MENULAR/INFEKSI KULIT
(MORBUS HANSEN)
KELOMPOK 6
1. Definisi
Morbus Hansen (kusta, lepra) adalah penyakit infeksi kronis yang
(primer), kulit, dan jaringan tubuh lainnymua, kecuali susunan saraf pusat.
G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. Awalnya kuman ini menyerang
tulang dan testis, kecuali susunan saraf pusat dengan masa inkubasi selama 3
tahun. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi penyakit kusta tidak terdapat
gejala, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala seperti cacat pada
2015).
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang ada bukan saja dari segi
medisnya, tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya, serta keamanan dan
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat (Emmy S.
yang menyerang saraf tepi sebagai tujuan utama, lalu kulit dan saluran
pernapasan bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf
pusat.
2. Etiologi
Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium leprae yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 mikron, lebar 0,2-0,5 mikron,
biasanya berkelompok da nada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel, dan
bersifat tahan asam (BTA). Penyakit kusta bersifat menahun karena bakteri
kusta memerlukan waktu 12-21 hari untuk membelah diri dan masa tunasnya
rata-rata 2-5 tahun. Penyakit kusta dapat ditularkan kepada orang lain melalui
saluran pernafasan dan kontak kulit. Bakteri kusta ini banyak terdapat pada
3. Klasifikasi
1. Klasifikasi Internasional : Klasifikasi Madrid (2006) (Amirudin,
a. Indeterminate (I)
kecil atau terbatas mempengaruhi saraf dan kulit. Hanya ada sedikit
bakteri yang ditemukan dan dengan tes lepromin sering kali hanya
dari
kelenjar keringat masih normal dan penebalan saraf biasanya hanya
b. Tuberkuloid (T)
penderita yang masih baik. Kerusakan saraf juga terjadi tetapi tidak
bagian tengah yang bersih dengan atrofi yang halus, bersisik dan
d. Lepromatosa (LL)
hidung, dan
telinga yang sering mengakibatkan deformitas pada wajah yang
disebut leonine facies (lion’s face). Tanda lain yang sering terjadi
scalp.
a. Tuberkuloid (TT)
penderita yang masih baik. Kerusakan saraf juga terjadi tetapi tidak
bagian tengah yang bersih dengan atrofi yang halus, bersisik dan
Lesi yang muncul pada kusta jenis ini serupa dengan lesi yang
lama atau
berubah menjadi jenis tuberculoid, bahkan berisiko menjadi jenis
kusta yang lebih parah lagi. Pembesaran saraf yang terjadi pada
lebih parah.
e. Lepromatosa (LL)
deformitas pada
wajah yang disebut leonine facies (lion’s face). Tanda lain yang
Tabel 2. 1 Bagan Diagnosis Klinis Menurut WHO (1995) dalam kutipan (Nurarif &
Kusuma, 2015)
(Emmy S. sjamsoe-
daili, 2007)
b. Gambaran Klinis
Adapun klasifikasi yang banyak dipakai pada bidang penelitian adalah
Lesi ini mengenai kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa,
dapat berupa macula atau plakat, batas jelas dan pada bagian twengah dapat
Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, bahkan dapat
perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal.
Lesi pada tipe ini menyerupai TT yakni berupa macula anestesi atau plak
yang sering disertai lesi satelit di pinggirnya, jumlah lesi satu atau beberapa,
seperti pada tipe tuberkuloid. Gangguan saraf tidak seberat pada tipe
tuberkuloid dan biasanya asimetrik. Biasanya ada lesi satelit yang terletak
Tipe BB merupakan tipe-tipe yang paling tidak stabil dari semua spectrum
penyakit kusta. Tipe ini disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan jarang
mengkilat, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe
borderline tuberkuloid dan cenderung simetrik. Lesi sangat bervariasi baik
ukuran, bentuk, maupun distribusinya. Bisa didpatkan lesi punched out, yaitu
hipopigmentasi yang oval pada bagian tengah, batas jelas yang merupakan
Secara klasik lesi dimulai dengan macula. Awalnya dalam jumlah sedikit,
kemudian dengan cepat menyebar keseluruh badan. Macula disini lebih jelas
mengkilat, berbatas tidak tegas dan tidak ditemukan gangguan anestesi dan
anhidrosis pada stadium dini. Distribusi lesi khas yakni di wajah mengenai
tungkai bawah.
Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga
menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk facies leonine
yang dapat disertai madarosis, iritis dan keratitis. Lebih lanjut lagi dapat
orkitis
yang selanjutnya dapat terjadi atropi testis. Kerusakan saraf dermis
menyebabkan gejala stocking dan glove anesthesia. Bila penyakit ini menjadi
progresif, macula dan papula baru muncul sedangkan lesi yang lama menjadi
plak dan nodul. Pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami
otot pada tangan dan kaki. Salah satu penyakit kusta yang tidak termasuk
kedalam klasifikasi ridley dan Jopling tetapi diterima secara luas oleh para
ahli kusta adalah tipe indeterminate (I). Tipe ini ditandai dengan jumlah lesi
penebalan saraf. Diagnosis tipe ini hanya dapat ditegakkan bila dengan
saraf titik pada 20-80% kasus penderita kusta didapatkan tipe ini, merupakan
tanda pertama dan sebagian besar sembuh sendiri (Amirudin, Hakim, &
Darwis, 2003).
4. Manifestasi Klinis
Menurut (Nic-Noc, 2015)
1. Makula hipopigmnetasi
2. Hiperpigmentasi
3. Eritematosa
5. Cara Penularan
Penyakt kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi basilar (MB)
kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti
belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit
6. Patofisiologi
Mycobacterium Leprae masuk ke tubuh melalui kulit yang lecet pada
bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Setelah M. Leprae
berpredileksi di daerah- daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral
sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann
macrofag (berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit) untuk memfagosit.
Tipe LL; terjadi kelumpuhan system imun seluler tinggi macrofag tidak
jaringan.
kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang
tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans,
bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons
imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat
reaksi seluler daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat
7. Komplikasi
Berikut ini komplikasi yang dialami penderita kusta yaitu :
1. Menyerang ekstremitas
Yang paling diserang yaitu pada saraf ulnaris dan mengakibatkan jari
dari fungsi otot. Pada saraf medianus apabila terinfeksi maka akan
perdarahan, dan apabila tidak segera diobati akan merusak tulang rawan
3. Indera penglihatan
Apabila penglihatan terinfeksi akan mengalami gangguan penglihatan
seperti buram dan terjadi keruh pada cairan mata, juga dapat menyerang
4. Testis
salurannya, dan jika tidak dilakukan terapi maka akan terjadi kerusakan
yang permanen.
b. Pathway
Mycobacterium Leprae
Resiko trauma Sensabilitas menurun
M. Tuberkuloid
Menyerang saraf tepi sensorik & motorik Neuritis
Macula, nodula, papula Ulkus saraf ulnaris, nervus popliteus, nervus aurikularis
Menyerang
Malu
Kelumpuhan otot
Metastase
Inefektif koping individu
Kontraktur otot & sendi
2. Laboratorium: basil tahan asam. Diagnosa pasti apabila adanya mati rasa
d. Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan
pasien kusta (lepra) dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata
rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang
WHO (1995), yaitu program multi drug therapy (MDT) dengan kombinasi
diterapkan sejak tahun 1981. Program MDT ini bertujuan untuk mengatasi
Obat ditelan didepan petugas, anak dibawah 5 tahun dan ibu hamil tidak
(released from treatment = berhenti minum obat kusta). Dalam program ROM
selama 6 bulan.
Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang
diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis maka
dnyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya maasih aktif. Menurut who
(1995) tidak ada lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah completiton
Dewasa 50-70 kg 100 mg/ hari 600 mg / bulan, 50 mg/ hari dan 300 mg/
diawasi bulan diawasi
Anak 5-14 tahun 50 mg/ 450 mg/ bulan, 50 mg/ hari dan 150 mg/
hari diawasi bulan diawasi
maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan
diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien
1) Obat- obatan umum yang bisa dipakai dalam pengobatan Morbus Hansen :
2) MB ( tipe Basah )
Dan 1 tablet Dapson, hari ke 2 – 28: 1tablet Lamprin dan 1 tablet Dapson
a. Definisi
Kerusakan Integritas Kulit adalah keadaan dimana seorang individu
(Carpenito, 2000).
adalah adanya kerusakan pada lapisan kulit (epidermis dan dermis) yang
b. Etiologi
Penyebab gangguan integritas kulit perubahan sirkulasi, perubahan status
c. Batasan karakteristik
1. Mayor (harus terdapat)
dalam pipi, bagian bawah mulut dan lidah yang berupa penebalan atau bercak
a. Zat kimia
d. Kelembapan
e. Hipertermi
f. Hipotermi
h. Obat
i. Kelembapan kulit
j. Imobilisasi fisik
k. Radiasi
a. Perubahan pigmentasi
c. Factor perkembangan
f. Gangguan sirkulasi
h. Gangguan sensasi
i. Factor psikogenik
j. Penonjolan tulang
e. Pathway
Mycobacterium Leprae
M. Tuberkuloid
Malu
Timbulnya ulkus
Gangguan padaTubuh
Citra kulit
a. Pengkajian
a. Biodata
Kaji secara lengkap tentang nama, umur; penyakit kusta dapat menyerang
semua usia, jenis kelamin. Paling sering terjai pada daerah dengan sosial-
tropis. Kaji pula secara lengkap jenis pekerjaan klien untuk mengetahui
kelainan saraf tepi. Kerusakan saraf tepi dapat bersifat sensorik, motoric,
biasanya di daerah ekstremitas atas, bawah, muka, dan otot mata. Gejala
lain adalah adanya pembesaran saraf tepi terutama yang dekat dengan
Pada pengkajian kelainan kulit dan organ lain biasanya didapatkan adanya
penebalan
cuping telinga, Madarosis (penipisan alis mata bagian lateral), dan adanya
adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf)
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam
inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang
e. Riwayat Psikososial
Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang menderita morbus
menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa
g. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat
pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena
1. Sistem penglihatan.
lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II
2. Sistem pernafasan.
3. Sistem persarafan
rasa. Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat
terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan
adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan
akan atropi.
c. Intervensi Keperawatan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi
Kriteria Hasil:
perawatan alami.
1. Kaji/catat warna lesi, perhatikan jika ada jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka.
Rasional:
Menentukan garis dasar bila ada terdapat perubahan dan dapat melakukan
Rasional:
Rasional:
infeksi.
Rasional:
Freksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang
5. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan atau
Rasional:
kenyamanan.
pemberian obat
Rasional:
d. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak (Hidayat, 2007). Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang
terpenuhi
Perry, 2010).
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
keperawatan baru.
analisa.