net/publication/344373374
CITATIONS READS
0 296
1 author:
Wahyu Gunawan
Universitas Padjadjaran
33 PUBLICATIONS 22 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Wahyu Gunawan on 25 September 2020.
Editor:
Wahyu Gunawan
iii
Copyright @2017, Wahyu Gunawan (ed)
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Cetakan I, 2018
Diterbitkan oleh Unpad Press
Gedung Rektorat Unpad Jatinangor, Lantai IV
Jl. Ir. Soekarno KM 21 Bandung 45363
Telp. (022) 84288867/ 84288812 Fax : (022) 84288896
e-mail : press@unpad.ac.id /press@unpad.ac.id
http://press.unpad.ac.id
Anggota IKAPI dan APPTI
Katalog
xvi, h.; 25 cm
ISBN 978-602-439-304-5
iv
PRAKATA
Buku ini di siapkan sudah cukup lama, dimulai tahun 2011, ketika
beberapa dosen Sosiologi Unpad bertemu di Ruang Program studi
Sosiologi untuk membuat sebuah desa binaan atas permintaan Dekan
Fisip Unpad (Ari Bainus). Adalah Wahyu Gunawan, seorang dosen
sosiologi yang mempunyai keminatan pada pemberdayaan masyarakat,
yang pertama kali menyampaikan gagasan untuk membuat desa binaan
di Pasir Ipis lembang sebuah tempat yang sulit di jangkau kendaraan
meski hanya 2 Km dari Pusat Kecamatan Lembang, yang menjadi
destinasi utama di Bandung Utara. Gagasan timbul karena permintaan
Asep Sukarna dan Iwan dari Pemuda Lembang dengan di fasilitasi Alumi
Unpad Rony dengan dukungan dari para pemuda Karang Taruna Pasir
Ipis lembang, Dede dkk untuk mengembangkan wilayah Pasir Ipis
Lembang.Selain itu juga dalam awal pembicaraan desa wisata tersebut
harus dibuat menjadi sebuah buku untuk paripurnanya dosen sosiologi
tahun 2017 yaitu R.A Tachja Muhamad, dengan demikian buku ini tidak
di rancang sesaat tetapi sudah di siapkan 6 tahun yang lalu, dan kami
dedikasikan untuk R.A Tachja yang sudah berkiprah membantu
berdirinya sosiologi Unpad ini sejak awal perintisan tahun 2010, semoga
menjadi buku ini menjadi kenangan bersama atas semua karya, cipta dan
karsanya..
Rangkaian perancangan buku ini dilakukan mulai tahun 2011
ketika sekelompok dosen, R.A Tachja, Wahyu Gunawan, Budi Sutrisno,
Ari Ganjar di bantu oleh tenaga kependidikan Aang, Agus Subagja,
Dedeng Rahardja dan Hafidz mulai melakukan kunjungan observasi ke
daerah lokasi yang di rancang. Hasil Observasi kemudian di lanjutkan
dengan persiapan persiapan- penulisan dengan menyiapkan mahasiswa
sosiologi 2012 untuk membuat tulisan tentang Pasir Ipis, Alhamdulilah :
Fardina Himma, Megia Ginanjar, Rasdica Denara, Noviyanti Arlina
Sa’adiah menyumbangkan hasil tulisan mereka. Sebetulnya banyak tulisan
tentang pasir ipis yang sudah di hasilkan seperti tulisan bersama dengan
Ari Ganjar, sayang karena sudah terpublikasi tidak bisa kami muat dalam
buku ini.
v
Buku ini di bagi dalam empat bagian, bagian pertama adalah
konsep dan teori dalam tahapan pembangunan masyarakat dan
implementasinya. Tulisan menarik dengan gagasan baru dari Wahyu
Gunawan mengenai tahapan pembangunan masyarakat hasil dari temuan
lapangan selama 5 tahun sebagai pemberdaya masyarakat di Pasir Ipis
Lembang. Kemudian secara berurutan Fardina Himma, Megia Ginanjar,
Rasdica Denara, Noviyanti Arlina Sa’adiah menjelaskan kajian mereka
secara implementatif tentang pemetaan sosial, perencanaan sosial,
pembangunan sosial dan pengendalian sosial menjadi pembuka tulisan
buku ini dengan sangat jelas, runtut dan tuntas. Salah satu tulisan yang
bersinergi dengan Megia Ginanjar adalah karya Bintarsih Sekarningrum
dan Desi Yunita yang melengkapi dengan kajian teoritis perencanaan
partisipatif.
Bagian kedua adalah kajian mendalam mengenai pembangunan
masyarakat berbasis wisata, yang di mulai dari tulisan R.A Tachja
Muhamad dan Budi Sutrisno yang mengajukan tahapan pembangunan
berbasis aset, diikuti Desi Yunita yang mengajukan gagasan Desa Wisata
Berbasis Common Property di Kampung Pasir Ipis Desa Jayagiri Kecamatan
Lembang sebagai manajemen konflik antara pengembang wisata yang
berbasis pemberdayaan masyarakat dengan fihak Perhutani yang
mempunyai wilayah hutan.
Bagian ketiga dari buku ini adalah tulisan karena permintaan para
reviewer untuk menjawab implementasi pembangunan masyarakat
berbasis desa wisata di kaitkan dengan kemiskinan dan budaya lokal di
pasir ipis, Asep Sukarna salah satu agen pembangunan di Pasir Ipis yang
selama ini mendampingi para penulis di lapangan menyumbangkan
tulisan terkait Desa Wisata Sebagai Sebuah Solusi Pengentasan
Kemiskinan, diikuti tulisan Budi Sutrisno terkait Desa Wisata Berbasis
Budaya Lokal, sehingga semakin lengkaplah buku ini di rancang oleh tim
penulis dan di sempurnakan oleh para reviewer Unpad.
Bagian terakhir adalah unsur masukan diluar kondisi kajian pasir
ipis , terkait dengan kebijakan kehutanan di Indonesia berupa analisis
kinerja pembangunan dari Muhamad Fadhil Nurdin dan Agung Mahesa
Himawan Dorodjatoen sebagai penambah wawasan untuk para pembaca
yang budiman mengenai optimalisasi manajemen Lingkungan Hidup.
Tulisan pertama dari buku ini adalah mengenai pemikiran orisinil
dari hasil pengalaman lapangan tentang tahapan Pembangunan
masyarakat oleh Wahyu Gunawan, yang menjelaskan 6 tahapan dalam
vi
pembangunan masyarakat yang dilakukan : 1) Identifikasi masalah dan
potensi masyarakat melalui pemetaan sosial, sehingga dapat di lanjutkan
ke, 2)Perencanaan sosial, yang terdiri dari rencana untuk melakukan
kegiatan oleh, dari dan untuk masyarakat, dalam bentuk implementasi
perencanaan dalam pembangunan, 3)Pembangunan masyarakat yang
terdiri dari aspek sektoral pembangunan seperti sosek, sosial budaya,
pendidikan dan kesehatan atau khusus pembangunan masyrakat yang
terkait struktur, proses, hubungan, interaksi dan kelembagaan yang ada
di masyarakat. 4) Rekayasa sosial adalah suatu proses penciptaan ide ide
kreatif yang dilakukan untuk terselenggaranya pembangunan masyarakat
melalui rekayasa-rekayasa tertentu yang di ciptakan secara inovatif dan
kreatif. 5) Pengendalian sosial, berupa pengawasan atau kontrol sosial
yang dilakukan oleh masyarakat dalam melihat dan menilai proses sebuah
pembangunan yang di lakukan masyarakat. 6) Tertib sosial artinya dari
proses tersebut tercapainya ketertiban masyarakat.
Tulisan yang kedua adalah Pemetaan Sosial Dalam Pengembangan
Kampung Wisata Pasir Ipis, Desa Jayagiri dari Fardina Himma, yang
menyajikan pemetaan sebagai bagian dari teknik PRA atau Participatory
Rural Appraisal. PRA digunakan karena masyarakat lokal merupakan
informan yang mengetahui dengan baik kondisi daerah sekitarnya, hal ini
sejalan dengan konsep CBT atau Community Based Tourism yang
merupakan model pembangunan yang memberikan peluang yang
sebesar-besarnya kepada masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan pariwisata. Penyusunan peta sosial sendiri didasarkan pada
asumsi bahwa kondisi geografis mempengaruhi kondisi sosial budaya
suatu masyarakat. Kondisi sosial budaya sendiri diteliti dalam rangka
mengungkap potensi sosial-budaya, hubungan sosial-budaya, hubungan
kelembagaan termasuk potensi terjadinya konflik, sedangkan kondisi
umum dalam pemetaan dibuat untuk mengetahui kondisi umum yang
mencakup kondisi geografis (fisik dan lingkungan) suatu wilayah, sumber
daya, serta sarana dan prasarana yang ada.
Dengan kata lain untuk mengembangkan Kampung Pasir Ipis
menjadi kawasan destinasi wisata yang menarik Pasir Ipis perlu
memenuhi ketiga syarat tersebut. Untuk sekarang Pasir Ipis telah
memenuhi dua syarat yaitu “something to see” seperti pemandangan dan
benteng peninggalan Belanda serta “something to do” yaitu kegiatan
pemenuhan hobi seperti berkemah, berkebun, maupun hiking yang
vii
dilakukan dalam rangka rekreasi. Sedangkan “something to buy” belum
tersedia di lingkungan Kampung Wisata Pasir Ipis.
Dalam tulisan ke tiga, Bintarsih dan Desi Yunita menjelaskan
secara kajian teoritis Perencanaan Partisipatif Dalam Pengembangan
Desa Wisata dari Timothy (1999) bahwa perencanaan pariwisata
dipandang sebagai satu cara untuk memaksimalkan manfaat pariwisata
pada satu wilayah dan mengurangi permasalahan yang mungkin terjadi
sebagai hasil dari pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pariwisata
terdiri dari dua perspektif, yaitu partisipasi lokal dalam proses
pengambilan keputusan dan partisipasi lokal berkaitan dengan
keuntungan yang diterima masyarakat dari pembangunan pariwisata.
Model tersebut menunjukkan ada 3 hal pokok dalam perencanaan
pariwisata secara partisipatif, yaitu upaya untuk mengikutsertakan
anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan, adanya partisipasi
lokal untuk menerima manfaat dari kegiatan pariwisata dan pendidikan
kepariwisataan bagi masyarakat lokal.
Perencanaan partisipatif menjadi faktor yang penting untuk
menggerakkan semua masyarakat desa agar memiliki pemahaman dan
kesadaran yang sama, sehingga tercapainya tujuan pembentukan desa
wisata sejalan dengan apa yang menjadi harapan bahwa kesejahteraan
masyarakat desa dapat ditingkatkan melalui pengembangan pariwisata
desa. Perencanaan partisipatif juga menjadi penting untuk dilakukan
dalam rangka memetakan potensi, memberdayakan potensi, penguatan
kelembagaan, peningkatan pemahaman, peningkatan peran serta,
peningkatan kapasitas, dan peningkatan kualitas, baik pariwisata maupun
masyarakat.
Tulisan yang empat adalah Evaluasi Perencanaan Sosial Dalam
Program Pengembangan Masyarakat Di Kampung Wisata Pasir Ipis dari
Megia Ginanjar yanng menerangkan dengan gamblang pembangunan
kampung Wisata Pasir Ipis pada mulanya berdasarkan keinginan dari
sebagian masyarakat Pasir Ipis. Masyarakat tersebut mengajak beberapa
pihak lain yang terkait di dalam pembangunan Kampung Wisata Pasir
Ipis. Salah satu pihak lain yang membantu pembangunan Kampung Pasir
Ipis menuju Kampung Wisata adalah Unpad Fakultas FISIP Jurusan
Sosiologi sebagai salah satu stakeholder yang berperan penting di dalam
pembangunan Kampung Wisata Pasir Ipis. Pihak Unpad melihat bahwa
di dalam mengembagakan potensi kepariwisataan perlu diimbangi
dengan pengembangan masyarakat setempat agar mereka tidak hanya
viii
menjadi penonton dari perubahan yang terjadi, tapi justru menjadi subjek
yang mampu menentukan arah pengembangan potensi desanya bagi
peningkatan kesejahteraan diri dan warga di lokasi desa wisata tersebut.
Melihat pentingnya pengembangan masyarakat tersebut di dalam
pembangunan Pasir Ipis menjadi kampung wisata, Unpad membuat
program yang mengintegrasikan antara model pemberdayaan masyarakat
(community development) dan pendidikan politik berbasis kesadaran
kewarganegaraan (citizenship).
Bentuk kegiatan yang dilakukan Unpad di dalam program
pengembangan ini dibagi menjadi 5 bentuk, yaitu:
(1) Pemetaan kondisi existing.
(2) Perencanaan dan perancanangan dengan teknik partisipatif
masyarakat.
(3) Tahapan konstruksi dengan teknik partisipatif.
(4) Pengembangan program meliputi pembangunan sarana prasarana
fisik berupa tempat wisata terpadu, pemberdayaan masyarakat,
dam pendampingan masyarakat dalam perumusan regulasi
program.
(5) Inkubasi program dan pengembangan program
xii
Terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat komunitas
dalam melakukan pola pengendalian sosial. Faktor yang menghambat
terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
penghambat internal yang berasal dari dalam seperti, kurangnya,
kurangnya pemahaman masyarakat yang tergabung dalam komunitas
pengembang kampung wisata Pasir Ipis mengenai pola pengendalian
sosial. Karena, pola pengendalian sosial pada awal pembangunan tidak
direncanakan dengan baik, yang pada akhirnya menyebabkan pola
sosialisasi, edukasi, persuasi dan juga korelasi, sehingga pelaksanaan tidak
berjalan sebagaimana mestinya serta mentalitas masyarakat kampung
Pasir Ipis yang masih instan membuat faktor penghambat dalam
pengembangan kampung wisata Pasir Ipis. Sedangkan faktor
penghambat eksternal yaitu seperti kurangnya pendanaan dalam
pembangunan, kurangnya partisipasi pemerintah daerah dalam
pembangunan kampung wisata Pasir Ipis serta kurangnya dukungan dari
masyarakat kampung Pasir Ipis sendiri dalam pembangunan kampung
wisata sehingga sulit untuk komunitas pengembang untuk mencapai
suatu keteraturan sosial dalam pembangunan kampung wisata Pasir Ipis.
Bagian kedua dari tulisan ini dimulai dengan tulisan, Jayagiri:
Destinasi Wisata Baru oleh R.A Tachja Muhamad dan Budi Sutrisno
memaparkan dengan rinci Desa Jayagiri khususnya Kampung Pasir Ipis
memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi Desa
Wisata karena letaknya berada di daerah Lembang yang merupakan salah
satu daerah tujuan wisata yang ada di wilayah Bandung, Jawa Barat.
Tetapi sayangnya potensi wisata yang ada di wilayah ini masih terpendam
dan harus ada upaya untuk pengembangannya. Artinya, dari sisi sejarah
pembentukan, Desa Jayagiri masih menjadi calon desa wisata.
Jayagiri masih harus terus membentuk citra sebagai destinasi
wisata yang layak untuk dikunjungi oleh para wisatawan. Saat ini, Jayagiri
lebih dikenal dengan jalur (track) nya bagi para wisatawan yang akan
menuju dan kembali dari daerah tujuan wisata Gunung Tangkuban
Parahu dan Ciater. Dengan kondisi geografis yang mendukung serta
menjadi jalur bagi para wisatawan yang akan menuju DTW utama maka
Desa Jayagiri sangat cocok untuk menjadi daerah transit. Atraksi wisata
yang dapat dikembangkan antara lain mengusung tema petualangan
seperti berkemah (camping), gerak jalan (hiking), sepeda gunung (mount
biking) dan outbound. Maka dalam hal ini citra destinasi wisata yang
dimunculkan dapat berupa tantangan untuk berpetualang.Selain itu, Desa
xiii
Jayagiri juga memiliki potensi wisata sejarah untuk dikembangkan yaitu
Benteng Pasir Ipis yang berada di wilayah Perhutani. Benteng ini adalah
benteng pertahanan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda dan
kondisi saat ini terkubur oleh tanah. Diperlukan upaya penggalian untuk
kembali merestorasi bangunan benteng tersebut. Selain benteng di Pasir
Ipis, juga terdapat potensi wisata lainnya yaitu cagar alam Junghuhn dan
situs Batu Tumpang yang memiliki nilai sejarah asli mengenai cerita
Sangkuriang dan Dayang Sumbi yang merupakan mitologi terbentuknya
Gunung Tangkuban Perahu.
Di Desa Jayagiri, kelompok peduli sudah mulai muncul yang
dimotori oleh para pemuda yang tergabung dalam LSM Pemuda
Lembang (Pedang). Mereka aktif memperjuangkan agar situs benteng
Pasir Ipis mendapatkan perhatian pemerintah. Tetapi sayangnya
kelompok peduli ini belum terorganisir secara baik serta belum
melibatkan partisipasi warga secara luas. Selain itu juga belum memiliki
program dan rencana kerja serta perlu ditingkatkan kapasitas SDM
nya.Desa Jayagiri memiliki potensi yang luar biasa untuk dikembangkan
menjadi Desa Wisata baru di Jawa Barat. Berbagai potensi tersebut dapat
menjadi asset potensial untuk ‘dijual’ kepada para wisatawan lokal
maupun mancanegara. Selain aset yang bersifat tangible, Desa Jayagiri juga
memiliki asset penting berupa keterlibatan aktif kelompok masyarakat
didalam memajukan wilayahnya. Hal utama yang dibutuhkan adalah
pengorganisasian komunitas serta pemberdayaan yang berbasiskan asset
untuk mengelola berbagai potensi tersebut.
Membangun masyarakat berbasiskan aset adalah pendekatan yang
lebih berkelanjutan didalam pembangunan. Fokus utama dalam
pendekatan pembangunan komunitas ini adalah keberhasilan dan
kemenangan (visi positif) dan ‘menyingkirkan’ visi negatif baik tentang
tempat maupun masyarakat/komunitas yang akan dikembangkan.
Pembangunan (komunitas) harus berfokus di tempat tertentu seperti
kota/desa dengan mengembangkan aset (sumber daya) yang ada di
masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup (ekonomi, sosial,
psikologis, fisik dan politik). Dengan demikian, pendekatan ini berbalik
dari pendekatan konvensional/ tradisional dari pembangunan komunitas
di dalam mengidentifikasi isu, masalah dan kebutuhan masyarakat.
Idenya adalah untuk membangun kapasitas dalam komunitas serta untuk
membangun dan memperkuat aset suatu komunitas. Berbeda dengan
pendekatan konvesional yang berfokus pada masalah dan kebutuhan,
xiv
pendekatan alternatif ini berfokus pada kekuatan dan aset suatu
komunitas dengan tetap mengutamakan peran serta aktif masyarakat.
Pembangunan masyarakat berbasiskan asset dapat menjadi kerangka
dasar bagi pengembangan Desa Wisata berbasiskan pemberdayaan
masyarakat tentunya.
Tulisan yang kedua di bagian kedua ini adalah Menggagas Desa
Wisata Berbasis Common Property di Kampung Pasir Ipis Desa Jayagiri
Kecamatan Lembang, tulisan Desi Yunita yang menjelaskan kasus
pengembangan wisata yang dilakukan oleh kelompok pemuda Kampung
Pasir Ipis Lembang di sebuah kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk
memberikan kontribusi bagi meningkatnya kesejahteraan semua warga
masyarakat di desa tersebut. Sehingga menjaga agar kawasan wisata desa
tersebut tetap menjadi daya tarik yang dapat memberikan manfaat secara
ekonomi adalah hal yang mutlak menjadi tanggung jawab bersama
seluruh masyarakat. Dengan begitu maka desa wisata dengan
pengembangan wisata yang ada didalamnya menjadi aset bersama yang
kepemilikannya juga secara bersama-sama. Karena sifatnya yang harus
memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat desa tersebut maka dapat
pula disebut sebagai sumberdaya milik bersama (common pool resources).
Fakta bahwa perhutani berkeinginan untuk mengelola, dan ada
investor yang tertarik untuk berinvestasi dalam pengembangan wisata
tersebut telah membuat kelompok pemuda pasir ipis yang selama ini
merintis pengembangan wisata tersebut terpinggirkan kepentingannya.
Hal tersebut jika tidak dilakukan upaya mediasi dan komunikasi yang
intensif tentunya akan berdampak pada munculnya konflik sosial. Dalam
konteks menghindari konflik yang mungkin muncul dalam pengelolaan
kawasan wisata inilah pengelolaan wisata sebagai common pool resources
sangat mungkin dijadikan pilihan dalam pengembangan wisata tersebut.
Melihat fakta bahwa common pool resources dapat berbentuk kepemilikan,
publik, kelompok, ataupun perusahaan maka apa yang telah
dikembangkan oleh pemuda di desa Jayagiri tersebut adalah suatu cara
tidak bertentangan dengan bentuk common pool resources tersebut.
Bagian ketiga dari buku ini di mulai dengan tulisan dari masyarakat
lokal masyarakat lembang yang sekaligus menjadi agen pembangunan
program pemberdayaan masyarakat di pasir ipis Lembang, Asep Sukarna
dengan judul Desa Wisata Sebagai Solusi Pengentasan Kemiskinan.
Tulisan ini menjelaskan tentang bagaimana proses perjalanan dan
bagaimana lika-liku menginisiasi Kampung Pasir ipis Desa Jayagiri
xv
Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, sehingga pada saat ini
menjadi Kampung Wisata yang berbasis pelibatan masyarakat. Walaupun
masih jauh dari kata sempurna sebagai role model Desa Wisata, namun
perjalanan selama lebih dari empat tahun memulai dengan dibantu oleh
beberapa pihak diantaranya Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran, perlu kiranya dituliskan
sebagai referensi bagi siapa saja yang memerlukan inspirasi ataupun
bahan untuk mengembangkan Desa Wisata.
Fokus tulisan ini adalah bagaimana Desa Wisata menjadi sebuah
solusi bagi pengentasan kemiskinan di daerah pedesaan. Dan sampai
dengan saat ini masih dilakukan pengembangan-pengembangan sehingga
kedepannya menjadi role model yang bisa benar-benar dijadikan sebagai
acuan solusi pengentasan kemiskinan. Kemiskinan pada dasarnya
merupakan salah satu bentuk problem yang muncul dalam kehidupan
masyarakat, khususnya masyarakat di negara-negara yang sedang
berkembang. Masalah kemiskinan ini menuntut adanya suatu upaya
pemecahan masalah secara berencana, terintegrasi dan menyeluruh
dalam waktu yang singkat. Upaya pemecahan masalah kemiskinan
tersebut sebagai upaya untuk mempercepat proses pembangunan yang
selama ini sedang dilaksanakan.
Untuk membangun suatu kawasan wisata di pedesaan, tidak hanya
mengandalkan sumberdaya alam sebagai satu-satunya faktor penunjang
dalam industri pariwisata. Namun juga faktor dukungan sumberdaya
manusia merupakan hal terpenting yang harus dibangun terlebih dahulu.
Masyarakat sebagai titik sentral haruslah diberikan pengetahuan dan
pengertian tentang pentingnya bersama-sama membangun desa demi
terwujudnya tujuan bersama.
Tulisan kedua di bagian ketiga buku ini adalah Desa Wisata
Berbasis Budaya Lokal dari Budi Sutrisno yang menjelaskanKampung
Pasir Ipis khususnya dan Desa Jayagiri umumnya memiliki potensi untuk
dikembangkan menjadi destinasi wisata budaya selain wisata alam, wisata
bahari dan wisata buatan.
Benteng Pasir Ipis dapat menjadi objek wisata budaya apabila
dilakukan penggalian dan restorasi sehingga keberadaan benteng menjadi
utuh kembali. Hal ini tentunya memerlukan perhatian berbagai pihak
terutama pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat. Selain itu juga
perlu ditelusuri mengenai sejarah serta fungsi benteng tersebut. Cerita
xvi
sejarah yang menarik merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan
yang berkunjung ke objek-objek wisata budaya.
Selain Benteng, di Desa Jayagiri juga terdapat sebuah tempat
bersejarah yaitu Taman Junghuhn. Didalam taman ini terdapat tugu
tempat pemakaman seorang warga negara yang masuk ke Indonesia
bersama kolonial Belanda. Selain itu, di tempat ini juga terdapat pohon
kina tanaman langka yang dapat digunakan untuk pengobatan. Cagar
alam Junghuhn merupakan salah satu potensi wisata yang dimiliki Desa
Jayagiri.
Situs sejarah lainnya terdapat di RW.10 yaitu situs Batu Tumpang.
Dalam hal ini Batu Tumpang bukan sekedar batu yang bertumpuk-
tumpuk, tetapi batu yang memiliki nilai sejarah asli mengenai cerita
Sangkuriang menendang perahu dan cerita dayang sumbi bersembunyi
dari orang jahat. Tetapi sayangnya tanah tempat situs ini berada telah
dibeli oleh seseorang yang berprofesi sebagai pesulap sehingga
menjadikan situs ini sulit untuk diakses dan hanya dibuka untuk umum
ketika tahun baru.
Bagian keempat dari buku ini sekaligus mengakhiri semua tulisan
buku ini adalah tulisan mengenai Kinerja pembangunan lingkungan oleh
Muhamad Fadhil Nurdin dan Agung Mahesa Himawan Dorodjatoen
terkait Pembangunan Kawasan Strategis Nasional : Optimalisasi melalui
Manajemen Lingkungan Hidup memberikan penjelasan terkait
perubahan pendekatan perencanaan ruang di Indonesia dan implikasinya
bagi upaya konservasi lingkungan hidup. Intinya adalah keberadaan
provinsi-provinsi yang memiliki KSN kawasan hutan pada daftar teratas
laju deforestasi dan laju emisi CH4 tidak secara langsung membuktikan
bahwa kebijakan KSN di dalam RTRWN II 2008, atau kebijakan
Kawasan Tertentu di dalam RTRWN I 1997, telah menemui kegagalan.
Setidaknya dua hal dapat menjadi alasan. Pertama, kebijakan KSN hanya
berfokus sebagian kecil dari wilayah provinsi. Sementara data laju
deforestasi mencerminkan kinerja pembangunan lingkungan hidup
secara agregat pada tingkat provinsi. Kedua, sebagaimana diketahui
bahwa sampai saat ini belum semua KSN, khususnya kawasan hutan,
yang telah memiliki panduan formal penataan dan pemanfaatan ruang.
Terimakasih kami untuk semua fihak yang membantu
terwujudnya buku ini, terutama pada Dekan FISIP-Unpad, Ibu Carol dan
tim Mariska FISIP Unpad dan DRPMI Unpad dengan tim reviewernya
yang selalu memberi bimbingan untuk terselesaikannya buku ini, semoga
xvii
menjadi sebuah rujukan buku literatur sejenis. Semoga buku ini bisa
bermanfaat dan bermaslahat untuk semua fihak, tentu saja tidak ada
gading yang tak retak, kami menunggu masukan dan perbaikan untuk
penyempurnaan buku ini, semoga di terima di hati para pembaca
budiman.
xviii
DAFTAR ISI
PRAKATA ....................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................. xix
DAFTAR TABEL......................................................................... xxi
DAFTAR GAMBAR ................................................................... xxii
DAFTAR GRAFIK ....................................................................... xxiii
xix
MENGGAGAS DESA WISATA BERBASIS COMMON
PROPERTYDI KAMPUNG PASIR IPIS, DESA JAYAGIRI
Desi Yunita ....................................................................................... 167-176
xx
DAFTAR TABEL
xxi
DAFTAR GAMBAR
xxii
DAFTAR GRAFIK
xxiii
xxiv
TAHAPAN
PEMBANGUNAN
1 MASYARAKAT
Wahyu Gunawan
PENDAHULUAN
Ada dua hal yang menyangkut pembangunan masyarakat :
1. Pembangunan berbasis dari, oleh dan untuk masyarakat
2. Pembangunan khusus bidang masyarakat yang di lalukan oleh
pemerintah, sektor bisnis atau sektor lainnya.
Namun secara prinsip kedua hal tersebut tetap berpedoman pada
partisipasi masyarakat yang menjadi inti dari pembangunan.Menurut
Cernea (1988: 89), partisipasi memperluas dasar kepemimpinan
perkumpulan dan mengikat struktur perkumpulan lebih kuat dengan
anggota. Membangun adalah berkegiatan. Membangun rakyat artinya
berkegiatan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Hakekat
pembangunan adalah suatu proses yang terencana dan tersistematisir
serta bertujuan yang di lakukan dari, oleh dan untuk
rakyat.Pembangunan masyarakat adalah suatu hal yang di rencanakan
melalui tahapan pembangunan yang harus di selenggarakan demi
tercapainya kemakmuran dan kemaslahatan masyarakat.Pembangunan
khusus masyarakat adalah pembangunan bidang sosial kemasyarakatan
baik terkait kelembagaan masyarakat maupun upaya pemberdayaan
masyarakat yang di lalukan oleh pemerintah, sektor bisnis atau sektor
lainnya. Pemberdayaan merupakan upaya utuk mengaktualisasikan
potensi yang sudah di miliki oleh masyarakat (Wahyono et.al 2011 dalam
Satria, 2015 :128).
1
2 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
2) Perencanaan Sosial
Menurut Suwignyo (1986:24), perencanaan adalah proses
pemikiran dan penetuan secara matang hal-hal yang akan di kerjakan
pada masa yang akan datang.
Perencanaan sosial adalah sebuah program rencana yang terdiri
dari program kegiatan yang akan direncanakan dilakukan berupa program
solusi dalam hubungan disosiatif dan atau program penguatan hubungan
yang asosiatif, yang tersusun dari bahan kajian observasi peta sosial,
sebagai bahan untuk pengambil keputusan dalam program pembangunan
masyarakat.
Dalam perencanaan sosial harus disusun berdasarkan prioritas
yang harus di lakukan, perangkingan prioritas tersebut berdasarkan kajian
dari pemetaan sosial. Perangkingan di perlukan agar masyarakat tidak
berebut kepentingan program, sehingga program pembangunan dapat
dilakukan secara bertahap dan sistematis sesuai dengan keinginanan
masyarakat.
Pembuatan perencanaan sosial hendaknya melibatkan masyarakat
luas dalam prosesnya, masyarakat di ajak aktif untuk urun rembug dan
sumbang saran, jangan sampai suara masyarakat kalah oleh kepentingan-
kepentingan elite masyarakat. Agar suara kepentingan masyarakat
terpelihara, hendaknya perencanaan sosial di bahas dalam kelompok-
kelompok kecil berdasarkan sub tema rencana solusi hubungan disosiatif
atau penguatan hubungan asosiatif, atau sub tema berdasarkan wilayah
kelompok dalam peta sosial. Hasil dari kelompok kecil tersebut berlanjut
menjadi musyawarah dalam kelompok besar dengan melibatkan
4 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
3) Pembangunan Masyarakat
Pembangunan masyarakat adalah serangkaian program kegiatan
hasil perencanaan sosial yang di implementasikan ke dalam
pembangunan sosial secara bertahap, sistematis dan berkelanjutan.
Pembangunan ini bisa berupa pembangunan lintas sektoral baik itu sosial
politik, ekonomi, budaya, komunikasi maupun fisik lingkungan.
Pembangunan masyarakat adalah program membangun masyarakat
sebagai modal implementasi pembangunan yang terutama. Masyarakat
adalah sekelompok sumber daya manusia yang terlibat dalam proses
pembangunan secara keseluruhan.
Pembangunan masyarakat harus bertahap, karena mementingkan
asas perangkingan kebutuhan program akibat terbatasnya dana atau
sumber daya lainnya. Pembangunan masyarakat harus sistematis karena
arah dan tujuan pembangunan harus seiring dengan visi, misi dan strategi
pembangunan baik berjangka panjang (25-30 tahunan), berjangka
menengah (5-10 tahunan) dan berjangka pendek (1-5 tahunan). Tujuan
Pembangunan menurut Rashidi (1971:6) adalah untuk menciptakan
kondisi bagi percepatan perbaikan taraf hidup anggota masyarakat.
Pembangunan masyarakat juga harus berkelanjutan karena menyangkut
kesinambungan program, program pembangunan masyarakat adalah
program jangka panjang, yang dilalui dengan program jangka panjang
yang dilakukan secara jangka pendek dalam bentuk revisi atau masukan
baru disesuaikan dengan perkembangan jaman.
❖ Partisipasi Masyarakat
Inti dari pembangunan masyarakat adalah partisipasi masyarakat
dalam mengimplementasikan hubungan sosial yang mendukung program
pemberdayaan masyarakat. Partisipasi ini menjadi penting karena
keterlibatan masyarakat secara luas dapat menjadi sebuah dukungan yang
Wahyu Gunawan, dkk.| 5
❖ Komunikasi Pembangunan
Partisipasi masyarakat tidak akan tumbuh kuat apabila tidak
disertai oleh komunikasi pembangunan yang baik. Komunikasi
pembangunan adalah proses terselenggaranya hubungan yang erat antara
komunikator (elite, pemberdaya, pemimpin program pembangunan)
dengan komunikan (rakyat, masyarakat yang akan di berdayakan) serta
adanya pesan pesan pembangungan yang sangat transparan, terbuka,
mudah di cerna dan di mengerti oleh masyarakat, sehingga melalui pesan
yang di sampaikan oleh komunikator, masyarakat menjadi tergerak
hatinya untuk turut berpartispasi.
Untuk menjadi tergerak hatinya sebagai partisipan pembangunan
hal yang terpenting di lakukan para komunikan harus dianggap sebagai
agen perubahan dan agen pembangunan masyarakat, sehingga
masyarakat akan berubah karena bukan hanya di berikan pemahaman
6 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
akalnya tapi juga di sentuh hatinya agar termotivasi dalam peran sertanya
dalam pembangunan masyarakat.
❖ Agen Perubahan
Agen perubahan yang dimaksud adalah seseorang yang
mempunyai motivasi kuat untuk merubah masyarakatnya menjadi baik
dan maju serta sejahtera. Motivasi kuat agen perubahan di dasari oleh visi
misi yang tertanam kuat dalam jiwanya untuk membantu masyarakat ke
arah yang lebih baik. Agen perubahan adalah seseorang yang terpanggil
jiwanya untuk terlibat bersama masyarakat (partisipan observer) untuk
membangunan masyarakat demi kemajuan bersama. Seorang Agen
perubahan hendaknya pernah menjadi agen pembangunan, sedangkan
seorang agen pembangunan hendaknya bersabar belajar panjang untuk
menjadi agen perubahan.
Salah satu syarat menjadi agen perubahan adalah sarat pengalaman dalam
pemberdayaan masyarakat juga mempunyai keluasan dalam pengetahuan
secara teoritis baik mengenai masyarakat maupun pembangunan
lingkungan masyarakat. Selain itu mempunyai tubuh yang sehat dalam
bergerak di lapangan juga mempunyai kemampuan komunikasi
pembangunan yang “well tune” dengan masyarakat, mempunyai kebiasaan
ramah dan senyum serta terbiasa menolong orang, karena syarat yang
terutama adalah mempunyai jiwa amanah dalam membangun masyarakat
dengan di dasari moralitas yang kuat untuk membangun umat dengan
memberi teladan perilaku dalam masyarakat.
Dalam masyarakat jaman “now” sekarang, perilaku yang baik dalam
keseharian akan menjadi teladan masyarakat dalam keikutsertaannya
membangun wilayahnya, jiwa yang amanah akan menjadi suritauladan
masyarakat dalam mendukung apa yang akan di ubahnya dalam
masyarakat, tidak pernah merugikan masyarakat baik fisik maupun
materi adalah hal utama. Banyak agen perubahan tidak menyadari bahwa
keterlibatannya dalam makan bersama atau hidangan makan bersama
yang disajikan penduduk setempat, meski penuh ikhlas di sajikan,
seyogyanya di hindarkan, atau bila sudah menjadi kebiasaan penduduk
setempat yang baik, ada baiknya di ganti dengan balas budi dalam bentuk
yang lain seperti oleh oleh atau tanda mata lainnya untuk keluarga
penduduk tersebut, atau sejenis bantuan fisik membantu penduduk
tersebut, dan sebagainya. Semua itu bertujuan agar-agen perubahan
menghindari diri menjadi beban masyarakat setempat.
Wahyu Gunawan, dkk.| 7
❖ Agen Pembangunan
Agen perubahan hendaknya mempunyai banyak agen
pembangunan. Agen perubahan bisa dari luar masyarakat (pemberdaya
dari LSM, Universitas, dsb), sedangkan agen pembangunan sebaiknya
adalah penduduk asli dalam wilayah yang akan di bangun tersebut.
Banyak keuntungan apabila penduduk asli sebagai agen pembangunan
salah satunya adalah tidak perlu banyak waktu mengenal kondisi wilayah
tersebut baik pada aspek budaya, sosial politik, ekonomi, agama,
lingkungan fisik, dsb. Sehingga akan menghemat dana, selain itu juga
penggunaan penduduk asli sebagai agen pembangunan akan
menyamakan kerangka berfikir dan keluasan pengalaman masyarakat,
karena cairnya komunikasi pembangunan yang dilakukan di sesuaikan
dengan kepentingan masyarakat setempat.
Tugas agen pembangunan yang terutama adalah melakukan inter
relasi kelompok masyarakat dengan kelompok sumber-sumber daya baik
di dalam maupun di luar masyarakat yang bisa terlibat dalam membangun
wilayah tersebut. Kelompok sumber daya untuk membangun masyarakat
di luar wilayah masyarakat tersbut adalah Pemerintah, LSM, Pebisnis,
Akademisi, Politisi, dan aktifis pemberdaya lainnya.
Syarat penting menjadi agen pembangunan adalah kecerdasan
dalam menangkap pesan pembangunan yang harus diatas rata rata
penduduk setempat. Pesan pembangunan yang di bangun oleh agen
8 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
4) Rekayasa Sosial
Dalam mengatasi masalah ini perlu adanya solusi-solusi yang jitu
untuk menyelesaikannya. Solusi tersebut berbentuk rekayasa sosial
sebagai suatu proses penciptaan ide-ide inovatif dan kreatif yang
dilakukan untuk terselenggaranya pembangunan masyarakat.
Sebuah rekayasa sosial lahir dari lapangan dengan bantuan
kerangka pemikiran teoritis yang sudah tertanam dalam pikiran agen
perubahan, kadang juga lahir dari ide agen pembangunan kelompok
masyarakat. Lahirnya sebuah ide untuk mengatasi masalah bisa terjadi
bila masalah tersebut di bicarakan baik secara pribadi maupun kelompok,
contoh ketika sebuah konsep wisata lahir di awal kegiatan program
pemberdayaan masyarakat Pasir Ipis Lembang, itu karena hasil
pengamatan dari kelompok pemuda LSM dan kelompok pemuda karang
taruna RW yang melihat potensi benteng di pasir ipis, begitupun dengan
lokasi wisata yang di pilih dengan konsep pemandangan lembah yang
indah lahir dari beberapa uji lokasi awal dari kelompok pemuda tersebut,
menghubungi fihak universitas untuk berperan sebagai agen perubahan
adalah solusi jitu untuk mengembangkan relasi sosial dan modal sosial
yang kuat untuk pengembangan wilayah tersebut. Puslitbang
Kepariwisataan BPSDKP Depbudpar (2009:17) menjelaskan proses
perencanaan Pariwisata Perdesaan dimulai dari persiapan, penetapan
sasaran, mengidentifikasi sumber daya yang dimiliki, proses analisis dan
sintesis serta perumusan rencana dan kebijakan.
Sebuah rekayasa sosial adalah solusi implementasi program
pembangunan masyarakat yang teliti, agar program bisa lahir dari
kelompok masyarakat dan di terima oleh masyarakat luas, biasanya di
mulai dengan ide dan konsep dari masyarakat kemudian menjadi sebuah
perencanaan bersama yang matang dalam bentuk sosialisasi yang panjang
Wahyu Gunawan, dkk.| 17
5) Pengendalian Sosial
Setelah rekayasa sosial di lakukan dan dapat terinternalisasi dengan
baik, maka program pembangunan sosialsudah bisa berjalan sesuai
dengan keinginan semua fihak, pada tahap pembangunan yang sedang
berlangsung , pengawasan atau kontrol sosial wajib dilakukan oleh
masyarakat dalam melihat keberhasilan atau ketidakberhasilan proses
sebuah pembangunan yang di lakukan masyarakat, dan ini menjadi
kewajiban para kelompok masyarakat setempat. Roucek (1951:3),
menyampaikan bahwa “social control is a collective term for those processes,
planned or unplanened, by which indiviudals are taught, persuaded, or complelled to
conform to the usages and life-values of groups” maknanya adalahkontrol sosial
merupakan istilah kolektif untuk proses-proses yang direncanakan atau
tidak direncanakan, dimana individu diajarkan, dibujuk, atau adnya
kekeliruan untuk menyesuaikan diri dengan penggunaan dan nilai-nilai
Wahyu Gunawan, dkk.| 19
sanksinya, berbagai jenis dari ringan dengan denda sampai berat dengan
pidana kurungan.
Tujuan dari pengendalian sosial secarta refresif adalah mengatasi
masalah penyimpangan yang terjadi ketika program sedang berlangsung.
Penyimpangan yang terjadi akibat menyalahi kesepakatan dan aturan atau
penyimpangan dana dan sejenisnya dan atau penyimpangan program
menjadi kepentingan pribadi. Bentuk sanksi bisa ringan berupa di tegur,
di keluarkan dari kelompok masyarakat, di kucilkan masyarakat sampai
diusir dari masyarakat, atau juga sanksi berat di pidanakan.
Pada prinsipnya bentuk pengendalian sosial baik preventif naupun
represif dalam program pembangunan sosial di utamakan pada sanksi
sosial, artinya masyarakat membuat sanksi secara aturan mereka sendiri
(adat istiadat) dalam bentuk pembelajaran kepada para penyimpang
program, agar mereka jera tidak mengulang tetapi masih diberi
kesempatan untuk turut serta dalam proses pembangunan
masyarakatnya.
PENUTUP
Tahapan pembangunan pertama adalah pemetaan sosial, kedua
adalah perencenaan sosial, ketiga adalah pembangunan Sosial, keempat
adalah rekayasa sosial, kelima adalah pengendalian sosial dan ke enam
adalah ketertiban sosial. Pada tahap pemetaan sosial samapai
perencanaan peran agen perubahan sangat di dominan sekali. Pada tahap
pembangunan sosial dan rekayasa sosial peran agen pembangunan sosial
sangat dominan, sedang pada tahap pengendalian sosial sampai tahap
ketertiban sosial peran agen pengendali sosial sangat dominan sekali.
Berdasarkan hal tersebut maka secara sederhana tahapan pembangunan
masyarakat dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini.
DAFTAR PUSTAKA
25
26 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
“Konsep pariwisata perdesaan (rural tourism) dengan cirinya produk yang unik,
khas serta ramah lingkungan kiranya dapat menjadi solusi baru bagi
pengembangan kepariwisataan di dunia. Sebagai respon atas pergeseran minat
wisatawan tersebut maka di Indonesia pun tumbuh pilihan wisata baru berupa
desa-desa wisata di berbagai provinsi di Indonesia termasuk di dalamnya
Provinsi Jawa Barat”.
❖ Penelusuran Wilayah/Transek
Berdasarkan hasil transek yang dilakukan di lingkungan Kampung
Wisata Pasir Ipis dapat diketahui bahwa lingkungan ini memiliki kondisi
yang tidak jauh berbeda di setiap wilayah RT-nya. Transek yang
dilakukan adalah transek lintasan garis lurus yang mengambil rute lurus
menanjak dari RT.01 sampai RT.05. Dalam aspek peruntukan tanah rata-
rata merupakan wilayah pemukiman, peternakan, serta kebun ataupun
ladang. RT.01, 02,03 memiliki fasilitas pendidikan berupa pesantren di
RT.01, Sekolah Dasar di RT.02 dan taman kanak-kanak di wilayah RT.03.
Fasilitas olahraga dimiliki RT.02 dan RT.04 berupa lapangan voli dan
lapangan futsal. Fasilitas umum seperti masjid dan mushola berada di
RT.01 dan RT.03.Vegetasi yang ditanami di wilayah Pasir Ipis pun
cenderung serupa yaitu sayuran yang terdiri dari kol, brokoli, terong,
tomat, asparagus, selada, serta rumput untuk pakan ternak. Yang
membedakan adalah RT. 01 yang memiliki kebun jeruk hias, kebun
bunga potong di RT. 04 dan 05, serta kebun strawberi di RT. 04.
status kesuburan tanah di sepanjang wilayah Pasir Ipis adalah baik, dapat
dilihat berbagai tanaman serta pohon tumbuh subur di wilayah ini. Baik
yang sengaja ditanam ataupun tumbuhan yang tumbuh liat di sepanjang
jalan Kampung Wisata Pasir Ipis.
Tidak ada masalah khusus seperti kekeringan di daerah ini, hal ini
berlaku untuk seluruh RT. Kekeringan sendiri dapat teratasi karena
adanya sumber mata air yang terletak di wilayah perhutani yang mengaliri
seluruh rumah di wilayah Kampung Wisata Pasir Ipis. Kecenderungan
seragam juga berlaku untuk potensi daerah per RT di wilayah ini. Jenis
potensi daerah ini berupa jenisnya sama dan merata yaitu perkebunan
dan peternakan.
No Potensi Dokumentasi
2 Peternakan
- Sapi
- Kelinci
- Ikan
- Domba
- Ayam
3 Hutan
40 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
No Potensi Dokumentasi
4 Jalan Sepanjang Desa
6 Jalur Hiking
Wahyu Gunawan, dkk.| 41
No Potensi Dokumentasi
7. Situs Sejarah
8. Kebudayaan dan
Kesenian
2 Camping Ground
3 Saung
Wahyu Gunawan, dkk.| 43
6 Mushola
44 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
PENUTUP
Dari penjabaran sebelumnya diatas dapat terlihat bagaimana kondisi
serta keadaan wilayah Pasir Ipis saja yang sehingga dapat dihasilkan
rekomendasi strategi pembangunan Kampung Wisata Pasir Ipis, yaitu
sebagai berikut:
Wahyu Gunawan, dkk.| 51
DAFTAR PUSTAKA
Abdurokhman, “Pengembangan Potensi Desa”, Widyaiswara pada Kantor
Diklat Kabupaten Banyumas, 20 November 2014 :
http://static.banyumaskab.go.id/website/file/221120140947001
417229220.pdf. (Diakses tanggal 21 Oktober 2015).
Casmudi, “Harapan Mengembangkan Desa Wisata sebagai Subjek
Pembangunan untuk Meningkatkan Ekonomi Pariwisata”,Kompasiana,
4 Januari 2015: http://www.kompasiana.com/casmudi/harapan-
mengembangkan-desa-wisata-sebagai-subjek-pembangunan-
untuk-meningkatkan-ekonomi-
pariwisata_54f37fd47455137c2b6c7969. (Diakses tanggal 10 Juni
2015).
Gamar Edwin. (2015). Studi Tentang Pembangunan Desa Setulang
sebagai Desa Wisata di Kecamatan Malinau Selatan Hilir,
Kabupaten Malinau, Vol. 3, No. 1.
Harris Lumban Gaol. (2008). Kajian Potensi Daya Tarik Objek Wisata
Goa Terawangan dan Loko Wisata Hutan Jati Cepu, Kabupaten
Blora dan Kemungkinan Pengembangannya, Jurnal Kepariwisataan
Indonesia, Vol. 3, No. 3.
Muliarta, “Indonesia Harus Maksimalkan Pengembangan Desa Wisata”, Voice
of America, 18 November 2011:
http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-harus-
maksimalkan-pengembangan-desa-wisata-
135821073/102280.html. (Diakses tanggal 10 Juni 2015).
Sunaryo, Bambang. (2013). Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata:
Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Gaya
Media.
Susyanti, D. W. (2015). Potensi Desa Melalui Pariwisata Pedesaan.
Epigram, 11(1).
Sutiyono. Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam Pelaksanaan Program
Desa Wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.Jurnal Kepatihan:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131808675/Jurnal-
Kepatihan.pdf id: 2 (Diakses tanggal 10 Juni 2015)
Tim Editorial Studio Driya Media. (1994). Berbuat Bersama Berperan
Setara; Pengkajian dan Perencanaan Program Bersama Masyarakat.
Bandung: Studio Driya Media.
54 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
PERENCANAAN
3 PARTISIPATIF DALAM
PENGEMBANGAN
DESA WISATA
Bintarsih Sekarningrum & Desi Yunita
PENDAHULUAN
Visi pembangunan kepariwisataan nasional yang tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025 adalah
terwujudnya Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia,
berdaya saing, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah
dan kesejahteraan rakyat. Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung
khususnya, sebagai salah satu destinasi wisata yang sudah terkenal sejak
lama, oleh karena itu Kota Bandung harus terus mengembangkan diri
agar wisatawan yang berkunjung ke Kota Bandung dapat terjaga dan
ditingkatkan jumlahnya. Beberapa upaya yang dilakukan dalam rangka
meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung adalah dengan
mendorong desa-desa yang memiliki potensi untuk dikembangkan
menjadi destinasi baru pariwisata atau desa wisata.
Umumnya setiap desa memiliki potensi sumberdaya alam dan
budaya, namun tidak semua masyarakat memiliki pemahaman dan
perspektif yang sama terkait dengan pengembangan wisata. Oleh karena
itu, perencanaan partisipatif menjadi salah satu hal penting untuk
melibatkan masyarakat secara keseluruhan dalam pengembangan desa
wisata. Pengembangan desa menjadi destinasi wisata merupakan suatu
proses rekayasa dan perubahan sosial masyarakat untuk menunjang
upaya pengembangan pariwisata. Proses rekayasa dan perubahan sosial
yang didorong melalui pengembangan pariwisata desa ini menarik untuk
dilakukan karena pariwisata di Indonesia saat ini dapat dikatakan sebagai
energi pencetus (energy trigger) yang mampu membuat masyarakat
mengalami metamorphose dalam berbagai aspeknya (Sastra Yudha, dalam
Wahhab, 2013:1).
55
56 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
memiliki potensi wisata lain berupa situs Batu Tumpang. Situs ini adalah
situs yang memiliki nilai sejarah dan memiliki nilai kearifan tradisional
bagi masyarakat Sunda. Potensi lain adalah berupa benteng peninggalan
Belanda yang secara administratif masuk dalam wilayah Desa Jayagiri,
namun dalam pengelolaannya berada di wilayah Perhutani. Oleh karena
itu, untuk mengembangkan situs tersebut menjadi salah satu objek wisata
yang potensial, perlu dibangun pemahaman dan komitmen bersama
antara pemerintah desa dengan Perhutani.
Di wilayah Desa Jayagiri juga terdapat sebuah tempat bersejarah
yaitu Taman Junghuhn. Didalam taman ini terdapat tugu tempat
pemakaman seorang warga negara yang masuk ke Indonesia bersama
kolonial Belanda. Selain itu, di tempat ini juga terdapat pohon kina
tanaman langka yang dapat digunakan untuk pengobatan. Cagar alam
Junghuhn merupakan salah satu potensi wisata yang dimiliki Desa
Jayagiri.Potensi lain yang dapat menjadi penunjang pariwisata desa
Jayagiri adalah potensi kerajian. Desa Jayagiri memiliki seorang pengrajin
wayang golek yang sampai saat ini masih terus diproduksi dengan
kualitas yang sangat baik. Begitu pun dengan pengrajin bonsai, meskipun
sampai saat ini hanya sebagai hobi si pengrajin, namun usaha bonsai dan
kerajinan wayang golek dapat menjadi objek wisata potensial selain dari
wisata alam.
Dari beberapa potensi Desa Jayagiri tersebut, maka potensi yang
dimiliki Desa Jayagiri sangat potensial untuk dikembangkan, sehingga
menjadi satu paket wisata yang memilikidaya tarik tersendiri. Namun
untuk menguatkan upaya pengembangan pariwisata, maka perlu dibuat
suatu perencanaan pariwisata yang partisipatif, sehingga pariwisata yang
akan dikembangkan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan
masyarakat dapat menjadi bagian dalam pengembangan pariwisata.
PERENCANAAN PARTISIPATIF
Dalam UU No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan dinyatakan
bahwa masyarakat harus terlibat dalam pengembangan kepariwisataan
dan berperan dalam memelihara sumber daya alam dan budaya yang
dimilikinya, sehingga melalui potensi tersebut dapat menjadi daya tarik
wisata. Namun dalam kenyataannya, upaya pengembangan masyarakat
melalui potensi yang dimilikinya belum menunjukkan hasil yang
diharapkan seperti yang dinyatakan dalam UU No 9 Tahun 1990.
Pendapat yang sama disampaikan oleh Panji (2005) bahwa
Wahyu Gunawan, dkk.| 59
Participatory Tourism
Planning
Involvement of locals
Involvement of locals
in the benefits of
in decision making
tourisme
• Memberi • Melaksanakan
dukungan dana kajian perencanaan
untuk peningatan pembangunan desa
SDM pelaku wisata
wisata lokal
PEMERINTAH PERGURUAN
TINGGI
SWASTA MASYARAKAT
PENUTUP
Pengembangan desa menjadi desa wisata memerlukan kerjasama
berbagai pihak dan keterlibatan seluruh masyarakat desa untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Perencanaan
partisipatif menjadi faktor yang penting untuk menggerakkan semua
masyarakat desa agar memiliki pemahaman dan kesadaran yang sama,
sehingga tercapainya tujuan pembentukan desa wisata sejalan dengan apa
yang menjadi harapan bahwa kesejahteraan masyarakat desa dapat
ditingkatkan melalui pengembangan pariwisata desa. Perencanaan
partisipatif juga menjadi penting untuk dilakukan dalam rangka
memetakan potensi, memberdayakan potensi, penguatan kelembagaan,
peningkatan pemahaman, peningkatan peran serta, peningkatan
kapasitas, dan peningkatan kualitas, baik pariwisata maupun masyarakat.
Wahyu Gunawan, dkk.| 65
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2001.
Https://buletinbetungkerihun.wordpress.com/2010/11/12/pentingny
a-membangun-partisipasi-masyarakat-dalam-pengembangan-
desa-wisata/.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2003. Cetak Biru Pariwisata
Indonesia. Jakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesia.
Murphy, P.E. (1985). Torism : A Community Approach. London : Methuen.
Nuryanti, Wiendu. (1993). “Concept,Perspective and Challenges”, makalah
bagian dari Laporan Konferensi Internasional Mengenal
Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
PP No. 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional 2010-2025
Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS. Makalah Desa Wisata dalam
http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/Desa-wisata.doc
Saktiawan, F. Yhani. (2010). Pentingnya Membangun Partisipasi Masyarakat
Dalam Pengembangan Desa Wisata.
Timothy, D. J. (1999). Participatory planningA view of tourism in
Indonesia. Annals of tourism research, 26(2), 371-391.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan
Wahhab, Harry Fitriyadi. (2013). Pengembangan Desa Wisata
Menggunakan Metode Participatory Rural Appraisal (PRA) di
Desa Cihideung Kabupaten Bandung Barat. Universitas
Pendidikan Indonesia. repository.upi.edu
66 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
EVALUASI PERENCANAAN
4 SOSIAL DALAM PROGRAM
PENGEMBANGAN
MASYARAKAT DI
KAMPUNG WISATA PASIR
IPIS
PENDAHULUAN
Sektor pariwisata memberikan kontribusi yang signifikan bagi
Megia Kontribusi
perekonomian Indonesia. Ginanjar pariwisata tersebut salah satunya
diberikan oleh Provinsi Jawa Barat yang memiliki budaya dan kekayaan
sumber daya alam yang melimpah. Provinsi Jawa Barat menjadi salah
satu daerah tujuan wisata yang potensial untuk dikembangkan
mendatangkan wisatawan lokal maupun mancanegara. Posisi strategis
dengan aksebilitas yang bagus di Jawa Barat menjadikan kelebihan
tersendiri dari potensi yang ada di wilayahnya.
Kabupaten Bandung Barat menjadi sorotan masyarakat karena
memberikan alternatif lain terhadap tujuan untuk berwisata. Panorama
alam yang indah membuat daya tarik tersendiri, mendatangkan wisatawan
lokal dan mancanegara. Salah satu tujuan untuk berwisata adalah dengan
pergi ke desa wisata yang merupakan salah satu bentuk dari pariwisata
alternatif yang sedang trend saat ini. Desa wisata membantu
perekonomian masyarakat pedesaan melalui kegiatan pariwisata dengan
menjual potensi dari desa tersebut.
Kampung Pasir Ipis, Desa Jaya Giri yang terletak di Kecamatan
Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat merupakan suatu
contoh kampung yang potensial dan dapat dikembangkan menjadi
kampung wisata potensial. Kampung Pasir Ipis ini mulai dipersiapkan
untuk menjadi kampung wisata dimulai dari tahun 2011. Banyak potensi
yang terdapat di Pasir Ipis yang sesuai untuk dijadikan kampung wisata,
yaitu dilihat dari potensi alam yang indah, kearifan budaya masyarakat
lokal yang begitu khas, dan ditambah adanya situs sejarah yang ada
membuat daya tarik tersendiri untuk mendatangkan wisatawan.
Pembangunan Kampung Pasir Ipis untuk menjadi kampung wisata perlu
dilakukan melibatkan masyarakat di dalamnya. Peran serta masyarakat
67
68 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
❖ Pengembangan Masyarakat
Pembangunan masyarakat di dalam menaikan taraf hidup
manusia, salah satunya melalui upaya pengembangan masyarakat. Istilah
pengembangan masyarakat (community development) memiliki banyak
pengertian. Menurut Zubaedi (2013:4), pengertian pengembangan
masyarakat adalah upaya mengembangkan sebuah kondisi masyarakat
secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip keadilan
sosial dan saling menghargai. Merujuk kepada Ife dalam Wignyo
(2009:11) mengemukakan pengertian pengembangan masyarakat
mengacu pada proses perubahan struktur masyarakat dengan pendekatan
baru dan lebih baik agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar
dan sosialnya secara layak.
Pengembangan masyarakat didasari sebuah cita-cita bahwa
masyarakat bisa dan harus mengambil tanggung jawab dalam
merumuskan kebutuhan, mengusahakan kesejahteraan, menangani
sumber daya, dan mewujudkan tujuan mereka sendiri. Bank Dunia dalam
Wignyo (2009:11) mengidentifikasi prinsip umum pengembangan
masyarakat diantaranya pemberdayaan masyarakat lokal, pemerintahan
yang partisipatif, responsif, otonomi, akuntabilitas dan peningkatan
kapasitas masyarakat lokal.
Tujuan dari pengembangan masyarakat itu sendiri adalah
membuat masyarakat berdaya. Menurut Widjajanti (2011) keberdayaan
Wahyu Gunawan, dkk.| 71
❖ Desa Wisata
Inskeep (dalam Made, 2013:129) mengatakan bahwa desa wisata
merupakan bentuk pariwisata dimana sekelompok kecil wisatawan
tinggal di dalam atau di dekat kehidupan tradisional atau di desa-desa
terpencil dan mempelajari kehidupan desa dan lingkungan setempat.
Berbeda dengan Nuryanti (dalam Sudana, 2013:32) yang mengemukakan
pengertian desa wisata sebagai suatu bentuk integrasi antara atraksi,
akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur
kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang
berlaku. Menurut Nuryanti dalam Sudana (2013:2), kriteria desa terbagi
kedalam 5 kriteria, yaitu antara lain :
72 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
1) Atraksi wisata, yaitu semua yang mencakup alam, budaya, dan hasil
ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik
dan atraktif di desa.
2) Jarak tempuh, adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama
tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota
provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.
3) Besaran desa, menyangkut masalah-masalah jumlah rumah,
jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini
berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.
4) Sistem kepercayaan dan kemasyarakatan yang merupakan aspek
penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada
komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah agama yang
menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada.
5) Ketersediaan infrastruktur meliputi fasilitas dan pelayanan
transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan
sebagainya.
EVALUASI
Keberhasilan atau kegagalan suatu program yang diterapkan di
masyarakat dapat diketahui dari evaluasi yang di lakukan pada program
tersebut. Evaluasi berasal dari kata Bahasa Inggris “evaluation” yang
diserap dalam perbendaharaan istilah Bahasa Indonesia dengan tujuan
mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia
menjadi “evaluasi” yang dapat diartikan memberikan penilaian dengan
membandingkan sesuatu hal dengan satuan tertentu.
Menurut Ralph Tyler (dalam Pradata, 2015:180), evaluasi
merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh
mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan sudah tercapai.
Berdasarkan definisi evaluasi tersebut, maka evaluasi didalam program
melihat sejauhmana program tersebut telah tercapai. Merujuk pada
Stufflebeam dalam Habibilan (2010:11), mengungkapkan bahwa evaluasi
merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi
yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif
keputusan. Merujuk pada Palumbo dalam Pradata (2015:180) evaluasi
dibagi menjadi duaberdasarkan fungsinya yaitu:
a) Evaluasi Formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan ketika program
sedang diimplementasikan atau sedang berjalan, sehingga
memonitor bagaimana sebuah program dikelola atau diatur untuk
Wahyu Gunawan, dkk.| 73
❖ Evaluasi Input
Aspek input membahas pihak yang terlibat dalam perencanaan,
bagaimana perencanaan sosialnya serta target waktu pencapaiannya.
Adapun pihak yang terlibat didalam perencanaan Kampung Wisata Pasir
Ipis yaitu RT, RW,Pedang, Karang Taruna, Unpad, Pemda,
YAHINTARA, F.E Widyatama, Media Umat dan lain-lainnya. Pihak
yang terlibat tersebut memiliki job desk masing-masing sesuai dengan
kepentingan dari pihak-pihak yang terkait.
76 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
❖ Evaluasi Proses
Aspek proses membahas tahapan-tahapan dari perencanaan sosial,
yaitu penetapan kebutuhan, perumusan tujuan, penetapan indikator
keberhasilan, penetapan kegiatan pencapaian tujuan, dan penetapan
sumber daya.
• Penetapan Kebutuhan
Penetapan kebutuhan yang di dalam program Pengembangan
Masyarakat yang dilakukan Unpad, diintegrasikan terhadap praktikum
mahasiswa Prodi Sosiologi. Tahapan pada praktikum ini, pertama-
tama melakukan tahapan identifikasi, kedua pemetaan, ketiga
perencanaan, keempat pemberdayaan. Selain itu, kegiatan lain pada
tahapan penetapan kebutuhan ini dilakukan dengan cara membuka
aspirasi dari masyarakat sekitar.
• Perumusan Tujuan
Tujuan pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh Unpad adalah
salah mengembangkan pemberdayaan masyarakat agar menciptakan
kesejahteraan masyarakat.
• Penetapan Indikator Keberhasilan
Pada tahapan penetapan indikator keberhasilan, tahapan dalam
program ini ditentukan dari sudah berdayanya masyarakat dan sudah
terealisasinya program-program yang di rencanakan.
• Penetapan Kegiatan Pencapaian Tujuan
Penetapan kegiatan di dalam pencapaian tujuan terdiri dari beberapa
rencana kegiatan yang dilakukan. Dimulai dari izin pengelolaan
camping ground,mempersiapkan prasarana wisata/pertunjukan.
Berdasarkan hasil lapangan, rata-rata masyarakat hanya mengetahui
camping ground sebagai perencanaan dalam pembangunan kampung
Wisata Pasir Ipis
• Penetapan Sumber Daya
Sumber daya manusia Unpad didalam perencanaan sosial dalam
pembangunan desa wisata melibatkan 6 dosen dan mahasiswa yang
terintegrasi oleh kurikulum membantu di dalam perencanaan.
❖ Evaluasi Produk
Aspek produk membahas dari hasil keseluruhannya, yaitu hasil
dari perencanaan, manfaat yang di dapat dari perencanaan tersebut, dan
saran.
• Hasil Perencanaan
Hasil perencanaan pembangunan Pasir Ipis, telah banyak yang
diimplementasikan. Perencanaan yang telah terealisasi sudah diangka
80%. Implementasi secara fisik yang sangat dirasakan oleh sebagian
masyarakat. Masyarakat menggangap hanya camping ground saja
perencanaan yang terealisasi.
Jika ditinjau dari kegiatan serta job desk yang dilakukan Unpad di
dalam perencanaan Kampung Wisata Pasir Ipis. Unpad telah melakukan
dengan job desk yang sesuai dengan Stakeholder engagement pada masterplan
Perencanaan Pembangunan Terpadu Kawasan Ekowisata yang
Berkelanjutan di Pasir Ipis, Desa Jayagiri. Job desk tersebut antara lain
Unpad sudah bekerjasama dengan Pemuda Lembang dan Karang Taruna
dalam mengontrol dan memberikan bimbingan kepada masyarakat dalam
kegiatan pembangunan ini. Pihak Unpad sudah melakukan analisis sosial
berupa pemetaan sosial untuk mengetahui potensi yang dimiliki desa
Pasir Ipis secara keseluruhan. Selanjutnya sudah melakukan survey sosial
untuk mengetahui kesiapan masyarakat Pasir Ipis dalam kegiatan
pembangunan. Pihak Unpad sudah melakukan studi banding dengan
desa lainnya yang mengalami perubahan pembangunan yang sama
dengan Desa Pasir Ipis, untuk mengomparasikan potensi-potensi yang
dimiliki dan langkah apa yang harus ditempuh untuk mengembangkan
potensi tersebut. Unpad sudah melakukan Kegiatan workshop simulasi
pembangunan juga diadakan dengan pihak stakeholders lokal maupun
internasional di Pasir Ipis ataupun di FISIP Unpad sendiri. Unpad sudah
melakukan pembangunan dan pengendalian sosial terhadap semua
dampak kegiatan di kampung wisata Pasir Ipis untuk meminimalisir
kesalahan-kesalahan yang terjadi.Pihak Unpad sudah melakukan
pencarian dana juga dilakukan untuk mendukung kegiatan
pengembangan pembangunan kampung wisata Pasir Ipis dalam bentuk
apapun bersama dengan semua stakeholder yang terkait.
78 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
beberapa pihak terutama masyarakat Pasir Ipis itu sendiri. Salah satunya
dengan terealisasinya camping ground,masyarakat Pasir Ipis sudah bisa
merasakan hasil manfaat dari sarana tersebut. Camping ground yang
direncanakan untuk mendatangkan wisatawan luar ternyata
mendatangkan manfaat lain untuk masyarakat setempat. Masyarakat
setempat menggunakan area tersebut sebagai sarana hiburan untuk
bersantai, berkumpul dengan keluarga, atau tempat bermain untuk anak-
anak. Selain itu, camping ground mempunyai manfaat lain untuk
pengelolanya, yaitu sebagai sarana penghasilan pengelola setempat.
Tetapi, pembangunan di wilayah Pasir Ipis menjadi kampung
wisata perlu melihat potensi dan melihat kekurangan dari kampung
tersebut. Potensi dan kekurangan Pasir Ipis dapat dijadikan suatu bahan
masukan untuk perencanaan dalam pembangunan. Melihat dari segi
potensi-potensi yang ada di Kampung Pasir Ipis, kampung tersebut
memiliki banyak potensi yang sesuai untuk dijadikan Kampung Wisata.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengkategorikan potensi
tersebut menjadi 3 bagian, yaitu potensi sejarah, potensi alam dan potensi
budaya. Pertama dilihat dari potensi sejarah, Pasir Ipis memiliki situs
sejarah berupa benteng peninggalan Belanda. Kedua, dilihat dari kondisi
alamnya yang bagus, potensi alam Pasir Ipis terdiri dari air terjun,
pertanian, perkebunan seperti perkebunan bunga potong dan
perkebunan strawberry, peternakan sapi perah, dan juga terdapat hewan-
hewan liar seperti monyet dan elang di hutannya. Ketiga dilihat dari
kebudayaan masyarakat setempat, potensi budaya tersebut terdiri dari
pencaksilat dan kesenian sunda lainnya seperti degung dan buhun.
Potensi-potensi tersebut merupakan sebuah modal dasar dalam
Kampung Wisata untuk mendatangkan wisatawan.
80 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, M. H. U. (2013). Pengembangan desa wisata berbasis partisipasi
masyarakat lokal di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali. Jurnal
Kawistara, 3(2), 117-226.
Dokumen Master Plan & Rencana Kerja Tahunan Model Desa
Konservasi Desa JayaGiri Kec. Lembang Kab. Bandung Barat,
Jawa Barat. (2013). CWMBC.
Habibilah, Ahmad Darma. (2010). Evaluasi Pelaksanaan Program Dana
Penguatan Modal, Tesis, Depok: Universitas Indonesia.
Hurairah, Abu. (2011). Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Model
dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan.Bandung:Humaniora
Website Provinsi Jawa Barat, http://www.jabarprov.go.id (diakses pada
tanggal 17 Februari 2016).
Sudana, I. P. (2013). Strategi Pengembangan Desa Wisata Ekologis di
Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan. Analisis
Pariwisata, 13(1), 11-31.
Suharto, E. (2005). Membangun masyarakat, memberdayakan rakyat: Kajian
strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial.
Bandung:Refika Aditama.
Widjajanti, Kesi. (2011). Model Pemberdayaan Masyarakat, Jurnal
Ekonomi Pembangunan, 12(1), 15-27
Wignyo, Adiyoso. (2009) Menggugat Perencanaan Partisipatif dalam
Pemberdayaan Masyarakat. Surabaya : Putra Media Nusantara.
Zubaedi.(2013).Pengembangan Masyarakat Wacana dan Praktik.Jakarta:
Kencana Media Group
PARTISIPASI KOMUNITAS
5 DALAM PEMBANGUNAN
WISATA KAMPUNG
PASIR IPIS
Rasdica Denara H.P.
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni
oleh bermacam-macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-
masing daerah tersebut memiliki keunggulan sendiri-sendiri termasuk
potensi alamnya. Hal ini tentunya sangat menguntungkan dalam bidang
kepariwisataan. Dengan banyaknya potensi alam yang dimiliki tersebut
akan menarik banyak wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia
dan akan memberikan keuntungan tersendiri bagi negara (Lestari,
2009:12).
Sektor pariwisata sendiri terus mengalami perkembangan yang
signifikan baik di tingkat nasional maupun daerah. Perkembangan ini
baik dari segi jumlah wisatawan yang berkunjung maupun total
penerimaan devisa. Menurut Muhamad dan Sutrisno (2014:1) provinsi
Jawa Barat merupakan salah satu destinasi wisata yang memiliki potensi
kepariwisataan yang cukup besar. Mengenai kebijakan pengembangan
kepariwisataan di Jawa Barat sendiri termuat di dalam RIPPDA dan
didasari Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 48 tahun 2006.
Menurut Wihasta dan Prakoso (2015) salah satu pemberdayaan
ekonomi kerakyatan dalam bidang pariwisata adalah melalui
pengembangan desa wisata. Desa wisata maupun kampung wisata
merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan
ekonomi masyarakat pedesaan. Kampung wisata menyuguhkan potensi-
potensi wisata di suatu pedesaan, seperti potensi sumber daya alam
maupun sumber daya manusia, dimana kampung wisata memiliki daya
tarik dengan adanya kehidupan sehari hari masyarakat baik permanen
81
82 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
maupun temporer dalam aspek sosial, ekonomi dan budaya yang telah
menjadi suatu ciri khas dari kampung tersebut.
Kampung Pasir Ipis berada di wilayah Desa Jayagiri yang terletak
di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
merupakan suatu kampung yang memiliki potensi-potensi wisata yang
dapat dikembangkan dan menjadi suatu pendorong pembangunan
wisata, seperti upaya untuk menjadikannya sebuah kampung wisata.
Pembangunan wisata di Kampung Pasir Ipis, memerlukan adanya upaya-
upaya peningkatan potensi yang ada di Desa Jayagiri, dalam
pengembangannya peran aktif atau partisipasi komunitas menjadi
penyokong utama keberhasilan pembangunan. Suatu pembangunan
sosial haruslah bergantung dan memikirkan masyarakat lokal maupun
komunitas, dan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat, oleh karena itu dalam suatu pelaksanaan program
kerja maupun program pemberdayaan masyarakat haruslah
memperhatikan potensi partisipasi komunitas. Karena dalam suatu
pembangunan sosial ini adanya suatu usaha-usaha peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan adanya upaya untuk menghubungkan
proses ekonomi dan sosial.
PARTISIPASI KOMUNITAS
❖ Partisipasi Komunitas Dalam Perencanaan Pembangunan
Cohen dan Uphoff (dalam Deviyanti, 2013:383) menyatakan
bahwa partisipasi dalam perencanaan yang diwujudkan dengan
keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Sejauh mana masyarakat
dilibatkan dalam proses penyusunan dan penetapan program
pembangunan dan sejauhmana masyarakat memberikan sumbangan
pemikiran dalam bentuk saran. Adapun partisipasi komunitas dalam
perencanaan pembangunan, dapat dilihat dari penyerapan aspirasi
komunitas atau ide.
Bentuk partisipasi komunitas pada tahap perencanaan
pembangunan yang diharapkan adalah masyarakat tidak hanya
berpartisipasi dengan sekedar menyampaikan usulan, ide, serta gagasan
dalam kegiatan proyek pembangunan wisata ini tetapi mereka juga
mampu menggali, memahami, dan mengungkapkan persoalan dan
permasalahan yang sebenarnya mereka hadapi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Davis (dalam Deviyanti,2013:386) bahwa partisipasi
masyarakat merupakan peristiwa psikologis yang mencakup keterlibatan
Wahyu Gunawan, dkk.| 83
camping ground. Para pemuda yang putus sekolah dan tidak memiliki
pekerjaan ataupun warga yang memiliki pekerjaan tetapi pendapatan
minim, mereka menjadikan kegitan pembangunan wisata ini menjadi
pekerjaan samping untuk mendapatkan pemasukan tambahan.
Hal tersebut juga dirasakan oleh para ibu-ibu dari kelompok usaha
bersama “Srikandi Mandiri”, mereka mendapatkan pendapatan
tambahan dengan adanya pesanan kue atau snack dari acara dan kegiatan
yang ada di camping ground. Selain itu mereka mengaku mendapatkan
banyak pengalaman dan ilmu yang didapat dari beberapa sosialisasi dan
pelatihan yang diberikan kepada pihak BDC Widyatama seperti adanya
wisata ke daerah Cikutra, mengenai usaha kuliner. Hal ini disampaikan
oleh salah satu anggota kelompok usaha bersama di Kampung Pasir Ipis
Semua yang ikut dalam pelaksaan pembangunan wista di
Kampung Pasir Ipis haruslah dapat menikmati hasil dari pembangunan
wisata itu sendiri secara adil dan bijaksana. Pembagian hasil yang adil
guna menghindarkan kesalahpahaman diantara semua pihak yang terlibat
dan menekan kemungkinan terjadinya konflik. Pembagian hasil atau
sharing profit diantara semua pihak belumlah adil karena tidak ada
kesepakatan bersama diantara semua pihak. Terlebih lagi bahwa hasil
yang didapatkan belum melibatkan PT. Perhutani selaku pemilik lahan
atau wilayah perhutanan yang digunakan untuk camping ground hal tersebut
disebabkan karena belum adanya perjanjian tertulis dari kedua belah
pihak yaitu PT. Perhutani dengan Pengelola Kampung Wisata Pasir Ipis.
Partisipasi komunitas dalam pemanfaatan pembangunan dari aspek
manfaat sosial dan manfaat pribadi selain meningkatkan wawasan
masyarakat dan komunitas mengenai pembangunan dan pengembangan
wisata adalah dengan adanya tempat wisata baru yaitu “Kaulinan urang
lembur” dimana masyarakat dapat memanfaatkannya secara bersama.
Seperti yang dinyatakan oleh salah satu informan yang juga selaku founding
father.
Selain menikmati hasil pembangunan, komunitas pengembang
serta masyarakat Pasir Ipis, turut mengawasi jalannya pembangunan,
serta berpartisipasi dalam pemeliharaan dan perawatan hasil dari
pembangunan seperti fasilitas yang telah dibangun. Rasa memiliki dan
rasa tanggung jawab terhadap hasil yang telah mereka capai sangat
diperlukan untuk keberhasilan pembangunan dan kelestariannya dalam
jangka waktu panjang. Partisipasi masyarakat pada tingkatan ini
diwujudkan dengan cara memberikan bantuan berupa tenga dan untung
Wahyu Gunawan, dkk.| 89
DAFTAR PUSTAKA
Deviyanti, D. (2013). Studi tentang Partisipasi Masyarakat dalam
Pembangunan di Kelurahan Karang Jati Kecamatan Balikpapan
Tengah. Jurnal Administrasi Negara, 1, 380-394.
Dokumen Master Plan & Rencana Kerja Tahunan Model Desa
Konservasi 2013 Desa JayaGiri Kec. Lembang Kab. Bandung
Barat, Jawa Barat. CWMBC
Laporan Profil Desa Jayagiri, Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat, Jawa
Barat Tahun 2013. Kecamatan Lembang Desa Jayagiri
LESTARI-NIM, S. U. S. I. (2010). Pengembangan Desa Wisata Dalam
Upaya Pemberdayaan Masyarakat Studi Di Desa Wisata Kembang
Arum, Sleman. Skripsi, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga.
Soerjono, Soekanto. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali
Pers.
Tim Penyusun. (2011). Buku Pedoman Penyusun dan Penulisan Skripsi.
Program Sarjana Universitas Padjadjaran
100 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
POLA PENGENDALIAN
6 SOSIAL KOMUNITAS
PENGEMBANG KAMPUNG
WISATA PASIR IPIS
Noviyanti Arlina Sa’adiah
PENDAHULUAN
❖ Pengendalian Sosial Komunitas Pengembang Kampung
Wisata Pasir Ipis
Sektor pariwisata menjadi salah satu potensi daerah yang banyak
dikembangkan masyarakat Indonesia. Melimpahnya kekayaan alam
Indonesia dan uniknya budaya lokal yang dimiliki, memberikan daya tarik
tersendiri bagi para wisatawan nusantara maupun mancanegara.
Memanfaatkan potensi alam yang cukup melimpah, masyarakat di
berbagai daerah Indonesia kini memaksimalkan sektor pariwisata dengan
membangun kawasan desa wisata1.
Pariwisata di Indonesia telah mendukung pencapaian hasil dan
kemajuan yang ditunjukan dengan meningkatnya penerimaan Produk
Domestik Bruto (PDB). Melihat besarnya peran kontribusi pariwisata
bagi negara, banyak negara yang menjadikan kepariwisataan sebagai salah
satu sektor andalan dalam perekonomian suatu bangsa. Pembangunan
kepariwisataan sebagai salah satu pemberantasan kemiskinan, salah
satunya adalah dengan pengembangan wisata yang mengikutsertakan
komunitas lokal. Dengan cara-cara dan program-program yang
direncanakan dengan tepat mengenai pengembangan kepariwisataan
yang dapat memberikan kontribusi secara siginifikan dan memberikan
peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal.
Menurut Sunaryo (2013), pariwisata adalah keseluruhan rangkaian
kegiatan yang berhubungan dengan gerakan manusia yang melakukan
1 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. 2013. Analisis Pasar
Desa Wisata di D.I Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat.
101
102 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
4 Ibid.
5 Zulfitri, “Pemberdayaan Masyarakat Melalui CSR” PT. Indocement Tunggal
Prakarsa TBK. 30 September 2011: (diakses pada tanggal 10 Juni 2015). H.4-
10.
6 Ibid. H-11
104 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
12 Ibid. H-2.
Wahyu Gunawan, dkk.| 107
13 Dilansir dari Facebook Resmi Kampung Wisata Pasir Ipis, di Desa Jayagiri,
Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Diakses pada tanggal 7 Desember
2015. Pukul 10:26 WIB.
Https://www.Facebook.com/jiban.wg/about?section=bio&pnref=about
108 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
14 Ibid.
Wahyu Gunawan, dkk.| 109
Kelompok Tani Hutan dan Masyarakat RW.06 Kampung Pasir Ipis yang
mempunyai keinginan untuk mengembangkan potensi-potensi alam yang
berlimpah, kearifan budaya lokal yang khas dan situs peninggalan sejarah
Belanda “Benteng” yang terletak di kawasan kampung wisata Pasir Ipis
tersebut. Potensi-potensi serta kearifan budaya lokal khas yang terdapat
di kampung wisata Pasir Ipis dapat menjadi daya tarik bagi pengunjung
untuk datang15.
Berwisata di kampung wisata Pasir Ipis semua wisatawan dapat
berinteraksi dengan sesamanya melalui permainan tradisional berbasis
budaya Sunda dan kesadaran lingkungan, juga dapat melihat Benteng
Pasir Ipis yang masih misteri dan Curug Cikondang yang menawan, serta
hiking di hutan yang bebas polusi, Selain itu kampung wisata Pasir ipis
menawarkan kuliner dengan konsep “Botram”. Karena lahannya yang
tidak terlalu besar untuk saat ini kawasan wisata Pasir Ipis lebih tepat
disebut sebagai Kampung Wisata dibandingkan dengan Desa Wisata
karena dalam pembagunannya Pasir Ipis masih memerlukan jangka
waktu yang cukup panjang dan penyelesaian masalah.
Desa Jayagiri memiliki berbagai potensi yang cukup tinggi. Desa
Jayagiri memiliki potensi alam yang banyak dan kenaekaragaman daya
tarik wisata baik bersifat alam maupun budaya, potensi sumber daya
manusia, kelembagaan dan lain-lain yang dapat dikembangkan menjadi
daerah tujuan wisata yang layak diperhitungkan untuk dikunjungi.
Berbagai potensi tersebut sebenarnya dapat dikembangkan lebih baik.
Tetapi dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala seperti
kendala pada pengembangan potensi tanaman pangan. Kendala lainnya
adalah di Desa Jayagiri banyak lahan kritis dan lahan yang sudah
berkembang. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa
Jayagiri menjadi kawasan wisata masih kurang. Kesadaran masyarakat
dalam mengembangkan tanaman apotik hidup juga masih belum
maksimal, sehingga masih belum berkembang secara maksimal serta
kurang memperhatikan kebersihan lingkungan karena tidak memiliki
tempat pembuangan sampah yang memadai.
Kampung wisata Pasir Ipis memiliki potensi yang cukup untuk
sektor peternakan yaitu dengan banyaknya ternak sapi yang dimiliki oleh
penduduk dan potensi alam lainnya yang dapat dimiliki. Desa Jayagiri
sendiri memiliki potensi di bidang wisata, namun masih berjalan sendiri-
15 Ibid.
110 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
19 Roucek, J.S (dalam Soekanto, Soerjono & Heri Tjandrasari, S.H). “Pengendalian
Sosial”. 1987: Rajawali Jakarta. H. 3.
Wahyu Gunawan, dkk.| 117
Gambar 6.3 Pola Edukasi Cara Menanam Tanaman Kopi dan Asparagus
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
122 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
23 Roucek, J.S (dalam Soekanto, Soerjono & Heri Tjandrasari, S.H). 1987.
“Pengendalian Sosial”. Jakarta: Rajawali Jakarta.
Wahyu Gunawan, dkk.| 127
maka akan dipastikan pola koersi akan dilakukan. Pola koersi dengan cara
paksaan dan pengisian akan terjadi jika konflik secara berulang terjadi.
Dari keempat pola pengendalian sosial yang dilakukan oleh
komunitas kampung wisata dirasa masih sulit oleh komunitas
pengembang kampung wisata Pasir Ipis pada dasarnya semua bentuk
pola pengendalian sosial darimulai sosialisasi, edukasi, persuasi dan juga
koersi sudah dilakukan namun pola pikir masyarakat yang masih instan
serta partisipasi dari masyarakat dan juga komunitas lokal dirasa masih
kurang, serta dukungan dari pemerintah yang lamban membuat pola
pengendalian sosial yang sudah dilakukan masih menjadi hambatan
dalam pembangunan kampung wisata Pasir Ipis.
Peneliti dalam penelitian ini memfokuskan kajian penelitian hanya
menggunakan satu unsur dari pengendalian sosial yaitu pola
pengendalian sosial seperti pengendalian sosial secara sosialisasi, edukasi,
peruasif dan koersif. Hal ini dikarenakan peneliti ingin mengetahui pola
pengendalian sosial yang dilakukan oleh komunitas pengembang dalam
pembangunan kampung wisata Pasir Ipis sebagai tujuan penelitian.
❖ Keteraturan Sosial
Keteraturan sosial (social order) menurut Horton adalah sistem
kemasyarakatan, hubungan, dan kebiasaan yang berlangsung secara
lancar demi mencapai keteraturan masyarakat. Jika orang tidak menyadari
apa yang bisa mereka harapkan dari orang lain, maka apa yang diperoleh
tidak akan banyak. Tidak ada satu pun masyarakat, bahkan masyarakat
yang paling sederhana pun, yang dapat bekerja secara baik jika perilaku
kebanyakan anggota masyarakat itu tidak selalu dapat diramalkan.
Keteraturan sosial adalah hubungan selaras dan serasi antara interaksi
sosial, nilai sosial dan norma sosial. Hal dan kewajiban direalisasikan
dengan nilai dan norma atau tata aturan yang berlaku. Keteraturan sosial
tidak akan terjadi tanpa adanya interaksi sosial yang selaras dengan nilai
dan norma sosial yang ada. Hubungan antara keteraturan sosial dan
interaksi sosial adalah keteraturan sosial tidak akan tercipta tanpa adanya
interaksi sosial yang selaras dan serasi dengan nilai-nilai dan norma-
norma sosial yang ada. Dalam sutatu masyarakat yang mengalami
128 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
norma yang jelas dalam pembangunan kampung Pasir Ipis menjadi salah
satu faktor kesuksesan untuk mencapai suatu keteraturan sosial. Namun
untuk mencapai suatu keteraturan sosial tersebut tidak hanya sistem nilai
dan norma yang jelas namun harus adanya keajegan dari pola
pengendalian sosial yang sudah dilakukan oleh komunitas pengembang
kampung wisata melalui pola sosialisasi, edukasi, persuasi dan juga koersi
untuk mengajekan dan meluruskan kembali antara perencanaan sosial
dengan tujuannya serta aplikasinya agar kembali kepada misi
pembangunan komunitas yaitu kemandirian masyarakat.
Hal dan kewajiban direalisasikan dengan nilai dan norma atau tata
aturan yang berlaku. keteraturan setiap masyarakat tergantung pada
jaringan peran di mana setiap orang melakukan kewajiban tertentu
terhadap orang lain dan berhak menerima haknya dari orang lain.
Masyarakat yang teratur hanya dapat tercipta jika kebanyakan orang
melaksanakan sebagian besar kewajiban mereka kepada dan mampu
menuntut hak mereka dari orang lain.
“Masyarakat dan komunitas lokal kadang-kadang sulit diatur padahal
buat mereka sendiri hasilnya nanti, gimana mau mencapai keteraturan
sosial kalau tidak mau diatur, masyarakat pola pikirnya itu harus ajeg”
(AS, 40 Tahun).
• Order
Selain adanya sistem nilai dan norma yang jelas, dalam
pembangunan kampung wisata Pasir Ipis untuk mencapai suatu
keteraturan sosial diperlukan adanya keteraturan (order) yaitu suatu sistem
norma dan nilai yang diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat.27.
Dalam pembangunan kampung wisata Pasir Ipis diperlukan
adanya order, sistem nilai dan norma sosial yang sudah ada harus dipatuhi
dan diakui oleh masyarakat. Dalam melakukan pengendalian sosial
komunitas pengembang harus mengetahui sistem nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat. Komunitas pengembang harus berpatokan kepada
nilai dan norma yang memang sudah diakui dan dipatuhi oleh masyarakat
untuk mencapai suatu keteraturan sosial.
• Keajegan
Selain adanya sistem nilai dan norma sosial yang harus dipatuhi,
untuk mencapai suatu keteraturan sosial melalui pola pengendalian sosial
yang sudah dilakukan komunitas pengembang kampung wisata Pasir Ipis,
harus adanya keajegan, keajegan adalah suatu keadaan yang
memperlihatkan kondisi keteraturan sosial yang tetap berlangsung secara
terus menerus 28.
26 Tarigan, Michael Jullpri. 2013. “Kontrol Sosial Masyarakat terhadap Geng Motor”,
Universitas Sumatera Utara. (diakses pada tanggal 10 Juni 2015).
http://respository.usu.ac.id/bistream/123456789/41329/4/Chapter%2011.
pdf.). H.18.
27 Roucek, J.S (dalam Soekanto, Soerjono & Heri Tjandrasari, S.H). 1987.
• Pola
Pola merupakan cara atau proses yang tetap ajeg dalam interaksi
sosial, pola dapat dicapai ketika keajegan tetap terpelihara atau teruji
dalam berbagai situasi. Pola tidak hanya ada dalam pengendalian sosial
namun dalam upaya mencapai suatu keteraturan sosial diperlukan adanya
pola, keteraturan sosial yang sudah dicapai oleh masyarakat harus tetap
ajeg dalam interaksinya, pola dapat dicapai jika keteraturan sosial tetap
ajeg dan terpelihara29.
http://respository.usu.ac.id/bistream/123456789/41329/4/Chapter%2011.
pdf.). H.19
29 Ibid.
30 Deviyanti, Dea. 2013. “Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan
dari mulai bikin lahan camping ground, renovasi masjid, pembuatan saung,
mushola, mck dan perbaikan jalan, kita ingin agar kampung wisata Pasir
Ipis lebih enak kalau didatangi segala fasilitas penunjang ada jadi kita
bekerjsama bareng-bareng” (ES, 34 Tahun).
“Karena mereka ingin punya tempat wisata, dengan ada tempat wisata,
mereka bisa kerjasama dengan perhutani menarik uang iuran, artinya
mereka punya motivasi faktor pendukung sebagai pengelola wisata yang
dapat mengutip uang dari pengunjung, seperti ticketing, mereka bisa
dagang, bisa melakukan kegiatan ekonomi, dan yang menarik itu, adanya
program yang dananya datang sukarela seperti membuat masjid, mushola,
mereka dapat keuntungan dari sana, toilet, saung itu bantuan. Itu yang
menjadi motivasi mereka, kalau sudah jadikan untung buat masyarakat
lokal juga dan komunitas lokal kemudian mereka juga menjadi
mendapatkan banyak ilmu dalam pembangunan kampung wisata Pasir
Ipis ini” (AS, 40 Tahun).
diterapkan karena konflik yang ada masih belum terlalu besar. Masih
banyak masalah internal yang terjadi yang perlu pola pengendalian sosial
terlebih dahulu (WG, 50 Tahun).
Selain faktor penghambat dari dalam atau internal ada pula faktor
penghambat dari luar atau eksternal yaitu hambatan keuangan atau
finansial, serta keterbatasan waktu karena kesibukan masing-masing dan
kurangnya perhatian pemerintah. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh
salah satu informan.
“Iya ada seperti masalah infrastruktur, dan juga dana. Akses jalan ke
kampung wisata Pasir Ipis ini masih dikatakan kurang karena, jalan
yang begitu menanjak dan juga jalanan rusak. Kemudian, penerangan juga
masih kurang, dana dalam pembangunan juga masih kurang karena
untuk membuat proposal untuk mengajukan dana saja masih kurang ya.
Seperti yang saya katakan kurangnya dana sebetulnya menjadi masalah
serius, karena untuk membangun seperti fasilitas dan juga seperti tadi
papan-papan tulisan ajakan untuk menjaga lingkungan tidak bisa jika
terus mengandalkan swadaya masyarakat. Serta masih kurangnya sumber
daya manusia yang dapat mengelola kampung wisata Pasir Ipis. kemudian
masih kurangya pengenalan mengenai kampung wisata Pasir Ipis. Sempat
ada pemberhentian antara pihak UNPAD dan Pasir Ipis karena kita
sedang mencai formula dan berpikir bagaimana cara untuk menarik
wisatawan karena tidak bisa hanya mengandalkan dan praktikum juga
terbatas. Masuklah beberapa stakeholder untuk membantu juga
mengembangkan kampung wisata Pasir Ipis” (AS, 40 Tahun).
33 Ibid. H-78.
Wahyu Gunawan, dkk.| 139
PENUTUP
Pembangunan kampung wisata Pasir Ipis masih memiliki banyak
kendala, salah satu kendala bagi komunitas pengembang dalam
melakukan pola pengendalian sosial adalah kurangnya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan kampung wisata Pasir Ipis.
Pengendalian sosial menurut Roucek diartikan dilakukan melalui pola
sosialisasi, edukasi, persuasi dan koersi agar masyarakat mematuhi nilai
dan norma yang ada. Pola pengendalian sosial yang dilakukan di
kampung wisata Pasir Ipis terasa masih belum sempurna karena,
walaupun pola pengendalian sosial sudah dilakukan oleh komunitas
pengembang dalam upaya pembangunan kampung wisata, tapi ternyata
masih ada masyarakat yang masih belum menerma pemahaman dari pola
sosialisasi, edukasi, persuasi maupun pola koersi yang sudah dilakukan
tersebut.
Terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat komunitas
dalam melakukan pola pengendalian sosial. Faktor yang menghambat
terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
penghambat internal yang berasal dari dalam seperti, kurangnya,
kurangnya pemahaman masyarakat yang tergabung dalam komunitas
pengembang kampung wisata Pasir Ipis mengenai pola pengendalian
sosial. Karena, pola pengendalian sosial pada awal pembangunan tidak
direncanakan dengan baik, yang pada akhirnya menyebabkan pola
sosialisasi, edukasi, persuasi dan juga koersi, sehingga pelaksanaan tidak
berjalan sebagaimana mestinya serta mentalitas masyarakat kampung
Pasir Ipis yang masih instan membuat faktor penghambat dalam
pengembangan kampung wisata Pasir Ipis. Sedangkan faktor
penghambat eksternal yaitu seperti kurangnya pendanaan dalam
pembangunan, kurangnya partisipasi pemerintah daerah dalam
pembangunan kampung wisata Pasir Ipis serta kurangnya dukungan dari
masyarakat kampung Pasir Ipis sendiri dalam pembangunan kampung
wisata sehingga sulit untuk komunitas pengembang untuk mencapai
suatu keteraturan sosial dalam pembangunan kampung wisata Pasir Ipis.
140 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. (2013). Analisis
Pasar Desa Wisata di D.I Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa
Barat.
Haryono, Bagus & Supriyadi, SN. (2004). Mengidentifikasi Bentuk Kontrol
Sosial Berkenaan Dengan Fenomena Pornografi di Kota Surakarta. Fisip
Universitas Sebelas Maret.
Horton, Paul B. & Chester K. Hunt. (1984). Sosiologi. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Lestari, Suci. (2009). Pengembangan Desa Wisata Dalam Upaya Pemberdayaan
Masyarakat Studi di Desa Wisata Kembang Arum, Sleman.
Makalah Keteraturan Sosial Diakses pada tanggal 12 Januari 2016, Pukul
20.30 WIB
https://www.scribd.com/doc/183494889/KETERATURAN-
SOSIAL-docx
Mudiyono. (1990). “Sistem Pengendalian Sosial Tradisional Desa Tiang Tanjung
Provins Kalimantan Barat”. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Roucek. J.S. (1980). “Pengendalian Sosial” dalam Soerjono Soekanto &
Heri Tjandrasari. Pengendalian Sosial. Jakarta: CV. Rajawali.
Sunaryo, B. (2013). Kebijakan pembangunan destinasi pariwisata: konsep dan
aplikasinya di Indonesia (No.1). Penerbit Gava Media Kebijakan
Pembangunan Destinasi Pariwisata: Konsep dan Aplikasinya di
Indonesia.
Syahriar, Galang Hendry. 2015. Modal Sosial dalam Pengelolaan dan
Pengembangan Pariwisata di Obyek Wisata Colo Kabupaten Kudus.
Tarigan, Michael Jullpri. “Kontrol Sosial Masyarakat Terhadap Geng Motor”
Universitas Sumatera. 2013 : (Diakses Pada Tanggal 10 Juni 2015).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41329/4/Cha
pter%20II.pdf
Zulfitri, “Pemberdayaan Masyarakat melalui CSR” PT. Indocement Tunggal
Prakarsa TBK. 30 September 2011 : (diakses pada tanggal 10 Juni
2015). H. 4-10
JAYAGIRI : DESTINASI
7 WISATA BARU
R.A Tachya Muhamad & Budi Sutrisno
141
142 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
❖ Potensi Pertanian
Potensi pertanian berada di RW.01 yaitu berupa lahan
perkebunan. Kebun tersebut cukup luas untuk ditanami berbagai macam
Wahyu Gunawan, dkk.| 143
sayuran diantaranya selada, tomat, sawi, bawang daun dan cabe rawit.
Tetapi, hasil dari kebun tersebut tidak dijual ke pasar melainkan dijual
kepada agen atau bandar yang khusus menjual ke hotel-hotel. Sebenarnya
kebun itu bisa saja dijadikan potensi pendukung wisata.
❖ Potensi Peternakan
Potensi peternakan terdapat di RW.08 yaitu peternakan burung
puyuh. Usaha ini dapat dikatakan berhasil dan telah mendatangkan
keuntungan yang cukup besar. Keuntungan yang didapatkan dari ternak
puyuh ini dalam sebulan mencapai Rp 2.000.000. Telur yang dihasilkan
cukup bagus meskipun pada awalnya warga ragu untuk menekuni usaha
ternak tersebut karena kondisi iklim di Lembang yang dingin. Namun
sayangnya potensi tersebut masih belum didukung oleh marketing yang
baik dimana pemasaran baru di sekitar Lembang saja.
Wahyu Gunawan, dkk.| 145
Potensi lainnya yang tidak kalah menarik adalah tanaman hias yang
dilakukan oleh Asep yaitu melakukan variasi pohon bonsai. Tetapi bonsai
tersebut belum bersifat komersial tetapi hanya sebagai hobi. Kedepannya
produk usaha ini akan dikembangkan menjadi komoditas yang layak jual
kepada para wisatawan.
148 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
❖ Tempat Bersejarah
Desa Jayagiri memiliki potensi kepariwisataan berupa tempat
bersejarah. Salah satu tempat yang memiliki situs bersejarah adalah
RW.06 yang secara geografis berada di ujung Desa Jayagiri. Wilayah ini
memiliki kondisi lingkungan yang asri serta masyarakat setempat yang
masih menganut nilai-nilai lokal. Selain itu masih banyak tradisi yang
dimiliki serta dipertahankan seperti pencak dan berbagai tarian, sancang
sangkuriang, kacapian, panglipur dan cahya hati.
Salah satu potensi yang dapat dijadikan objek wisata di RW.06 ini
adalah Benteng peninggalan Belanda yaitu Benteng Pasir Ipis. Benteng
ini terletak di dataran tinggi dan untuk mencapainya harus menempuh
perjalanan kurang lebih satu jam dengan dengan berjalan kaki dan
menempuh jalanan mendaki. Situs ini sulit untuk ditempuh dengan
menggunakan kendaraan biasa tetapi dapat ditempuh dengan
menggunakan sepeda motor yang telah dimodifikasi. Tetapi sayangnya
keberadaan Benteng ini masih belum layak untuk dijadikan obyek wisata
karena sebagian besarnya masih terkubur tanah dan bebatuan.
Diperlukan upaya untuk kembali menggali dan merekonstruksi situs ini
agar dapat dikunjungi wisatawan.
Selain itu jalan menuju Benteng juga belum terbangun dengan
baik. Hanya sebagian kecil saja jalan yang telah di paving block dan sisanya
masih merupakan tanah merah. Hal lainnya yang menyulitkan adalah
Jalan ini adalah jalan menuju ke benteng, jalan ini sebelumnya adalah jalan
yang masih tanah merah yang kemudian mendapatkan bantuan dari dana
PNPM untuk diperbaiki tetapi sayangnya tidak sampai mencapai lokasi
benteng.
Selain Benteng, di Desa Jayagiri juga terdapat sebuah tempat
bersejarah yaitu Taman Junghuhn. Didalam taman ini terdapat tugu
tempat pemakaman seorang warga negara yang masuk ke Indonesia
Wahyu Gunawan, dkk.| 151
bersama kolonial Belanda. Selain itu, di tempat ini juga terdapat pohon
kina tanaman langka yang dapat digunakan untuk pengobatan. Cagar
alam Junghuhn merupakan salah satu potensi wisata yang dimiliki Desa
Jayagiri. Cagar alam ini berada di RW. 07 yang memiliki lokasi strategis
dan mudah dijangkau oleh para wisatawan. Nama Junghuhn sendiri
diambil dari nama orang berkebangsaan Jerman yang bernama Dr. Franz
Wilhelm Junghuhn, ahli botani kelahiran Mansfeld Prusia yang pertama
kali menanam pohon kina. Cagar alam ini mulanya memiliki luas 2.5 Ha,
namun dewasa ini luasnya hanya berkisar 1 Ha yang mana kurang lebih
1.5 Ha digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
152 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
Wahyu Gunawan, dkk.| 153
No Lokasi Fasilitas
Di sepanjang jalan
di wilayah ini juga
terdapat toko
kuliner yang
menjadi khas Desa
Jaya Giri.
2 Di RW.05 terdapat
toko souvenir,
rumah makan dan
hotel. Selain itu juga
terdapat wisata
religi bagi umat
Kristen lengkap
dengan toko yang
menjual
perlengkapan
rohani.
Wahyu Gunawan, dkk.| 155
No Lokasi Fasilitas
3 Fasilitas rumah
makan dan hotel
juga terdapat di
RW.09 antara lain
RM Malibu dan RM
Gubuk Mang
Engking. Selain itu,
wilayah ini juga
srategis karena
terletak di
156 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
No Lokasi Fasilitas
sepanjang jalan
raya.
No Lokasi Fasilitas
4 Di RW 10 terdapat
11
penginapanmeskipu
n kepemilikannya
masih didominasi
oleh para
pendatang
dibandingkan
penduduk asli.
5 Di RW.15 juga
terdapat tempat
penginapan bagi
para wisatawan
yang berwisata di
daerah sekitar
Jayagiri.
158 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
No Lokasi Fasilitas
potensi wisata yang ada di wilayah ini masih terpendam dan harus ada
upaya untuk pengembangannya. Artinya, dari sisi sejarah pembentukan,
Desa Jayagiri masih menjadi calon desa wisata.
Jayagiri masih harus terus membentuk citra sebagai destinasi
wisata yang layak untuk dikunjungi oleh para wisatawan. Saat ini, Jayagiri
lebih dikenal dengan jalur (track) nya bagi para wisatawan yang akan
menuju dan kembali dari daerah tujuan wisata Gunung Tangkuban
Parahu dan Ciater. Dengan kondisi geografis yang mendukung serta
menjadi jalur bagi para wisatawan yang akan menuju DTW utama maka
Desa Jayagiri sangat cocok untuk menjadi daerah transit. Atraksi wisata
yang dapat dikembangkan antara lain mengusung tema petualangan
seperti berkemah (camping), gerak jalan (hiking), sepeda gunung (mount
biking) dan outbound. Maka dalam hal ini citra destinasi wisata yang
dimunculkan dapat berupa tantangan untuk berpetualang.
Selain itu, Desa Jayagiri juga memiliki potensi wisata sejarah untuk
dikembangkan yaitu Benteng Pasir Ipis yang berada di wilayah Perhutani.
Benteng ini adalah benteng pertahanan yang dibangun pada masa
penjajahan Belanda dan kondisi saat ini terkubur oleh tanah. Diperlukan
upaya penggalian untuk kembali merestorasi bangunan benteng tersebut.
Selain benteng di Pasir Ipis, juga terdapat potensi wisata lainnya yaitu
cagar alam Junghuhn dan situs Batu Tumpang yang memiliki nilai
sejarahasli mengenai cerita Sangkuriang dan Dayang Sumbi yang
merupakan mitologi terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu.
Untuk produk wisata yang akan ditawarkan, Desa Jayagiri
sebenarnya telah banyak memiliki tetapi sayangnya masih belum
terorganisir dengan baik. Terdapat beberapa potensi wisata yang siap
dikembangkan di Desa Jayagiri antara lain pertanian, peternakan puyuh
dan sapi, industri dan kerajinan seperti keripik, wayang golek, tanaman
hias bonsai dan kerajinan dari gypsum.
Untuk penunjang wisata, berbagai fasilitas telah relatif tersedia.
Hal ini disebabkan di sekitar wilayah Desa Jayagiri telah terdapat berbagai
fasilitas pendukung tanpa harus menggerakan swadaya masyarakat.
Fasilitas penginapan seperti hotel, motel, rumah makan, toko
cinderamata, produk industri/ekonomi kreatif, listrik, telepon dapat
dengan mudah didapatkan oleh wisatawan meskipun untuk penginapan
telah berstandar nasional/internasional.
Di Desa Jayagiri, kelompok peduli sudah mulai muncul yang
dimotori oleh para pemuda yang tergabung dalam LSM Pemuda
160 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
Tabel 7.2 Potensi Desa Jayagiri Sebagai Daerah Tujuan Wisata Baru
Aspek Potensi
Daerah Tujuan Gunung Tangkuban Parahu dan Ciater,
Wisata (DTW) utama Desa Jayagiri merupakan jalur (track)
menuju DTW utama dan berpotensi
menjadi daerah transit bagi wisatawan
Jenis wisata Wisata sejarah dan wisata petualangan
(camping ground, hiking, mount biking, outbound)
Citra destinasi wisata Petualangan bagi individu maupun keluarga.
Objek wisata Wisata sejarah yaitu benteng Pasir Ipis dan
cagar alam Junghuhn
Produk wisata Belum ada, masih dalam tahap inisiasi oleh
pemerintah melalui program PNPM
Pariwisata
Kelembagaan Belum terdapat kelembagaan yang
terorganisir
Sumber Daya Terdapat kelompok peduli yaitu LSM
Manusia Pemuda Lembang (Pedang) tapi
kegiatannya masih bersifat sporadis
Daerah asal Jawa Barat dan Jabodetabek, akses lebih
wisatawan baik dengan adanya tol Cipularang.
Tipe wisatawan Traveler
Visitor
Fasilitas wisata Memadai baik dari segi jumlah maupun
kualitas
Akses jalan menuju Jalan setapak dengan kiri-kanan semak dan
tempat wisata ilalang
Sumber : Hasil Penelitian, 2014
Wahyu Gunawan, dkk.| 161
mengembangkan identitas atau ciri khas daerah. Tetapi keaslian ini juga
dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan
tersebut seperti ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian, bentang alam,
jasa, peristiwa sejarah dan budaya serta pengalaman eksotis khas daerah.
Unsur penting lainnya adalah keterlibatan masyarakat
pengembangan mutu produk wisata pedesaan, pengembangan
sumberdaya manusia untuk menjadi wirausahawan pariwisata pedesaan
dan pembinaan kelompok pengusaha setempat. Model pengembangan
pariwisata pedesaan menurut Nasikun harus terdiri dari empat aspek,
yaitu : 1) Keaslian (genuiness), 2) Keterlibatan (involvement), 3) Mutu produk
(product quality), 4) Pembinaan, dan 5) Pembentukan kelompok (group
formation). Adapun penjelasan singkat dari model yang kami kembangkan
adalah sebagai berikut:
Tahap Kegiatan
4 Penciptaan berbagai fasilitas penunjang
Tourism Facility pariwisata sesuai dengan brand-image yang telah
Creation diciptakan.
5 Mengembangkan kerjasama (linking) baik dengan
Partnership pemerintah maupun swasta untuk
Development mengembangkan berbagai fasilitas
kepariwisataan.
6 Pemasaran wisata baik secara offline maupun online
Marketing
Sumber : Muhamad dan Sutrisno, 2016:80
PENUTUP
Desa Jayagiri memiliki potensi yang luar biasa untuk
dikembangkan menjadi Desa Wisata baru di Jawa Barat. Berbagai potensi
tersebut dapat menjadi asset potensial untuk ‘dijual’ kepada para
wisatawan lokal maupun mancanegara. Selain asset yang bersifat tangible,
Desa Jayagiri juga memiliki asset penting berupa keterlibatan aktif
kelompok masyarakat didalam memajukan wilayahnya. Hal utama yang
dibutuhkan adalah pengorganisasian komunitas serta pemberdayaan yang
berbasiskan asset untuk mengelola berbagai potensi tersebut.
Membangun masyarakat berbasiskan aset adalah pendekatan yang
lebih berkelanjutan didalam pembangunan. Fokus utama dalam
pendekatan pembangunan komunitas ini adalah keberhasilan dan
kemenangan (visi positif) dan ‘menyingkirkan’ visi negatif baik tentang
tempat maupun masyarakat/komunitas yang akan dikembangkan.
Terdapat beberapa definisi yang seringkali menekankan konteks aset
didalam pembangunan komunitas, yaitu :
1) "Pembangunan komunitas merupakan semua upaya yang terdiri
dari tindakan untuk memperkuat kapasitas masyarakat untuk
mengidentifikasi prioritas dan peluang dan untuk mendorong
dan mempertahankan perubahan lingkungan yang positif"
(Chaskin 2001: 291)
2) "Pengembangan masyarakat adalah membangun aset yang
meningkatkan kualitas hidup antara penduduk rendah untuk
masyarakat berpenghasilan menengah, di mana masyarakat
didefinisikan sebagai lingkungan atau wilayah multi-lingkungan"
(Ferguson dan Dickens 1999: 5).
164 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Chaskin, R. (2001).“Building Community Capacity: A Definitional
Framework and Case Studies from a Comprehensive Community
Initiative,” Urban Affairs Review, 36(3): 291–323
Ferguson, R.F dan Dickens, W.T. (ed). (1999).“Introduction,” in Urban
Problems and Community Development.Washington, DC: Brookings
Institution Press, hal. 1–31.
Green, G.P. dan Haines, A. (2007). .Asset Building and Community
Development, 2nd ed.Thousand Oak CA: Sage.
Nasikun. (1997). Model pariwisata pedesaan : Pemodelan pariwisata
pedesaan yang berkelanjutan. In M. P. Gunawan (Ed.), Prosiding
Pelatihan dan Lokakarya Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan.
Bandung: Penerbit ITB.
Phillips, Rhonda dan Robert H. Pittman(ed).(2009).An Introduction To
Community Development.London:Routledge
Sutrisno, B & R.A Tachya Muhamad. (2016). Model Pengembangan
Desa Wisata (Studi Komparatif Desa Jayagiri, Kecamatan
Lembang dan Desa Sarongge, Kecamatan Pacet). Sosioglobal: Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Sosiologi, 1(1), 68-81.
Vidal, A.C. and Keating, W.D. (2004) “Community Development:
Current Issues and Emerging Challenges,” Journal of Urban Affairs,
26(2): 125–137.
166 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
MENGGAGAS DESA WISATA
BERBASIS COMMON PROPERTY
8 DI KAMPUNG PASIR IPIS, DESA
JAYAGIRI
Desi Yunita
167
168 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
9.435.411
8.044.462 8.082.129
6.322.592
34
https://ahnku.files.wordpress.com/2011/02/k-2-common-pool-
resource.pdf.
Wahyu Gunawan, dkk.| 171
PENUTUP
Pariwisata sejauh ini memang telah menunjukkan sebagai salah
satu sumber ekonomi produktif baru yang potensial. Namun jika upaya
perencanaan pariwisata dan strategi pariwisata yang dikembangkan tidak
dilakukan dengan baik, maka kerusakan lingkungan sangat mungkin
terjadi, rusaknya lingkungan tersebut juga akan berpengaruh pada kondisi
ekonomi masyarakat.
Selain itu, dengan adanya fakta bahwa lokasi wisata yang
dikembangkan oleh masyarakat tersebut adalah wilayah hutan milik
perhutani, maka pengelolaan wisata yang dikembangkan tersebut
haruslah memperhatikan kepentingan pihak pemilik kawasan hutan yang
dikelola tersebut. hal ini penting untuk menjaga keberlanjutan kegiatan
Wahyu Gunawan, dkk.| 175
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, A. (2001). Common Property Instituions and Sustainable Governance of
Resource. World Development. Vol. 29, No. 10, pp. 1649-1672.
Agrawal, Arun and Catherine Shannon Benson. (2011). Common property
theory and resource governance institutions: strengthening explanations of
multiples outcomes. Environmental Conservation / Volume 38 /
Issue 02 / June 2011, pp 199-210 DOI:
10.1017/S0376892910000925, Published online: 22 February
2011.
AUASTAT. Food and Agriculture Organization of the United Nation.
“Water
Use.”http://www.fao.org/nr/water/aquastat/water_use/index.s
tm
O." http://www.fao.org/nr/water/aquastat/water_use/index.st
m
Blomquist. (1998). Common property’s Role in Water Resource Management.
Center for Applied Economics Universite d’Aix-Marseille
Buck, Susan J. (1989). Cultural Theory and Management of Common
Property Resources.Human Ecology 17(1): 101-116.
Fennell, L.A. (2011). Ostrom’s Law: Property rights in the commons. The 20 th
anniversary of ‘Governing the Commons’- Part 1 (Guest Editors: F. van
Laerhoven and E. Berge)
Ratman, Dadang Rizki. (2016). Pembangunan Destinasi Wisata Prioritas
2016-2019. Kementerian Pariwisata Republik Indonesia.
Saunders, Fred P. (2014). The promise of common pool resources theory and the
reality of commons projects. International Journal of the Commons.
Vol. 8, No 2 August 2014, pp. 636-656.
http://www.thecommonsjournal.org
Shiva, Vandhana. (2003). Water Wars Privatisasi, Profit, dan Polusi. Insist
Press & Walhi. Yogyakarta
Timilsina R.R, Kotani K, Kamijo Y. (2017). Sustainabiliity of common pool
resources. PLoS ONE 12 (2): e0170981. doi: 10.1371/Journal. pone.
0170981
DESA WISATA SEBAGAI
SEBUAH SOLUSI
9 PENGENTASAN
KEMISKINAN
Asep Sukarna
❖ Pengertian Kemiskinan
Pada dasarnya, kemiskinan merupakan salah satu permasalahan
yang umum didapati dalam kehidupan masyarakat, terutama pada
masyarakat di dalam negara berkembang. Ketika suatu permasalahan
muncul, maka akan timbul tuntutan untuk adanya suatu solusi atau upaya
pemecahan masalah yang disusun dengan terencana, terintegrasi dan
menyeluruh. Begitupun dengan permasalahan kemiskinan, dibutuhkan
upaya pemecahan masalah untuk memberantas kemiskinan dan
177
178 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
❖ Pengertian Desa/Pedesaan
Menurut Sutardjo Hadikusuma, desa merupakan suatu kesatuan
hukum di mana masyarakat tinggal dan memiliki pemerintahan sendiri.
Sedangkan Bintarto berpendapat bahwa desa merupakan suatu kesatuan
sosial, ekonomi, geografis, politik dan kultural yang terdapat dalam suatu
daerah yang memiliki hubungan yang saling mempengauhi satu sama lain
dengan daerah lainnya. Paul H. Landis menyebutkan bahwa yang
termasuk ke dalam kategori desa adalah wilayah yang penduduknya
kurang dari 2.500 jiwa. Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Penduduk hidup dan bergaul dengan saling mengenal satu
sama lain.
b) Terdapat suatu pertalian perasaan mengenai kebiasaan dan
kesukaan yang sama.
c) Umumnya bekerja pada bidang agraris yang sangat dipengaruhi
oleh kondisi alam seperti iklim dan kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan non-agraris merupakan pekerjaan yang bersifat
sambilan.
Wahyu Gunawan, dkk.| 181
2. Hutan Alami
Pasiripis berada di kawasan pinggiran
hutan pinus dikelola oleh Perhutani,
berbatasan langsung dengan hutan
alami yang kaya dengan tumbuhan
pegunungan dan masih terjaga
keasrianya, hal ini akan menjadi daya
tarik bagi pengunjung untuk
mempelajari ekosistem hutan alami.
Di dalamnya kaya akan flora dan
fauna dan masih terjaga habitatnya, udara sejuk dan lingkungan nyaman
menjadi daya tarik masyarakat yang jenuh dengan keramaian dan rutinitas
untuk refresh dengan semangat back to nature.
ipis untuk memenuhi kebutuhan air untuk minum dan keperluan sehari-
hari di perkampungan.
4. Potensi Biologi
Pasiripis merupakan
rangkaian perbukitan
sisa dari dari
meletusnya Gunung
Sunda, berada tepat
dibawah kaki Gu-
nung Tangkuban
Perahu. Dari Pasir
Ipis terlihat hampa-
ran Kota Bandung,
dulunya merupakan
danau purba bahkan
kawah gunung berapi yang meletus jutaan tahun yang lampau. Dari
ketinggian Pasiripis dapat terlihat pula jajaran gunung di sekitarnya
merupakan bukti dari letusan gunung berapi. Dari Pasiripis dapat
dipelajari adanya sisa-sisa batuan lahar yang membeku, terhampar
didataran rendah seperti sungai,dan lain-lain. Adanya kandungan geologi
ini menjadi media untuk mempelajari aktifitas vulkanik yg masih terjadi
di Gunung Tangkuban Perahu.
5. Potensi Sejarah
Di Pasiripis terdapat
Benteng peninggalan
Belanda yang didirikan
pada masa perang dunia
kedua. Benteng di
Pasiripis merupakan
rangkaian dari benteng-
benteng Belanda yang
terdapat di dua bukit
lainnya yaitu Bukit Pasir
Malang dan Gunung
Putri. Keberadaan
Wahyu Gunawan, dkk.| 187
Bapak Wahyu Gunawan dan Tim Community Development Program Studi Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Haji.(2009).Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Blog Alam Priangan, Kaliandra Merah – Tanaman Anti Gulma
Serbaguna. t.t https://alampriangan.com/kaliandra-merah-anti-
gulma/ (diakses pada 14 Januari 2018)
Ismayanti.(2010).Pengantar Pariwisata. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. 2010.
Nuryanti, Wiendu.(1993). Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian
dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nyoman S. Pendit.(2002).Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana.
Jakarta: Pradnya Paramita.
194 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
DESA WISATA BERBASIS
10 BUDAYA LOKAL
Budi Sutrisno
PENDAHULUAN
Sektor pariwisata terus mengalami perkembangan pesat. Data
statistik menunjukan capaian pembangunan pariwisata untuk periode
Januari-Desember 2016 mampu mencapai target yang telah ditetapkan.
Secara kumulatif jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia
pada periode tersebut mencapai 12.023.971 kunjungan dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 15,54%. Capaian tersebut lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara
di beberapa negara tetangga ASEAN seperti Thailand 9,7% (periode
Januari-November 2016); Singapura 7,9% (periode Januari-November
2016), dan Malaysia 4,4% (periode Januari-Oktober 2016).
Adapun kunjungan wisatawan mancanegara tersebut
berkontribusi terhadap penerimaan devisa sebesar Rp 176-184 triliun
rupiah (prognosa), dari target 2016 sebesar 172 triliun rupiah.
Peningkatan pencapaian devisa tersebut justru terjadi ketika devisa dari
komoditi batubara dan migas cenderung mengalami penurunan, seperti
diproyeksikan melalui grafik berikut.35 Berdasarkan data tersebut, maka
diproyeksikan pada tahun 2020 sektor pariwisata merupakan
penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia.
Secara garis besar terdapat empat jenis obyek wisata yang biasa
dikunjungi oleh para wisatawan yaitu wisata alam, wisata bahari, wisata
budaya dan wisata buatan. Wisata buatan merupakan jenis wisata yang
paling diminati sampai saat ini terutama oleh wisatawan nusantara.
35
Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pariwisata Tahun 2016
195
196 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
Grafik 10.2 Jenis Obyek Wisata Yang Dikunjungi Periode Januari-Juni 2016
Sumber : Kajian Data Pasar Wisatawan Nusantara, 2016:82
budaya baik secara umum maupun terkait dengan kampung wisata Pasir
Ipis yang berada di Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang.
Keberadaan wisata budaya cukup diminati meskipun tidak sebesar
obyek wisata lainnya. Wisatawan yang berkunjung pun tidak hanya
wisatawan nusantara (Wisnus) tetapi juga wisatawan mancanegara
(Wisman). Berdasarkan data statistik, profil wisatawan mancanegara yang
melakukan perjalanan wisata budaya dari berbagai wilayah dunia
ditunjukan oleh Grafik10.3 berikut ini
Para turis budaya tersebut juga cukup beragam dari segi pekerjaan
dan yang menarik adalah sebagian besar dari mereka adalah ibu rumah
tangga, pelajar dan pensiunan.36
36
Statistik Wisatawan Mancanegara 2016
198 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
PEMBAHASAN
❖ Definisi Wisata Budaya
Keberadaan wisata budaya mengalami perubahan secara dramatis
sejak pertama kali diakui pada akhir tahun 1970-an atau awal tahun 1980-
an. Pariwisata budaya muncul dan diakui sebagai kategori produk yang
berbeda ketika di akhir tahun 1970-am para pelaku wisata menyadari
bahwa banyak individu yang melakukan perjalanan khusus untuk
mendapatkan pemahaman mengenai budaya secara mendalam
(Tighe,1986). Pada awalnya mereka dianggap sebagai wisatawan khusus
yang hanya terdiri dari orang-orang berpendidikan dan makmur yang
sedang mencari sesuatu selain 3S (sand, sun, sea).
200 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
Taman ini sering dikunjungi oleh warga negara asing terutama dari
Belanda dan Jerman. Mereka yang berkunjung ke tempat ini merupakan
keturunan dari Franz Wilhem Junghuhn, selain juga oleh wisatawan
domestik. Taman Junghuhn juga sering dijadikan tempat studi sejarah
oleh para pelajar dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi. Sejarah
Junghun juga telah diabadikan dalam bentuk tulisan yaitu buku yang
berjudul “Junghun Kembali ke Tangkuban Perahu” yang dikarang oleh
sejarawan Universitas Indonesia.
Franz Wilhem Junghun sendiri sebenarnya merupakan Warga
Negara Jerman. Namun pada masa penjajahan kolonial Belanda
Junghuhn ditugaskan untuk membantu Belanda oleh sekutu sebagai
dokter pada masukan militer. Awal Junghuhn masuk di Indonesia beliau
ditugaskan di daerah Sumatera, namun kemudian Junghuhn ditarik
kembali ke Jerman. Kemudian Junghuhn kembali ditugaskan di daerah
nusantara tepatnya di Bandung. Setelah menetap di Bandung, beliau
memiliki rasa kecintaan terhadap daerah Bandung. Kemudian Junghun
menikah dengan puteri bangsawan Belanda dan menetap di Bandung
sampai akhir hayatnya. Selama hidupnya, beliau mengembangkan
berbagai perkebunan dan budidaya di daerah Jawa Barat. Akan tetapi
yang paling terkenal adalah budidaya pohon Kina. Kina sendiri
merupakan salah satu tanaman yang berasal dari hutan Amazon Brazil
dan Junghuhn mengembangkan Kina dengan membawa bibitnya dari
hutan Amazon.
Selain sebagai dokter, Junghuhn juga dikenal ahli dalam
perkebunan dan pertanian karena sejak kecil Junghuhn memiliki
kesenangan terhadap perkebunan dan pertanian. Meskipun profesinya
sebagai dokter, namun junghun selalu belajar di bidang pertanian dan
perkebunan. Pendidikan dokter diperolehnya karena paksaan dari orang
tua, namun selama masa pendidikan dokter, Junghuhn kurang begitu
antusias dan bahkan beliau lebih condong untuk belajar di bidang
pertanian dan perkebunan. Selain itu juga selama bertugas di Jawa,
Junghuhn selalu melintas alam di Jawa dan membuat peta geografis Jawa.
Peta tersebut sampai sekarang masih dijadikan acuan untuk melihat
kondisi georafis Pulau Jawa. Berdasarkan historis tersebut maka Taman
Junghuhn dapat dijadikan objek wisata yang memiliki daya tarik bagi
wisatawan domestik maupun mancanegara.
Situs sejarah lainnya terdapat di RW.10 yaitu situs Batu Tumpang.
Dalam hal ini Batu Tumpang bukan sekedar batu yang bertumpuk-
206 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
tumpuk, tetapi batu yang memiliki nilai sejarah asli mengenai cerita
Sangkuriang menendang perahu dan cerita dayang sumbi bersembunyi
dari orang jahat. Tetapi sayangnya tanah tempat situs ini berada telah
dibeli oleh seseorang yang berprofesi sebagai pesulap sehingga
menjadikan situs ini sulit untuk diakses dan hanya dibuka untuk umum
ketika tahun baru.
Selain objek wisata budaya yang bersifat tangible tersebut di Jayagiri
juga terdapat objek wisata yang bersifat intangible yaitu Festival
Tangkuban Perahu yang digelar di alun-alun Lembang. Kegiatan tersebut
melibatkan seniman, budayawan, pegiat seni tradisional, instansi
pemerintah, Polri, TNI, pelajar, komunitas masyarakat dan sejumlah
stakeholders pariwisata. Para peserta mengikuti karnaval menyajikan
atraksi seni dan budaya sambil berjalan kaki melintasi alun-alun
Lembang. Pada tahun 2016, kegiatan tersebut berlangsung pada tanggal
24-25 Mei 2016. Karnaval dengan diiringi pementasan seni dan budaya
dapat dilakukan sebagai salah satu upaya mempromosikan pariwisata
kepada para turis baik domestik maupun
mancanegara.(https://travel.detik.com/travel-news/d-
3216446/festival-tangkuban-perahu-kembali-digelar-di-alun-alun-
lembang, diakses tgl 25 Januari 2018, Pkl. 20.45)
PENUTUP
Wisata budaya pada dasarnya bertujuan untuk menyatukan
keuntungan ekonomi dan konservasi nilai. Pariwisata budaya merupakan
produk wisata mandiri yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
akan pentingnya menjaga nilai-nilai masa lalu serta bagaimana warisan
budaya serta penghormatan terhadap bangunan dan alam yang kemudian
memperkuat identitas.
Kampung Pasir Ipis dan Desa Jayagiri memiliki potensi wisata
budaya yang apabila dikelola dengan baik dapat menghasilkan kentungan
baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat lokal. Berbagai produk
budaya yang telah terkomodifikasi tersebut dapat “dijual” yang kemudian
dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan demikian wisata
budaya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Tetapi dibalik berbagai keuntungan tersebut dampak negatif yang
akan muncul harus tetap diantisipasi. Alih-alih keberadaan wisata budaya
mensejahterakan malah memunculkan konflik di masyarakat. Dalam hal
Wahyu Gunawan, dkk.| 207
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian, B. P. D. K. S. (2016). Pariwisata, Laporan Akuntabilitas
Kinerja Kementrian Pariwisata Tahun 2016. Biro Perencanaan dan
Keuangan Kementrian Pariwisata RI. Jakarta, 147.
Badarudin, Ida A. Fitriyani dan Diana I.(2016). Kajian Data Pasar
Wisatawan Nusantara 2016 dalam Statistik Profil Wisatawan
Nusantara Tahun 2016.Jakarta:BPS.
Bianchini, F. (1990). Cultural Policy and Urban Development: The
Experience of West European Cities. Paper delivered at the
conference: Cultural Policy and Urban Regeneration: The West
European Experience, Liverpool, 30-31 October.
Brooks, G. (2003) Heritage at Risk from Tourism, Paris: ICOMOS.
Available at:
http://www.international.icomos.org/risk/2001/tourism.htm
(diakses tgl 15 Januari 2018, pkl.15.00 Wib).
Dolnicar, S. (2002). A review of data-driven market segmentation in
tourism. Journal of Travel & Tourism Marketing, 12(1), 1–22.
du Cros, H. (2007) Too much of a good thing? Visitor congestion
management issues for popular World Heritage tourist attractions,
Journal of Heritage Tourism 2(3): 225–238.
Gordon, R. and Raber, M. (2000). Industrial Heritage in Northwest
Connecticut: A Guide to History and Archaeology. New Haven:
Connecticut Academy of Arts and Sciences.
Gosden, C. (2004). Archaeology and colonialism: Cultural contact from
5000 BC to the present. Vol. 2. Cambridge University Press.
Hall, C. M. and Lew, A. (2009). Understanding and Managing Tourism Impacts:
An Integrated Approach. New York: Routledge.
Herrero, L.C., Sanz, J.A., Devesa, M., Bedate, A. and Del Barrio, M.J. (2006).
The economic impact of cultural events: a case-study of Salamanca
2002, European capital of culture. European Urban and Regional
Studies, Vol. 13 (1), pp.41-57.
Hidayah, S. Awal&I. D. Gede.(2016). Statistik Profil Wisatawan
Mancanegara 2016.Jakarta: Kementerian Pariwisata.
Holcomb, B. (1999). Marketing cities for tourism. In D. Judd, and S. Fainstein
(Eds.), The Tourist City (pp. 54–70). New Haven: Yale University
Press.
Hughes, H. (2002). Culture and tourism: A framework for further analysis.
Managing Leisure, Vol. 7, No.3, pp.164-175.
Wahyu Gunawan, dkk.| 209
Vogt, C. A., Kah, A., Chang, H. and Leonard, S. (2008) Sharing the
heritage of Kodiak Island with tourists: views from the hosts. In
Prideaux, B., Timothy, D. and Chon, K. (eds) Cultural and
Heritage Tourism in Asia and the Pacific, Abingdon: Routledge,
pp. 118–133.
WTO – ETC (2005). City tourism and culture. The European Experience.
Brussels, February 2005.
Xie, P. F. (2006) Developing industrial heritage tourism: a case study of
the proposed Jeep Museum in Toledo, Ohio, Tourism
Management 27: 1312–1330.
PEMBANGUNAN
KAWASAN STRATEGIS
11 NASIONAL : Optimalisasi
melalui Manajemen
Lingkungan Hidup
Muhamad Fadhil Nurdin
Agung Mahesa Himawan Dorodjatoen
PENDAHULUAN
Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, sistem perencanaan ruang
di Indonesia telah mengalami perubahan signifikan yang diakibatkan oleh
penerapan desentralisasi pada tahun 2001. Selain memberikan
kewenangan lebih pada pemerintah daerah dalam penyusunan rencana
tata ruang (Rukmana, 2015, Firman, 2009), perubahan tersebut juga
ditandai dengan dipromosikannya nilai akuntabilitas, kepatuhan pada
hukum (rule of law) dan diakuinya peran penting dari sektor swasta dan
masyarakat umum (Hudalah & Woltjer, 2007; Hudalah, D., Firman, T.,
Woltjer, J. (2014). Namun demikian, penelitan terkait bagaimana
perubahan dalam sistem perencanaan ruang tersebut mempengaruhi
upaya manajemen lingkungan hidup di Indonesia masih sangat jarang.
Padahal, salah satu tujuan awal pembentukan sistem perencanaan ruang
adalah untuk mengatasi penurunan kualitas lingkungan akibat
pertumbuhan sporadis permukiman penduduk, khususnya di kawasan
perkotaan (Roosmalen, 2008, Kementerian Pekerjaan Umum, 2008).
Tulisan ini memberikan penjelasan terkait perubahan pendekatan
perencanaan ruang di Indonesia dan implikasinya bagi upaya konservasi
lingkungan hidup. Tulisan ini terdiri dari; bagian pertama, menjelaskan
tujuan yang ingin dicapai studi. Kedua, memberikan landasan teori bagi
pembahasan di bagian-bagian selanjutnya. Ketiga, menguraikan secara
singkat metodologi yang digunakan di dalam studi ini. Keempat,
memberikan narasi sejarah terkait perubahan pendekatan perencanaan
211
212 | Tahapan Pembangunan Masyarakat
Area
Penggu- Keberada-
Kawasan
naan Total an
No Provinsi Hutan
Lain (ha) KSN
(ha)
(APL)
(ha)
22 Gorontalo 1.128,6 3.927,6 5.056,2
23 Sulawesi 10.431,7 21.260,8 31.692,5
Tengah
24 Sulawesi 1.516,6 1.779 3.295,6
Tenggara
25 Sulawesi Barat 1.351,2 1.052,6 2.403,9
26 Sulawesi Selatan 2.554,4 657,3 3.211,7
27 Bali 26,4 36,3 62,7
28 Nusa Tenggara 749,2 50,8 800
Barat
29 Nusa Tenggara 1.767,2 -111,7 1.655,5
Timur
30 Maluku Utara 3.410,2 2.272,6 5.682,8
31 Maluku 1.113,1 141,7 1.254,8
32 Papua 2.106,3 11.113,9 13.220,2
33 Papua Barat 6.466,1 4.154,1 10.620,6
Indonesia 339.477, 388.503, 727.981,
3 9 2
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Matthew, F., & Alden, J. (2006). Balanced regional development and the national
spatial strategy: addressing the challenges of economic growth and spatial
change in Ireland. In N. Harris, Alden, J, Adams, N (Ed.), Regional
development and spatial planning in an enlarged European Union (pp. 129-
154). Aldershot: Ashgate.
Ministry of Public Works (2006). Sejarah Penataan Ruang (The history of
spatial planning), Jakarta, http://www.penataanruang.net/01-
1.asp (diakses 19 Oktober 2015)
Muhamad Fadhil Nurdin, et.al., 2015, Sociology and Welfare
Development., Samudera Biru, Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional
Peraturan Pemerintah 47/1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional
Petrişor, A., and Petrişor, L.E. The shifting relationship between urban and
spatial planning and the protection of the environment: Romania as a case
study. Present Environment and Sustainable Development 7.1
(2013): 268-276.
Roosmalen, P.K.M. van (2008). For Kota and Kampong: The Emergence of
Town Planning as a Discipline. In For Profit and Prosperity: The
Contribution Made by Dutch Engineers Public Works in Indonesia (pp.
272-307).
Rukmana, D. The Change and Transformation of Indonesian Spatial Planning
after Suharto's New Order Regime: The Case of the Jakarta Metropolitan
Area. International Planning Studies 20.4 (2015): 350-370.
Silver, C. Spatial Planning for Sustainable Development: An Action Planning
Approach for Jakarta. Journal of Regional and City Planning 25.2
(2014): 115-125.
Siti Hajar Abu Bakar Ah, Abd. Hadi Zakaria, Muhd Fadhil Nurdin, Dasar
Sosial Transformatif: Rekonstruksi Makna dan Strategi Kesejahteraan
Sosial, Prosiding - Konvensyen Kebangsaan: Kepimpinan Institusi
Pengajian Tinggi dan Kesejahteraan Sosial: Merealisasikan
Transformasi Ke Arah Masyarakat Sejahtera, Kuala Lumpur,
2013.
Tassinari, P., Torreggiani, D., & Benni, S. (2013). Dealing with agriculture,
environment and landscape in spatial planning: a discussion about the Italian
case study. Land Use Policy, 30(1), 739-747
Undang-Undang Penataan Ruang 24/1992
Wahyu Gunawan, dkk.| 223