Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Teori Belajar dan Pembelajaran
Menurut ImamAl-Ghazali dan Imam Al-Zarnudji
Dosen pengampu: Bpk. Rasmuin, M.Pd.I

Disusun oleh:

1. Kunzita Ladiana Manzil (220101110122)


2. Khusnul Mufida (220101110119)
3. Sania Elysa Musta’inah (220101110140)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG

Tahun Akademik 2021/2022


KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas
karunianya kita masih diberikan kesehatan jasmani dan rohani, sehingga mampu menyelesaikan
makalah ini yang berjudul " Teori belajar dan pembelajaran menurut al-Ghozali dan Imam al-
Jarnuji”. Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah wawasa ilmu pengetahuan kita.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan kami segenap penulis
makalah mengucapkan banyak terimakasih kepada segenap pembaca.

Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihakyang telah
meluangkan waktunya untuk berbagi pengetahuan kepada kami dan membantu kami dalam
bentuk dukungan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan
bagi siapa saja yang memerlukannya dimasa yang akan datang.

October 2022 24,Malang

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 . LATAR BELAKANG

1.2 . RUMUSAN MASALAH

1.3 . TUJUAN MASALAH

BAB II. PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI IMAM GHAZALI

B. TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MENURUT IMAM GHAZALI

C. BIOGRAFI IMAM ZARNUDJI …10

D. TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MENURUT IMAM ZARNUDJI …10

E. PERBANDINGAN TEORI BELAJAR IMAM GHAZALI DAN IMAM ZARNUDJI …13

BAB III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam
setiap jenjang pendidikan. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok dan penting.Belajar adalah proses atau usaha yang
dilakukan tiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk
pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk
mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Kegiatan belajar tersebut ada
yang dilakukan di sekolah, di rumah, dan di tempat lain seperti di museum, di
laboratorium, di hutan dan dimana saja.

 Belajar juga merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan
maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri dan akan menjadi penentu terjadinya atau
tidak terjadinya proses belajar. Banyak tokoh Islam yang memiliki kepedulian dan
menyumbangkan pemikirannya tentang aktifitas belajar dan pembelajaran, di antaranya
adalah imam al-Zarnuji dan imam al-Ghozali. Kedua tokoh ini banyak mewarnai
pendidikan masyarakat Islam Indonesia, terutama pendidikan di kalangan
pesantren. Dalam perspektif al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Baharuddin bahwa belajar
adalah sebuah proses yang dilakukan secara terus menerus untuk memperoleh ilmu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan

sebagai berikut.

1. Apa itu teori belajar dan pembelajaran menurut Imam Al – Ghazali ?


2. Apa itu teori belajar dan pembelajaran menurut Imam Az – Zarnuji ?

4
3. Apa perbedaan teori belajar dan pembelajaran menurut Imam Al – Ghazali ?
4. Apa perbedaan teori belajar dan pembelajaran menurut Imam Aj – jarnuji ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian tersebut, adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu
Sebagai berikut.
1. Agar dapat mendeskripsikan pengertian teori belajar dan pembelajaran menurut Imam
Al – Ghazali
2. Agar dapat mendeskripsikan pengertian teori belajar dan pembelajaran menurut Imam
Al – Zarnuji
3. Mahasiswa mampu menganalisis perbedaan Teori belajar dan Pembelajaran menurut
Al – Ghazali
4. Mahasiswa mampu menganalisis perbedaan Teori belajar dan Pembelajaran menurut
Al – Zarnudji

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI IMAM GHAZALI


Imam Ghazali memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi An-Naysaburi AlFaqih Ash-Shufi Asy-Syafi’i Al-Asy’ari.
Sementara kata Al-Ghazali berasal dari kata Ghazalah yang merupakan sebuah desa di daerah
Khurasan, Iran yang mana di desa itulah Imam Ghazali dilahirkan. Ayah Imam Ghazali adalah
orang yang saleh. Ia tidak makan kecuali dari hasil usahanya sendiri. Ayah Imam Ghazali
bekerja sebagai pemintal dan pejual bulu domba. Dari kesalehan ayahnya inilah mampu
menghasilkan anak seperti Imam Ghazali yang dikenal sebagai seorang filsuf, teolog, ahli
hukum, dan Sufi. Imam Ghazali wafat pada pada hari Senin, 14 Jumada al-Akhir 505 H/1111 M
dalam usia 55 tahun.

Imam Ghazali belajar ilmu fiqih di sekolah Ahmad Al-Razkani di Thus. Karena Imam
Ghazali memiliki semangat belajar yang begitu tinggi, beliau melanjutkan belajarnya ke
Naysabur untuk menuntut ilmu lagi yang lebih luas. Di sanalah Imam Ghazali berguru ke Imam
Haramain dalam bidang ilmu mantiq dan ilmu kalam. Sepeninggal Imam Haramain, Imam
Ghazali pergi ke Nizham Al-Mulk. Disana beliau mendapat sambutan hangat dan posisi yang
sangat baik berkat derajat yang tinggi dan pemandangan yang luar biasa. Kongres Nizham al-
Mulk selalu penuh dengan ulama dan imam berpartisipasi.

Ketika Al-Ghazali menyampaikan pandangannya yang sesuai dengan tokoh-tokoh


tersebut, namanya menjadi terkenal dan ia menjadi seorang tokoh terkenal. Pemikiran yang tajam
dan cemerlang karena penguasaan ilmunya, Imam Al-Ghazali dipercaya untuk memimpin
Madrasah Nizamiyah di Bagdad hingga pertemuan taklim ini dihadiri oleh kurang dari tiga ratus
ulama bersorban yang ingin belajar dari Imam Al Ghazali. Dalam hal itu, ia diangkat sebagai
guru hukum Islam di Madrasah Nizamiyah.

6
Setelah karirnya sukses di Baghdad, beliau meninggalkan Baghdad menuju Damaskus
untuk mencari ilmu. Di kota inilah beliau menulis buku yang sangat popular yakni Ihya’
Ulumuddin.

B. TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MENURUT IMAM


GHAZALI

Menurut Imam al-Ghazali, belajar adalah proses mentransfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Dalam belajar, siswa membutuhkan guru untuk ilmunya.

Tentang belajar, al-Ghazali juga berpesan agar setiap orang menuntut ilmu.Kewajiban menuntut
dikutip dalam sabda Nabi yang berkaitan dengan tujuan belajar. Yang berbunyi "Carilah ilmu
bahkan di negeri Cina".

Dalam rangka belajar, Al-Ghazali menekankan bahwa upaya untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan bukan belajar dengan tujuan duniawi.

Karena menurutnya, hasil ilmu sebenarnya untuk mendekatkan diri kepada Allah

1. Tujuan Pendidikan

Tujuan Pendidikan menurut Imam Ghazali ada dua, diantaranya pertama, tercapainya
insan kamil (kesempurnaan insani) yang berfokus kepada taqarrub ilallah (pendekatan diri
kepada Allah). Kedua, tercapainya insan kamil (kesempurnaan insani) yang berfokus kepada
kebahagiaan dunia dan akhirat. Dari tujuan-tujuan tersebut dapat dilihat bahwa Imam Al-Ghazali
memosisikan dunia sebagai salah satu tujuan Pendidikan. Walaupun demikian, Imam Ghazali
menegaskan bahwa sarana untuk menuju kebahagiaan hidup di akhirat ialah dengan
memersiapkan diri dalam masalah-masalah duniawi.

2. Konsep Ilmu

Imam Ghazali berpendapat bahwa usaha orang dalam mencari ilmu yang akan
dipelajarinya merupakan proses belajar. Berkaitan dengan hal itu, menurutnya ilmu yang
dipelajari mampu dipandang melalui dua segi, yakni ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai objek.

7
a. Ilmu Sebagai Proses
Jika dilihat ilmu sebagai proses, Imam Ghazali membagi ilmu menjadi tiga. Pertama,
ilmu hissiah adalah ilmu yang didapat mellaui alat indra. Sebagai contoh, seseorang belajar
melalui penglihatan,pendengaran dan penciuma. Dari alat-alat indra itulah seseorang mempu
mengangkap ilmu yang diberikan oleh seorang guru. Kedua, ilmu aqliyah, yakni ilmu yang
didapat melalui akal. Ketiga, ilmu ladunni, yakni ilmu yang didapat langsung dari Allah tanpa
perantara. Artinya, tanpa adanya proses pengindraan ataupun berpikir, melainkan langsung
melalui hati dalam bentuk ilham.
b. Ilmu Sebagai Objek
Dalam segi ilmu sebagai objek, Imam Ghazali membagi ilmu menjadi tiga. Pertama, ilmu
yang tercela secara mutlak seperti ilmu perbintangan (nujum), ilmu ramalan, ilmu sihir. Ilmu-
ilmu tersebut tidak mengandung kemanfaatan yang baik di dunia maupun akhirat. Kedua, ilmu
pengetahuan yang terpuji, yakni ilmu yang mengajarkan tentang cara mendekatkan diri kepada
Allah, ilmu yang berkaitan dengan kebersihan diri dari cacat dan dosa dan ilmu yang mampu
menjadi bekal bagi menusia untuk mengetahui yang baik dan buruk. Ketiga, ilmu yang kadar
tertentu terpuji. Namun, bila mendalaminya menjadi tercela,contohnya ilmu ketuhanan, cabang
ilmu filsafat.

3. Jenis Ilmu

Metode yang digunakan dalam mengaji ilmu disesuaikan dengan ilmu sebagai objek
kajian. Maka dari itu, metode kajian harus sesuai dengan ilmu yang akan dikaji. Imam Ghazali
membagi ilmu menjadi dua jenis, yakni ilmu kasbi dan ilmu ladunni. Ilmu kasbi didapatkan
dengan cara berpikir sistematik dan metodik yang dilakukaan secara tetap melalui proses
penelitian, pengamatan, percobaan dan penemuan.
Sementara ilmu ladunni merupakan proses perolehan ilmu yang melalui proses tertentu
dan dilakukan oleh orang-orang tertentu. Agar dapat memeroleh ilmu tersebut, maka harus
melalui proses pensucian diri, seperti berdzikir, berpuasa, dll.

4. Metode Belajar

8
Menurut Imam Ghazali, metode belajar dibagi menjadi dua macam, diantaranya :
a. Ta’lim Insani
Ta’lin insani merupakan proses belajar dengan bimbingan manusia. Metode ini ialah cara
umum yang dilakukan orang. Metode ini di laksanakan melalui alat-alat indrawi. Proses ta’lim
ini dibagi menjadi dua, diantaranya :
 Proses eksternal melalui belajar
Menurut Imam Ghazali, dalam proses belajar mengajar ini terjadi aktifitas
eksplorasi pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Seorang guru
menyampaikan ilmu yang dimiliki kepada sang murid. Sehingga, sang murid mampu
menggali ilmu dari gurunya. Menuntut ilmu dengan menggunakan proses belajar
mengajar dianalogikan oleh Imam Ghazali sepertiseorang petani yang menanam benih di
tanah sampai ia menjadi pohon. Maksudnya, Imam Ghazali mengibaratkan kematangan
dan kesempurnaan jiwa sebagai hasil belajar seperti pohon yang telah berbuah.
 Proses internal melalui proses tafakkur
Tafakkur diartikan sebagai membaga realitas dalam berbagai dimensi wawasan
spiritual dan penugasan pengetahuan hikmah. Proses ini dapat dilakukan dengan keadaan
suci. Proses taffakur ini dilakukan dengan cara membersihkan hati dan mengosongkan
egoism dan ekkuatannya ke titik nol. Maka, seakan-akan ia berdiri di depan Tuhan.
b. Ta’lim rabani
Pendekatan ini adalah belajar dengan bimbingan Tuhan. Seseorang akan mendapat
bimbingan dari Allah apabila kondisi jiwanya dalam keadaan suci, jiwanya hanya ditujukan
kepada Allah. Selain itu, ia mengharapkan kemurahan dan kebesaran Allah. Maka dari itu,
Allah menjadikan hamba tersebut lauh (lembaran suci) dan Qalam. Kemudian, Allah
lukiskan di dalam lembaran tersebut seluruh ilmu-Nya.
Dengan demikian, ilmu ladunni merupakan ilmua yang diperoleh oleh orang-orang
tertentu tanpa adanya sarana atau medium antara jiwa dan Allah. Imam Ghazali amat
terpengaruh dengan ilmu tasawuf yang beliau geluti dan beliau anuti dalam pembagian dan
proses mendapatkan ilmu. Konsep ilmu ladunni ini terlihat seperti kurang rasional. Namun,
hal itu bukan berarti mustahil diperoleh oleh orang-orang tertentu yang dekat dengan Allah.

5. Konsep Pembelajaran

9
Mengenai pembelajaran Imam Ghazali memandang cara bagaimana seharusnya siswa
belajar, tugas dan adab guru. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, sebagai berikut :

a. Menciptakan rasa aman, kasi sayang, dan lingkungan yang kondusif sehingga
memungkinkan siswa belajar belajar dengan nyaman
b. Pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi dan tingkat pemahaman siswa
c. Guru harus mengedepankan keteladanan, karena seorang siswa belajar bukan semata-
mata mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh guru, tetapi siswa juga
memperhatikan penampilan, sikap dan segala tingkah laku guru yang tampak
d. Guru sebaiknya mengunakan metode praktek (demonstrasi)
e. Guru dianjurkan membimbing dan menasihati siswa dan melarang mereka dari akhlak
tercela
f. Guru sebaiknya mengajarkan satu disiplin ilmu secara mendalam kemudian melakukan
tafakkur, nampaknya al-Gazali lebih mementingkan kualiatas ilmu yang diperoleh oleh
siswa, bukan dari segi kwantitanya

C. BIOGRAFI IMAM AZ-ZARNUJI

Imam Az-Zarnuji memiliki nama asli Syekh Tajuddin Nu’man bin Ibrahim bin Khalil
Zarnuji. Tanggal dan tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti. Namun dari beberapa
sumber mengatakan al -Zarnudji wafat pada tahun 591 H \ 1195 M.. Imam Zarnuji
merupakanseorang penulis dari Bukhara dan merupakan salah satu ulama yang hidup pada abad
ke-7 H atau sekitar abad ke-13 sampai 14 M.

Pada tahun 593 H beliau dikenal dengan karyanya yakni kitab Taklîm al-Muta’allim.
Kitab ini disyarah oleh Allamah al-Jalil al-Shaykh bin Ismail, dengan judul Taklîm al-Mut'allîm
Tharîqah al-Ta'allum. Buku ini sangat populer di dunia Indonesia, khususnya di Pesantren
Salafiah, karena buku ini digunakan sebagai referensi utamabagi para santri selama masa studi.
Menurut Mahmud Yunus kitab tersebut memuat kesimpulan pendapat dan dikuatkan secara
khusus pendapat al-Gazali.22 Al-Zarnuji tinggal di Zanuj, Zarnuj adalah nama sebuah negara

10
yangterletakdi wilayah Sungai Tigris, TurkestanTimor. Ia diperkirakan hidup pada pada akhir
periode Abbasiyah.Mungkin juga dia tinggal di Irak-Iran seperti yang dia tahu puisi Persia di
samping banyak contoh peristiwa dari periode Abbasiyah yang dia miliki dalam bukunya.

D. TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MENURUT IMAM


ZARNUJI
Konsep pendidikan al-Zarnuji tertuang dalam Ta’lîm al-Muta’allîm-nya. Kitab tersebut
telah diakui sebagai sebuah karya yang monumental, telah digunakan sebagai referensi dan
bahan penelitian penulisan karya ilmiah, khususnya di bidang pendidikan. Kitab ini tidak hanya
digunakan oleh ilmuan muslim saja, tapi juga oleh para para orientalis dan penulis barat.Dalam
buku ini, al-Zarnuji menawarkan beberapa konsep pendidikan Islam, konsep pendidikan meliputi
pemahaman ilmu dan keutamaannya, niat belajar, pilihan guru, pengetahuan, teman dan
keberanian dalam belajar, pengetahuan dan ulama, ketekunan, kontinuitas cita-cita cita-cita
luhur, awal dan intensitas dari belajar dari disiplin, keyakinan dalam Allah SWT, masa belajar,
kasih sayang dan nasehat, mengambil pelajaran, wara, selama masa belajar, yang menghafal dan
yang melupakan, serta nafkah dan umur itu.

1. Tujuan Pendidikan

Menurut Imam Zarnuji, tujuan pendidikan ada dua, pertama, tujuan akhirat, seseorang
yang mencari ilmu harus bertujuan untuk mengharap keridhaan Allah, mencari di akhirat,
menghilangkan kebodohan pada waktu bagi diri sendiri untuk orang lain, menghidupkan kembali
agama dan memelihara Islam. Kedua, tujuan dunia, seseorang dapat memperoleh ilmu untuk
tujuan memperoleh kedudukan, jika digunakan untuk amar makruf nahi munkar, untuk
melaksanakan kebenaran dan menegakkan agama 'Allah. Bukan untuk mencari keuntungannya
sendiri, dan bukan untuk nafsunya. Dengan demikian, niat untuk mencari ilmu tidak boleh
dikacaukan, misalnya belajar dimaksudkan untuk mencari atau memperoleh kesenangan duniawi
atau jabatan kehormatan tertentu.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan, baik cita-cita dan praktik,
termasuk cita-cita Islam, yaitu pertama, dimensi yang mengandung nilai-nilai untuk
meningkatkan kesejahteraan di dunia. Kedua, dimensi yang mengandung nilai-nilai spiritual di

11
luarnya. Dimensi ini menuntut agar siswa tidak melalui mata rantai materi kehidupan di tetapi
ada tujuan yang jauh lebih tinggi, kehidupan di akhirat. Ketiga, dimensi yang mengandung nilai-
nilai yang dapat kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

2. Pembagian Ilmu

Al-Zarnuji membagi ilmu menjadi empat kategori. Pertama, ilmu fardhu ain , yaitu ilmu
yang harus dipelajari oleh setiap muslim secara individu. Menurut Imam Zarnuji, ilmu pertama
yang harus dipelajari adalah ilmu tauhid.29 Setelah ini kalian akan mempelajari yang lain seperti
fiqh, shalat, zakat, ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan cara beribadah kepada Allah.
Kedua, ilmu fardu kifayah, yang hanya diperlukan dalam keadaan tertentu, seperti shalat jenazah.
Ketiga, ilmu yang haram, yaitu ilmu yang dilarang untuk dipelajari seperti ilmu perbintangan.
Keempat, ilmu jawaz, untuk mengetahui ilmu hukum mempelajarinya diperbolehkan karena
untuk manusia, contohnya ilmu kedokteran

3. Metode

Pembelajaran Dalam bukunya Ta’lîm al-Muta'allim, al-Zarnuji menjelaskan bahwa


metode pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu pertama, metode etis
meliputi niat belajar. Kedua, metode yang merupakan strategi teknis meliputi memilih pelajaran,
memilih guru, memilih teman, dan mengambil tindakan dalam pembelajaran. hal-hal yang telah
disebutkan di atas tertuang dalam kitab beliau yang akan diuraikan sebagai berikut :

a. Cara memilih pelajaran, bagi orang yang mencari ilmu, hendaknya


mengutamakan studi ilmu yang diperlukan dalam hal-hal seperti ilmu tauhid.

b. Cara memilih guru, lebih baik memilih seorang guru yang lebih saleh dan berbudi
luhur yang lebih tua dari muridnya.

c. Cara memilih teman, mencari teman pekerja keras, berbudi luhur dan berkarakter,
pelajaran mudah dipahami, tidak malas, tidak banyak.

d. Langkah-langkah dalam dalam belajar

4. Pola Hubungan Murid dan Guru

12
Menurut al-Zarnuji dalam bukunya Taklîm al-Muta’allim, ada beberapa hal yang menjadi
acuan model siswa-guru, yakni

a) Siswa tidak akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat tanpa dan pengagungan ilmu dan
guru. Kedudukan guru sangat terhormat walaupun hanya kepada siswa dengan satu huruf,
sehingga siswa menghormati guru di baik dalam lingkungan formal non formal.

 Kontekstualisasi hubungan guru-murid, menurut al-Zarnuji, menunjukkan penempatan guru


pada posisi terhormat sesuai dengan sosok guru yang ideal. Dengan kata lain, seorang guru
yang memenuhi kriteria dan kualifikasi pribadi seorang guru yang memiliki kecerdasan
spiritual tingkat kesucian yang tinggi, di samping kecerdasan dalam bahasa al-Zarnuji, guru
yang ideal adalah guru yang sholeh,' dan guru yang shaleh sebagai aktualisasi ilmunya dan
tanggung jawabnya terhadap amanah yang diemban untuk mencapai keridhaan Allah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa al-Zarnuji berupaya untuk membawa
lingkungan belajar ke tingkat ketekunan dan otoritas guru dalam mengajar. Sedangkan siswa
sebagai individu yang belajar, bersungguh-sungguh dalam belajar untuk mencapai apa yang
diajarkan oleh guru dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah. Model hubungan guru-murid
merupakan model timbal balik yang menempatkan guru dan siswa sesuai proporsinya terhadap
pencapaian pendidikan yang optimal , yaitu terciptanya kepribadian yang mulia.

E. PERBANDINGAN TEORI BELAJAR IMAM GHAZALI DAN IMAM


ZARNUJI

Pendidikan di mata Islam menempati tempat yang sangat istimewa kata pendidikan dan
pembelajaran adalah dua kata yang saling bergantung, tidak ada pendidikan tanpa belajar, begitu
pula sebaliknya. Hampir setiap manusia tidak pernah lepas dari aktivitas .
Kegiatan belajar-mengajar adalah tema sentral pelaksanaan pendidikan, karena kegiatan tersebut
adalah kegiatan nyata di mana terjadi interaksi pendidik dan siswa.

Islam yang memberikan perhatian yang serius terhadap kajian kegiatan belajar mengajar
antara lain adalah Imam al-Ghazali dan Imam yang ulama pendidikan Islam yang akan

13
mengembangkan pemikiran pendidikan Islam pada masanya. Berdasarkan pembahasan
sebelumnya, terungkap bahwa tujuan pembelajaran dan pembelajaran Imam al-Ghazali dan al-
Zarnuji adalah proses pemahaman jiwa makna sesuatu seperti upaya untuk membentuk akhlaq
karimah untuk mendekatkan diri kepada Allah untuk mendapatkan keselamatan di dunia ini dan
di akhirat. Meski sama-sama mengusung akhlak sebagai dasar pendidikan, namun konsep
pembelajaran Imam al-Ghazali lebih kepada guru sebagai pengajar. Artinya seorang guru harus
memiliki akhlak yang baik dalam mengajar. Ini tidak berarti bahwa al-Gazali tidak peduli dengan
akhlak peserta didik.

Sedangkan konsep belajar dan belajar menurut al-Zarnuji lebih menekankan pada
tuntutan moral, baik bagi guru maupun bagi siswa. Dengan kata lain, interaksi guru dan siswa
dalam proses pembelajaran harus menghormati etika dan moral tanpa harus memadamkan
kreativitas dan dinamika pembelajaran. Kedua tokoh tersebut telah mendirikan pendidikan
berbasis akhlak yang berlandaskan Al-Qur'an dan Al-Hadits.

14
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Konsep pendidikan menurut Imam al-Ghazali dan al-Zarnuji adalah proses jiwa untuk
memahami makna sesuatu sebagai upaya membentuk akhlak dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah dalam rangka untuk mencapai keselamatan di dunia di akhirat, sesudahnya.

Konsep pembelajaran al-Ghazali dan al-Zarnuji menekankan syarat moral sebagai


landasan utama, tetapi al-Ghazali lebih kepada guru.Sementara itu, konsep pendidikan al-Zarnuji
menekankan pada persyaratan moral, baik bagi guru maupun siswa.

Dengan kata lain, interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran harus
menghormati etika yang lain tanpa harus memadamkan kreativitas dan dinamika
pembelajaran.Kedua tokoh tersebut, baik al-Gazali maupun al-Zarnuji, menjadikan moralitas
sebagai dasar refleksi mereka dalam konstruksi pemikiran pendidikan.

Menurut kami, pemikiran pendidikan Islam tentang akhlak seperti itu sangat relevan di
era globalisasi, mengingat bahwa Islam dewasa ini dihadapkan pada permasalahan yang lebih
kompleks . Dengan demikian, pendidikan yang berlandaskan moralitas harus menjadi satu bagi
guru dan siswa.

15
DAFTAR PUSTAKA

16

Anda mungkin juga menyukai