan-saat-belajar-dari-rumah-b1ZL89tPH).
3. Banyaknya tugas yang diberikan
Banyak peserta didik maupun orangtua yang mengeluhkan
banyaknya tugas yang dibebankan. Berdasarkan hasil survey
yang dilakukan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia
menyebutkan bahwa kegiatan belajar mengajar (KBM) tetap
diakhiri dengan pemberian tugas yang berat, yang dilakukan
oleh 29,6% guru, untuk yang melaksanakan pembelajaran
kurang dari dua, dan naik menjadi 44,1% untuk pembelajaran
lebih dari dua. Persentase ini cukup besar dan
mengkhawatirkan.Seharusnya disusun formulasi yang tepat
agar pemberian tugas tidak memberatkan namun tetap
mendukung tercapainya pemahaman dan penguasaan akan

27
materi (https://www.alinea.id/nasional/sebab-siswa-
semakin-termarginalkan-saat-belajar-dari-rumah-b1ZL89tPH).
4. Kelemahan dari platform yang digunakan
Ada beberapa keterbatasan teknis dari berbagai platform
yang juga dikeluhkan oleh peserta didik maupun orangtua.
Ada yang menyebutkan kesulitan untuk mengunggah tugas,
kesulitan untuk mengeluarkan audio pada platform berbasis
video conference, adanya kekhawatiran keamanan data,
sampai adanya spam gambar asusila yang muncul.
5. Tidak terbiasa dengan metode pembelajaran daring
Tidak semua orang mudah memahami penyampaian
informasi maupun materi secara non tatap muka.
Pembelajaran konvensional dengan cara tatap muka sampai
saat ini masih diakui sebagai metode yang paling mudah
untuk menerima materi yang disampaikan. Kondisi pandemic
yang memaksa pembelajaran menjadi sepenuhnya berbasis
daring membuat banyak siswa yang tidak siap.Mereka merasa
kesulitan untuk memahami materi yang disampaikan.
6. Kesulitan orangtua mendampingi anaknya belajar di rumah
Orangtua yang stress dengan adanya pandemic, di satu sisi
harus work from home dan di sisi lain harus mendampingi
anak–anaknya study from home, tentunya bisa membuat
orangtua merasa tertekan. Ketika mereka harus mengerjakan
tugas pekerjaan, di saat yang sama juga harus membantu
anaknya menyelesaikan tugas sekolahnya. Belum lagi adanya
alas an factor ekonomi yang turun akibat pandemic bisa
menjadi tambahan stressor yang membuat orangtua semakin
frustrasi. Akibatnya orangtua menjadi tidak sabar bahkan
sering marah – marah ketika mendampingi anaknya belajar.

28
Berbagai keluhan di atas perlu segera dicari solusinya agar
pendidikan tetap dapat berjalan lancar sesuai dengan apa yang
diharapkan. Perusahaan penyedia platform pembelajaran daring
misalnya bisa segera menangani hal–hal teknis yang mengganggu
kenyamanan dan memastikan keamanan data penggunanya.
Terlebih karena pengguna layanan platform pembelajaran daring
banyak yang masih anak–anak, seyogyanya perusahaan IT
penyedia platform harus dapat memfilter sistem dari hal – hal
apapun yang mengandung unsur pornografi. Orangtua pun akan
menjadi lebih tenang dan mengijinkan anak–anaknya
menggunakan aplikasi pembelajaran daring yang mereka rasa
memiliki sekuritas yang baik.
Pembelajaran daring yang dilakukan saat ini bila secara
kontinyu dilakukan pasca pandemic, tentunya dalam format dan
formulasi yang tepat, juga merupakan salah satu upaya untuk
mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dalam hal
menyampaikan proses pendidikan dengan menggunakan IT,
sebagaimana yang telah banyak dilakukan oleh negara – negara
maju. Keluhan – keluhan mengenai keterbatasan akses internet
seperti yang dijelaskan sebelumnya, tentunya perlu untuk segera
diperhatikan oleh para perusahaan telekomunikasi di negeri
ini.Sebagai contoh, Pujilestari (2020) menyebutkan bahwa
perusahaan telekomunikasi seperti Telkom, Indosat, telah
menyatakan kesiapan mereka untuk mengembangkan IT untuk
pendidikan di Indonesia, dimulai dengan proyek percontohan.
Telkom menyatakan akan terus meningkatkan dan meningkatkan
kualitas infrastruktur jaringan telekomunikasi yang diharapkan
menjadi tulang punggung pengem-bangan dan penerapan TI

29
untuk pendidikan dan implementasi lainnya di Indonesia. Bahkan,
sekarang Telkom mulai mengembangkan teknologi yang
memanfaatkan ISDN (Integrated Sevices Digital Network) untuk
memfasilitasi teleconference sebagai aplikasi pembelajaran jarak
jauh (Pujilestari, 2020).
Adanya pengembangan berbagai fasilitas IT untuk
pendidikan, atau disebut dengan e-education, oleh perusahaan
telekomunikasi tersebut diharapkan mampu untuk mendukung
pemerataan pendidikan di nusantara ini. Dengan adanya
pengembangan e-education terutama di pelosok daerah akan
membuat pengembangan kualitas pendidikan di semua wilayah
nusantara menjadi merata.
Adanya inisiasi dari Kemendikbud untuk bekerja sama
dengan TVRI dengan menyediakan tayangan pendidikan untuk
siswa SD hingga SMA perlu di apresiasi. Media Tempo
menyebutkan bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nadiem Makarim menjelaskan kerja sama dengan TVRI ini
dilakukan untuk membantu masyarakat yang memiliki
keterbatasan pada akses internet agar bisa tetap menjalankan
kegiatan belajar di rumah. Keterbatasan itu baik karena kondisi
ekonomi maupun letak geografis
(https://bisnis.tempo.co/read/1330041/tvri-siarkan-program-
belajar-dari-rumah-mulai-pekan-depan/full&view=ok).Penulis
melihat bahwa banyak orangtua yang antusias mengajak anak –
anaknya untuk menonton tayangan pendidikan yang ditayangkan
oleh TVRI tersebut. Dari segi konten materi yang diberikan,
penulis merasa materi yang disampaikan cukup mudah diterima
oleh penonton dan cukup sesuai dengan jenis kategorinya,
misalnya tayangan untuk PAUD kontennya telah disesuaikan

30
untuk anak – anak usia playgroup hingga TK. Ke depannya penulis
berharap program ini dapat terus dilanjutkan, agar terus dapat
membantu masyarakat yang terbatas penggunaan internetnya,
seperti apa yang disampaikan oleh Mas Menteri Nadiem
Makarim sebelumnya.
Di samping melakukan pengembangan perangkat dan
backbone, perusahaan provider komunikasi juga dapat
memberikan program khusus bagi pelajar, agar mereka dapat
menggunakan internet dengan biaya yang lebih terjangakau.Para
staf pengajar pun juga perlu diperhatikan, karena tidak semua
tenaga pendidik mampu memiliki fasilitas maupun akses untuk
mengajar daring. Guru dan dosen juga perlu ditingkatkan
pemahaman dan penguasaan akan teknologi pembelajaran
daring yang dapat digunakan, dalam hal ini perusahaan
telekomunikasi bisa menyediakan pelatihan yang bekerja sama
dengan berbagai institusi pendidikan mulai dari SD hingga
Perguruan Tinggi.
Orangtua pun juga perlu terus dilibatkan dalam proses
belajar anak. Bila selama pandemic ini, mayoritas orangtua
menjadi lebih banyak waktu untuk mendampingi anaknya belajar
sambil mereka bekerja dari rumah, maka seyogyanya setelah
pandemic ini berakhir dan orangtua kembali bekerja di luar
rumah seperti sebelumnya, mereka akan tetap memperhatikan
anaknya ketika belajar. Orangtua perlu membimbing anak –
anaknya bagaimana menggunakan teknologi secara bijak dan
tepat guna.Selain itu, orangtua juga perlu mengikuti
perkembangan jaman agar tidak ketinggalan dengan anak
mereka, misalnya belajar menggunakan aplikasi video
conference, agar ketika orangtua mereka bekerja di luar dan

31
sewaktu – waktu ingin melihat anaknya di rumah, mereka bisa
menggunakan fasilitas video conference tersebut.Jadi, teknologi
mendekatkan dan mempererat bonding, dan bukan sebaliknya.
Selanjutnya, pemerintah juga perlu segera menyiapkan
kebijakan dan formula untuk menyiapkan konsep pendidikan
yang tepat pasca pandemic ini. Hal – hal apa yang perlu dilakukan
untuk mengejar ketinggalan dan bagaimana meningkatkan
kembali motivasi untuk bersekolah setelah sekian lama belajar
dari rumah. Institusi pendidikan pun perlu untuk memperhatikan
hal ini, agar anak – anak didik tetap semangat melanjutkan
pendidikan.Dalam hal ini, institusi pendidikan dapat melibatkan
para psikolog pendidikan untuk memulihkan kembali motivasi
belajar dan berprestasi para siswa.
Bila menilik dari kondisi akibat pandemic ini, alangkah
baiknya apabila pendidikan masa depan Indonesia bisa tidak lagi
murni berfokus pada pembelajaran tatap muka, namun lebih
pada konsep blended learning, yangmana memadukan antara
metode konvensional berupa tatap muka di kelas dengan metode
daring. Kelebihan dari metode blended learning ini adalah siswa
menjadi lebih mudah menerima dan memahami materi yang
disampaikan, wawasan yang dimiliki pun juga semakin
berkembang. Selain itu, di era industri 4.0 ini penggunaan
teknologi tak pelak hendaknya bisa dikuasai oleh semua orang.
Sebagai awalannya, pengajar bisa membuat persentase
pembelajaran tatap muka yang lebih dominan dibandingkan
dengan daring. Materi– materi disusun sebagian digunakan untuk
pembelajar di kelas dan sebagian lagi menggunakan media
daring. Pemberian tugas dan latihan juga bisa melalui daring,
agar juga bisa paperless sehingga mengurangi dampak buruk bagi

32
lingkungan. Selanjutnya pengajar bisa mengevaluasi sejauh mana
keefektifan metode blended learning yang diterapkannya dan
seberapa kemampuan siswa dalam menerima dan memahami
materi yang disampaikan. Setelah itu perlahan persentase daring-
nya bisa ditingkatkan lagi.
Orangtua diharapkan tetap meneruskan kebiasaan
mendampingi anaknya ketika belajar di rumah setelah pandemic
ini berakhir.Karena orangtua juga merupakan salah satu kunci
keberhasilan pendidikan anak. Ketika orangtua mendampingi
anak belajar, maka anak akan merasa lebih tenang dan nyaman
belajar. Anak yang merasa orangtuanya mendukungnya akan
lebih termotivasi dan semangat belajar sehingga hasil belajarnya
pun akan semakin optimal.
Pendidikan masa pandemic ini memang memiliki banyak
tantangan. Namun, dengan kerjasama dari semua pihak;
pemerintah, institusi pendidikan, masyakarat dan keluarga, masa
depan pendidikan Indonesia pasca pandemic akan semakin lebih
baik. Bila semua pihak bisa bergerak cepat bersama maka tujuan
peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan di Indonesia
dapat segera tercapai. Bukankah selalu akanada pelangi yang
indah setelah turun hujan? [*]

33
Tentang Penulis

Meriam Esterina, Lahir 13 Maret 1984,


menyelesaikan Pendidikan Sarjana di
Program Studi Psyikologi pada Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta, (2007),
kemudian melanjutkan pada jenjang
Magister di Universitas Gajah Mada
Yogyakarta pada Program Studi Master of
Professional Psychology (2017). Sejak tahun
2018 sampai sekarang tercatat sebagai Dosen Tetap di
Universitas Muhammadiyah Purworejo – Jawa Tengah, dan aktif
dalam berbagai organisasi profesi yang ada di Yogyakarta. Penulis
dapat dihubungi melalui Handphone; +62 817 263 837, dan
Email: merry.esterina@gmail.com

34
PENDIDIKAN INDONESIA, QUO VADIS?

Raukhil Aziz Sumawijaya


Alumni Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Pendahuluan
engkaji tentang pendidikan di Indonesia sama seperti

M mengurai benang kusut, sulit menemukan ujung


daripada permasalahannya. Proses pendidikan yang
dijalani selama hampir 70 tahun kemerdekaan Republik
Indonesia tidak membuat perubahan yang signifikan terhadap
pola pikir sumberdaya manusianya. Sudah banyak kajian-kajian
kritis yang dilakukan oleh para aktivis pendidikan hingga para
akademis yang membahasa dan meneliti akan proses pendidikan
yang ada di Indonesia. Cita-cita kemerdekaan yang digagas oleh
para bapak pendiri bangsa (founding fathers) menjadi tanggung
jawab kita untuk melanjutkan tonggak-tonggak perjuangan
pergerakan nasional tersebut.
Mustofa Rembay (2008 hal, 4) mengatakan mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai salah satu icon penting kehidupan
masyarakat perlu dilakukan upaya-upaya aktualisasi menuju
masa depan yang baik. Perjalanan waktu yang cukup panjang
wajar apabila bangsa ini mendapatkan pelajaran berharga yang
akan menjadi modal dasar untuk menciptakan sejarah di masa
depan yang lebih baik. Indonesia dahulu pernah dipuji sebagai
salah satu negara yang berhasil menaikkan Indeks Pembangunan
Manusia secara fantastis. Bahkan, pada era 60-an banyak tenaga

35
pengajar dari Indonesia diperbantukan untuk mengajar di negara
tetangga, dan banyak juga mahasiswa dari negara tetangga
(Malaysia, contohnya) yang studi di Indonesia.
Sementara Slamet Imam Santoso (1987, hal. 98)
menyatakan, Pendidikan merupakan usaha etis dari manusia,
untuk manusia dan untuk masyarakat manusia. Pendidikan dapat
mengembangkan bakat seseorang sampai pada tingkat optimal
dalam batas hakikat individu, dengan tujuan supaya tiap
manusia bisa secara terhormat ikut serta dalam pengembangan
manusia dan masyarakatnya terus menerus mencapai martabat
kehidupan yang lebih tinggi. Pendidikan merupakan suatu unsur
yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia. Mulai dari
kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua manusia
mengalami proses pendidikan. Pendidikan merupakan cahaya
penerang yang menuntun manusia dalam menentukan arah,
tujuan, dan makna kehidupan ini.
Berbagai problematika pendidikan di Indonesia cukup
banyak, mulai dari angka anak yang putus sekolah yang total
jumlahnya di 34 provinsi negara ini masih berada di kisaran 4,5
juta anak1, kurikulum, kompetensi, bahkan pada tahapan-
tahapan dari input hingga output yang dimana tahapan-tahapan
tersebut saling berhubungan dan berkesinambungan antara
satu sama lain.
Pengertian Dan Fungsi Pendidikan

1
Partisipasi Pendidikan Naik Tapi Jutaan Anak di Indonesia Masih Putus
Sekolah, https://www.tempo.co/abc/4460/partisipasi-pendidikan-naik-
tapi-jutaan-anak-indonesia-masih-putus-sekolah, diunduh pada 12 April
2020 Pukul 10.15

36
Hasbullah (1999, hal. 3) menyatakan bahwa dalam arti
yang sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-
nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Pengertian pendidikan
mengalami perkembangan, meskipun secara essensial tidak
jauh berbeda. Sementara menurut Ahmad D. Marimba
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si
terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Lebih
jauh dikemukakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam
pendidikan adalah: a) usaha (kegiatan) usaha itu bersifat
bimbinan (pimpinan atau pertolongan) dan dilakukan secara
sadar, b) ada pendidik, pembimbing atau penolong, c) ada yang
didik atau si terdidik, d) bimbingan itu mempunyai dasar dan
tujuan, e) dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang
dipergunakan.
Sementara dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20
tahun 2003 dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Indopublika (2017, hal, 8) mensinyalir bahwa Proyek
pendidikan diciptakan untuk memberikan kehidupan di dalam
kelas dan untuk mempergunakan pengetahuan dan
transformasi sebagai senjata untuk mengubah dunia. Dari
perpesktif lokasi sosial orang-orang malang di bumi, menjadi

37
jelas bahwa pengetahuan saja, sebagaimana dikehendaki oleh
sekolah, tidak akan mengubah kehidupan. Hanya konversi
pengetahuan menjadi aksi yang dapat mengubah kehidupan. Ini
secara konkret mendefinisikan makna praktik: gerakan dialektik
antara konversi aksi transformatif kedalam pengetahuan dan
konversi pengetahuan ke dalam aksi transformatif.
Begitulah apa yang dikatakan oleh bapak pendidikan dunia
Paulo Freire, dimana pendidikan adalah sebagai senjata untuk
merubah dunia melalui sumber daya manusianya yang harus
melibatkan aspek afektif, kognitif dan juga psikomotorik agar
mampu mengkonversi pengetahuan-pengetahuan yang diterima
dalam kelas menjadi aksi-aksi transformatif pada kehidupan
praksis.
Bapak Republik yang terlupakan Tan Malaka pernah
mengatakan bahwasannya:

“Pendidikan itu untuk mempertajam


pemikiran, memperhalus perasaan dan
memperkukuh kemauan, yang dimana
pendidikan disini menjadikan lingkungan yang
bebas nilai demi terciptanya gagasan-gagasan
yang progressif dan transformative”.

Fungsi pendidikan menurut Hasan Langgulung secara


garis besar dibagi pada tiga. Pertama, menyiapkan generasi
muda untuk memiliki kemampuan agar bisa memegang
peranan-peranan pada masa yang akan datang di tengah
kehidupan masyarakat. Kedua, memindahkan ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan peranan dari generasi tua ke generasi
muda. Ketiga, memindahkan nilai-nilai generasi tua ke generasi

38
muda dengan tujuan agar keutuhan dan kesatuan masyarakat
terpelihara, sebagai syarat utama berlangsungnya kehidupan
suatu masyarakat dan juga peradaban.2

Problematika Pendidikan
1. Sistem Buku Paket
Permasalahan yang terjadi pada sistem pendidikan
Indonesia adalah dimana setiap guru memaksakan anak
muridnya untuk pandai setiap mata pelajaran yang diajarkan
oleh guru yang berbeda-beda tanpa mempertimbangkan basic
need dan juga basic interest yang ada pada diri setiap anak
didiknya tersebut. Hal tersebut diperparah dengan sistem
pendidikan yang ada di Indonesia yang lebih menggunakan
metode hafalan dibandingkan pemahaman murid.
Salah satu produknya adalah dengan adanya buku paket,
dengan adanya buku paket yang disediakan oleh pemerintah
dan juga lembaga pendidikan dimana murid itu sekolah
mengakibatkan cara pandang murid dan orang tua murid bahwa
buku paket tersebut adalah buku yang sudah lengkap,
komprehensif dan juga relevan untuk pendidikan saat ini.
Apabila kita teliti lebih jauh ada kemungkinan buku paket yang
disebar luaskan kepada setiap lembaga pendidikan yang ada di
Indonesia hasilnya adalah copy paste daripada buku-buku paket
yang ada sebelumnya secara substansinya dan hanya diubah
sampulnya saja.
Hal inilah yang bisa menjadikan salah satu faktor
mengapa pemikiran sumber daya manusia yang ada di

2
www.http:dbagus.com/pengertian-fungsi-pendidikanmenurut-para-ahli

39
Indonesia tidak dapat berkembang karena pemerintah mencoba
menyeragamkan semua anak didik mulai dari sekolah dasar
hingga sekolah menengah tingkat akhir melalui metode
pembelajaran buku paket. Sedangkan banyak sekali buku-buku
yang dapat menunjang pemikiran setiap anak didik diluar
daripada buku paket itu sendiri, hal tersebut tidak dilakukan
karena orang tua murid selalu mencari reasoning cultural
sehingga mengakibatkan anak didik yang membaca buku diluar
yang tidak ada mata pelajarannya di sekolah dihalang-halanngi
bahkan tidak difasilitasi, selain daripada itu budaya literasi yang
seharusnya berkembang pada usia-usia emas seolah-olah
menjad stagnan dikarenakan perdebatan-perdebatan narasi
yang bebas nilai dan intelektual dimatikan dengan satu teori
yang ada pada buku paket tersebut.
2. Metodologi “Gaya Bank"
Fenomena pendidikan yang berjalan hingga hari ini di
Indonesia adalah dimana pendidikan diartikan hanya dalam
ruang lingkup yang sangat sempit yaitu hanya pada kegiatan
belajar mengajar saja, dan kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan di dalam kelas itupun hampir semuanya menjadi
dogma sains sehingga melahirkan stagnan dalam proses
pendidikan. Konsep pendidikan di Indonesia ini masih sangat
konservatif yang dimana menggunakan sistem pendidikan “gaya
bank” yang dimana anak didik dan pendidikan itu sendiri
dijadikan sebagai obyek bukan subyek, dimana manusia belajar
tanpa berkata-kata, bagaimana kebiasaan kemudian menjadi
sejarah beku, dan bagaiamana pengetahuan itu sendiri
menghambat perkembangan subyektifitas tertentu dan cara
manusia menjalani kehidupan dunia. (Paulo Freire, 2004 hal. 14)

40
Guru dalam ruang lingkup kelas pada pendidikan
menjadi superior yang tidak dapat terbantahkan oleh murid-
muridnya dikarenakan guru tersebut sudah memposisikan
dirinya sebagai subyek dan pendidikan serta anak didiknya
sebagai obyek yang mengakibatkan pendidikan yang ada pada
tingkat dasar dan menengah menjadi pendidikan yang tidak
ilmiah dan juga demokratis karena tidak tumbuhnya nalar-nalar
kritis dari anak muridnya dikarenakan rasa takut untuk bertanya
hal-hal diluar yang tidak dituliskan pada buku paket tersebut
yang hanya dapat melahirkan kesadaran semu saja disetiap diri
peserta didik tersebut. Hal seperti itu sudah seharusnya
dihilangkan dalam dunia pendidikan, karena dalam mengenyam
pendidikan sudah sepatutnya memiliki pemikiran yang terbuka.
Partisipasi Pranata Keluarga
Kesalahan paling mendasar pada pendidikan dalam
lingkungan keluarga adalah kurangnya apresiatif dari segala
pihak, khususnya orangtua siswa terhadap penanaman nilai-
nilai baik, terutama nilai kepemimpinan. Terkadang orang tua
menyekolahkan anak hanya demi peningkatan derajat yang
diharapkan dapat bertambah seiring gelar yang tercantum pada
nama si anak, tanpa orangtua memberikan contoh dari perilaku
mereka sehari-hari.
Pelimpahan tanggung jawab pendidikan oleh orang tua
kepada pihak sekolah, yang dianggap sebagai sarana paling
berpengaruh dan paling mampu membentuk watak dan
karakter anak menjadi baik, adalah sumber kesalahan sistem
pendidikan di Indonesia. Orangtualah yang seharusnya
memegang andil lebih besar terhadap perkembangan
kecerdasan intelejensi dan emosi anak-anaknya. Orangtua yang

41
seharusnya mempunyai lebih banyak waktu untuk
memperkenalkan nilai-nilai baik kepada anaknya. Orangtua
adalah pendidik utama yang dapat membentuk karakter anak
sedari dini.
Alasan yang sering terlontar manakala orang tua siswa
berpendidikan rendah adalah mereka tidak akan mungkin bisa
mengajarkan ilmu-ilmu yang sekolah tuntut kepada si anak.
Mereka berpikir hanya guru yang mampu membuat anaknya
menjadi pintar. Sementara, orang tua yang berpendidikan tinggi
terkadang beralasan tidak memiliki cukup waktu dalam
menangani dan mengajari anak-anaknya. Untuk mengatasi hal
tersebut mereka pun menyekolahkan anak-anaknya di sekolah
swasta yang bergengsi, lengkap dengan kegiatan ekstra
kurikuler. Jika perlu, si anak diberikan pelajaran tambahan atau
les, seperti les musik, gambar, balet, bahasa Inggris, dan masih
banyak lagi.
Padahal jika dikaji secara mendalam, bukan itu yang
diinginkan anak-anak. Mereka lebih menginginkan keberadaan
orang tua di sisinya sebanyak yang mereka mampu. Ada saat
anak hendak bertanya dan menginginkan jawaban. Ada saat
anak merasa tak mampu dan bosan dengan segala hal yang
berkaitan dengan sekolah. Ada saat mereka membutuhkan
teman bicara. Ada saat mereka butuh dihargai dan
diperhatikan.
Nilai dan rangking bukan lagi suatu yang penting jika si
anak dapat belajar dengan perasaan tenang dan nyaman karena
mereka tahu orang tuanya tidak akan memarahinya walaupun ia
tidak mampu. Dengan demikian, percaya diri anak akan
bertambah dan ia akan tumbuh dengan kecerdasan emosional

42
yang baik. Seharusnya itu yang menjadi tolak ukur keberhasilan
anak, bukan rangking, gelar, atau apapun.
Sebuah sistem yang buruk harus diperbaiki dari sub
sistem-sub sistem terkecil dalam sistem tersebut. Dan sub
sistem terkecil adalah keluarga. Orang tua adalah pihak yang
paling bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan dan
pertumbuhan buah hatinya. Orang tua adalah pemberi pondasi
dan filter utama bagi si anak agar mampu menghadapi
lingkungan sosialnya.
Ketidakmampuan orang tua mendidik anak mereka
menjadi sasaran empuk para kapitalis sekolah yang membuka
sekolah hanya demi keuntungan semata. Sekolah semacam itu
tidak akan mampu mendidik generasi baru yang kokoh secara
intelektual, emosional, apalagi spiritual. Megahnya gedung
sekolah, kurikulum yang berstandar internasional, maupun
manajemen yang tertata rapih tidak menjamin seorang anak
akan berhasil dalam kehidupannya, apalagi tanpa ada dukungan
dari orang tuanya.
Standarisasi Pendidikan
a. Tahapan Input
Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan bahwa padi akan
selamanya menjadi padi dan tidak akan pernah selamanya
menjadi jagung. Perkataan tersebut seolah menjadi rambu dan
tanda bagi pendidikan seharusnya dijalankan di Indonesia,
bahwasannya peserta didik tidak bisa kita nilai melalui satu
keahliannya saja. Hal itu seolah hanya sebatas wacana yang
menggema tapi tidak terbukti pada realita, sedikit sekali
lembaga pendidikan yang mempertimbangkan calon peserta
didiknya pada saat penerimaan peserta didik baru dari berbagai

43
aspek. Aspek yang pertama kali dilihat oleh lembaga pendidikan
adalah aspek kognitif calon peserta didik tersebut yang
didukung dengan goresan tinta diatas kertas bernama raport
dan juga nilai Ujian Nasional (UN), dan setelah itu aspek afektif
dan psikomotorik.
Pendidikan sejatinya adalah instrument untuk
menciptakan pemimpin dan generasi-generasi penerus bangsa
dan lembaga pendidikan adalah sebagai kawah candradimuka.
Tetapi tidak semua murid dapat masuk dan berproses di sekolah
yang mereka inginkan karena standarisasi dan tahapan-tahapan
penerimaan hampir seluruh sekolah yang lebih mengutamakan
nilai-nilai kognitif saja.
b. Tahapan Proses
Jika kau ingin hidup selama satu tahun tanamlah padi,
jika kau ini hidup selama puluhan tahun tanamlah pohon dan
jika kau ingin bertahan hidup selama ratusan tahun didiklah
manusia. Begitulah sekiranya Tan Malaka pernah mengatakan
disaat sedang mengajar di sekolah rakyat Syarikat Islam, hal itu
mengisyaratkan kepada seluruh elemen bahwasannya
pendidikan dan cara mendidik seseorang akan membentuk
peserta didik sesuai dengan cara dan tempaan pendidiknya.
Kolonialisme menjadikan bangsa yang sudah dijajah dalam
keadaan bergantung pada penjajah. Semua Sumber Daya
Manusia (SDM) diarahkan agar mudah dipimpin, mudah
dikendalikan. Oleh karena itu, pendidikan pun diarahkan di
dalam prosesnya untuk mencetak pegawai yang taat dan
gampang menyesuaikan diri dengan sistem bukannya diciptakan
untuk membuat sistem yang lebih visioner.

44
Pendidikan Nasional seharusnya bertujuan mencerdaskan
rakyat, mencerdaskan bangsa, agar mampu menciptakan karya
yang mampu membawa bangsanya sejajar dengan bangsa-
bangsa maju lainnya. Dengan rakyat yang cerdas dan kritis,
maka kita akan mampu menghasilkan produk dan jasa yang
cemerlang, bukan hanya sekadar pandai meniru karya bangsa
lain.
Kolonialisme sudah puluhan tahun meninggalkan
Indonesia, sudah seharusnya kita mengubur dalam-dalam
sistem pendidikan colonial dan pengaruhnya itu. Belanda dan
negara sekutu lainnya sudah pergi. Tidak perlu kita salahkan
lagi. Walaupun mereka punya investasi yang keliru terhadap
bangsa Indonesia, tetapi perbaikan kita tidak selesai dengan
menyalahkan Belanda.
Saatnya kita merebut tanggung jawab untuk
memperbaiki dampak dari warisan penjajahan Belanda ini.
Semakin lama kita menuding Belanda, semakin lamalah kita
menjadi korban penjajahannya. Penderitaan yang terus abadi
pada suatu bangsa adalah penderitaan yang tidak pernah
diperbaiki. Pendidikan kita jangan sampai hanya berorientasi
menjadi pegawai, menjadi buruh, atau menjadi orang yang siap
dipakai untuk kepentingan industri. Pendidikan kita adalah
mencetak orang yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat
sekitar.
Oleh karena itu hal yang perlu diperbaiki pada proses
pendidikan kita disini adalah bagaimana caranya seorang guru
dapat menimbulkan rasa kepercayaan diri seorang murid
bekerjasama dengan partisipasi dari keluarga , karena sampai
hari ini Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan diri

45
disertai dengan metode-metode pembelajaarn yang melahirkan
pemikiran kreatif dan kritis dan terus menggali rasa penasaran
para murid, bukan hanya membuatnya pintar dengan diimbangi
dengan praktek bukan hanya teori. Pendidikan kolonial
bertujuan untuk menjadikan anak didik sebagai pegawai,
sedangkan pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan
rakyat.
c. Tahapan Output
Setiap peserta didik pasti memiliki harapan yang ada pada
dirinya masing-masing setelah mereka menyelesaikan masa
pendidikannya di sekolah mereka masing-masing, yang
tentunya harapan dan keinginan tersebut berbeda antara satu
sama lain. Peserta didik bisa jadi memiliki harapan untuk
menjadi seorang ahli di salah satu bidang karena sudah
menemukan minat dan bakatnya disaat berjalannya proses
pendidikan di sekolahnya. Dengan kondisi yang berbeda dan
juga dengan metodelogi yang berbeda antara satu daerah
dengan daerah lainnya tentu juga akan menghasilkan output
yang berbeda juga.
Tetapi pertimbangkan kondisi sosio-demografis dan sosio-
geografis dalam ruang lingkup pendidikan tidak begitu menjadi
pertimbangan yang matang oleh pemerintah kita, yang pada
produknya adalah adanya Ujian Nasional (UN) yang standar
soalnya semua sama se-Nasional. Baik di daerah tertinggal
maupun di daerah yang megah dan metropolitan, baik untuk
kalangan ekonomi tingkat atas maupun orangtua murid yang
ekonominya berada di ambang batas.
Beruntunglah bagi murid yang memiliki orang tua yang
ekonominya berkecukupan sehingga dapat memasukkannya

46
kedalam tempat bimbingan belajar yang bonafit dengan
ditopang oleh guru-guru professional dibidangnya dan dengan
berbagai macam metodelogi untuk menyelesaikan soal-soal
yang di ujikan sehingga mendapatkan nilai yang memuaskan,
tetapi apakah kita pernah berfikir sebaliknya kepada anak yang
nasib orang tuanya kurang beruntung? Mungkin mereka
mencoba mencari cara secara mandiri dan tentunya dengan
guru yang siap untuk mengajarkannya secara suka rela,
jangankan untuk dianggap professional memiliki hati suci saja
sudah cukup untuk anak murid yang kurang beruntung tersebut.
Tentunya dua contoh diatas dapat kita tebak hasilnya,
yang kemungkinan besar murid yang dari kalangan ekonomi
yang berkecupan mendapatkan nilai Ujian Nasional (UN) yang
begitu memuaskan, sehingga mereka dapat memilih sekolah
negeri manapun untuk mereka masuki dengan dasar nilai Ujian
Nasional (UN) yang begitu memuaskan. Ternyata problematika
bukan hanya pada tahapan itu saja, setelah murid dari kalangan
ekonomi yang berkecukupan sudah masuk pada sekolah negeri
tentu mereka dibebaskan pada biaya SPP sekolah, dan murid
yang kurang beruntung dan memiliki nilai Ujian Nasional (UN)
yang relatif minim terpaksa harus masuk pada sekolah berbasis
swasta yang dimana banyak sekali kewajiban yang harus
ditunaikan dan juga pungutan SPP setiap bulannya.
Mungkin sistem ini akan terus menerus berlanjut dan
menjadi perdebatan circular reasoning di dunia pendidikan
Indonesia, tetapi ini adalah sebuah nalar kritis yang coba penulis
utarakan berdasarkan fakta empiris dan juga kondisi sosio-
demografis bangsa dan beberapa kebijakan-kebijakan yang

47
memiliki logical fallacy di dalamnya padahal sudah jelas
diamanahkan oleh konstitusi.
Kesimpulan
Permasalahan pendidikan di Indonesia hanya dapat
diselesaikan dengan kerjasama dari semua pihak, mulai
orangtua, masyarakat, sekolah dan juga pemerintah selaku
pemilik kebijakan sebagai penyelenggara negara. Dari mulai
tahapan input, orangtua sebagai pendidik utama yang
mempersiapkan anak-anak. Dalam menunaikan tugasnya,
orangtua dibantu oleh masyarakat. Masyarakat bisa berupa
sekolah sebagai lembaga resmi penyelenggara pendidikan dan
pengajaran.
Pada tahapan proses, sekolah seharusnya senantiasa
menciptakan budaya kreatif dan kritis yang mengenalkan dan
bahkan menanamkan nilai-nilai hidup yang baik. Nilai-nilai
hidup yang seharusnya sudah diperkenalkan terlebih dahulu
oleh para orangtua sebelum anak mengenyam bangku sekolah.
Pada tahapan output seharusnya pendidikan harus bisa
mengarahkan peserta didiknya pada apa yang diminati dan
bakat daripada muridnya itu sendiri, bukannya harus
menyeragamkan semua kemampuan murid tersebut dengan
sama rata tanpa mempertimbangkan proses yang sudah dijalani
sebelumnya. Apabila problematika ini terus dipelihara tanpa
adanya solusi berupa kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak
yang berwenang mungkin sudah sepatutnya kita bertanya
“Kemanakah arah pendidikan Indonesia sebenarnya?” [*]

48
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 1999.
Indopublika, Che Guevarra Paulo Freire Dan Politik Harapan;
Tinjauan Kritis Pendidikan, Indopublika, Yogyakarta, 2017.
Musthofa Rembagy, Pendidikan Transformatif Pergulatan Kritis
merumuskan pendidikan di Tengah Pusaran Arus
Globalisasi, Teras, Yogyakarta, 2008.
Partisipasi Pendidikan Naik Tapi Jutaan Anak di Indonesia Masih
Putus Sekolah, https://www.tempo.co/abc/4460/partisipasi-
pendidikan-naik-tapi-jutaan-anak-indonesia-masih-putus-sekolah.

Paulo Freire, Politik Pendidikan; Kebudayaan, Kekuasaan dan


Pembebasan, Read dan Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2004.
Slamet Imam Santoso, Pendidikan di Indonesia Dari Masa Ke
Masa, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1987.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
www.http:dbagus.com/pengertian-fungsi-pendidikanmenurut-
para-ahli.

49
50
MENDIDIK GENERASI PENERUS BANGSA
DENGAN KARAKTER DAN CINTA

Oleh: Dina Satriani


Dosen STTIKOM Insan Unggul Cilegon - Banten

endidikan adalah suatu proses pembelajaran kepada

P peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap


sesuatu dan membuatnya menjadi seorang manusia
yang kritis dalam berpikir. Menurut bapak pendidikan Indonesia
yaitu bapak Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah proses
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak
peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya.
Mengapa banyak orang berfikir bahwa pendidikan itu
penting? Kemungkinan ini didasari oleh beberapa hal berikut:
1. Pendidikan itu memberikan pengetahuan (pengetahuan
tentang berbagai hal yang terjadi di dunia ini bahkan
memberikan pengetahuan tentang pandangan bagi
kehidupan).
2. Pendidikan itu membangun karakter seseorang (karakter
dapat membentuk penyempurnaan diri individu secara terus
menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju hidup
yang lebih baik).

51
3. Pendidikan dapat membantu karir seseorang (pendidikan saat
ini menjadi salah satu komponen dasar bagi banyak
perusahaan yang akan menerima seseorang untuk bekerja
sesuai tingkat pendidikan).
4. Pendidikan dapat memberi pencerahan (pendidikan bisa
menghapuskan pemikiran yang salah dalam benak kita,
membantu memberikan gambaran yang jelas tentang banyak
hal di sekitar kita agar kita tidak merasa kebingungan).
5. Pendidikan membantu kemajuan bangsa (masa depan bangsa
Indonesia ada pada generasi penerus bangsa, oleh karenanya
mereka selayaknya mendapatkan pendidikan yang baik.
Karena pendidikan penting bagi pembangunan sosial dan
pertumbuhan ekonomi bangsa).
Dari beberapa faktor pentingnya pendidikan di atas,
penulis akan menitikberatkan pada pendidikan karakter.
Bagaimana kita sebagai pendidik bisa mendidik generasi penerus
bangsa dengan karakter dan juga dengan cinta. Di era globalisasi
saat ini banyak perkembangan dan perubahan terjadi di sekeliling
kita, mulai dari teknologi dalam komunikasi, informasi, gaya
hidup bahkan adat atau tradisi kita mengalami perkembangan
mengikuti arus globalisasi. Semua itu berdampak pada
perubahan manusia terhadap lingkungan sekitar ataupun
kehidupan masyarakat dibidang ekonomi, politik hingga sosial.
Arus globalisasi yang penyebarannya sangat luas dan cepat
membawa dampak baik itu positif dan negatif. Untuk
mengimbangi dampak tersebut terutama dampak negatif dari
arus globalisasi, dibutuhkan pendidikan karakter pada generasi
muda kita ditambah sentuhan kasih sayang sehingga mereka bisa

52
menjadi penerus bangsa yang kuat, konsisten serta dibarengi
nilai - nilai luhur.
Generasi muda adalah penentu eksistensi suatu bangsa
yang dapat dilihat dari karakter yang dimilikinya. Selain itu
dengan sentuhan cinta dalam mendidik generasi muda, dimana
mendidik dengan hati dan kekuatan kasih sayang tanpa
kekerasan akan membentuk karakter mereka menjadi generasi
muda yang santun, optimis, dan memiliki motivasi dalam
hidupnya.

Apa Pendidikan Karakter Itu?

Pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan yang


bertujuan untuk membangun karakter dari peserta didik,
pendidikan dilakukan tidak hanya untuk memberikan peserta
didik ilmu pengetahuan saja tapi juga menanamkan dan
mensosialisasikan, serta menerapkan nilai- nilai dan norma-
norma yang ada dilingkungan sekitarnya termasuk keluarga
sebagai lingkungan belajar pertama yang diperoleh anak dan
mejadi pondasi yang kuat untuk membentuk karakter.
Tujuan pendidikan karakter untuk memfasilitasi
penguatan dan pengembangan sehingga terbentuk perilaku
perserta didik yang baik saat di sekolah maupun dilingkungan
sekitarnya, pendidikan sekolah bukan sebuah dogmatisasi nilai
saja tetapi sebuah proses yang membawa peserta didik
memahami pentingnya mewujudkan nilai – nilai yang baik dalam
kehidupan sehari – hari.
Sementara pengertian pendidikan karakter menurut para
ahli bisa digambarkan sebagai berikut: Menurut Kemendiknas

53
(2011, 6) Pendidikan karakter adalah usaha menanamkan
kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga peserta didikmampu
bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi
kepribadiannya. Dan juga pembangunan karakter dilakukan
dengan pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan
keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil,
anggota legislatif, media masa, dunia usaha dan dunia industri
(Kemendiknas, 2010).
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki
esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak,
supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan
warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik,
warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi
suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai
sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari
pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia
adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka
membina kepribadian generasi muda.
Sementara menurut Rahardjo (2010:16) berpendapat
bahwa: Pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan yang
holistic yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial
dalam kehidupan peserta didik sebagai pondasi bagi
terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup
mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat
dipertanggungjawabkan.

54
Secara rinci Prasetyo dan Rivasintha (2013:30)
mendefinisikan bahwa: Pengertian Pendidikan karakter sebagai
suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan,
dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa dalam mewujudkan pendidikan yang
berkarakter adalah dengan kemampuan menanamkan nilai-nilai
karakter kepada peserta didik sebagai pondasi agar terbentuknya
generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga nantinya bisa menjadi manusia
yang memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat di
pertanggungjawabkan.

Penguatan Karakter berdasarkan Pancasila


Penguatan karakter juga menjadi salah satu program
prioritas di pemerintahan Presiden Joko Widodo pada tahun
2016. Dalam nawa cita disebutkan bahwa pemerintah akan
melakukan revolusi karakter bangsa. Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan mengimplementasikan penguatan karakter
penerus bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan Karakter
(PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016.
Sesuai arahan Presiden, pendidikan karakter pada
pendidikan dasar memiliki porsi yang lebih besar dari pendidikan
yang mengajarkan pengetahuan. Untuk pendidikan dasar sebesar
70% dan untuk sekolah menengah 60%. Pendidikan karakter juga
diharapkan bisa memperhatikan etika dan spiritual, estetika dan

55
kinestetik. Proses pembelajaran intrakurikuler dan
ekstrakurikuler di sekolah dapat dilaksanakan dengan berbasis
pada pengembangan budaya sekolah maupun melaui kolaborasi
dengan komunitas di luar pendidikan.
Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari
Pancasila yang menjadi prioritas pengembangan pendidikan
karakter ini yaitu religious, nasionalisme, integritas, kemandirian
dan kegotongroyongan. Masing – masing nilai tidak berdiri dan
berkembang sendiri melainkan ada interaksi satu sama lain,
berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.
Nilai karakter religious mencerminkan keberimanan
terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku
melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut,
menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup
rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Implementasi nilai
karakter religius ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai,
toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh
pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan
kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan,
ketulusan, tidak memaksakan kehendak kita, mencintai
lingkungan, peduli pada yang memang harus dilindungi.
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian,
dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di tas kepentingan diri dan
kelompoknya. Sikap Nasionalis ditunjukkan melalui sikap
apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan bangsa, rela

56
berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, taat hukum,
disiplin, menghomati keragaman di Indonesia.
Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang
mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan
kesetiaan pada nilai kemanusiaan dan moral.
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku yang
tidak bergantung pada orang lain dan menggunakan segala
tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan
cita-cita. Siswa yang mandiri memiliki etos kerja yang baik,
tangguh, berdaya juang profesional, kreatif, berani dan menjadi
pembelajar yang dilakukan sepanjang hayat hidup.
Terakhir adalah nilai gotong royong, yang mencerminkan
tindakan menghargai semangat kerjasama dan bahu membahu
menyelesaikan persoalan bersama menjalin komunikasi dan
persahabatan. Dapat memberi pertolongan pada orang-orang
yang membutuhkan. Diharapkan generasi muda ini dapat
menunjukkan sikap menghargai sesama, dapat bekerjasama,
mampu berkomitmen atas keputusan bersama, musyawarah
mufakat, tolong menolong dan berempati.

Nilai-Nilai Dalam Pengembangan Pendidikan Karakter:


Ada 18 nilai dalam pengembangan pendidikan karakter
yang dibuat oleh Departemen Pendidikan Nasional dimana mulai
tahun 2011 lalu seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus
menyisipkan pendidikan berkarakter dalam menjalankan proses
pendidikannya. 18 nilai itu adalah:

57
- Religius (sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain).
- Jujur (perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan dan pekerjaan).
- Toleransi (sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang
lain yang berbeda dengan dirinya).
- Disiplin (tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan).
- Kerja Keras (kegiatan yang dilakukan secara sungguh-
sungguh tanpa mengenal lelah)
- Kreatif (berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki).
- Mandiri (sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas).
- Demokratis (cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain).
- Rasa ingin tahu (sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar).
- Semangat Kebangsaan (cara berpikir, bertindak dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya).

58
- Cinta Tanah Air (Cara berpikir, bertindak dan berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan dan kelompoknya).
- Menghargai Prestasi (sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
- Bersahabat/Komunikatif (sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat dan mengakui serta
menghormati keberhasilan orang lain).
- Cinta Damai (sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui serta menghormati
keberhasilan orang lain).
- Gemar Membaca (kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya).
- Peduli Lingkungan (Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang terjadi).
- Peduli Sosial (sikap dan tindakan yang selalu ingin
member bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan).
- Tanggung Jawab (sikap dan perilaku untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.

59
Pendidikan Karakter Pada Generasi Muda
Sekolah adalah salah satu solusi dalam membentuk
generasi muda ini menjadi berkarakter. Oleh karena itu
pemerintah dengan kebijakan Undang Undang no 20 tahun 2003
menyebutkan dalam salah satu pasalnya bahwa fungsi dari
pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan dan
membentuk karakter bangsa. Empat nilai yang dikembangkan
dalam pendidikan karakter adalah: nilai agama, Pancasila, budaya
dan tujuan pendidikan nasional. Selain itu Peran Pendidik sangat
membantu membentuk watak para generasi muda ini termasuk
keteladanan bagaimana perilaku guru atau tenaga pendidik,
bagaimana cara pendidik berbicara atau menyampaikan materi,
bagaimana cara tenaga pendidik atau guru bertoleransi.
Saat ini kurikulum yang dipakai dalam dunia pendidikan
adalah kurikulum 13. Kurikulum ini mempertimbangkan segala
sisi manusia yang tidak hanya bertitik pada pencapaian akademis
tetapi mempertimbangkan juga terbentuknya perilaku positif dan
akhlak yang mulia. Lulusan kurikulum 2013 dituntut untuk
memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah, berfikir kritis,
inovatif dan berjiwa enterpeuner untuk bersaing di dunia global.
Implementasi dari pendidikan karakter ini belum merata di
Indonesia dan juga bukanlah hal yang bisa dilakukan secara
instan karena ada beberapa faktor peghalang seperti fasilitas,
akses dan sumber daya manusia. Pendidikan karakter hendaknya
dibentuk dengan sistematis yang mencakup aspek afektif,
kognitif dan psikomotorik yang berjalan beriringan dalam proses
pendidikan. Sebagai contoh wujud implementasi misalnya
seorang siswa cerdas dalam proses belajar di kelas, memiliki
akhlak baik serta aktif dalam kegiatan sekolah. Namun, tanpa

60
adanya sikap yang baik maka perkembangan pengetahuan dapat
menurunkan nilai luhur bangsa, melemahkan kepribadian yang
baik dan membuat generasi bangsa sebagai generasi yang tidak
berpotensi dalam mempertahankan dan mengembangkan
kesejahteraan bangsa.

Mendidik Generasi Penerus Bangsa dengan Cinta


Mendidik dengan cinta adalah pola mendidik generasi muda
yang didasari pada Al Quran dan Hadits, karena itu yang terbaik
menurut penulis. Mendidik dengan bahasa cinta harus dipahami
sesuai dengan kebutuhan psikologis generasi muda.
Sesungguhnya bahasa cinta itu dapat kita ambil sebagai sari pati
hikmah dalam Al Quran dan dapat kita temukan dari keteladanan
Rasulullah Saw terhadap anak-anak melalui hadis-hadis shahih
yang telah diriwayatkan oleh para ulama yang menjadi pewaris
nabi-nabi.
Bahasa cinta yang diajarkan dalam Al Quran adalah
keseimbangan antara kasih sayang, kelembutan dan ketegasan.
Dalam berbagai ayat, Allah SWT menekankan pentingnya
pemberian kasih sayang dan kelembutan, namun dalam ayat
lainnya Allah SWT juga menekankan pentingnya bersikap tegas,
bahkan memberikan rambu-rambu berupa hukuman fisik dari
para pelanggarnya.
Tenaga pendidik sebaiknya menerapkan bahasa cinta ini
dalam metode pengajarannya. Selain memiliki skill dan
kompetensi tentu saja pendidik harus memiliki panggilan hati
yang tinggi sehingga secara penuh hati mencintai profesi mereka
sebagai seorang tenaga pendidik. Betapa pentingnya mendidik
dengan hati sebab mengajar yang berdampak bukanlah dari

61
kepala ke kepala tetapi dari hati ke hati. Seorang pendidik harus
tampil penuh karisma di hadapan siswanya dan dirindukan
kedatangannya, sosok panutan yang disegani, tutur katanya
ditaati, dan kepergiannya ditangisi.
Menjadi pendidik pada prinsipnya harus merupakan pilihan
sadar dan panggilan nurani. Karena pendidik merupakan
cerminan idealisme kita dan keberpihakan kita terhadap
kemanusiaan. Karena sebagai pendidik harus mengabdikan
segenap jiwa raga dan kemampuan terbaik untuk menciptakan
generasi masa depan yang lebih baik. Pendidik harus ikhlas dalam
memberikan bimbingan kepada siswanya sepanjang waktu.
Pendidikan pun tidak terbatas pada ruang kelas saja tetapi
dimanapun pendidik berada dia harus sanggup memainkan
perannya sebagai seorang tauladan sejati.
Sebagai pendidik tidak boleh pandang bulu dalam mendidik,
tidak peduli latar belakang dari anak didik mereka semua
disamaratakan untuk mendapatkan haknya dalam menuntut
ilmu. Mereka selalu menginginkan yang terbaik untuk anak
didiknya. Seorang pendidik pasti memiliki tujuan agar kelak anak-
anaknya bisa menjadi anak yang sukses dalam hal apapun yang
diinginkannya serta selalu bermanfaat bagi orang lain yang
membutuhkan. Mereka selalu berdoa untuk kebaikan pada anak
didiknya. Tidak lupa pula pendidik selalu berdoa setiap hari untuk
kebaikan anak didiknya, berdoa agar anak didiknya selalu
diberikan kelancaran dalam menuntut ilmu. Mereka selalu
berusaha agar anak-anak didiknya menjadi anak yang
membanggakan serta memiliki hati yang tulus dan ikhlas.
Walaupun kita mempunyai ilmu yang banyak tak ada artinya
apabila kita tidak memiliki akhlak yang mulia serta hati yang

62
tulus, untuk itu seorang pendidik pasti selalu mengajarkan nilai-
nilai agama dalam pembelajarannya. Mereka tidak
mementingkan ego dalam dirinya, tidak melihat materi dan tidak
menginginkan penghormatan.
Penutup
Pendidikan memainkan peranan penting karena didasari
oleh hal-hal berikut: pertama, Pendidikan itu memberikan
pengetahuan (pengetahuan tentang berbagai hal yang terjadi di
dunia ini bahkan memberikan pengetahuan tentang pandangan
bagi kehidupan); kedua, Pendidikan itu membangun karakter
seseorang (karakter dapat membentuk penyempurnaan diri
individu secara terus menerus dan melatih kemampuan diri demi
menuju hidup yang lebih baik). Ketiga, Pendidikan dapat
membantu karir seseorang (pendidikan saat ini menjadi salah
satu komponen dasar bagi banyak perusahaan yang akan
menerima seseorang untuk bekerja sesuai tingkat pendidikan);
keempat, Pendidikan dapat memberi pencerahan, pendidikan
bisa menghapuskan pemikiran yang salah dalam benak kita,
membantu memberikan gambaran yang jelas tentang banyak hal
di sekitar kita agar kita tidak merasa kebingungan); dan kelima,
Pendidikan membantu kemajuan bangsa (masa depan bangsa
Indonesia ada pada generasi penerus bangsa, oleh karenanya
mereka selayaknya mendapatkan pendidikan yang baik. Karena
pendidikan penting bagi pembangunan sosial dan pertumbuhan
ekonomi bangsa).
Pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan yang
bertujuan untuk membangun karakter dari peserta didik,
pendidikan dilakukan tidak hanya untuk memberikan peserta
didik ilmu pengetahuan saja dan untuk menanamkan dan

63
mensosialisasikan, menerapkan nilai- nilai dan norma- norma
yang ada dilingkungan sekitarnya dan keluarga merupakan
lingkungan belajar pertama yang diperoleh anak dan menjadi
pondasi yang kuat untuk membentuk karakter.
Tujuan pendidikan karakter untuk memfasilitasi penguatan
dan pengembangan sehingga terbentuk perilaku perserta didik
yang baik saat di sekolah maupun dilingkungan sekitarnya,
pendidikan sekolah bukan sebuah dogmatisasi nilai saja tetapi
sebuah proses yang membawa peserta didik memahami
pentingnya mewujudkan nilai–nilai yang baik dalam kehidupan
sehari – hari.
Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari
Pancasila yang menjadi prioritas pengembangan pendidikan
karakter ini yaitu religious, nasionalisme, integritas, kemandirian
dan kegotongroyongan. Masing – masing nilai tidak berdiridan
berkembang sendiri melainkan ada interaksi satu sama lain,
berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.
Ada 18 nilai dalam pengembangan pendidikan karakter yaitu:
religious, jujur, toleransi, disiplin, kerjakeras, kreatif,
mandiri,demokratis,rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta
damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
tanggungjawab.
Kurikulum yang dipakai dalam dunia pendidikan adalah
kurikulum 13. Kurikulum ini mempertimbangkan segala sisi
manusia yang tidak hanya bertitik pada pencapaian akademis
tetapi mempertimbangkan juga terbentuknya perilaku positif dan
akhlak yang mulia. Lulusan kurikulum 2013 dituntut untuk

64
memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah, berfikir kritis,
inovatif dan berjiwa enterpeuner untuk bersaing di dunia global.
Pendidikan karakter hendaknya dibentuk dengan sistematis
yang mencakup aspek afektif, kognitif dan psikomotorik yang
berjalan beriringan dalam proses pendidikan.
Mendidik dengan cinta adalah pola mendidik generasi
muda yang bagi penulis karena beragama muslim didasari pada
Al Quran dan Hadits. Mendidik dengan bahasa cinta harus
dipahami sesuai dengan kebutuhan psikologis generasi saat ini.
Sesungguhnya bahasa cinta itu dapat kita ambil sebagai sari pati
hikmah dalam Al Quran dan dapat kita temukan dari teladan
perilaku Rasulullah Saw terhadap anak-anak melalui hadis-hadis
shahih yang telah diriwayatkan oleh para ulama yang menjadi
pewaris nabi-nabi.
Menjadi pendidik pada prinsipnya harus merupakan pilihan
sadar dan panggilan nurani. Karena pendidik merupakan
cerminan idealisme kita dan keberpihakan kita terhadap
kemanusiaan. Karena sebagai pendidik harus mengabdikan
segenap jiwa raga dan kemampuan terbaik untuk menciptakan
generasi masa depan yang lebih baik. Pendidik harus iklas dalam
memberikan bimbingan kepada siswanya sepanjang waktu.
Pendidikan pun tidak terbatas pada ruang kelas saja tetapi
dimanapun pendidik berada dia harus sanggup memainkan
perannya sebagai seorang tauladan sejati. [*]

65
DAFTAR PUSTAKA

Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud. 2017.


Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk
Pembenahan Pendidikan Nasional. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Husaini, Adian. 2012. Pendidikan Islam Membentuk Manusia


Berkarakter dan Beradab. Jakarta: Cakrawala Publishing.

Istadi, Irawati. 2016. Mendidik dengan Cinta.Yogyakarta: Pro-U


Media

Kemendiknas. 2011. Panduan Pendidikan Karakter. Jakarta: Pusat


Kurikulum dan Kebukuan Kemendiknas.

Lickona, Thomas. 2012. Educating for Character. Mendidik untuk


Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi


Aksara

Prasetyo, Agus dan Emusti Rivasintha. 2011. Konsep Urgensi dan


Implementasi pendidikan Karakter di Sekolah. Tersedia
dalam http://edukasi.kompasiana.com
/2011/05/27/konsep-urgensi-danimplementasi-
pendidikan-karakter-disekolah/ Musfiroh, Tadzkiroatun.

66
Pusat Bahasa Depdiknas. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.

Pusat Kurikulum Depdiknas. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan


Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya
untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Kemendiknas.
Raharjo, Sabar Budi. 2010. Pendidikan Karakter sebagai Upaya
Menciptakan Akhlak Mulia. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Vol.16, 3, 229-238.

Ramli. T., 2003, Pendidikan Karakter, Bandung : Angkasa.

Tentang Penulis
Dina Satriani, Lulus S1 di Program Studi
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta (UPN) tahun 1999. Lulus S2 di
Program Pascasarjana MM dari Universitas
Mercu Buana Jakarta tahun 2009. Saat ini
adalah dosen tetap dan juga Kaprodi
Komputer Akuntansi di Sekolah Tinggi
Teknologi Ilmu Komputer Insan Unggul
Cilegon. Mengampu mata kuliah
Akuntansi, Manajemen dan mata kuliah berbasis Komputer
Akuntansi di STTIKOM Insan Unggul, juga menjadi dosen luar
biasa di beberapa sekolah tinggi di Cilegon dan Serang untuk
mata kuliah berbasis Ekonomi Akuntansi dan Manajemen. Pernah
bekerja di BP Castrol Indonesia sebagai Comercial Executive dari
tahun 1999 sampai dengan 2007, dan saat ini ikut mengelola
usaha dalam bidang General Trading dan Supplier.

67
68
PENANGGULANGAN BUTA AKSARA
MELALUI PUSAT KEGIATAN BELAJAR
MASYARAKAT

Arif Nugroho dan Nurlisda Ayu Andini


Dosen Tetap Universitas Serang Raya

encana pembangunan di setiap Negara pada

R hakikatnya bukan hanya sebuah infrastruktur yang


lengkap dan memadai. Namun juga, dalam setiap
pembangunan pasti memerlukan Sumber Daya Manusia sebagai
faktor pendukung. Pendidikan sebagai salah satu rencana
pembangunan yang harus mendapat banyak perhatian.
Pemeratan pendidikan di semua kalangan masyarakat menjadi
rencana pembangunan Indonesia dalam meningkatkan kualitas
hidup masyarakat. Jika melihat kondisi masyarakat Indonesia
sekarang ini masih banyak yang belum mendapatkan pelayanan
pendidikan terutama untuk masyarakat ekonomi menegah ke
bawah. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan juga menjadi salah satu faktor belum meratanya
pendidikan yang diterima masyarakat.
Dalam bidang pendidikan, Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) 20/2003, pasal 5, ayat (1)
menyatakan, “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.”Ayat (5)
menyatakan, “Setiap warga negara berhak mendapat

69
kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.”
(Republik Indonesia, 2003).
Untuk mewujudkan pendidikan bagi seluruh warga
Negara Indonesia, terdapat tiga bentuk pendidikan bagi seluruh
warga Negara Indonesia, yaitu pendidikan formal, pendidikan
nonformal, dan pendidikan informal. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang Sisdiknas 20/2003. Pendidikan Nonformal
berbeda dengan Pendidikan pada umumnya. Pendidikan
Nonformal yang dimana salah satu visinya adalah melayani yang
tak terlayani. Menjangkau seluruh warga yang masih kekurangan
akan pelayanan pendidikan, maka disitulah Pendidikan Non
Formal akan melayaninya sesuai dengan bagaimana yang
seharusnya semua warga dapatkan.
Pendidikan nonformal yang telah tercantum pada
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 4
bahwa satuan pendidikan nonformal yang saat ini berkembang
pesat salah satunya adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM). Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan suatu
wadah dari berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat yang
diarahkan pada pemberdayaan potensi untuk menggerakkan
pembangunan di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan
budaya.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dibentuk dengan
tujuan untuk memperluas kesempatan warga masyarakat
khususnya yang tidak mampu dan atau tidak mendapat
kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri
dan bekerja mencari nafkah pada jalur persekolahan dan sejenis
lainnya.

70
Kondisi Obyektif PKBM di Kota Cilegon
Kota Cilegon sebagai salah satu kota di Provinsi Banten
yang notabene masih terdapat warga yang mengalami buta
aksara dimana 10% warganya masih mengalami buta aksara atau
buta huruf. Dalam Peraturan Daerah Kota Cilegon 7/2011
Tentang Sistem Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
pasal 19, guna penanggulangan, karena masih banyaknya buta
aksara ini maka pemerintah menerapkan kebijakan alternatif
dalam memberantasnya, yakni dengan adanya program
pendidikan keaksaraan melalui Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) dimana dalam pasal 18 yang menyatakan
bahwa Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) memfasilitasi
penyelenggaraan berbagai program pendidikan nonformal untuk
mewujudkan masyarakat gemar belajar dalam rangka
mengakomodasi kebutuhannya akan pendidikan sepanjang
hidup, dan berasaskan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Kota Cilegon yang kini sudah memiliki Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) sebanyak 16 di 8 Kecamatan. Namun
tidak semua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) itu masih
beroperasi, ada beberapa yang sudah tidak aktif. Dalam artikel ini
menetapkal lokus pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) di Kecamatan Gerogol. Kecamatan Gerogol sendiri area
yang masih terdapat masyarakat yang mengalami buta aksara.
Area yang jauh dari dijangkau, dimana beberapa kawasannya
masih terdapat daratan atas.

71
Tabel 1
Nama PKBM yang masih beroperasi
No. Nama PKBM Alamat
1. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan
(PKBM) A-Furqon Gerogol
1. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan
(PKBM) Ar-Rahmah Gerogol
2. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan
(PKBM) Al-Ikhlas Citangkil
3. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan
(PKBM) Al-Insyiroh Purwakarta
4. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan
(PKBM) Teratai Jombang
5. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan
(PKBM) Melati Cilegon
6. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan
(PKBM) Melati Cibeber Cibeber
7. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan
(PKBM) Istiqomah Pulomerak
8. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan
(PKBM) Barokah Ciwandan

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Kecamatan Grogol


yang didirikan diharapkan dapat mampu melaksanakan
penanggulangan buta aksara secara optimal dan merata.
Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Kecamatan Grogol
ini yakni salah satunya menyelenggarakan program Pendidikan
Keaksaraan Fungsional. Pendidikan Keaksaraan Fungsional
merupakan salah satu prioritas program nasional dengan target

72
menurunkan jumlah orang yang khususnya sudah dewasa yang
buta huruf agar dapat memanfaatkan kemampuan dasar baca,
tulis, dan hitung (calistung) dan kemampuan fungsionalnya
dalam kehidupan sehari-hari.
Artikel ini berfokus pada efektivitasnya program yang
dibuat oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dalam
menanggulangi buta aksara. Program yang dibuat yakni program
keaksaraan fungsional dimana terdapat 3 turunan yaitu: 1)
Keaksaraan Dasar, 2) Keaksaraan Lanjutan, dan 3) Keaksaraan
Usaha Mandiri. Program tersebut dibuat guna mewujudkan hasil
yang akan dicapai oleh Pengelola dan tutor PKBM sebagai
penanggungjawab penyelenggara PKBM.
Di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di
Kecamatan Gerogol sendiri, masyarakat belajar yang saat ini
terdata di salah satu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Al-
Furqon ditahun 2019 ini yang mengikuti hanya 30 orang. Yang
seluruhnya terdiri dari warga perempuan. Namun, kegiatan
program keaksaraan pada pelaksanaannya diikuti lebih dari yang
terdata, karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang dapat
dilakukan oleh siapa saja yang ingin mengikutinya. Berikut ini
warga penduduk yang mengikuti program pendidikan
keaksaraan:

73
Tabel 2
DaftarWarga Belajar
No. Nama TTL Pendidikan Alamat
1. Andariyah Serang, 05-04-1972 SD Cikebel bawah
2. Romlah Serang, 18-04-1971 SD Cikebel bawah
3. Sunti’ah Serang, 20-05-1962 SD Cikebel bawah
4. Basariyah Serang, 18-07-1970 SD Cikebel bawah
5. Suadah Serang, 22-05-1962 SD Cikebel bawah
6. Hamdasah Serang, 21-04-1965 SD Cikebel bawah
7. Suntanah Serang, 01-07-1965 SD Cikebel bawah
8. Masaliyah Serang, 26-02-1963 SD Cikebel bawah
9. Hayanah Serang, 01-07-1968 SD Cikebel bawah
10. Asmaiyah Serang, 09-06-1967 SD Cikebel bawah
11. Suharti Serang, 01-08-1969 SD Cikebel atas
12. Hasunah Serang, 20-07-1962 SD Cikebel atas
13. Sunariyah Serang, 17-12-1963 SD Cikebel atas
14. Sulehah Serang, 01-07-1963 SD Cikebel atas
15. Rohabiyah Serang, 16-04-1978 SD Cikebel atas
16. Maimunah Serang, 21-04-1965 SD Cikebel atas
17. Muni’ah Serang, 16-04-1973 SD Cikebel atas
18. Suhanah Serang, 25-11-1967 SD Cikebel atas
19. Muti’ah Serang, 29-09-1966 SD Cikebel atas
20. Dawiyah Serang, 07-01-1969 SD Cikebel atas
21. Bahriyah Serang, 01-08-1970 SD Gerem kulon
22. Mutoyanah Serang, 20-07-1980 SD Gerem kulon
23. Sayati Serang, 22-03-1967 SD Gerem kulon
24. Satriyah Serang, 13-05-1967 SD Gerem kulon
25. Daiyah Serang, 25-051971 SD Gerem kulon
26. Rodanah Serang, 07-01-1965 SD Gerem kulon
27. Nurhayati Serang, 11-04-1964 SD Gerem kulon
28. Sarmunah Serang, 14-04-1968 SD Gerem kulon
29. Samiah Serang, 08-041962 SD Gerem kulon
30. Suirat Serang, 23-01-1969 SD Gerem kulon

74
Problematika PKBM di Kota Cilegon
Data di atas merupakan data warga belajar yang mengikuti
kegiatan keaksaraan dasar. Dimana keaksaraan dasar kegiatan
yang didalamnya memuat baca, tulis dan hitung (calistung).
Setelah mampu dan dapat berkembang di keaksaraan dasar,
maka warga belajar akan naik ditahap keaksaraan lanjutan dan
usaha mandiri, keaksaraan lanjutan dan usaha mandiri ini
dimaksud agar warga belajar yang telah mengikuti program
keaksaraan dasar tidak kembali buta aksara yang kegiatannya
diisi dengan peningkatan keterampilan dan berwirausaha
sehingga dapat memiliki mata pencaharian dan penghasilan
untuk meningkatkan taraf hidupnya. Tugas tutor sebagai
pengajar dan pengelola sebagai penyelenggara PKBM inilah harus
mampu untuk mendukung setiap program yang ada.
Pengelola PKBM adalah seseorang yang ditunjuk sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki serta berdasarkan persyaratan
bersedia menjadi pengelola program Pendidikan Non Formal di
PKBM. Untuk memeroleh hasil yang baik maka setiap program
harus dikelola oleh seseorang yang professional atau pengalaman
di bidang pendidikan. Dimana tutor-tutor ini kependidikan yang
dibutuhkan untuk mendukung manajemen pengelolaan PKBM
dan tutor sebagai penyelenggara proses pembelajaran.
Sayangnya, kurangnya tutor di PKBM ini menjadi hambatan
terselenggaranya kegiatan pembelajaran. Dimana kurangnya
minat dan sosialisasi yang dibuat jika membutuhkan tenaga
pendidik untuk program PNF.
Rangkap jabatan pun menjadi penghambat dimana
terkadang tutor untuk mengajar tidak hadir dalam proses
penyelenggaran kegiatan belajar mengajar. Rangkap jabatan

75
yang dilakukan di PKBM Kecamatan Gerogol dimana tutor dan
pengelola tidak diperbolehkan seseorang yang sudah bergelar
sebagai Pegawai Negeri Sipil, sedangkan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) di Kecamatan Gerogol lebih dominan yang
bergelar PNS dan yang Non PNS hanya ada beberapa saja. Bukan
hanya itu rangkap jabatan yang ada juga berkaitan dengan tutor
dan pengelola yang merangkap sebagai guru di sekolah formal
sehingga menghambat kefokusan tutor dan pengelola dalam
membagi waktunya. Hal ini berkaitan dengan kurangnya jumlah
tutor dalam mengajar.
Seharusnya kuantitas tutor yang banyak dapat
menggantikan tutor yang lain, tetapi tutor yang ada untuk setiap
pembelajaran masing-masing satu, maka tidak bisa adanya
pergantian tutor yang tidak bisa hadir. Jadwal pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar yang tidak selalu dilakukan tepat
waktu. Pasalnya. dijadwalnya seharusnya dilakukan pada hari
sabtu dan minggu, namun terkadang karena jumlah tutor yang
kurang dan merangkap jabatan lain inilah yang membuat jadwal
semau kapanpun dilakukan dan malah tidak mengadakan
kegiatan pembelajaran.
Adapula faktor lainnya yang menghambat yaitu
masyarakat yang kurang berpartisipasi dan antusiasme ikut
dalam kegiatan belajar mengajar. Warga belajar yang ikut belajar
mengajar dalam program keaksaaran pada umumnya adalah ibu-
ibu dan bapak-bapak yang telah berumur yang mempunyai
kegiatan-kegiatan lainnya. Kurangnya antusiasme masyarakat
juga didasari Karena masih kurangnya fasilitas sebagai faktor
penunjang dalam kegiatan belajar mengajar. Jumlah modul yang

76
diberikan untuk warga melalukan kegiatan belajar mengajar
masih belum sesuai dengan yang dibutuhkan.
Program-program yang telah ada sebagai alternatif
pengentasan buta aksara dibuat guna membantu dan bertujuan
agar warga belajar dapat memenuhi kebutuhan pendidikan dan
memiliki kecakapan hidup yang memadai melalui Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM). Namun adanya permasalahn-
permasalahan di atas membuat penulis artikel ingin mengkaji
lebih jauh lagi lewat efektivitas Program Penanggulangan Buta
Aksara di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di
Kecamatan Gerogol Kota Cilegon.
Salah satu masalah dalam dunia pendidikan adalah buta
aksara. Ketidakmampuan masyarakat dalam membaca, menulis
dan berhitung yang merupakan kemampuan dasar dalam dunia
pendidikan untuk dapat memahami dan memecahkan apabila
terjadi permasalahan dalam hidupnya.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan lembaga
atau yayasan yang ditunjuk untuk memberantas buta aksara di
seluruh wilayah di Indonesia. Salah satunya PKBM yang berada di
Kecamatan Grogol Kota Cilegon yaitu PKBM Al-Furqon. Program
penanggulangan dan pemberantasan buta aksara di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat di Kecamatan Grogol disebut juga
dengan Pendidikan Keaksaraan Fungsional. Dimana program ini
merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan
kemampuan warga belajar dalam menguasai dan menggunakan
calistung, berfikir, mengamati, mendengar, dan berbiacara yang
berorientasi pada kehidupan (Sudjana, 2001).
Pendidikan keaksaraan merupakan bentuk layanan
Pendidikan Non Formal untuk membelajarkan masyarakat buta

77
aksara supaya dapat melek huruf. Artinya, masyarakat yang telah
mendapat pendidikan keaksaraan nantinya akan dapat
membaca, menulis, berhitung serta memiliki kemampuan
berbahasa Indonesia yang baik dan benar yang akan digunakan
untuk kehidupan sehari-hari guna meningkatkan kualitas
hidupnya. Masyarakat yang mengikuti kegiatan program ini
disebut juga dengan peserta didik dimana masyarakat ini
dilatarbelakngi oleh beberapa faktor yang diantaranya kurangnya
minat dan kesadaran warganya akan pendidikan menjadi
rendahnya tingkat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
sekolah menengah pertama dan sekolah mennegah atas, karena
sebagian bahkan hampir seluruhnya mayarakat yang
berpartisipasi dalam program ini adalah masyarakat yang
pendidikannya hanya lulusan sekolah dasar saja.
Program keaksaraan fungsional yang diadakan oleh PKBM
Al-Furqon ini merupakan salah satu program yang memiliki hasil
pencapain yang baik dalam mengentaskan buta aksara. Bukti ini
dapat dilihat dari sudah banyaknya PKBM ini mengeluarkan
aksara-aksara baru yang telah melewati tiga tahapan dalam
program ini, yaitu dasar, lanjutan dan mandiri. Artikel Program
Penanggulangan Buta Aksara di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat di Kecamatan grogol ini untuk melihat seberapa
efektif pelaksanaannya diukur menggunakan empat indikator
menurut Budiani (2007:53) yakni Ketepatan Sasaran Program,
Sosialisasi Program, Tujuan Program dan Pemantauan Program.
1. Ketepatan Sasaran Program
Ketepatan sasaran program yaitu sejauh mana peserta
program tepat dengan sasaran yang sudah ditentukan
sebelumnya. Sasaran program merupakan target dari pemerintah

78
yang hendak dijadikan sebagai perserta program
penanggulangan buta aksara di PKBM Kecamatan Grogol dengan
maksud agar program ini memiliki kebermanfataan yang lebih
tinggi bagi masyarakat. Dari hasil olah data diketahui bahwa
pengurus PKBM Al-Furqon menetapkan sasaran programnya
melelui pendataan bersama Ketua RT guna mengetahui siapa saja
warga yang buta aksara.

2. Sosialisasi Program
Sosialisasi program merupakan titik awal yang
menentukan keberhasilan program penanggulangan buta aksara
kepada masyarakat yang menjadi sasaran dalam mencapai
tujuannya diseluruh Kecamatan Grogol. Dalam pelaksanaannya
sejak berdirinya tahun 2005 program penanggulangan buta
aksara oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Al-Furqon di
Kecamatan Grogol telah diselenggarakan dimana sosialisasi
dilakukan hanya secara langsung saja. Sosialisasi Keaksaraan
Fungsional dapat dilaksanakan oleh PKBM Al-Furqon
bekerjasama dengan pihak RT/RW. Sosialisasi dilakukan pada
awal program keaksaraan fungsional ini akan dimulai.Tim
pengurus-pengurus yang dilalukan dalam sosialisasi ini bukan
hanya ketua PKBM, tetapi pengelola serta tutor pun dilibatkan
guna mengajak serta mengenalkan kepada masyarakat dan
menarik minat masyarakat untuk mengikuti program ini demi
terwujudnya masyarakat yang beraksara.
Sosialisasi yang dilakukan oleh tim pengurus PKBM juga
bukan hanya memberikan informasi terkait program ini namun
juga langsung melakukan pendataan warga masyarakat yang
bekerjasama dengan RT dan RW setempat siapa saja masyarakat

79
yang dikategorikan sebagai warga yang buta aksara. Pendataan
ini juga diikuti oleh tutor sebagai tenaga pendidik dimana mereka
diharuskan dapat mengajak dan membujuk masyarakat untuk
mengikuti program ini.
3. Tujuan Program
Tujuan program menurut faktor utama dalam
menentukan efektivitas suatu program, yaitu apakah tujuan yang
telah direncanakan sesuai atu tidak dalam pelaksanaannya. Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat sebagai penyelenggara program
buta aksara pasti memiliki tujuan dalam didirikannya. Sebelum
membahas tujuan program sebelumnya dimulai dengan tujuan
didirikannya PKBM Al-Furqon dimana berdasarkan buku
pedoman penyelenggaraan PKBM dibentuk dengan tujuan
melayani yang belum terlayani (reaching the unreaching) dalam
maksan yang luas serta memberdayakan warga masyarakat yang
kurang beruntung agar dapat memainkan peranan penting dalam
pendidikan dan pembangunan masyarakat.
Dalam menentukan tujuan program Pendidikan
Keaksaraan Fungsional pun bermaksud untuk menjadikan
masyarakat melek huruf agar mampu untuk membaca, menulis
dan berhitung. Menjadikan masyarakat menjadi melek huruf
tentu tidak mudah. Apalagi sebagian penyandang buta aksara
berada direntang usia yang peroduktif bahkan lanjut. Namun
sejauh ini pengurangan jumlah warga yang mengalami buta
aksara telah terus meningkat.
Program ini dirancang bukan hanya terbebas dari buta
aksara, melainkan juga salah satu indikatornya adalah
pengembangan sumber daya manusianya. Artinya jika
masyarakat telah berkemampuan calistung maka mereka telah

80
memiliki modal untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan
kemampuan masyarakat, semakin tidak sulit untuk
memberdayakan diri dan masyarakat lain. Arah program ini
seperti yang telah dijelaskan yaitu mengarah pada dimana dapat
meningkatkan kualitas hidup masyarakat dimana program
keaksaraan usaha mandiri ini dapat membuat masyarakat
mendapat penghasilan dan dapat menghasilkan aksarawan
wirausaha baru melalui kegiatan PKBM.
4. Pemantauan Program
Pemantauan program setalah terwujudnya tujuan
program merupakan salah satu langkah untuk memastikan
apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat terlaksana dengan
baik serta untuk memastikan bahwa warga belajar telah
mendapat pendidikan yang layak.
Pemantauan program atau monitoring yang dilakukan
oleh PKBM Al-Furqon adalah monitoring secara langsung oleh
penilik sebagai pendiri yayasan. Monitoring langsung oleh penilik
dapat mengetahui dengan meilihat secara langsung bagaimana
kegiatan-legiatan pada program keaksaraan berjalan. Apakah
sesuai dengan ketentuan dan standar yang seharusnya atau
tidak. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Kecamatan Grogol
juga melakukan mitra kerja dengan Koperasi Bina Usaha, Majun
Bima dan PT MCCI. Dan pemantauan juga dilakukan oleh pihak
lain sebagai mitra kerjasama.
Faktor Penghambat Program Penanggulangan Buta Aksara
Pelaksanaan program pendidikan keaksaraan fungsional
yang dilaksanakan tidak selalu berjalan dengan baik, beragam
faktor yang menjadi permasalahan yang dihadapi baik salah

81
satunya yaitu kurang minatnya warga belajar ketika akan
dimulainya waktu pembelajaran, mengingat hampir sebagian
warganya berasal dari masyarakat yang bekerja sebagai butuh
tani. Padahal pengurus PKBM sudah membuat jadwal
pembaljaran dan apasaja materi yang akan diajarkan oleh tutor.
Sayangnya, jadwal ini seperti tidak terpakau dan hanya untuk
formalitas saja, karena tidak didukungnya warga yang harusnya
mengikuti malah tidak.
Fleksibelitasnya waktu kegiatan belajar mengajar
nyatanya masih saja banyak warga belajar belum mampu untuk
mengikuti ketika waktu kegiatan tersebut akan berlangsung.
Permasalahan kendala pelaksanaan tidak semua warga memiliki
minat yang kurang, tetapi ada saja warga yang tidak mengikuti.
Permasalahan yang terjadi bukan hanya warga belajarnya saja.
Kualitas proses dan hasil penyelenggaraan PKBM salah satunya
bertumpu pada kemampuan tenaga kependidikan yang
mengelolanya. Namun, di Pusat Kegaiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) di Kecamatan Grogol khususnya latar belakang
pendidikan masih belum sesuai dengan kejuruan pendidikan yang
sama. Tenaga pendidik atau tutor pada program pendidikan
keaksaraan fungsional ini keseluruhan bertempat tinggal
disekitar Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Al-Furqon.
Latar belakang pendiidkannya pun ada yang berasak dari lulusan
sekolah tinngkat menengah atau atau SLTA ataupun perguruan
tinggi (S1). Kurangnya sumber daya manusia yang berkompeten
didaerah tersebut di jalur pendidikan inilah maka dirujuk
masyarakat yang mampu untuk mengajar di PKBM tersebut.
Selain masih belum terpenuhinya tenaga pendidikan atau
tutor yang sesuai dengan kriteria persyaratan pendidik, masih

82
adanya sebagian pengurus PKBM yang merangkap jabatan bukan
hanya di PKBM tetapi juga sebagai guru di Pendidikan Formal.
dukungan terselenggaranya setiap program pasti karena adanya
memiliki sarana dan prasarana yang akan digunakan untuk proses
pembelajaran maupun administrasi pengelolaan PKBM. Dari hasil
observasi dilapangan, memang peneliti hanya ditunjukkan satu
ruangan yang dimana didalamnya terdapat rak-rak buku yang
berisi buku materi pembelajaran diberbagai bidang Pendidikan
Non Formal serta meja dan bangku kecil yang dipakai untuk
kegiatan PAUD.
Penutup
Berdasarkan uraian dalam artikel ini, serta rumusan
masalah mengenai bagaimana efektivitas program
penanggulangan buta aksara di PKBM, maka dapat disimpulkan
bahwa dari sisi konten dan konteks program yang ditetapkan
dapat dikatakan efeketif, hanya saja dalam tataran
implementasi/ realisasi program penanggulangan di PKBM masih
belum efektif dan efisien. Untuk itu perlu ada skenario tertentu
yang mampu menyelaraskan antara efektifitas baik dari isi
program dengan realisasi sehingga implikasi yang diharapkan
dapat tercapai.

Referensi

Amelia, Rizcah. 2015. “Efektivitas Pelaksanaan Program


Penanganan Anak Jalanan Di Dinas Sosial Kota Makassar.”
Skripsi: FISIP Universitas Hasanuddin.

83
Balai Pelayanan Pendidikan Non Formal. 2010. Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal (PKBM, TBM,
PAUD), Banten: Dindik Banten.

Defriana, W. 2015. “Efektivitas Pusat Kegiatan Belajar


Masyarakat (PKBM) Sejahtera Di Kelurahan Parit Mayor
Kecamatan Pontianak Timur”. Publik A, Jurnal S-1Ilmu
Administrasi Negara, 4 nomor 2, 1–21

Gunartin, Soffi Soffiatun , H. F. A. H. 2018. Pusat Kegiatan Belajar


Masyarakat Sebagai Tempat Alternatif Menumbuhkan
Kemandirian Wirausaha Warga BELAJAR” (Studi Pada
PKBM InsanKarya Pamulang Tangerang Selatan). 3(2),
30–48.

Handayaningrat, Soewono. 1996. Pengantar Studi Ilmu


Administrasi dan Manajemen, Jakarta: Gunung Agung.

Hiryanto. Efektivitas program pemberantasan buta aksara


melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik di kecamatan
Pleret, Kabupaten Bantul. DIY. 1–18. Tersedia:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/efektivitas
program KKN.pdf

Ilma, N. 2016. “Efektivitas PKBM Dalam Pemberdayaan


Masyarakat pada Program Pengentasan Buta Aksara oleh
PKBM di Desa Gandasari Kecamatan Tolangohula
Kabupaten Gorontalo Propinsi Gorontalo”. TADBIR: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam, IAIN Sultan Amai
Gorontalo, 4(1), 55–62.

84
Irmawati, A.-, Wibowo, U. B., & Hastutiningsih, A. D. 2017. “Peran
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (Pkbm) Dalam
Mengurangi Buta Aksara Di Kabupaten Karimun”. Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan, 2(1), 81.

Jibril, Ahmad. Efektivitas Program Perpuseru Di Perpustakaan


Umum Kabupaten Pamekasan. 1-8. Tersedia:
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
ln2adb377f70full.pdf[15 Mei 2019]

Karina, Fera Indira. 2011. “Peran Porgram Keaksaraan Fungsional


Dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Warga
Belajar Di PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Kecamatan
Ciawi Kabupaten Bogor.” Skripsi, Bogor: FEM Institut
Pertanian Bogor.

Komisi Nasional untuk UNESCO. 2003.“Membangun Pusat


Kegiatan Belajar Masyarakat”, Banten: Balai
Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BP-
PLSP) Jayagiri.

Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik, Yogyakarta:


UPP AMP YKPN.

Peraturan Daerah Kota Cilegon No 7 Tahun 2011 tentang Sistem


Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Rusikawati, Tri. 2010. “Efektivitas Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Usaha Mulya Dalam Meningkatkan
Pendidikan Masyarakat Di Kecamatan Cangkringan

85
Kabupaten Sleman.” Skripsi: FISIP Universitas Sebelas
Maret.
Sari, Pustika Putri. 2014. “Efektivitas Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak
Pria Tangerang.” Skripsi, Serang: FISIP Universitas Sultan A
Tirtayasa.

Steers, Richard. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta. Erlangga.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Administrasi. Bandung.


Alfabeta.

Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS.

Ulber, Silalahi. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT.


Refika Aditama.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 20 Tahun 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wardani, Siti Karisma Kusuma. 2018. “Implementasi Program


Keaksaraan Dasar Dalam Memberantas Buta Aksara Di
PKBM Gilang Tiara Desa Muktijaya Bekasi.” Skripsi.
Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah.

Redaksi. 2018, 14 November. 10 Persen Warga Cilegon Masih


Buta Huruf. Selat Sunda [Online]. Tersedia:
https://selatsunda.com/10-persen-warga-cilegon-masih-
buta-huruf/[21 April 2019]

86
Sumber lain

http://digilib.unila.ac.id/7197/65/BAB%20II.pdf

Tentang Penulis

Dr. Arif Nugroho, M.Ap. Lahir di Blitar 9


Januari 1987. Menyelesaikan Pendidikan S1
hingga S3 di Universitas Brawijaya Malang,
dengan konsentrasi Ilmu administrasi
sebagai spesialisasinya. Sejak tahun 2015
tercatat sebagai Dosen tetap di Universitas
Serang Raya, Fakultas Fisip. Saat ini penulis
berdomisili di Mandalawangi RT 01,RW 03, Kp Cihaseum, Ds
Kupahandap, Kec Cimanuk. Kab Pandeglang, dengan no Whats
App yg dapat dihubungi; 085719481103/082135245763

87
88
PEDAGOGIK TRANSFORMATIF “MERDEKA
BELAJAR” KI HAJAR DEWANTORO

Oleh: Zaenul Slam


Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Pendahuluan
engapa dibutuhkan pedagogik transformatif

M “Merdeka Belajar” untuk Indonesia dewasa ini?


Pertanyaan ini menggelitik kita. Bukankah selama ini
pendidikan di Indonesia terus berlangsung berarti disadari atau
tidak disadari pedagogik di Indonesia terus berjalan? Tetapi
bernarkah kondisi yang demikian? Pakar ilmu pendidikan,
Buchori (2001) pernah menulis mengenai lonceng kematian ilmu
pendidikan di Indonesia telah berdentang. Hal ini disebabkan
praksis pendidikan di Indonesia berjalan dalam keadaan
“business as usual.” (Tilaar, 2002: 123). Berarti pedagogik di
Indonesia adalah pedagogik tradisional.
Menurut Indrajati dalam (Slam, 2016:8) bahwa sebagian
besar metode dan suasana pembelajaran dikelas digunakan para
guru masih analog dengan kegiatan menabung. Dengan
sepmbelajaran seperti ini peserta didik hanya disiapkan untuk
mendengarkan atau menerima selluruh informasi dan mentaati
segala peraturan gurunya yang mengakibatkan peserta didik
tidak memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat, tidak
interaktif, tidak kreatif, tidak kritis, tidak partisipatif apalagi untuk
berpikir inovatif dan problem solving. Budaya dan mental peserta
didik seperti itu berkolerasi dengan budaya dan mental

89
masyarakat secara umum yang belum bisa mandiri, belum
kreatif, belum invatif, dan lemah dalam problem solving.
Dengan pedagogik tradisional seperti ini nampaknya
pendidikan nasional kita belum siap menghadapi gempuran yang
dahsyat dari perubahan sosial baik yang berskala global dan
nasional dan membawa kepada bangsa Indonesia dan warga
negaranya tidak mampu memberikan tempat kepada arus
demokratisasi bahkan telah memasung kemerdekaan individu
dan telah melahirkan kebudayaan bisu. Demikian pula telah
merupakan suatu kenyataan bahwa kualitas sumber daya
manusia Indonesia dalam keadaan terpuruk sehingga diragukan
kemampuannya untuk bersaing di dalam kehidupan global. Oleh
karena itu pedagogic tradisional Indonesia sudah tidak sesuai lagi
dengan tuntutan masyarakat baru Indonesia.
Proses pendidikan adalah bagian dari perubahan sosial.
Oleh sebab itu pendekatan mengenai pendidikan nasional perlu
diubah dari pendekatan politis dan teknis kepada pendekatan
yang menyeluruh mengenai hakikat pendidikan sebagai bagian
dari kehidupan masyarakat dan bangsa. Kehidupan sosial
berubah dengan cepat karena proses globalisasi, demokratisasi,
dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi khususnya
teknologi informasi. Seperti saat ini kita berada pada dunia abad
XXI yang tentunya berbeda secara signifikan dengan dunia abad
XX.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam
(Slam, 2019: 8-9) bahwa dalam skala makro dunia abad XXI
sekarang ditandai oleh enam (6) kecenderungan penting, yaitu:
(1) berlangsungnya revolusi digital yang semakin luar biasa yang
mengubah sendi-sendi kehidupan, kebudayaan, peradaban, dan

90
kemasyarakatan termasuk pendidikan; (2) terjadinya integrasi
belahan-belahan dunia yang semakin intensif akibat
internasionalisasi, globalisasi, hubungan-hubungan multilateral,
teknologi komunikasi, dan teknologi transportasi; (3)
berlangsungnya pendataran dunia (the world is flat) sebagai
akibat berbagai perubahan mendasar dimensi-dimensi kehidupan
manusia terutama akibat mengglobalnya negara, korporasi, dan
individu; (4) sangat cepatnya perubahan dunia yang
mengakibatkan dunia tampak berlari tunggang langgang, ruang
tampak menyempit, waktu terasa ringkas, dan keusangan segala
sesuatu cepat terjadi; (5) semakin tumbuhnya masyarakat padat
pengetahuan (knowledge society), masyarakat informasi
(information society), dan masyarakat jaringan (network society)
yang membuat pengetahuan, informasi, dan jaringan menjadi
modal sangat penting; dan (6) makin tegasnya fenomena abad
kreatif beserta masyarakat kreatif yang menempatkan kreativitas
dan inovasi sebagai modal penting untuk individu, perusahaan,
dan masyarakat. Keenam hal tersebut telah memunculkan
tatanan baru, ukuran-ukuran baru, dan kebutuhan-kebutuhan
baru yang berbeda dengan sebelumnya, yang harus ditanggapi
dan dipenuhi oleh dunia pendidikan nasional dengan sebaik-
baiknya.
Pendekatan proses pendidikan dewasa ini yang diyakini
dapat mengatasi permasalah-permasalahan seperti tersebut di
atas, dan pendekatan ini tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
di mana pendidikan itu hidup dan berkembang adalah pedagogik
transformatif. Dengan pendekatan ini antara perubahan sosial
(social change) dengan pedagogik terdapat suatu kaitan timbal
balik yang hidup. Proses perkembangan kepribadian manusia

91
terjadi melalui partisipasinya. Itulah yang merupakan salah satu
out put dari pedagogik transformatif. Pedagogik transformatif
sebagai suatu versi dari pedagogik kritis tidaklah memberikan
suatu jawaban yang definitif atau merupakan kata akhir dari
pedagogik.
Pedagogik tranformatif adalah pedagogik yang terbuka, yang
terus-menerus berkembang sesuai dengan perkembangan kajian
ilmiah pedagogik, serta disiplin-disiplin penunjangnya, serta
perubahan kehidupan sosial individu, dan sebaliknya dari
kemampuan individu yang diberikan kesempatan oleh lingkungan
sosial untuk berkembang secara penuh. Partisipasi individu
adalah pilihan dari banyak kesempatan yang terbuka dan oleh
sebab itu pedagogik transformatif adalah pula merupakan
pedagogik partisipatif, dan juga pedagogik interaktif, termasuk
interaksi dengan tuntutan masayarakat masa depan. Pedagogik
transformatif berorientasi pada proses belajar yang interaktif,
kreatif, kritis, dan partisipatif. Pedagogik ini pun berorientasi
pada interaksi kebebasan individu untuk mengembangkan
potensinya dalam dan untuk perubahan sosial.
Mengapa pedagogik transformatif? Pertama-tama, kita
simak dahulu makna pedagogik transformatif. Pertama-tama
mengenai istilah pedagogik. Biasanya kita mengenal dua istilah
yang dipakai saling bergantian, yaitu pedagogi dan pedagogik.
Keduanya diartikan sebagai ilmu mendidik. Memang asal
mulanya adalah dari bahasa Yunani yang berarti para budak yang
mengantarkan anak-anak bangsawan untuk belajar. Mereka
adalah pedagogos. Lama-kelamaan ilmu yang mempelajari anak
yang sedang belajar atau anak yang sedang berkembang disebut
ilmu pendidikan atau ilmu mendidik (Tilaar, 2002: 260).

92
Ilmu pendidikan adalah ilmu yang mempelajari hakikat
serta keseluruhan upaya pendidikan dalam arti upaya
pengembangan bagi peserta didik ke arah tujuan tertentu, yaitu
dalam rangka mengarahkan perkembangan peserta didik
semaksimal mungkin. Pedagogik tidak bicara tentang faktor
pendidikan melainkan upaya pendidikan dan tindakan mendidik
sebagai alat pendidikan (Rosydin, 2007:49).
Ilmu pendidikan atau ilmu mendidik merupakan suatu ilmu
yang bukan semata-mata bersifat ilmu murni, juga bukan suatu
tindakan tanpa dasar, tetapi merupakan ilmu yang diarahkan
kepada tindakan. Pedagogik atau ilmu mendidik adalah adalah
ilmu praktis, artinya merupakan suatu yang integral antara
konsep-konsep ilmiah berdasarkan kajian logika dan kajian-kajian
bagaimana menerapkan ide-ide, prinsip-prinsip di dalam tindakan
atau perbuatan mendidik. Perbuatan atau tindakan mendidik
yang didasarkan kepada teori dan konsep disebut pedagogi. Ilmu
mendidik yang didasarkan kepada kajian ilmiah disebut
pedagogik.
Apa makna pedagogik transformatif? Seperti dijelaskan
di atas, bahwa pedagogik adalah ilmu praksis (ilmu penerapan)
artinya merupakan suatu kesatuan antara ilmu dan tindakan
mendidik. Di dalam tindakan mendidik diasumsikan adanya suatu
sasaran/ obyek dari tindakan tersebut. Obyek tindakan dapat
disebut anak, peserta didik, atau orang lain. Ada pedagogik yang
membatasi tindakan mendidik itu hanya kepada anak sampai
menjadi dewasa. Kini pengertian mendidik tidak hanya terbatas
kepada anak, tetapi pada semua proses yang berkenaan dengan
perubahan tingkah laku seseorang baik dia itu anak maupun
orang dewasa. Oleh sebab itu dikenal pula pendidikan orang

93
dewasa. Perkembangan pengertian mendidik telah menjadi
sangat luas, sehingga tidak terbatas lagi kepada anak atau
remaja, atau orang dewasa. Bahkan pelatihan pun sekarang
dimasukkan dalam pengertian pendidikan. Konsep pendidikan
seumur hidup (long life edication) dan pendidikan untuk semua
(education of all) menunjukkan terjadinya perubahan mengenai
pedagogik.
Mengapa pedagogik ini disebut pedagogik transformatif?
Manusia adalah otonom dan memiliki berbagai jenis potensi.
Potensi itu dikembangkan sehingga manusia mempunyai bentuk
yang lain, atau dengan kata lain terjadi transformasi manusia itu
sendiri. Manusia adalah makhluk yang belum lengkap (Tilaar,
2002: 261). Keberadaan manusia bukanlah di dalam keadaan
yang terasing (solitaire) atau yang berdiri sendiri. Keberadaan
manusia sebagaimana di dalam realitasnya adalah otonom.
Manusia bukanlah suatu yang pasif tetapi mempunyai energi,
manusia yang magmatik dan manusia bukan hanya otonom dan
mempunyai energi, tetapi juga keberadaan manusia yang
dialogis. Artinya manusia bersama-sama dengan manusia yang
lain yang juga otonom dan energetik. Manusia yang berdialog itu
artinya manusia yang selalu berada di dalam proses menjadi.
Langeveld dalam (Rasydin, 2007: 49) mengelompokkan
perbuatan mendidik yag bermakna dalam lima katagori
konseptual hierarkis upaya atau alat pendidikan sesuai
meningkatnya kemandirian (otonomi) pribadi pihak terdidik,
yaitu: (1) Perlindungan agar anak/kelompok terdidik tidak rugi
atau merugikan; (2) Sendiri dan menjadikan pendidikan sebagai
kelahiran insani yaitu kelahiran biologis; (3) Kesepahaman dalam
sikap antara pendidik yang menjadi contoh dan peserta didik

94
yang memerlukan/mengerti teladan/tuntunan; (4) Kesamaan
arah/harmoni dalam pikiran dan perbuatan, yaitu antara asimilasi
oleh pendidik dan konformasi oleh peserta didik sebagai
imbalannya; (5) Peraan bersatu/kerukunan, yaitu peserta didik
difasilitasi dalam humanisasi agar merasakan/menghayati
motivasi pendidik dan kepuasaan afektif bahkan kerelaan tokoh-
tokoh dalam bertindak, dan (6) mendidik pribadi sendiri dalam
proses akhir hominisasi dengan mengikutsertakan/keturut-
sertaan sendiri berhumanisasi dalam alam makna/nilai
masyarakat orang dewasa. Jadi, pedagogik transformatif
mengasumsikan otonomi manusia yang terus berkembang atau
mengalami proses transformasi di dalam proses menjadi
manusia.
Apakah Esensi Merdeka Belajar?
Mengingat konsep “Merdeka Belajar” banyak varian
pemaknaannya dan terjadi juga dimana-mana. Seperi yang
disampaikan Nadiem A. M Makarim (2019) bahwa merdeka
belajar adalah sekolah/kampus, guru-guru, dan muridnya punya
kebebasan untuk berinovasi, kebebasan untuk belajar dengan
mandiri dan kreatif. Bisa dikatakan sebagai otonomi pendidikan.
Kebijakan otonomi pendidikan dapat dihidupkan kembali di era
ini. Sehingga, seluruh anak didik Indonesia memiliki ragam cara
belajarnya masing-masing (Nadiem A Makarim,2019). Merdeka
belajar lebih berorientasi pada leaner autonomy.
Menurut Richards bahwa: learner autonomy refers to the
principle that learners should take an increasing amount of
responsibility for what they learn and how they learn it.
Autonomous learning is said to make learning more personal and
focused and, consequently, is said to achieve better learning

95
outcomes, since learning is based on learners’ needs and
preferences. It contrasts with the traditional teacher-led
approach in which most decisions are made by the teacher. Beliau
mengatakan bahwa there are five principles for achieving
autonomous learning: (1) active involvement in student learning;
(2) providing options and resources; (3) offering choices and
decision-making opportunities; (4)supporting learners; and
(5)encouraging reflection.
Lebih jauh Beliau mengatakan bahwa: in classes that
encourage autonomous learning: (1) the teacher becomes less of
an instructor and more of a facilitator; (2) students are
discouraged from relying on the teacher as the main source of
knowledge; (3) students’ capacity to learn for themselves is
encouraged; (4) Students’ awareness of their own learning styles
is encouraged; and (5) students are encouraged to develop their
own learning strategies.
Wedemeyer dalam (Rusman, 2010: 377), peserta didik
yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk
belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan
guru/dosen di kelas. Hal yang terpenting dalam proses belajar
mandiri adalah penngkatan kemampuan dan keterampilan
peserta didik (Panen & Sekarwinahyu: 1997). Lebih lanjut dalam
belajar mandiri, peserta didik harus mempunyai kreativitas dan
inisiatif sendiri, serta mampu bekerja sendiri dengan merujuk
pada bimbingan yang diperolehnya (Rusman, 2010: 380).
Setidaknya ada empat tokoh yang menginspirasi
hadirnya pendekatan merdeka belajar, yaitu: (1) experiential
learning (Rogers), (2) transformatif learning (Mezirow), (3)
contextual teaching and learning, dan (4) pendidikan yang

96
memerdekakan (Ki Hajar Dewantara). Pertama, Experiential
learning is equivalent to personal change and growth (Rogers,
1978). Selanjutnya Beliau mengatakan bahwa: all human beings
have a natural propensity to learn; the role of the teacher is to
facilitate such learning. This includes: (1) setting a positive
climate for learning, (2) clarifying the purposes of the learner(s),
(3) organizing and making available learning resources, (4)
balancing intellectual and emotional components of learning,
and (5) sharing feelings and thoughts with learners but not
dominating. Experiential learning adalah pembelajaran yang
dilakukan melalui refleksi dan juga melalui suatu proses
pembuatan makna dari pengalaman langsung. Experiential
learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai
sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus
mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil
belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah untuk
mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu: (a) mengubah
struktur kognitif siswa; (b) mengubah sikap siswa; dan (c)
memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada.
Kedua, Pembelajaran transformatif (transformatif
learning) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan
dari perspektif transformasi sebagaimana awalnya digagas dan
dikembangkan oleh Mezirow (1978). Sebagai teori
pembelajaran, pembelajaran transformatif muncul sekitar
tahun 1970-an, berawal dari hasil studi yang dilakukan Mezirow
terhadap pengalaman belajar para wanita yang kembali lagi
bersekolah setelah lama meninggalkan bangku sekolah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran mampu
merubah perspektif yang dimiliki dalam memaknai kenyataan

97
dan pengalaman hidup yang dialami. Sejak saat itu, banyak
bermunculan penelitian tentang pembelajaran transformatif,
dan fokus studi transformasi semakin meluas, mulai dari
transformasi personal, transformasi sosial, pembelajaran
interkultural, refleksi kritis, lifestyle, bahkan perubahan karir.
Patria Cranton dalam (Chaisan: 2017:2) menjelaskan
bahwa pembelajaran transformatif sebagai kegiatan
pembelajaran yang ditujukan untuk proses penyadaran peserta
didik terhadap kesalahan atau kelemahan perspektif beserta
asumsi dasar yang dimiliki, untuk kemudian beralih pada
perspektif baru yang dinilai tepat. Melalui pembelajaran
transformatif, para peserta didik dikondisikan untuk secara
terus-menerus melakukan refleksi, mempertanyakan atau
bahkan menggugat terhadap perspektif yang telah dimiliki
selama ini. Pelaksanaan Pembelajaran Transformatif adalah
sebagai berikut:
a) Mengubah peran pendidik menjadi fasilitator belajar;
b) Memperlakukan peserta didik sebagai subjek belajar;
c) Mendayagunakan pengalaman peserta didik dan potensi
lingkungan sebagai penunjang sumber belajar;
d) Membangun interaksi pembelajaran berbasis interaksi
konsultatif-dialogik;
e) Rambu-rambu pola interaksi edukatif dalam pembelajaran
transformatif, dan
f) Memilih dan menerapkan kata-kata persuasif dalam
pembelajaran;
g) Persyaratan pendidik dalam pembelajaran fasilitatif; dan
h) Suasana kreatif dalam proses pembelajaran transformatif.

98
Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud proses
Pembelajarantransformatif adalah proses pembelajaran yang
'mendekatkan' para peserta didik kepada kenyataan,
menghadirkan pengetahuan yang kritis-reflektif, dengan
memposisikan guru lebih sebagai fasilitator untuk mengarahkan
dan mendorong proses tersebut.
Ketiga, Contextual Teaching and Learning merupakan
konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga, masyarakat dan warga negara
(Blanchard, 2001: 2; Berns: 2001: 4 dalam Komalasari &
Budimansyah, 2008: 81). Contextual Teaching and Learning
membantu peserta didik melihat makna di dalam materi
akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan
subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial,
dan budaya mereka (Johnson, 2002: 25). Lebih lanjut Elaine
dalam (Rusman, 2010: 197) mengatakan bahwa pembelajaran
kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok
dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghbungkan
muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari
siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk
membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa
merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari
konsep sekaligus menerapkannya dengan dunia nyata.
Keempat, Pendidikan yang memerdekakan, bahwa
esensi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantoro adalah daya-

99
upaya untuk “memerdekakan aspek lahiriah dan batinia
manusia”. Oleh karena itu, tujuan pendidikan adalah untuk
membentuk para peserta didik menjadi pribadi-pribadi yang
berbudi pekerti luhur. Taman Siswa yang didirikan Ki Hadjar
Dewantoro pada tahun 1922, merupakan dasar dan pelopor
pemdidikan yang memerdekakan. Bagi Taman siswa sekolah
adalah suatu taman. Taman melambangkan kebebasan.
Pendidikan sebenarnya adalah pembebasan dari magma yang
ada di adalam setiap individu agar memperoleh arah yang
tepat, yang diberikan oleh lingkungannya serta pimpinan, dan
bimbingan yang diberikan oleh para pendidik dengan penuh
kasih sayang. Inilah sebenarnya proses individuasi di mana
peserta didik menemukan dirinya sendiri (Tilaar. 2002: 326-
327).

Bagaimanakah Esensi Pedagogik Transformatif “Merdeka


Belajar” Ki Hajar Dewantoro?
Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantoro
pada tahun 1922, merupakan dasar dan pelopor pedagogik
transformatif “Merdeka Belajar”. Apabila kita lihat asas-asas
dan dasar-dasar Taman Siswa, maka dengan jelas akan tampak
betapa pedagogik transformatif “Merdeka” terdapat dan telah
berkembang di dalamnya.
1. Asas Kebudayaan
Dalam asas-asas dan dasar-dasar Taman Siswa 1947
dikatakan bahwa asas kebudayaan Taman Siswa bukan hanya
semata-mata untuk memelihara kebudayaan kebangsaan,
tetapi membawa kebudayaan kebangsaan itu kearah kemajuan.
Sungguh suatu pandangan yang sangat progresif dan antisipatif.

100
Kebudayaan bukanlah fosil-fosil yang dipelihara tanpa
perkembangan, tetapi bermakna ke arah kemajuan sesuai
dengan kecerdasan zaman, kemajuan dunia dan kepentingan
hidup rakyat lahir dan batin pada setiap zaman dan keadaan. Di
sini kita lihat pengertian kebudayaan bukan dalam arti yang
statis, tetapi dalam arti yang dinamis. Pendidikan Taman Siswa
adalah suau pendidikan yang dinamis yang dapat membawa
perubahan dalam kebudayaan bukan semata-mata bagi
kebudayaan an sich tetapi bagi kebahagiaan hidup lahir dan
batin bagi seluruh bangsa. Di sinilah kita melihat betapa
pemikiran transformatif Ki Hajar Dewantoro mengenai fungsi
lembaga pendidikan sebagai penggerak perubahan kebudayaan
dan perubahan sosial.
2. Tertib Damai yang Abadi
Asas Taman Siswa 1922 yang diumumkan pada tanggal 3
Juli 1922 dan disahkan oleh Kongres Taman Siswa pada 7
Agustus 1930 ditekankan mengenai salah satu asas Taman
Siswa, yaitu tertib dan damai yang abadi. Ini berarti bahwa
kebebasan yang ingin dikembangkan pada peserta didik
bukanlah kebebasan yang kebablasan, tetapi kebebasan yang
mengikuti tertib dan damainya hidup bersama. Di dalam
pedagogik transformatif kita melihat proses individuasi,
termasuk di dalamnya partisipasi bersama-sama dengan yang
lain. Di dalam dialog antara individu yang satu dengan individu
yang lain sama-sama mempunyai otonomi di dalam kondisi
tertib damai yang abadi, akan terjadi perubahan baik di dalam
diri masing-masing juga di dalam kehidupan bersama,
kehidupan sosial, kehidupan bermasyarakat, kehidupan
nasional dan kehidupan bersama umat manusia. Tidak akan ada

101
perubahan sosial tanpa adanya ketertiban dan kedamaian, dan
tanpa adanya pengakuan hak-hak asasi mansia dan tertib
hukum bagi semua tanpa membeda-bedakan asal usul, jenis
kelamin, agama, dan kedudukan sosial.
3. Pendidikan adalah Usaha Kebudayaan
Dasar-dasar Taman Siswa menyatakan bahwa
pendidikan sebagai usaha kebudayaan bertujuan dalam hidup
tumbuhnya pribadi peserta didik secara keseluruhan dalam
kodratnya dengan pengaruh budaya sekelilingnya dapat
memajukan hidup alam sekitarnya menuju kepada peradaban
kemanusiaan. Dasar ini sangat universal dan sesuai dengan
tuntutan kehidupan global abad XXI. Di dalam prinsip
pendidikan ini tersirat bagaimana kita menerapkan otonomisasi
pendidikan. Di sini diperlukan suatu kajian dan sekaligus
pengembangan budaya masyarakat lokal di mana proses
pendidikan itu berlaku. Idealisme Taman Siswa yang
berdasarkan kemandirian perlu dikembangkan agar prinsi-
prinsip pendidikan yang tumbuh dan berkembang di dalam
budaya bangsa Indonesia yang beragam perlu dikaji dan
dikembangkan lebih lanjut. Asas-asas pendidikan nasional
seharusnya lahir dari kekayaan budaya bangsa Indonesia
sendiri. Hanya dengan demikian prinsip-prinsip tersebut akan
langgeng dan tubuh subur, karena sesuai dengan budaya yang
lahir di tanah air kita sendiri. Prinsip ini sangat relevan dengan
pedagogik transforamatif “Merdeka Belajar” yang mencermati
bagaimana seorang manusia yang unik mengembangkan dirinya
untuk memperoleh identitas dirinya. Oleh karena manusia
adalah makhluk sosial, maka proses pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan sosial dan kebudayaan di aman ia

102
hidup (Tilaar, 2002: 296). Dengan demikian bahwa pendidikan
adalah usaha kebudayaan.
4. Tut Wuri Handayani
Salah satu prinsip Taman Siswa yang tercantum di
dalam logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Tut
Wuri Handayani, pada hakikatya merupakan prinsip individuasi
dari pedagogik Transformatif. Arti Tut Wuri Handayani adalah
dari belakang seorang guru/pemimpin harus bisa memberikan
dorongan dan arahan. Tut Wuri Handayani berarti pengakuan
terhadap otonomi individu untuk berkembang. Tut Wuri
Handayani relevan dengan pedagogik transformatif “Merdeka
Belajar”, yakni dari belakang harus memberikan dorongan dan
arahan karena manusia adalah makhluk yang unik. Seperti yang
disampaikan Tilaar (2002: 296) bahwa individu adalah otonom
dan memiliki berbagai potensi. Potensi-potensi tersebut
dikembangkan dan diarahkan. Perkembangan individu itulah
yang disebut kekuatan untuk mencari identitas. Dengan
identitas, maka manusia itu menjadi seorang penentu, menjadi
individu, menjadi manusia yang otonom. Proses mencari dan
mengebangkan individu adalah sebagaian dari proses
individuasi.
Sastrapratedja (1982) mengatakan bahwa tanpa
otonomi/kebebasan individu, manusia tidak dapat menemukan
dirinya dan kreatif. Manusia yang bebas berada di atas dan oleh
sebab itu di terbuka dan terus berkembang. Manusia yang
bebas tidak dapat terpenjara di dalam kemajuan teknologi atau
menjadi budak dari produk-produk teknologi yang mengarah
pada konsumerisme. Kebebasan individu yang dimaksud tetap
tidak terlepas dari dialog atau interaksi dari manusia yang lain

103
termasuk pendidik. Namun, tugas pendidik bukan
mengindokrinasi atau bertugas sebagai polisi, tetapi menjaga
dan mengarahkan dari belakang, karena mengaku akan
otonomi dan potensi atau kodrat alam yang dimiliki oleh
individu. Namun kini semboyan Tut Wuri Handayani telah
kehilangan makna di dalam lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia. Proses pembelajaran dan proses kepemimpinan
pendidikan telah menjadi suatu proses indokrinasi yang nyata-
nyata merupakan suatu ‘pelanggaran pedagogis’.
5. Bagi Taman Siswa Sekolah adalah Taman
Taman melambangkan kebebasan. Prinsip ini relevan dengan
pedagogik transformatif “Merdeka Belajar” bahwa lingkungan
sekolah sebagai lingkungan proksimatif yang tidak terasing dari
dunia kehidupan peserta didik. Anak manusia dilahirkan di dalam
lingkungan kemanusiaan dan dunia kehidupan. Artinya, manusia
itu tidak dilahirkan di dalam di dalam keadaan terisolasi. Manusia
bukanlah makhluk yang solitaire. Dunia yang pertama-tama
dikenalnya adalah dunia sekitarnya atau dunia proksimatif. Dunia
proksimatif itu adalah dunia manusia (sosial) dan kebudayaan
sekitarnya. Lingkungan sekoah sebagai lingkungan proksimatif
haruslah tidak terasing dari duia kehidupan peserta didik.
Lingkungan sekolah haruslah yang ramah anak dan bukan
merupakan suatu penjara bagi peserta didik. Sekolah bukan
merupakan suatu tempat bermain di mana peserta didik
mendapat kebebasan untuk mengembangkan kodratnya.
Pendidikan sebenarnya adalah pembebasan dari magma yang
ada di dalam setiap individu agar memperoleh arah yang tepat,
yang diberikan oleh lingkungannya serta pimpinan, dan
bimbingan yang diberikan oleh para pendidik dengan penuh kasih

104
sayang (Tilaar, 2002: 327). Inilah sebenarnya proses individuasi di
mana peserta didik menemukan dirinya sendiri dengan prinsip
kebebasan, kebudayaan, dan agama di dalam membentuk akal
budi dan perasaan manusia.
Demikianlah beberapa asas dan dasar Perguruan Taman
Siswa yang relevan dengan pedagokik transformatif “Merdeka
Belajar” yang perlu kita ekspoler lebih dalam dan dikembangkan
serta diaktualisasikan.

Simpulan
Berdasarkan asas-asas dan dasar Taman Siswa, maka
dengan jelas tampak bahwa pedagogik transformatif “Merdeka
Belajar” terdapat bahkan telah berkembang di dalam perguruan
Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tahun
1922. Asas-asas dan dasar-dasar Taman Siswa tersebut, yaitu: (1)
Asas Kebudayaan, yaitu perlunya pendidikan yang dinamis yang
dapat membawa perubahan dalam kebudayaan bukan semata-
mata bagi kebudayaan an sich tetapi bagi kebahagiaan hidup
lahir dan batin; (2) prinsip tertib dan damai yang abadi, ini
berarti bahwa kebebasan yang ingin dikembangkan pada peserta
didik bukanlah kebebasan yang kebablasan, tetapi kebebasan
yang mengikuti tertib dan damainya hidup bersama; (3)
Pendidikan sebagai usaha kebudayaan bertujuan dalam hidup
tumbuhnya pribadi peserta didik secara keseluruhan dalam
kodratnya dengan pengaruh budaya sekelilingnya dapat
memajukan hidup alam sekitarnya menuju kepada peradaban
kemanusiaan; (4) Tut Wuri Handayani, yaitu pengakuan terhadap
otonomi individu untuk berkembang namun tidak terlepas dari

105
dialog atau interaksi dari manusia yang lain termasuk pendidik,
dan (5) Sekolah adalah suatu taman.
Taman melambangkan kebebasan. Tanpa kebebasan,
manusia tidak akan menemukan dirinya dan kreatif. Karena itu,
manusia yang bebas berada di atas dan oleh sebab itu dia
terbuka dan terus berkembang. Manusia yang bebas tidak dapat
terpenjara di dalam kemajuan teknologi atau menjadi budak dari
produk-produk teknologi yang mengarah pada konsumerisme.
Itulah manusia yang terus memberikan makna kepada dunia. Hal
ini berarti bahwa setiap manusia perlu terus menerus
memberikan makna dan orientasi baru terhadap kehidupannya
dengan selalu mencari alternatif demi kemaslahatannya.

Daftar Pustaka

Buchori, M. (2001). Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kanisius


Chaisan, M. (2017) Model Pembelajaran Transformatif. [Online].
Tersedia:

http://maalikghaisan.blogspot.com/search/label/Pendidik
an
Komalasari & Budimansyah, (2008). Pengaruh Pembelajaran
Kontekstual Dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Acta
Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 2 (1), 76-97
Nadiem, (2019). Merdeka Belajar. Jakarta: Kemdikbud.
Panen, P. & Sekarwinahyu (1997). Belajar Mandiri dalam
Mengajar di Perguruan Tinggi.

106
Rasydin, W., (2007). Pedagogik Teoritis. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia
Richards (2020). Autonomous Leaner. [Online]. From:
https://www.professorjackrichards.com/autonomous-
learner/.
Retrieved March, 8, 2020
Rusman, (2010). Model-Model Pembelajaran. Bandung: Mulia
Mandiri Press
Rogers, (1978) Experiential Learning. [Online]
Tersedia: http://www.infed.org/thinkers/et-
rogers.htm
Sastrapratedja (1982). Manusia Multi Dimensional. Jakarta:
Gramedia.
Slam, Z., (2014). Pengembangan Karakter Kerjasama Berdasar
Pancasila Melalui Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Slam, Z. (2019). Penguatan Pendidikan Karakter Untuk Calon
Guru/Guru Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.
Tilaar, H.A.R., (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan. Jakarta:
Grasindo
Windy, A.M (2014). Pedagogi Tradional dan Modern: [Online]
from:http://10103awm.blogspot.com/2014/03/pedagogi-
tradisional-dan-modern.html.
Retrieved April, 19, 2020

107
108
STRATEGI PENGEMBANGAN MADRASAH MODEL

Anis Fauzi
Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

alam konteks pendidikan madrasah, keberadaan

D madrasah negeri berfungsi sebagai “magnet” bagi


pengembangan madrasah-madrsah swasta di
sekitarnya. Artinhya, seringkali terjadi, bahwa sebuah institusi
madrsah negeri “mau tidak mau” Hrus berfungsi atau difungsikan
pula sebagai coordinator Kelompok Kerja Madrasah bagi
peetumbuhan dan perkembangan madrasah-madrasah
sekitarnya yang jumlahnya semakin menjamur. Sedangkan dalam
perkembangannya sebagian madrasah model, institusi madrasah
yang bersangkutan diharapkan dan memang telah diprogram
untuk menjadi pusat pengembangan madrasah-madrasah yang
sejenis yang berada dalam satu wilayah kerja.
Gagasan awal dalam proses modernisasi pendidikan Islam
sebagaimana diungkapkan Husni Rahim dalam Fathoni (2005),
setidaknya ditandai oleh dua kecenderungan organisasi-
organisasi Islam dalam mewujudkan tujuannya, yaitu: Pertama,
mengadopsi sistem pendidikan dan lembaga pendidikan modern
(Belanda) secara menyeluruh; usaha ini melahirkan sekolah-
sekolah umum model Belanda, tetapi diberi muatan tambahan
berupa pengajaran Islam. Kedua, munculnya madrasah-madrasah
modern, yang secara terbatas mengadopsi substansi dan
metodologi pendidikan modern Belanda, namun tetap

109
menggunakan madrasah dan lembaga tradisional pendidikan
Islam sebagai basis utamanya.
Ada beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyinggung tentang pendidikan Islam. Didalam aturan tersebut
setidaknya ada tiga hal yang terkait dengan pendidikan Islam
(Daulay, 2007:9). Pertama, kelembagaan formal, nonformal, dan
informal; didudukkannya lembaga madrasah sebagai salah satu
lembaga pendidikan formal yang diakui keberadaannya sebagai
sekolah yang berciri khas agama Islam. Kedua, pendidikan Islam
sebagai mata pelajaran, dikukuhkannya mata pelajaran agama
sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan kepada
peserta didik di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.Ketiga,
pendidikan Islam sebagai nilai, terdapat seperangkat nilai-nilai
Islami dalam sistem pendidikan nasional.
Mengamati sejarah perjalanan pendidikan Indonesia dari
zaman ke zaman terasa ada semacam kekeliruan paradigma yang
digunakan selama ini (Syaukani, 2006: 2-5). Diantaranya ialah:
Pertama, pendidikan di desain untuk lebih banyak mengabdi dan
melayani kepentingan orang dewasa dalam tradisi kehidupan
sehari-hari daripada memenuhi kebutuhan peserta didik dan cita-
cita pendidikan. Kedua, pola pembelajaran dirancang untuk
kepentingan kekuasaan atau orang dewasa. Kurikulum dirancang
secara subject matters oriented dan teacher oriented secara
parsial, bukan child oriented dan integral. Ketiga, manajemen
pendidikan diselenggarakan atas otorita administrasi-birokrasi
kekuasaan, bukan atas otorita akademik. Keempat, metodologi
pembelajaran ditekankan pada what to lern dengan metode
menghapal, dan bukan how to learn sebagaimana dituntut oleh

110
masyarakat modern. Kelima, konsep manusia yang digunakan
adalah manusia dalam dimensi fatalis, dan bukan manusia dalam
dimensi vitalistis. Keenam, bobot akademik diletakan dalam nilai
produk finalnya, dan bukan dalam proses metodologinya, dan
iptek cenderung bebas nilai dan mencari pembenaran; kurang
dikembangkan dalam bingkai moral agama dan mencari
kebenaran. Ketujuh, anggaran pendidikan selalu rendah, tidak
pernah mencapai 25% dari seluruh belanja negara. Dalam hiruk
pikuknya reformasi, agenda pendidikan kurang mendapat
perhatian. Kedelapan, dengan alasan menghasilkan ahli siap
pakai untuk memenuhi lowongan pekerjaan dalam industri, maka
pemerintah menggulirkan paradigma pendidikan, yakni konsep
pendidikan link and match di perguruan tinggi. Kesembilan,
kebijakan pemerintah orde baru dengan konsep pendidikan link
and match, dalam implementasinya telah mereduksi makna
pendidikan yang lebih menekankan kepada out-put yang siap
pakai, terampil dan sumber daya manusia yang bermutu tinggi.
Kesepuluh, pendidikan nasional pada era orde baru dijadikan
media indoktrinasi untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik
tertentu.

Guru Dalam Perspektif Makro-Mikro


Dalam perspektif makro banyak faktor yang
mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya faktor
kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi
teknologi informatika dan komunikasi dalam pendidikan,
pendekatan pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang
memadai, manajemen pendidikan yang profesional, metode
evaluasi pendidikan yang tepat, serta sumber daya manusia

111
para pelaku pendidikan yang terlatih, berpengetahuan,
berpengalaman, dan professional (Abdul Hadis dan Nurhayati,
Op-cit hal 3).
Dalam Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005
disebutkan bahwa faktor yang tidak kalah penting yaitu
adanya standar nasional pendidikan yang menjadi norma
acuan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yang
mencakup standar: isi, proses, kompetensi lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasana, standar pengelolaan, pembiayaan dan standar
penilaian pendidikan.
Dalam perspektif mikro atau tinjauan secara sempit
dan khusus, faktor dominan yang berpengaruh dan
berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru
yang profesional dan guru yang sejahtera. Oleh karena itu,
guru sebagai suatu profesi harus profesional dalam
melaksanakan berbagai tugas pendidikan dan pengajaran,
pembimbingan dan pelatihan yang diamanahkan kepadanya
(Abdul Hadis dan Nurhayati, Loc.cit hal 4).
Menurut Husaini Usman, ada tiga faktor yang menjadi
penyebab rendahnya mutu pendidikan di negara kita, yaitu
faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan
nasional menggunakan pendekatan education production atau
input-input analysis yang tidak dilaksanakan secara
konsekuen. Faktor kedua, yaitu penyelenggaraan pendidikan
nasional dilakukan secara sentralistik, sehingga menempatkan
sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung
pada keputusan birokrasi, sedangkan faktor ketiga, yaitu
peran serta masyarakat, khususnya orangtua siswa dalam

112
penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim (Usman
Husaini, 2014: l 12).
Di era globalisasi saat ini, Indonesia harus mampu
meningkatkan mutu pendidikan, sehingga tidak kalah bersaing
dengan negara lain. Negara kita harus mencetak orang-orang
yang berjiwa mandiri dan mampu berkompetisi di tingkat
dunia. Saat ini, Indonesia membutuhkan orang-orang yang
dapat berpikir secara efektif, efisien dan juga produktif. Hal
tersebut dapat diwujudkan jika kita mempunyai tenaga
pendidik yang handal dan mampu mencetak generasi bangsa
yang pintar dan bermoral.
Salah satu faktor rendahnya mutu pendidikan di
Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali
potensi anak didik. Para pendidik seringkali memaksakan
kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat
dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik
kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi
para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan
kebutuhan siswa bukan malah memaksakan sesuatu yang
membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses
pendidikan yang baik adalah dengan memberikan
kesempatan pada anak didik untuk kreatif. Itu harus
dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa
diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam
membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat
potret pendididikan semakin buram. Kurikulum hanya
didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa
memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi,

113
pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif.
Jadi para lulusan hanya pintar mencari kerja dan tidak bisa
menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan
pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas Indonesia sangat
memprihatinkan, berdasarkan analisa dari badan dunia
(UNESCO), kualitas guru Indonesia menempati peringkat
terakhir dari 14 negara berkembang di Asia pasifik3
Guru yang bermutu adalah mereka yang mampu
membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala,
sumber daya dan lingkungannya. Di lain pihak, upaya
menghasilkan guru yang bermutu juga merupakan tugas yang
tidak mudah. Mutu guru juga berarti tenaga pengajar yang
mampu melahirkan lulusan yang bermutu, sesuai dengan
dengan kebutuhan penyelenggaraan berbagai jalur, jenis dan
jenjang pendidikan. Di lain pihak, mutu guru sangat berkaitan
dengan pengakuan masyarakat akan status guru sebagai
jabatan professional (Abin Syamsuddin Makmun, 2012: 15).

Pengembangan Madrasah Model


Pengembangan madrasah merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan mutu madrasah agar kualitas madrasah
semakin meningkat sehingga madrasah dapat berkembang dan
diterima oleh segala lapisan masyarakat serta lulusan dari
madrasah mampu beradaptasi dan bersosialisasi dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam yang dikelola o l e h Kementerian
Agama selama ini masih dipandang rendah kualitasnya bagi

3
Wawan Jakwan, dalam http://www.fisika79.wordpress.com

114
sebagian masyarakat. Madrasah sebagai salah satu lembaga
pendidikan Islam idealnya harus berhasil mengembangkan
seluruh aspek kehidupan manusia, yaitu aspek spiritual, akhlak,
intelektual, dan keterampilan atau profesionalitasnya
(JazuliJuwaini, 2011: 18).
Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi,
maka upaya-upaya yang ditujukan untuk mengembangkan
kualitas agar citra madrasah tidak selalu menjadi nomor dua
setelah sekolah umum, banyak hal yang bias dilakukan oleh
stakeholder madrasah diantaranya dengan peran sosial secara
terbuka. Sebab, organisasi pendidikan merupakan suatu sistem
yang terbuka, karenanya madrasah harus selalu mengadakan
kontak hubungan dengan lingkungannya yang disebut sebagai
suprasistem. Kontak hubungan ini dibutuhkan untuk menjaga
agar sistem atau lembaga tidak mudah punah atau mati.
Sesuatu yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan
madrasah adalah pola manajemen dengan keputusan dan
tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan
pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana untuk mencapai
sasaran-sasaran. Dalam konteks pendidikan madrasah dan
sekolah Islam, apabila penerapan “manajemen instruksional”
dirumuskan dalam pola-pola praktis yang kaku oleh pemegang
kebijakan, maka akan mengakumulasikan kerawanan masalah.
Seperti proses pembelajaran yang kurang memadai,
pengembangan sumber daya manusia yang tidak profesional dan
lain sebagainya. Membiarkan pola seperti ini berkembang tanpa
ada solusi alternatif menuju perkembangan madrasah ke depan,
pada saatnya akan mengancam eksistensi madrasah itu sendiri.

115
Yang terpenting dari semua ini dalam melaksanakan
pengelolaan manajemen madrasah terutama pada perannya
yang strategis adalah dengan melakukan refleksi dan evaluasi
terhadap seluruh potensi yang dimiliki stakeholder dan
kemudian secara bersama menyusun program dan rencana
pengembangan madrasah secara bertahap serta meneguhkan
kembali komitmen stakeholder kepada pentingnya madrasah
dalam rangka mempersiapkan subyek didik yang cerdas,
bermoral dan memiliki ketrampilan, sehingga dapat memberikan
kontribusi pemikiran sesuai perkembangan zaman.
Meskipun madrasah telah dibina oleh pemerintah,
lembaga pendidikan ini tetap gigih dalam mengembangkannya
dan bekerja sama dengan masyarakat. Secara implisit ketentuan
ini mengharuskan diserahkannya penyelenggaraan pendidikan
madrasah yang sudah menggunakan kurikulum nasional kepada
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara yuridis,
keberadaan madrasah dijamin oleh undang-undang SKB tiga
menteri (Menag, Mendikbud dan Mendagri), dan kedudukan
madrasah sama dan sejajar dengan sekolah formal lainnya
(Ramayulis, 2011: 357). Kurikulum yang digunakan pun secara
umum mengacu kepada kurikulum Kemdikbud dan ditambah
kurikulum agama yang dikeluarkan oleh Kemenag.
Oleh karena itu secara teoritis, madrasah seharusnya
mampu memberikan nilai lebih bagi para siswanya dibanding
sekolah umum.Dalam perkembangan saat ini, madrasah
menghadapi tantangan baru, di mana madrasah tidak bisa
mengelak dari proses modernisasi ini. Dampak dari modernisasi
setidaknya mempengaruhi dari berbagai aspeknya.Diantaranya

116
adalah sistem kelembagaan, orientasi hubungan guru dan siswa,
stakeholder, masyarakat, kaitan dengan peran madrasah.
Pendidikan mencakup beberapa kegiatan manusia dalam
pengalihan ilmu pengetahuan dengan cara belajar untuk
mengetahui segala sesuatu yang dia inginkan. Dan sekaligus
untuk menatap masa depan yang lebih baik, beradab, berbudaya,
beragama. Dengan peran semacam ini, dimungkinkan
madrasah terlibat maksimal dalamm embangun bangsa ini.
Melalui madrasah, para siswa belajar ilmu-ilmu agama dan ilmu
social yang dibutuhkan masyarakat. Bahkan seterusnya
madrasah menjadi lembaga pengkaderan bagi siswa yang kelak
siap terjun dimasyarakat.
Berbarengan dengan peningkatan minat dan harapan
masyarakat muslim, madrasah kini dipandang bukan lagi hanya
merupakan lembaga transmisi ilmu-ilmu keagamaan Islam, tetapi
juga tempat menanamkan apresiasi, dan bahkan penguasaan,
keterampilan, dan keahlian dalam bidang sains dan teknologi
(Husni Rahim, 2005: 52). Adapun yang dimaksud peran sosial
dalam pengembangan madrasah yaitu meliputi stake holder,
kepala madrasah, tenaga pendidik dan kependidikannya,
karyawan, peserta didik, unsur komite, dan tokoh masyarakat,
sikap partisipatif, reprosipatif, proaktif untuk bersama-sama
membangun dan mengembangkan mutu dan lembaga madrasah.

Stratedi Pengembangan Madrasah Model


Istilah strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia
yang yang berarti ilmu perang atau panglima perang, secara
umum strategi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk

117
mencapai suatu tujuan (Iskandar wassid, Dadang Sunendar, 2008:
2.).
Dalam abad modern ini, penggunaan istilah strategi tidak
lagi terbatas pada konsep atau seni, tetapi sudah digunakan
secara luas hampir dalam semua bidang ilmu. Dalam pengertian
umum, strategi adalah cara untuk mendapat kemenangan atau
pencapaian tujuan. Kaitan dengan pengembangan madrasah,
strategi sangat diperperlukan guna pengembangan kemajuan.
Menurut Departemen Agama RI, strategi pengembangan
madrasah dilakukan dengan lima strategi pokok yaitu:
a. Strategi Peningkatan Layanan Pendidikan di Madrasah
Ihktiar untuk senantiasa mengembangkan madrasah pada
situasi apapun termasuk pada situasi krisis ekonomi sampai
saat ini yang sampai sekarang masih dirasakan akibatnya
strategi yang ditempuh lebih difokuskan pada upaya
mencegah peserta didika agar tidak putus sekolah,
mempertahankan mutu pendidikan agar tidak semakin
menurun, adapun langkah–langkah tersebut adalah: 1).
Angka putus sekolah di madrasah dipertahankan seperti
sebelum krisis dan akhirnya dapat diperkecil. 2) .Peserta
didik yang kurang beruntung seperti yang tinggal di daerah
terpencil tetap dapat memperoleh layanan pendidikan
minimal tingkat pendidikan dasar. 3) .siswa yang telah
terlanjur putus sekolah didorong kembali untuk kembali dan
atau memperoleh layanan pendidikan yang sederajat dengan
cara yang lain misalnya di madrasah terbuka. 4). Proses
belajar mengajar di madrasah tetap berlangsung meskipun
dana terbatas.

118
b. Strategi Perluasan dan Pemerataan Kesempatan Pendidikan
di Madrasah
Meskipun strategi ini terfokus pada program wajib belajar
pendidikan dasar (Wajar Dikdas 9 tahun) jenis dan jenjang
pendidikan lainnyapun tercakup. Indikator-indikator
keberhasilannya adalah: 1). Mayoritas penduduk
berpendidikan minimal MTs (SMP) dan partisipasi
pendidikan meningkat, yang ditunjukan dengan APK pada
semua jenjang dan jenis madrasah. 2). Meningkatnya budaya
belajar yang ditunjukan dengan meningkatnya angka melek
huruf. 3). Proporsi jumlah penduduk yang kurang beruntung
yang mendapat kesempatan pendidikan semakin meningkat.
c. Strategi Peningkatan Mutu dan Relevansi Pendidikan di
Madrasah
Kebijakan program Mapenda untuk meningkatkan mutu
relevansi madrasah, meliputi 4 (empat) aspek yaitu:
kurikulum, guru dan tenaga kependidikan lainnya, sarana
pendidikan serta kepemimpinan madrasah.
d. Strategi Pengembangan Manajemen Pendidikan Madrasah
Strategi ini berkenaan dengan upaya mengembangkan
sistem manajemen madrasah sehingga secara kelembagaan
madrasah akan memiliki kemampuan-kemapuan sebagai
berikut: 1). Berkembangnya prakarsa dan kemampuan-
kemampuan kreatif dalam mengelola pendidikan, tetapi
tetap berada dalam bingkai visi, misi, serta tujuan
kelembagaan madrasah. 2). Berkembangnya organisasi
pendidikan di madrasah yang lebih berorientasi
profesionalisme, dari pada hirarki. 3). Layanan pendidikan
yang semakin cepat terbuka, adil dan merata.

119
e. Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Madrasah
Strategi ini menenkankan pada pemberdayaan kelembagaan
madrasah sebagai pusat pembelajaran pendidikan dan
pembudayaannya. Indikator keberhasilannya adalah: 1).
Tersedianya madrasah madrasah yang semakin bervariasi,
yang diikuti oleh visi dan misi serta tujuan pendidikan
madrasah dengan dukungan organisasi yang efektif dan
efisien. 2). Mutu dan sarana-prasarana madrasah yang
semakin meningkat dan iklim pembelajaran yang semakin
kondusif bagi peserta didik. 3). Tingkat kemandirian
madrasah semakin tinggi (Departemen Agama RI., 2005: 38).

Pembedayaan Guru
Keberadaan guru di sekolah/madrasah harus dapat
dilakukan pemberdayaan oleh pihak pimpinan madrasah, mulai
dari komite sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasdah
hingga wali kelas agar melakukan pembinaan dan pengembangan
kompetensi guru yakni kompetensi profesional, kompetensi
pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.
Tujuan guru diberdayakan adalah supaya menjadi guru yang
profesional. Guru profesional bukan hanya memiliki kompetensi
profesional, tetapi juga memiliki kompetensi pedagogik,
kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.
Perbandingan guru yang sudah berdaya dengan guru yang
belum berdaya adalah sebagai berikut:
1) Guru yang sudah berdaya, memiliki ciri sebagai berikut:
memiliki ijazah minimal S-1; memiliki kompetensi profesional,
kompetensi akademik, kompetensi kepribadian, dan

120
kompetensi sosial; memiliki kepangkatan minimal golongan
III/c; dan memiliki sertifikat sebagai pendidik profesional.
2) Guru yang belum berdaya, memiliki ciri sebagai berikut:
belum memiliki ijazah S-1; belum memiliki kompetensi
akademik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian,
dan kompetensi sosial yang memadai; belum mencapai
kepangkatan III/c; dan belum memiliki sertifikat sebagai
tenaga pendidik yang profesional.

Dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Guru dan Dosen


Tahun 2005, disebutkan bahwa pemberdayaan profesi guru
diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan
secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan
berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik
profesi.
Agar sebuah sekolah/madrasah menarik, dan membentuk
citra baik terhadap publik, maka perlu adanya guru bermutu yang
dapat dibanggakan. Dalam kaitan ini, pandangan siswa tentang
guru yang baik, sebagaimana dikemukakan oleh Alma (2008: 22-
23) yaitu:
1) Kompetensi Keilmuan
Seorang guru yang baik ialah guru yang menguasai ilmu dan
materi yang akan diajarkan, guru tampil dengan penuh
percaya diri, tidak ragu-ragu, sehingga materi perkuliahan
tidak banyak menyimpang dari yang seharusnya dibahas.
Namun demikian diharapkan pula guru mempunyai
pengetahuan yang bersifat umum.
2) Penguasaan Metode Mengajar

121
Sangat diharapkan oleh para siswa, guru dapat memberi
pembelajaran dengan lancar, sistematis dan mudah
dimengerti, dapat menguasai kelas, sehingga kelas tidak
gaduh, dan siswa tidak merasa mengantuk. Guru harus
mengajar dengan serius, disamping ada pula waktu humor,
tidak monoton, dapat membaca situasi atau suasana kelas,
dan tidak ngotot terus mengajar.
3) Pengendalian Emosi
Siswa menyatakan guru baik, bila gurunya tidak emosional,
tidak mudah tersinggung, tidak berwajah angker, jangan sok
pintar, dan dapat berkomunikasi secara baik dengan siswa.
4) Disiplin
Para siswa senang dengan guru yang disiplin, selalu hadir
dalam memberi kuliah dan berwibawa, serta datang tepat
waktu.Jika berhalangan, memberitahukan lebih dulu,
sehingga siswa tidak membuang waktu percuma.
Sebuah Kecenderungan
Ada kecenderungan kuat bahwa siswa-siswa dari
madrasah negeri dan model ternyata hanya sebagian kecil saja
yang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang madrasah yang
lebih tinggi maupun ke jenjang perguruan tinggi negeri terdekat.
Fenomena ini terjadi karena adanya pengaruh dari faktor-faktor
(Anis Fauzi, 2005) sebagai berikut: (1) biaya pendidikan di
madrasah model semakin mahaldibandingkan dengan biaya
pendidikan di madradsah negeri (biasa) maupun di sekolah
menegah umum negeri; apalagi kalau dibandingkan dengan
madrasah-madrsah swasta lainnya yang nilai nominal SPP-nya
jauh lebih rendah ; (2) Jarak tempuh geografis antara madrasah
model dengan tempat tinggal calon siswa semakin menjauh; (3)

122
Berkembangnya paham pragmatisme di kalangan orang tua
murid (sesaat setelah anaknya menyelesaikan studi di madrasah)
terbukti dehan tidak diizinkannya anak-anak mereka untuk
menempuh studi di tempat yang jauh dari kampung
kelahirannya; serta (4) Pengaruh bisikan kawan terdekat mereka
yang seolah-olah memboikot dirinya agar ia tidak melanjutkan
pendidikannya ke tingkat madrasah yang lebih tinggi.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan pengelola
madrasah model tidak memberikan proteksi maupun kuota
dalam jumlah besar terhadap alumni madrasah di tingkat yang
lebih rendah, menurut hipotesa penulis, disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut: (1) Daya tampung madrasah model sangat
terbatas, sehingga perlu dilakukan seleksi secara bertahap (yang
meliputi ilmu pengetahuan umum dan praktek ibadah); (2)
Tingkat akademik calon siswa berkualitas rendah, hal
inibarangkali karena rendahnya motivasi belajar mandiri di
kalangn siswa madrasah model; (3) Adanya keinginan dari orang
tua murid tertentu, agar anal-anaknya bisa mengenyam
pendidikan di lembaga pendidikan umum, sedemikian rupa
sehingga mereka merasa “plong” dalam mengikuti kegiatan
belajar mengajar di tempat yang memiliki suasana baru.

123
Tentang Penulis

Anis Fauzi, lahir di Serang pada tanggal 28


Oktober 1967. Menyelesaikan pendidikan
dasar di SDN Inpres Delingseng - Ciwandan
Cilegon (1980) dan SMP Negeri 1 Kota Serang
(1983). Pendidikan menengah diselesaikan di
SMA Negeri 1 Kota Serang (1986). Pendidikan
Sarjana (S-1) diselesaikan di Jurusan
Pendidikan Geografi UPI Bandung (1991).
Pendidikan Magister (S-2) diselesaikan di UII Yogyakarta pada
Program Magister Studi Islam (2002). Pendidikan Doktor (S-3)
diselesaikan di UNINUS Bandung dalam bidang Ilmu Pendidikan
(2012). Penulis telah menerbitkan sejumlah buku, diantaranya
adalah: Menyimak Fenomena Pendidikan di Banten (Edisi
Perdana), Penerbit Suhud-Mediautama, Serang (2004);
Menyimak Fenomena Pendidikan di Banten (Edisi Revisi),
Penerbit Diadit Media, Jakarta (2005); Menggagas Jurnalistik
Pendidikan, Penerbit Diadit Media, Jakarta (2007), Pembelajaran
Mikro, Penerbit Diadit Media, Jakarta (2009), Pengantar
Metodologi Studi Islam, Penerbit FTK Banten Press Serang (2015),
dan Kolaborasi Guru dan Dosen, Penerbit FTK Banten Press
Serang (2016). Saat ini Penulis adalah Dosen Tetap Universitas
Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten (sejak tahun
2003 hingga sekarang).

124
REFERENSI

Anis Fauzi. (2005). Menyimak Fenomena Pendidikan di Banten,


Jakarta: Penerbit Diadit Media
Daulay, H.P. 2009.Madrasah di Indonesia Baru Populer Setelah
Awal Abad Ke-20; Dinamika Pendidikan Islam di Asia
Tenggara,Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Agama RI Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaan
Pendidikan Agama dan Keagamaan MP3A.Profil Madrasah
Masa Depan, Bandung: Aditama, 2006.
Fathoni, M.Kh. 2005.Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional:
Paradigma Baru, Jakarta: Depertemen Agama RI, halaman
61.
Hadis, Abdul & Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan, (
Bandung : Alfabeta, 2012)
Husaini, Usman. Manajemen: Teori, Praktik & Riset
Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara, 2014.
Jakwan, Wawan.”Pendidikan dan Pengajaran”,
http://www.fisika79.wordpress.com, diakses 16 Januari
2014.
Makmun, Syamsuddin Abin. Psikologi Kependidikan, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012.
Peraturan Pemerintah No. 19 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tahun 2005

125
Rahim, Husni. Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia,
Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2005.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BP Panca
Usaha, 2003)
Syaukani HR, Pendidikan Paspor Masa Depan, Penetrbit Nuansa
Madani, Jakarta, 2006.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005

126
MENYOAL TUJUAN PENDIDIKAN
INDONESIA: MAU DIBAWA KEMANA?

Oleh: Achmad Rozi El Eroy


Dosen Tetap STIE Prima Graha - Serang

Pendahuluan
alam UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003

D disebutkan bahwa fungsi pendidikan nasional kita


adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, fungsi
pendidikan membimbing peserta didik ke arah suatu tujuan yang
kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil
membawa semua peserta didik kepada tujuan itu. Namun
sayang, fungsi pendidikan itu nyaris tidak berfungsi secara sehat.
Fungs Pendidikan telah sakit, bahkan bias dikatakan mati dalam
praksis atau implementasinya di lembaga-lembaga pendidikan
(sekolah).
Pelaksanaan pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan
(persekolahan) pada umumnya sampai saat ini masih berfungsi,
bukan mengembangkan kemampun melainkan mempola,
membatasi, bahkan mematikan kemampuan/potensi peserta
didik; bukan membentuk watak melainkan merusak watak; bukan
membangun peradaban melainkan meruntuhkan peradaban;
bukan meninggikan martabat melainkan merndahkan martabat;

127
dan bukan mencerdaskan kehidupan bangsa melainkan
membodohkan kehidupan bangsa.
Pendidikan kita berfungsi, bukan mengembangkan
kemampun melainkan mempola, membatasi, bahkan mematikan
kemampuan/potensi peserta didik. Hal ini bisa dilihat pada
kenyataannya bahwa pendidikan kita dipola seragam, dibatasi
waktu dan target pencapaian tertentu; dalam prosesnya peserta
didik disuapi dan dijejali materi laksana tabung ksoong yang disi.
Tidak ada cukup ruang kemerdekaan bagi peserta didik untuk
berekspresi, bereksplorasi, berinvestigasi, bereksperimentasi,
berdiskusi, berkolaborasi, berkreasi, dan berinovasi. Kemampuan
peserta didik dipatok dalam domain kognitif, diseragmkan dalam
perlakuan, dan ditekan menaiki tangga nilai-nilai angka melalui
pengerjaan soal-soal tes. Sementara itu, kemampuan atau
potensi-potensi lainnya sepertifisik, psikomotorik, moral,
emosional, sosial, seni, dan bahasadiabaikan dan tidak terurus
hingga mati terkubur oleh tumpukan tugas-tugas pengetahuan
atau kognitif yang sarat tekanan dan kopetisi.
Meluruskan Fungsi Pendidikan Indonesia yang Bermartabat
Kalau kita mau jujur, fungsi Pendidikan telah melahirkan
dua hal yang paradok, bukan hanya membentuk watak melainkan
merusak watak. Hal ini dapat dilihat pada realitasnya, bahwa
proses dan hasil pendidikan kita tidak menunjukkan pelaksanaan
pendidikan karakter dan output peserta didik yang berwatak
mulia (perhatikan watak pesera didik sekarang). Pelaksanaan
pendidikan hanya sebatas pengajaran yang itu pun direduksi
menjadi sebatas penyampaian pengetahun (transfer of
knowledge), sehingga pelakanaan pendidikan tidak membina,
menanamkan, dan membiasakan nilai-nilai karakter.

128
Meskipun sudah ada program pendidikan karakter yang
terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, namun itu pun tidak
berjalan/tidak dilaksanakan dengan baik dan sungguh-sungguh,
karena beratnya melaksanakan hal tersebut ditambah gurunya
pun tidak menjadi teladan bagi pembiasan karakter. Parahnya
lagi, banyak perkataan, sikap, dan tindakan guru yang buruk,
kasar, merendahkan, menyakitkan, dan mendendamkan
terhadap peserta didik sehingga merusak kepribdian/watak
peserta didik.
Pendidikan kita pun berfungsi bukan membangun
peradaban melainkan meruntuhkan peradaban. Kenyataan
menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan kita tidak
mengembangkan berbagai kecerdasan peserta didik secara
optimal dan utuh serta tidak membangun karakter (character
building) sehingga kemajuan kecerdasan dan budi pekerti peserta
didik tidak terbangun. Inilah yang meyebabkan peradaban
bangsa kita sampai saat ini masih tertinggal. Peradaban bangsa
kita masa lalu yang pernah terbangun pun tidak berhasil
diwariskan melalui pendidikan kita sekarang, sehingga
pendidikan kita saat ini telah gagal, bukan saja dalam
meneruskan dan mempertahankan peradaban yang sudah
dimiliki melainkan juga dalam membangun peradaban baru yang
diharapkan.
Pendidikan kita juga bukan meninggikan martabat
melainkan merndahkan martabat. Bagaimana tidak demikian,
pada realitasnya pelaksanaan pendidikan kita masih diwarnai
dengan paksaan, tekanan, intimidasi, penindasan,
pemberangusan, kekerasan (psikologis maupun fisiologis), jual
beli jawaban soal, pengatrolan nilai, suap menyuap, pungutan

129
liar, tawuran, kejahatan terorganisasi, rendahnya kompetensi
dan kinerja guru, dan lain-lain. Hasil atau output pendidikan pun
mutunya rendah, tidak berdaya saing, dan tidak sejalan dengan
tujuan pendidikan nasional. Keadaan demikian tentu
merendahkan martabat bangsa.
Pendidikan kita pun bukan mencerdaskan kehidupan
bangsa melainkan membodohkan kehidupan bangsa. Betapa
tidak, wajah bopeng pendidikan kita sebagaimana telah
dikemukakan di depan, adalah bukti hasil pendidikan kita yang
membodohkan, membusukkan, bahkan mematikan potensi
kehidupn bangsa. Kemajuan bangsa kita yang tertinggal jauh dari
bangsa-bangsa lain, misalnya dari bangsa Jepang yang mulai
membangun kehancurannya tidak jauh sejak kemerdekan bangsa
kita, juga adalah bukti pendidikan kita selama ini telah gagal
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bahkan kegagalan ini tampak pada bangsa kita yang kini
konsumtif, tidak percaya diri, tidak kreatif, tidak mandiri, sangat
bergantung pada asing, dan banyak utang. Jika pendidikan kita
berhasil mencerdasakan kehidupan bangsa, bisa dibayangkan
bagaimana kemajuan bangsa kita dengan negeri yang sumber
daya alamnya sangat kaya raya ini. Pasti sudah menjadi raksasa
dunia. Namun sayang, bangsa ini malah menjadi raksasa bodoh
yang tubuhnya nyaris habis digerogoti bangsa-bangsa kecil yang
cerdas.
Kematian fungsi pendidikan kita yang sebenarnya itu
tentu jangan dibiarkan terus karena hanya membuat bangsa ini
impoten, kerdil, lemah, tidak beradab, tidak berkarakter, dan
bodoh. Oleh karena itu, saatnya kita sadari dan insyafi untuk
segera mengembalikan fungsi pendidikan sebagaimana

130
hakikatnya yang telah kita sepakati, yakni mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa (UUSPN No. 20 tahun 2003).
Dalam fungsi pendidikan tersebut terdapat tiga unsur yang
menjadi fokus dari pengembangan fungsi pendidikan di
Indonesia, yaitu (1) mengembangkan kemampuan, (2)
membentuk watak, dan (3) membentuk peradaban bangsa yang
bermartabat. Konsep itu sangat sederhana tetapi mengandung
makna yang luas apabila dihubungkan dengan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Fungsi pendidikan, di samping diarahkan dalam rangka
melakukan transformasi nilai-nilai positif, juga dikembangkan
sebagai alat memberdayakan semua potensi pesrta didik agar
mereka dapat tumbuh sejalan dengan tuntutan kebutuhan
agama, sosial, ekonomi, pendidikan, politik, hukum, dan lain-lain.
Untuk memfungsikan pendidikan secara proporsional, mesti
dilakukan perbaikan pada semua level strategis, seperti level
kebijakan pendidikan, level pengelolaan pendidikan, dan level
pelaksanaan pendidikan (guru). Namun yang patut mendapatkan
perhatian secara serius adalah penanganan masalah pada level
pelaksanaan pendidikan, karena bagaimana pun juga baiknya
kurikulum, atau bagaiman pun juga memadainya sarana
pendidikan, bila gurunya tidak mampu memainkan perannya
dengan baik, maka kegiatan pendidikan tidak akan berkembang
sebagaimana yang diharapkan. Berhasil tidaknya kegiatan
pendidikan di level ini akan menentukan berhasil tidaknya
kegiatan pendidikan secara keseluruhan di semua level strategis.

131
Mengutip apa yang digagas oleh Tirtarahardja dan La Sula
(2000: 33), keduanya mengatakan bahwa secara fungsional
pendidikan berfungsi sebagai proses transformasi budaya,
pembentukan pribadi, penyiapan warga negara, dan penyiapan
tenaga kerja pada peserta didik agar menjadi warga negara yang
baik, yang berbudaya dan berkarakter kuat serta berkeahlian
untuk bekerja.
1. Fungsi Transformasi Budaya
Sebagai transformasi budaya, pendidikan berfungsi
mewariskan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain.
Seperti bayi lahir sudah berada di dalam suatu lingkungan budaya
tertentu. Di dalam lingkungan masyarakat tempat seorang bayi
dilahirkan telah terdapat kebiasaan-kebiasaan tertentu, larangan-
larangan dan anjuran, dan ajakan tertentu seperti yang
dikehendaki oleh masyarakat. Hal-hal tersebut mengenai banyak
hal seperti bahasa, cara menerima tamu, makanan, istirahat,
bekerja, perkawinan, bercocok tanam, dan seterusnya. Nilai-nilai
kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari
generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi
yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan, misalnya nilai-nilai
kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain; yang kurang cocok
diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan, dan yang tidak
cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan
diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
2. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan secara
sistematik dan sistemik berfungsi membentuk kepribadian
peserta didik. Sistematis oleh karena proses pendidikan

132
berlangsung melalui tahap-tahap bersinambungan (prosedural)
dan sistemik karena berlangsung dalam semua situasi kondisi, di
semua lingkungan yang saling mengisi (lingkungan rumah,
sekolah, dan masyarakat).
Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu
pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh
mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa
atas usaha sendiri. Yang terahkir ini disebut pendidikan diri
sendiri (Zelf Vorming). Kedua-duanya bersifat alamiah dan
menjadi keharusan. Bayi yang baru lahir kepribadiannya belum
terbentuk, belum mempunyai warna dan corak kepribadian yang
tertentu. Ia baru merupakan individu, belum suatu pribadi. Untuk
menjadi suatu pribadi perlu mendapat bimbingan, latihan-
latihan, dan pengalaman melalui bergaul dengan lingkungannya,
khususnya dengan lingkungan pendidikan.
Bagi mereka yang sudah dewasa tetap diuntut adanya
pengembangan diri agar kualitas kepribadian meningkat
serempak dengan meningkatnya tantangan hidup yang selalu
berubah. Dalam hubungan ini dikenal apa yang disebut
pendidikan sepanjang hidup. Pembentukan peribadi mencakup
pembentukan cipta, rasa, dan karsa (kognitif, afektif, dan
psikomotor) yang sejalan dengan pengembangan fisik.
Pembentukan pribadi juga meliputi pengembangan penyesuaian
diri terhadap lingkungan, terhadap diri sendiri, dan
terhadapTuhan.
3. Pendidikan sebagai Penyiapan Warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara berfungsi
membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
Tentu saja istilah baik di sini bersifar relatif, bergantung pada

133
tujuan nasional dari masing-masing bangsa, karena masing-
mamsing bangsa mempunyai falsafah hidup yang berbeda-beda.
Bagi kita warga negara yang baik diartikan selaku pribadi
yang tahu hak dan kewajiban sebagai warga negara, hal ini
ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 yang
menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tak ada
kecualinya.
4. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja berfungsi
membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk
bekerja. Pembelakalan dasar berupa pembentukan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini
menjadi misi pentng dari pendidikan karena bekerja menjadi
keburuhan pokok dalam kehidupan manusia. Bekerja menjadi
penopang hidup seseorang dan keluarga sehingga tidak
brgantung dan mengganggu orang lain. Melalui kegiatan bekerja
seseorang mendapat kepuasan bukan saja karena menerima
imbalan melainkan juga karena seseorang dapat memberikan
sesuatu kepada orang lain (jasa atau pun benda), bergaul,
berkreasi, dan bersibuk diri. Kebenaran hal tersebut menjadi jelas
bila kita melihat hal yang sebaliknya, yaitu menganggur adalah
musuh kehidupan.
Upaya memfungsikan pendidikan seperti tersebut di atas
tentu sangat penting dalam rangka mencapai tujuan dan visi
pendidikan nasional, bahkan tujuan pembangunan bangsa ini.
Tanpa menjalankan fungsi pendidikan sebagai diuraikan di atas,
maka tujuan dan visi pendidikan nasional kita hanyalah utopia

134
belaka. Oleh karena itu, jika kita menganggap pendidikan sebagai
usaha sadar, sudah saatnyalah kita sadari fungsi pendidikan yang
sebenarnya. Cukuplah sudah, tinggalkan kegilaan, kebodohan,
kerendahan tujuan, kepentingan pribadi, kepuraan, kemunafikan,
kekonyolan, dan segala macam cara berpikir, sikap, dan perilku
yang kontradiktif dan destruktif dengan usaha pendidikan yang
sebenarnya.

Mati Suri Tujuan Pendidikan kita?


Tidaklah sulit untuk memahami bahwa tujuan pendidikan
adalah sesuatu yang hendak dicapai dari pekerjaan atau usaha
mendidik. Tujuan pendidikan adalah hasil yang ingin dicapai
setelah usaha pendidikan dilaksanakan. Di negara kita, tujuan
pendidikan nasional telah ditetapkan berdasarkan UUSPN No. 20
Tahun 2003 Pasal 3, yakni bahwa pendidikan bertujuan
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Namun sayang, pada kenyataannya praksis pendidikan
kita di lembaga-lembga pendidikan (persekolahan) sesat atau
menyimpang dari tujuan tersebut. Pendidikan bukan
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan; melainkan membonsai potensi
peserta didik sehingga menjadi manusia yang lemah dalam

135
keimanan, ketakwaan, karakter/akhlak, kesehatan, keilmuan,
kecakapan, kreativitas, kemandirian, demokrasi, dan tanggung
jawab masyarakat serta kebangsaan. Bagaimana tidak demikian,
pelaksanaan pendidikan kita selama ini hanya menghidupkan
pengembangan potensi intelektual atau kognitif peserta didik
dan mematikan pengembangan potensi-potensi lainnya seperti
spiritual/religius, fisik, psikomotorik, moral, emosional, sosial,
ekonomi, seni, bahasa, kemajuan, keadilan, tanggung jawab,
kemandirian, susila, musyawarah, kasih sayang, dn
penghormatan.
Pelaksanaan pendidikan yang demikian, menurut
Winarno Surakhmad (dalam Harfea, 2002: 6) adalah pelaksanaan
pendidikan yang menjadi sumber masalah daripada potensi
pemecah masalah; pendidikan yang berusaha menciptakan
pemasungan bangsa yang direduksi menjadi bonsai sama
sebangun dalam nalar, aspirasi, sikap, dan tutur kata bahkan
dalam mimpi mereka; pendidikan yang tidak mampu
memberikan daya tahan ekonomis, daya tahan moral, bahkan
daya nalar sekalipun kepada bangsa ini, yamh ditandai, antara
lain oleh tiadanya kemampuan berbuat jujur, berpikir sehat,
bertutur sopan mulai dari rakyat sampai elit politik yang
berkuasa. Sekarang ini hampir tidak ada sisa pengaruh yang
menunjukkan bahwa bangsa ini telah (pernah) besar atau
dibesarkan oleh pendidikan di masa lalu.
Mengapa pendidikan kita sesesat itu dan sudah buta
melihat dan menuju tujuan pendidikan yang semestinya?
Mengapa para umar bakrie yang dahulu bersahaja dan penuh
dedikasi terhadap tugas pendidikan yang sejati, kini berusaha
berlomba-lomba ingin menjadi penguasa bakrie dengan

136
mengidustrialisasi lembaga pendidikan, mematrialisasi dan
merobotisasi manusia, bahkan mendehumanisasi kemanusiaan.
Apa mereka sudah terbawa arus jaman edan? Jaman yang
materialistis, sekuleristis, dan hedonistis yang bergelimang
kemewahan. Apa kita sudah terperangkap dalam jaring besar
kapitalis asing yang hendak menjajah seluruh bidang kehidupan
bangsa melalui proses pembodohan yang berkedok
pencerdasan? Memang, perlu kita waspadai bahwa adanya
kemunduran di era kemajuan, adanya kebodohan di era
keserdasan, dan adanya kebiadaban di era peradaban, itu
pertanda kita sedang dijajah, dimanfaatkan, bahkan dihancurkan.
Cukuplah penjajahan, penindasan, dan kehancuran itu
terjadi di masa lalu. Janglah sejarah kelam diulang karena
ketidakwaspadan kita terhadap musuh-musuh yang menyamar
sebagai sahabat, yang menjelma srigala berbulu domba. Kita
harus cerdas dan jernih berpikir bahwa penjajahan di era
sekarang hanya bisa ditempuh melalui proses pembodohan yang
berkedok pencerdasan dan dengan menggunakan tangan bangsa
kita sendiri. Mari kita sadari dan insyafi untuk segera
mengarahkan pelaksanaan pendidikan kita pada tujuan
pendidikan nasional yang sesungguhnya, yakni mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang
demokratis serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.

137
Revitalisasi Tujuan pendidikan Indonesia, Mau dibawa Kemana?
Tujuan pendidikan nasional yang seharusnya menjadi
acuan bagi pelaksanaan pendidikan di setiap lembaga
pendidikan, realitasnya hanya dijadikan sebuah topeng dewa
yang menampakkan kesucian institusi dan menyembunyikan
kekotoran/keburukan prksis pendidikan di dalamnya. Dengan
begitu, masyarakat pun terkelabui dan tidak tahu bahwa anak-
anak mereka sebenarnya sedang diimpotensi, dipasung,
dikerdilkan, dan dijajah agar menjadi manusia yang cacat, rusak,
dan lemah dalam banyak aspek kepribadian.
Pendidikan di lembaga pendidikan (sekolah) sudah tidak
menuju pada tujuan pendidikan yang sebanarnya, tetapi pada
tujuan kehendak penguasa, pengusaha, dan bisnis (profit). Anak
manusia yang masuk ke dalam lembaga pendidikan benar-benar
dianggap bahan mentah yang siap diproses di dalam mesin cetak
untuk menjadi manusia beo, robotik, bahkan hewani. Agar
tujuan pendidikan nasional tidak terjadi distorsi dalam
impelementasinya, maka setidaknya pemerintah, disemua
tingkatan harus mampu menterjemahkan tujuan pendidikan
nasional tersebut secara praksis sesuai dengan konteksnya.
Jangan ada dusta diantara pengambil kebijakan dalam hal
pengejawantahan tujuan pendidikan nasional tersebut.
Berdasarkan hal diatas, rekomendasi yang dapat
diberikan untuk merevitalisasi tujuan pendidikan nasional
tersebut dapat dikembangkan sebagai berikut.
1. Tujuan Berkembangnya Potensi Keimanan dan Ketakwaan
Keimanan dalam pandangan Islam bukan sekedar percaya
dan yakin kepada Allah SWT, tetapi juga bertawakal dan patuh
untuk meninggalkan larangan-Nya dan melaksanakan

138
perintahnya dengan penuh keikhlasan. Pendidikan keimanan
mengajarkan manusia agar dalam dirinya tertanam kecintaan
kepada Allah SWT, punya sikap malu dan takut kepada Allah
SWT, serta keyakinan bahwa dirinya selalu diawasi oleh Allah
Swt, dimana pun manusia berada. Itulah fondas dasar dari
keimanan dan ketakwaan.
Permasalahannya dalam dunia pendidikan adalah materi
ajar, metode, dan sistem evaluasi pembelajaran yang bagaimana
yang dapat mengukur dan menerjemahkan nilai-nilai keimanan
dan ketakwaan para peserta didik? Apakah jam belajar, metode,
dan fasilitas belajar yang ada dilembaga-lembaga pendidikan
yang sudah cukup andal untuk menjawab dan menterjemahkan
nilai-nilai dan ketakwaan tersebut.
2. Tujuan Terbentuknya Akhlak Mulia di Kalangan Para Peserta
Didik
Membentuk akhlak mulia dilakukan melalui pendidikan
akhlak. Pendidikan akhlak bukanlah pengajaran ilmu
pengetahuan tentang akhlak. Pendidikan akhlak adalah proses
aplikasi nilai-nilai keagamaan ke dalam sikap, pemikiran dan
perilaku. Fondasinya adalah nilai keimanan, bangunannya adalah
ilmu dan amal saleh, sedangkan atapnya adalah keikhlasan.
Keempat nilai inilah yang membentuk akhlak mulia. Sabda Nabi
Muhammad SAW., celaka orang yang beriman apabila tidak
berilmu, celaka orang yang berilmu jika tidak beramal, dan celak
orng yang beramal jika tidak ikhlas. Dengan demikian puncaknya
akhlak adalah ikhlas. Orang yang ihklas akan terbebas dari sikap
ingin dipuji. Ada orang yang menyanjung atau tidak ada orang
yang menyanjung, tetap berbuat baik, tetap bekerja keras dan
tetap menjadi manusia yang beriman kepaada Allah SWT.

139
Permasalahannya adalah antara lain bahwa ketika
pendidikan akhlak dimasukan ke dalam pendidikan agama, dalam
praktiknya bukan menekankan pada pendidikan agama tetapi
pengajaran ilmu pengetahuan tentang agama. Oleh karena itu,
perlu ada pembenahan dalam proses pendidikan akhlak,
sehingga dalam pelaksanaannya tidak hanya mengajarkan ilmu
pengetahuan tentang akhlak Permasalahan lainnya adalah materi
ajar, metode pembelajaran dan sistem evaluasi belajarnya
ditengarai belum mampu menjawab dan menterjemahkan nilai-
niali akhlak mulia, para pendidik menghadapi kesulitan untuk
mengaplikasikan pendidikan akhlak dalam proses pembelajaran.
Apa sebabnya? Karena pendidikan di Indonesia belum didesain
untuk mencetak manusia-manusia yang benar, jujur, dan
berakhlak mulia. Konsep itu baru tertuang dalam tujuan Nasional.
Konsep tersebut belum dapat dijawab dan diterjemahkan secara
utuh dalam kurikulum dan praktek pembelajaran. Pemerintah
dan penyelenggara pendidikan di Indonesia lebih
mengutamakan pencapaian kuantitas lulusan dari pada kualitas
proses pembelajaran.
3. Tujuan Membentuk Peserta Didik yang Sehat Jasmani dan
Rohani
Tujuan yang ketiga ini tidak dapat dilaksanakan oleh
lembaga pendidikan secara mandiri, karena sistem pendidikan di
Indonesia belum ditata secara komprehensif untuk membangun
manusia-manusia yang sehat. Oleh karena itu, perlu dilakukan
kerja sama dengan lembaga/instansi lain, khususnya lembaga
kesehatan dan lembaga ekonomi yang menangani urusan
kesejahteraan. Sampai sekarang, perhatian pemerintah untuk
mewujudkan peserta didik yang sehat belum dilakukan secara

140
komprehensif. Dengan gizi yang terbatas, para pendidik sulit
mengakserelasi kecerdasan dan kemampuan peserta didik.
4. Tujuan Mencetak Peserta Didik yang Berilmu
Pemerintah dan para penyelenggara pendidikan telah
bekerja keras untuk mencetak peserta didik yang berilmu,
pemerintah dan para penyelenggara pendidikan bersungguh–
sungguh dalam menyusun dan menetapkan kurikulum serta
menetapkan standar isi dan proses. Upaya tersebut antara lain
merupakan bagian dari upaya untuk mengaplikasikan tujuan yang
keempat ini dalm proses pembelajaran. Namun demikian masih
ada hal yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu penerapan
metode dan sistem evaluasi pembelajaran. Metode dan sistem
evaluasi pembelajaran cenderung terfokus pada penguatan
hafalan-hafalan, akibatnya, peserta didik tidak terlalu mahir
dalam mengaplikasikan teori-teori ilmu pengetahuan dan juga
lemah dalam melakukan pengkajian keilmuan yang bersifat
kontekstual.
5. Tujuan Mencetak Peserta Didik yang Cakap
Untuk mencapai tujuan ini masih terkendala oleh pola
pembelajaran dan sistem evaluasi yang hanya menekankan pada
kognitif, sementara penguasaan keilmuan secara riil di lapangan
kurang mendapatkan perhatian proporsional. Masalah tersebut
hampir sama dengan pembentukan kreativitas belajar
sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pendidikan nasional.
Mengapa kecakapan dan kreativitas belajar peserta didik di
Indonesia belum menonjol? Barang kali hal itu terkait dengan
kultur dan kinerja mengajar guru serta budaya belajar peserta
didik yang kurang baik. Juga fasilitas belajar dan sistem

141
penganggaran dianggap masih belum memadai. Apalagi kalau
dihubungkan dengan pola pembelajaran dan sistem evaluasi yang
masih bersifat monoton dan kaku, dimana guru terbebani oleh
kewajiban untuk dapat menyelesaikan kurikulum dengan porsi
waktu yang kurang memadi. Terlebih apabila dihubungkan
dengan beban guru untuk dapat mengejar target kelulusan, maka
pola dan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru
cenderung mengabaikan pembentukan kreativitas, kecakapan,
semangat, dan motif berprestasi di kalangan para peserta didik.
6. Tujuan Pembentukan Jiwa Mandiri di Kalangan Peserta Didik
Guru dan para penyelenggara pendidikan menghadapi
kesulitan dalam membentuk jiwa yang mandiri di kalangan para
peserta didik. Kesulitan tersebut salah satunya disebabkan oleh
budaya belajar peserta didik yang cenderung menggantungkan
kepada guru secara utuh. Kurang baiknya budaya belajar di
kalangan para peserta didik dapat dilihat lemahnya dari budaya
baca, sehingga untuk memacu budaya tersebut terpaksa setiap
saat guru harus memberikan tugas pekerjaan rumah (PR) kepada
peserta didik, maksudnya agar mereka mau membaca dan
belajar dengan baik. Sekalipun demikian, budaya baca, pola
hidup, dan pola belajar mandiri masih harus terus dipacu
sehingga suatu saat akan terbentuk jiwa mandiri di kalangan
peserta didik.
Secara hierarkis, tingkat tujuan nasional tersebut hendak
dicapai melalui tujuan institusional, yakni tujuan yang hendak
dicapai oleh satu lembaga pendidikan atau satuan pendidikan.
Sementara itu, tujuan institusional dicapai melalui tujuan
kurikuler atau kurikulum, yakni tujuan yang hendak dicapai oleh
suatu bidang ilmu atau program studi, bidang studi, mata

142
pelajaran, dan suatu ajaran yang disusun berdasarkan
institusional. Tujuan kurikulum tersebut dicapai melalui tujuan
instruksional, yakni tujuan yang hendak dicapai setelah selesai
diselenggarakan suatu proses pembelajaran, yang disusun
berdasarkan tujuan kurikulum sesuai dengan suatu pokok
bahasan atau kompetensi dasar yang dituangkan dalam alokasi
waktu tertentu.

Penutup
Akhirnya, untuk melakukan revitakisasi tujuan pendidikan
nasional, dibutuhkankan kesadaran kolektif diantara stakeholder
pendidikan untuk merumuskan dan meluruskan kembali fungsi
dan tujuan pendidikan nasional yang seharusnya dijadikan
sebagai rujukan dalam proses belajar mengajar.

Sumber Bacaan:
Maliki, Budi Imam. 2019, Wajah Bopeng Pendidikan Indonesia,
Serang: Desanta Publisher
Tirtarahardja, Umar dan la Sula. 2000. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Winarno dan Eko Djuniarto. 2003. Perencanaan Pembelajaran.
Jakarta: Depdiknas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Republik Indomesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen

143
Tentang Penulis

Achmad Rozi El Eroy, Lahir di


Serang 17 Mei, m menyelesaikan
pendidikan S1 dan S2 di
Yogyakarta, (1992
(1992-2002). Saat ini
tercatat sebagai Dosen Tetap di
STIE Prima Graha Serang. Saat ini
diberi kepercayaan sebagai Ketua
Ikatan Dosen Republik Indonesia
(IDRI) Provinsi Banten. Dan selain itu diberi amanah juga sebagai
Ketua Departemen Pendidikan dan Pengembangan SDM IICMI
Orwil Banten. Disamping sebagai Dosen, penulis adalah Direktur
Utama PT. Runzune Consulting,, sebuah perusahaan jasa yang
bergerak dalam Penyediaan Jasa Training, Publishing, Riset,
Workshop, Seminar dan lain sebagainya. Penulis telah
menerbitkan puluhan n judul buku yang diterbitkan dan aktif
menulis di Jurnal Ilmiah. Moto Hidup: “Sebersih--bersih Tauhid,
Setinggi-tinggi Ilmu dan Sepandai-pandai
pandai Siasat”
Penulis dapat dihubungi melalui WhatsApp: 088218407762

144
BAGAIMANA MENYEMBUHKAN WAJAH
PENDIDIKAN INDONESIA DARI JERAWAT?

Oleh: Rita Dwi Pratiwi


Dosen STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

ntuk sampai di masa depan, kita harus melewati siang

U dan malam serta matahari terbit sampai tenggelam.


Tak hanya itu, namun juga menghadapi setiap peristiwa
yang sedang terjadi saat ini. Segala yang terjadi hari ini,
berpengaruh untuk esok hari, lusa,bahkan sampai masa yang
akan datang atau masa depan. Bagaimana dengan wajah
pendidikan di Indonesia? Masa depannya sama, pasti
dipengaruhi oleh apa yang terjadi saat ini, bahkan mungkin masa
lalu. Sudahlah, sepertinya tak perlu membahas masa lalu apalagi
yang menyakitkan.
Fokus pada apa yang harus dilakukan saat ini untuk
memperbaiki wajah pendidikan yang sebelumnya mungkin masih
berjerawat, supaya di masa depan menjadi wajah yang mulus
dan lebih manis. Dikutip dari vivanews.com bahwa survei
kemampuan pelajar oleh PISA (Programme for International
Student Assessment) menempatkan Indonesia di peringkat ke-72
dari 77 negara.Survei PISA merupakan rujukan dalam menilai
kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan
membaca, matematika, dan sains. Sekarang kita sudah
mengetahui bagaimana wajah pendidikan Indonesia di tengah
dunia, maka mari memperbaikinya dengan seksama dan dalam
tempo sesingkat-singkatnya.

145
Sebelumnya kita harus mengetahui apa itu pendidikan,
karena tak kenal maka tak kepo (rasa ingin tahu yang lebih
tentang suatu hal). Bagaimana pula mau memperbaiki wajahnya
kalau rupanya saja belum pernah dilihat mata. Menurut UU
SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003: Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Jadi, pendidikan adalah usaha menciptakan suasana
belajar mengajar yang dilakukan dengan tujuan mengembangkan
potensi peserta didik dalam berbagai segi yang sudah disebutkan
di atas. Siapa yang harus melakukan usaha mewujudkan itu
semua? Tentunya berjuang dengan satu kaki tidak akan berjalan
lancar alias pincang. Maka dari itu, perlu ada dua kaki yaitu
pendidik dan peserta didik yang harus bekerjasama dengan
bantuan masyarakat dan para pendukung pendidikan lainnya.
Kembali ke tujuan, bahwa proses pembelajaran adalah
untuk menciptakan peserta didik yang berhasil mengembangkan
potensinya. Potensi supaya memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Lalu, dengan tujuan yang dicapai itu pada akhirnya harus
memberikan kemanfaatan untuk diri peserta didik dan
masyarakat di sekitarnya.Itulah mengapa pendidikan itu penting,
karena manfaatnya digunakan oleh seluruh kalangan masyarakat
dari kelas bawah sampai atas di seluruh wilayah Indonesia.
Bahkan mungkin juga berguna bagi masyarakat di dunia.

146
Dari semua potensi yang telah disebutkan di atas, tentu
ada hal yang paling mendominasi proses pendidikan yaitu bakat
dan minat. Apa semua peserta didik mempunyai bakat dan minat
yang sama? Tentu tidak, murid satu dengan yang lainnya
mempunyai bakat dan minat yang berbeda. Maka dari itu ada
yang namanya penjurusan. Namun, penjurusan di sekolah
dimulai saat usia SMA (Sekolah Menengah Atas). Lalu bagaimana
mengembangkan potensi bakat dan minat anak di usia PAUD
sampai SMP? Itulah tugas tenaga pendidik untuk memberikan
pembelajaran tanpa menuntut semua bidang pelajaran dikuasai
secara sempurna. Berikan sesuai kurikulum supaya ia berhasil
memenuhi nilai minimalnya. Lalu berikan tambahan
pembelajaran supaya berhasil memaksimalkan potensi minat dan
bakatnya.
Tugas seorang guru itu mendidik menjadi lebih baik,
bukan menuntut menjadi yang terbaik. Apabila seorang anak
pintar berbahasa dankurang pintar berhitung, bukan berarti ia
harus dituntut untuk mendapat nilai tinggi dan menekan
mentalnya. Mendapatkan nilai rata-rata adalah prestasi untuknya
yang tidak menyukai Matematika. Apalagi mata pelajaran
tersebut bukan tolak ukur untuk sukses di masa depan. Seniman
tidak peduli dan tak ingin tahu berapa jarak yang ditempuh untuk
menemukan toko buku. Ia hanya perlu mengetahui alamat toko
buku itu dan mendatanginya kapan pun dia mau untuk mengecek
buku hasil karyanya yang dipajang.
Membahas tentang tujuan yang akan dicapai, yang
berperan penting adalah tenaga pendidik dan apa yang
diberikannya kepada peserta didik serta bagaimana cara
penyampaianya. Pola pikir dan sikap murid dipengaruhi oleh cara

147
guru dalam memberikan pembelajaran, terlebih waktu
pertemuan mereka lebih banyak dibanding dengan orangtua atau
masyarakat sekitar. Rata-rata sekolah menerapkan jam belajar
dari pagi sampai siang, bahkan ada yang sampai sore hari. Maka
dari itu penting menjadi seorang tenaga pendidik yang selain
kompeten juga harus memiliki keahlian dalam berbagai bidang.
Keahlian dalam memberikan akhlak atau perilaku yang baik,
menanamkan kepedulian sosial supaya bermanfaat bagi
lingkungan keluarga dan masyarakat, dan lain-lain yang bisa
membangun karakternya. Terlebih tenaga pendidik punya
tanggungjawab membentuk karakter anak dari usia balita atau
PAUD. Hal itu berpengaruh hingga jenjang pendidikan berikutnya
bahkan kesehariannya di masa depan.
Hal yang memperbaiki wajah pendidikan di dunia adalah
kemampuan peserta didik dari segi akademik, itulah mengapa
peran tenaga pendidik atau guru sangat penting.Namun alangkah
lebih baiknya jika kita perbaiki dahulu wajah pendidikan di
lingkup negara, yaitu di Indonesia sendiri.Sehingga yang harus
dijadikan sorotan utama adalah bagaimana kita mewujudkan
tujuan pendidikan yang sudah disepakati.Meskipun survei PISA
pun bukan hal yang bisa diabaikan begitu saja.
***
Berbicara tentang pendidikan Indonesia, maka tak lepas
dari sosok Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berparas tampan
nan rupawan. Masih muda dan sudah membuat kecewa banyak
wanita karena statusnya yang sudah berkeluarga.Mantan CEO
Gojek ini sudah dipilih Presiden menjadi penanggungjawab untuk
merawat dan mengobati sisa-sisa jerawat yang seringkali masih
bermunculan di wajah pendidikan Indonesia. Coba kita mengulik

148
apa yang sedang direncanakan Mas Nadiem di tahun 2020 ini
untuk menjadikan wajah pendidikan di Indonesia menjadi lebih
baik dari berbagai sudut pandang. Lebih baik bagi seluruh
pemeran pendidikan antara lain; pelajar/mahasiswa, guru/dosen,
orangtua, masyarakat, dan lembaga pendidikan. Mendikbud
muda ini memulai kepemimpinannya dengan mengeluarkan
empat kebijakan pendidikan yang disebut “Merdeka
Belajar”.Program ini meliputi USBN (Ujian Sekolah Berstandar
Nasional), UN (Ujian Nasional), RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran), dan Peraturan PPDB (Penerimaan Peserta Didik
Baru).
Dilansir dari kompas.com berikut empat kebijakan
tersebut di atas:
1. Penilaian USBN komprehensif
Bahwa USBN tahun 2020 dilakukan dengan ujian yang
diselenggarakan oleh sekolah.Ujian dilakukan untuk menilai
kompetensi siswa dan dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis
atau bentuk penilaian komprehensif seperti portofolio dan
penugasan.Portofolio ini nantinya dapat dilakukan melalui tugas
kelompok, karya tulis, dan lain sebagainya.Hal tersebut
diharapkan menjadikan guru dan sekolah lebih merdeka dalam
penilaian hasil belajar siswa.
2. UN 2020 menjadi UN terakhir
Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi
Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang terdiri
dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi),
kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan
penguatan pendidikan karakter. Pelaksanaan ujian tersebut akan
dilakukan siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya

149
kelas 4, 8, 11) sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk
memperbaiki mutu pembelajaran. Kemudian, hasil ujian ini tidak
digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
Hal ini pun erat hubungannya untuk memperbaiki wajah
pendidikan Indonesia di dunia, mengingat tingkat survei PISA
yang mencakup kemampuan menggunakan bahasa dan
matematika. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pasti
menimbulkan pro dan kontra. Ada yang berbahagia dengan
ketiadaan UN, karena momok mengerikan di sekolah yang
menyebabkan banyaknya tekanan batin kini akan dihilangkan.
Menghemat uang les menghadapi ujian, menghilangkan
kesenjangan murid pintar dan belum pintar dalam sebuah
persaingan, dan tak ada lagi ujian percobaan yang dilakukan
berkali-kali dengan soal yang lebih menyulitkan dari ujian
nasional yang akan dihadapi. Dosa murid berkurang karena tak
akan ada niat mencontek atau berbuat curang. Menyelipkan
telepon genggam di sela-sela seragam pun mungkin tak akan lagi
ditemukan.
Sebagian orangtua pun mungkin turut bersyukur karena
penentuan kelulusan akan lebih mudah karena ditentukan oleh
sekolah. Tak lagi banyak memarahi anak yang tak mau belajar
selama ia memperhatikan dan mengikuti pelajaran di sekolah
secara maksimal. Beberapa orang yang tidak menyetujui
dihapuskannya UN mungkin merasa bahwa murid akan lebih
malas belajar dan latihan soal seperti sebelumnya. Motivasi
keseriusan dalam belajar untuk mendapatkan nilai maksimal
sebagai penentu kelulusan tidak lagi begitu besar.Generasi
sebelumnya pun banyak yang merasa iri karena adik kelasnya

150
tidak merasakan tekanan UN seperrtinya. Namun apa daya,
mereka jika disuruh mengulang sekolah juga tidak mungkin mau.
Sebenarnya tidak ada yang salah dari pendapat mereka,
karena masing-masing orang punya sudut pandang sendiri.Lalu,
antar generasi pun tak perlu saling iri. Karena ada susah
senangnya di masing-masing sistem pendidikan yang pernah
dialami oleh setiap generasi. Mungkin generasi dahulu
menghadapi UN itu sangat menyeramkan dan penuh tekanan,
tapi dari situ murid akhirnya mempunyai motivasi besar dalam
mendapatkan nilai di atas rata-rata supaya lulus.Mereka belajar
dengan lebih rajin bahkan membantu ekonomi para pengusaha
yang membuka usaha les.Selain itu, membantu pula para penjual
buku latihan soal ujian yang dagangannya telah dibeli oleh para
calon peserta UN.
3. Penyederhanaan RPP
Terkait penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Kemdikbud akan menyederhanakannya dengan
memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru
tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat,
menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen
inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
dan asesmen. Diharapkan penulisan RPP dilakukan dengan
efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu
untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran
itu sendiri. RPP cukup dibuat satu halaman saja.
Mungkin hal ini akan memberikan dampak positif bagi
kualitas tenaga pendidik di Indonesia. Para guru terbebas dari
RPP berlembar-lembar yang telah disederhanakan secara efektif.
Namun jangan lupa, di sini guru dituntut untuk lebih kreatif

151
dalam memilih, membuat, menggunakan, dan
mengembangkannya. Hal penting yang harus dimiliki oleh guru
adalah cara mengajar atau menyampaikan materi yang mudah
dimengerti siswa. Diutamakan untuk lebih komunikatif, karena
didiamkan itu tidak enak. Maka dari itu jangan sampai murid
merasakan seperti diabaikan oleh gurunya. Terlebuh potensi dan
minat seorang murid berbeda-beda dan tidak bisa disamakan.
Jika murid tidak pintar matematika bukan berarti harus dituntut
untuk mendapatkan nilai tinggi, karena mendapatlkan nilai
minimal saja itu sudah merupakan prestasi.Biarkan dia berfokus
pada mata pelajaran yang diminati supaya potensinya di bidang
itu bisa berkembang.
4. Zonasi lebih fleksibel
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tetap dilakukan
dengan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk
mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai
daerah. Menurut Nadiem, komposisi PPDB jalur zonasi dapat
menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15
persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Untuk jalur
prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi
daerah. Di dalam kebijakan ini, daerah berwenang menentukan
proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi.
Kebijakan zonasi sempat menjadi sebuah pro-kontra juga,
bahkan dari sejak pertama kali ditetapkan oleh Mendikbud
periode sebelumnya—Muhadjir Effendy.Sistem zonasi dianggap
menjadi penghalang murid berprestasi untuk mendapatkan
sekolah favorit. Membatasi pilihan untuk memilih sekolah yang
diinginkan calon peserta didik. Terlebih murid yang tinggal di
perbatasan dan lebih dekat dengan sekolah di kabupaten lain,

152
justru terkendala dengan akomodasi. Sehingga kemudahan akses
yang menjadi salah satu tujuan dikeluarkannya kebijakan ini pun
menjadi kurang tepat.
Dampak positifnya memang ada, yaitu memutuskan
kesenjangan antara murid pintar dan belum pintar di dalam satu
sekolah yang sama. Memungkinkan pertukaran ilmu
pengetahuan dan cara belajar antara murid tersebut melalui
diskusi atau kegiatan belajar saat di kelas. Pemerataan murid
untuk mengisi sekolah yang tadinya kurang peminat pun menjadi
salah satu dampak baiknya. Sehingga tidak ada ketimpangan
jumlah tenaga pendidik dan peserta didik di sebuah sekolah.
***
Beberapa hal yang sering disebut menjadi penyebab
merosotnya kualitas dan memunculkan jerawat di wajah
pendidikan Indonesia adalah kualitas tenaga pendidik atau
pengajar, sistem pendidikan, tenaga kependidikan, dan lembaga
pendidikan. Memang seperti apa sih rupa dari hal-hal yang
menjadi penyebab itu?

Kualitas Tenaga Pendidik


Kita analogikan tenaga pendidik sebagai hidung di wajah
pendidikan Indonesia.Bagaimana rasanya mempunyai hidung
yang berjerawat? Tentu terasa gatal, sakit, bahkan malu untuk
menampakkannya di depan orang lain. Fungsinya adalah untuk
bernafas, jadi akan bermasalah apabila tidak dapat difungsikan
dengan baik. Mungkin wajahnya akan membiru bagaikan langit
cerah di siang hari. Maka dari itu penting sekali hidung di wajah
mempunyai fungsi yang baik dan tentunya tidak berjerawat
supaya terlihat normal dan tidak memalukan.

153
Kompetensi atau kemampuan yang dimiliki oleh tenaga
pendidik atau pengajar di Indonesia masih sangat rendah,
padahal peran mereka sangat penting.Untuk menghasilkan murid
yang pintar, tentu membutuhkan sumber ilmu yang juga pintar
dan berkompeten.Mungkin perbaikan di lini ini bisa dilakukan
dengan seleksi yang lebih ketat dan tanpa nepotisme atau jalur
belakang.Guru yang berwibawa pun penting untuk menghadapi
murid yang berbagai rupa. Banyak hal yang kurang berfaedah
yang sudah terjadi tentang guru yang dianiaya, diajak bercanda
sampai jatuh cinta, tik tok bersama.Entah, tapi terkadang itu
berujung hal yang biasa saja dan malah menjadi alasan bahwa
guru adalah teman supaya menciptakan rasa percaya dan aman.
Siapa yang pernah menjadi murid dan mempunyai guru
idola? Wajar, hampir semua memilikinya.Guru idola membawa
pengaruh besar pada minat anak terhadap pembelajaran yang
diberikan. Menjadi semangat mengikuti pelajaran bahkan soal
sesulit apapun akan tampak mudah baginya. Memang, rasa suka
itu bisa mengalihkan dunia dan meskipun pahit seperti kopi tetap
saja bisa dinikmati. Tapi diidolakan karena apa, itu yang berbeda
antara dahulu dan sekarang. Dulu, guru idola itu yang penting
lucu dan cara mengajarnya mudah dipahami. Tetap memiliki
wibawa dan suka bercerita hal-hal menyenangkan meskipun
dilakukan berulang-ulang. Sekarang, guru idola adalah yang
cantik dan tampan. Masih muda dan merasa bisa dijadikan
teman, teman hidup misalnya.
Kembali ke kompetensi tenaga pengajar, bahwa mereka
harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan memiliki
kemampuan mengajarkannya. Selain itu ia harus mau terus
mempelajari hal-hal yang akan disampaikan kepada muridnya,

154
lalu tak lupa memiliki kreativitas dan cara mengajar yang mudah
dipahami. Mempunyai keterampilan dan sikap yang baik supaya
bisa memberikan contoh dalam bersosialisasi di lingkup sekolah,
rumah, maupun masyarakat luas. Akrab seperti seorang teman
dengan siswa itu bukan hal yang salah, yang terpenting adalah
tetap menjaga wibawa di depan mereka dan walinya. Guru tidak
gila hormat, tapi masih pantas dihormati dan dihargai meskipun
oleh orangtua wali.
Masalah yang seringkali terjadi dan belum diketahui cara
penanganannya di lingkup tenaga pendidik adalah guru honorer.
Beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab kualitas kurang
bisa dipastikan keunggulannya adalah karena belum ada seleksi
dari pihak dinas pendidikan seperti guru yang sudah menjadi
PNS. Selain itu, gaji kecil guru honorer pun menambah situasi
yang kurang kondusif di lingkungan pendidikan. Karena
bagaimanapun perekrutan guru honorer dilakukan secara
internal oleh sekolah, jadi gaji pun dari sekolah itu sendiri atau
dari sebagian dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dari
pemerintah. Guru honorer yang masih tersebar di sekolah dalam
jumlah banyak dipengaruhi oleh kurangnya tenaga pendidik yang
sudah berstatus PNS. Bahkan mungkin beberapa sekolah masih
ada ketimpangan jumlah dimana satu tempat memiliki tujuh guru
PNS sedang di tempat lain hanya ada 2 guru PNS saja.
Sistem Pendidikan
Jika tenaga pengajar kita ibaratkan dengan hidung, mari
kita jadikan sistem pendidikan sebagai mulutnya. Kalau mulut
berjerawat akan terlihat bengkak dan tentunya membuat wajah
terlihat kurang baik, dan rasanya pasti sakit. Untuk berbicara pun
sepertinya enggan, atau jika terpaksa berarti harus dengan

155
menahan rasa sakit.Lalu bagaimana mengobatinya, supaya bisa
berbicara kembali dengan lancar tanpa menahan sakit?Kemudian
membuat wajah pendidikan Indonesia ini tampak mempesona.
Menurut UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003: Sistem pendidikan
nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional.
Akhir-akhir ini, Indonesia masih dianggap krisis sumber
daya manusia terutama disebabkan kualitas pendidikan yang
kurang. Hal terpenting yang harus sangat diperbaiki adalah
tenaga pengajar. Karena untuk mencetak peserta didik menjadi
sumber daya manusia yang bagus dan hebat diperlukan pendidik
yang hebat pula. Tujuan Indonesia mencerdaskan kehidupan
bangsa sampai saat ini belum terpenuhi. Tampak dari banyaknya
anak usia sekolah yang tidak punya kesempatan untuk
mengenyam pendidikan. Lalu, bagaimana upaya kita
mewujudkan wajib belajar sembilan tahun bisa benar-benar
menjadi sesuatu yang harus dirasakan oleh seluruh anak
Indonesia?
Hal lain yang menjadikan peserta didik dalam kesulitan
adalah sistem belajar online. Karena tidak semua anak didik
mempunyai media yang diperlukan seperti handphone dan
komputer atau laptop.Teknologi memang penting untuk
menunjang perkembangan pendidikan Indonesia, tapi bagaimana
mungkin dengan mengabaikan anak didik yang tidak mempunyai
kemampuan untuk mengimbanginya. Bahkan untuk mencukupi
administrasi saja, orangtua sudah melakukannya dengan penuh
peluh dan juang. Hal ini semakin hari mungkin akan

156
memperbanyak tingkat putus sekolah di kalangan masyarakat
kelas menengah ke bawah.
Jangankan untuk berjuang, bahkan beberapa anak
mungkin sudah menyerah karena menyadari ketidakmampuan
orangtuanya dan memilih untuk membantu mencari penghasilan
untuk kehidupan sehari-hari. Mungkin sistem berbasis teknologi
harus dibarengi pula dengan pemerataan beasiswa untuk anak
berprestasi dan kurang mampu. Namun, alangkah lebih baiknya
jika menititikberatkan kepada kalangan menengah ke bawah
dahulu. Meskipun berprestasi, namun apabila ia anak dari
orangtua kalangan berkemampuan mungkin tak perlu
mendapatkan beasiswa lebih dahulu.
-Tenaga Kependidikan
Kita anggap tenaga pendidikan adalah mata di wajah
pendidikan Indonesia. Jerawat di mata pasti sangat sakit dan
akan mengganggu penglihatan. Seperti fungsi mata, tenaga
kependidikan bisa berperan sebagai pengawas. Namun tetap
berperan untuk membantu kelancaran proses pendidikan di
Indonesia.
Orang yang berperan sebagai tenaga kependidikan adalah
orangtua murid dan masyarakat luas yang peduli akan
pendidikan. Peran orangtua sangat penting untuk menjadikan
seorang anak yang menjadi peserta didikmempunyai bekal ilmu.
Tak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar orangtua adalah guru
pertama untuk sang anak. Tingkat keberhasilan pendidikan
seorang anak sangat dipengaruhi oleh dukungan orangtua.Karena
bagaimanapun, orangtua yang bertanggungjawab atas kegiatan
belajar mata pelajaran dan sosialisasi anak di rumah. Maka dari
itu, sangat disayangkan ketika orangtua menyerahkan

157
sepenuhnya pendidikan anak kepada pengajarnya di sekolah.
Malah seringkali hanya ikut andil dalam mengkritik pengajar yang
tidak sesuai keinginannya.Belum lagi ingin ikut serta mengatur
hal-hal yang terjadi di sekolah dengan dalih memberikan yang
terbaik untuk anaknya.
Peran yang seharusnya diberikan oleh orangtua murid
adalah sebagai berikut:
1. Ciptakan suasana nyaman di rumah untuk memberi ruang
belajar yang kondusif, kalau perlu temani ia belajar supaya
bersemangat. Belajar tak hanya tentang mata pelajaran,
namun ajari juga kepada anak mengenai bagaimana
bersosialisasi, berperilaku, dan berbudi pekerti.
2. Berikan fasilitas yang mencukupi sesuai kemampuan, minimal
peralatan sekolah dan administrasinya. Bagi yang lebih
mampu, bisa menyiapkan dana dan asuransi pendidikan lebih
awal. Alangkah beruntungnya jika sang anak berprestasi dan
mendapatkan beasiswa. Selalu dukung anak sesuai minatnya,
karena bisa jadi dari minatnya ia akan mendapatkan biaya
pendidikan gratisnya.
3. Turuti anak untuk bersekolah sesuai minat dan bakatnya.
Karena dari pilihan sekolah akan menentukan kenyamanan si
anak dalam kegiatan belajar dan tentunya mendekatkannya
pada cita-cita yang ingin dicapai. Contohnya apabila anak
menyukai musik, carikan sekolah musik sesuai kemampuan
atau setidaknya pilihkan sekolah yang memiliki
ekstrakurikuler musik di dalamnya. Jangan sampai memaksa
anak untuk masuk ke sebuah sekolah atau perguruan tinggi
sesuai profesi yang orangtua inginkan. Meski menurut
orangtua jurusan yang dipilih akan menjamin kehidupannya,

158
namun sangat disayangkan jika anak merasa tertekan dan
tidak nyaman dalam menjalaninya di masa depan.
4. Memberikan perhatian dan kasih sayang dalam proses
belajarnya, entah di rumah maupun di sekolah. Apabila ia
kesulitan belajar di rumah, maka bantu ia mencari solusi
supaya bisa melanjarkan kegiatannya. Lalu untuk
meminimalisir masalah yang ia dapatkan di sekolah, selalu
ajak ia bicara dan berdiskusi di luar kegiatan belajarnya.
Tentang apa yang terjadi di sekolah dan kesulitan yang
mungkin mengganggu belajarnya.

-Lembaga Pendidikan
Terakhir, kita ibaratkan lembaga pendidikan sebagai dahi
dan kedua pipi. Apakah dahi dan pipi berjerawat mengganggu
tampilan wajah? Tentu saja sangat mengganggu dan sakit
rasanya. Malunya pun tak kalah luar biasa, karena terkadang
tepat di pusatnya hingga seperti orang India. Lembaga
pendidikan adalah wadah atau tempat dimana proses pendidikan
berlangsung. Ia bertugas memberikan kenyamanan, keamanan,
dan fasilitas yang menunjang terlaksananya proses pendidikan.
Tempat pendidikan pun mempunyai beberapa cakupan, yaitu
pendidikan formal (sekolah atau kampus), informal (keluarga),
dan non formal (masyarakat).
Pendidikan formal akan menyediakan tempat kala peserta
didik berusia dini, yaitu lembaga pendidikan PAUD hingga
perguruan tinggi. Pendidikan formal harus menyediakan tempat
nyaman dan petugas yang bisa diandalkan yaitu tenaga pendidik
atau pengajar.Fokus seorang guru seharusnya bagaimana
mengajar yang baik.Kreatifitas dalam memberikan materi belajar

159
yang mudah diterima dan dipahami siswa sangat diharapkan.
Jangan sampai seorang pengajar hanya mementingkan murid
yang pintar dan mengabaikan yang belum pintar. Apalagi
mengajar tanpa interaksi dengan semua murid, lalu
membiarkannya tanpa perubahan dan perkembangan dari waktu
ke waktu.Karena bagaimanapun tujuan pendidikan adalah
mencetak sumber daya manusia yang cerdas dan berguna bagi
bangsa. Tak hanya mencetak beberapa manusia pintar saja, dan
alangkah baiknya jika ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia
Indonesia merata atau setidaknya mencapai rata-rata.
Tak sedikit ditemukan kisah guru yang tak fokus karena
penghasilan yang kurang dari sekolah. Entah siapa yang bisa
bertanggungjawab karena status guru honorer yang bergaji kecil
akhirnya membagi fokusnya untuk mendapatkan penghasilan di
tempat lain. Tak hanya guru, tenaga pendidik di tingkat
perguruan tinggi pun perlu perbaikan. Tak perlu memunculkan
kesan guru killer untuk dihormati, kewibawaan dan kecerdasan
bisa dijadikan pilihan. Terlebih citra dosen yang merasa sibuk dan
sulit dicari terutama di saat membimbing skripsi. Memang skripsi
perlu usaha dan perjuangan, tapi tidak semua mahasiswa
berkapasitas untuk mengejar segala hal yang diinginkan
dosennya.
Pendidikan informal diberikan oleh keluarga terutama
orangtua. Ini terjadi sebagian besar di rumah dan menjadi
tempat penerimaan pelajaran untuk pertama kalinya.
Diutamakan untuk lebih memberikan pelajaran tentang cara
bersikap, berbudi pekerti dan bersosialisasi yang baik. Selain itu,
memberikan dukungan penuh atas minat dan bakat yang dimiliki
anak sangat berpengaruh untuk kelangsungan pendidikan

160
formalnya.Lalu tak lupa untuk memberikan motivasi dan kondisi
tempat belajar yang nyaman bagi anak di rumah. Supaya anak
senang dan nyaman saat belajar di rumah, kemudian alangkah
lebih baiknya jika mau menemani dan memberikan solusi seputar
permasalahan yang dihadapi di sekolah. Lalu, peran lembaga
pendidikan non formal (masyarakat) adalah mengembangkan
potensi dari sisi individu. Yaitu menciptakan sebuah situasi yang
kondusif dalam besosialisasi dan berbagi ilmu yang di dapat dari
masyarakat itu sendiri. Hal tersebut adalah melestarikan
kebudayaan setempat, berbagi pengalaman yang didapat dari
pendidikan formal dan informal, serta berpartisipasi dalam
kehidupan sosial yang bermanfaat untuk satu sama lain.
Tak ada yang salah dari wajah pendidikan Indonesia,
hanya saja sepertinya masih kurang mulus jika dipandang mata.
Terlebih jerawat masih sering tumbuh di berbagai sisi seperti
hidung, bibir, telinga, dahi, dan pipi. Masyarakat di Indonesia
membutuhkan sumber daya manusia yang bisa membawa
mereka bangkit dari kesulitan ekonomi dan berbagai lini. Akhir-
akhir ini Mas Mendikbud telah berupaya memperbaiki wajah
yang sedang berjerawat ini melalui carablue print. Blue print—
cetak biru adalah kerangka kerja terperinci sebagai landasan
dalam pembuatan kebijakan yang meliputi penetapan tujuan dan
sasaran, penyusunan strategi, pelaksanaan program dan fokus
kegiatan serta langkah-langkah atau implementasi yang harus
dilaksanakan oleh setiap unit di lingkungan kerja (Wikipedia).
Menunggu blue print hadir di pendidikan Indonesia seperti
mencoba obat jerawat yang sudah dipakai setiap hari namun
belum sembuh juga. Ya, perlu proses untuk menjadikan wajah
mulus kembali. [*]

161
Tentang Penulis

Menyelesaikan Pendidikan S1 di Prodi


Keprawatan di Universitas Gadjah Mada
University , September 28th, 2006 - May
19th, 2010. Kemudian, Menyelesaikan
Pendidikan S2 di Akdeniz University -
Turkey dengan gelar akademik Master of
Science / Nursing Science / Sept 1st, 2014
- July 14th, 2017, kemudian mengikuti
Internship Nursing program / Gadjah Mada University – Indonesia
Mei 23th, 2010 - September 20th, 2011. Saat ini berstatus Dosen
tetap di STIKes Widya Dharma Husada Tangerang, sejak
September 2011

162
ARGUMENTASI: PRINSIP HUMANISASI
DALAM PENDIDIKANTERSISA 25%

Oleh: Sonny Santosa


Universitas Buddhi Dharma – Tangerang

endidikan berjalan pada setiap saat dan di segala

P tempat. Setiap orang, baik anak-anak maupun orang


dewasa mengalami proses pendidikan, lewatapa yang
dijumpai atau apa yang dikerjakan. Walaupun tidak ada
pendidikan yang sengaja diberikan, tetap saja pada esensi
awalnya setiap orang akan terus belajar dari lingkungannya,
meskipun indikator menunjukkan bahwa mutu pendidikan di
Indonesia belumlah menggembirakan, sedang tantangan di masa
ini, seperti menghadapi era revolusi industri 4.0 serta
perdagangan bebas sangatlah berat. Di sini diperlukan suatu cara
yang tepat untuk mengatasinya, yakni melalui pendidikan yang
berorientasi pada kecakapan hidup (prinsip humanisasi) bagi
peserta didik.
Kita menyadari secara nyata bahwa pendidikan ilmiah
modern telah menciptakan lebih banyak masalah daripada
meningkatkan ilmu pengetahuan, kedamaian, kebahagiaan dan
ketentraman itu sendiri. Pemerintah selalu melakukan upaya
untuk mempertahankan eksistensi dari kedamaian, kebahagiaan
serta ketentraman dengan memberikan semacam hukuman bagi
mereka yang melanggar hukum di suatu cakupan wilayah atau
Negara tersebut, namun faktanya di seluruh dunia kejahatan
serta perbuatan tidak bermoral lainnya tetap saja menunjukkan

163
angka peningkatan yang tidak cenderung menurun, hal ini
dikarenakan untuk membasmi kejahatan tidaklah cukup dengan
mengkondisikan “ketakutan akan hukuman” namun jauh lebih
daripada itu terdapat nilai didalam diri manusia yang cenderung
menjadi pagar pembatas untuk manusia yang akan melakukan
kejahatan, hal inilah yang dimaksud penulis sebagai prinsip
humanisasi.
Prinsip humanisasi sangatlah penting diperlukan dalam
proses pendidikan, proses transformasi pengetahuan itu sendiri
kepada peserta didik, apapun mata pelajaran/mata kuliahnya.
Kita melihat ditelevisi dan atau media social lainnya, begitu
banyak berita yang berisi berbagai kejahatan yang dilakukan dari
semua kalangan usia. Bila kejahatan pencurian seperti korupsi
telah begitu merajalela, berlangsung secara bersama-sama dan
sistematis, bila kejahatan pembunuhan sudah begitu lumrah dan
berlangsung secara sadis tidak mengenal usia, bila kejahatan
dalam perilaku seksual sudah menjadi pemandangan sehari-hari
dan berlangsung tidak mengenal usia dan kalangan serta status
social, lalu kesemua ini sebagai pertanda apa.?
Dalam Ajaran Buddha, Sang Buddha bersabda: Dveme,
Bhikkhave, Dhamma Sukka Lokam Palenti. Katame dve? Hiri ca
ottappañca, yang mempunyai arti: Para bhikkhu, dua hal ini baik
secara moral sebagai pelindung dunia.Apakah yang dua hal itu?
Malu berbuat jahat (Bahasa Pali: Hiri)dan Takut akan akibat dari
perbuatan jahat (Bahasa Pali: Ottapa). (Cariya Sutta-Anguttara
Nikaya). Hidup di era ketika kita selalu diprovokasi melalui setiap
kesempatan yang ada untuk menyimpang dari norma dan
kebenaran moral, dan ketika berada pada titik ke-tidak-tenang-
an sosial, kesulitan ekonomi, dan konflik politik yang memicu ber-

164
kobarnya emosi diri, kebutuhan terhadap perlindungan
tambahan menjadi suatu keharusan: melindungi diri, melindungi
dunia ini. Pertanda apakah bila rasa malu telah dikalahkan oleh
hasrat nafsu duniawi, bila rasa bersalah dan hati nurani telah
tertimbun debu keserakahan dan kebodohan.? Akan jadi apakah
Negara ini, bila kejahatan demi kejahatan seakan tak berhenti
dan terus membumbung tanpa batas.? Apakah sempat terbesit
oleh kita sebagai insan yang sempat menempuh pendidikan dan
menyelesaikannya setingkat demi setingkat mengenai hal ini.?
Selamakedua hal ini (Hiri dan Ottapa) tertanam di dalam hati
setiap manusia, standar moral di dunia ini akan terjaga, akan
tetapi ketika pengaruh hiri dan ottappa berkurang, dunia
manusia akan jatuh ke dalam jurang di mana tidak adanya
perasaan malu akan perbuatan yang tidak baik, dan penuh
kekerasan, menjadi tidak dapat dibedakan antara manusia de-
ngan binatang. Hiri, perasaan malu, merujuk secara internal di
dalam diri kita; perasaan ini berakar pada harga diri dan
menyebabkan kita tidak berbuat jahat atas perasaan
kehormatan diri. Otappa, rasa takut akan akibat dari melakukan
perbuatan jahat, berorientasi secara eksternal. Hal ini merupakan
kesadaran moral yang memperingatkan kita akan konsekuensi
buruk setiap bertindak di luar nilai- nilai moralitas; disalahkan
dan hukuman dari pihak lain, buah karma buruk yang
menyakitkan, hambatan terhadap hasrat untuk mencapai pem-
bebasan dari penderitaan. Ingatkah rasa malu yang datang
menghampiri kita dikala kita datang terlambat ke sekolah, dan
ingkatkah kita akan rasa takut yang begitu luar biasa ketika kita
kepergok Sang Guru ketika kita bersama teman-teman sedang
merokok pertama kalinya.? Kini kemanakah rasa malu dan takut

165
itu.? Ketika kita mulai masuk ke jenjang lebih tinggi (tingkat
sarjana strata satu), kita lebih senang ketika ada dosen yang
berhalangan hadir, bahkan andaikan dosen tersebut hadir
didalam kelas kita, kita seperti menunjukkan sikap acuh tak acuh,
kita lebih focus kepada gameonline, chatting dan mungkin tidur
didalam kelas kita sendiri. Ya..inilah kondisi pendidikan kita saat
ini, agak miris.
Fenomena kehidupan dewasa ini yang begitu sarat
dengan kemerosotan moral dalam gemilang dan perburuan harta
semakin membentuk pribadi kita kearah yang semakin
materialistis dan hedonis telah disinyalir dan dikenal sejak dahulu
kala, cara apapun yang orang-orang lakukan untuk mencapai
tujuan rendah seperti itu akan selalu diupayakan, kini pendidikan
dihadapkan pada sebuah kondisi dimana nilai pendidikan itu akan
selalu bergeser secara makna. Pendidikan diharapkan mampu
menjadi “penawar” dalam kondisi pergeseran tersebut. Ketika
kita mempelajari sebuah pendidikan yang kurang berkembang
terhadap isu-isu strategis dimasyarakat, maka sudah dipastikan
bahwa kitapun akan menghadapi masalah-masalah dalam tingkat
psikologis. Pendidikan saat ini hanya membicarakan strategi
klasik seperti perburuan harta dan hedonis itu sendiri, namun
dibalik itu semua, tentu kita semua mengharapkan agar proses
pendidikan seperti itu harus dilakukan pembaharuan isi tanpa
merubah secara struktural esensi dari pendidikan tersebut. Coba
anda bayangkan, ketika penulis menghadapi kenyataan pahit
bahwa ketika mengajar matakuliah katakanlah matakuliah A
disalah satu kampus, ternyata apa yang tertuang didalam
rencana pembelajaran semesternya, penulis mendapati bahwa isi
materi pembahasan dan sumber buku acuannya adalah sama

166
seperti ketika penulis sewaktu masih menjadi mahasiswa muda
yang mengambil matakuliah A tersebut. Matakuliah A itu tidak
salah, namun ketika tidak dilakukan pembaharuan sedemikian
rupa untuk menjawab berbagai macam perubahan disetiap garis
waktu tersebut maka makna dari matakuliah itu akan menjadi
bias, misal dulu kita mendengar istilah pasar, namun diera
revolusi industry 4.0 seperti saat ini, pasar mengalami banyak
perubahan bentuk, ciri dan ragam, seperti melalui proses daring
dan semacamnya, dengan kata lain, pasarnya tetap ada, namun
isu strategis yang harus dimasukkan dalam bentuk variasi agar
lebih mengena, apakah anda setuju.?
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang
demikian pesat mengakibatkan inovasi pengetahuan begitu
melimpah. Begitu banyaknya pengetahuan baru, sehingga guru
pembimbing penulis mempunyai argumentasi yang cukup
menarik bahwa orang tidak akan mampu mempelajari
seluruhnya, walaupun dilakukan sepanjang hidupnya. Ambillah
beberapa pengetahuan yang bermanfaat tidak hanya untuk
urusan duniawi namun juga mampu mengembangkanprinsip
humanisasi yang kian hari semakin terasa menipis. Hal inilah yang
menjadi benang merah dengan pendidikan kita saat ini,
pendidikan tidak lagi dapat mengharapkan peserta didik untuk
mempelajari seluruh pengetahuan, karena itu dipilih bagian-
bagian esensial dan menjadi fondasinya.
Learning how to learn menjadi harapan baru agar dapat
digunakan untuk belajar sendiri, isu strategis kampus merdeka
yang diusung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia turut menjawab tantangan tersebut, belajar
bagaimana cara belajar merupakan sebuah harapan agara

167
seseorang diharapkan dapat mengembangkan diri dikemudian
hari. Perkembangan IPTEK yang cepat membuat pengetahuan
yang saat ini dianggap mutakhir seringkali akan cepat berubah
menjadi using setelah peserta didik lulus, dengan modal inilah,
peserta didik aka dapat lebih mempunyai kesempatan lebih
untuk mengembangkan pengetahuan serta potensi dirinya.
Kemajuan IPTEK yang tidak disertai dengan prinsip
humanisasi akan menimbulkan bahaya baru, banyak informasi
yang bisa kita lihat bahkan terhadap diri sendiri, bahwa begitu
kerasnya perjuangan seseorang untuk menaklukkan dunia ini
hingga kita sendiri melalaikan kesehatan kita dan menyerah pada
pemuasan nafsu dan akhirnya menjadi murid setia yang bergelar
“budak nafsu”, kecerdasan kita yang tidak terlatih menjadi
penyebab masalah kita, kita ini adalah manusia yang dapat
dikatakan sebagai satu-satunya makhluk hidup di dunia ini yang
telah mengembangkan pemikiran kita sendiri hingga kita dapat
mengerti bahwa suatu hari nanti kitapun akan menghadapi
kematian, inilah sebabnya kita terlalu mengkhawatirkan
kematian, padahal Tuhan telah memberikan kita modal yang
besar yang seringkali dilupakan yaitu sikap tenang. Meskipun
sedemikian kerasnya perjuangan kita ini, sekali lagi kita
dihadapkan bahwa dunia ini tidak akan selalu sejalan dengan
kemauan kita. Kenyataannya tidak ada seorang pun selain diri
kita sendiri yang dapat mengupayakan kebahagiaan dan
kesejahteraan kita. Menyadari hal ini kita harus mengatur
kehidupan kita dengan baik, kita seringkali menyalahkan dunia,
dan ini bukanlah karena ada yang salah dengan dunia namun
karena ada yang salah dengan kita. Oleh karena demikian kita
akan berada pada kesimpulan umum bahwa manfaat pendidikan

168
lebih diutamakan memiliki sisi orientasi pada prinsip humanisasi
bagi peserta didik agar dapat dijadikan bekal dalam menghadapi
dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik secara
pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga
Negara. Jika hal ini dapat dicapai, maka faktor ketergantungan
pada lapangan pekerjaan yang sudah ada, sebagai akibat dari
banyaknya pengangguran, akan dapat diturunkan, yang bearti
produktivitas nasional akan meningkat secara bertahap. Kerja
atau produktivitas lainnya merupakan cerminan hakekat manusia
itu sendiri.
Prinsip humanisasi dalam dunia pendidikan nampaknya
kini memang tersisa 25%, namun demikian tetap terdapat
harapan akan terbentuknya dunia yang baik, oleh karena itu di
titik pangkal inilah seharusnya kita semua kembali kepada nilai-
nilai luhur dari agama kita masing-masing akan esensi sebuah
nilai pendidikan, penulis meyakini semua agama pada prinsipnya
memiliki harapan dan tujuan yang sama untuk menekan egoisme
manusia, bahkan jika memungkinkan menghilangkan nafsu
egoisme. Pendidikan yang didapat oleh kita dan peserta didik
meskipun mengarah pada dunia materialistis meskipun bukanlah
sesuatu yang jelek, namun pemenuhan kebutuhan dan mencari
kekayaan yang dilakukan dengan cara-cara yang keliru atau salah
tidaklah dapat dibenarkan, belakangan ini banyak sekali
bermunculan kaum influencer yang baru, muda dan enerjik,
tuntutan keras akan pemenuhan kebutuhan justru membuat
ikatan yang semakin erat bagi yang bersangkutan, segala cara
dilakukan agar dapat memperoleh keuntungan, meskipun
dengan datangnya cibiran negatif dari para pengamat. Untuk itu
didalam proses sebuah pendidikan, perlu diiringi atau

169
ditumbuhkan cara-cara yang benar sesuai dengan fenomena
yang ada dalam mewujudkan kebutuhan hidup dan mencari
kekayaan. Tuntutan keras yang memunculkan akibat yang baru
sebagau kerja keras, bukanlah sesuatu yang hina melainkan
sebaliknya, hal ini merupakan wujud dari kemuliaan keberadaan
manusia itu sendiri, dan akan terasa hina bila kekayaan yang
diperoleh adalah bukan hasil dari upaya atau kerjanya sendiri.
Prinsip humanisasi merupakan tangan kepanjangan dari
kecakapan hidup. Meskipun pendidikan yang kita dan peserta
didik dipersatukan dalam lingkaran pendidikan pada akhirnya
pula diharapkan dapat menjadi sebuah pondasi kecakapan hidup,
orang yang tidak bekerja apakah tidak memerlukan prinsip
humanisasi atau kecakapan hidup ini? Kita lihat pada ibu kita
sendiri, ibu kita rata-rata memiliki pekerjaan yang berlabel di KTP
sebagai Ibu Rumah Tangga, apakah seorang Ibu Rumah Tangga
tidak memerlukan kecakapan hidup.? Jawaban sederhananya
adalah PASTI, iya pasti memerlukan kecakapan hidup meskipun
sebagai seorang ibu rumah tangga ataupun pensiunan sekalipun,
begitupula dengan orang yang sedang menempuh pendidikan
akan sangat perlu kecakapan hidup, karena sesungguhnya
kecakapan hidup merupakan kunci untuk menghadapi
permasalahannya sendiri. Kecakapan hidup yang penulis maksud
adalah kecakapan yang dimiliki ditiap matakuliah/matapelajaran
peserta didik, seperti kecakapan personal, kecakapan social,
kecakapan akademik dan kecakapan vokasi. Bisakah kecakapan
hidup tersebut dimasukkan dalam matakuliah atau
matapelajaran yang diberikan kepada peserta didik.? Kecakapan
hidup ini sangatlah diperlukan oleh siapapun, baik mereka yang
bekerja, belum bekerja, juga kepada mereka yang sedang

170
menempuh pendidikan atau terhambat untuk menempuh
pendidikan.
Bangsa Indonesia merupakan bagian integral dari
masyarakat dunia yang memiliki nilai religious yang cukup kental,
nilai religious ini tertuang di beberapa visi dari provinsi, kota
maupun kabupaten yang ada di Indonesia, sebagai contoh di Kota
Tangerang yang memiliki tambahan kata seperti Akhlakul
Karimah pada kalimat visinya, dimana kata-kata ini bagi penulis
menggambarkan esensi dari kecakapan hidup diatas. disinilah
pentingnya pembentukan jati diri dan kepribadian guna
menumbuhkembangkan penghayatan nilai-nilai etika, sosio dan
religious yang merupakan bagian integral dari pendidikan di
semua jenis dan jenjang. Pendeskripsian kecakapan hidup
sebagaimana dijelaskan diatas mempunyai arti yang sama
dengan yang kita miliki dalam dunia pendidikan yaitu
kompetensi.
Pendidikan juga merupakan sebuah system yang pada
dasarnya termasuk dalam sistematisasi dari proses perolehan
pengalaman tersebut, hal inilah yang membuat pengertian
pendidikan sebagai proses perolehan pengalaman belajar yang
berguna bagi peserta didik sesuai dengan amanat Undang-
Undang pendidikan kita. Pengalaman belajar inilah yang
diharapkan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki
peserta didik, sehingga siap digunakan untuk memecahkan
problema kehidupan yang dihadapinya, dimana pengalaman
belajar yang diperoleh peserta didik diharapkan juga mengilhami
mereka ketika menghadapi problema dalam kehidupan
sesungguhnya.

171
Bukankah ketika kita dilahirkan, kita telah menjalani
proses keberlanjutan dari pendidikan itu sendiri, orangtua kita
senantiasa mendidik kita, bahkan untuk hal-hal tertentu terkait
kompetensi, kitapun belajar dari sosok yang lebih dewasa dari
kita baik itu kepada orangtua maupun lingkungan, ketika
kehidupan semakin maju dan kompleks, masalah kehidupan dan
fenomenapun menjadi kompleks, kemudian dengan pendidikan
yang kita dapatkan tersebut diupayakan agar dapat
menyelesaikan atau mengatasi masalah tersebut dengan
dukungan wacana keilmuan yang kita dapatkan dari proses
pendidikan tersebut.Beberapa ahli menyebutkan bahwa
pelaksanaan pendidikan semacam itu haruslah disesuaikan
dengan tingkat perkembangan fisiologis dan psikologis peserta
didik, tanpa menghilangkan mata pelajaran/mata kuliah tersebut,
karena kedua hal ini merupakan rangkaian yang saling
mendukung, tetapi harus ditempatkan pada posisi yang
sebenarnya artinya dari sini kita dapat menarik dua indicator
penting dalam pendidikan itu sendiri, yaitu prinsip humanisasi
(kecakapan hidup) dengan substansi dari mata pelajaran/mata
kuliah tersebut.
Pada praktik keseharian dalam pendidikan kita
memerlukan semacam tabel bantuan untuk membantu para
pengajar melakukan identifikasi kecakapan hidup itu sendiri
sehingga dapat dikembangkan bersamaan dengan pembahasan
pokok tertentu. Misalnya penulis mengajar mata kuliah studi
kelayakan bisnis pada suatu kampus, ketika penulis hendak
membahas topic mengenai hambatan dalam berbisnis, maka
penulis harus berusaha mencari kecakapan hidup apa yang cocok
dan perlu dikembangkan. Mungkinkah kecakapan menggali dan

172
mengolah informasi dapat ditumbuhkan bersamaan dengan
pembahasan tersebut.? Mungkinkah aspek kerjasama juga dapat
ditumbuhkan misalnya melalui kerja kelompok.? Atau
mungkinkah kecakapan komunikasi dan kesadaran akan potensi
diri dapat ditumbuhkan bersamaan dengan topic yang akan
dibahas tersebut.? Semua pertanyaan tersebut akan mudah
ditemukan jawabannya didalam sebuah rencana pembelajaran
semester (RPS) berdasarkan tujuan umum dan khusus yang ingin
dicapai, sampai sini kita dapat melihat dengan jelas bahwa
kecakapan hidup (prinsip humanisasi) yang ingin dikembangkan
sebagai hasil identifikasi tersebut benar-benar dirancang untuk
ditumbuhkan dalam pembelajaran dan diukur hasilnya sebagai
hasil pembelajaran pada suatu unit pendidikan. Jika kita
berprinsip bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
kecakapan hidup, maka hasilnya harus dievaluasi dan dijadikan
salah satu tolak ukur utama hasil belajar. Tolak ukur utama dalam
evaluasi inilah yang menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan
bagi Bangsa Indonesia, Bangsa yang memiliki latar belakang
sejarah yang tidak pendek.
Kini, dengan adanya wabah pandemic covid-19 yang
hampir melanda seluruh Negara, salah satunya Indonesia, telah
banyak mempengaruhi berbagai aspek seperti pendidikan,
ekonomi, social dan tatanan system kemasyarakatan. Sifat dan
karakteristik sebuah lembaga pendidikan telah bergeser seiring
dengan perkembangan teknologi, bagi lembaga pendidikan yang
memiliki kapasitas teknologi yang cukup mungkin hal ini tidak
menjadi kendala besar, namun bagaimana dengan lembaga
pendidikan lainnya yang belum memiliki kapasitas teknologi yang
cukup.? Sebagai contoh, kita dapat menyaksikan disebuah berita

173
di televise, dimana ada seorang pendidik yang rela mendatangi
rumah demi rumah dari siswanya, hal ini tentu bukanlah sesuatu
hal yang disengaja, namun atas dasar kasih sayang seorang
pendidik dan ketulusannya untuk tetap turut mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Tapi nampaknya memang prinsip humanisasi dalam dunia
pendidikan tersisa 25 %, apakah para pembaca setuju.?
Disamping jawaban yang diberikan oleh para pembaca,
kenyataannya adalah contoh ketulusan dan kasih sayang yang
ditunjukkan oleh seorang pendidik tidak berbanding simetris
dengan ingatan para remaja, mahasiswa apapun sebutannya.
Dibidang pendidikan dan generasi muda, masih banyak kita temui
adanya perkelahian dan aksi anarkis antar peserta didik, dimulai
dari pelajar SD, SMP, SMA bahkan sampai mahasiswa terlibat
perkelahian antar sesama pelajar. Mahasiswa yang mendapat
tambahan sebutan dikata siswa yaitu “maha” nyatanya tidak
begitu diperhatikan makna sehingga kata-kata “maha” yang
diikuti “siswa” hanya menjadi sebuah simbolis bersifat
fatamorgana yang meninggalkan noda coretan di benak
masyarakat.
Kita sering melihat, para mahasiswa dalam meyalurkan
aspirasinya kadang juga diiringi dengan aksi pengrusakan fasilitas
pemerintah dan obyek vital, seperti kendaraan dan lainnya.
Bahkan beberapa kejadian yang sempat terliput media massa,
memperlihatkan kepada kita secara terbuka perkelahian antara
mahasiswa dengan warga masyarakat dan aparat keamanan
sebagai eksistensi kebrutalan dari kegiatan demonstrasi kerap
terjadi.

174
Mari di hari pendidikan nasional yang segera datang
nanti, kita bersama-sama merenung, bahwa kita sebenarnya
adalah Bangsa Indonesia yang memiliki banyak potensi, kekuatan
dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh berbagai
komponen bangsa, janganlah kita semua melewatkan
keunggulan-keunggulan tersebut untuk memecah persatuan dan
kesatuan NKRI tercinta kita. Jika para peserta didik ingin
menyampaikan atau menunjukkan adanya ketimpangan social,
dan ingin menyuarakan kebenaran, menuntut keadilan ataupun
menghapus adanya diskriminasi dan masalah social lainnya,
mengapa hal tersebut harus dilakukan melalui kekerasan dan
anarkis.?
Sekali lagi, Indonesia mempunyai sejarah sebagai bangsa
yang disegani dan dikagumi oleh bangsa-bangsa lain didunia.
Nilai prinsip humanisme tergambar dalam rautan tiap warga
Negara kita (Indonesia), keanekaragaman budaya, nilai budi yang
didarmakan, serta ditopang dengan kearifan local masyarakat
kita, diyakini mampu menyatukan perbedaaan yang ada, sebuah
ikatan kebersamaan untuk saling menghargai dan menghormati
yang tidak dapat diputus oleh siapapun.Janganlah para pembaca
terpukul dengan argumentasi saya mengenai prinsip humanisasi
dalam pendidikan tersisa 25%, riilnya meskipun tersisa 25%, ada
hal-hal pokok yang dapat kita jadikan sebagai modal untuk
meningkatkan kembali proporsi 25% tersebut ke persentase yang
lebih tinggi lagi didalam system pendidikan kita, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Kearifan local dan Pancasila
Nilai-nilai asli Indonesia terbukti mampu mengakomodir
semua kepentingan kelompok menjadi perpaduan yang

175
serasi dan harmonis. Nilai-nilai tersebut merupakan
kearifan local yang dapat membawa Indonesia ke puncak
kejayaan, diantaranya semangat gotong royong, tolong
menolong, kemajemukan dan nilai budi yang didarmakan
untuk masyarakat.
2. Semangat Gotong Royong
Semangat ini merupakan ciri kearifan local Bangsa
Indonesia yang ada sejak nenek moyang kita. Sebagai
contoh, ketika saat ini, Negeri tercinta kita sedang dilanda
wabah pandemic covid-19, maka seluruh elemen akan
bekerja sama secara bergotong royong untuk
mengerjakan pekerjaan pembangunan posko siaga tanpa
mengharapkan upah atau imbalan, bahkan mayoritas
warga di satuan masyarakat turut melakukan aksi derma
seperti makanan (bagi masyarakat yang kurang mampu)
dan uang (yang digunakan untuk membeli sarana
disinfektan serta pembuatan masker untuk dibagikan
kepada tiap warga) tanpa mengharapkan upah atau
imbalan, namun semata-mata agar tidak ada warga yang
menjadi korban bagian dari penularan mata rantai covid-
19.
3. Jiwa Kemajemukan
Jiwa kemajemukan ini sangat terlihat dalam kehidupan
bermasyarakat, dimana ketika dihadapkan pada
pekerjaan bersama, tak seorang pun warga yang
memandang latar belakang suku, agama, ras atau
golongan. Mereka meleburkan diri untuk kepentingan
bersama dan memelihara keharmonisan umum.
4. Nilai Budi Dharma

176
Nilai budi dharma ini merupakan ajaran hidup yang
diturunkan oleh nenek moyang Bangsa Indonesia agar
selalu menghormati dan menghargai orang lain, serta
memperlakukan orang lain seperti memperlakukan diri
sendiri, menghindari sikap sombong, angkuh atau sikap
lain yang dapat menimbulkan perselisihan.
Nilai-nilai kearifan local diatas merupakan sifat-sifat asli
bangsa kita, namun telah diracuni dan disamarkan oleh kekuatan
asing yang justry datang dari dalam diri kita sendiri. Budaya
kebersamaan seakan luntur oleh budaya pragmatis modern. Lagu
kebangsaan mulai ditinggalkan, nama pahlawan nasional hanya
menjadi penghias ruangan pemelajaran, bahkan lima butir
Pancasila sudah hampir dilupakan oleh generasi muda, bahkan
kerja bakti lingkungan yang dimaksudkan sebagai media
komunikasi angtar warga dan menimbulkan rasa ikut menjaga
(tidak hanya memiliki) fasilitas social atau umum, dianggap
sebagai kegiatan formalitas yang dapat ditinggalkan dengan cara
membayar sejumlah uang, saling sapa antar sesama menjadi hal
yang aneh, bahkan antar tetangga pun tidak kenal satu sama
lainnya, semangat kebersamaan seakan luntur dan membentuk
sikap individualistis, dan semua itu dapat terjadi hanya terdapat
sebuah handphone dan media chat serta aplikasi menarik lainnya
didalam genggaman tangan kita. Nilai-nilai itupula yang ketika
dicoba untuk dimasukkan kedalam tabel rencana pembelajaran
semester kita atau kurikulum yang mempunyai bentuk turunan
matakuliah akan turut membentuk :
1. Kesadaran eksistensi diri
2. Kesadaran potensi diri
3. Kecakapan menggali informasi

177
4. Kecakapan mengolah informasi
5. Kecakapan mengambil keputusan
6. Kecakapan memecah masalah
7. Kecakapan untuk berkomunikasi secara lisan
8. Kecakapan untuk berkomunikasi secara tulisan
9. Kecakapan untuk bekerjasama
10. Dan kecakapan prinsip humanisasi lainnya yang sesuai
dengan jenis pekerjaan yang digeluti.
Kesepuluh sikap diatas yang ketika dimasukkan dalam sebuah
matakuliah maka secara otomatis akan membentuk sebuah
budaya atau prinsip humanisasi. Kesepuluh sikap diatas pula yang
membuat pola pikir kita menjadi berubah bahwa apa yang kita
berikan untuk peserta didik bukanlah sesuatu yang bersifat benar
atau salah, melainkan baik atau buruk yang berorientasi pada
moralitas.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa sebuah lembaga pendidikan yang baik adalah tidak hanya
terbatas pada memproses sebuah intelektualisme namun juga
sikap kebajikan yang menyertai individu untuk selalu
mengembangkan prinsip humanisasi tersebut. Dengan adanya
prinsip humanisasi, maka akan mampu membawa kita kepada
sebuah lorong waktu yang menampilkan kepadakita secara
gamblang bahwa kita (Indonesia) memiliki nilai-nilai luhur
sebagai sebuah bangsa. Mengerti bahwa pendidikan merupakan
wujud sebuah cinta dan kasih sayang serta sikap atau prinsip
humanisasi yang harus selalu mendapat tempat pertama diatas
keuntungan semata. Adanya peserta didik yang pandai belum
tentu membuat sebuah Negara menjadi sejahtera, namun

178
kepandaian yang diiringi dengan prinsip humanisasi akan
membuat rakyat di sebuah Negara akan menjadi sejahtera.
Kita harus sadar bahwa Indonesia kita ini memiliki jiwa
nenek moyang sebagai patriot (penggambaran dari sebuah lagu:
nenek moyangku seorang pelaut,…), serta kekayaan alam yang
disuguhi air syurga dari Yang Kuasa, telah menjadikan Indonesia
sebagai salah satu pasar komoditas utama bagi Negara lain.
Kesempatan besar ini janganlah kita lewatkan begitu saja. Saya,
anda dan kita semua, bersama-sama dengan Pemerintah
tentunya melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus
berpegangan tangan yang erat guna membekali generasi
mudanya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui
program pendidikan yang tidak hanya berkualitas tetapi juga
berkebajikan, sehingga nilai prinsip humanisasi tidak mengalami
penurunan kembali ke titik nol.
Semua komponen bangsa harus membekali diri dengan
ilmu pengetahuan yang cukup, keahlian dan keterampilan sesuai
bidangnya, wawasan yang luas serta menyiapkan diri dengan
pengalaman nyata dilapangan untuk membentuk karakter
individu yang kuat dan berwawasan kebangsaan sehingga tidak
melunturkan sikap luhur diatas. [*]

Pertanyaan terakhir saya adalah: Apakah kita mau, PRINSIP


HUMANISASI DALAM PENDIDIKAN TERSISA 25% saja.?

179
Tentang Penulis

Sonny Santosa, Penulis telah menempuh


pendidikan Strata Satu (S1) di STIE Buddhi
Jurusan Akuntansi lulus pada tahun 2006
dan menempuh pendidikan Magister (S2)
di Universitas Muhammadiyah Tangerang
Jurusan Magister Manajemen lulus pada
tahun 2015.
Sejak tahun 2004 hingga saat ini penulis
bekerja sebagai Dosen Tetap Yayasan di
Universitas Buddhi Dharma Tangerang Banten, program studi
Manajemen. Penulis aktif dalam kegiatan menulis dan sempat
memenangkan beberapa kompetisi dibidang penulisan seperti :
Juara I (Lomba menulis karangan dalam rangka peringatan Hari
Pahlawan 2016, yang diadakan oleh PC Hikmahbudhi Jakarta),
Juara Harapan (Lomba menulis artikel dalam rangka
memperingati 145 tahun Renovasi Kelenteng Hok Tek Bio di
Salatiga, yang diadakan oleh Redaksi Genta Tridharma Hok Tek
Bio, Salatiga), selain itu penulis juga aktif membuat artikel di
Majalah Dhammacakka dan sempat menjadi topik utama didalam
majalah tersebut, Tulisan terbaru (periode Januari-April 2020)
yang sempat dipublis dalam buku bunga rampai berjudul :
1. Nasionalisme Religius : Sebagai Upaya Parsial Menuju Banten
Maju “Sumber Daya Manusia Menjadi Bagian Dalam
Indonesia Emas 2045”
2. Dimanakah Jembatan Tersebut.? (Dinamika Profesi Penulis
Diantara Komunikasi Dan Tantangan)

180
3. Argumentasi : Prinsip Humanisasi Dalam Pendidikan Tersisa
25%
4. Dream It, Wish It, Do It : Metamorfosis Sistem Pemelajaran

181
182
KEARIFAN LOKAL DALAM UPAYA
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

Toman Sony Tambunan

Pendahuluan
endidikan merupakan elemen terpenting yang tidak

P bisa terpisahkan dari unsur kehidupan manusia.


Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk
kecerdasan, keterampilan dan kepribadian untuk mewujudkan
kesuksesan dan keberhasilan seseorang. Keberhasilan seseorang
dalam kehidupannya banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
yang telah dicapainya serta ilmu pengetahuan yang diperolehnya.
Pendidikan memiliki peran strategis bagi kemajuan suatu bangsa
dan negara. Sebab pendidikan merupakan tolak ukur bagi
kecerdasan seseorang untuk mewujudkan keberhasilan
pembangunan bagi suatu negara. Dengan pendidikan juga
seseorang mampu berkompetisi di era persaingan yang semakin
ketat ini. Kebutuhan akan pendidikan yang lebih tinggi dirasakan
sangat penting bagi semua kalangan. Disamping untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih luas lagi, pendidikan
berfungsi merubah pola pikir (mindset) seseorang sehingga
mampu memikirkan, mencari solusi dan mengambil keputusan
yang bijak atas suatu permasalahan.
Kesadaran tentang pentingnya pendidikan dalam
membangun masa depan yang lebih baik telah mendorong
semua kalangan untuk selalu melakukan terobosan-terobosan
baru di bidang pendidikan dengan tujuan terciptanya sistem

183
pendidikan yang semakin berkualitas dan menghasilkan lulusan
yang memiliki kualitas yang akhirnya mampu berdaya saing
dalam semua aspek kehidupan. Pada Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ada disebutkan
beberapa prinsip penyelenggaraan pendidikan, yaitu pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; pendidikan
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan
sistem terbuka dan multimakna; pendidikan diselenggarakan
sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat; pendidikan
diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran; pendidikan diselenggarakan dengan
mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi
segenap warga masyarakat; pendidikan diselenggarakan dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran
serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.
Pada Pasal 36 ayat (2) disebutkan bahwa: ”Kurikulum pada
semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah, dan peserta didik”. Sementara pada Pasal 36 ayat (3)
disebutkan bahwa: ”Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa;
peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan;

184
tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia
kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional
dan nilai-nilai kebangsaan”.
Sistem pemerintahan Indonesia telah mengalami banyak
perubahan, mulai dari sistem pemerintahan dengan mekanisme
demokrasi liberal, bersifat federasi hingga sistem yang dianut
saat ini adalah demokrasi. Corak demokrasi yang lebih berdasar
pada dasar Negara adalah demokrasi pancasila, yaitu kekuasaan
rakyat atau kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat.
Memasuki era reformasi pada tahun 1998 menuntut agar terjadi
perubahan di segala bidang termasuk masalah birokrasi
pemerintahan di Indonesia. Pada era ini menuntut perubahan
terhadap tata pengelolaan pemerintahan dengan menjadikan
otonomi daerah sebagai penerapan (implementasi) tuntutan
globalisasi untuk memberdayakan daerah dengan cara diberikan
kewenanangan lebih luas. Substansi dari penyelenggaraan
otonomi adalah mengatur dan mengurus sendiri rumah tangga
daerah, baik pemerintahannya, sumber daya/potensi daerah,
pembangunan daerah serta masyarakatnya. Salah satu dari
tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan kemampuan
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis
pada potensi lokal. Sehingga kemampuan prakarsa dan
kreativitas pemerintah daerah akan terpacu.
Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang
lingkup utama, yaitu Ekonomi, Politik dan Sosial Budaya. Di
bidang ekonomi, pelaksanaan otonomi daerah harus menjamin
lancarnya kebijakan ekonomi nasional di daerah,
mengoptimalkan potensi ekonomi di daerah. Dalam konteks ini,

185
otonomi daerah akan membawa dampak meningkatnya
kesejahteraan bagi masyarakat di daerah. Di bidang politik,
pelaksanaan otonomi daerah yang dapat dipahami sebagai
proses untuk membuka kesempatan lahirnya pemimpin daerah
yang dipilih oleh masyarakat secara demokratis, terlaksananya
penyelenggaraan pemerintahan yang memiliki keperdulian
kepada masyarakat luas serta pengambilan keputusan yang tepat
dan bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas. Di
bidang sosial budaya, pelaksanaan otonomi daerah harus mampu
menciptakan kehidupan sosial yang lebih baik, dan melestarikan
nilai-nilai sosial budaya lokal.
Salah satu penerapan otonomi daerah bagi masing-masing
daerah adalah daerah dapat mengatur sendiri pemerintahannya
dibidang pendidikan dan salah satunya adalah membuat
kurikulum sekolah yang berbasis kearifan lokal sesuai keunggulan
atau potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Sehingga bagi anak didik dapat memahami dengan baik potensi
dan nilai-nilai budaya yang dimiliki daerahnya sendiri sesuai
dengan tuntunan ekonomi global. Catatan sejarah yang panjang
menunjukkan, masing-masing suku dibeberapa daerah memiliki
potensi kearifan lokal sendiri yang dapat diberdayakan menjadi
nilai tambah. Kearifan lokal dipandang sebagai sesuatu yang
mengandung kebaikan bagi kehidupan masyarakat yang
menganutnya. Nilai utama budaya yang dapat dimanfaatkan
sebagai local wisdom (kearifan lokal) dan human capital sangat
bermakna dalam membangun suatu suku bangsa dan daerahnya.
Pengertian Pendidikan Kearifan Lokal
Penulis mencoba mendefinisikan secara sederhana
pendidikan berbasis kearifan lokal, yaitu pendidikan yang

186
mengajarkan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat guna untuk dikenal, diketahui, dipahami, dan
dilestarikan dengan baik seperti budaya, adat istiadat dan
hukum-hukum/peraturan sehingga bermanfaat bagi peserta
didik.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Lebih lanjut dalan Undang-Undang tersebut disebutkan
prinsip penyelenggaraan pendidikan yang terdiri dari: Pertama,
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa. Kedua, Pendidikan diselenggarakan sebagai satu
kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
Ketiga, Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat. Keempat, Pendidikan
diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran. Kelima, Pendidikan diselenggarakan
dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat. Keenam, Pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen

187
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan: peningkatan iman dan takwa; peningkatan
akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat
peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan;
tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia
kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional
dan nilai-nilai kebangsaan
Secara yuridis, kurikulum pendidikan berbasis kearifan lokal
telah memiliki landasan yang jelas, yaitu:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004,
pada Pasal 14 ayat 1 yang berbunyi: ”Urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala
kabupaten/kota, salah satunya adalah penyelenggaraan
pendidikan”. Pada Pasal 22 disebutkan bahwa salah satu

188
kewajiban daerah dalam menyelenggarakan otonomi adalah
melestarikan nilai sosial budaya.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2000, pada Pasal 3 ayat E point 10 disebutkan bahwa salah
satu kewenangan propinsi di bidang pendidikan dan
kebudayaan adalah: ”Penyelenggaraan museum propinsi,
suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejaran dan
nilai tradisional serta pengembangan budaya dan bahasa
daerah”.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003,
pada Bab III Pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa: ”Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa”. Lebih lanjut, pada Bab X Pasal 36 ayat 2 dijelaskan
bahwa: ”Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik”.
Disamping itu, Pada Bab XIV Pasal 50 Ayat 5, berbunyi:
”Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar
dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang
berbasis keunggulan lokal”.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005, pada Bab III Pasal 14 Ayat 1 yang berbunyi: ”Kurikulum
untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dan
kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang
sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis
keunggulan lokal”. Pada Penjelasan Pasal 91 ayat 1 juga
dikatakan bahwa: ”Dalam rangka lebih mendorong

189
penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan denga
kebutuhan masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan
pendidikan tertentu yang berbasis keunggulan lokal”.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2010, pada Pasal 35 ayat 2 disebutkan bahwa: ”Pemerintah
kabupaten/kota melaksanakan dan/atau memfasilitasi
perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah
atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk
dikembangkan menjadi program dan/atau satuan
pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal”. Pada Pasal 45 ayat 2 juga disebutkan,
bahwa: ”Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat melaksankan dan/atau memfasilitasi perintisan
satuan atau program pendidikan yang sudah atau hampir
memenuhi Stándar Nasional Pendidikan untuk dikembnagkan
menjadi satuan atau program pendidikan bertaraf
internasional dan atau berbasis keunggulan lokal”.
Penerapan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Pendidikan kearifan lokal adalah upaya yang terencana
dalam proses pembelajaran melalui penggalian dan pemanfaatan
keunggulan daerah yang berlaku dimasyarakat sehingga
menambah pemahaman atau kompetensi serta perilaku bagi
peserta didik. Keunggulan lokal merupakan ciri khas yang dimiliki
oleh suatu daerah yang mencakup aspek ekonomi, budaya,
teknologi informasi dan komunikasi, dan ekologi dan
dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah
potensi sumber daya spesifik dimliki oleh suatu daerah yang
merupakan bagian dari ruang lingkup perencanaan

190
pembangunan suatu daerah. Salah satu upaya dalam
pengembangan pendidikan yang berbasis kearifan lokal adalah
melalui penerapan kurikulum pendidikan tentang budaya dan
bahasa dari suatu daerah. Seperti kita ketahui bersama,
Indonesia memiliki banyak suku dan budaya yang berlaku di
tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat. Bentuk keprihatinan
pada era digital saat ini, dimana generasi muda sudah banyak
melupakan budaya-budaya yang berlaku di masyarakat.
Untuk menjaga dan meningkatkan eksistensi budaya dan
bahasa dari suatu daerah, maka kepada generasi muda dan
penerus bangsa perlu ditanamkan rasa cinta terhadap nilai-nilai
budaya dan bahasa sebagai kebudayaan lokal. Salah satu cara
yang dapat dilakukan di jenjang pendidikan pendidikan
menengah pertama dan menengah atas/umum adalah dengan
cara mengintegrasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai
kearifan budaya lokal dalam proses pembelajaran, dan kegiatan
kesiswaan di sekolah. Tujuan yang diharapkan dari dipelajarinya
nilai-nilai budaya dan bahasa dari suatu daerah adalah
memperkenalkan kepada peserta didik atas nilai-nilai budaya dan
bahasa; menumbuhkembangkan kecintaan bagi perserta didik
atas budaya dan bahasa; serta dapat menjaga dan melestarikan
nilai-nilai budaya dan bahasa dari suatu daerah yang ada di
Indonesia.
Dalam mempelajari dan memahami nilai budaya dan
bahasa yang mengandung tiga nilai bagian besar, yaitu: Pertama,
Identitas Kesukubangsaan, merupakan internalisasi nilai yang
diwariskan oleh orang tua secara informal setiap anak sejak dari
kecil untuk membangun eksistensi ke-sukuannya, yang kelak
dapat merupakan jalan, wahana, dan alat memasuki tujuan

191
hidup. Kedua, Visi tujuan hidup, merupakan tujuan dari suatu
suku sebagai tujuan akhir yang diharapkan oleh setiap
masyarakat. Ketiga, Pedoman interaksi, merupakan landasan
interaksi masyarakat yang berfungsi menentukan kedudukan,
hak, dan kewajiban masyarakat, mengatur serta mengendalikan
perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi
dasar demokrasi untuk penyelesaian masalah terutama secara
musyawarah dan mufakat dalam masyarakat. Ketiga nilai
tersebut dapat dibuat suatu kurikulum dan mata pelajaran yang
mempelajari budaya dan bahasa tersebut, dimasing-masing
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama,
pendidikan menengah atas/umum, hingga pada jenjang
pendidikan tinggi. Penerapan dari pendidikan berbasis kearifan
lokal, dapat berupa:
- Proses pembelajaran dapat disajikan dengan materi tentang
Bahasa dan Aksara tulisan, Falsafah Budaya, Etos hidup dari
masyarakat, Rumpun Silsilah Keturunan, Adat istiadat sebagai
pedoman sistem sosial, Nilai-nilai Sosial utama dari suatu
Suku sebagai bentuk identitas ke-sukuannya, dan nilai-nilai
kearifan lokal lainnya.
- Pendidikan berbasis kearifan lokal guna meningkatkan
kreativitas dibidang seni, bisa dilakukan melalui kegiatan
mempelajari tari-tarian daerah, mempelajari lagu-lagu daerah
dan mempelajari alat musik daerah,
- Guna untuk lebih mendekatkan pemahaman siswa secara
praktek atas pendidikan kearifan lokal tersebut, dapat
dilakukan melalui diskusi kelompok, ceramah ilmiah,
pelatihan atau seminar yang bertemakan tentang budaya dan
sejarah dari suatu suku.

192
- Guna untuk lebih menumbuhkan minat dan kecintaan
peserta didik akan budaya dan bahasa daerah, maka dapat
dilakukan dengan menyelenggarakan lomba cerita rakyat
atau lomba menulis cerita tentang budaya daerah.
Penulis mencoba memberikan contoh yang sudah pernah
dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan memajukan dunia
pendidikan melalui penerapan pendidikan berbasis kearifan lokal,
diantaranya yaitu:
- Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah mengarahkan
pembangunan pendidikan berbasis kearifan lokal melalui
penerapan hukum syariat islam dalam kurikulum pendidikan,
sebagai pengawas sosial tingkah laku, serta sebagai pegangan
hidup masyarakat Aceh dalam melakukan berbagai tindakan.
Semua orang harus patuh kepada hukum syariat islam
tersebut. Hukum islam di Aceh juga digunakan sebagai
standar hukum untuk menghukum seseorang yang
melakukan pelanggaran-pelanggaran nilai-nilai sosial.
- Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi
Sumatera Utara untuk Tahun Ajaran 2015-2016 telah
memberlakukan muatan lokal dalam kurikulum pendidikan di
daerah untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.
Penerapan kurikulum muatan lokal tersebut diharapkan
mampu membangun karakter pelajar daerah berbasis nilai-
nilai (kearifan) lokal. Pemerintah Kabupaten Humbang
Hasundutan dalam menyusun kurikulum pendidikan dengan
menitikberatkan pada budaya dan bahasa Batak Toba. Seperti
diketahui, bahwa Kabupaten Humbang Hasundutan

193
merupakan daerah yang memiliki mayoritas masyarakat Suku
Batak Toba.
- Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera
Utara mengarahkan pembangunan pendidikan berbasis
kearifan lokal dengan menetapkan kurikulum pendidikan
tentang budaya dan bahasa suku Batak Toba untuk jenjang
pendidikan Dasar (SD), Menengah Pertama (SMP), Menengah
Atas/Umum (SMU/SMK), hingga Perguruan Tinggi.
- Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera
Utara mengarahkan pembangunan pendidikan berbasis
kearifan lokal dengan menerapkan pendidikan berbasis
perkebunan. Program tersebut untuk memotivasi daerah
memunculkan program pendidikan komoditas sebagai
pendidikan yang berbasis kearifan lokal.
- Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat telah
mengarahkan pembangunan pendidikannya pada penguatan
nilai-nilai (kearifan) lokal yang bersifat budaya, geografis,
teritorial, maupun bersifat capacity intelectual, sehingga
menciptakan kualitas individu yang memiliki kearifan
intelektual, emosional dan spiritual. Pemerintah Kabupaten
Purwakarta mengajarkan pengetahuan kepada peserta didik
dibidang pengembangbiakan ternak. Contoh penerapan
sistem pendidikan kearifan lokal yang sudah dilaksanakan
Pemerintah Kabupaten Purwakarta adalah dengan
memberikan satu ekor ternak bagi satu anak sekolah dasar
sekaligus memberikan pengetahuan untuk mengurus ternak
tersebut, sehingga suatu saat ternak tersebut dapat
berkembangbiak atau bertambah serta ternak tersebut bisa
dijual untuk menghasilkan uang untuk anak tersebut.

194
- Provinsi Jawa Barat mengarahkan pembangunan pendidikan
berbasis kearifan lokal dengan menetapkan mata pelajaran
tentang seni, budaya dan bahasa Sunda. Seni dan budaya
Jawa Barat dilatihkan kepada peserta didik dalam kegiatan
ekstrakurikuler.
- Provinsi Bali mengarahkan pembangunan pendidikan berbasis
kearifan lokal dengan menerapkan Filosofi nilai-nilai
kehidupan dalam masyarakat Bali (Hindu) serta budaya
gotong royong pada proses pembelajaran. Sejumlah potensi
kearifan lokal masyarakat Bali (Hindu) yang mengandung
nilai-nilai pembelajaran atau pendidikan, baik yang ada dalam
dokumen tertulis maupun yang dipraktikkan oleh masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari diaplikasikan ke dalam
pendidikan karakter di sekolah.
- Suku Tidung, Provinsi Kalimantan Timur mengarahkan
pembangunan pendidikan berbasis kearifan lokal dengan
menerapkan Beberapa nilai-nilai luhur dalam kearifan lokal
Suku Tidung yang ditransmisikan kepada peserta didik dalam
rangka pembentukan karakter. Nilai-nilai yang dapat digali
dari kearifan lokal Suku Tidung adalah menjaga ekosistem
alam; suka bekerja sama; kesederhanaan dan kemandirian;
dan kejujuran.
Jadi, guna mendukung kemajuan dunia pendidikan dan
perkembangan ilmu pengetahuan, maka masing-masing
Pemerintah Daerah harus membangun pendidikan melalui
kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai kebenaran yang nyata
serta bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Bentuk upaya lainnya guna pengembangan pendidikan
dalam pemanfaatan kearifan lokal, diantaranya adalah:

195
1. Pendidikan Berbasis Mitigasi Bencana. Keadaan alam pada
setiap daerah dan sekitarnya akhir-akhir ini menunjukkan
tanda kurang bersahabat, yang dimana perlu di sikapi.
Keadaan alam tersebut dapat menimbulkan suatu bencana
lingkungan yang dapat menimbulkan kerugian material dan
korban jiwa, misalnya banjir, tanah longsor, angin kencang,
dan potensi akan terjadinya gempa bumi. Salah satu bentuk
inovasi ilmu pengetahuan adalah dengan memasukkan
pendidikan kebencanaan dalam materi atau bahan ajar di
sekolah. Manfaatnya adalah agar para peserta didik
mengetahui untuk menyelamatkan diri ketika bencana alam
datang, sehingga mereka tidak menjadi korban. Pendidikan
mitigasi bencana merupakan pemahaman dan bentuk proses
belajar akan kondisi alam. Penyampaian materi kebencanaan
ini disampaikan dalam bentuk teori di ruang kelas dan
berbentuk simulasi di alam terbuka dalam menghadapi
gempa. Untuk mendukung smart environment, masyarakat
juga perlu diberikan pengetahuan pra bencana melalui
pendidikan pengelolaan lingkungan yang sehat. Pemerintah
Daerah harus mampu mengajak serta merubah pola pikir
(mindset) masyarakat unuk sadar dengan lingkungan
sekitarnya. Hal ini tersebut dapat dicapai dengan
memberikan edukasi terhadap masyarakat akan pentingnya
hidup bersih; menjaga dan melestarikan lingkungan; serta
memanfaatkan sampah untuk dikelola menjadi sesuatu yang
bernilai. Pendidikan berbasis Smart Environment dicanangkan
melalui program pendidikan berwawasan lingkungan hidup
yang mengacu kepada konsep ekonomi hijau (green
economy), dimana pemanfaatan sumber daya alam dikelola

196
dengan baik tanpa merusak (mencemari) lingkungan sehingga
kuantitas, kualitas dan nilai ekonominya tetap terjaga untuk
mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Disamping itu juga, Pemerintah Daerah berupaya
mewujudkan Smart Environment dengan mencanangkan
program dan kegiatan yang berbentuk pelestarian lingkungan
yang bersih, asri, hijau, asri dan sehat
2. Fokus melakukan program penelitian dan pengembangan. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara mengarahkan setiap daerah
untuk menjadi daerah yang fokus dalam melakukan program-
program penelitian sebagai bentuk dari pengembangan ilmu
pengetahuan. Tindakan nyatanya adalah penetapan pada
suatu wilayah tertentu yang ada di daerahnya untuk dapat
dijadikan sebagai tempat kawasan pusat penelitian terpadu
bagi semua disiplin ilmu. Pusat penelitian tersebut wajib
dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang lengkap dan
memadai, sehingga semua proses penelitian dapat berjalan
dengan baik. Bentuk tempat penelitian tersebut dapat
berbentuk pembangunan laboratorium untuk mendalami
anatomi makhluk hidup; bangunan bersejarah (museum)
untuk mendalami ilmu sejarah dan kehidupan masa lampau;
tempat penelitian bagi pengembangan teknologi industri,
otomotif, informasi dan komunikasi; pusat pengembangan
keterampilan dan keahlian bagi masyarakat; dan berbagai
bentuk tempat penelitian lainnya. Pembangunan kawasan
pusat penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan
berbagai penelitian bersifat inovasi dan kreativitas yang dapat
memajukan dunia pendidikan di kota tersebut, mendukung
pembangunan kota, serta sekaligus mendorong

197
pengembangan dunia usaha. Dengan adanya dukungan
kegiatan penelitian, maka berbagai disiplin ilmu dapat
dikembangkan dan akhirnya berkontribusi dalam
memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Jadi, guna
mendukung kemajuan dunia pendidikan dan perkembangan
ilmu pengetahuan, maka Pemerintah Daerah juga harus
menetapkan suatu wilayah tertentu yang ada di kotanya dan
menginvestasikan modalnya untuk dapat dijadikan sebagai
tempat kawasan pusat penelitian terpadu. Penulis mencoba
memberikan contoh nyata yang telah dilakukan oleh
beberapa pemerintah daerah dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan memajukan dunia pendidikan melalui
penetapan program-program penelitian, yaitu: Pertama,
Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Provinsi Jawa Timur akan
membangun pusat laboratorium dan penelitian garam tingkat
nasional sebagai bentuk upaya mengetahui kualitas garam di
wilayah itu. Kabupaten Pamekasan merupakan daerah pusat
produksi garam terbanyak di tingkat nasional. Kedua,
Pemerintah Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat dijadikan sebagai
pusat pengembangan anggrek Indonesia. Bogor memiliki
potensi besar untuk melakukan pengembangan anggrek yang
tidak ada dimiliki oleh daerah lain, sehingga Kota Bogor
membuat lembaga penelitian dan pengembangan koleksi
anggrek spesies yang lengkap di Kebun Raya Bogor. Kebun
Raya Bogor merupakan lembaga konservasi berbagai jenis
tumbuhan di Indonesia. Ketiga, Pemerintah Kabupaten
Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah akan menjadikan
daerahnya sebagai pusat penelitian dan kajian sejarah Jawa
tingkat dunia. Kabupaten Wonosobo berupaya membangun

198
sebuah museum yang diproyeksikan mampu menguak
sejarah peradaban Jawa. (sumber: www.wonosobokab.go.id,
diakses 6 Agustus 2015). Keempat, Pemerintah Kabupaten
Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah akan menjadikan
daerahnya sebagai pusat penelitian dan pengembangan
tanaman gaharu di Provinsi Kalimantan Tengah. Selain itu,
Kabupaten Lamandau menetapkan sebagai daerah
percontohan dan pusat pembibitan tanaman gaharu.
(sumber: www.lamandaukab.go.id, diakses 6 Agustus 2015).
Kelima, Pemerintah Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi
Tenggara akan menjadikan daerahnya sebagai Pusat
Penelitian keanekaragaman hayati dengan penggunaan
teknologi Microsoft. Pemerintah Kabupaten Wakatobi akan
membangun International Center of Excellence untuk
penelitian keanekaragaman hayati terumbu karang, dengan
mengadopsi teknologi kelas dunia yang bekerjasama dengan
PT. Microsoft Indonesia dalam mengembangkan teknologi
informasi yang akan diaplikasikan untuk kegiatan penelitian.
3. Mendirikan Pusat Pembelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi (ICT). Salah satu upaya dalam melakukan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi
kemajuan dunia pendidikan adalah Pemerintah Daerah
mendirikan Pusat Pembelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi (information communication technology/ICT
Centre). Pendirian ICT Centre ini merupakan salah satu upaya
mencerdaskan masyarakat di daerah tersebut; mendorong
tumbuhnya berbagai inovasi dalam sistem pendidikan; serta
membantu masyarakat dapat dengan mudah mengakses
perangkat ICT yang disediakan.

199
TENTANG PENULIS
Toman Sony Tambunan, lahir di Medan bekerja sebagai Aparatur
Sipil Negara (ASN), dimana sebelumnya bekerja dan berkarya di
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara sejak Tahun 2006 hingga
2013, dan sejak Tahun 2014 hingga sekarang berkarya di
Pemerintah Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Beberapa
jabatan struktural yang strategis di birokrasi pemerintahan
pernah diduduki. Penulis menyelesaikan Strata-1 (Fakultas
Ekonomi, Jurusan Manajemen) pada Tahun 2003 dan Strata-2
(M.Si, jurusan Sains Manajemen) pada Tahun 2010 di Universitas
Sumatera Utara, Medan. Saat ini, Penulis sedang menyelesaikan
studi Program Doktor Ilmu Manajemen di Universitas Sumatera
Utara.
Penulis sudah banyak mempublikasikan tulisannya dalam
bentuk buku oleh penerbit berskala nasional, diantaranya:
”Kamus Pemerintahan” tahun 2015; ”Pemimpin dan
Kepemimpinan” tahun 2015; ”Glosarium Istilah Pemerintahan”
tahun 2016; ”Koperasi” tahun 2017; ”Kepemimpinan Berbasis
Kecerdasan” tahun 2018; ” Arif dalam Memaknai” tahun 2019;
”Hukum Bisnis” tahun 2019; ”Standar Operasional Prosedur Bagi
Instansi Pemerintah” tahun 2019 dan ”Manajemen Koperasi”
tahun 2019.
Selain itu juga, pernah ikutserta sebagai Kontributor
Penulis dalam buku: ”Opini Kami untuk 67 Tahun Koperasi
Indonesia” tahun 2014; ”Aksara Langit: Sebuah Antologi Puisi”
tahun 2019. Penulis aktif sebagai anggota maupun pengurus
dalam organisasi profesi keahlian, organisasi di lingkungan
akademisi, dan beberapa organisasi sosial lainnya.

200
PENDIDIKAN BERBASIS VOKASI DAN
AGAMA KUNCI PENYEIMBANG GERAK
REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Oleh: Udi Iswadi


Dosen Tetap STIE Al Khairiyah Cilegon

anjir akan membawa segala sesuatu dari hulu menuju

B hilir, baik berupa tanah, pasir, bebatuan, kayu dan lain


sebagainya. Semua terbawa tanpa dapat tersaring dan
menyebabkan persoalan baru di beberapa titik jalur sungai dan
sudah barang tentu masalahnya yang terjadi adalah masalah
yang berkonotasi negatif, analogi yang sesuai dengan keadaan
zaman sekarang dimana dunia pendidikan dan industri 4.0
membuat siswa ataupun mahasiswa sudah tidak lagi memiliki
aturan, tata krama dan norma dalam membangun pergaulan
sehingga karakter yang tumbuh adalah karakter berpendidikan
namun minim moralitas, persoalan lain yang tidak kalah menarik
yaitu banyaknya lulusan sarjana dan sekolah menengah atas yang
tidak dapat bersaing dan tidak kompeten saat masuk ke ranah
dunia kerja, jika pun dapat masuk lebih karena adanya kongsi dan
relasi. Sebuah tatanan wajah pendidikan Indonesia yang carut
marut dan membutuhkan penanganan serius dan komprehensif
dengan melibatkan semua elemen masyarakat yang ada serta
komitmen yang tinggi dari Pemerintah sebagai garda penggerak
pendidikan.

201
Sebuah pepatah yang menyatakan kekuatan suatu bangsa
adalah pemudanya, pemuda yang terdidik dan memiliki
kemampuan akan selalu dapat bersaing di pusaran revolusi
industri seperti sekarang ini. Program Nawacita pemerintah
menempatkan program pendidikan vokasi menjadi target utama
pembangunan manusia dari segi pendidikan.
Ruang lingkupnya yaitu berfokus pada integrasi
komprehensif dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi dan
memiliki link and matchsehingga diharapkan dunia kerja dan
wirausaha dapat direngkuh oleh pemuda-pemudi bangsa ini.
Roda ekonomi wajib kita yang mengendalikan, lantas siapa kalau
bukan kita semua generasi muda harapan bangsa dan pemegang
estafet pembangunan bangsa. Dalam rangka memperkuat dan
mensinergikan tujuan tersebut , Presiden melalui Menteri
Pendidikan sampai mengeluarkan Inpres (Instruksi Presiden) atas
hal ini.
Apa yang mendasari bahwa pendidikan vokasi target
utama ternyata jawabnya adalah daya saing dan kompetensi.
Indonesia sudah menandatangani perjanjian pasar bebas yang
berarti negara dan masyarakat Indonesia mau tidak mau harus
siap berhadapan dengan bangsa luar baik dari sisi daya saing
sumber daya manusia dan hal lainnya.
Era 90-an dunia pendidikan diwarnai dengan tawuran dan
genk-genk pelajar yang sangat meresahkan, membuat semua
unsur terlibat guna mengatasinya. Berbagai perbaikan-perbaikan
dilakukan dengan cara merubah jam belajar, pengontrolan jam
pulang sampai membangun sistem komunikasi. Disaat era mulai
berubah yaitu era millennial peralihan besar pun terjadi, baik dari
segi teknologi dan moral. Sebuah paradigma dimana zaman

202
menuntut adanya sikap dan mental dalam menghadapi
kecanggihan teknologi namun kemunduran moral dan etika
merajalela.
Hal ini tentu tidak diinginkan oleh semua pihak, sebuah
generasi yang pintar dan cerdas yang dimiliki oleh seseorang
akan terasa tumpul tatkala moral dan etika tidak tertata.Dan di
zaman ini pula ke-engganan orang tua untuk menyekolahkan
anaknya ke sekolah-sekolah yang berbasis vokasi dengan alasan
takut tidak diterima di perkuliahan dan sulit untuk mendapatkan
pekerjaan, juga malah masih banyak orang tua yang hanya
berfokus pada pendidikan yang bersifat agama saja.
Jika kita kaji ternyata persoalan-persoalan diatas di motori
oleh para peserta didik yang yang mengambil bangku pendidikan
vokasi seperti STM (Sekolah Teknik Menengah) dahulu, sekolah
yang diharapkan dapat memberikan dasar pembangunan bangsa
berbasis vokasi menjadi contoh yang tidak patut ditiru karena
persoalan tawuran dan genk-genk tersebut diatas. Perhatian
pemerintah kala itu masih setengah hati dan lebih memanjakan
SMA (Sekolah Menengah Atas), sehingga paradigma berfikir
masyarakat beralih ke Sekolah Menengah Atas dengan harapan
bahwa sekolah ini dapat melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu
perkuliahan dan juga dunia kerja, tapi kalau memilih Sekolah
Tinggi Menengah yang ada dalam benak orang tua kita adalah
peserta didik akan langsung bekerja dan maksimal hanya sebagai
pekerja biasa atau operator.
Ketimpangan dalam sistem pengelolaan pendidikan
berupa kurikulum menjadikan sekolah-sekolah dasar vokasi
hanya sebagai sekolah sampingan jika sekolah favorit tidak
didapat dan dianggap sebagai buangan. Image sebagai buangan

203
dan berandal membuat sekolah ini menciptakan peserta didik
yang brutal, tak terdidik, memalukan dan banyak yang menjadi
narapidana di usia muda. Siapa yang harus disalahkan jika sudah
terjadi, apa yang salah dengan kurikulumnya, tanda tanya besar
untuk kita semua.
Terlepas persoalan vokasi ada bagian penting yang sering
dilupakan bahkan dianggap bukan prioritas yaitu moral. Moral
dibangun dari sebuah kebiasaan yang akan membentuk sebuah
budaya, budaya suatu bangsa saat dulu akan menjadi refleksi
moral penerusnya kini. Indonesia dahulu memiliki budaya yang
luhur dan memiliki moral yang tinggi. Perkembangan zaman dan
pergaulan membuat moral terdegradasi dan cenderung masuk ke
ranah liberal. Dunia pendidikan saat ini banyak tercoreng dengan
tingkah laku yang negatif seperti guru yang dipukul oleh
siswanya, terjadi perkelahian antar pelajar karena alasan yang
tidak realistis, guru yang memperdaya siswanya, Seorang oknum
dosen yang memperalat mahasiswanya, munculnya umpatan-
umpatan yang tidak mendidik di kelas, guru atau dosen yang
sering melakukan pencontohan dengan membuat obyek
penderita dalam metode pembelajarannya, siswa menantang
berkelahi dan mempelonco. Hal sepele tetapi berdampak besar
terhadap dunia pendidikan dan pada akhirnya akan membangun
karaktek manusia yang negatif dan tak bermoral.
Bahkan persoalan yang kerap muncul dewasa ini yaitu
buly atau dalam istilah Bullying, sebuah istilah yang berarti
penindasan. Sebuah persoalan yang muncul di zaman sekarang,
dahulu seorang Pelajar atau siswa maupun mahasiswa
mengganggap guru atau dosen adalah orang tua, sopan santun,
tata krama muncul saat bertemu, mencium tangan selalu

204
dilakukan setiap hari dan setiap bertemu. Tetapi sekarang guru
atau dosen dianggap sebagai teman, cara memanggilnya pun
sudah berbeda, tidak ada lagi istilah mencium tangan, bahkan
kata-kata yang tidak pantas sering banyak terdengar dan lain
sebagainya. Kepekaan dan persoalan sosial melatar belakangi
wajah pendidikan kita. Harapan besar pendiri bangsa guna
melahirkan generasi penerus yang handal, cerdas, terpelajar dan
berakhlakul karimah sirna, jauh dari pandangan mata. Yang ada
adalah sebuah generasi yang melek teknologi tapi buta dalam
bermoral. Perilaku individualistis, tidak menghargai, menganggap
rendah orang lain, melakukan bullying, sampai yang terakhir
adalah pelecehan seksual membuat kita sedih, akan dibawa
kemana negara ini tanpa sebuah generasi yang mumpuni, sebuah
pertanyaan besar bagi kita semua terutama insan terpelajar dan
terdidik.
Statistik kasus pengaduan anak di sektor pendidikan
termasuk kasus bullying yang makin marak saat ini tercatat sejak
2011 hingga 2014 cenderung tidak mengalami penurunan,
bahkan di tahun 2020 tercatat bahwa 31.110 kasus masuk ke
Pemerintah sekitar 18% berasal dari dunia pendidikan. Sudah
barang tentu kasus seperti bullying menjadi primadona di dunia
pendidikan saat ini. Bullying sendiri dapat dikelompokkan ke
dalam 6 kategori:
a. Kontak fisik langsung, seperti tindakan memukul,
mendorong, menggigit, menjambak, menendang.
b. Kontak verbal langsung, seperti tindakan berupa
ancaman, gangguan, ejekan dan merendahkan.

205
c. Perilaku non-verbal langsung, seperti tindakan berupa
ejekan dengan menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi
muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam.
d. Perilaku non-verbal tidak langsung, seperti tindakan
mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan
sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau
mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
e. Cyber Bullying, seperti tindakan menyakiti orang lain
dengan sarana media elektronik.
f. Pelecehan seksual, seperti tindakan pelecehan
dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.

Sekarang dengan program Nawacita Pemerintah mulai


gencar membangun kembali pondasi-pondasi pembangunan
sumber daya manusia dengan berbasis vokasi. Pendidikan vokasi
sendiri diartikan sebagai pendidikan tinggi yang menunjang pada
penguasaan keahlian terapan tertentu, meliputi program
pendidikan Diploma (diploma 1, diploma 2, diploma 3 dan
diploma 4) yang setara dengan program pendidikan akademik
strata 1. Jika pada tataran SMA danatau STM saja sudah diajarkan
pendidikan berbasis vokasi (terapan) sudah barang tentu saat
menginjak jenjang berikutnya kita hanya diperlukan pengolesan
dan pemantapan pemikiran saja, tidak memulai dari bawah,
cukup melanjutkan dan mematangkan sehingga memiki daya
saing dan kompeten di dunia kerja dan perekonomian global.
Dalam pembelajaran penekanan yang terpenting adalah
bagaimana ilmu yang kita ajarkan dapat diserapkan oleh pelajar
atau siswa maupun mahasiswa. Selalu berpatokan bahwa ilmu
adalah amanah dan membagikan ilmu walaupun satu ayat adalah

206
kewajiban. Diharapkan menjadi pemicu insan pendidik baik guru
maupun dosen dapat mencurahkan kemampuannya kepada para
pelajar maupun mahasiswa, diharapkan dengan metode dan
prinsip ini mereka mendapatkan rantai utuh dari dunia
pembelajaran. Jika berbicara pendidikan, seorang guru ataupun
dosen mestinya berpacu dengan waktu dalam memberikan
duplikasi pengalamannya yang bersifat positif kepada semua
insan pelajar dan atau mahasiswa, sehingga mereka diharapkan
mampu membuat dunia kecil didalam dunia nyatanya untuk
mengarungi kehidupan.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2)
menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio
(2005) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif
yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok
siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang
lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Pengalaman adalah guru yang terbaik dapat dijadikan
motto kita semua para insan pendidik dalam mencurahkan
pengalamannya kepada dunia pendidikan, jangan hanya ilmu dan
atau teknologi yang ditularkan tapi juga moral dalam berperilaku
dan bersikap, sehingga diharapkan akar berupa ilmu dan iman
bersemayan di hati para pelajar atau mahasiswa. Peran guru dan
dosen dalam proses menduplikasi anak didiknya sangat penting
guna membuat cermin pengelolaan negara ke arah yang lebih
baik lagi. Banyak manusia berilmu namun rendah iman sehingga
banyak terjadi kasus korupsi, kolusi dan nepotisme, penggunaan
teknologi untuk yang arah negatif semakin merajalela membuat

207
sedih para pendiri bangsa dan peran kita seakan-akan tidak ada
dan kita semua berfikir bahwa itu adalah kesalahan peserta didik
kita. Hal yang sangat menyedihkan dan menjadikan cambuk bagi
kita semua dari sekarang untuk sama-sama instropeksi diri dan
berkaca. Hal ini dapat dimulai dari sistem kurikulum yang
komprehensif dan dapat menggerakkan sendi dan kompetensi
pedagogik, kompetensi profesionalitas, kompetensi kepribadian
dan kompetensi sosial. Empat elemen kunci dalam
mengembangkan pelajar atau mahasiswa menjadi insan yang
cerdas dan berakhlak.
Kompetensi pedagogik, profesionalitas, kepribadian dan
sosial sebelum dijadikan target untuk dapat diserap oleh pelajar
dan atau mahasiswaseharusnya sudah dimiliki terlebih dahulu
oleh pendidiknya baik guru maupun dosen. Harus ada semacam
barometer kemampuan guru dan dosen itu sendiri secara
kompetensi, maka dari itu perlu perbaikan-perbaikan sistem
sertifikasi guru atau dosen berbasis kompetensi. Tujuannya
adalah agar cetakan yang dihasilkan akan memiliki kompetensi
yang sama karena dibuat dengan metode yang standar dan baku.
Daya tahan dan daya saing dari duplikasi pembelajaran dan
pendidikannya pun akan sama dan menjadi sebuah mata rantai
baru dalam kehidupan generasi.Kompetensi itu sendiri dapat
diartikan sebagai pengetahuan, keterampilam dan kemampuan
yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari
dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif,
efektif dan pskimotorik dengan sebaik-baiknya.
Hal mendasar yang harus dimiliki seorang pendidik ialah
kompetensi. Secara umum kompetensi merupakan sebuah
kemampuan inovasi dari daya fisik dan daya pikir.Kompetensi

208
Pedagogik yaitu kemampuan seorang guru atau dosen (pendidik)
dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Menurut
Tim Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (2006) telah merumuskan
secara substantif kompetensi pedagogik yang mencakup
kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogik adalah
ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak ke arah
tujuan tertentu, yaitu supaya kelak ia “mampu secara mandiri
menyelesaikan tugas hidupnya”. Sedangkan Menurut Suwarno
istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan
kepada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan
membimbing anak. Pedagogik merupakan suatu teori yang
secara teliti, kritis dan objektif mengembangkan konsep-
konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat
tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan.Lebih rinci
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,
spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik.
3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata
pelajaran yang diampu/diajarkan.
4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran.

209
6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
peserta didik.
8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil
belajar.
9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran.
10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.

Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi


pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Menurut
Darmadi (2009:14) bahwa untuk pembinaan dan peningkatan
profesional guru perlu dikembangkan kegiatan profesional
kesejawatan yang baik, harmonis, dan obyektif. Secara sistematis
pengembangan kesejawatan ini memerlukan: wadah atau
kelembagaan, bentuk kegiatan, mekanisme, serta standard
professional practice. Ada 7 (tujuh) indikator yang harus dikuasai
oleh seorang guru agar dapat dikatakan sebagai guru yang
profesional. Ada tujuh indikator dalam Kompetensi professional
yaitu:
1. Memiliki Keterampilan Mengajar yang Baik
2. Memiliki Wawasan yang Luas
3. Menguasai Kurikulum
4. Menguasai Media Pembelajaran

210
5. Penguasaan Teknologi
6. Menjadi Teladan yang Baik
7. Memiliki Kepribadian yang Baik
Menurut Muhibbin profesional merupakan suatu
penyelesaian pekerjaan dengan baik. Profesional berarti
melakukan suatu hal berdasarkan kemampuan yang dimiliki
untuk mata pencahariannya. Hal ini dikarenakan kompetensi
profesional tidak hanya menunjukkan kemampuan dalam
melakukan pekerjaan akan tetapi juga menguasai secara rasional
tangung jawab yang sedang ia lakukan dengn konsep serta teori
tertentu. Dapat diartikan antara teori dan praktek sesuai
dijalankan dan diberikan kepada pelajar atau mahasiswa, dan
sesuai dengan apa yang dilakukan sehari-hari.
Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Lebih rinci
dijelaskan sebagai berikut:
1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan
yang mendukung pelajaran yang dimampu.
2. Menguasai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran/bidang pengembangan yang dimampu.
3. Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara
kreatif.
4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan melakukan tindakan reflektif.
5. Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

211
Sedangkan Kompetensi kepribadian adalah merupakan
kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan
bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Dapat dijabarkan dalam
Kompetensi kepribadian adalah :
1. Kepribadian yang mantap dengan bertindak sesuai dengan
norma hukum, bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga
sebagai guru dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai
dengan norma.
2. Kepribadian yang dewasa dengan menampilkan kemandirian
dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja
sebagai guru.
3. Kepribadian yang arif dengan menampilkan tindakan yang
didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan
masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir
dan bertindak.
4. Kepribadian yang berwibawa dengan memiliki perilaku yang
berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki
perilaku yang disegani.
5. Pribadi yang memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan
dengan bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan
taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku
yang diteladani peserta didik.

Kompetensi Sosial adalah kemampuan pendidik untuk


berkomunikasi dan juga bergaul secara efektif dengan peserta
didik baik siswa ataupun mahasiswa, tenaga kependidikan, orang
tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dapat
terjabarkan penjelasan Kompetensi sosial sebagai berikut:

212
1. Dapat bertindak obyektif tidak diskriminatif karena jenis
kelamin, agama, ras, kondisifisik, latar belakang keluarga, dan
status sosial.
2. Dapat berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan
masyarakat.
3. Berkemampuan untuk beradaptasi di tempat bertugas yang
memiliki keragaman persolaan, sosial budaya yang berbeda-
beda.
4. Dapat berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan secara
baik.

Persoalan dan carut marut wajah pendidikan di Indonesia


diperparah lagi dengan adanya kurikulum yang berganti setiap
periode cabinet, sehingga output yang dihasilkan akan tidak
maksimal. Target bisa jadi tercapai namun output berupa sumber
daya saing yang berdaya guna dan kompeten ditambah moral
yang baik akan sulit tercapai. Angka kelulusan boleh kita
banggakan semakim tahun semakin meningkatkan namun jika
dianalisa akan menghasilkan piramida terbalik dari sisi kualitas
dan kompetensinya. Hal lain yang mesti jadi perhatian adalah
sarana dan prasarana yang masih banyak belum menjangkau
masyarakat sehingga apapun yang ada di dunia luar tidak dapat
di nikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Saat ini
Pandemik Corona Virus-19 merajalela yang membuat semua
peserta didik dari siswa sampai mahasiswa harus belajar dari
rumah untuk sekian waktu yang relatif lama, yang pada
akhirnyaakan dapat berakibat fatal jika tidak ada solusi konkrit
karena dapat menunda jenjang satu atau dua generasi ke depan

213
tertinggal dengan waktu dan keadaan. Kalau pun pembelajaran
dilaksanakan secara daring masih banyak peserta didik yang
belum memiliki perangkat dan saran untuk menunjang
pembelajaran dan pendidikan ini.
Butuh kapital yang tinggi agar mendapatkan pendidikan
yang layak dan berkualitas, karena pendidikan masih dianggap
sebagai barang sekunder dan mahal saat ini. Persoalan besar
sekarang ini yaitu sistem standarisasi kompetensi kita hanya
dilakukan sekali seumur hidup kepada setiap guru dan dosen.
Sebuah konsep yang mesti dibenahi karena kompetensi itu harus
dijaga konsistensi dan kehandalannya, artinya mesti ada sebuah
kerangka konsep dimana adanya sistem yang mengharuskan
pendidik baik guru atau pun dosen untuk tetap menjaga
kemampuan kompetensinya. Tujuan akhirnya jelas yaitu
terciptanya konsistensi hasil yang baik dari anak didiknya,
sehingga kecerdasan dan moralitas tetap terjaga.
Pendidikan bangsa ini harus di topang dengan sebuah
sistem kurikulum yang mumpuni berbasis vokasi dan moral
sehingga dapat menghasilkan lulusan yang dapat berdaya saing
dan berdaya guna di dunia kerja dan masyarakat serta menjaga
perilaku dari moralnya. Konsep kompetensi yang dicanangkan
Pemerintah dalam semua peraturannya menjadi rujukan
bersama dan menjadi titik tolak pembelajaran dan pendidikan,
tinggal membenahi bagaimana konsep kompetensi tersebut
secara konsisten dinilai dan dievaluasi bersama dengan
menggunakan perangkat dan sistem.
Optimisme, sebuah kata yang harus tetap dipegang teguh
dalam membangun sumber daya manusia yang berbasis vokasi
dan moral dalam menghadapi gerak revolusi industri 4.0.

214
Revolusi tidak menunggu seperti sebuah kereta namun harus
dikejar dan secara konsisten dibangun. Tahapan yang terpenting
untuk membangun pendidikan masa depan Indonesia dan sesuai
dengan Program Nawacita Pemerintah, maka hal yang pertama
dibenahi yaitu Sistem Kurikulum.
Pendidikan berbasis Vokasi dan Moralitas, membuat sistem
dan kerangka kerja standarisasi pendidik maupun peserta didik
agar dapat bersaing di dunia global, membangun sarana dan
prasaran yang memadai dan murah bagi masyarakat sehingga
amanat UUD 1945 yang dibuat oleh Orang tua kita dapat
dinikmati oleh semua kalangan, menciptakan program
percepatan-percepatan yang berbasis vokasi (terapan) sehingga
membuat pilihan peserta didik akan semakin luas, membuat
instrumen akan keterlibatan dunia usaha dalam memberikan
sumbangsihnya yang ditekankan pada bidang pendidikan berupa
tanggung jawab sosial (Education of Corporate Social
Responbility), memperbaharui perbaikan-perbaikan agar menjadi
link and match baik terhadap jenjang pendidikan maupun dunia
kerja.
Harapan, sebuah kata akhir yang sebelumnya berusaha
untuk diukir oleh pola pikir seorang manusia cerdas, memiliki
akal dan moral guna membuat frame di masa depan. Bingkai
yang kita buat akan baik jika kita memikirkan rangkaiannya dari
dahulu dengan baik, namun sebaliknya bingkai kehidupan akan
sulit tatkala dahulu kita tidak ingin berusaha. Pendidikan adalah
modal, tanpa pendidikan sulit kita akan menerapkan. Belajarlah
anda sejak lahir sampai liang lahat, pepatah yang masyur dan
penuh makna memicu kita bersama-sama pemerintah dan

215
segenap bangsa guna mewujudkan pendidikan masa depan di
Indonesia.

Tentang Penulis

Udi,, adalah nama panggilan dar


dari Udi Iswadi,
lahir di Serang-Banten,, 5 Januari 1978.
Menyelesaikan Program Diploma 1 Teknik
Kimia AMC//CMA Universitas Tirtayasa
Cilegon, Sarjana di STIE Al
Al-Khairiyah dan
menyelesaikan Magister di Universitas
Pancasila. Memiliki hobi membaca buku.
Aktif sebagai Dosen Ekonomi, Guru Ekonomi, Trainer motivasi,
koperasi, 5R dan trainer K3L. Konsultan Sistem ISO, 5R, CSMS,
UKL UPL dan K3L. Saat ini menjabat sebagai Co Founder dan
salah satu Direktur di PT. Runzune Sapta Konsultan

Daftar Bacaan

https://pusattesis.com/kompetensi-pedagogik/

https://siedoo.com/berita-6135-pengaduan-tertinggi
tertinggi-justru-
bidang-pendidikan/

https://gmb-indonesia.com/2019/03/07/kompetensi
indonesia.com/2019/03/07/kompetensi-guru-2/

http://fatkhan.web.id/definisi-kompetensi-profesional
profesional-guru/

UU No. 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

216
Dokumen Revitalisasi Pendidikan Vokasi dari Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2016

Prosiding Arah Kebijakan Pendidikan Guru di Indonesia, Jakarta,


2016

Adrea Hirata, “Laskar Pelangi”, PT Bentang Pustaka, 2008

Ngalimun,”Strategi dan Model Pembelajaran”, Aswaja Presindo,


2018

Iwan Pranoto, “Kasmaran Berilmu Pendidikan”, Kompas, 2019

217
218
MULTIKULTURAL PENDIDIKAN INDONESIA
PADA PENGEMBANGAN STRATEGI
PEMBELAJARAN

Oleh: Nina Gantina


Dosen Tetap STKIP Banten

etak geografis maupun demografis yang terbentang

L dari Sabang sampai Merauke dan sejarah Indonesia


sangat mempengaruhi wajah pendidikan di Indonesia,
yang membuat Indonesia menjadi negara kepulauan dan negara
yang memiliki budaya, suku, agama, maupun kelas sosial yang
sangat beragam, Negara Indonesia yang begitu kaya alam dan
sosio-kulturalnya membutuhkan pendidikan yang memberikan
keleluasaan terhadap anak didik untuk berkembang berdasar
potensi diri dan alam di sekitarnya. Lembaga pendidikan
sepatutnya tidak membawa anak-anak menjauh dari jati diri
kultural, alam, dan sosialnya. Tentu hal ini juga tidak luput dari
perhatian pemerintah dan para pemerhati pendidikan, sebab
akan muncul kekurangan dan kelebihan pada pencapaian yang
diharapkan.
Dilihat berdasarkan sejarah pada masa kemerdekaan,
tujuan pendidikan adalah mendidik menjadi warga Negara yang
sejati, bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk
Negara dan masyarakat. Cita-cita pendidikan di Indonesia sejak
kemerdekaan adalah membentuk warga negara yang
berkepribadian luhur dan berkarakter, dan dilihat dari perubahan

219
nama tingkatan pendidikan pun mengalami perubahan pada
setiap periodenya, yaitu;

1. Periode 1945-1950
a. Pendidikan rendah (SR) selama 6 tahun
b. Pendidikan menengah umum terdiri atas Sekolah
Menengah Pertama (SMP),Sekolah Menengah Atas (SMA)
lamanya masing-masing 3 tahun
c. Pendidikan kejuruan. Kejuruan Tingkat Pertama terdiri atas;
Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP), Sekolah
Teknik (ST), Sekolah Teknik Pertama (STP), Sekolah
Kepandaian Pertama (SKP), Sekolah Guru B (SGB), Sekolah
Guru Daruratuntuk kewajiban Belajar (KPKPKB). Sementara
Kejuruan Tingkat Menengah terdiri atas; Sekolah Teknik
Menengah (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas(SMEA),
Sekolah Pendidikan Masyarakat (SPM), Sekolah Menengah
Kehakiman Atas (SMKA), Sekolah Guru Agama (SGA),
Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak (SGTK), Sekolah Guru
Kepandaian Puteri (SGKP), Sekolah Guru Pendidikan
Jasmani (SGPD).
d. Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi terdiri atas Universitas,
konservatori/Karawitan, Kursus B-1, dan ASRI.

2. Periode 1950-1975
a. Pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar. Taman
Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD)
b. Pendidikan Menengah Umum. Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan SekolahMenengah Atas (SMA)

220
c. Pendidikan Kejuruan. Tingkat pertama; SMEP, SKP, ST, SGB,
KPKPKB, dan tingkat Menengah, SMEA, SGA, SKMA, SGKP,
SPMA, SPM, STM, dan SPIK
d. Pendidikan Tinggi. Universitas, Institut Teknologi, Institut
Pertanian, Institut Keguruan, Sekolah Tinggi dan Akademi.

3. Periode 1978-sekarang
a. Pendidikan pra sekolah (TK) dan Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD)
b. Pendidikan dasar (SD)
c. Sekolah Menengah Umum, SMP (SLTP), dan SMA
(SLTA/SMU)
d. Pendidikan Menengah Kejuruan, Tingkat Pertama;
ST.SKKP. Tingkat Atas terdiriatas; Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK)
e. Pendidikan Tinggi. Universitas, Institut, Sekolah Tinggi,
Akademi, Diploma, dan Politeknik.

Mengenai pendidikan multikultural dikemukakan M. Ainul


yakin bahwa pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan
yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan
menggunakan perbedaan-perbedaan kultur yang ada pada
peserta didik, seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender,
kelas social, ras, kemampuan dan usia agar proses belajar
menjadi lebih efektif dan mudah. Hal ini dapat diartikan
bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang
mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompoknya,
seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama.
Maksudnya pendidikan multikultural adalah pendidikan yang

221
memberikan penekanan terhadap proses penanaman cara hidup
yang saling menghormati, tulus dan toleran terhadap
keanekaragaman yang ada di tengah-tengah masyarakat dengan
tingkat pluralitas yang tinggi.
Faktor-faktor yang melatar belakangi munculnya
pendidikan multikultural adalah faktor geografis berpengaruh
pada perbedaan kebiasaan di masyarakat, faktor budaya asing
berpengaruh pada cara pikir mereka, dan faktor iklim
berpengaruh pada pola penghidupan, mata pencaharian dan
tatanan sosial kemasyarakatan. Sementara faktor yang melatar
belakangi munculnya sistem pendidikan adalah faktor sejarah,
faktor geografis, faktor kehidupan ekonomi, faktor kehidupan
agama, faktor kesukuan, dan faktor tingkat kemajuan peradaban.
Sedangkan menurut Sudarminta, tujuan pendidikan
multikultural sebagai berikut:
1. Mengadakan gerakan reformasi pendidikan guna
mengusahakan agar keragaman latarbelakang budaya, ras,
etnik, agama dan gender peserta didik dapat memperkaya
budaya bangsa dan tidak menjadi sumber konflik ataupun
diskriminasi social;
2. Membantu individu memperoleh pemahaman diri yang lebih
mendalamdengan melihat dirinya dari pespektif budaya lain
sehingga tumbuh pengenalan,saling pengertian, bersikap
toleran dan hormat terhadap individu dari budaya lainyang
berbeda dengan dirinya;
3. Mengintegrasikan muatan multikultural dalam kurikulum
yang ada sehingga dampak negatif dari dominasi budaya dan
etniktertentu dalam kurikulum yang sudah ada dapat
dihindarkan;

222
4. Mengurangi prasangka negatif dan sentimen kesukuan,
etnik, budaya, gender dan keagamaan disekolah dan di
masyarakat;
5. Menunjang terciptanya masyarakat yang lebihdemokratis,
adil, damai dan sejahtera secara merata;
6. Mengembangkan nasionalisme baru yang menekankan
kesatuan dalam kebhinekaan;
Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang pendidikan nasional
menjelaskan arti dari pendidikan, yaitu “usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keperluan yang dibutuhkan dirinya masyarakat, bangsa dan
negara.” Serta dimaktubkan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa
salah satu tujuan pembangunan nasional bangsa ini adalah
“mencerdaskan kehidupan bangsa” yang harapannya dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, maju, dan
mandiri. Maka dari itu pendidikan merupakan hak dan kewajiban
setiap rakyat.
Proses pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk
dapat hidup layak di masa depan, suatu masa yang tidak mesti
sama bahkan cenderung berbeda dengan masa kini. Berkaitan
dengan keadaan negara Indonesia yang multikultural harus ada
berbagai cara atau strategi pembelajaran dalam dimensi jangka
panjang ini memberikan pemahaman bahwa suatu strategi
pembelajaran harus menjadikan pembelajaran yang dapat
disesuaikan dengan multikultural yang ada dinegara ini, dan
sebagai jembatan bagi peserta didik untuk dapat mengantarkan

223
dari kehidupan masa kini ke kehidupan masa depan yang lebih
baik sesuai harapan pencapaian negara Indonesia.
Peserta didik yang berada di bangku sekolah dewasa ini
dipersiapkan untuk dapat hidup secara layak dan bermanfaat
baik bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Oleh karena itu,
konsistensi kebijakan, perbaikan terus menerus dan
berkelanjutan. Ada Empat pilar pendidikan sekarang dan masa
depan yang dicanangkan oleh UNESCO yang perlu dikembangkan
oleh lembaga pendidikan formal, yaitu:
1. Learning to Know (belajar untuk mengetahui). Untuk
merealisasikan Learning to Know, seorang guru berfungsi
sebagai fasilitator, dan dituntut untuk dapat berperan sebagai
teman sejawat dalam berdialog dengan siswa dalam
mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun
keilmuannya.
2. Learning to Do (belajar untuk melakukan sesuatu), dapat
berjalan jika sekolah memfasilitasi siswa untuk
mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat
dan minatnya, sebab setiap keterampilan dapat digunakan
untuk menopang kehidupannya, bahkan lebih dominan dari
pada penguasaan pengetahuan dalam mendukung
keberhasilan seseorang.
3. Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang),
berhubungan dengan bakat dan minat, perkembangan fisik
dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi
lingkungannya. Bagi anak yang pasif, peran guru sebagai
pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk
pengembangan diri siswa secara maksimal, sebaliknya bagi

224
anak yang agresif, proses pengembangan diri akan berjalan
bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi.
4. Learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan
bersama), perlu ditumbuh kembangkan kebiasaan hidup
bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima
(take and give),. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya
proses learning to live together.
Adapun ciri yang dimiliki untuk dapat mengikuti
perkembangan pendidikan dimasa depan, yaitu;
a. Peserta didik secara aktif terlibat mengembangkan dan
mengelola pengetahuan, penguasaan materi, karakter serta
keterampilan yang dipelajarinya, dan memiliki kemampuan
dalam penggunaan multimedia
b. Guru sebagai fasilitator, evaluasi dilakukan bersama dengan
peserta didik, secara terpadu dan berkesinambungan, yang
menekankan pada pengembangan pengetahuan, untuk
menciptakan iklim yang lebih bersifat kolaboratif, suportif, dan
kooperatif.
c. Peserta didik dan guru belajar bersama dalam
mengembangkan konsep keterampilan ditekankan pada
pencapaian target kompetensi dan keterampilan, serta dapat
memanfaatan berbagai sumber belajar yang ada di sekitar.

Wajah pendidikan Indonesia sudah terlihat jelas, maka dari


itu pemerintah dan seluruh pemerhati pendidikan sudah
seharusnya peka dalam menyikapi permasalahan-permasalahan
pendidikan yang ada di negara ini dengan tujuan memperbaikai
kualitas pendidikan bangsa ini, dan pemerintah dapat membuat

225
kebijakan baru yang dapat disesuiakan dengan kebutuhan
masyarakat Indonesia, serta guru sebagai ujung tombak
pendidikan diharpakan mampu berdedikasi dengan penuh rasa
tulus, ikhlas, dan memotivasi diri untuk terus meningkatkan
kualitas dalam upaya meningkatkan pendidikan nasional dan
mampu mempelajari keadaan yang disesuaikan pada
multikultural dengan memahami berbagai macam strategi
pembelajaran.
Pendidikan yang diharapkan untuk mencapai masa depan
yang baik kita perlu mengetahui syarat-syaratnya yaitu;
memahami materi pendidikan masa depan, kesadaran global,
dapat mengolah keterampilan dalam keuangan, ekonomi, bisnis
dan kewirausahaan, adanya pemikiran untuk kepentingan umum,
serta kesadaran akan kesehatan dan kesejahteraan. Secara
praktikal, memang sulit sekali untuk mengkoneksikan dunia
pendidikan, khususnya persekolahan formal, dengan kondisi
alam dan sosial budaya masyarakat. Jika pendidikan berbasis ke
arifan lokal yang hidup di masyarakat sifatnya problem solving
dan membuat mereka mampu bertahan untuk menaklukkan
alam, di sekolah justru anak-anak dijauhkan dari situasi tersebut.
Anak seringkali dipacu untuk belajar sesuatu yang begitu
berbeda dengan realita kesehariannya. Orientasi sekolah menuju
ke modernitas dan menjauh dari alam. Padahal di banyak tempat
di Indonesia situasi alam dan lingkungan kultural merupakan
sumber pembelajaran terbaik justru malah terabaikan. Kondisi
yang menunjukkan seolah ada benteng yang memisahkan dunia
sekolah, dengan alam sekitar.
Kenyataanya memang pendidikan berbasis sosial budaya ini
seolah absen dari realitas pendidikan di negeri ini. Di sinilah

226
peran penting guru sebagai garda terdepan mempraktikkan
pendidikan yang menghargai alam dan kultural yang ada di
sekitar sekolah dengan membekali pengetahuan para guru
dengan berbagai macam stategi pembelajaran yang selalu
berkembang.
Hal yang memperburuk situasi dalam keberagaman yang
ada di negara ini adalah masih ada saja kebijakan-kebijakan
pendidikan yang sangat bias, seperti kebijakan yang diterapkan di
wilayah perkotaan yang belum tentu dapat diterpkan atau
disesuaikan dengan kondisi masyarakat di berbagai wilayah
lainnya. Menyamaratakan standar adalah kesalahan besar dalam
situasi kompleksnya persoalan pendidikan di negeri ini. Karna di
perkotaan keadaanya seperti guru dapat hadir setiap hari tanpa
kendala apapun, buku yang lengkap, dan internet yang memadai.
Tapi lain hal sekolah-sekolah di pelosok yang jauh dari perkotaan
keadaanya sangat memprihatikan.
Dalam konteks ini visi pemerintah sangat menentukan
keberhasilan pendidikan. Visi pendidikan yang membawa anak
untuk tidak hanya berfokus pada standar global tetapi juga
memperhatikan alam, sosial budaya, atau sejarah masyarakat di
tiap daerah, maka visi pemerintah daerah menjadi sangat
penting. Daerah harus mampu membangun visi pendidikannya
berbasis pembangunan daerah tersebut. Memetakan kekayaan
alam dan budayanya dan mengoptimalkan anak-anak untuk
dapat menjaga alam dan budayanya.
Misalnya, pelajaran muatan lokal yang menjadi tanggung
jawab daerah harus dioptimalkan untuk membangun
pengetahuan khas yang hanya dimiliki daerah tersebut. Pelajaran
yang menyadarkan anak-anak tentang kondisi daerah yang

227
mereka tempati dan guru dapat memperkenalkan produk-produk
teknologi dengan cara yang mudah dipahami, oleh sebab itu
kembali pada gurunya sejauh mana guru itu dapat mempelajari
strategi pembelajaran yang dapat disusaikan dengan
keadaannya.
Dalam segi akhlak, pembinaan akhlak yang berlandaskan
agama pun masih kurang. Pendidikan Agama terkadang hanya
dipandang sebagai penambah wawasan tanpa diwujudkan dalam
bentuk moral yang baik. Moral dapat terbentuk apabila
seseorang memiliki pemahaman agama yang komprehensif. Ilmu
pengetahuan adalah utama, namun moral adalah lebih utama.
Pembicaraan hadis tentang pendidikan anak yang dimaksud,
ْ
misalnya hadis di bawah ini. َ ‫ﻃﺮ ِ اﻟﻒ َ ُ ع وﻟﺪ ُ ي ٍ ﻟﻮد ْ و َ ُك ﱡل م ة‬
ُ
‫ان أ ِ ه َ◌ ي ْ ِ◌ ﻌﺮب ﻋﻨﻪ ﻟﺴﺎﻧﻪ ِ أ َ ف َ ر ِ َص ن ُ ي ْ أو ِ ه ِ ان َ ِد و َ ه ُ ي ُ اە َ و َ ب‬
‫ و ِ ه ِ ان َ س ِ ج‬.

“Semua anak yang dilahirkan atas kesucian sampai lisannya dapat


menerangkan maksudnya, kemudian orang tuanya yang
membuatnya jadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” Riwayat Abu
Ya’la, al-thabrani, dan al-Baihaqi, dari Aswad ibn Sari.
Menurut penelitian al-Suyuthi, kualitas hadis ini adalah
shahih. Dengan demikian hadis ini dapat dijadikan hujjah.
Karenanya, berdasarkan petunjuk hadis ini peran sentral orang
tua dalam pendidikan anak sangat menentukan bagi suksesnya
pendidikan anak. Petunjuk hadis di atas, jika dikaitkan dengan
kajian keilmuan kontemporer, misalnya ilmu Psikologi, akan
bertautan dan saling menguatkan. Misalnya, menurut psikologi,
anak pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor yang terintegrasi
yaitu pembawaan dan lingkungan. Sementara menurut hadis di

228
atas ditegaskan bahwa anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan
keluarga terutama pihak orangtuanya. Di sini faktor pembawaan
atau watak anak yang diturunkan oleh orangtuanya itu
sebenarnya sudah tercakup.
Namun demikian, dalam kajian Islam bahwa faktor-faktor
pembawaan maupun faktor-faktor dari luar keduanya dapat
berpengaruh pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang.
Ini adalah tantangan terbesar seorang guru yang harus
menghdapi bebagai macam latar belakang keluarga atau
lingkungan yang pempengaruhi para anak didiknya, karena itu
strategi pembelajaran yang bisa menyatukan keadaan
pembelajarn bisa berjalan dengan baik dan menyenagkan.
Ada pola Pendidikan di masa depan yang bisa menyatukan
keadaan multikultural dinegri ini dengan menggunakan model
Pembelajaran Konstruktivisme dengan Pendekatan trend
kebutuhan masyarakat, dan strategi yang digunakan. Menurut
teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar
memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus
membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya. Guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi
kesempatan kepada setiap siswa untuk menemukan atau
menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar para siswa
menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar.
Pada era globalisasi di abad 21, pendidikan semakin di
tuntut dalam menghadapi zaman yang penuh persaingan di
semua aspek bidang kehidupan. Terutama pada saat ini, seluruh
bangsa di dunia sedang dihadapkan pada permasalah pandemik

229
covid 19, dimana masyarakan dunia terutama pemerintahan
Indonesia memita warganya untuk tetap berada dirumah, semua
kegiatan diluar rumah dilakukan di dalam rumah, salah satunya
kegiatan proses belajar mengajar, hal ini menciptakan strategi
pembelajarann yang baru, berbagai cara penyampaian
pembelajaran dilakukan dengan mengunakan media internet,
seperti Google Class Room, Zoom, dan bahkan whatsapp.
Untuk masyarakat perkotaan hal tersebut tidak akan jadi
kendala, lain halnya masyarakan di pelosok negeri ini, tentu ini
akan jadi perhatian pemerintah dan pemerhati pendidikan.
Untuk mengatasi permalahan sistem pembelajaran
menggunakan media internet, Mentri Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) pada bulan April 2020 menyajikan
TV edukasi untuk tingkat PAUD hingga SMA dengan memilih
platform pembelajaran jarak jauh yang sesuai dengan kebutuhan
melalui TV yang bisa dinikmati oleh seluruh warga negara
Indonesia dan tetap berada dirumah saja.
Dengan demikian konsep Pendidikan multikultural
menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan
konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan
keragaman yang ada di masyarakat, dan memberi peluang
sama pada seluruh anak bangsa tanpam membedakan
perlakuan karena perbedaan etnik, budaya dan agama, yang
memberikan penghargaan terhadap keberagaman, dan yang
memberikan hak-hak sama bagi etnik minoritas, dalam upaya
memperkuat persatuan dan kesatuan, identitas nasional dan citra
bangsa di mata dunia internasional.
Dalam hal ini, sekolah harus mendesain proses
pembelajaran,mempersiapkan kurikulum dan desain evaluasi, ser

230
ta mempersiapkan guru yang memiliki persepsi, sikap dan
perilaku multikultural, sehingga menjadi bagian yang
memberikan kontribusi positif terhadap pembinaan sikap
multikultural parasiswanya dan setiap guru harus dapat
menemukan strategi pembelajaran yang tepat, agar pencapaian
yang diharapkan bisa tercapai dengan baik sesuai dengan
harapan dan cita-cita Bangsa Indoneisa terhadap pendidikan.

Daftar Bacaan
Arifin. 2003. Ilmu Perbandingan Pendidikan. Jakarta: Golden
Terayon Press.
Maksum, Ali. 2011.
Pluralisme dan Multikulturalisme, Paradigma Baru Pendidik
an Islam di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media Publishing.
Sumartini.2006. Sejarah Pendidikan Buku Ajar. Makassar
Suyuthi, Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad
bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri al-. Al-Jami’ AlShaghir,
diterjemahkan Oleh H. Nadjih Ahjad, Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1996.
Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme: Tantangan-
tantangan Global Masa Depandalam Transformasi
Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
Wina Sanjaya. 2013. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenandamedia
Group.
http://www.kompas.com. Anita Lie, Mengembangkan Model
Pendidikan Multikultural

231
Tentang Penulis

Nina Gantina, biasa dipanggil Nina. Penulis


lahir di Rangkasbitung pada tanggal 29
Oktober 1978 sebagai anak pertama.
Tahun 2007 penulis mengkonfersikan
ijasah Diploma ke tingkat sarjana di STKIP
Banten, selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan di Pascasarjana Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa dengan Program Studi Teknologi
Pembelajaran pada tahun 2012. Saat ini Aktif sebagai dosen
tetap di STKIP Banten, pernah mengajar di STIE Al-Khaeriyah,
Fakultas Tehnik UNTIRTA dan SMK N 4 Pelayaran.

232
KOMPETENSI GURU DALAM VISI DAN MISI
PENDIDIKAN KARAKTER
Oleh: Komaruzaman
Ketua Dewan Pendidikan Kab. Tangerang.

Prolog
ada tahun 2009 pemerintah melalui Kementerian

P Pendidikan Nasional menggulirkan wacana pendidikan


karakter, wacana ini bertujuan mengatasi kerusakan
moral yang semangkin meluas melanda bangsa, terutama
generasi muda. Bergulirnya gagasan ini secara tidak langsung
merupakan pengakuan pemerintah tentang pengabaian
pembinaan karakter dalam institusi pendidikan. Kita patut
bersyukur dengan adanya kesadaran pemerintah ini. Namun, di
balik itu ada tantangan besar didepan yang harus dijawab oleh
para pendidik. Yaitu bagaimana mewujudkan pendidikan karakter
tersebut. Tentu mewujudkan karakter dalam pendidikan, sangat
bersentuhan langsung dengan guru atau pendidik. Membangun
karakteristik haruslah bermula dari sang guru yang memiliki
kompetensi atau visi pada pendidikan karakter.
Guru atau pendidik harus memiliki pendidikan dan
komitmen yang kuat dalam melaksanakan pendidikan secara
holistic yang berpusat pada potensi dan kebutuhan peserta didik.
Pendidik juga harus mampu menyiapkan peserta didik untuk bias
menangkap peluang dan kemajuan dunia dengan perkembangan
ilmu dan tekhnologi. Disisi lain, pendidikan juga harus mampu
membukakan mata hati peserta didik untuk mampu melihat
masalah-masalah bangsa dan dunia seperti, kemiskinan,

233
kelaparan, kesenjangan, ketidakadilan, dan persoalan lingkungan
hidup. Diperlukan sosok guru yang berkarakter kuat dan cerdas.
Guru yang mememiliki visi karakter. Ia bukan hanya mampu
mengajar tetapi ia juga mampu mendidik. Ia bukan hanya mampu
menstransfer pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi ia juga
mampu menanamkan nilai-nilai yang diperlukan untuk
mengarungi hidupnya. Guru yang cerdas. Ia bukan hanya
memiliki kemampuan yang bersifat intelektual tetapi juga
memiliki kemampuan secara emosi dan spiritual sehingga guru
mampu membuka matahati peserta didik untuk belajar, dan
selanjutnya mampu hidup dengan baik di tengah-tengah
masyarakat. Sosok guru yang berkarakter kuat dan cerdas,
diharapkan mampu mengemban amanah dalam mendidik
peserta didiknya. Guru harus memiliki kompetensi utama yang
harus melekat pada guru. Yaitu nilai-nilai keamanahan,
keteladanan, dan mampu melakukan pendekatan pedagogis
serta mampu berpikir dan bertindak cerdas.
Theodore Roosevelt mengatakan yang dikutip oleh Thomas
Lickona, bahwa mendidik seseorang hanya untuk berfikir dengan
akal tanpa disertai pendidikan moral (karakter), berarti
membangun suatu ancaman dalam kehidupan bermsyarakat.
(Thomas Lickona, 2012:3).
Karakter menjadi sebuah keharusan dalam visi pendidikan.
Sekolah yang memiliki visi dan komitmen pada pendidikan akan
menjadikan peserta didiknya memiliki nilai dan kemajuan dalam
berperilaku. Masyarakat modern saat ini mengalami dilema
dalam menghadapi arus perubahan dunia. Derasnya arus
globalisasi dan dampak dari itu semua adalah hilangnya karakter,
karena terkalahkan oleh nilai materialisme, individualisme,

234
egoisme,dan bentuk perubahan individu dan dunia yang
mengarah pada hilangnya moralitas dan perilaku yang
menyimpang.
Karenanya pendidikan karakter menjadi poros yang sangat
signifikan dalam proses pendidikan. Lickona mengatakan bahwa
salah satu dari pengembangan etika yang paling signifikan selama
dua dekade lampau adalah pendalaman perhatian pada karakter.
Kami menemukan kembali hubungan antara karakter privat dan
kehidupan publik. Permasalahan moral masyarakat kita, tidak
dalam skala kecil mencerminkan perwakilan pribadi kita. Diskusi
ilmiah, analisis media, dan pembicaraan sehari-hari kesemuanya
telah terfokus pada karakter pemimpin kita yang terpilih, para
warga negara dan anak-anak kita.
Munculnya wacana pendidikan karakter pada dasarnya
disebabkan hilangnya aspek nilai dalam pendidikan. Dilihat dari
perspektif pendidikan. Hal ini merupakan sebuah keanehan.
Sejak dulu, misi pendidikan pada dasarnya adalah untuk
membentuk karakter agar tumbuh menjadi manusia bermoral.
Bagaimana mungkin sekarang orang sibuk berbicara
pembentukkan karakter di dalam pendidikan. (Wendi Zarman,
2011:72). Haidar Putra P mengatakan bahwa pembentukan
manusia yang berbudi pekerti luhur (karakter) adalah melewati
proses pembentukan kepribadian, yang tidak bisa tumbuh dengn
tiba-tiba dan serta merta, tetapi ianya melewati proses. Di dalam
proses pembentukan karakter itulah diperlukan strategi, wacana,
metode yang bagaimana yang tepat diberlakukan untuk itu.
Pemikiran-pemikiran ke arah yang demikian itu perlu

235
dikembangkan sehingga mampu melahirkan generasi muda
Indonesia yang berbudi pekerti dan berkarakter baik.4
Dalam pembentukan karater ini haruslah dalam bentuk
yang rigit dan evolusi, karena pada hakekatnya merubah mental
dan karakter itu tidak instan dan revolusional, namun perlu
waktu dan evolusi yang matang dan ajeg. Dalam pendidikan
karakter haruslah bermula dari persfektif guru yang memiliki visi
dan kompetensi karakter. Dalam perjalannya harus melalui
proses pelatihan, training dan paling utama adalah pembiasaan.
Karena pembiasaan pada hal-hal yang baik itu adalah cerminan
pribadi yang berakhlak.

Memaknai Konsep Pendidikan Karakter


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.5
Pendidikan dalam pengertian secara umum dapat
diartikan sebagai proses transmisi pengetahuan dari satu orang
kepada orang lainnya atau dari satu generasi ke generasi lainnya
semua itu dapat berlangsung seumur hidup, selama manusia
masih berada di muka bumi ini.

4
Prof. Dr.H. Haidar Putra Daulay, MA. Pendidikan Islam, Dalam Sistem
Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media. 2004. Hal. 2016
5
(UU SisDikNas, bab I : pasal 1 ayat 1).

236
Selain pengertian di atas menurut Hamdani Hamid ada
beberapa pengertian mengenai pendidikan sebagai berikut6:
1. Pengertian dalam arti sempit ialah segala pengaruh yang
diupayakan sekolah terhadap anak atau remaja yang
diserahkan kepadanya, agar mempunyai kemampuan yang
sempurna dan kesadaran penuh tentang hubungan-
hubungan dan tugas sosial.
2. Pengertian dalam arti agak luas ialah usaha sadar yang
dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang
berlangsung disekolah dan luar sekolah untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan
peranan secara tepat dalam berbagai lingkungan hidup.
3. Pengertian dalam arti sangat luas ialah segala pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan hidup dan
sepanjang hidup.

Sementara dalam pandangan Islam, pendidikan dalam


bahasa arab bisa disebut dengan istilah tarbiyah yang berasal
dari kata kerja rabba, sedangkan pengajaran dalam bahasa arab
disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata kerja ‘allama.
Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyah Islamiyah. Kata rabba
beserta cabangnya banyak dijumpai dalam al-Quran, misalnya
dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 24 dan Q.S. asy-Syu’ara’ [26]: 18,
sedangkan kata ‘allama antara lain terdapat dalam Q.S. al-
Baqarah [2]: 31 dan Q.S. an-Naml [27]: 16. Tarbiyah sering juga

6
Hamid Hamdani.Perbandingan Filsafat Pendidikan.Bandung:SEGA ARSY. 2010.
Hal. 23

237
disebut ta’dib seperti sabda Nabi SAW.: addabani rabbi fa absana
ta’dibi (Tuhanku telah mendidikku, maka aku menyempurnakan
pendidikannya).7

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil


kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
yang dilakuan oleh pendidik kepada peserta didik untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara dengan cara
pemebelajaran, bimbingan, pelatihan dan semua itu berlangsung
seumur hidup. Pendidikan tidak hanya bertitik berat pada
kecerdasan intelektual saja melainkan juga pembentukan
karakter anak. Pendidikan tidak hanya sekedar proses belajar
guna mengejar kecerdasan tetapi juga harus mengembangkan
potensi lain yang dimiliki peserta didik dan mendapat perhatian
dari pendidik agar dapat berkembang secara optimal.
Sementara itu definisi karakter dalam prinsip etimologis,
istilah karakter berasal dari bahasa Yunani,yaitu kharaseein, yang
awalnya mengandung arti mengukir tanda di kertas atau lilin
yang berfungsi sebagai pembeda8. Istilah ini selanjutnya lebih
merujuk secara umum pada bentuk khas yang membedakan
sesuatu dengan yang lainnya. Dengan demikian, karakter dapat
juga menunjukkan sekumpulan kualitas atau karakteristik yang

7
Roqib. Moh.Ilmu Pendidikan Islam.Yogyakarta:LkiS. 2009. Hal. 14
8
Bohlin, Karen, E. Teaching Character Education through Literature. New
York: Routledge Falmer. 2005. Hal. 7

238
dapat digunakan untuk membedakan diri seseorang dengan
orang lain9. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah karakter
bermakna sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lainnya10
Thomas Lickona dalam bukunya Character Matters
menceritakan bahwa seorang filsuf Yunani Heraclitus
mengatakan: “karakter adalah takdir”. Karakter membentuk
takdir seseorang. Takdir tersebut menjadi takdir seluruh
masyarakat. “Dalam karakter warga negara”, kata Cicero
“terletak kesejahteraan bangsa”11. Dalam pemaparan yang lain
Lickona menceritakan:
“Lebih dari satu abad yang lalu dalam sebuah
kuliah di Harvard University, Ralph Waldo Emerson
menegaskan, “Karakter lebih tinggi dari
kecerdasan”. Psikiater Frank Pittman, “stabilitas
hidup kita tergantung pada karakter kita. Adalah
karakter bukan nafsu yang membuat pernikahan
cukup lama untuk melakukan pekerjaan
membesarkan anak menjadi dewasa, bertanggung
jawab. Dalam dunia yang sempurna, adalah
karakter yang memungkinkan orang untuk hidup,
bertahan, dan mengatasi kemalangan mereka.
“untuk melakukannya dengan baik,” kata Stepen
Covey, “Anda harus berbuat baik. Dan untuk

9
Timpe, Kevin. Internet Encyclopedia of Philosophy. 2007. Diakses
darihttp://www.iep.utm.edu/moral-ch/#H3
10
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. 1996.
Hal. 445
11
Thomas Lickona. Character Matters. Alih bahasa Juma Abdu Wamaungo.
Jakarta: Bumi Aksara. 2012. Hal. 12

239
berbuat baik, anda terlebih dahulu menjadi
baik”.12

Pendidikan karakter barat lahir dari paham sekularisme.


Sekularisme merupakan induk dikotomi pendidikan, yakni
pemisahan antara pendidikan kognitif-teoritis-akademis dengan
pembentukan kerpibadian manusia. Dalam dikotomi ini, sekolah
hanya bertanggung jawab atas kemampuan akademis.
Pembentukan kepribadian diserahkan kepada keluarga dan
kelompok agama masing-masing. Dikotomi seperti ini
mengadung pendidikan yang bebas nilai. Ternyata, dikotomi
pendidikan tersebut telah membawa kemerosotan yang parah13.
Dalam persfektif Islam pendidikan karakter dalam bahasa
pendidikan Islam di sebut pendidikan akhlak atau adab. Dalam
sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Malik Rasulullah
bersabda “ Aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan
akhlak.”14 Dalam kaitan ini Allah SWT berfirman, “Kami tidak
mengutusmu (wahai Muhamad) kecuali sebagai rahmat bagi
alam semesta.”15 dalam pendidikan Islam akhlak menjadi prinsip
utama karena memiliki hubungan erat dengan sang pemberi ilmu
yakni Allah SWT. Karena hakekatnya dalam Islam tidak mengenal
dikotomi ilmu umum dan agama. Karenanya dalam proses
pendidikan akhlak menjadi tujuan utama, yakni menjadikan
manusia memahami dirinya dan memiliki perilaku yang baik
(berkarakter dan berakhlak).

12
Ibid. hal. 12
13
Lihat tulisan Dr. Erma Pawitasari. Dalam Jurnal Islamia; Jurnal Pemikiran
dan Peradaban Islam. Volume IX No. 1 Maret 2014. Jakarta: INSIST. Hal 7
14
HR. Imam Malik (hadist no 1723)
15
Q.S. Al Anbiya: 107

240
Dengan demikian karakter juga dapat diartikan sebagai
kepribadian atau akhalak. Kepribadian merupakan ciri,
karakteristik atau sifat khas dalam diri seseorang. Karakter bisa
terbentuk melalui lingkungan, misalnya lingkungan keluarga pada
masa kecil ataupun bawaan dari lahir. Ada yang berpendapat
baik dan buruknya karakter manusia memanglah bawaan dari
lahir. Jika jiwa bawaannya baik, maka manusia itu akan
berkarakter baik. Tetapi pendapat itu bisa saja salah. Jika
pendapat itu benar, maka pendidikan karakter tidak ada
gunanya, karena tidak akan mungkin merubah karakter orang.
Sementara itu, ada juga yang berpendapat karakter itu
bisa dibentuk dan diupayakan. Dalam pendapat ini mengandung
makna bahwa pendidikan karakter sangat berguna untuk
merubah manusia menjadi manusia yang berkarakter baik.
Sebenarnya karakter juga bisa diartikan sebagai tabiat, yang
bermaknakan perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan
atau kebiasaan atau bisa diartikan sebagai watak, yaitu sifat batin
manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku
atau kepribadian.
Orang yang berlaku tidak jujur, kejam atau rakus
dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang
yang berperilaku jujur dan suka menolong dikatakan sebagai
orang yang berkarakter mulia (Amirulloh Syarbini,2012:15)16.
Dalam al-Quran, manusia adalah makhluk dengan berbagai
karakter. Dalam kerangka besar manusia mempunyai dua
karakter yang saling berlawanan, yaitu karakter baik dan buruk.
Sebagaimana firman Allah dalam surat asy-Syam ayat 8-10. Yang

16
Amirulloh Syarbini. Buku Pintar Pendidikan Karakter.Jakarta: Prima pustaka.
2012. Hal. 15

241
Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang
yang mensucikan jiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya”.17

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai


karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk nilai-
nilai tersebut. Pendidikan karakter pada hakekatnya ingin
membentuk individu menjadi seorang pribadi berakhlak yang
dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam
relasinya dengan orang lain dan dunianya dalam komunitas
pendidikan. Dengan demikian pendidikan karakter senantiasa
mengarahkan diri pada pembentukan individu yang berakhlak,
cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya,
sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan
bersama.

Kompetensi Guru yang Berkarakter


Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah merupakan salah satu standar yang dikembangkan
sejak 2006 oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan pada
2007 diterbitkan menjadi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia, yaitu Permendiknas RI Nomor 41 Tahun
2007. Dalam rangka pembaruan sistem pendidikan nasional telah
ditetapkan visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan
nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya system

17
Q.S. Asy-Syam: 8-10

242
pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa
untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu
dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian
prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan
dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip
tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan
guru yang yang memberikan keteladanan, membangun kemauan,
serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik.
Untuk menjadikan pendidkan berkarakter yang sukses, guru
memang harus digemleng menjadi guru yang berkarakter
terlebihdahulu sejak mereka belajar dibangku perkuliahan
sebagai para calon guru.
Thomas Lickona menyebutkan setidaknya ada tiga cara guru
memiliki kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai dan karakter 18:
1. Guru dapat menjadi seorang penyayang yang efektif,
menyayangi dan menghormati murid-murid, membantu
mereka meraih sukses disekolah, membangun kepercayaan
diri mereka, dan membuat mereka mengerti apa itu moral
dengan melihat cara guru mereka memperlakukan mereka
dengan etika yang baik.
2. Guru dapat menjadi seorang model, yaitu orang-orang yang
beretika yang menunjukkan rasa hormat dan tanggung jawab

18
Thomas Lickona. Education for Character; Mendidik untuk membentuk
karakter. Alih bahasa Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara. 2012.
Hal. 112

243
yang tinggi, baik di dalam maupun di luar kelas. Gurupun
dapat memberi contoh dalam hal-hal yang berkaitan dengan
moral beserta alasannya, yaitu dengan cara menunjukkan
etikanya dalam bertindak di sekolah dan dilingkungannya.
3. Guru dapat menjadi mentor yang beretika, memberikan
instruksi moral dan bimbingan melalui penjelasan, diskusi
dikelas, bercerita, pemberian motivasi personal, dan
memberikan umpan balik yang korektif ketika ada siswa yang
menyakiti temannya atau menyakiti dirinya sendiri.

Sementara itu menurut Peter G Beidler dalam bukunya


Inspairing teaching yang dikutif oleh Dede Rosyada menyatakan
terdapat sepuluh kreteria guru yang baik (berkarakter).19
1. Seorang guru yang baik harus benar-benar berkeinginan
untuk menjadi guru yang baik. Guru yang baik harus mencoba
dan terus mencoba. Ia menghargai siswanya yang senantiasa
melakukan percobaan-percobaan. Dengan demikian, para
siswa akan menghargai kita, walaupun kita tidak sebaik yang
diinginkan, namun kita akan terus membantu siswa yang
ingin sukses.
2. Seorang guru yang baik mengambil resiko, mereka berani
menyusun tujuan yang sangat muluk, lalu mereka berjuang
untuk mencapainya.
3. Seorang guru yang baik memiliki sikap positif.
4. Seorang guru yang baik selalu tidak pernah punya waktu yang
cukup. Guru yang baik selalu mempersiapkan kelas dengan

19
Dr. Dede Rosyada, MA. Paradigma Pendidikan Demokratis; sebuah model
pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Jakarta: Prenada
Media. 2004. Hal. 115-117

244
sempurna dan memberi waktu luang untuk selalu belajar dan
membaca.
5. Guru yang baik berfikir bahwa mengajar adalah sebuah tugas
menjadi orang tua siswa, yakni bahwa punya tanggung jawab
terhadap siswa sama dengan tanggung jawab orang tua.
6. Guru yang baik harus selalu mencoba membuat siswanya
percaya diri, karena tidak semua siswa memiliki rasa percaya
diri yang seimbang dengan prestasinya.
7. Guru yang baik selalu membuat posisi tidak seimbang antara
siswa dengan dirinya, yakni dia selalu menciptakan jarak
antara kemmpuannya dengan kmampuan siswanya, sehingga
mereka selalu sadar bahwa perjalanan menggapai
kompetensinya masih panjang dan membuat mereka selalu
melakukan kegiatan dan menambah pengalaman
keilmuannya.
8. Guru yang baik selalu memotivasi siswa-siswinya untuk hidup
mandiri dan lebih bertanggung jawab.
9. Guru yang baik tidak percaya penuh terhadap evaluasi yang
diberikan siswanya, karena evaluasi mereka terhadap
gurunya bisa tidak objektif, walaupun pernyataan-pernyataan
mereka itu penting sebagai informasi, namun tidak
sepenuhnya harus dijadikan patokan untuk mengukur kinerja
keguruannya.
10. Guru yang baik senantiasa mendengarkan terhadap
pernyataan-pernyataan siswanya. Guru harus aspiratif
mendengarkan dengan bijak permintaan-permintaan
siswanya, kritik-kritik siswanya, serta berbagai saran yang
mereka sampaikan.

245
Proses belajar mengajar memegang peranan penting dalam
menentukan keberhasilan pendidakan dan pembelajaran yang
efektif juga tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh guru yang
profesional.20

Pendidikan karakter berlandaskan Islam; Sebuah Konsep


Alternatif
Sebagai muslim, kita berkeyakinan bahwa pendidikan
karakter, atau tepatnya pendidikan akhlak, harus bermula dari
guru yang berakhlak yang memiliki nilai-nilai ilahiyah. Hal ini
harus menjadi keyakinan bahwa hal-hal yang baik, karena agama
kita mengatakan hal itu baik. Dan sebaliknya kita mengatakan hal
itu buruk karena agama mengatakan hal itu.
Ada sebagian orang yang berpandangan bahwa dalam
pendidikan karakter itu terdapat nilai-nilai universal dan tidak
terkait dengan agama ataupun keyakinan seseorang. Hal ini keliru
karena tidak semua nilai-nilai itu pada praktiknya disepakati oleh
semua agama atau idiologi. Seperti di dalam Islam ada nilai-nilai
cinta dan akhlak terhadap Allah dan Rasulnya. Didalam Islam nilai
dan akhlak itu bukan hanya terkait pada hal lahiriah , tapi juga
bersifat batiniah. Misalnya murah hati merupakan suatu kebaikan
yang diakui semua orang. Namun, di dalam Islam berlaku murah
hati harus muncul dari niat yang benar dan dalam rangka mencari
ridha Alah SWT. Dan nilai-nilai yang berangkat dari kesepakatan
masyarakat tidak pernah tuntasdan akan senantiasa berubah dari
waktu ke waktu. Contohnya, nilai-nilai kesopanan dahulu
menceritakan hal yang berbau sex adalah hal yang tabu, saat ini

20
Prof. Abudin Nata, MA. Sosiologi Pendidikan Islam. Jakarta: Grafindo.
2014. Hal. 360

246
membicarakan sex itu hal yang biasa dan lumrah, dahulu
mengkritik pejabat merupakan perbuatan tidak sopan, bahkan
bisa disebut kriminal, tapi sekarang sebaliknya, para pejabat
harus lapang dada di kritik. Dengan berlandaskan beberapa
alasan diatas, kita meyakini bahwa pendidikan karakter bagi guru
maupun siswa muslim harus berlandaskan agama Islam.
Guru berkarakter adalah guru yang memiliki kualitas mental
atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti pendidik.
Rasulullah sebagai pendidik, guru teladan umat, umatnya harus
mampu menjadikannya sebagai tauladan dan role model dalam
kegiatan proses belajar mengajar guru. Karenanya Konsep Sidiq,
Amanah, Tablig dan Fatonah (SAFT), sebagai karakter yang
melekat dalam diri Rasulullah yang mampu mendidik masyarakat
Arab yang bodoh dan jahiliah, menjadi masyarakat yang memiliki
peradaban kosmopolitan. Konsep SAFT harus diserap sebagai
sebuah konsep utuh dalam upaya menciptakan kompetensi guru
yang memiliki visi dan berkarakter. Konsep-konsep tersebut
adalah :
Pertama, (S) berarti Kompetensi Sidiq. Sidiq adalah sebuah
kenyataan yang benar yang tercermin dalam perkataan
perbuatan dan keadaan batinnya. Artinya, guru memiliki sistem
keyakinan untuk merealisasikan visi, misi, dan tujuan serta
memiliki kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, arif, jujur
dan berwibawa, menjadi teladan peserta didik dan berakhlak
mulia.
Kedua, (A) berarti Kompetensi Amanah. Amanah adalah
sebuah kepercayaan yang harus diemban dalam mewujudkan
sesuatu yang dilakukan dengan penuh komitmen, kompeten,
kerja keras, kerja cerdas dan konsisten. Artinya, guru punya rasa

247
memiliki dan tanggung jawab yang tinggi, memiliki kemampuan
mengembangkan potensi secara optimal, memiliki kemampuan
mengamankan dan menjaga kelangsungan hidup serta
kemampuan membangun kemitraan jaringan.
Ketiga, (F) berarti Kompetensi Fathanah. Fathanah adalah
sebuah kecerdasan, kemahiran atau penguasaan bidang tertentu
yang mencangkup kecerdasan intelektual, emosional, dan
spiritual. Artinya guru harus memiliki kemampuan adaptif
terhadap perkembangan dan perubahan jaman, memiliki
kompetensi yang unggul bermutu dan berdaya saing serta
memiliki kecerdasan intelektual, emosi, dan spirit.
Keempat, (T) berarti Kompetensi Tabligh. Tabligh adalah
sebuah upaya merealisasikan pesan atau misi tertentu yang
dilakukan dengan pendekatan atau metode tertentu . Artinya,
guru memiliki kemampuan merealisasikan pesan atau misi,
memiliki kemampuan berinteraksi secara efektif dan memiliki
kemampuan menerapkan pendekatan dan metodik dengan
tepat.

Epilog
Siswa berkarakter, hanya dapat dihasilkan dari guru-guru
berkarakter. Guru yang berkarakter kuat, bukan hanya mampu
mengajar tetapi juga mampu mendidik, bukan hanya mampu
menstranfer pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga
mampu menanamkan nilai-nilai yang diperlukan untuk
mengarungi hidupnya. Guru cerdas, bukan hanya memiliki
kemampuan yang bersifat intelektual, tetapi yang memiliki
kemampuan secara spiritual dan emosional sehingga guru
mampu membuka mata hati peserta didik untuk belajar, yang

248
selanjutnya mampu hidup dengan baik di tengah-tengah
masyarakat. [*]

Tentang Penulis

Komaruzaman, M.Ed. Lahir di Tangerang,


15 Desember 1973. Pendidikan S1
diselesaikan di UII Yogyakarta. Kemudian
melanjutkan S2 di International Islamic
University of Malaysia dan National
University of Malaysia dan kandidat Doktor
di UIKA Bogor. Aktivis kampus pernah
menjadi Presidium Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se
Yogyakarta (FKSMY) tahun 1998, Front Perjuangan Pemuda
Indonesia (FPPI), LEM UII, Belajar Bersama LKIS, Himata-Yo, KBY.
Aktif membidani forum kajian, Demokrasi bagi Rakyat (DeBar
UII), ForJabar, Komunitas Lebah Yogyakarta, Direktur Forum
LEPPAS forum kajian PPI Malaysia dan pembina PPIM (Persatuan
Pelajar Indonesia Malaysia). Saat ini aktif sebagai ketua Dewan
Pendidikan Kab. Tangerang. Wakil Ketua Tanfidziah PCNU Kab.
Tangerang, Wakil Ketua ICMI Orda Kab. Tangerang, Manajer
Sinergi Leadership Training Centre, Dan menjadi pengasuh di
Pondok pesantren Terpadu Al Itqon Balaraja Tangerang Banten.

249
Daftar Rujukan

Amirulloh Syarbini. Buku Pintar Pendidikan Karakter.Jakarta:


Prima pustaka. 2012.

Bohlin, Karen, E. Teaching Character Education through


Literature. New York: Routledge Falmer. 2005

Dr. Dede Rosyada, MA. Paradigma Pendidikan Demokratis;


sebuah model pelibatan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
2004.

Hamid Hamdani. Perbandingan Filsafat Pendidikan. Bandung:


SEGA ARSY. 2010.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai


Pustaka. 1996.

Prof.Dr. H. Abudin Nata, MA. Sosiologi Pendidikan Islam. Jakarta:


Grafindo. 2014.

Prof. Dr.H. Haidar Putra Daulay, MA. Pendidikan Islam, Dalam


Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada
Media. 2004.

Roqib. Moh.Ilmu Pendidikan Islam.Yogyakarta: LkiS. 2009.

250
Thomas Lickona. Educating For Character; Mendidik Untuk
Membentuk Karakter. Alih bahasa Juma Abdu Wamaungo.
Jakarta: Bumi Aksara. 2012.

Thomas Lickona. Character Matters. Alih bahasa Juma Abdu


Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara. 2012.

Wendi Zarman. Ternyata Mendidik Anak Cara Rasulullah itu


Mudah dan Lebih Efektif. Jakarta: Ruang Kata. 2011.

Jurnal dan Internet :

Jurnal Islamia; Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam. Volume IX


No. 1 Maret 2014. Jakarta: INSIST.

Timpe, Kevin. Internet Encyclopedia of Philosophy. 2007. Diakses


dari http://www.iep.utm.edu/moral-ch/#H3

251
252
PEMERATAAN PEMBANGUNAN KUNCI
MASA DEPAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh: Muhamad Basyrul Muvid


Dosen Universitas Dinamika Surabaya

endidikan merupakan tiang penyangga suatu bangsa

P dimana bangsa akan maju manakala sistem


pendidikannya bermutu dan terarah. Memang sektor
pendidikan bukan satu-satunya sektor yang dapat memajukan
bangsa. Namun, pendidikan sebagai salah satu sektor utama dan
terpenting yang turut serta dalam memajukan suatu bangsa.
Mengingat, dunia pendidikan sebagai sarana dalam membentuk,
menempa, dan menggali berbagai potensi peserta didik sebagai
generasi bangsa berikutnya. Tujuan pendidikan jelas sebagai
pembentukan sumber daya manusia yang unggul, kompetitif dan
berdaya saing secara global. Semaju apapun ekonomi suatu
bangsa, semapan apapun politik suatu bangsa dan sebesar
apapun pendapatan belanja suatu bangsa, jika masyarakatnya
jauh dari kemajuan dalam bidang pendidikan, bangsa tersebut
lama kelamaan akan goyah bahkan hancur.
Sumber daya manusia inilah sebagai kunci dalam
memajukan, menjaga dan mempertahankan bangsa dari
kepungan zaman yang serba cepat yang menuntut kecakapan
dalam bersaing secara global. Suatu bangsa dapat menjad bangsa
kreatif, inovatif dan kompetitif manakala di sini oleh sumber daya

253
manusia yang maju, cerdas, cakap dan berdedikasi tinggi.
Sebaliknya, bangsa yang memiliki sumber daya manusia rendah
dapat dipastikan bangsa tersebut tidak berani “unjuk gigi” di
mata dunia; di depan negara lain, sulit bersaing dengan negara-
negara dunia, dan tidak bisa beradabtasi dengan perubahan
zaman yang begitu cepat. Untuk itu, sektor pendidikan sebagai
upaya membentuk sumber daya manusia yang cakap sangat
diperlukan dan harus menjadi perhatian serius suatu bangsa,
selain sektor penyangga yang lain.
Dalam memajukan pendidikan di suatu bangsa memang
diperlukan juga anggaran yang tidak sedikit, mengingat
pendidikan sifatnya berjenjang mulai dasar sampai tingkat tinggi.
Bangsa yang mengalokasikan anggarannya ke sektor pendidikan
secara besar, maka akan mempengaruhi laju pertumbuhan
pendidikan tersebut. Sebaliknya, jika bangsa atau negara
mengalokasikan anggaran dengan skala kecil atau rendah, maka
tidak bisa diharapkan pendidikan tersebut melaju dengan pesat
apalagi merata. Hal tersebut tergantung pada kebijakan dan
kepekaan pemerintah, apakah pendidikan menjadi skala prioritas
atau hanya sebagai sektor pelengkap.
Menurut hemat saya, disaat pendidikan di abaikan dan
pemerintah lebih condong kepada pembangunan infrastuktur
saja, ibarat seseorang membangun rumah tanpa membina
penghuni rumah. Akibatnya, penghuni rumah tidak bisa
menggunakan rumah tersebut sebagaimana mestinya, bisa bisa
rumah yang dibangun akan hancur atau tidak berfungsi secara
maksimal. Penting tidaknya pendidikan di suatu negara
tergantung kecakapan pemimpinnya, jika ia paham secara betul
akan pentingnya pendidikan maka ia akan menjadikan

254
pendidikan sebagai sektor utama; prioritas. Sebaliknya, bagi
pemimpin suatu bangsa yang menganggap pendidikan sebagai
sektor pelengkap, maka dapat dipastikan kejayaan bangsa yang ia
pimpin dalam jangka panjang tidak akan bertahan lama.
Pendidikan sebagai tahapan dalam mendidik manusia
menjadi manusia seutuhnya, yang mengerti dan memahami
peran dan fungsinya. Bukan menjadi manusia yang “liar” yang
keluar dari kodratnya dan melalaikan peran-fungsinya sebagai
makhluk Tuhan yang maha Esa. Manusia yang terdidik, akan
membentuk pribadi yang mulia sehingga akan benar-benar
menjaga bumi dari kerusakan, peperangan dan perpecahan.
Pribadi yang terdidik inilah yang akan mengantarkan mereka
menjadi generasi emas, generasi yang menyatukan bukan
pemecah, generasi yang mengutamakan kepentingan bersama
bukan kepentingan pribadi dan generasi yang berniat mengabdi
memajukan negeri bukan berniat menghancurkan negerinya.
Pribadi yang saleh (baik) inilah output dari dunia
pendidikan, tentu secara fakta masih banyak ditemukan orang
terdidik tapi perilakunya menyimpang dan tidak mencerminkan
nilai-nilai pendidikan. Namun, bukan berarti salah pendidikannya
atau lembaga pendidikannya secara total, bisa saja faktor
lingkungan, pergaulan atau keluarga. Kita harus bijak dalam
bersikap terhadap problem tersebut. Seringkali dunia pendidikan
menjadi sorotan dan disudutkan gara-gara banyak peserta didik,
mahasiswa atau lulusan pendidikan yang sikapnya amoral dan
“suka” berkonflik. Hemat saya, bukan salah secara total sistem
pendidikannya atau lembaganya, tapi cara menginternalisasi
nilai-nilai luhur yang diajarkan di dunia pendidikan yang belum
secara maksimal dilakukan oleh sebagian besar peserta didik;

255
mahasiswa, bisa juga cara guru mentransformasikan materi; ilmu
kepada peserta didik; mahasiswa yang kurang maksimal. Hal
tersebut adalah teknis dalam pengimplementasian pendidikan-
pengajaran. Artinya, yang salah bukan pendidikannya, tapi teknis
dari penerapan pendidikan tersebut yang kurang maksimal. Saya
kira, paradigma tersebut objektif dan bijak untuk mencari titik
temu secara adil.
Dunia pendidikan mustahil mengajarkan anak didiknya;
mahasiswa menjadi generasi yang buruk, semua pendidikan di
dunia pasti mengarahkan anak didiknya menjadi generasi emas
yang membangakan. Masalah-masalah pendidikan pasti dialami
oleh semua lembaga pendidikan di seluruh dunia, tergantung
kecakapan kita untuk merespon dan mencari solusi atas problem
tersebut. Dunia pendidikan sangat berjasa dalam membangun
sumber daya manusia di suatu negara, sehingga sudah
sepantasnya negara memperhatikan kondisi dunia
pendidikannya. Bukan hanya memperhatikan kondisi pendidikan
di saat ada problem atau kasus. Perhatian negara atas pendidikan
sangat dibutuhkan dan diharapkan khususnya bagi para pendidik
(guru; dosen). Mereka tidak bisa berbuat yang lebih untuk
kemajuan pendidikan secara utuh, diperlukan tangan-tangan
pemangku kebijakan, sehingga bisa saling bersinergi satu sama
lain dalam memajukan dunia pendidikan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas.
Kemajuan suatu pendidikan tidak bisa diukur hanya pada
jumlah siswanya, tenaga pendidiknya, atau akreditasinya, namun
masalah sarana prasarana juga perlu diperhatikan. Sarana
prasarana menjadi aspek yang juga penting dalam menunjang
proses pembelajaran di suatu lembaga pendidikan. Sehebat

256
apapun kurikulumnya, secerdas apapun gurunya tapi jika tidak
didukung oleh fasilitas yang memadai (sarana prasarana) akan
sulit mencetak peserta didik yang unggul, mutu pendidikan;
pembelajarannya akan terkesan monoton; klasikal sehingga
mempengaruhi mutu pendidikan di lembaga tersebut.
Peserta didik yang sebenarnya bisa dicetak unggul, akan
gagal manakala tidak didukung fasilitas yang memadai apalagi di
era sekarang yang serba teknologi. Sehingga, mereka tidak bisa
bersaing secara luas, ujung-ujungnya mereka “minder” dengan
lulusan; peserta didik lain yang didukung fasilitas yang memadai.
Tidak hanya berdampak pada peserta didik; mahasiswa, pendidik
(guru; dosen) juga kena imbasnya dari adanya sarana prasana
yang rendah, mereka tidak bisa berkreasi, berinovasi. Mengingat,
media pembelajaran sebagai alatnya tidak ada, mungkin ada tapi
tidak maksimal.
Membangun fasilitas di suatu lembaga pendidikan (dunia
pendidikan) memerlukan anggaran dari negara, kecuali bagi
sekolah;madrasah;perguruan tinggi yang dinaungi yayasan atau
pesantren besar dan maju sudah tidak memerlukan asupan
nutrisi dari negara. Anggaran pendidikan yang dikeluarkan
pemerintah cenderung “menganak emaskan” lembaga
pendidikan negeri. Sekolah, madrasah atau perguruan tinggi
swasta harus mati-matian mencara “biaya” hidup secara mandiri
untuk tetap eksis. Mereka setiap menjelang ajaran baru selalu
diliputi rasa gelisah dan khawatir tentang penerimaan
mahasiswa; peserta didik baru, akankah banyak yang mendaftar
ataukah sedikit atukah tidak ada. Hal ini pasti dan pasti dialami
oleh sebagian besar lembaga pendidikan swasta, khususnya yang
memiliki fasilitas; sarana rendah.

257
Secara teori memang tidak ada orang tua yang ingin
anaknya sekolah; kuliah di lembaga pendidikan yang kurang
maju, atau dengan fasilitas yang tidak mendukung. Mereka akan
memilih menyekolahkan anaknya ke lembaga pendidikan yang
bermutu, bagus, fasilitas lengkap dan banyak prestasi. Sekolah
yang kekurangan sarana prasarana tidak mungkin bisa atau
sangat sulit untuk bisa berprestasi unggul dari sekolah-sekolah
yang memang sudah kuat secara fasilitas dan mutu.
Hal tersebut masih sepintas sekolah swasta, ada yang
lebih memperhatinkan yakni madrasah swasta yang dikelola oleh
yayasan sederhana yang hanya bisa bertahan lewat “pundi-
pundi” pembayaran peserta didik dan mungkin sebagian dari
Dana Bos. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang
sangat “mencolok” ketertinggalannya dengan sekolah umum.
Pendapat tersebut wajar adanya, mengingat anggaran
pendidikan dari pemerintah dipecah menjadi dua kementerian,
yakni kementerian pendidikan dan kebudayaan serta perguruan
tinggi yang menanugi lembaga pendidikan umum, dan
kementerian agama yang menaungi lembaga pendidikan Islam,
haji, wakaf, zakat, infaq, pengadilan agama dan KUA. Bisa
dibayangkan kementerian agama dengan anggaran yang jauh
lebih kecil dibanding anggaran yang didapat kementerian
pendidikan dan kebudayaan serta pendidikan tinggi, masih
dibagi-bagi dengan beberapa sektor. Ini sungguh tidak masuk
akal, di luar logika mana bisa lembaga pendidikan Islam maju
melebihi pendidikan umum, dari segi anggaran saja jauh beda.
Sehingga, bisa kita saksikan bagaimana nasip dan wajah
madrasah-madrasah yang ada di Indonesia mulai tingkat rendah
sampai atas. Belum kampus yang berhaluan agama (kampus

258
Islam) yang swasta akan nampak jauh kesenjangannya dengan
kampus-kampus umum, meskipun itu swasta.
Untuk mengejar ketertinggalan inilah diperlukan adanya
program pemerataan pembangunan pendidikan secara Nasional,
khususnya dalam segi anggaran. Karena membangun fasilitas
(sarana prasana) pendidikan dibutuhkan biaya agar lembaga
pendidikan tersebut bisa bermutu dan berkualitas dalam semua
aspek. Fasilitas yang memadai akan memudahkan guru dalam
berkreasi dan berinovasi, peserta didik;mahasiswa juga akan
lebih cepat berkembang, cakapn dalam melakukan inovasi dan
penemuan-penemuan lainnya yang bermanfaat.
Dalam membangun pemerataan pembangunan pendidikan
Nasional di Indonesia hemat saya ada beberapa langkah yang
perlu diperhatikan:
Pertama, anggaran pendidikan yang diberikan pemerintah
kepada kementerian pendidikan dan kebudayaan serta
pendidikan tinggi, memang sudah banyak namun jika
dimungkinkan ditingkatkan lagi untuk mengejar ketertinggalan
sekolah-sekolah di seluruh Indonesia yang masih jauh dari
kemajuan. Sekolah-sekolah negeri yang sudah baik, maju dalam
segi kualitas dan kuantitas seharusnya tidak disamakan dengan
sekolah-sekolah swasta yang masih rendah mutu pendidikannya
dalam segi anggaran. Yang saya amati, sekolah-sekolah negeri
semakin tahun semakin maju, dan pasti membangun atau
merenovasi. Sedangkan sekolah-sekolah umum, tahun ke tahun
tetap sampai atap runtuh. Baru dikasih bantuan. Harusnya,
sekolah negeri yang sudah maju dan berkembang, anggarannya
diperkecil mengingat kebutuhan mereka sudah banyak
terpenuhi, hanya tinggal meningkatkan dan memelihara segala

259
fasilitas yang sudah ada. Kemudian, anggaran untuk sekolah-
sekolah swasta diperbesar untuk mendulang pembangunan agar
merata. Bayangkan banyak sekolah swasta, khususnya di
pedalaman yang sangat tidak layak, mulai dari atap, tembok,
kondisi kelas, media pembelajaran di dalam kelas dan
kesejahteraan guru. Jika sekolah-sekolah swasta diangkat dan
dibenahi secara Nasional, maka dapat dipastikan akan terjadi
pemerataan pendidikan antara sekolah negeri dengan sekolah
swasta. Sekolah swasta yang sudah di”sulap” megah, mewah dan
baik dengan fasilitas yang memadai akan dilirik oleh orang tua
calon peserta didik dan khalayak umum, sehingga setiap
pergantian tahun mereka tidak khawatir akan jatah anak didik
yang mendaftar ke sekolahnya tersebut.21 Dan sekolah swasta
akan bisa bersaing dengan sekolah-sekolah negeri, dan akan lebih
berani menunjukkan “taringnya” untuk berkompetisi.
Kedua, anggaran kementerian agama yang salah satunya
menaungi lembaga pendidikan Islam; madrasah snagat minim.
Hemat saya, anggaran kementerian agama harus diperbesar lagi,
mengingat kementerian agama menuangi banyak bidang tidak
hanya pendidikan agama saja, lain halnya dengan kementerian
pendidikan dan kebudayaan yang fokus mengurus pendidikan di
Indonesia. Agar jatah anggaran untuk pendidikan Islam juga kian
banyak. Atau membuat kementerian baru yang hanya fokus
mengurus dunia pendidikan Islam. Kefokusan ini diharapkan
mampu memusatkan segala perhatiannya untuk perbaikan,
pengelolaan dan kemajuan pendidikan Islam di Indonesia. Selama

21
Hal ini juga didukung oleh kebijakan Pak Muhajir (mantan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan) yang mengeluarkan kebijakan “sistem zonasi”
yang menghapus label “mewah” sekolah-sekolah negeri.

260
pendidikan Islam di kelola oleh kementerian agama yang itu juga
mengurus masalah lain, maka pendidikan Islam di Indonesia tidak
akan bisa menjadi prioritas bagi program kementerian agama.
Untuk itu, pemerintah harus mengkaji lebih serius lagi peran
kementerian agama apakah secara anggaran dan birokrasi
mampu mengurus lembaga pendidikan Islam di Indonesia mulai
dari tingkatan rendah sampai Perguruan Tinggi secara baik dan
menyeluruh. Semua itu memang memerlukan sebuah kajian dana
analisis, apakah sudah cukup dengan menambah anggaran untuk
kementerian agama bisa menjadikan alat ukur untuk memajukan
pendidikan Islam secara menyeluruh, ataukah perlu dibentuknya
kementerian baru yang hanya fokus mengurus dunia pendidikan
Islam di Indonesia. Dua opsi ini kiranya perlu diperhatikan oleh
pemerintah secara serius agar tidak ada lagi ketimpangan antara
pendidikan Islam dengan pendidikan umum dan juga antara
sekolah swasta dengan sekolah negeri.
Dengan demikian, yang penulis kritisi di sini adalah
kesenjangan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta dan
antara sekolah umum dengan madrasah. Dengan solusi yang
sudah penulis tawarkan di atas. Mudah-mudahan solusi tersebut
dapat menjadi jalan alternatif bagi terwujudnya pemerataan
pembangunan pendidikan nasional di Indonesia. Paling tidak,
solusi di atas dapat dijadikan pertimbangan oleh pemangku
kebijakan dalam hal ini pemerintah-pejabat terkait.
Sudah waktunya dunia pendidikan di Indonesia berbenah,
bukan hanya berbenah setiap lima tahun sekali dengan
bergantinya kurikulum dan peraturan-peraturan yang bersifat
administratif. Mengapa tidak ada program pembenahan sarana
prasarana untuk lembaga-lembaga pendidikan yang secara nyata-

261
nyata memerlukan sarana; fasilitas yang memadai. Sekolah
negeri semakin hari semakin menjulang, sedangkan sekolah
swasta semakin hari tidak menunjukkan peningkatan secara
fasilitas secara drastis, apalagi madrasah-madrasah swasta yang
kian hari “tercekik” akibat jumlah murid yang kian tahun menipis.
Bagi sekolah/madrasah yang maju sebelumnya karena didukung
oleh dana yayasan yang besar sehingga bisa memenuhi berbagai
keperluannya secara mandiri, namun ini hanya berapa persen jika
ditotal sekolah/madrasah swasta yang ada di Indonesia?
Sehingga tidak bisa dijadikan patokan kalau sekolah/madrasah
swasta di Indonesia sudah maju dan merata. Secara fakta
memang tidak demikian, masih banyak dan sangat banyak
sekolah/madrasah swasta di daerah-daerah terpencil bahkan di
kota besar yang masih memiliki sarana prasarana yang terbatas.
Keterbatasan dari segi sarana inilah yang menyebabkan
mereka tidak bisa bersaing secara “cepat” dengan sekolah-
sekolah negeri yang sudah maju terlebih dahulu dengan asupan
anggaran yang begitu besar dan lancar. Status negeri bukan
berarti menjadi “anak emas”, sedangkan status “swasta” menjadi
anak tiri suatu bangsa. Mengingat, peran dan tujuan antara
sekolah negeri maupun swasta atau sekolah umum maupun
madrasah adalah sama, yakni sama-sama ingin mencerdaskan
anak bangsa, melahirkan peradaban dan mengembangkan aspek-
aspek pendidikan lainnya. Sehingga, tidak tepat jika sekolah
negeri milik pemerintah sehingga harus maju, sedangkan sekolah
swasta milik non pemerintah sehingga harus hidup secara
mandiri. Bagitupun dengan madrasah. Ini sebuah paradigma yang
sesat dan fatal.

262
Pemerintah bisa menerapkan satu harga BBM untuk
seluruh wilayah Indonesia, sudah berhasil melakukan
pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia, dan
pemerintah juga memberikan anggaran besar untuk desa (dana
desa) agar tidak tertinggal dengan kota, di samping untuk
memutus proses urbanisasi masyarakat. Namun, apakah
pemerintah tidak bisa untuk melakukan pemerataan
pembangunan pendidikan nasional di Indonesia? Jika mampu,
lantas kapankah? Sampai saat ini tidak ada program yang
mengarah kesana. Dengan semakin majunya pendidikan di
negara-negara luar sana, apakah tidak bisa menjadikan “magnet”
pemerintah untuk serius memajukan pendidikandalamnegeri,
melalui pengembangan dan perbaikan sarana prasarana
pendidikan kita, bukan selalu sibuk dengan urusan administrasi,
sosialisasi, workshop, dan seminar-seminar nasional lainnya yang
hal itu tidak ada feed back bagi perbaikan sistem pendidikan
maupun bagi pendidik itu sendiri, semua itu berjalan hanya
formalitas semata.
Kegiatan-kegiatan tersebut sejauh ini belum bisa
membuka paradigma baru bagi pendidik dan lembaga pendidikan
secara signifikan. Semisal, sosialisasi untuk menerapkan metode
dan strategi pembelajaran yang variatif dan menarik berbasis
android/ media online saat pembelajaran, ini akan sulit
diterapkan di sekolah/madrasah yang belum mempunyai LCD,
atau koneksi internet dan lain sebagainya. Meskipun, rata-rata
sekolah/madrasah sudah mempunyai LCD meskipun hanya satu
dan wifi internet, tapi belum bisa dijadikan jawaban; kesimpulan
bahwa semua sekolah/madrasah di Indonesia sudah terkoneksi
dengan internet dan sudah memiliki LCD.

263
Artinya bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh mapan
tidaknya sarana prasarana yang dimiliki oleh masing-masing
lembaga pendidikan yang ada di Indonesia. Anggaran untuk
merubah kurikulum nasional, anggaran untuk mensoliasisakan,
workshop dan diklat lainnya itu juga tidak sedikit. Kita tahu
bahwa mensosialisasikan kurikulum 2019 secara nasional tidak
mudah dan itu memerlukan waktu yang tidak lama. Seharusnya,
pemerintah sebelum melakukan pembaharuan dan perubahan
kurikulum secara nasional, terlebih dahulu melihat kondisi
lembaga pendidikan secara nasional, apakah sudah siap ataukah
masih belum? Sepanjang yang saya tau, masih banyak lembaga
pendidikan di Indonesia yang belum siap dengan pemberlakuan
kurikulum 2013, sehingga kurikulum ini diterapakn secara
bertahap. Tentu, bagi saya ini sebuah langkah yang tidak efektif
dan terkesan terburu-buru.
Permasalahan pendidikan mendasar bukan pada system
kurikulumnya, tapi pada pemerataan pembagunan yang hal ini
meliputi fasilitas dan sarana prasarana pendidikan secara
nasional. Kesenjangan antara sekolah satu dengan sekolah lain ini
masih ada dan kelihatan secara nyata. Seharusnya ini dulu yang
diselesaikan dan diperhatikan secara serius.
Saya menyakini mau dirubah sebagus apapun
kurikulumnya atau hal-hal yang bersifat administrative lainnya
tidak akan bias memajukan pendidikan di Indonesia secara
nasional. Mungkin bagi lembaga pendidikan yang sudah maju,
fasilitas mumpuni pasti akan bias menyesuaikan. Tapi bagi
lembaga pendidikan yang kurang akan fasilitas, akses dan lainnya
akan menjadikan beban dan kian mempersulit. Namun, jika yang
diprogramkan adalah pemerataan pembagunan pendidikan

264
secara nasional dan sudah benar-benar direalisasikan kemudian
mau diterapkan kurikulum baru, saya menyakini semua lembaga
pendidikan di Indonesia akan siap dan mau maju secara bersama-
sama.
Kemudian, masalah kebijakan menteri Nadiem Makarim
sebagai menteri pendidikan Indonesia tentang “Merdeka Belajar”
sepanjang saya pahami ini sebagai kebijakan bagus dan efektif,
namun lagi-lagi ini masalah administrative dan kebijakan yang
bersifat internal. Memang seorang menteri tidak bias membuat
kebijakan tentang “pemerataan pembangunan pendidikan
nasional”, mengingat ini masalah anggaran yang itu masuk
wilayah kebijakan pemerintah pusat dan DPR RI. Namun,
seyogyanya melalui menteri pendidikan yang paham betul
masalah dunia pendidikan di Indonesia, ia menyampaikan usulan
terkait program tersebut kepada pemerintah dalam hal ini
presiden, agar dipertimbangkan untuk selanjutnya dibahas
bersama dengan anggota dewan.
Problem pokok pendidikan di Indonesia bukan pada
pendidiknya, peserta didiknya, atau kurikulumnya tapi kepada
sarana prasananya yang kurang mumpuni. Pendidik dan peserta
didik di sekolah maju akan semakin canggih dan kreatif, karena
didorong oleh fasilitas yang mumpuni, sebaliknya pendidik dan
peserta didik yang ada di sekolah kurang maju bahkan tertinggal
akan “hidup” seadanya, melakukan pembelajaran seperti biasa
dan pada intinya “pokoknya belajar”, sehingga wajar tidak ada
niatan untuk berinovasi dan berkreasi, karena media yang
dijadikan untuk melakukan inovasi dan kreasi tidak ada, mungkin
ada tapi terbatas. Sedangkan, dana sekolah tidak bias menunjang
hal tersebut. Jadi, sekolah yang maju akan tambah maju, dan

265
sekolah yang tertinggal akan semakin tertinggal manakala tidak
ada uluran bantuan dari pemerintah pusat melalui program
pemerataan pembangunan pendidikan nasional.
Secara logika sekolah atau madrasah yang kurang maju
tidak akan bias mengejar atau bersaing dengan sekolah-sekolah
maju secara signifikan kalau mereka tidak dikasih alat; bahan
yang dalam hal ini adalah fasilitas. Mengingat, menjadi maju,
tidak hanya perlu kecerdasan pendidik, kecakapan peserta didik
tapi juga sarana yang mumpuni untuk mendulang itu semua.
Saya yakin jika pemerataan pembangunan pendidikan
nasional ini benar-benar digalakkan maka tidak ada namanya
sekolah maju dan sekolah tidak maju, sekolah favorit dan non
favorit, sekolah mewah dan non mewah dan “lebel” lainnya.
Semua akan sama rata, dan orang tua juga tidak akan memilah
milah sekolah mana yang maju dan tidak maju untuk anaknya.
Sehingga, selain merata dalam bidan gpembangunan, juga akan
merata dalam penerimaan masing-masingsiswa baru. Ini akan
menghilangkan “keresahan” di setiap menjelang tahun ajaran
baru bagi sebagian sekolah-sekolah yang membutuhkan peserta
didik baru yang dalam hal ini banyak dialami oleh sekolah-
sekolah; madrasah swasta.
Pemerataan pembangunan pendidikan nasional ini juga
akan mendulang madrasah sebagai basis pendidikan Islam di
Indonesia, agar tidak selalu dipinggirkan oleh sebagian
masyarakat. Kemajuan fasilitas dan kelengkapan sarana prasana
akan mendesain madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam
yang “mewah” yang nantinya dapat memikat hati masyarakat
untuk menyekolahkan anaknya di madrasah. Selain itu, madrasah
akan bias bersaing dengan sekolah-sekolah lain dalam segala hal,

266
baik itu bidang akademik maupun non akademik. Sehingga, tidak
ada kesan bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam
yang terpinggirkan.
Adanya pemerataan pembangunan pendidikan nasional
sebagai bentuk keadilan dan kesejahteraan bagi dunia
pendidikan di Indonesia yang nantinya akan berdampak pada
kemakmuran pendidik (guru) dan lingkungan yang ada di
lembaga pendidikan tersebut. Hal ini juga akan memudahkan
pemerintah untuk melakukan suatu kebijakan, baik berkenaan
dengan perubahan kurikulum, pembelajaran daring atau
penilaian dan kebijakan pendidikan nasional lainnya. Jadi, tidak
ada alasan yang mendasar adanya sekolah yang tidak siap
dengan kebijakan tersebut, mengingat semua sekolah; madrasah
memiliki standar sarana; fasilitas yang sama; merata. Tinggal
kecakapan dari kepala sekolah dan guru dibantu dengan tenaga
lain untuk mengembangkan sarana prasana tersebut menjadi
baik dan bias digunakan untuk memajukan pembelajaran, ekstra
kulikuler dan layanan pendidikan lainnya. Tentu ini memerlukan
evaluasi setiap tahunnya oleh pemerintah pusat atau pejabat
kementerian pendidikan terkait pendayagunaan fasilitas; sarana
prasarana tersebut.
Untuk itu, kiranya pemerintah harus bergerak cepat untuk
mengentaskan permasalahan mendasar pendidikan yang ada di
Indonesia ini, salah satunya melalui pemerataan pembagunan
pendidikan nasional. Harus focus disini terlebih dahulu baru focus
kemasalah pendidikan yang lain. Pemerataan pembangunan
pendidikan ini sebagai usaha untuk menghilangkan kesenjangan
antar lembaga pendidikan di Indonesia dan juga untuk mengejar
ketertinggalan sebagian besar lembaga pendidikan Indonesia

267
serta untuk menghilangkan status “anak kandung” (sekolah
negeri) dan “anak tiri” (sekolah swasta).
Pemerataan pembangunan pendidikan nasional ini juga
sebagai representasi dari sila kelima yakni “keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia”, adanya program ini sebagai bentuk
keadilan sosial. Pendidikan bukan milik orang kota, tetapi juga
semua masyarakat Indonesia. Fasilitas pendidikan bukan hanya
dimiliki oleh siswa kota-kota besar, tapi juga siswa-siswa seluruh
Indonesia. Kemudian, yang mewakili Indonesia berkompetisi
secara Internasional bukan hanya diwakili oleh siswa-siswa dari
sekolah yang maju, tapi siswa-siswa di desa dan di sekolah
kurang maju juga punya hak yang sama untuk mewakili
bangsanya secara Internasional. Ini akan benar-benar terwujud
manakala pemerataan pembanguna npendidikan nasional benar-
benar digalakkan dan menjadi skala prioritas pemerintah dalam
bidang pendidikan.
Mudah-mudahan, opini sederhana ini bias didengar oleh
para pemangku kebijakan untuk selanjutnya dapat
dipertimbangkan. Besar harapan saya untuk pendidikan di
Indonesia ini bias maju secara merata bukan maju secara
sebagian. Dan semoga tulisan ini memberikan api semangat kita
untuk ikut memperbaiki, memajukan dan mengembangkan
pendidikan di Indonesia sesuai dengan kapasitas kita masing-
masing. Terimakasih…!
Wassalam…
Surabaya, 30 April 2020
Muhamad Basyrul Muvid

268
MEMERDEKAKAN PIKIRAN DENGAN
LITERASI

Oleh: Asep Yana Yusyama


Dosen Politeknik Negeri Jakarta

ita harus berani mengakui bahwa tingkat membaca

K pelajar dan mahasiswa masih rendah. Berbeda dengan


negara maju yang masyarakatnya juga memiliki
pemikiran maju dan salah satu alternatif untuk memajukan
pemikiran yakni dengan memperbanyak wawasan. Jika pelajar
dan mahasiswa hanya mengandalkan materi selama di dalam
kelas, tentu porsinya tidak akan terlalu maksimal, maka
suplemennya dengan membaca. Banyak sekali dewasa ini
kegiatan serta aktivitas yang menggaungkan upaya meningkatkan
literasi di Indonesia, bahkan presiden ingin agar kegiatan literasi
terus ditingkatkan sampai-sampai dalam kurikulum disertakan
aktivitas literasi sebelum kegiatan belajar mengajar dilakukan.
Seiring berkembanganya teknologi, kesempatan untuk
membaca tentu saja semakin luas. Misalnya dengan
memanfaatkan internet, tidak hanya sumber buku bacaan saja,
bisa e-book, jurnal atau berita elektronik sekalipun. Wajar saja
jika masyarakat kita mudah sekali termakan isu hoaks, membaca
sekilas, tanpa pernah diklarifikasi kebenarannya, langsung
disebarluaskan, sehingga tidak jarang yang akhirnya terjerat UU
ITE. Memang memperihatinkan. Pramoedya Anantaa Toer
seorang sastrawan besar yang banyak melahap bacaan-bacaan

269
yang tidak hanya berbahasa Indonesia, tetapi juga membaca
bacaan berbahasa Belanda, Inggris, dan bahasa lainnya, sampai ia
menjadi seorang penulis besar hingga karya-karyanya masih bisa
dinikmati hingga sekarang. “Seorang terpelajar harus sudah
berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”.
Statment itu yang terlontar dari salah satu novelnyayakni
Bumi Manusia. Tidak sedikit toko buku dan perpustakaan sepi
pengunjung, bahkan di Kota di mana penulis tinggal, beberapa
toko buku sampai harus gulungtikar saking jarangnya pembeli.
Mahal, mungkin saja menjadi salah satu alasannya. Karena
memang selain minat membaca yang kurang harga buku asli di
pasaran juga relatif mahal. Akan tetapi kaum milenial masih
mampu untuk membeli kuota internet untuk berselancar di dunia
maya atau bermain game online yang jumlah kuotanya bahkan
harus merogoh kocek hingga ratusan ribu rupiah. So apakah hal
tersebut salah?
Salah satu terobosan menteri pendidikan yang baru ialah
merdeka belajar, artinya konsep perangkat pembelajaran yang
selama ini rumit cukup disederhanakan. RPP yang semula
tebalnya bukan main, sekarang cukup hanya satu lembar saja per
tiap pertemuan. Tinggal kita melihat dan mengevaluasi saja
apakah cara tersebut cukup efektif atau sebaliknya. Semangat
Mas Menteri untuk merombak kurikulum juga terkendala dengan
adanya wabah Covid-19 yang seluruh sekolah dan kampus untuk
sementara diharuskan belajar dari rumah atau belajar daring.
Namun, banyak dari aktivis anak yang protes mengapa konsep
belajar di rumah tidak disertai kurikulumnya yang jelas sehingga
siswa atau mehasiswa tidak melulu dijejali tugas yang hal
tersebut dianggap menjemukan, ditambah lagi para orang tua

270
yang mengeluh karena mereka dituntut harus turut serta
mendampingi anaknya mengerjakan tugas dari gurunya.
Informasi dan teknologi tidak bisa kita hindari, bahkan kita
harus siap menerima pembaharuan. Sistem belajar yang semakin
canggih dengan memanfaatkan IT menuntut agar guru/dosen
harus terus meningkatkan kompetensinya demi tercapai tujuan
belajar yang sesuai dengan tuntuan zaman. Tidak jarang guru
yang kalah melek teknologinya dibandingkan muridnya, sehingga
guru terkesan dianggap kuno, terus menggunakan metode lama
dalam mengajar dan pada akhirnya siswa menjadi jenuh dan
posisi guru di mata siswa terkalahkan oleh teknologi.
Guru harus mampu mengguakan teknologi, bahkan harus
lebih pintar dari siswa agar peran guru tidak begitu tergantikan,
bahkan agar wibawa guru selalu ada. Istilah pembelajaran
elektronik atau lebih dikenal e-learning menunut sekolah dan
kampus agarmampuberadaptasi dengan teknologi. Hal tersebut
demi terwujudnya tujuan dari proses pembelajaran itu sendiri.
Akan tetapi proses pedidikan dlam membangun karakter siswa,
peran guru masih sangat dibutuhkan terutama dalam
membangun akhlak yang baik.

Teknologi Dan Literasi


Jika dikaitkan antara teknologi dan literasi tentu saja saling
berhubungan. Misalnya saja dalam kondisi pendemi seperti
sekarang ini ialah kualitas dan kuantitas siswa dalam membaca
harus meningkat. Bagaimana tidak, kesempatan waktu mereka
lebih banyak, waktu untuk menyelesaikan bacaan jadi lebih luas,
tidak harus bacaan dari buku saja, bisa bacaan dari e-book.
Menurut penulis, dalam situasi seperti sekarang, ada seseuatu

271
yang dilupakan oleh guru, yakni kewajiban membaca buku
selama siswa belajar dari rumah. Seharusnya guru
menyampaikan dan mewajibkan agar smua siswa membaca buku
atau menyelesaikan bacaan tertentu dan hasil laporan bacaannya
bisa menjadi poin. Satu minggu satu buku misalnya untuk siswa
tingkat SLTA, penulis rasa tidak akan terlalu memberatkan siswa,
kecuali jika ada siswa yang minat membacanya harus dibangun
dari nol.
Kendati demikian, agar siswa memilki kegemaran
membaca, maka guru pun harus meningkatkan kualitas
membacanya. Karena hal ini akan menjadi sebuah ironi jika murid
saja yang diwajibkan membaca sementara gurunya tidak.
Bahkan, guru tidak harus gemar membaca saja, menulis harus
menjadi kemampuan yang dimliliki guru agar menjadi contoh
para muridnya. Terlebih jika buku rujukan yang menjadi bahan
belajar merupakan buah karya gurunya sendiri, tentu siswa akan
semakin bangga pada sang guru. Penulis rasa hal tersebut bukan
angan-angan semata.
Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran buat pendidikan
kita. Salah satunya peran teknologi sangat urgen dalam mencapai
keberhasilan pembelajaran jarak jauh. Banyak guru yang sudah
mengenal dan bisa membuat konten materi pembelajaran dari e-
learning, akan tetapi bagaimana dengan kondisi di pelosok yang
jangkauan internet belum ada? Haruskan lantas para murid
menganggur tidak melakukan apapun, atau bahkan guru terlena
dengan kondisi ini karena baginya walaupun tidak mengajar yang
penting gaji tetap masuk ke rekening. Jika ada selesai sudah
pendidikan kita, hancur sehancur hancurnya. Selama berbulan-
bulan para siswa tidak melakukan aktivitas belajar apapun,

272
sehingga kemampuannya tidak terasah atau bahkan otakya
tumpul.
Masa depan pendidikan Indonesia di masa mendatang
adalah sebuah proses pembelajaran yang sudah akrab dengan
teknologi. Jika para siswa bisa meperoleh fasilitas gawai dari
orang tuanya, maka sekarang saatnya pemanfaatan gawai
tersebut bisa positif. Guru menjadi ujung tombak, tidak hanya
harus melek teknologi, tetapi harus memahami problem soulving
selama proses pembelajaran jarak jauh ini berlangsung. Banyak
siswa yang jenuh dengan kondisi belajar dari rumah, orang tua
mengeluh, sementara pemerintah kita belum menyediakan
fasilitas konseling tiap sudut wilayah, akhirnya kita menjadi
bingung berjamaah.
Budaya literasi yang harus tertanam pada setiap elemen
guru dan siswa tidak semudah membalikan telapak tangan.
Perpustakaan belum semua tersedia di sekolah yang menjadi
sentral pengembangan literasi. Berat memang. Indonesia sangat
luas, jumlah sekolah sangat banyak, sementara anggran masih
terbatas. Segala bentuk keterbatasan tidak begitu urgent untuk
saat ini. Kegiatan membaca bisa dilakukan dari sebuah gawai,
mencari segala bentuk informasi untuk memperkaya wawasan
harusnya tidak terbendung.Memaknai literasi sebagai kebutuhan
tidak lagi menjadi beban, itulah yang harus tertanam pada
pemikiran siswa kita. Menjadi manusia dengan kuat karakter
wawasannya, tidak melulu soal keterbatasan yang dikedepankan.
Potensi Indonesia untuk menjadi bangs besar sangat terbuka.
Sumber daya alam melimpah, jumlah usia produktif yang tinggi,
agar posisi strategis Indonesia menjadi negara berkategori maju
tidak hanya menjadi sebuah ironi.

273
Kualitas pendidikan di Indonesia harus lebih maju dengan terus
memotong segala keterbatasan dan hambatan yang
membelenggu. Upaya pemerintah utuk memajuka pendidikan
sangat terlihat. Misalnya saja mengirim guru ke perbatasan.
Selain itu memberikan fasilitas sarana parasarana ke tiap sekolah
coba dilakukan agar terjadi pemerataan. Meskipun hal tersebut
belum maksimal, akan tetapi masih terus berlanjut.
Wajah pendidikan Indonesia di masa mendatang ialah
senyum para generasi muda yang pemikirannya kaya dengan
wawasan, skill sumber daya manusia yang bisa bersaing dengan
SDM negara berkategori maju lainnya. Pendidikan Indonesia di
masa mendatang harus menjadi mercusuar, khusunya di kawasan
Asia. Menurut riset yang bertajuk World’s Most Literate Nation
Ranked yang dilakukan oleh Central Connectitut State University
pada tahun 2016, posisi Indonesia berada di peringkat 60 dari 61
negara tentang minat baca.
Hal ini menjadi cambuk untuk kita semua betapa
menyedihkannya minat membaca di Indonesia. Sekolah dan
kampus menjadi sentral dalam mendongkrak minat baca. Selain
it, penggerak dan pelaku dalam upaya meningkatkan minat baca
harus terus di dukung. Peran Pusat Krgiatan Belajar Masyarakat
harus terus dibentuk, yang sudah ada dimaksimalkan. Sepertinya
menjadi dambaan semua elemen jika generasi muda kita yang
sudah akrab dengan ilmu pengetahuan, dengan literasi yang
menjadi kebutuhan. Buku selalu menjadi teman, bukan hanya
gawai yang selalu menjadi candu.

274
Pendidikan Dan Karya
Banten memilki tokoh ulama mahsyur yang keteladanannya
harus dicontoh yakni Syekh Nawawi al-Bantani. Ia memiliki
semangat menuntut ilmu dan berkarya. Kaitan dengan mental
masyarakat di Indonesia dewasa ini sungguh mengkhawatirkan,
sangat bertolak belakang dengan semangat Syekh. Kita sebagai
warga yang mudah diadu domba, beda pilihan walaupun saudara
atau bertetangga bisa meimbulkan percikan konflik. Orang
Indonesia lebih senang berselancar di media sosial daripada
harus duduk di majelis, berdiskusi bertukar pikiran.
Orang kita lebih suka membaca sumber dari media sosial
daripada harus berlama-lama duduk di perpustakaan untuk
menyelesaikan bacaan dan menambah kualitas keilmuan.
Memang sungguh mengenaskan. Hadirnya media sosial dampak
buruknya ialah menciptakan budaya instan, bagi yang belum siap
untuk menggunakannya tidak bijak. Sayangnya, mayoritas di
Indonesia masih demikian. Ada kalanya kita berselancar di media
sosial untuk menyampaikan kebenaran informasi pengetahuan,
memang itu hal positifnya.
Semangatnya Syekh Nawawi al-Bantani menuntut ilmu,
tidak cukup satu guru yang ia ambil ilmunya. Ia menimba ilmu
pada Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki,
kemudianSyekh Ahmad an-Nahrawi, Syekh Ahmad Khathib
Sambas, Syekh Ahmad ad-Dimyati, Syekh Muhammad Khathib
Duma al-Hanbali, Syekh Zainuddin Aceh, Syekh Syihabuddin
Syekh Ahmad Khathib Sambas, Syekh Abdul Ghani Bima, Syekh
Abdul Hamid Daghastani, Syekh Yusuf Sunbulawani, dan masih
banyak lagi guru yang lainnya. Di antara nama guru yang

275
disebutkan tersebut, di antaranya ada yang berasal dari tanah
Arab, Mesir, Syam dan dari Indonesia.
Semangat menuntut ilmu dan berkarya yang dicontohkan
oleh Syekh Nawawi al-Bantani harus ditanamkan pada setiap
orang Indonesia, khususnya generasi muda. Semangat tidak
berputus asa dalam menimba ilmu, tidak menyerah dalam
keadaan. Kemiskinan kultural yang menjangkit mental orang kita
belum juga dapat disembuhkan. Kemiskinan kultural lebih
berbahaya daripada kemiskinan harta benda. Kemiskian kultural
berdampak pada maju tidaknya suatu bangsa, umat dan agama.
Walaupun usia bangsa Indonesia sudah merdeka 74 tahun
namun pembangunan di semua sektor terhambat. Ini karena
sumber daya manusia kita yang belum siap. Pada kenyataannya
sebagian orang Indonesia masih beranggpan bahwa menuntut
ilmu bukan hal yang terlalu penting. Hal tersebut tercermin
masih banyak masyarakat kita yang masih buta huruf, tidak
melek pendidikan. Orang tua petani, anaknya harus petani, orang
tua nelayan anaknya harus nelayan. Kurang adanya motivasi dari
orang tua untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik
untuk keturunannya. Hal itulah yang penulis maksud sebagai
kemiskinan kultural. Nasib sejatinya dapat diubah, salah satu
caranya berupaya dengan menuntut ilmu di dunia pendidikan.
Saat ini orang Indonesia juga mengalami sakit, yakni tuna
karya. Tidak produktif, lebih suka menjadi penonton darpada
harus menjadi inisiator. Tidak terima jika ada kaum buruh asing
membludak datang ke tanah air, tapi hanya bisa mencaci. Kita
lebih suka menjadi penikmat saja (konsumen) dari pada menjadi
pencipta. Lihat saja begitu Indonesia menjadi pasar yang
menggiurkan untuk pemasaran elektronik, misalnyahandphone.

276
Kita bangga menjadi pengguna saja, padahal yang meraup
keuntungan besar ialah negara Produsen. Menjadi seorang yang
produktif, semisal berkarya menghasilkan tulisan (buku) lebih
mulia daripada harus menjadi seorang tuna karya.
Berkarya tidak ada batasan waktu dan tempat, Syekh
Nawawi al-Bantani, di Mekah ia berkarya, di Indonesia juga sama.
Karya berupa hasil kreasi seseorang yang manfaatnya dapat
dirasakan oleh orang lain. Menjadi seorang guru juga berkarya,
produknya ialah murid yang mengamalkan ilmunya. Terjadinya
transfer keilmuan antara guru dan murid sebagai wujud
regenerasi untuk mempertahankan eksistensi peradaban
manusia. Melanjutkan perjuangan alim ulama sampai nabi.
Menuntut ilmu tanpa pantang menyerah dan berkarnya dalam
bentuk apapun merupakan teladan yang diberikan oleh Syekh
Nawawi al-Bantani kepada umat generasi penerusnya.
Memilki semangat berkobar layaknya Syekh Nawawi al-
Bantani harus ditanamkan di tiap jiwa generasi muda saat ini.
Karena dengan itulah kita akan memilki harapan dan juga sebagai
bentuk ikhtiar sebagai khalifah di muka bumi. Allah swt juga amat
senang dengan orang yang produktif. Bahkan Allah tidak
menyukai hambanya yang pemalas, banyak menyia-nyiakan
waktu yang seharusnya diisi dengan hal bermanfaat, yang
tentunya bernlai ibadah. Membaca buku, datang pada guru,
berdiskusi, atau berdiam diri di tempat lumbung ilmu merupakan
langkah awal yang harus dilakukan oleh muslim jika ingin
membawa kemajuan bagi dirinya, terlebih bagi agama
bangsanya. Tidak seperti sekarang, islam tertinggal dalam segala
aspek. Karya Syekh Nawawi al-Bantani yang sampai sekarang
masih menghiasi khasanah keilmuan adalah bukti nyata bahwa

277
untuk menjadi manusia unggul tidak tercipta dengan cara instant.
Penuh darah dan perjuangan. Karena itulah selayaknya manusia
menanamkan kebaikan, meninggalkan karya yang agung untuk
kemaslahatan umat manusia di dunia hingga akhirat kelak.
Saat ini tidak ada alasan lagi bagi anak Indonesia untuk
tidak bersekolah bahkan hingga kuliah. Sekolah negeri mulai dari
jenjang SD-SLTA sudah digratiskan pemerintah. Walaupun masih
ada anak Indonesia yang tidak sekolah dengan berbegai alasan,
terutama faktor ekonomi. Walapun tidak dipungut biaya untuk
sekolah, akan tetapi hal lainnya tetap saja harus dibeli sendiri
misalnya seragam dan buku. Jika hal tersebut masih dijadikan
alasan, maka dengan adanya BOS bisa menjawab pertanyaan
tadi, karena penggunaan dana BOS memang salah satunya untuk
membeli peralatan sekolah.
Jenjang perguruan tinggi, sejak era Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono sudah ada Bidik Misi. Dari program
tersebut telah lahir ribuan sarjana yang berasal dari keluarga
tidak mampu secara ekonomi. Tahun ini, program Bidik Misi
hanya berganti wajah saja, namanya KIP kuliah. Secara esensi
sama, yakni untuk mengakomodir mahasiswa yang memiliki
prestasi, namun tidak mampu secara ekonomi, sehingga
mahasiswa yang terbantu dengan program pemerintah tersebut
akhirnya bisa mengangkat harkat dan martabat keluarganya, dan
terputuslah rantai kemiskinan.
Sejatinya tujuan utama pendidikan ialah menanusiakan
manusia. Bagaimana manusia bisa menggunakan akal dan
kemampuannya secara optimal, tanpa adanya diskriminasi.
Dengan demikian, maka dipastikan manusia itu merdeka,
meredeka sejak pemikiran, lahir, dan batin. Konstitusi di

278
Indonesia juga mengamanatkan agar negara hadir untuk
memajukan kesejahteraan umum, memajukan kehidupan
bangsa. Hal senada dituliskan dalam UUD 1945 Pasal 31
mengatakan bahwa Setiap Warga Negara Berhak Mendapat dan
mengikuti Pendidikan Dasar dan Pemerintah Wajib
membiayainya.
Jelas, bahwa pendidikan ialah hak setiap warga negara
Indonesia tanpa terkecuali. Wajah pendidikan di masa
mendatang tidak boleh lagi ada warga negara yang tidak bisa
bersekolah. Sarana prasaran harus mengalami pemerataan, dari
mulai kota hingga ke pelosok perbatasan. Guru harus tersebar
merata ke berbagai wilayah, sehingga tidak ada lagi penumpukan
guru di suatu sekolah, sedangkan di perbatasan satu guru
mengajar semua kelas. Wajah pendidikan Indonesia mengatang
juga harus terus bersentuhan dengan teknologi untuk
mempermudah transfer knowledge. Terakhir para pelajar harus
terus meningkatkan minat baca agar prinsip Tut Wuri Handayani
dapat benar-benar melekat pada pelajar, bukan hanya semboyan
semata. Ingat pepatah KI Hajar Dewantara, Ing Ngarso Sung
Tolodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh Programme for
International Student Assessment (PISA), pada Selasa (3/12) di
Paris, menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77
negara.Hasil penelitian PISA menyebutkan bahwa Indonesia
mendapatkan angka 371 untuk kategori membaca, 379 untuk
matematika dan 396 untuk ilmu pengetahuan (sains). Indonesia
tertinggal dari Malaysia yang berada di peringkat ke-56, dengan
mendapat nilai 415 untuk membaca, 440 untuk matematika dan
438 untuk sains.(https://www.vivanews.com)

279
Data ini menjadikan Indonesia berada di peringkat enam
terbawah, masih jauh di bawah negara-negara tetangga seperti
Malaysia dan Brunei Darussalam. Survei PISA merupakan rujukan
dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai
kemampuan membaca, matematika dan sains.
Ada beberapa faktor penyeb di antaranya kompetensi guru
yang masih harus ditingkatkan. Kompetensi guru di Indonesia
masih berada di tingkat yang sangat rendah. Ironis memang, di
satu sisi guru dituntut untuk terus memberi ilmu, tetapi guru
sendiri jarang menambah wawsannya. Dari hasil Uji Kompetensi
Guru (UKG) nilai guru rata-rata di bawah 5.
Kemudian, sistem pendidikan yang membelengguEra
pendidikan 4.0, menuntut guru tidak lagi menjadi sumbertunggal
dalam sistem pembelajaran, melainkan sebagai pendamping,
penyemangat dan fasilitator. Artinya, bila sistem pendidikan 4.0
ingin berhasil, maka anak-anak murid kini harus diedukasi untuk
menjadi lebih aktif. Fakta membuktikan, setiap anak mempunyai
karakter yang berbeda-beda. Mereka akan menjadi lebih cerdas
bila mempelajari suatu hal yang berkenaan dengan minat dan
bakatnya. Berikutnya lembaga pendidikan harus berbenah.
Fakultas Keguruan di berbagai perguruan tinggi harus melakukan
inovasi, apalagi dalam mencetak calon guru, yang notabene
menjadi ujung tombak pendidikan. Kurikulum di IKIP harus terus
berinivasi menerima perubahan. Jika saat ini pendidikan dan
teknologi erat kaitannya, maka mesti ada arah kurikulum yang
mengitegrasikan kedunya.
Peningkatan kualitas siswa harus diimbangi dengan
kompetensi tenaga pengajarnya. Salah satu upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan kompetensi dosen ialah dengan mengikuti

280
pelatihan. Tujuan meningkatkan kompetensi guru/dosen dapat
berbentuk Training of Trainer (TOT) tentang strategi metode
belajar mengajar dalam pendidikan modern. Pelatihan harus
menitikberatkan pada strategi belajar menyenangkan di kelas.
Memang salah satu permasalahan yang sering timbul ialah
tidak terciptanya pembelajaran yang mengembirakan dalam
kelas. Hal tersebut sepertinya terlihat sepele, akan tetapi
bagaimana mahasiswa semangat belajar dan nyaman di kelas jika
metode pembelajaran berlangsung monoton dan garing, siapa
tahu mungkin hal tersebut yang menyebabkan mahasiswa malas
belajar atau bahkan datang ke kelas.
Berbeda jika suasana pembelajaran di kelas berlangsung
menyenangkan, antusiasme belajar tinggi, pemahaman terhadap
materi meningkat hingga dosen selalu dirindukan keberadaannya
di kelas, bukan malah sebaliknya. Menciptakan inovasi
pembelajaran, media pembelajaran, strategi belajar, metode
pengajaran hingga assesment. Sebenarnya hal tersebut bukan
sesuatu yang baru bagi dosen sebagai pengajar. Ketika kuliah
salah satu meterinya ialah tentang strategi belajar mengajar.
Materi teori strategi dalam belajar mengajar yang
sebenarnya pada kurikulum pendidikan di Indonesia juga sudah
dipelajari dan diaplikasikan. Selain itu, terkait metode
pembelajaran, banyak pakar pendidikan dari Indonesia yang
menulis buku tentang teori pembelajaran yang sumber teorinya
diadopsi dari pendidikan barat dengan alasan lebih modern.
Alternatif pembelajaran yang tidak lagi menggunakan pola lama
dalam metode pembelajaran, misalnya metode ceramah.
Kemudian bagaimana strategi menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan sesuai dengan cara belajar siswa/mahasiswa

281
dengan pola pikir dewasa dan materi ajar tetap tersampaikan
dengan baik.
Beberapa metode yang bisa dipih untuk alternative
pembelajaran aktif di antaranya ialah Flipped Classroom,
Cooperative Learning, KWHLAQ, Debates, Concept Map/Mind
Map, Role Plays, Presentatioan, e-Learning and m-Learning,
Discussion Gruop, Panel/Expert Groips. Work-based learning,
Seminar, Brainstrom, Problem-centred Teams, Inquiry-based
Learning, Simulation Games, Demonstration, Large Group
Facilitation, Small Group Workshop, Project, dan Field Trip.
Metode di atas memiliki fungsi agar pemahaman
siswa/mahasiswa terhadap materi di kelas memilki pemahaman
yang sama, meminimalisir ketimpangan pemahaman. Misalnya
metode FIshBowl, metode ini bertujuan agar mahasiswa lebih
dalam memahami materi yang diajarkan. Caranya dengan
membagi beberapa orang peserta, dipimpin oleh seorang ketua
mengadakan suatu diskusi untuk mengambil suatu keputusan.
Tempat duduk diatur dalam susunan semi lingkaran (setengah
lingkaran), sub kelompok pendengar duduk mengelilingi sub
kelompok diskusi dengan dua atau tiga kursi kosong menghadap
peserta diskusi (sub kelompok diskusi). Kemudian simulation
games dan role plays—metode ini digunakan agar mahasiswa
tidak jenuh di kelas, terhibur dan suasana kelas jadi
menyenangkan.
Secara umum, metode pembelajaran tersebut di atas
menitikberatkan pada siswa/mahasiswa agar lebih aktif di kelas,
antusias belajar meningkat, tidak jenuh/bosan, tidak
menyalahkan siswa ketika melakukan kesalahan dalam belajar,

282
tidak mendiskriminasi, tidak melontarkan kata-kata negatif, dan
tidak menghukum kesalahan mahasiswa.
Peran dosen diharapkan hanya sebagai fasilitator,
motivator, inspirator dan rekan bagi mahasiswa. Selalu
memberikan pujian, reward, apapun yang dilakukan mahasiswa.
Selain yang dijelaskan tersebut di atas, peran akhlak juga amat
penting. Bagaimana peran lembaga pendidikan juga harus
mencetak siswa memiliki etika dan moral yang baik, yang sesuai
dengan norma pancasila dan agama. Tidak sedikit guru yang
merasa kewalahan dalam mendidik anak didiknya.
Keluhan dapat berupa luapan emosi atau hanya bias
tertahan di hati yang akhirnya menjadi penyakit batin. Jadi,
menjadi pendidik adalah tantangan besar, namun juga
menyenangkan. Menggembirakan jika sang guru mendapati
muridnya menjadi orang berhasil. Menyedihkan jika ada murid
yang gagal, serasa teriris. Namun, untuk saat ini yang harus
tertanam dalam mental guru sebagai pendidik adalah, ajarkan
para murid tentang kebaikan, ilmu pengetahuan dan akhlak.
Yakini bahwa kita telah melakukan hal terbaik dengan cara
terus meningkatkan kompetensi, pastikan guru selalu hadir di
sekolah. Tidak hanya hadir ketika membahas uang sertifikasi
guru/dosen yang tidak kunjung cair. Jangan lelah guru harus
membahas manakala mendapat isiswanya yang menyimpang dari
norma, maka pendidik sudah tah uapa yang harus dilakukan.
Sebagai pendidik, harus meyakini bahwa tangan-tangan murid
kita yang akan menarik kita masuk kedalam surga, dengan syarat
keikhlasan.
***

283
Tentang Penulis

Asep Yana Yusyama, Tinggal di Grand Sutera


Kota Serang. Menempuh pendidikan SS-1 dan
S-22 di Untirta, Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia Bergiat di Kubah Budaya. Saat ini
mengajar di Politeknik Negeri Jakarta,
Kampus UI Depok. Menulis cerepen dan
artikel semenjak di bangku kkuliah S-1,
beberapa karyanya pernah dimuat di Radar Banten, Kabar
Banten, dan Banten Raya Post. Penulis juga aktif menulis di blog
dengan alamat http://asep-yana.blogspot.com/
Cp/WA. 087771096611

Asep Yana Yusyama

Asep Yana Yusyama

Yusyama

284
WAJAH PENDIDIKAN MASA DATANG DI
INDONESIA
Bercermin dari Sistem Pendidikan di Luar Negeri

Oleh: Dedy Setiawan


Dosen Politeknik Negeri Bandung

S aya sekolah SD sampai SMA pada kurun akhir tahun


1960 an sampai akhir 1970 an. Di tahun 1980 an
sampai sekarang saya menjadi pengajar di suatu
perguruan tinggi. Namun di tahun 2020 ini, saya belum melihat
ada nya kemajuan yang berarti – hanya perubahan kurikulum
yang terjadi karena pergantian mentri. Saya pun senantiasa
mengamati pendidikan dasar dan menengah karena keterlibatan
anak-anak saya yang harus melampaui pendidikan SD sampai
SMA di Indonesia, dan sebagian di antara nya karena keikut
sertaan mereka dengan saya dalam tugas belajar di New Zealand
dan Australia, saya pun mengamati bagaimana pendidikan dasar
dan menengah diterapkan di luar negri.
Sekolah sekolah di New Zealand dan Australia memiliki
kualitas yang diakui dunia, sehingga banyak diantaranya para
siswa dari luar negeri datang untuk sengaja mengenyam
pendidikan di sekolah sekolah tersebut. Wajar kiranya kita
bercermin pada sekolah-sekolah berkualitas tersebut sehingga
kita melihat dan membandingkan bagaimana sekolah sekolah di
luar negeri itu diselenggarakan. Kedua negara ini memiliki sistem
pendidikan yang serupa dan mungkin juga diterapkan atau
ditemukan di negara negara yang sudah maju seperti Inggris dan
Amerika.

285
Beban Akademik Siswa
Yang dimaksud dengan beban akademik siswa adalah
jumlah pelajaran yang harus dipelajari dalam tiap semester oleh
para siswa dan isi dari pelajaran tersebut. Dengan kata lain, ini
adalah kurikulum yang digunakan di sekolah New Zealand dan
Australia.
Untuk sekolah dasar, fokus pembelajaran ditekankan pada
penguasaan literacy dan numeracy. Literacy adalah kemampuan
yang berhubungan dengan bahasa sebagai alat komunikasi,
sehingga skills focus yang ditekankan adalah membaca dan
menulis. Sementara numeracy adalah kemampuan yang
berhubungan dengan perhitungan yang dalam hal ini diwakili
oleh subjek matematika. Di jaman Information Technology (IT)
ini, literacy juga berkembang menjadi computer dan internet
literacy atau IT literacy.
Disamping itu, sekolah juga memberikan bekal pada
siswanya untuk bisa hidup mandiri di masyarakat dengan baik,
berinteraksi dengan sesama warga didalam maupun luar sekolah,
bisa hidup sehat dan bertanggung jawab terhadap kemajuan
belajarnya sendiri. Oleh karenanya, mata pelajaran yang ada di
tingkat SD ini tak lebih dari beberapa pelajaran yang dapat
mendukung semua tuntutan yang dicanangkan sekolah, seperti
halnya performing arts, physical education, English, humanities,
mathematics, dan science. Mata pelajaran tersebut dikerikan
secara berjenjang, dimana di kelas tiga pertama, pelajaran
membaca, menulis dan berhitung merupakan pelajaran yang
diutamakan untuk supaya kemampuan sederhana dari literacy
dan numeracy dapat dikuasai.

286
Dari segi contents, siswa tidak dituntut untuk menguasai
materi pelajaran dengan kompleksitas yang tinggi, tetapi siswa
diarahkan untuk mampu menerapkan skills yang didapat dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga pengguanaan alat bantu seperti
computer atau sejenisnya seperti laptop, tablet, dan ipad
menjadi alat bantu yang tak bisa dihindari. Tidak ada ujian
sekolah atau pun nasional untuk bisa berlanjut dari SD ke SMP
dan SMP ke SMA.
Memang wajar kalau kurikulum harus berubah dari satu
periode berikutnya. Tapi sebaiknya jangan sampai memberikan
kesan ‘Gantri Mentri, ganti kurikulum’. Kalau ini terjadi maka
perubahan itu adalah karena faktor pimpinan yang mengepalai
satu kementrian. Perubahan itu harus tejadi karena kondisi dan
situasi dunia, khususnya karena pengaruh sains dan teknologi.
Kurikulum atau materi pengajaran yang diterapkan tahun 1970
an, misalnya, tidak mungkin lagi diterapkan sekarang ini.
Di tingkat yang lebih tinggi, SMP dan SMA yang di
Australia biasanya disatukan dari year 7 sampai 12 dengan nama
College atau High School, siswa diarahkan pada minat dan bakat
dirinya, sehingga pelajaran-pelajaran yang diambil akan
disesuaikan dengan minat dan bakat yang menjadi pilihan siswa
tersebut. Di kelas akhir (11 dan 12), seorang siswa di satu
semester mungkin hanya mendapatkan sekitar 5 pelajaran.
Di tingkat akhir itu siswa diarahkan pada dua jalur: untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi atau bekerja. Mereka yang akan
bekerja diberikan pelajaran-pelajaran yang sifatnya skill-oriented
seperti pelajaran memasak, computer, atau lainnya. Setiap
sekolah memiliki kekhususan dalam keahlian yang diberikan pada
siswanya. Bahkan ada yang mengarahkan siswanya untuk

287
menjadi atlet atau seniman. Pada jalur ini, siswa tidak diharuskan
untuk mengikuti ujian. Setelah selesai, mereka akan diberikan
sertifikat tanda kelulusan.
Sementara untuk mereka yang berminat melanjutkan ke
perguruan tinggi, pelajaran pelajaran yang sifatnya akademik
seperti fisika, matrematika, biologi dan kimia diberikan lebih
intensif. Pada jalur ini, siswa diharuskan mengikuti ujian. Nilai
ujian tersebut akan digunakan untuk mendaftar ke perguruan
tinggi. Di Indonesia, baru pada era Mentri Nadiem Makarim
(tahun 2019) ini ujian nasional ditiadakan. Namun ujian akhir
sekolah tetap dilaksanakan.
Ujian Nasional (UN) di Indonesia memang mengalami
berbagai perubahan baik dari segi sistem maupun
pelaksanaannya. Pernah suatu saat di awal tahun 2000 an UN
dijadikan syarat kelulusan siswa. Ini mengalami kontroversi yang
sangat meresahkan di masyarakat karena nasib siswa yang sudah
belajar sekian lama itu ditentukan hanya dalam ujian yang
diselenggarakan dalam waktu lebih kurang 2 hari. Kemudian UN
dijadikan sebagai salah satu penentu dari kelulusan siswa. Ini pun
mengalami kontroversi yang serupa karena banyak sekolah yang
melakukan manipulasi dalam hal penilaian maupun
penyelenggaraan UN nya semata mata untuk mempertahankan
gengsi agar sekolah nya dianggap atau bisa masuk ke sekolah
yang memiliki ranking. Selanjutnya UN hanya dijadikan pedoman
untuk melihat standar kelulusan saja sebelum akhirnya
dihapuskan sama sekali.
Kalau di Australia Ujian akhir tingkat SMA itu hanya
dilakukan sekali, dan itu pun hanya dilakukan oleh mereka yang
berminat untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, Ujian di

288
Indonesia dilakukan bisa beberapa kali oleh siswa kelas 3 SMA
ini.
Pertama mereka harus mengikuti ujian akhir di sekolah.
Dimana sebelum UN dihapus, mereka pun harus mengikuti UN
tersebut. Kemudian Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(UMPTN) yang sekarang dilakukan dalam bentuk UTBK – Ujian
Tertulis Berbasis Komputer. Untuk ini siswa diberikan pilihan
untuk mengikuti sekali atau dua kali dengan pilihan antara
jurusan IPS atau IPA.
Setelah lulus itu siswa juga dapat mengikuti Ujian masuk
perguruan tinggi swasta yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang bersangkutan. Tergantung pada individu siswa, ujian
seperti ini bisa diikuti beberapa kali di PTS yang berbeda sampai
siswa mendapatkan PT yang betuk betul diinginkan. Setiap test
atau ujian masuk yang diikuti ada biaya yang harus dibayarkan
yang jumlahnya tidak sedikit. Apalagi untuk PTS yang bergengsi,
biaya ujian masuk bisa jutaan rupiah.
Apa arti semuanya ini?
Di Australia dan New Zealand, dengan Ujian yang
diselenggarakan pemerintah satu kali dan nilainya bisa dijadikan
alat untuk masuk ke berbagai perguruan tinggi, Ujian ini akan
terasa lebih efektif dan efisien. Siswa bisa berkonsentrasi penuh
untk mengikuti Ujian tersebut. Di Indonesia, Ujian yang harus
dilakukan oleh siswa beberapa kali dapat menyebabkan siswa
frustasi dan akhirnya tidak peduli dengan hasil yang dicapai.
Memang UTBK yang diselenggarakan oleh pemerintah
memberikan siswa untuk tiket masuk dengan nilai yang ada
didalamnya dan bisa digunakan untuk masuk ke sekolah sekolah
PT swasta. Namun, kenyataannya tidak semua PTS menerima

289
‘tiket’ tersebut. Apalagi sekolah kedinasan seperti IPDN dan
STAN, mereka memiliki sistem seleksi mahasiswa yang berbeda
dengan PTS biasa.
Tampaknya perlu dikaji oleh pemeruntah tentang Ujian
yang selama ini ada dan harus dihadapi siswa kelas akhir SMA ini.

Metoda pengajaran
Meskipun tidak dengan resmi diberi label seperti yang ada
di Indonesia dengan nama Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), tapi
begitulah metoda pelajaran yang dilakukan di sekolah sekolah
Australia dan New Zealand. Semua siswa sejak dari awal didorong
untuk aktif mengkomunikasikan pendapat dan sikapnya. Aktifitas
seperti group work dan presentasi di depan kelas merupakan
aktifitas belajar sehari hari. Para guru benar-benar bertindak
sebagai fasilitator dari pelajaran yang diampunya. Dalam
interaksi kelas, akan hampir tidak nampak seorang guru
menerangkan panjang lembar (lecturing).
Buku pelajaran memang ada, tetapi itu hanya dijadikan
sebagai salah satu buku acuan dan tidak menjadikan pengajaran
menjadi textbook oriented. Apabila ada suatu bahasan, siswa
dianjurkan untuk juga mendapatkan bahan dari sumber lain
seperti internet dan buku di perpustakaan. Sementara, pokok
bahasan dalam pelajaran sangat diarahkan pada keemanfaatan
dan aplikasinya di kehidupan nyata (sehari-hari).
Pekerjaan rumah untuk sekolah dasar hampir tidak ada.
Sedangkan di tingkat yang lebih tinggi seperti kelas 10 s/d 12,
terkadang ada dan itu biasanya dibahas dalam bentuk suatu
presentasi bagi siswa untuk dikomunikasikan ke kelas. Bentuk
lain dari pekerjaan rumah untuk kelas tingkat atas ini adalah

290
tugas yang menjadi portfolio siswa untuk dijadikan penilaian.
Jumlah siswa didalam kelas yang tak lebih dari 20 orang
membuat para guru mampu memberikan penilaian dengan
seksama terhadap tugas yang dikerjakan para siswanya.
Seringkali, penilaian siswa didasarkan pada tugas tugas yang
dikumpulkannya; dan hanya sedikit yang diberikan dalam bentuk
test atau sejenis ulangan harian atau ulangan umum atau
semesteran kalau di Indonesia.
Di Indonesia, metode CBSA sering hanya sekedar nama
saja. Mungkin ini terjadi karena kurang pengetahuannya
bagaimana CBSA seharusnya diterapkan dalam kelas atau
mungkin karena fasilitas yang kurang memadai. Dalam CBSA
siswa harus mengambil inisiatif dalam mendapatkan bahan
pelajaran. Guru adalah fasilitator. Sehingga siswa harus lebih aktif
dari sekedar mendengarkan atau mengerjakan soal yang ada
dalam buku panduan atau yang diberikan oleh guru.
Tahapan yang seharusnya terjadi dalam CBSA adalah guru
memperkenalkan topik, selanjutnya siswa mencari bahan tentang
topik yang akan didiskusikan dalam kelompok kecil dan kemudian
dipresentasikan di kelas. Terakhir guru melakukan semacam
simpulan dari apa yang didiskusikan siswa tentang topik yang
dibahas. Untuk bisa menerapkan metode seperti itu, guru harus
memiliki wawasan yang lebih luas baik dari segi content maupun
class management nya atau metode pengajarannya. Tentu saja
fasilitas buku pendukung atau internet harus ada sebagai bahan
untuk memperkaya materi topik yang dibahas.
Faktor jumlah siswa bisa juga jadi kendala karena siswa
yang terlalu banyak menyebabkan beban guru terlalu banyak
pula untuk dapat mengoreksi pekerjaan siswa.

291
Sementara itu faktor waktu belajar kalau dilihat di
Indonesia memang lebih banyak. Sekolah yang mulai dari jam 7
sampai dengan jam 3 di Indonesia dan jam 9 sampai dengan jam
3 di Ausralia membuat siswa Indonesia seharusnya bisa lebih
mendapatkan materi yang lebih banyak atau bisa lebih baik
secara akademik. Namun tampaknya ini tidak terjadi. Lebih
banyak belajar belum tentu bisa membuat anak jadi lebih pintar;
bahkan mungkin bisa menjadi lebih capai dn akhirnya tidak bisa
lagi menangkap materi pelajaran yang diberikan.

Fasilitas sekolah
Ketergantunagn pada computer dan internet membuat
sekolah harus menyediakan fasilitias yang dipakai oleh para
siswanya secara cuma-cuma, dan ini menjadi standar fasilitas
yang harus ada di sekolah sekolah di Australia dari tingat SD
sampai perguruan tinggi. Sebagian sekolah meminjamkan laptop
kepada para siswanya selama mereka sekolah disana, dan
sebagian lagi mewajibkan para siswanya untuk membeli sendiri
portable computer berupa laptop, tablet ataupun i-pad. Internet
ini juga digunakan sebagai alat komunikasi sekolah kepada para
orang tua siswa mengenai keberadaan siswa di sekolahnya serta
dan hal-hal lain mengenai sekolah melalui portal dan website
sekolah.
Meja dan bangku yang ada di sekolah merupakan meja
dan bangku yang ringan dan mudah dipindahkan, berbeda
dengan yang ada di sebagian besar sekolah sekolah di Indonesia
yang keberadanaya sangat kaku dan susah untuk dipindahkan.
Fleksibilitas tempat duduk ini untuk menunjang kegiatan siswa di
sekolah dalam kerja kelompok ataupun melakukan diskusi dan

292
presentasi di depan kelas. Di tingkat college (SMP & SMA), setiap
siswa diberi pinjaman tempat menyimpan barang (locker) beserta
kuncinya, sehingga barang-barang siswa yang cukup berat,
misalnya, tidak perlu dibawa pulang pergi dari rumah ke
sekolahnya.
Juga sudah menjadi standar bahwa sekolah sekolah di
Australia dan New Zealand memiliki lapangan olahraga luas
terbuka yang digunakan untuk bermain sepak bola ataupun
rugby, disamping sarana olah raga indoor untuk berbagai macam
permainan olah raga seperti basket ball, badminton, gymanastics,
dsb. Tentu saja setiap sekolah memiliki perpustakaan dan lab-lab
penunjang pelajaran, bahkan ruangan atau gedung pertunjukan
kesenian (theater) dengan fasilitas lengkap. Semuanya itu
digunakan untuk mengembangkan minat dan bakat siswa yang
beragam.
Untuk memiliki fasilitas seperti yang ada di sekolah
sekolah Australia dan New Zealand, tampaknya masih butuh
waktu yang cukup lama bagi Indonesia. Namun tanpa cita cita
idealisme dan pengetahuan mengenai sekolah dan fasilitas yang
harus disediakan, semuanya itu hanya jadi mimpi saja di
Indonesia. Yang dimaksudkan adalah bahwa sekolah yang
memiliki fasilitas seperti lapang olah raga sepakbola bisa
dibangun di Indonesia. Di kota-kota yang sudah padat
penduduknya seperti kota kota di Jawa seperti Jakarta, Bandung,
dan Surabaya, lahanya sudah tidak memungkinkan lagi. Tapi di
daerah daerah yang masih relatif kecil pendudknya seperti ti
daerah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, sekolah
dengan fasilitas olah raga sepakbola dapat diwujudkan.

293
Setiap ruangan kelas, sekolah di Ausralia tidak hanya
disediakan papan tulis atau white board tapi juga dilengkapi
laptop atau computer beserta computer projector yang siap
dipakai apabila guru hendak menjelaskan atau memainkan film
melalui screen sehingga tidak perlu ngesetup projector dan
screen nya secara dadakan yang terkadang butuh waktu.
Mungkin ini tidak bisa diterapkan di sekolah sekolah di Indonesia
sekarang atau dalam waktu dekat, meskipun sebagian kecil
mungkin fasilitas semacam ini sudah ada. Tapi, itulah ruang kelas
di masa depan; dan Indonesia harus mampu menyediakannya
entah kapan pun juga.
Sarana olah raga baik indoor mauoun outdoor tersebut
diperlukan oleh masyarakat. Jadi pihak sekolah dapat
meminjamkan fasilitas olah raga tersebut ke masyarakat sekitar
nya sementara pengelolaan nya dilakukan oleh Sekolah. Ini
memang membutuhkan pengelolaan sarana yang memadai dari
pihak sekolah dan management pendidikan yang lebih tinggi
seperti tingkat Kanwil. Namun, sarana seperti itu dapat
menciptakan prestasi bagi Indonesia secara keseluruhan.
Sementara yang ada di masyarakat, sarana sarana seperti itu
hampir sudah tidak ada lagi sekarang, khususnya di Pulau Jawa.
Tanah yang dulunya lapangan sepak bola sudah beralih menjadi
shopping mall. Jadi, bagaimana masyarakat bisa berprestasi
dalam olah raga atau lainnya, kalau sarana nya saja tidak ada.
Dalam hal ini, sekolah dapat membantu mewujudkan adanya
sarana yang memadai tersebut.

294
Manajemen dan suasana sekolah
Management sekolah dimulai dari managemen kelas,
kemudian sekolah dan kumpulan ortu siswa yang peduli terhadap
sekolah. Tentu saja sekolah berada dibawah binaan Kanwil yang
juga dapat berperanan terhadap suasana sekolah.
Belajar sekolah di luar negeri yang maju biasanya
didasarkan pada umur. Mereka yang berumur antara 5 sampai
dengan 17 tahun harus sekolah dan kalau anak pada usia
tersebut di jam sekolah berada diluar sekolah, ortu mereka akan
dipanggil oleh polisi untuk diminta pertanggungjawabannya.
Sementara di Indonesia, wajib sekolah didasarkan pada tingkat
sampai dengan SMP. Namun pelaksanaannya pun tidak
diterapkan dengan konsisten karena masih terlihat banyanya
anak di usia sekolah yang tidak belajar dan dibiarkan saja.
Suasana sekolah di Australia dibuat senyaman mungkin
sehingga anak anak senang berada di dalamnya. Aktifitas-aktifitas
yang bisa membuat tidak nyaman, membosankan dan
melelahkan seperti halnya baris berbaris (sebelum masuk kelas
seperti yang masih terlihat di banyak sekolah dasar di Indonesia),
upacara mingguan (hari Senin) di ruang terbuka dan hukuman
seperti berdiri di depan kelas atau membersihkan toilet
ditiadakan sama sekali. Di tingkat sekolah dasar, ada acara
bulanan semacam upacara, dan itu dilakukan di dalam ruangan
dimana penyelenggara upacara itu diserahkan ke kelas secara
bergiliran. Disitu juga dilakukan pidato kepala sekolah untuk
memberikan wejangannya, menyanyikan lagu kebangsaan dan
lagu mars sekolah, pertunjukan seni dari kelas penyelenggara dan
pemberian award (berupa sertifikat) bagi siswa yang berprestasi.
Upacara yang biasa disebut ‘assembly’ ini diselenggarakan

295
dengan penuh kesenangan dan juga dihadiri oleh sebagian para
orang tua yang berminat.
Hubungan siswa dengan para guru dijalin dengan baik,
begitu juga dengan administrasi dan manajemen sekolah. Di
setiap sekolah ada coordinator tingkat (kelas) disamping kepala
sekolah dan para wakilnya. Apabila siswa tidak masuk, orang
tuanya cukup menelepon petugas administrasi, dan mereka akan
menyampaikannya ke para pengajarnya. Begitu juga sebaliknya,
apabila ada anak yang tidak masuk, petugas administrasi atau
koordinator kelas akan menelepon orang tua siswa dan
menanyakan alasan ketidakhadiran anaknya.
Di Indonesia, suasana semacam ini dapat diwujudkan.
Upacara upacara yang tidak perlu selayaknya perlu
dipertimbangkan keberadaannya. Terkadang upacara hari Senin
yang dilakukan di sebagian besar sekolah Indonesia hanya
menjadi beban berbagai pihak. Untuk siswa, upacara hari Senin
sangat menjenuhkan karena aktifitas yang dilakukan merupakan
acara ulangan dari Senin ke Senin lagi. Sebagian besar siswa
terbebani dengan berdiri dibawah sinar matahari dalam waktu 1
jam. Bagi para guru, mereka diwajibkan hadir berdiri
mendampingi kepala sekolah yang akan bicara kurang lebih sama
antara satu upacara dengan upoacara lainnya.
Bahwa upacara iini dijadikan sarana untuk menyampaikan
pengumuman, wejangan dan lain sebagainya merupakan alasan
cliche dari sejak puluhan tahun yang lalu. Sekarang ini hal hal
semacam pengumuman itu dapat disampaikan langsung melalui
pengeras suara yang dipasang di masing masing kelas. Dapat juga
melalui sosial media dan lain sebagainya.

296
Sekarang ini memang sosial media menjadi alat untuk
penghubung antar siswa dan guru dan orang tua juga. Banyak
sekali sudah dibuat WAG (Grup What’s up) dari para guru, para
ortu dan para siswa yang dijadikan alat komunikasi antara satu
dengan yang lainnya.
Mirip dengan di Indonesia, di Australia, manajemen
sekolah dibantu oleh orang tua siswa atau orang yang peduli
terhadap sekolah yang biasanya tokoh masyarakat untuk menjadi
semacam ‘Dewan sekolah’. Bedanya, kalau Dewan Sekolah atau
school council disebutnya di Australia dan New Zealand betul
betul berdiri independent dalam memberikan saran atau
pendapat untuk kemajuan sekolah, di Indonesia seringkali Dewan
Sekolah dijadikan sebagai ‘alat’ untuk mendapatkan sumbangan
dari orang tua siswa untuk perbaikan fasilitas sekolah. Seringkali,
hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan dan menimbulkan
kecurigaan di kalangan orang tua. Namun, ortu siswa terkadang
tak dapat berbuat banyak, karena apabila mereka ‘kritis’
terhadap sumbangan paksa itu, bisa diduga apa yang akan terjadi
terhadap anaknya di sekolah.

Penutup
Sekolah adalah tempat mencari ilmu, tempat
mengembangkan bakat, tempat mengembangkan kepribadian
dan tempat belajar memperbaiki diri. Sekolah juga tempat
berinteraksi antar berbagai manusia yang memiliki latar belakang
yang berbeda baik usia, suku bangsa, status sosial ataupun
agamanya.
Selayaknya lah peran sekolah yang hendak menjadikan
manusia lebih baik seperti itu harus ditunjang dengan fasilitas

297
yang memadai dan disertai dengan management yang handal.
Tentu saja, aktifitas yang ada di sekolah harus dapat membuat
tujuan sekolah di atas terwujud. Hal hal yang membuat siswa
tidak nyaman sebaiknya ditiadakan termasuk aktifitas aktifitas
sekolah yang dapat mengganggu dan mengesalkan sebaiknya
dienyahkan. Sekolah harus nyaman, terbebas dari tekanan dan
paksaan.
Sekolah di Indonesia memiliki berbagai masalah, dari
jumlah siswa yang sangat banyak sampai pada dana yang kurang
menunjang sehingga mengakibatkan kurang nya fasilitas sekolah,
tidak baiknya kondisi sekolah serta kekurangan sekolah atau
bahkan kekurangan pendidik. Semua itu bukan semama-mata
faktor ekonomi. Alokasi dana pendidikan yang meningkat tajam
sekarang ini dibandingkan dengan dana di jaman Orde Baru
ternyata tidak dapat merubah keadaan sekolah kita. Ada faktor
faktor yang membuat sekolah di Indonesia tampaknya tidak
mengalami kemajuan yang berarti.
Pendidikan adalah proses, begitu halnya dengan
pembangunan fasilitas pendidikan. Keberadaan Indonesia yang
sangat luas disertai dengan jumlah penduduknya yang sangat
beragan dan besar menjadikan pembangunan fasilitas pendidikan
menjadi terkendala, Dibutuhkan tidak sekedar dana yang besar
tapi juga koordinasi dan simergi management pengelolaan
pendidikan di tingkat atas sampai ke daerah daerah. Termasuk
adalah komitment dan niat baik dari penyelenggara pendidikan
sangat diperlukan untuk membuat pendidikan Indonesia lebih
berkembang.
Ada sepenggal kemajuan pendidikan di Indonesia dengan
ditunjukkannya prestasi dalam olimpiade siswa untuk berbagai

298
bidang. Tapi sayang, itu hanya terjadi di sekelompok kecil
pengelola pendidikan. Sebagian besar sekolah di Indonesia harus
berjuang dalam mengatasi kekurangan guru, kekurangan fasilitas
dan kelayakan kondisi tempat belajar. Inilah yang harus dibenahi
bersama.
Pendidikan dimasa datang harus sinergi dengan
perkembangan jaman dan khususnya teknologi. Manusia adalah
pengguna teknologi dan sekolah seharusnya ramah teknologi
dengan tersedianya fasilitas yang berbasis teknologi. Papan tulis
sekarang sudah digantikan dengan projektor; buku tulis sekarang
sudah diganti perannya oleh computer; perpustakaan sudah
online; buku, koran, majalah dan media cetak lainnya sudah
menjadi paperless; dan pengajaran tidak perlu lagi harus face to
face. Itulah perubahan dalam dunia pendidikan yang harus kita
hadapi.
Apapun yang terjadi, selama Indonesia ada, masa depan
pendidikan dan sekolah di Indonesia masih dapat diperbaiki dan
harus dikembangkan. Pengelola dan penyelenggara pendidikan
dari Mentri sampai ke guru harus memiliki visi yang jauh ke
depan. Untuk perbaikan pendidikan ke depan kita harus
mengetahui dan punya pandangan bagaimana pendidikan di
masa datang itu diselenggarakkan. Bagaimana bentuk ruangan
kelas dan sekolah di masa datang. Bagaimana dan apa kegiatan
sekolah di masa datang. Fasilitas pendidikan apa yang dibutuhkan
di masa datang. Tanpa pengetahuan seperti itu kita tidak punya
target.
Kedua harus ada sinergi antara pengurus dan
penyelenggara pendidikan dari tingkat terendah di wilayah atau
bahkan desa sampai ke tingkat nasional.

299
Ketiga memiliki niat yang kuat dengan didukung oleh dana
yang memadai agar gambaran sekolah di masa datang bisa
diwujudkan. Usahakan mengkikis habis semua kebocoran agar
sekolah dan pendidikan masa depan diwujudkan.
Terakhir sejak awal atau dari sekarang kita harus berusaha
untuk membangun untuk mewujudkan sekolah dan pendidikan di
masa datang. Pendidikan dan pembangunan pendidikan adalah
proses. Mereka tidak dapat jadi begitu saja. Harus dilakukan
secara bertahap, namun punya satu tujuan bersama untuk
menciptakan pendidikan ke depan. [*]

Tentang Penulis

Dedy Setiawan adalah dosen di Jurusan


Bahasa Inggris di Politeknik Negeri
Bandung. Dia lulus dari IKIP Bandung
(sekarang disebut UPI - Universitas
Pendidikan Indonesia) pada tahun 1985.
Dia mmelanjutkan studi di Australia untuk
Diploma TESOL (Teaching of English to
Speakers of Other Languages) di South
Australia College of Advanced Education (sekarang disebut
Univeristy of South Australian) pada tahun 1987. Dia
mendapatkan gelar S2 - MA di Victoria University of Wellington,
Selandia Baru, pada 1997 dan MEd-nya di universitas yang sama
pada 1999. Dia kemudian melanjutkan studinya untuk PhD di
Victoria University di Melbourne, Australia dan selesai pada

300
2015. Pengalaman kerjanya termasuk mengajar ESL (English as a
Second Language) kepada pengungsi Vietnam dan Kamboja di
Galang Refugee Camp pada tahun 1984, mengajar bahasa Inggris
sebagai bahasa asing di beberapa lembaga di Indonesia. Penulis
beberapa kali menyajikan makalah di seminar nasional maupun
internasional seperti TEFLIN dan ICT di Frolence Italy. Selain
menulis artikel untuk jurnal nasional dan internasional, ia juga
telah menulis buku ajar untuk digunakan di Politeknik.

301
302
PENDIDDIKAN MORAL SEBAGAI BENTUK
MENGEMBALIKAN FUNGSI DAN TUJUAN
PENDIDIKAN

Oleh: Indra Hari Purnama


Pendiri Pendiri Rumah Baca Purnama Banjarnegara – Jawa Tengah

“Tujuan akhir dari pendidikan adalah


memanusiakan manusia (humanisme), artinya
seseorang yang manusiawi harus mampu
menjadi pencipta dalam sejarahnya sendiri”.

angsa Indonesia adalah bangsa yang sangat menjunjung

B tinggi nilai-nilai pendidikan, sebagaimana telah


dijelaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia tahun 1945, pada alinea terakhir di sana
disebutkan “... memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa ...” kalimat tersebut merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat terpisahkan. Dengan masyarakat yang
sejahtera, maka akan mudah mendapatkan pendidikan, atau
dengan masyarakat yang cerdas maka kesejahteraan akan
terwujud. Artinya kedua kalimat tersebut saling mendukung dan
terdukung, “sejahtera dulu baru pintar, atau pintar dulu baru
sejahtera”.
Ilustrsi ini sebenarnya merupakan salah satu dari maksud
didirikannya negara ini, yang kemudian diselaraskan dengan
tujuan pendidikan nasional yang kemudian tertuang dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

303
Seiring berjalannya waktu, dengan semakin tuanya negara
kita bukan semakin matang pola pikir masyarakatnya, akan tetapi
semakin mengalami penurunan terutama di dunia pendidikan.
Pendidikan yang berlangsung sekarang ini sudah tidak dapat lagi
menjadi cermin bagi bangsa kita. Berkembangnya suatu bangsa
tidak hanya dipengaruhi oleh industri dan teknologinya, serta
pertumbuhan ekonominya, melainkan pendidikan-lah yang dapat
menjadi tolak ukur kemajuan dan kemunduran suatu bangsa.
Akhir-akhir ini seringkali kita lihat dan kita dengar
terjadinya insiden yang memalukan bangsa kita khususnya dunia
pendidikan, di mana seorang mahasiswa akhirnya meninggal
dunia akibat dihajar oleh para senior-seniornya dalam orientasi
mahasiswa baru, seorang pimpinan institusi pendidikan
melakukan selingkuh dengan stafnya, korupsi pada salah satu
institusi pendidikan, gelar dan ijaah palsu, guru mencabuli
siswanya, dan banyak sekali kasus yang mestinya menjadi
perhatian bagi kita semua.
Inilah sebuah gambaran bahwa pendidikan kita belum
mengalami kemajuan yang signifikan. Untuk itu maka langkah
yang perlu diambil adalah dengan mengembalikan tujuan
pendidikan dan mengembalikan fungsi pendidikan.
Salah satu sektor di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara yang patut mendapat perhatian secara khusus agar
tidak terjdi salah urus dalam pelaksanaannya adalah sektor
pendidikan, tentunya jika terjadi kesalahan dalam implementasi
di bidang pendidikan tersebut akan sangat berdampak negatif
kepada sektor-sektor kehidupan yang lain. Seperti halnya bangsa
kita saat ini yang sedang bertahan dan mencoba untuk bangkit
dari berbagi permasalahan yang multidimensional.

304
Ancaman terbesar bagi bangsa ini adalah praktek KKN
(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Ancaman kedua adalah
kekerasan yang semakin merebak dan cenderung menjadi
budaya, terlebih lagi sangat disesalkan jika kekerasan itu
menghinggap pada (oknum) aparatur negara.
Hal ini juga erat hubungannya dengan sektor pendidikan
yang menjadi basic (dasar) bagi pembentukan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berkualitas. Lalu apakah permasalahan
bangsa di atas adalah akibat dari salah urus dunia pendidikan
kita, sehingga pendidikan dijadikan sebagai kambing hitam dari
permasalahan bangsa ini ?.
Menjadikan pendidikan sebagai kambing hitam (biang
keladi) dari semua permasalahan banga sekarang ini sebenarnya
sangat problematis. Mengapa?, pertama, kita bisa saja
mengatakan demikian karena semua pelaku (oknum) dari
kejadian pelanggaran hukum merupakan produk yang dihasilkan
oleh sebuah sistem pendidikan. Keunggulan produk dari sistem
pendidikan yang seharusnya digunakan untuk mencari solusi
secara sains dan teknologi terhadap permasalahan bangsa, tidak
digunakan, melainkan dipakai untuk membentuk dan
memperkuat jaring-jaring Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
dengan metode yang lebih baru dan lebih canggih. Di sisi lain,
kegagalan produk dari sistem pendidikan kita telah menghasilkan
budaya premanisme dan terror, mulai dari tingkatan mayarakat
bawah, menengah, bahkan tingkat elite (eksekutif).
Terhadap masalah terebut, bagi mereka yang beranggapan
bahwa semua persoalan dan konflik yang terjadi di tanah air
adalah merupakan sebuah salah urus dari dunia pendidikan,
sepertinya perlu segera melakukan perombakan terhadap sistem

305
pendidikan kita secara mendasar. Proses pendidikan yang selama
ini diselenggarakan dipandang telah melahirkan sumber daya
manusia yang kurang bermutu. Dan itu mengakibatkan
munculnya ancaman terhadap keutuhan dan integritas bangsa.
Permasalahan kedua adalah ketika pendidikan yang
menjadi “kambing hitam” dari permasalahan bangsa ternyata
selama ini hanya sebatas seremonial dan dibatasinya
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih terbuka
oleh institusi sekolah. Sebagai contoh, pada sekolah-sekolah
umum dan institusi perguruan tinggi terjadi stagnasi generasi
yang berpikiran untuk menciptakan lapangan kerja, terjadi
kemandekan terhadap insan pendidikan kita yang menghasilkan
produk ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembangunan
bangsa dan negara, serta kurangnya rasa kesadaran terhadap
nasionalisme sehingga produk-produk pendidikan kita cenderung
tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak.
Dengan demikian, selain melakukan pembenahan secara
mendasar terhadap sistem pendidikan kita, perlunya sebuah
penanaman nilai-nilai moral terhadap dunia pendidikan,
tentunya harus dimulai dari kesadaran akan pentingnya
pendidikan moral pada tingkatan keluarga. Kecenderungan yang
paling menyedihkan adalah kurangnya perhatian dari para orang
tua (keluarga) terhadap pentingnya nilai-nilai moral dan
cenderung memandang pendidikan sebagai kegiatan yang rutin
karena tuntutan spesialisasi dari diferensiasi lapangan kerja
semata.
Tuntutan seperti itu muncul berbarengan dengan alur
logika modernitas, sementara tumbuhnya kesadaran bagi
pendidikan moral terabaikan, maka yang terjadi kemudian adalah

306
filosofi-filosofi pendidikan yang tidak mengakar. Apakah kita
menginginkan homo homini lupus sebagai proses pembodohan
dan pembedaan manusia berlangsung ?.
Jika kita sepakat bahwa akar dari permasalahan bangsa ini
adalah mengenai moral dan sumber daya manusia (SDM), maka
area of concern terhadap pendidikan mestinya tidak dibatasi
pada dunia (institusi) sekolah, namun bagaimana
mengembangkan potensi “masyarakat belajar” dengan rancang
bangun sistem belajar selama 24 jam.
Mungkin pola pendidikan semacam ini sudah dilaksanakan
di pesantren-pesantren, namun tidak menyentuh kepada
substansi dan aplikasi kehidupan, melainkan hanya sebatas
norma-norma dan nilai-nilai semata. Lalu yang menjadi solusi dari
permasalahan di atas adalah kesadaran kita bersama akan
pentingnya nilai-nilai moral bagi sistem pendidikan di Indonesia,
tidak hanya teori, tetapi lebih menekankan kepada aplikasi dari
kesadaran moral tersebut.
Untuk dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan
yang saya uraikan sebagaimana di atas, saya mencoba merujuk
kepada mengembalikan semua permasalahan tersebut agar
kembali kepada tujuan pendidikan itu sendiri dan merujuk pada
fungsi pendidikan. Kedua hal tersebut saya mencoba mengulas
semampu dan sepengetahuan saya sebagai berikut:

1. Mengembalikan Tujuan Pendidikan


Bila pendidikan kita pandang sebagai suatu proses, maka
proses tersebut akan berakhir pada tujuan akhir pendidikan.
Sutatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada
hakekatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang

307
terbentuk dalam pribadi muslim yang diinginkan. Untuk itu
semua diperlukan adanya upaya dalam peningkatan baik
kualitas dari materi maupuan peningkatan prestasi
pembelajarannya.
Pendidikan sebagai usaha dan kegiatan yang berproses
melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan menuju yang
dikehendaki. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang
berbentuk tetap dan statis tetapi ia merupakan suatu
keseluruhan, kepribadian seseorang berkenaan dengan
seluruh aspek kehidupan.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh Paulo Freire bahwa
tujuan pendidikan menurutnya adalah proses sekaligus
praktek pembebaan manusia, pendidikan membebakan
terdidik menuju sebuah pencerahan, juga membebaskan
pendidik dari perbudakan ganda berupa kebisuan dan
monolog. Tujuan akhir dari pendidikan adalah memanusiakan
manusia (humanisme), artinya seseorang yang manusiawi
harus mampu menjadi pencipta dalam sejarahnya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan yang memanusiakan
manusia pada hakekatnya adalah pendidikan yang mampu
mengaktualisasikan dan mengembangkan potensi bakat dan
kecenderungan positif (fitrah) manuia secara optimal.
Melihat definisi tujuan pendidikan yang didefinisikan
oleh Paulo Freire di atas, kiranya dapat kita lihat sejauhmana
pendidikan kita saat ini, upaya untuk memanusiakan manusia
ternyata jauh dari apa yang dicita-citakan. Hal ini dapat kita
lihat dari contoh-contoh kasus yang terjadi, di mana hanya
demi kepentingan pribadi untuk menduduki jabatan di suatu
institusi pendidikan, seseorang rela melakukan apasaja demi

308
tercapainya apa yang diinginkan tanpa mengindahkan norma-
norma pendidikan.
Ini mengisyaratkan bahwa tidak ada bedanya antara kita
sekarang ini dengan gemerlapnya lembaga pendidikan, namun
cara berpikir kita masih seperti orang-orang dijaman
kegelapan, di mana nilai-nilai moralitas yang senantiasa
diajarkan dari jenjang pendidikan terendah sampai dengan
jenjang pendidikan tertinggi tidak dapat mewarnai dalam
kehidupan sehari-hari, yang ada hanyalah perbudakan ganda
(diperbudak) oleh nafsu dan diperbudak oleh gelar.
Pendidikan tidak semata berhenti pada sebuah gelar dan
institusi resmi yang memiliki jenjang pendidikan dan tersusun
rapi dalam kurikulum semata. Lembaga pendidikan sebagai
institusi penyelenggara pendidikan seyogyanya tidak hanya
mengejar target terhadap pemenuhan pencapaian kurikulum
semata, akan tetapi juga memperhatikan masalah etika dan
moralitas baik pendidik maupun siterdidiknya. Chabib Thoha
mengatakan bahwa lembaga pendidikan itu sendiri pada
hakikatnya bukanlah lembaga pemerintahan yang memiliki
kekuasaan untuk “menguasai” masyarakat didik (guru dan
siswa) yang menjadi wewenang yuridiksinya sebagai lembaga
pemerintahan, sehingga ia dapat “memaksakan” kehendaknya
sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Walaupun sebuah negara berasaskan demokrasi, dimana
kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, pemerintah masih
mempunyai wewenang untuk bertindak sesuai undang-
undang yang disusun oleh dan atas persetujaun rakyat.
Meskipun dalam konteks pendidikan, lembaga
pendidikan memiliki wewenang penuh, akan tetapi dalam

309
realitas penyelenggaraannya harus bisa memberikan
kekbebasan kepada masyarakat didik terutama dalam hal
tatanan nilai yang mereka pilih didalam penyelenggaraan yang
dianggapnya mempunyai kualitas yang baik. Dengan demikian
bagaimana sebuah pendidikan akan mempunyai nilai-nilai
yang diangap mampu untuk memberikan rasa kebebasan
terhadap peserta didik, haruslah lembaga pendidikan tersebut
mempunyai sebuah landasan sebagai arah dalam pencapaian
tujuan pendidikan.
Realitas yang muncul pada saat ini adalah kurangnya
aktualisasi nilai-nilai kebebasan yang lebih demokratis dalam
penyelenggraan pendidikan. Sehingga hal ini dapat
memunculkan masalah baru dalam proses pendidikan itu
sendiri. Munculnya masalah dalam proses pendidikan
disebabkan tidak adanya orientasi yang jelas dalam membawa
murid sebagai out put atau lulusan. Disebabkan siswa
seringkali hanya dijadikan obyek saja, bukan sebagai “partner”
dalam mencapai tujuan pendidikan, sehingga nantinya akan
didapatkan kualitas dan kuantitas pendidikan yang diakui.
Dalam hal ini tentunya akan menjadi proses yang baik
manakala pendidik dan peserta didik menjadi patner yang baik
dalam mensukseskan proses pendidikan. Siswa walaupun
telah mendapatkan kebebasan dalam proses pendidikan
namun mereka tetap harus tunduk terhadap norma-norma
yang berlaku dalam lembaga pendidikan, begitu pula halnya
dengan guru. Namun demikian realiatas yang muncul, peserta
didik salah mengartikan kebebasan yang diberikan oleh
lembaga pendidikan atau para pendidik, dan seringkali siswa
(peserta didik) hanya menuntut haknya saja tanpa

310
memandang kelebihan dan kekurangan potensi serta
kreativitas yang dimiliki peserta didik, sehingga seringkali
kebebasan yang telah diberikan oleh lembaga pendidikan
kepada peserta didik digunakan untuk hal-hal yang negatif
dan hal ini menimbulkan kurangnya rasa disiplin pada diri
peserta didik.
Begitu pula dengan pendidik (guru) dan lembaga
pendidikan itu sendiri, hendaknya tidak mengartikan
“kebebasan” sebagai suatu langkah untuk berbuat semaunya,
yang kemudian dikhawatirkan akan timbulnya sikap otoriter
seorang pendidik dan sikap otpriter dari lembaga pendidikan.

2. Mengembalikan Fungsi Pendidikan


Dalam upayanya untuk memenuhi kebutuhan akan
pendidikan tersebut, maka negara kita (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) yang berdasarkan pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar (UUD 1945) senantiasa berusaha
semaksimal mungkin untuk senantiasa meningkatkan kualitas
pendidikan, baik yang berupa sarana maupun prasarana
pendidikan, dengan harapan dapat menghasilkan warga
negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas,
terampil dan sehat jasmani maupun rohaninya. Selain hal
tersebut pendidikan juga menentukan watak dan kehidupan,
sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 bab II pasal 3
Tahun 2003 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

311
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.

Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional


tersebut di atas, telah dijelaskan bahwa fungsi dari pendidikan
adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlk mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung
jawab.
Rumusan di atas merupakan rumusan yang sangat baik
sekali apabila dapat kita laksanakan bersama, dari beberapa
fungsi sevagaimana termuat dalam Undng-Undang Sistem
Pendidikan Nasional terebut, maka fungsi yang pertama
disana disebutkan untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak, serta peradaban banga yang bermartabat.
Kalimay ini hendaknya diberikan penafsiran mengenai
mengembangkan kemampuan yang seperti apa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bagaimana
sehingga jelas apa yang diingikan dari fungsi pendidikan itu
sendiri dan tidak menimbulkan salah tafsir bagi pelaku-
pelakunya.

312
Kebanyakan dari kita dalam menafsirkan dan
mengembangkan kemampuan untuk berkuasa, membodohi,
dan kemampuan untuk menjadikan dirinya yang paling kuat,
sementara itu membentuk watak serta peradaban bangsa
sebagian besar mengartikan bahwa masyarakat Indonesia
adalah berwatak penjilat (asal bapak senang), bermuka dua
dan sebagainya.
Fungsi yang selanjutnya adalah menjadikan manusia
berilmu, ditafirkan dengan ilmu ini maka mudah baginya untuk
membodohi yang lain, selanjutnya menjadikan manusia yang
kreatif ditafsirkan lagi oleh sebagian besar orang adalah untuk
melakukan korupsi, karena menurut pernafsiran ini, orang
yang kreatif adalah orang yang cakap, dan orang yang cakap
berarti orang yang dapat membaca situasi (yang
menguntungkan dirinya) dan cakap mencri kambing hitam
ketika dirinya terancam.
Fungsi pendidikan lainnya adalah menjadikan manusia
mandiri, inipun ditafsirkan oleh petinggi-petinggi negeri ini
sebagai sesuatu yang sifatnya untuk sendiri (apa-apa sendiri),
bikin keputusan menguntungkan diri sendiri, mau menerima
masukan orang lain kalau merasa diuntungkan sendiri,
melupakan aspirasi masyarakat dan sibuk memperkaya diri.
Dari gambaran-gambaran di atas, apakah fungsi
pendidikan yang terakhir dapat diraih ?, bagaimana dapat
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab ementara pendidikan yang diberikan baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada warganya sudah
seperti itu, mereka yang masih kecil sudah diberikan tontonan
yang akhirnya menjadi tuntunan bagi mereka dikemudian hari,

313
dan selalu diberikan contoh-contoh yang sesungguhnya tidak
sesuai dengan apa-apa yang dicita-citakan dari terwujudnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nasib bangsa ini terletak ditangan masyarakatnya, ketika
masyarakatnya hancur maka dengan mudah negara ini hancur,
ketika masyarakatnya tidak menjunjung tinggi moralitas maka
negara ini akan menjadi negara amoral dan tinggal menunggu
kehancurannya.
Pendidikan sebagaimana didefinisikan oleh Zamroni
merupakan suatu proses menanamkan dan mengembangkan
pada diri peserta didik pengetahuan tentang hidup, sikap
dalam hidup, nilai-nilai kehidupan, dan keterampilan untuk
hidup agar kelak ia dapat membedakan barang yang salah dan
yang benar, yang baik dan yang buruk, sehingga kehadirannya
ditengah-tengah masyarakat akan bermakna dan berfungsi
optimal. Dalam hal ini proses pendidikan harus dapat
mempunyai arah dan tujuan yang jelas.
Sedangkan pendidikan menurut Ahmad D. Marimbha
didefinisikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si
terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Pendidikan tanpa memandang warna kulit, jenis
kelamin, ras dan suku bangsa merupakan cerminan dari
pendidikan yang menjunjung tinggi nilai demokrasi. Sebab
tujuan dari proses pendidikan ini adalah memanusiakan
manusia dan mengarahkan manusia supaya beriman dan
bertaqwa kepada sang pencipta. Kita sadari bersama bahwa
yang berperan dan memiliki kendali besar dalam proses
pendidikan adalah lembaga pendidikan itu sendiri. Akan tetapi

314
agar proses pendidikan bisa mengarah pada tujuannya masih
sangat memerlukan kesadaran dari berbagai pihak.
Pendidikan sebagai usaha membentuk pribadi manusia
melalui proses yang panjang, dengan hasil yang tidak
diketahui dengan segera, berbeda dengan membentuk benda
materi yang dapat dilakukan sesuai dengan pembuatnya.
Kesadaran dari semua pihak sangat diperlukan, baik dari
pemerintah, penyelenggara pendidikan, tenaga kependidikan,
peserta didik (siswa), orang tua atau wali siswa, dan
masyarakat, sehingga dalam operasional pelaksanaannya lebih
dapat terarah dan menjadikan pendidikan kembali kepada
fungsinya akan mudah terwujud ketika seluruh elemen secara
bersama-sama turut memikirkan nasib pendidikan di negeri
ini.

Melihat akan pentingnya pendidikan tersebut sudah


sepantasnya apabila perhatian bangsa Indonesia terhadap
pendidikan semakin besar, sebab melalui jalur pendidikan ini
proses penanaman nilai-nilai dapat dilakukan. Pengembangan
potensi pada peserta didik sebagai cikal bakal penerus bangsa.
Maka dari itu diupayakan terbentuknya kematangan pribadi
untuk menghadapi tantangan perubahan sosial yang demikian
pesatnya.
Pembelajaran yang menitik beratkan kepada perubahan
perilaku (moral) lebih akan mendorong kepada perubahan
peradaban bangsa yang lebih beradab dan memiliki nilai-nilai
moralitas yang tinggi, dan menempatkan konsep ke-Illahi-an (ke-
Tuhan-an) sebagai acuan tertinggi dalam perilaku dan
penyelenggaraan negara.

315
Sebagaimana disebutkan dalam sila pertama Pancasila
“Ketuhanan Yang Maha Esa”, mengapa ke-Tuhan-an diposisikan
pertama kali sebelum yang lainnya, hal ini menunjukkan bahwa
para pendiri bangsa ini sangat paham dan mengerti bahwa
bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-
nilai moral dan masyarakatnya dapat menjaga etika dan adab
yang menjadikan moralitas bangsa semakin baik.
Saya menyadari bahwa apa yang saya tuliskan ini jauh dari
apa yang menjadi permasalahan yang sesungguhnya ada pada
dunia pendidikan kita, akan tetapi setidaknya tulisan ini sebagai
bentuk tanggung jawab sebagai masyarakat non akademis yang
peduli terhadap bangkitnya moralitas anak bangsa melalui
bangku persekolahan baik secara formal dan informal. Semoga
tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Wallahua’lam.

Banjarnegara, 30 April 2020 M

316
Tentang Penulis

Di kawasan Perkebunan Nusantara VII


tepatnya di unit usaha Bergen, Desa P.
Simpang pada tanggal 1 April 1982
sesosok bayi dilahirkan hasil dari buah
cinta pasangan Bapak Sukirno M. Khasan
dengan Ibu Erni Sri Listiowati yang
kemudian diberinama Indra Hari
Purnama, masa-masa kecilnya dihabiskan
di Desa P. Simpang Kec. Tanjung Bintang Kab. Lampung Selatan
sampai menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 P.
Simpang.
Pendidikan selanjutnya ditempuhnya di MTs GUPPI
Lengkong (sekarang MTs Negeri 4 Banjarnegara), kemudian
melanjutkan pendidikan di MAN 1 Banjarnegara Jawa Tengah.
Dan pernah mengikuti program strata satu (S1) pada Jurusan
Tarbiyah di STAIN Purwokerto (Sekarang IAIN Purwokerto).
Selain jenjang pendidikan formal, penulis juga aktif
mengikuti pelatihan-pelatihan profesi maupun seminar-seminar
pengembangan diri. Salah satu pelatihan yang akhirnya
menjadikannya sebagai praktisi hypnosis adalah The Indonesian
Board off Hypnotherapy (IBH). Penulis juga pernah aktif di
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), serta beberapa organisasi
kemasyarakatan, dan pernah menjabat direktur eksekutif salah
satu lembaga swadaya masyarakat.
Berawal dari hobi menulis, akhirnya menjadi profesi yang
ditekuni dan dilakoni dalam kesehariannya. Beberapa tulisannya
juga sempat dipublikasikan di media cetak, dan sebagian besar

317
tulisannya tidak dipublikasikan sebagai resiko atas profesinya
sebagai penulis lepas. Beberapa tulisan sedang diselesaikan
untuk segera dipublikasikan, setelah buku ini. Pengalaman
menulis yang lain adalah dengan menjadi kontributor dan tim
redaksi media online.
Buku-buku yang pernah ditulis dan dipublikasi diantaranya :
1. Ngepet Gaya Modern, diterbitkan oleh Penerbit Jawara Media,
April 2015.
2. Demokrasi Pendidikan, diterbitkan oleh Bookies Indonesia,
Januari 2020
3. Menuju Sekolah Berbasis Mutu, diterbitkan oleh Puspa
Grafika, April 2020.
4. Kumpulan Kultum & Ceramah Agama Islam, (bunga rampe),
diterbitkan oleh Puspa Grafika, Mei 2020.
5. Pernikahan Antara Hukum dan Tradisi, diterbitkan oleh Puspa
Grafika, Mei 2020.
Selain menulis, penulis juga kerap diminta mengisi berbagai
pelatihan seperti pelatihan Hypnotis, Hypnoteraphy,
Hypnoparenting, Hypnoteaching, dan mengisi kajian-kajian Islam,
selain itu melayani konsultasi penulisan dan pelatihan menulis.
Untuk dapat berhubungan dengan penulis dapat menghubungi
melalui WhatsApp atau telephon ke 081327696858, 0818283103,
dan 0816519103 serta dapat pula melalui email:
sekre.purnama@gmail.com

318
PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI
UNTUK INDONESIA MANDIRI DAN
BERBUDAYA

Oleh: Mahfudoh
Dosen Tetap STIE Al Khairiyah Cilegon

ahulu di sekitar tahun 80-an sampai 90-an saat saya

D mengenyam pendidikan formal sekolah dasar hingga


SMA kita memiliki buku pegangan sebagai referensi
pembelajaran mata pelajaran atau disebut juga sebagai buku
paket, dan buku itu saya dapatkan dari warisan kakak saya yang
sudah naik kelas dan ketika saya naik kelaspun buku itu akan di
turunkan ke adik kelas saya sebagai buku paket dan begitu
seterusnya, dan materi pelajaran yang diberikan lebih banyak
teori dan hafalan sehingga kemampuan orang-orang jaman dulu
tidak dapat di ragukan lagi, pengalaman ketika harus mengingat
dasar-dasar Negara, ideologi Negara dan semua tentang nilai-
nilai kebangsaan bahkan kita harus mampu menghafal para
mentri atau pejabat Negara dan sebagainya. Sistem pendidikan
ini disebut juga sebagai sistem pendidikan berorientasi pada nilai.
Saat itu system pendidikan masih memperlakukan sama
bagi semua anak didiknya diberikan materi yang sama dan
metode pendidikan yang sama belum begitu focus pada
kemampuan minat dan bakat si anak didik, karena pada
kenyataannya ada anak yang memiliki kemampuan hafalan yang

319
tinggi tapi ada anak yang kurng untuk itu tapi memiliki
kemampuan lebih di bidang yang lain seperti matematika atau
olah raga. Sehingga setiap individu tidak bisa mengeluarkan
potensi yang ada dirinya dengan baik
Indonesia sekarang menganut sistem pendidikan nasional.
Sistem pendidikan ini banyak diadopsi oleh sekolah negeri dan
swasta, yang di buatberjenjang yaitu: Pendidikan Dasar,
Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Wajib belajar di
Indonesia sendiri adalah 12 tahun. Saat ini, sekolah-sekolah ini
dikelola oleh tiga kementerian. Pendidikan Dasar dan Menengah
ada di Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan
Kebudayaan. Sedangkan Pendidikan Tinggi ada di Kementerian
Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi. Ada juga pendidikan
dasar, menengah, dan tinggi, yang berbasis agama dan dikelola
oleh Kementerian Agama.Sistem pendidikan nasional
ini berupaya untuk memberikan pengetahuan akademis,
mengasah keterampilan, serta membina sikap positif setiap siswa
sejak dasar. Namun, sistem pendidikan nasional masih belum
dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Khusus untuk sistem pendidikan di perguruan tinggi
pemerintah menetapkan sistem pendidikan berbasis KKNI yang
merupakan kerangka acuan yang dijadikan ukuran dalam
pengakuan penjenjangan pendidikan.KKNI juga disebut sebagai
kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat
menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara
bidang pendidikan dan pelatihan kerja serta pengalaman kerja
dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai
dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.

320
Menurut Perpres No. 08 tahunn 2012, KKNI merupakan
perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan
sistem pendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki Indonesia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa KKNI merupakan program studi
yang mengharuskan sistem pendidikan di Perguruan Tinggi
memperjelas profil lulusannya, sehingga dapat disesuaikan
dengan kelayakan dalam sudut pandang analisa kebutuhan
masyarakat. UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU
No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Presiden
No.8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 49
tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Perpres
No. 08 tahun 2012 dan Pemendikbud No. 73 tahun 2013 tentang
Capaian Pembelajaran Sesuai dengan Level KKNI, UU PT No. 12
tahun 2012 pasal 29 tentang Kompetensi lulusan ditetapkan
dengan mengacu pada KKNI, Permenristek dan Dikti No. 44 tahun
2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Kurikulum ini
menuntut mahasiswa memiliki kemampuan yang memenuhi
kriteria seperti:
1. Dalam aspek Attitude
2. Bidang kemampuan kerja
3. Pengetahuan
4. Managerial dan Tanggung Jawab
Dengan adanya target pencapaian ini, Perguruan Tinggi
harus mampu menjabarkan sebuah capaian pembelajaran pada
setiap mata kuliah yang ada sehingga tersusun sesuai kebutuhan
profil kelulusan. Untuk meningkatkan kualitas lulusan Perguruan
Tinggi, ada beberapa hal yang patut dipenuhi sebagai berikut:
1. Learning Outcomes

321
2. Jumlah sks
3. Mata kuliah wajib
4. Proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa
5. Akuntabilitas Asesmen
6. Waktu studi minimum
7. Perlunya Diploma Supplement
Dan kenyataannya tidak semua Perguruan Tinggi berhasil
menerapkan kurikulum ini, dan kemudian menjadikannya sebagai
acuan keberhasilan yang akan dicapai sebagai profil lulusan.
Akibat pergantian kurikulum pendidikan yang terus menerus
dapat mengakibatkan kebingungan bagi mahasiswa. Karena
dengan ketidak konsistennya sistem akademik ini, lebih
menyusuhkan mahasiswa dalam belajar karena ketidakjelasan
kurikulum yang ada.Jika ditilik dari setiap karakter mahasiswa,
KKNI tidaklah sesuai digunakan di perguruan tinggi. Karena
mahasiswa memiliki hak dan kebebasan fokus mana yang akan
digelutinya walaupun tidak terpaku dengan kurikulum yang ada.
Pengembangan skill pada setiap mahasiswa dapat
dilakukan dengan beberapa cara, tidak hanya melalui pendidikan
yang berbasis KKNI untuk menciptakan lulusan-lulusan aktif dan
dapat berkontribusi di masyarakat. Kebebasan berpikir ini
sebenarnya membantu mahasiswa untuk menentukan berbagai
perihal terkait problematika yang ada.Terlebih terkait masalah
calon-calon kontributor yang sesuai kriteria masyarakat.
Kontradiksi sistem pendidikan di Indonesia dengan daya
serap lulusan oleh industri masih terdapat jurang yang dalam atau
dengan kata lain GAP antara kurikulum saat ini dengan permintaan
pasar, sehingga daya serap lulusan menjadi rendah karena banyak
penyelenggara pendidikan dan kurikulum yang di tawarkan belum

322
sesuai dengan kebutuhan industry, sehingga setiap tahun terjadi
kesenjangan yang tinggi antara tingkat kelulusan dalam hal ini
pencari kerja dengan jumlah pekerjaan yang sesuai dengan skill
mereka, banyak forum-forum yang membahas berkaitan masalah
ini, mengutip dari salah satu forum seminar berkaitan tentang link
and match kurikulum dengan kebutuhan pasar dapat di lihat pada
gambar sebagai berikut;

323
Banyak kajian para ahli yang berhasil merumuskan sistem
pendidikan yang ideal yang di harapkan mampu menjawab
permasalahan dengan tingginya tingkat pengangguran dan
rendahnya daya serap lulusan, kemudian menyusun strategi supaya
kurikulum pendidikan yang dijalankan mampu berjalan beriringan
dengan tingkat permintaan tenaga kerja saat ini atau bahkan
mampu melampauinya, tapi lagi-lagi perlu kita cermati bahwa
perkembangan informasi teknologi digital atau yang paling umum
dikenal dengan revolusi industry 4.0 merupakan industri yang
memerlukan high technology yang sudah pasti membutuhkan biaya
besar untuk membangun sebuah infrastruktur digital sehingga
manfaat dari program itu dapat di nikmati oleh semua masyarakat
di Indonesia.
Indonesia Sebagai negara kepulauan dengan Sumber Daya
Alam (SDA) berlimpah, Indonesia sering kali diperkirakan bakal
menjadi salah satu negara maju di masa mendatang.Republik
Indonesia atau yang lebih umum dikenal Indonesia adalah negara
yang terletak di Asia Tenggara yang dilalui oleh garis Khatulistiwa
dan berada di antara benua Asia dan benua Australia serta
samudera Hindia dan Pasifik. Indonesia adalah negara kepulauan
terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah, atau
istilah yang sering disebut dengan nama nusantara. Dengan populasi
sebanyak 263 juta lebih, menjadikan Indonesia sebagai negara
dengan jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia setelah Tiongkok,
India, dan Amerika Serikat.
letak geografis Indonesia. Indonesia adalah negara
kepulauan yang terletak di Asia tenggara.Memiliki 17.504 pulau
yang berpenghuni maupun tidak yang tersebar di sekitar garis
Khatulistiwa yang memberikan cuaca tropis pada negara Indonesia.

324
Semboyan nasional Bhineka Tunggal Ika (Kesatuan dalam
Keragaman) mengacu pada komposisi beragam negara ini.Motto
ini juga menunjukkan bahwa, biarpun masyarakat multikultural,
ada perasaan kesatuan sejati di pikiran dan hati masyarakat
Indonesia.Budaya Indonesia sangat berbeda dari budaya Barat
karena ada perbedaan dalam pengalaman, sistem keyakinan,
hierarki, agama, pengertian tentang waktu, hubungan spasial,
dan banyak lagi.Apalagi dalam Indonesia sendiri terdapat banyak
budaya yang berbeda.Hal ini membuat Indonesia menjadi negara
yang kompleks, dan karena itu negara ini menarik serta unik
karena tidak bisa Indonesia di bandingkan dengan Negara
manapun di Dunia.
Berbicara tentang keunikan, yang membuat sebuah
Negara menjadi memiliki pembedaa dengan Negara lainnya
karena karakter masyarakat yang sudah terbentuk dari budaya
yang turun temurun tidak menghalangi sebuah masyarakat di
negara itu menjadi terbelakang tapi justru mejadi negara kuat
dan maju meski mempertahankan tradisi dan budaya dari Negara
itu sendiri.Sebagai contoh kita bisa melihat Jepang dan Korea
selatan, India.Negara-negara tersebut mampu mencuri perhatian
dunia dengan kemajuan perekonomian dan teknologinya,
tentunya dengan membuat sebuah kebijakan dalam sistem
pendidikan yang revolusioner namun tetap memegang teguh
budaya sebagai karakter bangsa mereka.
Kita bisa belajar secuil dari beberapa kebijakan Negara –
negara tersebut seperti jeang dan korea selatan, meskipun kedua
Negara tersebut merupakan Negara maju namun masyarakatnya
sebagian besar tidak bisa berbicara bahasa Ingris dimana bagi
sebagain besar orang di dunia mengharuskan menguasai bahasa

325
inggris karena merupakan bahasa internasional, tapi tidak
berlaku bagi jepang dan korea selatan karena mereka harus tetap
mempertahankan bahasa ibu dan budaya ketimuran mereka.
India, siapa tak kenal India Negara yang terkenal dengan
bollywoodnya dan merupakan Negara berpenduduk terpadat di
dunia ke-3 juga memiliki kebijakan bahwa pendidikan nomor satu
meskipun mereka hidup sederhana, makanya banyak tokoh-
tokoh dunia berasal dari India khususnya dalam bidang teknologi.
Kembali ke Indonesia, berbicara mengenai kebijakan
sistem pendidikan di Indonesia, saat ini pemerintah membuat
aturan yang mengedepankan pendidikan berbasis vokasi yaitu
pendidikan tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian
terapan tertentu, sehingga kurikulum pada pendidikan vokasi
akan cenderung langsung pada praktik sesuai dengan keahlian
dan minat siswa belajar yang diharapkan para lulusannya mampu
bersaing dan terserap oleh industry tenaga kerja.
Mungkin dengan adanya sistem vokasi ini akan
memberikan peluang yang cukup besar guna masa depan
pendidikan Indonesia dan juga perekonomian Indonesia bila di
kaitkan dengan potensi kekayaan sumber daya yang ada di
indoneisa seperti;
1. Indonesia Negara Kepulauan
Menjadi Negara yang memiliki banyak pulau seharusnya
menjadi potensi untuk Indonesia menjadi Negara yang maju
karena memiliki banyak potensi seperti kekayaan alam flora dan
fauna yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke dan dari
sumber daya alam tersebut pemerintah bisa membuat
pendidikan vokasi di setiap darah sehingga menghasilkan sumber
daya manusia yang handal dalam hal penanganan kekayaan flora

326
dan fauna di Indonesia yang kian langka. Saat ini pendidikan
tersebut masih sangat terbatas dan perguruan tinggi terbaik
satu-satunya hanya IPB, dan sumbr daya manusia pecinta
lingkungan pun tak sedikit yang melibatkan pihak asing.
Menjadi negara kepulauan, harusnya menjadikan Indonesia
menjadi negara terdepan dalam hal teknologi transportasi,
dengan peluang ini pendidikan vokasi yang berbasis skill
berkaitan dengan teknologi tersebut sangat di butuhkan sehingga
Indonesia tak perlu lagi mendatang produk transportasi dari luar
negeri namun mampu menciptakan sendiri dengan tenaga kerja
sendiri.
Menjadi Negara kepulauan membuka wilayah atau daerah-
daerah pariwisata mulai dari terdalam hingga terluar wilayah
pulau, semakin maraknya daerah wisata maka kebutuhan akan
sumbr daya manusia yang handal dalam hal pelayanan jasa
pariwisata pun akan tinggi, kemampuan berkomunikasi yang
baik, penampilan yang prima serta kemampuan memberikan
layanan tempat yang nyaman di sebuah pondok hingga hotel
memberikan daya jual utama bagi wisatawan maka pendidikan
vokasi dalam bidang pariwisata ini sangat tepat sehingga dapat di
pastikan daya serap lulusan akan tinggi dan pihak pengelola tak
perlu lagi mendatangkan pegawai asing.
Kendala utama dalam sebuah wilayah kepulauan adalah
masalah teknologi informasi, sampai saat ini layanan komunikasi
belum merata hingga kepelosok negeri, kalaupun ada
perusahaan atau brand yang menyatakan demikian itu hanya
slogan saja karena nyatanya layanan komunikasi hingga ke
pelosok masih jauh api dari panggang. Layanan komunikasi dan
informasi adanya fasilitas jaringan masih tetap sekitar wilayang

327
kota dan sekitarnya sedangkan bagi wilayah yang sangat jauh
menyusuri lembah melewati sungai dan menaiki gunung jaringan
komunikasi masih sebatas mimpi. Apalagi di era digital saat ini
dimana faktor jaringan menjadi unsur utama yang harus
terpenuhi sehingga menjadi kendala bagi kemajuan pendidikan di
Indonsia. Memang cost untuk industri ini sangat mahal karena
memang industri ini termasuk pada teknologi high cost. Tapi
kedepannya Indonsia harus mampu menciptakan pendidikan
yang bukan hanya mampu menciptakan program teknologi
informasi tapi juga alatnya.Sehingga Indonesia tidak harus selalu
bergantung pada pihak luar tapi mampu menciptakan sendiri.

2. Keanekaragaman Budaya Indonesia


Clyde Kay Maben Kluckhohn dalam Universal Categories of
Culture (1953) membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur
kebudayaan universal atau kultural universal.Ketujuh unsur
budaya universal tersebut meliputi:
a. Sistem bahasa
b. Sistem pengetahuan
c. Sistem organisasi kemasyarakatan
d. Sistem teknologi
e. Sistem ekonomi
f. Sistem religi
g. Sistem kesenian
Mengacu pada teori Clyde penulis mencoba membawa
kepada konteks unsur budaya Indonesia, yaitu:
Sistem bahasa
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang tentunya
memiliki keanekaragaman suku dan bahasa yang berbeda-beda.

328
Mulai dari pulau sumatera, jawa, Sulawesi, Kalimantan, bali
hingga papua, dan dari setiap pulai itu juga memiliki bahasa
daerah yang berbeda beda pula. Inilah yang membuat Indonesia
Unik sehingga karena perbedaan itu tertuang dalam sumpah
pemuda yaitu berbahasa satu bahasa Indonesia. Dengan adanya
keanekaragaman tersebut pendidikan bahasa sangat di perlukan
selain bahasa Indonesia menjadi pendidikan wajib, kemampuan
bahasa asing juga sangat di butuhkan karena Indonesia saat ini
menjadi anggota negara yang masuk dalam pasar bebas sehingga
mau tidak mau, siap tidak siap kita akan berinteraksi dengan
orang asing sehingga kita harus mampu berkomunikasi dengan
bahasa international yaitu Inggris, selanjutnya China, Arab dan
bahasa lainnya. Sehingga pendidikan vokasi bidang bahasa akan
menjadi pendidikan yang di butuhkan masyarakat karenanya
semakin banyak sumber daya manusia Indonesia menguasai
bahasa internasional maka kebutuhan tenaga pengajar dari asing
akan berkurang. Daya serap lulusan bidang bahasa akan tinggi
Sistem Pengetahuan
Meliputi ruang pengetahuan tentang alam sekitar, flora
dan fauna, waktu, ruang dan bilangan, sifat-sifat dan tingkah laku
sesama manusia, hingga tubuh manusia.Sistem organisasi
kemasyarakatan. Dunia internasional mengenal Indonesia
sebagai Negara yang indah karena memiliki daerah geografis
yang terdiri dari laut, gunung dan daratan sehingga banyak
pilihan daerah wisata di Indonesia, bagi para traveler yang suka
akan laut maka daerah-daerah pantai di Indonesia akan menjadi
destinasi wisata yang wajib di kunjungi apalagi banyak upulau-
pulau yang masih virgin di Indonesia yang menjadi incaran para
turis asing.

329
Bagi traveler yang suka gunung di Indonesia begitu
banyak hamparan pegunungan yang eksotis baik gunung api yang
masih aktif maupun tidak akan menarik untuk di daki. Budaya
dan masyarakatnya sangat ramah dan dermawan membuat
banyak turin mancanegara datang ke Indoneisa hal itu pasti
memberikan peluang bagi usaha-usaha kreatif di Indonesia dalam
bidang pariwisata. Pendidikan bidang pariwisata sebagai lembaga
yang memberikan ilmu dan pengetahuan menciptkan tenaga-
tenaga yang kompeten untuk menyambut para pencari
keindahan, kenyaman dan kebahagiaan.
Sistem Kemasyarakatan
Adalah sistem yang muncul atas kesadaran manusia bahwa
mereka memiliki kekurangan sehingga membutuhkan bantuan
dari manusia lainnya.Sistem ini dibutuhkan manusia karena
manusia punya kecenderungan untuk berkelompok.Sehingga
manusia membentuk keluarga dan kelompok sosial lainnya yang
lebih besar. Contoh: sistem kekerabatan.
Indonesia yang merupakan Negara kepulauan memiliki
berbagai suku, adat dan tradisi menjadikan budaya Indonesia
yang beraneka ragam yang kemudian menjadikan cerminan
wajah Indonesia itu sendiri, dengan berbagai adat, tradisi
tersebut membuat banyak kebutuhan yang ingin di penuhi oleh
masyarakat sedangkan industry atau produsen terbatas. Dari
sector inilah pemerintah bisa membangun dan mengembangkan
hingga mengasilkan nilai guna yang ekonomis
Sistem Teknologi
Mencakup peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan
manusia dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi berfungsi untuk

330
pemenuhan kebutuhan manusia.Teknologi menyangkut cara-cara
atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala
peralatan dan perlengkapan.Teknologi muncul dalam cara-cara
mansuia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara
manusia mengekspresikan keindahan atau dalam memproduksi
hasil-hasil kesenian. Teknologi peralatan dan perlengkapan hidup
manusia meliputi alat-alat produksi, senjata, wadah, pakaian dan
perhiasan, makanan dan minuman, tempat berlindung dan
perumahan dan alat transportasi.
Sistem teknologi sekarang ini kian canggih hingga industri
perlahan nmun pasti mulai menggunakan teknologi mesin
(robotic) untuk menggantikan tenaga kerja manusia karena
dianggap lebih efektif dan efisien. Kita bisa melihat hamper
semua produk yang kita gunakan sehari-hari di buat oleh alat
canggih mulai produk kebutuhan pribadi, rumah tangga hingga
industry.
Tingginya tingkat kebutuhan teknologi hal ini dapat menjadi
potensi pendidikan di Indonesia lebih berorientasi pada
penciptaan produk teknologi tepat guna. Hingga meskipun
tenaga kerja manusia akan berkurang pada aspek cara membuat
produk tapi akan meningkat pada aspek penciptaan alat-alat
yang dibutuhkan industry pengguna teknologi tersebut. Sehingga
Indonesia akan secara perlahan mengurangi kebutuhan alat-alat
teknologi canggih dari luar negeri dan mampu memproduksi
kebutuhannya sendiri secara mandiri.
Sistem Ekonomi
Disebut juga sistem mata pencaharian.Dalam sistem ini
manusia memenuhi kebutuhan mulai dari produksi, distribusi dan
konsumsi.Mata pencaharian adalah suatu usaha yang dilakukan

331
seseorang atau segolongan besar anggota masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Mata pencaharian suatu
masyarkat belum tentu sama dengan mata pencaharian
masyarakat lainnya. Contoh sistem mata pencaharian adalah
berburu dan meramu, bertani, dan beternak.
Indonesia merupakan Negara subur memiliki sumber daya
alam yang melimpah ruang, namun sayangnya sumber daya ini
lambat laun akan segera hilang jika terus di ambil dan di
eksploitasi. Kegiatan ekonomi tidak hanya mengandalkan
sumber-sumber daya yang tersedia di bumi Indonesia namun
juga dapat berupa kreativitas.Pemerintah menggalakkan
industry-industri kreatif masyarakat dan terus membuat regulasi
untuk mendukung dan memotivasi masyarakat untuk dapat
bergerak menciptakan ide /gagasan yang dapt menghasilkan nilai
ekonomis.
Jika dulu ketika sesorang akan melakukan usaha maka
factor utama yang menjadi permasalahan adalah bagaimana cara
mendapatkan modal, menciptakan produk dan cara
pemasarannya, namun kini di era digital banyak masyarakat dari
yang tidak memiliki modal, tak terbatas pada usia belia tak
terbatas pada gender dapat dengan mudah melakukan kegiatan
ekonomi dengan memanfaatkan teknologi digital secara online
(e-commerce). Trend ini mampu mendorong tingkat
perekonomian tumbuh dengan massif hingga pemerintah harus
membuat regulasi untuk menjamin dan melindungi dari dampak
buruk teknologi.
Potensi Indonesia sangat besar pada industry e-commerce
karena masyarakat bisa berusaha menciptakan pekerjaan sendiri
dari bisnis jasa online mulai dari pekerjaan yang dianggap biasa

332
seperti CODan hingga Jastip, hingga sector waralaba, warung-
warung sekarang menggunakan system online dalam
memberikan layanan kepada masyarakat.
Sistem religi disebut juga kepercayaan
Adalah suatu sistem di mana manusia percaya terhadap
sesuatu yang lebih tinggi darinya atau Penciptanya.Religi juga
berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia dalam
hubungannya dengan Penciptanya.Indonesia terkenal dengan
masyarakatnya yang religius dalam menjalankan agama dan
kepercayaannya, ada 5 agama yang diakui Negara yaitu Islam,
Kristen, Hindu, Budha, Konghucu dan berbagai kepercayaan yang
dianut oleh masyarakat khususnya masyarakat pedalaman.
Untuk urusan agama tidak bisa sembarangan makanya
butuh orangorang yang kompeten di bidangnya, dengan
banyaknya agama dan kepercayaan di Indonesia peluang
berdirinya pendidikan keagaman baik secara formal dan non
formal turut membantu menciptakan daya serap lulusan dibidang
keagaman cukup tinggi, banyak para tokoh agama Indonesia
hingga berkarir di luar negeri hal itu juga membantu mengurangi
tingkat pengangguran di Indonesia
Sistem Kesenian
Adalah sarana manusia dalam mengekspresikan kebebasan
dan kreativitasnya. Kesenian merujuk pada unsur keindahan yang
berasal dari hati manusia. Kesenian menjadi bisnis menarik yang
tumbuh subur dalam bidang kreativitas masyarkat, karena ide tak
terbatas, minat dan bakat manusia berbeda-beda dan potensi ini
harus di dorong untuk tumbuh dan berkembang agar setiap
individu mampu memunculkan kreativitasnya dengan percaya

333
diri yang tinggi. Indonesia bisa mencontoh Korea Selatan dimana
bisnis kreatif dibidang seni menjadi surga yang dapat membuat
Korea mendunia dengan budaya K-Popnya.Perpaduan budaya
trdisional dan modern mampu bersinergi menciptakan daya tarik
yang fenomenal hingga mampu mengangkat hampir semua
sektor di negeri itu. Sampai saat ini mungkin dunia masih baru
mengenal budaya bali, jawa, toraja namun kedepan masyarakat
internasional harus tahu wajah Indonesia secara keseluruhan.
Pun demikian dengan Indonesia berbicara tentang seni
budaya dan pariwisata mampu bersaing di kancah internasional
tinggal dukungan dan kerjasama yang baik antara para stake
holder di negeri ini untuk sama-sama berkomitmen menciptakan
sebuah sistem pendidikan yang mengutamakan kompetensi
masyarakatnya yang di dasari dari minat dan bakat serta potensi
baik yang dimiliki individu dan juga potensi kekayaan budaya
sebagai identitas Indonesia. Wallahu alam bi showab….
--------------------------------

Mahfudoh, lahir di Serang pada tanggal 16


Februari 1980, putri dari pasangan
H.Haerani (Alm) dan Hj. Riadah. pribadi
yang supel, tegas dan apa adanya.
Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) di
STIE Al-Khairiyah tahun 2007 dan program
Magister Management di Universitas
Pancasila Jakarta tahun 2013. Saat ini
penulis masih aktif mengajar sebagai
dosen di STIE Al-Khairiyah Cilegon program studi Manajemen dan
juga aktif menjadi Kontributor naskah buku antologi dan bunga
rampai di Ikatan Dosen Republik Indoneisa (IDRI) Provinsi Banten.

334
DAMPAK COVID-19 TERHADAP SISTEM
PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh : Denok Sunarsi


Dosen Universitas Pamulang (Unpam) Tangerang Selatan

unia saat ini sedang digemparkan dengan adanya

D wabah yang sangat berbahaya, saking berbahayanya


wabah ini, menjadikan lini-lini kehidupan mencakup
sektor politik, ekonomi dan pendidikan menjadi carut marut
dengan penetapan kebijakan baru yang muncul setelah wabah ini
menyerang dunia, wabah yang sama sekali tak terpikirkan akan
hadir disaat semua manusia terlena dengan rutinitas
kesehariannya. Wabah yang mengguncan dunia akhir-akhir ini
bernama Coronavirus.
Dikutip dari stoppneumonia.id, Coronavirus merupakan
keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia
dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit
infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang
serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan
Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada
manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada
Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan
penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19)

335
Gejala umum berupa demam ≥380C, batuk kering, dan
sesak napas. Jika ada orang yang dalam 14 hari sebelum muncul
gejala tersebut pernah melakukan perjalanan ke negara
terjangkit, atau pernah merawat/kontak erat dengan penderita
COVID-19, maka terhadap orang tersebut akan dilakukan
pemeriksaan laboratorium lebih lanjut untuk memastikan
diagnosisnya. Daftar negara terjangkit dapat dipantau melalui
http://infeksiemerging.kemkes.go.id.
Dan sedih nya sampai saat ini vaksin untuk mencegah
infeksi COVID-19 sedang dalam tahap pengembangan/uji coba
dan belum pasti sampai kapan wabah ini berakhir. Riset-riset
terus dilakukan guna mencapai kata pemulihan secara cepat.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Tedros Adhanom Ghebreyesus secara resmi mengumumkan virus
Corona (COVID-19) sebagai pandemi, Rabu (11/3/2020).World
Health Organization (WHO) atau badan kesehatan di bawah PBB
akhirnya menyatakan wabah virus corona atau Covid-19 sebagai
pandemi. Alasannya, virus ini terus menyebar cepat hingga ke
wilayah yang jauh dari pusat wabah. WHO mencatat, selama dua
pecan terakhir, kasus corona meningkat hingga 13 kali lipat di
luar Tiongkok sebagai pusat wabah, serta menginfeksi ke negara-
negara yang terdampak hingga tiga kali lipat di Indonesia sendiri
penderita positif corona juga terus bertambah. Dengan
bertambahnya penderita ini, maka telah memberikan efek
negatif yang lebih besar terhadap sector pendidikan di dalamnya.
Untuk itu meredam dampaknya, maka dibutuhkan langkah-
langkah strategis. Hal ini perlu dilakukan oleh pemerintahcepat
dan tepat.

336
PSBB versus Karantina Wilayah?
Merujuk hal tersebut disertai munculnya kebijakan yang
tidak hanya secara universal kebijakan terkait Covid-19 ini
berlaku, Indonesia pun turut ambil bagian, kebijakan-kebijakan
muncul setelah dikeluarkannya pernyataan WHO melalui
Direktur Jendral nya. Pemerintah Daerah mengajukan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diajukan kepada
Menteri Kesehatan yang diatur dalam Undang-Undang No. 6
Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dan sesuai dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020
tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona
Virus Desease 2019 (Covid-19).
Penyebaran Covid-19 yang bersifat luar biasa dengan
ditandai jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah meningkat
dan meluas lintas wilayah dan lintas negara dan berdampak pada
aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia, maka
Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2020, tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19).
Tidak hanya regulasi yang bersinggungan dengan sektor
politik, ekonomi, ketenagakerjaan namun dalam sektor
pendidikan pun tak kalah ambil bagian melalui penetapan
kebijakan berskala nasional. Untuk mengurangi penyebaran virus
ini pemerintah menetapkan untuk beraktifitas di rumah seperti
bekerja di rumah dan pelajar yang belajar di rumah. Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar
Makarim menyampaikan bahwa Surat Edaran Nomor 3 Tahun

337
2020 tentang Pencegahan COVID-19 ini adalah panduan dalam
menghadapi penyakit tersebut di tingkat satuan pendidikan.Jika
kondisi ini terus meningkat, maka sudah bisa dipastikan
dampaknya terhadap sektor pendidikan juga akan semakin
meningkat. Dampak yang paling dikhawatirkan adalah efek
jangka panjang. Sebab para siswa dan mahasiswa secara
otomatis akan merasakan keterlambatan dalam proses
pendidikan yang dijalaninya. Hal ini bisa mengakibatkan pada
terhambatnya perkembangan kematangan mereka di masa yang
akan datang.
Apalagi jika Covid-19 ini tidak segera berakhir. Dengan
kebijakan penundaan sekolah-sekolah di negara-negara yang
terdampak virus tersebut secara otomatis dapat mengganggu
hak setiap warganya untuk mendapatkan layanan pendidikan
yang layak. Penutupan sekolah-sekolah dan kampus tersebut
tentu dapat menghambat dan memperlambat capaian target
yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan atau sekolah
masing-masing. Pastinya, kondisi demikian akan mengganggu
pencapaian kematangan siswa dalam meraih tujuan belajarnya,
baik secara akademis maupun psikologis. Yang lebih
mengkhawatirkan lagi adalah dampak psikologisnya. Siswa yang
harus tertunda proses pembelajarannya akibat penutupan
sekolah sangat memungkinkan akan mengalami trauma
psikologis yang membuat mereka demotivasi dalam belajar.
Dengan adanya sistem ini menyebabkan kerugian bagi
warga negara Indonesia karena covid 19 menyebabkan
keresahan dan kekhawatiran yang menakutkan bagi proses
pendidikan di Indonesia dengan merujuk dari Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah tersebut, beberapa Pemimpin Daerah

338
yang meningkat penyebaran Covid-19 mengajukan PSBB ke
kementerian Kesehatan yang berdampak pada implementasi
kegiatan belajar mengajar, maka otomatis terjadi pembatalan
beberapa agenda dan program penting siswa ke luar negeri
seperti perlombaan dan studi overseas membuat mereka kecewa
karena mereka merasa telah mempersiapkan jauh-jauh hari
sebelumnya. Apalagi wawasan para siswa seputar virus corona
masih minim yang bisa membuat mereka memiliki tingkat
kekhawatiran yang lebih tinggi.
Implikasi PBB Terhadap Proses Belajar Mengajar
Terhitung mulai Senin, 16 maret 2020 semua aktivitas
belajar mengajar diliburkan, Keputusan tersebut mencakup
seluruh jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA
sederajat selama dua minggu langkah KEMDIKBUD dalam
menghentikan semua kegiatan belajar mengajar sangat efektif.
Adapun untuk terhambatnya proses pendidikan karena
penutupan dan penundaan waktu belajar, maka perlu disiapkan
solusi kongkret pula. Salah satu yang bisa dilakukan adalah
dengan sistem pembalajaran jarak jauh dengan memanfaat
teknologi yang ada. Sebab jika tidak, maka ini akan memberikan
dampak negatif terhadap perkembangan kematangan hasil dan
pencapaian dari proses pendidikan, untuk tingkat SMP dan SMA
akan lebih efektif jika menggunakan media online dalam
pembelajaran di rumah.
Tanggapan pemerintah terhadap covid -19 untuk
meniadakan aktivitas pembelajaran di sekolah di ganti dengan
sistem daring atau pembelajaran melalui online agar mencegah
penularan covid -19. Bahkan ujian akhir sekolah yang sudah
terjadwal akhirnya diputuskan untuk ditiadakan, demi

339
menyelamatkan para siswa/i dari penyebaran civid-19.Kebijakan
yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi kegiatan termasuk
belajar, bekerja dari rumah masih saja menimbulkan gejolak
dalam pelaksanannya. Salah satunya dalam proses pemberian
tugas. Banyaknya tugas yang diberikan kepada siswa yang
meberatkan, sehingga Banyak orang tua yang komplen kepada
guru untuk mengurangi tugas yang di berikan kepada muridnya,
dilain sisih guru memegang amanah mengajar mengikuti
kurikulum yang di tetepkan oleh pemerintah dengan fasilitas
seadanya banyak tugas yang tidak tersampaikan dengan baik
hingga menimbulkan masalah tentang pemberian tugas.
Dengan diadakannya sistem daring guru dihimbau untuk
memberikan siswa aktifitas merangsang otak sehingga apabila
kembali ke aktifitas semula siswa sudah siap untuk memulai
kembali pembelajaran, serta memberikan penjelasan tentang
virus covid -19 terlebih dahulu karena virus ini sangat berbahaya.
Memulai dari memberikan pengertian kenapa harus belajar di
rumah tentang cara pencegahan agar siswa mengerti bahaya
covid-19 yang sedang merambah dunia, dengan cara guru
memberikan pengajaran tentang Covid-19 dapat mengurangi
penyebaran virus dan mengurangi dampak penularan virus
Covid-19 di Indonesia. Dengan adanya pembelajaran sistem
online pendidikan Indonesia dapat berlanjut siswa dapat belajar
dengan tenang dirumah dan guru dapat memberikan materi
pembelajaran dengan baik. Sehingga pemahaman tentang virus
Covid-19 di Indonesia cepat di pahami dan Masalah Covid -19
dapat segera selesaikan.
Strategi belajar di rumah sudah tepat, setidaknya dari sisi
kesehatan namun untuk efektivitas pembelajaran perlu ada yang

340
dipersiapkan sekolah dan guru, guru harus proaktif dan kreatif
agar bisa menggelar kegiatan belajar-mengajar sama efektifnya
dengan tatap muka. Selain guru, orangtua pun juga harus ikut
memantau si anak belajar di rumah, hal ini menjadi salah satu
langkah baik yang dilakukan guna meminimalisir kemungkinan
terjadinya penularan virus corona dilingkungan sekolah. Proses
belajar-mngajar dirumah ini bukan semata-mata untuk berlibur,
bukan berarti tidak ada aktivitas literasi. Para siswa tetap belajar
dengan target yang sudah ada di kurikulum. Namun kegiatan
belajar-mengajar dirumah ini juga menimbulkan sedikit kurang
efektif, karena semua siswa harus belajar diluar pengawasan
guru langsung, hal ini menjadikan siswa mengalami kesulitan
untuk melakukan konsultasi dengan guru, terutama untuk mata
pelajaran yang dianggap membutuhkan penjelasan dan
pemahaman yang lebih mendalam.
Anak SMP dan SMA jaman sekarang yang tinggal di daerah
perkotaan tidak mungkin tidak ada yang mengerti dunia internet,
bahkan yang masih duduk di bangku PAUD pun sudah tak asing
langi dengan perangkat lunak yang bernama gadget, mereka
akan dengan mudah melakukan kegiatan belajar mengajar di
rumah, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan gurunya dengan
cepat, bahkan sebagian besar dari mereka justru senang dengan
adanya kebijakan sekolah di rumah, karena mereka bisa
mengatur kapan kita belajar kapan kita bermain dan kapan kita
mengerjakan tugas, mereka akan dengan asik melakukan
komunikasi dengan temannya melalui video call, Voice Note dan
lain sebagainya, begitupun guru akan dengan mudah memantau
anak didiknya melalui aplikasi Whatsapp, Line, Facebook, Twitter,
Instagram dan lain sebagainya serta yang lebih membuat seru

341
adalah guru atau pendidik bisa mengadakan kelas Virtual melalui
aplikasi Zoom dan Google Meet kemudian memberikan tugas
melalui Google Class, terasa sangat mudah dengan jaringan
internet yang mumpuni dan sarana prasarana yang memadai.
Mungkin tantangan nya lebih besar jika kebijakan ini
diterapkan di daerah dengan infrastruktur internet dan teknologi
yang kurang memadai seperti di desa-desa. Hal serupa berlaku
bagi peserta didik yang kurang memiliki akses terhadap teknologi
dan internetakan muncul banyak kesulitan untuk melakukan
konsultasi dengan guru terutama untuk pelajaran yang dianggap
membutuhkan penjelasan dan pemahaman yang lebih
mendalam, misalnya matematika.Lalu, bagaimana menyikapinya
sementara secara logika tingkat penguasaan IPTEK masyarakat di
pelosok untuk terkena Covid-19 masih tergolong rendah di
banding yang pelajar yang tinggal di kota.
Lalu, kita sebagai pengajar bagaimana cara menyikapinya,
hal pertama yang perlu dilakukan adalah memberikan edukasi
kepada para siswa dan praktisi pendidikan. Ini bisa dilakukan
dengan sosialisasi secara intensif oleh dinas kesehatan tentang
virus corona itu sendiri, baik dari aspek pencegahannya maupun
cara menyikapinya. Dengan wawasan ini diharapkan dapat
mengurangi efek kekhawatiran berlebih yang dapat
menyebabkan dampak traumatis pada diri siswa dan tentu juga
para gurunya kemudian perlu menyiapkan tim khusus dari para
psikolog untuk melakukan pendampingan terhadap para siswa
baik secara kolektif maupun individu, khususnya terhadap
sekolah-sekolah yang berada di wilayah terdampak virus.
Terkhusus lagi untuk para siswa yang gagal melakukan program

342
yang diimpikan dan dinantinya seperti kegiatan perlombaan di
tingkat internasional atau studi komparatif di luar negeri.
Dengan pendampingan ini diharapkan dapat meringankan
beban psikologis mereka serta menguatkan kembali semangat
belajarnya. Pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan tim
psikolog untuk melakukan pendampingan terhadap warga di
tempat karantina di Natuna. Tapi, melihat kondisi penyebaran
saat ini, maka pendampingan perlu diperluas lagi. Minimal
dengan memberikan imbauan kepada setiap lembaga sekolah
untuk melakukan sosialisasi dan pendampingan untuk antisipasi
dampak yang lebih parah.
Untuk masalah Demotivasi atau intensitas kemauan belajar
seorang siswa jika di beri libur yang panjang karena pandemi ini,
itu balik lagi psikologi si anak. Kalo memang anak paham akan
situasi dan kondisi lalu mereka tergerak untuk belajar di rumah
selama apapun diberika libur jika si anak punya kemauan untuk
belajar bakal tetap cerdas.
Dengan keadaan yang sekarang tingkat penyebaran makin
naik, makin tidak mungkin orang mau bertemu bahkan bertatap
muka. Jadi, solusi untuk pendampingan belajar dan psikologis
yang di berikan pemerintah sangat kecil kemungkinan. Cara
efektif meminta pihak pemerintah memberi saran ke pihak
sekolah, dan pihak sekolah memberi saran ke guru dan guru
memberi saran ke orang tua si anak tersebut dalam
pendampingan kegiatan belajar di rumah. Tugas juga adalah
sesuatu yang efektif, jika tidak ada pembelajaran melalui sistem
online. Lalu, meningkatkan niat belajar di rumah dengan cara
membaca buku ataupun mencari artikel terkait dengan materi
pembelajaran.

343
Dampak Corona sangat lah besar.karena wabah Corona
membuat system pembelajaran harus beralih di rumah atau
online. Bagi kalangan orang tua yang rendah ekonominya apa bila
tidak memiliki fasilitas yang memadai seperti computer atau
laptop, menjadi merasa kesulitan. Selain semangat belajar siswa
menurun karena kurang adanya pemantauan cara belajar yang di
lakukan oleh siswa di rumah. Selain itu,waktu belajar siswa
kurang efektif justru lebih banyak di manfaatkan untuk bermain-
main. Selain itu, karena wabah Corona datang cukup
mendadak,membuat para guru di sekolah kewalahan dan kurang
sigap untuk membuat materi belajar secara online atau
pemberian tugas secara online untuk siswa. Belum lagi di lihat
dari sisi situasi yang dimana rumah siswa itu tidak memiliki banya
sinyal dalam kata lain ini proses belajar kita bergantung juga
dengan sinyal atau data internet.
Jika sekolah terpaksa diliburkan , maka pihak yang paling
dirugikan adalah segenap civitas akademi. jika diperhatikan
secara seksama, pelajar adalah pihak yang paling merasakan
dampaknya untuk itu pemerintah memberikan kebijakan untuk
tetap belajar yaitu belajar online dirumah E-learning. dengan
keadaan bagaimanapun pendidikan tetap penting, kebijakan ini
akan tetap dilakukan sampai keadaan kondusif dan membaik.
Kebijakan ini upaya dapat mengurangi interaksi banyak
orang apalagi pelajar seorang anak-anak yang lebih mudah dan
dapat memberi akses pada penyebaran virus corona tersebut.
Demikian guru dituntut untuk mempercepatan literasi
digital (belajar online) karena adanya imbawan pemerintah
“social distancing” langkah ini tepat dilakukan agar dapat
memutuskan rantai penyebaran virus corona ini. Apalagi, UN

344
telah ditiadakan, dengan begitu secara otomatis sekolah harus
diliburkan demi mencegah penyebaran virus corona.
Sosialisasi untuk para guru dan orangtua murid dalam
menggunakan kecanggihan atau perkembangan teknologi agar
kegiatan belajar dirumah menjadi mudah dan efektif.Sebaiknya
pemerintah segera merancang program untuk mengejar capaian
target yang tertunda karena COVID-19 ini, misalnya mengganti
Ujian Nasional SD dan SMP dengan konsep pendidikan karakter
dan penanaman nilai-nilai Pancasila, contohnya kegiatan sosial
setelah wabah COVID-19 ini selesai.
Ada dampak positif dan negatif dalam hal ini contoh nya
Ujian Nasional yang akhirnya tidak di selengarakan di seluruh
sekolah di indonesia dan para siswa juga harus belajar melalui
smarthphone di rumah nya masing masing. Dampak ini juga
berpengaruh terhadap kemampuan belajar siswa yang terhambat
oleh virus ini sendiri. Hal positif nya mungkin siswa jadi rajin
terhadap kebersihan terhadap diri nya sendiri juga lingkungan
nya , serta jadi banyak waktu untuk berkumpul bersama keluarga
dan menghabiskan waktu di rumah saja. Karena sampai
unversitas pun berdampak yang juga harus di lakukan
pembelajaran lewat online learning hampir di semua kampus dan
sekolah yang ada di indonesia.
Memutus rantai virus corona yang ada di indonesia
bukanlah hal yang mudah dengan tetap berada di rumah dan
pasti tetap belajar walaupun tidak secara langsung dan juga
menghindari keramaian atau perkumpulan yang kurang penting
tidak bepergian jika tidak sangat urgent sekali. Tetap belajar dan
semangat jangan melupakan tugas kalian sebagaimana pelajar
sebelum dan sesudah dampak virus corona ini ada. Jangan lupa

345
untuk jaga kesehatan serta menggunakan masker jika berada di
luar rumah.
Dengan adanya sekolah berbasis online juga sudah sangat
memadai sehingga siswa tetap bisa belajar meskipun tidak efektif
semua kita pahami. Dan untuk universitas serta dosen tersebut
bisa memaksimalkan pembelajaran online. Dan walaupun kita
diwajibkan belajar dirumah kita harus tetap menjaga kesehatan
dirumah, rajin olahraga serta makan makanan yang teratur, tidak
keluar rumah jika tidak ada yang berkepentingan.
Dengan meminimalisir potensi penyebaran Covid-19,
belajar di rumah juga ada dampak negatifnya, belajar di rumah
dengan memaksimalkan teknologi tidak begitu efektif. Guru
memberikan tugas secara online. Komunikasi juga akan terjadi
hanya satu arah. Strategi belajar di rumah, menurut saya, sudah
tepat, setidaknya dari sisi kesehatan. Namun untuk efektivitas
pembelajaran, juga perlu ada yang dipersiapkan oleh sekolah dan
guru guru. Belajar di rumah itu bukan berarti libur. Selain guru,
orang tua pun juga harus ikut memantau si anak belajar di
rumah.
Jika kebijakan ini diterapkan juga di daerah dengan fasilitas
internet dan teknologi yang kurang memadai seperti di desa
terpencil, maka akan menjadi tantangan besar pula. Sekolah -
sekolah yang tidak memiliki fasilitas pembelajaran online ini akan
mengalami kesulitan dalam mengejar ketertinggalan materi
pembelajaran.
Hal ini berlaku juga bagi para peserta didik yang kurang
memiliki akses terhadap internet dan teknologi. Satu-satunya
cara yang dapat dilakukan adalah memberikan pekerjaan rumah
yang cukup banyak kepada peserta didik dan akan disetor saat

346
kelas tatap muka kembali masuk, meskipun metode ini tidak
semaksimal belajar online. Selain itu, masalah lain yang juga
perlu diperhatikan adalah, para siswa akan mengalami kesulitan
untuk melakukan konsultasi dengan guru terutama untuk
pelajaran yang dianggap membutuhkan penjelasan dan
pemahaman yang lebih mendalam.”
Untuk server atau website e-learning dapat distabilisasikan
lagi, atau dijadwalkan utk pemakaiannya sehingga pengguna
tidak kesulitan untuk mengaksesnya. Atau untuk pengiriman
tugas bisa melalui via email dan tidak perlu login ke e-learning.
Sehingga mengurangi gangguan pada server e-learning tersebut.
Mungkin tidak seefektif seperti tatapmuka tetapi jadi
alternative disaat kondisi seperti ini. Diharapkan guru tidak hanya
memberi tugas pada murid, namun juga harus proaktif dan
kreatif seperti hal nya tatapmuka serta ikut berinteraksi dengan
murid.
Guru di tuntut bisa memaksimalkan pembelajaran jarak
jauh ini, banyak hal yang telah dilakukan pendidik dalam
menyikapi masa belajar di rumah ini. Dengan penggunaan
platform pembelajaran secara online yang sudah ditawarkan
pemerintah. Peserta didik dapat dengan mudah mengakses
platform daring tersebut tanpa berbiaya. Pendidik juga dapat
menggunakan berbagai aplikasi yang tersedia sebagai sarana
penyampaian bahan belajar untuk peserta didiknya.
Guru harus bijak hendaknya mampu memahami kebutuhan
dan kemampuan peserta didiknya. Pemberian penugasan melalui
berbagai aplikasi sangat bagus untuk mengenalkan peserta didik
pada teknologi serta pentingnya penggunaan teknologi pada
masa sekarang. Namun, guru juga harus memunyai alternatif

347
pembelajaran jarak jauh jika tidak semua peserta didik mampu
mengikuti pembelajaran secara online. Dalam satu panduan
belajar, guru dapat menyusun secara online maupun buku yang
sudah dimiliki peserta didiknya hendaknya tidak terlalu jauh.
Hal ini dilakukan agar kesenjangan antarpeserta didik tidak
terlalu banyak. Jangan sampai peserta didik yang bisa
daring/online menjadi sangat melejit sedangkan peserta didik
yang hanya mampu menggunakan buku menjadi tertinggal.
Dalam satu panduan belajar, guru dapat menyusun secara online
internet maupun lewat buku yang dimiliki oleh peserta didik.
Penugasan yang diberikan sama, namun yang membedakan
adalah cara menggunakan sumber.
Pemerintah Indonesia harus tegas dan mengambil sikap
dan tindakan yang terbaik untuk warga negara Indonesia, untuk
membasmi virus covid 19 di Indonesia, dengan mengeluarkan
kebijakan seperti work from home yaitu bekerja di rumah atau
membawa pekerjaan kantor ke rumah, learn from home belajar
di rumah, walaupun notabene sekolah diliburkan tapi sejatinya
siswa tetap belajar yang tadinya dilakukan secara klasikan
dengan metode tatap muka secara langsung, berinteraksi secara
langsung antara guru dan siswa maka dengan adanya kebijakan
ini sistem bembelajaran dialihkan ke ruah, yang bertindak
sebagai mentor bisa orang tua siswa atau orang-orang terdekat
dengan siswa, sementara guru memberikan tugas secara daring
melalui media online, social distancing atau jaga jarak yang
artinya kita harus menjaga jarak berinteraksi dengan orang lain
dengan meminimalisir pertemuan atau hanya sekedar kumpul-
kumpul bersama teman dan pada akhirnya beberapa wilayah di
Indonesia menerapkan kebijakan PSBB atau Pembatasan Sosial

348
Berskala Besar yang dianggap mampu mempercepat
penanggulangan sekaligus mencegah penyebaran corona yang
semakin meluas di Indonesia.
Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2020 Pasal 1, dijelaskan
bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan
pembatasan kegiatan tertentu dalam suatu wilayah yang diduga
terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). PSBB itu sendiri
merupakan salah satu strategi pemerintah dalam mencegah
kemungkinan penyebaran virus corona, yang mana juga telah
tertuang di dalam aturan PMK Nomor 9 Tahun 2020. Tertulis
dalam aturan PMK Nomor 9 Tahun 2020 pasal 2, bahwa untuk
dapat ditetapkan sebagai PSBB, maka suatu wilayah
provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi dua kriteria. Pertama,
yaitu jumlah kasus atau kematian akibat penyakit meningkat dan
menyebar secara signifikan secara cepat ke beberapa wilayah.
Dengan adanya kebijakan-kebijakan diatas maka guru
dituntut berperan aktif mengawal siswa dalam jarak jauh supaya
siswa tetap pada koridornya yaitu sebagai pembelajar, di
sebagian wilayah perkotaan mungkin bukan hal yang sulit bagi
guru untuk melakukan pengontrolan terhadap muridnya, melalui
pembelajaran dengan sistem online guru dapat dengan mudah
memberikan tugas terhadap siswanya begitu pula sebaliknya
dengan perangkat, sarana prasarana yang mumpuni siswa dapat
dengan mudah mengerjakan soal yang di tugaskan oleh guru.
Berbanding terbalik dengan keadaan di daerah terutama di
wilayah terpencil, pulau-pulau di sebrang lautan, daerah-daerah
dengan letak geografis yang tidak bersahabat, pedalaman hutan
dan wilayah yang melintasi sungai deras, yang jangankan buat
membeli gadget untuk makan sehari-hari saja sulit, jangankan

349
belajar melalui online untuk mencapai sekolah saja mereka butuh
perjuangan melewati hutan menyeberangi sungai, dalam hal ini
seyogyanya pemerintah memberikan akses alternatif sistem
pembelajaran untuk siswa dalam keadaan tersebut, seperti
memberikan perangkat elektronik dan akses internet secara
gratis ke daerah-daerah tersebut, mengadakan pelatihan cepat
kepada guru atau pengajar. Untuk dapat menciptakan suasana
belajar yang kondusif walaupun dalam kondisi seperti saat ini,
sehingga proses belajar mengajar tetap berjalan dengan lancar.
Semoga wabah ini segera berakhir dan anak-anak bisa
sekolah seperti biasa, bertemu dengan teman-temannya,
bersenda gurau, menikmati proses transfer ilmu yang diberikan
oleh guru tercintanya dan dapat berprestasi secara gemilang di
kemudian hari, tercapai segala asa, merata di seluruh wilayan
negeri yang kita cintai ini. Indonesia. Salam Pendidikan!

Tentang Penulis

Denok Sunarsi, lahir di Bandung.


Nopember 1979. Saat ini tercatat sebagai
Dosen Tetap di Fakultas Ekonomi
Universitas Pamulang (Unpam)
Tangerang Selatan. Penulis aktif menulis
artikel ilmiah di Jurnal Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat beberapa Jurnal
Nasional, dan telah menerbitkan buku-
buku referensi. Penulis saat ini berdomisili di Gunung Sindur
Bogor

350
MENGURAI BENANG KUSUT PENDIDIKAN
NEGERI SERIBU PULAU

Oleh: Endang Yusro


Dosen STIT Serang

Pendahuluan
endidikan merupakan tonggak kemajuan sebuah

P bangsa. Pendidikan adalah upaya menumbuh


kembangkan segenap kemampuan dan merubah sikap
serta tingkah laku seseorang atau kelompok yang bertujuan
untuk mendewasakan manusia melalui pengajaran formal
(sekolah), area non-formal (pelatihan, kursus, dsj.), sependekap
keluarga, serta perintah sendiri (self instruction). Secara
etimologi pendidikan berasal dari bahasa Inggris yaitu education
dan bahasa Latin, eductum. Di mana “e” yang berarti sebuah
proses perkembangan dari dalam ke luar, dn kata “duco” yang
berarti sedang berkembang. Dengan demikian pendidikan adalah
proses kemampuan serta keahlian diri yang terus menerus
berkembang secara individual. Ini mengandung arti bahwa
pengetahuan akanterus selalu ada dan tidak akan pernah hilang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
pendidikan adalah sebuah proses ataupun tahapan dalam
pengubahan sikap serta etika maupun tata laku seseorang atau
kelompok dalam orang dalam meningkatkan pola pikir manusia
melalui pengajaran dan pelatihan serta perbuatan yang menddik.
Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan adalah proses
penunjang kekuatan kodrat sebagai manusia yang memiliki akal

351
dalam menguasai pengetahuan pada peserta didik. Tujuannya
adalah agar manusia dapat meninggikan derajatnya melalui
pendidikan yang setinggi-tingginya.
Muhibbin Syah dalam buku, “Psikologi Pendidikan (Suatu
Pendekatan Baru)” mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu
peroses yang dapat memelihara dan memberi latihan sehingga
diperlukan adanya ajaran dan tuntunan dengan mengenai akhlak
dan kecerdasan dalam pikiran. Ahmad D. Marimba mengatakan
bahwa pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama. Lebih lanjut Marimba
menjelaskan unsure-unsur yang terdapat dalam pendidikan
dalam hal ini meliputi: Usaha bersifat bimbingan yang dilakukan
secara sadar, pendidik atau pembimbing atau penolong, ada yang
dididik atau si terdidik, mempunyai dasar dan tujuan, dan dalam
usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sementara Undang-undang Dasar sebagaimana tertera
pada No. 2 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
mengemukakan bahwa, pengertian pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran supaya siswa dapat aktif mengembangkan
pola pikir dirinya untuk memiliki kekuatan nilai religius,
mengontrol diri, jati diri, etika, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, menjelaskan
salah satu cita-cita bangsa Indonesia sebgaimana tertuang dalam
Undang-undang Dasar, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Namun, kenyataannya Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang masih memunyai masalah besar di sektor

352
pendidikan. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya
pendidikan di Indonesia antara lain adlah masalah efektifitas,
efisiensi dan standarisasi pengajaran.
Permasalahan tersebut masih menjadi masalah
pendidikan di Indonesia yang kita kenal dengan Negeri Seribu
Pulau ini. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan
yaitu rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya
kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya
kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi
pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.
Berangkat dari gambaran di atas, menarik penulis untuk
menekslpolrasi gagasan dengan judul, “Mengurai Benang Kusut
Pendidikan Negeri Seribu Pulau.”

Sejarah Perkembangan Pendidikan di Indonesia


Bila kita lihat jauh ke belakang, pendidikan yang kita kenal
di Negeri Seribu Pulau ini sebenarnya mengadopsi dari berbagai
model pendidikan di masa lalu. Secara formal pendidikan di
Indonesia memulai sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945. Namun, keberadaannya tidak bisa dipisahkan dengan cita-
cita dan praktek pendidikan masa sebelumnya. Kebudayaan
Indonesia sudah ada sejak zaman pra sejarah. Isi kebudayaan
disampaikan oleh orang tua secara langsung kepada anak-anak.
Anak-anak banyak meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya
baik dalam kepercayaan, agama, pewarisan hidup ekonomi,
maupun keterampilan-keterempilan yang lain.
Budaya menulis pertama kali dibawa oleh orang Hindu
yang disebut huruf Pallawa. Bersamaan dengan perkembangan
peradaban Hindu di Jawa, Berkembang pula peradaban Budha di

353
Sumatra. Pendidikan zaman Hindu dikenal dengan periode klasik,
kemudian berkembang lagi agama yang di bawa oleh para
pedagang dan pendatang dari timur tengah yaitu Islam, yang
metode pendidikannya melalui kegiatan keagamaan dan lain
sebagainya, dan yang terakhir adalah datangnya para penjajah
barat yang membawa misi suci mereka yaitu mencari kekayaan,
dan menyebarkan agama yang dianutnya, serta menguasai
daerah singgahannya. Hal ini tentunya sangat memengaruhi
perkembangan pendidikan di Indonesia sampai dewasa ini. Tidak
hanya berkaitan dengan bagaimana sejarah para penduduk asing
dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia, akan tetapi juga
berkaitan dengan instansi, kurikulum, dan pelaku pendidikan
yang menjadi pokok permasalahan di Indonesia.
Perkembangan pendidikan di Indonesia yang dikenal
dengan Negeri Seribu Pulau ini mengalami pasang surut
mengiringi perkembangan budaya Bangsa tersebut. Seperti
dewasa ini, meski tidak sedikit generasi berprestasi tapi
kenyataannya jika membandingkan dengan negara tetangga,
Malaysia yang pernah berguru di Nusantara sangat tertinggal.
Bukan saja dengan perekonomian, budaya (baca: bahasa, seni,
dan olahraga), politik, hankam, dan agama bahkan dunia
pendidikan pun kita di bawah Malaysia.
Menurut penelitian pada tahun 2005 sebagaimana aktivis
LSM Education Network for Justice (E-Net), M. Firdaus
mengatakan bahwa Indonesia menempati ranking 10 dari 14
negara berkembang di Asia Fasifik. Thailand yang dilanda krisis
justru menempati ranking pertama kemudian disusul Malaysia,
Sri Langka, Filipina, Cina, Vietnam, Bangladesh, Kamboja, India,

354
Indonesia, Nepal, Papua Nugini, Kep. Solomon, dan Pakistan.
Indonesia mendapat nilai 42 dari 100 dan memiliki rata-rata E.
Untuk aspek penyediaan pendidikan dasar lengkap,
Indonesia mendapat nilai C dan menduduki peringkat ke 7. Pada
aspek aksi negara, RI memperoleh huruf mutu F pada peringkat
ke 11. Sedangkan aspek kualitas input/pengajar, RI diberi nilai E
dan menduduki peringkat paling buncit alias ke 14. Indonesia
hanya bagus pada aspek kesetaraan jender B dan kesetaraan
keseluruhan yang mendapat nilai B serta mendapat peringkat 6
dan 4. Lebih jauh Firdaus mengatakan, “Sangat ironis karena
Thailand yang mengalami krisis bisa menempatkan diri menjadi
rangking satu.” Ungkapan ini dikatakannya pada saat menjadi
pembicara dalam seminar pendidikan mengenai laporan ini di
Gedung YTKI, Jl Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu
(29/6/2005). Penyebab rendahnya mutu pendidikan di negara
antara lain: Pertama, rendahnya kualitas pendidik atau pengajar.
Pendidik seharusnya mempunyai motivasi untuk memperbaharui
keilmuannya dengan lebih banyak membaca dari media tulis
maupun dari media elektronik. Kedua, kurangnya sarana dan
prasarana belajar.
Ketiga, kurang relevannya kurikulum yang dibuat
pemerintah khususnya untuk daerah terpencil atau daerah
pedesaan. Kebiasan yang sudah berjalan, sebelum kurikulum itu
diberlakukan uji coba selalu di daerah perkotaan saja, tidak
pernah diujicobakannya di daerah terpencil atau di pedesaan.
Seharusnya kurikulum itu diuji coba juga di pedesaan terpencil
selain di perkotaan sebagai pembanding. Kemudian Baru
dianalisis kelebihan dan kekurangannya. Keempat, kurang
pedulinya pihak orang tua siswa terhadap pendidikan anaknya

355
khususnya di daerah pedesaan. Semestinya orang tua siswa
sepenuhnya membebankan pendidikan anaknya terhadap guru,
karena guru mendidik anak hanya sekitar 5 – 7 jam di sekolah.
Orang tua siswa harus memperhatikan anaknya di rumah,
tanyakan apakah ada PR tidak? Kalau ada PR suruh dikerjakan
bila perlu dan bisa alangkah baiknya bila orang tua membimbing
anaknya dalam membuat PR. Bila tidak ada PR tetap anak disuruh
belajar walau besoknya tidak ada ulangan atau tes formatip
maupun sumatif.
Kelima, kurangnya motivasi dalam belajar. Bila hal ini
terjadi ini adalah tugas bersama yaitu guru dan orang tua untuk
menumbuhkan dan meningkatkan motivasi siswa dalam
belajaran. Beri pengertian dengan bahasa sederhana dan
komunikatif pentingnya belajar untuk bekal hidup dan masa
depan sebagai jembatan untuk menuju cita-cita. Dan Keenam,
dampak buruk dari alat elektronik seperti televisi dan Play Station
atau game. Seharusnya televisi mempunyai dampak positif
terhadap ilmu pengetahuan. Tetapi kebanyakan anak bahkan
orang tua kurang senang menonton berita, olahraga atau ragam
acara kerohanian. Mereka lebih senang menonton sinetron atau
acara gosip. Seharusnya anak dibimbing dan dibatasi waktunya
menonton televisi. Anak juga jangan sampai kecanduan bermain
game hingga lupa pada tugasnya untuk belajar, main game juga
perlu dibatasi waktunya misalnya hanya pada hari libur saja
dengan durasi waktu maksimal 2 jam.

Potret Wajah Pendidikan Indonesia


Pendidikan merupakan proses yang sangat panjang. Oleh
karena itu, konsistensi kebijakan, perbaikan terus menerus dan

356
berkelanjutan adalah prinsip dasar yang harus dipedomani.
Indonesia laksana sebuah kapal raksasa, untuk menggerakkannya
memerlukan energi yang luar biasa besar. Energinya tersebut ada
pada generasi terdidik (berpengetahuan, berketerampilan dan
berkepribadian).
Indonesia yang sedang mengalami krisis multidimensi,
baik itu krisis ekonomi yang mengakibatkan kemiskikan yang
merajalela maupun krisis akhlak yang mengakibatkan
kriminalitas. Salah satu penyebabnya adalah masih lemahnya
sistem pendidikan, baik dari segi dana, fasilitas, maupun materi.
Masalah ini harus segera dikaji dan dibenahi secara serius.
Permasalahan yang harus dibenahi dalam pendidikan
menyangkut aspek ekonomi (anggaran), kurikulum (materi dan
sistem), maupun atensi pendidik.
Kurikulum pendidikan formal lebih banyak menekankan
teoritis generalis daripada aplikasi dan spesialisasi. Pendalaman
terhadap ilmu pun masih berkisar pada masalah realistis,
sehingga pengembangan kreativitas dan keahlian bidang IPTEK
berjalan kurang baik. Akibatnya masih minimnya produk-produk
teknologi. Dalam segi akhlak, pembinaan akhlak yang
berlandaskan agamapun masih kurang. Pendidikan Agama
terkadang hanya dipandang sebagai penambah wawasan tanpa
diwujudkan dalam bentuk moral yang baik. Moral dapat
terbentuk apabila seseorang memiliki pemahaman agama yang
komprehensif. Ilmu pengetahuan adalah utama, namun moral
(baca, khlak) adalah lebih utama. Mengenai kurangnya atensi
pendidik, harus segera diatasi dengan pemberian reward yang
sesuai pada pendidik, karena pendidik memegang peranan
penting dalam proses KBM. Pendidikan Indonesia harus segera

357
dibenahi dan mendapat perhatian yang besar. Perlu adanya kerja
sama, analisis, dan dialog solutif.
Sementara kemampuan dalam bidang teknologi tidak
terlepas dari keberhasilan pemerintah dalam pembangunan
pendidikan yang berkualitas dan siap bersaing. Sarana pendidikan
yang mendukung mampu melahirkan tenaga ahli yang
berorientasi pada pembuatan teknologi baru demi percepatan
pembangunan. Optimisme dalam hidup bukan angan-angan
semata, tetapi optimisme harus ikut menggerakkan kita agar
lebih giat dalam belajar, bekerja, berusaha dengan sungguh-
sungguh dan tidak lupa berdo’a.
Beberapa krisis yang telah disebutkan di atas, penulis
menyebutnya sebagai krisis eksternal. Sementara beberapa krisis
internal yang pendidik miliki juga tidak kalah pengaruhnya
terhadap keberhasilan proses pendidikan. Beberapa krisis
internal tersebut di antaranya: menjadi bayang-bayang orang
lain, tidak tentu arah, kurangnya motivasi dan kontrol diri, dan
pengaruh alam Indonesia.
Hamka dalam bukunya “Pribadi Hebat” mengatakan:

“Orang yang hanya menjadi baying-bayang


orang lain berkata dan menulis, bahkan
sampai kepada gerak dan geriknya, hanya
menjadi “Pak tiru”. Orang yang seperti itu
akan lenyap pribadinya oleh pribadi orang
yang ditirunya”.

Lebih jauh Buya (panggilan untuk Hamka) mengatakan


lebih baik satu pekerjaan yang dihadapi, kita dalami dan
hadiahkan kepada persada kemanusiaan. Bukan hanya Churchill,

358
yang menjadi orang besar di Inggris karena dia bergelut dengan
politik, Charles Chaplin pun menjadi orang besar. Churchill besar
dalam politik, tetapi dalam membadut dia “nol besar”. Charles
Chaplin (Charlie Chaplin) sebesar-besar manusia pada zamannya
dalam hal melucu, sampai-sampai dia mendapat gelar “Sir” dari
raja Inggris. Seperti juga Sir Conan Doyle merupkan orang besar
karena kehebatannya menulis cerita detektif Sherlock Holmes.
Kedua tokoh tersebut menentukan arahnya, dan tahu membatasi
diri.
Selain itu kurangnya motivasi dan kontrol diri merupakan
faktor internal keterpurukan pendidikan anak bangsa. Pribadi
yang berguna adalah pribadi yang percaya kepada kekuatan diri
sendiri. Kekuatan, akal, perasaan, dan kemauan sudah tersedia
dalam jiwa sejak dalam kandungan. Semua itu akan muncul
dengan pendidikan, pergaulan, dan lingkungan. Terakhir,
penyebab dari merosotnya pendidikan di Negeri ini adalah
pengaruh alam atau lingkungan.
Manusia dan lingkungan merupakan dua faktor yang
saling terikat, berinteraksi dan selalu mempengaruhi. Perilaku
manusia dapat mempengaruhi lingkungan dan lingkungan pun
dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia. Dalam hal
ini, berarti antara manusia dengan lingkungan akan selalu
terjadi hubungan timbal balik. Manusia dan lingkungan juga
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan saling
membutuhkan antara satu dengan lainnya. Manusia
membutuhkan lingkungan untuk dijadikan sebagai tempat
berlangsungnya kehidupan dan begitu juga dengan
lingkungan yang membutuhkan manusia untuk menjaga
kelestarian lingkungan. Lingkungan yang positif bisa membentuk

359
kita menjadi pribadi bermental positif, sebaliknya lingkungan
yang negatif dan tidak sehat bisa membentuk mental yang
negatif pula. Lingkungan memiliki peran yang sangat penting
dalam membangun mental-mental individu yang ada di
dalamnya.
Jiwa Indonesia yang tenang sampai kemudian dikenal
sebagai bangsa yang paling patuh di dunia, dengan tiba-tiba
berubah sangat hebat. Bangsa yang awalnya belum mengenal arti
perang dan tidak pernah terlibat dalam peperangan, tenteram
dalam rumah tangganya, diguncang dan disuruh mengubah
hidupnya. Oleh sebab itu rasa percaya dirinya pun terguncang
lalu berubah.

Pendidikan Mental sebagai Sebuah Solusi


Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan mental
sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan batin dan watak
manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga. Sementara
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta,
mengartikan mental merupakan perihal yang mengenai batin,
cara berpikir dan berperasaan. Mental bisa juga berkenaan
dengan batin dan watak seseorang. Mental atau istilah
panjangnya mentalitas sebagaimana gagasan revolusi mental ala
Presiden Jokowi adalah sebuah cara berpikir atau konsep
pemikiran manusia untuk dapat belajar dan merespons suatu hal.
Apabila seseorang ingin dikatakan memunyai mental yang
bagus (baca, baik), maka ia harus menampilkan tindakan-
tindakan yang baik sebagai cerminan dari sifat-sifat mental yang
kuat. Sebaliknya, perilaku dan perbuatan seseorang yang buruk
lahir dari mental yang buruk pula. Dalam perspektif psikologi

360
dijelaskan manusia pada garis besarnya ada yang positif dan juga
ada yng negative, maka mental yang tidak lain merupkan
cerminan sifat kepribadian merupakan sumber penyebab, ada
yang bersifat positif dan ada pula yang negative. Beberapa sifat
utama dalam membentuk mental yang kuat, antara lain:
adventurous, yakni sifat berani karena benar (ash-shiddiq);
conscientious dan responsible, yakni jujur dan bertanggung jawab
atas segala kepercayaan yang diberikan kepadanya (al-amanah);
sociable dan ascendant pandai bergaul dan memunyai
kecenderungan sebagai managerial baik melalui sikap atau
bicaranya (at-tabligh); dan intelligent, yaitu cerdas dan
berwawasan luas (al-fathanah).
Melengkapi gagasan di atas, Alqur’an menjelaskan mental
atau kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang
membedakannya dari makhluk lain. Pada dasarnya, menurut
tabiat dan bentuk kejadiannya manusia diberi bekal kebaikan dan
keburukan, serta petunjuk dan kesesatan. Ia mampu
membedakan kebaikan dan keburukan. Sebenarnya kemampuan
ini secara potensil telah ada pada dirinya, dan melalui bimbingan
serta berbagai faktor lain bekal tersebut muncul dan terbentuk.
Ada dua ayat di dalam Alquran yang secara tegas berbicara
tentang mental, yaitu surat al-Anfal ayat 53 dan ar-Ra'd ayat 11.
Di mana kedua ayat tersebut menyimpulkan bahwa Allah tidak
akan mengubah nasib seseorang sebelum orang tersebut
mengubah dirinya sendiri.
Kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh mental
yang sehat pada dirinya. Orang yang mentalnya sehat adalah
orang yang jiwanya senantiasa bahagia, tenang dan ceria, serta
memiliki sifat-sifat yang terpuji yang selanjutnya mendorong

361
yang bersangkutan untuk menampakan sikap, ucapan dan
perbuatan yang unggul (great), hebat (excellenct). Orang yang
sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan jiwa,
mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, dan
masyarakat. Selain itu orang yang sehat mentalnya adalah orang
yang memiliki pengetahuan yang bertujuan untuk
mempergunakan segenap potensi, bakat dan pembawaan, serta
mampu memelihara keharmonisan dan kerjasama yang kompak
antara pikiran, perasaan, sikap, jiwa, kepercayaan dan keyakinan
hidup.
Mental yang sehat juga amat tergantung pada cara orang
menghadapi suatu persoalan, bergantung cara pandang atau
sikap dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapinya
dalam kehidupan: sosial, ekonomi, politi, budaya, adat kebiasaan,
dan lain sebagainya. Ketepatan dan kebenaran dalam
memandang berbagai masalah yang dihadapinya itu akan
menyebabkan orang tersebut akan sehat mentalnya, dan
kesalahan dalam memandang sesuatu akan menyebabkan orang
tersebut akan sakit mentalnya, dan sengsara hidupnya. Islam
memberikan petunjuk kepada manusia agar senantiasa memiliki
sikap dan pandangan hidup yang tepat dan benar yang akan
menyehatkan mentalnya dan membahagiakan hidupnya, yaitu
dengan senantiasa membersihkan jiwanya dari berbagai penyakit
jiwa.
Mental yang sehat dapat dibentuk dengan senantiasa
ingat kepada Allah, tidak terpedaya oleh dunia yang
menyebabkan ia menjadi orang yang ghafilun (lupa). Alqur’an
surat al-A’raf ayat 179 penyebabnya ada dua. Pertama, ia tidak
mau memahami keagungan Allah dengan hatinya. Yakni orang-

362
orang yang yang tidak mau memahami dengan hatinya tentang
segala sesuatu yang menyebabkan kesucian jiwanya (kesehatan
mentalnya), yaitu mengesakan (tauhidullah) semata, menjauhkan
diri dari khurafah, dugaan-dugaan, merendahkan dan
mengecilkan Allah S.W.T. Kedua, ia tidak mau memahami ayat-
ayat qauniyah (ayat tersirat) yang ada di alam jagat raya, di
dalam dirinya dan di dalam al-Qur’an melalui penglihatan
(observasi, eksperimen, studi lapangan, dan sebagainya) serta
pemikirannya untuk memahami hakikat, hikmah dan ajaran yang
berada di balik ayat-ayat tersebut.
Mental yang sehat pun merupakan faktor utama yang
menentukan prestasi seseorang di kancah persaingan. Seringnya
para atlet Tanah Air di beragai ajang kalah di babak-babak akhir
(misal, sepakbola dan badminton) oleh negara tetangga kita,
Malaysia. Padahal para pemain kita di babak awal atau
penyisihan begitu trengginas namun di babak akhir loyo, tidak
berdaya menghadapi para pemain Malaysia, sehingga
kemenangan yang sudah di depan mata hilang begitu saja. Tragis
dan menyedihkan.
Berkaitan dengan mental yang sehat ini, kita semua mesti
ingat betapa sederhananya skill yang dimiliki oleh
seorang Gennaro Gattuso, Filippo Inzaghi atau bahkan Marouane
Fellaini. Namun demikian, mengapa mereka mampu mencapai
level top? Jawabannya adalah tentang mental mereka,
bagaimana mereka dapat membulatkan keyakinan dan
kepercayaan diri saat berada dalam pertandingan (besar
sekalipun). Untuk beberapa pemain, rasa percaya diri dan
ketenangan sepenuhnya merupakan hadiah kehidupan mereka,
hal tersebut alami. Namun bagi banyak pemain lainnya, hal

363
tersebut harus diperoleh dan terus dipoles sama seperti mereka
melatih kekuatan napas dan otot-ototnya, melatih skill olah
bolanya.
Penutup
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan beberapa
catatan sebagai berikut. Pertama, orang yang bahagia adalah
orang yang mentalnya sehat, yang ditandai oleh perasaan
senang, bahagia, ceria, optimis dan memancarkan hal-hal yang
baik. Memiliki mental yang sehat sangat penting, karena
kesehatan mental berpengaruh terhadap perasaan, kecerdasan,
kelakuan, dan kesehatan jasmani. Kedua, orang yang mentalnya
sehat amat bergantung kepada cara orang menghadapi suatu
persolan, bergantung kepada cara atau sikap menghadapi faktor-
faktor: sosial, ekonomi, politik, budaya, adat dan sebagainya.
Ketiga, mental yang sehat dapat memandang setiap persoalan
hidup dengan positif, lebih mengumatakan jangka panjang
daripada jangka pendek, memandang bahwa apa yang diperoleh
berdasar pada hasil usaha manusia. Tak ada hasil tanpa usaha,
nothing is impossible. [*]

--------------------------
Endang Yusro, Lahir di Serang 01 Maret 1975.
Sampai hari ini masih tercatat sebagai Kepala
SMAIT Bait et-Tauhied, Kota Serang, Dosen STIT
Serang, dan Guru di SMP Muhammadiyah Pontang.
Saat ini juga menjadi Pengurus ICMI Orwil Banten.
Penulis berdomisili di Jl. K.H. Janhari No. 16 Gg. H.
Tb. Khutbi Kaloran, Kota Serang.

364
REFERENSI

Departemen Agama RI. 2004. Alqur’an dan Terjemahannya.


Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ekadjati, Edi S. 1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan


Sejarah). Jakarta: Pustaka Jaya.

El-Shirazy, Habiburrahman. 2007. Dalam Mihrab Cinta. Jakarta:


Republika Perss.

Hamka. 2014. Pribadi Hebat. Jakarta: Gema Insani Pers.

Hasbullah. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

http://dehasjsunda.blogspot.com/2012/05/penyebab-
rendahnya-mutu-pendidikan-di.html

https://bekasimedia.com/2016/02/03/carut-marut-pendidikan-
di-indonesia/

Indra Ratna. 2009. Replika Psikologi


Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMBY.

365
Marimba D, Ahmad. 1987. Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam. Bandung: PT. Al Ma’arif.

Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Poerwadarminta, W.J.S. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka. Cet. X.

Sardar, Ziauddin. 2000. Rekayasa Masa Depan Peradaban


Muslim. Terjemahan Rahmani Astuti. Bandung: Mizan.

Suryabrata, Sumadi. 1986. Psikologi Kepribadian. Jakarta:


Rajawali Perss.

Syauqi Nawawi, Rifat.2014. Kepribadian Qur’ani. Jakarta: Amzah.

UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.

366
PENDIDIKAN MENUJU PERUBAHAN

Oleh : Sugata Salim


Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jakarta

elasan tahun lalu pendidikan di masa saya kecil sangat

B berbeda dengan saat ini, dulu ketika saya kecil, guru


selalu mengajar menggunakan sebuah bingkai papan
berwana hijau dan hitam dalam bahasa inggris disebut sebagai
blackboard yang artinya papan tulis hitam yang menggunakan
kapur. Pada saat itu papan tulis kapur bukan hanya digunakan
disekolah tempat saya berada namun juga digunakan sebagai alat
mengajar di setiap sekolah pada waktu itu dan keunikannya
kapur papan tulis tersebut selalu di gunakan guru untuk
memberikan sebuah pembelajaran kepada murid-murid yang
biasanya tidur di kelas dan berbicara di kelas dengan cara
menimpuk kapur papan tulis tepat kearah murid dan mungki kita
sendiri yang pernah mengalami hal tersebut dimana ketika itu
kita sedang duduk di bangku sekolah dan pernah mendapatkan
sebuah timpukan kapur dari guru dan tidak hanya itu beberapa
telapak tanggan murid-murid juga pasti akan penuh dengan
debu berwana putih karena sering disuruh guru untuk mencatat
di papan tulis yang berwana hijau tua.
Papan Belajarku Yang Lama
Pada dasarnya papan tulis kapur mungkin pada saat ini
merupakan sesuatu yang asing telinga kalangan murid-murid
pada saat ini namun papan tulis kapur menjadi sesuatu memori
yang tak terlupakan bagi para pendidik dan para murid-murid

367
yang ada pada waktu itu sebab Memori ini mungkin akan sulit
diulang lagi pada saat ini. Di banyak sekolah, terutama di kota-
kota besar di Indonesia, papan tulis hitam dengan kapur tulisnya
sudah berganti dengan papan tulis putih dengan markernya.
Mungkin anda penasaran kenapa sebenarnya papan tulis ini di
ganti menjadi papan tulis putih dan makernya. Sebenarnya yang
menjadi Alasan utama penggantian penggunaan kapur tulis ke
marker atau yang sering kita sebut spidol ini lebih banyak
didasarkan pada aspek kesehatan.
Kapur tulis sendiri ternyata merupakan produk kimia yang
dibuat dari kandungan seperti kalsium karbonat dan CaCO3 dan
untuk penjelasannya anda dapat melihatnya di mbah google
karena disana anda akan menemukan pejabaranya secara
infromatif.. next kita lanjut ke Dalam hal penggunan kapur tulis
itu sendiri, oh ternyata kapur tulis dapat menyebabkan gangguan
panas didalam hati.. maksudnya saya di dalam kulit, irisan mata
dan gangguan pernapasan dikarena memang akibat bahan kimia
yang terdapat dalam kapur itu..dengan begini jadi jelaskan
kenapa harus diganti. Intinya kapur tulis dapat menyebabkan
bahaya kepada pernafasan seseorang. Hal ini disebabkan karena
faktor kapur dapat menghasilkan debu dan jika dilihat juga kapur
itu memiliki ukuran yang besar sehingga butiran debu yang ada di
kapur itu akan dapat tertempel kedalam hidung ..bukan berarti
kapurnya di tempel kehidung maksudnya adalah bahwa butir-
butir debu itu menempel di bulu-bulu hidung sehingga masuk
kedalam paru-paru dan dapat menyebabkan batuk. Karena hal
inilah papan kapur tulis harus digantikan bukan hanya karena
faktor sudah ada papan baru tetapi juga faktor kesehatan yang

368
terpenting.. jadi perubahan dalam dunia pendidikan dengan
menggunakan papan baru adalah sebuah langkah yang baik.
Papan Belajarku yang telah berubah
Papanku yang baru telah datang dan yang lama telah
tergantikan.. seperti pepatah yang lama telah berlalu dan yang
baru telah datang.. Dalam pembahasan kali ini penulis akan
membahasa tentang masker... maksudnya marker.. Marker
dianggap lebih sehat karenabebas polusi debu dan bersih. selain
itu marker juga dianggap lebih praktis dan efisien karena dapat
diisi ulang selain hal tersebut ternyata market terlihat prestigious
atau kelihatan elit. Namun disatu sisi marker memiliki dampak
yang tidak baik juga ternyata untuk kesehatan karena
mengandung bahan xylene atau yang bisa disebut zat yang
menimbulkan bau khas spidol.. bahan ini berbahay karena ada
partikel yang dihasilkan spidol jauh lebih kecil di bandingkan
kapur tulis dan ini dapat langsung masuk ke paru-paru dan
mengendap dan dalam jangka panjangnya dapat menyebabkan
penyakit paru-paru.
Dalam hal lain mungkin ada pernah mencoba mengisi
kembali tinta marker yang kosong dan ternyata tidak bisa
sehingga akhir anda membeli tinta yang baru dan membuang
yang lama.. namun jika diperhatikan itu dapat meningkatkan
jumlah sampah plastik yang ada.. Bahan yang terbuat dari plastik
terutama market adalah materi yang membutuhkan proses yang
lama untuk di daur ulang atau diuraikan kembali sehingga jumlah
sampah plastik juga jadi meningkat. Pada saat ini juga disatu sisi
arah kegiatan manusia di dunia, diarahkan kepada gerakan go
grean atau bisa dibilang green action, maksudnya peralatan yang

369
digunakan haruslah peralatan yang ramah lingkungan dan mudah
untuk diuraikan materinya.
Hal ini terjadi, karena semakin hari daya dukung
lingkungan bumi kita ini semakin berkurang dan membahayakan
bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Termasuk penggunaan
peralatan pendukung kegiatan pendidikan dan pengajaran,
haruslah juga memenuhi aspek keamanan, bukan hanya untuk
peserta didik atau para siswa tetapi juga bagi para pendidik,
Bapak dan Ibu Guru. Ternyata perubahan kapur tulis menjadi
marker memiliki aspek positif dan negatif namun dari sini dapat
dilihat bahwa terjadi perubahan yang ada dari papan yang lama
menjadi papan yang baru namun dapat dilihat bahwa kedua
papan ini tetap memiliki permasalahan bagi kesehatan yang
menggunakan terutama guru dan murid dan lagkah baiknya
pendidikan juga tidak hanya memerhatikan kelengkapan sekolah
saja tetapi memperhatikan kesehatan dari para pengguna alat
tersebut.
Papan masa kini dan Masa Depan
Perkembangan Teknologi yang ada ternyata membawa
perubahan yang signifikat kepada sebuah media pembelajaran
yang ada. Terutama kepada papan tulis dalam dunia pendidikan,
seperti yang kita ketahui jika papan tulis sudah mengalami
perkembangan dari mulai kapur tulis yang pada saat ini sudah
jarang penggunaanya,dan marker yang memang menjadi alat
yang paling di gunakan pada masa kini dan ternyata tidak sampai
disitu papan tulis sendiri sudah mengalami pembahruan dari
yang sebelumnya. Papan tulis pada masa kini memang belum
sepenuhnya dimiliki oleh beberapa universitas, sekolah tinggi
yang ada di indonesia namun ternyata salah satu kampus di

370
jakarta telah memiliki papan tulis pada masa kini sebagai salah
satu contoh adalah ukrida atau Universitas Krida Wacana.
Dimana di dalam kelas mereka sudah menggunaan papan tulis
yang terbuat dari kaca. Papan tulis ini disebut dengan glass
board. Alat tulis yang digunakan masih sama, yaitu spidol.
Keunggulan dari glass board ini adalah mudah di bersihkan, tidak
meninggalkan bekas pen atau ghosting, tidak berdebu, dan
jamuran.Papan tulis kaca atau glass board adalah media menulis
pada kepentingan pangajaran atau pun presentasi yang lebih
efisien dan eco friendly. Penggunaannya pun semakin banyak
dari hari ke hari. Sebagai pengganti papan tulis hitam yang
menggunakan kapur dan white board yang menggunakan spidol,
glass board dinilai memiliki lebih banyak keunggulan yang tak
dimiliki oleh kedua pendahulunya.
Namun ternyata masih ada papan tulis yang lebih canggi
daripada papa tulis glass board yaitu papan tulis digital seperti ,
Panaboard dan LG board yang kebanyakan digunakan
perusahaan besar untuk meeting dan rapat dan melakukan
presentasi kepadapihak perusahaan yang ada dan sebuah
contoh lagi bahwa adalah ukrida atau Universitas Krida Wacana
menggunakana papan tulis yang disebut LG Board yang memiliki
kelebihan dengan teknologi sentuh terdepan yang berbeda,
cukup melakukan Sentuh dilayar dengan 2 tipe pena stylus anda
bisa langsung menulis serta, memberikan gambar yang akurat
dan kualitas sentuh yang otentik. Selain itu perangkat yang ada
pada, Air Class dan browser web mendukung komunikasi multi-
arah dan pembelajaran interaktif, yang akan membantu Anda
meraih pembelajaran yang maksimal.Selain itu memiliki
kelebihan untuk merekam informasi tertulis di papan selama

371
pertemuan, dan untuk memperluas ruang lingkup pertemuan
dan presentasi dengan PC linking. Keuntungan yang ditawarkan
oleh fungsi-fungsi ini akan membawa perubahan dramatis untuk
komunikasi dalam pembelajaran.
Semua tulisan yang di tulis pada papan tulis ini dapat
dihapus menggunakan tanggan yang ada dan tidak akan
membekas di tanggan tersebut dan materi pembelajaran
nantinya dapat langsung di print, di bagikan kepada para peserta
didik, dan juga bisa langsung di simpan sebagai suatu file penting
agar bisa di pelajari lebih lanjut. namun saya penggunaanya
masih sangat jarang di beberapa kampus karena harganya yang
cukup mahal bahkan mungkin ini hanya ada di beberapa pelosok
kota besar yang ada di indonesia dan untuk beberapa wilayah
mungkin belum memiliki perangkat ini karena mungkin faktor
harganya yang mahal dan sumber daya pengajar yang belum
memadai dalam penggunaan teknologi modren yang ada namun
dari sini dapat dilihat ini merupakan cikal bakal dari pendidikan di
masa depan sebuah prangkat yang akan digunakan dalam dunia
pembelajaran nanti secara menyeluruh.
Kacamata yang Baru Untuk Dunia Pendidikan
Dalam beberapa tahun ini ternyata kegiatan Pendidikan di
indonesia mulai banyak mengalami perubahan disebabkan
karena faktor teknologi yang ada juga terus berkembang dan
beberapa faktor ini membuat terciptanya pembelajaran yang
lebih efektif dan lebih mudah. Di zaman digital ini internet
memaikan sebuah peranan yang penting bagi pendidikan di masa
kini sebab dengan kemudahan ini sebenarnya sudah tidak ada
lagi pembatas antara pengajar dan didik melaui sebuah ruang
tembok mereka dapat bertemu kapanpun dan dimanapun

372
mereka berada. kenapa,demikian karena teknologi yang ada
menyajikan beberapa aplikasi yang memiliki fitur lengkap yang
mendukung pembelajaran, sehingga dapat digunakan untuk
media pembelajaran jarak jauh terutama saat keadaan tidak
memungkinkan.
Aplikasi yang digunakananpada saat ini sebagai media
pembelajaran adalah google class room. Google classroom
adalah aplikasi yang disediakan oleh google untuk membantu
berkembangnya dunia pendidikan. Pada dasarnya google
classroom ini diperlengkapi dengan fitur-fitur seperti
document,slides,excel yang juga terdapat di microsoftoffice
cuman bedanya disini datanya tersimpan dalam keadaan online
di google drive. Kehebatan dari google classroom ini adalah
mereka memberikan data penyimpanan tanpa batas untuk dunia
pendidikan yang ada di beberapa sekolah dan kampus secara
gratis asalkan kampus tersebut bersedia bekerja sama dengan
pihak google dan mengikuti proses pelatihan yang ada.
Kelebihan lain dari google classroom ini adalah anda bisa
membagikan angket atau soal ujian dan test yang ada secara
online tanpa harus membuang kertas seperti dulu lagi dan quiz
disini bisa bersifat pilihan ganda atau lisan. Pada bagian pilihan
ganda anda tidak perlu lagi mengoreksi jawabnya yang benar
atau salah secara manual tetapi hasilnya akan muncul sendiri
secara otomatis asalkan jawabnya yang benar telah ditetapkan
sebelumnya dan nilai mereka juga otomatis akan muncul dengan
sendirinya dan juga anda dapat menetapkan batas waktu akhir
dari pengerjaan tugas tersebut. Dalam google classroom ini
pengajar dimudahkan untuk membuat kelas-kelas yang ada
sehingga materi pengajaran dapat dibagikan kepada peserta didik

373
yang mengikuti mata pelajaran tersebut dalam bentuk pdf, atau
word dan slide bahkan video.
Aplikasi selanjutnya yang dapat membantu dunia
pendidikan di masa kini adalah zoom app, yang merupakan
aplikasi yang digunakan beberapa perguruan tinggi dan sekolah
untuk melakukan pembelajaran yang ada sehingga pembelajaran
bisa berlangsung lebih interaktif dan lebih hidup meskipun tidak
bertatap muka secara langsung. Pada kondisi seperti saat ini,
dimanadunia bahkan indonesia sedang di landa dengan bencana
penyakit yang berbahaya sehingga menyebabkan setiap orang
tidak bisa bertemu di suatu tempat secara bersamaan kini dapat
dihubungkan dengan aplikasi zoom.
Aplikasi zoom membuat dunia pendidikan tertap bisa
berjalan seperti sediakalah. Dalam hal ini peserta didik dan
pengajar dapat bertemu face to face dan dapat berinteraksi dan
bertanya secara langsung. Terutama dapat dapat menampilkan
presentasi mata pembelajaran secara langsung. App zoom
ternyata sangat membantu dengan kehadirannya dalam dunia
pendidikan, sebelumnya belum banyak orang yang tahu tentang
aplikasi ini namun karena sebuah peristiwa terjadi sehingga
akhirnya setiap tenaga didik berusaha untuk membuat sistem
pendidikan tetap berjalan dan disini mereka mulai belajar
menggunakan sebuah perangkat yang baru guna menunjang
pendidikan di masa kini. Namun sayang aplikasi zoom ini memiliki
kendala, dia memberikan batas waktu yang ada pada setiap
penggunanya setelah beberapa kali digunakan sekitar 40 menit
dan lewat dari itu kelas online akan mati sendiri tapi tenang anda
bisa memulai kelas kembali dengan memberikan id dan password

374
yang baru kepada peserta didik anda dan hal ini akan melakukan
hal yang sama setelah 40 menit.
Melihat hal ini sebenarnya dunia pendidikan telah
memiliki banyak sekali kacamata baru berupa perangkat yang
pada akhirnya membuka celik mata seseorang pengajar untuk
menggunakan kacamata tersebut dengan teknologi yang ada.
Perubahan itu saling terkait ?
Setiap Perubahan yang ada pasti memiliki dampak yang
terkait dengan segala aspek dan keadaan yang ada. Sebagai
contoh perkembangan teknologi yang terjadi membawa
perubahan dalam bidang perekonomian, munculnya toko online,
layanan ojek online seperti gojek dan grab dan layanan
pengiriman makan secara online,bahkan ada pengiriman barang
ekpres yang mereka sediakan hanya dalam waktu beberapa jam
da ternyata hal ini akan berdampak juga kepada dunia
pendidikan. kenapa bisa dikatakan demikian karena pada saat ini
gaya hidup seseorang telah berubah karena kemajuan teknologi
yang ada.
Pada zaman ini setiap orang disunguhkan dengan
perangkat cangih yang bisa di bawa kemanapun, bahkan disaat
senja mereka lebih sering asik dengan gawai yang ada. Generasi
pada masa kini lebih piawai ketika menggunaka gadget yang ada
dan gawai sudah menjadi gaya hidup pada masa kini, mereka
dapat dengan cepat mendapatkan informasi yang dibutuhkan jika
demikian maka para pengajarpun harus bisa mengikuti
perubahan yang terjadi sebab jika tidak maka mereka akan
tergerus dengan dunia mobilitas informasi yang cepat. Maka
dengan demikian para pengajar juga harus mengikuti perubahan
yang terjadi karena mereka adalah posisi yang sentral dari ilmu

375
pengetahuan memang secara umum pengajar sebenarnya lebih
diposisikan sebagai teman pendamping, fasilitator para peserta
didik yang ada dan hal ini tidak dapat diajarkan oleh mesin digital
yang ada namun perlu diperhatikan bahwa disatu sisi mereka
juga harus berani untuk mengikuti perubahan.
Dalam hal ini Juga kita harus belajar dari sosok Nadiem
Makarim yangmerupakan Menteri Pendidikan dan kebudayaan
telah memberikan sebuah gebrakan perubahan yang luar biasa
bagi indonesia baik dalam dunia perekonomian dan juga dunia
pendidikan. sebelumnya kita tahu bahwa Pak Nadiem adalah
Pemimpin dari perusahaan gojekdi indonesia, meskipun dia muda
ternyata dia sudah membawa sebuah perubahan yang sangat
singfinikat terhadap perekonomian indonesia dan ternyata ketika
dia menjabat sebagai Menteri pendidikan di berusaha
memberikan sebuah sudut pandang baru bahwa pendidikan itu
bukan hanya berbicara tentang lulus ujian saja tetapi lebih dari
itu. Dalam hal ini dapat kita lihat dari langkahnya untuk
menghapuskan UN dan diganti menjadi asesmen kompetensi dan
survei karakter. Tujuan utama dari Pak Menteri ini hanya satu
yaitu memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia yang
berkualitas. Pembangunan manusia yang berkualitas itu akan
menguntukan sebab pendidikan yang utama adalah sosialisasi
dan belajar hidup mandiri, mengembangkan nalar dan pikiran
untuk kemajuan diri sendiri, bangsa dan negara.
Kancamata Perubahan Pendidikan di masa depan
Berbicara tentang pendidikan Indonesia di masa depan
pasti terkait dengan berbagai faktor dan aspek yang ada
terutama proses rancangan pendidikan yang ada dari tahun
ketahun. Pendidikan indonesia memang telah melewati banyak

376
perubahan dalam berbagai hal yang ada dari perubahan
kurilukum dan perubahan kebijakan yang ada. Perubahan
kebijakan yang ada ternyata juga terkait dengan perubahan yang
terjadi di berbagai aspek yang ada baik dalam hal perekonomian,
bisnis dan lainnya.
Berbicara lebih dalam tentang pendidikan indonesia
kedepannya maka juga berbicara tentang sosok pemimpin di
masa depan. hal ini bagaimana sosok pemimpin dimasa depan,
apakah dia dapat memberikan sebuah racangan pendidikan
indonesia yang lebih baik atau tidak namun jika dilihat dari
pendidikan yang terjadi saat ini maka akan terlihat bahwa
pendidikan indonesia kedepan akan terfokus kepada pendidikan
yang berorientasi kepada sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi berkualitas. Kompetensi dalam bahasa aslinya
competition menurut seorang toko bernama Spencer and
Spencer mengatakan kompetensia adalah “Underlying
characteristic’s of individual which is causally related to criterion
referenced effective and or superior performance in a job or
situation” yaitu, merupakan karakteristik yang mendasari
seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu
dalam pekerjaannya. Secara umum, kompetensi adalah sebuah
kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal dan
pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku
kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.
Jadi dari sini dapat dilihat bahwa seseorang tidak hanya
cukup memiliki kemampuan dalam dunia pembelajaran tetapi
memiliki kompetensi yang akan menunjang mereka kedepanya
dalam dunia pekerjaan. Jika melihat lebih dalam lagi maka dapat
dikatakanPendidikan yang Menjawab kebutuhan, Pendidikan di

377
indonesia seharunya akan menjadi Pendidikan yang menjawab
kebutuhan yang ada sebab jika tidak maka Pendidikan tersebut
tidak bisa digunakan setelah mereka menempuh pendidikan
selama beberapa tahun selain itu pendidikan harus lebih lagi
terintegrasi dengan teknologi yang ada, sebab teknologi yang ada
akan membantu Proses pembelajaran lebih lagi sehingga
menciptakan sumber daya yang berkualitas, Pendidikan yang
berbasis teknologi memang bagus namun disatu sisi akan
menimbulkan sumber daya manusia yang kurang secara sosial,
maksudnya adalah manusia yang lebih berfokus dengan dirinya
sendiri dan gadgetnya tanpa memperhatikan orang lain, dan
jalan keluar terbaiknya dalam membuat sebuah pendidikan di
masa depan adalah tetap menghubungkan pembelajaran
tradisional dan pembelaran modren, maksudnya adalah masih
perlu adanya tatap muka antara pengajar dan peserta didik
sehingga adanya interaksi sosial secara langsung.

Melihat Kacamata pendidikan yang ada di belahan dunia lain


Saya akan memulai dengan sebuah kata “Tidak ada
satupun yang tidak berubah termasuk Pendidikan”. Berbicara
perubahan, mau tidak mau Indonesia harus berani untuk
berubah, kenapa indonesia harus berubah, karena dunia ini pun
berubah dan tidak ada satupun yang tetap sama.
Di belahan dunia lainnya seperti ini China, Amerika, India
sudah mengalami banyak perubahan terutama dalam dunia
teknologi dan negara-negara ini mengalami perubahan yang
sangat cepat dan Pemanfaatan teknologi yang ada disana
dimaksimalkan semikian rupa. Salah satunya Korea Selatan
pendidikan di Negeri Ginseng ini juga tercatat mengalami

378
pertumbuhan pesat. Teknologi menjadi poin utama dalam
perkembangan pendidikan negara ini. Salah satu
implementasinya yakni Korea Selatan menjadi negara pertama
yang menyediakan layanan akses internet berkecepatan tinggi
untuk siswa-siswi di sekolah dasar, menengah, dan atas.Apakah
Indonesia ingin ketingggalan dengan mereka? Padahal dari
segementasi pasar indonesia merupakan negara yang produktif
dalam produk digital. Jutaan masyarakat indonesia pada saat ini
sudah menggunakan Gawai mulai dari yang masih kecil sampai
yang sudah Tua. Gawai pada saat ini merupakan komoditas
terbesar di Indonesia dan selain itu bisa dikatakan tiada hari
tanpa gawai bagi anak muda. Bila demikian dapat dilihat bahwa
gawai pada saat ini sudah menjadi pendamping utama dari
aktivitas manusia.
Di zaman sekarang perubahan itu sangat mutlak terutama
dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan sendiri harus
menciptakan sekolah atau institusi pendidikan yang mengikuti
perkembangan yang ada terutama dalam penggunaan teknologi
yang ada. Disatu sisi Pendidikan juga harus memperhatikan
beberapa aspek lainnya bukan hanya teknologi salah satunya
negara Firlandia. Di Firlandia sistem pendidikan di negara yang
terletak di ujung Benua Eropa ini sangatlah unik. Mulai dari
gratisnya biaya pendidikan, tidak adanya seragam dan UN, hingga
suasana belajar yang tergolong santai dan informal. Meskipun
demikian, Finlandia justru menjadi negara terbaik di dunia dalam
hal sistem pendidikannya. Kuncinya, mereka hanya memilih
orang-orang terbaik untuk menjadi guru dan menerapkan
kecintaan membaca kepada warganya sejak dini. Jadi dapat
dilihat dari sini karena yang lebih penting adalah bagaimana

379
menciptakan sekolah atau institusi pendidikan dan segala fasilitas
yang digunakan, menjadi suatu tempat yang aman dan nyaman
bagi peserta didik dan para pendidik untuk saling
mengembangkan sisi keilmuan dan menciptakan karya bagi
bangsa Indonesia.
Bukan cuma sekedar memperbaiki fasilitas pendukung
pendidikan, tetapi yang terpenting adalah membuat sistem
pendidikan yang dijalankan oleh para pihak khususnya para
pengambil kebijakan yang benar-benar peduli terhadap
pembangunan anak bangsa.

Para Pengajar dan Wajah Perubahan Pendidikan di Masan


Depan
Perubahan dalam dunia pedidikan tidak akan terjadi jika
tidak ada perubahan mindset para pengajar. Para pengajar dapat
dikatakan merupakan aktor utama dalam dunia pendidikan dan
tanpa mereka dunia pendidikan tidak akan berkembang bahkan
kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia
yang ada tergantung dari bagaimana sosok pengajar mendidik
para peserta didik yang ada.
Pada dasarnya jika pada saat ini seseorang harusnya
sudah memiliki disruptive mindset dalam menghadapi dunia ini
maka jika tidak mereka tidak berani mengambil langkah menuju
proses perubahan. Padahal pada saat ini kita perlu mengubah
wajah pendidikan Indonesia secara fundamental, selaras seperti
yang diungkapkan Henry Ford, "You can't learn in school what the
world is going to do next year.
Para pengajar sendiri seperti penulis katakan adalah
pemeran utama dalam dunia pendidikan yang menopang

380
seberapa cepat dan lambatnya laju pendidikan yang ada. Namun
begitu Ironisnya, Pada saat ini guru masih memiliki segudang
persoalan, mulai isu kesejahteraan, distribusi penempatan yang
belum merata, hingga persoalan kompetensi. Salah satu hal
urgen yang harus dicermati demi menyiapkan guru masa depan
ialah dengan mendorong para guru untuk memiliki disruptive
mindset.
Dalam buku Disruption yang ditulis oleh Rhenald Kasali, ia
menyimpulkan bahwa "seeing is believing”, melihat sama artinya
dengan membaca sebab tak semua orang bisa membaca
mengenai orang lain, alam semesta, dan segala sesuatu yang tak
tertulis dan tak terungkap”. Selain itu Rhenald Kasali juga
menyampaikan bahwa Disruptive mindset" akan mendorong kita
untuk senantiasa aktif bergerak tanpa terpengaruh oleh batasan
ruang dan waktu dan ini akan menjadi jawabanbagi para
pengajar di masa depan yang akan dibangun mulai dari sekarang.
Seperti sebuah kutipan dalam kalimat kiasanyang selalu di
dengungkan Pada Hari Pendidikan Nasional bahwa “Tuntutlah
Ilmu dari Buaian hingga ke Liang Lahat” atau “Tuntutlah Ilmu
hingga ke Negeri Cina” dari sini dapat dilihat bahwa menuntut
ilmu itu tidak mengenal adanya batasan umur dan usia, serta
tempat. Dari kalimat ini bila di kaitkan dengan Disruptive mindset
yang dimiliki, merekalah para pengajar masa depan yang siap
menghadapi tantangan ketidakpastian, sigap, adaptif dalam
mengelola perubahan, dan menjadi penggerak kemajuan bangsa
ini.
Hal yang perlu diperhatikan juga bahwa pada saat ini
Negara Indonesia akan memperingati Hari Pendidikan
Nasionalyang jatuh setiap tanggal 2 Mei ini dan diharapkan

381
bahwa tulisan ini dapat memberikan makna tersendiri yang
mendalam terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia. Selamat
Hari Pendidikan !

Tentang Penulis

Sugata Salim yang dikenal dengan


panggilan sugata, lahir di Bogor, 5 Maret
1994. Sugata mengenyam pendidikan
formal S-1 di Sekolah Tinggi Teologi
Bethel Idonesia (STTBI) dan Sedang
Menempuh Studi S-2 Magister
Manajemen di Universitas Kristen Krida
Wacana (UKRIDA) dan Studi S-2 Magister
Konseling Pastoral di STTEkumene Jakarta (STTE). Dan pernah
menjadi Pengajar/Asissten Dosen di STTEkumene Jakarta di
bidang Statistika dan Metodologi Penelitian. kini ia mulai menjadi
praktisi menulis selesai mengikuti Sertifikasi Penulis Nonfiksi dari
Lembaga Sertifikasi Profesi.

382
PENDIDIKAN DI MASA DEPAN: TANTANGAN
BAGI SEKOLAH “ISLAMI” YANG
DIRINDUKAN

Oleh: Agus Nurcholis Saleh


Dosen Universitas Mathla’ul Anwar Banten

Cinta – Rindu – Harapan:


Kami Pergi ke SekolahKarena Cinta,
Kami Kerasan di SekolahKarena Rindu,
Kami terus Bersekolah Karena Harapan di masa depan

=====<<<^>>>=====

Pendahulu
agi itu di sebuah jalan, di sebuah kampung pojokan

P Pandeglang, serombongan putih biru berjalan beriringan


membuat pasukan. Pandangan mereka lurus ke depan,
tidak tengok kiri-kanan. Tak ada canda di sepanjang jalan, bak
robot siap berperang. Waktu di jam tangan menunjukkan pukul
05.48 WIB, saat banyak orang bermalas-masalan di peraduan.
Kuungkapkan rasa bersama subhanallah, seraya berdo’a:
“semoga mereka jadi orang yang luar biasa”.
Dari kejauhan, kupandang mereka dengan rasa penasaran.
Tak sampai setengah jam, rombongan itu berbelok kanan.
Gerbang sekolahan sudah mereka lewati, sambil bergumam

383
selamat datang. Alangkah senangnya itu sekolahan, mempunyai
siswa yang loyal dan militan. Semoga saja semangat pagi yang
mereka miliki tetap terjaga oleh cinta, rindu, dan harapan mereka
terhadap pendidikan dan kemerdekaan.
Bercerita tentang pendidikan, pikiran saya melayang ke
masa silam, saat duduk di bangku sekolahan. Untuk sampai di SD,
setiap pagi kulewati sawah. Kalau sedang basah, karena tadi
malam turun hujan, maka berjalan sambil membawa tongkat.
Tujuannya mengibaskan padi yang selonjor ke galengan. Meski
berbasah-basah terpapar embun padi, saya terus berjalan
menuju sekolahan.Ada semacam tarikan untuk segera tiba di
sekolahan.
Selain pesawahan, kami juga melewati bukit kecil, dan
perkampungan.Kami berangkat beriringan bersama kakak
perempuan. Enam kilometer berjalan kaki bukanlah hambatan,
karena ada guru yang siap memberikan sambutan. Setiap pagi
selalu mendahului. Artinya, kalau tidak sedang sakit atau
berhalangan, ia selalu menyambut kami.Ia seorang perempuan
separuh baya, yang mungkin sekarang sudah meninggal dunia.
Semoga ia menemui tabungan pahalanya.

Sekolah itu Sistemis


Secara ideal, sekolah itu bukan hanya sebuah bangunan
yang terdiri dari kelas-kelas, ruang guru, dan halaman
sekolah.Terlalu sempit jika seorang manajer sekolah hanya focus
di urusan simbolik dan permukaan. Hal itu karena masih banyak
yang perlu diperhatikan, apalagi terkait dengan pemenuhan
kebutuhan primer peserta didik, dan beberapa sarana-prasarana
yang bisa mendukung kegiatan sistemis di sekolah.

384
Sekolah adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal
dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan. Definisi ini sangat pas
jika sekolah disebut sebagai satuan pendidikan. Sekolah adalah
kesatuan proses pendidikan. Ada sekelompok orang yang saling
tolong menolong.Masing-masing pihak memberikan pertolongan,
sekaligus menerima pertolongan. Jika tidak terjadi, ada apakah
dengan sekolah?
Sekolah itu bukan milik perorangan atau dikuasai oleh
perseorangan.Ada kerjasama yang harus diwujudkan dalam
rangka mempertahankan kemanusiaan. Tujuan sekolah itu tidak
boleh bertentangan dengan kemanusiaan. Jika ada yang merasa
tersakiti saat di sekolah, maka harus ada evaluasi tentang
kesejatian sekolah. Jika ada yang keluar tanpa pamit, ada
penduduk sekolah yang hilang kemerdekaannya, berarti proses
dan input sekolah harus dievaluasi.
Sekolah adalah pertemuan antara murid dengan guru,
dimana keduanya harus berpijak dalam landasan yang sama,
yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan kepribadian. Allah
menitipkan kesempurnaan kepada makhluk yang berwujdu
manusia.Allah tidak membeda-bedakan di awalan. Setiap
manusia telah mendapatkan apa yang menjadi haknya. Semua
kebutuhannya telah dipersiapkan(diberikan). Hal ini terkait
dengan tugasnya untuk hidup di dunia.
Kehidupan ini ada jalannya. Manusia dipersilahkan untuk
menempuh jalannya masing-masing. Ada yang lurus, ada yang
memutar, ada yang zig-zag, dan ada juga yang bolak-balik.
Konsekuensi dari masing-masing jalan harus diterima dengan
lapang. Sebaiknya, manusia harus menyediakan energi untuk

385
membuat peta jalan yang membahagiakan.Jika berjalan tanpa
persiapan, maka bersiap-siap lah dengan kehabisan energi saat
masalah terus menghampiri.
Dengan peta jalan, manusia tidak akancepat kehabisan
energi, sementara tujuan perjalanan masih jauh dari bayangan.
Jika dalam peta tidak ada belokan, manusia tidak seharusnya
untuk berbelok ke kiri atau kanan. Setiap pilihan itu ada
konsekuensi. Sementara itu, tidak semua manusia bersiap sedia
menerima akibat dari pilihannya. Ketika tersesat, manusia sering
memilih untuk mengumpat daripada segera kembali ke jalan
yang telah tergambar dalam rute kehidupan.
Sekolah adalah satu diantara banyak rute manusia di
dunia. Manusia boleh memilih rute ini (bersekolah) dan boleh
tidak memilih (tidak sekolah). Kata kuncinya adalah ilmu, bukan
ijazah. Oleh sekolah, keduanya harus disatukan. Jika peserta
sekolah tidak berilmu, ya jangan dikeluarkan ijazahnya.
Sementara dalam kenyataan, ada banyak pemegang ijazah tapi
tidak memiliki pengetahuan, ilmu dan wawasan. Lantas,
dimanakah kesalahan?
Sebaliknya, ada juga manusia yang secara skill sudah
diterima oleh pasar, tapi ia tidak memiliki ijazah sekolah. Bukti
dari skill-nya adalah terdaftar sebagai tenaga kerja di sebuah
perusahaan atau lembaga usaha. Tanpa ijazah, ia sudah bisa
survive. Ia tidak perlu menangis dan merengek, apalagi
mendemo, atau bersedih karena PHK. Kemampuan yang
dimilikinya adalah demo terbaik untuk diperlihatkan kepada
pasar dan lembaga-lembaga usaha.
Dimanakah ia mendapatkan kemampuannya? Hal ini harus
memacu sekolah untuk menjadi “pasar” yang ramai didatangi

386
karena murah namun tidak murahan.Kata kuncinya, ilmu itu milik
Allah.Jika hendak diperjualbelikan, manusia harus izin terlebih
dahulu kepada Allah.Dan Allah sudah pasti tidak akan
mengizinkan. Apakah sekolah bonafid-favorit itu harus
dibanderol mahal?Sekali lagi, Allah telah disingkirkan.
Sekolah itu bukanlah pasar ijazah.Pengelolanya
bertanggung jawab dunia dan akhirat. Orang tua tidak sedang
membeli pendidikan bagi anak-anaknya. Sebaliknya, pihak
sekolah pun jangan merasa sedang menjual ilmu yang
diketahuinya. Jika terjadi tahan-menahan, tuntut-menuntut,
berarti tidak ada Allah di sekolah. Padahal, semua sistem yang
ada di sekolah, semuanya berkemampuan dan berjalan atas izin
Allah.
Sekolah itu sebuah system kesadaran. Pengelola sekolah
harus menyadari bahwa tidak semua peserta didik memiliki
kemampuan yang setara, baik dalam pikiran maupun harta benda
orang tuanya. Pengelola juga harus melakukan brief kepada para
guru sebagai hamba Allah yang pantas digugu dan ditiru.
Kemudian yang paling penting adalah tentang metodologi.Jangan
karena “kebodohan” guru, kemudian para peserta didik tidak
menyukai dan mencintai ilmu.
Di pihak orang tua, harus disadari bahwa anaknya adalah
amanah dari Yang Kuasa.Ia bukan pemilik anak, tapi hanya
tertitipi anak-anak. Secara Alquran, anak-anak adalah permata
hati yang membahagiakan siapapun yang mengamati.Jika anak-
anak tidak menjadi permata, maka pihak yang pantas didakwa
adalah orang tua. Jika anak-anak tidak menjadi sumber bahagia,
orang tua jangan mendakwa anak sebagai pembawa malapetaka.

387
Sebagai anak, kesadaran bersekolah itu bisa muncul secara
cepat atau bisa terjadi sangat terlambat. Kuncinya pada
pemandangan yang tampil dan sering muncul di sekitarnya. Jika
selalu dipertontonkan kekerasan, maka pribadinya akan keras
sebagaimana masukan keseharian. Jika terus menerus dengan
tayangan yang melenakan, maka hidupnya gampang terlena
dengan tipuan. Kalau sekolah tidak melahirkan kesadaran, berarti
sekolah harus segera dibubarkan.
Itulah tantangan dari Allah yang harus dijawab oleh
manusia secara cerdas dan bekerja sama. Inilah system yang
harus dibangun manusia.Setidaknya ada empat pihak yang harus
merasa dan bertanggung jawab terhadap kepercayaan-
Nya.Mereka adalah guru, orang tua, pengelola sekolah, dan
penghuni lingkungan sekitarnya. Anak-anak adalah manusia suci
nan sempurna. Setidaknya pas mereka bayisaat mereka memulai
hidup.Adakah sekolah yang memahami siklus ini?

Guru yang Welcome


Saat dahulu, penulis merasa sakit hati dan kecewa.Ketika
itu ada pembukaan lowongan guru karena kedaruratan
keadaan.Mereka yang berijazah SLTA pun diperbolehkan. Penulis
tidak protes kepada mereka yang berjuang untuk bertanggung
jawab terhadap profesinya. Saya berbahagia kepada mereka yang
rajin membaca dan mulai berlatih untuk menikmati bahagianya
dipercaya.Apalagi kepada yang terus-menerus persiapan dan
memperbaiki diri.
Justru, kekecewaan itu lahir karena merespon ucapan
tanpa pengetahuan.“Lumayan lah daripada nganggur.”Tentu, 300
ribu adalah angka yang cukup lumayan dibandingkan dengan

388
tidak berpenghasilan.Namun kata-kata lumayan tidak akan
sebanding dengan akibat yang dilahirkan. Mereka tidak sadar
dengan pertanggungjawaban.Mereka tidak tahu bahwa profesi
guru adalah profesi sacral dan mulia.Jika salah dalam mengelola,
maka kemuliaan manusia akan sirna.
Jadi guru kok coba-coba?Andai ia bekerja dengan benda
mati, tentu tidak menjadi persoalan. Tapi menjadi guru itu
berhadapan dengan makhluk hidup.Jika terjadi kerusakan pada
manusia, maka pemulihannya tidak seperti service alat
elektronik. Allah menciptakan manusia dengan keunikannya,
dimana seorang dan persorangan makhluk itu tidak memiliki
persamaan.Kalau lah percobaan itu untuk kebaikan, semakin
baik, dan menjadi yang terbaik, itulah yang digariskan.
Mari kita simulasikan percobaannya.Anggaplah ini sebagai
ujian.Percobaan pertama adalah perubahan panggilan, “Bu guru”
atau “Pa Guru”. Katakanlah tambahan panggilan dari kebiasaan.
Apakah yang terlintas dalam pikiran seorang guru baru jika
mendapatkan panggilan seperti itu? Sebagai orang tua, penulis
berharap bahwa ada amanat yang besar dalam panggilan
itu.Silahkan merasa bosan, tapi seorang guru itu harus menjadi
teladan di setiap kesempatan.
Percobaan kedua, mereka akandiuji dengan ciuman
tangan. Di setiap pertemuan, dimanapun terjadi, siswa didik akan
menghampiri dan bersalam-cium tangan. Bagi masyarakat
Pandeglang, cium tangan kepada senior (orang tua, kakak) itu
sudah seperti nafas. Oleh karena itu, kalau tidak salaman berarti
tidak bernafas.S emoga saja tidak sekadar seremoni atau symbol.
Hal itu mendorong percobaan (ujian) ketiga, yaitu seorang guru
akanselamanya berstatus guru.

389
Hal ini harus disadari oleh semua guru supaya tidak
berdalih dengan waktu dan lokasi.Apakah ketika di luar ruang
kelas/sekolah kemudian boleh berbuat sesuka-mau?Apakah ada
perbedaan bahasa antara di kelas/sekolah dengan di luar tugas
gurunya? Apakah di kelas menjadi jaim, menjaga image, sedang
di luar kelas boleh tidak menjada? Bagi siswa dan orang tua, hal
itu tidak dibeda-bedakan. Sekali menjadi guru, maka akan
selamanya menjadi guru.
Akibatnya, ada banyak guru yang terjebak dalam split
personality. Kemudian runtuhlah kewibawaan seorang guru.Di
depan sangat berbeda dengan belakang. Apa yang di kiri tidak
bisa dipindahkan ke kanan. Ini adalah percobaan (ujian) yang
keempat.Sepertinya mereka tidak merasa harus lulus dengan
ujian-percobaan. Faktanya, mereka berani tampil berbeda antara
di ruang kelas dengan di luar kelas.Katanya manusiawi.Suatu
jawaban yang menyakitkan hati.
Adakah solusi?Tentu ada.Untuk keterdidikan, Allah telah
menyebarkan banyak contoh keteladanan. Masalahnya terletak
pada kemauan pendidik hari ini untuk melanjutkan. Sebuah
ungkapan dari seorang ‘ulama wara’, “Wahai santriwan-
santriwatiku, jangan engkau menjadi pengikutku, tapi jadilah
penerus langkah (perjuangan)-ku.”Pesan inilah yang sesuai
dengan panduan kehidupan, agar tidak ada lagi kebodohan yang
menggelayuti manusia.
Seorang guru tidak boleh memaksa, dengan alasan dan
kondisi apapun. Oleh karena itu, tidak boleh seorang guru
menuntut untuk diikuti secara buta. Justru, seorang guru harus
meminta muridnya untuk cerdas dan terbuka. Guru tidak boleh
menutup cahaya dengan kegelapan dirinya. Guru yang memaksa,

390
tidak terbuka, banyak menuntut daripada memberi, tidak ada
contoh dalam kehidupan, apalagi memulai langkah kemajuan,
berhentilah dari peredaran.
Pendidikan adalah bekal bahagia di masa depan. Allah
menitipkan kebahagiaan melalui ilmu pengetahuan. Adapun
harta akan menjadi ujian yang memabukkan. Setiap ilmu yang
dikait-kaitkan dengan harta, maka pengetahuan itupun sekaligus
menjadi ujian. Ada banyak manusia yang menjajakan keyakinan
dan pengetahuan untuk segepok kekayaan. Jadilah pendidikan
mengalami penyimpangan, dimana oknum-oknum meraup
gembira dibalik kepayahan.
Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh tergantung atas
kekayaan. Guru-guru harus membantu peserta didik yang butuh
pendampingan, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia
masih kekurangan. Atas berbagai kekurangan ini, konsentrasi
orang tua lebih kepada pencarian harta-kebendaan. Sementara,
harta berupa pendidikan tidak mendapatkan perhatian. Oleh
masyarakat “pinggiran”, pendidikan tidak dianggap sebagai bekal
kehidupan.
Akibatnya, pendidikan anak-anak di pinggiran sangat
jomplang.Orang tuanya mengabaikan, dan sangat bergantung
kepada persekolahan. Mereka tidak pernah bertanya tentang
kemajuan pendidikan anaknya.Mereka menerima apapun
bentuknya. Mereka tidak tahu sampai sejauhmana potensi
anaknya telah berkembang. Mereka benar-benar dibutakan.
Sementara itu, akses kepada sekolah berkualitas tidak seiring
dengan kemampuan masyarakat pinggiran.
Dalam posisi dan kondisi masyarakat seperti itu, setiap
guru harus mampu menjadi solusi atas permasalahan. Guru harus

391
membuka jalan ke masa depan. Hidup ini harus
digembirakan.Tapi bukan dengan gemerlap hura-hura dan
kesenangan tipuan. Guru harus berbagi kebahagiaan, bahwa
dengan ilmu, jalan ke masa depan sangat terbuka lebar. Guru
harus menjadi cermin yang utuh, dan tidak boleh retak karena
masalah-masalah yang tidak substansial.
Secara awalan, setiap guru harus sudah selesai dengan
segala persoalan dirinya. Ketika datang ke sekolah dan masuk ke
ruang kelas, guru harus dalam kondisi terbaik.Jika sedang down,
guru harus up terlebih dahulu. Jika sedang merasa labil, guru
harus stabilize terlebih dahulu. Jika sedang separasi, guru harus
menata diri untuk di tahap integrasi.Guru jangan sampai menjadi
penghalang pancaran cahaya, dan malah membuat manusia
gelap gulita.
Rumusnya sangat sederhana. Guru harus menjadi awalan,
harus menjadi contoh dalam memulai. Jika tidak ingin disakiti,
maka guru tidak boleh menyakiti. Jika ingin dihormati, guru lah
yang pertama menyayangi. Jika ingin didengarkan segala
ucapannya, guru harus membuka selebar-lebarnya pendengaran.
Guru harus mengawali tentang keyakinan bahwa senyuman itu
sangat meringankan dan menjadi pendengar itu sangat
membahagiakan.
Inilah kunci di awalan, yaitu mendidik siswa dengan
rangkulan. Percayalah, ada kehangatan dalam rangkulan.Penulis
sangat berharap kepada para rekan guru di sekolah untuk
menyambut para peserta didik dengan dekapan kasih sayang.
Guru-guru jangan kalah dengan Lotzo the Hugging Bear: “I am a
big hugger”. Kesan pertama menjadi penting sekali, tidak hanya
bagi siswa, tapi juga membuat orang tua semakin percaya.

392
Guru dan peserta didiknya tidak boleh berjarak. Berhasil
tidaknya seorang siswa meraih cita-cita tergantung dari
akomodasi guru terhadap keinginan siswa. Keinginan yang
dimaksud adalah pintu masuk untuk meluruskan dan
merumuskan.Bagi siswa, mereka harus memiliki sebanyak-
banyaknya mimpi.Kemudian tugas guru untuk membumikan
setiap mimpi itu dalam langkah-langkah yang pasti.
Guru harus menjadi pribadi yang sejati, supaya cahaya
siswa tidak meredup sampai gulita. Tugas guru adalah
berkontribusi dalam pemeliharaan cahaya siswa.Dengan cahaya,
semuanya menjadi terbuka.Dengan cahaya, semua pengetahuan
dunia tinggal dijemput dan diambil. Bahkan, segala hal yang gaib
akan terbuka. Belajar tidak lagi semata kognisi, tapi sudah
melebihi meta kognisi. Psikomotirik hanyalah aksi, tapi kegiatan
itu terlindungi oleh kesempurnaan afeksi.
Penulis meyakini bahwa untuk menjadi ideal itu mudah
dan sederhana, asal setiap pribadi tidak selalu mengimami
emosi.Allah adalah Tuhan.Sementara emosi adalah energy untuk
menuju Ilahi. Guru dan siswa memiliki perasaan yang sama. Jika
dipimpin oleh cahaya Ilahi, sangat mudah untuk menyatukan
pekerti.Penjelmaan potensi siswa dalam pekerti yang luhur
menjadi sesuatu yang alamiah dan mengalir begitu mudah, asal
gurunya membuka diri (welcome).

Lingkungan yang Menyejukkan


Signifikansi tentang lingkungan telah diajarkan Allah
melalui kisah masa kecil Rasulullah SAW.Lingkungan perkotaan
yang bising, atau lingkungan industry yang polutif, tentu sangat
berpengaruh terhadap orang-orang yang menjadi penduduk di

393
lingkungan itu.Siapa yang hidup di wilayah panas, maka mudah
sekali tersambar panas.Siapa yang hidup di wilayah sejuk, maka
sejuklah pikiran dan perasaannya.
Setiap bayi akan menangis jika lahir. Hal ini terkait
perubahan lingkungan.Saat menjungkir di perut dan bergelap-
gelapan, tiba-tiba harus keluar dari kegelapan menuju terang
benderang.Ketika di perut, lingkungannya steril dari berbagai
anasir, kecuali dari ibunya sebagai satu-satunya sumber.Ketika
waktunya harus keluar, ia harus berjuang dan beradaptasi
dengan berbagai kondisi dan keadaan. Semoga ibunya diberikan
kesabaran dalam kesejukan.
Sebagai lingkungan pertama, ibu-ibu adalah actor
utama.Hitam putihnya bayi sangat bergantung kepada
ibunya.Jika ditelantarkan oleh ibunya, maka ketentuan ini
berpindah kepada yang terdekat darinya dan melekat.Ada bayi
yang berpindah ke neneknya.Ada yang berpindah kepada paman
atau pakde-nya.Ada juga yang hijrah ke panti asuhan.Bahkan, ada
yang tak terurus oleh manusia dan diuruslah oleh semesta alam.
Cerita tentang lingkungan awalan ini sangat penting untuk
diperhatikan oleh sekolahan.Untuk ketepatan perlakuan, sekolah
harus memiliki portofolio setiap peserta didiknya. Kesalahan
dalam database, atau bahkan tidak menjadi catatan sama sekali
di sekolah, maka sangat berpengaruh terhadap perlakuan dan
pengasuhan. Benih yang baik akan tumbuh menjadi pohon yang
baik. Sebaliknya, pohon yang baik pasti lahir dari benih yang baik.
Setelah itu, lingkungan keluarga adalah yang
kedua.Sebagai lingkungan terdekat, ayah adalah yang kedua
setelah ibunya.Bisa jadi, di beberapa kejadian, ayah terkalahkan
oleh neneknya.Hal itu bergantung pada para pihak yang segera

394
mendekat setelah terjadinya kelahiran.Jika keluarganya
merupakan big family, maka saudara-saudaranya harus
terkontrol dan terkendali. Si bayi akan merekam apapun yang
terasa, terdengar, dan terlihat olehnya.
Selanjutnya adalah lingkungan tetangga. Dalam beberapa
hal, tetangga terasa lebih dekat daripada suadara. Setidaknya
mereka yang posisi rumahnya di depan atau berdekatan dengan
pintu belakang. Meskipun sikap tetangga tergantung sikap yang
ditampilkan keluarga, tapi ada beberapa budaya yang bisa jadi
sangat berbeda dengan yang dibiasakan di rumahnya, karena
masing-masing keluarga punya gaya, dan gaya itu pasti tidak
sama.
Tetangga ini bisa dibagi lagi menjadi dua, yaitu tetangga
dekat yang melekat dan tetangga jauh yang terlihat dan terlewat.
Artinya, sebagai manusia pasti bersosialisasi. Dalam kejenuhan,
manusia ingin wara-wiri. Ketika masih kecil, pasti ada tempat
bermain untuk bersama sebayanya. Kadang dari kita yang
berkunjung, dan terkadang anak-anak kita yang menerima
kunjungan. Begitulah kehidupan yang harus diterima secara
sadar dan penuh kebahagiaan.
Ketika berinteraksi dengan lingkungan, sangat wajar terjadi
pengaruh dan mempengaruhi. Masing-masing akan belajar
negosiasi. Sedikit demi sedikit terjadi adaptasi. Anak-anak belajar
hamper setiap hari, meskipun tidak secara formil. Ada saja
momen pelatihan dimana mental akan mulai ditempa. Secara
rasa, anak-anak masih hampa. Tapi lambat-laun, interaktif
bersama lingkungan akan menjadi pondasi yang menentukan.
Sejak kecil, mereka berlatih tanpa henti.Ada diantara
mereka yang ingin dijadikan leader.Sementara sisanya setia

395
sebagai follower.Ketika ada seorang follower ingin naik pangkat
menjadi leader, maka terjadilah pergesekan. Orang-orang
dewasa yang menyaksikan tidak boleh abai dengan tanda-tanda
alam. Jika menyaksikan ketidaklurusan, maka secepatnya harus
dikembalikan. Jika belum berani bertindak sendiri, maka harus
disampaikan kepada orang tuanya.
Sebagai pendidikan pertama dan utama, orang tua harus
lebih intensif untuk mengawasi, melindungi, dan memberi arahan
yang mudah dimengerti. Energy yang dialokasikan hari ini akan
terbalas sempurna suatu saat nanti. Jika hari ini leha-leha, dan
tidak ada buangan energy, maka tunggulah saat datang dimana
masalah akan berdatangan tiada henti. Akhirnya, sejumlah
energy harus disiapkan untuk memadamkan permasalahan.
Bahkan, berlipat-lipat lebih sepuluh kali.
Orang tua menjadi kunci. Sementara sekolah hanya
asistensi. Oleh karena itu, jangan terlalu mengandalkan
persekolahan kecuali benar-benar tidak mampu dalam
pengelolaan pendidikan.Para guru juga adalah orang tua. Oleh
karena itu harus memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Guru
dan orang tua adalah satu kesatuan untuk memahami
pengkondisian. Bersama masyarakat, ketiga pihak harus
bergandengan tangan dalam mengelola dan memelihara
kesempurnaan.

Teman yang Suportif


Manusia adalah makhluk social.Ia tidak terlahir secara
individual, karena saat bayi, manusia tidak lahir begitu saja tanpa
peran dari para pihak terdekatnya. Secara waktu, ada sembilan
bulan yang harus dilewati untuk menjadi makhluk yang

396
sempurna. Pada masa ini, seorang bayi (janin) sangat tergantung
kepada ayah ibunya.Tentu, seorang ibu adalah segalanya. Tapi
tanpa keberadaan ayah, banyak orang akan bertanya-tanya.
Secara lahir, setiap bayi akan hadir sendiri-sendiri.
Meskipun kembar dua atau lebih dari dua, mereka tidak serta
merta keluar bersamaan. Tapi dalam proses kelahiran pasti ada
peran social dan lingkungan. Seorang ibu tidak bisa
mengeluarkan sendiri bayinya.Ia membutuhkan bantuan dari
seorang juru lahir. Diiringi do’a dari keluarga besarnya, Allah
mengizinkan manusia baru untuk meneruskan perjuangan dan
perjalanan kehidupan.
Ketika beranjak besar, setiap manusia membutuhkan
teman.Jika ditinggal sendirian, anak kecil itu akan “berteriak
ketakutan”. Kemudian spontan menengok kiri dan ke kanan.
Setelah itu akan menangis untuk menarik perhatian. Sebuah
percobaan telah dilakukan, dimana seorang manusia ditinggalkan
sendirian.Ternyata, mereka tidak mampu dan tidak lama
bertahan.Psikologisnya tidak mendapatkan sentuhan.Mereka
memilih untuk kembali kepada Tuhan.
Di sekolah, peran teman sangat menentukan. Jika
berteman dengan kebaikan, maka pengaruh-pengaruh kebaikan
akan hadir dalam pikiran dan perasaan. Sebaliknya, jika teman itu
berupa kejahatan, maka manusia akan membiasakan diri untuk
mencintai kejahatan. Bersamaan dengan factor lingkungan,
keberadaan teman harus menjadi perhatian.Jangan sampai
pergaulan bersama teman-teman malah menghancurkan
kebaikan.
Teman yang baik adalah teman yang memberikan
dorongan dalam kepayahan.Tentu, apalagi dalam kondisi

397
kelapangan. Dalam kondisi normal, banyak teman yang
membersamai. Apalagi jika kedekatan itu dibangun atas dasar
materi. Untuk mendapatkan teman yang sejati, musibah itu
sebuah keharusan. Saat itulah diketahui mana yang benar-benar
berteman, dan mana yang berteman hanya musiman.Jika musim
paceklik, maka teman-teman pergi menjauh.
Oleh karena itu, penulis menganggap bahwa sekolah itu
hanyalah media untuk belajar dan melatih pergaulan.Itulah satu-
satunya alasan bagi penulis dalam menyekolahkan.Anak-anak
harus mendapatkan pendidikan tentang persahabatan.Ketika ada
yang mendekat, maka harus bersiap jika ada yang
menjauh.Ketika ada yang menjauh, rasakanlah beberapa hal yang
memberikan pengaruh.Teman itu bisa datang dan mudah sekali
pergi, tergantung “angin” memberikan panduan.
Jika bersekolah karena alasan ilmu dan pengetahuan, di
rumah pun bisa didapatkan.Bahkan, dunia maya telah
menyediakan berjuta-juta informasi “rahasia” yang bisa diakses
oleh semua.Ada yang senang mengumpulkan info dari media,
tapi sedikit sekali yang menindaklanjuti.Seakan-akan pencarian
dan pengumpulan itu hanya basa-basi.Selama tidak ada progres
yang menjanjikan, kemajuan itu hanyalah mimpi dan bayangan.
Keberadaan teman adalah untuk mengingatkan.Jika
sendirian, godaan demi godaan tidak mudah ditaklukkan.Jika
terlalu berat menanggung beban, maka bantuan teman akan
meringankan. Kemajuan itu harus diperjuangkan.Adapun
kebersamaan adalah bagian dari kemajuan.Manusia diberi beban
untuk kelanjutan sebuah perjuangan. Jika terlalu ringan, tidak
ada tantangan untuk terus maju menjemput masa depan.
Dukungan teman merupakan “pembuka” bagi tersedianya

398
pintu-pintu kemudahan. Jika ada kesulitan, teman-teman
akanmembantu mencicil permasalahan. Maksudnya, besarnya
permasalahan akan dikikis sedikit demi sedikit oleh teman-
teman. Bantuan itu sangat beragam, mulai dari pemikiran,
materi, tenaga, atau sokongan spirit untuk keluar dari
permasalahan.Dalam setiap permasalahan, Allah selalu
menyediakan jalan keluar dari permasalahan.

Penutup
Pendidikan adalah sebuah proses alamiah bagi setiap
manusia. Artinya setiap manusia akan mengalami perjalanan
keterdidikan. Diantara manusia, ada yang mengikuti proses ini
secara sadar. Tapi kebanyakan manusia mengikuti proses
pendidikan dalam keterpaksaan. Akibatnya, terjadilah gap antara
harapan dengan kenyataan. Secara angka, Indonesia boleh
merasa bangga, tapi secara nyata terjadi sebaliknya.
Sejatinya pendidikan adalah kemerdekaan. Tapi
kemerdekaan itu tidak benar-benar dirasakan. Secara ekonomi,
rakyat Indonesia tidak merasakan kemakmuran.Padahal tongkat
dan kayu jadi tanaman, saking suburnya tanah Indonesia.
Sebagian besar masyarakat Indonesia merasakan kesulitan untuk
survive di industri. Bahkan gini ratio semakin tinggi. Si kaya terus
melesat, sementara si miskin selalu terikat.
Di sector pendidikan, kemiskinan sering dijadikan alasan
untuk tidak serius mengejar ketertinggalan. Satu-satunya peluang
bagi orang-orang “miskin” adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena
itu jangan malas membaca.Setelah itu, “Jika engkau bukan orang
kaya, maka menulislah. ”Jika ingin mengejar status dan kekayaan,
orang “miskin” jangan bersaing secara materi dan kedudukan.

399
Selamanya akan ketinggalan, meskipun jilatan tipu muslihat
sering dilakukan.
Pendidikan yang berkualitas bukanlah utopia.Selalu ada
jalan untuk kemajuan.Setiap hari, manusia selalu diberikan
kesempatan untuk melakukan evaluasi dan memperbaiki diri.Jika
digunakan secara baik, maka semuanya akan berjalan dengan
baik. Namun, bukanlah manusia jika tidak terjerumus ke dalam
rekayasa.Manusia sudah terbiasa membuat dirinya
terniaya.Entahlah.Terlalu banyak tentang manusia menganiaya
dirinya.
Hari ini, kita semua harus mengikrarkan komitmen bahwa
pertama, sekolah itu harus memiliki system yang jelas dan
terukur supaya warganya tidak mabok disebabkan jomplangnya
system, atau system yang tidak berjalan. Jika system itu sudah
tersedia, maka tantangan berikutnya adalah menjalankan system
itu dengan sebaik-baiknya.Jika telah dijalankan, maka saatnya
dievaluasi secara terbuka (open source) untuk mengetahui titik-
titik dimana harus dilakukan perbaikan.
Satu pihak pun tidak boleh merasa superior atas kesalahan
dalam kenyataan. Jika terjadi penyimpangan atau bias-bias dalam
pelaksanaan, semuanya harus duduk bersama dan terbuka
terhadap berbagai input yang disampaikan oleh seluruh pihak.
Jika terdapat tuduhan kesalahan, hal yang pertama adalah
menerima semua tuduhan itu dan bersama-sama mendiskusikan
solusi.Penuduh pun harus “dipaksa” dan diberi kesempatan
untuk membuktikan.
Kedua, system yang baik tidak akan berjalan secara baik
jika tidak ada itikad baik dan komitmen dari pengelola. Oleh
karena itu, person-person yang dipercaya untuk pengelola

400
haruslah terbaik dalam segala sisi.Biasanya, jarang sekali terjadi
seseorang dengan seluruh kemampuan yang dibutuhkan.Jadilah
kolaborasi adalah kebutuhan. Ringan sama dijinjing, berat
bersama diangkat. Demi kemajuan, one man show adalah pilihan
yang pahit.
SDM adalah segalanya.Namun biasanya, SDM Indonesia
dibiarkan merana oleh rupa-rupa peristiwa. Untuk melihat
kualitas SDM, senyuman adalah pertama-tama dan syarat utama.
Dalam keadaan sehat, semua orang akan mengetahui the sincere
of smile. Ketulusan adalah penentu kualitas SDM. Jika ada
seseorang dianggap mumpuni, tapi ia kesulitan untuk
menyungingkan senyuman, kepribadiannya mengalami masalah
yang sangat mendasar.
Dengan demikian, pendidikan di masa depan adalah
pendidikan yang dinaungi oleh semangat berbalut senyuman.
Inilah yang diberikan Allah kepada semua orang tanpa
perbedaan.Sementara materi, kekayaan, kedudukan, dan
keduniawian, Allah hanya memberikan kepada yang dikehendaki-
Nya.Jadi, ukuran yang digunakan secara universal adalah yang
dimiliki oleh setiap orang tanpa sedikit pun effort yang harus
dihabiskan.
Seseorang bergelar Doktor, pendidikannya sudah tertinggi,
tidak ada lagi jenjang yang lebih tinggi, penampilannya akan
sangat menawan jika selalu terselip senyuman. Bersama
senyuman, cahaya dan auranya semakin terasa. Ia tidak lagi
membutuhkan pencitraan. Kewibawaan akan diberikan. Allah
yang mengizinkan, untuk menghadirkan pendidikan dalam
kesejukan. Ia tidak hanya sempurna dalam kasat mata, tapi
secara jiwa sudah mencapai paripurna.

401
Jika ada sekolah berlabelkan Islam, jangan lupa dengan
kesejatian.Inilah jati diri Islam, sehingga semua orang
merindukan. Dengan senyuman, atas izin Allah, setiap peserta
didik akan kerasan selama di sekolah. Label Islam itu harus
berlandaskan kepada Islam. Sekolah Islam tidak boleh
berjualan.Guru Islam harus menjadi teladan.Prinsip pendidikan
dalam Islam adalah membiasakan bacaan, supaya kecerdasan
tidak menjadi milik perorangan.
Oleh karena itu, ikrar yang ketigadalam rangka dirindukan
adalah mengembalikan kebiasaan kepada prinsip-prinsip dalam
Islam.Sebagai muslim, kita harus membiasakan kebenaran, bukan
membenarkan kebiasaan. Allah berulangkali memperingatkan
untuk segera mengevaluasi kebiasaan.Jika sudah memiliki
sandaran, silahkan diteruskan dengan keyakinan.Andai masih
diragukan landasannya, segera diubah oleh kebenaran.
Sebagai contoh, selamainiguru “selalu” dijadikan tulang
punggung pendidikan. Tapi keteladanan menjadi nomor sekian.
Padahal, Islam menomorsatukan bacaan sebagai dasar ilmu dan
pengetahuan.Dari membaca Alquran akan ditemukan bahwa
cermin keteladanan itu prinsip utama, supaya tidak ada lagi
“Guru kencing berdiri dan murid kencing berlari.” Guru tidak
boleh split personality dengan alasan apapun, termasuk
manusiawi.
Prinsip utama lainnya adalah membaca. Keberadaan guru
harus sejalan dengan prinsip dasar ini. Artinya, guru yang hanya
berinstruksi membaca kepada siswa, sementara kepada dirinya
tidak mampu, ia belum lah sebagai guru. Instruksi terbaik itu
adalah portofolio pribadi yang dikumpulkan secara terus
menerus meskipun kegiatan formal di sekolah sedang berhenti.

402
Guru harus terus berlari sebagai pertanggungjawaban kepada
profesi dan diri sendiri.
Kejadian wabah di hari ini adalah bukti bahwa pendidikan
terbaik itu bukan di sekolah, tapi di rumahnya masing-masing
dimana ayah ibu dan saudara-saudara tuanya yang harus
memberikan teladan kebaikan.Untuk benar-benar berwibawa,
Allah melatih Rasulullah SAW.selama 40 tahun tiada henti. Itulah
mengapa namanya masih diingat dan disebut sampai hari
ini.Mari para orang tua dan guru-guru bercermin kepada
Rasulullah, supaya anak-anak tidak menjadi korban.
Orang tua menjadi kunci.Sementara sekolah hanya
asistensi.Oleh karena itu, jangan terlalu mengandalkan
persekolahan kecuali benar-benar tidak mampu dalam
pengelolaan pendidikan.Para guru juga adalah orang tua. Oleh
karena itu harus memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Guru
dan orang tua adalah satu kesatuan untuk memahami
pengkondisian. Bersama masyarakat, ketiga pihak harus
bergandengan tangan dalam mengelola dan memelihara
kesempurnaan.
Wallahu a’lam

403
404
KEBERSIHAN BUKAN HANYA BAGIAN DARI
IMAN, TETAPI JUGA PUNCAK CAPAIAN
PENDIDIKAN

Oleh: Atih Ardiansyah


Dosen Universitas Mathla’ul Anwar Banten

ernyataan yang juga pembuka tulisan ini hampir pasti

P menjadi tema yang dibahas saban pergantian


kekuasaan: ganti Presiden ganti pula Menteri
Pendidikan, ganti Menteri Pendidikan ganti juga kebijakan di
bidang pendidikan. Kita bosan dengannya tetapi kurang lebih
memang demikianlah adanya. Dan yang kita rindukan dari segala
siklus kekuasaan dan kebijakan tersebut tak kunjung datang,
yakni kemajuan peradaban yang imbas kecilnya berupa
kesejahteraan.
Hellen Keller pernah mengatakan bahwa capaian tertinggi
pendidikan adalah sikap toleransi. Sayangnya, akibat perebutan
kekuasaan “toleransi” telah kita maknai secara serampangan.
Sekadar sebagai bahan perdebatan untuk memukul lawan dan
membela junjungan.Itu demikian kentara dari tiga peralihan
kekuasaan: Pilpres 2014, Pilkada DKI 2017 dan terbaru Pilpres
2019.
Padahal dalam beberapa referensi, toleransi berkait-erat
dengan perasaan welas asih. Agama menyebutnya sebagai
akhlak. Jika demikian, maka toleransi, kasih sayang, cinta, akhlak
merupakan anak kunci membuka gerbang kemajuan peradaban.
Islam telah jauh-jauh hari menjadikan toleransi sebagai
pembuka peradaban. Prestasi gilang-gemilang di bidang politik,

405
sains, arsitektur, kedokteran merupakan buah dari pelajaran
toleransi yang dibingkai dalam pelajaran thaharah (bersuci).
Seperti yang kita, kaum Muslimin, ketahui bahwa thaharah
merupakan bab pertama dalam kitab fikih. Sebagian besar ritus
ibadah menjadikan kebersihan dan kesucian sebagai syarat
utama.
Lalu bagaimana bersuci berkaitan dengan toleransi
sehingga bisa membukakan horizon peradaban yang maju?
Steven Kandouw, Wakil Gubernur Sumatera Utara pernah
menyebut bahwa persoalan besar kebangsaan kita yang mudah
riuh dan terbawa angin politik hari ini lantaran persoalan yang
sepele namun fundamental. Menurutnya, mayoritas anak bangsa
gagal dalam program toilet training di masa kecilnya (Kompas,
10/5).
Tesis Kandouw lantas ditanggapi dosen Fakultas Psikologi
Unika Soegijapranata, Margaretha Setiaji Utami. Katanya,
kegagalan program toilet training semasa kecil berpengaruh
besar pada perkembangan psikologis dan sosial individu setelah
ia dewasa. Buktinya, tambah Margaretha, orang-orang dewasa
masih belum paham kapan mengeluarkan rasa tidak enak dalam
dirinya secara tepat di lini masa media sosialnya. Banyak kata
kotor yang berasal dari kekesalan dalam diri yang dikeluarkan
sembarang tempat dan waktu. Pelakunya merasa benar karena
orang lain juga melakukan hal yang sama. Maka jadilah media
sosial kita tak ubahnya sungai yang mengambang di atasnya
berbagai kotoran dari aktivitas paling primitif kita (Ardiansyah,
2018).
**

406
Toilet atau kamar mandi, di dalam hulu pikiran kita, erat
kaitannya dengan segala sesuatu yang tidak menyenangkan. Saat
masih di Sekolah Dasar, beberapa di antara kita barangkali
pernah dihukum oleh guru dengan cara membersihkan kamar
mandi. Kamar mandi identik dengan hal-hal yang kotor, tidak
higienis, bahkan dalam agama diasosiasikan sebagai sarang
setan.
Seorang ahli psikologi, Erik Erikson (1902-1994),
mengatakan bahwa seorang anak semestinya sudah harus diajari
toilet training pada usia 1,5-3 tahun. Sehingga pada usia 7-12
tahun, anak sudah punya“sertifikat” lulus toilet training. Namun
tampaknya, hal ideal yang disampaikan Erikson tidak ada dalam
realita kita. Anak-anak, bahkan orang dengan usia dewasa
bahkan tua, masih banyak yang belum mampu menggunakan
kamar mandi dengan benar.
Salah satu sebab kegagalan toilet training pada anak dan
berimbas pada masa dewasa, menurut Erikson, adalah sikap
orang tua yang lebih menyukai hal-hal praktis meskipun harus
menggilas masa belajar anak. Banyak orang tua yang
memakaikan diaper atau popok kepada anaknya. Pemakaian
popok, tambah Erikson, akan menyebabkan anak tidak peka dan
tidak belajar bagaimana mengeluarkan kotoran dalam dirinya
secara tepat, tidak sembarang tempat dan waktu. Anak akan
bebas-bebas saja mengeluarkan kotoran dalam tubuhnya karena
popok pelan-pelan melenyapkan kepekaan si anak pada
lingkungannya.
Jika anak sudah lulus program toilet training, tambah Erik
Erikson, maka anak akan memiliki autonomy tinggi dalam
hidupnya. Autonomy adalah kemampuan mengendalikan

407
kehendak diri sendiri tanpa menyebabkan rasa sakit dan tidak
nyaman pada lingkungannya. Toilet training mengajarkan
kepada anak untuk menyadari apa yang dirasakan dalam
tubuhnya, dan merencanakan kapan hal tidak mengenakan itu
harus dikeluarkan tanpa merugikan orang lain.
Bagaimanakah kriteria kamar mandi yang bersih dan
nyaman?
Ini bukan persoalan higienik semata. Kamar mandi
mengajarkan kita untuk peka terhadap sesama. Jika Anda
memasuki kamar mandi dan menggunakannya, Anda harus
membersihkannya dengan baik karena akan ada orang lain yang
menggunakannya. Saat Anda ingin menggunakan kamar mandi
dengan nyaman, ketahuilah bahwa orang lain juga menginginkan
hal yang sama. Ketika Anda merasa nyaman menggunakan kamar
mandi, ketahuilah bahwa itu ada andil positif orang yang
menggunakan kamar mandi sebelum Anda. Inilah nilai toleransi
yang bisa kita petik dari aktivitas di kamar mandi.
Nah, sudahkah kamar mandi di lembaga-lembaga
pendidikan kita seperti pesantren, sekolah bahkan kampus
memiliki dan memerhatikan toiletnya?
Sependek pengalaman saya, dari beberapa kampus yang
saya kunjungi, sedikit sekali kampus yang memiliki kriteria
nyaman. Kebanyakan kamar mandinya bermasalah, bahkan ada
yang klosetnya mampet dan tidak ada air. Hal ini membuat kamar
mandi menguarkan bau tak sedap dan jadi sarang penyakit, juga
sarang setan.
Bayangkan oleh Anda, generasi muda yang belajar sambil
kelojotan menahan kantung kemih yang penuh, seperti apa
hasilnya? Rasakanlah oleh Anda bagaimana rasanya belajar

408
sambil mati-matian mengatup-rapatkananus lantaran tak kuat
menahan rasa ingin berak. Maka jangan salahkan bila di sudut-
sudut jarang terjamah di kampus menguar aroma tak sedap.
Sekarang, peradaban semacam apa yang akan kita jelang
dengan aktor-aktor yang belajarnya mengalami kejadian horor
sedemikian? Dan yang paling parah dari semua yang kita
bayangkan akibat ketidaktersediaan kamar mandi yang layak itu,
peradaban seperti apa yang akan dihuni anak cucu kita, dengan
aktor-aktor yang dipaksa keadaan untuk tidak saling toleran?
Menggunakan kamar mandi secara baik dan benar bukan
hanya tentang bagaimana membuat kamar mandi tetap higienik,
tetapi bagaimana mengendalikan diri dan membuat orang lain
bahagia—minimal tidak terganggu.

**

Sekarang, mari kita menengok peristiwa luar biasa yang


pernah terjadi di Republik ini. Meski menimbulkan pro dan
kontra yang tajam, demonstrasi yang dilabeli ‘Aksi Bela Islam
411’, 4 November 2016, memberikan pelajaran berharga
terutama kejadian yang memiliki relasi dengan serat utama
tulisan ini.
Iman itu ada lebih dari tujuh puluh atau enam puluh
cabang, tingkatan tertinggi adalah ucapan ‘La ilaha illallah’,
tingkatan paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari
jalan...(Muttafaqun’alaih).
“Aku tertarik sama Aa Gym, Bi.”
Keningku akan berkerut pastinya. Tetapi segera lipatan di
kulit keningku akan menghilang. Aku akan memiliki kesimpulan,

409
bahwa Zola tertarik dengan Aa Gym karena kiai teduh itu ikut aksi
juga. Tetapi rupanya aku salah. Bukan itu yang membuat Zola
tertarik.
“Aku merhatiin, Aa Gym kok malah bawa sapu dan pengki.
Bukan di atas panggung, ngomong apa gitu, Bi. Kalau merhatiin
apa yang Abi bicarakan, kayaknya Aa Gym ini punya iman cabang
rendah, yaitu menyingkirkan duri (sampah) dari jalan.”
Tawaku pasti akan lepas sekali. Istriku pun mungkin akan
ikut tertawa atau menggeleng-gelengkan kepala.
“Nah, Zola mau nggak dengerin Abi? Abi mau jelasin
tentang cabang iman tertinggi, tapi bahasannya dari cabang iman
paling rendah.”
“Abi mau bahas tentang Aa Gym yang mungutin sampah?”
Aku mungkin akan menarik garis bibir. Kemudian, agar Zola
tak bertanya lagi, aku akan mengangguk dan menyiapkan diri.
“Hadits tentang cabang iman, tertinggi dan terendah ini,
adalah hadits yang sangat menarik. Abi pernah merenung,
lamaaaaa sekali.”
“Abi merenung tentang mengambil duri di jalan kenapa
masuk cabang iman, ya?”
“Iya. Abi memikirkan itu. Kenapa ya, memungut duri—bisa
paku, kerikil tajam, atau mungkin sampah—dalam Islam tetap
dinilai sebagai keimanan.”
“Kenapa itu, Bi?”
“Abi kira, kalimat dalam hadits ini dalam sekali maknanya.
Memungut duri atau sampah dari jalan sebenarnya bukan hal
yang sepele, tetapi justru sangat besar dampaknya. Bayangkan
sama Zola, misalnya Abi melihat paku karat di jalan, terus Abi
nggak ambil dan membuangnya. Pada suatu ketika, cepat atau

410
lambat, ada orang yang mau ke masjid, terus menginjak paku itu.
Dia pasti akan kesakitan, tidak jadi ke masjid, dan bisa jadi harus
dibawa ke rumah sakit lantaran kena tetanus. Atau, ada seorang
dermawan yang hendak mengantarkan santunan, ban mobilnya
kempes gara-gara melindas paku itu. Atau pula, ada orang yang
sedang terburu-buru membawa kerabatnya ke rumah sakita
karena sedang kritis, lalu ban mobilnya melindas paku itu yang
membuat waktu terbuang banyak yang menyebabkan
keluarganya tidak bisa ditolong dengan cepat dan mati.
Bayangkan sama Zola, gara-gara Abi nggak ngambil paku itu,
orang jadi batal berbuat kebaikan, atau orang bisa kehilangan
keluarga yang dicintainya.”
Zola menggigit bibirnya. “Kalau begitu, mungut duri dari
jalan bukan hal yang sepele dong, Bi.”
“Iya. Abi juga berpikir demikian.”
“Terus...terus...Bi!”
Aku akan mengambil napas sejenak. Kembali menyeruput
teh manis yang mungkin sudah mulai dingin.
“Abi malah berpikir gini, Zola: ada maksud tersembunyi
yang sangat besar dari kalimat ‘memungut duri dari jalan’. Kita
nggak boleh membatasi diri bahwa kalimat itu hanya berhenti di
sana. Duri di sana nggak harus berarti duri, pecahan beling, paku,
atau apapun. Yang lebih berbahaya dari duri adalah lidah.”
“Maksudnya, Bi?”
“Seorang muslim yang baik, yang punya iman di hatinya,
harus membuang duri dari jalan kalau dia menemukannya agar
orang yang menggunakan jalan menjadi aman. Seorang muslim
yang baik, yang memiliki iman di hatinya, harus menghindarkan
apa saja yang memungkinkan orang lain terganggu. Dan

411
gangguan yang paling sering muncul adalah kata-kata, lisan yang
tidak terjaga. Bahkan lisan yang berhiaskan nama Tuhan
sekalipun, kalau itu tidak meneduhkan tetapi membuat panas
suasana, ibarat duri-duri yang tajam.”
“Jadi menurut Abi, kalau ada seorang muslim yang tidak
bisa menjaga lisannya, yang suka menyakiti orang lain dengan
lisannya, itu sama dengan menebarkan banyak duri agar terinjak
orang lain? Begitu kan, Bi?”
Aku akan mengangguk. Lagi-lagi dengan sangat mantap.
“Benar sekali, Zola. Seorang muslim yang baik, yang punya iman
di dalam hatinya, harus membuat orang lain—muslim maupun
nonmuslim—aman dari lisan dan tangannya. Orang yang
menjaga ucapannya, yang tidak menyakiti orang dengan lisan dan
tangannya, sama seperti orang yang menyingkirkan duri dari
jalan agar orang yang melewati jalan itu tidak menginjak dan
tersakiti olehnya.”
Zola barangkali akan menghela napasnya. Dia akan
merenung beberapa jenak. Aku hafal betul, karena seperti itulah
aku setiap akan melayangkan pertanyaan susulan.
“Bi, ucapan yang baik itu yang bagaimana, Bi? Apa harus
selalu membawa-bawa nama Tuhan setiap berbicara?”
Aku akan mengusap janggutku. Lalu menerawang langit-
langit. Atau membalas sapaan tetangga yang kebetulan lewat di
depan rumah.
“Idealnya begitu, Zola. Tetapi nggak sedikit orang yang
lisannya menyebut nama Tuhan tetapi di saat yang bersamaan
menebar kebencian.”
Zola menyambar kalimatku, “Bagaimana itu, Bi? Kok bisa
gitu?”

412
Aku akan menyerahkan senyumku kepada Zola. “Islam itu
agama yang damai. Agama yang memiliki misi kesalamatan
bersama, Zola. Seorang muslim, yang punya iman di dalam
hatinya meski kecil, harus menyelamatkan dan membuat orang
lain aman dari lisannya. Coba Zola ingat-ingat, dulu Abi pernah
ngajak Zola nonton di internet, ada yang berbaju seperti kiai tapi
malah mengkafir-kafirkan orang lain.”
“O iya, Bi. Aku ingat. Kalau nggak salah, kiainya itu pakai
baju putih, pakai sorban, pakai kopiah, punya janggut juga kayak
Abi. Ngomongnya juga menyebut-nyebut nama Tuhan, pake ayat
suci, tapi iya sih: bilang ini kafir, itu kafir, ini sesat itu sesat. Aku
jadi takut gitu, Bi.”
Aku menyimak ucapan Zola hingga purna. Aku menangkap
nada tendensius dalam kalimatnya. Aku segera
mengingatkannya.
“Tetapi ingat ya, nggak semua yang berjubah, sorban, peci
dan janggutan suka mengkafir-kafirkan orang. Keimanan itu
nggak bisa diukur dari penampilan fisik saja, Zola. Tetapi yang
jelas, sesuai dengan pesan Rasulullah Saw, muslim yang baik itu,
yang punya iman di hatinya itu, adalah dia yang mampu
membuat orang lain aman dari lisan dan tangannya.”
“Jadi, meskipun cabang iman tertinggi itu kalimat
‘Laailaahaillallah’, nggak serta-merta yang kalau ngomong bawa-
bawa nama Tuhan dan ayat-ayat suci termasuk orang yang punya
iman dengan cabang tertinggi, begitu, Bi?”
Aku akan tersenyum mendengar pertanyaan model begini.
Zola barangkali akan memiliki karakter begitu. Dia akan memulas
kesimpulan pribadi menjadi sebuah pertanyaan yang bernada
permintaan dukungan.

413
“Kata Abi tadi, cabang iman tertinggi, yakni
‘Laailaahaillallah’, dan yang terendah seperti menyingkirkan duri
dari jalan, memiliki hubungan yang sangat erat. Justru praktik
keimanan tertinggi itu ada pada keimanan pada tingkat terendah.
Seorang yang memiliki keimanan kepada Tuhan, pasti akan
melakukan kebaikan, sekecil apapun. Seorang yang punya iman
di hatinya, tidak mungkin menyakiti orang lain dengan lisannya.
Karena orang yang menyakiti dengan lisannya, seperti
menebarkan duri-duri agar orang lain menginjaknya.
“Orang yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,
akan sangat berhati-hati menggunakan lisannya. Orang yang
meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya tuhan, akan melakukan
kebaikan apa saja, termasuk menyingkirkan duri di jalan agar
orang lain tidak menginjaknya. Orang yang sudah tertanam
dalam hatinya bahwa tiada tuhan kecuali Allah, tidak akan
menyakiti orang lain—muslim maupun nonmuslim—dengan
lisannya, meskipun kata-katanya itu dihiasi ayat-ayat suci.”
“Jadi menurut Abi, Zola harus merevisi ucapan Zola?”
“Ucapan Zola yang mana?”
“Zola kan tadi bilang, Aa Gym yang bawa sapu dan pengki,
yang mungut sampah waktu aksi 411, punya cabang iman
terendah.”
Aku langsung mengucek kepala Zola. “Abi kemarin nonton
Indonesia Lawyer’s Club di TV. Di sana hadir pula Aa Gym. Banyak
yang Aa Gym bicarakan. Tetapi satu yang menarik perhatian Abi.
Aa Gym mengatakan kalau dia dan santrinya jadi pasukan yang
bersih-bersih. Di depan Gereja Katedral, ada orang nonmuslim
yang menikah. Gaunnya putih dan panjang. Aa gym dan yang
lainnya membantu mengangkat gaun panjang itu karena jalanan

414
kotor, banyak sampah, dan belum disapu. Kata Aa Gym, itu
indaaaaaah sekali.
“Abi setuju, saat Aa Gym menyampaikan kalimat yang itu,
terdengar sangat indah. Seperti itulah Islam. Dan itu nggak boleh
hanya diartikan itu saja. Secara maknawi, itu juga harus
diterjemahkan bahwa seperti itulah toleransi. Nggak peduli
muslim atau bukan, kalau dia punya potensi menginjak duri—
dalam kasus ini gaun menjadi kotor—harus dibantu, harus
ditolong agar nggak mnginjak duri atau durinya segera
disingkirkan. Itulah Islam. Itulah kedamaian. Itulah aksi damai.”
“Jadi menurut Abi, apa yang dilakukan Aa Gym dengan
bersih-bersih itu, meskipun melakukan hal yang tergolong cabang
iman paling rendah, tapi didorong oleh keimanan yang tinggi dan
sudah memaknai dengan betul kalimat ‘Laailaahaillallah’?”
Aku akan menatap wajah Zola. Aku pasti akan mengecup
keningnya, dan akan kukatakan kepadanya: “Wallahua’lam
bisshowab.”
Pulosari, 12 November 2016
-----------------------------------------------

Atih Ardiansyah lahir di Pandeglang, 12


Juni 1987. Telah menulis ratusan artikel
yang tersebar di berbagai media massa
dan menerbitkan puluhan buku (sebagian
besar berupa karya fiksi/novel) di
berbagai penerbit nasional. Selain
menjadi murid yang berguru pada orang-
orang hebat di ICMI Banten, kini bekerja sebagai dosen di
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Bersama istrinya, dia

415
mendirikan Cendekiawan Kampung, sebuah platform yang
mempertemukan genius kampung dengan pemberi beasiswa.
Sebuah ikhtiar menciptakan cendekiawan-cendekiawan baru dari
kampung dan berkhidmat untuk kampung.

416
PENUTUP

Alhamdulillah, Anda sudah sampai pada bagian akhir buku


ini. Tentu sudah banyak informasi yang Anda dapatkan setelah
membaca semua artikel dalam buku ini. Kami tentu sangat
senang, jika semua artikel ini tidak berhenti sampai disini,
berharap kedepan kita bias melakukan kolaborasi dan aktualisasi
ide dan gagasan yang lebih riil dalam rangka memperbaiki dan
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Sebagai insan akademis yang selalau haus akan ilmu, kami
merekomendasikan hendaknya kita selalu dapat memiliki
kepedulian terhadap persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini,
dan bentuk kepedulian tersebut, tidak harus dilakukan dengan
hal-hal yang besar. Cukup dengan menuangkan gagasan dan ide
cerdas Anda, dan itu kemudian di sebarluaskan, maka itu sudah
menjadi salah satu bentuk kepedulian kita terhadap bangsa ini.
Akhirnya, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
para konntributor artikel yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu, semoga dengan artikel yang sudah Anda kirimkan dan
menjadi buku ini merupakan sumbangan yang sangat luarbiasa
bagi khazanah pengetahuan dan wawasan serta dialektika opini
yang sehat dikalangan insane akademis lainnya. Jangan pernah
berhenti untuk menulis, karena dengan menulis sejatinya kita
sedang mengabadikan gagasan dan ide kita dimasa yang akan
datang. [*]

417

Anda mungkin juga menyukai