Anda di halaman 1dari 6

Mata Kuliah: Gender dalam Hukum

Dosen: Dr. I Ketut Sudantra,SH.MH.

TUGAS 4
DISCUSION TASK

Dalam perkuliahan terdahulu sudah dibahas mengenai konsep dan bentuk-bentuk


ketidakadilan gender. Salah satu bentuk ketidakadilan gender tersebut adalah
diskriminasi terhadap perempuan, di samping bentuk-bentuk lain seperti: marginalisasi
gender, subordinasi gender, stereotipe gender, kekerasan berbasis gender, dan beban
kerja berlebih (double borden). Berkaitan dengan diskriminasi terhadap perempuan,
Indonesia telah meratifikasi Convention the Elimination off all Forms of Discrimination
Againt Women (CEDAW), melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984. Tiga prinsip
yang dianut dalam CEDAW adalah: (1) prinsip persamaan menuju persamaan
substantif; (2) prinsip non-diskriminasi bantara laki-laki dan perempuan; dan
(3) prinsip kewajiban negara. Di Indonesia, prinsip persamaan menuju persamaan
substantif diterjemahkan dengan konsep „kesetaraan dan keadilan gender“ yang
lazim disingkat KKG.

Diskusikanlah:
1. Baca CEDAW kemudian jelaskan apa maksud dari prinsip:
a. Prinsip persamaan menuju persamaan substantif;
b. Prinsip non-diskriminasi; dan
c. Prinsip kewajiban negara.
(Tunjukkan pasal-pasal dalam CEDAW yang mengatur prinsip-prinsip di atas)
2. Apakah konsep KKG sama dengan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan?
3. Apa hambatan-hambatan untuk mewujudkan KKG dalam masyarakat Indonesia?
4. Apa strategi yang telah dilakukan oleh Pemerintah untuk mewujudkan KKG dalam
kehidupan keluarga, masyarakat dan bernegara?

Catatan:
Tunjukkan referensi (sumber belajar) yang Saudara gunakan sebagai acuan dalam setiap
mengerjakan tugas. Kami tidak mentolerir tindakan plagiarisme. Apabila kami temukan
bukti adanya tindakan plagiarisme dalam tugas/tanggapan mahasiswa, maka mahasiswa
tersebut mendapat nilai : NIHIL pada sesi tersebut.

SELAMAT BERDISKUSI DAN SEMOGA SUKSES


Nama : I Gusti Ayu Agung Anindita Pramesti
Nim : 2004551495
Kelas :Z
Mata Kuliah : Gender Dalam Hukum

TUGAS 4
DISCUSION TASK

1. Prinsip CEDAW :
a. Prinsip persamaan menuju persamaan substantif adalah melalui pendekatan
koreksi (corrective approach) yaitu mengakui perbedaan antara laki – laki dan
perempuan. Pasal 5 CEDAW mengatur bahwa Negara – Negara peserta wajib
membuat peraturan yang tepat untuk merubah pola tingkah laku sosial dan
budaya laki – laki dan perempuan dengan maksud untuk mencapai penghapusan
prasangka, kebiasaan dan segala praktek lainnya yang didasarkan pada
inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin, atau peranan sterotip laki
– laki dan perempuan, dan juga menjamin bahwa pendidikan keluarga meliputi
pengertian yang tepat mengenai kehamilan sebagai fungsi sosial dan pengakuan
tanggung jawab bersama laki – laki dan perempuan dalam membesarkan anak –
anak adalah pertimbangan utama dalam segala hal.
Persamaan substantif tidak hanya peduli pada kesempatan yang sama bagi
perempuan dan laki – laki tetapi terutama pada persamaan dalam menikmati
manfaat atau hasil – hasilnya. Dalam Pasal 2 (a) CEDAW peraturan perundang
– undangan atau cara lain, pelaksanaan dan prinsip persamaan antara laki – laki
dan perempuan. CEDAW juga menekankan pada akses dan penikmatan manfaat
yang sama melalui penciptaan lingkungan yang kondusif (dengan menyediakan
sarana dan prasarana.) atau melalui affirmative action atau aksi dukungan (Pasal
3 dan Pasal 4 CEDAW). Hak yang sama antara laki – laki dan perempuang
sebagai “legal standard”, seperti hak yang sama dalam keluarga, kerja,
pengupahan, kewarisan, akses pada pemilihan dan kontrol atas usmber daya
ekonomi sepereti tanah, kewarganegaraan, partisipasi dan perwalian dalam
pengambilan keputusan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil dan
sebagainya.
b. Prinsip non diskriminasi, yang tidak dianggap sebagai diskriminasi adalah
affirmmative action (Pasal 4 CEDAW) merupakan langkah – langkah khusus
sementara yang dilakukan untuk mencapai persamaan kesempatan dan
perlakuan antara perempuan dan laki – laki; dan perlindungan kehamilan
sebagai fungsi sosial (Pasal 5 (2) CEDAW). Sebaliknya, tindakan proaktif
seperti melarang perempuan melakukan suatu jenis pekerjaan dapat dianggap
sebagai diskriminasi karena dalam jangka panjang dapat bertentangan dengan
kepentingan perempuan. Oleh karena itu bentuk diskriminasi terhadap
perempuan harus dihapuskan untuk mencapai persamaan antara laki – laki dan
perempuan.
c. Prinsip kewajiban negara, merupakan menjamin hak – hak perempuan melalui
hukum dan kebijaksanaan serta menjamin hasilnya (obligation of result);
menjamin pelaksanaan praktis dari hak – hak itu melalui langkah – langkah atau
aturan khusus menciptakan kondisi yang kondusif untuk meningkatkan
kemampuan akses perempuan pada peluang dan kesempatan yang ada; negara
tidak saja menjamin tetapi juga merealisasikan hak – hak perempuan; tidak saja
menjamin secara de jure tetapi juga de facto; negara tidak saja harus
mengaturnya di sektor publik tetapi juga terhadap tindakan dari orang – orang
dan lembaga di sektor privat (keluarga) dan swasta.
1. Menurut Pasal 2 CEDAW, Negara wajib :
a. Mengutuk diskriminasi, melarang segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan melalui peraturan perundang – undangan dan kebijaksanaan serta
realisasinya.
b. Menegakkan perlindungan hukum terhadap perempuan melalui pengadilan
nasional yang kompeten dan badan – badan pemerintah lainnya, serta
perlindungan perempuan yang efektif terhadap setiap tindakan diskriminasi
c. Mencabut semua aturan dan kebijaksanaan, kebiasaan dan praktek yang
diskriminatif terhadap perempuan.
d. Mencabut semua ketentuan pidana nasional yang diskrimintaif terhadap
perempuan
2. Pasal 3 CEDAW menetapkan kewajiban negara untuk melakukan langkah –
langkah proaktif di semua bidang, khususnya di bidang politik, sosial,
ekonomi dan budaya serta menciptakan lingkungan dan kondisi yang
menjamin pengembangan dan kemajuan perempuan
3. Pasal 4 CEDAW mewajibkan negara untuk melakukan langkah khusus
affirmative actions untuk mempercepat persamaan de facto serta mencapai
persamaan perlakuan dan kesempatan bagi laki – laki dan perempuan.
2. Konsep KKG sama dengan konsep persamaan hak antara laki – laki di Indonesia
karena kesamaan kondisi bagi laki – laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak – haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan berpolitik, hukum, ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender meliputi penghapusan
diskriminasi dan ketidakadilan struktual, baik terhadap laki – laki maupun
perempuan. Keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki – laki.
Jadi konsepnya yaitu tidak adannya pembedaan memperoleh hak laki – laki dan
perempuan.

3. Hambatan – hambatan untuk mewujudkan KKG dalam masyarakat Indonesia


yaiyu terdapat hambatan sosial budaya yaitu :
 Status sosial : status gender perempuan terutama yang berkaitan dengan proses
pendidikan, kesehatan, dan posisi dalam proses penngambilan keputusan
umumnya memberikan dampak tertentu terhadap produktivitas mereka.
Pencapaian antara pendidikan laki – laki dan perempuan disertai kenyataan
bahwa perempuan secara umum kurang memperoleh akses yang sama terhadap
sumber daya pendidikan dan pelatihan telah menciptakan konsekuensi kritis
terhadap perempuan dalam peran produktif dan reproduktif mereka.
 Hambatan memperoleh pekerjaan : pekerjaan perempuan gender sering dinilai
rendah, bersifat marginal, dan mudah disingkirkan. Selain itu gender
perempuan menghadapi hambatan mobilitas relatif yaitu seringkali enggan
bekerja jauh scera fisik karena selalu berada dekat dengan anak – anaknya.
 Status pekerjaan : sering terjadi pembedaan posisi untuk gender yang berbeda.
Perempuan juga sering memperoleh posisi yang lebih rendah dari laki – laki.
Sering terjadi imalan yang berbeda untuk jenis pekerjaan yang sama.
 Beban ganda : kaum permpuan memiliki peran ganda yang jauh banyak
dibandingkan laki – laki. Masalah mempersatukan keluarga dengan pekerjaan
bagi perempuan jauh lebih rumit dibandingkan dengan laki – laki karena
perempuan dianggap selalu dekat dengan anak – anaknya sekaligus
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Akibatnya perempuan pekerja
mempunyai tuntutan peran simultan dari pekerjaan dan keluarga. Sementara
laki – laki hanya mempunyai tutntutan peran sekuental.
4. Munculnya kesenjangan gender antara laki – laki dan perempuan maka dipandang
perlu ditempuh suatu strategi guna mengurangi atau bahkan menghapus
kesenjangan tersebut sehingga tercapainya kondisi yang adil dan setara gender
(KKG). Pemerintah dalam mempercepat tercapainya kesetaraan dan keadilan
gender (KKG) adalah dengan membentuk suatu kebijakan yang disebut Strategi
Pengarasutamaan Gender (PUG) dimana merupakan suatu strategi untuk mencapai
keadilan dan kesetaraan gender (KKG) melalui kebijakan dan program yang
memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan
laki – laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari
seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
REFRENSI :
1. Ni Made Wiasti, Mencermati Permasalahan Gender dan Pengarusutamaan Gender
(PUG), Sunari Penjor, Vol 1. No. 1 (September 2017), Prodi Antropologi Fakultas Ilmu
Budaya Unud.
2. Endang Lestari Astuti, Hambatan Sosial Budaya dalam Pengarusutamaan Gender di
Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jl. A. Yani
No. 70 Bogor 16161.
3. Elfia Farida Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponogoro, Implementasi Prinsip
Pokok Convention On The Elimination of All Forms, Discrimination Againts Women
(CEDAW) di Indonesia, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai